per banding an spesifikasi aspal keras antara kelas penetrasi dengan kelas kinerja - madi hermadi

17
PERBANDINGAN SPESIFIKASI ASPAL KERAS ANTARA KELAS PENETRASI DENGAN KELAS KINERJA Madi Hermadi Ringkasan Terdapat tiga jenis spesifikasi aspal keras yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan baik-tidaknya mutu aspal yang akan digunakan pada beton aspal perkerasan jalan. Ketiga spesifikasi tersebut yaitu spesifikasi kelas penetrasi (Penetration Graded), spesifikasi kelas kekentalan (Viscosity Graded), dan spesifikasi kelas kinerja (Performance Graded). Di Indonesia digunakan spesifikasi aspal keras kelas penetrasi. Padahal, sesuai dengan perkembangan teknologi di bidang perkerasan jalan, spesifikasi terkini adalah spesifikasi aspal keras kelas kinerja. Namun karena berbagai kendala, termasuk kendala keterbatasan peralatan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk melayani pengujian di seluruh wilayah Indonesia, maka tampaknya belum saatnya bagi negara Indonesia untuk menerapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja. Untuk mengetahui sampai sejauhmana pentingnya penggunaan spesifikasi aspal keras kelas kinerja serta sekaligus agar spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan spesifikasi aspal keras kelas kinerja dapat lebih dipahami, maka pada tulisan ini akan disajikan hasil kajian perbandingan kedua spesifikasi tersebut. Ternyata baik spesifikasi aspal keras kelas penetrasi maupun spesifikasi aspal keras kelas kinerja, kedua-duanya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Summary There are three kinds of bitumen specification that can be used in determining the quality of bitumen for road pavement. I.e. Penetration Graded, Viscosity Graded and Performance Graded specifications. Indonesia uses penetration graded specification. Whereas, based on development of technology of road pavement, the newest finding is performance graded specification. In Indonesia it hasn't been used performance graded specification because there are many problems, consisting of limited equipment in quantity and quality to overcome bitumen testing in all Indonesia area. To know the importance using performance graded specification and to understand penetration graded specification and performance specification, this paper explains the results of investigation of comparing both of them. In fact, they have advantages and disadvantages. I. Pendahuluan Pada perkerasan jalan beton aspal, baik-tidaknya kualitas aspal 1

Upload: madi-hermadi

Post on 27-Jul-2015

954 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

PERBANDINGAN SPESIFIKASI ASPAL KERAS ANTARA KELAS PENETRASI DENGAN KELAS KINERJA

Madi Hermadi

Ringkasan

Terdapat tiga jenis spesifikasi aspal keras yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan baik-tidaknya mutu aspal yang akan digunakan pada beton aspal perkerasan jalan. Ketiga spesifikasi tersebut yaitu spesifikasi kelas penetrasi (Penetration Graded), spesifikasi kelas kekentalan (Viscosity Graded), dan spesifikasi kelas kinerja (Performance Graded). Di Indonesia digunakan spesifikasi aspal keras kelas penetrasi. Padahal, sesuai dengan perkembangan teknologi di bidang perkerasan jalan, spesifikasi terkini adalah spesifikasi aspal keras kelas kinerja. Namun karena berbagai kendala, termasuk kendala keterbatasan peralatan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk melayani pengujian di seluruh wilayah Indonesia, maka tampaknya belum saatnya bagi negara Indonesia untuk menerapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja. Untuk mengetahui sampai sejauhmana pentingnya penggunaan spesifikasi aspal keras kelas kinerja serta sekaligus agar spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan spesifikasi aspal keras kelas kinerja dapat lebih dipahami, maka pada tulisan ini akan disajikan hasil kajian perbandingan kedua spesifikasi tersebut. Ternyata baik spesifikasi aspal keras kelas penetrasi maupun spesifikasi aspal keras kelas kinerja, kedua-duanya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing.

Summary

There are three kinds of bitumen specification that can be used in determining the quality of bitumen for road pavement. I.e. Penetration Graded, Viscosity Graded and Performance Graded specifications. Indonesia uses penetration graded specification. Whereas, based on development of technology of road pavement, the newest finding is performance graded specification. In Indonesia it hasn't been used performance graded specification because there are many problems, consisting of limited equipment in quantity and quality to overcome bitumen testing in all Indonesia area. To know the importance using performance graded specification and to understand penetration graded specification and performance specification, this paper explains the results of investigation of comparing both of them. In fact, they have advantages and disadvantages.

I. Pendahuluan

Pada perkerasan jalan beton aspal, baik-tidaknya kualitas aspal yang digunakan dapat mempengaruhi baik-tidaknya kualitas perkerasan tersebut. Untuk mengetahui baik-tidaknya kualitas aspal, biasanya aspal harus memiliki sifat-sifat yang memenuhi spesifikasi tertentu. Pada beton aspal campuran panas, aspal yang digunakan adalah aspal keras yang, untuk menjamin kesesuaian kualitasnya dengan yang diharapkan, harus memenuhi spesifikasi aspal keras untuk perkerasan jalan yang berlaku.

Selama ini ada tiga jenis spesifikasi aspal keras yang dapat digunakan sebagai acuan

1

Page 2: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

dalam mengontrol baik-tidaknya kualitas aspal keras yang akan digunakan. Ketiga spesifikasi aspal keras tersebut yaitu 1) spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas penetrasi (Penetration Graded), 2) spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas kekentalan (Viscosity Graded) dan 3) spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas kinerja (Performance Graded). Perbedaan mendasar dari ketiga spesifikasi tersebut yaitu spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan kelas kekentalan menggunakan pendekatan empiris, sedangkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja menggunakan pendekatan mekanis.

Saat ini, spesifikasi aspal keras kelas kinerja dianggap sebagai spesifikasi yang lebih memadai dibanding spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan kelas kekentalan. Sebagai contoh, pada spesifikasi kelas penetrasi dan kelas kekentalan tidak terdapat batasan yang mengakomodir karakteristik iklim di lapangan tempat aspal digunakan. Sehingga seolah-olah tidak ada perbedaan antara aspal yang digunakan di daerah yang beriklim tropis dengan aspal yang digunakan di daerah yang beriklim bukan tropis. Padahal pengaruh iklim terhadap aspal, khususnya temperatur udara, sangat besar. Hal ini berbeda dengan spesifikasi berdasarkan kelas kinerja. Pada spesifikasi kelas kinerja, aspal dibedakan justru berdasarkan temperatur maksimum rata-rata dan temperatur minimum rata-rata perkerasan di lapangan tempat aspal akan digunakan. Temperatur minimum dan maksimum perkerasan di lapangan ini dapat dihitung juga berdasarkan temperatur minimum dan maksimum udara setempat. Dengan demikian maka akan berbeda antara aspal yang akan digunakan di daerah yang beriklim tropis dengan aspal yang akan digunakan di daerah yang beriklim bukan tropis.

Di Indonesia, sampai saat ini masih digunakan spesifikasi aspal keras kelas penetrasi. Padahal, sesuai dengan perkembangan teknologi terkakhir di bidang perkerasan jalan, sebaiknya sudah dimulai mengaplikasikan spesifikasi aspal kelas kinerja. Namun karena berbagai kendala, di antaranya kendala keterbatasan peralatan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk melayani seluruh wilayah Indonesia, maka tampaknya belum saatnya bagi negara Indonesia untuk menerapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja tersebut.

Pada tulisan ini, akan disampaikan hasil kajian mengenai spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan spesifikasi aspal keras kelas kinerja serta perbandingan kedua spesifikasi tersebut. Maksud dari kajian ini adalah agar dapat lebih dipahami keunggulan dan kekurangan masing-masing spesifikasi tersebut, khususnya dalam menjawab tantangan permasalahan perkerasan jalan saat ini. Selain itu diharapkan akan diperoleh pula masukan apa yang dapat diambil dari spesifikasi aspal keras kelas kinerja untuk merevisi spesifikasi aspal keras kelas penetrasi atau sebaliknya, masukan apa dari spesifikasi aspal keras kelas penetrasi jika akan diterapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja.

II. Karakteristik Aspal yang Diinginkan

Fungsi aspal dalam perkerasan beraspal adalah sebagai bahan pengikat (binder) agar agregat dalam campuran tidak lepas akibat lalulintas. Selain itu aspal juga berfungsi sebagai lapis kedap yang melindungi agregat dan material lain dalam campuran atau bagian yang berada di bawah lapisan campuran beraspal tersebut dari pengaruh air. Hal lainnya yang juga penting adalah aspal harus aman saat pelaksanaan dan mudah untuk dikerjakan (workability). Agar aspal dapat berfungsi seperti yang diharapkan maka aspal pada prinsipnya harus memiliki sifat sebagai berikut:

Aspal memiliki daya lekat yang cukup kuat sehingga dapat melapisi agregat dengan baik.

2

Page 3: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

Aspal harus elastis sehingga perkerasan tidak mudah retak. Aspal harus tahan atau tidak mudah berubah bentuk pada suhu panas di lapangan

sehingga perkerasan tidak mudah mengalami deformasi plastis/alur. Aspal tidak rapuh atau lapuk sampai akhir masa pelayanan di lapangan. Aspal mudah dikerjakan, Aspal aman saat pengerjaan,

Berdasarkan karakteristik aspal yang diinginkan tersebut, maka muncul jenis-jenis pengujian aspal beserta kriteria-kriterianya yang tertuang dalam spesifikasi aspal keras.

III. Spesifikasi Aspal Keras Kelas Penetrasi

Spesifikasi aspal keras kelas penetrasi disusun berdasarkan pendekatan empiris. Pada spesifikasi ini, jenis aspal dibagi-bagi berdasarkan nilai penetrasinya seperti misalnya pada AASHTO M 20 terdapat Aspal pen 40-50, Aspal pen 60-70, Aspal pen 85-100, Aspal pen 120-150 dan Aspal pen 200-300. Makin tinggi nilai penetrasi maka makin lunak aspal tersebut. Adanya beberapa jenis aspal kelas penetrasi untuk perkerasan jalan ini pada prinsipnya adalah sebagai alternatif pilihan agar jenis aspal kelas penetrasi dapat diambil yang sesuai dengan kondisi dilapangan. Namun sampai sejauh ini tidak ada petunjuk atau kriteria mengenai pemilihan jenis aspal kelas penetrasi ini, khususnya yang mengakomodir kondisi iklim di lapangan. Akibatnya dapat terjadi dua derah dengan kondisi iklim yang relatif sama tetapi ternyata menggunakan aspal keras dengan kelas penetrasi yang berbeda. Sebagai contoh, Indonesia dan Malaysia sama-sama termasuk ke dalam daerah tropis, tetapi untuk perkerasan jalan Indonesia umumnya menggunakan aspal pen 60 sedangkan Malaysia umumnya menggunakan aspal pen 80.

Penetrasi adalah suatu besaran yang menggambarkan konsistensi aspal. Penentuan nilai penetrasi pada prinsipnya dilakukan dengan cara melepas jarum penetrasi yang tegak lurus dan berada tepat di permukaan aspal selama lima detik sehingga jarum masuk ke dalam aspal. Jarum penetrasi yang digunakan harus memiliki ketajaman tertentu dan memiliki berat tertentu (100 gram). Sedangkan aspal yang diuji harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga memiliki temperatur 25 oC. Kedalaman masuknya jarum ke dalam aspal dalam satuan dmm (0,1 mm) inilah yang disebut nilai penetrasi aspal. Dengan demikian, makin tinggi nilai penetrasi maka makin dalam masuknnya jarum penetrasi ke dalam aspal dan berarti aspal makin lunak.

Selain nilai penetrasi, jenis-jenis pengujian lainnya yang terdapat pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi beserta persyaratannya yang berlaku di Indonesia tercantum pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Spesifikasi Aspal Keras Kelas Penetrasi (SNI-1737-1989-F)

No. Jenis PengujianAspal Pen 40 Aspal pen 60 Aspal pen 80

SatuanMin. Mak. Min. Mak. Min. Mak.

1. Penetrasi pada 25 oC, 100 g, 5 det. 40 59 60 79 80 99 0,1 mm2. Titik lembek 51 63 48 58 46 54 oC3. Titik nyala (COC) 200 - 200 - 225 - oC4. Daktilitas pada 25 oC, 5cm/menit 75 - 100 - 100 - cm5. Berat Jenis 1,0 - 1,0 - 1,0 - -6. Kelarutan dalam C2HCl3 99 - 99 - 99 - %7. Kehilangan berat (TFOT) - 0,8 - 0,8 - 1,0 %8. Penetrasi setelah TFOT 58 - 54 - 50 - % asli9. Daktilitas setelah TFOT - - 50 75

10. Temperatur pencampuran perkiraan - - - - - - oC11. Temperatur pemadatan perkiraan - - - - - - oC

3

Page 4: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

12. Kadar parafin - 2 - 2 - 2 %

IV. Spesifikasi Aspal Keras Kelas Kinerja

Berdasarkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja, aspal keras diklasifikasikan berdasarkan temperatur maksimum rata-rata dan temperatur minimum rata-rata perkerasan jalan di lapangan tempat aspal keras tersebut akan diaplikasikan. Sebagai contoh, pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja terdapat kelas “PG 64-10”. Ini berarti aspal keras yang memenuhi persyaratan spesifikasi kelas “PG 64-10” dapat diaplikasikan pada lokasi perkerasan yang memiliki temperatur maksimum rata-rata perkerasan 64 oC dan temperatur minimum rata-rata perkerasan -10 oC.

Temperatur maksimum rata-rata dan temperatur minimum rata-rata perkerasan dapat diketahui berdasarkan pengukuran di lapangan atau dihitung berdasarkan temperatur maksimum rata-rata dan temperatur minimum rata-rata udara di lokasi perkerasan tersebut. Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan yang diberikan “Asphalt Institute SP-1 Performance Graded Asphalt Binder Specification and Testing” yaitu masing-masing persamaan sebagai berikut:

T20mm = (Tair – 0.00618 Lat2 + 0.2289 Lat + 42.2) (0.9545) – 17.78

Where : T20mm = high pavement design temperature at a depth of 20 mm Tair = seven-day average high air temperature, oC Lat = the geographical latitude of the project in degrees.

Tsurf = 0.859 Tair + 1.7

Where :Tsurf = minimum pavement design temperature in oC,Tair = minimum air temperature in average year in oC.

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja terdapat beberapa persyaratan yaitu kekentalan untuk kemudahan pengerjaan, DSR (Dynamic Shear Rheometer terhadap aspal original, aspal setelah TFOT dan aspal setelah PAV) untuk mencegah terjadinya deformasi permanen dan retak struktur, BBR (Bending Beam Rheometer) dan Direct Tension Tester untuk mencegah terjadinya retak pada temperatur dingin, dan titik nyala untuk keamaan dari bahaya kebakaran saat pemanasan.

V. Perbandingan Antara Spesifikasi Aspal Kelas Penetrasi dengan Spesifikasi Aspal Kelas Kinerja

Perbandingan antara spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dengan spesifikasi aspal keras kelas kinerja secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2. Hal-hal yang dibandingkan pada Tabel 2 meliputi pendekatan yang digunakan, kriteria klasifikasi aspal, kriteria pemilihan jenis aspal, antisipasi terjadinya kerusakan deformasi/alur pada perkerasan, keawetan aspal selama pencampuran di AMP hingga penghamparan campuran, keawetan aspal selama masa pelayanan di lapangan, antisipasi kerusakan retak struktur pada perkerasan, antisipasi kerusakan temperatur dingin pada

4

Page 5: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

perkerasan, kemurnian aspal, keamanan pemanasan aspal, kemudahan pelaksanaan.

Tabel 2 Perbandingan antara Spesifikasi Aspal Kelas Penetrasi dengan Spesifikasi Aspal Kelas kinerja.

Karakteristik AspalParameter dalam Spesifikasi Aspal Keras

Spesifikasi Kelas Penetrasi Spesifikasi Kelas Kinerja

Pendekatan Empiris MekanistisKriteria klasifikasi aspal Nilai penetrasi Temperatur maksimum dan

minimum rata-rata perkerasan di lapangan

Kriteria pemilihan jenis aspal Tidak ada petunjuk khusus (biasanya diserahkan pada

pengalaman pemakai)

Berdasarkan temperatur maksimum dan minimum perkerasan di lapangan

Antisipasi terjadinya kerusakan deformasi/alur pada perkerasan,

Penetrasi , Titik Lembek original

DSR-original & DSR-TFOT

Keawetan aspal selama pencampuran di AMP hingga penghamparan

TFOT, Pen TFOT TFOT

Keawetan aspal selama masa pelayanan di lapangan

- PAV, DSR-PAV

Antisipasi kerusakan retak struktur pada perkerasan

Daktilitas, kadar parafin DSR-PAV

Antisipasi kerusakan retak temperatur dingin pada perkerasan

Daktilitas, kadar parafin Creep stiffness, Direct tension

Kemurnian aspal Kelarutan dalam TCE -Keamanan pemanasan aspal Titik Nyala Titik NyalaKemudahan pelaksanaan/Workability

Perkiraan temperatur pencampuran dan pemadatan

Viskositas, Perkiraan temperatur pencampuran

dan pemadatan

5.1 Kriteria Pemilihan Jenis Aspal

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, aspal keras dibagi ke dalam beberapa kelas berdasarkan nilai penetrasi. Pemilihan kelas penetrasi yang cocok untuk suatu konstruksi perkerasan di suatu daerah tertentu tidak ada petunjuk yang detail. Dalam "Introduction to Asphalt MS-5 Asphalt Institute" hanya terdapat tabel yang berjudul Guide For Uses of Asphalt. Pada tabel tersebut terdapat rekomendasi penggunaan aspal untuk beberapa tipe konstruksi perkerasan. Namun tidak terdapat kriteria pemilihan kelas penetrasi yang mengakomodir perbedaan kondisi daerah sehingga tidak ada kriteria yang jelas antara penggunaan untuk daerah tropis dengan yang bukan tropis. Hal ini tampaknya masih diserahkan pada pengalaman dan kebijakan masing-masing pemegang keputusan (pemakai/praktisi/pemerintah). Sebagai contoh, di Indonesia banyak digunakan aspal pen 60, padahal dengan kondisi lapangan yang tidak terlalu berbeda, di Malaysia lebih banyak digunaan aspal pen 80.

Berbeda dengan spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja sudah terdapat kriteria penggunaan untuk masing-masing kelas kinerja. Sebagai contoh, untuk di Indonesia yang memiliki temperatur perkerasan maksimum sekitar 62 oC dan minimum 10 oC dapat menggunakan aspal keras kelas PG 64-10. PG 64-10 artinya aspal dapat digunakan pada perkerasan yang memiliki temperatur

5

Page 6: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

maksimum lebih kecil dari 64 oC dan temperatur minimum lebih besar dari -10 oC. Dengan demikian maka pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja tampak jelas perbedaan kriteria aspal untuk digunakan di daerah dingin dengan untuk di daerah panas.

Kendala yang terdapat pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja yaitu batasan temperatur minimum rata-rata perkerasan tidak ada yang cocok dengan kondisi di Indonesia. Batasan minimum tersebut paling tinggi -10 oC padahal di Indonesia umumnya temperatur minimum perkerasan jalan di atas 0 oC. Oleh karena itu, jika akan diterapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja di Indonesia perlu dilakukan pengkajian untuk mendapatkan kelas baru yang lebih cocok.

5.2 Antisipasi Kerusakan Deformasi pada Perkerasan

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, kerusakan deformasi dan alur pada beton aspal perkerasan lentur dicegah dengan membatasi nilai penetrasi, nilai titik lembek aspal dan Penetration Index atau PI (PI tidak masuk dalam spesifikasi) sesuai kelasnya. Di Indonesia terdapat tiga kelas penetrasi yaitu pen 40 (penetrasi 40-50), pen 60 (penetrasi 60-79) dan pen 80 (penetrasi 80-100). Hubungan antara nilai penetrasi dengan deformasi ditunjukkan pada Gambar-1. Dari Gambar-1 tersebut tampak bahwa pada nilai PI yang sama, makin tinggi nilai penetrasi aspal maka makin tinggi resiko terjadi kerusakan deformasi pada perkerasan. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko deformasi biasanya diambil aspal dengan nilai penetrasi rendah atau dengan menambahkan bahan tambah (misalnya asbuton) yang dapat menurunkan nilai penetrasi. Namun penurunan nilai penetrasi untuk mengurangi resiko deformasi ini kontradiksi dengan resiko retak sehingga kemunkinan terjadinya retak pada perkerasan juga perlu dipertimbangkan.

Temperatur udara (cuaca) di lapangan juga perlu diperhatikan dalam memilih nilai penetrasi aspal. Makin tinggi temperatur udara akan menyebabkan makin tinggi resiko deformasi dan makin rendah resiko retak. Dengan demikian maka untuk penggunaan di daerah panas dapat dipilih aspal dengan nilai penetrasi yang lebih rendah dibanding aspal untuk digunakan digunakan pada daerah dingin.

Resiko deformasi

Log penetrasi

Resiko retak

15oC 25oC 65oC

Gambar-1. Log penetrasi vs temperatur (Syahdanulirwan, 2004)

Jika aspal dengan nilai penetrasi yang sama memiliki nilai titik lembek yang lebih tinggi, ini berarti aspal relatif lebih tahan (tidak mudah lembek) pada temperatur tinggi sehingga resiko deformasi lebih rendah. Nilia titik lembek dapat dinyatakan bersama dengan nilai penetrasi dalam bentuk PI. Pada nilai penetrasi yang sama, makin tinggi nilai titik

6

B (pen tinggi)

A (pen rendah)

Page 7: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

lembek maka makin tinggi nilai PI. Dengan demikian maka makin tinggi nilai PI maka makin kecil resiko deformasi. Mengurangi resiko deformasi dengan menaikan nilai titik lembek atau PI tidak kontradiksi dengan resiko retak, bahkan resiko retakpun menurun sebagaimana yang tampak pada Gambar-2, namun kontradiksi dengan kemudahan pelaksanaan (workability). Persamaan PI dengan nilai penetrasi dan titik lembek adalah sebagai berikut:

Resiko deformasi

Log penetrasi

Resiko retak

15oC 25oC 65oC

Gambar-2. Log penetrasi vs temperatur (Syahdanulirwan, 2004)

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, kerusakan deformasi pada beton aspal perkerasan lentur diantisipasi dengan pengujian DSR (G*/sin minimum 1 kPa pada temperatur tertinggi) terhadap aspal original dan pengujian DSR (G*/sin minimum 2 kPa pada temperatur tertinggi) terhadap aspal residu TFOT. Kerusakan deformasi ini diantisipasi juga dengan pengujian terhadap campuran beton aspal dengan Wheel Tracking Machine yang mengukur kecepatan deformasi serta stabilitas dinamis campuran.

5.3 Keawetan Aspal Selama Pencampuran Hingga Penghamparan

Baik spesifikasi aspal keras kelas penetrasi maupun spesifikasi aspal keras kelas kinerja, kedua-duanya menggunakan TFOT (Thin Film Oven Test) untuk mensimulasi pengkondisian aspal selama pencampuran di AMP (Asphalt Mixing Plant/Unit Pencampur Aspal) hingga selesai penghamparan. Aspal setelah TFOT tidak boleh berkurang beratnya lebih dari 0,8% pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dan 1% untuk spesifikasi aspal keras kelas kinerja. Banyaknya berat aspal yang hilang menunjukkan banyakya fraksi ringan yang dapat menguap selama pencampuran di AMP hingga penghamparan di lapangan.

Selama pencampuran di AMP hingga selesai penghamparan di lapangan, ada kemungkinan aspal berubah sifatnya sebagai akibat dari pemanasan. Perubahan sifat aspal ini tidak boleh melewati batas-batas tertentu. Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, batasan perubahan sifat aspal ini yaitu minimum memiliki nilai penetrasi 54% dari nilai penetrasi aspal sebelum TFOT. Makin tidak berubah (mendekati 100%) nilai penetrasi setelah TFOT maka aspal dianggap makin baik karena makin awet.

7

D (PI rendah)

C (PI tinggi)

20 - 500A PI = 50A + 1

Log 800 - log (pen pada 25oC) A = Titik lembek - 25 oC

Page 8: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

Sedangkan pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, batasan sifat aspal setelah TFOT yaitu nilai DSR pada temperatur maksimum design harus berubah dari aspal aslinya minimum G*/Sin 1 kPa menjadi aspal setelah TFOT minimum G*/Sin 2 kPa. Ini berarti pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja justru dikehendaki perubahan sifat aspal menjadi relatif lebih keras setelah TFOT agar aspal tidak menjadi penyebab terjadinya kerusakan deformasi pada campuran sebagaimana yang dijelaskan pada butir 4.3 di atas.

Potensi retak tidak dilakukan pengujian terhadap aspal residu TFOT karena sudah tercakup pada pengujian DSR terhadap Aspal residu PAV. Apabila setelah PAV aspal masih tahan retak maka sudah dapat dipastikan setelah TFOT juga tahan retak.

5.4 Keawetan Aspal Selama Masa Pelayanan Perkerasan

Aspal yang baik diharapkan akan tetap berfungsi dengan baik sebagai bahan pengikat selama masa pelayanan perkerasan beton aspal di lapangan. Aspal yang mudah rusak, misalnya mudah teroksidasi, selama masa pelayanan di lapangan dapat menyebabkan terjadi kerusakan pada perkerasan beton aspal sebelum masa pelayanan berakhir.

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, tidak terdapat persyaratan yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan aspal selama masa pelayanan. Namun di luar spesifikasi, terdapat parameter malten yang memprediksi keawetan berdasarkan komposisi kimia aspal. Dilihat dari segi komposisi kimianya, berdasarkan tingkat kereaktifan terhadap asam sulfat (H2SO4), aspal terdiri dari beberapa fraksi yaitu aspalten (A) dan malten. Aspalten adalah fraksi padat dalam aspal dan tidak reaktif terhadap H2SO4, sedangkan malten adalah fraksi cair dalam aspal. Malten terdiri dari beberapa fraksi yaitu nitrogen base (N) yang reaktif dengan H2SO4 85%, acidafin-1(A1) yang tidak reaktif dengan H2SO4 85% tapi reaktif dengan H2SO4 pekat, acidafin-2 (A2) yang tidak reaktif dengan H2SO4 85% dan H2SO4 pekat tapi reaktif dengan H2SO4 + SO3

dan parafin (P) yang tidak reaktif dengan asam sulfat apapun. Dari empat fraksi malten ini Rostler membuat formula keawetan yang disebut Rostler Indeks Durability (RDR). RDR ini diharapkan dapat mengindikasikan tingkat keawetan aspal di lapangan. Formula parameter malten tersebut yaitu "(N+A1)/(A2+P)" dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3. Durability classification of paving asphalts (Rostler, -)Durability groups (N+A1)/(A2+P) Dyrability rating

0

IIIIIIIVV

< 0,4

0,4 to 1,01,0 to 1,21,2 to 1,51,5 to 1,7

> 1,7

Decreasing durability with decreasing parameter value, because of cheesy consistency of asphaltsSuperiorGoodSatisfactoryFairInferior

Terhadap RDR, Goodrich berpendapat bahwa "The RDR does not consider the asphalten content and that it has limited correlation with field data" (SHRP,1989). Alternatif lain, Gotolski membuat formula yang mengakomodir kadar aspalten dan disebut Gotolski Ratio (GR) dengan formula "(N+A1+A2)/(P+A)". Dari hasil kajian RDR dan GR, para ahli ada yang berpendapat bahwa RDR lebih erat hubungannya dengan temperatur susceptibility sedang GR lebih erat hubungannya dengan agging. Namun pendapat ini dibantah oleh Anderson dan Dukaz yang menyatakan bahwa "There is no

8

Page 9: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

substantiation of the claim that the RDR is more closely associated with temperature sesceptibility of an asphalt and the GR relates more closely to aging. RDR and GR are associated with a variable reactivity of asphalts to sulfuric acid and nothing more" (SHRP, 1989).

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, untuk memprediksi sifat aspal selama masa pelayanan dilapangan, digunakan pengujian PAV (Pressure Aging Vessel). Pengujian PAV dianggap dapat mensimulasi kondisi aspal selama 5-10 tahun masa pelayanan di lapangan. Pengkondisiannya dilakukan dengan cara aspal dikondisikan dulu dengan TFOT dan kemudian aspal residu TFOT dikondisikan dengan PAV yaitu diberi tekanan dan temperatur tertentu selama 20 jam.

5.5 Antisipasi Retak pada Perkerasan

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, potensi retak pada perkerasan eton aspal dapat diindikasikan dengan nilai daktilitas aspal. Selain itu, nilai penetrasi, titik lembek, PI dan kadar parafin juga dapat mengindikasikan potensi retak.

Seperti tampak pada Gambar-1, aspal dengan nilai penetrasi yang lebih rendah pada nilai PI yang sama memiliki resiko retak yang lebih tinggi dibanding aspal yang memiliki nilai penetrasi tinggi. Begitupun berdasarkan Gambar-2, aspal dengan nilai penetrasi yang sama tetapi nilai PI lebih tinggi akan memiliki resiko retak yang lebih rendah dibanding aspal dengan nilai PI rendah. Namun penurunan resiko retak dengan menaikan nilai penetrasi aspal kontradiksi dengan resiko deformasi, sedangkan dengan menaikkan nilai PI (yang berarti juga menaikkan titik lembek) kontradiksi dengan workability.

Pengujian kadar parafin dalam aspal keras juga dimaksudkan agar campuran beraspal perkerasan jalan tidak mudah mengalami kerusakan retak. Aspal yang memiliki kadar parafin yang lebih tinggi akan memiliki sifat yang lebih rapun dan kelekatannya pada agregat lebih lemah dibanding aspal yang memiliki kadar parafin yang lebih rendah. Di Indenesia, sesuai Surat Keputusan Dirjen Bina Marga Nomor KPTS/II/3/1973, kadar parafin dalam aspal keras maksimum 2%.

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi tidak dibedakan antara retak struktur dengan retak akibat temperatur dingin sehingga pengujianpun umumnya dilakukan pada temperatur standar 25oC. Sedangkan pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, pengujian untuk mengindikasikan retak struktur digunakan pengujian DSR terhadap aspal yang sudah dikondisikan dengan PAV, sedangkan retak akibat temperatur dingin diindikasikan oleh pengujian BBR (Bending Beam Rheometer) dan direct tension test.

Aspal dianggap tahan terhadap retak struktur apabila setelah dikondisikan dengan PAV memiliki nilai "G*sin" hasil uji DSR tidak lebih dari 5000 kPa pada temperatur tertentu. Sedangkan aspal dianggap tahan terhadap retak pada temperatur dingin apabila memiliki nilai Creep Stiffness hasil uji BBR maksimu 300 MPa dan memiliki nilai Direct Tension minimum 1% pada temperatur tertentu.

Ada sebagian pendapat yang beranggapan bahwa pengujian BBR dan direct tension tidak relevan untuk pengujian aspal di Indonesia. Alasannya karena temperatur terendah di Indonesia umumnya masih jauh di atas 0 oC, padahal temperatur pengujian BBR dan direct tension dimaksudkan untuk menguji potensi retak pada temperatur sesuai spesifikasi aspal keras kelas kinerja yang paling tinggi -10 oC. Menanggapi hal tersebut, pengujian BBR dan direct tension harus dipertahankan dengan temperatur

9

Page 10: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

pengujian disesuaikan dengan temperatur minimum perkerasan di Indonesia. Apabila BBR dan direct tension dihilangkan maka potensi retak pada temperatur rendah serta sifat kohesi dan adhesi aspal menjadi tidak terkontrol.

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, potensi retak tidak diuji pada aspal residu TFOT karena apabila aspal residu PAV (yang juga telah di-TFOT) tahan terhadap kemungkinan retak maka otomatis aspal residu TFOT juga akan tahan terhadap kemungkinan retak.

5.6 Keamanan Terhadap Pemanasan

Aspal termasuk senyawa hidrokarbon rantai tinggi yang pada temperatur tertentu dapat terbakar. Oleh karena itu, khususnya untuk penggunaan aspal pada temperatur tinggi seperti hot mix, bahaya kebakaran aspal perlu mendapat perhatian khusus sehingga masuk ke dalam persyaratan spesifikasi aspal. Untuk menghindari terjadinya bahaya kebakaran ini, baik spesifikasi aspal keras kelas penetrasi maupun spesifikasi aspal keras kelas kinerja sama-sama memiliki persyaratan titik nyala aspal. Di lapangan, pemanasan aspal harus lebih rendah dari titik nyala aspal.

5.7 Kemurnian Aspal

Aspal keras yang tidak murni (terkontaminasi) dapat memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, aspal keras yang terkontaminasi fraksi minyak yang lebih ringan dari aspal (seperti kerosin, solar, minyak bakar, oli, oli bekas, dan sebagainya) maka aspal akan menjadi lebih lunak, memiliki kandungan fraksi ringan yang lebih tinggi dan lebih mudah terbakar. Aspal yang lunak akan menyebabkan perkerasan beraspal mudah mengalami kerusakan deformasi. Sedangkan aspal yang memiliki kandungan fraksi ringan yang tinggi akan tidak awet dan mudah menjadi keras karena fraksi ringan akan menguap saat pemanasan di AMP atau pada saat pelayanan perkerasan di lapangan. Selain itu, dengan banyaknya fraksi ringan maka titik nyala aspal akan menjadi lebih rendah.

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, kontaminasi aspal oleh fraksi ringan dapat dikendalikan melalui pengujian penetrasi, titik lembek, titik nyala, TFOT dan penetrasi setelah TFOT. Pengujian penetrasi dan titik lembek dapat mendeteksi apakah aspal terlalu lunak dari yang diinginkan. Pengujian titik nyala dapat mendeteksi apakah aspal masih berada dalam batas aman pemanasan. Sedangkan pengujian TFOT dan penetrasi setelah TFOT masing-masing dapat mendeteksi berapa kandungan fraksi ringan dan sampai sejauhmana pengerasan aspal akibat hilangnya fraksi ringan saat TFOT.

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, kontaminasi aspal keras oleh minyak ringan atau bahan lain yang mengandung banyak minyak ringan dapat dikendalikan dengan pengujian DSR, TFOT, DSR setelah TFOT, DSR setelah PAV dan titik nyala. Pengujian DSR dan DSR setelah TFOT dapat mendeteksi apakah aspal masih tahan terhadap kemungkinan kerusakan deformasi pada perkerasan di lapangan. Pengujian TFOT dapat mendeteksi apakah kadar minyak ringan dalam aspal masih dalam batas toleransi. Pengujian DSR setelah PAV dapat mendeteksi apakah aspal setelah TFOT dan PAV tidak mengalami pengerasan, misalnya akibat penguapan minyak ringan, yang dapat menyebabkan kerusakan retak pada perkerasan beraspal. Sedangkan pengujian titik nyala dapat mendeteksi apakah aspal masih berada dalam batas aman saat pemanasan.

10

Page 11: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

Aspal keras dapat juga terkontaminasi mineral atau bahan lain yang tidak larut dalam pelarut organik trikloroethilene (C2HCl3). Untuk mendetekasinya, pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi telah disyaratkan bahwa nilai kelarutan aspal dalam C2HCl3

minimum 99%. Sedangkan pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja tidak terdapat jenis pengujian yang disyaratkan yang dapat mendeteksi kontaminasi aspal oleh mineral, khususnya mineral halus yang tidak dapat terdeteksi secara visual.

5.8 Kemudahan Kerja (Workability)

Pada beton aspal campuran panas, kemudahan pelaksanaan di antaranya mencakup kemudahan penanganan aspal saat proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan di lapangan. Untuk dapat dircampur, dihampar dan dipadatkan dengan baik, aspal harus pada kekentalan tertentu yaitu kekentalan 170 cSt (atau dinyatakan dengan temperatur pencampuran, oC) untuk pencampuran dan kekentalan 280 cSt (atau dinyataan dengan temperatur pemadatan, oC) untuk pemadatan. Pada aspal keras, untuk mencapai kekentalan tersebut aspal harus dipanaskan.

Pada spesifikasi aspal keras kelas penetrasi, selain dapat dilihat dari temperatur pencampuran dan pemadatan, kemudahan pelaksanaan juga dapat dilihat berdasarkan nilai penetrasi, titik lembek dan PI aspal. Aspal yang memiliki nilai penetrasi lebih rendah (pada PI yang sama) akan memerlukan usaha pemanasan yang lebih tinggi dalam mencapai temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan dibanding aspal yang memiliki nilai penetrasi lebih tinggi (lihat Gambar-1). Sedangkan aspal yang memiliki nilai PI lebih tinggi (pada nilai penetrasi yang sama) akan memerlukan usaha pemanasan yang lebih tinggi dibanding aspal yang memiliki nilai PI lebih rendah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar-2.

Pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja, selain dapat dilihat dari temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan, kemudahan pelaksanaan aspal dapat dilihat pula pada hasil pengujian kekentalan pada temperatur 135 oC. Aspal dianggap memiliki kemudahan dalam pelaksanaan apabila kekentalan pada 135 oC tidak lebih dari 3000 centi Poises.

VI. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan mengenai perbandingan spesifikasi aspal keras antara kelas penetrasi dengan kelas kinerja, dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:

Agar aspal keras yang digunakan dapat sesuai dengan performa beton aspal perkerasan lentur yang diinginkan, aspal keras harus memiliki karakteristik yang memenuhi persyaratan yang terdapat pada spesifikasi aspal keras untuk beton aspal perkerasan lentur.

Saat ini, spesifikasi aspal keras yang digunakan di Indonesia masih spesifikasi kelas penetrasi yang menggunakan pendekatan empiris. Padahal sesuai perkembangan terakini teknologi di bidang perkerasan jalan telah berkembang spesifikasi aspal keras kelas kinerja yang menggunakan pendekatan mekanis yang secara logika lebih dapat dipahami.

Baik spesifikasi aspal keras kelas penetrasi ataupun spesifikasi aspal keras kelas kinerja, keduanya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing.

Jika spesifikasi aspal keras kelas penetrasi tetap dipertahankan untuk digunakan di

11

Page 12: Per Banding An Spesifikasi Aspal Keras Antara Kelas Penetrasi Dengan Kelas Kinerja - Madi Hermadi

Indonesia, khusus untuk penggunaan pada perkerasan di lalulintas berat, sebaiknya spesifikasi aspal keras kelas penetrasi dilengkapi dengan mengambil beberapa pengujian dan batasan yang terdapat pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja tetapi belum tercakup dalam spesifikasi aspal keras kelas penetrasi. Misalnya pengujian PAV untuk mensimulasi kondisi masa pelayanan di lapangan, digunakannya temperatur lapangan sebagai batasan pemilihan jenis aspal, dan sebagainya.

Untuk menerapkan spesifikasi aspal keras kelas kinerja terlebih dahulu harus dilakukan pengkajian untuk menyesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Penyesuaian diantaranya mengenai batasan temperatur minimum rata-rata.

Pengujian kelarutan aspal dalam C2HCl3 perlu dilakukan meskipun pada spesifikasi aspal keras kelas kinerja tidak disyaratkan. Hal ini untuk mengontrol kontaminasi aspal oleh mineral atau bahan-bahan lain yang tidak larut dalam C2HCl3 yang mungkin mengganggu.

Daftar Pustaka

(1) AASHTO, "Standard Specificaion for Transportation Material and Methods of Sampling and Testing, Part I: Specification", AASHTO, Washington, 1982.

(2) AASHTO, "Standard Specificaion for Transportation Material and Methods of Sampling and Testing, Part I: Methods", AASHTO, Washongton, 1982.

(3) Asphalt Institut, "Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot-Mix Types MS-2", Asphalt Institute, Lexington, 1993.

(4) Asphalt Institute, "Performance Graded Asphalt Binder Specification and Testing Superpave Series No.1 (SP-1)", Asphalt Institute, Lexington-USA, 1997.

(5) Broome, D.C., "The Testing of Bituminuous Mixtures", Edward Arnold & CO., London, 1975.

(6) Chris A. Bell, "Summary Report on Aging of Asphalt-Aggregate Systems", Associate Professor of Civil Engineering Oregon State Universiy, Corvallis, 1989.

(7) Dirjen Bina Marga, "Manual Aspal", Dirjen Bina Marga, Jakarta, 1973.

(8) Petersen, J.C., "Binder Characterization and Evaluation Volume 4: Test Methods", SHRP National Research Council, Washington, 1994.

(9) Shell Bitumen, "The Shell Bitumen Industrial Handbook", Shell Bitumen, London, 1995.

(10) Syahdanulirwan, "Karakteristik Aspal Yang Diperlukan Sebagai Bahan Jalan -Jurnal Litbang Jalan Volume 20 Nomor 4 Bulan Desember 2004", Puslitbang Prasarana Transportasi, Bandug, 2004.

Penulis:

Drs. Madi Hermadi, SSi., Peneliti Muda bidang prasarana transportasi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi.

12