perbedaan hasil tangkapan alat tangkap bagan apung …

63
PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG PADA INTENSITAS CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA DI PERAIRAN DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT SKRIPSI ROHMIYATI E1E014015 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2021

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG

PADA INTENSITAS CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA

DI PERAIRAN DANAU SINGKARAK

SUMATERA BARAT

SKRIPSI

ROHMIYATI

E1E014015

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

Page 2: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG

PADA INTENSITAS CAHAYA LAMPU YANG BERBEDA

DI PERAIRAN DANAU SINGKARAK

SUMATERA BARAT

Disajikan oleh:

Rohmiyati (E1E014015), Dibawah bimbingan:

Raguati¹ dan Filawati²

RINGKASAN

Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki potensi

perikanan yang cukup tinggi salah satunya di wilayah perairan Danau Singkarak.

Bagan apung adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan untuk

menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Bagan apung merupakan alat tangkap (light

fishing) yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau

menarik ikan untuk berkumpul dibawah cahaya lampu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan alat

tangkap bagan apung pada intensitas cahaya lampu yang berbeda. Materi yang

digunakan pada penelitian ini adalah hasil tangkapan alat tangkap bagan apung

dengan menggunakan 4 lampu LED (Light Emiting Diode) Philips warna putih

dengan daya 30 watt/ intensitas cahaya 241 lux dan 4 lampu LED Philips warna

putih dengan daya 45 watt/ intensitas cahaya 345 lux. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode experimental fishing dengan 14 kali

pengulangan, hasil tangkapan diperoleh secara langsung melalui penelitian di

lapangan. Data yang dihimpun meliputi hasil tangkapan alat tangkap bagan apung

dan parameter lingkungan (suhu, kecepatan arus dan pH). Analisis data yang

digunakan pada penelitian ini adalah uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa

lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux memberikan hasil tangkapan

lebih banyak dengan total 237,2 kg (8392 ekor) dan ikan yang paling banyak

tertangkap adalah ikan bilih 62,4 kg (5110 ekor).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah lampu LED (Light Emiting Diode)

Philips warna putih dengan daya lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux

memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan daya lampu 30

watt/ intensitas cahaya lampu 241 lux.

Kata Kunci : Bagan Apung, Intensitas Cahaya Lampu, Hasil Tangkapan

¹ Pembimbing Utama

² Pembimbing Pendamping

Page 3: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …
Page 4: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyampaikan bahwa Skripsi saya yang berjudul

“Perbedaan Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung Pada Intensitas Cahaya

Lampu Yang Berbeda Di Perairan Danau Singkarak Sumatera Barat” adalah karya

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian paling akhir skripsi ini sesuai

dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Jambi, Juli 2021

dto

Rohmiyati

Page 5: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sumber Harapan pada tanggal 26

Oktober 1995, sebagai anak pertama dari pasangan

suami istri Bapak Supar dan Ibu Yurnita. Penulis telah

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 208/II Pelepat

Ilir pada tahun 2008, pendidikan menengah pertama di

SMP N 1 Pelepat Ilir pada tahun 2011, dan pendidikan

menengah atas di SMA N 1 Pelepat Ilir pada tahun 2014.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Program Studi Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur

SNMPTN. Pada bulan Agustus 2017, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja

Nyata Revolusi Mental di Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan Kota

Jambi dan mengikuti kegiatan Magang pada bulan Oktober 2017 di Desa Majelis

Hidayah Parit VII Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Provinsi Jambi dengan judul Hasil Tangkapan Alat Tangkap Togok Di Desa

Majelis Hidayah Parit VII Kuala Jambi.

Page 6: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

i

PRAKATA

Pada kesempatan ini penulis awali dengan mengucapkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, keselamatan serta

kesempatan yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik

untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana strata satu (S1) pada Program

Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

dengan judul “Perbedaan Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung Pada

Intensitas Cahaya Lampu Yang Berbeda Di Perairan Danau Singkarak

Sumatera Barat”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyelesaian skripsi

ini telah banyak melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyelesaian

skripsi. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Ayahanda tercinta Alm. Supar, ibu Yurnita dan bapak Guntur, terimakasih

yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan

juga dukungan yang diberikan tiada hentinya kepada penulis. Semoga

Allah selalu senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada orang

tua saya. Serta kepada adik saya Rudiono atas kasih sayang dan cinta

kasihnya serta dukungan yang tiada batasnya, sehingga pada akhirnya

penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

2. Dr. Ir. Raguati, M.P. selaku Pembimbing Utama terimakasih atas

bimbingan ilmu pengetahuan, nasihat dan juga semangat yang telah

diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Filawati, S.Pt., M.P. selaku Pembimbing Pendamping terimakasih atas

bimbingan ilmu pengetahuan, nasihat dan juga semangat yang telah

diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Agus Budiyansyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Jambi.

5. Dr. Ir. Syafwan, M.Sc. selaku Wakil Dekan BAKSI.

Dr. Ir. Suparjo, M.P. selaku Wakil Dekan BUPK, dan

Page 7: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

ii

Dr. Yatno, S.Pt., M.Si. selaku Wakil Dekan BKA.

6. Nelwida, S.Pt., M.P. selaku ketua Prodi Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan dan Lisna, S.Pi., M.Si. selaku sekretaris sprodi yang telah

banyak membantu.

7. Dr. Ir. Gushairiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik penulis.

8. Fauzan Ramadhan, S.Pi., M.Si. Selaku dosen perikanan yang telah banyak

memberi nasihat dan dukungannya.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Peternakan khususnya di prodi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah membekali penulis dengan

berbagai disiplin ilmu.

10. Bapak Elsuqodri, Abang Edi, Dori, Rahmi dan Firman yang telah

membantu kegiatan penelitian di Danau Singkarak Sumatera Barat.

11. Teman–teman dan orang terkasihku Dwi, Dewi, Nurdiani, Sance, Tri

Minanggi, Mika, Bela, Indri, Rita, Westi, Rohmi, Anugrah, Bayu, Ilham,

Jhohan, Rian, Hendro, Billi, Ridwan, Aldinar, Ima, Firda dan teman-teman

lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu serta teman-teman PSP

2014 semua yang telah mendukung dan membantu penulis menyelesaikan

skripsi ini.

12. Seluruh adik-adik mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yeng telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu

perikanan.

Jambi, Juli 2021

Rohmiyati

Page 8: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Tujuan ......................................................................................... 3

1.3 Manfaat ....................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perairan Danau ............................................................................ 4

2.1.1 Ekosistem Danau ................................................................. 4

2.1.2 Danau Singkarak .................................................................. 5

2.2 Unit Penangkapan Ikan................................................................ 6

2.2.1 Alat Tangkap Bagan Apung ................................................. 6

2.2.2 Kapal Perikanan ................................................................... 8

2.2.3 Nelayan ............................................................................... 8

2.3 Teknik Operasi Penangkapan ...................................................... 9

2.4 Hasil Tangkapan ......................................................................... 10

2.4.1 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) ............................. 10

2.4.2 Ikan Asang (Osteochilus hasseliti) ...................................... 12

2.4.3 Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi) .................................... 13

2.4.4 Ikan Barau (Hampala macrolepidota) ................................. 14

2.4.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ....................................... 15

2.4.6 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................ 17

2.5 Peran Cahaya pada Alat Tangkap Bagan Apung .......................... 18

2.6 Intensitas Cahaya Lampu............................................................. 20

2.7 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan 21

Page 9: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

iv

2.7.1 Suhu ................................................................................... 21

2.7.2 Arus .................................................................................... 21

2.7.3 Derajat Keasaman/pH ......................................................... 22

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat danWaktu ....................................................................... 23

3.2 Materi dan Peralatan .................................................................... 23

3.2.1 Alat dan Bahan .................................................................... 23

3.2.2 Alat Pengukur Parameter Lingkungan .................................. 23

3.3 Metode Penelitian........................................................................ 23

3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................... 24

3.4.1 Persiapan Penelitian ............................................................. 24

3.4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian .......................................... 24

3.4.3 Mengukur Parameter Lingkungan ........................................ 25

3.5 Data yang dihimpun .................................................................... 26

3.6 Analisis Data ............................................................................... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................ 28

4.2 Hasil Tangkapan ......................................................................... 30

4.3 Parameter Lingkungan ................................................................ 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 34

5.2 Saran ........................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 35

LAMPIRAN ............................................................................................ 38

Page 10: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung dengan Intensitas Cahaya

Lampu yang Berbeda selama 28 Hari .................................................. 30

2. Parameter Lingkungan ......................................................................... 32

Page 11: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Zona Danau ......................................................................................... 5

2. Alat Tangkap Bagan Apung ................................................................. 6

3. Perahu Dayung..................................................................................... 8

4. Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) .............................................. 11

5. Ikan Asang (Osteochilus hasseliti) ....................................................... 13

6. Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi) ..................................................... 14

7. Ikan Barau (Hampala macrolepidota) .................................................. 15

8. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........................................................ 16

9. Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................................. 18

10. Kontruksi Bagan Apung ..................................................................... 25

11. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 28

Page 12: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg).......................... 38

2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan .................................. 39

3. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat (kg) .. 40

4. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah ekor Ikan ... 41

5. Parameter Lingkungan ......................................................................... 42

6. Alat Tangkap Bagan Apung ................................................................. 46

7. Alat Penelitian ..................................................................................... 46

8. Proses Pengopersian Alat Tangkap ....................................................... 47

9. Pengukuran Parameter Lingkungan ...................................................... 49

10. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung .................................... 50

Page 13: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sumatera Barat memiliki luas area 42.297,3 km3

dan memiliki

kondisi alam yang berupa dataran tinggi yang bergunung-gunung. Dari luas area

yang dimiliki hanya 15% yang bisa digunakan untuk pertanian. Provinsi ini

memiliki 5 danau besar yaitu: Danau Singkarak (10.908,2 ha), Danau Maninjau

(9.950 ha), Danau Atas (3.500 ha), Danau Bawah (1.400 ha) serta Danau Talang

(500 ha). Danau Singkarak terletak pada 100028

’28

’’ BT - 100

036

’08

’’ BT dan

0032

’01

’’ LS - 0

042

’03

’’ LS. Luas danau ini 10.908,2 ha, kedalaman maksimum

271,5 m, kedalaman rata-rata 178,677 m, panjang maksimum 20,808 km, dan

lebar maksimum 7,175 km (Lubis et al., 2012).

Danau adalah salah satu perairan tawar yang mempunyai potensi yang

dapat meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta pemenuhan

gizi bagi masyarakat (Susanto, 2000). Pada umumnya masyarakat disekitar Danau

Singkarak sehari-hari bekerja sebagai nelayan, petani, serta penyedia sarana dan

prasarana pariwisata danau Singkarak (Dinas Perikanan dan Peternakan

Kabupaten Solok, 2015). Jumlah alat tangkap bagan apung yang terpasang di

Danau Singkarak berjumlah sebanyak 516 unit. Sejumlah 238 bagan apung

diantaranya berada di Kabupaten Solok dan 278 unit di Kabupaten Tanah Datar

(Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, 2019).

Perairan Danau Singkarak mempunyai potensi perikanan yang cukup

tinggi dan perikanan danau mempunyai keanekaragaman jenis ikan yang relatif

lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Beberapa jenis ikan yang hidup

di Danau singkarak antara lain ikan bilih (Mystacoleucus padangensis), ikan

asang (Ostheochilus hasseliti), ikan kapiek (Puntius schwanefeldi), ikan barau

(Hampala macrolepidota), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan mas

(Cyprinus carpio) (Armaini, 2002).

Di sepanjang Danau Singkarak terdapat alat tangkap seperti bagan apung,

jaring dan pancing (Sulawesty, 2007). Alat tangkap bagan apung dioperasikan

pada malam hari, untuk itu nelayan butuh alat penunjang lain seperti lampu.

Penggunaan cahaya lampu sebagai atraktan (daya tarik) pada proses penangkapan

Page 14: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

2

ikan. Cahaya lampu tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan ikan target

tangkapan pada area penangkapan sehingga hasil tangkapannya menjadi

meningkat. Cahaya yang digunakan pada bagan bertujuan untuk mengumpulkan

ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif. Ikan yang bersifat fototaksis positif

akan berkumpul di daerah cahaya lampu, sehingga memudahkan nelayan untuk

menangkap ikan (Hasan, 2008).

Penelitian ini dilakukan di sekitar danau yang dekat dengan pemukiman

masyarakat dan di sekitar keramba jaring apung di Nagari Tikalak, Kecamatan X

Koto Singkarak. Masyarakat di Danau Singkarak sebagiannya memiliki keramba

jaring apung sebagai tempat budidaya ikan nila untuk memperoleh penghasilan.

Nelayan bagan apung di Danau Singkarak sendiri sebagian besar menggunakan

satu jenis warna lampu yakni warna lampu putih. Jenis lampu yang digunakan

nelayan bagan apung di Danau Singkarak yaitu jenis lampu LED (Light Emiting

Diode). Lampu LED sebenarnya sudah digunakan oleh masyarakat secara meluas,

misal sebagai lampu kendaraan bermotor, lampu emergency, lampu penerangan

rumah, televisi, komputer, proyektor, LCD dan lampu rambu lalu lintas. Dengan

demikian lampu LED juga kemungkinan besar dapat digunakan sebagai alat bantu

penangkapan ikan pada bagan apung. Lampu LED memiliki beberapa kelebihan

yang sangat menguntungkan nelayan, seperti hemat listrik, ukurannya kecil,

cahayanya dingin dan usia pakainya hingga 100 ribu jam (Thenu et al., 2013).

Nelayan Danau Singkarak menggunakan lampu LED warna putih dengan

memasang lampu tepat diatas permukaan air dengan tujuan agar cahaya

memancar ke arah bawah air dan cahaya tidak terlalu menyebar sehingga ikan

akan tetap fokus berada disekitaran cahaya lampu.

Intensitas cahaya lampu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

hasil tangkapan. Hal tersebut dikarenakan besar atau kecilnya intensitas cahaya

lampu akan menentukan jumlah ikan yang akan tertangkap. Intensitas cahaya

lampu didapatkan sesuai dengan daya Watt lampu yang digunakan. Berdasarkan

survey, masyarakat/nelayan Danau Singkarak terbiasa menggunakan cahaya

lampu dalam pengoperasian alat tangkap menggunakan daya lampu 30 watt

dengan hasil tangkapan rata-rata 2-4 kg maka dalam penelitian ini digunakan

lampu 45 watt guna dapat meningkatkan hasil tangkapan karena intensitas cahaya

Page 15: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

3

lampu lebih tinggi sehingga menyebabkan perbedaan hasil tangkapan Susanto

(2000). Berdasarkan penjelasan diatas penulis telah melakukan penelitian

mengenai perbedaan intensitas cahaya lampu terhadap hasil tangkapan bagan

apung diperairan Danau Singkarak dengan menggunakan lampu LED yaitu 30

watt dan 45 watt.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil

tangkapan alat tangkap bagan apung pada intensitas cahaya lampu yang berbeda.

1.3 Manfaat

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa perikanan, nelayan bagan apung

dan institusi terkait memberikan infomasi untuk meningkatkan hasil tangkapan

dengan menggunakan intensitas cahaya lampu yang efektif.

Page 16: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perairan Danau

2.1.1 Ekosistem Danau

Ekosistem danau merupakan ekosistem yang cakupan wilayahnya berupa

danau dan sekitarnya. Ekosistem sendiri merupakan interaksi timbal balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya. Sedangkan danau merupakan cekungan

yang terdapat pada permukaan bumi dan terisi oleh air yang befungsi sebagai

tempat berlangsungnya siklus hidup flora dan fauna serta sumber air yang dapat

digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa

ekosistem danau ini ialah hubungan dari beberapa populasi yang hidup disuatu

cekungan terisi air secara alamiah di permukaan bumi dan saling mengadakan

interaksi baik langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya (hubungan

berupa timbal balik) (Fatma, 2016).

Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan

fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai pengatur tata

air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang dilindungi atau

endemik serta penambat sedimen, unsur hara dan bahan pencemar. Fungsi sosial-

ekonomi-budaya danau adalah memenuhi keperluan hidup manusia, antara lain

sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi dalam penyumbang bahan genetik,

sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting,

sebagai sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat baik langsung

(pertanian, perikanan, industri, rumah tangga) maupun tidak langsung (sumber

bahan baku air minum dan penghasil energi melalui PLTA), sebagai tempat

tampungan air yang berlebih baik dari air hujan, aliran permukaan maupun

sumber-sumber air bawah tanah sehingga danau berfungsi juga untuk membantu

mengatasi banjir, sebagai pengatur tata air, menjaga iklim mikro karena

keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan curah hujan

setempat serta sebagai sarana rekreasi dan objek wisata (Sittadewi, 2008).

Ekosistem danau mempunyai 4 zona (daerah) yaitu, zona litoral

merupakan daerah dangkal yang mana cahaya matahari dapat menembus perairan

Page 17: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

5

danau dengan optimal. Terdapat tumbuhan air yang berakar dan organisme yang

beragam. Zona limnetik merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih

dapat ditembus sinar matahari. Pada zona ini, fitoplankton dan tumbuhan yang

berfotosintesis menyediakan makanan bagi zooplankton, ikan-ikan dan hewan

lainnya. Zona profundal merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau

yang merupakan daerah yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari, daerah

ini dihuni oleh cacing dan mikroba. Zona bentik merupakan daerah dasar danau

tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati (Hidayat, 2013).

Sumber : E-biologi (2015)

Gambar 1. Zona Danau

2.1.2 Danau Singkarak

Danau Singkarak adalah sebuah danau yang membentang di dua

kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan

Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak merupakan salah satu danau tektonik

seperti gempa. Akibat gempa terjadi proses patahan (fault) pada permukaan tanah.

Permukaan tanah yang patah mengalami pemerosotan atau amblas (subsidence)

dan menjadi cekung. Selanjutnya bagian yang cekung karena amblas tersebut

terisi air dan terbentuklah danau. Contoh: Danau Poso, Danau Tempe, Danau

Tondano, dan Danau Towuti di Sulawesi. Danau Singkarak, Danau Maninjau, dan

Danau Takengon di Sumatera (Emelia, 2009).

Luas permukaan Danau Singkarak mencapai 10.908,2 ha dengan panjang

maksimum 20,808 km dan lebar maksimum 7,174 km dengan kedalaman 271,5 m

(Lubis et al., 2012). Danau singkarak merupakan salah satu danau yang memiliki

Page 18: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

6

potensi perikanan yang sangat bagus untuk kesejahteraan masyarakat, dimana

adanya ikan bilih dan berbagai jenis ikan lainnya sebagai sumber penghasilan bagi

nelayan di Danau Singkarak dan nelayan dikawasan Danau Singkarak masih

menggunakan bagan sebagai salah satu alat untuk menangkap ikan (Suryono,

2011).

2.2 Unit Penangkapan Ikan

2.2.1 Alat Tangkap Bagan Apung

Gambar 2. Alat Tangkap Bagan Apung

Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk

menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga

memudahkan dalam proses penangkapan selanjutnya. Dalam pengoperasiannya

bagan dilengkapi dengan jaring yang berbentuk kubus untuk membatasi gerak

renang ikan kemudian diangkat agar ikan tidak dapat lolos lagi (Ayodhyoa, 1981).

Bagan diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu, bagan tancap dan bagan

apung. Berdasarkan alat pengapungnya bagan dibagi menjadi tiga golongan yaitu,

bagan apung satu perahu, bagan apung dua perahu dan bagan apung memakai

rakit (Hanim, 1995).

Bagan tancap merupakan alat penangkapan yang menetap pada suatu

tempat dalam waktu tertentu sedangkan bagan apung merupakan alat

penangkapan yang dapat berpindah-pindah dan menggunakan lampu sebagai alat

untuk menarik perhatian ikan. Alat ini hanya dioperasikan pada malam hari pada

perairan yang arusnya tidak terlalu kuat. Alat tangkap bagan termasuk kedalam

alat tangkap jenis (lift net), dimana proses kerjanya adalah dengan mengusahakan

agar berbagai jenis ikan dan hewan air lainnya dapat berkumpul diatas jaring

Page 19: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

7

bagan tersebut, yang kemudian alat tangkap tersebut diangkat secepatnya

(Gunarso, 1985). Selain itu bagan termasuk (light fishing) yang menggunakan

lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik ikan untuk berkumpul

dibawah cahaya lampu (Ayodhyoa, 1981).

Jaring angkat atau bagan ini dalam beberapa tipe yaitu, tipe bundar, segi

empat, empat persegi panjang dan lain-lain. Jaring pengangkat mempunyai

bingkai yang dapat menangkap ikan ketika jaring-jaring tesebut diangkat secara

vertikal. Sebagian besar jaring digantung, sehingga ikan akan menghampiri jaring

dengan bantuan umpan atau cahaya lampu, setelah itu jaring diangkat dengan

cepat untuk menangkap ikan tersebut. Spesies yang akan ditangkap adalah ikan

yang mempunyai kebiasaan bergerombol dan suka pada cahaya lampu atau umpan

(Kamal, 1991).

Komponen alat tangkap bagan terdiri dari jaring bagan, rumah bagan

(anjang-anjang), lampu dan serok. Terdapat alat penggulung atau (roller) yang

berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring. Pada prinsipnya bagan

terdiri dari jaring yang berbentuk empat persegi dengan ukuran standar 7,5 x 7,5

meter dan anjang-anjang terbuat dari besi yang berukuran dibagian bawah 8,5 x

8,5 meter, sedangkan dibagian atas berukuran 8 x 8 meter. Pada anjang-anjang

inilah tempat dimana jaring yang berbentuk tikar, lampu dan roller terdapat.

Jaring bisa dibuat dari bahan yang dianyam atau ditenun yang berukuran mata

jaring (mesh size) 0,5 cm, jaring tersebut diikatkan pada sebuah bingkai berbentuk

empat persegi. Bingkai ini bisa dari bambu, besi atau bahan lainnya. Pada bagian

bingkai yang berhadapan diikatkan tali dari ijuk, tambang atau bahan lainnya

untuk menarik dan menurunkan jaring pada waktu penangkapan, pada keempat

pojok bingkai atau jaring diikatkan batu-batu pemberat agar jaring mudah

tenggelam (Subani, 1975).

Cara penangkapan ikan dengan alat bagan ini tidaklah susah, justru dapat

dikatakan hampir semua orang dapat melakukannya. Penangkapan dimulai

dengan terlebih dahulu menurunkan jaring melalui empat utas tali yang diikatkan

pada bingkai dengan menggunakan suatu putaran roller, kemudian lampu

diturunkan diatas permukaan air. Jaring diturunkan pada kedalaman 5-10 meter

dibawah permukaan air, dan ditunggu sampai ikan-ikan banyak berkumpul.

Page 20: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

8

Penangkapan jaring dimulai ketika ikan-ikan sudah banyak berkumpul dibawah

lampu. Pengambilan ikan dilakukan dengan serok (Subani, 1975).

2.2.2 Kapal Perikanan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,

kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan

untuk melakukan penangkapan ikan mendukung operasi penangkapan ikan,

pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,

dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Kapal perikanan di perairan umum daratan, umumnya terdiri dari perahu

dayung, perahu papan kecil, perahu papan sedang, motor tempel dan kapal motor

(Deswati, 2015). Pada perairan Danau Singkarak nelayan menggunakan perahu

dayung. Perahu berfungsi sebagai sarana transportasi bagi nelayan untuk menuju

daerah penangkapan maupun keramba jaring apung.

Gambar 3. Perahu Dayung

2.2.3 Nelayan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,

mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan

penangkapan ikan. Nelayan menurut waktu kerjanya dibagi menjadi tiga kategori,

yaitu: nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan

Page 21: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

9

untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan sambilan utama adalah

nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi

penangkapan ikan. Nelayan tambahan sambilan adalah nelayan yang sebagian

kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam

operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya/tanaman air. Para nelayan

melakukan pekerjaannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi

kebutuhan hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya biaya, jumlah

perahu, jumlah tenaga, kerja, jarak tempuh dan pengalaman (Ridha, 2017).

Nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian jaring angkat (lift net)

tidak terlalu banyak, cukup satu atau dua orang saja, karena tugasnya hanya

menurunkan dan menaikkan jaring pada saat mengoperasikan alat tangkap

tersebut (Takril, 2005).

2.3 Teknik Operasi Penangkapan

Proses penangkapan pada bagan sangat sederhana. Ketika malam mulai

gelap, jaring mulai diturunkan. Seiring dengan penurunan jaring, lampu penarik

perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu 2-3 jam, jaring ditarik dengan

menggunakan roller. Waktu yang dibutuhkan untuk penarikan hanya 10 menit.

Setelah itu ikan diangkat ke atas bagan. Selanjutnya jaring kembali diturunkan

untuk menunggu operasi selanjutnya. Dalam semalam pengangkatan jaring

dilakukan 4-5 kali (Sudirman dan Natsir, 2011).

Pada saat nelayan tiba dibagan maka yang pertama dilakukan adalah

menurunkan jaring dan menghidupkan lampu. Setelah masa perendaman jaring

selama semalaman atau dianggap sudah banyak ikan yang terkumpul dibawah

bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan

memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas. Setelah jaring terangkat

maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan serok jaring.

Page 22: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

10

2.4 Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun binatang air

lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Hasil tangkapan bisa

dibedakan menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan

sampingan. Hasil tangkapan utama adalah spesies yang menjadi target dari

operasi penangkapan sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah spesies yang

merupakan diluar dari target operasi penangkapan (Ramadhan, 2008).

Hasil tangkapan bagan apung berupa jenis ikan pelagis kecil yang bersifat

fototaksis positif seperti Ikan bilih/biko (Mystacoleucus padangensis) yang

merupakan salah satu diantara beberapa jenis ikan yang hidup di Danau Singkarak

yang menjadi target utama penangkapan oleh masyarakat/nelayan di sekitar danau

(Armaini, 2002). Jenis ikan lainnya, diantaranya adalah ikan asang/nilem

(Osteochilus Brachmoides), ikan sasau/barau (Hampala mocrolepidota), ikan

kapiek (Puntius shwanefeldi), ikan baung (Macrones planiceps), ikan

mujaie/mujair (Tilapia pleurothalmus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).

2.4.1 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)

Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan air tawar

endemik yang hidup di Danau Singkarak. Klasifikasi ikan bilih sebagai berikut:

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Mystacoleucus

Spesies : Mystacoleucus padangensis

Nama indonesia ikan bilih adalah Bako atau lebih populer dengan nama

Bilih. Secara umum ikan bilih menyukai perairan jernih, suhu perairan rendah

berkisar (26,0 – 28,0 oC) dan daerah litoral perairannya berbatu kerikil dan atau

pasir. Berdasarkan sifat dan kebiasaan makannya, ikan bilih termasuk ikan

benthopelagis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang

berada di dasar perairan maupun di lapisan tengah dan permukaan air.

Makanan utama ikan bilih dihabitat aslinya Danau Singkarak adalah

detritus dan zooplankton sedangkan diperairan Danau Toba makanan utama ikan

Page 23: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

11

bilih adalah detrius dan fitoplankton serta makanan tambahannya adalah

zooplankton dan seresah. Makanan utama ikan bilih di kedua perairan tersebut

hampir sama hanya sedikit berbeda dalam persentase komposisinya

(Kartamihardja, 2008). Berikut dapat dilihat gambar ikan bilih:

Gambar 4. Ikan Bilih

Morfologi ikan bilih antara lain sebagai berikut:

1. Sirip punggung mempunyai jari-jari keras (berduri) yang rebah ke muka,

kadang-kadang duri ini tertutup oleh sisik sehingga tidak kelihatan jika tidak

diraba. Sirip dubur tidak mempunyai jari-jari keras, hanya terdapat 8- 9 jari-jari

lemah

2. Badan bulat panjang dan pipih, tinggi badan 2-3 cm, panjang badan maksimum

11,6 cm

3. Sisiknya kecil-kecil dan tipis, terdapat 37-39 baris antara tengah-tengah dasar

sirip punggung dan gurat sisi (lateral line)

4. Tubuh ditutupi oleh sisik yang berwarna keperak-perakan. Punggung dan ekor

bagian sebelah sirip berwarna kehitam-hitaman.

Habitat pemijahan ikan bilih adalah perairan yang jernih dengan suhu air

relatif rendah, berkisar antara 24,0-26,0°C, dan dasar danau yang berbatu kerikil

dan atau pasir. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan

ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah

pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampainya di habitat

pemijahan tersebut, ikan bilih betina melepaskan telur dan bersamaan dengan itu

juga ikan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur tersebut. Telur ikan

Page 24: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

12

bilih yang telah dibuahi berwarna transparan (Kartamihardja, E.S dan Sarnita,

A.S, 2008).

Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi

pada suhu air antara 27,0-28,0°C dan larvanya berkembang di danau menjadi

dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore

hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari

mulai jam 05.00 sampai 09.00, seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang

dilepaskan. Pemijahan ikan bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin

tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu periode

pemijahannya. Jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan bilih berkisar

antara 3.654-14.561 butir telur dengan rata-rata 7.580 butir per induk.

(Kartamihardja, E.S., 2009).

2.4.2 Ikan Asang (Osteochilus hasseliti)

Klasifikasi ikan asang (Osteochilus hasseliti), menurut Saanin (1984)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Familia : Cyprinidae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus hasselti

Ikan Asang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai

ekonomis cukup tinggi. Ikan tersebut tersebar dipulau jawa, Kalimantan,

Sulawesi, dan sumatera. Di sumatera, ikan asang dapat ditemui diberbagai sungai

dan danau (Kottelat et al., 1993). Danau-danau yang menjadi habitat spesies

tersebut di Sumatera Barat diantaranya adalah Danau Singkarak dan Maninjau.

Danau Singkarak dan Danau Maninjau memiliki beberapa perbedaan mendasar

secara geologi dan ekologi. Danau Singkarak merupakan danau tektonik (Syandri,

1996) sedangkan Danau Maninjau merupakan danau kaldera (KLH 2011).

Temperatur air di Singkarak berkisar antara 25°C – 27°C sedangkan di Maninjau

berkisar antara 28,13°C–28,47°C. Berikut dapat dilihat gambar ikan asang:

Page 25: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

13

Gambar 5. Ikan Asang

2.4.3 Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi)

Klasifikasi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi), menurut Kottelat et al,

(1993) adalah sebagai berikut:

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophyshi

Family : Cyprinidae

Genus : Puntius

Spesies : Puntius schwanefeldi

Ikan ini tergolong sebagai ikan pemakan segala makanan (omnivora) dan

tidak mengganggu jenis ikan kecil diperairan dimana dia hidup. Dari segi biologi

reproduksinya ikan ini tergolong pada ikan yang mempunyai tipe reproduksi

biseksual, dimana sperma dan telur berkembang secara terpisah pada individu

yang berbeda, dengan kata lain ikan jantan dan ikan betina berkembang sejak lahir

atau menetas serta setiap individu akan tetap sebagai jantan atau betina selama

hidupnya.

Ikan kapiek termasuk spesies ikan air tawar penghuni daerah tropis yang

hidup di perairan sungai, danau dan rawa. Ikan kapiek bentuk tubuh gepeng dan

berbadan tinggi. Ikan kapiek juga dijumpai pada kedalaman perairan 1-4 meter,

suhu berkisar 25-30°C, pH berkisar 5-7 dengan keadaan arus lemah atau pada

tempat yang merupakan lubuk. Ciri-ciri ikan kapiek adalah bentuk tubuh simetris

bilateral, bentuk tubuh pipih (compressed), bibir atas tidak terpisah dengan rahang

bawah. Mulut protactile, mempunyai sepasang lubang hidung (Saanin, 1984).

Ikan kapiek memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sirip punggung terdiri dari 4 jari-

Page 26: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

14

jari keras dan 8 jari-jari lemah. Sirip anus terdiri dari 4 jari keras dan 5 jari-jari

lemah. Sirip dada terdiri dari 1 jari-jari keras dan 14-16 jari-jari lemah. Kerangka

tubuh kuat melengkung mulai dari hidung sampai ke punggung. Panjang baku

4,1-4,3 kali panjang kepala dan tinggi badan 2,3-2,4 kali panjang baku. Mulut di

ujung kepala (terminal) memiliki 2 sungut kecil. Sungut di mulut dan di rahang

atas, daerah pipi sempit terdapat 8-9 sisik antara garis rusuk dan sirip anus. Warna

badan keputih-putihan bagian punggung coklat kehijauan, tepi atas dan bawah

sirip ekor terdapat garis hitam. Berikut dapat dilihat gambar ikan kapek:

Gambar 6. Ikan Kapiek

2.4.4 Ikan Barau (Hampala macrolepidota)

Klasifikasi ikan Barau (Hampala macrolepidota), menurut Saanin (1968)

adalah sebagai berikut:

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Hampala

Spesies : Hampala macrolepidota

Ikan barau memiliki ciri-ciri bibir atas terpisah dari moncong oleh suatu

lekukan yang jelas, pangkal bibir atas terpisah oleh lapisan kulit moncong, mulut

terminal atau subterminal, gurat sisi mempunyai 25-30 sisik, sirip perut depan

datar atau membulat, sirip anal memiliki 5 jari-jari bercabang tidak memiliki duri

pada sirip punggung, hidup di perairan air tawar yaitu di danau dan sungai dan

tersebar luas di perairan Indo-Australia (Sumatra, Jawa, Borneo), Malaka, Siam,

Page 27: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

15

Indo-China. (Weber and Beaufort, 1916 ; Kottelat et al. 1993 ; Sulaiman &

Mayden, 2012).

Hampala macrolepidota pada ikan yang berukuran besar memiliki bercak

hitam antara sirip punggung dengan sirip perut yang kemudian menjadi samar-

samar pada ikan yang sangat besar. Di Danau Singkarak ada dua jenis genus

Hampala yaitu yang memiliki bercak hitam Hampala macrolepidota (nama

daerah: Barau) dan yang lainnya tidak memiliki bercak hitam Hampala sp (nama

daerah: Sasau) Salsabila (1987). Berikut dapat dilihat gambar ikan barau:

Gambar 7. Ikan Barau

2.4.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1984), ialah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Osteichtyes

Ordo : Percomorphi

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila dapat hidup dengan baik dalam lingkungan perairan air tawar

apabila memiliki suhu yang berkisar antara 25 - 32° C dan pH yang ideal berkisar

antara 5 – 9 (Amri, 2003). Ikan ini termasuk ikan omnivora (pemakan segala).

Menurut Ghufran et al., (2010) yang menyatakan bahwa makanan dari ikan nila

berupa plankton, perifiton dan tumbuh–tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang

sutera dan klekap. Berikut dapat dilihat gambar ikan nila:

Page 28: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

16

Gambar 8. Ikan Nila

Morfologi ikan nila (menurut Saanin (1984), mempunyai bentuk tubuh

bulat pipih pada badan dan sirip ekor (caudal fin) ditemukan garis lurus. Pada

sirip punggung ikan nila ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat hidup

di perairan tawar dengan menggunakan ekor untuk bergerak. Nila memiliki lima

sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut

(ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya

memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat

juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil serta sirip anus

berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah

dengan bentuk bulat.

Kebiasaan makan ikan nila tergolong herbivora cenderung karnivora

berdasarkan hasil analisis makanan dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton,

zooplankton dan serasah. Nilai pH yang ditoleransi untuk budidaya ikan air tawar

berkisar antara 7 hingga 8,5. Nilai tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ikan

yang baik (Dadiono, Sri dan Kartini, 2017). Kondisi lingkungan perairan yang

stabil ditandai dengan keragaman plankton dan jumlah spesies yang tinggi.

Kondisi perairan yang stabil juga ditandai dengan kisaran kualitas air yang sesuai

dengan pertumbuhan organisme budidaya. Plankton merupakan faktor penting

bagi kehidupan ikan baik di perairan tawar, payau maupun laut. Plankton

khususnya fitoplankton merupakan organisme penghasil makanan yang pertama

pada siklus rantai makanan. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang melayang

dan hanyut di perairan serta mampu berfotosintesis (Agustini, 2014).

Page 29: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

17

2.4.6 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Khairuman et al., (2008)

adalah sebagai berikut:

Filum : Cordata

Kelas : Pisces

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Ikan Mas termasuk kedalam golongan family Cyprinidae. Ikan Mas

memiliki tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan

arus tidak terlalu deras, misalnya di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat

hidup baik pada suhu 25°C-30°C dan pH air antara 7-8. Air serta bahan-bahan

yang terkandung di dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Air

berpengaruh terhadap biota perairan, seperti ikan, udang, kerang dan lain-lain

(Yulvizar et al., 2014).

Organ pertama yang langsung berhubungan dengan makanan adalah

mulut. Bentuk mulut ikan mas adalah proctactile atau dapat disembulkan dengan

posisi mulut terminal. Ukuran bukaan mulut ikan mas berkisar 1 cm dimana

dilengkapi oleh gigi kecil yang disebut vilivorm. Berdasarkan bukaan mulut ikan

bentuk gigi dapat diduga bahwa ikan ini termasuk ikan herbivor (Putri et al.,

2009).

Ada dua faktor yang merangsang ikan untuk makan. Pertama, faktor yang

mempengaruhi motivasi internal atau pendorong ikan untuk makan, termasuk

waktu, musim, intensitas cahaya, saat dan jenis makanan berakhir, suhu, dan ritme

internal lainnnya. Kedua, adalah rangsangan makan yang diterima oleh indera

seperti bau, rasa, tampilan dan sebagainya. Gabungan kedua faktor tersebut

menentukan kapan dan bagaimana ikan akan makan dan apa yang ingin

dimakannnya. Rangsangan visual yang mampu memicu ikan mencari makan

dapat berupa gerak, warna, atau bentuk. Intensitas cahaya mempengaruhi gerak

ikan dalam mencari makanan (Rahardjo et al., 2010). Berikut dapat dilihat gambar

ikan mas:

Page 30: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

18

Gambar 9. Ikan Mas

2.5 Peran Cahaya Pada Alat Tangkap Bagan Apung

Cahaya lampu merupakan suatu bentuk alat bantu secara optik yang

digunakan untuk menarik dan mengkonsentrasikan ikan. Sejak waktu lama

metode ini telah diketahui secara efektif di perairan air tawar maupun di laut,

untuk menangkap ikan secara individu maupun secara bergerombolan. Kegunaan

cahaya lampu dalam metode penangkapan ikan adalah untuk menarik ikan, serta

mengkonsentrasikan dan menjaga ikan agar tetap terkonsentrasi dan mudah

ditangkap.

Tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya

peristiwa fototaksis. Cahaya merangsang ikan dan menarik ikan untuk berkumpul

pada sumber cahaya tersebut atau juga disebutkan karena adanya rangsangan

cahaya, ikan kemudian memberikan responnya. Peristiwa ini dimanfaatkan dalam

penangkapan ikan yang umumnya disebut light fishing atau dari segi lain dapat

juga dikatakan memanfaatkan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan

itu sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa dalam light fishing, penangkapan ikan

tidak seluruhnya memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan

tetapi menyalurkan keinginan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.

Fungsi cahaya dalam penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan

sampai pada suatu area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan alat jaring

ataupun pancing dan alat-alat lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2004).

Pemanfaatan lampu ini dilakukan dalam upaya memahami perilaku ikan

merespon cahaya yang ada disekitarnya. Pemanfaatan lampu dapat dimanfaatkan

sebagai alat bantu penangkapan ikan yang telah berkembang secara cepat sejak

ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan beranggapan bahwa semakin

Page 31: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

19

besar intensitas cahaya yang digunakan maka akan memperbanyak hasil

tangkapannya sehingga tidak jarang nelayan menggunakan lampu yang relatif

banyak jumlahnya dengan intensitas cahaya yang tinggi dalam operasi

penangkapannya. Anggapan tersebut tidak benar, karena masing-masing ikan

mempunyai respon terhadap besarnya intensitas cahaya yang berbeda-beda.

Fungsi cahaya pada penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan

sampai pada suatu area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan jaring.

Dengan alat jaring ini dapat dikatakan bahwa jaring bersifat pasif, cahaya

berfungsi untuk menarik ikan ke tempat jaring. Peristiwa berkumpulnya ikan

dibawah cahaya ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu peristiwa langsung dan

peristiwa tidak langsung. Peristiwa langsung yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu

berkumpul, sedangkan peristiwa tidak langsung yaitu dengan adanya cahaya maka

sebagai tempat plankton berkumpul lalu banyak ikan yang berkumpul untuk

memakan plankton tersebut.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tertariknya ikan terhadap sumber

cahaya antara lain keberadaan ikan dengan sumber cahaya, suhu air, intensitas

cahaya dan predator. Berbagai faktor yang mempengaruhi ikan terhadap cahaya,

sumber dari cahaya itu sendiri yang merupakan faktor utama (intensitas cahaya)

yang mempengaruhi secara langsung pola tingkah laku ikan (Yami, 1991).

Pola tertariknya ikan pada sumber cahaya berbeda-beda, pola kedatangan

ikan pada sumber cahaya dan ada yang langsung dan ada juga yang hanya berada

disekitar sumber pencahayaan. Ikan yang pola kedatangan tidak langsung masuk

kedalam sumber cahaya karena ingin mencari makan. Sedangkan ikan yang pola

kedatangannya pada sumber pencahayaan langsung diindikasikan adalah ikan

yang berfototaksis positif dan telah beradaptasi dengan cahaya masih tetap terus

bergerak mendekati cahaya dan menjauhi predator (Sulaiman et al., 2006).

Teknik penangkapan ikan sejak dahulu sampai sekarang relatif sama,

yakni didasarkan pada pemanfaatan tingkah laku ikan. Pada bagan, atraktor

berupa cahaya buatan sangat diperlukan dalam proses penangkapan ikan. Fungsi

atraktor cahaya sebagai pengumpul jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis

positif, sehingga nelayan mudah melakukan penangkapan (Yuda, 2012).

Page 32: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

20

2.6 Intensitas Cahaya Lampu

Rahman (2018), mengatakan bahwa kisaran intensitas cahaya yang

dihasilkan pada jarak 0.50 meter berkisar antara 256-385 lux. Pada pengukuran

dengan jarak 1 meter, intensitas cahaya yang terukur berada pada kisaran 73 -101

lux. Sedangkan hasil pengukuran pada jarak 1.50 meter terukur pada kisaran 61-

68 lux. Iluminasi cahaya yang terukur terus mengalami penurunan seiring

bertambahnya jarak. Hal tersebut bermakna bahwa nilai intensitas cahaya terus

menurun seiring bertambahnya jarak pengukuran. Nilai-nilai iluminasi tersebut

masih dalam kisaran yang adapted bagi ikan.

Jenis dan komposisi hasil tangkapan atau konsentrasi gerombolan ikan

berbeda-beda untuk setiap jenisnya, pada perikanan bagan ikan teri membentuk

schooling pada kedalaman 0-5 meter yaitu pada kisaran iluminasi cahaya 80-120

lux dan untuk ikan kembung, ikan layang dan tembang berada pada kisaran

kedalaman 10-20 meter yaitu pada kisaran intensitas 5-10 lux, sedangkan cumi-

cumi berada pada daerah bayang-bayang (Sudirman 2003). Setiap ikan memiliki

batas toleransi yang berbeda-beda terhadap cahaya (Purbayanto et al., 2010).

Martasuganda (2014), mengatakan bahwa gerombolan ikan hanya akan

tertarik pada cahaya apabila intensitas cahaya dipasang di atas permukaan air bisa

menjangkau gerombolan ikan. Kemudian terbatasnya kemampuan intensitas

cahaya untuk menjangkau gerombolan ikan bergantung pada besarnya intensitas

cahaya di dalam perairan, hal ini terjadi karena beberapa ikan memiliki swimming

layer yang berbeda-beda.

Ikan-ikan yang mencari makan, apabila tersedia makanan akan tinggal

lama di daerah iluminasi cahaya untuk makan dan sebaliknya akan segera

meninggalkan daerah tersebut jika tidak tersedia makanan. Ikan-ikan yang

pototaksis positif akan memilih cahaya yang disenanginya. Berenang di atas atau

di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar iluminasi cahaya. Ikan pototaksis

positif dan mencari makan akan melakukan keduanya berada di daerah iluminasi

sambil melakukan aktivitas makan (feeding activity) (Sudirman dan Nessa, 2011).

Page 33: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

21

2.7 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan

2.7.1 Suhu

Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan organisme

aquatik. Jenis, jumlah dan keberadaan organisme aquatik sering berubah dengan

adanya perubahan suhu air, terutama terjadinya kenaikan suhu. Suhu yang masih

dapat ditolerir oleh organisme berkisar 20-30oC, suhu yang sesuai dengan

perkembangan fitoplankton berkisar antara 25-30oC, namun suhu yang optimal

untuk pertumbuhan dari zooplankton antara 15-30oC (Rachmanda, 2011).

Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Perbedaan suhu perairan disetiap stasiun pengamatan dipengaruhi oleh waktu,

intensitas cahaya dan cuaca selain kedalaman suatu perairan juga berpengaruh

terhadap perbedaan suhu hal ini dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari

yang masuk kedalam kolom perairan, jadi semakin bertambahnya kedalaman

maka semakin menurun juga suhu air pada kedalaman tersebut (Rahman et al.,

2016).

Suhu air danau cukup bervariasi yaitu sekitar 25-28oC. Pada dasarnya

bahwa dengan adanya variasi suhu yang cukup besar dapat memberikan dampak

atau pengaruh yang cukup besar pula terhadap berbagai aktifitas metabolisme dari

organisme yang mendiami suatu perairan. Tinggi rendahnya suhu suatu perairan

sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah

hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan.

Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan (Maniagasi

et al., 2013).

2.7.2 Arus

Arus merupakan gerakan air secara perlahan maupun cepat dipermukaan

air maupun di dalam air yang merupakan wujud dari penyinaran bumi yang tidak

merata, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat air itu sendiri, gravitasi bumi,

keadaan dasar perairan, distribusi pantai dan gerakan rotasi bumi, angin dan

bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya (Hutabarat,

2000).

Arus yaitu gerakan air pada suatu perairan secara tidak langsung besar

pengaruhnya terhadap kehidupan ikan, karena arus dapat memindahkan ikan, arus

Page 34: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

22

dapat memindahkan makanan ikan serta arus dapat memindahkan lingkungan

hidup ikan (Robert, 2005).

Kecepatan arus dibedakan menjadi 4 kategori yaitu kecepatan arus 0-0,25

m/s termasuk arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/s termasuk arus sedang,

0,50-1 m/s arus cepat dan diatas 1 m/s disebut arus sangat cepat (Harahap dan

Ihsan, 2009).

2.7.3 Derajat Keasaman/pH

Derajat Keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari

power of hidrogen). pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena

mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, bisa

dapat membunuh hewan tersebut. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi),

kandungan oksigen terlarut akan bekurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen

menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang

sebaliknya terjadi pada suasana basa. Sebagian besar biotik aquatik sensitif

terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 - 8,5 (Syafrudin, 2016).

Organisme aquatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai

nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa

lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik pada umumnya berkisar

antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat

basa membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Sementara pH yang tinggi

menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan

terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan konsentrasi amoniak yang

juga bersifat sangat toksis bagi organisme. Nilai pH dipengaruhi oleh faktor fisik

sedimen, berkaitan dengan konsentrasi bahan-bahan organik yang ada disedimen.

Semakin kecil ukuran butiran sedimen, pHnya semakin rendah demikian juga

sebaliknya. Perubahan nilai pH dalam sedimen mempengaruhi sebaran

mikroorganisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor

kimia tersebut. Sebagian mikroorganisme sengat peka terhadap perubahan nilai

pH dalam perairan. Nilai pH akan mempengaruhi proses-proses biokimia

perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).

Page 35: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Danau Singkarak, Nagari Tikalak,

Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat pada

Tanggal 21 Desember 2018 – 24 Januari 2019.

3.2 Materi dan Peralatan

3.2.1 Alat dan Bahan

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil tangkapan alat

tangkap bagan apung dengan menggunakan 4 lampu LED (Light Emiting Diode)

Philips warna putih dengan daya 30 watt dan 4 lampu LED Philips warna putih

dengan daya 45 watt. Alat yang digunakan adalah unit operasional penangkapan

bagan apung yaitu perahu dayung dan 8 bagan apung sebagai alat menangkap

ikan, stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang

diperlukan dalam kegiatan, lux meter digunakan untuk mengukur intensitas

cahaya, timbangan untuk menghitung berat hasil tangkapan, kamera, alat tulis dan

laptop untuk mengolah data.

3.2.2 Alat Pengukur Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan yang dilakukan meliputi: suhu perairan

(thermometer), pH (pH meter), arus (tali rafia dan botol air mineral), global

position system (GPS), alat tulis dan alat dokumentasi (camera).

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental

fishing, hasil tangkapan diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan.

Data tersebut adalah hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat

tangkap bagan apung berdasarkan intensitas cahaya lampu LED (Light Emiting

Diode) Philips warna putih 30 watt dan 45 watt.

Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan (lampu LED Philips warna putih 30 watt

dan 45 watt) dan 14 kali pengulangan perlakuan yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Page 36: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

24

1. Stasiun I (dekat pemukiman warga): menggunakan 4 unit alat tangkap

bagan apung dengan 2 lampu LED Philips warna putih 30 watt dan 2

lampu LED Philips warna putih 45 watt.

2. Stasiun II (dekat keramba jaring apung): menggunakan 4 unit alat tangkap

bagan apung dengan 2 lampu LED Philips warna putih 30 watt dan 2

lampu LED Philips warna putih 45 watt.

Dari kedua perlakuan tersebut kemudian diambil rata-ratanya dalam

jumlah berat (Kg) agar data yang didapat dalam angka bisa lebih mewakili.

Masing-masing unit bagan apung yang dipasang dimasukan ke dalam 14

kelompok (hari-hari operasi).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Persiapan Penelitian

Persiapan dilakukan sebagai berikut, pertama mempersiapkan alat tangkap

yang akan digunakan dengan cara mengecek semua komponen alat tangkap bagan

apung seperti jaring bagan, lampu, serok dan roller. Semua kompenen tersebut

harus dicek agar ketika proses penangkapan alat tangkap dapat dioperasikan

secara maksimal.

3.4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

Pengoperasian bagan dimulai pada saat matahari mulai tenggelam dan

diakhiri ketika matahari mulai terbit. Ketika hari mulai gelap yaitu pukul 18.00

WIB, jaring bagan mulai diturunkan, seiring dengan penurunan jaring lampu

dinyalakan selama 10 jam bersamaan dengan perendaman jaring tersebut.

Selanjutnya pengukuran intensitas cahaya lampu dilakukan dengan cara

mendekatkan lux meter tepat berada dibawah lampu terpasang yaitu di atas

permukaan air. Pada pukul 04.00 WIB jaring ditarik menggunakan roller. Waktu

yang dibutuhan untuk penarikan 5-10 menit per satu unit alat tangkap bagan

apung. Setelah itu ikan diangkat menggunakan serok dan kemudian dipindahkan

kedalam keranjang, selanjutnya ikan dibawa ke pinggir danau. Berikut gambar

kontruksi alat tangkap bagan apung terlihat pada Gambar 10.

Page 37: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

25

Gambar 10. Kontruksi Bagan Apung

Keterangan:

1. Bangunan Bagan 5. Pemberat Jaring

2. Karangka Jaring Waring 6. Pemberat didasar Danau

3. Pelampung 7. Lampu

4. Jaring Waring

3.4.3 Mengukur Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan disetiap kali melakukan

penangkapan meliputi suhu, kecepatan arus dan pH sebagai berikut:

1. Suhu diukur menggunakan thermometer yang dicelupkan ke perairan,

setelah dicelupkan maka terlihat batas suhu yang tertera pada alat

tersebut.

2. Kecepatan arus diukur menggunakan metode botol hanyut yang diisi

dengan air sebanyak 2/3 botol dan dikaitkan ke salah satu ujung tali.

Ukuran tali yang digunakan sepanjang 1 meter. Kemudian jatuhkan botol

ke perairan dengan kondisi ujung tali di sisi sebaliknya telah dililitkan ke

tangan. Pada saat botol dihanyutkan stopwatch mulai dinyalakan,

kemudian saat tali telah menegang stopwatch dimatikan. Wibisono (2005)

menyatakan bahwa waktu yang telah didapatkan dari pengukuran

kecepatan arus dihitung menggunakan rumus sebagau berikut

Keterangan : V = Kecepatan Arus (m/detik), s = jarak panjang tali (m), t = waktu

(detik)

2

5

6

1

4

3

7

Page 38: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

26

3. Derajat Keasaman/pH diukur menggunakan pH meter yang dicelupkan

pada permukaan air, kemudian dicatat angka yang muncul pada alat

tersebut.

3.5 Data yang dihimpun

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan

langsung di lapangan terhadap hasil tangkapan. Selain itu dilakukan wawancara

dengan pemilik atau nelayan yang mengoperasikan alat tangkap. Secara rinci data

primer yang di kumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan, menghitung jumlah hasil

tangkapan per kg, per ekor dan jenis ikan tangkapan.

2. Pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, kecepatan arus dan pH.

3. Wawancara dengan nelayan bagan apung, pemilik unit, lembaga dan instansi

terkait.

Data sekunder sebagai penunjang data primer yang diperoleh dari lembaga

dan instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain, Dinas Perikanan dan

Pangan Kabupaten Solok Sumatera Barat adalah data kondisi geografis, wilayah

sekitar Danau Singkarak tersebut dan jurnal yang bersangkutan.

3.6 Analisis Data

Data yang dianalisis yaitu jumlah hasil tangkapan (Kg) secara keseluruhan

jenis dan jumlah hasil tangkapan individu (Ekor), kondisi fisika (suhu dan

kecepatan arus) dan kondisi kimia yaitu Derajat Keasaman/pH.

Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan intensitas cahaya terhadap

jumlah hasil tangkapan menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt secara

keseluruhan dalam jumlah hasil berat (Kg) maka dilakukan uji-t (Sudjana,1982).

Thit = ̅ ̅

Dimana :

X = Rata-Rata hasil tangkapan lampu 30 Watt (Kg)

X = Rata-Rata hasil tangkapan lampu 45 Watt (Kg)

Page 39: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

27

n = Jumlah sampel pengamatan I (30 Watt)

n = Jumlah sampel pengamatan II (45 Watt)

S = Standar deviasi

Uji statistik tersebut dilakukan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil tangkapan dalam berat (kg) dan jumlah (ekor)

menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt

H1 : Terdapat perbedaan hasil tangkapan dalam berat (kg) dan jumlah (ekor)

menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt

Untuk melihat perbedaan hasil tangkapan berbeda atau tidak yaitu dengan

cara menghitung analisis uji t diatas dengan kaidah keputusan apabila

Thitung>Ttabel maka (H0) ditolak yang artinya ada perbedaan hasil tangkapan

menggunakan lampu 30 Watt dan 45 Watt. Hasil uji statistik yang diperoleh

selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Page 40: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Danau Singkarak adalah sebuah danau yang membentang di dua

kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan

Kabupaten Tanah Datar. Danau singkarak merupakan salah satu danau yang

memiliki potensi perikanan yang cukup bagus untuk kesejahteraan masyarakat,

dimana adanya ikan bilih dan berbagai jenis ikan lainnya sebagai sumber

penghasilan bagi nelayan di Danau Singkarak dan nelayan dikawasan Danau

Singkarak masih menggunakan bagan sebagai salah satu alat untuk menangkap

ikan (Suryonoet al., 2006). Hal ini dikarenakan alat tangkap bagan cocok untuk

menangkap ikan pelagis kecil pada malam hari yang pengoperasiannya

menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan.

Danau Singkarak terletak pada ketinggian 369 m di atas permukaan laut

(dpl). Letak geografis Danau Singkarak pada koordinat 100028

’28

’’BT -

100036

’08

’’ BT dan 0

032

’01

’’ LS - 0

042

’03

’’ LS. Luas permukaan Danau Singkarak

yaitu mencapai 10.908,2 ha, kedalaman maksimum 271,5 m, kedalaman rata-rata

178,677 m, panjang maksimum 20,808 km, dan lebar maksimum 7,175 km (Lubis

at al., 2012). Lokasi penelitian dilakukan di dua stasiun yang berbeda dan dapat

dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian

Page 41: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

29

Berdasarkan Gambar 11 diketahui lokasi penelitian untuk pengoperasian

alat tangkap bagan apung. Stasiun I terletak di dekat pemukiman warga dan

Stasiun II terletak di dekat keramba jaring apung.

1. Lokasi Stasiun I

Lokasi stasiun I terletak di dekat pemukiman warga pada titik koordinat

sebagai berikut:

(1) 0041

’25,2

’’LS - 100

034

’18,0

’’ BT (Lampu 45 Watt)

(2) 0041

’30,0

’’LS - 100

034

’09,1

’’ BT (Lampu 45 Watt)

(3) 0041

’31,3

’’LS - 100

034

’03,3

’’ BT (Lampu 30 Watt)

(4) 0041

’33,4

’’LS - 100

034

’03,0

’’ BT (Lampu 30 Watt)

Stasiun I merupakan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia,

karena daerah ini menjadi jalur atau lintasan dari perahu-perahu nelayan. Hasil

tangkapan kurang optimal dikarenakan terdapat limbah plastik disekitar pinggiran

danau yang disebabkan oleh masyarakat sekitar danau. Keberadaan sampah

plastik di perairan membahayakan organisme yang tinggal di sekitarnya. Sifat

plastik yang tahan lama serta membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai

akan menyebabkan plastik bertahan di perairan, terbawa arus, maupun masuk ke

dalam rantai makanan (Li et al., 2016).

2. Lokasi Stasiun II

Lokasi stasiun II terletak di dekat keramba jaring apung pada titik

koordinat sebagai berikut:

(1) 0041

’16,6

’’LS - 100

035

’31,6

’’ BT (Lampu 30 Watt)

(2) 0041

’16,8

’’LS - 100

035

’25,4

’’ BT (Lampu 30 Watt)

(3) 0041

’29,7

’’LS - 100

035

’16,3

’’ BT (Lampu 45 Watt)

(4) 0041

’42,1

’’LS - 100

035

’23,3

’’ BT (Lampu 45 Watt)

Stasiun II merupakan daerah yang terdapat keramba jaring apung yang

dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan nila oleh masyarakat Danau

Singkarak. Diharapkan dapat menghasilkan tangkapan yang banyak kerena

terdapat sisa-sisa pakan dari ikan nila yang terbuang atau menyebar disekitar

keramba jaring apung. Hal ini sesuai, Sumiarsih dan Windarti (2009) yang

menyatakan bahwa ikan-ikan yang hidup di sekitar keramba dapat memanfaatkan

sisa-sisa pakan yang keluar dari keramba sebagai makanan utamanya.

Page 42: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

30

4.2 Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan pada alat tangkap bagan apung terdapat 6 jenis ikan. Ikan

bilih (Mystacoleucus padangensis), ikan asang (Ostheochilushasseliti), ikan

kapiek (Puntius schwanefeldi), ikan barau (Hampala macrolepidota), ikan nila

(Oreochromis niloticus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). Hasil tangkapan pada

alat tangkap bagan apung dengan intensitas cahaya lampu yang berbeda dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung dengan Intensitas Cahaya

Lampu yang Berbeda selama 28 Hari.

No Jenis Ikan

30 Watt 45 Watt

Berat Jumlah Berat Jumlah

(kg) (ekor) (kg) (ekor)

1 Bilih (Mystacoleucus padangensis) 41 3314 62,4 5110

2 Asang (Ostheochilus hasseliti) 29 898 33,8 1035

3 Kapiek (Puntius schwanafeldi) 28,3 996 37,1 1307

4 Barau (Hampala macrolepidota) 34,6 719 38,6 809

5 Nila (Oreocrhomis niloticus) 27,7 63 45,9 96

6 Mas (Cyprinus carpio) 11,4 26 19,4 35

Total 172 6016 237,2 8392

Rata-rata 12,29a 429,71

a 16,94

b 599,43

b

Keterangan: 1. Huruf superscript yang berbeda dalam satu baris menunjukan

berpengaruh nyata (p<0,05)

2. Lampu Putih 30 Watt/ Intensitas Cahaya 241 Lux

3. Lampu Putih 45 Watt/ Intensitas Cahaya 345 Lux

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap hasil tangkapan ikan berdasarkan berat ikan dan jumlah ikan. Hal ini

menunjukan bahwa intensitas cahaya lampu yang berbeda akan menghasilkan

berat tangkapan yang berbeda pula. Hasil tangkapan yang tertinggi terdapat pada

jenis ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) pada lampu putih 45 watt/ intensitas

cahaya 345 lux sebanyak 62,4 kg (5110 ekor) sedangkan lampu putih 30 watt/

intensitas cahaya 241 lux sebanyak 41 kg (3314 ekor). Banyaknya hasil tangkapan

ikan bilih dikarenakan ikan bilih merupakan ikan endemik yang hidup di Danau

Singkarak Sumatera Barat (Kottelat et al.,1993, Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

Selain itu faktor yang menyebabkan ikan bilih banyak tertangkap atau

mendominasi di bagan karena ikan bilih merupakan salah satu ikan yang bersifat

fototaksis positif atau tertarik oleh cahaya lampu. Hal ini sesuai dengan

Page 43: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

31

pernyataan Gunarso (1985), kemunculan ikan dibawah bagan disebabkan oleh

keberadaan makanan yang biasanya berkumpul dibawah cahaya lampu yaitu

plankton, udang dan ikan-ikan yang lebih kecil.

Rata-rata nilai hasil tangkapan ikan selama penelitian pada lampu putih 30

watt/ intensitas cahaya 241 lux sebanyak 12,29 kg (429,71 atau 430 ekor) dan

pada lampu putih 45 watt/ intensitas cahaya 345 lux sebanyak 16,94 kg (599,43

atau sekitar 600 ekor). Banyaknya hasil tangkapan ikan pada lampu putih 45 watt/

intensitas cahaya 345 lux disebabkan karena lampu putih 45 watt/ intensitas

cahaya 345 lux lebih tinggi dibandingkan lampu putih 30 watt/ intensitas cahaya

241 lux sehingga lebih banyak menghasilkan tangkapan ikan. Hal ini

menyebabkan bahwa jumlah ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan yang bersifat

fototaksis positif. Ikan-ikan tersebut lebih menyukai cahaya lampu yang lebih

terang dan disebabkan oleh keberadaan makanan yang biasanya berkumpul

dibawah cahaya lampu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunarso (1985),

kemunculan ikan dibawah bagan disebabkan oleh keberadaan makanan yang

biasanya berkumpul dibawah cahaya lampu yaitu plankton, udang dan ikan-ikan

yang lebih kecil. Perbedaan intensitas cahaya lampu menyebabkan perbedaan

hasil tangkapan (Susanto, 2000).

4.3 Parameter Lingkungan

Kualitas air pada perairan danau memberikan pengaruh yang cukup besar

terhadap survival dan pertumbuhan mahluk-mahluk yang hidup di perairan

tersebut. Untuk itu terlebih dahulu harus merupakan lingkungan hidup yang baik

bagi organisme akuatik. Parameter lingkungan sangat mempengaruhi keberhasilan

dalam penangkapan ikan disuatu tempat. Dimana parameter lingkungan dibagi

menjadi 2 faktor yaitu faktor fisika yang mencakup suhu, kecepatan arus, dan

faktor kimia mencakup pH air yang diukur di Nagari Tikalak, Kecamatan X Koto

Singkarak selama penelitian. Parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 44: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

32

Tabel 2. Parameter Lingkungan

Stasiun

Parameter lingkungan

Suhu pH

Arus Kondisi Cuaca

(°C) m/s

I Rataan 26,93 6,9 0,11 Mendung, Hujan Ringan,

Cerah

Kisaran 26-29 6,4-7,6 0,05-0,016

II Rataan 27,93 7,3 0,07 Mendung, Hujan Ringan,

Cerah Kisaran 26-30 6,6-7,6 0,05-0,10

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat suhu perairan Danau Singkarak selama

penelitian pada stasiun I yaitu berkisar 26-29°C dengan rata-rata suhu selama

penelitian adalah 26,93°C dan pada stasiun II berkisar 26-30°C dengan rata-rata

suhu adalah 27,93°C, sehingga dapat dikatakan bahwa suhu perairan di Danau

Singkarak dari dua stasiun tersebut merupakan suhu yang optimum bagi

pertumbuhan ikan. Hal ini di dukung oleh Triyanto et al., (2007), bahwa suhu di

perairan danau berkisar antara 27,300C – 31,30

0C kondisi tersebut sesuai dengan

suhu perairan yang umum ditemui pada perairan danau sangat diperlukan agar

pertumbuhan ikan–ikan pada perairan tropis dapat berlangsung dengan baik.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat derajat keasaman di Danau

Singkarak memiliki sifat yang tidak terlalu asam maupun basa dengan kisaran 6,4-

7,6 dengan rata–rata 6,9 pada stasiun I dan stasiun II berkisar antara 6,6–7,6

dengan rata-rata 7,3 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat derajat keasaman

(pH) di Danau Singkarak masih tergolong normal dan sangat baik bagi kehidupan

biota air. Menurut Kordi dan Tancung (2007), air yang bersifat basa biasanya

memperlihatkan produktivitas biologi yang tinggi, sedangkan air yang bersifat

asam produktivitasnya rendah. Dimana kondisi air yang normal dan memenuhi

syarat untuk kehidupan biota air, yakni mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5.

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kecepatan arus berkisar

antara 0,05–0,016 m/s dengan rata–rata pada stasiun I yaitu 0,11 m/s dan pada

stasiun II yaitu berkisar 0,05-0,10 m/s dengan rata-rata 0,07 m/s sehingga dapat

dikatakan bahwa kecepatan arus di Danau Singkarak dari dua stasiun tersebut

termasuk arus yang lambat. Kecepatan arus merupakan pergerakan massa air yang

terjadi dari daerah tinggi ke daerah rendah sesuai dengan sifatnya. Kecepatan arus

dapat menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan perairan,

Page 45: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

33

dikarenakan arus mempunyai peranan penting dalam menyediakan atau sebagai

transportasi zat hara, plankton, telur, larva ikan dan biota air lainnya untuk

berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Triyanto et al., 2007). Kecepatan arus

dibedakan menjadi 4 kategori yaitu kecepatan arus 0-0,25 m/s termasuk arus

lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/s termasuk arus sedang, 0,50-1 m/s arus cepat

dan diatas 1 m/s disebut arus sangat cepat (Ihsan, 2009).

Pada penelitian ini faktor yang diamati adalah kondisi cuaca dimana

kondisi curah hujan selama penelitian pada bulan Desember cenderung hujan

ringan dan bulan Januari kondisi cuaca cerah. Cuaca merupakan keadaan udara

pada saat tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat.

Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi cuaca dan iklim yaitu suhu, curah

hujan dan angin. Angin merupakan faktor yang paling penting dalam usaha

penangkapan ikan karena nelayan tradisional masih tergantung pada kondisi angin

dalam pengoperasi penangkapan (Hutabarat dan Evans, 2000).

Page 46: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah lampu LED (Light Emiting Diode)

Philips warna putih dengan daya lampu 45 watt/ intensitas cahaya lampu 345 lux

memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan daya lampu 30

watt/ intensitas cahaya lampu 241 lux.

5.2 Saran

Diperlukannya penelitian lebih lanjut tentang efektifitas penggunaan

lampu LED (Light Emitting Diode) namun dengan warna dan kapasitas intensitas

cahaya lampu yang berbeda agar mampu menarik perhatian ikan yang bersifat

fototaksis positif dengan baik.

Page 47: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

35

DAFTAR PUSTAKA

Armaini, W. 2002. Keragaman Usaha Perikanan Tangkap Ikan Bilih di Danau

Singkarak, Desa Muaro Pingai, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten

Solok, Provinsi Sumatera Barat.

Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Hal 97.

Baskoro, M. S. dan Suherman, A. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan dengan

Cahaya. UNDIP. Semarang. Hal 176.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat. 2019. Database Perikanan

Nelayan Danau Singkarak. Provinsi Sumatera Barat.

Dinas Perikanan. 2015. Database Potensi Perikanan dan Peternakan Kabupaten

Solok. Pemertintah Kabupaten Solok, Solok.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Jakarta.

Emelia, F. 2009. Alternatif Pemanfaatan Danau Bagi Pengembangan Wisata

Melalui Konsep Keberlanjutan Sumberdaya Perairan Dan Perikanan Di

Danau Singkarak, Sumatera Barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metoda dan

Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hanim. 1995. Analisis Usaha Bagan Kapal Motor dan Bagan Perahu Studi Kasus

di Kelurahan Pasir Sebelah Kecamatan Koto Tangah Kodya Padang. Hal

60.

Hasan. 2008. Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya pada Bagan

Apung terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.

Jurnal Sains danTeknologi Indonesia. 2 (3) : 11-18.

Herlina. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Tawar. Agromedia. Pustaka.

Jakarta.

Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 2000. Pengantar Oceonografi. Universitas

Indonesia, Jakarta.

Ihsan. 2009. Komposisi Hasil Tangkapan Sondong Di Kelurahan Batu Teritip

Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau [Skripsi].

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru.

Kamal, E. 1991. Garis Besar Alat Penangkapan Ikan dan Metoda

Pengoperasiannya. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta. Padang..

Hal 60.

Page 48: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

36

Kartamihardja, E. S. dan Sarnita, A. S. 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba

(Keberhasilan Introduksi Ikan, Implikasi Pengelolaan dan Prospek Masa

Depan). Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan

Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 50 Hlm.

Kordi, K dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya

Perairan. PT. Rhineka Cipta. Jakarta.

Kottelat, M., A. J. Whitten., M. S. Kartika dan S. Wiroatmojo. 1993. Ikan Air

Tawar di Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Seriplius Edition (HK),

Ltd. Kerjasama dengan Proyek EMDI, Kantor Menteri Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I. Jakarta. 293 Hal.

Li, W.C., H.F. Tse, L. Fok. 2016. Plastic Waste in the Marine Environment: A

Review of Sources, Occurrence and Effects. Science of the Total

Environment. Hal 566-567 : 333-349.

Lubis, N., Adnan, K dan Nur El Fajri. 2012. Fish Community and Water Quality

in Singkarak Lake Solok Regency Sumatera Barat Province. Faculty of

Fisheris and Marine Science, University of Riau, Pekanbaru. Hal 14.

Maniagasi, R., Sipriana, S., Tumembouw, Yoppy, M. 2013. Analisis Kualitas

Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi

Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2.

Martasuganda, S. 2014. Bahan Kuliah Jaring Angkat (Lift Net Fishery) Bagan.

Teknologi Perikanan Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Institut

Pertanian Bogor.

Rahman, A. 2018. Studi Hasil Tangkapan Bagan Tancap dengan Menggunakan

Lampu Light Emiting Diode (LED) 364 Watt di Tekolabbua Perairan

Pangkep [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin Makasaar.

Ramadhan, A. 2008. Ketahanan Takan dan Lentur Bambu sebagai Tiang

Penyangga pada Bagan Apung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institusi Pertanian Bogor.

Sittadewi, E. H. 2008. Fungsi Strategis Danau Tondano, Perubahan Ekosistem

dan Masalah yang Terjadi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 9 (1) : 56-66

Subani, W dan Barus H. R. 1975. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.

Nomor 59 Tahun 1988/199. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan

Laut. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian Perikanan

Laut, Departemen Pertanian. Hal 245.

Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta.

Jakarta.

Page 49: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

37

Sudirman dan Natsir. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya. UMM

Press. Malang.

Sudirman dan Nessa. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya.

UMM Press. Malang.

Sulawety, F. 2007. Distribusi Vartikel Fitoplankton Di Danau Singkarak.

Limnotek, Vol XIV, No. 1, P, 37-46.

Sumiarsih dan Windarti. 2009. Identifikasi dan Analisa Isi Lambung Ikan-ikan

yang Hidup di Sekitar Keramba di Waduk PLTA Koto Panjang. Jurnal

Perikanan dan Kelautan. Vol 14. No 2. Hal 147-159.

Suryono, T., S. Nomosatryo., E. Mulyana. 2006. Tingkat Kesuburan Danau

Singkarak, Padang, Sumatera Barat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI.

Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Depdiknas. Jakarta

Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di

Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Bogor: Program

Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 61.

Triyanto, Hartoto D. I., Cynthia H., Badjoeri M., Sulawesty F., Yuniarti I.,

Mardiyati Y., Nomosatriyo S., Sugiarti dan Sutrisno. 2007. Kajian

Karakteristik Limnologi Danau Maninjau. Laporan Tehnis. Puslit

Limnologi-LIPI.

Undang-Undang No. 31. 2004. Tentang Perikanan. Jakarta. DKP.

Yami, B. 1991. Fishing With Light Ar-Rangement With The Agriculture Or-

Ganization of The United Nation By Fishing News Books Ltd. Farnham.

Survey. England. Hal 121.

Yuda, L. K. 2012. Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Bagan Di

Perairan Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan

Kelautan Vol. 3. ISSN : 2088-3137.

Page 50: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg)

Ulangan 30 Watt

Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total

1 3,5 2,2 2,1 2,6 1,7 0,5 12,6

2 2,7 2,1 1,8 1,6 1,7 0,8 10,7

3 3 1,8 2,2 2,5 2,8 0,4 12,7

4 2,3 1,9 2 2,4 2,8 1,5 12,9

5 2,9 2,1 1,9 2,5 1,8 1,2 12,4

6 2,9 2,6 1,9 2,2 3,4 1,3 14,3

7 2,5 1,8 1,8 2,7 1 0,4 10,2

8 3,1 2,1 2,3 2,4 0,9 1,2 12

9 3,1 2,3 1,8 2,7 2,5 0,9 13,3

10 3,3 1,9 2 2,7 2,3 0,9 13,1

11 3 1,9 2,1 2,5 1,3 0,4 11,2

12 2,5 2,3 2,1 2,5 2,8 0,4 12,6

13 2,8 2,1 2 2,6 1,3 0,5 11,3

14 3,4 1,9 2,3 2,7 1,4 1 12,7

Total 41 29 28,3 34,6 27,7 11,4 172

Ulangan 45 Watt

Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total

1 3,6 2,5 2,2 3,1 2,9 1 15,3

2 4,4 3 2,4 2,2 3,9 1,9 17,8

3 5,1 2,1 3,3 2,7 3,8 1,5 18,5

4 4,7 2 2,8 3,5 4,9 0,8 18,7

5 4,1 2,6 1,9 2,6 2,4 0,5 14,1

6 4,7 2,2 2,5 2,2 3,5 2,9 18

7 4,7 2,1 2,7 2,7 3,1 0,4 15,7

8 3,5 2,6 3,2 3,1 2,5 0,9 15,8

9 4,3 2,8 2,7 2,6 3,4 0,5 16,3

10 4,5 2,3 2,9 2,3 3,3 1,4 16,7

11 4,5 2,2 2,5 3,3 1,9 1,2 15,6

12 4,4 2,4 2,1 2,9 5,4 0,5 17,7

13 5,2 2,8 2,9 2,3 1,9 2,4 17,5

14 4,7 2,2 3 3,1 3 3,5 19,5

Total 62,4 33,8 37,1 38,6 45,9 19,4 237,2

Page 51: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

39

Lampiran 2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan

Ulangan 30 Watt

Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total

1 284 68 74 54 4 1 485

2 219 65 65 33 4 2 388

3 241 57 78 52 6 1 435

4 186 58 69 51 6 3 373

5 235 64 67 50 4 3 423

6 233 80 67 48 8 3 439

7 204 57 62 57 2 1 383

8 251 66 82 49 2 3 453

9 249 70 65 57 6 2 449

10 265 60 70 56 5 2 458

11 241 59 74 53 3 1 431

12 204 70 73 51 7 1 406

13 228 65 71 52 3 1 420

14 274 59 79 56 3 2 473

Total 3314 898 996 719 63 26 6016

Ulangan 45 Watt

Bilih Asang Kapiek Barau Nila Mas Total

1 371 76 76 64 6 2 595

2 363 91 83 45 8 4 594

3 410 65 117 67 8 3 670

4 378 61 98 71 9 2 619

5 332 79 69 55 5 1 541

6 379 67 87 46 8 6 593

7 378 65 96 55 7 1 602

8 281 82 113 63 6 2 547

9 348 85 95 56 7 1 592

10 362 70 101 47 6 3 589

11 360 67 90 67 4 3 591

12 353 73 73 61 11 1 572

13 418 85 103 48 4 5 663

14 377 69 106 64 7 1 624

Total 5110 1035 1307 809 96 35 8392

Page 52: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

40

Lampiran 3. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Berat Ikan (kg)

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Hasil

Tangkapan

Equal variances

assumed 2.819 .105 -9.216 26 .000 -4.6571 .5053 -5.6958 -3.6185

Equal variances

not assumed -9.216 23.571 .000 -4.6571 .5053 -5.7011 -3.6132

Page 53: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

41

Lampiran 4. Hasil Uji-t Student Hasil Tangkapan Berdasarkan Jumlah Ekor Ikan

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality

of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Hasil

Tangkapan

Equal

variances

assumed

.006 .940 -12.828 26 .000 -169.714 13.230 -196.909 -142.520

Equal

variances not

assumed

-12.828 25.821 .000 -169.714 13.230 -196.918 -142.510

Page 54: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

42

Lampiran 5. Parameter Lingkungan

Ulangan

Suhu

Stasiun I Stasiun II

Lampu Jumlah Rataan

Lampu Jumlah Rataan

30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt

1 26 28 26 28 108 27 28 28 28 28 112 28

2 27 27 26 28 108 27 26 27 28 27 108 27

3 26 27 28 27 108 27 28 27 29 28 112 28

4 27 28 29 28 112 28 27 27 27 27 108 27

5 26 26 28 28 108 27 26 26 28 28 108 27

6 26 26 26 26 104 26 29 29 29 29 116 29

7 26 25 26 27 104 26 29 29 29 29 116 29

8 26 26 26 26 104 26 29 29 29 29 116 29

9 27 26 27 28 108 27 27 27 27 27 108 27

10 27 27 27 27 108 27 27 27 27 27 108 27

11 27 27 27 27 108 27 27 28 28 29 112 28

12 26 26 28 28 108 27 28 29 30 29 116 29

13 26 27 27 28 108 27 28 28 28 28 112 28

14 28 27 28 29 112 28 28 28 28 28 112 28

Jumlah 371 373 379 385 1508 377 387 389 395 393 1564 391

Rataan 26,5 26,64 27,07 27,5 107,71 26,93 27,64 27,79 28,21 28,07 111,71 27,93

Page 55: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

43

Ulangan

pH

Stasiun I Stasiun II

Lampu Jumlah Rataan

Lampu Jumlah Rataan

30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt

1 6,9 6,9 7,1 7,1 28 7 7,4 7,4 7,6 7,6 30 7,5

2 6,6 6,6 6,7 6,8 26,7 6,675 7 7,1 7,1 7,2 28,4 7,1

3 6,8 6,9 6,9 7 27,6 6,9 7,5 7,5 7,5 7,5 30 7,5

4 7,3 7,3 7,4 7,6 29,6 7,4 6,8 6,9 7 6,9 27,6 6,9

5 7 7 7,2 7,2 28,4 7,1 6,6 6,7 6,6 6,8 26,7 6,675

6 6,4 6,5 6,5 6,6 26 6,5 7,3 7,3 7,5 7,5 29,6 7,4

7 6,5 6,5 6,5 6,5 26 6,5 7,4 7,5 7,5 7,6 30 7,5

8 6,4 6,4 6,6 6,6 26 6,5 7,4 7,3 7,5 7,4 29,6 7,4

9 6,7 6,6 6,7 6,7 26,7 6,675 6,8 6,8 6,7 7 27,3 6,825

10 7,1 7,1 7,2 7 28,4 7,1 6,9 6,9 6,9 6,9 27,6 6,9

11 6,9 7 7 7,1 28 7 7,4 7,6 7,5 7,5 30 7,5

12 7 7 7 7 28 7 7,5 7,5 7,5 7,5 30 7,5

13 6,7 6,7 6,7 6,7 26,8 6,7 7,4 7,4 7,4 7,4 29,6 7,4

14 7,4 7,5 7,5 7,6 30 7,5 7,5 7,4 7,6 7,5 30 7,5

Jumlah 95,7 96 97 97,5 386,2 96,55 100,9 101,3 101,9 102,3 406,4 101,6

Rataan 6,84 6,86 6,93 6,96 27,59 6,9 7,21 7,24 7,28 7,31 29,03 7,26

Page 56: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

44

Ulangan

Arus

Stasiun I Stasiun II

Lampu Jumlah Rataan

Lampu Jumlah Rataan

30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt 30 Watt 30 Watt 45 Watt 45 Watt

1 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,05 0,23 0,06

2 0,11 0,1 0,11 0,1 0,42 0,11 0,08 0,07 0,08 0,07 0,3 0,08

3 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

4 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06 0,1 0,09 0,1 0,09 0,38 0,1

5 0,08 0,08 0,08 0,06 0,3 0,08 0,07 0,07 0,07 0,07 0,28 0,07

6 0,14 0,14 0,13 0,08 0,49 0,12 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

7 0,16 0,15 0,14 0,14 0,59 0,15 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

8 0,16 0,16 0,15 0,14 0,61 0,15 0,07 0,07 0,06 0,07 0,27 0,07

9 0,11 0,1 0,1 0,14 0,45 0,11 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09

10 0,08 0,08 0,08 0,1 0,34 0,09 0,1 0,09 0,09 0,09 0,37 0,09

11 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

12 0,09 0,08 0,08 0,08 0,33 0,08 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

13 0,11 0,11 0,11 0,09 0,42 0,11 0,06 0,06 0,06 0,06 0,24 0,06

14 0,06 0,06 0,05 0,09 0,26 0,1 0,06 0,06 0,05 0,05 0,22 0,06

Jumlah 1,44 1,37 1,34 1,33 5,48 1,4 1 0,96 0,96 0,94 3,86 0,1

Rataan 0,1 0,11 0,1 0,1 0,39 0,1 0,07 0,07 0,07 0,07 0,28 0,07

Page 57: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

45

Stasiun Ulangan Kondisi Cuaca

I

1 Mendung

2 Hujan Ringan

3 Hujan Ringan

4 Cerah

5 Mendung

6 Hujan Ringan

7 Hujan Ringan

8 Hujan Ringan

9 Hujan Ringan

10 Mendung

11 Mendung

12 Mendung

13 Hujan Ringan

14 Cerah

II

15 Cerah

16 Mendung

17 Cerah

18 Hujan Ringan

19 Mendung

20 Cerah

21 Cerah

22 Cerah

23 Hujan Ringan

24 Hujan Ringan

25 Cerah

26 Cerah

27 Cerah

28 Cerah

Page 58: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

46

Lampiran 6. Alat Tangkap Bagan Apung

Alat Tangkap Bagan Apung

Lampiran 7. Alat Penelitian

Lampu Lux Meter

pH Meter Thermometer

Page 59: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

47

Lampiran 8. Proses Pengoperasian Alat Tangkap

Pemutaran Katrol Penurunan Jaring

Pengukuran Intensitas cahaya lampu

Pengangkatan Jaring

Page 60: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

48

Pengangkatan Hasil Tangkapan

Hasil Tangkapan

Page 61: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

49

Lampiran 9. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran Suhu Pengukuran pH

Pengukuran Arus

Page 62: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

50

Lampiran 10. Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bagan Apung

Foto Hasil Penelitian Foto Literatur Klasifikasi

Kelas : Pisces

Sub kelas: Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus :Mystacoleucus

Spesies :Mystacoleucus

padangensis

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Ostheochilus

Spesies : Ostheochilus

hasseliti

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo :Ostariophyshi

Famili :Cyprinidae

Genus : Puntius

Spesies : Puntius

schwanefeldi

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Hampala

Spesies : Hampala

macrolepitoda

Filum : Chordata

Kelas : Osteichtyes

Ordo : Percomorphi

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis

niloticus

Page 63: PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN APUNG …

51

Filum : Cordata

Kelas : Pisces

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus

Carpio