bab ii kajian pustaka 2.1 entrepreneurial marketing (em) · 2017. 4. 11. · 55 bab ii kajian...

36
55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam usaha kecil dan usaha baru (new and small ventures) menghadapi beberapa tantangan yang selama ini dapat diatasi dengan pendekatan kewirausahaan pada pemasaran. Pemasaran (marketing) dan kewirausahaan (entrepreneurship) telah dianggap secara tradisional sebagai dua bidang studi yang berbeda. Istilah “entrepreneurial” bisa ditafsirkan sebagai orientasi strategik yang memengaruhi fungsi organisasi pemasaran. Entrepreneurship adalah kata sifat yang menggambarkan pendekatan pemasaran yang mencakup peluang pasar dalam hal pelaksanaan yang efektif tentang harga, tempat, promosi, dan strategi produk yang dikenal dengan singkatan 4P, serta berani mengambil risiko, inovatif, dan proaktif (Kraus et.al., 2009). Beberapa definisi EM, di antaranya dinyatakan oleh Backbro and Nystrom (2006) bahwa EM merupakan upaya untuk membangun dan mempromosikan ide- ide pasar saat mengembangkan pasar baru untuk menciptakan nilai. Sementara Hill and Wright (2000) menyatakan bahwa EM merupakan pemasaran perusahaan kecil yang berkembang melalui kewirausahaan. Di pihak lain pendapat Miles and Darroch (2006), EM adalah sebuah pertalian dalam proses pemasaran yang menekankan pada penciptaan atau penemuan, evaluasi, dan eksploitasi terhadap peluang. Kraus dkk. (2009) mengusulkan definisi baru pemasaran kewirausahaan: "Pemasaran Wirausaha adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk

Upload: others

Post on 24-Nov-2020

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

55

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Entrepreneurial Marketing (EM)

Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam usaha kecil dan usaha baru

(new and small ventures) menghadapi beberapa tantangan yang selama ini dapat

diatasi dengan pendekatan kewirausahaan pada pemasaran. Pemasaran

(marketing) dan kewirausahaan (entrepreneurship) telah dianggap secara

tradisional sebagai dua bidang studi yang berbeda. Istilah “entrepreneurial” bisa

ditafsirkan sebagai orientasi strategik yang memengaruhi fungsi organisasi

pemasaran. Entrepreneurship adalah kata sifat yang menggambarkan pendekatan

pemasaran yang mencakup peluang pasar dalam hal pelaksanaan yang efektif

tentang harga, tempat, promosi, dan strategi produk yang dikenal dengan

singkatan 4P, serta berani mengambil risiko, inovatif, dan proaktif (Kraus et.al.,

2009). Beberapa definisi EM, di antaranya dinyatakan oleh Backbro and Nystrom

(2006) bahwa EM merupakan upaya untuk membangun dan mempromosikan ide-

ide pasar saat mengembangkan pasar baru untuk menciptakan nilai. Sementara

Hill and Wright (2000) menyatakan bahwa EM merupakan pemasaran perusahaan

kecil yang berkembang melalui kewirausahaan. Di pihak lain pendapat Miles and

Darroch (2006), EM adalah sebuah pertalian dalam proses pemasaran yang

menekankan pada penciptaan atau penemuan, evaluasi, dan eksploitasi terhadap

peluang.

Kraus dkk. (2009) mengusulkan definisi baru pemasaran kewirausahaan:

"Pemasaran Wirausaha adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

56

membuat, berkomunikasi, serta memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk

mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan para

pemangku kepentingan, dan yang ditandai dengan inovasi, proaktif mengambil

risiko, dan mungkin dilakukan tanpa sumber daya saat ini dikendalikan."

Entrepreneurial Marketing merupakan metode pemasaran interaktif, yang bekerja

erat dengan konsumen dan menggunakan komunikasi berita dari mulut ke mulut

untuk menemukan konsumen baru. Jiwa wirausaha membuat seseorang mudah

terbentuk menjadi tenaga pemasar yang tangguh, sangat peka terhadap

perkembangan lingkungan dengan cepat ditangkap sebagai kesempatan pasar

yang terbuka untuk menciptakan produk yang akan ditawarkan di pasar.

Beberapa definisi tersebut masih dianggap lebih umum dalam aplikasinya

(Morrish and Deacon, 2009; Kurgun et al., 2011). Di samping itu EM acap kali

diartikan sebagai kegiatan pemasaran di dalam perusahaan yang berukuran kecil

dan sangat peduli terhadap sumber daya yang terbatas sehingga perusahaan

tersebut harus lebih kreatif. Secara lebih luas, Kotler (2010) mengemukakan

bahwa agar pemasaran pada saat ini dapat berjalan secara efektif, maka disiplin

pemasaran membutuhkan strategi yang berbeda pada setiap tingkatan dan keadaan

yang berbeda. Pendapat ini mengandung makna bahwa diperlukan upaya-upaya

yang penuh inovatif dan proaktif dan berani menanggung risiko pada situasi bisnis

yang selalu berubah dan tidak menentu. Dengan demikian, EM didefinisikan

sebagai identifikasi yang bersifat proaktif serta pemanfaatan peluang untuk

memperoleh dan mempertahankan pelanggan secara menguntungkan melalui

pendekatan yang bersifat inovatif terhadap manajemen risiko (risk management),

penggunaan sumber daya, dan penciptaan nilai. EM menggambarkan tersedianya

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

57

peluang pasar, yaitu pemasar secara proaktif mencari cara-cara baru dan unik

untuk menciptakan values bagi pelanggan sehingga tercipta hubungan yang

menguntungkan dan berjangka panjang. Pemasar tidak lagi bergantung kepada

sumber daya yang saat ini dimiliki. Begitu juga, inovasi yang berhubungan

dengan produk dan pasar mencerminkan tanggung jawab utama dari pemasaran

dan selanjutnya dapat menciptakan sustainable competitive advantages (Morris et

al., 2002).

Teori yang mendasari EM pada dasarnya adalah gabungan dari teori

entrepreneurship dan skema teoretis dari disiplin pemasaran. Sehubungan dengan

itu, EM dapat diaplikasikan dalam semua kombinasi yang baik dalam organisasi

profit dan non profit (Morris et al., 2002) sehingga muncul istilah social

entreprenueurship dan public sector entrepreneurship. Di samping itu, juga dapat

diaplikasikan, baik pada organisasi mikro maupun makro. Pada level mikro, EM

diaplikasikan oleh organisasi secara individu, sedangkan pada level makro

dilakukan oleh serangkaian organisasi yang membentuk value added chain, group

industry, dan atau aliansi strategis yang terdiri atas berbagai jenis industri.

Mort et al. (2012) menyatakan bahwa ada empat dimensi EM, yaitu

opportunity creation, customer intimacy based innovative products, resource

enhancement, dan legitimacy. Sementara itu, pendapat dari Morris et al. (2002)

menyatakan ada tujuh dimensi entrepreneurial marketing yaitu risk taking.

proactivenes, opportunity- focused (opportunity-driven), innovativeness, customer

intensity, resource leveraging dan value creation. Dimensi-dimensi dari tersebut

didukung oleh hasil penelitian Miles and Darroch (2006), dan juga hasil penelitian

Morrish and Deacon (2009).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

58

Dalam penelitian ini, ada 7 (tujuh) dimensi yang mendasari EM

digunakan, yang merupakan perpaduan antara entrepreneurship dan marketing.

Tiga dari dimensi yaitu: pengambilan risiko, proaktif dan fokus pada peluang

adalah diambil dari pengertian entrepreneurial orientation (Lumpkin and Dess,

1996). Dimensi keempat dan kelima yaitu fokus pada inovasi (Innovativeness) dan

memanfaatkan sumber daya yang juga merupakan dimensi yang ada pada

Entrepreneurial marketing Morris et al. (2002). Dua dimensi terakhir yaitu

intensitas pada pelanggan dan penciptaan nilai adalah berkaitan dengan makna

market orientation dari perusahaan (Jaworski and Kohli, 1998). Selanjutnya

dijelaskan masing-masing dimensi dalam EM.

1) Risk-taking (Pengambilan Risiko)

Dalam hubungannya dengan pencarian peluang dalam lingkungan yang

tidak menentu, pemasar akan membuat perkiraan risiko yang mungkin akan

terjadi. Risiko berhubungan dengan berbagai kebijakan pengelolaan sumber daya,

antara lain pemilihan jenis produk, penentuan proses, pelayanan, atau pasar yang

akan ditargetkan. Lebih lanjut, sumber daya ini akan dikelola sedemikian rupa

sehingga dapat menghasilkan return yang tinggi dengan biaya yang efisien. Cara

yang dapat ditempuh, antara lain adalah mengadakan kerja sama pemasaran

dengan perusahaan lain, seperti mengadakan aliansi strategis, oursourcing. Cara-

cara seperti ini bisa jadi bertentangan dengan cara pemasaran secara konvensional,

yaitu mengurangi risiko dengan mengoptimalkan penjualan dari pelanggan yang

ada saat ini saja dengan mengedepankan promosi.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

59

2) Proactiveness (Proaktif)

Sejauh ini telah dipahami secara umum bahwa industri dan pasar adalah

kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan

memproduksi, menjual, dan mendistribusikan produk yang ditawarkan. Di

samping itu ditambah dengan meningkatnya persaingan maka perusahaan akan

secara terus menerus mencari jalan untuk memperoleh daya saing

(competitiveness) melalui perubahan yang lebih baik dalam metode produksi,

penjualan, dan distribusi. Berdasarkan pendekatan konvensional, diketahui bahwa

fungsi pemasaran bersifat responsif, yaitu mempelajari dan memahami kondisi

sekarang serta kecenderungan perubahannya dan selanjutnya membuat

rekomendasi sehingga perusahaan mampu memanfaatkan kondisi tersebut. Jadi,

dalam hal ini tampak adanya pengaruh luar terlebih dahulu yang memengaruhi

perubahan internal.

Karena sifatnya yang responsif, perusahaan berfokus pada bagaimana

merespons kebutuhan nyata pelanggan sehingga terdapat kecenderungan tidak

mengembangkan produk baru untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang tidak

diidentifikasi dengan jelas atau kebutuhan yang muncul kemudian secara tiba-tiba

(Hamel and Prahalad, 1994). Di sinilah diperlukan EM, yaitu suatu pendekatan

yang bermuatan sikap proactive dan aggressive terhadap inovasi untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan yang ada sekarang dan yang baru muncul yang sebelumnya

tidak dinyatakan dengan jelas oleh pelanggan (Miller and Friesen, 2003).

Pada dasarnya EM tidak mempertimbangkan faktor eksternal sebagai

sesuatu yang terjadi apa adanya (given) sedemikian rupa sehingga selanjutnya

perusahaan bereaksi dan menyesuaikan diri dengan faktor internal tersebut (Gima

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

60

and Ko, 2001). Sikap proaktif adalah sikap mengambil inisiatif tindakan lebih

awal untuk memengaruhi dan mengambil manfaat atas suatu keadaan tertentu.

Sikap proaktif memandang kondisi lingkungan sebagai horizon, yaitu pemasar

selalu berusaha memandang kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga dapat

mengurangi ketidakpastian dan ketergantungan perusahaan terhadap kondisi yang

berbahaya, bahkan mengambil manfaat dari kondisi itu. Sehubungan dengan itu,

pemasar menyusun strategi manajemen untuk mengelola kondisi lingkungan, baik

secara sendiri-sendiri maupun secara bekerja sama dengan network partners

sehingga dapat mengubah sedemikian rupa dan memberikan peluang perusahaan

untuk merancang kapan, di mana, dan bagaimana perusahaan bersaing. Dengan

demikian, variabel pemasaran bukan saja sebagai variabel yang memengaruhi

perubahan, melainkan juga sebagai variabel yang dapat diubah untuk menciptakan

peluang (Morris et al., 2002). Terobosan semacam ini diperlukan untuk

menghadapi tekanan pasar sehingga perusahaan dapat mengendalikan, bukan

dikendalikan oleh pelanggan (Hamel and Prahalad, 1992). Akan tetapi, kerugian

yang muncul akibat dari dengan customer-leading orientation ini adalah produk

yang diluncurkan mungkin mengalami kegagalan, baik karena ketertinggalan

teknologi maupun karena tidak diterima oleh pasar karena kebutuhan pasar yang

berubah (Slater and Narver, 1996).

3) Opportunity-Focus (Fokus pada Peluang)

Pada dasarnya terdapat dua macam pendekatan manajemen, yaitu

pendekatan yang bersifat administratif dan pendekatan yang bersifat

entrepreneurial (Lumpkin and Dess, 1996). Pendekatan yang bersifat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

61

administratif menekankan pentingnya efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya

yang dimiliki saat ini, sedangkan pendekatan yang bersifat entrepreneurial

mengutamakan pemanfaatan peluang terlepas dari sumber daya yang dimiliki.

Jadi, pengakuan dan pemanfaatan peluang merupakan dasar dari entrepreneurship

dan selanjutnya menjadi dimensi utama dari EM.

Peluang (opportunity) pada dasarnya mencerminkan celah pasar yang

merupakan sumber potensi untuk menghasilkan laba bilamana celah pasar tersebut

dimanfaatkan. Bagaimana memahami pasar yang tidak menentu ini dan

bagaimana memanfaatkannya merupakan inti dari EM. Tersedianya peluang

cenderung memiliki kaitan langsung dengan tingkat perubahan kondisi

lingkungan. Oleh karena itu, timbul kebutuhan pemasar untuk melibatkan diri,

baik dalam kegiatan search maupun discovery (Morri et al., 2002). Lebih lanjut,

pemanfaatan peluang bermakna bahwa pemasar memerlukan proses pembelajaran

dan adaptasi yang terus-menerus serta dan berkesinambungan, baik sebelum,

selama, maupun sesudah implementasi secara nyata konsep inovasi. Selanjutnya,

Morris et al. (2002) mengatakan bahwa sampai sejauh ini perhatian cendekiawan

pemasaran lebih banyak kepada masalah aktivitas pemetaan kondisi lingkungan

(environmental scanning activities). Artinya, kurang menekankan perhatian pada

masalah identifikasi dan pemanfaatan peluang (identification and pursuit of

opportunity). Bagi EM, kebutuhan akan fokus eksternal dan environmental

scanning activities dipandang sebagai sesuatu yang penting, tetapi hal ini saja

tidak cukup.

Identifikasi dan pemanfaatan peluang perlu juga didekati secara lebih

khusus sebagai suatu proses yang kreatif. Aktivitas scanning dapat membantu

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

62

mengidentifikasi kecenderungan dan perkembangan. Akan tetapi, kemampuan

untuk memahami keadaan secara nyata yang mencerminkan keadaan pasar yang

tidak menentu membutuhkan kreativitas tertentu. Lebih lanjut, Hamel and

Prahalad (1992) menyatakan bahwa pemasar harus dapat mengembangkan

peluang yang terbentang secara horizon jauh melebihi apa yang dipaksakan oleh

pelanggan. Selain itu, juga dapat menghindar dari tekanan pasar saat ini (escaping

the tyranny of the served market).

4) Innovativeness (Inovasi)

Wu et al. (2008) menyatakan bahwa inovasi didefinisikan sebagai suatu

ide, suatu produk atau suatu proses, atau sistem yang dianggap baru. Sementara

menurut Hitt et al. (1997) dan Tidd (2009), inovasi didefinisikan sebagai

membuka pintu baik secara global maupun keunggulan kompetitif internasional

melalui: penciptaan pasar dengan produk baru atau unik, menyediakan sumber

daya yang diperlukan untuk mengembangkan produk melalui pembelajaran dan

menciptakan nilai-nilai baru yang membentuk lingkungan yang kompetitif.

Menurut Kotler and Keller (2012), inovasi adalah barang, jasa atau ide yang

beberapa orang mempersepsikan sebagai sesuatu yang baru, tidak peduli berapa

lamanya sejarahnya, sedangkan Wang and Ahmed (2004) menyatakan inovasi

perusahaan sebagai keseluruhan kemampuan inovatif untuk memperkenalkan

produk baru ke pasar, atau membuka pasar baru, melalui penggabungan orientasi

strategis dengan perilaku inovatif dan proses. Oslo Manual (2005) menyatakan

innovation is the implementation of a new or significantly improved product (good

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

63

or service), or process, a new marketing method, or a new organizational method

in business practices, workplace organization or external relations.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, inovasi dapat dikatakan penciptaan

pasar dengan produk baru atau unik, menyediakan sumber daya yang diperlukan

untuk mengembangkan produk melalui pembelajaran, dan menciptakan nilai-nilai

baru yang membentuk lingkungan yang kompetitif.

5) Value Creation (Penciptaan Nilai)

Inti pemasaran adalah pertukaran dan perkembangan dewasa ini ditambah

dengan pentingnya hubungan (relationship). Namun, inti entrepreneurial

marketing adalah innovative value creation dengan asumsi bahwa value creation

merupakan syarat yang mendasar sebelum terjadinya pertukaran dan relationship.

Tugas marketer itu adalah mencari sumber daya yang belum digunakan dan

menciptakan kombinasi yang unik atas sumber daya untuk menciptakan values.

Dalam pasar yang dinamis, the value creation harus didefinisikan secara terus-

menerus (Srivastava et al., 1999). Tanggung jawab pemasar secara terus-menerus

adalah memanfaatkan segala sumber daya, baik yang ada maupun yang belum

ada, untuk menciptakan values. Dengan demikian, jumlah value baru yang

dihasilkan merupakan sebagai ukuran sejauh mana pemasar mampu menghasilkan

inisiatif pemasaran.

6) Customer-Intensity (Intensitas pada pelanggan)

Aktivitas EM jauh melampaui perspektif konvensional yang

mementingkan perlunya market orientation dan customer centricity. Artinya, EM

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

64

menekankan pentingnya customer equity, visceral relationships, dan emotional

dimension to the firm’s marketing efforts (Srivastava et al., 1999). EM

menggabungkan kebutuhan akan pendekatan-pendekatan kreatif dengan kegiatan

membangun, mengembangkan, dan mempertahankan pelanggan. Konsep dasar

atas hubungan yang dekat dengan pelanggan menghasilkan pengetahuan yang

dinamis tentang perubahan kondisi dan kebutuhan pelanggan. Akan tetapi, juga

terdapat perbedaan, yaitu fokus dominan relationship marketing adalah pada

pengelolaan hubungan yang ada sekarang, sedangkan pendekatan EM berfokus

pada pendekatan inovatif yang berhubungan dengan bagaimana menciptakan

hubungan baru atau menggunakan hubungan yang ada untuk menciptakan pasar

baru.

7) Resource Leveraging (Memanfaatkan Sumber Daya)

Secara mendasar leveraging berarti mengerjakan sesuatu sehingga menjadi

lebih (baik atau banyak) dengan upaya yang lebih kecil. Entrepeneurial marketing

tidak banyak bergantung pada sumber daya yang dimiliki saat ini saja, melainkan

mampu mengadakan leverage terhadap sumber daya dengan berbagai macam

cara, sedangkan Entrepreneurship mengembangkan sebuah kapasitas yang kreatif

untuk memanfaatkan sumber daya. Mereka mengetahui sumber daya mana yang

belum dipakai secara optimal dan bagaimana sumber daya ini akan dipakai tidak

secara kovensional. Mereka juga mampu mendorong anggota tim untuk bekerja

melebihi jam kerja biasa, mendorong departemen dan unit kerja untuk lebih

meningkatkan kinerja yang secara normal tidak pernah dicapai atau

menggabungkan beberapa sumber daya menjadi sumber daya yang sinergis.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

65

Bentuk lain dari pendayagunaan sumber daya adalah kemampuan untuk

menggunakan sumber daya orang lain untuk mencapai tujuan entrepreneurship.

Kegiatan ini meliputi, antara lain kegiatan menyewa, jual sewa, bagi hasil, atau

outsourcing. Kegiatan ini dapat diterapkan secara internal pada setiap departemen

dan unit kerja dalam perusahaan atau secara eksternal dalam hubungannya dengan

pemasok, agen, pelanggan.

2.2. Customer Relationship Marketing (CRM)

Secara terpisah, relationship marketing diartikan sebagai suatu proses

untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan hubungan yang kuat

antara perusahaan dan para pelanggan serta stakeholder lainnya. Selain

merancang strategi baru untuk menarik pelanggan baru dan menciptakan transaksi

dengan mereka, perusahaan terus menerus berjuang untuk mempertahankan

pelanggan yang ada. Selain itu, membangun relasi jangka panjang yang mampu

mendatangkan laba dengan mereka (Kotler and Amstrong, 2010).

Velnampy and Sivesan (2012) menyatakan bahwa relationship marketing

merupakan konsep yang sangat penting untuk menarik dan mempertahankan

pelanggan dalam sebuah organisasi. Dalam dunia bisnis modern, fokus pemasaran

mencerminkan pergerakan perubahan dari pemasaran transaksional ke

relationship marketing. Upaya membangun, memelihara, dan selalu

meningkatkan hubungan pelanggan merupakan aspek penting dari bisnis.

Sementara customer relationship marketing atau CRM (pemasaran hubungan

pelanggan) pada hakikatnya merupakan hubungan relasional yang mengacu pada

semua aktivitas pemasaran yang bertujuan untuk membangun, mengembangkan,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

66

dan mempertahankan interaksi hubungan yang sukses yang bersifat jangka

panjang. Velnampy and Sivesan (2012) menemukan bahwa CRM berhubungan

positif dengan customer value creation yang termasuk bagian dari inovasi proses.

Berry (1983) memandang CRM sebagai sebuah strategi untuk menarik,

mempertahankan, dan meningkatkan hubungan pelanggan. Senada dengan itu,

Winer (2001), mendefinisikan CRM sebagai strategi untuk membangun hubungan

yang baik dengan pelanggan dalam jangka panjang dengan menkombinasikan

kemampuan untuk merespon secara langsung dan untuk melayani pelanggan

dengan interaksi yang tinggi. Untuk mendukung penerapan strategi CRM,

diperlukan suatu perangkat berupa pendekatan manajemen, yaitu customer

relationship management.

Menurut Moorman et al. (1993), dalam melaksanakan CRM, kepercayaan

(trust) merupakan “sebuah kesediaan untuk mengandalkan mitra (partner)

interaksi untuk menaruh kepercayaan bagi seseorang”. Di pihak lain Oliver

(1999) mendefinisikan CRM sebagai sebuah komitmen yang dipegang secara

mendalam untuk membeli kembali sebuah produk pada masa depan meskipun

terdapat pengaruh situasional dan upaya pemasaran yang berpotensi menyebabkan

perilaku beralih ke produk lain.

Di sisi lain, Gundlach et al. (1995) menyatakan bahwa komunikasi

merupakan determinan penting dari kekuatan CRM dan sebuah konstruk yang

berguna untuk mengukur kemungkinan loyalitas pelanggan dan memprediksi

frekuensi pembelian pada masa depan. Menurut Dwyer et al. (1987), dalam

pelaksanaan CRM, penanganan konflik (conflict handling) sebagai kemampuan

pemasok untuk menghindari konflik potensial, memecahkan konflik sebelum

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

67

menimbulkan permasalahan, dan membahas solusi secara terbuka ketika

permasalahan timbul.

Menurut Sivesan (2012), dinyatakan bahwa tujuan utama CRM adalah

untuk meningkatkan hubungan yang kuat antara pemasar dan pelanggan dengan

cara mengonversi atau menjadikan pelanggan yang acuh tak acuh lebih loyal.

Adapun tujuan jangka panjangnya adalah menghasilkan keuntungan terus

menerus dari dua kelompok pelanggan yaitu pelanggan yang sekarang dan

pelanggan baru (Chan, 2003). Selama ini penelitian lebih banyak mengenai

relationship marketing dan penelitian tersebut selalu menekankan dimensi trust

dan commitmen, hal ini didukung oleh pernyataan Palmetier et al. (2009),

sedangkan Sivesan (2012) menyatakan bahwa ada empat faktor yang

memengaruhi relationship marketing, yakni trust, commitment, communication

dan conflict handling.

Berdasarkan literatur terkait dengan masa lalu bahwa relationship

marketing bersifat multidimensi yang terdiri atas enam komponen yaitu

kepercayaan, komitmen, komunikasi, membagi nilai, empati, dan timbal balik

dijelaskan (Callaghan et al., 1995; Morgan and Hunt, 1994). Untuk

memaksimalkan kinerja bisnis jangka panjang dalam aspek seperti pertumbuhan

pelanggan, retensi penjualan, dan profitabilatas, harus dibangun, dipelihara, dan

ditingkatkan hubungan jangka panjang agar saling menguntungkan dengan

pembeli sasaran.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

68

1) Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan secara umum dipandang sebagai unsur mendasar bagi

keberhasilan relationship marketing. Tanpa adanya kepercayaan suatu hubungan

tidak akan bertahan dalam jangka panjang. Morgan and Hunt (1994) menyatakan

bahwa kepercayaan merupakan landasan strategi partnership ketika terdapat

pihak-pihak yang mempunyai keinginan untuk komit atau mengikat diri mereka

pada suatu hubungan tertentu. Kepercayaan merupakan faktor terbentuknya

komitmen karena komitmen mencakup faktor–faktor kepercayaan dan

pengorbanan. Komitmen tidak akan terbentuk tanpa adanya kepercayaan.

Disamping itu, Morgan and Hunt (1994) menyatakan bahwa kepercayaan secara

signifikan memengaruhi komitmen dalam suatu hubungan. Kepercayaan juga

merupakan keyakinan yang dimiliki dalam hubungan dengan partner kerja terkait

dengan sikap jujur dan saling membantu satu sama lain. Kepercayaan tercipta

ketika suatu pihak merasa nyaman melakukan pertukaran dengan pihak lain

dengan penuh kejujuran dan dapat dipercaya. Untuk mendapatkan kepercayaan

pelanggan maka perusahaan harus melakukan komunikasi secara efektif,

mengadopsi norma-norma yang diyakini pelanggan, dan menjauhi penilaian yang

negatif (Morgan and Hunt, 1994).

2) Komitmen (Commitment)

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku

pribadi dengan kebutuhan, prioritas, dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-

cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya

mendahulukan misi organisasi daripada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

69

Menurut Meyer and Allen (1991), komitmen juga dapat berarti penerimaan yang

kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Selain itu, individu

berupaya, berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di

organisasi tersebut.

Komitmen juga merupakan suatu keyakinan antara pihak terkait yang

menginginkan adanya hubungan yang terus-menerus dan dinilai penting dalam

rangka menjaga hubungan tersebut. Komitmen perusahaan merupakan inti dari

relationship marketing. Komitmen perusahaan dapat diperoleh dengan cara

menjadikan pelanggan sebagai prioritas utama, berjangka panjang, dan

berdasarkan hubungan yang saling menguntungkan. Komitmen perusahaan juga

dapat diartikan sebagai janji atau ikrar perusahaan untuk memelihara hubungan

yang telah terjalin dengan baik karena hubungan tersebut memiliki arti penting

(Morgan and Hunt, 1994). Ndubisi (2007) menyatakan bahwa komitmen

perusahaan dapat ditujukan dengan terus-menerus melakukan pembelajaran untuk

menyediakan kebutuhan pelanggan. Di samping itu, kualitas layanan akan

meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya akan membawa

perusahaan pada terciptanya hubungan yang erat dengan pelanggan.

Meyer and Allen (1991) membagi komitmen menjadi tiga macam atas

dasar sumbernya yaitu sebagai berikut.

a) Affective commitment, yaitu keinginan secara emosional terikat dengan

organisasi, identifikasi dan keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang

sama.

b) Continuance commitment, yaitu komitmen didasari oleh kesadaran akan

biaya-biaya yang akan ditanggung jika komitmen dilanggar.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

70

c) Normative commitment, yaitu komitmen berdasarkan perasaan wajib

sebagai bagian dari lingkungan bisnis sejenis. Di sini terjadi juga

internalisasi norma-norma yang ada dalam masyarakat.

3) Komunikasi (Communication)

Ketika suatu konflik muncul di dalam suatu perusahaan, penyebabnya

selalu diidentifikasikan sebagai hasil dari komunikasi yang kurang baik.

Perusahaan harus mengelola komunikasi dengan baik karena komunikasi yang

gagal kemungkinan dapat menyebabkan hal yang merugikan seperti

kesalahpahaman atau kebingungan. Keefektivan komunikasi merupakan

kemudahan mendapatkan informasi yang benar dan tepat sehingga pelanggan

yang ingin melakukan transaksi dapat secara langsung mengambil keputusan

untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya. Ketepatan informasi yang diperoleh

secara tidak langsung dapat memengaruhi loyalitas pelanggan. Komunikasi

merupakan sarana yang sangat penting ketika ingin membangun hubungan dengan

seseorang. Komunikasi merupakan alat perekat hubungan antara perusahaan dan

pelanggan, sehingga komunikasi mempunyai peran vital dalam membina

hubungan. Perusahaan yang orientasinya berusaha memenuhi keinginan dan

kebutuhan pelanggan serta berusaha mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan

sangat membutuhkan peran komunikasi.

Komunikasi dalam relationship marketing berhubungan dengan nilai yang

diperoleh pelanggan, informasi yang tepat dan dapat dipercaya yang diberikan

perusahaan, informasi mengenai adanya perubahan jasa yang ditawarkan, dan

komunikasi yang proaktif ketika terjadi masalah antara perusahaan dan pelanggan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

71

Pelanggan selalu menginginkan terciptanya komunikasi yang efektif dengan

perusahaan. Komunikasi yang baik tentu dapat meningkatkan kepercayaan

pelanggan terhadap perusahaan.

4) Penanganan Konflik (Conflict Handling)

Dalam setiap hubungan, baik sosial maupun ekonomi, selalu terdapat rasa

saling ketergantungan di antara semua pihak. Perusahaan dan pelanggan yang

saling bergantung harus dapat menciptakan hubungan yang saling mendukung

satu sama lain. Namun pada kenyataanya hubungan yang saling bergantung

tersebut dapat menciptakan konflik yang disebabkan oleh berbagai macam hal.

Hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik tidak hanya yang berkaitan dengan

produk, melainkan juga berkaitan dengan pelayanan, keramahan (courtesy), sikap

sopan santun, perhatian, dan sikap kepedulian karyawan atau penyedia jasa

tersebut. Kemampuan penanganan konflik mengacu pada kemampuan perusahaan

untuk mencegah atau meminimalkan dampak dari hal-hal yang potensial dapat

menimbulkan konflik dan kemampuan menyelesaikan konflik nyata yang sudah

terjadi. Konflik dapat menjadi masalah yang serius di dalam perusahaan dan

kemungkinan berpotensi menurunkan kinerja jika dibiarkan berlarut-larut tanpa

penyelesaian.

Penanganan konflik merupakan tindakan khusus pada saat melakukan

interaksi dengan pelanggan (Ball et al., 2004). Kemampuan pihak perusahaan

dalam menangani konflik dengan baik akan memberikan kepuasan pada

pelanggan dan menyebabkan pelanggan menjadi loyal (Ndubisi, 2007). Sivesan

(2012) menyatakan bahwa jika suatu perusahaan dapat dipercaya, berkomitmen

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

72

untuk layanan, dapat diandalkan, efisien dalam berkomunikasi dengan pelanggan,

dan mampu menangani masalah dengan baik, maka konsumen akan cenderung

setia terhadap produk. Sivesan juga menyarankan bahwa perusahaan harus

menjaga hubungan baik dengan para pelanggannya untuk mendapatkan loyalitas.

Keempat dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan,

yang bertujuan untuk mewujudkan hubungan yang baik antara perusahaan

pelanggan sehingga akan tercipta suatu hubungan yang saling menguntungkan

dalam jangka panjang antara pelanggan dan perusahaan. Upaya membangun

kepercayaan, komitmen, kompetensi, komunikasi dan kemampuan penanganan

konflik merupakan kunci pokok dalam penerapan CRM.

Saat ini CRM telah berkembang menjadi paradigma baru bagi strategi

pemasaran. CRM mampu memberdayakan kekuatan keinginan pelanggan dengan

tekanan teknologi informasi untuk memberikan kepuasan pada nasabah.

Cakupannya meliputi tuntutan manajemen mutu terpadu secara global utnuk

menghadapi kebutuhan bisnis dengan pelanggan dan lebih agresif. Rangsangan

yang ingin dibangkitkan dari konsep CRM adalah metode-metode dalam menarik

perhatian, memelihara kepuasan nasabah, serta meningkatkan dan mempererat

hubungan kepuasan dengan pelanggan. Dengan kata lain, CRM berupaya

memperpanjang umur waktu hidup pelanggan (Tung, 1997).

2.3 Inovasi Produk (Product Innovation)

Perusahaan paling inovatif terlibat dalam pencarian terus-menerus untuk

produk yang lebih baik, layanan, dan cara melakukan sesuatu. Perusahaan

mencoba untuk terus meningkatkan kemampuan internal dan sumber daya

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

73

lainnya. Semakin lebih inovatif perusahaan-perusahaan suatu negara, semakin

kuat keunggulan kompetitif negara tersebut. Perusahaan lebih produktif adalah,

lebih efisien menggunakan sumber dayanya (Yang, et al., 2011). Sementara itu,

Wu et al. (2008) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide, suatu produk atau

proses, atau sistem yang dianggap baru. Menurut Tidd (2009), inovasi

didefinisikan sebagai membuka pintu baik secara global maupun keunggulan

kompetitif internasional melalui: penyediaan pasar dengan produk/jasa baru atau

unik; menciptakan hambatan masuk yang menyediakan sumber daya yang

diperlukan untuk mengembangkan inovasi melalui pembelajaran; dan

menciptakan nilai-nilai baru yang membentuk aturan lingkungan yang kompetitif.

Secara umum Kotler and Keller (2009) menyatakan inovasi adalah barang, jasa

atau ide yang beberapa orang mempersepsikan sebagai sesuatu yang baru, tidak

peduli berapa lamanya sejarahnya, sedangkan menurut Wang and Ahmed (2004)

dinyatakan inovasi organisasi sebagai keseluruhan kemampuan inovatif organisasi

untuk memperkenalkan produk baru ke pasar, atau membuka pasar baru, melalui

penggabungan orientasi strategis dengan perilaku inovatif dan proses.

Selanjutnya Tidd et al. (2009) menyatakan bahwa inovasi tidak hanya

berpikir bagus, sebenarnya perlu disadari dari tindakan aktual. Inovasi terdiri atas

dari konsep asli, inovasi dari para anggotanya dan produk atau jasa yang nyata.

Beberapa ahli manajemen meyakini bahwa inovasi merupakan sumber utama

untuk keunggulan kompetitif. Di samping itu, telah terbukti bahwa inovasi

memainkan peranan penting dalam perkembangan ekonomi (Agbor, 2008; Chen

and Chen, 2009; Gumusluoglu and Ilsev, 2009; Karkalakos, 2013).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

74

Gambar 2.1 berikut yang dikutip dari Tidd et al. (2009) menunjukkan

bahwa dalam setiap jenis inovasi ada penciptaan nilai yang timbul dari biaya,

kualitas, dan kinerja. Salah satu di antaranya adalah product innovation.

Sumber: Joe Tidd. Managing Innovation for Global

Competitiveness.Renaissance Project Symposium. Tokyo,16 March 2009

pp: 09

Gambar 2.1 :

Penciptaan nilai yang timbul dari Biaya, Kualitas, dan Kinerja

Johne (1999) membedakan tiga jenis inovasi: inovasi produk, inovasi

proses, dan inovasi pasar. Inovasi organisasi berkaitan dengan desain format

organisasi baru dan filosofi manajemen baru. Inovasi perilaku berkaitan dengan

aktivitas inovasi dari organisasi perusahaan. Di pihak lain Meeus dan Edquist

(2006) membagi inovasi produk menjadi dua kategori yakni barang baru dan

layanan baru. Keduanya juga membagi inovasi proses menjadi dua yaitu inovasi

kategori-teknologi dan organisasi.

Definisi inovasi produk menurut Crawford and De Benedetto (2000)

adalah “Inovasi yang digunakan dalam keseluruhan operasi perusahaan di mana

sebuah produk baru diciptakan dan dipasarkan, termasuk inovasi di segala proses

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

75

fungsional kegunaannya.” Hurley and Hult (1998) mendefinisikan inovasi sebagai

sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis.

Sehubungan dengan itu, perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan pemikiran-

pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, menawarkan produk yang inovatif dan

meningkatkan pelayanan yang memuaskan pelanggan. Inovasi dapat dilakukan

pada barang, pelayanan, atau gagasan-gagasan yang diterima oleh seseorang

sebagai sesuatu yang baru, sehingga mungkin saja suatu gagasan telah muncul di

masa lampau, tetapi dapat dianggap inovatif bagi konsumen yang baru

mengetahuinya. Seringkali orang berpendapat bahwa dengan melakukan inovasi

pada suatu hal maka seseorang telah melakukan perubahan yang bersifat positif

yang mengarah pada kemajuan. Pendapat tersebut memang benar adanya, tetapi

perubahan (dalam bentuk apa pun) tersebut bagi sebagian konsumen sesuatu yang

sulit diterima begitu saja.

Berdasarkan definisi inovasi produk di atas, dapat dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan inovasi produk adalah “suatu usaha yang dijalankan perusahaan

untuk menciptakan produk baru yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan

selera konsumen dan dapat meningkatkan penjualan.”Dapat dikatakan bahwa

bertambah banyaknya jumlah barang yang ditawarkan kepada konsumen dan

ditunjang dengan arus informasi tentang produk yang mudah diperoleh

menyebabkan mereka semakin selektif dalam membeli suatu barang, baik dalam

kualitas, desain corak, warna maupun harga. Inovasi produk bertujuan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan karena produk yang telah ada

rentan terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen, teknologi, siklus

hidup produk yang lebih singkat, serta meningkatnya persaingan domestik dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

76

luar negeri. Inovasi produk yang dilakukan harus melalui hasil penelitian pasar

sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen.

Meskipun perusahaan mementingkan mutu, apabila perusahaan kurang

atau bahkan tidak memperhatikan selera konsumen, maka akan menyebabkan

produk tidak diminati, bahkan konsumen akan beralih pada produk lain, sehingga

penjualan akan turun. Menurut Kotler (2012), ada enam golongan produk baru,

yaitu:

1) Produk baru bagi dunia, yaitu produk baru yang menciptakan suatu pasar

yang sama sekali baru.

2) Lini produk baru, yaitu produk baru yang memungkinkan perusahaan

memasuki pasar yang telah mapan untuk pertama kalinya.

3) Tambahan pada lini produk yang telah ada, yaitu produk-produk baru yang

melengkapi suatu lini produk perusahaan yang telah mantap (ukuran,

kemasan dan rasa)

4) Perbaikan dan revisi produk yang telah ada, yaitu produk baru yang

memberikan kinerja yang lebih baik atau nilai yang dianggap lebih hebat dan

menggantikan produk yang telah ada.

5) Penentuan kembali posisi (repositioning), yaitu produk yang telah ada

diarahkan ke pasar atau segmen pasar baru.

6) Pengurangan biaya, yaitu produk baru yang menyediakan kinerja serupa

dengan harga yang lebih murah.

Proses penerimaan konsumen terhadap inovasi produk memerlukan waktu.

Menurut Kotler (2012), proses penerimaan konsumen berfokus pada proses

mental yang dilalui seseorang dari saat pertama mendengar tentang inovasi

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

77

tersebut sampai dengan akhir penerimaan. Ada lima karakteristik yang

memengaruhi tingkat penerimaan suatu inovasi, yaitu sebagai berikut.

1) Keunggulan relatif (relative advantage). Sampai tingkat mana inovasi itu

tampak lebih unggul daripada produk yang sudah ada.

2) Kesesuaian (compatibility), yaitu sejauh mana inovasi tersebut sesuai dengan

nilai dan pengalaman perorangan dalam masyarakat.

3) Kerumitan (complexity), yaitu sejauh mana inovasi itu relatif sukar dimengerti

atau digunakan.

4) Kemampuan berkomunikasi (communicability), yaitu sampai sejauh mana

manfaat yang diperoleh dari penggunaan inovasi tersebut dapat diamati atau

dijelaskan kepada orang lain.

5) Perbedaan kesiapan organisasi untuk mencoba produk baru. Penerimaan

(adopsi) akan terkait dengan berbagai variabel di lingkungan organisasi

(kemajuan masyarakat, pendapatan masyarakat), organisasi itu sendiri (ukuran,

laba, tekanan untuk berubah), dan pengelolaannya (level pendidikan, umur,

kecanggihannya).

Source: David L. Rainey. Product Innovation: Leading Change through

Integrated Product Development. Combridge University Press.2006. p:09

Gambar 2.2:

Faktor-faktor yang Memengaruhi Inovasi Produk

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

78

Gatignon dan Xuereb (1997) berpendapat, bahwa dalam inovasi produk

terdapat tiga inovasi, yaitu: (1) keunggulan produk, (2) kesamaan produk, dan (3)

biaya produk. Inovasi produk dapat gagal karena banyak alasan, di antaranya

adalah tidak menawarkan desain yang unik atau salah memperkirakan persaingan

merupakan kesalahan yang umum terjadi. Kadang-kadang sebenarnya gagasan

baik, tetapi terletak pada desain dan efisiensi biayanya jauh lebih tinggi daripada

yang semula diperkirakan. Dengan adanya inovasi produk maka akan memberi

nilai tambah dibandingkan dengan produk sejenis (keunggulan produk), sehingga

akan meningkatkan penjualan. Keunggulan kompetitif suatu produk merupakan

salah satu faktor penentu dari kesuksesan produk baru (Song and Parry, 1996)

sehingga suatu produk inovasi harus mempunyai keunggulan dibandingkan

dengan produk lain yang sejenis.

Hal itu juga sejalan dengan pendapat Cooper (2000) bahwa keunggulan

produk baru sangat penting dalam lingkungan pasar global yang sangat

kompetitif. Keunggulan tersebut tidak lepas dari pengembangan produk inovasi

yang dihasilkan sehingga akan mempunyai keunggulan di pasar yang selanjutnya

akan menang dalam persaingan. Sementara itu, Li and Calantone (1998)

berpendapat bahwa keunikan pada suatu produk diartikan sebagai atribut penting

dari keunggulan produk tersebut, yang dipengaruhi oleh daya inovatif dan

teknologi yang tinggi. Sehingga dapat dihasilkan produk sesuai dengan keinginan

konsumen. Keberhasilan bisnis perusahaan akan dapat dicapai bila perusahaan

dapat dengan cepat bereaksi dengan kondisi pasar baru dan kebutuhan pelanggan.

Selain itu, perusahaan dapat secara berkesinambungan mencari solusi yang kreatif

serta peningkatan secara terus-menerus dalam menghasilkan produk. Perusahaan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

79

harus beradaptasi serta berinovasi secara terus menerus (Martensen and

Dahlgaard, 1999). Menurut Zimmerer et al. (2008), indikator inovasi produk,

yaitu (1) perubahan desain, (2) inovasi teknis, dan (3) pengembangan produk.

2.4 Daya Saing (Competitiveness)

Dalam lingkungan persaingan yang semakin kompetitif dan adanya situasi

pasar yang dinamis, maka setiap perusahaan tidak mungkin lagi untuk

menghindari persaingan, tetapi yang harus dilakukan adalah menghadapi tingkat

persaingan tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya, artinya perusahaan harus

berupaya secara optimal dan berkesinambungan untuk menghasilkan sesuatu yang

lebih baik dan lebih baik lagi pada masa yang akan datang (Muhardi, 2007).

Perusahaan yang tidak mempunyai daya saing akan ditinggalkan oleh pasar, sebab

jika tidak memiliki daya saing berarti tidak memiliki keunggulan, dan tidak

unggul berarti tidak ada alasan bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam

pasar persaingan untuk jangka panjang. Menurut Porter (1980), daya saing adalah

kemampuan/strategi untuk bersaing dari suatu produk/perusahaan/industri bukan

hanya dilihat dari sisi produksi yakni kemampuan untuk menghasilkan produk

yang murah, tetapi merupakan kombinasi dari hasil akhir (tujuan/misi) dengan

upaya (kebijakan) untuk mencapainya. Upaya yang digambarkan sebagai roda

strategi bersaing, bukan hanya upaya produksi saja (manufacturing, lini produk

serta penelitian dan pengembangan), tetapi melibatkan keuangan, pemasaran dan

target pasar, penjualan, distribusi, pengadaan dan pembelian barang serta tenaga

kerja. Dalam merumuskan kemampuan dan strategi bersaing, ada beberapa hal

yang harus dijawab, yaitu: apa yang sedang dilakukan perusahaan sekarang,

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

80

bagaimana dengan kondisi lingkungan (analisis industri, pesaing, sosial politik

dan kekuatan kelemahan relatif), dan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan.

Porter (2008) kemudian mengembangkan lima kekuatan dalam analisis struktur

industri, yaitu: intensitas persaingan dalam industri, tantangan pendatang baru,

tekanan produk substitusi, daya tawar pembeli dan daya tawar pemasok. Dari lima

kekuatan ini ada tiga strategi dasar keberhasilan, yaitu: kepemimpinan biaya

keseluruhan (over-all cost leadership), diferensiasi (differentiation) dan fokus

(focus). Daya saing berhubungan pula dengan bagaimana efektivitas suatu

organisasi di pasar persaingan dibandingkan dengan organisasi lain yang

menawarkan produk atau jasa yang sama atau sejenis. Perusahaan-perusahaan

yang mampu menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas baik adalah

perusahaan yang efektif dalam arti akan mampu bersaing

Selain itu, Porter (2008) juga menyatakan “competition is at the core of the

success or failure of firms.” Persaingan merupakan inti dari kesuksesan atau

kegagalan perusahaan. Terdapat dua sisi yang ditimbulkan oleh persaingan, yaitu

sisi kesuksesan karena mendorong perusahaan untuk lebih dinamis dan bersaing

dalam menghasilkan produk serta memberikan layanan terbaik bagi pasarnya

sehingga persaingan dianggap sebagai peluang yang memotivasi. Sisi lainnya

adalah kegagalan karena akan memperlemah perusahaan yang bersifat statis, takut

akan persaingan, dan tidak mampu menghasilkan produk yang berkualitas

sehingga persaingan merupakan ancaman bagi perusahaannya. Menurut Muhardi

(2007), daya saing operasi merupakan fungsi operasi yang tidak saja berorientasi

ke dalam (internal), tetapi juga keluar (eksternal), yakni merespon pasar sasaran

usaha dengan proaktif.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

81

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi daya saing diantaranya:

a) Lokasi

Upaya memperhatikan lokasi usaha sangat penting untuk kemudahan pembeli

dan menjadi faktor utama bagi kelangsungan usaha. Lokasi usaha yang

strategis akan menarik perhatian pembeli. Menurut Royan (2003), letak atau

lokasi akan menjadi sangat penting untuk memenuhi kemudahan pelanggan

dalam berkunjung, konsumen tentu akan mencari jarak tempuh terpendek,

walaupun tidak menutup kemungkinan konsumen dari jarak jauh juga akan

membeli namun persentasenya kecil.

b) Harga

Harga adalah jumlah seluruh nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-

manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga

menentukan apakah sebuah supermarket, minimarket, atau swalayan banyak

dikunjungi konsumen atau tidak. Faktor harga juga berpengaruh pada seorang

pembeli untuk mengambil keputusan. Harga juga berhubungan dengan diskon,

pemberian kupon berhadiah, dan kebijakan penjualan. Harga adalah nilai suatu

barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang. Untuk mendapatkan

sebuah barang atau jasa yang diinginkannya seorang konsumen harus rela

membayar sejumlah uang. Bagi pelangggan yang sensitif biasanya harga murah

adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value

for money yang tinggi (Swasta dan Irawan, 2008).

c) Pelayanan

Program pelayanan / service sering kali menjadi pokok pemikiran pertama

seorang pengelola supermarket/minimarket. Pelayanan melalui produk berarti

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

82

konsumen dilayani sepenuhnya melalui persediaan produk yang ada, produk

yang bermutu. Pelayanan melalui kemampuan fisik lebih mengacu kepada

kenyamanan peralatan (trolley atau keranjang belanja), tempat parkir yang

nyaman, penerangan ruangan yang baik, juga keramahan karyawan.

d) Mutu atau kualitas

Keyakinan untuk memenangkan persaingan pasar akan sangat ditentukan oleh

kualitas produk yang dihasilkan perusahaan. Berkenaan dengan kualitas

produk, Adam dan Ebert (1995) yang menyatakan: “product quality is the

appropriateness of design specifications to function and use as well as the

degree to which the product conforms to the design specifications.” Kualitas

produk ditunjukkan oleh kesesuaian spesifikasi desain dengan fungsi atau

kegunaan produk itu sendiri, dan juga kesesuaian produk dengan spesifikasi

desainnya. Jadi, suatu perusahaan memiliki daya saing apabila perusahaan itu

menghasilkan produk yang berkualitas dalam arti sesuai dengan kebutuhan

pasarnya.

e) Promosi

Semakin sering suatu supermarket/swalayan melakukan promosi, semakin

banyak pengunjung dalam memenuhi kebutuhannya. Promosi bisa dilakukan

melalui berbagai iklan, baik di media cetak, elektronik, maupun media lain.

Sunarto (2004:298) menyatakan bahwa promosi penjualan terdiri atas insentif

jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk atau

jasa. Promosi penjualan ini mencakup suatu variasi yang luas dari alat-alat

promosi yang didesain untuk merangsang respons pasar yang lebih cepat atau

yang lebih kuat.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

83

Dimensi daya saing suatu perusahaan sebagaimana dikemukakan Ward et

al. (1998) adalah terdiri atas biaya (cost), kualitas (quality), waktu penyampaian

(delivery), dan fleksibilitas (flexibility). Keempat dimensi tersebut dengan

indikatornya sebagai berikut.

a) Biaya adalah dimensi daya saing operasi yang meliputi empat indikator yaitu

biaya produksi, produktivitas tenaga kerja, penggunaan kapasitas produksi dan

persediaan. Unsur daya saing terdiri atas biaya merupakan modal yang mutlak

dimiliki oleh suatu perusahaan yang mencakup pembiayaan produksi,

produktivitas tenaga kerjanya, pemanfaatan kapasitas produksi perusahaan, dan

adanya cadangan produksi (persediaan) yang sewaktu-waktu dapat digunakan

oleh perusahaan untuk menunjang kelancaran perusahaan tersebut.

b) Kualitas seperti yang dimaksudkan oleh Muhardi merupakan dimensi daya

saing yang juga sangat penting, yaitu meliputi berbagai indikator, di antaranya

tampilan produk, jangka waktu penerimaan produk, daya tahan produk,

kecepatan penyelesaian keluhan konsumen, dan kesesuaian produk terhadap

spesifikasi desain. Tampilan produk dapat tercermin dari desain produk atau

layanannya. Tampilan produk yang baik adalah yang memiliki desain

sederhana, tetapi mempunyai nilai yang tinggi. Jangka waktu penerimaan

produk dimaksudkan dengan lamanya umur produk dapat diterima oleh pasar.

Semakin lama umur produk di pasar menunjukkan kualitas produk tersebut

semakin baik. Adapun daya tahan produk dapat diukur dari umur ekonomis

penggunaan produk.

c) Waktu penyampaian merupakan dimensi daya saing yang meliputi berbagai

indikator di antaranya ketepatan waktu produksi, pengurangan waktu tunggu

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

84

produksi, dan ketepatan waktu penyampaian produk. Ketiga indikator tersebut

berkaitan, yaitu ketepatan waktu penyampaian produk dapat dipengaruhi oleh

ketepatan waktu produksi dan lamanya waktu tunggu produksi.

d) Fleksibilitas merupakan dimensi daya saing operasi yang meliputi berbagai

indikator, di antaranya macam produk yang dihasilkan, dan kecepatan

menyesuaikan dengan kepentingan lingkungan.

2.5 The Resource-Based Vew (RBV) Theory

Sumber daya dan kemampuan internal mempengaruhi penetapan pilihan-

pilihan strategis yang dibuat oleh perusahaan saat berkompetisi di lingkungan

bisnis eksternalnya. Kemampuan perusahaan juga memungkinkan untuk

menambah nilai dalam rantai nilai pelanggan, diversifikasi produk atau

pengembangan pasar baru. Beberapa aspek teori telah dirumuskan jauh sebelum

perusahaan mengadopsi sumber daya yang ada dalam kerangka kerja teori

akademik. Konsep itu kemudian dikenal sebagai pandangan yang berbasis sumber

daya atau the resource-based view (RBV). Kajian tentang RBV mulai marak

dilakukan era 90-an. Satu kontribusi terbesar artikel ini adalah strategi langsung

dari para sarjana ke arah sumber daya sebagai anteseden penting untuk produk

dan berakhir pada kinerja perusahaan. Warnelfelt (1984) mengatakan sumber daya

yang dimaksud adalah segala sesuatu yang bisa dianggap sebagai kekuatan dan

kelemahan perusahaan. Secara lebih formal, sumber daya perusahaan merupakan

tangible dan intangible aset yang diikat secara semi permanen pada perusahaan,

contohnya: nama merek, pengetahuan in-house, teknologi, tenaga kerja terampil,

kontrak perdagangan, mesin, prosedur efisien, modal.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

85

Selanjutnya Barney (1991) dan Dierickx and Cool (1989),) memberikan

kontribusi pada perkembangan RBV manajemen strategik selanjutnya. Konsep

mereka berfokus pada sumber daya perusahaan yang dapat berkontribusi pada

SCA. Barney memberikan gambaran formal dari perspective business level

sumber daya. Sumber daya organisasi yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan tidak

bisa digantikan dapat menghasilkan SCA. Mengikuti teori Penrose (1959) yang

menekankan pada bagaimana sumber daya berkontribusi untuk diversifikasi dan

bagaimana diversifikasi harus sesuai dengan “core competition” perusahaan untuk

mengoptimalkan kinerja. Teori Penrose ini memberikan pandangan dalam

ekspansi perusahaan ke dalam produk dan pasar baru. Pandangan berbasis sumber

daya telah menjadi minat bersama di kalangan peneliti manajemen dan peneliti di

bidang terkait. Wernerfelt (1984) menjelaskan bahwa RBV merupakan dasar

keunggulan kompetitif yang utamanya terletak pada sekumpulan aset berwujud

atau tidak berwujud perusahaan. RBV menggambarkan kemampuan perusahaan

untuk memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan ketika sumber daya

dikelola sedemikian rupa sehingga apa yang dihasilkan sulit untuk ditiru atau

dibuat oleh pesaing, yang pada akhirnya menciptakan hambatan kompetisi

(Mahoney and Pandian,1992).

Pandangan tersebut didukung oleh Peteraf (1993), yang menyatakan

bahwa untuk mentransformasikan keunggulan kompetitif jangka pendek menjadi

keunggulan berkelanjutan, sumberdaya perusahaan harus bersifat heterogen dan

tidak mudah dipindahkan. Hal ini secara umum didukung oleh banyak penulis,

diantaranya Barney (1991), yang mendukung kesimpulan bahwa suatu perusahaan

mencapai keunggulan kompetitif berkelanjutan, melalui sumber daya yang unik

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

86

yang dimilikinya, dan sumber daya ini tidak dapat dengan mudah dibeli,

ditransfer, atau ditiru, dan secara bersamaan secara tidak langsung kelangkaannya

memberikan keuntungan bagi perusahaan. Penting, untuk membedakan antara dua

jenis sinergi, yang kita sebut contestable synergy and idiosyncratic bilateral

sinergy, yakni sinergi perebutan dan sinergi bilateral istimewa. Sinergi bilateral

istimewa melibatkan kombinasi dari sumber daya yang menciptakan nilai dan

persaingan. Sementara sinergi perebutan (Barney, 1986) sesuai dengan pasar

factor persaingan sempurna. Sinergi bilateral istimewa didefinisikan sebagai nilai

peningkatan yang istimewa dengan sumber daya yang digabung oleh perusahaan

dalam pencapaian target (Mahoney and Pandian,1992).

Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan

kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan. RBV difokuskan pada kemampuan

perusahaan untuk mempertahankan kombinasi sumber daya yang tidak dapat

dimiliki atau dibangun dengan cara yang sama oleh pesaing. Perbedaan sumber

daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan

keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Asumsi RBV yaitu bagaimana

perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan

keunggulan kompetitif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya, sesuai

dengan kemampuan perusahaan. Teori RBV menyatakan bahwa keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan bertumpu pada sumber daya organisasi yang sangat

berharga (valuable), langka (rare), ditiru (in-imitable) dan sulit digantikan (non-

substitutable) (VRIN) dalam pengaturan organisasi yang memiliki kebijakan dan

prosedur untuk mengeksploitasi sumber daya (Barney, 1991; Barney and Clark,

2007; Knott, 2003; Kraaijenbrink, Spender, and Groen, 2010). Sejumlah kerangka

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

87

kerja dan teori berbagi platform RBV termasuk kompetensi inti (Hamel and

Prahalad, 1994), kemampuan dinamis (Helfat and Peteraf, 2003; Teece, Pisano

and Shuen, 1997) dan pandangan berbasis pengetahuan (Grant, 1996).Selain itu,

teori sumber daya manusia merupakan aspek dari pandangan berbasis sumber

daya yang memfokuskan perhatian pada pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki individu, baik pengusaha dan karyawan, berkontribusi untuk keunggulan

kompetitif (Barney and Clark, 2007; Davidson and Honig, 2003). Dengan

demikian, RBV memandang pada dua karakteristik yang berbeda namun saling

berhubungan antara individu dan faktor organisasi untuk mencapai sumber

keunggulan bersaing (Welch et al., 2011).

Sumber daya dan kemampuan perusahaan merupakan hal yang penting

dalam strategi tingkat bisnis. Sementara dalam tingkat korporasi juga

memperhatikan bagaimana aset strategis mempengaruhi kinerja perusahaan.

Pengaruhnya tidak hanya berdasarkan pada karakteristik sumber daya, tetapi juga

pada mekanisme komunikasi dan koordinasi perusahaan. Faktor-faktor ini

memungkinkan perusahaan mengembangkan asset strategis hingga pada kegiatan

usahanya. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada konsistensi internal diantara

ketiga elemen “strategi segitiga korporasi” yaitu sumber daya, usaha, dan

mekanisme organisasi, dimana didalamnya termasuk struktur, sistem dan proses

organisasi. Kajian tentang penerapan strategi telah berlangsung lama sebagai

bidang yang independent, dan tampaknya cara terbaik untuk membicarakan

masalah strategi yang merupakan area penelitian independen adalah untuk

mengembangkan teori teori yang dapat memprediksi perilaku perusahaan yang

berbeda dari yang diperkirakan pada model lain, dengan hanya menerapkan pada

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

88

strategi itu sendiri pada masing-masing perusahaan (Montgomery et al., 1988).

RBV memberi perhatian terhadap dinamika organisasi dan penyesuaian terhadap

perubahan lingkungan. RBV menganggap variasi, pemilihan, retensi dan

kompetisi sebagai proses yang penting, serta pentingnya rutinitas dan peranan

aspirasi dalam mencapai perubahan. RBV memberi perhatian terhadap dinamika

organisasi dan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan yang penuh dengan

persaingan.

Adapun pemetaan hasil penelitian yang berkaitan dengan Enterpreneural

Marketing (EM), Customer Relationship Marketing (CRM), Product Innovation

(Prod. Inov) dan Daya Saing (Competitiveness) ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Pemetaan Hasil Penelitian dan Konsep yang Berkaitan dengan EM, CRM,

Product Inovation dan Daya Saing

No. Penulis Jurnal EM CRM Prod.

Inov

Daya

Saing

1 Agbor E, (2008).

2 Alegre, J. and Chiva, R. 2008. - -

3 Boier Rodica, 2014. - - -

4 Berry, L.L. and Parasuraman, A. 1991. - -

5 Callaghan, M. B., McPhail, J., & Yau, O. H. M. 1995. - - -

6 Cristina, Sterpu, 2014. - -

7 Cheng, C., Chen, J-S. and Tsou, H-T. 2012. - - -

8 Cooper, Robert G., 2000. - -

9 Lumpkin, G. T., & Dess, G. G. 1996. - -

10 Morris, H.M., Schindehutte, M., Laforge, R.W. 2002. - - -

11 Jaworski, B.J. 1998. - - -

12 Velnampy and Sivesan, S., 2012. - -

13 Morgan, RM., and Hunt, S.D., 1994. - - -

14 Zimmerer, Thomas W. and Scarborough, Norman M.

(2008). - - -

15 Ward, Peter T., McCreery John K., Ritzman Larry P.,

Deven Sharma, 1998. - - -

16 Vanany, Iwan. 2002. - -

17 Gerald E. Hills, Claes M. Hultman., Morgan P. Miles.

2008. - - -

18 Lai, Kee-hung, T. C. E. Cheng, and Ailie KY Tang. 2010. - - -

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

89

Tabel 2.1 Lanjutan

Pemetaan Hasil Penelitian dan Konsep yang Berkaitan dengan EM, CRM,

Product Inovation dan Daya Saing

19 Niammuad, Damrongrit, Kulkanya Napompech,

Suneeporn Suwanmaneepong, 2014. - -

20 Thomas, Lisa C., Painbéni, Sandra & Barton, Harry.

2013. - -

21 Kocak, Akin & Abimbola, Temi. 2009. - -

22 Mort, Gillian Sullivan., Weerawardena, Jay., Liesch,

Peter. 2012. - -

23 Hacioglu Gungor, Selim S. Eren, M. Sule Eren, & Hale

Celikkan. 2012. - -

24

Kamakura, W. A., C. F. Mela, A. Ansari, A. Bodapati,

P. Fader, R. Iyengar, P. Naik, S. A. Neslin, B. Sun, P. C.

Verhoef. 2005.

- - -

25 Ngai, E.W.T., 2005. - - -

26 Gumusluoglu, L. and Ilsev, A. 2009. - -

27 Karkalakos, S. 2013. - -

28 Smith, Brock J. and Donald W. Barclay. 1997. - - -

29 Hitt, M.A., Hoskisson, R.E. and Kim, H. 1997. - -

30 Sarma, Ma’mun, Septiani Stevia, Farida Ratna Dewi,

Edward H. Siregar. 2013.. - -

31 Phyra Sok, Aron O’Cass, Keo Mony Sok.2013. - -

32 Suwarno, Henky Lisan. 2013. - - -

33 Triebswetter, Ursula and Johann Wackerbauer, 2008. - -

34 Reguia Cherroun, 2014. - -

35 Murat Ar, Ilker, 2012. - -

36 Thoumrungroje and Racela, 2013. - -

37 Kuratko, D.F., Montagno, R.V., and Hornsby, J.S. 1990. - -

38 Alrubaiee, Laith & Nahla Al-Nazer. 2008. - -

39 Gilaninia, S., Almani, A.M., Pournaserani, A., and

Mousavian, S.J., 2011. - -

40 Singh, J. & Sirdeshmukh, D. 2000. - -

41 Doney, Patricia M, and Cannon, Joseph P., 1997. - - -

42 Barney, J. B., and M. H. Hansen. 1994. - - -

43 Sivadas, E. & Dwyer, F. 2000. - - -

44 Barclay, Donald W and Smith, Brock J. 1997. - - -

45 Stokes, David, 2000.

46 Baark, E., Antonio, K.W. L., Lo, W., & Sharif, N. 2011.

47 Lavado, C. A., Cuevas-Rodríguez, G., & Cabello-

Medina, C. 2010. - -

48 Alrubaiee, Laith & Nahla Al-Nazer. 2008.

49 Collinson, E.M. and Shaw, E. 2001.

50 Franco, Mario, Maria de Fatima Santos, Isabel Ramalho

and Cristina Nunes, 2014.

51 Kurgun, H., Bagiran, D., Ozeren, E., and Mral, B.

(2011).

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) · 2017. 4. 11. · 55 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Entrepreneurial Marketing (EM) Menurut Kraus et al. (2009), pemasaran dalam

90

Berdasarkan Tabel 2.1 yang berisikan pemetaan yang mengkaitkan antara

EM, CRM, Product Innovation dan Daya Saing. Dari pemetaan yang dilakukan,

terdapat 5 (lima) jurnal atau artikel yang berisi keterkaitan antara EM dengan Inov

Prod, 5 (lima) jurnal atau artikel yang berisi keterkaitan antara EM dengan Daya

Saing, 5 (lima) jurnal atau artikel yang berisi keterkaitan antara CRM dengan

Inov. Prod dan 14 (empat belas) jurnal atau artikel yang berisi keterkaitan antara

Product Innovation dengan Daya Saing. Sementara ada 4 (empat) jurnal atau

artikel yang hanya membahas EM, 7 (tujuh) jurnal atau artikel yang hanya

membahas CRM, 3 (tiga) jurnal atau artikel yang hanya membahas Product

Innovation dan 2 (dua) artikel yang hanya membahas Daya Saing. Berdasarkan

pemetaan tersebut, belum ada jurnal atau artikel yang mengkaitkan antara EM ke

Daya Saing dengan mediasi Product Innovation, sehingga posisi penelitian ini

akan mencoba membuat model keterkaitan antar variabel atau konstruk yang

memberikan pengaruh paling kuat ke Daya Saing, sehingga akan terbentuknya

model yang baru sebagai pembeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.