penyakit tropis, infeksi orofasial, dan antibiotika

125
1 BAB II ISI 2.1 INFEKSI VIRUS 2.1.1 Herpes Primer Virus primary herpes atau herpetic ginggivostomatitis adalah tipe virus DNA. Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus terbesar di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Herpetic ginggivostomatitis biasanya terjadi pada anak usia dini berumur 6 bulan sampai usia 5 tahun, jarang terjadi pada usia dibawah 6 bulan. Meskipun jarang tetapi kasus ini telah dilaporkan dapat terjadi pada orang dewasa. a. Etiologi Herpes primer atau herpetic ginggivostomatitis adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus herpes simpleks adalah virus ectodermotrofik yang sama dengan virus penyebab herpes zoster dan chicken pox.

Upload: stephanie

Post on 02-Feb-2016

40 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

1

BAB II

ISI

2.1 INFEKSI VIRUS

2.1.1 Herpes Primer

Virus primary herpes atau herpetic ginggivostomatitis adalah tipe virus

DNA. Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus terbesar

di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Herpetic ginggivostomatitis

biasanya terjadi pada anak usia dini berumur 6 bulan sampai usia 5 tahun, jarang

terjadi pada usia dibawah 6 bulan. Meskipun jarang tetapi kasus ini telah

dilaporkan dapat terjadi pada orang dewasa.

a. Etiologi

Herpes primer atau herpetic ginggivostomatitis adalah suatu penyakit

sistemik yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus herpes simpleks

adalah virus ectodermotrofik yang sama dengan virus penyebab herpes zoster dan

chicken pox.

b. Manifestasi Klinis

Infeksi herpes primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-klinis

(tanpa tanda-tanda atau gejala klinis). Pada kasus tertentu infeksi awal pada anak

ditandai dengan demam, iritabilitas, sakit kepala, nyeri saat menelan dan

lymphadenopathy. Terdapat lesi yang khas yaitu vesikula dengan diameter 2

sampai 4 mm di ginggiva, lidah, bibir dan mukosa bukal. Vesikula berbentuk

bulat,berbatas jelas dan berwarna kekuningan. Dalam waktu beberapa jam akan

Page 2: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

2

pecah dan membentuk ulserasi dangkal dan sakit yang tertutup oleh

pseudomembran dengan batas eritem. Ulserasi pada rongga mulut merupakan

manifestasi paling umum dari penyakit ini.

Gambar 2.1 Pasien wanita 12 tahun dengan herpetic ginggivostomatitis primer yang menyebabkan vesikula dan ulserasi yang dikelilingi oleh peradangan

Gambar 2.2 Primary herpetic gingivostomatitis: multiple ulcers pada lidah.

c. Patofisiologi

Penularan virus melalui infeksi droplet dengan periode inkubasi sekitar 1

minggu. Terjadi kenaikan suhu ringan (99⁰-100⁰ F) yang berlangsung 7 - 10 hari.

Dalam 24 sampai 36 jam mulut terasa nyeri, ginggiva membengkak, dan ada

peningkatan saliva. Tidak lama kemudian biasanya dalam waktu 24 jam,

berkembang vesikel di ginggiva, lidah, bibir dan mukosa bukal yang kemudian

Page 3: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

3

pecah dan membentuk ulserasi. Bila ulserasi meluas, sering terjadi kesulitan

makan dan pengeluaran saliva berlebih.

Durasi penyakit biasanya 10 - 14 hari, dengan fase akut dan lesi oral

umum dan ketidaknyamanan yang paling akut terjadi dari hari ke-3 sampai 7. Lesi

mulut sembuh secara spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam 14 hari

dan sangat jarang terjadi kekambuhan.

d. Penanganan :

Diagnosis pasti didasarkan pada isolasi virus dengan kultur jaringan sel

atau dengan identifikasi virus herpes simpleks dengan penetralan antibodi di

dalam serum. Tidak ada pengobatan definitif. Langkah-langkah pendukung dapat

diambil untuk meringankan ketidaknyamanan pasien, mengurangi kecemasan

orang tua, dan mencegah dehidrasi. Pengobatan yang digunakan bervariasi sesuai

dengan usia pasien. Pasien usia anak-anak seringkali menolak pemberian sesuatu

secara oral karena adanya rasa sakit pada rongga mulut dan faring, akibatnya

dapat mengalami dehidrasi dan mungkin memerlukan rawat inap serta pemberian

cairan infus.

Bagi anak yang kooperatif dapat digunakan anestetikum topikal pada

mukosa mulut sebelum makan, sehingga dapat intake makanan dan cairan tetap

memadai untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Lidokain dan

diphenhydramine sangat berguna dalam hal ini. Beberapa dokter menggunakan

natrium bikarbonat (⅟₂ sendok teh NaHCO₃ dalam 6 oz air hangat) yang

digunakan sebagai obat kumur sebagai pereda sakit yang efektif, kemudian

anjurkan istirahat dan diet makanan lunak. Hindari makanan dan minuman yang

Page 4: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

4

dapat mengiritasi, misalnya jus buah-buahan yang asam, atau soda. Pemberian

milk shake dingin, atau minuman tinggi protein lainnya yang disajikan dengan

suhu dingin (chilled) dapat menyiasati dua hal, yaitu menimbulkan anetesia

topikal serta menjaga hidrasi pasien dengan nutrisi yang adekuat.

Pada kasus yang berat dapat dilakukan pemberian asiklovir 200 mg (5 kali

sehari dalam 5 hari). Pada anak di bawah 2 tahun dosis yang diberikan dibagi dua.

Asiklovir aktif terhadap virus herpes tetapi tidak mampu memberantas

sepenuhnya.

Antiseptik lokal dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder pada

ulser yaitu digunakan chlorhexidine 0,2 % dikumurkan 2- 3 kali sehari. Untuk

pasien dengan usia muda (usia dibawah 6 tahun), chlorhexidine semprot dapat

digunakan (2 kali setiap hari) atau mengaplikasikannya menggunakan kapas.

Analgetik antipiretik seperti paracetamol dapat diberikan untuk meredakan

gejala infeksi. Steroid umumnya harus dihindari, antibiotik juga tidak membantu

pada penanganan kasus ini, kecuali terdapat kasus infeksi bakteri sekunder.

2.1.2 Herpes simpleks sekunder/ Herpes labial rekuren

Infeksi herpes rekuren atau herpes labialis berkembang di sekitar sepertiga

dari pasien yang memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang

paling sering kambuhan. Biasanya ditemukan sebagai sekumpulan vesikel yang

muncul di sekitar bibir setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan

rangsangan mekanis mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.

Page 5: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

5

a. Etiologi

Penyakit ini merupakan bentuk sekunder atau rekuren dari infeksi herpes

simpleks primer. Pada manusia virus herpes simpleks bersifat laten atau dormant

dan dapat mengalami reaktivasi. Rekurensi akibat reaktivasi virus diinduksi oleh

stres emosi, demam tinggi, paparan sinar ultraviolet, trauma jaringan mukosa

rongga mulut atau jaringan saraf, kondisi imunosupresi, dan gangguan hormon.

b. Manifestasi Klinis

Nampak lesi sekunder yang berbentuk kluster – kluster kecil dari vesikula –

vesikula sekitar batas vermilion bibir dan sering melibatkan kulit yang

berdekatan, terutama antara bibir atas dan hidung.

Gambar 2.3 Herpes labialis rekuren.

c. Patofisiologi

Infeksi ini disertai oleh sindrom prodromal seperti rasa terbakar, gatal atau

tingling sensation pada bibir, lalu berikutnya terjadi pembengkakan dan muncul

lesi vesikuler dengan batas eritema. Vesikular - vesikular kecil membentuk satu

atau dua lesi vesikular besar yang kemudian akan ruptur dan membentuk ulserasi

yang ditutupi oleh lapisan krusta, akan sembuh dalam 7-14 hari tanpa membentuk

jaringan parut. Pada beberapa pasien, lesi terasa sakit sekali dan untuk yang lain

hanya menimbulkan ketidaknyamanan. Lesi herpes sekunder sering muncul

Page 6: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

6

bersamaan dengan stres emosional atau fisik, paparan sinar matahari yang sering

atau trauma vokal. Infeksi ini sering muncul kembali di daerah yang sama dan

mungkin berulang.

d. Penanganan

Pengobatan spesifik untuk herpes labial rekuren tidak tersedia. Walaupun

lesi–lesi sembuh secara spontan, krim asiklovir akan membantu jika dioleskan

segera setelah vesikula terbentuk. Penggunaan steroid topikal harus dihindari

karena kemungkinan bahwa steroid akan memfasilitasi penyebaran virus dan

mengingat fakta bahwa agen steroid belum terbukti nyata mengurangi jalannya

infeksi.

2.1.3 Herpes Zoster

Herpes zoster (shingles) merupakan infeksi virus akut biasanya terjadi

pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun tapi kadang-kadang muncul

pada anak-anak dan remaja. Penyakit ini merupakan infeksi yang berulang dari

varicella (chickenpox).

a. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes varicella-zoster (VZV).

Setelah infeksi primer dari varicella (chickenpox) berlangsung, VZV tetap laten di

ganglion dorsal, termasuk ganglion trigeminal pada beberapa pasien. Varicella

zoster merupakan suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang

tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik.

Page 7: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

7

Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam rangsangan

seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan keadaan tubuh yang

lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan

jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan

tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus

tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit

atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan membentuk

sekumpulan vesikel.

b. Manifestasi klinis

Tanda-tanda klinis terdapat gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri

radikuler dan neuralgia pada saraf yang terkena. Setelah 3 sampai 4 hari, maka

akan muncul lesi vesikuler multipel dengan gambaran khas yaitu lokasinya

unilateral dan jarang melewati garis tengah tubuh. Banyak muncul lesi vesikular

yang terasa nyeri di wajah, kornea, mukosa mulut, lidah, uvula, dan orofaring.

Lesi awalnya berupa makula yang eritem lalu berkembang menjadi vesikula.

Kemudian menjadi pustula yang akhirnya akan pecah menjadi krusta dalam 7

sampai 10 hari. Lesi ini akan pecah dan dapat mengalami penyembuhan tanpa

jaringan parut selama tidak ada proses infeksi sekunder.

Page 8: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

8

Gambar 2.4 Herpes zoster pada wajah dan kornea.

Gambar 2.5 Lesi palatal yang unilateral pada herpes zoster.

c. Patofisiologi

Perjalanan penyakit ini berawal dari masa inkubasi hingga antara 4 dan 20

hari. Patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varicella,

VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf

sensoris dan ditransportasikan melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion

sensoris. Pada ganglion tersebur terjadi infeksi laten, dimana virus tidak lagi

menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk

berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Pada saat terjadi

reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan

Page 9: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

9

merusak ganglion sensoris. Peradangan terjadi pada ganglion akar dorsal dari

saraf tepi dan seringnya terjadi pada ganglion saraf kranial. Infeksi herpes zoster

pada struktur kepala dan leher biasanya melibatkan saraf trigeminal dan bergerak

mengikuti saraf itu. Kemudian virus menyebar ke sumsum tulang serta batang

otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian akan timbul

gejala klinis.

d. Penanganan

Diagnosis dibuat terutama dari temuan klinis. Penanganan terdiri dari

pencegahan infeksi sekunder serta tindakan paliatif hingga penyakit mereda

(dalam 1 atau 2 minggu). Analgetik dapat diberikan untuk meredakan nyeri.

Asiklovir dosis tinggi sangat membantu dalam menyembuhkan lesi dan

mengurangi insiden neuralgia paska-herpes terutama pada pasien

imunocompromise. Terapi simptomatik dapat diberikan untuk penanganan ulser.

Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan respons yang baik dengan

AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid

(asetaminofen, tramadol, asam mefenamik). Jika terdapat kasus ophthalmic zoster,

pendapat seorang ahli ophtamologi sangat dibutuhkan.

2.1.4 Varicella (chickenpox)

Varisela merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat

menular dengan sangat cepat. Varisela dapat merupakan penyakit kongenital,

menyerang bayi baru lahir, menyerang anak kurang dari 10 tahun terutama usia 5

sampai 9 tahun, bahkan orang dewasa. Pada anak sehat penyakit ini biasanya

Page 10: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

10

bersifat jinak, jarang menimbulkan komplikasi dan hanya sedikit yang menderita

penylit, tetapi pada status immunitas yang menurun, seperti bayi baru lahir,

immunodefisiensi, tumor ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan

immunosupresan sering menimbulkan komplikasi bahkan menyebabkan

kematian.

Gambar 2.6 Varicella zoster virus / chickenpox

a. Etiologi

Varicella (chickenpox) disebabkan oleh virus varicella – zoster (VZV).

Setelah infeksi primer dari penyakit ini, VZV tetap laten di badan sel syaraf dan

sering juga di ganglion akar dorsal, termasuk ganglion trigeminal pada beberapa

pasien. Pengaktifan virus ini dapat menimbulkan herpes zoster (shingles).

b. Manifestasi klinis

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa

biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala,

mual dan anoreksia. Pada anak kecil usia lebih muda) yang imunokompeten

Page 11: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

11

biasanya hanya dijumpai keluhan demam ringan dan malaise ringan. Lesi pada

varicella bersifat progresif. Lesi mempunyai distribusi yang khas, muncul pada

kulit kepala, wajah, meluas ke badan dan ekstrimitas, bahkan di dalam rongga

mulut. Lesi dalam rongga mulut menyerupai ulser dari ginggivostomatitis herpes,

biasanya tanpa rasa sakit umumnya terlihat di palatum, konjungtiva, laring, faring,

dan genital juga mungkin terlibat.

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah

dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 – 14 jam menjadi

papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan jernih

dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dari dasar yang eritem

mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding

yang tipis sehingga terlihat seperti tetesan air diatas kulit (tear drop) berdiameter 2

– 3 mm,berbentuk elips dengan aksis panjang sejajar dengan lipatan kulit. Cairan

vesikel ini cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada

hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian mengering menjadi krusta

dalam waktu yang bervariasi 2 – 12 hari, kemudian krusta akan lepas pada waktu

1 – 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut apabila

tidak disertai dengan infeksi sekunder bakteri.

Page 12: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

12

Gambar 2.7 Sebuah blister, muncul pada tahap awal varicella zoster. Gambaran khas disebut tear drop.

Gambar 2.8 Lesi yang sudah mulai menjadi krusta.

c. Patofisiologi

Masa inkubasi varicella 10 – 21 hari pada anak imunokompeten dan pada

anak yang imunocompromise biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.

VZV masuk ke dalam tubuh dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet

infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit.

Setelah VZV masuk melaui saluran pernapasan atas, atau setelah penderita

berkontak dengan lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia primer.

Infeksi mula-mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas kemudian

Page 13: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

13

menyebar dan terjadi viremia primer. Pada Viremia primer ini virus menyebar

melalui peredaran darah dan system limfa ke hepar, dan berkumpul dalam

monosit/makrofag, disana virus bereplikasi, siklus ini terjadi pada hari ke 2 - 4.

Pada kebanyakan kasus virus dapat mengatasi pertahanan non-spesifik sehingga

terjadi viremia sekunder. Pada viremia sekunder virus berkumpul di dalam

Limfosit T, kemudian virus menyebar ke kulit dan mukosa dan bereplikasi di

epidermis memberi gambaran sesuai dengan lesi varisela. Periode ini erjadi pada

hari ke 14-16. Permulaan bentuk lesi mungkin infeksi dari kaliper endotel pada

lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel dermis, folikel kulit dan glandula

sebasea, saat ini timbul demam dan malaise. Seorang anak penderita varicella

dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah

timbulnya lesi di kulit.

d. Penanganan

Pada pasien immunocompromised, pengobatan yang diberikan bersifat

simptomatis. Lesi yang masih berbentuk vesikel dapat diberikan bedak agar tidak

mudah pecah. vesikel yang sudah pecah dan terbentuk krusta , dapat diberikan

salep antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan antipiretik dan

analgetik. Kuku jari harus dipotong untuk mencegah terjadi infeksi sekunder

akibat garukan.

Obat antivirus dapat diberikan untuk mengurangi lama sakit dan

keparahan, sehingga waktu penyembuhan lebih singkat. Golongan antivirus yang

dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir, dan famasiklovir.

2.1.5 Mumps (parotitis endemik)

Page 14: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

14

Mumps adalah penyakit infeksi virus akut. Pada tahun 1934 , Johnson dan

Goodpasture menunjukkan bahwa mumps bisa ditularkan dari pasien yang

terinfeksi ke monyet rhesus dan menunjukkan bahwa mumps disebabkan oleh

mikroorganisme dalam saliva. Mikroorganisme ini kemudian terbukti sebagai

virus.

a. Etiologi

Mumps adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh myxovirus yang

sangat menular dengan predileksi jaringan granular dan syaraf. Virus mumps

diketahui dapat diinaktivasi secara cepat dengan penggunaan formalin, ether,

chloroform, pemanasan, dan sinar ultraviolet.

b. Manifestasi klinis

Masa inkubasi mumps adalah selama 14-18 hari, ada pula yang

menyebutkan rentangan 14-25 hari. Gejala prodromalnya non spesifik,

diantaranya adalah myalgia, anoreksia, malaise, pusing, dan demam ringan.

Parotitis merupakan manifestasi yang paling sering muncul, terjadi pada 30-40%

pasien yang terinfeksi. Parotitis dapat unilateral atau bilateral, dan bisa terdapat

kombinasi keterlibatan satu atau beberapa kelenjar ludah. Parotitis memiliki

kecenderungan untuk muncul pada dua hari pertama dan disadari karena rasa sakit

pada telinga serta bengkak lunak atau palpasi positif pada sudut rahang. Gejala ini

umumnya berkurang setelah satu minggu dan menghilang dalam sepuluh hari.

Sebanyak 20% infeksi mumps asimtomatik, sementara 40-50% hanya

memiliki gejala non spesifik atau gejala gangguan pernafasan. Walaupun penyakit

ini lebih sering terjadi pada anak- anak usia 4 – 6 tahun, tetapi terkadang dapat

Page 15: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

15

mengenai orang dewasa. Kejadian komplikasi yang paling sering terjadi

melibatkan testis, ovarium, kelenjar pankreas dan kelenjar mammae dan kadang-

kadang prostat. Parotitis adalah manifestasi paling umum dan terjadi pada 30% -

40% dari orang yang terinfeksi.

Gambar 2.9 Childhood Mumps

c. Patofisiologis

Mumps diperoleh melalui kontak langsung dengan droplet saliva. Periode

inkubasinya 2 sampai 3 minggu. Bereplikasi di nasofaring dan kelenjar getah

bening regional. Setelah 12-25 hari, viremia terjadi dan berlangsung 3 sampai 5

hari. Selama viremia, virus menyebar ke berbagai jaringan, termasuk meninges,

dan kelenjar seperti saliva, pankreas, testis, dan ovarium. Peradangan pada

jaringan yang terinfeksi menyebabkan karakteristik gejala parotitis dan meningitis

aseptik.

d. Penanganan

Mumps adalah self limiting disease. Perjalanan penyakit tidak dapat

dipengaruhi oleh anti mikroba. Penanganan mumps bersifat simptomatik. Tidak

Page 16: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

16

ada pengobatan yang dikenal untuk mengobati mumps kecuali dengan vaksinasi,

yang baru-baru ini terbukti berhasil dalam mencegah tahap akut penyakit.. Karena

terdapat gangguan menelan/mengunyah, sebaiknya diberikan makanan lunak dan

hindari minuman asam karena bisa menimbulkan nyeri. Daerah pipi/leher bisa

juga dikompres secara bergantian dengan panas dan dingin. Obat pereda nyeri

(misalnya asetaminofen dan ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi sakit

kepala dan tidak enak badan. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak

karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye.

2.1.6 Cat – scratch disease

Catscratch disease (CSD), dikenal juga sebagai cat scratch fever atau

limfadenitis regional subakut. Pasien CSD biasanya memiliki sejarah terkena

cakaran atau gigitan kucing.

a. Etiologi

Cat – scratch disease atau lymphoreticulosis jinak, adalah gangguan yang

diyakini berasal dari virus, meskipun agen sebenarnya belum diisolasi, ada

hubungan yang pasti antara immunoserologi dan agen-agen psittacosis.

b. Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi dapat pula

terjadi pada semua usia. Diperkirakan munculnya setelah terjadi suatu trauma

pada kulit, paling sering setelah mengalami goresan atau gigitan dan yang lebih

jarang, tanpa adanya sejarah kontak dengan kucing. Terjadi pembesaran kelenjar

getah bening, terasa sakit dengan ukuran diameter bervariasi dari beberapa

Page 17: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

17

milimeter hingga sentimeter. Jaringan diatas kelenjar bisa meradang disertai pada

tahap awal dengan demam ringan, malaise, menggigil, mual dan sakit perut

sesekali. Gejala dapat bertahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.

Bila dibiarkan akan terjadi fluktuasi pada kelenjar getah bening yang berakhir

dengan keluarnya pus (nanah) ke permukaan.

Gambar 2.10 Seorang anak usia 2.5 tahun dalam proses penyembuhan dari cat scratch disease sejak 10 bulan lalu, abses di lehernya terjadi

dalam periode 3 minggu pertama.

c. Patofisiologis

Perjalanan alami dari Cat – scratch disease terdiri dari perkembangan lesi

vesikuler atau papula di lokasi trauma beberapa hari setelah luka terjadi. Diikuti 1

sampai 3 minggu kemudian oleh limfadenitis regional tanpa limfangitis. Terjadi

pembesaran kelenjar getah bening yang terlihat jelas, khususnya pada lesi kulit

ringan yang mendahuluinya. Biasanya pasien segera mengunjungi dokter setelah

terjadi limfadenopati. Pembesaran kelenjar ini terasa sakit, kemudian jaringan

diatas kelenjar akan mengalami peradangan. Kelenjar getah bening yang terlibat

secara bertahap menjadi berfluktuasi, nekrotik, dan suppuratif. Hingga suatu saat

akan terjadi perforasi kulit dan mengeluarkan isinya yang berupa pus.

Page 18: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

18

d. Penanganan

Diferensial diagnosa sangat penting karena menyerupai infeksi penyakit

granulomatosa yang lebih serius (tuberculosis, infeksi mononukleosis, dan

hodgkin disase atau lympho-sarcoma). diagnosis ditegakkan dengan tes kulit

interdermal positif menggunakan antigen dari pasien dengan terbukti Cat –

scratch disease.

Prognosis baik karena penyakit ini termasuk jenis self-limiting dan

mengalami regresi dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Pengobatan dapat

terdiri dari insisi dan drainase kelenjar getah bening yang terlibat dengan peran

antibiotik jika berkembang infeksi sekunder.

2.1.7 Infeksi Coxsackie

Coxsackievirus diklasifikasikan sebagai enterovirus, yang berasal dari

saluran enterik manusia. Coxsackievirus dibagi menjadi 2 tipe yaitu A dan B.

Dalam jumlah tertentu, coxsackievirus telah terbukti berkaitan dengan sejumlah

besar penyakit atau sindrom.1 Herpangina dan hand-foot-and mouth disease

disebabkan oleh virus coxsackie tipe A. Infeksi biasanya terjadi melalui kontak

atau droplet.2 Beberapa dari penyakit tersebut mempunyai manifestasi rongga

mulut yang signifikan.

2.1.7.1 Herpangina

Herpangina merupakan penyakit yang spesifik yang disebabkan oleh virus

coxsackie tipe A1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10 dan A22. Namun, dapat juga terjadi akibat

virus A7, A9, atau A16; virus coxsackie B2 – B6; echovirus 9, 16,17; atau

Page 19: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

19

enterovirus 71. Pada umumnya, terjadi pada anak-anak, akan tetapi dapat juga

menyerang dewasa muda dan berbagai usia. Infeksi biasanya terjadi melalui

kontak atau droplet.

a. Manifestasi klinis

Herpangina dimulai dengan demam tinggi, muntah sakit pada

tenggorokan, terkadang diikuti dengan batuk, rhinorrhea, anoreksia, diare,

mialgia, dan sakit kepala. Pada rongga mulut akan muncul 2 sampai 6 lesi

vesikulat pada daerah tonsil. Dimulai dengan macula merah, kemudian vesikel

ruptur segera setelah pembentukannya dan menghasilkan daerah ulserasi meluas

pada anterior dari tenggorokan, yaitu pada tonsil, uvula, faring, tepi dari palatum

lunak. Vesikel berdiameter 1 sampai 2 mm dengan pusat abu-abu atau putih

dikelilingi oleh areola merah. Perjalanan penyakit dimulai dari suhu 102⁰ atau

103⁰ F, dan ulkus akan sembuh dalam 3 sampai 4 hari..

Herpangina sering sulit dibedakan dengan herpetic ginggivostomatitis,

akan tetapi dapat dibedakan melalui lokasi dari lesi vesikulernya. Infeksi herpes

simpleks ditandai dengan keterlibatan ginggiva, mukosa bukal, dan bibir,

sedangkan lesi herpangina terbatas pada tonsil dan daerah faring. Selanjutnya,

tidak seperti lesi herpes simpleks, lesi vesikuler dari herpangina jarang

membentuk daerah ulserasi yang besar.

b. Penanganan

Masih belum dapat ditemukan penanganan yang spesifik bagi herpangina

dan bersifat self-limiting serta belum adanya pengendalian yang terbukti efektif.

Terapi yang diberikan sifatnya lebih suportif berupa istirahat, rehidrasi, antipiretik

Page 20: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

20

dan analgesik. Untuk infeksi oral, penggunaan antiseptik misalnya chlorhexidine

gluconate atau obat kumur tetrasiklin dapat menurunkan infeksi sekunder. Obat

kumur analgesik akan mengurangi rasa sakit terutama saat pasien makan.

Mencegah kekambuhan dengan cara menghindari faktor pencetus, mencegah

infeksi melalui penyuluhan.

Gambar 2.11 Herpangina:sejumlah ulser dangkal pada palatum lunak

2.1.7.2 Acute limphonodular pharyngitis (faringitis limfonodular akut)

Beberapa dokter percaya bahwa faringitis lymphonodular disebabkan oleh

coxsackie A10. Sebagian besar terjadi pada anak-anak, yang ditandai dengan

adanya demam, sakit kepala, sakit tenggorokan. Manifestasi oral yang ditemukan

sejumlah 1 sampai 5 lesi nodular kuning atau putih di uvula, palatum lunak, tonsil

bagian anterior, dan dinding faring bagian posterior. Pada nodular

menggambarkan agregat limfoid hiperplasik yang akan pecah dalam 10 hari tanpa

vesikula atau ulserasi.

Biasanya diagnosis dapat ditegakkan melalui manifestasi klinis yang

terlihat. Perjalanan penyakit adalah 4 sampai 10 hari dengan masa inkubasi sekitar

5 hari. Pengobatan tidak diketahui, hanya diberikan terapi suportif, dan penyakit

ini bersifat self limiting.

Page 21: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

21

Gambar 2.12 Manifestasi oral berupa lesi nodular pada uvula dan palatum lunak

2.1.7.3 Hand foot and mouth disease

Hand foot and mouth disease adalah penyakit infeksi virus akut yang

disebabkan oleh berbagai virus coxsackie, biasanya coxsackie A16 pada sebagian

besar kasus.

a. Manifestasi klinis

Penyakit ini ditandai dengan masa inkubasi 2 sampai 6 hari diikuti oleh

periode demam ringan, malaise, anoreksia, batuk dan sakit tenggorokan. Biasanya

mempengaruhi anak-anak antara usia 1 sampai 10 tahun, sebagian besar kasus

dilaporkan terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.

Setelah demam mencapai onset, timbul ruam makulopapular dengan

diameter mulai dari 2 hingga 10 mm yang muncul pada telapak tangan dan

telapak kaki serta di permukaan ventral jari tangan dan jari kaki. Kemudian

menjadi lesi vesikuler dalam 1 atau 2 hari dan berlangsung selama 1 sampai 2

minggu.

Manifestasi oral yang terlihat berupa 1 sampai 30 lesi vesikuler berwarna

merah dengan oval dan vesikel abu-abu dikelilingi areola merah pada jaringan

non-keratin seperti mukosa bukal, mukosa labial dan lidah, beberapa pada

Page 22: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

22

palatum, gingiva, dan bibir, seperti halnya dengan lesi vesikuler kulit meskipun

lebih sedikit jumlahnya. Pecahnya lesi vesikuler diikuti dengan ulserasi aphtous

yang terasa sakit. Penyembuhan lesi oral terjadi dalam 5 sampai 10 hari, dan lesi

kulit biasanya sembuh dalam 2 minggu.

Diagnosis ditegakkan melalui menifestasi klinis. Diferensial diagnosis

untuk penyakit tangan-kaki-mulut mencakup infeksi oleh virus herpes simpleks

atau varicella-zoster, herpangina, dan stomatitis aphthous. Transmisi virus dapat

terjadi melalui sekresi nasal dan faring.

b. Penanganan

Bersifat self limiting. Tidak diketahui jenis pengobatan yang memberikan

hasil signifikan. Pengobatan simtomatik. Untuk anak-anak istirahat di tempat tidur

selama 3-4 hari. Pasien harus berhati-hati terhadap penggunaan aspirin yang biasa

diberikan 4-6 hari untuk mengelola demam, konsumsi makanan lembut.

Gambar 2.13 Hand-foot-and-mouth disease: ulser dangkal di mukosa bukal

Gambar 2.14 Hand-foot-and-mouth disease: lesi pada kulit jari kaki

Page 23: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

23

Gambar 2.15 Hand-foot-and-mouth disease

2.1.8 Infeksi Echovirus

Merupakan infeksi yang disebabkan oleh spesies enterovirus yang

berkaitan dengan meningitis asepsis. Echovirus (enteric-cytophatic-human-

orphan), terdiri dari beberapa subtipe yang telah terbukti menjadi faktor etiologi

untuk sejumlah penyakit dan sindrom klinis mulai dari meningitis aseptik dan

ensefalitis hingga penyakit pernapasan dan demam ringan. Biasanya kunjungan ke

dokter gigi adalah karena adanya akibat patologis dari infeksi oleh jenis echovirus

9.

a. Manifestasi klinis

Infeksi oleh jenis echovirus 9 ini menghasilkan ruam makulopapular

dengan lesi 1 sampai 3 mm, muncul pertama pada wajah dan leher dan menyebar

dalam 4 sampai 6 jam berikutnya di atas bahu dan badan. Ruam biasanya disertai

dengan demam ringan dan kadang-kadang ruam petechie. Intraoral lesi sering

berkembang pada waktu yang sama dengan exanthemata dan terdiri dari vesikula

kuning atau putih kecil di badan tonsil dan kadang-kadang pada mukosa bukal,

lingual, dan palatal.

Page 24: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

24

Diagnosis infeksi echovirus hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan

laboratorium yang terdiri dari studi serologi dan isolasi organisme.

Gambar 2.16 Ruam Exanthemata yang disebabkan oleh Echovirus tipe 9

b. Penanganan

Tidak ada obat spesifik untuk penyakit ini, dan tidak ada agen antimikroba

yang telah ditemukan mampu untuk mempengaruhi perkembangan penyakit atau

mencegahnya. Infeksi echovirus membatasi diri sendiri (self limiting), dan

kebanyakan pasien sembuh sepenuhnya.1

Gambar 2.17 Infeksi Echovirus pada kulit wajah

Gambar 2.18 Ruam makulapapula pada kulit wajah

Page 25: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

25

2.1.9 Measles (Rubeola)

Measles adalah infeksi virus akut menular yang menyerang, terutama pada

anak-anak. Penyebaran diduga terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang

terkena atau oleh infeksi droplet melalui saluran pernafasan. Virus measles

(campak) disebabkan oleh genus Morbilivirus dan famili Paramyxoviridae, virus

RNA.

a. Manifestasi klinis

Measles (rubeola) memiliki masa inkubasi dari 8 sampai 10 hari dan

ditandai dengan demam, malaise, sakit tenggorokan, konjungtivitis, fotofobia, dan

erupsi lesi kulit dan mukosa oral. Ruam makulopapular menyeluruh yang muncul

dari hari keempat penyakit ini biasanya didahului oleh enanthem spesifik dikenal

sebagai koplik spot pada mukosa bukal.

Ruam makulopapular menyeluruh dan gejala yang menyertainya terjadi

selama 6 sampai 10 hari dan biasanya diikuti dengan pemulihan lengkap.

Ruam awalnya muncul di wajah, disekitar garis batas rambut, dan dekat

telinga dan menyebar cepat ke leher, dada, punggung, dan kaki. Lesi kecil

makulopapular merah membesar dan bergabung membentuk daerah merah besar

yang berubah pucat bila diberi tekanan.

Manifestasi oral biasanya muncul dalam 3 sampai 4 hari, yang terlihat

pada mukosa bukal. berupa koplik spot yang dilaporkan terjadi sebanyak 97% dari

pasien yang mengalami measles, tetapi tanda itu jarang terlihat karena muncul

hanya pada tahap awal penyakit ini. Koplik spot berupa bintik kecil putih

Page 26: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

26

kebiruan tidak teratur dikelilingi oleh batas kemerahan. Peradangan menyeluruh,

kongesti, dan bengkak dapat terjadi pada ginggiva, palatum, dan faring.

Gambar 2.19 Measles: gambaran koplik spot pada mukosa bukal dan ruam di seluruh tubuh

b. Patofisiologi

Virus measles menginfeksi pada epitel traktus respiratorius mulai dari

hidung sampai traktus respiratorius bagian bawah. Kemudian mengalami

multiplikasi lokal pada epitel respiratorius dan jaringan limfoid sampai 12 hari,

segera disusul dengan viremia pertama dimana virus menyebar dalam leukosit.

Setelah terjadi nekrosis pada sel retikuloendotelial sejumlah virus terlepas

kembali dan terjadilah viremia kedua. Jaringan yang terinfeksi termasuk timus,

lien, kelenjar limfe, hepar, kulit, konjungtiva dan paru. Setelah terjadi viremia

kedua seluruh mukosa respiratorius terlibat dalam perjalanan penyakit sehingga

menyebabkan timbulnya gejala batuk.

Measles dapat secara langsung menyebabkan croup, bronchiolitis dan

pneumonia, selain itu adanya kerusakan respiratorius seperti edema dan hilangnya

silia menyebabkan timbulnya komplikasi otitis media dan pneumonia. Setelah

beberapa hari sesudah seluruh mukosa respiratorius terlibat, maka

timbulah koplik spot dan kemudian timbul ruam pada kulit.

Page 27: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

27

Kedua manifestasi ini pada pemeriksaan mikroskopik menunjukkan

multinucleated giant cells, edema inter dan intraseluler, parakeratosis dan

dyskeratosis. Timbulnya ruam pada measles bersamaan dengan timbulnya

antibodi serum dan penyakit menjadi tidak infeksius. Oleh sebab itu dikatakan

bahwa timbulnya ruam akibat reaksi hipersensitivitas host pada virus measles.

Hal ini berarti bahwa timbulnya ruam ini lebih ke arah imunitas seluler.

Pernyataaan ini didukung data bahwa pasien dengan defisiensi imunitas seluler

yang terkena campak tidak didapatkan adanya ruam makulopapuler.

Rubella, atau campak jerman, berbeda dengan rubeola. Koplik spot tidak

terjadi pada rubella, dan membran mukosa oral biasanya tidak meradang

meskipun mungkin tonsil membesar dan padat.

Komplikasi yang dapat terjadi berupa bronchopneumonia dengan atau

tanpa infeksi sekunder bakteri serta otitis media, encephalomyelitis dan

gangrenous stomatitis. Diagnosa dapat ditegakkan melalui kultur virus, deteksi

PCR, dengan C’s (cough, coryza conjunctivitis), dan observasi adanya koplik spot.

c. Penanganan

Terapi measles adalah terapi suportif seperti pemberian cairan dan

antipiretik. Antibiotika diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan

bakteri. Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi sekunder tidak

direkomendasikan. Pencegahan dapat diberikan melalui injeksi vaksin MMR pada

anak-anak.

Page 28: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

28

2.1.10 Reccurent Apthous Stomatitis

Aphtous stomatitis rekuren adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

ulserasi nekrotik rekuren baik tunggal atau multipel yang terasa sakit pada

mukosa oral.

a. Etiologi

Walaupun pendapat tentang keterlibatan bakteri atau virus bentuk-L telah

dibuat, laporan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya dan etiologi masih

belum diketahui. Konsep yang dipakai saat ini adalah RAS adalah gejala klinis

dengan beberapa kemungkinan faktor penyebab. Faktor utama yang diidentifikasi

yaitu keturunan, defisiensi hematologi, dan kelainan imunologi. Faktor yang

paling sering berperan adalah keturunan. Faktor lain yang dianggap sebagai

predisposisi dalam RAS yaitu stres fisik atau psikologis, trauma oral, demam, dan

alergi makanan.

Penyakit ini kebih sering terjadi pada orang dewasa, akan tetapi dapat juga

muncul pada anak usia 2 tahun. Lebih sering muncul pada wanita dibandingkan

pria (2:1).

b. Manifestasi klinis

Tanda khas saat onset memperlihatkan adanya periode hiperemi lokal dan

parasthesia, atau kadang-kadang sensasi terbakar, yang diikuti dengan munculnya

satu atau lebih papula mukosa dengan dikelilingi oleh margin erythematous,

Kemudian papula mukosa mengalami erosi, yang menciptakan ulkus kecil yang

ditutupi oleh membran abu-abu atau kuning. Lesi terasa paling menyakitkan

setelah terjadi ulserasi.

Page 29: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

29

Lesi aphthous dapat terjadi secara tunggal atau multipel dan memiliki

kecenderungan untuk muncul di berbagai tempat , yaitu mukosa bukal dan margin

lateral lidah yang paling sering terkena dan palatum lunak, margin ginggiva, dan

faring juga paling sering terlibat.

c. Jenis

Apthae minor

- Manifestasi Oral

Terjadi pada mukosa begerak yang terletak pada jaringan kelenjar

saliva minor, mukosa bibir dan pipi. Penampakan ulkus ini sebagai ulkus

oval, dangkal, kuning kelabu, dengan diameter 2-5 mm. Rasa terbakar

adalah keluhan awal diikuti dengan rasa sakit yang hebat selama beberapa

hari. Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang

ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5

mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi MiRAS

cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial,

mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bias tunggal atau merupakan

kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu

10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. Manifestasi klinisnya : Mempunyai

kecenderungan terjadi di mukosa bergerak, bibir, dan pipi; bentuk ulkus

oval, dangkal, kuning kelabu, diameter 2-5 mm; tepi eritematous

mencolok, bagian tengahnya berubah pseudomembran fibrinosa.

- Etiologi

Page 30: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

30

Belum diketahui secara pasti, kemungkinan adanya faktor

imunologik. Dan pencetusnya berupa atopi, trauma, endokrinopati,

menstruasi, defisiensi nutrisi, stress dan alergi makanan.

- Patogenesis

Lesi terbatas pada mukosa mulut dan dimulai dengan gejala

prodormal rasa terbakar setiap waktu mulai dari 2-48 jam sebelum

munculnya ulser. Terbentuk suatu daerah kemerahan setempat, dalam

beberapa jam akan terbentuk papula putih kecil, mengalami ulserasi dan

membesar dalam 48 -72 jam berikutnya. Lesi dapat sembuh tanpa disertai

jaringan parut dalam waktu 14 hari.

- Pengobatan

Pengobatan yang diberikan hanya bersifat terapi paliatif. Obat-

obatan yang diberikan tergantung pada keparahan penyakit.

Gambar 2.20 Lesi Apthae Minor

Apthae Mayor

Merupakan varian besar dari apthae minor, mengakibatkan ulkus-

ulkus yang lebih besar dan lebih merusak, berlangsung lebih lama dan

kambuh lebih sering. Ulserasi seringkali multiple, mengenai palatum

lunak, mukosa bibir, pipi, lidah dan kadang-kadang meluas ke gusi cekat.

Page 31: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

31

Ulkus dapat sembuh dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,

karena ulkus tersebut mengerosi jaringan ikat, bila sembuh akan

membentuk jaringan parut dan distorsi jaringan. Umumnya terjadi pada

wanita dewasa muda yang mempunyai kepribadian mudah cemas, namun

etiologinya secara pasti belum diketahui.

- Manifestasi oral

Ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, berlangsung selama 4

minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa

mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Tanda adanya ulser seringkali

dapat dilihat pada penderita MaRAS berupa jaringan parut terjadi karena

keseriusan dan lamanya lesi.

- Gejala

Gejala umum dari ulkus aptosa major adalah rasa sakit hebat dan

limfadenopati submandibula. Ulkus seringkali multiple, terjadi pada

palatum lunak, tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah dan meluas ke gusi

cekat. Biasanya ulkus asimetri dan unilateral. Gambaran ulkus yaitu

ukuran besar, bagian tengah nekrotik dan cekung, tepinya merah

meradang. Lesi dengan perlahan akan sembuh dan meninggalkan jaringan

parut yang mungkin dapat mengakibatkan berkurangnya mobilitas dari

uvula dan lidah serta destruksi dari bagian-bagian mukosa mulut.

- Pengobatan

Pengobatan dengan steroid untuk mempercepat penyembuhan dan

mengurangi pembentukan jaringan ikat.

Page 32: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

32

Gambar 2.21 Lesi Apthae Mayor

Ulkus Herpetiformis

Merupakan tipe ulserasi kambuhan yang secara klinis mirip ulkus-

ulkus yang dijmpai pada herpes primer.

- Manifestasi Oral

Gambaran mencolok erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak,

berukuran kepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tidak

jelas batasnya. Ukuranya berkisar 1-2 mm sehingga dapat dibedakan dari

apthae sedangkan tidak adanya vesikel dan gingivitis bersama sifat

kambuhan membedakan dari herpes primer dan infeksi virus lainnya.

- Penanganan

Penangan yang benar dari RAS ini meliputi lebih dari sekedar

aplikasi obat-obatan. Pasien mungkin mengeluh adanya rasa sakit yang

hebat, sedangkan klinikus mungkin hanya menjumpai dua atau tiga lesi

yang relatif kecil, yang menyebabkan seringnya dokter gigi membiarkan

pasien pulang dengan cepat dengan pegobatan di rumah. Obat-obatan yang

diberikan bergantung pada tingkat keparahan penyakitnya. Dalam kasus

ringan, dengan dua atau tiga lesi kecil, aplikasi dari obat yang

Page 33: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

33

meringankan permukaan yang teriritasi sebagai protektif apikal seperti

misalnya orabase merupakan tindakan yang dibutuhkan. Dalam kasus

yang lebih berat, penggunaan preparat kortikosteroid topikal sangat

membantu mengurangi waktu penyembuhan dari lesinya. Preparat seperti

triancinolone atau fluometholone mungkin dapat diaplikasikan secara

topikal pada lesi tersebut empat kali sehari, setelah makan dan pada waktu

hendak tidur.

Gambar 2.22 RAS herpetiform

d. Penanganan Secara Umum

Pengobatan harus berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Dalam

kasus RAS yang berat, terapi dengan tetrasiklin topikal harus dipertimbangkan

akan tetapi manfaat yang potensial harus selalu ditimbang terhadap sekerjanya

membuktikan bahwa obat kumur tetrasiklin dapat mempersingkat waktu

penyembuhan dari lesi RAS sampai 50%, akan tetapi ia juga efek samping yang

ditimbulkan seperti erithema multiforme, penyakit gatal dengan bintik-bintik

merah dan kadidiasis terjadi pada beberapa pasien.

Metode penggunaan tetrasiklin topikal yaitu dengan melarutkan isi dari

satu kapsul (250 mg) dalam 50 ml air dan menggunakan campuran ini sebagai

obat kumur sebanyak empat kali sehari. Meningkatkan kontak obat dengan lesi

Page 34: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

34

yang lebih besar bisa dicapai dengan meletakan larutan antibiotik ini pada sebuah

gauze pad dan menggunakannya sebagai kompres secara langsung di atas lesinya.

Pada kasus yang cukup sulit disembuhkan, obat hisap steroid mungkin akan

sangat membantu.

Saat ini perawatan lesi menggunakan laser dapat memberikan efek

berkurangnya rasa sakit segera dan luka akan sembuh dalam 24 sampai 72 jam.

Perawatan ynag diterapkan oleh dokter gigi baru, Debacterol, memberikan efek

pegurangan rasa sakit yang segera dan mempercepat peyembuhan. Debacterol

merupakan suatu agen acidic yang secara kimiawi membakar permukaan luka

tersebut, mensterilkannya dan menutup akhiran syaraf nyeri.

Direkomendasikan suatu diet sehat dengan penambahan suplemen vitamin.

Penggunaan larutan obat kumur chlorhexidine atau listerin) menunjukan

berkurangnya frekwensi dari serangan ulkus. Penting juga diperhatikan untuk

menghindari stress. Perawatan topikal (kenalog, lidex gel, decadron rinse) cukup

berguna untuk mengurangi rasa sakit dan durasi dari lesi.

2.1.11 HIV – AIDS

Selama dua dekade, banyak artikel telah membahas mengenai HIV

(Human Immunodeficiency virus) yang dihubungkan dengan berbagai penyakit

dan proses yang infeksius. Penyakit yang terinfeksi HIV disebut AIDS atau

Acquired Immune Deficiency Syndrome. Kasus pertama dari AIDS dilaporkan

terjadi di Amerika Serikat yang direkam oleh CDC (Centers of Diseases Central

and Prevention) pada tahun 1981. Kemudian meningkat hingga pada tahun 2005,

Page 35: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

35

sebanyak 4,1 juta kasus baru yang terinfeksi HIV dengan estimasi sebanyak 2,8

juta jiwa meninggal akibat AIDS. Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan

dari Bali pada bulan April tahun 1987. Sampai akhir Desember 2008, jumlah

kasus sudah mencapai 16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan

jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang.

a. HIV

Infeksi HIV adalah infeksi dengan human immunodeficiency virus, RNA

retrovirus. HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh

manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel -

sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama

limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di

permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia

menunjukkan berkurangnya sel - sel darah putih atau limfosit yang seharusnya

berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang

dengan system kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400 - 1500.

Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada

orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun,

bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol.

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.

Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia,

dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup,

yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing - masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe,

Page 36: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

36

dan masing - masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.

Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan

lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.

Gambar 2.23 Klasifikasi CDC terhadap infeksi HIV

Virus HIV berdiameter 100nm dengan struktur yang terdiri dari:

1. Virus-specific coat protein yang bertindak sebagai antigen, seperti

glycoprotein gp 41 dan gp 120. Glycoprotein gp120 memiliki konfigurasi

“rugger-ball” yang berperan penting pada fase inisial terjadinya infeksi.

2. Matriks protein, dimana p24 bersifat antigenik

3. Genom RNA yang terdiri dari 2 molekul identikal

Gambar 2.24 Struktur HIV

Page 37: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

37

b. AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,

yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh

yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk

melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya

berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain. Seorang pengidap HIV lambat laun

akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan

AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,

parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi

oportunistik.

Rata-rata perkembangan menjadi AIDS adalah 8 sampai 11 tahun pada

kebanyakan orang dewasa, dan tidak sedikit diikuti dengan factor malnutrisi

infeksi malaria. Sayangnya, kebanyakan 1 tahun dari waktu diagnosis ditentukan

dan 95% meninggal dalam 5 tahun. Waktu rata-rata untuk serokonversi setelah

terpapar HIV adalah 3-4 minggu. Kebanyakan akan memiliki antibodi dalam 6

sampai 12 minggu setelah terinfeksi, dan akan terlihat positif setelah 6 bulan.

Gejala serokonversi meliputi demam, malaise, ruam, ulserasi oral, kadang-kadang

diikuti encephalitis dan meningitis. Pada beberapa kasus, bersifat asimptomatik

dan “diam” untuk beberapa tahun ( 1-15 tahun atau lebih ), yang sampai saat ini

belum ditemukan alasannya. Beberapa kasus terjadi PGL ( Persistant Generalized

Lymphadenopaty) dimana terjadi pembesaran kelenjar limfa yang tidak terasa

Page 38: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

38

sakit dan asimetris dan melibatkan submandibular. Dalam hal ini , penderita

termasuk dalam grup A.

Penyakit akan mengalami progress dengan tanda-tanda adanya fatique,

demam, kehilangan berat badan, diare, kandidiasis, hairy leukoplakia, herpes

zoster, dan perianal herpes. Penderita dengan gejala progress seperti ini termasuk

dalam grup B. Sedangkan penderita yang sudah tergantung pada obat-obatan dan

memiliki kofaktor, dengan harapan hidup 18 bulan digolongkan ke dalam grup C.

c. Patofisiologi

Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD)

yang kemudian membelah menjadi bagian 120-kD(eksternal) dan 41-kD

(transmembranosa). Keduanya merupakan glikosilat, glikoprotein 120 yang

berikatan dengan CD4 dan mempunyai peran yang sangat penting dalam

membantu perlekatan virus dangan sel target. Setelah virus masuk dalam tubuh

maka target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas

terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini mempunyai kemampuan untuk

mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan

enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi

mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi

tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Setelah infeksi

primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan

yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus tersebar luas ke

seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan

jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan

Page 39: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

39

setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat

namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini

bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus

yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan

dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam,

dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki

waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan

reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida

dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian.

Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit

klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang

lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut.

HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut

dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi.

Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi

penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga

beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu.

Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan

menimbulkan penyakit.

d. Transmisi HIV secara umum dan tenaga kesehatan

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,

kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa

kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Sebagai seorang tenaga kesehatan

Page 40: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

40

khususnya dokter gigi, sebaiknya menghindari trauma injuri terhadap jarum

suntik, walaupun memiliki resiko rendah infeksi HIV (0,4%). Penelitian

menunjukkan bahwa dokter gigi memiliki resiko terinfeksi HIV dibandingkan

tenaga kesehatan lainnya. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara

menggunkan desinfektan, menjaga lingkungan yang higienis terkhusus pada

ruangan bedah, serta penggunaan instrument sekali pakai.

e. Manifestasi Oral

Indikasi awal dari infeksi HIV dapat bermanifestasi di dalam rongga

mulut, diantaranya seperti terlihat pada gambar 20, yaitu infeksi fungal berupa

kandidiasis oral dengan varian yang paling muncul adalah eritematous dan

pseudomembran, linear gingival erythema, angular cheilitis; infeksi virus berupa

hairy leukoplakia, Kaposi sarcoma, infeksi herpes; infeksi bakteri berupa

gingivitis dan periodontitis; dan lymphadenopahty cervical.

Gambar 2.25 Distribusi Manifestasi Oral pada Infeksi HIV

Kandidiasis oral

Kandidiasis oral dengan varian paling banyak muncul adalah

eritematous dan pseudomembran, adalah manifestasi oral yang paling

umum terjadi pada infeksi HIV, khususnya pada fase awal. Hal ini terbukti

Page 41: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

41

dan sering dijadikan indicator diagnosis serta prognosis terhadap progress

AIDS. Oesophageal candidiasis sering ditemukan bersamaan dengan

kandidiasis oral dan biasanya diterapi dengan obat-obatan golongan –

azole, seperti fluconazole. Erythema candidiasis mengindikasikan bahwa

jumlah limfosit CD4 menurun dibawah 400 sel/mm3 dan pseudomembran

mengindikasikan jumlah limfosit CD4 menurun hingga dibawah 200

sel/mm3. Adanya temuan kandidiasis pada pasien terinfeksi JIV

menunjukkan prediksi perkembangan menuju AIDS yang tidak terobati

dalam 2 tahun.

Gambar 2.26 Kandidiasis oral pada HIV

Hairy Leukoplakia

Manifestasi muncul berupa asimptomatik, berwarna putih keabuan,

lesi melekat pada lidah, terjadi secara unilateral ataupun bilateral. Agen

etiology adalah virus Epstein-Barr. Penderita yang terinfeksi HIV dengan

adanya hairy leukoplakia menandakan perkembangan AIDS selama 3

tahun, dan mengarah pada prognosis buruk. Infeksi virus lainnya yang

dapat muncul adalah herpetic stomatitis.

Page 42: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

42

Gambar 2.27 Hairy Leukoplakia

Kaposi Sarcoma

Disebabkan oleh herpes virus 8, sebagai multifocal sistemik tumor,

mengalami proliferasi microvaskular dan proses fibroblastic. Paling sering

muncul akibat transmisi seksual infeksi HIV.

Necrotizing (Ulcerative) Gingivitis and Periodontitis

Penyakit agresif periodontal telah membuktikan apakah seseorang

mengalami infeksi HIV. Penyakit ini dimulai dengan terbentuknya

gingivitis dalam bentuk gingivitis ulseratif akut, dan lebih sering

melibatkan anterior gingival. Pada beberapa pasien yang terinfeksi HIV,

gingivitis bersifat sangat desktruktif, kemudian terjadi periodontitis denga

kehilangan tulang , bentuk sequestrum atau bahkan exfoliasi gigi.

f. Perawatan

Infeksi HIV dapat berakibat fatal, namun terdapat pedoman HAART, yaitu

terdiri dari 2 nucleoside analoque reverse-transcriptase inhibitor, setidaknya 1

protease inhibitor dan/atau 1 non- nucleoside analoque reverse-transcriptase

inhibitor. Alternative lain berupa 1 nucleoside analoque reverse-transcriptase

inhibitor kombinasikan dengan 1 non- nucleoside analoque reverse-transcriptase

inhibitor dan 1 protease inhibitor.

Terapi ARV yang dapat diberikan:

Page 43: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

43

- nucleoside analoque reverse-transcriptase inhibitor : abacavir, didanosine,

tenofovir, stavudine, zidovudine, zalcitabine.

- non nucleoside analoque reverse-transcriptase inhibitor : capravirine,

delavirdine, efavirenz, emivirine, nevirapine.

- Protease inhibitor : amprenavir, darunavir, lopinavir

- Fusion inhibitor : enfuvirtide

- Integrase inhibitor : MK-0518

- CCR5 inhibitor : Maraviroc

2.2 Infeksi Bakteri

2.2.1 Difteri

Difteria adalah sebuah infeksi yang mengancam jiwa disebabkan oleh

Corynebacterium diptheriae. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun

1826. Corynebacterium diptheriae (disebut juga Klebs-Lӧffler bacillus)

ditemukan awalnya oleh Klebs pada tahun 1883 dan diisolasi dalam kultur murni

oleh Lӧffler pada tahun 1884. Manusia adalah reservoir tunggal bakteri ini dan

infeksi didapat melalui kontak dengan orang yang terinfeksi atau pembawanya.

Bakteri ini memproduksi eksotoksin letal yang menyebabkan nekrosis jaringan,

sehingga memberikan nutrisi untuk nekrosis lebih lanjut dan menyebabkan

penyebaran ke perifer. Meskipun begitu, sebuah antitoksin yang efektif telah

tersedia sejak 1913, dan imunisasi telah tersebar di Amerika Utara sejak 1922.

a. Tanda Klinis

Page 44: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

44

Tanda dan simptom dari difteri meningkat pada hari ke-1 sampai hari ke-5

setelah terkena paparan organisme. Simptom sistemik awal, termasuk demam

ringan, sakit kepala, malaise, anorexia, sakit tenggorokan, dan muntah, meningkat

secara bertahap dan mungkin juga menjadi ringan. Dapat menimbulkan luka pada

kulit, namun infeksi utamanya mempengaruhi permukaan mukosa dan

memproduksi eksudat pada nasal, tonsilar, pharyngeal, laryngotracheal,

konjunctiva, atau area genital. Keterlibatan rongga hidung sering diikuti oleh

keluarnya lendir dan darah. Eksudat orofaringeal dimulai dengan keadaan dimana

pada salah satu atau kedua tonsil terdapat lapisan tipis yang terdapat bercak dan

berwana putih kekuningan yang menebal dan membentuk lapisan berwarna abu.

Seiring berjalannya waktu, pada membran tersebut dapat berkembang bercak-

bercak nekrosis berwarna hijau atau hitam. Epitel superfisial adalah bagian yang

tidak bisa dilepaskan dari eksudat ini, dan usaha untuk menghilangkannya sulit

dan dapat menyebabkan perdarahan. Lapisan penutup tersebut dapat terus

berkembang sampai meliputi seluruh palatum lunak, uvula, laring, atau trakea,

yang dapat menyebabkan suara serak dan kesulitan bernafas. Jarang ditemukan

laporan terjadinya perforasi palatum.

Selama epidemik Rusia, ditemukan pasien dengan lesi terisolasi pada

rongga mulut. Pada pasien ini terdapat area nekrosis yang tersebar pada mukosa

bukal, bibir atas dan bawah, palatum lunak dan keras, atau lidah. Lesi lokal seperti

ini jarang terjadi dan membuat diagnosis menjadi lebih sulit.

Keparahan dari infeksi ini berhubungan dengan penyebaran membran.

Obstruksi jalan nafas dapat menyebabkan kematian. Keterlibatan dari tonsil dapat

Page 45: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

45

dapat menyebabkan limfadenopati servikal yang signifikan, dimana hal ini sering

dihubungkan dengan pembesaran edema leher atau yang dikenal dengan bull

neck. Paralisis karena toksin dapat mengenai otot-otot oculomotor, fasial,

faringeal, diafragma, dan intercostal. Paralisis palatum lunak dapat menyebabkan

nasal regurgitation selama penelanan. Keterlibatan oral atau nasal telah

ditemukan meluas kulit daerah perbatasan wajah dan bibir.

Difteri kutaneous dapat terjadi di daerah manapun pada tubuh dengan

karakteristik ulser kronis yang seringkali dihubungkan dengan infeksi gigitan

serangga dan dapat menjadi tempat bagi patogen lainnya seperti Staphylococcus

aureus atau Streptococcus pyogenes. Lesi kulit ini dapat muncul bahkan pada

pasien yang telah divaksin dan biasanya tidak berhubungan dengan manifestasi

toksis sistemik. Ketika diidap oleh wisatawan dari negara berkembang, diagnosis

biasanya tertunda karena tidak spesifiknya tanda klinis dan tingkat kecurigaan

yang rendah. Lesi kutaneus merupakan reservoir yang penting bagi infeksi dan

dapat menyebabkan difteri yang lebih tipikal dan letal pada pengidap yang tidak

terlindungi.

Mesipun jarang terjadi bakteremia, toksin yang bersirkulasi dapat

menyebabkan komplikasi sistemik. Sering terjadi myocarditis dan kepayahan

neurologis dan biasanya ditemukan pada pasien dengan difteri nasofaringeal yang

parah. Myocarditis dapat ditunjukkan sebagai kelemahan yang progresif dan

dyspnea atau menyebabkan gagal jantung kongestif akut. Neurophaty tidak biasa

terjadi pada pasien dengan difteri parah. Paralisis palatal merupakan manifestasi

Page 46: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

46

yang sering terjadi. Dapat terjadi polyneuritis perifer yang menyerupai sindrom

Guillain-Barré.

b. Perawatan

Tindakan perawatan bagi pasien dengan difteri harus dimulai tepat saat

ditetapkannya diagnosis klinis dan tidak boleh ditunda sampai diterimanya hasil

pemeriksaan kultur. Pasien harus diberikan antitoksin yang dikombinasikan

dengan antibiotik untuk mencegah produksi toksin lebih lanjut, untuk

menghentikan infeksi local dan untuk mencegah penularan. Dapat menggunakan

ertiromycin, procaine penicillin, atau intravenous (IV) penicillin. Banyak pasien

tidak lagi infeksius setelah diberikan terapi antibiotik selama 4 hari, namun

beberapa mungkin mempertahankan organisme vital. Pasien tidak dianggap

sembuh sampai didapatkan 3 hasil negatif dari spesimen kultur secara berturut-

turut.

2.2.2 Syphilis (Lues)

Sifilis adalah sebuah infeksi kronis yang tersebar di seluruh dunia yang

disebabkan oleh Tryponema pallidum. Organisme rentan terhadap kekeringan

oleh karena itu, cara penularan utamanya adalah lewat kontak seksual atau kontak

dari ibu pada janin. Infeksi tidak menular dari transfusi darah karena donor telah

melewati pemeriksaan serologis, namun secara teori dapat terjadi penularan lewat

paparan terhadap darah yang terinfeksi karena organisme dapat bertahan hidup

pada darah yang disimpan dalam refrigerator. Manusia merupakan satu-satunya

host alami yang telah terbukti.

Page 47: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

47

Pada pasien dengan sifilis, infeksi ini mengalami perubahan karakteristik

yang melewati tiga fase. Pasien sifilis sangat infeksius selama dua fase pertama,

namun wanita hamil juga mungkin dapat menularkan infeksinya pada janin

selama fase laten. Penularan secara meternal selama dua fase pertama dari infeksi

selalu mengakibatkan keguguran, lahir mati, atau bayi lahir dengan kelainan

kongenital. Semakin lama ibu mulai terinfeksi, semakin kecil kemungkinan janin

tertular. Infeksi pada janin dapat terjadi kapanpun selama masa kehamilan, namun

kecacatan tidak dimulai sampai bulan keempat kehamilan. Perubahan klinis

sekunder pada janin terinfeksi disebut juga sifilis kongenital.

a. Tanda Klinis

Gambaran klinis dari sifilis kongenital adalah 4 beberapa tipe klinis yaitu

tahap primer, sekunder dan tersier bentuk kongenital dan bentuk neonatal. Tahap

primer dari bentuk kongenital diawali dengan timbulnya papula dan nodula yang

keras. Ulserasi pada bibir merupakan gambaran klinis yang paling banyak terjadi.

Ulser keras, berindurasi dan tidak terasa sakit. Terdapat gambaran chancre di intra

oral yaitu seperti ulser yang ditutupi dengan selaput pseudomembran.

Sifilis Primer

Sifilis primer memiliki karakteristik yaitu chancre yang berkembang pada

daerah terinfeksi, dan menjadi jelas secara klinis pada 3 sampai 90 hari setelah

paparan pertama. Mayoritas chancre adalah tunggal, meskipun terkadang

dapat juga menjadi lesi multiple. Daerah yang umumnya terinfeksi adalah

genitalia eksterna dan anus, dan area yang terinfeksi mulai tumbuh lesi papul,

yang dapat berkembang menjadi ulser. Kurang dari 2% chancre terjadi di

Page 48: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

48

lokasi lain, namun rongga mulut adalah lokasi ekstragenital yang paling

umum. Lesi oral biasanya terlihat pada bibir, selain itu juga dapat terlihat pada

lidah, palatum, gingiva dan tonsil (Gambar 1). Bibir atas lebih banyak

terinfeksi pada pria, sedangkan wanita lebih banyak terinfeksi pada bibir

bawah. Beberapa orang menduga hal ini terjadi sebagai gambaran permukaan

yang secara aktif terlibat selama fellatio (oral sex pada genital pria) dan

cunnilingus (oral sex pada genital wanita). Lesi tampak sebagai lesi ulser

dengan dasar yang bersih dan tidak sakit, terkadang tampak sebagai proliferasi

vaskuler menyerupai granuloma pyogenic. Terlihat limfadenopati regional

pada pada mayoritas pasien yang dapat terjadi secara bilateral. Selama masa

ini, organisme menyebar secara sistemik ke saluran limfa, sehingga

menentukan fase infeksi kedepannya. Apabila tidak diobatu, maka lesi awal

akan sembuh 3 sampai 8 minggu.

Gambar 2.28 Chancre pada sifilis primer. Ulserasi pada permukaan dorsal lidah sebelah kiri.

Sifilis Sekunder

Fase berikutnya dari sifilis dikenal dengan sifilis sekunder dan terlihat

secara klinis pada minggu ke 4 sampai ke 10 setelah infeksi inisial. Lesi sifilis

Page 49: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

49

sekunder dapat berkembang sebelum lesi primernya sembuh sepenuhnya.

Selama sifilis sekunder dapat muncul simptom sistemik. Simptom yang paling

umum adalah limfadenopati yang tidak sakit, sakit tenggorokan, malaise, sakit

kepala, kehilangan berat badan, demam, dan sakin mukoskeletal.

Penanda fase ini adalah adanya ruam kutaneus mukopapular difus dan

tidak sakit, yang menyebar dan mengenai telapak tangan dan telapak kaki.

Ruam ini juga dapat mengenai rongga mulut dan tampak sebagai area

mukopapular merah. Ruam ini dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan

parut pada banyak pasien, namun mungkin saja ruam ini dapat mengakibatkan

jaringan parut dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Kurang lebih 30%

pasien memiliki area eksositosis yang jelas dan muksa oral yang spongios

yang dapat berkembang menjadi mukosa berwarna putih dan sensitive yang

disebut mucous patches. Biasanya, beberapa plak yang berdekatan dapat

bersatu dan membentuk pola menyerupai jejak siput yang berkelok-kelok.

Kemudian, dapat terjadi nekrosis epitel superfisial, yang dapat menyebabkan

peluruhan dan paparan terhadap jaringan ikat sehat di bawahnya. Hal ini dapat

terlihat pada permukaan mukosa dimana saja, namun umunya terjadi pada

lidah, bibir, mukosa bukal, dan palatum.

Mucous patches yang meninggi dapat berpusat pada lipatan comissura

yang disebut juga split papules. Lesi papiler yang menyerupai papilloma viral

biasanya muncul selama masa ini dan disebut dengan condyloma lata. Lesi ini

terjadi pada bagian genital atau anal, dapat terjadi juga pada oral. Lesi

multiple adalah lesi yang biasa muncul pada sifilis sekunder. Penyembuhan

Page 50: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

50

secara spontan dapat terjadi pada minggu ke 3 sampai minggu ke 12; namun,

dapat kambuh kembali selama setahun kedepan.

Terkadang, sifilis sekunder dapat menunjukkan lesi yang eksplosif dan

menyebar yang disebut dengan lues maligna, terutama pada pada pasien

dengan kelainan sistem imun. Lesi ini memiliki simptom prodromal yaitu

demam, sakit kepala, dan myalgia diikuti oleh pembentukan ulserasi nekrosis,

yang biasanya mengenai kulit kepala dan wajah. Lesi oral tampak pada lebih

dari 30% pasien yang terinfeksi. Terkadang pasien mengalami malaise, sakit,

dan arthtalgia. Beberapa kasus lues maligna dilaporkan terjadi pada pasien

dengan AIDS, dengan begitu kemungkinan seperti harus diingat apabila

pasien yang terinfeksi HIV memiliki ulserasi atipikal dari kulit dan mukosa

oral.

Gambar 2.29 Sifilis sekunder. Ruam eritematous dari sifilis sekunder mengenai telapak tangan.

Page 51: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

51

Gambar 2.30 Mucous patch pada sifilis sekunder. Plak putih berbatas tegas pada mukosa labial bawah.

Gambar 2.31 Mucous patch pada sifilis sekunder. Plak putih tebal irregular pada sebelah kiri palatum lunak.

Gambar 2.32 Condyloma lata. Nodul multipel yang keras dan sedikit papiler pada permukaan dorsal lidah.

Page 52: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

52

Sifilis Tersier

Setelah tahap kedua, pasien memasuki periode dimana mereka terbebas

dari lesi dan symptom, yang dikenal dengan sifilis laten. Periode laten ini

berlangsung sekitar 1-3 tahun, kemudian (pada sekitar 30% pasien)

berkembang memasuki tahap ketiga, yang dikenal dengan sifilis tersier

termasuk yang paling serius. Dapat mengenai sistem vaskuler secara

signifikan melalui efek dari arteritis sebelumnya. Dapat terjadi aneurysma dari

ascending aorta, hipertofi ventricular kiri, regurgitasi aorta, dan gagal jantung

kongestif. Keterlibatan dari sistem saraf pusat dapat menyebabkan tabes

dorsalis, paralisis general, psikosis, dementia, persis, dan kematian. Dan juga

dapat terjadi lesi pada okular seperti iritis, choroidoretinitism dan Argyll

Robertson pupil (kegagalan bereaksi terhadap cahaya namun merespon

akomodasi).

Terdapat inflamasi granulomatous foci yang tersebar, tidak signifikan

namun lebih berkarakteristik, yang dapat mengenai kulit, mukosa, jaringan

lunak, tulang, dan organ dalam. Daerah aktif dari inlamasi granulomatous ini

dikenal dengan gumma, tampak sebagai lesi nodul keras atau lcer yang dapat

merusak jaringan lebih lanjut.

Lesi intraoral biasanya mengenai bagian palatum atau lidah. Ketika

palatum terinfeksi, biasanya ulser perforasi ke rongga hidung (Gambar 6).

Lidah dapat terinfeksi secara difus oleh gumma dan tampak besar, berlobus,

dan bentuknya tidak beraturan. Pola berlobus ini disebut dengan glossitis

interstitial dan diduga menjadi akibat dari kontraktura (pemendekan dan

Page 53: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

53

pengerasan) dari otot lidah setelah penyembuhan gumma. Atrofi difus dan

hilangnya papilla dorsal lidah disebut dengan glositis luetis (Gambar 7).

Dahulu, atrofi seperti ini diduga lesi prekanker, namun banyak artikel terbaru

membantah hal ini.

Gambar 2.33 Sifilis tersier. Perforasi palatum keras. Gambar 7. Glossitis atrofik pada sifilis tersier. Permukaan dorsal dari lidah

Sifilis Kongenital

Pada tahun 1958, Sir Jonathan Hutchinson menggambarkan perubahan

yang ditemukan pada sifilis kongenital dan dijelaskan sebagai 3 tanda

diagnosis pathognomic, yang dikenal dengan Hutchinson’s triad:

1. Hutchinson’s teeth

2. Keratitis interstitial ocular

3. Tuli akibat kelainan saraf kedelapan.

Seperti kebanyakan triad diagnosis, sedikit pasien yang menunjukkan

ketiga tanda ini secara keseluruhan. Bayi yang terinfeksi sifilis dapat

menunjukkan tanda-tandanya di hari ke 2-3 setelah kelahiran. Temuan dini ini

termasuk pula keterlambatan pertumbuhan, demam, jaundice, anemia,

Page 54: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

54

hepatosplenomegaly, rhinitis, rhagades (kulit circumoral berfisur), dan

makulopapular deskuamative, ulseratif, atau erupsi kulit vesicolobullous.

Bayi yang dapat bertahan tanpa diberi perawatan infeksi biasanya

berkembang menjadi sifilis tersier dengan kerusakan pada tulang, gigi, mata,

telinga, dan otak. Infeksi ini mengubah bentuk dari gigi anterior (Hutchinson’s

incisors) dan gigi posterior (mulberry molar, Fournier’s molar, Moon’s

molar).

Hutchinsons incisor’s menunjukkan lebar mesiodistal gigi yang paling luas

pada bagian sepertiga tengah dari mahkota. Bagian sepertiga insisalnya

meruncing sehingga gigi tampak seperti obeng sejajar. Pada bagian tepi insisal

sering terdapat lekukan hipoplastik sentral. Pada mulberry molar, bagian

oklusal gigi meruncing dengan konstriksi pada permukaan kunyah. Anatomi

oklusalnya abnormal, dengan beberapa gambaran globuler tidak teratur

sehingga menyerupai mulberry.

Keratitis interstitial dari mata tidak tampak saat lahir namun biasanya

berkembang antara umur 5 dan 25 tahun. Mata yang terinfeksi memiliki

permukan kornea opak yang mengakibatkan kehilangan daya melihat. Sebagai

tambahan dari Hutchinson’s triad, dapat juga terlihat beberapa perubahan

seperti deformitas saddle-nose, palatum yang tinggi, tonjolan pada frontal

(frontal bossing), hidrosefalus, retardasi mental, gumma, dan neurosifilis.

Page 55: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

55

Gambar 2.34 Hutchinson’s incisors pada sifilis kongenital. Gigi geligi dengan mahkota yang meruncing ke arah insisal.

Gambar 2.35 Mulberry molar pada sifilis kongenital. Molar rahang atas menunjukkan permukaan oklusal dengan banyak tonjolan globular.

b. Perawatan

Perawatan untuk sifilis mengharuskan evaluasi dan pendekatan terapeutik

yang disesuaikan secara individual. Perawatan pilihan adalah dengan penicillin.

Dosis dan jadwal pemberian sangat tergantung pada tahapan sifilis, keterlibatan

neurologik, dan status imun. Untuk sifilis primer, sekunder dan sifilis laten dini,

diberikan dosis tunggal dari penicillin G benzanthine long-acting parenteral.

Untuk sifilis laten lanjut dan tersier, diberikan injeksi penicillin intramuskuler

setiap minggu selama 3 minggu. Bagi pasien dengan alergi penicillin, doxycycline

merupakan terapi pilihan kedua, meskipun tetrasiklin, eritromycin, dan

ceftriaxone juga memiliki aktivitas antitreponemal.

Page 56: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

56

Pada 50% pasien sifilis primer dan 90% pasien sifilis sekunder, terjadi

respon inisial yang dikenal dengan reaksi Jarisch-Herxheimer. Proses ini terjadi

untuk melepaskan endotoksin ketika antibiotik membunuh organisme dalam

jumlah besar. Bukti klinis dari reaksi ini terjadi 8 jam setelah injeksi pertama dari

penicillin, dan biasanya diiringi demam ringan, malaise, sakit kepala, dan

eksaserbasi dari lesi kulit atau mukosa. Tanda-tanda dan symptom ini sangat

sementara dan cepat hilang.

Pasien yang menerima perawatan klinis dan serologis dengan penicillin,

harus ingat bahwa T. Pallidum dapat luput dari efek letal terhadap antibiotik bila

organisme berada pada perbatasan nodus limfatikus atay sistem saraf pusat. Oleh

karena itu, terapi antibiotik tidak selalu memberikan penyembuhan total pada

pasien dengan keterlibatan neurologic namun dapat menahan tanda klinis dari

infeksi. Pasien dengan imunosupresi seperti AIDS, mungkin tidak merespon

secara tepat pada antibiotik standar, dan banyak laporan sifilis pada pasien ini

berkembang menjadi neurosifilis meskipun tampak cukup diberikan terapi dosis

tunggal.

Pada penelitian terbaru melaporkan mengenai meningkatnya sifilis pada

pria yang berhubungan seks dengan pria dan tingginya tingkat koinfeksi dengan

HIV. Meskipun melibatkan banyak faktor, kerusakan mukosal yang disebabkan

oleh spiroseta dapat memberikan akses bagi infeksi HIV. Pasien dengan sifilis,

terutama pria yang berhubungan seks dengan pria, harus menjalankan

pemeriksaan HIV.

Page 57: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

57

2.2.3 Gonorrhea

Gonorrhea adalah penyakit menular seksual disebabkan oleh Neisseria

gonorrheae yang dinyatakan sebagai infeksi bakteri yang paling umum dilaporkan

di Amerika Serikat, dengan estimasi jumlah orang terinfeksi adalah sekitar

700.000 sampai 800.000 orang per tahun. Penyakin ini epidemik, terutama di

wilayah perkotaan; di seluruh dunia, jutaan orang terinfeksi setiap tahunnya.

Prevalensi gonorrhea telah berkurang sejak puncaknya di tahun 1975. Tahun

2004, tahun terakhir dengan data komplit dari CDC (Center for Disease

Controls), merupakan tahun dengan tingkat infeksi yang paling rendah yang

pernah dilaporkan. Meskipun begitu, tingkat infeksi di Amerika Serikat masih

tinggi dibandingkan negara industry lainnya, dan kelompok tertentu dari populasi,

seperti mereka dengan keadaan sosioekonomi atau pendidikan yang rendah,

pengguna narkoba injeksi, para tuna susila, pria homo seksual, dan personil

militer merupakan kelompok dengan risiko tinggi. Tidak seperti penyakit menular

seksual lainnya, pada gonorrhea wanita sedikit lebih banyak tertular dibandingkan

dengan pria. Meskipun tingkat infeksi terus menurun di semua ras, ras Afro-

amerika terinfeksi 19 kali lebih sering daripada mereka yang berkulit putih.

a. Tanda Klinis

Infeksi menyebar melalui kontak seksual, dan mayoritas lesi terjadi pada

area genital. Infeksi tidak langsung jarang terjadi karena organismenya sensitive

terhadap kekeringan dan dan tidak dapat berpenetrasi secara utuh ke epitel

skuamosa yang berlapis-lapis. Masa inkubasi biasanya berlangsung 2-5 hari. Area

Page 58: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

58

yang terinfeksi sering terlihat mengeluarkan purulen secara signifikan, namun

sekitar 10% pria dan 80% wanita yang mengidap gonorrhea adalah asimptomatik.

Lokasi yang paling sering terinfeksi pada pria adalah uretra, yang

menyebabkan pengeluaran purulent dan diuria. Daerah yang kurang umum

termasuk diantaranya daerah anorectal dan faringeal. Cervix adalah daerah utama

yang terinfeksi pada wanita, dengan keluhan utama adalah meningkatnya cairan

vagina, perdarahan inter-menstruasi, gatal pada genital, dan dysuria. Organisme

mungkin akan berjalan naik ke uterus dan ovarian tubes sehingga dapat

menyebabkan komplikasi gonorrhea yang paling penting bagi wanita yaitu

penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease (PID)). Simptom dari PID

adalah kram dan perdarahan abnormal, baik ringan maupun berat.

Antara 0,5% sampai 3% pasien gonorrhea yang tidak diobati akan

mengidap infeksi gonokokal yang menyebar dari bakteremia sistemik. Tanda yang

paling umum dari penyebaran (diseminasi) adalah myalgia, arthralgia,

polyarthritis, dan dermatitis. Pada 75% pasien dengan penyakit diseminasi

memiliki ruam kulit yang khas. Lesi dermatologis terdiri dari papula dan pustula

yang sering memperlihatkan komponen perdarahan dan terjadi terutama pada

ekstremitas. Perubahan sekunder yang jarang terjadi pada septikemi gonokokal

diantaranya demam, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan lesi mukosa oral

pada palatum lunak dan orofaring, yang menyerupai ulser aphtous.

Prevalensi dari oral sex yang meningkat diduga terjadi karena

kesalahpahaman bahawa oral sex adalah praktek seksual dengan risiko yang

rendah dan merupakan alternatif aktivitas seksual tinggi risiko seperti anal

Page 59: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

59

maupun vaginal sex. Banyak kasus gonorrhea merupakan akibat dari fellatio (oral

sex pada genital pria), meskipun gonorrhea orofaring mungkin adalah akibat dari

septikemi gonokokal, berciuman, cunnilingus (oral sex pada genital wanita). Oleh

karena itu, manyoritas kasus gonorrhea orofaring dilaporkan pada wanita dan pria

homoseksual. Masalah lainnya adalah gonorrhea faringeal biasanya asimptomatik,

sehingga menunda diagnosis dan terus menyebar. Pada pemeriksaan terbaru

terhadap 200 pria dengan gonorrhoea uretral, lebih dari 50% mengaku

berhubungan seks dengan pria, dan 58% dari kelompok pria yang berhubungan

seks dengan pria teridentifikasi bahwa oral sex sebagai faktor risiko tunggal dari

infeksi mereka.

Daerah orofaring yang paling umum terinfeksi adalah faring termasuk di

dalamnya uvula dan tonsil. Meskipun biasanya gonorrhoea faringeal itu

asimptomatik, namun pasien dapat merasa sakit tenggorokan ringan atau sedang,

yang disertai eritem orofaringeal difus dan nonspesifik. Tonsil yang terinfeksi

biasanya menunjukkan edema dan eritem, seringkali disertai pustula kecil yang

berbintik dan menyebar. Meskipun infeksi faringeal dapat sembuh spontan tanpa

gejala sisa yang merugikan, tindakan perawatan tetap penting untuk mengurangi

potensi penyebaran infeksi.

Lesi pernah dilaporkan terjadi pada bagian anterior dari rongga mulut,

dimana area yang terinfeksi terlihat eritem, berpustula, erosif, dan berulser.

Terkadang, infeksi ini menstimulasi terjadinya necrotizing ulcerative gingivitis

(NUG), namun beberapa dokter melaporkan bahwa tidak ada bau mulut, hal ini

Page 60: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

60

menunjukkan tanda penting dari penyebab sebenarnya. Dapat juga muncul

limfadenopati mandibular atau servikal.

Selama kelahiran bayi, dapat terjadi infeksi pada mata bayi dari ibu

terinfeksi yang asimptomatik. Infeksi ini disebut gonococcal ophtalmia

neonatorum dan dapat dengan cepat menyebabkan perforasi pada bola mata dan

kebutaan. Tanda umum dari infeksi ini termasuk diantaranya konjunctivitis dan

keluarnya mucopurulent dari mata.

Gambar 2.36 Gonnorhea. Nekrosis, purulent, dan pendarahan dari gingiva anterior pada mandibula.

b. Perawatan

Perawatan primer untuk gonorrhoea adalah dengan fluoroquinolon seperti

ciprofloxacin, levofloxacin, atau ofloxacin namun, terjadi peningkatan resistensi

pada pria yang berhubungan seks dengan pria, dan pada mereka yang terinfeksi di

Asia, Pulau Pasifik (termasuk Hawaii), dan California. Meskipun ciprofloxacine

oral tetap menjadi langkah awal terapi bagi kebanyakan pasien, mereka yang

memiliki risiko resisten harus menerima injeksi ceftriaxone intramuskular.

Cefixime oral juga efektif namun saat ini tidak tersedia di Amerika Serikat dalam

Page 61: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

61

formulasi yang tepat. Pasien dengan gonorrhoea berisiko terkena penyakit

menular seksual lainnya.

Pemeriksaan ulang direkomendasikan 1 sampai 2 bulan setelah terapi. Hal

yang paling sering menjadi penyebab untuk kegagalan terapi adalah terulangnya

paparan terhadap pasangan yang seringkali asipmtomatik. Maka dari itu, pasangan

seksual terakhir juga disarankan untuk melakukan perawatan. Infeksi yang benar-

benar resisten harus dibuat kultur dengan pemeriksaan antimikrobial dan pilihan

dari alternative antibiotik yang tepat. Prophylactic ophthalmic erythromycin,

tertasiklin, atau silver nitrat diaplikasikan pada mata bayi untuk mencegah

terjadinya gonococcal ophtalmia neonatorum.

2.2.4 Tuberculosis

Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi granulomatous yang

menyerang pada sistem pernafasan. Etiologi dari tuberculosis adalah bakteri

Mycobacterium Tuberculosis. Bentuk lesi intra oral bergantung dari perjalanan

penyakit pada paru-parunya. Insidensi lebih berat pada pasien

immunocompromised.

Gambaran klinis pada penyakit Tuberculosis terdapat lesi ulser kronis

yang tidak sembuh-sembuh disertai indurasi, bagian pinggiran dari ulser terdapat

peninggian, terdapat lesi intrabony yang lisis dan terdapat gambaran radiologi

seperti gambaran osteomyelitis. TB oral primer biasanya melibatkan gingiva,

muccobucco fold, dan area inflamasi yang dekat dengan gigi atau daerah

ekstraksi; lesi oral sekunder biasanya terlihat pada lidah, palatum, dan bibir. Lesi

Page 62: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

62

oral primer biasanya dikaitkan dengan pembesaran nodus limfatikus.

Osteomyelitis tuberculosis telah dilaporkan terjadi pada rahang dan pada

gambaran radiografi tampak radiolusen yang tidak jelas.

Gambar 2.37 Tuberculosis. Ulserasi muskoa kronis dari permukaan ventral lidah sebelah kanan

Gambar 2.38 Tuberkulosis. Area bergranula dan ulserasi pada alveolar ridge rahang bawah dan dasar mulut.

Meminum susu yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi

mycobacterial yang disebut dengan scrofula. Scrofula tampak sebagai pembesaran

jaringan limfoid orofaringeal dan nodus limfatikus servikal. Seringkali nodus

yang terkena berkembang menjadi nekrosis caseous (jaringan membentuk massa

yang kering dan padat seperti keju) dan membetuk saluran sinus melewati kulit di

atasnya. Pada area nodus yang terlibat, secara radiografi tampak sebagai nodus

Page 63: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

63

limfatikus yang terkalsifikasi yang menyerupai sialolit. Keterlibatan paru-paru

tidaklah umum pada pasien dengan scrofula.

Gambar 2.39 Tuberculosis. Pembesaran beberapa nodus limfatikus servikal.

Gambar 2.40 Tuberculosis. Fistula submandibular sekunder karena keterlibatan nodus limfatikus servikal dibawahnya.

Pada pemeriksaan mikroskop pada pemeriksaan ziehl-nielsen ditemukan

mikroorganisme penyebab. Diagnosis ditegakkan dengan melihat gambaran klinis

dan lesi yang persistensi, berdasarkan pemeriksaan histopatologis, tes tuberkulin

dan tes mantoux, dan pemeriksaan kultur jaringan. Diagnosis banding squamous

sel carcinoma, sifilis, infeksis mikosis, ulser traumatic dan lyphoma. Perawatan

Page 64: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

64

untuk tuberkulosis diberi pengobatan sistemik seperti isoniazid, rifampin, dan

streptomisin.

Gambar 2.41 Gambaran osteomyelitis pada tuberculosis

a. Perawatan

M. tuberculosis dapat bermutasi dan meningkatkan resistensinya terhadap

obat agen-tunggal. Untuk melawan kemampuan ini, maka diberikan terapi pilihan

dengan multi-agen bagi infeksi aktif, dan perawatan biasanya meliputi dua tau

lebih obat aktif yang dikonsumsi untuk beberapa bulan atau tahun ke depan.

Prosedur yang biasanya digunakan terdiri atas dosis 8 minggu dari isoniazid,

rifampin, dan pyrazinamide, diikuti dengan dosis 16 minggu dari isoniazid dan

rifampin. Pengobatan awal lainnya termasuk juga ethambuthol dan streptomycin.

Angka kekambuhan terjadi hampir 1,5%. Dengan perubahan dosis dan jadwal

pemberian, respon terapi pada pasien dengan AIDS berhasil baik, namun

kekambuhan dan perkembangan infeksi juga dapat terjadi.

2.2.5 Noma (Cancrum Oris; Orofacial Gangrene; Gangrenous stomatitis;

Necrotizing Stomatitis)

Page 65: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

65

Istilah noma berasal dari bahasa Yunani: nomein, yang artinya melahap.

Noma adalah infeksi rapid progresif, polimikrobial, dan opurtunistik yang

disebabkan oleh komponen flora oral normal yang menjadi pathogen selama masa

imun kompromis. Fusobacterium necrophorum dan Prevotella intermedia diduga

menjadi pemain kunci pada proses dan berinteraksi dengan satu atau lebih

organisme bakteri, dan yang paling umum terlibat adalah Borrelia vincentii,

Porphyromonas gingivalis, Tannerela forsynthesis, Treponema denticola,

Staphylococcus aureus, dan Streptococcus spp. nonhemolitik. Faktor predisposisi

yang dilaporkan adalah:

1. Kemiskinan

2. Malnutrisi dan dehidrasi

3. Oral hygine yang buruk

4. Sanitasi yang buruk

5. Air minum yang tidak aman

6. Hidup dekat dengan hewan ternak yang berantakan (tidak bersih)

7. Penyakit baru-baru ini

8. Keganasan

9. Kelainan imunodefisiensi, termasuk AIDS

Pada banyak kasus penyakit yang melemahkan memberi kesempatan bagi

noma untuk berkembang. Perkembangan noma seringkali diawali oleh campak.

Penyakit predisposisi lainnya yang umum namun jarang terjadi adalah herpes

simplex, gastroenteritis, dan bronchopneumonia, tidak jarang juga kasus yang

Page 66: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

66

berkaitan dengan keganasan seperti leukemia. Banyak kejadian infeksi diawalai

sebagai necrotizing ulcerative gingivitis (NUG).

a. Tanda Klinis

Noma biasanya muncul pada anak usia 1-10 tahun, meskipun dapat juga

terjadi pada orang dewasa dengan penyakit yang melemahkan seperti diabetes

mellitus, leukemia, limfoma, dan infeksi HIV. Infeksi biasanya dimulai pada

gingiva sebagai NUG, yang dapat berkembang baik ke fasial atau lingual dan

melibatkan jaringan lunak sekitarnya dan membentuk area yang disebut

necrotizing ulcerative mucositis. Zona nekrosis juga dapat berkembang pada

jaringan lunak yang tidak berhubungan dengan gingiva, terutama pada area

trauma. Nekrosis ini dapat berkembang ke jaringan yang lebih dalam selama

beberapa hari ke depan, dapat berkembang pula zona berwana hitam kebiruan

pada kulit diatasnya.

Gambar 2.42 Necrotizing ulcerative mucositis. A. Nekrosis jaringan lunak yang luas pada palatum lunak sebelah kiri. B. Daerah penyembuhan dari necrotizing

ulcerative mucositis 6 hari setelah terapi tetrasiklin

Page 67: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

67

Gambar 2.43 Noma. Nekrosus orofasial kehitaman dan ekstensif pada pipi kanan seorang pasien imunokompromis

Tidak seperti infeksi lainnya, proses infeksi ini tidak mengikuti lapisan

kulit dan cenderung menyebar ke lapisan anatomis seperti otot. Area pewarnaan

ini juga menjadi area nekrosis berwarna kekuningan yang juga sering menyebar

ke tulang terdekat, mungkin dapat terjadi osteomyelitis dengan area yang luas.

Biasa terjadi bau mulut, sakit yang signifikan, demam, malaise, takikardi,

meningkatnya angka pernafasan, anemia, leukositosis, dan limfadenopati regional.

Lesi dapat bertambah pada area yang jauh seperti kulit kepala, leher, telinga,

bahu, dada, perineum, dan vulva.

Mayoritas anak yang terinfeksi mengalami berhentinya pertumbuhan

(pengerdilan). Diduga bahwa keterlambatan pertumbuhan intrauterine atau

kelahiran premature dapat menjadi predisposisi bagi perkembangan noma

kedepannya. Beberapa lainnya menduga bahwa infeksi dengan virus herpes,

seperti sitomegalovirus, dapan menurunkan imun dan meningkatkan

perkembangan noma.

b. Perawatan

Page 68: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

68

Selain pemberian antibiotik yang tepat dan perawatan luka, klinisi juga

harus memberi perhatian pada perbaikan nutrisi, hidrasi, dan keseimbangan

elektrolit. Penisilin dan metronidazole adalah terapi antibiotik pertama untuk

necrotizing stomatitis. Terapi untuk noma neonatorum adalah dengan melawan

organisme Peudomonas dan terapinya mengandung piperacillin, gentamicin, atau

clyndamycin. Disarankan melakukan debridemen konservatif dari area nekrosis

yang kotor, namun pembersihan yang agresif merupakan kontraindikasi karena

hal tersebut tidak menghentikan proses dan mempersulit rekonstruksi. Tulang

yang nekrosis dibiarkan untuk menahan bentuk wajah namun tidak dihilangkan.

Rekonstuksi harus ditunda sampai 1 tahun kedepan untuk memastikan

penyembuhan total.

Sebelum dikembangkannya antibiotik, angka kematian dapat mencapai

95% dan tetap tinggi pada beberapa negara di dunia. Penyebab kematian

diantaranya adalah komplikasi infeksius seperti pneumonia, diare, dan septikemi.

Infeksi noma dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan ketika tidak fatal.

Tidak jarang terjadi cacat muka yang dapat mempengaruhi masa depat

pertumbuhan dan perkembangan pasien. Rekonstruksi seringkali sangat

menantang dan harus ditunda sampai sembuh total. Dapat terjadi trismus dari

jaringan parut berkaitan dengan keterlibatan mandibular, namun hal tersebut dapat

dilawan dengan cara postoperatif dini dan fisioterapi jangka panjang. Noma

neonatorum lebig berbahaya karena septikemi yang berkaitan dengan infeksi

Pseudomonas spp. biasanya bersifat fatal.

Page 69: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

69

2.2.6 Aktinomikosis

Aktinomikosis adalah infeksi bakteri anaerob gram positif yang bercabang

dan berserat. Aktinomisetes merupakan komponen saprofitik normal dari flora

mulut. Daerah kolonisasi pada pasien sehat diantaranya adalah kriptus tonsilar,

plak dan kalkulus, dentin karies, sulkus gingiva, dan poket periodontal. Koloni

pada kriptus tonsilar dapat membentuk massa keras dan cukup besar sehingga

pasien dapat merasa adanya sumbatan pada kriptus. Aktinomikosis paling banyak

disebabkan oleh Actinomyces israelii, lalu kemudian A. viscosus menempati posisi

kedua. Sedangkan A. naeslundii, A. odontolyticus, A. meyeri, A. pyogenes, dan A.

bovis jauh lebih jarang menginfeksi, begitu juga dengan Arachnia propionica dan

Bifidobacterium dantium. Pada kebanyakan kasus, organisme primer ini

bersinergi dengan streptokokus dan stafilokokus.

a. Tanda Klinis

Aktinomikosis dapat menjadi infeksi cengan progresi cepat dan akut, atau

sebagai lesi yang menyebar perlahan dan kronis, hal ini berkaitan dengan fibrosis.

Reaksi supuratif dari infeksi ini dapat menghasilkan flek kuning besar yang

menggambarkan koloni bakteri yang disebut granul sulfur.

Pada area servikofasial, organisme memasuki jaringan melalui area trauma

utama seperti luka pada jaringan lunak, poket periodontal, gigi nonvital, soket

ekstraksi, atau tonsil yang terinfeksi. Infeksi tidak menyebar pada dataran fasia

dan tidak menngikuti rute limfatik normal dan vaskular. Dapat terlihat perluasan

langsung ke jaringan lunak dan nodus limfatikus terlibat bila hanya mereka berada

pada jalur prosesnya. Area fibrosis yang keras membentuk area abses yang lunak.

Page 70: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

70

Infeksi ini dapat meluas ke permukaan dan membentuk saluran sinus. Terasa sakit

yang minimal. Daerah yang umunya terlibat adalah jaringan lunak pada

submandibular, submental, dan pipi, dan daerah pada sudut mandibular adalah

daerah yang paling sering terinfeksi.

Gambar 2.44 Drainase fistula pada area submandibular

Abses lokal tanpa reaksi fibrosis terkait pernah dilaporkan terjadi pada

jaringan lunak dengan trauma minor. Lidah adalah yang paling sering disebutkan,

namun mungkin saja dapat terjadi pada mukosa lainnya. Keterlibatan kriptus

tonsil dapat menghasilkan simptom infeksius. Hiperplasia tonsil diduga menjadi

infestasi sekunder dari aktinomikosis dan tidak merespon antibiotik, hal ini

mungkin terjadi karena lokasi koloni bakteri yang superfisial. Tonsilektomi adalah

perawatan yang paling efektif untuk situasi ini.

Keterlibatan kelenjar saliva tidaklah umum. Kolonisasi intraduktus oleh

organisme dapat menyebabkan infeksi pada kelenjar submandibular dan parotis

sehingga membentuk abses pada rongga submandibular dan masseter. Dapat

terjadi juga infeksi terlokalisir pada duktus kelenjar saliva minor yang dapat

menyebabkan penyumbatan mukus dan sialolit.

Page 71: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

71

Telah dilaporkan terjadinya osteomyelitis actinomycotic dari mandibular

dan maksila. Trauma, infeksi periodontal, gigi nonvital, dan daerah ekstraksi

memberikan akses bagi terjadinya infeksi. Pada pemeriksaan radiografi, gambaran

radiolusen yang tidak jelas dan biasanya dikelilingi oleh daerah radioopak, dapat

ditemukan dengan atau tanpa keterlibatan dari jaringan di atasnya.

Koloni infraboni dari kista dentigerus tanpa penyebaran signifikan secara

klinis dan radiografi juga telah dilaporkan. Keterlibatan lesi inflamasi periapikal

oleh bakteri dapat mengakibatkan lesi yang sulit disembuhkan dengan perawatan

endodontik standar, namun lesi seperti ini akan tetap terlokalisir dan tidak

berkembang menjadi aktinomikosis sevikofasial yang invasif.

b. Perawatan

Perawatan pilihan bagi aktinomikosis pada kasus fibrosis kronis adalah

dengan pemberian antibiotik dosis tinggi jangka panjang disertai drainase abses

dan eksisi saluran sinus. Antibiotik dengan konsentrasi tinggi dibutuhkan agar

bisa masuk ke area supuratif dan fibrosis. Meskipun penicillin tetap menjadi

standar pengobatan tanpa pernah dilaporkan terjadinya resistensi secara in vivo,

namun beberapa klinisi percaya bahwa amoxicillin merupakan antibiotik yang

lebih baik. Peneliti lainnya telah menemukan adanya resistensi penicillin secara in

vitro dan merekomendasikan tetrasiklin yang sama efektifnya dengan penicillin

dan merupakan obat pilihan bagi pasien alergi penicillin. Aktinomikosis

servikofasial dini biasanya merespon pada pemberian penicillin 5-6 minggu.

Pasien dengan infeksi yang dalam mungkin membutuhkan 12 bulan.

Page 72: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

72

Pada kasus osteomyelitis karena actinomycetes, tidak hanya membutuhkan

terapi antibiotik saja. Debridemen yang adekuat merupakan landasan dari terapi

dan menentukan kesuksesan dari terapi antibiotik berikutnya. Dengan kombinasi

bedah, pasien dapat sembuh dengan pemberian penicillin selama 3 bulan. Pada

kasus resisten, harus dilakukan kembali debridemen dan kultur jaringan untuk

menentukan terapi antibiotik selanjutnya.

Beberpa penulis menyatakan bahawa infeksi aktinomikosis akut lokal

lebih dapat dirawat secara konservatif dibandingkan dengan aktinomikosis kronis

dan dalam. Aktinomikosis lokalisata periapikal dan perikoronal, abses lidah, dan

sialadenitis subakut dengan keterlibatan intraductal merespon baik pada

pembedahan jaringan terinfeksi. Pada kasus seperti ini baiknya diberikan

cadangan antibiotik untuk mereka yang mengalami kegagalan bedah eksisi local.

2.3 Infeksi Jamur dan Protozoa

2.3.1 Moniliasis (Kandidiasis)

Moniliasis (kandidiasis) adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur

candida albicans. Biasanya menimpa bayi dan orang dengan kondisi badan lemah

yang resistensinya berkurang oleh beberapa penyakit kronis. Moniliasis neonatal

terjadi sebagai akibat dari kontak langsung dengan mikroorganisme dalam saluran

vagina selama proses kelahiran. Pada anak yang lebih tua, moniliasis adalah

kondisi patologis lingkungan oral karena efek antibiotik spektrum luas dan juga

terjadi pada anak dengan kondisi immunocompromised seperti HIV dan Diabetes.

Page 73: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

73

Infeksi dengan organisme jamur Candida albicans yang seperti ragi

disebut kandidiasis atau orang Inggris menyebutnya, kandidosis. Sebuah nama

yang lebih tua untuk penyakit ini adalah moniliasis; penggunaan istilah ini berasal

dari sebutan kuno Monilia albicans. Anggota lain dari genus Candida, seperti C.

tropicalis, C. hrusei, C. parapsilosis, dan C. guilliermondii, juga dapat ditemukan

secara intraoral, tetapi mereka jarang menyebabkan penyakit. Seperti banyak

jamur patogen lainnya, C. albicans mungkin ada dalam dua bentuk sifat yang

dikenal sebagai dimorfisme. Bentuk ragi dari organisme ini diyakini relatif tidak

berbahaya, tetapi bentuk hifa biasanya dikaitkan dengan invasi jaringan inang.

Kandidiasis biasanya terjadi regional, paling sering di rongga mulut, tetapi

bisa pula sistemik (dan kronis) dengan perluasan ke dalam pharinx dan paru-paru.

Lesi oral ditandai dengan bentuk yang lunak, sedikit lebih tinggi, plak putih, dan

ketika dihapus meninggalkan permukaan mentah dan menyakitkan. Tanda ini

adalah sarana utama klinis untuk bisa membedakan moniliasis dari lesi putih

lainnya yang muncul dalam mulut. Setiap area mukosa oral mungkin akan

terpengaruh, termasuk bibir, yang menjadi terkikis dan retak (terutama pada

komisura labial) menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai perleche.

Diagnosis kandidiasis biasanya dibuat secara klinis, khususnya di masa kanak-

kanak. Diagnosis pasti dapat diperoleh dengan mengoleskan fragmen materi plak

pada slide mikroskopis dan menambahkan materi plak dengan kalium hidroksida

20%. Pengamatan adanya jalinan hifa dan spora mengkonfirmasikan kebenaran

diagnosis.

Page 74: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

74

Gambar 2.45 Gamabaran kandidiasis

Kandidiasis mukosa mulut mungkin menunjukkan berbagai pola klinis.

Banyak pasien akan menampilkan pola tunggal, meskipun beberapa orang akan

menunjukkan lebih dari satu bentuk klinis kandidiasis oral.

a. Perawatan

Beberapa obat antifimgal telah dikembangkan untuk menangani

kandidiasis oral, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangan.

Nistatin

Pada 1950-an nistatin antibiotik poliena adalah pengobatan pertama

yang efektif untuk kandidiasis oral. Nistatin diformulasikan untuk penggunaan

oral sebagai suspensi atau pastiles (lozenge/obat berupa tablet). Banyak pasien

melaporkan bahwa nistatin memiliki rasa yang sangat pahit, yang dapat

mengurangi kepatuhan pasien; Oleh karena itu, rasa harus disamarkan dengan

sukrosa dan agen perasa. Jika kandidiasis adalah karena xerostomia, rendemen

dari persiapan nistatin dapat menyebabkan karies- yang berkaitan dengan

xerostomia pada pasien. Saluran pencernaan yang buruk menyerap nistatin

dan antibiotik poliena lainnya, amfoterisin: Oleh karena itu, efektivitas mereka

tergantung pada kontak langsung dengan organisme candida. Hal ini

Page 75: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

75

membutuhkan beberapa dosis harian sehingga ragi secara memadai terkena

oleh obat. Nistatin dikombinasikan dengan krim atau salep triamsinolon

acetonide dapat dioleskan dan efektif untuk cheilitis angular yang tidak

memiliki komponen bakteri.

Amphotericin B

Selama bertahun-tahun di Amerika Serikat, penggunaan amfoterisin B

dibatasi terhadap pengobatan intravena (IV) dari infeksi jamur sistemik yang

mengancam jiwa. Obat ini kemudian menjadi tersedia sebagai suspensi oral

untuk penanganan kandidiasis oral. Sayangnya, ketertarikan dalam formulasi

obat ini berkurang, dan tidak lagi dipasarkan di Amerika Serikat.

Agen Imidazole

Para agen antifimgal yang berasal dari imidazol dikembangkan selama

1970-an dan merupakan langkah maju yang besar dalam penanganan

kandidiasis. Kedua obat dari kelompok ini yang paling sering digunakan

adalah clotrimazole dan ketoconazole.

Clotrimazole

Seperti nistatin, clotrimazole tidak diserap dengan baik dan harus

diberikan beberapa kali setiap hari. Hal ini dirumuskan sebagai troche yang

rasanya enak (lozenge) dan menghasilkan beberapa efek samping.

Kemanjuran agen ini dalam mengobati kandidiasis oral dapat dilihat pada

Gambar. 6-12. Krim Klotrimazol juga pengobatan yang efektif untuk cheilitis

angular, karena obat ini memiliki sifat antibakteri dan antijamur.

Page 76: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

76

Ketokonazole

Ketokonazol adalah obat antijamur pertama yang bisa diserap di

saluran pencernaan, sehingga memberikan terapi sistemik dengan pemberian

oral. Dosis harian tunggal lebih mudah untuk digunakan bagi pasien; Namun,

beberapa kelemahan telah dicatat. Pasien tidak harus mengambil antasid atau

agen blocking 11.1- karena lingkungan asam diperlukan untuk penyerapan

yang tepat. Jika seorang pasien mengkonsumsi ketokonazol selama lebih dari

2 minggu, maka studi fungsi hati dianjurkan karena sekitar 1 dari 10.000

orang akan mengalami toksisitas hati khusus dari agen. Untuk alasan ini, US

Food and Drug Administration telah menyatakan bahwa ketoconazole tidak

boleh digunakan sebagai terapi awal untuk kandidiasis oral rutin. Selain itu,

ketoconazole telah terlibat dalam interaksi obat dengan antibiotik makrolida

(misalnya. Eritromisin), agen cisapride yang meningkatkan motilitas

pencernaan, dan astemizol antihistamin, yang semuanya dapat berpotensi

mengancam jiwa aritmia jantung.

2.3.1.1 Kandidiasis Pseudomembranosa

Kandidiasis pseudomembranosa adalah infeksi oportunistik yang

disebabkan oleh pertumbuhan jamur permukaan, C. albicans yang berlebihan.

Infeksi ini tampak berupa plak mukosa yang luas, seperti beludru, berwarna putih

dan tidak nyeri sampai plak ini dikerok sehingga meninggalkan permukaan yang

merah, kasar, atau berdarah. Organisme ini memang ada di dalam rongga mulut,

saluran pencernaan, dan vagina. Bayi yang ibunya mengalami infeksi thrush di

Page 77: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

77

vaginanya pada saat melahirkan dan orang dewasa yang mengalami perubahan

mikroflora mulut normal karena pemakaian antibiotic, steroid, atau perubahan

sistemik seperti diabetes, imunodefisiensi, atau kemoterapi paling sering terkena

keadaan ini. Kandidiasis pseudo membrane biasanya diemukan pada mukosa

bukal, lidah dan palatum lunak. Pada pasien penderita asma yang memakai inhaler

steroid, polanya tampak berupa bercak bundar, atau oval berwarna putih

kemerahan pada daerah berkontaknya aerosol dengan palatum. Diagnosis ini

ditentukan melalui pemeriksaan klinis, biakan jamur, atau pemeriksaan mikroskop

langsung dari kerokan jaringan.

Gambar 2.46 Pseudomembranous candidiasis

2.3.1.2 Kandidiasis Hiperplastik Kronis

Kandidiasis Hiperplastik Kronis disebabkan oleh organisme Kandida yang

menembus permukaan mukosa dan merangsang respons hiperplastik. Iritasi

kronis, kebersihan mulut yang buruk dan xerostomia adalah factor

predisposisinya. Jadi perokok dan pemakai gigi palsu biasanya terkena. Diabetes

mellitus dan infeksi HIV juga dapat merupakan kontributor. Daerah-daerah yang

paling sering terkena adalah dorsum lidah, palatum, mukosa bukal, dan komisura

Page 78: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

78

labial. Lesi mempunyai tepi yang sedikit menonjol, permukaan yang lembek

berwarna putih keabuan dan zona merah yang disebabkan oleh kerusakan mukosa.

Kandidiasis hiperplastik kronis tidak bisa dikerok, maka diagnosis harus

dibuat dengan biopsi. Dengan aplikasi agen antijamur topical yang cukup, kondisi

ini akan menghilang.

2.3.1.3 Kandidiasis Eritematosa

Berbeda dengan bentuk pseudomembran, pasien dengan

kandidiasis eritematosa tidak menunjukkan bintik-bintik putih, atau

komponen putih bukan merupakan fitur yang menonjol. Kandidiasis

eritematosa lebih umum daripada kandidiasis pseudomembran, meskipun

sering diabaikan secara klinis. Beberapa presentasi klinis dapat dilihat.

Kandidiasis atrofi akut atau "luka mulut antibiotik," biasanya mengikuti

rangkaian terapi antibiotik berspektrum luas. Pasien sering mengeluh bahwa

mulut merasa seolah-olah telah tersiram air panas. Sensasi terbakar ini

biasanya disertai dengan kehilangan difus/sebaran papila filiform lidah

dorsal, sehingga memerah, penampilan lidah yang "bald".

Gambar 2.47 Kandidiasis Eritematosa

Page 79: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

79

2.3.1.4 Kandidiasis Atropik Akut (Antibiotic Sore Mouth)

Penggunaan antibiotik spectrum luas, terutama tetrasiklin atau steroid

topical dapat menimbulkan kandidiasis atropik akut. Infeksi jamur ini adalah hasil

dari ketidakseimbangan ekosistem mulut anatara Lactobacillus acidophilus dan C.

albicans. Antibiotic yang diminum pasien dapat mengurangi populasi

Lactobacillus dan memungkinkan organisme candida merebak. Infeksi

menimbulkan daerah deskuamasi pada mukosa permukaan yang tampak sebagai

bercak merah atropik dan luas yang menyebabkan rasa terbakar. Lokasi bercak

dapat menunjukkan penyebabnya. Lesi yang ditemukan pada mukosa bukal, bibir

dan orofaring sering menunjukkan adanya penggunaan antibiotik sistemik,

sementara kemerahan dari lidah dan palatum lebih sering terjadi karena

pemakaian tablet isap antibiotik. Jika lidah terkena, hilangnya papilla filiformis

dari permukaan lidah merupakan hal yang biasa ditemukan. Diagnosis dibuktikan

dengan terlihatnya kumpulan organisme atau bentuk hifa pada hapusan sitologis

yang diberi pewarna.

Gambar 2.48 Kandidiasis Atropik Akut

Page 80: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

80

2.3.2 Angular Cheilitis

Angular cheilitis adalah salah satu kelainan yang banyak terjadi pada

daerah sudut mulut. Hal ini dapat disebabkan salah satunya oleh infeksi jamur

Candida Albicans. Etiologi lain dari kelainan ini antara lain adalah trauma

mekanis, bakteri staphylococci dan streptococci, dan defisiensi nutrisi. Rasa tidak

nyaman disebabkan oleh gerak membuka mulut menjadi terbatas. Faktor

predisposisinya mencakup nutrisi yang buruk, hilangnya dimensi vertical, dan

asupan sukrosa yang tinggi.

Kondisi ini ditandai dengan eritema, maserasi, erosi, dan krusta pada

daerah komisura. Umumnya, lesi ini tidak melewati batas mukoutaneus. Sensasi

rongga mulut seperti terbakar dan kering dapat terjadi. Remisi dan eksaserbasi

adalah gejala yang umum. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan penemuan

klinis. Perawatannya mencakup agen antijamur, perbaikan faktor predisposisi, dan

menghentikan kebiasaan buruk.

Gambar 2.49 Angular Cheilitis

2.3.3 Histoplasmosis

Histoplasmosis, infeksi jamur sistemik yang paling umum di Amerika

Page 81: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

81

Serikat, yang disebabkan oleh organisme Histoplasma capsulatum. Seperti

beberapa jamur patogen lainnya. H. capsulatum bersifat dimorfik, tumbuh sebagai

ragi pada suhu tubuh di inang manusia dan sebagai jamur dalam lingkungan alam.

Daerah lembab dengan tanah diperkaya oleh kotoran burung atau kelelawar sangat

cocok untuk pertumbuhan organisme ini. Ulkus ini pada umumnya berbentuk

nodular dan bulat, serta muncul pada bibir, lidah, palatum, gingival, dan mukosa

bukal.

Kondisi ini biasanya muncul sebagai ulserasi variabel soliter yang

menyakitkan dengan durasi beberapa minggu; Namun, beberapa lesi mungkin

memunculkan eritematosa atau warna putih dengan permukaan yang tidak teratur.

Lesi ulserasi memiliki pinggiran yang jelas dan digulung dan mereka dapat

dibedakan secara klinis dari penyakit yang ganas.

a. Perawatan

Pengobatan pilihan adalah Amfoterisin B. intravena terutama dalam kasus

yang parah. Namun, kerusakan ginjal yang signifikan dapat dihasilkan dari terapi

ini oleh karena itu, itraconazole dapat digunakan pada pasien non imuno supresi

karena dikaitkan dengan efek samping yang lebih sedikit, tetapi obat ini

memerlukan dosis harian untuk setidaknya 3 bulan.

Page 82: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

82

DAFTAR PUSTAKA

Dunitz, M. 1999. Hand Book of Oral Disease : Diagnosis and Management.

Thieme New York

Langlais,Robert P. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan. Ed.

4. Jakarta: EGC

Lawler, W., Ahmed, A., Hume, W.J., 1992. Buku Pintar Patologi Untuk

Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Stewart, Ray E. 1982. Pediatric Dentistry : Scientific foundations and clinical

practice. Mosby Company

1. Stewart, Ray E. 1982. Pediatric Dentistry : Scientific foundations and

clinical practice. Chapter 9:Oral Manifestation of infectious Diseases.

Mosby Company:240-248

2. Raon, Tandon S. Textbook of Pedodontics. Chapter 60:Lesions of Oral

Mucosa in children:788-820

3. Neville Brad, Douglas. 2009. Oral and Maxilofacial Pathology, Third

Edition. Chapter 7:Viral Infections:240-284

4. Samaranayake L. Third ed: Essential Microbiology for Dentistry. Elsevier.

Chapter 30:173-175, 243-250

5. Welburry Richard, Monty. 2005. Third Ed: Paediatric Dentistry. Oxford.

6. Heerden Van. 2006. Oral Manifestation of Viral Infection. 48(8):20-24

Page 83: Penyakit Tropis, Infeksi Orofasial, Dan Antibiotika

83

7. Greenberg,dkk, 1994, Ilmu Penyakit Mulut Diagnosis dan Terapi, edisi 8,

Bina Rupa Aksara, Jakarta.

8. Langlais dan Miller., 2000, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang

Lazim, Hipocrates, Jakarta.

9. Wiriwan, Elly, 1998, Tinjauan Klinis Penyakit Mulut, Widya Medika,

Jakarta.

Neville, Brad W. et al. Oral and Maxillofacial Pathology. 3rd ed. Saunders

Elseviers. 2009.

Tandon, Shoba. Textbook of Pedodontics. 1st ed. Paras Publishing. 2001

Stewart, Ray. E. Pediatric Dentistry: Scientific Foundations and Clinical Practice.

Mosby, 1982.

http://emedicine.medscape.com/article/214100-overview