peran perawat prehospital bencana.docx

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan medis untuk sejumlah besar korban kemungkinan diperlukan hanya setelah terjadinya bencana jenis tertentu. Kebanyakan cedera tertahan selama berlangsungnya dampak sehingga kebutuhan terbesar akan layanan kedaruratan muncul pada beberapa jam pertama. Banyak nyawa yang tidak tertolong karena sumber daya setempat tidak digerakkan dengan cepat. Beban untuk mengorganisasi dan mengantarkan transportasi, pertolongan pertama, layanan medis, dan persediaan ada pada Negara yang terkena dampak. Bantuan dari masyarakat internasional tidak membuat banyak perbedaan dalam menyelamatkan nyawa selama periode kebutuhan yang terbesar karena bantuan itu membutuuhkan waktu. Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat sebagai bagian dari sebuah negara. Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam penanganan bencana di

Upload: ryan-sahputra

Post on 16-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

peran perawat prehospital disaster

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPerawatan medis untuk sejumlah besar korban kemungkinan diperlukan hanya setelah terjadinya bencana jenis tertentu. Kebanyakan cedera tertahan selama berlangsungnya dampak sehingga kebutuhan terbesar akan layanan kedaruratan muncul pada beberapa jam pertama. Banyak nyawa yang tidak tertolong karena sumber daya setempat tidak digerakkan dengan cepat.

Beban untuk mengorganisasi dan mengantarkan transportasi, pertolongan pertama, layanan medis, dan persediaan ada pada Negara yang terkena dampak. Bantuan dari masyarakat internasional tidak membuat banyak perbedaan dalam menyelamatkan nyawa selama periode kebutuhan yang terbesar karena bantuan itu membutuuhkan waktu.

Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat sebagai bagian dari sebuah negara. Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam penanganan bencana di Indonesia. Diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni oleh seorang perawat untuk mengimbangi potensi dan kompleksitas bencana dan dampaknya yang mungkin akan lebih besar pada masa mendatang.

Dalam pendekatan layanan klasik yang bisa digunakan untuk menghadapi korban dalam jujmlah besar setelah suatu bencana, sukarelawan pertama dilatih untuk memberikan triase besar dan perawatan lapangan pada korban sebelum mengevaluasi mereka ke fasilitas layanan kesehatan yang paling dekat.

Pengelolaan korban massal terbagi kedalam tiga area: layanan kedaruratan pra-rumah sakit (pencarian dan penyelamatan, pertolongan pertama, triase, dan stabilisasi korban); penerimaan dan perawatan di rumah sakit; dan redistribusi pasien ke rumah sakit lain jika diperlukan.

B. Tujuan 1. Tujuan UmumUntuk Mengetahui Peran Perawat Dalam Pre Hospital Penanganan Bencana Di Indonesia2. Tujuan Khususa. Untuk Mengetahui Layanan Darurat Pre Hospitalb. Untuk Mengetahui Gambaran Peran Perawat dalam Pre Hospital Penanganan Bencana di Indonesia

C. ManfaatUntuk Menambah Pengetahuan dan Wawasan Mengenai Peran Perawat Dalam Pre-Hospital Penanganan Bencana Di Indonesia

D. Rumusan MasalahBagaimana Peran Perawat Dalam Pre-Hospital Penanganan Bencana Di Indonesia

BAB IIISIA. Layanan Darurat PraRumah Sakit1. Pencarian, Penyelamatan, dan Pertolongan PertamaSetelah suatu bencana besar, kebutuhan untuk pencarian, penyelamatan, dan pertolongan [ertama kemungkinan begitu besar sehingga aktivitas pemulihan yang terorganisasi hanya dapat memenuhi sebagian kecil permintaan itu. Kebanyakan bantuan yang paling cepat akan dating dari korban yang selamat dan tidak cedera, dan mereka akan memberikan bantuan apa saja yang memungkinkan. Peningkatan dalam mutu maupun ketersediaan layanan pertolongan pertama yang segera bergantung pada semakin banyaknya latihan dan persiapan yang diperoleh melalui lembaga-lembaga khusus, misalnya, melalui kursus yang diajarkan kepada sukarelawan.

2. Perawatan di Lapangan Peran perawat dalam tahap pre hospital dimulai sejak terjadinya bencana (fase tanggap darurat), selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit rujukan baik itu rumah sakit lapangan mauapun rumah sakit rujukan. Peran perawat pada tahap ini antara lain: pengkajian status korban (intial assasment), penentuan masalah yang dialami korban, penentuan tindakan berdasarkan kondisi dan kebutuhan korban, koordinasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi terhadap korban dan komunikasi dengan rumah sakit sebagai pusat rujukan (AWHONN, 2012).

Perawat juga berperan sebagai fasilitator komunikasi dan koordinasi antara tim tenaga kesehatan, korban dan keluarga. Komunikasi yang jelas dan tepat selama proses penanganan korban bencana menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan dan respon terhadap bencana. Komunikasi yang dimaksud dapat berupa komunikasi verbal dan non verbal baik melalui elektronik maupun dokumentasi keperawatan (AWHONN, 2012).

Idealnya, perpindahan korban kerumah sakit tidak dilakukan secara besar-besaran, dan pasien harus menerima perawatan yang memadai di lapangan, yang memungkinkan mereka menoleransi adanya penundaan. Namun pada kenyataannya, sebagian besar korban cedera akan secara spontan datang ke fasilitas kesehatan jika fasilitas itu berada pada jarak yang dapat dijangkau, dengan menggunakan sarana transportasi apapun yang tersedia, tanpa memperhatikan status operasional fasilitas kesehatan itu. Beberapa korban mungkin tidak menerimaatau tidak dapat mencari perawatan medis, hal inilah yang membuat penemuan kasus secara aktif menjadi suatu bagian penting dari setiap upaya pemulihan korban. Kondisi tersebut sudah cukup untuk membentuk tim-tim layanan kesehatan keliling yang akan dipekerjakan di wilayah bencana selain pos-pos tetap pertolongan pertama yang bertempat di dekat fasilitas kesehatan.

Pemberian perawatan yang tepat pada korban kecelakaan memerlukan sumber daya layanan kesehatan yang diarahkan kembali pada prioritas baru ini. Penyediaan tempat tidur dan layanan bedah harus dimaksimalkan dengan secara selektif memulangkan pasien rawat inap, menjadwalkan kembali pendaftaran masuk dan bedah yang bukan prioritas, dan menggunakan tempat dan tenaga yang ada secara optimal. Tanggung jawab tertentu dari dokter dapat ditunda dan yang lainnya dapat dilimpahkan kepada teknisi kesehatan, seperti merawat luka ringan.

Persediaan makanan dan tempat bagi personel kesehatan juga harus ditentukan.

Selain itu harus didirikan sebuah pos untuk menjawab pertanyaan dari kerabat dan teman pasien; pos atau pusat tersebut harus ditunggui oleh staf selama 24 jam penuh, bahkan oleh tenaga non kesehatan jika perlu. Palang merah mungkin memiliki pengalaman yang cukup untuk menjalankan aktivitas ini.

Prioritas utama harus diberikan pada pengidentifikasian korban, yang dengan cepat menjadi masalah utama. Tempat dan pelayanan kamar jenazah yang memadai juga harus disediakan.

3. TriaseJika kuantitas dan keseriusan cedera membebani kapasitas operasi fasilitas kesehatan, sebuah pendekatan yang berbeda pada perawatan medis harus diterapkan. Prinsip datang pertama, diobati pertama, yang diterapkan pada perawatan medis rutin tidak tepat untuk diterapkan dalam kedaruratan massal. Triase terdiri atas upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui pemberian intervensi medis yang segera. Sistem tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sedarhana yang intensif. Pasien menjelang ajal yang memerlukan perhatian besar (walau manfaatnya dipertanyakan) mendapat prioritas yang lebih rendah. Triase merupakan satu-satunya pendekatan yang dapat memberikan manfaat maksimum pada sejumlah besar kasus cedera yang ada dalam suatu situasi bencana.

Meskipun sistem triase lain telah dan masih digunakan di beberapa Negara, klasifikasi yang paling umum menggunakan sistem kode empat warna yang diterima secara internasional. Merah menujukan prioritas tinggi perawatan atau pemindahan, kuning menandakan prioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien menjelang ajal.1. Merah: paling penting, prioritas utama.keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II2. Kuning: penting, prioritas kedua.Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II3. Hijau: prioritas ketiga.Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi4. Hitam meninggal.Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal

Triase harus dilakukan di lokasi bencana untuk menentukan prioritas transportasi atau rujukan ke rumah sakit atau pusat perawatan tempat kebutuhan dan prioritas pasien terhadap perawatan medis akan dikaji kembali. Idealnya, tenaga kesehatan setempat harus diajarkan prinsip-prinsip triase sebagai bagian dari pelatihan menghadapi bencana untuk mempercepat penanganan saat terjadi bencana. Jika tenaga kesehatan lapangan yang cukup terlatih tidak tersedia, petugas triase dan petugas pertolongan pertama harus mendampingi semua tim penolong ke lokasi bencana guna melakukan pengkajian tersebut. Jika sudah tersedia pos kesehatan yang cukup lengkap, triase medis akan dilakukan pada pintu masuk pos tersebut untuk menentukan tingkat perawatan yang diperlukan.

Korban yang menderita cedera ringan atau sedang harus diobatidi dekat rumah mereka sendiri kapanpun mungkin untuk menghindari dislokasi sosial dan penipisan sumber daya karena pengangkutan mereka ke fasilitas pusat. Korban yang mengalami cedera serius harus dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan khusus.

Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana, antara lain sebagai berikut:1. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari2. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian3. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS4. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa7. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)8. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan9. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater10. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

4. Tanda pengenalSemua pasien diidentifikasi dengan tanda pengenal yang menyatakan nama, usia, jenis kelamin, tempat asal, kategori triase, diagnosis, dan pengobatan awal mereka. Tanda pengenal standar harus dipilih atau didesain sebelumnya sebagai bagian dari rencana bencana nasional. Tenaga kesehatan harus sepenuhnya mengenal kegunaan sebenarnya tanda pengenal itu.

5. Peran perawat dalam fase postimpactBencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal.Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

B. Gambaran Peran Perawat dalam Pre Hospital Penanganan Bencana di IndonesiaBencana tidak dapat diprediksi kapan dan dimana akan terjadi. Banyaknya hal yang dapat dilakukan perawat dalam tahap pre hospital bencana menjadikan perawat memiliki peran yang sangat penting. American Nursing Asociation (ANA) menyebutkan bahwa tujuan aktifitas perawat dalam bencana adalah pengkajian terhadap pasien, keluarga dan komunitas untuk memunculkan masalah emosional, fisik, psikososial, spiritual, cultural, dan kondisi lingkungan yang membutuhkan pertolongan perawat (Goodwin, 2007).

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki peran sentral dalam penanggulangan dan penanganan bencana. Namun sejauh ini dapat dilihat bahwa kurangnya peran perawat dalam penanganan sebuah bencana tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Hal ini dapat dimungkinkan akibat kurangnya percaya diri perawat dalam penanganan bencana akibat kuranganya pengetahuan ataupun kompetensi yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan oleh Cut Husna (2011) kepada 97 perawat rumah sakit di Banda Aceh menemukan bahwa kompetensi klinik yang dimiliki perawat dalam penanganan tsunami berada dalam level moderate atau pertengahan dengan skala yang digunakan rentang rendah, pertengahan hingga tinggi. Hal ini berkontribusi terhadap kecakapan perawat dalam pemberian pelayanan kesehatan selama tsunami (Husna, 2011).

Collander (2007) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pasien dalam bencana tsunami adalah tidak efisiennya respon tenaga medis dan skill yang ditunjukkan perawat dalam penanganan bencana. Ketidakefisienan ini diakibatkan kurang cakapnya penggunaan peralatan dan perlengakapan yang ada yang mendukung penanganan. Selain itu, Collander juga menyebutkan ketidakpuasan pasien akibat ketidakadekuatan nursing care, medical care, keterbatasan komunikasi dan manajemen evakuasi pasien yang kurang tepat (Collander, 2007).

Kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Namun minimnya survey terkait kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat dalam menghadapi bencana menjadi kendala tersendiri untuk melihat peran perawat Indonesia dalam menghadapi bencana. Melihat kondisi tersebut, sangat disayangkan sekali bahwa Indonesia yang notabennya adalah negara yang rawan bencana tidak mempersiapkan perawatnya dalam penanganan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, M. & Widyastuti, P. (2006). Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGChttps://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat-dalam-manajemen-bencana/