penyakit paru pada immunocompromised

26
BAB I PENDAHULUAN Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antara komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling umum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Alasannya adalah bahwa pasien yang immunocompromised berpotensi rentan terhadap infeksi dari mikroorganisme yang berbeda. Pengalaman menunjukkan bahwa keadaan klinis tertentu menjadi predisposisi bagi pasien terhadap infeksi oleh patogen tertentu. Keadaan terdiri dari epidemiologi spesifik atau paparan lingkungan, jenis defek imun yang mendasarinya, durasi dan keparahan defisiensi imun, dan tingkat perkembangan dan pola kelainan radiologis. Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia, terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik, penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes. 1

Upload: muhammad-nazli

Post on 03-Jan-2016

317 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

BAB I

PENDAHULUAN

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam

berbagai komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antara

komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling

umum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Alasannya adalah bahwa pasien yang immunocompromised berpotensi

rentan terhadap infeksi dari mikroorganisme yang berbeda. Pengalaman

menunjukkan bahwa keadaan klinis tertentu menjadi predisposisi bagi pasien

terhadap infeksi oleh patogen tertentu. Keadaan terdiri dari epidemiologi spesifik

atau paparan lingkungan, jenis defek imun yang mendasarinya, durasi dan

keparahan defisiensi imun, dan tingkat perkembangan dan pola kelainan

radiologis.

Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,

terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi

primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik,

penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-

sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat

keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes.

Banyak patogen paru yang dapat menyerang pasien yang mengalami

disfungsi sistem imun. Patogen lainnya lebih sering ditemui dengan penyebab

tertentu dari keadaan supresi imun. Oleh karena itu, patofisiologi dapat dijelaskan

secara umum dan konteksnya lebih spesifik. Secara konseptual, kerentanan

pneumonia karena imunosupresi berasal dari defek neutrofil, defek

imunoglobulin, atau defek T-sel. Alasan yang mendasari penekanan kekebalan

mungkin menyarankan terjadinya patologi paru tertentu. Agen penyebab yang

bertanggung jawab untuk pneumonia pada pasien immunocompromised sering

berbeda dari yang ditemukan pada pasien yang imunokompeten.

BAB II

1

Page 2: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT PERNAPASAN

Gambar 2.1 : Saluran Pernapasan2

Secara anatomi, fungsi pernapasan dimulai dari hidung sampai ke

parenkim paru. Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang

berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai

respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik

diantara atmosfir dan jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak

berfungsi, dan disebut dengan ”dead space”. Akan tetapi fungsi tambahan dari

konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilakukan

pada bagian ini. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi ini adalah rongga

hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus

nonrespiratorius.4

2

Page 3: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering

disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. Bila ditinjau dari traktus

respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus

utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus

terminalis, bronkiolus, bronkiolus nonrespiratorius. Sedangkan yang bertindak

sebagai bagian respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis,

duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.3

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran

mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut

disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama

dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel

goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet

dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-

rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan

terjaring dalam lapisan mukus. Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke

posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan

bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau

dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus sedangkan

panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang

kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa

sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu tubuh, dan

kelembabannya mencapai 100%.2

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring

merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan

mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga

yang bermuara di dalam trakea dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah

antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama

dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai pelindung jauh

lebih penting. Pada waktu menelan gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan

fungsi sebagai penutupan pintu pada aditus laring, dari epiglotis yang berbentuk

3

Page 4: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

daun, berperanan untuk mengerahkan makanan dan cairan masuk ke dalam

esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, maka

laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu mengeluarkan benda dan

sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.2

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu

kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior agak pipih

(karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan

esofagus. Tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan

kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat

menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.2

Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar

yang terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar.

Paru-paru memanjang mulai dari dari akar leher menuju diagfragma dan secara

kasar berbentuk kerucut dengan puncak di sebelah atas dan alas di sebelah

bawah.3

Diantara paru-paru mediastinum, yang dengan sempurna memisahkan satu

sisi rongga torasik sternum di sebelah depan. Di dalam mediastinum terdapat

jantung, dan pembuluh darah besar, trakea dan esofagus, dustuk torasik dan

kelenjar timus. Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru-paru sebelah kiri

mempunyai dua lobus, yang dipisahkan oleh belahan yang miring. Lobus superior

terletak di atas dan di depan lobus inferior yang berbentuk kerucut. Paru-paru

sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura

oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru lainnya

dipisahkan oleh suatu fisura horisontal menjadi lobus atas dan lobus tengah.

Setiap lobus selanjutnya dibagi menjadi segmen-segmen yang disebut bronko-

pulmoner, mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan

koneknif , masing-masing satu arteri dan satu vena.2

Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut

lobulus. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih

pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir

vertikal. Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan

4

Page 5: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Benda asing yang terhirup

lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan karena arahnya yang

vertikal.2

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus

lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus

menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi

bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli

(kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi

disusun oleh muskulus, fibrosa dan jaringan elastis yang dihubungkan dengan

kuboit epitelium. Bronkiolus terminalis bercabang secara berulang untuk

membentuk saluran yang disebut duktus alveolar. Di sinilah kantong alveolar dan

alveoli terbuka. Alveoli dikelilingi suatu jaringan kapiler. Darah yang mengalami

deoksigenasi memasuki jaringan kapiler arteri pulmoner dan darah yang

mengandung oksigen meninggalkan alveoli untuk memasuki vena pulmoner. Di

jaringan pipa kapiler ini berlangsung pertukaran gas antara udara di dalam alveoli

dan darah di dalam pembuluh darah.3

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus atau kadang-kadang

disebut lobulus primer. Asinus terdiri dari:

1. bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil

atau alveoli pada dindingnya

2. duktus alveolaris, seluruhny adibatasi oleh alveolus

3. sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.2

Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus

alveolaris terminalis. Alveolus (dalam kelompokan sakus alveolaris yang

menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis) dipisahkan dari alveolus

di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini

dinamakan pori-pori kohn. Lubang ini memungkinkan komunikasi antar sakus

alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang

diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Dalam

5

Page 6: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total

seluas lapangan tenis.3

Alveolus merupakan gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler,

maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang

cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps

pada waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan,

yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap

pengembangan waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada waktu

ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel alveolus (tipe II) tergantung dari

beberapa faktor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim

biozintetiknya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi yang memadai dan

aliran darah ke dinding alveolus. Surfaktan merupakan faktor penting dan

berperan sebagai pathogenesis beberapa penyakit rongga dada.2

Hilum adalah cekungan berbentuk segitiga pada permukaan medial cekung

paru-paru. Struktur yang membentuk akar paru memasuki dan meninggalkan

hilum, yang terletak sejajar vertebra torasik kelima sampai ketujuh. Struktur ini

mencakup bronkus utama, arteri pulmoner, vena bronkiolus, dan pembuluh darah

limfatik, yang meninggalkan akar paru-paru. Terdapat juga banyak nodus limfe di

sekitar akar paru-paru.3

Pleura adalah suatu membran serosa yang mengelilingi paru-paru. Pleura

disusun oleh sel-sel epitel datar pada dasar membran dan memiliki dua lapisan.

Pleura viseral melekat kuat pada paru-paru, melapisi permukaan paruparu dan

masuk ke dalam fisura inter-lobus. Pada akar paru, lapisan viseral direflekasikan

kembali menjadi lapisan parietalis yang menghubungkan dinding dada dan

membungkus lapisan diagfragma superior. Kedua lapisan pleura tersebut

bersentuhan. Dinding yang satu dengan dinding lainnya hanya dipisahkan oleh

satu film cair yang memungkinkan mereka menggelinding satu sama lain tanpa

terjadi gesekan. Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga pleura.2

Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu melakukan

pertukaran udara (ventilasi), yang bertujuan menghirup masuknya udara dari

atmosfer kedalam paru-paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke

6

Page 7: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

luar tubuh (ekspirasi). Fungsi pernapasan ada dua yaitu sebagai pertukaran gas

dan. Pengaturan keseimbangan asam basa. Pernapasan dapat berarti pengangkutan

oksigen (O2) ke sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Menurut

Guyton proses ini terdiri dari 4 tahap yaitu:

a) Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari

alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh,

karena masih adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat

dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa

ini disebut volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2

dalam alveoli untuk mengaerasikan darah.

b) Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.

c) Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan

dari sel-sel.

d) Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.4

Untuk melakukan tugas pertukaran udara, organ pernapasan disusun oleh

beberapa komponen penting antara lain:

a) Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot dan saraf perifer

b) Parenkim paru yang terdiri dari saluran nafas, alveoli dan pembuluh darah.

c) Pleura viseralis dan pleura parietalis.

d) Beberapa reseptor yang berada di pembuluh arteri utama.

Sebagai organ pernapasan dalam melakukan tugasnya dibantu oleh sistem

kardiovaskuler dan sistem saraf pusat. Sistem kardiovaskuler selain mensuplai

darah bagi paru (perfusi), juga dipakai sebagai media transportasi O2 dan CO2

sistem saraf pusat berperan sebagai pengendali irama dan pola pernapasan.4

2.2 PENYAKIT PARU PADA PASIEN IMMUNOCOMPROMISED

2.2.1 Infeksi Paru pada Pasien Immunocompromised1,7,8

7

Page 8: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

Istilah “immunocompromised host” menggambarkan seorang pasien yang

berada pada peningkatan risiko infeksi yang mengancam kehidupan sebagai akibat

dari kelainan sistem kekebalan tubuh bawaan atau diperoleh. Selama beberapa

dekade terakhir, populasi pasien immunocompromised host telah berkembang

sangat besar, yang mencerminkan peningkatan penggunaan agen imunosupresif

untuk pengobatan tumor dan penyakit kolagen vaskular dan untuk mencegah

penolakan pada prosedur transplantasi organ. Selain itu, acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS) telah mengakibatkan banyaknya pasien

immunocompromised. Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering

terlibat dalam berbagai komplikasi pada pasien immunocompromised. Di antara

komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah jenis yang paling

umum: yang menyumbang sekitar 75% dari komplikasi paru dan berhubungan

dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis cepat dan akurat

terhadap penyakit paru penting untuk dilakukan, tidak hanya karena morbiditas

dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan infeksi tetapi juga karena

komplikasi yang sering dikaitkan dengan obat yang dipakai untuk mengobati

infeksi.

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam

berbagai komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antara

komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling

umum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Alasannya adalah bahwa pasien yang immunocompromised berpotensi

rentan terhadap infeksi dari mikroorganisme yang berbeda. Pengalaman

menunjukkan bahwa keadaan klinis tertentu menjadi predisposisi bagi pasien

terhadap infeksi oleh patogen tertentu. Keadaan tersebut terdiri dari epidemiologi

spesifik atau paparan lingkungan, jenis defek imun yang mendasarinya, durasi dan

keparahan defisiensi imun, dan tingkat perkembangan dan pola kelainan

radiologis.

Infeksi tergantung pada interaksi antara kerentanan pasien dan organisme

yang terkena. Faktor-faktor lingkungan dan epidemiologi yang penting mencakup

8

Page 9: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

paparan masyarakat, perjalanan, riwayat infeksi sebelumnya, terapi obat (yaitu,

agen sitotoksik atau imunosupresif), splenektomi, dan paparan nosokomial.

Paparan dan Riwayat terjadinya Infeksi

Adanya riwayat menderita TB, tes tuberkulin kulit positif, atau tinggal di

daerah endemik menimbulkan akan kecurigaan tuberkulosis primer atau reaktivasi

TB. Demikian pula, melakukan perjalanan atau tinggal di daerah yang terdapat

histoplasmosis, coccidioidomycosis, atau strongyloidiasis endemik akan

menyarankan hal tersebut sebagai kemungkinan diagnostik. Pasien penderita

AIDS dapat tertular infeksi jamur tertentu, seperti histoplasmosis dan

coccidioidomycosis di luar daerah endemis. Bahkan di daerah nonendemik,

infeksi jamur dapat menyebabkan reaktivasi infeksi laten. Riwayat infeksi ini

penting diketahui, karena infeksi paru yang disebabkan oleh organisme seperti

Mycobacterium tuberculosis, Pneumocystis carinii, Toxoplasma gondii, dan virus

varicellazoster lebih sering disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi baru. Namun,

banyak kasus atau sebagian besar dari tuberkulosis primer dan pada dasarnya

semua kasus infeksi primer dengan P. carinii tidak didapatkan pada orang yang

imunokompeten. Dengan demikian, mungkin sulit untuk mendapatkan riwayat

infeksi pada pasien yang kemudian menjadi immunocompromised.

Akhirnya, terjadinya satu infeksi oportunistik mungkin menandakan kerentanan

terhadap infeksi oportunistik lain yang spesifik. Misalnya, pasien dengan AIDS

yang telah menderita pneumonia akibat P. carinii terjadi peningkatan risiko

terinfeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus serta tingkat

risiko yang sedikit meningkat untuk terjadinya mikosis sistemik.

Terapi Obat yang Menjadi Predisposisi terhadap Infeksi

Kebanyakan obat sitotoksik yang digunakan untuk pengobatan keganasan

atau penyakit autoimun dapat menyebabkan terjadinya neutropenia dan

monositopenia. Obat tersebut juga dapat menyebabkan mucositis dari usus, yang

dapat menyebabkan bakteri gram negatif enterik menyerang dinding usus dan

masuk ke dalam sirkulasi. Dengan demikian, obat sitotoksik memberikan

9

Page 10: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

kerentanan kepada pasien terhadap infeksi yang sama yang menyulitkan keadaan

neutropenia. Kortikosteroid, yang banyak digunakan untuk imunosupresi,

memiliki efek kualitatif dan kuantitatif pada sel-sel kekebalan tubuh. Obat

tersebut menekan jumlah sirkulasi limfosit dan monosit dan menghambat

fagositosis dan aktivitas limfosit, terutama sel T. Dengan demikian, kortikosteroid

dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang terkait dengan defek pada

imunitas yang diperantarai sel dan fagositosis.

Paparan Nosokomial

Pasien immunocompromised yang dirawat di rumah sakit beresiko untuk

mengalami pneumonia nosokomial, setengah dari kejadian tersebut disebabkan

oleh basil anaerob gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, spesies

Enterobacter, spesies Klebsiella, Escherichia coli, dan spesies Acinetobacter.

Kolonisasi orofaringeal terjadi setelah adanya aspirasi ke dalam saluran napas

bagian bawah adalah jalur utama untuk infeksi paru akibat bakteri ini. Kolonisasi

orofaring yang disebabkan oleh intubasi endotrakeal, penggunaan antibiotik,

terapi imunosupresif akut, dan keasaman lambung yang berkurang (akibat

penggunaan antasida atau H2 blocker).

Tingkat keasaman yang rendah memungkinkan bakteri untuk berkembang

biak di perut; dari sanalah bakteri ini berkoloni pada orofaring dan terhisap ke

dalam paru-paru. Ketika pasien immunocompromised mengalami ulkus (akibat

virus herpes simpleks atau infeksi spesies Candida) di rongga mulut, faring, atau

oesophagus, mereka sangat rentan untuk mengaspirasi sekret yang infeksius.

Kelembaban pada peralatan rumah sakit dan pada saluran ventilasi dapat

menyediakan media untuk spesies Legionella dan bakteri gram negatif yang

menyebabkan pneumonia. Pasien yang diberikan di ventilator mekanik sangat

rentan terhadap infeksi tersebut. Kateter intravena yang digunakan dalam waktu

yang lama dapat meningkatkan risiko septikemia. Kateter yang terinfeksi dengan

Staphylococcus aureus, P aeruginosa, atau spesies Candida dapat menyebabkan

emboli paru septik, seperti penyalahgunaan obat intravena. Insiden pneumonia

yang disebabkan oleh beberapa organisme bervariasi di setiap tempat.

10

Page 11: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

2.2.2 Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised5,6

Penyakit pneumonia pada pasien immunocompromised melibatkan infeksi

dan radang pada saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yang

menyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkat

kematian tinggi pada pasien immunocompromised.

Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,

terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi

primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik,

penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-

sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat

keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes.

Banyak patogen paru yang dapat menyerang pasien yang mengalami

disfungsi sistem imun. Patogen lainnya lebih sering ditemui dengan penyebab

tertentu dari keadaan supresi imun. Oleh karena itu, patofisiologi dapat dijelaskan

secara umum dan konteksnya lebih spesifik. Secara konseptual, kerentanan

pneumonia karena imunosupresi berasal dari defek neutrofil, defek

imunoglobulin, atau defek T-sel. Alasan yang mendasari penekanan kekebalan

mungkin menyarankan terjadinya patologi paru tertentu. Agen penyebab yang

bertanggung jawab untuk pneumonia pada pasien immunocompromised sering

berbeda dari yang ditemukan pada pasien yang imunokompeten.

Penyebab infeksi pneumonia pada pasien immunocompromised dapat

meliputi: organisme bakteri, spesies Coccidioides, Cytomegalovirus (CMV),

Tuberkulosis (TB), spesies Histoplasma, spesies Aspergillus, Mycobacterium

avium complex (MAC), pneumonia (carinii) jiroveci (PCP), Influenza , herpes

simplex virus (HSV), varicella-zoster virus (VZV), spesies Legionella, spesies

Nocardia, Cryptococcus neoformans, spesies Mucoraceae, spesies Strongyloides,

spesies Toxoplasma, dan spesies Capnocytophaga.

Penyebab pneumonia non-infeksi pada pasien immunocompromised

meliputi: perdarahan paru, pneumonitis, gagal jantung kongestif, emboli paru,

11

Page 12: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

infark miokard, pneumotoraks, cedera akibat drug-induced, dan cedera akibat

Radiasi x-ray.

Sebuah studi di Kanada menemukan angka kematian sebesar 13,7% pada

pasien immunocompromised yang menderita infeksi pneumonia komuniti. Tingkat

kematian berkorelasi dengan etiologi imunosupresi. Tingkat kejadian kasus pada

pasien dengan TB lebih tinggi pada pasien yang mengalami koinfeksi dengan

HIV. Pada infeksi pneumonia komuniti, angka kematian rawat inap adalah sebesar

9,1%. Sistem stadium klinis yang dapat memprediksi kematian: gejala neurologis,

frekuensi napas meningkat, dan kreatinin meningkat. Pneumonia adalah penyebab

utama infeksi yang berhubungan dengan kematian pada orang tua. Pasien yang

berusia lebih tua dari 90 tahun memiliki dua kali tingkat kematian akibat

pneumonia daripada pasien yang berusia 65-69 tahun. Kematian dari influenza

dan RSV tidak proporsional mempengaruhi orang tua.

2.2.3 Mikosis Paru Pada Pasien Immunocompromised9

Mikosis paru pada pasien Immunocompromised kemungkinan merupakan

suatu progresi infeksi primer atau reaktivasi dari kondisi laten yang akhirnya

bermanifestasi karena kondisi imun yang menurun. Saat ini, di era penggunaan

HAART, belum diketahui pengaruhnya terhadap insiden mikosis paru, karena

diagnosis mikosis paru masih merupakan problem tersendiri. Beberapa spesies

jamur yang sering menjadi etiologi mikosis paru pada pasien

immunocompromised terutama penderita infeksi HIV/AIDS adalah Cryptococcus

neoformans, Apergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum dan Nocardia

asteroides.

Diantara spesies jamur tersebut, C. neoformans yang paling sering

menyebabkan pneumonia (sekitar 15% episode) dibandingkan yang lainnya dan

biasanya terjadi pada fase lanjut infeksi HIV. Infeksi yang terjadi diduga setelah

terhirup udara yang mengandung yeast yang tidak berkapsul, namun mekanisme

sesungguhnya masih belum jelas.

Tanda dan gejala pneumonia tidak spesifik, umumnya berupa demam,

berkeringat, rasa lelah dan sakit kepala, 20 sampai 30% penderita mengeluh

12

Page 13: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

batuk dan sesak, 40% mengeluh nyeri dada. Gambaran radiologis thoraks

umumnya berupa pneumonia interstisial yang difus dengan infiltrat interstisial,

namun gambaran lain seperti konsolidasi fokal atau keseluruhan paru, bayangan

ground-glass, nodul-nodul milier, cavitas, efusi pleura dan limfadenopati hilus

dapat pula ditemukan. Karena gejala dan tanda serta gambaran radiologis thoraks

yang tidak spesifik tersebut, diagnosis infeksi kriptokokal pada paru sangat sulit

dibuat. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan hasil biopsi, dan secara mikroskopis

ditemukan adanya kriptokokus pada jaringan atau granuloma. Namun secara

klinis dan laboratoris, diagnosis dapat ditentukan dengan crytococcal antigen tes

yang sensitif dan spesifik.

Terapi antijamur pada pasien immunocompromised dengan kriptokokis

adalah amfoterisin B intravena dengan dosis 0,7 mg/kgBB/hari selama minimal 2

minggu dan kondisi klinisnya stabil, kemudian diikuti pemberian flukonazol per

oral 400 mg/hari. Setelah infeksi terkontrol, dilanjutkan dengan terapi

maintenance dengan flukonazol 200 mg/hari. Penghentian terapi maintenance ini

dapat dipertimbangkan jika penderita tetap asimptomatis, dengan CD4 >100 . 200

sel/µL selama 6 bulan.

2.2.4 Tuberkulosis Paru Pada Pasien Immunocompromised9,10

Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada

infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-

kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M

tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan

tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi.

Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya tuberkulosis

primer, reaktivasi ataupun reinfeksi berhubungan dengan pola sitokin yang

diproduksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1 melalui produksi interferon-γ

yang berperan defensif terhadap mikobakterium. Pada infeksi HIV, deplesi

limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas terhadap tuberkulosis meningkat.

Di lain pihak, infeksi M. tuberculosis itu sendiri merangsang makrofag

13

Page 14: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

memproduksi TNF-α, IL-1 dan IL-6 yang menyebabkan peningkatan replikasi

virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2

arah (bidirectional pathogenic interactions) yang memperburuk prognosis

penderita.

Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada penderita

infeksi HIV dengan CD4 > 350 sel/µL sama dengan penderita tanpa infeksi HIV,

dimana tuberkulosis terbatas pada paru saja dan gambaran radiologis umumnya

menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas.

Penurunan CD4 < 50 sel/µL sering disertai tuberkulosis ekstrapulmoner.

Gambaran radiologis pada kondisi infeksi HIV yang berat sangat berbeda, dimana

infiltrat dapat terlihat di lobus tengah atau bawah paru, dapat berupa infiltrat

milier (TB milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan. Derajat

imunodefisiensi ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA pada

sputum) dan histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact

lebih mudah didapatkan adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus

secara histopatologi. Seiring dengan menurunnya sistem imun maka kemungkinan

untuk didapatkan BTA pada sputum semakin kecil dan secara histopatologi

gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena semakin sulit terbentuk atau

bahkan tidak terbentuk sama sekali.

Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan

tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus

memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (tabel 1).30

Namun pada beberapa studi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada

penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan

dibandingkan dengan 9 sampai 12 bulan.

BAB III

KESIMPULAN

14

Page 15: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam

berbagai komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antara

komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling

umum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi.

Penyakit pneumonia pada pasien immunocompromised melibatkan infeksi

dan radang pada saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yang

menyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkat

kematian tinggi pada pasien immunocompromised.

Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,

terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi

primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik,

penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-

sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat

keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes.

15

Page 16: Penyakit Paru Pada Immunocompromised

DAFTAR PUSTAKA

1. Yu Whan Oh. Pulmonary Infections in Immunocompromised Hosts: The

Importance of Correlating the Conventional Radiologic Appearance with

the Clinical Setting. Radiology 2000; 217:647–656.

2. Price.S.A, Wilson.L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Bagian 2 edisi 5. Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2002.

3. Tabrani. R. H. Prinsip Gawat Paru. Buku Kedokteran ECG. Jakarta, 2003.

4. Guyton.A.C. Text Book of Medical Physiology, 6th ed, W.B.Sauders

Company. Toronto, 2001.

5. Wallace, David J. Pneumonia in Immunocompromised Patients. Medscape

Reference. Available at URL: http://emedicine.medscape.com/article

/807846. Accessed on July 2012

6. Rano A, Agusti C, Sibila O, Torres A. Pulmonary infections in non-HIV-

immunocompromised patients. Curr Opin Pulm Med. May 2005; 11(3):

213-7.

7. Hughes WT. Pneumonia in the immunocompromised child. Semin Respir

Infect 1987; 2:177–183.

8. Rubin RH, Peterson PK. Overview of pneumonia in the compromised host.

Semin Respir Infect 1986; 1:131–132.

9. Agustriadi, Ommy. Aspek Pulmonologis Infeksi Oportunistik Pada Infeksi

HIV/AIDS. Jurnal FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar, Vol. 9 No. 3 2008.

10. Harries A, Maher D, Graham S. TB/HIV: a clinical manual. 2nd ed.

Geneva: World Health Organization; 2004.

16