percobaan vii baru

37
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA VI KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA Disusun Oleh : Kelompok VI 1. M J Devries Fernando J2C007028 2. Marina Adriati J2C007029 3. Medina Indriati J2C007030 4. Melly Wahyuningsih J2C007031 5. Milka Ironia Realita J2C007032 6. Ida Farida J2C607007

Upload: nurullita-riani-pratama

Post on 14-Dec-2014

412 views

Category:

Documents


67 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA VI

KEMAMPUAN KOAGULASI

GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Disusun Oleh :

Kelompok VI

1. M J Devries Fernando J2C0070282. Marina Adriati J2C0070293. Medina Indriati J2C0070304. Melly Wahyuningsih J2C0070315. Milka Ironia Realita J2C0070326. Ida Farida J2C607007

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG

2010

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan

Klorida” yang bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam

garam-garam sulfat dan klorida. Prinsip dari percobaan ini adalah destabilisasi koloid

dengan menambahkan koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada

koloid atau dengan penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah

koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak

antar partikel atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid

yang mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi

merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar

(floc). Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sumur menjadi jernih, dengan

urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan), yaitu : tawas > CaSO4 > ZnSO4 >

MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Selain itu, dari percobaan diketahui bahwa daya

koagulasi garam sulfat lebih baik dari garam klorida.

Keywords : koagulasi, flokulasi, garam sulfat, garam klorida

PERCOBAAN VII

KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

I. TUJUAN

Mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat dan

klorida.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Koloid

Sistem koloid penting bagi kehidupan sebagai contoh hampir semua bahan

pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat dan

lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang-bidang lain juga

terdapat fungsi dan kegunaan koloid. Alasan mengapa kimia permukaan sering

dibicarakan bersama dengan koloid adalah karena utama sistem koloid. Pada larutan

sejati, nisbah permukaan dan volume ini tidak ada karena larutan hanya terdiri dari 1

fasa. Jadi tidak terdapat pemisahan permukaan yang jelas antara zat terlarut dan

pelarut. Pada koloid, sistem ini selalu terdiri dari 2 fasa dan tiap permukaan partikel

koloid jelas terpisah dari medium pelarutnya.

Sistem koloid selalu terdiri dari 2 fasa yaitu fasa terdispersi yang terdiri dari

partikel-partikel berukuran koloid dan medium pendispersi yang merupakan medium

tempat partikel-partikel koloid tersebar.

Cara penggolongan koloid yang lebih umum :

a. Dispersi koloid

Sistem ini secara termodinamika tidak stabil karena nisbah permukaan yang sangat

besar.

b. Larutan koloid sejati

Terdiri dari larutan dengan zat terlarut yang BMnya tinggi. Sistem ini secara

termodinamika stabil.

c. Koloid assosiasi

Terkadang dinamakan koloid elektrolit. Sistem ini terdiri dari molekul yang berat

molekulnya rendah yang beragregasi membentuk Partikel-partikel berukuran

koloid. Sistem ini stabil secara termodinamika.

(Underwood, 2001)

2.2. Kestabilan Koloid

Stabilitas larutan koloid sangat erat hubungannya dengan muatan listrik pada

partikel-partikel. Jadi dalam pembentukan arsenik (II) sulfida dengan pengendapan

dengan H2S dalam larutan asam lemah sekali. Ion sulfida adalah yang pertama kali

diadsorpsi karena setiap endapan cenderung mengadsorpsi ionnya sendiri dan agar

terjaga kenetralannya. Jadi terciptalah suatu lapisan ganda listrik di sekeliling tiap

partikel dengan sisi positif menghadap ke larutan akibatnya partikel-partikel koloid

satu sama lain saling menolak, sehingga terhalangnya pembentukan partikel-partikel

yang lebih besar.

Bila lapisan ganda ini dirusak, koloid berkoagulasi ini dapat dicapai misalnya

dengan menambahkan suatu elektrolit dalam jumlah yang cukup besar kepada

larutannya (efek penggaraman, salting out effect). Ion-ion elektrolisis itu karena

terdapat dalam konsentrasi yang besar mengganggu pembentukan lapisan ganda

listrik yang bundar sekeliling partikel sehingga partikel-partikel tak terhalangi lagi

untuk berkoagulasi. Ternyata yang diperlukan untuk koagulasi ialah ion-ion yang

bermuatan yang berlawanan dengan ion-ion yang diadsorpsi primer pada permukaan.

Jumlah minimum elektrolit yang perlu untuk menyebabkan flokulasi (penggumpalan)

disebut nilai flokulasi.

(Vogel, 1990)

2.3. Mekanisme Pembentukan Koloid

Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Cara kondensasi

Cara kondensasi termasuk cara kimia. Prinsipnya adalah partikel kondensasi

merupakan partikel koloid. Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

- Reaksi redoks

2HeS (g) + SO2 (aq) → 3S (s) + 2H2O (l)

- Reaksi hidrolisis

FeCl3 (aq) + 3H2O → Fe(OH)2 (s) + 3HCl (aq)

- Reaksi penggaraman

Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat

membentuk koloid.

b. Cara dispersi

Prinsipnya adalah besar dispersi merupakan partikel koloid. Cara dispersi dapt

dilakukan dengan :

1) Cara mekanik, dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan

dengan penggerusan

2) Cara busur breeding, dilakukan untuk membuat sol-sol logam

3) Cara peptisasi, pembuatan koloia dari butir kasar atau dari suatu endapan dengan

bantuan suatu peptisasi (pemecah). Contoh : endapan NiS dipeptisasi oleh H2S,

endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.

(Daintith, 1994)

2.4. Larutan dan Suspensi

Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu campuran homogen zat pelarut dan

zat terlarut merupakan sistem zat cair yang terdiri dari 2 spesies (zat murni) atau lebih

yang saling terdispersi pada tahap molekuler. Terjadi interaksi antar molekul secara

langsung antara pelarut dengan molekul-molekul zat terlarut oleh karena itu zat-zat

yang tercampur di dalamnya tak dapat lagi dipisahkan secara fisik. Ini terjadi karena

sistemnya sangat homogen. Komponen utamanya disebut dengan pelarut atau zat

yang melarutkan dan selebihnya disebut zat terlarut. Larutan dibagi menjadi 3 macam

yaitu larutan jenuh, tak jenuh, dan larutan lewat jenuh.

Suspensi merupakan suatu sistem koloid diman partikel-partikel halus dari zat

padat atau cair terserap ke dalam zat cair atau gas. Misalnya pasir yang sangat halus

atau lempung yang dikocok dengan air akan menghasilkan suspensi dimana partikel-

pertikel halus yang terdispersi mengandap dengan lambat sekali dan saling bertolakan

sehingga mudah menggumpal.

(Arsyad, 2001)

2.5. Koagulasi

Koagulasi atau penggumpalan ialah peristiwa pengendapan koloid. Terdapat

beberapa cara melakukan koagulasi antara lain :

a. Cara mekanik

Dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, pendinginan

b. Cara penambahan elektrolit

Dilakukan dengan menambahkan zat elektrolit ke dalam suatu koloid misalnya sol

emas yang bermuatan negatif dapat dikoagulasi dengan menambahkan elektrolit

bermuatan positif ( Na+, Mg2+, Al3+). Elektrolit ini akan menempel pada permukaan

partikel emas sehingga partikel netral ini tak memiliki daya tolak menolak lagi, tak

saling bergabung dan menggumpal. Daya koagulan kation kira-kira berbanding

dengan muatan pangkat 6.

c. Pencampuran 2 macam larutan koloid yang muatannya berlawanan

Contohnya campuran antara sistem koloid yang muatannya berlawanan positif

dengan koloid As2I3 yang bermuatan negatif akan menggumpal.

(Hardjadi, 1993)

2.6. Flokulasi

Sebagian besar air baku untuk persediaan air bersih diambil dari air

permukaan seperti danau, sungai. Salah satu langkah penting pengolahan untuk

mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut.

Kekeruhan ini disebabkan adanya partikel-partikel koloid misalnya tanah liat, sisa

tanaman ganggang dsb.

Kekeruhan ini dapat dilakukan dengan pembubuhan sejenis bahan kimia

dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya, flokulan tersebut ialah

tawas, namun dapat pula garam Fe(III) atau suatu elektrolit organik. Selain

pembubuhan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok

ini menggupalkan partikel-partikel kecil dari koloid tersebut bertumbukan dan

bersama mengendap. Proses flokulasi terdiri dari 3 langkah :

a. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat, bila perlu juga pembubuhan bahan

kimia sesaat untuk koreksi pH.

b. Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok

c. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui proses

sedimentasi.

(Hardjadi, 1993)

2.7. Proses Pembentukan Endapan Melalui Koagulasi dan Flokulasi

Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap menbentuk lapisan

pengisap listrik yang membantu menstabilkan dispersi koloid. Lapisan-lapisan ini

menyebabkan partikel tolak-menolak bergabung membentuk partikel-pertikel yang

lebih besar dan turun ke dasar wadah. Partikel-partikel tersebut dapat berkoagulasi

(berflokulasi yakni saling mendekati dan membentuk gumpalan yang lebih besar

yang akan mengendap).

Misalnya AgCl koagulasi dapat dicapai dengan penambahan AgNO3 sampai

terdapat ion Ag+ dan Cl- dalam kuantitas yang ekuivalen. Karena Ag+ tertarik pada

lapisan primer dimana Ag+ lebih kuat daripada Na+ maka ion Ag+ dapat menggeser

ion Na+ dalam lapisan sekunder dan kemudian menetralkan muatan negatif yang

disumbangkan oleh lapisan primer. Dengan dikupas, muatan partikel itu segera

bergabung membentuk gumpalan yang cukup besar yang mengendap ke dasar wadah.

Koagulasi dispersi koloid dapat dilaksanakan oleh ion yang bukan endapan itu

sendiri, bila terjadi koagulasi suatu koloid, ion pengkoagulasi dapat terbawa

mengendap dengan endapan itu sendiri. Jika ion-ion ini terlarutkan ketika endapan

dicuci. Partikel zat padat itu akan kembali menjadi dispersi koloid dan menembus

kertas saring.

(Underwood, 2001)

2.8. Mekanisme Pembentukan Koagulasi dan Flokulasi

Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap membentuk suatu lapisan

rangkap yang memberikan suatu tingkat kestabilan pada dispersi koloid. Lapisan ini

menyebabkan partikel-partikel koloid saling tolak-menolak dan partikel-partikel itu

melawan penggumpalan untuk membentuk partikel yang lebih besar yang akan turun

ke dasar larutan.

Na+

Na+ Na+ lapisan sekunder

Cl- AgCl Cl-

Na+ Na+

Cl- Cl- lapisan primer

Partikel-partikel dapat dibuat berkoagulasi atau berflokulasi yaitu

menggumpal dan membentuk gumpalan materi yang lebih besar dan akan turun ke

dasar larutan dari jalan menghilangkan muatan yang telah diberikan oleh lapisan

primer. Dalam contoh perak klorida.

(Underwood, 2001)

2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi

2.9.1. Kadar dan Jenis Zat Terdispersi

Kadar atau banyaknya konsentrasi dan jenis zat terdispersi sangat

mempengaruhi proses koagulasi. Makin tinggi konsentrasi zat tersuspensi koagulasi

akan semakin cepat. Jenis zat tersuspensi juga mempengaruhi proses koagulasi

dimana hal itu pula dipengaruhi oleh zat pendispersi.

2.9.2. pH Larutan

pH larutan akan mempengaruhi terjadinya koagulasi Hal ini akan terjadi

seperti koagulasi pada KAl(SO4)2.xH2O dengan air pada pH<7 terbentuk molekul

Al(OH)2+, Al(OH)4+, Al2(OH)22+ pada pH=7 terbentuk Al(OH)-.

2.9.3. Waktu dan Kecepatan Pengadukan

Lama waktu cukup mempengaruhi dimana waktu yang cukup cepat saat

koagulasi makin baik koagulan tersebut. Dengan semakin cepat pengadukan proses

koagulasi makin cepat terjadi.

2.9.4. Jenis ion terlarut

Jenis ion terlarut juga mempengaruhi koagulasi seperti fosfat dan sulfat yang

akan lebih mudah melakukan terjadinya koagulasi dibanding ion lain.

2.9.5. Kadar dan jenis flokulan

Kadar atau jenis flokulan yang berbeda akan mempengaruhi cepat tidaknya

koagulasi berlangsung.

(Hardjadi, 1993)

2.10. Garam-Garam Sulfat

Garam-garam atau ester dari sulfat (IV) sulfat organik mempunyai rumus

R2SO4 dengan R adalah gugus organik. Garam sulfat mengandung in SO4-. Contoh-

contoh garam sulfat antara lain ZnSO4, CuSO4, Fe2(SO4)3.

(Daintith, 1994)

Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam sulfat, H2SO4, diganti oleh ion

logam atau ion ammonium, NH4+. Contoh :

Kation Asam Sulfat Formula Garam Nama Garam

Ba2+

H2SO4

BaSO4 Barium sulfat

Zn2+ ZnSO4 Zink sulfat

Cu2+ CuSO4 Kuprum (II) sulfat

Fe2+ FeSO4 Ferum (II) sulfat

NH4+ (NH4)2SO4 Ammonium sulfat

(www.google.com)

II.11. Garam-Garam Klorida

Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam klorida, HCl, diganti oleh ion

logam atau ion ammonium, NH4+. Contoh :

Kation Asam Sulfat Formula Garam Nama Garam

Ba2+

HCl

BaCl2 Barium klorida

Zn2+ ZnCl2 Zink klorida

Cu2+ CuCl2 Kuprum (II) klorida

Fe2+ FeCl2 Ferum (II) klorida

NH4+ NH4Cl Ammonium klorida

(www.google.com)

2.12. Analisa Bahan

2.12.1. Tawas (KAl(SO4)2)

Muatan Ion : K = +1, Al = +3, SO4 = -2

Sifat Fisik :

Berbentuk padatan berwarna putih bening

Merupakan suatu reagen yang digunakan untuk menjernihkan kekeruhan pada

air

Sifat Kimia :

Bila dimasukkan dalam air akan terbentuk molekul yang larut pada pH<7

Molekul flok yang mengendap berwarna putih Al(OH)2+, Al(OH)3+, Al(OH)4-

pada PH=7

(Arsyad, 2001)

2.12.2. Magnesium Sulfat (MgSO4)

Muatan Ion : Mg = +2, SO4 = -2

Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna putih

Larut dalam gliserol dan sukar larut dalam alkohol

Sifat Kimia :

Berubah menjadi garam air pada 200oC

(Arsyad, 2001)

2.12.3. Ferri (III) Klorida (FeCl3)

Muatan Ion : Fe = +3, Cl = -1

Sifat Fisik :

Padatan logam berwarna hijau

TL=308oC, TD=316oC

Larut dalam air dan gliserol

Sifat Kimia :

Dibuat dengan melewatkan gas klor di atas besi panas

Bersifat higroskopis

(Basri, 1996)

2.12.4. Zink Sulfat (ZnSO4)

Muatan Ion : Zn = +2, SO4 = -2

Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna putih

Larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam alcohol

Titik leleh 250oC

Digunakan sebagai pengawet kayu

Sifat Kimia :

Bersifat polar

(Daintith, 1994)

2.12.5. Ferro (II) Sulfat (FeSO4)

Muatan Ion : Fe = +2, SO4 = -2

Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna hijau pucat

Terdapat di alam sebagai mineral melaterit

Sifat Kimia :

Dibuat melalui oksidasi besi di udara, bersifat higroskopis

(Arsyad, 2001)

2.12.6. Kalsium Sulfat (CaSO4)

Muatan Ion : Ca = +2, SO4 = -2

Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna putih

Sifat Kimia :

Merupakan garam sulfat yang dibuat dari asam sulfat dan kalsium, dimana ion

hidrogen asam sulfat digantikan oleh ion logam Ca2+

Bersifat polar

(Daintith, 1994)

2.12.7. Poli Alumunium Klorida (PAC)

Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna putih atau kuning

TL=190oC, menyublim pada 178oC

Sifat Kimia :

Merupakan senyawa polimer dari alumunium klorida

(Daintith, 1994)

2.12.8. Air Sumur

Sifat Fisik :

Memiliki pH antara 6,2-8,7

Sifat Kimia :

Mengandung ion Ca2+ sebanyak 2,0-110 mg/L

Mengandung ion Na+ sebanyak 1,9-131 mg/L dan ion Fe 0-1,9 mg/L

Mengandung ion NO3- sebanyak 0-17 mg/L

Mengandung ion SO42- sebanyak 0,572 mg/L

Mengandung ion HCO3- sebanyak 15-364 mg/L

Mengandung ion PO43- sebanyak 0-0,6 mg/L

Mengandung ion SiO2 sebanyak 0-21 mg/L

(Arsyad, 2001)

III. METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

- Gelas beker

- Erlenmeyer

- Corong gelas

- Pengaduk

- Kertas saring

- Alat timbang

- Pipet tetes

- Gelas ukur

3.1.2. Bahan

- PAC (Poli Aluminium Klorida)

- FeCl3

- ZnSO4

- Air sumur

- KAl(SO4)2

- FeSO4

- MgSO4

- CaSO4

3.2. Skema kerja

3.2.1. Koagulasi dengan KAl(SO4)2 / Tawas

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g KAl(SO4)2

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.2. Koagulasi dengan PAC

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g PAC

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.3. Koagulasi dengan FeCl3

150 mL Air sumur

Filtrat

Erlenmeyer

Residu

Hasil

Residu Filtrat

Erlenmeyer

Hasil

Gelas beker

-Penambahan 1 g FeCl3

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.4. Koagulasi dengan FeSO4

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g FeSO4

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.5. Koagulasi dengan ZnSO4

Filtrat

Erlenmeyer

Residu

Hasil

Residu Filtrat

Erlenmeyer

Hasil

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g ZnSO4

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.6. Koagulasi dengan MgSO4

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g MgSO4

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

3.2.6. Koagulasi dengan CaSO4

Filtrat

Erlenmeyer

Residu

Hasil

Filtrat

Erlenmeyer

Residu

Hasil

150 mL Air sumur

Gelas beker

-Penambahan 1 g CaSO4

-Pengadukan

-Pendiaman selama 1 hari

-Penyaringan

-Pengamatan kejernihan

IV. DATA PENGAMATAN

Filtrat

Erlenmeyer

Residu

Hasil

NO. PERLAKUAN HASIL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Air sumur + tawas

Penyaringan

Air sumur + PAC

Penyaringan

Air sumur + FeCl3

Penyaringan

Air sumur + FeSO4

Penyaringan

Air sumur + ZnSO4

Penyaringan

Air sumur + MgSO4

Penyaringan

Putih keruh agak jernih

Jernih

Putih keruh

Putih keruh

Kuning kecoklatan

Kuning jernih

Kuning keruh

Jernih

Putih keruh

Jernih

Putih keruh agak jernih

Jernih

Urutan Kejernihan

Air Sumur1 2 3 4 5 6 7

Koagulan Tawas CaSO4 ZnSO4 MgSO4 FeSO4FeCl3 PAC

V. HIPOTESIS

Percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida”

bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat

dan klorida. Prinsip percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan menambahkan

koagulan katonik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid, atau dengan

penetralan gaya-gaya pemisah. Pada percobaan digunakan air sumur sebagai sistem

koloid dan koagulan yang digunakan adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4,

FeSO4, PAC (Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Penambahan koagulan dalam

sistem koloid bertujuan untuk mendapatkan larutan bening dengan mengendapkan

kekeruhan dari air sumur, dimana kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel

koloid pada sistem koloid tersebut. Dari percobaan, akan diperoleh urutan kejernihan

air sumur, yaitu : tawas (KAl(SO4)2) > ZnSO4 > FeSO4 > MgSO4 > FeCl3 > PAC.

Sedangkan urutan kelarutan, yaitu : MgSO4 > ZnSO4 > PAC > FeCl3 > FeSO4 >

tawas (KAl(SO4)2).

VI. PEMBAHASAN

Percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida”

bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat

dan klorida. Prinsip dari percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan

menambahkan koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid atau

dengan penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah koagulasi dan

flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak antar partikel

atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid yang

mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi

merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar

(floc). Sampel yang digunakan berasal dari air sumur.

Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah air sumur sebagai sistem

koloidnya dan koagulannya adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4, FeSO4, PAC

(Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Langkah awal untuk mempelajari daya

koagulasi dari beberapa koagulan, dilakukan dengan penambahan koagulan pada

larutan koloid. Penambahan koagulan dalam sistem koloid bertujuan untuk

mendapatkan larutan jernih dengan mengendapkan partikel koloid dalam air sumur

yang menyebabkan kekeruhan pada air sumur. Koagulan berfungsi sebagai zat yang

mengkoagulasi koloid di dalam larutan. Dalam suatu sistem koloid, partikel-partikel

koloid bermuatan listrik akibat adanya adsorpsi ion-ion ke permukaan. Hal ini

menyebabkan anion-anion dalam sistem koloid tersebut membentuk suatu lapisan

primer dan kationnya membentuk suatu lapisan sekunder. Lapisan primer dan

sekunder ini membentuk lapisan rangkap listrik yang menstabilkan dispersi koloid

dengan gaya-gaya pemisah. Gaya-gaya pemisah antar partikel koloid timbul karena

muatan negatif partikel, sehingga dibutuhkan koagulan kationik yang memiliki

muatan positif untuk menetralkan muatan negatif partikel koloid. Penetralan ini

menyebabkan gaya tolak antar partikel berkurang dan akan terbentuk gumpalan yang

lebih besar (floc). Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan

antara partikel koloid dengan koagulan. Penetralan muatan negatif dari partikel

tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan, keteraturan pengadukan dengan

lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi yang baik. Pendiaman selama sehari

bertujuan untuk pembentukan floc dan mengendapkan floc-floc yang terbentuk dari

proses koagulasi dan flokulasi, sehingga koloid dapat terpisah dari larutannya.

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan floc-floc yang telah mengendap dari

larutannya, sehingga diperoleh larutan yang lebih jernih.

Ion-ion bermuatan positif dan negatif dalam air sumur membentuk suatu

sistem koloid. Ion-ion tersebut berada dalam jumlah yang ekuivalen dan bersifat

stabil, sehingga sulit diendapkan dan dipisahkan dengan sendirinya. Agar dapat

terjadi suatu proses koagulasi, maka pada air sumur tersebut perlu ditambahkan suatu

koagulan. Anion-anion dalam air sumur membentuk suatu lapisan primer dan

kationnya membentuk lapisan sekunder. Kation dalam air sumur akan mengagregasi

ion positif koagulan dalam lapisan sekunder, lalu menetralkan muatan negatif yang

disumbangkan oleh lapisan primer. Lapisan primer dalam hal ini adalah pada air

sumur, dan lapisan sekundernya adalah setelah ditambahkan pengkoagulan.

Penetralan muatan negatif pada lapisan primer oleh kation pada lapisan sekunder

menyebabkan pembentukan gumpalan atau koagulasi. Gumpalan-gumpalan dalam

ukuran kecil akan berkumpul membentuk gumpalan yang lebih besar (floc).

Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sumur menjadi jernih, dengan

urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan) : tawas (KAl(SO4)2) > CaSO4 >

ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Makin besar muatan positif dari koagulan,

maka kemampuan destabilisasi terhadap muatan negatif pada koloid semakin besar.

Koagulan terbaik pada percobaan ini adalah tawas (KAl(SO4)2). Hal ini disebabkan

tawas mempunyai muatan positif +3 yang berasal dari ion Al3+, dimana muatan

positif ini paling besar dibandingkan koagulan yang lain sehingga makin mudah

mendestabilisasi muatan negatif koloid dengan gaya-gaya pemisah. Sedangkan, PAC

(poli alumunium klorida) menjadi koagulan terburuk. PAC merupakan suatu polimer

yang terdiri dari monomer-monomer gabungan aluminium dan klorida. Polimer

memiliki ikatan yang tidak mudah putus, sehingga ikatannya stabil. Akibatnya

polimer ini sulit untuk terionisasi dan bereaksi dengan muatan dalam koloid sehingga

daya koagulasinya kecil. Untuk CaSO4, ZnSO4, MgSO4, dan FeSO4 anionnya sama

yaitu SO42- maka yang dibandingkan adalah nomor atom kationnya. Berdasarkan

nomor atom kation, semakin besar nomor atom maka kemampuan koagulasinya

semakin besar pula. Jadi urutan kemampuan koagulasi dari garam-garam sulfat

seharusnya yaitu ZnSO4 > FeSO4 > CaSO4 > MgSO4. Tetapi pada percobaan ini hasil

yang diperoleh tidak sesuai dimungkinkan karena pengamatan yang kurang teliti dan

pengadukkan yang belum optimal. Sedangkan untuk koagulan FeCl3 walaupun

mempunyai muatan positif 3+ (Fe3+) menghasilkan larutan yang berwarna orange

kecoklatan. Hal ini dipengaruhi adanya sifat higroskopis dari FeCl3 sehingga mudah

berikatan dengan air membentuk larutan kuning coklat, selain itu FeCl3 dapat

membentuk larutan dengan daya hantar listrik yang rendah (Daintith,1994). Oleh

karena itu sistem koloid yang ditambahkan FeCl3 tidak dapat menghasilkan larutan

jernih.

Koagulan garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan koagulan garam

klorida karena adanya perbedaan muatan negatif dan elektronegatifitas dari ion Cl-

dan SO42-. Ion SO4

2- memiliki muatan negatif lebih tinggi dibandingkan dengan ion

Cl- sedangkan elektronegatifitas Cl- lebih besar daripada SO42-. Hal ini menyebabkan

ion SO42- lebih mudah berikatan dengan partikel koloid yang bermuatan positif pada

lapisan sekunder dalam sistem koloid. Sehingga koagulan dengan garam sulfat lebih

mudah mendestabilkan sistem koloid dengan membentuk partikel yang lebih besar.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya koagulasi antara lain adalah :

1. Efek pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan antara

partikel pengotor dengan koagulan sehingga diperoleh hasil yang optimal. Penetralan

muatan negatif dari partikel tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan,

keteraturan pengadukan dengan lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi

yang baik.

2. pH lingkungan

Pada pH rendah koagulan akan bermuatan negatif, misalnya PAC, sehingga

untuk menetralisir partikel akan semakin besar. Hal ini berlawanan dengan proses

koagulasi, yaitu membutuhkan pH tinggi (larutan bersifat asam) karena flokulasi akan

optimal pada suhu tinggi.

3. Konsentrasi koagulan

Kemampuan koagulan dalam proses koagulasi bergantung pada

kemampuan koagulan untuk menetralkan partikel koloid. Dimana dengan konsentrasi

koagulan yang tinggi maka makin banyak partikel yang dinetralkan, namun tidak

selalu demikian dimana bertambahnya konsentrasi koagulan sebanding dengan

banyaknya partikel yang berkoagulasi (Hardjadi, 1993).

VII. PENUTUP

7.1. KESIMPULAN

1. Urutan koagulasi yang diperoleh pada percobaan adalah tawas > CaSO4 >

ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC.

2. Daya koagulasi garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan garam-garam

klorida.

7.2. SARAN

1. Praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan alat-alat dan bahan-bahan di

laboratorium.

2. Praktikan harus cermat dan teliti dalam melakukan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, N., 2001, Kamus Kimia, PT Gramedia, Jakarta.

Basri, S., 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.

Daintith, J., 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.

Hardjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Underwood, A.L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta .

www.google.com

LEMBAR PENGESAHAN

PERCOBAAN VII:

KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Semarang, 10 Juni 2010

Praktikan,

M J Devries Fernando Marina Adriati Medina Indriati J2C007028 J2007029 J2C007030

Melly Wahyuningsih Milka Ironia Realita Ida Farida J2C007031 J2C007032 J2C607007

MengetahuiAsisten,

Singgih HertatoJ2C006050