perbedaan entrepreneurial self efficacy pada...

27
1 PERBEDAAN ENTREPRENEURIAL SELF EFFICACY PADA SISWA SMK NEGERI 2 SALATIGA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PENDAHULUAN Setiap negara tanpa terkecuali Indonesia tidak terlepas dari persoalan pengangguran. Pertambahan angkatan kerja dari tahun ke tahun, tanpa diimbangi dengan jumlah lapangan kerja, menjadi penyebab utama semakin bertambahnya jumlah pengangguran (www.makassar.antaranews.com). Data survey keadaan ketenagakerjaan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2012 mencapai 6,32 persen. Tingkat pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 3,69 persen, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 7,80 persen, Sekolah Menengah Atas sebanyak 10,34 persen, Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 9,51 persen, diploma I/II/III sebanyak 7,50 persen dan universitas sebanyak 6,95 persen (www.bps.go.id). Dari data tersebut mengindikasikan bahwa biaya pendidikan yang begitu tinggi sejak dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi pada akhirnya hanya sebagai pemasok pengangguran terdidik. Penganggur-penganggur tersebut bukan

Upload: phungtu

Post on 01-Sep-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

1

PERBEDAAN ENTREPRENEURIAL SELF EFFICACY PADA

SISWA SMK NEGERI 2 SALATIGA DITINJAU DARI

JENIS KELAMIN

PENDAHULUAN

Setiap negara tanpa terkecuali Indonesia tidak terlepas dari

persoalan pengangguran. Pertambahan angkatan kerja dari tahun

ke tahun, tanpa diimbangi dengan jumlah lapangan kerja, menjadi

penyebab utama semakin bertambahnya jumlah pengangguran

(www.makassar.antaranews.com). Data survey keadaan

ketenagakerjaan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS)

menunjukkan jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari

2012 mencapai 120,4 juta orang. Sedangkan tingkat

pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia menurut pendidikan

tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2012 mencapai 6,32

persen. Tingkat pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan

Sekolah Dasar sebanyak 3,69 persen, Sekolah Menengah Pertama

sebanyak 7,80 persen, Sekolah Menengah Atas sebanyak 10,34

persen, Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 9,51 persen,

diploma I/II/III sebanyak 7,50 persen dan universitas sebanyak

6,95 persen (www.bps.go.id).

Dari data tersebut mengindikasikan bahwa biaya

pendidikan yang begitu tinggi sejak dari taman kanak-kanak

hingga perguruan tinggi pada akhirnya hanya sebagai pemasok

pengangguran terdidik. Penganggur-penganggur tersebut bukan

Page 2: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

2

orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan,

melainkan karena ingin menjadi pekerja, sementara kesempatan

kerja terbatas (Saiman, 2009).

Salah satu jalan untuk mengatasi pengangguran di

Indonesia adalah menciptakan lapangan pekerjaan baru. Menurut

Alma (2001), semakin maju suatu negara semakin banyak orang

terdidik dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin

dirasakan pentingnya wirausaha. Pembangunan akan lebih

berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka

lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas.

Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi

pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha

itu sendiri. Sekarang ini Indonesia sedang dihadapkan pada

kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sangat

sedikit. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah pengusaha di

Indonesia pada tahun 2012 sekitar 1,56 persen dari seluruh

penduduk. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan jumlah

wirausahawan di beberapa negara yang tingkat pertumbuhan

ekonominya tinggi seperti Amerika Serikat yang merupakan

negara maju, mencapai sekitar 12 persen dan jumlah wirausaha di

Singapura juga tinggi, yaitu mencapai 7 persen (Sukandar, 2012).

Beberapa puluh tahun yang lalu ada pendapat yang

mengatakan bahwa kewirausahaan tidak dapat diajarkan. Akan

tetapi sekarang ini kewirausahaan merupakan mata pelajaran

yang dapat diajarkan di sekolah menengah atas dan berbagai

Page 3: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

3

perguruan tinggi, bahkan dijadikan sebagai kurikulum wajib

(Saiman,2009).

Salah satu sekolah yang mendapatkan mata pelajaran

kewirausahaan adalah Sekolah Menengah Kejuruan. Sebagai

bagian dari sistem pendidikan nasional, pendidikan menengah

kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan

menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan

peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu,

kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang

kerja, dan mengembangkan diri di kemudian hari. Dengan kata

lain, SMK berperan dalam mempersiapkan peserta didik agar siap

kerja, baik bekerja secara mandiri (berwirausaha) maupun

mengisi lowongan pekerjaan yang ada (Depdikbud, 1993).

Kenyataan sering dijumpai saat ini banyak lulusan SMK

yang lebih berorientasi pada pencari kerja dari pada membuka

usaha sendiri. Ada beberapa hal yang menyebabkan siswa SMK

yang tidak tertarik berwirausaha setelah lulus adalah karena tidak

mau mengambil resiko, takut gagal, tidak memiliki modal dan

lebih menyukai bekerja dengan orang lain. Alasan tersebut

bertentangan dengan tujuan individu masuk sekolah kejuruan

yang ingin cepat bekerja dan ingin membuka usaha sendiri. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa siswa tidak tertarik berwirausaha karena

kurang memiliki motivasi dan tidak memiliki semangat serta

keinginan untuk berusaha sendiri. Akibatnya individu berfikir

bahwa berwirausaha merupakan sesuatu yang sulit untuk

Page 4: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

4

dilakukan dan lebih senang untuk bekerja pada orang lain

(Wijaya, 2007).

Persepsi tentang kelayakan sangat berkaitan dengan kemampuan

diri seorang calon wirausaha. Kekuatan akan keyakinan dalam

kemampuan seseorang untuk berhasil melakukan peran dan tugas

seorang wirausaha disebut entrepreneurial self efficacy (Chen,

Greene & Crick, 1998). Penelitian oleh Scherer, Brodzinski &

Wiebe (1990) menemukan bahwa pria memiliki entrepreneurial

self efficacy yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Sedangkan

penelitian oleh Zhao, Seibert dan Hills (2005) tidak mendukung

temuan tersebut. Hasil dari penelitian Zhao, Seibert dan Hills

menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

entrepreneurial self efficacy antara pria dan wanita. Sehingga

peneliti merumuskan masalah yaitu adakah perbedaan

entrepreneurial self efficacy pada siswa SMKN 2 Salatiga

ditinjau dari jenis kelamin. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan entrepreneurial self efficacy

pada siswa SMKN 2 Salatiga ditinjau dari jenis kelamin.

TINJAUAN PUSTAKA

Entrepreneurial Self Efficacy

Entrepreneurial self efficacy berguna untuk mengukur

kekuatan keyakinan individu bahwa ia mampu berhasil

melaksanakan tugas dalam berwirausaha (Mueller,2007).

Entrepreneurial self efficacy umumnya merupakan keyakinan

Page 5: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

5

seseorang terhadap kemampuan mereka untuk mengambil

tindakan kewirausahaan (DeNoble, Jung dan Ehrlich. 1999).

Sedangkan Chen, Greene & Crick, (1998) mendefinisikan

entrepreneurial self efficacy sebagai keyakinan yang kuat

terhadap kemampuan seseorang untuk berhasil melakukan peran

dan tugas seorang wirausaha.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa

entrepreneurial self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap

kemampuan mereka untuk mengambil tindakan kewirausahaan.

Komponen Entrepreneurial Self Efficacy

DeNoble, Jung dan Ehrlich pada tahun 1999 juga

mengembangkan alat ukur entrepreneurial self efficacy. Dalam

penelitiannya, DeNoble, Jung dan Ehrlich memasukkan enam

komponen yang secara khusus terkait dengan persyaratan

ketrampilan yang harus dimiliki seseorang untuk memulai suatu

usaha. Komponen-komponen tersebut antara lain :

a. Developing new product or market opportunities

Mengembangkan produk baru atau peluang pasar,

mencakup seperangkat ketrampilan yang berkaitan dengan

penghargaan kesempatan. Ketrampilan ini akan sangat

penting bagi seorang individu yang memperhatikan

pencapaian sebuah usaha. Misalnya, orang yang percaya

pada kemampuan mereka untuk memulai sebuah usaha,

harus kreatif dalam melihat peluang untuk tetap bertahan

atau tidak bertahan dalam perubahan pasar. Mereka percaya

Page 6: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

6

bahwa produk atau peluang pasar yang mereka identifikasi

dapat menjadi landasan yang kokoh untuk memulai suatu

usaha.

b. Building an innovative environment

Membangun lingkungan yang inovatif mengacu pada

kemampuan seseorang untuk mendorong orang lain

mencoba ide baru, melakukan tindakan, dan bertanggung

jawab pada hasil mereka sendiri, serta kemampuan

seseorang untuk mendorong tindakan inovatif antara

pekerja potensial. Tantangan dalam membangun

lingkungan kerja yang dari awal dalam situasi usaha baru

jauh berbeda dari seorang manajer yang berusaha

menanamkan inovasi dalam pengaturan usaha yang sudah

berdiri lama. Pada penelitian Chen, Greene & Crick (1998)

komponen ini disebut sebagai pengambilan resiko dan

inovasi.

c. Initiating investor relationships

Memulai hubungan dengan para penyedia modal, telah

ditemukan untuk menjadi aktivitas yang penting untuk

memperoleh dana yang cukup untuk membuka suatu usaha

baru. Jenis kegiatan membuat jaringan dengan rekan usaha

merupakan bagian integral dari apa yang seseorang harus

lakukan untuk mewujudkan dan mempertahankan visi

tersebut. Tuntutan mencari dan memelihara jaringan dengan

rekan usaha ini sering kali diremehkan ketika memulai

Page 7: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

7

suatu usaha, namun ketika proses usaha dimulai, kegiatan

ini bisa sering kali memakan waktu paling banyak dan

menuntut kegiatan yang memerlukan ketrampilan yang

signifikan.

d. Defining core purpose

Mendefinisikan tujuan inti, berfungsi untuk memperjelas

dan fokus seseorang pada visi penting bahwa usaha yang

akan mereka jalankan perlu untuk menarik pekerja inti,

pekerja, dan penyedia modal. Jika seseorang percaya bahwa

ia tidak mampu menetapkan tujuan inti, tidak mungkin

mereka akan merasa termotivasi untuk memulai suatu

usaha. Fokus pada visi dan nilai-nilai dalam suatu usaha itu

dilaporkan menjadi keterampilan kritis dengan

pertumbuhan tinggi seseorang yang membuka usaha dalam

penelitian yang dilakukan oleh Eggers (dalam DeNoble,

Jung dan Ehrlich, 1999).

e. Coping with unexpected challenges

Menghadapi tantangan tak terduga, berkaitan dengan

ambiguitas atau ketidakpastian yang meliputi kehidupan

seorang dalam membuka suatu usaha. Jenis tantangan akan

terjadi dengan umpan balik dari penyedia modal yang

potensial, naik turunnya harga pasar, persyaratan untuk

dana tunai, dan masalah serupa lainnya. Transisi dari

kenyamanan suatu usaha yang ada ke dalam dunia

penciptaan usaha membutuhkan seseorang untuk

Page 8: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

8

mentoleransi kurangnya informasi, pesan yang ambigu, dan

penolakan yang akan dihadapi dalam proses usaha.

f. Developing critical human resources

Pengembangan sumber daya manusia yang kritis,

merupakan kemampuan seseorang untuk menarik dan

mempertahankan pekerja-pekerja utama sebagai bagian dari

usaha itu. Seorang individu yang memulai suatu usaha

harus menyadari kebutuhan untuk melibatkan orang lain

dalam proses penciptaan. Percaya bahwa seseorang

memiliki kemampuan untuk menarik dan mempertahankan

individu-indivdu berbakat merupakan komponen penting

dalam kegiatan usaha. Komponen sumber daya manusia

juga telah ditemukan untuk menjadi suatu keterampilan

yang dilaporkan sendiri kritis terhadap pertumbuhan tinggi

usaha di studi Eggers (dalam DeNoble, Jung dan Ehrlich,

1999).

Perbedaan Entreprenurial Self Efficacy ditinjau dari Jenis

Kelamin.

SMK merupakan salah satu sekolah menengah di

Indonesia yang mengutamakan kemampuan peserta didik untuk

dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di

lingkungan kerja, melihat peluang kerja, dan mengembangkan

diri di kemudian hari (Depdikbud, 1993). Setelah lulus, tamatan

SMK dapat bekerja sebagai pegawai di berbagai bidang industri

Page 9: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

9

ataupun dapat membuka usaha sendiri dengan menjadi

wirausahawan.

Namun, kenyataan yang sering dijumpai saat ini banyak

lulusan SMK yang lebih berorientasi pada pencari kerja dari pada

membuka usaha sendiri. Wijaya (2007) menjelaskan bahwa

beberapa hal yang menyebabkan siswa SMK tidak tertarik

berwirausaha setelah lulus yaitu karena tidak mau mengambil

resiko, takut gagal, tidak memiliki modal dan lebih menyukai

bekerja dengan orang lain. Individu berfikir bahwa berwirausaha

merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan dan lebih senang

untuk bekerja pada orang lain.

Entrepreneurial self efficacy dalam Chen, Greene & Crick

(1998) didefinisikan sebagai kekuatan akan keyakinan dalam

kemampuan seseorang untuk berhasil melakukan peran dan tugas

seorang wirausaha. Persepsi tentang kelayakan sangat berkaitan

dengan kemampuan diri seorang calon wirausaha. Beberapa teori

kewirausahaan (entrepreneurship) yakin bahwa self efficacy

memainkan peranan penting dan berpengaruh terhadap proses

pengambilan keputusan untuk memulai suatu usaha baru

(Mueller, 2007). Individu yang memiliki intensi untuk

berwirausaha atau memilih untuk menjadi wirausaha, memiliki

entrepreneurial self efficacy yang tinggi. Mereka yakin bahwa

mereka dapat berhasil dalam bidang wirausaha. Siswa SMK yang

memiliki entrepreneurial self efficacy yang tinggi setidaknya

akan memiliki intensi untuk menjadi seorang wirausahawan.

Page 10: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

10

Sebaliknya siswa yang memiliki entrepreneurial self efficacy

yang rendah akan memiliki intensi yang rendah untuk membuka

usaha sendiri (Zhao, Seibert dan Hills, 2005).

Penelitian Scherer, Brodzinski & Wiebe (1990) serta

Chen, Greene & Crick (1998) menemukan bahwa ada perbedaan

tingkat entrepreneurial self efficacy antara wanita dan pria. Pria

memiliki entrepreneurial self efficacy yang lebih tinggi dibanding

wanita. Peneliti beranggapan bahwa wanita memiliki social

support yang kurang dibanding dengan pria. Bisa jadi siswa

wanita dan siswa pria memiliki entrepreneurial self efficacy yang

berbeda karena Support sosial yang diperoleh seseorang dapat

mempengaruhi tingkat entrepreneurial self efficacy mereka.

Zhao, Seibert dan Hills (2005) menemukan bahwa tingkat

entrepreneurial self efficacy dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang salah satunya adalah social persuation. Social

persuation dapat berupa social support dari orang-orang di

sekeliling siswa terutama dari para pendidik dan orangtua. Jika

siswa mendapat dukungan dan keyakinan dari orang-orang di

sekitarnya bahwa dirinya mampu menjadi seorang wirausaha

kemungkinan besar siswa akan memiliki entrepreneurial self

efficacy yang tinggi.

Sejalan dengan penelitian di atas Mueller (2007)

menyebutkan bahwa sosial budaya juga memengaruhi perbedaan

entrepreneurial self efficacy antara wanita dan pria. Wanita dan

pria secara historis diasumsikan memiliki peran yang berbeda di

Page 11: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

11

masyarakat, dimana anak wanita dan pria memiliki perbedaan

dalam aspirasi karir, termasuk keinginan untuk menjadi

wirausahawan. Pada sistem sosial tradisional, karir menggunakan

stereotip maskulin untuk pria dan feminin untuk wanita. Yang

termasuk dalam stereotip sikap maskulin adalah ketegasan, daya

saing, kemandirian, dan agresif. Sedangkan stereotip feminin

meliputi penuh kasih sayang, tunduk, ketergantungan,

menghormati, bekerjasama, merawat dan memelihara.

Dari berbagai uraian di atas kemungkinan terdapat

perbedaan entrepreneurial self efficacy pada siswa wanita dan

siswa pria.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah uji beda. Dalam penelitian ini

terdapat satu variabel yaitu entrepreneurial self efficacy. Populasi

dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan

Teknik Komputer Jaringan dengan jumlah total 113 siswa.

Peneliti memilih subjek siswa SMK N 2 Salatiga karena tamatan

jurusan teknik komputer jaringan di SMK Negeri 2 Salatiga

memiliki peluang yang besar untuk menjadi wirausahawan.

Namun dari hasil penelusuran tamatan alumni SMKN 2 Salatiga

jurusan teknik komputer jaringan pada tahun 2011/2012 hanya

9,8 persen yang membuka usaha sendiri. Selain itu jumlah siswa

laki-laki dan siswa perempuan pada jurusan ini yang hampir

seimbang dirasa tepat digunakan sebagai subjek penelitian.

Page 12: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

12

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan sampling jenuh.

Tingkat entrepreneurialself efficacy di ukur dengan skala

psikologis entrepreneurial self efficac. Skala entrepreneurial

self efficacy yang digunakan dimodifikasi dari skala

entrepreneurial self efficacy dari DeNoble, Jung dan Ehrlich

(1999). Skala entrepreneurial self efficacy ini memiliki 42 item.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan

entrepreneurial self efficacy pada siswa SMKN 2 Salatiga

ditinjau dari jenis kelamin”.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik uji

beda Independent Sample T-test. Perhitungan dalam analisis ini

dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer

Statistical Product and Servise Solution (SPSS) version 17.0 for

windows.

HASIL PENELITIAN

Analisis Deskriptif

Dari hasil penelitian menunjukkan skor entrepreneurial

self efficacy pada siswa laki-laki yang berada pada kategori

sedang sebanyak 17 siswa, 38 siswa berada pada kategori tinggi,

dan 8 siswa berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan skor

entrepreneurial self efficacy pada siswa wanita yang berada pada

kategori sedang sebanyak 24 siswa, 21 siswa berada pada

Page 13: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

13

kategori tinggi, dan 5 siswa berada pada kategori sangat tinggi.

Selain itu berdasarkan pengalaman berwirausaha menunjukkan

bahwa dari 63 subjek laki-laki yang memiliki pengalaman

berwirausaha ada 19 orang. Sedangkan ada subjek perempuan

dari 50 subjek perempuan ada 7 orang yang memiliki pengalaman

berwirausaha.

Hasil analisis data juga dapat diketahui kategori skor tiap

aspek entrepreneurial self efficacy pada siswa laki-laki dan siswa

perempuan. Entrepreneurial self efficacy memiliki enam aspek

yaitu developing new product or market opportunities, building

an innovative environment, initiating investor relationships,

defining core purpose, coping with unexpected challenges,

developing critical human resources. Data tiap aspek yang telah

terkumpul diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu : sangat

tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Hasilnya aspek

coping with unexpected challenges merupakan aspek yang

memiliki skor terendah diantara kelima aspek lainnya. Sedangkan

aspek developing new product or market opportunities mendapat

urutan terendah setelah aspek coping with unexpected challenges.

Selain kedua aspek tersebut juga terdapat aspek initiating investor

relationships dan developing critical human resources yang

memiliki skor rendah. Tabel skor keenam aspek entrepreneurial

self efficacy pada siswa laki-laki dan siswa perempuan dapat

dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Page 14: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

14

Tabel 1

Kategori skor aspek entrepreneurial self efficacy

No. Aspek

Laki-laki

Sangat

rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

tinggi

1

Developing

new product

or market

opportunities

- - 12 77 24

2

Building an

innovative

environment

- - - 18 95

3

Initiating

investor

relationships

- - 7 88 18

4 Defining core

purpose - - 5 76 32

5

Coping with

unexpected

challenges

- 1 22 75 15

6

Developing

critical human

resources

- - 3 86 24

Uji Beda

Berdasarkan hasil perhitungan uji beda Independent Sample

T-test diketahui nilai F (equal variances assumed) 0,685 dengan

nilai signifikansi sebesar (Sig) 0,410 (p>0,05) berarti populasi

dalam penelitian ini memiliki varians yang sama, sehingga uji t

dibaca berdasarkan baris equal variances assumed dengan nilai t

= 0,572 dengan nilai signifikansi 0,568 lebih besar dari 0,05 yang

berarti tidak ada perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy yang

signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Page 15: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

15

PEMBAHASAN

Hasil analisa menunjukan bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan tingkat entrepreneurial self efficacy pada siswa

laki-laki dan siswa perempuan. Hasil penelitian ini didukung

dengan penelitian Zhao, Seibert dan Hills (2005) yang

menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

entrepreneurial self efficacy antara pria dan wanita. Pada

penelitian Zhao, Seibert dan Hills menggunakan sampel

mahasiswa lulusan MBA yang selama 2 tahun terakhir mendapat

pelatihan akademik dalam bidang bisnis. Menurut Zhao, Seibert

dan Hills pengalaman belajar formal menghilangkan perbedaan

entrepreneurial self efficacy pada laki-laki dan wanita yang

ditemukan dalam studi sebelumnya dengan menggunakan sampel

sarjana atau mahasiswa non-bisnis. Di sisi lain dapat dikatakan

bahwa waktu telah berubah. Dalam masyarakat modern saat ini

perbedaan antara laki-laki dan wanita sudah tidak eksis lagi.

Nampaknya hal tersebut juga terjadi di SMK Negeri 2

Salatiga dimana seluruh siswanya baik laki-laki maupun wanita

sama-sama telah dibekali dengan pendidikan kewirausahaan

sehingga entrepreneurial self efficacy antara siswa laki-laki dan

siswa wanita tidak mengalami perbedaan.

Mata pelajaran kewirausahaan ini merupakan program

akademik formal yang diberikan pada jenjang pendidikan

Sekolah Menengah Kejuruan. Mata pelajaran kewirausahaan

memiliki dampak positif terhadap siswa untuk memulai sebuah

Page 16: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

16

usaha wiraswasta (Saiman, 2009). Pembelajaran kewirausahaan

dapat menghasilkan perilaku wirausaha dan jiwa kepemimpinan

yang sangat terkait dengan cara mengelola usaha untuk

membekali peserta didik agar dapat berusaha secara mandiri.

Mata pelajaran kewirausahaan bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagi berikut yaitu ; memahami dunia

usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di

lingkungan masyarakat, berwirausaha dalam bidangnya,

menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya, serta

mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.

Ruang lingkup mata pelajaran kewirausahaan di SMK

meliputi aspek-aspek yaitu sikap dan perilaku wirausaha,

kepemimpinan dan perilaku prestatif, solusi masalah, serta

pembuatan keputusan. Standar kompetensi mata pelajaran

pendidikan kewirausahaan di SMKN 2 Salatiga yaitu :

mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausaha, menunjukkan

sikap pantang menyerah dan ulet, mengelola konflik, membangun

visi dan misi usaha, menganalisis peluang usaha, menganalisis

aspek-aspek perencanaan usaha, menyusun proposal usaha,

mempersiapkan pendirian usaha, menganalisis resiko

menjalankan usaha, menjalankan usaha kecil, serta mengevaluasi

hasil usaha.

Para pendukung penyelenggara pendidikan kewirausahaan

juga berpendapat bahwa pada usia sedini mungkin siswa harus

diarahkan dan dipersiapkan untuk karier masa depan mereka

Page 17: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

17

terutama sebagai remaja. Selain itu keinginan pertama untuk

berwirausaha terbentuk pada tingkat sekolah menengah. Remaja

pada usia ideal ini yang memperoleh pengetahuan tentang

kewirausahaan memiliki entrepreneurial self efficacy yang tinggi

dan mendorong sikap positif untuk menuju kewirausahaan

(Wilson, Kickul, dan Marlino 2007).

Selain pendidikan kewirausahaan, SMKN 2 Salatiga juga

memiliki unit produksi. Unit produksi “Karya ESEMKA” pada

jurusan Teknik Jaringan Industri ini memproduksi perakitan

laptop, pemasangan perangkat, merancang jaringan, memperbaiki

jaringan, membuat server jaringan, membagi IP komputer,

program game, karikatur animasi, editing foto, serta membuat

program java. Secara tidak langsung baik siswa wanita maupun

siswa laki-laki dapat belajar berwirausaha melalui unit produksi

yang ada di sekolah. Para siswa diajarkan untuk menciptakan

suatu produk atau jasa di bidang komputer serta bagaimana cara

memasarkan produk atau jasa mereka.

Unit produksi sebagaimana yang dituangkan oleh

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bahwa unit produksi

di sekolah adalah : Suatu proses kegiatan usaha yang di lakukan

di sekolah, bersifat bisnis (profit oriented) dengan para pelaku

warga sekolah, mengoptimalkan sumber daya sekolah dan

lingkungan, dalam berbagai bentuk unit usaha sesuai dengan

kemampuan yang di kelola secara profesional. Unit Produksi

berfungsi untuk memproduksi barang dan jasa dengan

Page 18: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

18

memanfaatkan semua sumber daya yang ada di sekolah dan

lingkungannya.

Melalui data yang telah diperoleh terdapat 26 subjek

yang telah memiliki pengalaman berwirausaha. Pengalaman

berwirausaha yang dialami pada setiap subjek tentunya berbeda-

beda. Ketika subjek mengalami keberhasilan dalam

pengalamannya berwirausaha maka dapat meningkatkan

entrepreneurial self efficacy yang dimilikinya. Terlebih lagi jika

keberhasilan tersebut didapat dengan melalui hambatan yang

besar dan merupakan perjuangan sendiri, maka hal itu akan

membawa pengaruh pada peningkatan entrepreneurial self

efficacy seseorang. Akan tetapi jika subjek merasakan kegagalan

dalam pengalamannya berwirausaha maka dapat menurunkan

entrepreneurial self efficacy yang dimilikinya. Pengalaman

berwirausaha merupakan sumber entrepreneurial self efficacy

yang berupa enactive mastery experiences.

Menurut Zhao, Seibert dan Hills (2005) enactive mastery

experiences merupakan informasi yang paling berpengaruh

karena menyediakan bukti yang paling otentik berkenaan dengan

kemampuan seseorang dalam melakukan tugas wirausaha. Hasil

yang dicapai oleh seseorang dalam pengalamannya berwirausaha

adalah informasi yang penting karena langsung berhubungan

dengan pengalaman pribadi seseorang. pengalaman yang telah

dilalui oleh seseorang yang dapat meningkatkan maupun

menurunkan entrepreneurial self efficacy. pengalaman

Page 19: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

19

keberhasilan yang sering didapatkan seseorang akan

meningkatkan entrepreneurial self efficacy yang dimiliki

seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan

entrepreneurial self efficacy seseorang. Sebagai contoh, enactive

mastery experiences dapat diperoleh siswa melalui kegiatan

berwirausaha mandiri di luar tugas sekolah. Sedangkan di dalam

sekolah enactive mastery experiences dapat diperoleh melalui

latihan simulasi bisnis, studi kasus persaingan usaha, bahkan

penyediaan modal usaha bagi siswa.

Selain dengan enactive mastery experiences, masih

terdapat tiga sumber entrepreneurial self efficacy juga dapat

mempengaruhi entrepreneurial self efficacy. Pertama adalah role

modelling and vicarious experiences yaitu pengalaman

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu

dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan

entrepreneurial self efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas

yang sama. Role modelling and vicarious experiences dapat

diperoleh dengan mendatangkan tokoh wirausaha yang sukses

sehingga siswa dapat belajar langsung dari pengalaman sang

tokoh, atau juga dapat diperoleh dengan bekerja dengan seorang

wirausaha dalam suatu proyek melalui program “magang”. Kedua

social persuation yaitu nformasi tentang kemampuan yang

disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh

biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup

mampu melakukan suatu tugas. Pendidik dapat menggunakan

Page 20: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

20

social persuation untuk meningkatkan entrepreneurial self

efficacy siswa ketika sedang mengevaluasi siswa, atau ketika

memberi mentoring siswa tentang tujuan karir mereka. Ketiga

adalah physiological and emotional states dimana kecemasan dan

stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas

sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Entrepreneurial self

efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan

kecemasan, sebaliknya entrepreneurial self efficacy yang rendah

ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

Strategi coping dapat membantu siswa untuk mempertahankan

motivasi dan kontrol terhadap pekerjaan yang berhubungan

dengan kecemasan yang menyebabkan harapan keberhasilan

lebih tinggi.

Dari hasil pengukuran entrepreneurial self efficacy juga

menunjukkan bahwa aspek coping with unexpected challenges

memiliki skor yang paling bawah diantara ke lima aspek lainnya.

Coping with unexpected challenges berkaitan dengan ambiguitas

atau ketidakpastian yang meliputi kehidupan seseorang dalam

membuka suatu usaha. Dapat dikatakan bahwa aspek coping with

unexpected challenges merupakan keyakinan seseorang terhadap

kemampuannya untuk menghadapi tantangan yang tak terduga

dalam kehidupan berwirausaha. Nampaknya dalam hal ini baik

siswa laki-laki maupun siswa perempuan kurang memiliki

kepercayaan bahwa dirinya mampu untuk menghadapi tantangan

dan ketidakpastian hidup dalam berwirausaha.

Page 21: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

21

Sementara itu aspek developing new product or market

opportunities memiliki skor terbawah kedua dari aspek coping

with unexpected challenges. Aspek developing new product or

market opportunities merupakan keyakinan seseorang terhadap

kemampuannya dalam mengembangkan produk baru,

menganalisis peluang pasar, serta ketrampilan dalam

memanfaatkan kesempatan yang datang. Dalam hal ini baik siswa

laki-laki maupun perempuan sama-sama merasa kurang memiliki

kepercayaan akan kemampuannya dalam menganalisis peluang

pasar, mengembangkan produk baru, serta ketrampilan

memanfaatkan peluang yang datang.

Selain kedua aspek tersebut di atas juga terdapat aspek

initiating investor relationship dan defining core purpose yang

memiliki skor sedang. Initiating investor relationship merupakan

keyakinan akan kemampuan dalam mengembangkan hubungan

dengan para penyedia modal. Sedangkan defining core purpose

merupakan keyakinan terhadap kemampuan dalam menetapkan

tujuan inti serta fokus pada visi misi didirikannya sebuah usaha.

Page 22: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

diuraikan sebelumnya, data disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada perbedaan yang signifikan entrepreneurial self

efficacy antara siswa laki-laki dan siswa perempuan pada

siswa SMKN 2 Salatiga.

2. Rerata siswa laki-laki dan rerata siswa wanita sama-sama

berada pada kategori tinggi.

3. Aspek coping with unexpected challenges memiliki skor

terendah.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis

memberi saran sebagai berikut ;

1. Bagi siswa

Siswa yang memiliki tingkat entrepreneurial self

efficacy yang sangat tinggi dapat dipertahankan. Sedangkan

siswa yang memiliki entrepreneurial self efficacy yang

masih sedang dapat ditingkatkan dengan lebih aktif dalam

mengikuti kegiatan yang diadakan di sekolah yang dapat

melatih jiwa kewirausahaan serta meningkatkan keyakinan

diri bahwa dirinya mampu menghadapi berbagai tantangan

dalam berwirausaha.

2. Bagi sekolah

Sekolah dapat lebih meningkatkan keyakinan diri

siswa yang masih memiliki tingkat entrepreneurial self

efficacy yang masih sedang dalam kaitannya dengan

Page 23: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

23

kemampuannya menghadapi berbagai tantangan dalam

berwirausaha yang dapat dilakukan melalui berbagai

macam kegiatan seperti latihan berwirausaha, melakukan

mentoring pada siswa dalam berwirausaha , memotivasi

siswa, mendatangkan tokoh wirausahawan yang telah

berhasil, hingga pemberian pinjaman modal usaha.

3. Penelitian selanjutnya

Bagi peneliti lain yang memiliki keinginan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan tingkat

entrepreneurial self efficacy pada siswa sekolah, maka untuk

penelitian selanjutnya dapat mengambil sampel dari sekolah-

sekolah lain. Selanjutnya peneliti juga dapat mempertimbangkan

untuk menggunakan faktor lain seperti desicion making, cognitive

style, entrepreneurial education.

Page 24: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

24

DAFTAR PUSTAKA

Alma, B. (2010). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Suatu pendekatan

Praktek. Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka

Pelajarakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta:

Pustaka Belajar

BPS. (2011). Berita Resmi Statistik. Available (online)

http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf. Diunduh

tanggal 4 September 2012

Chen, C. C., Greene, P. G., & Crick, A. (1998). Does

entrepreneurial self-efficacy distinguish entrepreneurs from

managers? Journal of Business Venturing, 13, 295–316.

Dagun, S.M. (1992). Maskulin dan feminin : perbedaan pria-

wanita dalam fisiologi, psikologi, sexual, karier dan masa

depan. Jakarta: Rineka Cipta

DeNoble, A., D. Jung, & S. Ehrlich. (1999). Entrepreneurial self

efficacy: the development of a measure and its relationship

to entrepreneurial action. In Frontiers of entrepreneurship

research. Wellesey, MA: Babson College. Diunduh dari

http://fusionmx.babson.edu/entrep/fer/papers99/I/I_C/IC%2

0Text.htm

Depdikbud, (1993). Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK). Jakarta: Depdikbud

Page 25: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

25

Forbes, D. P. (2005). The effects of strategic decision making on

entrepreneurial self efficacy. Journal of Entrepreneurship

Theory and Practice, 599-626.

Hadi, S. (1991). Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan

Penerbit Fakultas Psikologi UGM

McGee, J., M. Peterson. (2009). "Entrepreneurial Self Efficacy:

Refining the Measure. Journal of Entrepreneurship Theory

and Practice 33 (4): 965-988.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (1992). Psikologi

Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mueller, S.L. (2007). Gender-role orientation as a determinant of

entrepreneurial self efficacy. Journal of Development

Entrepreneurship, Vol.13,No.1, 3-20.

Pihie, Z. A. L., & A. Bagheri (2010). Entrepreneurial attitude and

entrepreneurial efficacy of technical secondary school

students. Journal of Vocational Education and Training,

Vol.62, No.3, September 2010, 351-366.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2002). Kamus

Besar Bahasa Inodesia. Jakarta : Balai Pustaka

Priyatno, D. (2010). Teknik Mudah dan Cepat Melakukan

Analisis Data Penelitian. Yogyakarta: Gava Media

Saiman, L. (2009). Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Scherer, R. F., Brodzinski, J. D., & Wiebe, F. A. (1990).

Entrepreneur career selection and gender: A socialization

approach. Journal of Small Business Management, 28, 37–

44.

Page 26: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

26

Sears, D. O dan Peplau, L. A. (1999). Psikologi Sosial: Jilid 2.

Jakarta: Erlangga.

Seqiera, JM, JE McGee & SL Mueller (2005). Entrepreneurial

Self-Efficacy: Refining the Measure. Journal of

Entrepreneurship Theory and Practice, Baylor University.

Sugiyono. (2010). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukandar, D. (2012). Menjadi Wirausahawan. Available (online)

http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/08/20/men

jadi-wirausahawan-dan-mendirikan-pt/. Diunduh tanggal 4

September 2012

Suriani. (2011). Mengubah Pengangguran Menjadi Potensi

Negara. Available (online)

http://makassar.antaranews.com/berita/27838/mengubah-

pengangguran-jadi-potensi-negara). Diunduh tanggal 23

Desember 2011

Suryabrata, S. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.Raja

Grafindo

Suryadi. (2006). Pengembangan Sistem dan Kurikulum

Pendidikan Kejuruan. Available

(online)http://sipil.upi.edu/direktori/Direktori/MATERI%2

0KULIAH/Dedi%20Suryadi%2C%20Drs.%20%2C%20M

Pd./Artikel/Mkl-Semnasfptk06.pdf). Diunduh tanggal 18

februari 2012

Urban, B. (2006). Entrepreneurial self efficacy in a multicultural

society: measures and etnich differences. Journal of

industrial psychology 32, no.1:2-10

Wijaya, T. (2007). Hubungan adversity intelligence dengan

intensi berwirausaha (studi empiris pada siswa SMKN 7

Yogyakarta) Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol.9,

No.2, September 2007: 117-127.

Page 27: Perbedaan Entrepreneurial Self Efficacy pada …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2464/2/T1...dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMKN 2 Salatiga Jurusan Teknik Komputer

27

Wilson, F., J. Kickul, & Marlino. D. (2007). Gender,

entrepreneurial self efficacy, and entrepreneurial career

intentions: Implications for entrepreneurship education.

Journal of Entrepreneurship Theory and Practice 31, no.3:

387-401.

Zhao, H, SE Seibert & GE Hills (2005). The mediating role of

self-efficacy in the development of entrepreneurial

intentions. Journal of Applied Psychology, 90(6), 1265–

1272.