peran komite perlindungan dan pemenuhan...

94
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN KOPERTIS V PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN KEKERASAN TIM PENELITI KETUA : IIN SUNY ATMADJA, SH., MH NIDN : 0518085801 ANGGOTA : ANDRIE IRAWAN, SH., MH NIDN : 0520038604 UNIVERSITAS COKROAMINOTO YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM OKTOBER 2016 Kode/Nama Rumpun Ilmu: 596/Ilmu Hukum

Upload: nguyenanh

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN KOPERTIS V

PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK

PENYANDANG DISABILITAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN

KEKERASAN

TIM PENELITI

KETUA : IIN SUNY ATMADJA, SH., MH NIDN : 0518085801

ANGGOTA : ANDRIE IRAWAN, SH., MH NIDN : 0520038604

UNIVERSITAS COKROAMINOTO YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM

OKTOBER 2016

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 596/Ilmu Hukum

Page 2: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

ii

Page 3: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah dan inayah-Nya serta memberikan kesehatan sehingga penelitian dalam

program Hibah Koordinator Perguruan Tinggi Swasta V Wilayah Daerah Istimewa

Yogyakarta yang berjudul: Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi

Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan dapat terselesaikan.

Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Junjungan Rasulullah Muhammad SAW

yang telah membawa Islam sebagai agama yang sempurna dan sebagai inti ilmu pengetahuan

kepada kita semua. Serta tak lupa kita haturkan salam kepada keluarga dan sahabat beliau

serta semoga kita mendapat safa’at diakhir zaman kelak.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya, penulis ingin

menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat:

1. Dr. Surifah, SE, M.Si, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

2. Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd, Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Winarta, SH, Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta

4. Nuning Suryatiningsih, Direktur Center for Impoving Qualified Activity in Live of People

with Disabilities (CIQAL)

5. Ibnu Sukaca, pengurus di Center for Impoving Qualified Activity in Live of People with

Disabilities (CIQAL)

6. Purwanti, pengurus di Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB)

7. M. Syafi’ie, SH., MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

8. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

di dalam penyelesaian penelitian ini

Akhir kata, dengan keterbatasan pengetahuan penulis, penulis sangat menyadari

penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan dimungkinkan untuk terus dikembangkan

dalam upaya meningkatakan kesetaraan dan keadilan terhadap Hak Asasi Perempuan

khususnya Hak Asasi Perempuan Penyandang Disabilitas di Indonesia. Oleh karena itu, kritik

Page 4: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

iv

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar berguna bagi penelitian-penelitian

selanjutnya. Mudah-mudahan penelitian ini dapat memberikan manfaat, serta menambah

khasanah ilmu pengetahuan baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada

umumnya.

Wassalamu’alaikum. wr wb.

Yogyakarta, 14 Oktober 2016

Penulis,

Iin Suny Atmadja, SH., MH

dan

Andrie Irawan, SH., MH

Page 5: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... vii

ABSTRAK......................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………... 5

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………. 5

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………………... 6

E. Target Luaran Penelitian.............................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………. 8

A. Peran Pemerintah dalam Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Penyandang

Disabilitas.................................................................................................................... 8

B. Perlindungan Hukum terhadap Penyandang Disabilitas............................................. 10

C. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan ............... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................... 17

A. Fokus Penelitian.......................................................................................................... 17

B. Lokasi Penelitian......................................................................................................... 17

C. Bahan atau Materi Penelitian Hukum......................................................................... 17

D. Cara mengumpulkan Bahan Hukum........................................................................... 18

E. Analisis Penelitian ...................................................................................................... 18

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................................ 20

A. Gambaran Umum Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta.................................................................... 20

B. Tugas dan Fungsi Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta.................................................................... 21

C. Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan di Daerah Istimewa

Yogyakarta.................................................................................................................. 22

Page 6: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

vi

D. Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban

kekerasan .................................................................................................................... 24

E. Upaya yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dan Hambatan dalam perlindungan hukum bagi

perempuan disabilitas korban kekerasan .................................................................... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 31

A. Kesimpulan................................................................................................................. 31

B. Saran ........................................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 7: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya

Lampiran 2 Surat ijin penelitian dari Pemerintah Daerah DIY

Lampiran 3 Biaya penelitian

Lampiran 4 Bukti pemanfaatan uang

Lampiran 5 Foto kegiatan diseminasi hasil penelitian

Lampiran 6 Biodata pembahas penelitian

Lampiran 7 Kesepakatan bersama antara Komite Disabilitas DIY dan Polda DIY

Lampiran 8 Materi kegiatan diseminasi hasil penelitian

Page 8: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

viii

ABSTRAK

Judul dalam penelitian ini adalah Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-

hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi

Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan. Alasan utama dari penelitian ini adalah melihat

efektifitas dari keberadaan dan Komite Disabiltas DIY yang merupakan komite dengan

bentuk lembaga non struktural pemerintah daerah dan ad hoc pertama kali yang di bentuk di

tingkat provinsi di Indonesia. Selain itu dalam kapasitas perannya dari Komite Disabilitas

DIY juga ingin melihat tentang wujud nyata berupa upaya perlindungan hukum terhadap

perempuan penyandang disabilitas termasuk anak perempuan penyandang diasbilitas korban

kekerasan, dimana secara jumlah memang kecil terjadi di DIY namun hal ini seperti

fenomena gunung es dikarenakan yang terdata lebih kepada yang berani melaporkan diri.

Penelitian ini bertujuan yaitu (1) Mengetahui tentang Peranan Komite Perlindungan

dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan dan (2) Mengetahui

tentang upaya perlindungan hukum dan hambatan pelaksanaanya yang dihadapi oleh oleh

Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan

Pendekatan analisis dari penelitian ini adalah analisis yuridis sosiologis, yaitu

penelitian hukum yang mengkaji persepsi dan perilaku hukum orang (manusia dan badan

hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif di masyarakat.

Hasil penelitan ini yaitu: 1) Peran Komite Disabilitas DIY dalam Perlindungan

Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan berupa memantau kasus yang sedang

ditangani oleh aparat penegak hukum, memastikan prosedur hukum yang belaku berjalan

dengan baik bagi korban dan bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum dalam

mendampingi penyandang disabilitas, 2) Upaya kongretnya berupa melakukan kesepakatan

bersama atara komite dengan Polda DIY tentang Penyelenggaraan Layanan Perlindungan dan

Pemenuhak Hak bagi Penyandang Disabilitas di DIY, dan 3) Hambatan yang ditemukan baik

dari internal korban maupun eksternal korban, selain itu juga hambatan dari sisi keberadaan

Komite Disabilitas DIY itu sendiri yaitu dalam hal keterbatasan sarana dan prasarana dalam

menunjuang kinerjanya serta independesi komite yang masih terbatas.

Kata kunci: perempuan disabilitas, perlindungan hukum, komite disabilitas

Page 9: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Isu tentang penyadang disabiltas atau lain pihak menyebutnya kaum difabel (different

ability) sebenarnya merupakan isu yang sudah lama di Indonesia, dulu orang umum

mengenalnya dengan istilah cacat yang ternyata akrab di masyarakat. Beberapa pihak, mulai

dari masyarakat awam sampai dengan pejabat negeri ini yang juga masih belum mau

merubah istilah untuk penyebutan penyandang cacat meskipun sebenarnya pergeseran

paradigma itu telah mulai ada sejak beberapa waktu yang lalu. Penggunanan istilah inilah

yang menjadi salah satu sebab terhambatnya pemenuhan hak-hak bagi mereka (penyadang

disabilitas atau kaum difabel) yang dikatakan sebagai cacat tersebut. Penyebutan atau

pelabelan masyarakat terhadap mereka yang memilikki disfungsi dan terkesan bermakna

negatif pada salah satu indra atau ketidakmaksimalan penggunaan indera mereka ini pun

berdampak pada bagaimana pemenuhan hak-hak bagi mereka dan bagaimana stigma

masyarakat terhadap mereka.

Padahal dengan penyebutan kata cacat yang berujung bentuk dari wujud diskriminasi

sangat dilarang dalam konstitusi Indonesia, karena secara eksplisit dijelaskan dalam pasal 28I

ayat (2)1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tentunya

menjadikan kewajiban tidak hanya pemerintah tetapi juga seluruh warga negara Indonesia

bahwa setiap warga negara Indonesia harus bebas dari perilaku ataupun tindakan buruk tanpa

terkecuali. Pergeseran perubahan istilah cacat ternyata mengarah kepada hal yang lebih

positif menjadi penyandang disabilitas. Istilah ini dalam beberapa waktu terakhir ini yaitu

semenjak Indonesia meratifikasi konvensi penyandang disabilitas (convention on the right of

person with disability/CRPD) pada tahun 2011. Istilah ini didapatkan melalui perdebatan

yang cukup panjang di Perserikatan bangsa-Bangsa untuk menggantikan atau memperhalus

istilah “cacat” dan padanan kata lain sebelumnya.2 Sedangkan definisi istilah dari

1 Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak

mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif” 2 Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas menyatakan dalam

tulisannya “bahwa sebutan itu (cacat, disabilitas, difabel) merupakan bagian dari bahasa yang tidak lepas dari

bentuk kekuasaan, sebutan itu memposisikan, paham yang mendasari penggunaan sebutan, dan makna yang

terkandung dalam sebutan, maka sebutan yang kita gunakan akan menunjukkan bahwa termasuk golongan

manakah kita, paham apakah yang kita anut, bagaimana kita memposisikan pihak yang kita sebut, apakah

bentuk dan tujuan kegiatan yang kita lakukan”, lihat lebih lanjut dalam “Bagaimana Aku Menyebut Mereka,

Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas, Ataukah Difabel?”

Page 10: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

2

penyandang disabilitas dalam konvensi ini adalah termasuk mereka yang memiliki

keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika

berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan

efektif mereka dalammasyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.3 Menurut

World Health organization (WHO) penyandang disabilitas atau disability adalah suatu

keadaan dimana individu mengalami kekurangmampuan yangdimungkinkan karena adanya

impairment seperti kecacatan pada organ tubuh.4

Perlindungan hak asasi bagi penyandang disabilitas di Indonesia dapat dikatakan

sudah mulai ada kemajuan, terutama dalam hal instrumen hukum yang sudah dibuat oleh

Pemerintah Indonesia. Instrumen hukum yang dimaksud adalah berupa ratifikasi instrumen

hukum internasional tentang Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi

mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dalam bentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi

mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas). Keberadaan Undang-Undang tersebut menjadi

hal yang penting sebagai payung hukum dalam upaya untuk mewujdukan kewajiban dari

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam merealisasikan hak yang termuat dalam

Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas5, selain itu dalam merealisasikan hak

serta pemantauan terhadap pelaksanaan konvensi tersebut, Pemerintah Indonesia juga

berkewajiban menujuk lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terkait pelaksanaan

konvensi ini.

Berbicara tentang perlindungan hukum terhadap penyadang disabilitas secara umum

tentunya akan banyak hal yang diuraikan, baik dari pemenuhan dan perlindungan hak sipil

dan politik serta pemenuhan dan perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya, namun

ternyata dalam konvensi disabiltas ada beberapa hal menjadi perhatian khusus, diantaranya

tentang perempuan penyandang disabilitas karena sebagaimana dinyatakan dalam konvensi

disabiltas bahwa penyandang disabilitas perempuan dan anak

http://komitedisabilitasdiy.blogspot.co.id/2015/12/bagaimana-aku-menyebut-mereka.html, diakses pada Selasa,

15 Maret 2016 pukul 22.05 WIB 3Pasal 1 Konvensi Penyandang Hak-Hak Disabilitas sebagaimana Lampiran terjemahan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities

(Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) 4Pendidikan ABK dan Inklusif dalam http://pendidikanabk.blogspot.com/2011/10/definisi-anak-

berkebutuhan-khusus.html diakses pada tanggal 14 Maret 2016 pukul 20.40 WIB 5 Lihat lebih lanjut bagian Penjelasan tentang kewajiban negara dalam Undang Nomor 19 Tahun 2011

tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak

Penyandang Disabilitas)

Page 11: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

3

perempuan adalah rentan terhadap diskriminasi ganda.6 Permasalahan pemenuhan dan

perlindungan hak bagi penyadang diasbilitas dalam isu kesetaraan dan keadilan gender7

ternyata juga ada bias gender8 yang menimbulkan ketimpangan terutama bagi perempuan

penyadang disabilitas. Bentuk ketimpangan gender berupa kekerasan terhadap perempuan

penyandang disabilitas, sebagaimana data Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kurang

lebih 40 kasus kekerasan menimpa para perempuan penyandang disabilitas di Indonesia dan 6

perempuan sebagai korban kasus kekerasan seksual yang didampingi LBH APIK. Dari

jumlah ini, hanya 1 kasus yang berlanjut ke pengadilan. Fakta ini hanya fenomena gunung es,

data sesungguhnya pasti lebih banyak.9

Berdasarkan data kekerasan sebagaimana yang disajikan dalam penelitian oleh Sentra

Advokasi Perempuan Disabilitas dan Anak (SAPDA) pada tahun 2012 yang berjudul

“Menguak Tabir Kekerasan Terhadap Perempuan Difabel tahun 2009” dengan melibatkan

60 responden perempuan disabilitas baru dan berdomisili di Kabupaten Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta diperoleh data hampir sebagian pelaku kekerasan adalah pasangan baik

suami atau pacar dari responden. Sementara itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa

sebagian besar responden relatif tidak berdaya melakukan perlawanan atas kekerasan yang

dialaminya, dan memilih untuk tetap bertahan dengan pasanganyan walaupun dalam kondisi

tertekan. Sebagian besar atau sekitar 49 orang responden (81,66 % ) memilih untuk bersikap

pasrah dan bungkam menerima keaadaan tersebut dan hanya sekitar 14 responden (18,34 %)

perempuan difabel yang berani untuk melakukan perlawanan terhadap kekerasan yang

dialaminya10

.

Selain itu sebagaimana data pelaporan yang diterima oleh Pusat Pelayanan Terpadu

Perempuan dan Anak “Arum Dalu” Pemerintah Kabupaten Bantul, Selama 3 tahun terakhir

(2013-2015) P2TP2A “Arum Dalu” telah memberikan pelayanan bagi 10 korban penyandang

6 Lihat lebih lanjut Pasal 6 ayat (1) dan (2) Konvensi Penyandang Hak-Hak Disabilitas sebagaimana

Lampiran terjemahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of

Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) 7 Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara

sosial maupun kultural, sebagaimana dikutip dari Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 8. Patut dipahami bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin dan

bukan merupakan fitrah baik bagi laki-laki maupun perempuan karena gender lebih kepada peran sosial yang

dapat dipertukarkan. 8 Bias Gender sama dengan Ketidakadilan Gender baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan

dimana ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan

menjadi korban dari sistem tersebut, Ibid, hlm. 12 9 Catatan Ketimpangan Terhadap Perempuan di Indonesia Hari Perempuan Internasional 2016 oleh

Koalisi Perempuan Indonesia, http://www.koalisiperempuan.or.id/2016/03/07/catatan-ketimpangan-terhadap-

perempuan-di-indonesia-hari-perempuan-internasional-2016/ diakses pada 14 Maret 2016 pukul 21.25 WIB 10

Nurul Saadah Adriani, dkk, Mekanisme Pendampingan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban

Kekerasan, Yogyakarta, SAPDA, 2015, hlm. 7-8

Page 12: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

4

disabilitas (1 laki-laki, 6 perempuan dewasa, 3 anak perempuan) dengan jenis disabilitas:

disabilitas netra (2 orang), disabilitas daksa (2 orang) dan disabilitas grahita (slow learner 1

anak, retardasi mental 2 anak, 1 perempuan dewasa retardasi mental) dan disabilitas rungu

wicara (2 perempuan dewasa) dengan jenis kekerasan berupa seksual, fisik dan penelantaran

rumah tangga.11

Melihat fenomena kekerasan yang terjadi terhadap perempuan penyadang disabilitas

termasuk anak perempuan penyadang disabilitas menjadi permasalahan sosial yang dikenal

dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial12

selain itu juga menjadi permasalahan

dalam hal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Negara pihak dalam konvensi

disabilitas, salah satunya Indonesia berkewajiban untuk memberikan perlindungan bersama-

sama dengan pemerintah daerah karena urusan sosial serta pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak menjadi urusan wajib dari pemerintah daerah.13

Wujud kepedulian dari salah satu pemerintah daerah di Indonesia dalam merespon

permasalahan tentang penyadang disabilitas adalah sebagaimana langkah yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan membentuk sebuah komite

yang bertugas secara umum untuk melakukan koordinasi dan komunikasi tentang

pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dilaksanakan oleh

lembaga Pemerintah Daerah, organisasi sosial dan masyarakat melalui Komite Perlindungan

dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.14

Keberadaan dari komite disabilitas ternyata di tingkat pemerintah pusat belum ada,15

sehingga dapat dikatakan bahwa komite atau lembaga pemerintah ini merupakan yang

pertama kali dibentuk di Indonesia untuk tingkat provinsi.16

11

Sutatik, Data Pelayanan Korban Kekerasan di P2TP2A “Arum Dalu” Kabupaten Bantul tahun 2013-

2015, diolah oleh P2TP2A “Arum Dalu” Kabupaten Bantul, Desember 2015 12

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang atau keluarga yang karena

suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat

menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut

dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial maupun perubahan lingkungan (secara

mendadak) yang kurang mendukung atau menguntungkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial 13

Lihat lebih lanjut di Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 14

Pasal 97 Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan

dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas 15

Pasal 33 ayat (2) dan (3) Konvensi Penyandang Hak-Hak Disabilitas sebagaimana Lampiran

terjemahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons

with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) yang menyatakan tentang implemntasi

dan pengawasan nasional, dimana pemerintah wajib membuat lembaga khusus independen beranggotakan

penyandang disabilitas untuk mengawasi implementasi hak-hak penyandang disabilitas, namun senayatanya

belum ada. Lihat lebih lanjut Pembentukan Komisi Nasional Penyandang Disabilitas Terancam Ditolak pada

Page 13: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

5

Melihat dari paparan diatas, penelitian merupakan penelitian pertama yang memang

fokus khusus ke Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas DIY

merupakan lembaga non struktural dan bersifat ad hoc yang ada dilingkungan Pemerintah

Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertanggung jawab langsung kepada Gurbernur

melalui Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yaitu Dinas Sosial Daerah Istimewa

Yogyakarta.17

Selanjutnya kenapa dikatakan penelitian pertama, sebagaimana pernyataan

yang di sampaikan oleh ketua Komite bahwa sejak berdiri yang kurang lebih 1 (satu) tahun

yang lalu, dimana personil komite baru dilantik pada Desember 2014, memang belum ada

penelitian khusus yang berkenaan dengan peranan dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan

Hak Penyandang Disabilitas DIY, sehingga dapat dikatakan bahwa penetlitian ini merupakan

penelitian pertama dengan objeknya adalah komite, termasuk dengan fokusnya pada

perlindungan hukum bagi perempuan dan anak perempuan penyadang disbilitas korban

kekerasan.18

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas

korban kekerasan?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi

perempuan disabilitas korban kekerasan?

3. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi

Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan?

http://www.mediaindonesia.com/news/read/25204/pembentukan-komisi-nasional-penyandang-disabilitas-

terancam-ditolak/2016-01-18#sthash.O84RdM48.dpuf diakses pada 14 Maret 2016 pukul 21.30 WIB 16

Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dibentuk pada ditetapkan di

Yogyakarta, pada tanggal 17 Mei 2013 dan dikukuhkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Desember 2014 melalui

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas 17

Lihat lebih lanjut Pasal 1 Angka 2 dan Pasal Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 31 Tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas 18

Wawancara awal pra riset yang dilakukan pada 23 Februari 2016 bersama Ketua Komite

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta Setya Adi

Purwanta, M.Pd

Page 14: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

6

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat gambaran faktual berbasis dari perundang-undangan

yang berlaku tentang hak-hak penyandang disabilitas khususnya perempuan penyadang

disabilitas dan anak perempuan penyandang disabilias korban kekerasan dengan melihat

peran dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyadang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam bidang perlindungan hukum, adapun batasan utama dari tujuan

ini adalah:

1. Mengetahui tentang Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan

disabilitas korban kekerasan

2. Mengetahui tentang upaya perlindungan hukum dan hambatan pelaksanaanya yang

dihadapi oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas

korban kekerasan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis akan mengmbangkan pengetahuan dalam perlindungan hukum bagi

kamum marginal yaitu penyandang disabilitas dan perempuan serta anak perempuan

disabilitas korban kekerasan secara khusus. Selain itu juga akan memberikan gambaran

tentang pola pemerintahan daerah yang postif dan peduli akan perlindungan dan

pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, dilihat dari inisiatif pembentukan Komite

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas.

2. Manfaat secara praktis

1) Manfaat bagi pemerintah daerah

Mengetahui efektifitas keberadaan dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-

hak Penyandang Disabilitas dalam perannya untuk memberikan perlindungan hukum

atas pelanggaran hak penyandang disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta

2) Manfaat bagi Komite

Memberikan gambaran secara tentang capaian kerja dari komite dalam perlindungan

dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitasi di Daerah Istimewa Yogyakarta

umumnya serta bagi perempuan serta anak perempuan disabilitas korban kekerasan

secara khusus

Page 15: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

7

3) Manfaat bagi masarakat umum

a) Mengetahui lebih tentang keberadaan dan peran dari Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

b) Memberikan gambaran postif berupa best practice bagi pemerintah daerah

lainnya dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang

disabilitas

E. Target Luaran Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berharap bahwa hasil penelitian tidak hanya bermanfaat bagi

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Komite Perlindungan dan Pemenuhan

Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam melihat perkembangan organisasi yang masih relatif

baru ini untuk menuju lebih baik tetapi juga dapat menjadi pedoman sebagai best practice

untuk daerah lain di Indonesia dalam memberikan layanan publik dalam bentuk perlindungan

hukum bagi perempuan disabilitas dan anak perempuan disabilitas korban kekerasan.

Page 16: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Pemerintah dalam Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Penyandang

Disabilitas

Peran pemerintah atau dalam hal ini dimaksud sebagai negara dalam memberikan

perlindungan hak asasi manusia kepada warga negara lebih banyak terlihat dalam konsep

negara kesejahteraan (welfare state). Pengakuan dan perlindungan hak sipil dari warga negara

yang berkenaan dengan hak-hak dasar setiap warga negara dimana dalam perkembangannya

akan dikenal sebagai hak asasi manusia yang menjadi dasar utama dalam mewujudkan

welfare state.

Berkenaan dengan perlindungan dan pemenuhan hak sipil dari warga negara maka

peranan pemerintah hanya sedikit dengan dalil “pemerintahan yang paling sedikit

kekuasaanya yang paling baik” sehingga sifatnya pasif dan tunduk pada kemauan rakyat yang

liberalistik sehingga konsep ini disebut dengan negara hukum formil.19

Gagasan bahwa pelarangan pemerintah untuk turut campur dalam urusan warga

negaranya dalam bidang sosial dan ekonomi juga telah bergeser ke arah gagasan baru bahwa

pemerintah harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dengan dikenal sebagai

konsep welfare state atau negara hukum materiil yang memilki perbedaan konsep dengan

negara hukum klasik (formil).20

Konsep negara hukum materiil atau negara kesejahteraan

(welfare state) dimana tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan umum dimana negara

dipandang sebagai alat yang dibentuk manusia untuk mencapai tujuan bersama, yakni suatu

tatanan masyarakat yang di dalamnya ada kebahagian, kemakmuran dan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat negara itu,21

sehingga dalam hal ini pemerintah memilki peran harus

bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat.

Melihat adanya tuntutan bahwa negara harus mewujudkan suatu tatanan masyarakat

yang di dalamnya ada kebahagian, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

negara, maka dalam rangka mengembangkan konsep perlindungan dan pemenuhan hak asasi

manusia dengan mengedepankan peran pemerintah, pada tahun 1965, International

Commision of Jurist melaksanakan konferensi di Bangkok yang menekankan bahwa di

19

Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Ins Trans Publishing, Malang, 2008, hlm. 49 20

Ibid, hlm. 50 21

Ellydar Chaidir, Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia, Total Media,

Pekanbaru, 2007, hlm.11

Page 17: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

9

samping hak-hak poltik rakyat harus diakui, maka perlu juga pengakuan hak-hak sosial dan

ekonomi sehingga perlu dibentuk standar-standar dasar sosial ekonomi.22

Secara praktis pertemuan tersebut semakin menguatkan posisi rule of law dalam

kehidupan bernegara dengan perumusan oleh komisi tentang syarat-syarat pemerintahan

demokratis di bawah rule of law (yang dinamis, baru) yakni:23

a) Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi

harus pula menentukan teknis prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-

hak yang dijamin (constitusional protection of human rights),

b) Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak (an independent and impartial

judiciary),

c) Pemilihan umum yang bebas (fair and free general elections),

d) Kebebasan menyatakan pendapat (recognition of the right to express an opinion),

e) Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi (freedom to organize and freedom

to dissent)

f) Pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Gambaran ini mengukuhkan posisi negara sebagai welfare state, karena akan sangat

mustahil mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara pasif, atas dasar

itulah negara diberikan kebebasan dan kemerdekaan bertindak atas inisiatif parlemen.24

Negara, dalam hal ini pemerintah, memiliki freis ermessen atau pouvoir discretionare, yaitu

kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial dan

keleluasaan untuk tidak selalu terikat produk legislasi parelemen.25

Gagasan welfare state ternyata negara memilki kewenangan yang relatif besar

ketimbang format negara dalam tipe hukum klasik (formal). Selain itu, welfare state yang

terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarahkan fungsi dan peran

negara bagi kemaslahatan masyarakat.26

22

Anwar C, op.cit, hlm. 50 23

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 60. Sebagaimana

dikutip oleh Majda Ek Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan

Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 27 dan Anwar C,

Teori dan hukum Konstitusi, Ins Trans Publishing, Malang, 2008, hlm. 50 24

Majda Ek Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan

Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Kencana Perdana Media Group, Jakata, 2007, hlm. 27 25

Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Kosntitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan

Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 30. Sebagaimana dikutip oleh Majda Ek Muhtaj,

Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun

2002, Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 27 26

Ibid, hlm. 29

Page 18: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

10

Perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dalam konteks negara hukum juga

memerlukan kesempatan yang sama bagi setiap pihak tanpa terkecuali termasuk juga untuk

kelompok rentan, seperti anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, penduduk

pribumi dan bahkan perempuan.

B. Perlindungan Hukum terhadap Penyandang Disabilitas

Secara umum, penyandang disabilitas di Indonesia adalah juga warga negara dan

tentunya memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya sebagaimana yang diatur

dalam konstitusi. Khusus dalam hal perlindungan hukum dalam kedudukan soerang warga

negara di mata hukum, Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa “semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya”. Ketentuan pasal ini mengasakan bahwa sistem hukum di Indonesiasecara

prinsip menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the

law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum

harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat

kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi, khususnya jika

yang menjadi pencari keadilan adalah kelompok marginal, misalnya para penyandang

disabilitas.

Selain perlindungan hukum dalam konstitusi, Indonesia juga telah meratifikasi

UNCRPD (United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities) oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada bulan November 2011

menjadiUndang-undang Nomor 19 tahun 2011 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 107 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Penyandang Disabilitas

sebagai upaya pemajuan, penghormatan, pemenuhan dan perlindunganhak-hak kaum

disabilitas di seluruh Indonesia, dalam memperkuat komitmen untuk memajukan hak asasi

bagi disabilitas.

Pasal 5 Konvensi Penyandang Disabilitas antara lain mengatakan bahwa negara-

negara pihak mengakui bahwa semua manusia adalah sama di hadapan hukum dan berhak

mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang sama. Selain itu, negara-negara pihak

wajib mencegah semua diskriminasi yang difundamentalkan disabilitas serta menjamin

perlindungan hukum yang sama dan efektif bagi penyandang disabilitas.

Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 12 ayat (1), (2), dan (3) Konvensi Penyandang

Disabilitas bahwa:

Page 19: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

11

1) Negara-Negara Pihak menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas memiliki hak

untuk diakui dimana pun berada sebagai seorang manusia di muka hukum

2) Negara-Negara Pihak wajib mengakui bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas

hukum atas dasar kesamaan dengan orang lain dalam semua aspek kehidupan

3) Negara-Negara Pihak wajib mengambil langkah yang tepat untuk menyediakan akses

bagi penyandang disabilitas terhadap bantuan yang mungkin mereka perlukan dalam

melaksanakan kapasitas hukum mereka.

Selain dari langkah ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia, sebenarnya jika melihat

lebih lanjut tentang perlindungan hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, walaupun secara khusus tidak

menyebutkan tentang perlindungan hak terhadap penyadang disabilitas, tetapi dalam

ketentuan Pasal 4 menyatakan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,hak

untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”. Lagi-lagi menyatakan bahwa tidak

ada perlakukan yang berbeda di mata hukum bagi siapapun di Indonesia, apalagi untuk

penyandang disabilitas baik sebagai korban, saksi maupun pelaku. Pasal 5 ayat (3)

menyatakan bahwa:

1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh

perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di

depan hukum.

2. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang

objektif dan tidak berpihak.

3. Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh

perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 5 ayat (3) angka 3 dalam dalam Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa ada perlakuan

dan perlindungan khusus bagi kelompok rentan27

, salah satu kelompok rentan tersebut adalah

Difabel atau Penyandang Disabilitas, sehingga seharusnya perlakuan khususnya

27

Kelompok rentan ini dalam konteks Hak Asasi Manusia antara lain: Pengungsi, Pengungsi dalam

negeri, kelompok minoritas, pekerja luar negeri, difabel, masyarakat hukum adat, perempuan dan anak.

Sebagaimana yang disampaikan dalam Andrie Irawan, Handout Hukum dan Hak Asasi Manusia (Subyek dan

Sumber Hukum Hak Asasi Manusia), Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Yogyakarta,

2014

Page 20: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

12

dimungkinkan dalam hal penegakan hukum dimana jika penyadang disabilitas tersebut

berhadapan dengan hukum.

Berbicara tentang pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia dalam konteks

dilarangnya segala bentuk diskriminasi dan hambatan untuk memperoleh hak dasar tanpa

terkecuali baik untuk anak-anak, dewasa, perempuan, laki-laki, orang berkebutuhan khusus

atau tidak, semua berhak mendapatkan porsi yang sesuai. Misalnya perlakuan khusus bagi

orang seperti lansia, anak-anak, penyandang cacat, hal ini tentunya dengan

mempertimbangkan keterbatasan mereka.28

Bentuk perlakuan khusus ini bukan menjadikan bahwa hukum menganggap

penyadang disabilitas adalah kelompok yang perlu dikasihani, namun hukum melihat bahwa

karena kekhususan yang ada di penyadang disabilitas tersebut maka perlndungannga juga

berbeda. Ketika kita tarik makna perlindungan hukum ini dalam kontek memberikan

perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak disabilitas korban kekerasan, maka ada

hak-hak khusus yang perlu diperhatikan selain hak-hak korban secara umum.

Selain hak-hak khusus sebagai korban, banyak beberapa pihak menyatakan bahwa

jika seorang penyadang disabilitas yang menjadi pelaku, korban ataupun saksi dianggap tidak

cakap hukum29

(terutama untuk rekan-rekan disabilitas grahita), sehingga untuk beberapa

jenis disabilitas tertentu ditaruh dibawah pengampuan.

Ketentuan seseorang disabilitas (jenis tertentu) dikategorikan dibawah pengampuan

dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata) yang mentakan bawah alasan sesorang ditaruh dibawah pengampuan yaitu:

1. Keborosan (verkwisting)

2. Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya mental retardasi

3. Kekurangan daya pikir, seperti: sakit ingatan (krankziningheid), dungu (onnolzeheid),

dungu dan disertai sering mengamuk (rajernij)

28

Pasal 42 UU Nomor 39 Tahun 1999: “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan

cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara,

untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa

percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 29

Cakap hukum ataupun cakap melakukan perbuatan hukum (Rechtsbekwaamheid) adalah seseorang

(subyek hukum) yang dianggap mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah, sedangkan tidak

cakap hukum sebagimana diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa:

1. orang yang belum dewasa

2. mereka yang dibawah pengampuan

3. orang perempuan, dalam hal-hal yang diterapkan oleh undang-undang dan semua orangkepada

siapaundang-undangtelah melarang membuat perjanjian tertentu (ktentuan ini dicabut setelah berlaku

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, lihat di Pasal 31 ayat (2))

Page 21: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

13

Bahkan jika tidak ada pengampuan maka dalam kasus pidana, penyataan dari rekan-

rekan disabilitas dalam beberapa kasus tidak dapat dipertanggungjawabkan, sebagiaman yang

dinyatakan dalam Pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan:

1) Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah

akal

2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang

sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan

memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa

Terlihat dari kedua ayat diatas, berbicara sesorang diasbilitas yang akan berhadapan

dengan hukum tidak hanya yang bersangkutan dinyatakan disabilitas dari pendektan sosial

semata ternyata juga pendekatan medis sebagaimana yang dipertegas kembali dalam Pasal 44

ayat (2) KUHP dalam konteks melihat bahwa seorang disabilitas dalam kategori tertentu

adalah tidak cakap hukum. Selain tidak cakap hukum, penyadang disabilitas sebagaiman

yurisprudensi dari Mahkamah Agung adalah seorang yang tidak berdaya.30

Penekanan hukum untuk penyadang disabilitas jika kita lihat dari konteks Hak Asasi

Manusia sebagaimana diutarakan diatas, bukan melihatnya bahwa penyadang disabilitas itu

adalah kelompok yang perlu “dikasihani” melainkan adalah kelompok yang memiliki

kekhususan tersendiri. Sehingga dalam melihat perlindungan hukum bagi perempuan dan

anak disabilitas korban kekerasan tidak bisa diperlakukan secara umum, namun lebih melihat

kebutuhan dari kekhususan yang ada pada setiap jenis disabilitas untuk pendekatan hukum

yang akan digunakan.

Berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap disabilitas adalah bagaimana

melihat hukum tersebut tidak dari sisi positivisme semata yang hanya melihat hukum sebagai

teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi juga melihat hukum sebagai

bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya dengan

menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis.

C. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan

Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi CEDAW

(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women) sehingga

pemebrlakuan dari CEDAW (Konvensi Perempuan) tidak hanya sebatas berada di dataran

30

Lihat putusan Mahkamah Agung Nomor: 377/Pid. B/2011/PN.BB

Page 22: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

14

hukum internasional yang dianggap sebagai soft law. Keberadaan dari ratfikasi konvensi ini

mengakibatkan pemerintah Indonesia harus mengadopsi seluruh strategi Konvensi,

melaksanakan Rekomendasi Komite, dan terlibat secara terus menerus terhadap berbagai

perkembangan dan keputusan internasional yang berhubungan dengan perempuan (seperti

Beijing Platform for Action, hasil-hasil konferensi internasional tentang kependudukan,

kesehatan reproduksi, kekerasan terhadap perempuan dan sebagainya).

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 memang terjadi di dua orde

pemerintahan yaitu orde baru dan orde reformasi, namun untuk memabatasi kajian yang

berhubungan dengan pengarusutamaan gender dalam melindungi hak perempuan di daerah

maka pembahasan pemberlakuan konvensi pada era orde baru tidak bahas secara mendalam

tapi yang jadi catatan pada orde baru, pemberlakuan konvensi ini masih bersifat artifisial

yang isinya tetap melanggengkan sterotip peran perempuan dalam bidang domestik.31

Hal ini

juga dapat dilihat dengan adanya penguatan peran PKK dan Dharmawanita (ideology

ibuisme), artinya perempuan masih dipakai sebagai alat untuk kepentingan ekonomi

maupun kepentingan politik negara yang tujuannya bukan untuk perbaikan situasi

perempuan.32

Berbeda dengan era reformasi yang mendengungkan demokratisasi dalam segala

aspek pembangunan, pemeberlakuan dari konvensi ini bahkan menelurkan suatu peraturan

perundang-undang yang cukup progresif dalam bidang perkawinan. Keberadaan Undang-

Undang tersebut memang lebih banyak memberikan perlindungan kepada hak perempuan dan

anak di dalam lembaga perkawinan tanpa juga melupakan perlindungan bagi suami, yaitu

dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pengahapusan Kekerasan

dalam Rumah Tangga.

Pasal 15 Konvensi Perempuan mencantumkan persamaan hak antara laki-laki dan

perempuan di hadapan hukum. Hak tersebut meliputi hak untuk berurusan dengan instansi

hukum, diakui kecakapan hukumnya, kesempatan untuk menjalankan kecakapan hukumnya

antara lain dalam hal membuat kontrak, mengurus harta benda, serta perlakuan yang

sama pada setia tingkatan prosedur di muka penegak hukum. Selain hak tersebut juga

hak untuk berhubungan dengan orang, kebebasan memilih tempat tinggal maupun

domisili mereka.33

31

Sri Wiyanti Eddyono, Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW, Seri Bahan Bacaan Kursus

HAM untuk Pengacara X Tahun 2004, ELSAM, Jakarta, 2004, hal. 28 32

Ibid. 33

Ibid, hal. 15

Page 23: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

15

Pasal 16 Konvensi Perempuan menjamin tentang hak-hak perempuan di dalam

perkawinan. Khusus untuk persmaan kedudukan di dalam perkawinan, konvensi ini

menekankan kepada hak untuk memasuki jenjang perkawinan, hak untuk memilih suami

dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya, hak yang sama dengan suami dalam

kewajibanya untuk pengasuhan terhadap anak dan berhubungan dengan hal-hal lain yang

masih berhubungan dengan kebutuhan anak, hak untuk memilih pekerjaan antara suami dan

istri serta hak yang sama bagi suami dan istri dalam hal pengelolaan terhadap harta benda di

dalam perkawinan.

Berkenaan dengan posisi seorang perempuan yang menjadi korban kekerasan dan

juga sebagai penyadang disabilitas, tentunya ketentuan hukum baik yang diatur dalam

CEDAW maupun Undang-Undang PKDRT (khusus kasus dalam lingkung rumah tangga)

dapat diterapkan tanpa pengecualian dan bahkan dimungkinkan ada perlakuan khusus dari

kekhususan yang ada terhadap perempuan dimaksud. Kehususan perlakuan tersebut diatur

dalam Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H Ayat (2)

menyatakan “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

Salah satu kelompok warga negara yang karena kondisinya membutuhkan perlakuan

khusus adalah perempuan terutama lagi perempuan dengan disabilitas. Tanpa adanya

perlakuan khusus, perempuan dengan disabilitas tidak akan dapat mengakses perlindungan

hukum dan pemenuhan haknya karena perbedaan dan pembedaan yang dihasilkan dan

dilanggengkan oleh struktur masyarakat patriarkis. Perlindungan hukum dan pemenuhan

haknya tanpa adanya perlakuan khusus, justru akan cenderung mempertahankan diskriminasi

terhadap perempuan dengan disabilitas yang menjadi korban kekerasan dan tidak mampu

mencapai keadilan.

Selain itu, dalam hal pengembangan hak-hak perempuan yang menjadi catatan

menarik adalah adanya sebuah instrumen paling progresif tentang hak perempuan yaitu

Protokol Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan dan

Rakyat tentang Hak Perempuan di Afrika. Protokol ini diterima pada Juli 2003

dan sebagai instrumen demikian merupakan salah satu instrumen hak asasi

manusia pertama yang diterima oleh Uni Afrika. Bidang hak yang tercantum di

dalamnya luar biasa yang mencerminkan hubungan timbal balik hak ekonomi,

sosial sipil, politik dan budaya yang memberi ciri Piagam Afrika tentang

Page 24: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

16

Hak Asasi Manusia dan Rakyat.34

Perempuan cacat dan perempuan dalam penderitaan

dirujuk secara khusus sebagai orang yang memerlukan perhatian khusus.35

Adapun alasan seorang perempuan disabilitas termasuk anak perempuan disabilitas

yang menjadi korban kekerasan harus ada perlakuan khusus dalam hukum dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu:36

1. Internal / disabilitas sendiri

Hambatan disabilitasnya yang mengkibatkan banyak perempuan disabilitas korban

kekerasan merasa malu dan tidak mau aibnya diketahui orang lain

2. Informasi

Selain dari diri sendiri, perempuan disabilitas juga banyak yang tidak mengenyam

pendidikan yang tinggi sehingga banyak yang masih minim informasi. Mereka tidak

paham apa itu kekerasan, mereka anggap itu wajar menimpa kelompok yang lemah,

mereka tidak tahu kemana dan bagaimana harus melapor.

3. Mobilitas

Hambatan ini banyak dirasakan oleh disabilitas daksa khususnya pengguna kursi roda,

walaupun tidak terkecuali disabilitas yang lain misalnya disabilitas Netra.

4. Layanan

Sering perempuan disabilitas korban kekerasan tidak dilayani dengan ramah, ditempat

layanan kesehatan atau dikantor polisi petugas masih kurang empati terhadap korban

karena perspektif disabilitas yang masih sedikit.

5. Partisipasi

Kita masih jarang melihat partisipasi perempuan disabilitas dilibatkan, baik dalam

keluarga ataupun lingkungan sekitar. Kondisi tersebut semakin menguatkan posisinya

sebagai korban, mereka tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan ikut

berpartisipasi dalam aktifitas atau kegiatan.

34

Rhona K. M. Smith, at.al, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hlm. 153 35

Lihat Pasal 20, 22-24 Protokol Afrika, sebagaimana dikutip Ibid, hlm. 154 36

Nurul Saadah Andriani, dkk, op. cit. hlm. 51-53

Page 25: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

17

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Fokus Penelitian

Penelitian ini akan meneliti tentang pelaksanaan dari Peran Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan, dimana akan

difokuskan baik dari penerapan peraturan dan pelaksanaannya terutama untuk bidang

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas dan khususlagi dalam

perlindungan hukumnya yang diberikan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-

hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di wilayah administratif Pemerintah Daerah Daerah

Istimewa Yogyakarta, hal ini dilakukan karena keberadaan Komite Disabilitas untuk

tingkat provinsi pertama kali hanya diawali oleh Pemerintah Daerah Daerah Istimewa

Yogyakarta, sehingga harapanya hasil penelitiannya ini dapat menjadi best practice bagi

daerah lain

c. Bahan atau Materi Penelitian Hukum

Adapun yang dijadikan bahan atau materi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan

Bahan yang diperoleh dari penelitian kepustakaan adalah bahan hukum yang

meliputi data primer, sekunder dan tersier

1) Data primer adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa peraturan

perundang-undangan tentang perlindungan anak dan pemerintah daerah

termasuk juga peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan

dengan pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas secara

umum dan perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas termasuk anak

perempuan disabilitas korban kekerasan

2) Data Sekunder adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi

hukum serta jurnal-jurnal hukum.37

3) Data Tersier adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku hukum, buku-buku

non hukum dan kamus hukum

37

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 155

Page 26: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

18

2. Penelitian lapangan

Adapun untuk mendukung akurasi bahan hukum yang ada, diperlukan penelitian

lapangan yang akan dilakukan dengan mewawancarai dan menelaah data-data yang

disajikan oleh instansi terkait dari beberapa pihak sebagai subyek penelitian dari

bidang hukum (Hukum Tata Negara dan Hak Asasi Manusia) yang melibatkan pihak

birokrasi dan pendamping/konselor hukum di pusat layan terpadu masing-masing

d. Cara mengumpulkan bahan hukum

Untuk mendapatkan data yang menyeluruh dan akurat dalam penelitian ini, maka cara

yang digunakan dalam mengumpulkan bahan hukum adalah:

1. Studi Kepustakaaan

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggali data dari buku-

buku literatur ilmiah, peraturan peundang-undangan yang berlaku, dokumen-

dokumen dan keputusan lain yang berkaitan dengan masalah

2. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara lansung dengan

narasumber. Teknik wawancara secara langsung ini dilakukan untuk memperoleh

data dari narasumber dengan berpedoman pada pokok masalah yang disusun dalam

daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Adapun narasumber yang akan dilibatkan

dalam penelitian ini antara lain:

1) Komite Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta

2) Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam pemenuhan dan

perlindungan hak-hak penyandang disabilitas, khususnya dalam hal pengada

layanan untuk perempuan disabilitas dan disabilitas anak perempuan korban

kekerasan

e. Analisis Penelitian

Bahan hukum yang telah dikumpulkan dijadikan pisau analisis untuk menganalisis data-

data dan wawancara hasil penelitian lapangan secara kualitatif. Tahapan analisis dibagai

menjadi dua tahap. Tahapan analisis pertama adalah melihat bagaimana kesiapan

peraturan perundang-undangan dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap

perempuan disabilitas dan anak perempuan disabilitas korban kekerasan di wilayah

administratif Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam tahapan ini akan

dihadirkan data terbaru untuk lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta tentang jumlah

Page 27: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

19

korban kekerasan terhadap perempuan disabilitas termasuk anak perempuan disabilitas,

data akan diperoleh baik dari rekan Lembaga Swadaya Masyarakat penggiat isu

disabilitas yang juga memberikan layanan bagi perempuan disabilitas dan disabilitas

anak perempuan korban kekerasan dan/atau dari instansi pemerintah terkait. Tahapan

analisis kedua adalah melihat pelaksanaan ataupun bentuk upaya lain dalam hal

perlindungan hukum terhadap perempuan disabilitas dan anak perempuan disabilitas

korban kekerasan beserta hambatan yang dilakukan dan menjadi rencan kerja oleh

Komite Disabilitas

Pendekatan analisis penelitian adalah yuridis sosiologis, yaitu penelitian hukum

berdasarakan peraturan perundang-undangan yang ada kemudian melihat penerapannya

oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam peraturan perundang-undangan yang

dimaksud berdasarkan fenomena sosial untuk menerima penerpan suatu hukum yang

dimaksud.

Page 28: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta

Komite Pemenuhan dan perlindungan hak-hak Disabilitas Daerah Istimewa

Yogyakarta yang selanjutnya disebut komite penyandang disabilitas adalah lembaga non

struktural yang bersifat ad hoc,38

dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak-hak

Penyandang Disabilitas39

. Dimana kedudukan dari Komite Pemenuhan dan perlindungan hak-

hak Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta selanjutnay disebut Komite Disabilitas DIY

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 tahun 2013 tentang Komite

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, sebagaimana ketentuan

Pasal 97 Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012. Komite Disabilitas DIY lahir sebagai instrumen

untuk mengawal dan memastikan implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012

tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas.

Tujuan dibentuknya komite ini pertama, untuk mendorong pengarusutamaan

penyandang disabilitas dalam kebijakan dan pelayanan publik. Kedua, membantu

terwujudnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas meliputi hak

dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, seni, budaya, olah raga, politik,

hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal, dan aksesibilitas. Ketiga, mendorong

terwujudnya kesamaan dan kesempatan bagi penyandang disabilitas.40

Ide pembentukan Komite Disabilitas muncul pada tahun 2011 saat membahas draf

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DIY tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak

Penyandang Disabilitas. Pemikiran yang melatarbelakangi antara lain:41

a. Perlunya instrumen kelembagaan untuk mengawal pelaksanaan Perda.

b. Komite sebagai mediator antara Penyandang Disabilitas dengan para pemangku

kewajiban.

38

Lihat lebih lanjut Pasal 1 angka 2 Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 tahun 2013 tentang Komite

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas 39

http://komitedisabilitasdiy.blogspot.co.id/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-

x.html?view=mosaic, diakses pada Kamis, 23 Agustus 2016 jam 9.30 WIB 40

Ibid 41

Hasil wawancara dengan Winarta, Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis, 22 September 2016

Page 29: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

21

c. Komite sebagai lembaga yang membantu penyelesaian kasus pelanggaran hak-

hak Penyandang Disabilitas

d. Komite sebagai lembaga yang memberi saran kepada pemerintah dan DPRD

dalam mewujudkan hak-hak Penyandang disabilitas.

Menurut Winarta, keberadaan dari Komite Disabilitas awalnya masih mendapatkan

keraguan dari DPRD DIY karena dianggap tidak akan dapat bekerja optimal sebagaimana

lembaga-lembaga lain yang sudah ada. Namun keberadaan dari Komite merupakan

kebutuhan Perda itu sendiri agar benar-benar dilaksanakan oleh seluruh pemangku

kewajiban. Sehingga agar Komite dapat bekerja secara optimal maka harus didukung oleh

pemberian kewenangan yang kuat serta dukungan sumber daya yang diperlukan.42

B. Tugas dan Fungsi Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta

Sebagaimana dijelaskan bahwa Komite Disabilitas DIY lahir menggunakan payung

hukum Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012 dan lebih lanjut lagi untuk keabsahan keberadaan

dari Komite tersebut maka dibentuklah Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2013 sebagai

pelaksanaan atauran dari Perda terkait, berkenaan dengan hal tersbut maka Komite Disabilitas

DIY memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

Komite Penyandang Disabilitas mempunyai tugas:43

a. Mediasi, komunikasi, dan informasi antara Penyandang Disabilitas dan Pemerintah

Daerah;

b. Menerima pengaduan dari Penyandang Disabilitas yang mengalami kasus-kasus

diskriminasi; dan

c. Menindaklanjuti aduan dari Penyandang Disabilitas

Komite Penyandang Disabilitas mempunyai fungsi :44

a. Memberikan usulan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah,

Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam pembuatan

kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang

Disabilitas;

42

Ibid 43

Pasal 5 Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas 44

Pasal 6 Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Page 30: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

22

b. Mendorong peningkatan partisipasi aktif Penyandang Disabilitas, keluarga dan

masyarakat secara umum dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan

Penyandang Disabilitas;

c. Menerima, menampung dan menganalisa pengaduan serta mengkoordinasikan

pembelaan secara litigasi dan/atau non litigasi;

d. Menyalurkan aspirasi Penyandang Disabilitas kepada pihak-pihak terkait; dan

e. Membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak dalam upaya mengembangkan

program-program yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang

Disabilitas.

C. Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan di Daerah

Istimewa Yogyakarta

Keberadaan Perda Nomor 4 Tahun 2012 memberikan batasan bahwa hak-hak

penyandang disabilitas sebagiamana yang diatur dalam pasal 3 huruf b meliputi hak dalam

bidang bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, seni, budaya, olah raga,

politik, hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal, dan aksesibilitas. Berkenaan

dengan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini memberikan batasan dalam hal

perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas DIY dalam bidang hukum,

khususnya perempuan disabilitas yang menjadi korban kekerasan.

Berkenaan dengan perlindungan hukum yang merupakan juga perlindungan sosial

bagi penyandang disabilitas, dalam konteks perempuan disabilitas korban kekerasan, secara

umum diatur dalam ketentuan pasal 58 huruf d joncto pasal 65 dan 66 Perda Nomor 4 Tahun

2012 dinyatakan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan sosial yang

dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi risiko dari guncangan dan kerentanan

Penyandang Disabilitas agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan

dasar. Selanjutnya perlindungan sosial dilaksanakan melalui bantuan sosial dan bantuan

hukum. Pemberian bantuan hukum dalam penelitian ini diarahakan penulis kepada salah satu

bentuk perlindungan hukum kepada perempuan disabilitas korban kekerasan dimana sesuai

dengan ketentuan Pasal 79 Perda Nomor 4 Tahun 2012 dinyatakan bahwa:

1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan Lembaga

Bantuan Hukum tertentu untuk menyediakan pelayanan pendampingan hukum kepada

Penyandang Disabilitas yang terlibat permasalahan hukum.

2) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan sarana dan prasarana

yang diperlukan penyandang disabilitas yang terlibat permasalahan hukum.

Page 31: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

23

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penyediaan pelayanan pendampingan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Peraturan Gubernur DIY yang dimaksud dalam ketentuan ayat (3) diatas adalah

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 60 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Penyediaan Bantuan Hukum bagi Penyandang Disabilitas. Namun memang secara khusus

dalam Pergub DIY tentang bantuan hukum tersebut belum secara eksplisit menerangkan

tentang perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan45

karena lebih

kepada penyandang disabilitas secara umum yang berhadapan dengan hukum46

, sehingga

dalam penelitian ini penulis ingin melihat tentang bagaimana bentuk peran hukum dari tugas

dan fungsi Komite Disabilitas DIY dalam datarannya ketika ada aduan seorang ataupun

sekelompok perempuan penyadang disabilitas yang mendapatkan tindakan diskriminasi.

Perlindungan perempuan maupun perempuan disabilitas yang menjadi korban

kekerasan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan perlindungan dalam bentuk

payung hukum berupa Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3

Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Sebagimana

diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012

tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Pasal 33, korban mendapatkan

pelayanan berupa:

a. pelayanan pengaduan, konsultasi, dan konseling;

b. pelayanan pendampingan;

c. pelayanan kesehatan;

d. pelayanan rehabilitasi sosial;

e. pelayanan hukum; dan

f. pelayanan pemulangan dan reintegrasi sosial.

Berkenaan dengan penelitian ini, perlidnungan hukum yang dimaksud adalah

pelayanan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan berupa membantu korban

45

Perempuan disabilitas korban kekerasan termasuk dalam kategori korban yang memang khusus

dengan kategori sebagai perempuan disabilitas, sedangkan definisi korban adalah perempuan dan anak yang

mengalami kesengsaraan dan atau penderitaan baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari

kekerasan yang terjadi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana termaktub dalam Pasal 1

angka 6 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 46

Penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 60 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyediaan Bantuan Hukum bagi Penyandang Disabilitas,

dijelaskan sebagai penerima bantuan hukum penyandang disabilitas atau kelompok penyandang disabilitas

miskin dan rentan miskin sebagiamana termaktub dalam Pasal 1 angka 2

Page 32: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

24

dalam menjalani proses peradilan dengan cara: (Pasal 38 Perda DIY tentang Perlindungan

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan)

a. memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan

proses peradilan;

b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang

pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan yang

dialaminya;

c. melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja

sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.

Sehingga ketentuan dalam pasal 38 diatas menjadi dasar dari melihat bagaimana

sebenarnya peran dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

DIY dalam memberikan perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan.

D. Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan

disabilitas korban kekerasan

Peran pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan

daerah merupakan salah satu syarat mutlak dalam era demokrasi yang menuntut transparasi

dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Pengabaian terhadap peran pemerintah dengan

peranan utamanya adalam mewujdukan pembangunan daerah yang adil dan makmur, terbukti

telah menyebabkan terjadinya deviasi yang cukup signifikan terhadap tujuan pembangunan

itu sendiri yaitu keseluruhan upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Perihal tentang kesejahteraan masyarkat khususnya bagi penyandang disabilitas,

pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah memulai inisiatif tidak hanya dalam

membentuk aturan hukum dalam bentuk peraturan daerah dan peraturan pelaksanaan lainnya

dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Bahkan juga ada

komite pemantau penerapan Peraturan Daerah yang dimaksud dalam semua aspek baik sosila,

budaya, pemerintahan, ekonomi maupun hukum.

Khusus dalam bidang hukum sebagaimana menjadi fokus dalam penelitian ini,

penulis melakukan wawancara dengan salah satu komisioner Komite Disabilitas DIY tentang

peran Komite Disabilitas DIY dalam memberikan perlindungan hukum bagi perempuan.

Peran dari Komite Disabilitas sebagaimana yang ditelusuri dari hasil wawancara dengan

Winarta, salah satu Komisioner Komite Disabilitas DIY, kewenangan dari Komite Disbilitas

Page 33: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

25

DIY diantaranya menerima pengaduan dan menindaklanjuti aduan terkait pelanggaran hak-

hak Penyandang Disabilitas.

Komite mempunyai divisi pemantauan dan layanan pengaduan. Komite menerima

aduan terkait pelanggaran hak penyandang disabilitas. Terhadap Penyandang Disabilitas yang

berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, tersangka/ terdakwa, atau saksi, Komite

melakukan jemput bola kepada yang bersangkutan atau adanya pengaduan dari yang

bersangkutan. Adapaun peran yang dilakukan Komite adalah:

a. Memantau kasus yang sedang ditangani penegak hukum untuk memastikan penyandang

Disabilitas diperlakukan secara adil dan dipenuhi kebutuhan aksesibilitasnya (cara

komunikasi, akses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan lain-lain dalam hal memenuhi

akses keadilan bagi peempuan disabilitas korban kekerasan)

b. Memastikan Penyandang disabilitas (perempuan disabilitas dan disabilitas anak) yang

menjadi korban tindak pidana, kasusnya diproses secara hukum sesuai dengan prosedur

yang berlaku

c. Bekerja sama dengan organisasi bantuan hukum dalam mendampingi Penyandang

Disabilitas yang menjadi korban tindak pidana

Komite Disabilitas DIY memiliki beberapa mekanisme baik pengaduan maupun

pendampingan yaitu:47

1. Mekanisme pengaduan: Penyandang Disabilitas, kelurga, atau pihak lainnya (organisasi

dan masyarakat umum) dapat menyempaikan aduan secara tertulis, lisan atau

menggunakan bahasa isyarat ke kantor Komite. Aduan juga dapat disampaikan melalui

email, telepon, SMS, WA, dan media sosial lainnya (tidak harus datang ke kantor,

selanjutnya Komite yang akan proaktif mendatangi Penyandang Disabilitas).

2. Mekanisme pendampingan: pendampingan dilakukan setelah ada pengaduan dan

penyandang disabilitas atau yang mewakili mengisi formulir pengaduan. Untuk kasus

yang ada aspek pelanggaran hak penyandang disabilitas maka Komite langsung

menindaklanjuti dengan melakukan pendampingan sesuai dengan kebutuhan

penyelesaian kasus. Untuk aduan yang tidak ada kaitannya dengan pelanggaran hak

penyandang disabilitas, maka Komite melimpahkan ke Organisasi/ Lembaga lainnya

yang sesuai.

Selain itu untuk melihat peran Komite Disabilitas DIY dalam penelitian ini juga

melibatkan lembaga pendamping korban kekerasan khususnya bagi perempuan disabilitas

47

Hasil wawancara dengan Winarta, Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis, 22 September 2016

Page 34: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

26

korban kekerasan, lembaga terkait yang menjadi rujukan adalah SIGAB48

dan CIQAL49

.

Kedua lembaga dimaksud memiliki program kerja dalam hal pendampingan bagi perempuan

disabilitas korban kekerasan di DIY, walaupun masih banyak lembaga terkai lainnya namun

kedua lembaga ini dianggap penulis cukup sering menangani kasus-kasus tentang perempuan

diasbilitas korban kekerasan, selain itu juga dalam kerjanya teribat berjejaring baik di lingkup

kabupaten/kota bahkan di lingkungan pemerintah darerah DIY.

Berkenaan dengan peran Komite Disabiltas DIY yang menjadi fokus dalam penelitian

ini, SIGAB berpendapat bahwa keberadaan komite sebagai pengawas terhadap pelaksanaan

Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak-hak

Penyandang Disabilitas secara kelembagaan masih kurang kuat. Hal tersebut dikarenakan

keberaadaan bersifat sementara (ad hoc)50

sehingga di masa akan datang ketika dianggap

tidak dibutuhkan maka komite ini dapat dibubarkan.51

Namun catatan dari SIGAB perihal

keberadaan dari Komite Disabilitas DIY khususnya dalam hal perlindungan hukum bagi

perempuan disabilitas korban kekerasan diantaranya masih lemah dalam hal koordinasi dan

jejaring terutaa dalam hal mekanisme rujukan dianggap belum ada. Pernyataan ini juga

disampaikan sama oleh CIQAL, karena komite masih dianggap memiliki keterbatasan gerak

baik dalam hal pengawasan implemenrasi Perda DIY tentang Perlindungan dan Pemenuhan

Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan gerakan komite masih parsial.52

Berdasarkan wawancara dengan kedua lembaga terkait beranggapan bahwa Komite

Disabilitas DIY belum terlalu khusus menyentuh soal perlindungan hukum bagi perempuan

disabilitas korban kekerasan di DIY, hal ini mungkin dapat dilihat dari beberapa alasan

menurut penulis, pertama umur dari keberadaan komite yang masih baru, kedua keberadaan

48

Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) adalah organisasi non pemerintah yang bersifat

independen, nirlaba, dan nonpartisan. SIGAB didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Mei 2003. Organisasi

yang mempunyai motto “Bersama Menuju Masyarakat Inklusi” ini mempunyai cita-cita besar untuk membela

dan memperjuangkan hak-hak difabel di seluruh Indonesia hingga terwujud kehidupan yang setara dan inklusif,

lihat lebih lanjut dalam https://www.sigab.or.id/id/article/profil-lembaga-sigab yang diakses pada 6 Oktober

2016 jam 09.20 WIB 49

CIQAL (Center for Impoving Qualified Activity in Live of People with Disabilities) adalah

organisasi yang berdiri 2003 dan bekerja untuk penyandang disabilitas/difabilitas. CIQAL fokus pada kegiatan

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari teman-teman difabel/disabel. Agar mereka bisa

mendapatkan kesempatan yang sama dalam hidup bermasyarakat, lihat lebih lanjut dalam

http://ciqal.blogspot.co.id/2012/05/tentang-ciqal.html yang diakses pada 6 Oktober 2016 jam 09.20 WIB 50

Pasal 1 angka 2 Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 Tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan

Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, yaitu Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas yang selanjutnya disebut Komite Penyandang Disabilitas adalah lembaga nonstruktural yang bersifat

ad hoc dalam membantu koordinasi dan komunikasi pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak-hak

Penyandang Disabilitas 51

Hasil wawancara dengan SIGAB yang diwakili oleh Purwanti pada 18 Agustus 2016 52

Hasil wawancara dengan CIQAL yang diwakili oleh Nuning Suryatinimgsih pada 28 September

2016

Page 35: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

27

komite sendiri yang tidak permanen sehingga ruang geraknya terbatas atau keweanganan dan

mungkin anggaran juga terbatas, dan ketiga masih berlum terlalu intensif dalam hal

berjejaring khusus di permasalahan perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban

kekerasan di DIY.

Melihat hasil wawancara baik dari Komite Disabiliata maupun lembaga masyarakat

yang melakukan pendampingan, penulis berpendapat ternyata ada harapan bahwa keberadaan

lembaga pemerintah yang bersifat ad hoc dianggap langkah progresif pemerintah dalam

upaya memberikan pelayanan publik yang lebih optimal sebagai kebutuhan masyarakat

secara umum.

E. Upaya yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dan Hambatan dalam

perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan

Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban

kekerasan dinyatakan oleh Komite telah berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa

catatan, namun dalam mewujudkan peran yang dimaksud Komite Disabilitas DIY telah

melakukan langkah kongkret yaitu melakukan penandatanganan nota kesepahamaan

(Memorandum of Understanding/MoU) antara Komite Disabilitas DIY dengan Kepolisian

Daerah (Polda) DIY terkait layanan kepolisian yang ramah bagi Penyandang Disabilitas yang

berhadapan dengan hukum. Pelaksanaan penandatanganan MoU ini dilakukan pada Senin, 28

September 2015 di Polda DIY yang langsung ditandatangai oleh Ketua Komite Disabilitas

DIY, Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd dan Kepala Kepolisian Daerah Daerah Istimewa

Yogyakarta, Brigadir Jenderal Polisi Drs. Erwin Triwanto, SH.

Berkenaan MoU yang dilakukan oleh Komite Disabilitas DIY dan Polda DIY

memang merupakan hal yang progresif namun masih bersifat umum sebagaimana judul dari

MoU yang dimaksud. Selain itu, jika dilihat khusus untuk perlindungan perempuan

disabilitas korban kekerasan yang berhadapan dengan hukum tidak diatur rinci, hal yang

diatur hanya umum ketika bahkan dalam ranah ketika penyandang disabilitas berhadap

dengan hukum53

sebagaimana pemahaman dari penulis terhadap MoU tersebut.

53

Ketentuan dalam MoU antara Komite Disabilitas DIY dan Polda DIY memiliki ruang lingkup

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan khusus bagi yang berhadapan dengan hukum fokusnya dalam hal

penyelidikan dan penyidikan bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum (Pasal 2 huruf b)

Page 36: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

28

Langkah konkret dari peran Komite Disabilitas DIY sebagaimana termuat dalam

MoU tersebut ketika ada penyadang disabilitas berhadapan dengan hukum maka komite

memberikan layanan berupa pendampingan konseling.54

Melihat hal tersebut tentunya ada

kesatuan alur lahirnya MoU yang dimaksud, ketika ditanyakan kepada lembaga pengada

layanan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan, CIQAL, dimana menurut mereka MoU

ini juga menjawab permasalahan kasus dalam hal penanganan terhadap kasus kekerasan yang

terjadi pada perempuan disabilitas dan hal tersebut merupakan aksi nyata dari Komite

Disabilitas DIY walaupun Komite Disabilitas DIY masih melihatnya secara berupa

pendampingan bagi penyadang disabilitas yang berhadapan dengan hukum baik dalam

posisinya sebagai pelaku maupun korban.55

Komite Disabilitas DIY juga menyatakan bahwa walaupun MoU tersebut masih

bersifat umum, namun khusus untuk pendampingan bagi perempuan disabilitas korban

kekerasan, Komite melalui kebijkan internalnya akan memberikan perhatian yang lebih

kepada Perempuan Disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Komite mensosialisasikan

kepada para pemangku kepentingan agar membantu dan memberikan dukungan kepada

perempuan disabilitas korban kekerasan. Komite juga meminta kepada kepolisian untuk

memproses kasus kekerasan yang dialami perempuan disabilitas.56

Langkah kongkret ataupun upaya dalam memberikan perlindungan hukum bagi

perempuan disabilitas korban kekerasan sejak awal berdiri komite juga berdasarkan laporan

kasus kekerasan yang diterima oleh Komite Disabilitas DIY dengan jumlah 20 (dua puluh)

kasus berupa kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya dalam lingkup lingkungan umum

dan rumah tangga.57

Namun dalam memberikan layanan terhadap penyadang diasbilitas yang

berhadap dengan hukum, khususnya juga bagi perempuan disabilitas korban kekerasan,

Komite Disabilitas DIY memiliki beberapa hambatan yaitu:58

a. Masyarakat masih menganggap penyandang disabilitas sebagai kelompok yang tidak

terlalu penting diperhatikan sehingga apabila terjadi kekerasan apalagi kekerasan

tersebut terjadi kepada perempuan disabilitas cenderung kurang diperhatikan.

54

Lihat lebih lanjut ketentuannya dalam Pasal 5 nota kesepahamaan (Memorandum of

Understanding/MoU) antara Komite Disabilitas DIY dengan Kepolisian Daerah (Polda) DIY 55

Hasil wawancara dengan CIQAL yang diwakili Ibnu Sukaca pada 17 September 2016 56

Hasil wawancara dengan Winarta, Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak

Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis, 22 September 2016 57

Ibid 58

Ibid

Page 37: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

29

b. Sebagian korban, keluarga korban, bahkan masyarakat masih ada yang menghendaki

supaya kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tidak diproses secara hukum

dengan alasan malu, merepotkan, dan pesimis untuk mendapatkan keadilan.

c. Penegak hukum tidak memahami bagaimana berkomunikasi dengan penyandang

disabilitas dengan berbagai ragam disabilitasnya (terutama disabilitas intelektual, tuli,

dan netra)

d. Aksesibilitas (fisik maupun nonfisik) bagi penyandang disabilitas di institusi penegak

hukum masih kurang ketika mereka ingin mengakses keadilan tentunya makin sulit.

Penulis berpendapat bahwa keberadaan dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan

Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka memberikan

perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Daerah Istimewa

Yogyakarta sangatlah penting, namun posisi ad hoc dalam struktur pemerintah daerah DIY

tentunya sangat rawan karena sifatnya sementara, padahal keberadaan penyandang disabilitas

selalu ada karena mereka juga warga negara Indonesia dan penduduk DIY yang memiliki hak

yang sama dengan non-penyandang disabilitas.

Penulis juga berpendapat dalam hal perlindungan hukum bagi penyadang disabilitas

di DIY, peran Komite Disabilitas DIY tentunya sudah dapat dikatakan progresif namun

masih bersifat umum, sedangkan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan masih berlaku

parsial padahal di DIY sudah ada peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan bagi

perempuan dan anak korban kekerasan, sehingga perlu ada haromonisasi kebijakan di komite

itu sendiri. Selain itu langkah koordinas dan komunikasi dalam bentuk jejaring perlu

ditingkatkan lagi khususnya dalam hal perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas

korban kekerasan, hal ini menurut penulis dapat diakomoidir dalam wadah Forum

Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melibatkan Komite

Disabilitas DIY untuk lebih aktif dalam forum pengada layanan bagi perempuan dan anak

korban kekerasan khususnya dengan kondisi korban penyandang disabilitas.59

Selain itu berdasarkan kunjungan ke sekretariat Komite Disabilitas DIY, penulis dan

juga hasil diskusi saat diseminasi hasil penelitian60

ini ditemukan fakta bahwa dari sisi sarana

59

Lihat lebih lanjut perihal jejaring Forum Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 66 Tahun 2012 tentang Forum

Perlindungan Korban Kekerasan 60

Diseminiasi hasil penelitian ini dilaksanakan pada Kamis, 13 Oktober 2016 di Auditorium

Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, dengan menghadirkan 2 (dua) orang pembahas yaitu Drs. Setia Adi

Purwanta, M.Pd (Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta) dan Moh. Syafi’ie, SH., MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan

Peneliti di PUSHAM UII)

Page 38: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

30

dan prasarana komite jauh dari memadai, sejak awal berdiri sampai dengan penelitian ini

ditulis, komite menempati bangunan yang masih bersifat meminjam bangunan milik non

pemerintah dan juga kelengkapan lainnya masih belum memadai walaupun ada rencana dari

Pemerintah DIY pada tahun 2017, Komite Disabilitas DIY akan menempati salah satu

bangunan pemerintah. Melihat hal tersebut, dari sisi kewenangan Komite Disabilitas DIY

yang sangat strategis namun pada kenyataanya belum diakomodir sebagaimana amanat dari

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak-hak

Penyandang Disabilitas sehingga ada pertanyaan apakah kondisi yang ada saat ini sebagai

langkah pembiaran atau pengkerdilan peran dari Komite Disabilitas DIY. Catatan lainnya

yang didapatkan saat diseminasi hasil penelitian ini dalam rangka memperkaya hasil

penelitian, keberadaan komite sebagai lembaga pemerintah yang independen namun dianggap

salah satu satu pembahas jika komite tidak independen, keberadaan komite sebagai salah satu

lembaga HAM dituntut untuk independen namun pada kenyataannya dilihat dari komposisi

komisioner tidak hanya dari unsur non pemerintah tetapi juga melibatkan unsur pemerintah

dalam hal ini perwakilan dari Dinas Sosial DIY dan Polda DIY, namun dinyatakaan oleh

ketua komite bahwa komisioner yang ada di komite sudah cukup rensopsif akan isu

pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyadang disabilitas.

Penulis berpendapat dari catatan akhir ini bahwa kondisi yang dimaksud diatas

ternyata juga menjadi hambatan bagi Komite Disabilitas DIY dalam mengoptimalkan

perannya baik secara umum maupun secara khusus dalam hal perlindungan hukum bagi

perempuan disabilitas korban kekerasan. Catatn lain dalam penelitian iny yang ingin

disampaikan oleh penulis, dimana penelitian ini memang belum mengharmonisasikan dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, karena saat disusun

penelitian yang dimaksud, undang-undnag tersebut masih berstatus rancangan undang-

undang sehingga belum disesuaikan.

Page 39: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Peranan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban

kekerasan yaitu:

a. Memantau kasus yang sedang ditangani penegak hukum untuk memastikan

penyandang Disabilitas diperlakukan secara adil dan dipenuhi kebutuhan

aksesibilitasnya (cara komunikasi, akses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan lain-

lain dalam hal memenuhi akses keadilan bagi peempuan disabilitas korban

kekerasan)

b. Memastikan Penyandang disabilitas (perempuan disabilitas dan disabilitas anak)

yang menjadi korban tindak pidana, kasusnya diproses secara hukum sesuai dengan

prosedur yang berlaku.

c. Bekerja sama dengan organisasi bantuan hukum dalam mendampingi Penyandang

Disabilitas yang menjadi korban tindak pidana

Selain itu untuk mewujudkan peran yang dimaksud, Komite Disabilitas DIY memiliki

beberapa mekanisme penanganan terhadap perempuan penyandang diasbiltas korban

kekrasan, yaitu

a. Mekanisme pengaduan: Penyandang Disabilitas, kelurga, atau pihak lainnya

(organisasi dan masyarakat umum) dapat menyempaikan aduan secara tertulis, lisan

atau menggunakan bahasa isyarat ke kantor Komite. Aduan juga dapat disampaikan

melalui email, telepon, SMS, WA, dan media sosial lainnya (tidak harus datang ke

kantor, selanjutnya Komite yang akan proaktif mendatangi Penyandang Disabilitas).

b. Mekanisme pendampingan: pendampingan dilakukan setelah ada pengaduan dan

penyandang disabilitas atau yang mewakili mengisi formulir pengaduan. Untuk

kasus yang ada aspek pelanggaran hak penyandang disabilitas maka Komite

langsung menindaklanjuti dengan melakukan pendampingan sesuai dengan

kebutuhan penyelesaian kasus. Untuk aduan yang tidak ada kaitannya dengan

pelanggaran hak penyandang disabilitas, maka Komite melimpahkan ke Organisasi/

Lembaga lainnya yang sesuai.

Page 40: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

32

2. Upaya kongkret dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan

disabilitas korban kekerasan adalah melakukan kesepakatan bersama antara Komite

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa

Yogyakarta dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta

tentang Penyelenggaraan Layanan Perlindungan dan Pemenuhak Hak bagi Penyandang

Disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta, tertanggal 28 September 2015. Namun

kesepakatan bersama yang dimaksud masih sangat umum bagi penyandang disabilitas

yang berhadapan dengan hukum baik korban maupun pelaku, sedangkan khusus bagi

perempuan disabiltas korban kekerasan, Komite Disabilitas DIY dalam kebijakan

internalnya memberikan perhatian khusus diantaranya mensosialisasikan kepada para

pemangku kepentingan agar membantu dan memberikan dukungan kepada perempuan

disabilitas korban kekerasan termasuk juga bagi pihak kepolisian.

3. Hambatan yang dihadapi Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan

disabilitas dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu internal dari korban dan eksternal:

1) Internal korban:

Sebagian korban, keluarga korban, bahkan masyarakat masih ada yang

menghendaki supaya kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tidak diproses

secara hukum dengan alasan malu, merepotkan, dan pesimis untuk mendapatkan

keadilan.

2) Eksternal korban

a. Masyarakat masih menganggap penyandang disabilitas sebagai kelompok yang

tidak terlalu penting diperhatikan sehingga apabila terjadi kekerasan apalagi

kekerasan tersebut terjadi kepada perempuan disabilitas cenderung kurang

diperhatikan.

b. Penegak hukum tidak memahami bagaimana berkomunikasi dengan

penyandang disabilitas dengan berbagai ragam disabilitasnya (terutama

disabilitas intelektual, tuli, dan netra)

c. Aksesibilitas (fisik maupun nonfisik) bagi penyandang disabilitas di institusi

penegak hukum masih kurang ketika mereka ingin mengakses keadilan tentunya

makin sulit.

Page 41: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

33

Selain hambatan dilihat dari sisi korban juga hambatan dari sisi keberadaan Komite

Disabilitas DIY itu sendiri yaitu dalam hal keterbatasan sarana dan prasarana dalam

menunjuang kinerjanya serta independesi komite yang masih terbatas.

B. Saran

1. Sebaiknya Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta lebih membangun jejering dan komunikasi dengan

lembaga-lembaga penyedia layanan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan

sehingga peran komite khususnya dalam perlindungan hukum dapat berjalan dengan

lebih efektif lagi

2. Perlu adanya sosialisasi perihal mekanisme pengaduan dan pendampingan kepada

masyarakat umum dan lembaga-lembaga penyedia layanan bagi perempuan disabilitas

korban kekerasan serta mekanisme monitoring terhadap kasus-kasu yang dilaporkan

3. Khusus bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta agar dapat lebih memperhatikan

keberadaan dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Daerah Istimewa Yogyakarta baik dalam hal penguatan kelembagaan dalam

memfasilitasi sarana dan prasarana pendukunya serta memperkuat posisinya

sebagaimana kewenangannya yang diberikan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun

Page 42: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

34

Daftar Pustaka

Buku:

Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Ins Trans Publishing, Malang, 2008

Ellydar Chaidir, Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia, Total

Media, Pekanbaru, 2007

Majda Ek Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai

dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2007

Mansour Fakih, 2008, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Nurul Saadah Adriani, dkk, 2015, Mekanisme Pendampingan Hukum bagi Perempuan

Disabilitas Korban Kekerasan, Yogyakarta, SAPDA

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Perdana Media Group, Jakarta

Rhona K. M. Smith, at.al, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta

Sri Wiyanti Eddyono, 2004, Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW, Seri Bahan

Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2004, ELSAM, Jakarta

Data Elektronik

Catatan Ketimpangan Terhadap Perempuan di Indonesia Hari Perempuan Internasional 2016

oleh Koalisi Perempuan Indonesia,

http://www.koalisiperempuan.or.id/2016/03/07/catatan-ketimpangan-terhadap-

perempuan-di-indonesia-hari-perempuan-internasional-2016/

Pembentukan Komisi Nasional Penyandang Disabilitas Terancam Ditolak pada

http://www.mediaindonesia.com/news/read/25204/pembentukan-komisi-nasional-

penyandang-disabilitas-terancam-ditolak/2016-01-18#sthash.O84RdM48.dpuf

Pendidikan ABK dan Inklusif dalam http://pendidikanabk.blogspot.com/2011/10/definisi-

anak-berkebutuhan-khusus.html

Setia Adi Purwanta, “Bagaimana Aku Menyebut Mereka, Penyandang Cacat, Penyandang

Disabilitas, Ataukah Difabel?”

http://komitedisabilitasdiy.blogspot.co.id/2015/12/bagaimana-aku-menyebut-

mereka.html

Page 43: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

35

Data lainnya

Andrie Irawan, 2014, Handout Hukum dan Hak Asasi Manusia (Subyek dan Sumber Hukum

Hak Asasi Manusia), Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta,

Yogyakarta

Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2014 “Kekerasan

Terhadap Perempuan: Negara Segera Putus Impunitas Pelaku”, Jakarta, 6 Maret 2015

Sutatik, Data Pelayanan Korban Kekerasan di P2TP2A “Arum Dalu” Kabupaten Bantul

tahun 2013-2015, diolah oleh P2TP2A “Arum Dalu” Kabupaten Bantul, Bantul, 2

Desember 2015

Page 44: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

36

Lampiran 1 Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya

A. Identitas Diri (Ketua Peneliti)

1 Nama Lengkap (dengan

gelar) Iin Suny Atmadja, SH, MH

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional IIIb/Penata Muda TK I

4 NIP/NIK/Identitas lainnya E.8501010

5 NIDN 0518085801

6 Tempat, Tanggal Lahir Cirebon 18 Agustus 1958

7 E-mail [email protected]

8 Nomor Telepon/HP 08122771516

9 Alamat Kantor Jl.Perintis Kemerdekaan,Gambiran,Umbulharjo,Yogyakarta

10 Nomor Telepon/Faks Tep: (0274) 372274, Faks : (0274) 4340644

11 Lulusan yang telah

dihasilkan -

12 Mata Kuliah yang Diampu

Hukum Tata Negara

Kenegaraan Per-uu-an

Legal drafting

Hukum Administrasi Daerah dan Desa

Penyelesaian Pertanahan

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2

Nama Perguruan Tinggi Universitas Islam Indonesia Universitas Islam Indonesia

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Ilmu Hukum

Tahun Masuk-Lulus 1978 - 1983 1999 - 2002

Judul Skripsi/Tesis/Disertasi

Judul Skripsi : Kekuatan

Hukum Minderheids Nota

MPR dalam Proses

Pengambilan Keputusan-

Keputusan MPR

Judul Thesis : Kedudukan Partai

Oposisi Dalam Negara Hukum

Indonesia Menurut UUD 1945

(Kajian Dari Sudut Hukum Tata

Negara)

Nama

Pembimbing/Promotor Soedarjatin,SH

Prof,Dr.Dahlan Thaib, SH, M.Si

Hj. Ni’matul Huda, SH,Mhum

Page 45: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

37

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun

Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta

Rp)

1 2011

Akibat Hukum Klausula Eksonerasi dalam

perjanjian sewa beli sepeda motor terhadap

perlindungan Konsumen di kecamatan

prambanan

Kantor Notaris

dan PPAT Hj.

Iin Suny

Atmadja, SH.,

MH

10.000.000

2 2012

Pelaksanaan Bantuan Hukum Cuma - Cuma

terhadap masyarakat tidak mampu oleh lembaga

bantuan hukum Indonesia (LBH) Yogyakarta

Kantor Notaris

dan PPAT Hj.

Iin Suny

Atmadja, SH.,

MH

5.000.0000

3 2013

Potensi Kerawanan Tindak Pidana Perdagangan

Orang dan Eksploitasi Seksual Anak Tahun 2013

di Kecamatan Bantul, Jetis, Sanden dan

Srandakan Kabupaten Bantul

SAPA 10.000.000

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber

lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta

Rp)

1 2013

Advokasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan Eksploitasi Seksual Anak Tahun 2013 di Kecamatan

Bantul, Jetis, Sanden dan Srandakan Kabupaten Bantul

SAPA 20.000.000

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI

maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun

1

Penyelesaian sengketa Pajak

Ditinjau dari Aspek Hukum

Administrasi Negara

Jurnal Lensa Hukum

Fakultas Hukum Univ.

Cokroaminoto Yogyakarta

2011

2

Peranan Pemerintah Desa dalam

Sistem Administrasi (Studi di Desa

Sariharjo Kecamatan Ngaglik

Kabupaten Sleman)

Jurnal Lensa Hukum

Fakultas Hukum Univ.

Cokroaminoto Yogyakarta

2012

Page 46: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

38

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 Pelatihan Contract Administration Melia purosani hotel11-13 juli

2011

2 Pelatihan Contract Monitoring Hotel Jogja Plaza

25 – 27 Oktober 2011

3 Seminar

politik hukum dan

pertanahan dalam

memberikan perlindugan

terhadap kesatuan

masyarakat hukum adat

Fak Hukum Udayana

27 April 2012

4 Workshop

Dokumen Dokumen

Pokok Dalam Kridit

Bank BTN cab Yogyakarta

20 sept 2012

5

Diskusi

peningkatan kapasitas

layanan dengan tema:

tugas, wewenang notaries

dan PPAT dalam jual beli

tanah

LOS DIY

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya siap menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam laporan akhir penelitian Hibah Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta

Yogyakarta, 14 Oktober 2016

Ketua Peneliti,

Iin Suny Atmadja, SH., MH

Page 47: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

39

B. Identitas Diri (Anggota Peneliti)

1 Nama Lengkap (dengan

gelar) Andrie Irawan, SH., MH

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Tenaga Pengajar

4 NIP/NIK/Identitas lainnya E. 1409084

5 NIDN 0520038604

6 Tempat, Tanggal Lahir Banjarmasin, 20 Maret 1986

7 E-mail [email protected]

8 Nomor Telepon/HP 081328777614

9 Alamat Kantor Jalan Perintis Kemerdekaan, Gambiran, Umbulharjo,

Yogyakarta

10 Nomor Telepon/Faks 0274-372274/0274-4340644

11 Lulusan yang telah

dihasilkan -

12 Mata Kuliah yang Diampu

1. Ilmu Negara

2. Hukum dan Hak Asasi Manusia

3. Hukum Adat

4. Hukum Acara Perdata

5. Hukum Perburuhan

6. Praktek Peradilan dan Peradilan Semu

8. Hukum Lingkungan

A. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2

Nama Perguruan Tinggi Universitas Islam Indonesia Universitas Islam Indonesia

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Ilmu Hukum

Tahun Masuk-Lulus 2004-2008 2008-2014

Judul Skripsi/Tesis/Disertasi

Open Sky Policy Sebagai

Konsekuensi Penerapan

ASEAN Framework

Agreement for the

Integration of Priority

Sectors (FAIPS) di

Indonesia ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1992 Tentang

Penerbangan

Gerakan Affirmasi (Affrimative

Action) dalam Peraturan

Perundang-Undangan Indonesia

(Studi Tentang Hak Politik

Perempuan dalam Pemilihan

Umum 2009)

Nama

Pembimbing/Promotor Sefriani, SH., M.Hum

Dr. Drs. Muntoha, SH., M.Ag

Dr. Suparman Marzuki, SH., M.Si

Page 48: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

40

B. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun

Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta

Rp)

1 2012

Potensi Kerawanan Tindak Pidana Perdagangan

orang dan Eksploitasi Seksual Anak di

Kecamatan Pajangan dan Kecamatan Dlingo

Kabupaten Bantul Tahun 2012

SAPA 5.000.000,-

2 2013

Potensi Kerawanan Tindak Pidana Perdagangan

Orang dan Eksploitasi Seksual Anak Tahun 2013

di Kecamatan Bantul, Jetis, Sanden dan

Srandakan Kabupaten Bantul

SAPA 10.000.000,-

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber

lainnya.

C. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta

Rp)

1 2012

Advokasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan

Orang dan Eksploitasi Seksual Anak Tahun 2012 di

Kecamatan Dlingo dan Kecamatan Pajangan

SAPA 10.000.000,-

2 2013

Advokasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan

Orang dan Eksploitasi Seksual Anak Tahun 2013 di

Kecamatan Bantul, Jetis, Sanden dan Srandakan

Kabupaten Bantul

SAPA 20.000.000,-

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI

maupun dari sumber lainnya.

D. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun

1

Harmonisasi Hukum

Nasional dan hukum Islam

dalam mencari Batasan

Usia Minimal Menikah

Bagi Anak

Jurnal Hukum Respublica Fakultas

Hukum Universitas Lanca Kuning Vol. 10, No.2, Mei

2011

2

Peraturan Daerah Vis a Vis

Peraturan Perundang-

Undangan (Fenomena

Marginalisasi Perempuan

dalam Perda Syari’at)

Jurnal Lensa Hukum Fakultas

Hukum Universitas Cokroaminoto

Yogyakarta

Vol. 5, 2011

3 Hukum dalam Pandangan

Feminisme guna

Jurnal Lensa Hukum Fakultas

Hukum Universitas Cokroaminoto Vol. 6, 2012

Page 49: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

41

Mewujudkan

Pembangunan

Berprespektif Gender

Yogyakarta

4

Penerjemehan Affirmative

Action dalam Konstitusi

Guna Mendukung Hak

Politik Perempuan

Jurnal Lensa Hukum Fakultas

Hukum Universitas Cokroaminoto

Yogyakarta

Vol. 7, 2013

5

Kritikan Perkawinan Beda

Agama dalam Perspektif

Islam

Journal Academy of Education,

Jurnal Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Cokroaminoto

Yogyakarta

Vol 5, No. 1, Januari

2014

E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1

Penguatan FPK2PA Tingkat

Kecamatan dalam Pencegahan

dan Penanganan Korban

Kekerasan Berbasis Gender

serta Trafficking di Kabupaten

Bantul

Pelayanan Terpadu kepada

Korban Kekerasan Berbasis

Gender dan Trafficking

Parasmaya Komplek

Pemerintah Kabupaten

Bantul, 18 Nopember

2013

2

Pelatihan Pencegahan dan

Pelayanan terhadap Korban

Kekerasan Berbasis Gender

serta Trafficking

Pelayanan Terpadu kepada

Korban Kekerasan Berbasis

Gender dan Trafficking

dan

Pengantar tentang UU No.

21 Tahun 2007 tentang

Pemberantas Tindak Pidana

Perdagangan Orang

Parasmaya Komplek

Pemerintah Kabupaten

Bantul 26-28 Nopember

2013

3 Seminar “Meet the Practician

with The Real PR” Peran Humas dalam NGO

Prodi Ilmu Komunikasi

UMY, 23 Mei 2014

5

Workshop “Kesehatan

Reproduksi Remaja (KRR) dan

Perlindungan Anak bagi Pelajar

SMP se Kabupaten Bantul”

Pengantar Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak

Dan

Konvensi Hak Asasi Anak

4-5 September 2014

6

Diskusi “Proses Pendampingan

Perempuan dengan Disabilitas

Korban Kekerasan dalam Sisi

Hukum dan Psikologis”

Perlindungan Hukum bagi

Perempuan dan Anak

Penyandang Disabilitas

Korban Kekerasan

Jaringan Perempuan

Yogyakarta dan SAPDA,

14 Desember 2014

Page 50: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

42

F. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1 Panduan Pendampingan Hukum Bagi

Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan 2015 127

Sentra Advokasi

Perempuan Disabilitas dan

Anak

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya siap menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam laporan akhir penelitian Hibah Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta

Yogyakarta, 14 Oktober 2016

Anggota Peneliti,

Andrie Irawan, SH., MH

Page 51: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

43

Lampiran 2 Surat ijin penelitian dari Pemerintah Daerah DIY

Page 52: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

44

Lampiran 2 Surat ijin penelitian dari Pemerintah Daerah DIY

Page 53: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

45

Lampiran 3 Biaya penelitian

Honor Peneliti

Honor Honor/jam (Rp) Waktu

(jam/minggu) Minggu

Rincian

Harga/biaya Bukti

Ketua 1.250 42 jam/minggu 16 minggu 840.000 Lampiran 4

Anggota 1.250 32 jam/minggu 16 minggu 640.000 Lampiran 4

Sub total (Rp) 1.480.000

Peralatan Penunjang dan bahan habis pakai

Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Rincian

Harga/biaya Bukti

Flashdisk 16 GB Penyimpanan data

penelitian 1 unit 100.000 100.000

Lampiran 4

Voice Recorder Alat rekam untuk

wawancara 1 unit 400.000 400.000

Lampiran 4

Pembelian kertas 4 rim 40.000 160.000 Lampiran 4

Pembelian cadtrige 2 buah 250.000 500.000 Lampiran 4

Sub total (Rp) 1.160.000

Perjalanan

Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas

Harga Satuan

(Rp)

Rincian

Harga/biaya Bukti

Perjalanan ke

Komite Disabilitas

DIY

Biaya perjalanan dan

konsumsi untuk 2

orang guna

wawancara dan

ambil data penelitian

6 kali 50.000 300.000 Lampiran 4

Perjalanan ke

Dinsos DIY

Biaya perjalanan dan

konsumsi untuk 2

orang guna

wawancara dan

ambil data penelitian

3 kali 50.000 150.000 Lampiran 4

Perjalanan ke LSM

Biaya perjalanan dan

konsumsi untuk 2

orang guna

wawancara dan

ambil data penelitian

4 kali 50.000 200.000 Lampiran 4

Sub total (Rp) 650.000

Laporan akhir dan seminar hasil penelitian

Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Rincian

Harga/biaya Bukti

Konsumsi seminar

konsumsi berupa

snack dan makan

siang dalam kegiatan

50 orang 17.500 875.000 Lampiran 4

Page 54: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

46

Uang transport

panitia

Uang transport

panitia untuk

mempersiapkan dana

pelaksanaan kegiatan

5 orang 30.000 150.000 Lampiran 4

Uang transpor juru

bahasa isyarat

Uang pengganti

untuk juru bahasa

isyarat karena ada

peserta seminar yang

tuli

1 orang 75.000 75.000 Lampiran 4

Uang transport

pembahas

Uang pengganti

transport pembahas

dalam memberi

masukan terhadap

hasil penelitian baik

dari Komite

Disabilitas DIY dan

ahli hukum lainnya

2 orang 200.000 400.000 Lampiran 4

Beli CD dan

burning CD

laporan akhir

Laporan akhir tidak

hanya dalam bentuk

hardfile/dicetak

tetapi juga dalam

bentuk softfile/dalam

bentuk CD untuk

dilaporkan ke pihak

terkait

2 keping 5.000 10.000 Lampiran 4

Laporan akhir

penelitian

Laporan akhir dijilid

untuk dilaporkan ke

pihak terkait

3 buku 50.000 200.000 Lampiran 4

Sub total (Rp) 1.710.000

Total (Rp) 5.000.000

Page 55: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

47

Lampiran 4 Bukti pemanfaatan uang

Page 56: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

48

Page 57: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

49

Page 58: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

50

Page 59: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

51

Page 60: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

52

Page 61: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

53

Lampiran 6 Biodata pembahas penelitian

Page 62: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

54

Lampiran 6 Biodata pembahas penelitian

Page 63: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

55

Lampiran 5 Foto kegiatan diseminasi hasil penelitian

Page 64: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

56

Lampiran 7 Kesepakatan bersama antara Komite Disabilitas DIY dan Polda DIY

Page 65: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

57

Page 66: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

58

Page 67: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

59

Page 68: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

60

Page 69: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

61

Page 70: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

62

Page 71: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

63

Page 72: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

DASAR HUKUM

UUD NKRI THN 1945 PASAL 27 AYAT(1)

UU NO 19 TAHUN 2011 TENTANG TATIFIKASI KONVENSI INTERNASIONAL HAK HAK PENYANDANG DISABILITAS

UU NO 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM

UU NO 7 THN 1984 TENTANG RATIFIKASI KONVENSI PERLINDUNGAN PEREMPUAN THD DISKRIMINASI

Page 73: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

PERDA NO 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

KORBAN KEKERASAN

PERDA NO 4 THN 2012 TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK HAK

PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN GUBERNUR DIY NO 31 TAHUN

2013 PERATURAN PELAKSANAAN PERDA NO 4

TAHUN 2012

PERATURAN GUBERNUR DIY NO 60 TAHUN

2014 TENTANG TATACARA PENYEDIAAN

BANTUAN HUKUM BAGI PENYANDANG

DISABILITAS

Page 74: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Latar belakang Masalah

Isu tentang penyadang disabiltas atau lain pihak menyebutnya kaum difabel (different ability) sebenarnya

merupakan isu yang sudah lama di Indonesia, dulu orang umum mengenalnya dengan istilah cacat yang

ternyata akrab di masyarakat.Beberapa pihak, mulai dari masyarakat awam sampai dengan pejabat

negeri ini yang juga masih belum mau merubah istilah untuk penyebutan penyandang cacat meskipun

sebenarnya pergeseran paradigma itu telah mulai ada sejak beberapa waktu yang lalu.

Padahal dengan penyebutan kata cacat yang berujung bentuk dari wujud diskriminasi sangat dilarang

dalam konstitusi Indonesia, karena secara eksplisit dijelaskan dalam pasal 28I ayat (2) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tentunya menjadikan kewajiban tidak hanya

pemerintah tetapi juga seluruh warga negara Indonesia bahwa setiap warga negara Indonesia harus

bebas dari perilaku ataupun tindakan buruk tanpa terkecuali. Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan

yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif”

Pergeseran perubahan istilah cacat ternyata mengarah kepada hal yang lebih positif menjadi

penyandang disabilitas. Istilah ini dalam beberapa waktu terakhir ini yaitu semenjak Indonesia

meratifikasi konvensi penyandang disabilitas (convention on the right of person with disability/CRPD)

pada tahun 2011

Latar belakang Masalah Berbicara tentang perlindungan hukum terhadap penyadang disabilitas secara umum tentunya akan banyak hal

yang diuraikan, baik dari pemenuhan dan perlindungan hak sipil dan politik serta pemenuhan dan perlindungan

hak ekonomi, sosial dan budaya, namun ternyata dalam konvensi disabiltas ada beberapa hal menjadi perhatian

khusus, diantaranya tentang perempuan penyandang disabilitas karena sebagaimana dinyatakan dalam

konvensi disabiltas bahwa penyandang disabilitas perempuan dan anak

perempuan adalah rentan terhadap diskriminasi ganda

Bentuk ketimpangan gender berupa kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas, sebagaimana data

Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kurang lebih 40 kasus kekerasan menimpa para perempuan

penyandang disabilitas di Indonesia dan 6 perempuan sebagai korban kasus kekerasan seksual yang

didampingi LBH APIK. Dari jumlah ini, hanya 1 kasus yang berlanjut ke pengadilan.Fakta ini hanya fenomena

gunung es, data sesungguhnya pasti lebih banyak

Penelitian yang dilakukan oleh Sentra Advokasi Perempuan Disabilitas dan Anak (SAPDA) pada tahun 2012 yang

berjudul “Menguak Tabir Kekerasan Terhadap Perempuan Difabel tahun 2009” dengan melibatkan 60

responden perempuan disabilitas baru dan berdomisili di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

diperoleh data hampir sebagian pelaku kekerasan adalah pasangan baik suami atau pacar dari responden

Data pelaporan yang diterima oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak “Arum Dalu” Pemerintah

Kabupaten Bantul, Selama 3 tahun terakhir (2013-2015) P2TP2A “Arum Dalu” telah memberikan pelayanan bagi

10 korban penyandang disabilitas (1 laki-laki, 6 perempuan dewasa, 3 anak perempuan) dengan jenis

disabilitas: disabilitas netra (2 orang), disabilitas daksa (2 orang) dan disabilitas grahita (slow learner 1 anak,

retardasi mental 2 anak, 1 perempuan dewasa retardasi mental) dan disabilitas rungu wicara (2 perempuan

dewasa) dengan jenis kekerasan berupa seksual, fisik dan penelantaran rumah tangga

Page 75: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Rumusan Masalah

Bagaimana Peranan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan?

Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan?

Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat gambaran faktual berbasis dari perundang-undangan yang berlaku tentang hak-hak penyandang disabilitas khususnya perempuan penyadang disabilitas dan anak perempuan penyandang disabilias korban kekerasan dengan melihat peran dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyadang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang perlindungan hukum, adapun batasan utama dari tujuan ini adalah:

Mengetahui tentang Peranan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perlindungan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan

Mengetahui tentang upaya perlindungan hukum dan hambatan pelaksanaanya yang dihadapi oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 76: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

TUGAS KOMITE

Mediasi, komunikasi, dan informasi antara

Penyandang Disabilitas dan Pemerintah Daerah;

Menerima pengaduan dari Penyandang

Disabilitas yang mengalami kasus-kasus

diskriminasi; dan

Menindaklanjuti aduan dari Penyandang

Disabilitas

FUNGSI KOMITE

a. Memberikan usulan, pertimbangan dan rekomendasia.kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

b. Mendorong peningkatan partisipasi aktif Penyandang Disabilitas, keluarga dan masyarakat secara umum dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan Penyandang Disabilitas;

c. Menerima, menampung dan menganalisa pengaduan serta mengkoordinasikan pembelaan secara litigasi dan/atau non litigasi;

Page 77: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

d. Menyalurkan aspirasi Penyandang Disabilitas

kepada pihak-pihak terkait; dan

e. Membangun jaringan kerja dengan berbagai

pihak dalam upaya mengembangkan program-

program yang berkaitan dengan perlindungan dan

pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN

KEKERASAN DI DIY

pasal 58 huruf d joncto pasal 65 dan 66 Perda

Nomor 4 Tahun 2012 dinyatakan bahwa

penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan

sosial yang dimaksudkan untuk mencegah dan

mengatasi risiko dari guncangan dan kerentanan

perlindungan sosial dilaksanakan melalui bantuan

sosial dan bantuan hukum.

Page 78: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

KEWAJIBAN PEMDA/KOTA (PASAL 97

PERDA NO 4/2012)

a. Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum tertentu untuk menyediakan pelayanan pendampingan hukum kepada Penyandang Disabilitas yang terlibat permasalahan hukum.

b. Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan penyandang disabilitas yang terlibat permasalahan hukum.

PELAYANAN THD PEREMPUAN DAN ANAK

KORBAN KEKERASAN (PASAL 33 PERDA

NO 3/2012

pelayanan pengaduan, konsultasi, dan konseling;

pelayanan pendampingan;

pelayanan kesehatan;

pelayanan rehabilitasi sosial;

pelayanan hukum; dan

pelayanan pemulangan dan reintegrasi sosial.

Page 79: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

FOKUS PENELITIAN

PERLINDUNGAN HUKUM YG BERUPA pelayanan hukum bagi perempuan disabilitas korban kekerasan berupa membantu korban dalam menjalani proses peradilan dengan cara Pasal 38 Perda No 3/2012) ;

a. memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan

b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan yang dialaminya;

c. melakukan koordinasi dengan sesama penegak

hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial

agar proses peradilan berjalan sebagaimana

mestinya.

Page 80: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

KESIMPULAN

1. PERAN KOMITE DLM PERLINDUNGAN BAGI PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN KEKERASAN YAITU :

a. Memantau kasus yang sedang ditangani penegak hukum untuk memastikan penyandang Disabilitas diperlakukan secara adil dan dipenuhi kebutuhan aksesibilitasnya (cara komunikasi, akses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan lain-lain)

b. Memastikan Penyandang disabilitas yang

menjadi korban tindak pidana, kasusnya diproses

secara hukum.

c. Bekerja sama dengan organisasi bantuan hukum

dalam mendampingi Penyandang Disabilitas yang

menjadi korban tindak pidana

DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN TSB

KOMITE MEMPUNYAI MEKANISME SBB :

Page 81: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

a. Mekanisme pengaduan: Penyandang Disabilitas, kelurga, atau pihak lainnya (organisasi dan masyarakat umum) dapat menyempaikan aduan secara tertulis, lisan atau menggunakan bahasa isyarat ke kantor Komite. Aduan juga dapat disampaikan melalui email, telepon, SMS, WA, dan media sosial lainnya (tidak harus datang ke kantor, selanjutnya Komite yang akan proaktif mendatangi Penyandang Disabilitas).

b. Mekanisme pendampingan: pendampingan dilakukan setelah ada pengaduan dan penyandang disabilitas atau yang mewakili mengisi formulir pengaduan. Untuk kasus yang ada aspek pelanggaran hak penyandang disabilitas maka Komite langsung menindaklanjuti dengan melakukan pendampingan sesuai dengan kebutuhan penyelesaian kasus. Untuk aduan yang tidak ada kaitannya dengan pelanggaran hak penyandang disabilitas, maka Komite melimpahkan ke Organisasi/ Lembaga lainnya yang sesuai.

2. UPAYA KOMITE DLM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN KEKERASAN

a. melakukan kesepakatan bersama antara Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Penyelenggaraan Layanan Perlindungan dan Pemenuhak Hak bagi Penyandang Disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta, tertanggal 28 September 2015. Namun kesepakatan bersama yang dimaksud masih sangat umum bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum baik korban maupun pelaku, sedangkan khusus bagi perempuan disabiltas korban kekerasan, Komite Disabilitas DIY dalam kebijakan internalnya akan memberikan perhatian khusus diantaranya mensosialisasikan kepada para pemangku kepentingan agar membantu dan memberikan dukungan kepada perempuan disabilitas korban kekerasan termasuk juga bagi pihak kepolisian.

Page 82: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

3. HAMBATAN YG DIHADAPI KOMITE DLM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DISABILITAS KORBAN KEKERASAN

a. Internal korban:

Sebagian korban, keluarga korban, bahkan masyarakat masih ada yang menghendaki supaya kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tidak diproses secara hukum dengan alasan malu, merepotkan, dan pesimis untuk mendapatkan keadilan.

b. Eksternal korban

Masyarakat masih menganggap penyandang disabilitas sebagai kelompok yang tidak terlalu penting diperhatikan sehingga apabila terjadi kekerasan apalagi kekerasan tersebut terjadi kepada perempuan disabilitas cenderung kurang diperhatikan.

Penegak hukum tidak memahami bagaimana berkomunikasi dengan penyandang disabilitas dengan berbagai ragam disabilitasnya (terutama disabilitas intelektual, tuli, dan netra)

Aksesibilitas (fisik maupun nonfisik) bagi penyandang disabilitas di institusi penegak hukum masih kurang ketika mereka ingin mengakses keadilan tentunya makin sulit.

Page 83: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

SARAN

Sebaiknya Komite Perlindungan dan Pemenuhan

Hak-hak Penyandang Disabilitas Daerah

Istimewa Yogyakarta lebih membangun jejering

dan komunikasi dengan lembaga-lembaga

penyedia layanan bagi perempuan disabilitas

korban kekerasan sehingga peran komite

khususnya dalam perlindungan hukum dapat

berjalan dengan lebih efektif lagi

Perlu adanya sosialisasi perihal mekanisme pengaduan dan pendampingan kepada masyarakat umum dan lembaga-lembaga penyedia layanan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan serta mekanisme monitoring terhadap kasus-kasu yang dilaporkan

Catatan akhir, penelitian ini diajukan pada Maret 2016 dimana saat itu Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas masih berstatus RUU dan penelitian ini selesai saat perundangan yang dimaksud baru juga selseai diundangkan

Page 84: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

KEBERADAAN KOMITE HAK DIFABEL DIY

OLEH

DRS. SETIA ADI PURWANTA, MPD

Page 85: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

RANAH ADVOKASI

1. content of pilicy ( isi kebijakan)

2. structure of policy (tata laksana dan penegakan kebijakan)

3. culture of policy (kultur/ kesadaran kebijakan)

HAK ASASI MANUSIA

Merupakan hak asasi setiap orang/ warga negara yang harus dihormati, dilindungi, dipenuhi, dan dimajukan oleh negara

Pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak asasi setiap warga negaranya.

Page 86: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Hak asasi manusia merupakan area relasi antara pemerintah sebagai penyelenggara negara dengan warga negara

CONTENT OF POLICY (ISI KEBIJAKAN)

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF LEGISLATIF

MASYARAKAT DIFABEL

Page 87: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

STRUCTURE OF POLICY (TATA LAKSANA & PENEGAKAN KEBIJAKAN)

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF

(pemenuhan dan

penghormatan

hak asasi)

YUDIKATIF

(perlindungan dan

penghormatan hak

asasi)

MASYARAKAT DIFABEL

CULTURE OF POLICY (KESADARAN KEBIJAKAN)

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF

(sosialisai dan

kesadaran

masyarakat)

YUDIKATIF

(kesadaran kebijakan)

MASYARAKAT DIFABEL

Page 88: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

KEBERADAAN KOMITE HAK DIFABEL DALAM PROSES LEGISLASI

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF LEGISLATIF

MASYARAKAT DIFABEL

KOMITE HAK DIFABEL

KEBERADAAN KOMITE HAK DIFABEL DALAM TATA LAKSANA KEBIJAKAN

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF YUDIKATIF

MASYARAKAT DIFABEL

KOMITE HAK DIFABEL

LEGISLATIF

Page 89: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

KEBERADAAN KOMITE HAK DIFABEL DALAM KESADARAN KEBIJAKAN

KEBIJAKAN

EKSEKUTIF YUDIKATIF

MASYARAKAT DIFABEL

KOMITE HAK DIFABEL

TERIMAKASIH

Page 90: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

M. Syafi’ie, S.H., M.H

Membaca Penelitian : Peran, Upaya

dan Hambatan Komite Disabilitas DIY

Untuk Melindungi Perempuan

Disabilitas Korban Kekerasan

Pengantar

Penelitian Peran Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dalam melindungi perempuan disabilitas korban kekerasan merupakan aktivitas yang cukup berharga mengingat komite merupakan lembaga pengaduan dan pengawasan terhadap ragam pelanggaran hak difabel yang telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012. Pada pada sisi yang lain, kekerasan terhadap perempuan difabel sampai saat ini masih terhitung banyak dan seringkali tidak terselesaikan secara sistemik

Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas merupakan mandat Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012; telah ditetapkan tanggal 17 Mei 2013 dan dikukuhkan tanggal 2 Desember 2014 melalui Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2013 tentang Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

Membaca Komite Disabilitas dan kasus kekerasan terhadap perempuan di sisi yang lain merupaka dua bahasan yang saling terkait. Walau pun secara isu dan kelembagaan, penanganan terhadap perempuan korban kekerasan akan begitu banyak lembaga yang saat ini terlibat menanganinya

Page 91: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Komite Bagian Lembaga HAM?

Komite Disabilitas biasa kita sebut, kita melihatnya akan „mirip‟ seperti lembaga-lembaga “HAM” yang bertugas mengawasi dan menerima pengaduan pelanggaran hak publik seperti Komisi Nasional HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap perempuan, Ombudsman, dan beberapa lembaga yang lain.

Lembaga-lembaga HAM umumnya berfungsi sebagai pendidikan, pemantauan, penelitian dan mediasi, sehingga hak asasi manusia bisa dihargai, dihormati, dijunjung tinggi, dan dipenuhi. Lembaga-lembaga HAM memiliki mekanisme masing-masing, bergantung pada instumen hukum yang memandatkannya

Sebagai lembaga publik dan mengawasi pemenuhan hak, lembaga HAM mendasarkan pada prinsip-prinsip Paris, dimana eksistensinya berdiri netral antara pemerintah dan masyarakat sipil. Prinsip paris memandatkan syarat independensi independesi

Lembaga-lembaga HAM dibentuk agar dapat memantau, meneliti, memediasi dan mendorong pemajuan pemenuhan hak yang dimiliki setiap orang, di mana pemangku kewajiban penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak tersebut ialah pemerintah/negara (UUD 1945, ICCPR, ICESCR, CRPD)

Lanjutan…

Bagaimana dengan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak

Penyandang Disabilitas? Lembaga ini cukup strategis karena

merupakan mandat Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2012

tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Dalam Perda ini diatur hak-hak difabel dengan sangat lengkap.

Pengaturan hak-hak difabel dalam Perda ini bahkan menyamai

kelengkapan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang negara

Indonesia juga telah meratifikasinya.

Lalu siapa yang mengawal Perda yang bagus ini? Komite Perlindungan

dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas yang paling diharapkan.

Komite seperti mandat Perda bertugas sebagai lembaga koordinasi dan

komunikasi pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang

Disabilitas dilaksanakan oleh lembaga Pemerintah Daerah, organisasi

sosial dan masyarakat.

Page 92: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Lanjutan.. Komite Disabilitas berfungsi, pertama, mediasi komunikasi dan informasi dari

penyandang disabilitas kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Kedua, menerima pengaduan Penyandang Disabilitas yang mengalami kasus-kasus diskriminasi. Ketiga, menindaklanjuti aduan dari Penyandang Disabilitas

Komite memiliki kewenangan strategis, pertama, memberikan usulan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Kedua, mendorong peningkatan partisipasi aktif Penyandang Disabilitas, keluarga dan masyarakat secara umum dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Ketiga, menerima, menampung, dan menganalisa pengaduan serta mengkoordinasikan pembelaan secara litigasi dan/atau non-litigasi. Keempat, menyalurkan aspirasi Penyandang Disabilitas kepada pihak-pihak terkait; dan Kelima, membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak dalam upaya mengembangkan program-program yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Dengan fungsi dan kewenangan di atas, yang menjadi pertanyaan sejauhmana struktur keanggotaan Komite, khususnya yang berasal dari unsur pemerintah daerah dan penegak hukum yang nota bene aparat negara efektif (PNS) bekerja mengawal dan memproses pelanggaran hak yang menimpa difabel? Karena dalam kajian kelembagaan HAM, yang diawasi soal pemenuhan hak ialah tanggungjawab pemerintahnya dan independensi person yang ada di lembaga HAM menjadi sangat fundamental.

Perempuan Difabel Korban Kekerasan

Perempuan korban kekerasan menjadi persoalan serius yang dihadapi Indonesia saat ini. Survei IMAGES (International Men and Gender Equality Survey) terhadap 2.500 lebih laki-laki yang dilakukan di tiga wilayah di Indonesia, Jakarta, Purworejo dan Jayapura tahun 2012/2013 menyatakan bahwa 25,7 % - 60,2 % laki-laki mengaku pernah melakukan kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan pasangan intimnya.

Laporan Komnas Perempuan yang dihimpun dari berbagai lembaga layanan di Indonesia sejak tahun 2001 hingga 2014 mencatat kasus KTP setiap tahunnya dengan kecenderungan jumlah yang meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 3.169 kasus pada tahun 2001 menjadi 293.220 pada tahun 2014. Sebagian besar atau lebih dari 90 % kasus KTP tersebut terjadi dalam lingkup rumah tangga.

Perempuan difabel korban kekerasan? Pasti jumlahnya sangat banyak. Karena perempuan difabel kalau kita telaah lebih rentan daripada perempuan non difabel. Dan kesadaran akan hak-hak dan berani melapor pada institusi pengaduan publik juga masih lemah. Situasi tersebut menjadi tantangan lembaga-lembaga pengaduan saat ini, yaitu terkait kesadaran akan pentingnya untuk mengadu, melapor dan memperjuangkan hak-haknya agar bebas dari kekerasan

Page 93: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Membaca Penelitian

Penelitian ini hendak menggali peranan, upaya dan hambatan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan

Secara umum penelitian sangat bermanfaat untuk perbaikan sistem dan tata kelola Komite, yaitu agar Komite dapat keluar dari ragam hambatan-hambatannya yang selama ini melemahkan kinerja komite.

Hambatannya bisa muncul dari para pelapor/perempuan difabel korban kekerasan, atau hambatan itu muncul dari sistem yang lebih luas : mulai norma-norma hukum, paradigm aparat penegak hukum, sistem pengaduan komite, proses dan penyelesaian pengaduan, sarana prasarana, bantuan hukum, kerjasama kelembagaan dengan lembaga hukum, sampai dengan perlunya kemitraan dengan gerakan sosial yang bergerak pada advokasi dan pemantauan kasus difabel korban kekerasan

Penelitian ini berkepentingan untuk membongkar pernak-pernik hambatan yang lebih spesifik, sistemik dan lebih luas agar eksistensi Komite kedepannya dapat bekerja secara efektif dalam menangani kasus-kasus perempuan difabel korban kekerasan. Apalagi Komite Disabilitas bukanlah lembaga pengaduan satu-satunya yang menangani kasus perempuan difabel korban kekerasan

Lanjutan..

Terkait dengan peran dan upaya Komite, penelitian ini telah menguraikannya

sesuai dengan standar operasional fungsi dan kewenangan yang dimiliki

Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Namun

demikian, perlu penggalian lebih spesifik dan sistemik terkait bagaimana

peran dan upaya Komite sebenarnya untuk mendampingi, memproses dan

menciptakan standar yang spesifik dalam sistem terkait perlindungan

perempuan difabel yang menjadi korban kekerasan

Kita tahu, „perempuan difabel korban kekerasan‟ memiliki karakteristik,

keunikan dan proses hukum yang relatif berbeda dengan perempuan non

difabel yang menjadi korban kekerasan. Hambatan-hambatan yang khas

dimiliki difabel menjadi pembeda tersendiri. Kajian dan dorongan substansi

terkait perempuan difabel korban kekerasan penting dilakukan, serta

dorongan mikanisme hukum yang fair bagi perempuan difabel korban

kekerasan sangat penting ditelaah, sesuai dengan kewenangan Komite yang

begitu strategis di daerah Yogyakarta

Page 94: PERAN KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN …fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/Penelitian-Peran-Komite... · Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasa n berupa memantau

Lanjutan..

Ada beberapa hal juga yang perlu dilihat kembali dari draf penelitian ini :

1. Penelitian masih menyebut bahwa Komite Disabilitas di tingkat pusat belum ada (hlm 4). Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Komite di tingkat nasional sudah ada, namanya Komisi Nasional Disabilitas (Pasal 131). Secara kelembagaan KND ialah non struktural dan bersifat independen.

2. Rumusan masalah penelitian ini mengangkat perihal „peranan‟ dan „upaya‟ Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perlindungan Hukum bagi Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan. Sepertinya perlu penjelasan lebih spesifik makna, terminologi dan maksud pembeda telaah dari keduanya.

3. Dari rumusan tujuan penelitian, belum ditulis terkait tujuan rumusan ketiga terkait hambatan-hambatan yang dihadapi Komite

Secara umum, penelitian ini cukup berharga untuk perbaikan tata kelola Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Apresiasi sepenuhnya atas penelitian ini.