peran komite medik dalam path menuju world class hospital

62
1 Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati, Jakarta. Pendahuluan Fungsi, peran dan wewenang Komite Medik adalah menegakkan etika profesi medis dan mutu pelayanan medis berbasis bukti. 1 Yang dimaksud dengan etik profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) 2 , Kode Etik Penelitian Kedokteran Indonesia (untuk saat ini dapat diadopsi dan digunakan Kode Etik Penelitian yang dipakai oleh institusi pendidikan) 3 dan Kode Etik Pendidikan Kedokteran Indonesia (untuk sementara ini bagi profesi medik dapat mengacu kepada KODEKI). 4 Adapun tugas dan fungsi dari Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF) adalah melaksanakan kegiatan pelayanan medis, pendidikan, penelitian dan pengembangan keilmuannya yang berpedoman pada ketetapan Komite Medik atas etika profesi dan mutu keprofesian medis. Jadi profesi Medis dalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafah meliputi etika, mutu dan evidence-based medicine. Konsep dan filosofi Komite Medik RS adalah perpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari Etika Profesi, Mutu Profesi dan Evidence-based Medicine (EBM) sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. 4 Disampaikan dalam Workshop Komite Medik I se Indonesia, Hotel Horison Palembang 15 – 16 November 2008. 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005. 2 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya. 3 Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran) Rabu 16 Mei 2007. 4 Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.

Upload: api-3843287

Post on 13-Jun-2015

489 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

1

Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MAKetua Komite Medik

RSUP Fatmawati, Jakarta.

Pendahuluan

Fungsi, peran dan wewenang Komite Medik adalah menegakkan etika profesimedis dan mutu pelayanan medis berbasis bukti.1 Yang dimaksud dengan etikprofesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia(KODEKI)2, Kode Etik Penelitian Kedokteran Indonesia (untuk saat ini dapatdiadopsi dan digunakan Kode Etik Penelitian yang dipakai oleh institusipendidikan)3 dan Kode Etik Pendidikan Kedokteran Indonesia (untuk sementaraini bagi profesi medik dapat mengacu kepada KODEKI).4

Adapun tugas dan fungsi dari Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf MedisFungsional (SMF) adalah melaksanakan kegiatan pelayanan medis, pendidikan,penelitian dan pengembangan keilmuannya yang berpedoman pada ketetapanKomite Medik atas etika profesi dan mutu keprofesian medis.

Jadi profesi Medis dalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafahmeliputi etika, mutu dan evidence-based medicine. Konsep dan filosofi KomiteMedik RS adalah perpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari EtikaProfesi, Mutu Profesi dan Evidence-based Medicine (EBM) sebagaimanaterlihat dalam Gambar 1.4

Disampaikan dalam Workshop Komite Medik I se Indonesia, Hotel Horison Palembang 15 – 16 November2008.

1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal StafMedis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

2 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya.3 Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran) Rabu 16 Mei

2007.4 Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.

Page 2: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

2

Gambar 1. Konsep dan Filosofi Komite Medik RS: Etika, Mutu dan Evidence-based Medicine (EBM)

Meskipun pelayanan kesehatan sangat bervariasi dari dan dalam satu negara,propinsi maupun daerah di negara maju/industri maupun dunia ketiga. Akantetapi ciri dan sifat masalah tersebut tidak jauh berbeda satu sama lainnyadalam hal yang mendasar yakni semakin meningkatnya jumlah populasi usialanjut (perubahan demografi), tuntutan dan harapan pasien akan pelayanan,perkembangan teknologi kedokteran dan semakin terbatasnya sumber dana.5,6

Mutu/kualitas itu sendiri dapat ditinjau dari berbagai perspektif baik itu dariperspekstif pasien dan penyandang dana, manajer dan profesi dari pemberijasa rumah sakit maupun pembuat dan pelaksana kebijakan layanan kesehatandi tingkat regional, nasional dan institusi. (Quality is different things todifferent people based on their belief and norms).7

Perkembangan evolusi mengenai bidang mutu (Quality), kaidah tehnikmekanisme pengambilan keputusan untuk profesi seperti Evidence-based(Medicine, Nursing, Healthcare, Health Technology Asssessment), dan SistemLayanan Kesehatan di rumah sakit sangat perlu dan penting untuk diketahuiterlebih dahulu sebelum menetapkan arah pengembangan suatu sarana layanan

5 Davidson T, Levin LA. Do individuals consider expected income when valuing health states? Int JTechnol Assess Health Care 2008;24(4):488-94.

6 Simpson S, Packer C, Carlsson P et al. Early identification and assessment of new and emerging healthtechnologies: Action, progress, and the future direction of an international collaboration – EuroScan.

Int J Technol Assess Health Care 2008;24(4): 518-24.7 Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health Business Excellence

2000; 4(3):19-23.

Page 3: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

3

kesehatan (rumah sakit) sehingga akan lebih mudah dalam menilai progresivitasdan kinerja (performance) dalam bentuk indikator indikator yangmencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Secara ringkasnya bagan dalam Gambar 2 berikut menunjukkan evolusi mutudari inspection, quality control, quality assurance hingga total quality sertakomponen komponennya; dan evolusi epidemiologi klinik, evidence-based, healthtechnology assessment sampai information mastery. 8,9,10,11,12

Sedangkan evolusi sistem layanan kesehatan di rumah sakit secara prinsipnyamulai dari yang bercirikan ’doing things cheaper’ dalam hal ini efficiency padatahun 1970an pada waktu krisis keuangan dan gejolak OPEC, kemudian ekonomimulai pulih dan masyarakat menuntut layanan kesehatan bercirikan ’doingthings better’ dalam hal ini quality improvement.

Selama dua dekade tersebut manajemen bercorak ’doing things right’ yangmerupakan kombinasi ’doing things cheaper’ dan ’doing things better’.Ternyata prinsip ’doing things right’ tidak memadai mengikuti perkembangankemajuan teknologi maupun tuntutan masyarakat yang semakin kritis; danprinsip manajemen ‘doing things right’ tersebut telah ketinggalan zaman dandianggap sebagai prinsip dan cara manajemen kuno.

Pada abad 21 ini menjelang era globalisasi dibutuhkan tidak hanya ’doing thingsright’, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen ‘doing the right things’(dikenal sebagai increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanyadisebut sebagai prinsip manajemen layanan modern ‘doing the right thingsright’. (Gambar 3). 13,14,15,

8 Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, konstruksi dan implementasi manajemen medik. Disampaikanpada seminar dan business meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-

ased Medicine/EBM) menuju Clinical Governance” dalam rangka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di GedungBidakara Jakarta 30 Mei 2000.

9 Firmanda D. Professional continuous quality improvement in health care: standard of procedures,clinical guidelines, pathways of care and evidence-based medicine. What are they? J Manajemen &Administrasi Rumah Sakit Indonesia 1999; 1(3): 139-144.

10 Firmanda D. Dari penelitian ke praktik kedokteran. Dalam Sastroasmoro S dan Ismael S. Dasar dasarmetodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2002.

11 Firmanda D. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit. Disampaikan pada Pendalaman materirapat kerja RS Pertamina Jaya, Jakarta 29 Oktober 2001.

12 Firmanda D. Professional CQI: from Evidence-based Medicine (EBM) towards Clinical Governance.Presented at the plenary session in World IPA, Beijing 23rd July 2001.

13 Firmanda D. Key to success of quality care programs: empowering medical professional. Global

Page 4: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

4

Gambar 2. Evolusi bidang mutu dan epidemiologi klinik.2-6

Gambar 3. Evolusi prinsip manajemen layanan kesehatan.13-15

Health Journal 2000; 1(1) http://www.interloq.com/a26.htm14 Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and

implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm15 Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999;

1(1):43-9.

Page 5: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

5

Maka bila ketiga filosofi dan konsep di atas dipadukan serta diimplementasikandalam praktek layanan kesehatan di rumah sakit melalui suatu sistem yangterintegrasi dinamakan clinical governance.

Berbagai tantangan dari luar saat ini adalah era globalisasi pasar terbuka yangtelah memasuki modus operandi tahap empat (resources) dengan caraharmonizations of reciprocal agreement (dalam hal standarisasi danindikator).

WHO Executive Board pada tanggal 18 Januari 2002 telah mengeluarkan suaturesolusi untuk membentuk program manajemen resiko untuk patient safetyyang terdiri dari 4 aspek utama yakni: 16,17,18

1. “Determination of global norms, standards and guidelines for definition,measurement and reporting in taking preventive action, andimplementing measures to reduce risks;

2. Framing of Evidence-based Policies in global standards that will improvepatient care with particular emphasis on such aspects as productsafety, safe clinical practice in compliance with appropriate guidelinesand safe use of medical products and medical devices and creation of aculture of safety within healthcare and teaching organisations;

3. Development of mechanism through accreditation and other means, torecognise the characteristics of health care providers that over abenchmark for excellence in patient safety internationally;

4. Encouragement of research into patient safety.”

Awal Mei 2007 WHO Collaborating Centre for Patient Safety Solutionsdengan Joint Commission dan Joint Commission International telahmeluncurkan suatu agenda mengenai patient safety yang dinamakan NinePatient Safety Solutions – Preamble May 2007 .19 Kesembilan unsur dalamagenda tersebut terdiri dari:

1. Look-Alike, Sound-Alike Medication Names2. Patient Identification

16 US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborate on healthcare quality. 10 October 2001.

17 World Health Organization. World Health Organization Executive Board Resolution EB109.R16, 18January 2002.

18 Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World Health Assembly.Qual Saf Health Care 2002; 11:112.

19 WHO Collaborating for Patient Safety, Joint Commission and Joint Commission International.Patient Safety Solutions – Preamble May 2007

Page 6: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

6

3. Communication During Patient Hand-Overs4. Performance of Correct Procedure at Correct Body Site5. Control of Concentrated Electrolyte Solutions6. Assuring Medication Accuracy at Transitions in Care7. Avoiding Catheter and Tubing Mis-Connections8. Single Use of Injection Devices9. Improved Hand Hygiene to Prevent Health Care-Associated Infection

Pada tanggal 25 Juni 2008 lalu WHO World Alliance for Patient Safety telahmeluncurkan program Safe Surgery Save Lives20 dengan berbagai formatberupa check lists (Gambar 4).

Gambar 4. WHO World Alliance for Patient Safety- Safe Surgery Save Lives

Bagaimana implementasi dan konsekuensi dari Clinical Governance di rumahsakit?

Secara ringkas kita dapat memadukan kerangka konsep Clinical Governancedengan kondisi struktur perumah sakitan di tanah air pada saat ini dalampenerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dan antisipasi (Rancangan)Undang Undang Rumah Sakit dalam suatu model integrasi yang mengedepankanmutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatan pasien (patientssafety) (Gambar 5 dan 6) dengan biaya yang terjangkau secara pendekatan

20 WHO World Alliance for Patient Safety- Safe Surgery Save Lives, 25th June 2008.

Page 7: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

7

sistem pembiayaan DRGs Casemix (diharapkan nantinya berkembang menjadiHealth Resource Groups /HRG) melalui suatu mekanisme Clinical Pathways yangjelas dan terintegrasi dengan standar fasilitas yang sesuai dengan kompetensipelaksana sehingga dapat dilakukan evaluasi/audit tidak hanya semata dari segikriteria indikator input/struktur, proses dan outcome/output, akan tetapibergerak lebih jauh lagi dalam bentuk lebih rinci, sensitif dan spesifik yakniHealth Impact Intervention (Gambar 7).

Gambar 4. Ilustrasi mekanisme pertahanan Patients Safety dikaitkan denganperan organisasi profesi, kolegium dan fasilitas penyelenggara pelayanankesehatan.19

Patients Safety

Rumah Sakit

Kolegium

OrganisasiProfesi

Page 8: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

8

Gambar 5. Peran dan hubungan organisasi profesi, kolegium, rumah sakit dansarana dalam Clinical Governance dalam rangka keamanan pasien (patientssafety).21

21 Firmanda D. Patients Safety di rumah sakit pendidikan dikaitkan dengan proses pendidikan profesidokter. Disampaikan pada Muktamar Nasional Ikatan Rumah Sakit Pendidikan (IRSPI) III di Makasar,28-29 Juli 2005.

Rumah Sakit:

Page 9: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

9

Gambar 6. Skema pendekatan sistem Komite Medik RS Fatmawati dalam ClinicalGovernance dan Sistem DRGs Casemix.22

Sesuai dengan kewenangan Komite Medik di rumah sakit, agak sulit untukmenilai kepastian kompetensi seorang profesi - terutama untuk profesi yangbanyak mengandalkan ketrampilan dan tergantung kepada fasilitas peralatanmedis. Bila sarana/fasilitas peralatan rumah sakit tersebut tidak atau kurangmemadai untuk menunjang kinerja (performance) profesi, maka selainketrampilan klinis profesi itu sendiri akan berkurang bahkan hilang dan bila

22 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix dirumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005.

HealthResources

Groups(HRG)

HealthImpact

Intervention(HII)

Page 10: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

10

tetap ’dipaksakan’ dengan fasilitas yang tidak sesuai dan memadai; maka dengansecara langsung akan meningkatkan risiko ketidakamanan pasien (insecure ofpatients safety) di rumah sakit dan risiko akan ligitasi meningkat.

Jenis medical errors seperti di atas dapat dikategorikan sebagai latent errorsatau system errors dan dengan sendirinya akan terjadi active errors. Bila initerjadi, maka filosofi tujuan dasar dari Undang Undang Nomor 29 tahun 2004tentang Praktik Kedokteran - yakni melaksanakan praktik kedokteran yangmemberikan perlindungan dan keselamatan pasien tidak akan terwujud. Bilakeadaan ini terus berlanjut tanpa ada upaya perbaikan dan peningkatanfasilitas serta kompetensi sesuai dengan standar, maka secara keseluruhanrentetan ini sudah menjadi suatu system failure yang kelak sangat sulit untukdapat survive dan berkembang dalam rangka antisipasi modus keempat dariperjalanan globalisasi WTO yang telah diratifikasi.

Darimana kita mulai?

Untuk suatu rumah sakit yang akan mulai berbenah diri, sebaiknya terlebihdahulu membuat Sistem Rumah Sakit (Corporate Governance) yang terdiri darisistem manajemen rumah sakit, sistem profesi medis (Komite Medik dan SMF –Clinical Governance), sistem keperawatan, dengan berbagai subsistem untukpelayanan, pendidikan/pelatihan serta penelitian rumah sakit dengan berbagaiperaturan di tingkat rumah sakit (Hospital Bylaws) dan tingkat profesi medis(Medical Staff Bylaws) dengan mengacu kepada Keputusan Menteri KesehatanRI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis(Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.23

Variasi Quality Assurance (QA) : Clinical GovernanceAkhir akhir ini QA di bidang kesehatan/kedokteran telah bergeser ke arahsatu variasi yang dinamakan ‘Clinical Governance (CG)’ dengan menitikberatkandalam hal dampak (impact) yakni Patients Safety.24,25,26,27,28,29

23 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf

Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.24 Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World Health Assembly.

Qual Saf Health Care 2002; 11:112.25 US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborate on health

care quality. 10 October 2001.26 World Health Organization. World Health Organization Executive Board Resolution EB109.R16, 18

January 2002.

Page 11: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

11

Konsep garis besar ‘Clinical Governance (CG)’ dikatakan sebagai upaya dalamrangka continuous quality improvement (CQI) berdasarkan pendekatanintegrasi Evidence-based Medicine (EBM), Evidence-based Health Car (EBHC)dan Evidence-based Policy yang terdiri dari empat aspek utama dari enamaspek yaitu professional performance, resource use (efficiency), riskmanagement dan patients’ satisfaction. Penerapan ‘Clinical Governance’ dalamsuatu organisasi pelayanan kesehatan memerlukan beberapa persyaratan yakniorganisastion-wide transformation, clinical leadership dan positiveorganizational cultures.30,31,32,33

Clinical Governance (CG) adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin danmeningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasipenyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien. Clinicalgovernance is “a framework through which organisations are accountable forcontinuously improving the quality of their services and safeguarding highstandards of care by creating an environment in which excellence in clinicalcare will flourish.” 34

Secara konsep komponen utama CG terdiri dari:1. Akauntabilitas dan alur pertanggung jawaban yang jelas bagi mutu

pelayanan secara umum dan khusus.2. Kegiatan program peningkatan mutu yang berkesinambumgan.3. Kebijakan manajemen resiko.

27 Moss F, Barach P. Quality and safety in health care: a time of transition. Qual Saf Health Care2002;11:1.

28 Leach DC. Changing education to improve patient care. Qual Health Care 2001; 10:54-8.29 Lilford RJ. Patient safety research: does it have legs? Qual Saf Health Care 2002; 11:113-4.30 Firmanda D. The evolution and roles of Evidence-based Health Policy in Health Service Management.

Presented in seminar and discussion panel on “Evidence-based Policy for the era of Indonesian HealthDecentralized System in 21st Century”. Center for Public Health Research, Faculty of Medicine,Gadjah Mada University, Yogyakarta 1st March 2001.

31 Scally G, Donaldson LJ. Clinical governance and the drive for quality improvement in the new NHS inEngland. BMJ 1998; 317(7150):61-5.

32 Heard SR, Schiller G, Aitken M, Fergie C, Hall LM. Continuous quality improvement: educating towardsa culture of clinical governance. Qual Health Care 2001; 10:70-8.

33 Sausman C. New roles and responsibilities of chief executives in relation to quality and clinicalgovernance. Qual Health Care 2001;10(Suppl II):13-20.

34 Buetow SA, Roland M. Clinical governance: bridging the gap between managerial and clinical approachesto quality of care. Qual Health Care 1999;8:184-190.

Page 12: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

12

4. Prosedur profesi dalam identifikasi dan upaya perbaikan/peningkatankinerja.

Agar keempat komponen utama tersebut dapat terlaksana dengan baik danhasil yang optimum, maka dalam rencana strategisnya ditekankan akan ‘mutu’dari segi ‘inputs’. Sudah seyogyanya pelayanan kesehatan/kedokteranterstruktur dan dengan baik serta diselenggarakan secara simultan danberkesinambungan melalui suatu sistem dan subsistem yang jelas dan konsistendalam hal kebijakan (policy) dan panduan (manual).35,36,37,38

Kerangka Konsep Patient Safety Komite Medik RSUP Fatmawati dalamrangka mencegah terjadinya ketidaksesuain pelaksanaan praktik kedokteran(malpraktek ?).

Melalui sidang pleno39 Komite Medik telah diajukan dan ditetapkan tentangKonsep Patient Safety yang diimplementasikan di rumah sakit (Gambar 7).Impact dalam kerangka konsep tersebut terdiri dari 3 aspek yang terukuryakni cedera (injury), infeksi nosokomial dan tuntutan litigasi (perdata danpidana). Dalam implementasi di rumah sakit harus dilaksanakan secara terpadudan terintegrasi - dipersiapkan mulai dari tingkat sistem sampai tingkatindividu profesi sebagaimana dalam Gambar 8.

35 Groll R, Baker R, Moss F. Quality improvement research: understanding the science of change inhealth care – essential for all who want to improve health care and education. Qual Saf Health Care2002; 11:110-1.36 Pittilo RM, Morgan G, Fergy S. Developing programme specifications with professional bodies andstatutory regulators in health and social care. Qual Assur Education 2000; 8(4):215-21.37 Ancarani A, Capaldo G. Manegement of standarised public services: a comprehensive approach toquality assessment. Managing Service Qual 2001;11(5):331-41.38 Carroll JS, Edmondson AC. Leading organisational learning in health care. Qual Saf Health Care2002;11:51–6.39 Sidang Pleno Komite Medik adalah rapat rutin tertinggi dalam mekanisme pengambilan keputusankebijakan untuk profesi medis yang diadakan setiap hari Senin jam 12.30-13.30 dan dihadiri oleh seluruhKetua SMF serta dipimpin oleh Ketua Komite Medik (Lihat Sistem Komite Medik RSUP Fatmawati 2003).

Page 13: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

13

Gambar 7. Kerangka Konsep Patient Safety Komite Medik RSUP Fatmawati

Gambar 8. Alur pembagian tugas dalam rangka Patient Safety di rumah sakit.

Page 14: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

14

Dalam implementasinya Komite Medik RSUP Fatmawati membuat skema sistemClinical Governance sebagaimana dalam Gambar 9 dan mempersiapkan berbagaipanduan serta pedoman sebagaimana dalam Gambar 10 berikut.

Gambar 9. Skema Clinical Governance Komite Medik RSUP Fatmawati

Page 15: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

15

Gambar 10. Beberapa panduan dan pedoman Komite Medik RSUP Fatmawati

Dalam menilai risiko klinis yang telah dan akan terjadi secara sistm KomiteMedik RSUP Fatmawati membuat Manajemen Risiko Klinis (Clinical RisksManagement) dengan langkah langkah sebagaimana dalam Gambar 11.

Sedangkan untuk tingkat individu profesi medis, mulai dari proses rekrutmenpenerimaan dokter sampai kepada tingkat individual performance pelaksanaanpraktik kedokteran sehari hari di rumah sakit. Adapun alur rekrutmen tenagamedis dapat dilihat dalam Gambar 12 dari Lampiran Prosedur tentang PenilaianKredensial Tenaga Medis di RSUP Fatmawati.40

Kebutuhan dan kriteria akan tenaga medis di setiap SMF disesuaikan denganhasil analisis dan rencana kebutuhan dari SMF serta dilakukan setiap tahun.Sebagaimana contohnya dapat dilihat dalam Gambar 13.

40 RSUP Fatmawati Nomor Dokumen HK 00.07.1.143 tanggal 12 Mei 2003 revisi HK 00.07.1 484 tanggal17 April 2007 tentang Prosedur Penilaian Kredensial Tenaga Medis di RSUP Fatmawati.

Page 16: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

16

Gambar 11. Langkah langkah Manajemen Risiko Klinis (Clinical RisksManagement) Komite Medik RSUP Fatmawati.

Gambar 12. Mekanisme alur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati.73

Page 17: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

17

Gambar 13. Contoh analisis dan kriteria kebutuhan tenaga medis di salah satuSMF di RSUP Fatmawati untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 2018.

Rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati terdiri dari 2 tahap yakni(Gambar 14):

1. Tahap pertama terdiri dari 2 ujian:a. Tes Psikometrik MMPI-2b. Tes Kepribadian

2. Tahap Kedua : Penilaian kompetensi profesi dan etika profesikedokteran.

Hasil dari kedua tahap tersebut berupa Berita Acara dan Rekomendasi yangbersifat rahasia sebagai bahan pertimbangan penerimaan atau penolakantenaga medis tersebut Gambar 15 dan 16.

Page 18: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

18

Gambar 14. Proses rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati.73

Page 19: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

19

Gambar 15. Berita Acara Penilaian Kredensial tenaga medis di RSUPFatmawati.73

Page 20: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

20

Gambar 16. Rekomendasi hasil penilaian kredensial tenaga medis.73

Page 21: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

21

Sedangkan selama tenaga medis dokter tersebut melaksanakan praktikkedokteran sehari hari di rumah sakit terikat dengan Sistem SMF dan SistemKomite Medik dengan portfolio ruang lingkup dalam aspek pelayanan danpendidikan kedokteran (Gambar 17) dan contoh di salah satu SMF (Gambar 18dan 19) serta format portfolio individual risk assessment (Gambar 20)dibawah.

Gambar 17. Portfolio ruang lingkup profesi medis di RSUP Fatmawati.

Gambar 18. Contoh portfolio ruang lingkup dokter di RSUP Fatmawati

Page 22: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

22

Gambar 19. Contoh uraian tugas dalam portfolio dokter di salah satu SMF.

Gambar 20. Format Penilaian Risiko Medis Individu (Individual Medical RisksAssessment)

Page 23: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

23

Ilustrasi monitoring Komite Medik RSUP Fatmawati beberapa contoh kasusserta penanganannya melalui pendekatan format Patient Safety (Gambar 21).

Gambar 21. Laporan kasus pengaduan, manajemen risiko klinis (Clinical RisksManagement) dan Patient Safety.

Sedangkan monitoring pelaksanaan etika profesi kedokteran sesuai denganKode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Komite Medik RSUP Fatmawatimenerapkan format yang merangkum ke tujuh belas pasal KODEKI untuk setiapindividu profesi medis sebagaimana contoh dalam Gambar 22 berikut.

Page 24: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

24

Gambar 22. Contoh hasil evaluasi dari Individual Portfolio tentang Kode EtikKedokteran Indonesia untuk periode tahun 2006.

Beberapa opsi Komite Medik dalam terjadinya ketidaksesuain pelaksanaanpraktik kedokteran (malpraktek ?)

1. Etik Profesi: Bila ditemukan ada kemungkinan kecenderunganpelanggaran dalam hal etik profesi, maka Komite Medik akan menggelarSidang Pleno Etik Profesi yang diselenggarakan oleh Sub Komite Etik danMutu Profesi Komite Medik dengan memakai format penilaian Etik sesuaidengan Sistem Komite Medik;

2. Audit Medis: tidak tertutup pelaksanaan nomor 1 di atas tersebutsekaligus dilakukan juga audit medis tingkat pertama (First PartyMedical Audit) dan kedua (Second Party Medical Audit), dan sebaliknya(bila dalam hasil audit medis ada unsur unsur pelanggaran etik profesi) –two ways traffic mechanisms.

Page 25: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

25

3. Bila dari kedua mekanisme di atas ada ditemukan unsur hukum, makaakan diadakan koordinasi dengan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakitserta Direksi Rumah Sakit.

4. Bila ada kecurigaan kasus berpotensi, maka Komite Medik akanmenempuh jalur 1 dan 2 di atas.

5. Informasi satu pintu: Bila ada kasus pengaduan kasus, ketiga jajaran(Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, dan Direksi) segera melakukanrapat koordinasi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing masing,serta memutuskan segala pernyataan maupun klarifikasi adalah melaluisatu pintu dan dilaksanakan oleh petugas yang diberikan kewenangan(biasanya dalam hal ini Humas Rumah Sakit – sedangkan Komite Medikbeserta Komite Etik dan Hukum memberikan masukan sesuai tugas danfungsinya).

6. Kolegialitas: Setiap perkembangan kasus yang telah dilimpahkan kepihak berwajib, Komite Medik beserta Komite Etik dan Hukum RumahSakit senantiasa berkoordinasi dan urun rembug menyelesaikan berbagaialternatif solusi dalam Sidang Pleno Komite Medik.

Sesuai dengan rencana skema Komite Medik RSUP Fatmawati sebagaimanadalam Gambar 6 di atas. Titik penting (crucial point) adalah pada clinicalpathways sebagai entry point dalam melaksanakan kegiatan praktik profesikedokteran sehari hari di rumah sakit – baik untuk tingkat sistem maupunindividu – dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya sebagaimanadiamanatkan dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteran dengan tujuan memberikan perlindungan kepada pasien/masyarakat(patient safety), profesi kedokteran sendiri dan meningkatkan mutu pelayananserta mutu kompetensi profesi.

Sedangkan mengenai Clinical Pathways itu sendiri akan dibahas secaratersendiri, di luar dari ruang lingkup pembahasan makalah ini. Akan tetapisecara sekilas dapat dilihat berbagai ilustrasi contoh akan manfaat dariimplementasi Clinical Pathways dalam Gambar 23 sampai 28 berikut.

Page 26: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

26

Gambar 23. Hubungan Clinical Pathways dengan Clinical Risks Management/Patient Safety dan kegiatan Health/High Impact Interventions (HII) di RSUPFatmawati.

Page 27: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

27

Gambar 24. Hubungan Clinical Pathways dengan jasa dokter dan kinerjaindividu.

Gambar 25. Hubungan Clinical Pathways dengan penggunaan obat rasional.

Page 28: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

28

Gambar 26. Hubungan Clinical Pathways dengan audit medis dan surveilansinfeksi nosokomial

Gambar 27. Hubungan Clinical Pathways dengan sistem pembiayaan DRGCasemix dan mutu pelayanan.

Page 29: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

29

Gambar 28. Hubungan Clinical Pathways dengan perlindungan hukum dan risikotanggung gugat.

Penerapan Clinical Governance di rumah sakit atau sarana institusi layanankesehatan memerlukan sistem dan kebijakan yang jelas, konsisten dankonsekuen serta kepemmpinan (leadership) yang mampu melihat ke depan(visioner) – see before the others, mampu menuangkan ide ide dalam bentukkonsep dan model yang layak serta dapat diterapkan di tempatnya; mampumengajak dan memotivasi anggota/rekan seprofesinya melalui kegiatan yangdibuat bersama untuk mencapai tujuan (objektif) yang terukur dengan misi danvisi yang telah ditetapkan bersama.41,42,43,44,45,46,47

41 King S. What is the latest on leadership? Manag Development Review 1994; 7(6):7-9.42 Marquardt JM. Action learning and leadership. The Learning Organization 2000; 7(5):233-40.43 Llyod B. A new approach to leadership. Leadership and Organization Development Journal 1996; 17(7):29-32.44 Russell RF. The role values in servant leadership. Leadership and Organization Development Journal2001; 22(2):76-83.

Page 30: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

30

Dalam rangka mempersiapkan kader kepemimpinan Komite Medik RSUPFatmawai telah menyusun buku Kepemimpinan Klinis dan Manajemen Medik(Medical Leadership and Medical Management) yang terdiri dari 16 modulberikut;

1. Clinical Governance2. Medical Staff Bylaws3. Evolusi Mutu bidang kesehatan dan kedokteran4. Sistem Mutu (Quality Systems)5. Standar (Setting the standards)6. Sistem Komite Medik dan Sistem SMF di rumah sakit.7. Mekanisme Kerja Sub Komite dan Tim Klinis Komite Medik8. Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks Management and

Patient Safety)9. Layanan berkesinambungan dan fokus kepada pasien (Patient focussed and

continouos care)10. Efektifitas Klinis (Clinical Efectivity)11. Audit Medis dan High Impact interventions (HII)12. Clinical Pathways13. Evidence-based Medicine/Healthcare and Health technology Assessment14. Tatakelola obat dan alat kesehatan (Drugs and Therapeutics Committee)15. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial I16. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial II

Diharapkan dengan pembekalan tersebut setiap anggota dan ketua SMF dapat’menguasai’ ilmu dan ketrampilan dalam pengambilan keputusan sebagaipemimpin.

Performamnce Assessment Tools for Hospital (PATH)

WHO Regional Eropa48 sedang melakukan uji coba implementasi dalam menilaikinerja rumah sakit melalui instrumen yang dinamakan PATH (PerformanceAssessment Tool for Quality Improvement in Hospitals). Instrumen PATHtersebut terdiri 6 dimensi yang saling berkaitan yakni clinical effectiveness,

45 Stone AG, Russell RF, Patterson K. Transformational versus servant leadership: a difference in leaderfocus. Leadership and Organization Development Journal 2004; 25(4):349-61.46 Stern Z. The future of quality leadership. Int J Qual Health Care 2002: 14(2):85-86.47 Bowerman JK. Leadership development through action learning: an executive monograph- incorporatingleadership in health services. Int J Health Care Qual Assur 2003; 16(4): 6-13.48 WHO Regional Office for Europe. Performance Assessment Tool for Quality Improvement in

Hospitals. Copenhagen, 2007.

Page 31: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

31

safety, patient centeredness, responsive governance, staff orientation danefficiency (Gambar 29).49,50,51,52,53

Definisi kinerja rumah sakit (hospital performance) sangat dipengaruhi olehnilai dan norma serta standar yang berlaku dari profesi, pasien dan masyarakat- akan dikatakan memuaskan bila kinerja rumah sakit tersebut dapatmemberikan pelayanan sesuai dengan norma dan standar dari ke tigaperspektif di atas.4,6

49 World Health Organization. Measuring hospital performance to improve the quality of care inEurope: a need for clarifying the concepts and defining the main dimension. (2003) Copenhagen:WHO Regional Office for Europe. Report on a WHO Workshop Barcelona, Spain, 10-11 January2003.

50 Veillard J, Champagne F, Klazinga N, et al. A performance assessment framework for hospitals: theWHO regional office for Europe PATH project. Int J Qual Health Care. 2005;17:487-96

51 Groene O. Pilot Test of the Performance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals(PATH). Copenhagen: WHO Regional Office for Europe. The Performance Assessment Tool forQuality Improvement (PATH): preparing for the second wave of data collection. (2007) Copenhagen:WHO Regional Office for Europe. Report on Indicator Descriptions (March 2007)

52 World Health Organization. Assessing health systems performance: first preparatory meeting forthe WHO European Ministerial Conference on Health Systems, 2008, Brussels. Copenhagen: WHORegional Office for Europe. 29-30.

53 Groene O, Klazinga N, Kazandjian V, Lombrail P, Bartels P. The World Health OrganizationPerformance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals (PATH): An Analysis of thePilot Implementation in 37 Hospitals. Int J Qual Health Care. 2008;20(3):155-161.

Page 32: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

32

Gambar 29. Pendekatan multi dimensi dalam menilai kinerja rumah sakitberdasarkan instrumen PATH (Performance Assessment Tools for QualityImprovement in Hospitals) dari WHO Regional Eropa. 48-53

Groene dan kawan kawan53 melaporkan hasil penelitian uji coba di 37 rumahsakit di Eropa bahwa implementasi PATH sebaiknya ditanamkan (embedded)atau patch in dengan sistem yang telah ada dan sedang berjalan di rumah sakittersebut.

Penilaian kinerja rumah sakit tersebut berdasarkan kompetensi kemampuanprofesi mengamalkan praktek keprofesiannya berlandaskan pengetahuanmutakhir dan tanggap akan kebutuhan pasien/ masyarakat denganmemberikan layanan secara terpadu terhadap seluruh pasien tanpamembedakan latar belakangnya, memanfaatkan sarana dan teknologi yangtersedia dengan seefisien dan risiko seminimal mungkin untuk mencapai derajatkesehatan yang optima.48-53

(A satisfactory level of hospital performance is the maintenanceof a state of functioning that corresponds to societal, patientand professional norms..High hospital performance should be based on professionalcompetences in application of present knowledge, availabletechnologies and resources; Efficiency in the use of resources;Minimal risk to the patient; Responsiveness to the patient;Optimal contribution to health outcomes.

Within the health care environment, high hospital performanceshould further address the responsiveness to community needsand demands, the integration of services in the overall deliverysystem, and commitment to health promotion.

High hospital performance should be assessed in relation to theavailability of hospitals’ services to all patients irrespective ofphysical, cultural, social, demographic and economic barriers). 10-15

Page 33: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

33

Terlihat disini terjadi pergeseran titik fokus yang sebelumnya lebih kepadahal administrasi dan manajerial ke arah profesionalisme dan kompetensiprofesi dalam mekanisme pengambilan keputusan untuk memberikan layananyang terpadu, efisien dan berefek risiko minimal. Pergesaran tersebutmerupakan suatu evolusi dari komponen ke tiga dalam quality assurance yakniquality improvement – dari prinsip prinsip doing things cheaper (efisiensi) kedoing things better (quality improvement) dan doing the rights things(effectiveness) menjadi doing the right things right.54

Indikator PATH

Secara ringkas sebagaimana telah ditulis di atas PATH terdiri 6 dimensi yangsaling berkaitan yakni clinical effectiveness, safety, patient centeredness,responsive governance, staff orientation dan efficiency (Gambar 30). Dari keenam keterkaitan dimensi tersebut ada 17 indikator utama (core indicators)sebagaimana dalam Tabel 1 dan 24 indikator tambahan sesuai kondisi dankemampuan rumah sakit (tailored indicators).55

Ke tujuh belas indikator utama terdiri dari:

A. Dimensi kombinasi Clinical effectiveness dan Safety:1. Caesarean section2.Prophylactic antibiotic use3.Mortality4.Readmission5.Day surgery6.Admission after day surgery7.Return to Intensive Care Unit (ICU)

B. Dimensi Efisiensi:8.Length of stay9.Surgical theatre use

54 Gary JAM. Evidence-based health care: how to make health policy and management decisions.Churchill Livingstone, London 1999.

55 WHO Regional Office for Europe. Performance Assessment Tool for Quality Improvement inHospitals – Indicator descriptions (core sets), Copenhagen, 2007.

Page 34: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

34

C. Dimensi kombinasi Staff orientation dan Safety:10. Training expenditure11. Absenteeism12. Excessive working hours13. Needle injuries14. Staff smoking prevalence

D. Dimensi Responsive governance15. Breastfeeding at discharge16. Health care transitions

E. Dimensi Patient Centeredness17. Patient expectations

Gambar 30. Hubungan yang berkaitan antar 6 komponen dimensi PATH dengan17 indikator utama (core indicators) yang telah di modifikasi.55

Page 35: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

35

Tabel 1. Tujuh belas indikator utama (core indicators) dari 6 dimensiPATH (Performance Assessment Tool for Quality Improvement inHospitals). 55

Bila diperhatikan ke tujuh belas indikator utama di atas tidak semua dimensisaling berkaitan (hanya dimensi kombinasi Clinical effectiveness/ Safety danimensi kombinasi Staff orientation/Safety). Maka indikator lain dari kombinasilainnya disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan rumah sakitsetempat yang terdiri dari 24 indikator tambahan penyesuaian (tailoredindicators).13-17,19

Pada saat ini, sedang dilakukan uji coba suatu instrumen yang akan digunakanuntuk menilai kinerja mutu (performamce) rumah sakit oleh WHO regionalEropa yang dinamakan Performance Assessment Tools for Hospital(PATH).56,57,58,59 Instrumen tersebut kemungkinan akan diterapkan olehseluruh rumah sakit di dunia sebagaimana halnya program WHO World Alliancefor Patient Safey – Move Program30 sebagai world class hospitals’benchmarking.

56 WHO Regional Office for Europe. Measuring hospital performance to improve the quality of care inEurope: a need for clarifying the concepts and defining the dimensions. January 2003

57 WHO Regional Office for Europe. How can hospital performance can be measured and monitored.August 2003.

58 WHO Regional Office for Europe. PATH (Performance Assessment Tools for Quality Improvementin Hospitals). 2007.

59 WHO Regional Office for Europe. Assuring the quality of care in the European Union. 2008

Page 36: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

36

Alangkah tepatnya bila kita bersiap untuk mengantisipasi hal tersebut dengansituasi dan kondisi rumah sakit kita sekarang ke arah program PATH tersebutdengan merangkum sistem yang telah ada dan berjalan saat ini.

Komponen dari dimensi PATH tersebut terdiri dari 6 dimensi dengan 4 domain(clinical effectiveness, efficiency, staff orientation and responsivegovernance) yang merangkum 2 perspektif transversal (safety, patientcenteredness)60,61,62 sebagaimana dalam Gambar 29 dan 30 di atas.

Sebagai contoh lihat lampiran mengenai PATH di salah satu SMF RSUPFatmawati Jakarta (PATH SMF Kesehatan Anak).

Sedangkan Clinical Pathways dapat dipergunakan sebagai alat untukimplementasi PATH sebagaimana dapat dilihat hubungan antar keduanya padaGambar 31 berikut.

60 WHO Regional Office for Europe. First Workshop on Pilot Implementation of the PerformanceAssessment Tool for quality improvement in Hospitals. February 2004.

61 Oliver Groene O, Skau JKH, Frølich A. An international review of projects on hospital performanceassessment. International Journal for Quality in Health Care 2008 20(3):162-171

62 Groene O, Klazinga N, Kazandjian VB, Lombrail P, Bartels P. The World Health OrganizationPerformance Assessment Tool for Quality Improvement in Hospitals (PATH): An Analysis of thePilot Implementation in 37 Hospitals. International Journal for Quality in Health Care 2008

20(3):155-161.

Page 37: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

37

Gambar 31. Hubungan Clinical Pathways dengan Performance Assessment Toolsfor Hospitals (PATH).76,63

Untuk sejawat dan rumah sakit yang belum menyusun Clinical Pathways, tiplangkah langkah berikut dapat sebagai acuan.

63 Firmanda D. How to develop Safety and Patient Centredness for Clinical Effectiveness. Disampaikanpada Hospital Management 3 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Administrasi dan KebijakanKesehatan FKM UI di Grand Angkasa Hotel International, Medan 11 Agustus 2008.

Page 38: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

38

Clinical Pathways

Defiinisi

Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yangmerangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standarpelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yangterukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.64,65,66

Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways

Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumahsakit harus bersifat:

a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secaraterpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (PatientFocused Care) serta berkesinambungan (continuous of care)

b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratorisdan farmasis)

c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaanperjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian(untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unitemergensi).

d. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasiensecara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumenyang merupakan bagian dari Rekam Medis.

e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagaivarians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.

64 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemixdi rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober2005.

65 Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix dirumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005,RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalamrangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29

Desember 2005.66 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways

Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati,Jakarta 2006.

Page 39: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

39

f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakitpenyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).

g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalamrangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar ProsedurOperasional yang merangkum:

a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok StafMedis/Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.

b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatanc. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Orderingd. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok

Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan SistemManajemen Rumah Sakit.

Langkah langkah penyusunan Clinical Pathways

Langkah langkah dalam menyusun Format Clinical Pathways yang harusdiperhatikan:

1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari ClinicalPathways

2. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisisetempat67 seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien)yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian,Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit68 dan sensus harian untuk:

a. Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat.b. Penetapan lama hari rawat.

3. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada StandarPelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar StandarFormularium yang telah ada di rumah sakit setempat, Bila perlu standarstandar tersebut dapat dilakukan revisi sesuai kesepakatan setempat.

67 Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: indikator mutu rekam medik dalam rangkameningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RIdi Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006.

68 Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data RumahSakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.

Page 40: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

40

4. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CMuntuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masingmasing.26

Persiapan dalam penyusunan Clinical Pathways

Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran sertaefisien waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di SMF,Instalasi Rawat Inap (mulai dari gawat darurat, ruangan rawat inap, ruangantindakan, instalasi bedah, ICU/PICU/NICU) dan sarana penunjang (instalasigizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan, radiologi dan sebagainya). LihatGambar 32 sampai dengan Gambar 37.

1. Profesi Medis – mempersiapkan Standar Pelayanan Medis (SPM/SPO)sesuai dengan bidang keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisiberdasarkan data dari rekam medis diatas - mempersiapkan SPM/SPO,bila belum ada dapat menyusun dulu SPM/SPOnya sesuai kesepakatan.

2. Profesi Rekam Medis/Koder – mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9CM, Laporan RL1 sampai dengan 6 (terutama RL2). Profesi Rekam Medismembuat daftar 5 - 10 penyakit utama dan tersering dari setiap divisiSMF/Instalasi dengan kode ICD 10 serta rerata lama hari rawatberdasarkan data laporan morbiditas RL2.

3. Profesi Perawat – mempersiapkan Asuhan Keperawatan.4. Profesi Farmasi – mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit dose

dan stop ordering.5. Profesi Akuntasi/Keuangan – mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit

Page 41: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

41

Gmbar 32. Keterkaitan dan keterpaduan antar profesi dalam menyusun ClinicalPathways.

Page 42: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

42

Gambar 33. Peran profesi medis dalam menyusun Clinical Pathways.

Page 43: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

43

Gambar 34. Peran profesi rekam medis dalam menyusun Clinical Pathways.

Page 44: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

44

Gambar 35. Peran profesi keperawatan dalam menyusun Clinical Pathways.

Page 45: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

45

Gambar 36. Peran profesi apoteker dalam menyusun Clinical Pathways.

Page 46: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

46

Gambar 37. Peran profesi akutansi dalam menyusun Clinical Pathways.

Page 47: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

47

Format Umum Clinical PathwaysLangkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum ClinicalPathways sebagai ‘template’ untuk setiap profesi untuk membuat clinicalpathways masing masing sesuai dengan bidang keahliannya dan melibatkanmultidisiplin profesi medis, keperawatan dan farmasis/apoteker sebagaicontoh dapat dilihat pada Gambar 38 berikut.

Gambar 38. Format Umum Clinical Pathways RSUP Dr. Wahidin SudirohusodoMakassar69

69 Firmanda D. Penyusunan Clinical Pathways. Disampaikan pada Pelatihan dan Penyusunan Clinical

Page 48: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

48

Hubungan Clinical pathways dalam Sistem Casemix (INA-DRF)

Pathways di RSUP Wahidin Sudirohusodo dan FK Universitas Hasanudin 7-8 Agustus 2008 diMakassar.

Page 49: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

49

Page 50: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

50

Tabel 2. Klasifikasi 23 Major Diagnostic Categories dalam INA-DRG

Page 51: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

51

Gambar 39. Contoh Koding MDC dan kaitan dengan severity dan biaya.

Page 52: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

52

Kesimpulan

Kepimpinan klinis (clinical leadership) sangat diperlukan dalam mewujudkanbudaya keamanan/keselamatan pasien sebagai tingkat akhir output dari sistemmutu (clinical governance) di institusi layanan kesehatan (rumah sakit). Dalamsistem mutu diperlukan kebijakan klinis yang jelas dan konsisten, adanyapedoman (manual/guidelines) yang mudah dimengerti dan layak (applicable)serta format implementasi dan evaluasi yang disepakati bersama dalam suatuorganisasi untuk individu profesi maupun tim di tingkat SMF/departemen,komite medik dan rumah sakit. Sudah saatnya Komite Medik turut berperanserta secara aktif sesuai fungsi dan kewenangannya dalam rangka persiapanantisipasi era globalisasi dengan mempersiapkan diri dalam hal standar, kriteriadan indikator yang dibutuhkan dalam PATH sebagai instrumen PerformanceAssessment Tools for Quality Improvement in Hospitals.

Jakarta, 15 November 2008Dody Firmanda.

Page 53: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

53

LAMPIRAN:

PATHSMF KESEHATAN ANAK

RSUP FATAMAWATI JAKARTA

Page 54: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

Indikator Utama (Core Indicators): 10

Indikator Tambahan (Tailored Indicators): 23dodyfirmanda 2008

Page 55: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

dodyfirmanda 2008

Page 56: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

dodyfirmanda 2008

Page 57: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

dodyfirmanda 2008

Page 58: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

dodyfirmanda 2008

Page 59: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

dodyfirmanda 2008

Page 60: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

Implementasi, Koleksi Data & Monitoring:

U1. i s/d x dari Buku dan Lembar Clinical Pathways SMF Kesehatan Anak RSFU2. i s/d x dari kolom obat obatan dan varians lembar masing masing Clinical

PathwaysU3. i s/d x dari kolom outcome/hasil lembar masing masing Clinical Pathways dan

RL2 rumah sakit RSF serta sensus harian ruangan.U4. i s/d x dari data rekam medik (nomornya mesti sama)U5. i s/d x dari kolom varians lembar masing masing Clinical Pathways dan rekam

medikU6. i s/d x dari kolom varians lembar masing masing Clinical Pathways dan rekam

medikU7. i s/d x dari kolom varians lembar masing masing Clinical Pathways dan rekam

medikU8. i s/d x dari kolom hari rawat lembar masing masing Clinical PathwaysU9. i s/d x dari kolom hari rawat lembar masing masing Clinical PathwaysU10. i s/d x dari kolom hari rawat lembar masing masing Clinical Pathways

Untuk Indikator Utama (Core Indicators):

dodyfirmanda 2008

Page 61: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

Implementasi, Koleksi Data & Monitoring:

Untuk Indikator Tambahan (Tailored Indicators):

T1 s/d T3, T9 dan T10 dari kolom pemeriksaan penunjanglembar masing masing Clinical Pathways

T4 sd/d T6 dari lembar Surveilens PIN (Hijau) masing masing

T11 s/d T23 dari Sistem SMF Kesehatan Anak RSF

dodyfirmanda 2008

Page 62: Peran Komite Medik dalam PATH menuju World Class Hospital

Implementasi, Koleksi Data & Monitoring:

Data Numerik :1. Nilai 95% Confidence Interval = Means 2 SE2. Nilai < Means – 2 SE lakukan analisis risiko (CRM) pakai RCA, FMEA dan PRA

re-evaluasi 3 bulan untuk improvement dan correctiveactions.

3. Nilai > Mean + 2 SE rewards dan atau kita naikkan standarnya4. Nilai dalam range Means 2 SE kita naikkan standarnya

Data non parametrik - pakai proporsi dan 95% CInyaPemeriksaan Penunjang – pastikan yang LR (+) > 6 agar post test probability jelas

bermanfaat untuk diagnosisObat obatan – pakai NNT dan NNH

Design : bagi 3 secara retrospective, X-S dan prospective unruk setiap divisiKhusus DBD – lihat hasil penelitian analysis trend dan prevalensi DBd tahun lalu

dan 4 tahun sebelumnya …..siklus !!

Untuk cost (biaya) – kalau data terkumpul kita buat Z-Altman Predictive Score

dodyfirmanda 2008