peraturan daerah kota dumai nomor 24 tahun 2011 tentang

43
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan terminal merupakan salah satu substansi dalam kegiatan manajemen lalu lintas, sebagai salah satu alat untuk mengatur dan mengendalikan lalu lintas kendaraan bermotor umum di jalan, menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang, serta mewujudkan keterpaduan intramoda dan antarmoda angkutan orang dan/atau barang; b. bahwa pemungutan retribusi terminal harus dikelola secara lebih profesional sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjadi andalan bagi Pemerintah Daerah dalam hal penerimaan daerah, serta pada akhirnya harus mampu memperkenalkan dan menerapkan teknologi baru, yang mempermudah kerja manusia, meningkatkan keakuratan data, dan meminimalkan terjadinya penyimpangan operasional; c. bahwa dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010, maka Peraturan Daerah yang berkaitan dengan retribusi daerah yang masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan undang-undang yang baru; d. bahwa Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 09 Tahun 2002 tentang Retribusi Terminal tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan lalu lintas, dan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan terminal, serta masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, perlu diganti dengan peraturan daerah yang baru; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Penyelenggaraan Terminal dan Tarif Retribusi Terminal dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489);

Upload: ngominh

Post on 22-Jan-2017

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI

NOMOR 24 TAHUN 2011

TENTANG

PENYELENGGARAAN TERMINAL DAN RETRIBUSI TERMINAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DUMAI,

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan terminal merupakan salah satu substansi dalam kegiatan manajemen lalu lintas, sebagai salah satu alat untuk mengatur dan mengendalikan lalu lintas kendaraan bermotor umum di jalan, menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang, serta mewujudkan keterpaduan intramoda dan antarmoda angkutan orang dan/atau barang;

b. bahwa pemungutan retribusi terminal harus dikelola secara lebih profesional sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjadi andalan bagi Pemerintah Daerah dalam hal penerimaan daerah, serta pada akhirnya harus mampu memperkenalkan dan menerapkan teknologi baru, yang mempermudah kerja manusia, meningkatkan keakuratan data, dan meminimalkan terjadinya penyimpangan operasional;

c. bahwa dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010, maka Peraturan Daerah yang berkaitan dengan retribusi daerah yang masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan undang-undang yang baru;

d. bahwa Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 09 Tahun 2002 tentang Retribusi Terminal tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan lalu lintas, dan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan terminal, serta masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, perlu diganti dengan peraturan daerah yang baru;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Penyelenggaraan Terminal dan Tarif Retribusi Terminal dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan pemanfaatan Insentif pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;

16. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Penertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 25 Seri D);

17. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 26 Seri D);

18. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 9 Seri D).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI

Dan

WALIKOTA DUMAI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DAN RETRIBUSI TERMINAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kota Dumai. 6. Pejabat adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Dumai yang ditunjuk

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan perencanaan, pembangunan, dan penyelenggaraan terminal transportasi jalan.

7. Unit Pelaksana Teknis adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Dinas yang dibentuk secara khusus untuk menyelenggarakan terminal, serta memungut retribusi terminal.

8. Pengelola Terminal adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai. 9. Dinas yang membidangi pendapatan daerah adalah Dinas Pendapatan

Daerah Kota Dumai. 10. Swasta adalah perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum

Indonesia, yang bukan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 11. Badan Hukum atau Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

12. Perseorangan atau Orang, adalah orang pribadi selaku pengemudi kendaraan atau pemilik kendaraan, dan/atau pengguna jasa terminal atau penyelenggara terminal.

13. Terminal Transportasi Jalan atau yang dapat pula disebut Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

14. Terminal Penumpang adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang, serta perpindahan moda angkutan orang.

15. Jalur Kedatangan adalah jalur di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan bermotor umum untuk menurunkan penumpang.

16. Jalur Keberangkatan adalah jalur di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan bermotor umum untuk menaikkan penumpang.

17. Tempat Tunggu Penumpang adalah ruangan di dalam gedung terminal penumpang dan/atau peron di jalur kedatangan atau jalur keberangkatan terminal penumpang yang disediakan sebagai tempat bagi penumpang untuk menunggu kedatangan atau keberangkatan kendaraan bermotor umum.

18. Terminal Barang adalah pangkalan kendaraan bermotor umum angkutan barang yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan barang, serta perpindahan moda angkutan barang.

19. Terminal Barang Utama adalah terminal barang yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, untuk melayani kendaraan bermotor umum angkutan barang di dalam Daerah.

20. Terminal Barang Pembantu adalah terminal barang yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, untuk melayani kendaraan bermotor umum angkutan barang yang tidak terlayani oleh Terminal Barang Utama disebabkan karena lintasannya yang terlalu jauh.

21. Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri atau yang dapat disingkat TBUKS adalah terminal barang yang dibangun, dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta untuk kepentingan sendiri.

22. Pos Retribusi Terminal Barang adalah pos yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat untuk melakukan pemungutan retribusi terminal barang di jalan, yang disebabkan karena pada lintasan tertentu belum dapat dibangun atau diselenggarakan Terminal Barang Pembantu.

23. Penyelenggara Terminal adalah Dinas yang menyelenggarakan terminal yang dibangun dan disediakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

24. Penyelenggara TBUKS adalah Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta yang dengan seizin Walikota membangun dan menyelenggarakan Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri (TBUKS), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

25. Penyelenggara pool dan/atau loket di luar terminal adalah perusahaan angkutan umum yang dengan seizin Walikota membangun dan menyelenggarakan pool dan/atau loket di luar terminal.

26. Pengguna Jasa Terminal adalah orang atau badan selaku pengemudi atau pemilik kendaraan bermotor umum dan/atau penumpang atau pemilik barang yang mempergunakan jasa pelayanan terminal.

27. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum.

28. Agen adalah orang atau badan yang secara khusus diberikan kuasa oleh perusahaan angkutan umum yang memiliki izin trayek atau izin operasi dari dan ke Kota Dumai, untuk mengelola atau menyelenggarakan kantor perwakilan, kantor cabang, pool dan/atau loket dari perusahaan tersebut yang berada di Daerah.

29. Calo adalah orang atau badan yang memperlakukan dirinya atau bertindak seolah-olah dirinya adalah Agen atau perantara terhadap Agen, sehingga mampu memperdaya calon pengguna jasa angkutan umum dan memperoleh keuntungan secara tidak syah atas segala tindakan yang dilakukan olehnya.

30. Percaloan adalah perbuatan atau tindakan memperdaya calon pengguna jasa angkutan umum untuk memperoleh keuntungan secara tidak syah.

31. Loket adalah tempat berkantornya perusahaan angkutan umum dan/atau tempat penjualan tiket angkutan umum, terdiri dari loket di dalam terminal dan loket di luar terminal.

32. Pool adalah tempat penyimpanan kendaraan bermotor umum sekaligus berfungsi sebagai tempat peristirahatan kendaraan bermotor umum.

33. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti dan tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

34. Fasilitas Parkir adalah alat, peralatan, perangkat lunak, rambu, marka, tanda, petunjuk, serta tempat yang disediakan untuk parkir kendaraan.

35. Fasilitas Parkir Kendaraan Bermotor Umum adalah alat, peralatan, perangkat lunak, rambu, marka, tanda, petunjuk, serta tempat yang disediakan untuk parkir kendaraan bermotor umum di dalam terminal.

36. Tempat Parkir adalah ruang yang disediakan sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan baik yang berada di dalam ruang milik jalan atau di tepi jalan maupun yang berada di luar ruang milik jalan atau di luar badan jalan.

37. Tempat Parkir Kendaraan Bermotor Umum adalah ruang yang disediakan sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan bermotor umum di dalam terminal.

38. Ruang Parkir adalah bagian dari tempat parkir yang disiapkan hanya cukup untuk satu kendaraan, terdiri dari ruang parkir untuk kendaraan roda dua, ruang parkir untuk kendaraan roda empat, serta ruang parkir untuk mobil bus dan truk.

39. Ruang Parkir Kendaraan Bermotor Umum adalah bagian dari tempat parkir yang disiapkan hanya cukup untuk satu kendaraan bermotor umum di dalam terminal.

40. Tempat Pemeliharaan Kendaraan Bermotor Umum adalah bangunan atau pelataran parkir di dalam terminal yang disediakan bagi kendaraan bermotor umum untuk melakukan pemeliharaan dan/atau perbaikan kendaraan.

41. Tempat Peristirahatan Awak Kendaraan Bermotor Umum adalah bangunan atau ruangan yang disediakan sebagai tempat untuk beristirahat atau menginap bagi awak kendaraan bermotor umum di dalam terminal.

42. Tempat Penitipan Barang adalah tempat yang disediakan bagi penumpang atau awak kendaraan bermotor umum untuk menitipkan barang di dalam terminal.

43. Tempat Pelangsiran Barang adalah tempat atau pelataran parkir di dalam terminal barang yang disediakan bagi kendaraan bermotor umum angkutan barang untuk melangsir muatannya kepada kendaraan bermotor umum angkutan barang lainnya.

44. Gudang adalah bangunan atau gedung yang disediakan sebagai tempat untuk menyimpan barang di dalam terminal barang, terdiri dari gudang basah dan gudang kering.

45. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. 46. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. 47. Angkutan Orang adalah perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan kendaraan bermotor umum. 48. Angkutan Perkotaan adalah angkutan dalam trayek yang melayani suatu

daerah perkotaan atau ibukota Kabupaten / Kota, dilakukan dengan mempergunakan kendaraan mobil bus umum atau mobil penumpang umum, dengan izin dari Bupati/Walikota.

49. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) adalah angkutan dalam trayek yang melayani pengangkutan orang dari kota ke kota melebihi satu wilayah Kabupaten / Kota dalam satu daerah Provinsi, dilakukan dengan mempergunakan mobil bus umum, dengan izin dari Gubernur.

50. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) adalah angkutan dalam trayek yang melayani pengangkutan orang dari kota ke kota melebihi satu wilayah Provinsi, dilakukan dengan mempergunakan mobil bus umum, dengan izin Dirjen Perhubungan Darat.

51. Angkutan Antar Lintas Batas Negara (ALBN) adalah angkutan dalam trayek yang melayani pengangkutan orang dari kota ke kota melebihi batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dilakukan dengan mempergunakan mobil bus umum, dengan izin Dirjen Perhubungan Darat.

52. Angkutan Taksi adalah angkutan yang melayani pengangkutan orang dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi terbatas dalam kawasan perkotaan, dilakukan dengan mempergunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer.

53. Angkutan Sewa adalah angkutan orang dengan cara sewa, baik dengan atau tanpa pengemudinya, yang melayani dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak terbatas, dilakukan dengan mempergunakan mobil penumpang umum.

54. Angkutan Pariwisata adalah angkutan tidak dalam trayek yang melayani pengangkutan orang untuk keperluan wisata, dilakukan dengan mempergunakan mobil bus umum.

55. Angkutan Karyawan adalah angkutan yang disediakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah atau badan usaha untuk mengantar jemput pegawainya atau karyawannya, dilakukan dengan mempergunakan mobil penumpang atau mobil bus.

56. Angkutan Barang adalah perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan kendaraan bermotor umum.

57. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

58. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.

59. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

60. Mobil Bus Umum adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dengan mempergunakan mobil bus.

61. Mobil Penumpang Umum adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dengan mempergunakan mobil penumpang umum.

62. Mobil Truk adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan barang dengan mempergunakan bak terbuka.

63. Mobil Box adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan barang dengan mempergunakan bak tertutup.

64. Mobil Tangki adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan barang dengan mempergunakan bak berbentuk tabung atau tangki silinder.

65. Kereta Gandengan adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan barang dengan mempergunakan mobil truk dan kereta gandengan.

66. Kereta Tempelan adalah kendaraan bermotor umum untuk angkutan barang dengan mempergunakan mobil penarik dan kereta tempelan.

67. Kendaraan Pengangkut Alat Berat / Barang Khusus adalah kendaraan bermotor umum yang dipergunakan untuk mengangkut alat-alat berat atau barang-barang khusus.

68. Konfigurasi Sumbu adalah perincian jumlah ban pada tiap-tiap sumbu kendaraan, dihitung berdasarkan jumlah ban pada salah satu potongan melintang tiap-tiap sumbu.

69. Jumlah Berat Yang Diizinkan atau yang dapat disingkat JBI adalah jumlah total berat kendaraan beserta muatannya yang diizinkan, yang terdapat dalam surat tanda lulus uji kendaraan bermotor atau buku uji kendaraan bermotor.

70. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

71. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

72. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

73. Retribusi Terminal, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha terminal yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

74. Tarif Retribusi Terminal adalah besaran uang dalam nilai rupiah atas retribusi terminal.

75. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Retribusi Daerah.

76. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

77. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data Objek dan Subjek Retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.

78. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

79. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

80. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disebut SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

81. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

82. Karcis Retribusi Terminal adalah surat yang dipersamakan dengan SKRD untuk melakukan pemungutan retribusi terminal secara konvensional dengan metode pasca bayar untuk satu kali memasuki terminal, atau satu kali menggunakan jasa lainnya yang tersedia di dalam terminal.

83. Kartu Retribusi Terminal adalah kartu elektronik atau smart card deposit metode pra bayar yang dipergunakan untuk melakukan pembayaran retribusi terminal untuk lebih dari satu kali memasuki terminal, atau lebih dari satu kali menggunakan jasa lainnya yang tersedia di dalam terminal.

84. Bukti Pembayaran Retribusi Terminal adalah surat yang dipersamakan dengan SSRD yang diberikan secara manual oleh pemungut retribusi terminal, dan/atau secara mekanis dikeluarkan oleh alat penimbangan kendaraan bermotor umum angkutan barang, dan/atau secara elektronik dikeluarkan oleh alat pembaca kartu elektronik atau smart card deposit retribusi terminal.

85. Durasi Parkir Terminal adalah lamanya kendaraan bermotor umum parkir di dalam terminal untuk satu kali parkir, yang dihitung dalam satuan jam.

86. Kapasitas Parkir Terminal adalah jumlah keseluruhan ruang parkir yang tersedia untuk menampung kendaraan bermotor umum di dalam terminal dalam suatu periode tertentu.

87. Indeks Parkir Terminal adalah rasio atau perbandingan antara penggunaan ruang parkir terminal terhadap kapasitas parkir terminal.

88. Indeks Pemanfaatan Tempat Usaha adalah rasio atau perbandingan antara jumlah tiap-tiap jenis tempat usaha yang telah diusahakan terhadap jumlah total tiap-tiap jenis tempat usaha yang terdapat di terminal.

89. Indeks Penggunaan Tempat Tidur adalah rasio atau perbandingan antara jumlah tempat tidur peristirahatan yang digunakan oleh kru kendaraan bermotor umum dengan total jumlah tempat tidur peristirahatan yang tersedia di terminal.

90. Intensitas Penggunaan Jasa Pelangsiran Barang adalah jumlah atau frekuensi penggunaan jasa pelangsiran barang di terminal barang.

91. Manifes adalah dokumen yang menyertai pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, yang menyatakan jumlah dan identitas penumpang yang diangkut.

92. Surat Muatan Barang adalah dokumen yang menyertai pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor umum, yang menyatakan jenis, volume, dan/atau berat barang yang diangkut.

93. Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi.

94. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi terminal dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan terminal dan/atau retribusi daerah.

95. Penyidikan Tindak Pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang penyelenggaraan terminal dan/atau retribusi daerah yang terjadi dan menemukan tersangkanya.

BAB II

PEMBINAAN TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

Pasal 2

(1) Demi menciptakan kelancaran, ketertiban, keteraturan, dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, Walikota menetapkan kebijaksanaan di dalam penyelenggaraan terminal transportasi jalan.

(2) Walikota melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk untuk secara teknis melakukan pembinaan dan penyelenggaraan terminal transportasi jalan, serta atas nama Walikota menandatangani dan mengeluarkan perizinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan terminal transportasi jalan.

Pasal 3

Dalam menjalankan kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan terminal transportasi jalan, Walikota dapat membentuk unit pelaksana teknis di lingkungan Dinas yang memiliki tugas khusus menyelenggarakan terminal, serta melakukan pemungutan retribusi terminal.

BAB III

KLASIFIKASI, FUNGSI, DAN BENTUK PENYELENGGARAAN TERMINAL

Bagian Kesatu Klasifikasi Terminal

Pasal 4

(1) Terminal Transportasi Jalan terdiri dari : a. Terminal Penumpang; b. Terminal Barang.

(2) Terminal Penumpang sebagaimana ayat (1) huruf a terdiri dari : a. Terminal Penumpang Tipe A; b. Terminal Penumpang Tipe B; c. Terminal Penumpang Tipe C.

(3) Terminal Barang sebagaimana ayat (1) huruf b terdiri dari : a. Terminal Barang Utama; b. Terminal Barang Pembantu; c. Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri (TBUKS); d. Pos Retribusi Terminal Barang.

Bagian Kedua Fungsi Terminal

Pasal 5

(1) Terminal Penumpang Tipe A sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf a, berfungsi melayani kendaraan bermotor umum jenis pelayanan Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan/atau Angkutan Lintas Batas Negara, Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKAP), Angkutan Perkotaan dan/atau Angkutan Pedesaan.

(2) Terminal Penumpang Tipe B sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf b, berfungsi melayani kendaraan bermotor umum jenis pelayanan Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKAP), Angkutan Perkotaan dan/atau Angkutan Pedesaan.

(3) Terminal Penumpang Tipe C sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf c, berfungsi melayani kendaraan bermotor umum jenis pelayanan Angkutan Perkotaan dan/atau Angkutan Pedesaan.

(4) Terminal Barang Utama sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf a, berfungsi untuk melayani kendaraan bermotor umum angkutan barang yang melintasi atau beroperasi di dalam Daerah.

(5) Terminal Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf b, berfungsi untuk melayani kendaraan bermotor umum angkutan barang yang tidak terlayani oleh Terminal Barang Utama disebabkan karena lintasannya yang terlalu jauh.

(6) Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri (TBUKS) sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf c, berfungsi untuk melayani kepentingan sendiri Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta yang membangunnya.

(7) Pos Retribusi Terminal Barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf d, berfungsi untuk membantu pelayanan terminal barang yang telah ada dan melakukan pemungutan retribusi terminal barang pada lintasan angkutan barang yang belum dapat dibangun Terminal Barang Utama atau Terminal Barang Pembantu secara permanen.

Bagian Ketiga

Bentuk Penyelenggaraan Terminal

Pasal 6

(1) Bentuk penyelenggaraan Terminal Penumpang terdiri dari : a. penyelenggaraan Terminal Penumpang oleh Pemerintah Daerah; dan b. penyelenggaraan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal oleh Perusahaan

Angkutan Umum.

(2) Bentuk penyelenggaraan Terminal Barang terdiri dari : a. penyelenggaraan Terminal Barang Utama, Terminal Barang Pembantu,

dan Pos Retribusi Terminal Barang oleh Pemerintah Daerah; dan b. penyelenggaraan Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri (TBUKS)

oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta.

BAB IV PENETAPAN LOKASI TERMINAL

Pasal 7

(1) Penentuan lokasi terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Penetapan lokasi terminal dilakukan dengan memperhatikan : a. tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan; b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;

d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain; f. permintaan angkutan; g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi; h. keamanan dan keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau i. kelestarian lingkungan hidup.

(3) Penentuan dan penetapan lokasi TBUKS ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

BAB V

FASILITAS TERMINAL DAN DAERAH LINGKUNGAN KERJA TERMINAL

Bagian Kesatu Fasilitas Terminal

Pasal 8

(1) Setiap penyelenggara terminal wajib menyediakan fasilitas terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan.

(2) Fasilitas terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.

(3) Untuk menjaga kondisi fasilitas terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara terminal wajib melakukan pemeliharaan.

Bagian Kedua

Daerah Lingkungan Kerja Terminal

Pasal 9

(1) Lingkungan Kerja Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan bagi fasilitas terminal.

(2) Lingkungan Kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas terminal.

(3) Lingkungan Kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

BAB VI

PEMBANGUNAN, PENYELENGGARAAN, DAN PELAYANAN TERMINAL

Bagian Kesatu Pembangunan Terminal

Pasal 10

(1) Terminal Penumpang dan Terminal Barang dibangun oleh Pemerintah Daerah.

(2) Pool dan/atau Loket di Luar Terminal dibangun oleh Perusahaan Angkutan Umum.

(3) Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri (TBUKS) dibangun oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta.

(4) Pembangunan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau pembangunan TBUKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus mendapatkan izin dari Walikota.

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan setelah terlebih dahulu mendapat Rujukan Teknis dari Dinas tentang analisis kebutuhan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau analisis kebutuhan TBUKS.

(6) Rujukan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mengacu kepada suatu nilai Indeks Parkir Terminal Penumpang atau Indeks Parkir Terminal Barang yang telah dibangun oleh Pemerintah Daerah.

(7) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan apabila Rujukan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah menunjukkan nilai Indeks Parkir Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencapai nilai jenuh sebesar 80 % (delapan puluh persen).

Pasal 11

(1) Pembangunan terminal harus dilengkapi dengan : a. rancang bangun; b. buku kerja rancang bangun; c. rencana induk terminal; d. analisis dampak lalu lintas; dan e. analisis mengenai dampak lingkungan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal beserta perizinannya diatur dengan Peraturan Walikota.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Terminal

Pasal 12

(1) Terminal Penumpang dan Terminal Barang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Pool dan/atau Loket di Luar Terminal diselenggarakan oleh Perusahaan Angkutan Umum.

(3) TBUKS diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Swasta.

(4) Penyelenggaraan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau penyelenggaraan TBUKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus mendapatkan izin dari Walikota.

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan dengan terlebih dahulu mendapat Rujukan Teknis dari Dinas tentang mekanisme penyelenggaraan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau mekanisme penyelenggaraan TBUKS;

(6) Rujukan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mengacu kepada intergritas dan sinergisitas Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau TBUKS yang akan diselenggarakan terhadap Terminal Penumpang atau Terminal Barang yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(7) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan apabila Rujukan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menunjukkan bahwa intergritas dan sinergisitas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tetap terbina dan terjaga.

Pasal 13

(1) Penyelenggaraan terminal meliputi kegiatan : a. perencanaan; b. pelaksanaan; dan c. pengawasan operasional terminal.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan terminal beserta perizinannya diatur dengan Peraturan Walikota.

Pasal 14

(1) Setiap orang atau badan, dilarang menyelenggarakan Terminal Penumpang dan/atau Terminal Barang.

(2) Setiap orang atau badan, dilarang membangun atau menyelenggarakan Pool di Luar Terminal serta TBUKS tanpa izin dari Walikota.

Bagian Ketiga

Pelayanan Terminal

Pasal 15

(1) Setiap penyelenggara terminal wajib memberikan pelayanan jasa terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.

(2) Atas pelayanan jasa berupa penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) dikenakan Retribusi Terminal.

(3) Atas pelayanan jasa berupa penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor umum di dalam Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau di dalam TBUKS sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3), sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini ataupun Peraturan Daerah yang mengatur tentang Penyelenggaraan Tempat Parkir dan Tarif Retribusi Parkir, dapat dikenakan pungutan atau tidak sama sekali oleh penyelenggara Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau penyelenggara TBUKS.

(4) Atas pelayanan jasa berupa penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor umum di dalam Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau di dalam TBUKS, baik yang dikenakan pungutan atau tidak sama sekali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelenggara Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau penyelenggara TBUKS tetap dikenakan kewajiban membayar Pajak Parkir kepada Pemerintah Daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak Parkir.

Pasal 16

(1) Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2) terdiri dari : a. Retribusi penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor umum; b. Retribusi penyediaan tempat usaha di dalam terminal seperti toko, rumah

makan, restoran, kantin, warung, kios, loket, kantor, dan lain-lain tempat usaha;

c. Retribusi penyediaan tempat peristirahatan awak kendaraan bermotor umum;

d. Retribusi atas pelayanan jasa pelangsiran barang, jasa penitipan barang, jasa pergudangan, dan jasa lainnya.

(2) Retribusi penyediaan tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sudah termasuk pelayanan penggunaan fasilitas wc/toilet untuk awak kendaraan bermotor umum, penumpang kendaraan bermotor umum, dan/atau pengantar atau penjemput penumpang.

(3) Retribusi penyediaan tempat tunggu penumpang atau peron sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sudah termasuk pelayanan penggunaan fasilitas wc/toilet untuk penumpang kendaraan bermotor umum dan/atau pengantar / penjemput penumpang.

BAB VII PENGOPERASIAN TERMINAL

Bagian Kesatu Kewajiban Masuk Terminal

Pasal 17

(1) Setiap kendaraan bermotor umum angkutan orang yang memasuki atau keluar dari Kota Dumai dan/atau beroperasi melakukan pengangkutan orang di dalam Kota Dumai diwajibkan masuk ke dalam Terminal Penumpang.

(2) Dikecualikan dari kewajiban memasuki Terminal Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Angkutan Taksi; b. Angkutan Sewa yang nyata-nyata beroperasi sebagai mobil rental; c. Angkutan Pariwisata yang nyata-nyata beroperasi sebagai mobil wisata; d. Angkutan karyawan; e. Angkutan yang membawa rombongan (pengantar jenazah, kunjungan

sosial, kunjungan keagamaan, kunjungan pesta, dan lain sebagainya), yang dibuktikan dengan izin tertulis dari dinas atau instansi yang membidangi lalu lintas dan angkutan jalan pada daerah asal.

(3) Angkutan rombongan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf e, apabila tidak dilengkapi dengan izin tertulis dari dinas atau instansi yang membidangi lalu lintas dan angkutan jalan pada daerah asal, maka untuk dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan kawasan pemukiman, diwajibkan melapor dan memperoleh izin dari Kepala Dinas melalui Kepala UPT Terminal Penumpang.

(4) Kendaraan bermotor umum angkutan penumpang yang telah memasuki Pool dan/atau Loket di Luar Terminal tidak mendapat pengecualian dari kewajiban memasuki Terminal Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Kendaraan bermotor umum yang telah memasuki Terminal Penumpang, karena alasan untuk melakukan pemeliharaan dan/atau perbaikan terhadap kendaraan yang tidak dapat dilakukan di dalam terminal, dapat diberikan izin dispensasi untuk memasuki kawasan yang berdekatan dengan lokasi terminal, dengan izin dari Kepala Dinas melalui Kepala UPT Terminal Penumpang.

(6) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan dengan sangat selektif dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan oleh petugas terminal terhadap kebenaran informasi yang disampaikan oleh pengemudi atau awak kendaraan bermotor umum.

(7) Kendaraan yang telah memperoleh izin dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diizinkan keluar dari terminal apabila di dalam kendaraan tidak terdapat penumpang, dan kepada kendaraan dimaksud diizinkan masuk kembali ke dalam terminal apabila di dalam kendaraan juga tidak terdapat penumpang.

Pasal 18

(1) Setiap kendaraan bermotor umum angkutan barang bermuatan yang memasuki atau keluar dari Kota Dumai dan/atau beroperasi melakukan pengangkutan barang di dalam Kota Dumai diwajibkan masuk ke dalam Terminal Barang.

(2) Kendaraan bermotor umum angkutan barang yang karena lintasannya tidak memungkinkan untuk masuk ke dalam Terminal Barang, dapat dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), namun tetap diwajibkan untuk melintasi dan berhenti di Pos Retribusi Terminal Barang yang terdekat dari lintasannya.

(3) Kendaraan bermotor umum angkutan barang bermuatan yang telah memasuki TBUKS tidak mendapat pengecualian dari kewajiban memasuki Terminal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kedua

Kewajiban Pelangsiran Barang dan Izin Masuk Kota

Pasal 19

(1) Kendaraan bermotor umum angkutan barang dengan konfigurasi sumbu di atas 1.2 dan JBI melebihi 8 (delapan) Ton yang mengangkut barang-barang yang bersifat umum dan dapat dipisah-pisahkan, tidak dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman.

(2) Untuk dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman, barang-barang tersebut pada ayat (1) wajib dipindahkan atau dilangsir kepada kendaraan bermotor umum angkutan barang yang lebih kecil dengan konfigurasi sumbu paling tinggi 1.2 dan JBI paling besar 8 (delapan) Ton, yang dilakukan di dalam Terminal Barang.

(3) Yang termasuk barang-barang yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahan sembako, barang kelontong, hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan, barang elektronik, dan bahan bangunan, termasuk di dalamnya semen dalam kemasan, besi, pasir, tanah, batu bata, batu kali, dan batu kerikil.

(4) Untuk dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman, kendaraan pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang mengangkut barang-barang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memperoleh Izin Masuk Kota dari Kepala Dinas.

(5) Khusus barang-barang hasil perkebunan dan industri pengolahannya berupa tandan buah segar sawit, inti sawit, cangkang sawit, ampas sawit, CPO, serta kayu log tidak diizinkan memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman.

(6) Dikecualikan dari kewajiban melangsir barang di Terminal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor umum angkutan barang yang mengangkut barang-barang yang bersifat umum dengan ukuran sangat besar dan/atau tidak dapat dipisah-pisahkan, bahan cair atau barang curah, barang khusus, alat berat, dan barang berbahaya.

(7) Yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah : a. kendaraan tangki pengangkut air bersih; b. kendaraan tangki pengangkut minyak goreng siap masak; c. kendaraan tangki pengangkut BBM; d. kendaraan pengangkut tabung gas elpiji; e. kendaraan pengangkut barang pos dan paket ekspedisi; f. kendaraan pengangkut barang beku yang mempergunakan alat pendingin

(refrigerator); g. kendaraan pengangkut semen siap aduk (ready mixed); h. kendaraan pengangkut tiang besi, pelat besi, tikar besi dan atau pagar

besi yang berukuran sangat panjang atau sangat lebar; i. kendaraan pengangkut sepeda motor dan mobil; j. kendaraan pengangkut alat berat; k. kendaraan pengangkut barang-barang berbahaya.

(8) Kendaraan bermotor umum angkutan barang selain kendaraan pengangkut alat berat dan barang-barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf i dan huruf j, dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman, dengan mempergunakan kendaraan bermotor umum angkutan barang konfigurasi sumbu paling tinggi 1.2.2 dan JBI paling besar 23 (dua puluh tiga) Ton, dengan terlebih dahulu memperoleh Izin Masuk Kota dari Kepala Dinas.

(9) Khusus kendaraan pengangkut BBM, kendaraan pengangkut barang pos dan paket ekspedisi, kendaraan pengangkut barang beku yang mempergunakan alat pendingin (refrigerator), kendaraan pengangkut tabung gas elpiji, serta kendaraan pengangkut sepeda motor dan mobil, tidak dibenarkan memasuki kawasan pemukiman, kecuali jika pengangkutan tersebut dilakukan dengan mempergunakan kendaraan konfigurasi sumbu paling tinggi 1.2 dan JBI paling besar 8 (delapan) Ton, dengan tetap memperoleh Izin Masuk Kota dari Kepala Dinas.

(10) Khusus kendaraan pengangkut semen siap aduk (ready mixed) dan sejenisnya, dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman, dengan mempergunakan kendaraan konfigurasi sumbu paling tinggi 1.2.2 dan JBI paling besar 23 (dua puluh tiga) Ton, dengan terlebih dahulu memperoleh Izin Masuk Kota dari Kepala Dinas.

(11) Izin Masuk Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) dikeluarkan dengan sangat selektif dengan memperhatikan : a. Konfigurasi sumbu dan JBI kendaraan pengangkut sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10); b. Jenis muatan atau komoditas yang dapat diangkut sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10); c. Penjadwalan operasi; d. Kecepatan maksimum kendaraan; e. Jarak antar kendaraan; f. Tata cara parkir; g. Pengaturan lintasan angkutan barang dan penempatan rambu-rambu

larangan masuk angkutan barang ke pusat kota, pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman.

(12) Kendaraan pengangkut alat berat dan barang-barang berbahaya, dapat memasuki kawasan pusat perkotaan, kawasan pusat kegiatan, dan/atau kawasan pemukiman untuk alasan yang sangat penting, atau untuk kepentingan umum yang sangat luas dan/atau untuk kepentingan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dengan Izin Khusus dari Walikota yang dapat dilimpahkan kepada Kepala Dinas, serta wajib dilakukan dengan pengawalan petugas yang berwenang.

BAB VIII

PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR

Bagian Kesatu Penimbangan Kendaraan Bermotor Umum Angkutan Barang

Pasal 20

Setiap kendaraan bermotor umum angkutan barang yang telah memasuki Terminal Barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1), sebelum keluar dari Terminal Barang wajib melakukan penimbangan terhadap berat kendaraan beserta muatannya.

Pasal 21

(1) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 dilakukan pada lokasi alat penimbangan kendaraan bermotor yang bersifat menetap di dalam Terminal Barang, atau dapat pula dilakukan di tempat parkir di dalam Terminal Barang dengan mempergunakan alat penimbangan kendaraan bermotor yang dapat dipindah-pindahkan.

(2) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi untuk dan/atau bukan merupakan alat pengawasan terhadap kelebihan muatan kendaraan, melainkan berfungsi untuk dan/atau merupakan alat ukur besarnya Retribusi Terminal yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa terminal barang terhadap penggunaan tempat parkir di dalam terminal barang berdasarkan jenis kendaraan, konfigurasi sumbu, serta bobot kendaraan dan muatannya.

(3) Disebabkan karena tidak dapat dilakukannya penimbangan terhadap kendaraan bermotor umum angkutan barang di tepi jalan yang berada pada Pos Retribusi Terminal Barang, maka untuk menentukan berat kendaraan beserta muatannya dapat mengacu pada data berat kosong kendaraan yang terdapat dalam buku uji ditambah dengan berat barang berdasarkan surat muatan barang yang dikeluarkan oleh perusahaan pengirim barang.

(4) Apabila kendaraan pengangkut tidak dilengkapi dengan surat muatan barang, atau dicurigai surat muatan barang tersebut tidak sesuai dengan volume atau berat muatan yang diangkut, maka penentuan berat muatannya ditentukan berdasarkan tabel yang telah disusun oleh Dinas berdasarkan hasil uji petik atau uji sampel terhadap kendaraan dengan tipe yang sama dan muatan sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.

Bagian Kedua

Alat Penimbangan Kendaraan Bermotor

Pasal 22

(1) Pada setiap Terminal Barang wajib dipasang atau dilengkapi dengan alat penimbangan kendaraan bermotor.

(2) Alat penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari alat penimbangan kendaraan bermotor yang dapat dipindah-pindahkan, dan alat penimbangan kendaraan bermotor yang bersifat menetap.

(3) TBUKS dikecualikan dari kewajiban untuk memasang atau melengkapi alat penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB IX

FASILITAS TERMINAL

Bagian Kesatu Fasilitas Utama dan Fasilitas Pendukung Terminal

Pasal 23

(1) Setiap terminal wajib dibangun dan dilengkapi dengan fasilitas utama dan fasilitas pendukung terminal.

(2) Fasilitas utama Terminal Penumpang terdiri dari : a. gedung terminal termasuk tempat tunggu penumpang dan/atau peron; b. kantor administrasi terminal; c. kantor operasional terminal dan menara pengawasan; d. pos retribusi dan pos penjagaan; e. jalur kedatangan dan jalur keberangkatan; f. tempat parkir kendaraan angkutan umum; g. tempat parkir kendaraan bermotor penjemput atau pengantar;

h. tempat peristirahatan awak kendaraan angkutan umum; i. tempat pemeliharaan kendaraan angkutan umum; j. tempat penitipan barang; k. fasilitas penerangan, kelistrikan, dan telekomunikasi di dalam terminal.

(3) Fasilitas utama Terminal Barang terdiri dari : a. gedung terminal termasuk tempat tunggu bagi awak kendaraan angkutan

barang; b. kantor administrasi terminal; c. kantor operasional terminal dan menara pengawasan; d. pos retribusi dan pos penjagaan; e. alat penimbangan kendaraan bermotor; f. tempat parkir kendaraan angkutan barang; g. tempat parkir kendaraan bukan angkutan barang; h. tempat peristirahatan awak kendaraan angkutan barang; i. tempat pemeliharaan kendaraan angkutan barang; j. tempat pelangsiran barang; k. tempat penitipan barang; l. gudang penyimpanan barang; m. fasilitas penerangan, kelistrikan, dan telekomunikasi di dalam terminal.

(4) Fasilitas pendukung terminal terdiri dari musholla, poliklinik, toko, rumah makan, restoran, kantin, warung, kios, loket, kantor, dan wc/toilet.

Bagian Kedua

Rambu, Marka, Dan Papan Informasi

Pasal 24

(1) Setiap terminal wajib dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan yang mengatur sirkulasi dan parkir kendaraan bermotor di dalam terminal, serta papan informasi di dalam terminal.

(2) Papan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa papan informasi penunjuk arah tempat, bangunan, dan/atau fasilitas lainnya yang ada di dalam terminal, serta papan informasi tarif retribusi terminal.

Bagian Ketiga

Alat Pemadam Kebakaran

Pasal 25

(1) Setiap terminal wajib dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran.

(2) Jenis, jumlah, kapasitas, tata letak, dan izin penggunaan alat pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Dinas atau Kantor yang menangani bidang pemadamam kebakaran.

Bagian Keempat

Sistem Komputerisasi Operasional Terminal

Pasal 26

(1) Dalam rangka meningkatkan pelayanan terminal, mempermudah pendataan kendaraan angkutan umum dan/atau penimbangan kendaraan angkutan barang, mempercepat pemungutan retribusi terminal, meningkatkan keakuratan data, serta meminimalisasi penyimpangan operasional, pada setiap terminal sedapatnya dilengkapi dengan sistem komputerisasi atau sistem informasi yang modern.

(2) Sistem komputerisasi atau sistem informasi terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. sistem informasi pendataan keluar masuk kendaraan bermotor umum dan

asal tujuan perjalanan orang;

b. sistem informasi pendataan keluar masuk kendaraan angkutan barang dan asal tujuan perjalanan barang, serta jenis muatan atau komoditas yang diangkut;

c. sistem komputerisasi penimbangan kendaraan bermotor; d. penggunaan kartu elektronik atau smart card untuk pembayaran retribusi

terminal; e. pemantauan kejadian, pengawasan situasi, dan pengaturan sirkulasi

kendaraan di dalam terminal dengan mempergunakan CCTV (Closed Circuit Television).

Bagian Kelima

Larangan-Larangan

Pasal 27

(1) Setiap orang atau badan, dilarang mencorat-coret, menempelkan stiker atau selebaran atau reklame, mengotori, memindahkan, menghilangkan, menumbangkan, merusak, atau membuat tidak berfungsi fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung, rambu-rambu, marka jalan, papan informasi, alat pemadam kebakaran, dan sistem komputerisasi yang terdapat atau terpasang di dalam terminal atau dalam daerah lingkungan kerja terminal.

(2) Setiap orang atau badan, dilarang memasang atau meletakkan rambu-rambu, marka jalan, atau papan informasi, menambah, mengurangi, merenovasi, atau mengubah bentuk bangunan yang berada di dalam terminal dan/atau dalam daerah lingkungan kerja terminal tanpa izin dari Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Setiap orang atau badan, dilarang menghapus, menghilangkan, mengubah, mengedit, menambah, atau merekayasa data sistem informasi dan/atau sistem komputerisasi terminal dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan/atau orang lain, atau untuk menghilangkan barang bukti terjadinya tindak pidana yang melibatkan dirinya dan/atau orang lain.

(4) Setiap orang atau badan, dilarang berjualan atau menjajakan dagangan tidak pada tempat yang telah ditentukan dan/atau berjualan secara apongan, lapak, atau gerobak dorong.

BAB X

POOL DAN LOKET

Bagian Kesatu Pool Kendaraan Bermotor

Pasal 28

(1) Setiap perusahaan angkutan umum dapat menguasai atau menempati suatu pool kendaraan bermotor di luar terminal.

(2) Pool sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan, dan/atau tempat pemeliharaan atau perbaikan kendaraan yang tidak dapat dilakukan di dalam terminal.

(3) Pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor umum menunggu jadwal keberangkatan, dan tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau tempat bongkar muat barang.

(4) Untuk menunggu jadwal keberangkatan, setiap kendaraan bermotor umum angkutan penumpang wajib mempergunakan tempat parkir yang berada di dalam terminal penumpang, kecuali untuk jenis-jenis angkutan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17 ayat (2).

Bagian Kedua Loket di Luar Terminal

Pasal 29

(1) Setiap perusahaan angkutan umum dapat menguasai atau mengusahakan loket di luar terminal.

(2) Loket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya berfungsi sebagai tempat penjualan atau reservasi tiket penumpang serta pelayanan informasi bagi para penumpang.

(3) Loket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor umum menunggu jadwal keberangkatan, dan tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Bagian Ketiga

Loket di Dalam Terminal

Pasal 30

(1) Setiap perusahaan angkutan umum wajib menempati atau mengusahakan loket yang berada di dalam terminal.

(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jenis-jenis angkutan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17 ayat (2).

Bagian Keempat

Lokasi Pool di Luar Terminal

Pasal 31

(1) Lokasi pool di luar terminal sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : a. Jalan Ratu Sima (Jalan Kelakap Tujuh) untuk jenis pelayanan Angkutan

AKAP, AKDP, Angkutan Sewa dan Angkutan Pariwisata; b. Jalan Gatot Subroto (Jalan Bukit Timah Raya) dan Jalan Soekarno-Hatta

(Jalan Raya Dumai-Duri) untuk kendaraan bermotor umum angkutan barang.

(2) Setiap perusahaan angkutan umum dilarang mendirikan atau menempati pool di luar terminal selain pada lokasi yang dimaksud pada ayat (1), kecuali bagi jenis-jenis angkutan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17 ayat (2).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pool di luar terminal beserta perizinannya diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XI

KEAGENAN

Pasal 32

(1) Setiap orang yang ditunjuk menjadi agen perusahaan angkutan umum yang bekerja di dalam terminal diwajibkan untuk menggunakan pakaian seragam dan mengenakan identitas resmi dari perusahaan angkutan umum yang memiliki izin trayek atau izin operasi dari dan ke Kota Dumai.

(2) Agen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Dinas melalui UPT Terminal Penumpang atau UPT Terminal Barang, dan kepadanya diterbitkan tanda pengenal agen.

(3) Agen yang tidak terdaftar pada Dinas dan tidak memiliki tanda pengenal agen tidak dibenarkan bekerja di dalam terminal dan dianggap sebagai Calo.

Pasal 33

Setiap orang dilarang melakukan segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan percaloan di dalam terminal.

BAB XII

PELAYANAN ANTAR JEMPUT PENUMPANG DAN BAGASI

Pasal 34

(1) Setiap perusahaan angkutan umum yang menempatkan kendaraannya dan mengusahakan loket di dalam terminal penumpang, diutamakan untuk diberikan kemudahan dalam mendapatkan penumpang.

(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. izin pengoperasian mobil pelayanan antar jemput penumpang dan bagasi

dari dan ke terminal penumpang; b. prioritas penyaluran penumpang dari dan ke pelabuhan yang diangkut

oleh angkutan khusus pelabuhan.

(3) Fasilitas antar jemput sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib mempergunakan mobil penumpang untuk mengantar jemput penumpang, dan mobil barang untuk mengangkut bagasi penumpang.

(4) Izin pengoperasian mobil pelayanan antar jemput sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh Kepala Dinas melalui Kepala UPT Terminal Penumpang, dengan memperhatikan rasio antara jumlah mobil pelayanan antar jemput terhadap jumlah kendaraan bermotor umum yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan umum, setinggi-tingginya 20 % (dua puluh persen).

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan antar jemput penumpang dan bagasi beserta perizinannya diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XIII

ASPEK TEKNIS TERMINAL

Bagian Kesatu Luas Lahan Terminal Dan Pool

Pasal 35

(1) Luas lahan terminal yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Pool di Luar Terminal yang dibangun dan diselenggarakan oleh Perusahaan Angkutan Umum sekurang-kurangnya memiliki lahan seluas 1.000 m2 (seribu meter persegi) dan untuk Angkutan Penumpang dan seluas 2.000 m2 (dua ribu meter persegi) untuk Angkutan Barang.

(3) TBUKS yang dibangun dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau swasta sekurang-kurangnya memiliki lahan seluas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi).

Bagian Kedua

Akses Keluar Masuk Terminal

Pasal 36

(1) Terminal harus memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) buah pintu yang berfungsi sebagai akses masuk dan akses keluar kendaraan bermotor dari dan ke dalam terminal.

(2) Apabila memungkinkan sedapat-dapatnya dipisahkan antara pintu masuk dan pintu keluar untuk kendaraan bermotor umum dengan pintu masuk dan pintu keluar kendaraan bermotor lainnya di dalam terminal.

BAB XIV RETRIBUSI TERMINAL

Bagian Kesatu Nama, Objek, dan Subjek Retribusi

Pasal 37

Retribusi terhadap pelayanan terminal yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah disebut Retribusi Terminal.

Pasal 38

(1) Objek Retribusi Terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang, bis umum dan angkutan barang, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. penyediaan musholla, penyediaan peron dan ruang tunggu, serta

penggunaan fasilitas wc/toilet yang berada di terminal; b. penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor penjemput atau

pengantar di dalam Terminal Penumpang; c. penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor bukan angkutan

barang di dalam Terminal Barang; d. penyediaan tempat parkir pada Pool dan/atau Loket di Luar Terminal

yang dibangun dan diselenggarakan oleh Perusahaan Angkutan Umum; e. penyediaan tempat parkir pada TBUKS yang dibangun dan

diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Swasta.

Pasal 39

Subjek Retribusi Terminal adalah orang pribadi atau badan selaku pengemudi atau pemilik kendaraan bermotor umum yang menggunakan/menikmati jasa atau pelayanan terminal, dan/atau orang pribadi atau badan selaku pengelola atau pengusaha toko, rumah makan, restoran, kantin, warung, kios, loket, kantor, dan lain-lain tempat usaha yang berada di terminal.

Bagian Kedua

Golongan Retribusi

Pasal 40

Retribusi Terminal digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pelayanan Terminal

Pasal 41

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa berdasarkan jenis, waktu serta frekuensi layanan terminal.

Bagian Keempat

Prinsip Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Terminal

Pasal 42

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tariff Retribusi Terminal didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Pasal 43

(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Bagian Kelima

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Terminal

Pasal 44

(1) Tarif Retribusi Penyediaan Tempat Parkir Kendaraan Bermotor Umum di dalam Terminal Penumpang, adalah sebagai berikut :

NO. JENIS KENDARAAN

TARIF RETRIBUSI (Rp / Kendaraan)

SEKALI PARKIR (Maks. 6 Jam)

PARKIR INAP (6 – 24 Jam)

1.

2.

3.

4.

Angkutan Perkotaan / Perdesaan : a. Mobil Penumpang Umum b. Mobil Bus Umum

Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) : a. Bus Kecil (Kap. 9 s/d 16 seat) b. Bus Sedang (Kap. 16 s/d 28 seat) c. Bus Besar (Kap.lebih dari 28 seat)

Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) : a. Bus Kecil (Kap. 9 s/d 16 seat) b. Bus Sedang (Kap. 16 s/d 28 seat) c. Bus Besar (Kap.lebih dari 28 seat)

Angkutan Antar Lintas Batas Negara (ALBN) : a. Bus Kecil (Kap. 9 s/d 16 seat) b. Bus Sedang (Kap. 16 s/d 28 seat) c. Bus Besar (Kap.lebih dari 28 seat)

1.000,- 2.000,-

5.000,- 8.000,-

10.000,-

5.000,- 8.000,-

10.000,-

9.000,- 12.000,- 15.000,-

2.000,- 4.000,-

10.000,- 16.000,- 20.000,-

10.000,- 16.000,- 20.000,-

18.000,- 24.000,- 30.000,-

(2) Tarif Retribusi Penyediaan Tempat Parkir Kendaraan Bermotor Umum di dalam Terminal Barang dan pelayanan jasa timbangan adalah sebagai berikut :

NO. JENIS KENDARAAN DAN KONFIGURASI SUMBU

TARIF RETRIBUSI

SEKALI PARKIR (Maks. 6 Jam)

PARKIR INAP (6 – 24 Jam)

1.

2.

3.

4.

5.

Pick Up dan Mobil Box Ukuran Kecil

Mobil Truk, Mobil Box, dan Mobil Tangki : a. Sumbu 1.1 dan 1.2 b. Sumbu 1.2 (Engkel) c. Sumbu 1.2.2 d. Sumbu 1.1.2.2 atau lebih

Kereta Tempelan

Kereta Gandengan

Kereta Pengangkut Alat Berat / Barang Khusus

1.500,-

25.000,- 35.000,- 55.000,- 65.000,-

75.000,-

75.000,-

100.000,-

3.000,-

37.500,- 52.500,- 82.500,- 97.500,-

112.500,-

112.500,-

150.000,-

(3) Tarif Retribusi Penyediaan Tempat Usaha di dalam Terminal adalah sebagai

berikut :

NO. JENIS TEMPAT USAHA

TARIF RETRIBUSI (Rp./m2)

PER BULAN PER TAHUN

1.

2.

3.

4.

5.

Toko / Rumah Makan / Restoran

Kantin / Warung

Kios / Loket

Kantor

Lain-lain Tempat Usaha

15.000,-

12.500,-

12.500,-

10.000,-

10.000,-

150.000,-

125.000,-

125.000,-

100.000,-

100.000,-

(4) Tarif Retribusi Penyediaan Tempat Peristirahatan Awak Kendaraan Bermotor Umum Angkutan Barang adalah sebagai berikut :

NO. JENIS FASILITAS

TARIF RETRIBUSI (Rp.)

SEKALI PAKAI (Maks. 6 Jam)

MENGINAP (6 – 24 Jam)

1.

2.

Tempat Tidur dan Loker Penyimpanan Barang

Tempat Tidur, Kasur, Seprei, Bantal, Selimut, dan Loker Penyimpanan Barang

7.500,-

15.000,-

15.000,-

30.000,-

(5) Tarif Retribusi Penyediaan Jasa Pelangsiran (Bongkar Muat) Barang adalah sebagai berikut :

NO. JENIS BARANG

TARIF RETRIBUSI (Rp.)

PER KOLI (Maks. 25 Kg)

PER KG.

1.

2.

3.

4.

Bahan Sembako dan Barang Kelontong

Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan

Bahan Bangunan

Barang Elektronik

2.500,-

2.500,-

2.500,-

5.000,-

100,-

100,-

100,-

200,-

(6) Tarif Retribusi Penyediaan Jasa Penitipan Barang adalah sebagai berikut :

NO. JENIS BARANG

TARIF RETRIBUSI (Rp.)

PER KG. (Maks. 6 jam)

PER KG. (6 – 24 jam)

1.

2.

3.

4.

Barang Umum (kecuali Elektronik)

Barang Umum (khusus Elektronik)

Bahan Cair / Barang Curah

Barang Khusus

250,-

500,-

250,-

500,-

750,-

1.500,-

750,-

1.500,-

(7) Tarif Retribusi Penyediaan Jasa Pergudangan adalah sebagai berikut:

NO. JENIS BARANG

TARIF RETRIBUSI (Rp.)

PER KG. (Maks 24 jam)

PER KG PER HARI (Lebih dari 24 Jam)

1. 2. 3. 4.

Barang Umum (kecuali Elektronik) Barang Umum (khusus Elektronik) Bahan Cair / Barang Curah Barang Khusus

75,-

150,- 75,-

150,-

50,-

100,- 50,-

100,-

(8) Retribusi penyediaan jasa pelangsiran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dipungut apabila penyelenggara Terminal Barang sudah mempergunakan alat atau peralatan mekanis pelangsiran barang.

(9) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) tidak termasuk upah tenaga kerja bongkar muat barang.

Pasal 45

Penyelenggara terminal dilarang memungut Retribusi Terminal yang melebihi tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

Bagian Keenam

Wilayah Pemungutan Retribusi Terminal

Pasal 46

Wilayah pemungutan Retribusi Terminal adalah pada seluruh terminal yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang berada dalam wilayah Kota Dumai.

Bagian Ketujuh

Penentuan Pembayaran, Tempat Pembayaran, Angsuran, dan Penundaan Pembayaran

Pasal 47

(1) Pembayaran Retribusi Terminal dilakukan secara langsung oleh Wajib Retribusi Terminal kepada Juru Pungut Retribusi Terminal.

(2) Juru Pungut Retribusi Terminal wajib menyetorkan hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pembantu Bendahara Penerimaan yang ditugaskan di terminal pada setiap hari kerja untuk hasil pemungutan retribusi yang dilakukan pada hari juru pungut tersebut bekerja.

(3) Pembantu Bendahara Penerima wajib menyetorkan hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dinas pada setiap hari kerja untuk hasil pemungutan retribusi yang dilakukan 1 (satu) hari sebelumnya.

Pasal 48

(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat diangsur dan/atau ditunda.

(2) Penyetoran retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat (3) dapat ditunda apabila pada hari yang bersangkutan bertepatan dengan hari libur.

Bagian Kedelapan

Sanksi Administratif

Pasal 49

Dalam hal Wajib Retribusi Terminal dan/atau Juru Pungut Retribusi Terminal tidak menyetorkan hasil pemungutan atau penerimaan Retribusi Terminal tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Bagian Kesembilan

Penagihan

Pasal 50

(1) Penagihan retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar beserta bunganya sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 dilakukan dengan mengguna-kan STRD.

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.

Bagian Kesepuluh

Penghapusan Piutang Retribusi Yang Kedaluwarsa

Pasal 51

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung

maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkannya Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Bagian Kesebelas Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi Kedaluwarsa

Pasal 52

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Kota yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota.

Bagian Keduabelas

Masa Retribusi

Pasal 53

(1) Masa retribusi penyediaan tempat parkir kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah periode waktu 1 (satu) kali parkir terhitung mulai saat kendaraan masuk ke tempat parkir sampai kendaraan meninggalkan tempat parkir untuk durasi parkir paling lama 6 (enam) jam.

(2) Masa retribusi penyediaan tempat parkir menginap kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah periode waktu sekali parkir sekurang-kurangnya 6 (enam) jam sampai paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

(3) Masa retribusi penyediaan tempat tunggu penumpang dan/atau peron adalah periode waktu sekali masuk ke dalam terminal sampai dengan keluar dari terminal.

(4) Masa retribusi penyediaan tempat usaha di dalam terminal adalah periode waktu 1 (satu) bulan atau periode waktu 1 (satu) tahun.

(5) Masa retribusi penyediaan tempat peristirahatan awak kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah periode waktu sekali istirahat paling lama 6 (enam) jam.

(6) Masa retribusi penyediaan tempat peristirahatan menginap awak kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah periode waktu sekali istirahat sekurang-kurangnya 6 (enam) jam sampai paling lama 24 (dua puluh) empat jam.

(7) Masa retribusi penyediaan jasa pelangsiran barang adalah periode waktu sekali melaksanakan kegiatan pelangsiran barang.

(8) Masa retribusi penyediaan jasa penitipan barang adalah periode waktu sekali menitipkan barang untuk waktu paling lama 6 (enam) jam.

(9) Masa retribusi penyediaan jasa penitipan barang menginap adalah periode sekali menitipkan barang untuk waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) jam sampai paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

(10) Masa retribusi penyediaan jasa pergudangan adalah periode waktu sekali penyimpanan barang untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam, atau lebih lama dari 24 (dua puluh empat) jam.

Bagian Ketigabelas

Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan Retribusi Terminal

Pasal 54

Tidak terdapat skema pemberian keringanan, pengurangan, atau pembebasan terhadap kewajiban pembayaran Retribusi Terminal yang dapat diberikan kepada pengguna jasa terminal.

BAB XV

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 55

(1) Retribusi Terminal dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, atau kartu pembayaran Retribusi Terminal.

Pasal 56

(1) Tata cara pemungutan Retribusi Terminal mempergunakan beberapa metode sebagai berikut : a. metode pasca bayar (sistem konvensional); b. metode pra bayar dengan mempergunakan kartu elektronik atau smart

card yang berfungsi sebagai kartu deposit Retribusi Terminal.

(2) Pemilihan metode pemungutan Retribusi Terminal yang akan digunakan ditetapkan sepenuhnya oleh Walikota, dengan memperhatikan aspek efektifitas dan efisiensi, kemampuan pembiayaan, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan dan penerapan teknologi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan metode pemungutan Retribusi Terminal diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XVI KARCIS ATAU KARTU RETRIBUSI TERMINAL

DAN TANDA BUKTI PEMBAYARAN RETRIBUSI TERMINAL

Pasal 57

(1) Karcis Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (1) huruf a dikeluarkan oleh Dinas dan wajib dilegalisasi oleh Dinas dan/atau diporporasi oleh Dinas yang membidangi pengelolalaan keuangan daerah.

(2) Pemungutan Retribusi Terminal yang mempergunakan kartu elektronik atau smart card deposit Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) huruf b wajib memberikan tanda bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh alat pembaca kartu elektronik atau smart card kepada pengguna jasa terminal sebagai tanda bukti pembayaran Retribusi Terminal yang sah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai karcis Retribusi Terminal atau kartu elektronik atau smart card deposit Retribusi Terminal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 58

(1) Setiap Juru Pungut Retribusi Terminal yang diperkerjakan oleh Dinas dilarang menggunakan karcis Retribusi Terminal yang tidak dilegalisasi oleh Dinas dan/atau tidak diporporasi oleh Dinas yang membidangi pengelolaan keuangan daerah.

(2) Setiap orang atau badan, dilarang membuat, mencetak, mengeluarkan, mengedarkan dan/atau menjual karcis Retribusi Terminal dan/atau kartu elektonik atau smart card deposit Retribusi Terminal yang palsu atau tidak syah.

BAB XVII

INSTANSI PEMUNGUT

Pasal 59

Instansi pemungut adalah Instansi yang ditunjuk sebagai pengelola Terminal dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Retribusi Daerah.

BAB XVIII

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 60

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu.

(2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi.

(3) Besarnya insentif ditetapkan 3% (tiga persen) dari rencana penerimaan retribusi dalam tahun anggaran yang berkenaan.

(4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan.

(5) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XIX PENGAWASAN, PENGENDALIAN, DAN PENERTIBAN

TERHADAP PENYELENGGARAAN TERMINAL

Pasal 61

(1) Untuk menjamin penyelenggaraan terminal tidak menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan maka secara rutin dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penertiban terhadap Penyelenggaraan Terminal dan/atau pemungutan Retribusi Terminal.

(2) Apabila dari kegiatan pengawasan, pengendalian, dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat indikasi terjadinya tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal, maka selanjutnya dilakukan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dimaksud.

(3) Pengawasan, pengendalian, dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Bidang yang menangani Pengendalian Operasional pada Dinas dengan dibantu oleh Bidang yang menangani Perhubungan Darat pada Dinas.

(4) Penyidikan tindak pidana dalam Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/ atau Retribusi Terminal.

BAB XX

PENYIDIKAN

Pasal 62

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal, sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan

(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana Penyelenggaraan Terminal dan/atau Retribusi Terminal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam dalam Undang Undang Nomor Hukum Acara Pidana.

BAB XXI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 63

Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.

Pasal 64

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (12), Pasal 20, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27 ayat (2), dan ayat (4), Pasal 33, Pasal 44, dan Pasal 56 ayat (2), adalah pelanggaran.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2), adalah kejahatan.

Pasal 65

Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh badan, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap badan dan/atau pengurusnya.

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 09 Tahun 2002 tentang Retribusi Terminal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 67

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 68

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di Dumai

pada tanggal 1 Maret 2011

WALIKOTA DUMAI H. KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal 2 Maret 2011

Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI, H. M. SYUKRI HARTO, SE. M. Si PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 19590727 198603 1 009 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI B

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI

NOMOR 24 TAHUN 2011

TENTANG

PENYELENGGARAAN TERMINAL DAN RETRIBUSI TERMINAL

I. PENJELASAN UMUM Memperhatikan bahwa Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 9 Tahun 2002 tentang

Retribusi Terminal yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah, tingkat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan lalu lintas, dan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan terminal.

Demikian pula dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010 yang merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka mutlak diperlukan penggantian terhadap peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah, diantaranya adalah Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 9 Tahun 2002 tentang Retribusi Terminal.

Peraturan Daerah yang baru tentang Penyelenggaraan Terminal dan Tarif Retribusi Terminal harus dapat mengakomodasi semua aspek, termasuk aspek peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas pelayanan dan profesionalisme, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penerapan manajemen dan rekayasa lalu lintas, penegakan supremasi hukum, serta peningkatan potensi pendapatan asli daerah sebagai salah satu modal dasar pembangunan daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2 Ayat (1)

Penyelenggaraan terminal transportasi jalan sangat berkaitan dan berdampak langsung terhadap kelancaran, ketertiban, keteraturan, dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Oleh sebab itu Kepala Daerah berwenang dan berkepentingan untuk menetapkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan terminal transportasi jalan.

Ayat (2) Sebagai perpanjangan tangan Walikota, Kepala Dinas diberi tugas dan tanggungjawab, serta dilimpahkan kewenangan untuk melakukan pembinaan teknis di bidang terminal

transportasi jalan, serta menandatangani dan mengeluarkan segala bentuk perizinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan terminal transportasi jalan.

Pasal 3 Unit pelaksana teknis yang tugas pokok dan fungsinya menangani penyelenggaraan terminal.

Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Terminal Barang Utama adalah terminal barang induk yang dijadikan sebagai pusat pengendalian utama lalu lintas angkutan barang, pusat pengendalian unit-unit kerja terminal barang lainnya seperti terminal barang pembantu, pos retribusi terminal barang, dan terminal barang untuk kepentingan sendiri, serta dijadikan sebagai kantor Unit Pelaksana Teknis Terminal Barang.

Ayat (5) Terminal Barang Pembantu adalah salah satu unit kerja terminal barang utama, yang berfungsi sebagai pusat pengendalian lalu lintas angkutan barang pada lintasan atau koridor yang terdekat, serta merupakan satuan kerja dari Unit Pelaksana Teknis Terminal Barang.

Ayat (6) Untuk menunjang kegiatan pokoknya Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Swasta dapat membangun dan menyelenggararakan Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri. TBUKS dibangun dan diselenggarakan sebagai penunjang usaha pokok, bukan sebagai usaha pokok penyelenggaraan terminal barang.

Ayat (7) Disebabkan pada beberapa lintasan angkutan barang belum dapat dibangun dan diselenggarakan terminal barang yang bersifat permanen, maka untuk sementara waktu dapat dibangun Pos Retribusi Terminal Barang, yang berfungsi untuk menyelenggaraan sebagian fungsi Terminal Barang.

Penyelenggaraan Pos Retribusi Terminal Barang ini tetap dilaksanakan mengingat untuk memaksa kendaraan bermotor umum angkutan barang memasuki Terminal Barang yang sangat jauh dari lintasannya, akan menyebabkan inefesiensi waktu, inefektivitas pelayanan, dan ekonomi biaya tinggi bagi masyarkat.

Namun apabila Pos Retribusi Terminal Barang ini tidak diselenggara-kan maka akan menyebabkan kerusakan sistem yang lebih luas dalam penyelenggaraan Terminal Barang dan pengendalian lalu lintas angkutan barang.

Pasal 6 Cukup jelas

Pasal 7 Ayat (1)

Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah salah satu dokumen perencanaan makro yang dikembangkan dalam rangka memadukan simpul-simpul transportasi secara sinergis dan terinter-grasi. Untuk lingkup Kota Dumai dokumen tersebut dapat berupa Grand Design Transportasi Kota Dumai yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8 Cukup jelas

Pasal 9 Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Pembangunan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau pembangunan TBUKS harus mendapatkan izin dari Walikota berupa izin mendirikan bangunan, dimaksudkan agar pembangunan tempat khusus parkir tidak melanggar penetapan lokasi yang ditetapkan Walikota, memenuhi ketentuan perizinan pendirian bangunan, serta tidak menyebabkan kerusakan sistem bagi penyelenggaraan terminal dan pengendalian lalu lintas dan angkutan jalan.

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Pasal 11 Cukup jelas

Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) Penyelenggaraan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal atau penyelenggaraan TBUKS harus mendapatkan izin dari Walikota dimaksudkan agar penyelenggaraan tersebut adalah legal sehingga menjamin kepastian hukum bagi penyelenggaranya dan perlindungan hukum bagi pengguna jasanya, serta menjadikannya sebagai komponen yang terpadu dan sinergis terhadap terminal transportasi jalan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Pasal 13 Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1) Selain Pemerintah Daerah, orang atau badan yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyelenggarakan terminal yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah adalah ilegal dan merupakan tindakan melanggar hukum.

Ayat (2) Pembangunan dan penyelenggaraan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal serta TBUKS tanpa izin dari Walikota adalah ilegal dan merupakan tindakan melanggar hukum.

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16 Cukup jelas

Pasal 17 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas

Huruf b Hanya bagi perusahaan Angkutan Sewa yang nyata-nyata mengoperasikan kendaraannya sebagai mobil rental yang tidak dikenakan kewajiban memasuki terminal penumpang.

Huruf c Hanya bagi perusahaan Angkutan Pariwisata yang nyata-nyata mengoperasikan kendaraannya sebagai mobil wisata yang tidak dikenakan kewajiban memasuki terminal penumpang.

Huruf d Cukup jelas

Huruf e Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Pasal 18 Ayat (1)

Kendaraan bermotor umum angkutan barang yang tidak bermuatan tidak dikenakan kewajiban memasuki terminal barang.

Ayat (2) Kendaraan bermotor umum angkutan barang yang lintasannya sangat jauh dari terminal barang apabila dipaksa memasuki terminal barang, akan menyebabkan inefesiensi waktu, inefektivitas pelayanan, dan ekonomi biaya tinggi bagi masyarkat. Namun demikian dalam rangka pengendalian lalu lintas angkutan barang, kendaraan bermotor umum angkutan barang dimaksud diwajibkan melintasi dan berhenti pada pos retribusi terminal barang yang terdekat dari lintasannya.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 19 Cukup jelas

Pasal 20 Cukup jelas

Pasal 21 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Contoh : Sebuah kendaraan truk bak terbuka sumbu 1.2 pengangkut TBS melintasi Pos Retribusi Terminal Barang yang berada di Bukit Timah. Dalam Buku Uji kendaraan tersebut diperoleh data JBI = 7.200 Kg, dan dalam surat muatan barangnya diperoleh data bahwa berat TBS yang diangkut adalah 3.500 Kg. Maka dengan demikian berat kendaraan dan muatannya adalah = 7.200 Kg + 3.500 Kg = 10.700 Kg.

Ayat (4) Contoh : Sebuah kendaraan truk bak terbuka jenis Colt Diesel T110S sumbu 1.2 pengangkut TBS melintasi Pos Retribusi Terminal Barang yang berada di Bukit Timah dengan muatan penuh setinggi bak kendaraan. Namun kendaraan tersebut tidak dilengkapi dengan sembarang surat muatan barang.

Untuk menentukan berat kendaraan beserta muatannya, petugas pos retribusi berpedoman pada tabel yang telah disiapkan oleh Dinas sebelumnya, berdasarkan hasil uji petik atau uji sampel terhadap kendaraan sejenis dan muatan yang sama, yang pernah ditimbang di Terminal Barang.

Misalkan dalam tabel tersebut diperoleh data bahwa jenis kendaraan Colt Diesel T110S sumbu 1.2 yang mengangkut muatan TBS penuh setinggi bak kendaraan adalah 10.000 Kg, maka petugas pos retribusi dapat langsung mengadopsi nilai tersebut sebagai berat kendaraan beserta muatannya bagi kendaraan yang sedang dilayaninya.

Pasal 22 Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan disebut juga alat penimbangan portabel, sedangkan alat penimbangan yang bersifat menetap disebut juga jembatan timbang statis.

Alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan dapat digunakan apabila jembatan timbang statis kelebihan beban tugas penimbangan karena volume kendaraan yang akan ditimbang melebihi kapasitas timbang dalam periode waktu tertentu. Oleh sebab itu untuk meng-urangi antrian kendaraan menuju ke jembatan timbang dapat diper-kerjakan alat penimbangan portabel yang dilakukan di tempat parkir.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 23 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 24 Cukup jelas

Pasal 25 Ayat (1)

Pengadaan alat pemadam kebakaran dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan kendaraan dan pengguna jasa di dalam terminal barang.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Huruf a

Sistem informasi pendataan keluar masuk kendaraan bermotor umum ke dan dari terminal penumpang dibangun untuk dapat menghasilkan matrik asal dan tujuan perjalanan penumpang berdasarkan trayek kendaraan bermotor umum.

Huruf b Sistem informasi pendataan keluar masuk kendaraan bermotor umum ke dan dari terminal barang dibangun untuk dapat menghasilkan matrik asal dan tujuan perjalanan barang berdasarkan jenis atau komoditas barang yang diangkut.

Huruf c Sistem komputerisasi penimbangan kendaraan bermotor dibangun untuk dapat mempercepat proses penimbangan kendaraan bermotor umum beserta muatannya, dan melakukan konversi besaran Retribusi Terminal yang harus dibayar secara elektronik.

Huruf d Penggunaan metode kartu elektronik atau smart card dimaksudkan agar pembayaran Retribusi Terminal dapat dilakukan secara cepat, akurat, efektif dan efisien, dapat diisi ulang, dapat digunakan berkali-kali, dan dapat dipergunakan untuk membayar retribusi jenis pelayanan yang tersedia di terminal.

Huruf e Sistem komputerisasi pemantauan kejadian, pengawasan situasi dan pengaturan sirkulasi kendaraan di dalam terminal dengan mempergunakan CCTV dibangun dengan maksud agar setiap kejadian dapat direkam dan dijadikan sebagai alat bukti dalam setiap peristiwa yang berimplikasi hukum.

Pasal 27 Ayat (1)

Mencorat-coret, menempelkan sesuatu, mengotori, memindahkan, menghilangkan, menumbangkan, merusak, atau membuat tidak berfungsi rambu-rambu parkir, marka parkir, atau papan informasi tarif retribusi terminal merupakan tindak pidana kejahatan.

Ayat (2) Memasang atau meletakkan rambu-rambu, marka jalan, atau papan informasi, menambah, mengurangi, merenovasi, atau mengubah bentuk bangunan yang berada di dalam Terminal Barang dan/atau dalam daerah Lingkungan Kerja Terminal Barang tanpa izin adalah tindakan perampasan hak umum secara sepihak dan tidak bertanggungjawab, merupakan tindak pidana pelanggaran.

Ayat (3) Menghapus, menghilangkan, mengubah, mengedit, menambah, atau merekayasa data sistem informasi dan/atau sistem komputerisasi Terminal Barang dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan/atau orang lain merupakan tindak pidana kejahatan.

Ayat (4)

Berjualan atau menjajakan dagangan tidak pada tempat yang telah ditentukan dan/atau berjualan secara asongan, merupakan tindakan yang merusak tatanan ketertiban, keteraturan, kebersihan, dan keindahan, dan merupakan suatu tindak pelanggaran.

Pasal 28 Cukup jelas

Pasal 29 Cukup jelas

Pasal 30 Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1) Huruf a

Cukup jelas Huruf b

Cukup jelas Huruf c

Cukup jelas

Ayat (2) Pelanggaran terhadap ketentuan lokasi pool dan/atau loket di luar terminal akan menyebabkan kerusakan bagi sistem penyelenggaraan terminal transportasi jalan yang dibangun dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, sehingga dapat dikenakan sanksi hukum bagi para pelakunya.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 32 Cukup jelas

Pasal 33 Segala bentuk kegiatan percaloan merupakan kegiatan yang merugikan masyarakat sehingga kepada para pelakunya wajib dikenakan sanksi hukum.

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35 Cukup jelas

Pasal 36 Cukup jelas

Pasal 37 Cukup jelas

Pasal 38 Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Huruf a

Penggunaan musholla, serta penggunaan fasilitas wc/toilet yang berada di terminal merupakan pelayanan dasar yang selayaknya dapat dinikmati oleh pengguna jasa yang telah membayar retribusi terhadap pelayanan terminal lainnya.

Huruf b Penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor penjemput atau pengantar adalah merupakan obyek retribusi tempat khusus parkir, bukan merupakan objek retribusi terminal.

Huruf c Penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor bukan angkutan barang adalah merupakan obyek retribusi tempat khusus parkir, bukan merupakan objek retribusi terminal.

Huruf d Pelayanan Pool dan/atau Loket di Luar Terminal yang dibangun dan diselenggarakan oleh Perusahaan Angkutan Umum merupakan objek pajak parkir, bukan objek retribusi terminal.

Huruf e Pelayanan TBUKS yang dibangun dan diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Swasta merupakan objek pajak parkir, bukan objek retribusi terminal.

Pasal 39 Cukup jelas

Pasal 40 Retribusi terminal barang digolongkan sebagai retribusi jasa usaha disebabkan karena obyek retribusi pelayanan di terminal barang adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersil.

Pasal 41 Cara menghitung tingkat penggunaan jasa penyediaan tempat parkir untuk kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah dengan cara mengalikan kapasitas ruang parkir di dalam terminal dengan indeks parkir dan pembagian antara total jam operasi terminal dalam satu hari dengan rata-rata durasi parkir kendaraan bermotor umum.

Jika kapasitas ruang parkir kendaraan bermotor umum di dalam terminal adalah 100 ruang parkir, dengan indeks penggunaan ruang parkir 50%, total jam operasi terminal 24 jam dalam satu hari, dan durasi parkir rata-rata 1 jam, maka tingkat penggunaan jasa pelayanan tempat parkir kendaraan bermotor umum, adalah (100 x 50%) x (24 : 1) sama dengan 1.200 kendaraan per hari.

Cara menghitung tingkat penggunaan tempat tunggu penumpang dan/atau peron di dalam terminal adalah dengan cara mengalikan kapasitas tempat tunggu penumpang dan/atau peron di dalam terminal dengan indeks penggunaan tempat tunggu penumpang dan/atau peron dan pembagian antara total jam operasi terminal dalam satu hari dengan rata-rata lamanya orang menunggu di dalam terminal.

Jika kapasitas tempat tunggu penumpang dan/atau peron di dalam terminal adalah 200 tempat duduk, dengan indeks penggunaan tempat tunggu penumpang dan/atau peron 50%, total jam operasi terminal 24 jam dalam satu hari, dan rata-rata lamanya orang menunggu di dalam terminal adalah 2 jam, maka tingkat penggunaan jasa pelayanan tempat parkir kendaraan bermotor umum, adalah (200 x 50%) x (24 : 2) sama dengan 1.200 penumpang per hari.

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa penyediaan tempat usaha di dalam terminal adalah dengan cara mengalikan jumlah tempat usaha yang tersedia di dalam terminal dengan luas tempat usaha dan indeks pemanfaatan tempat usaha berdasarkan jenis tempat usaha.

Jika jumlah tempat usaha jenis kantin di terminal adalah 10 unit, dengan luas masing-masing kantin adalah 24 m2 dan indeks pemanfaatan tempat usaha jenis kantin adalah 80%, maka tingkat penggunaan jasa penyediaan tempat usaha jenis kantin di dalam terminal, adalah (10 x 24) x 80% sama dengan 192 m2.

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa penyediaan tempat peristirahatan awak kendaraan bermotor umum adalah dengan cara mengalikan jumlah tempat tidur yang tersedia dengan indeks penggunaan tempat tidur dan pembagian antara total jam operasi terminal dalam satu hari dengan rata-rata lamanya waktu istirahat awak kendaraan bermotor umum.

Jika jumlah tempat tidur yang tersedia di terminal adalah 20 unit, dengan indeks penggunaan tempat tidur sebesar 50%, total jam operasi terminal 24 jam dalam satu hari, dan rata-rata lamanya waktu istirahat awak kendaraan bermotor umum 2 jam, maka tingkat penggunaan jasa penyediaan tempat peristirahatan awak kendaraan bermotor umum, adalah (20 x 50%) x (24 : 2) sama dengan 120 orang per hari.

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa pelangsiran barang, adalah dengan cara mengalikan intensitas penggunaan jasa pelangsiran barang dengan volume rata-rata barang yang dilangsir.

Jika intensitas penggunaan jasa pelangsiran barang 35 kendaraan per hari, dengan volume rata-rata barang yang dilangsir 150 koli per kendaraan, maka tingkat penggunaan jasa pelangsiran barang, adalah (35 x 150) sama dengan 5.250 koli per hari atau (35 x (150 x 25) sama dengan 131.250 Kg per hari.

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa penitipan barang, adalah dengan cara mengalikan volume rata-rata barang yang dititipkan dengan berat rata-rata barang yang dititipkan.

Jika volume rata-rata barang yang dititipkan 75 koli per hari dengan berat rata-rata barang yang dititipkan 25 Kg, maka tingkat penggunaan jasa penitipan barang, adalah (75 x 25) sama dengan 1.875 Kg per hari.

Cara menghitung tingkat penggunaan jasa pergudangan, adalah dengan cara mengalikan volume rata-rata barang yang disimpan dengan rata-rata berat barang yang disimpan dan pembagian antara total hari dalam satu bulan dengan rata-rata durasi penyimpanan barang di gudang.

Jika volume rata-rata barang yang disimpan 250 koli per hari dengan berat rata-rata barang yang dititipkan 25 Kg, dan rata-rata durasi penyimpanan barang di gudang 3 hari, maka tingkat penggunaan jasa pergudangan, adalah (250 x 25) x (30 : 3) sama dengan 62.500 Kg per hari.

Pasal 42 Cukup jelas

Pasal 43 Cukup jelas

Pasal 44 Ayat (1)

Struktur tarif retribusi penyediaan tempat parkir kendaraan bermotor umum di Terminal Penumpang berdasarkan jenis pelayanan, jenis kendaraan / kapasitas kendaraan, dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dalam memberikan sumbangan terhadap PAD.

Ayat (2) Struktur tarif retribusi penyediaan tempat parkir kendaraan bermotor umum di Terminal Barang berdasarkan jenis kendaraan, konfigurasi sumbu, dan bobot kendaraan beserta muatannya dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dalam memberikan sumbangan terhadap PAD disesuaikan dengan dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing jenis kendaraan, konfigurasi sumbu, dan bobot masing-masing kendaraan beserta muatannya.

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Ayat (8) Cukup jelas

Ayat (9) Cukup jelas

Pasal 45 Memungut retribusi terminal yang melebihi tarif yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah ini, adalah tindak pidana pelanggaran.

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47 Cukup jelas

Pasal 48 Cukup jelas

Pasal 49 Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51 Cukup jelas

Pasal 52 Cukup jelas

Pasal 53 Cukup jelas

Pasal 54 Cukup jelas

Pasal 55 Cukup jelas

Pasal 56 Ayat (1)

Huruf a Metode pasca bayar (sistem konvensional) adalah metode pemungutan retribusi terminal dengan cara menerima pembayaran langsung dari pengguna jasa pada saat memasuki terminal atau pada saat selesai menerima pelayanan jasa di dalam terminal, dan sebagai buktinya petugas pemungut retribusi menyerahkan potongan karcis dan/atau tanda bukti lainnya yang sah kepada pengguna jasa terminal.

Huruf b Metode pra bayar dengan mempergunakan kartu elektronik atau smart card adalah metode pemungutan retribusi terminal dengan mempergunakan teknologi komputer dan sistem informasinya. Kartu elektronik atau smart card tersebut berfungsi sebagai kartu deposit retribusi terminal.

Kartu deposit retribusi terminal menyimpan sejumlah uang di dalamnya yang dapat dipergunakan untuk membayar retribusi terminal. Jika nilai uang di dalamnya telah habis, kartu deposit retribusi terminal dapat diisi ulang dengan mempergunakan peralatan atau perangkat elektronik tertentu yang dikuasai oleh Dinas.

Keunggulan metode ini adalah bahwa kartu deposit retribusi terminal dapat menyimpan data-data pemilik kartu dan/atau data-data kendaraan di dalamnya, dapat dipergunakan berkali-kali untuk membayar retribusi terminal, serta dapat dipergunakan untuk menikmati beberapa jenis pelayanan yang berbeda di terminal.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 57 Ayat (1)

Legalisasi dan/atau porporasi terhadap karcis retribusi terminal, dimaksudkan untuk memberikan jaminan keabsahan terhadap karcis retribusi terminal yang digunakan.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 58 Ayat (1)

Menggunakan karcis retribusi terminal yang tidak dilegalisasi oleh Dinas dan/atau tidak diporporasi oleh Dinas yang membidangi pengelolaan keuangan daerah, dan/atau menggunakan tanda bukti pembayaran retribusi terminal lainnya yang tidak syah adalah tindak pidana melawan hukum.

Ayat (2)

Membuat, mencetak, mengeluarkan, mengedarkan dan/atau menjual karcis retribusi terminal atau tanda bukti pembayaran retribusi terminal lainnya, dan/atau kartu elektronik atau smart card deposit retribusi terminal yang palsu atau tidak syah adalah tindak pidana melawan hukum.

Pasal 59 Ayat (1)

Instansi yang berhak dan berwenang melakukan pemungutan retribusi terminal adalah Dinas Perhubungan Kota Dumai atau Dinas yang tugas pokok dan fungsinya melakukan pembinaan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, atau Pejabat yang berada di lingkungan Dinas tersebut.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 60 Ayat (1)

Untuk memberikan motivasi dan semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, Dinas atau pejabat yang melakukan pemungutan retribusi terminal diberikan insentif atas pencapaian kinerja tertentu.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 61 Ayat (1)

Pengawasan, pengendalian, dan penertiban terhadap penyelenggara-an terminal harus terus dilakukan, agar tidak terjadi penyimpangan operasional dan/atau pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh pengguna jasa terminal, maupun oleh penyelenggara terminal, dan/atau petugas pemungut retribusi yang diperkerjakannya.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 62 Cukup jelas

Pasal 63 Cukup jelas

Pasal 64 Cukup jelas

Pasal 65 Cukup jelas

Pasal 66 Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68 Cukup jelas