penyakit paru obstruktif kronik

25
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.(American Thoracic Society, 1962) B. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa keperawatan dalam menganalisa suatu penyakit PPOK(penyakit paru obstruktif kronik) merupakan suatu komplikasi penyakit seperti asma, emphiema, dan bronkus kronik. Dn nantinya pada saat terjun di lapangan, parawat

Upload: bunga-julia

Post on 27-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ppok

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK )

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat

progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan

partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala

utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok       penyakit

paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran

udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu

kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan

asma bronkhiale.(American Thoracic Society, 1962)

B.    Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa keperawatan

dalam menganalisa suatu penyakit PPOK(penyakit paru obstruktif kronik) merupakan suatu

komplikasi penyakit seperti asma, emphiema, dan bronkus kronik. Dn nantinya pada saat

terjun di lapangan, parawat tidak ragu untuk melakukan tindakan keperawatan dalam

penyakit ini.

C. Sistematika Penulisan

a)     BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan sistematika.

b)     BAB II Judul berisi Definisi PPOK, etiologi PPOK, patofifiologi PPOK, manifestasi klinik

PPOK, klasifikasi PPOK, penatalaksanaan medis PPOK, komplikasi PPOK, Asuhan

keperawatan PPOK.

c)     BAB III Penutup berisi kesimpulan

BAB II

A.  Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak

Page 2: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat

progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan

partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala

utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

B.  Etiologi

1.   Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,

abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak

merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur

orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang

tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif

tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa

kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin

juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

2.   Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3.   Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar

ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan

untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika

dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP

diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.

4.   Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

5.   Infeksi saluran nafas berulang

6.   Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,

lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki

dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD

dibandingkan perokok pria.

7.   Status sosio ekonomi dan status nutrisi

8.   Asma

Page 3: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

9.   Usia

C.  Patofisiologi

Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini

merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,

silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem

eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan

sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang

menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.

Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus

yang kental dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik

pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur

penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka

ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal

terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,

apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran

udara kolaps. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,

dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).

Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.

D.  Manifestasi Klinik

Gejala-gejala umum PPOK yaitu:

   Denyut jantung abnormal

   Sesak napas

   Henti nafas atau nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.

   Kulit, bibir atau kku menjadi biru.

   Batuk menahun, atau disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)

   Batuk berdahak (batuk produktif)

Page 4: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPOK ringan seringkali tidak menimbulkan gejala atau keluhan apapun.PPOK

disebabkan oleh 2 jenis penyakit yaitu Bronkitis Kronik dan Emfisema. Kedua penyakit ini

dapat terjadi bersamaan atau hanya salah satu saja. Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi,

mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan

kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

   Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

   Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

   Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

   Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),

infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

   Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

   Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)

Gambar 1. Alveolus sehat

E.  Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi

atas 4 derajat:

1.   Derajat I: COPD ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan

(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak

menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2.   Derajat II: COPD sedang

Page 5: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),

disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai

mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

3.   Derajat III: COPD berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP

< 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,

penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas

hidup pasien.

4.   Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)

atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung

kanan.

G.  Penatalaksanaan Medis

1.   Tata laksana PPOK stabil

a.   Terapi farmakologis

1)   Bronkodilator

a)   Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

b)   Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

c)   golongan :

-     Agonis -  fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

-     Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

-     Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi  

steroid belum memuaskan

d)   Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis   bronkodilator monoterapi

2)   Steroid

a)   PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

b)   PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

c)   Eksaserbasi akut

3)   Obat-obat tambahan lain

a)   Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodida

-    Antioksidan : N-Asetil-sistein

-    Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

Page 6: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

-    Antitusif : tidak rutin

-    Vaksinasi : influenza, pneumokokus

b.   Terapi non farmakologis

1)   Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

2)   Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.

a)   PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

b)   PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena

gagal jantung, polisitemia.

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat.

Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon

dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi

oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila

PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.

Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi

terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah

cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

3)   Nutrisi

4)   Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik

paru)

Page 7: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

KOMPLIKASI

1.   Bronchitis kronik

a.   Definisi

-     Bronchitis kronik adalah suatu peradangan bronkhiolus, bronkus dan trakea oleh berbagai

sebab. Biasnaya disebabkan oleh virus dan bakteri.(arif muttaqin,2008)

-     Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan

dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.penyebabnya adalah merokok dan pemajan

terhadap polusi. (brunner&suddarth,1997)

b.   Etiologi

1)   Merokok

2)   Polusi udara yang terus menerus

polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga

menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon

3)   Defisiensi-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5% pasien

emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin ini

memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase

4)   Riwayat infeksi saluran nafas

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan

infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.

5)   Virus, bakteri (Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae) dan organism lain

seperti Mycoplasma pneumoniae

c.   Patofisiologi

Page 8: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Pada bronkitis terjadi penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, disebabkan karena

perubahan pada saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih

sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga

oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga menyempit karena hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita bronkitis saat terjadi ekspirasi maksimal, saluran

pernapasan bagian bawah paru akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Hal ini akan

mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang, sehingga penyebaran udara

pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul hipoksia dan sesak napas.

Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang dalam jangka lama dapat menimbulkan kor

pulmonal

d.   Manifestasi klinik

1)   Batuk berdahak.

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien mengalami

batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan

dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

2)   Sesak nafas

Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim dimana

udara dingin dan berkabut.

3)   Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

4)   Wheezing (mengi). Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak

progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut   

5)   Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.

6)   Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah,

menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis

berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-

5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu

e.   Diagnosis

1)   Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak)

dan faktor-faktor penyebabnya.

2)   Pemeriksaan fisik.

Page 9: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

3)   Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai

bising mengi.

4)   Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada

meningkat).

5)   Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.

6)   Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak

jantung berkurang.

7)   Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.

8)   Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan

vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.

f.    Pemeriksaan penunjang

1)   Pemeriksaan radiologi.

2)   Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis

yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

3)   Pemeriksaan fungsi paru.

4)   Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang

KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang

menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang

diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70% (Rubenstein, et al., 2007).

5)   Pemeriksaan gas darah.

6)   Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik sehingga

PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga

vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.

7)   Pemeriksaan EKG.

8)   Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal (hipertrofi atrium

dan ventrikel kanan)

9)   Pemeriksaan laboratorium

g.   Penatalaksanaan medis

Tujuan pengobatan adalah menjaga agar bronkhiolus tetap terbuka dan berfungsi, untuk

memudahkan pembuangan sekresi bronchial dan mencegah infeksi.

1)   Pemberian antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas

2)   Terapi oksigen

Page 10: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

3)   Fisisoterapi untuk mengeluarkan sputum

4)   Bronkodilator: menghilangkan bronkospasme dan mnegurangi obstruksi jalan nafas

2.   Empisema

a.   Definisi

-     Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi

klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal dan disertai

dengan kerusakan dinding alveoli.( arif muttaqin, 2008)

-     Empisema adalah kolapsnya saluran pernapasan halus dan rusaknya dinding alveolus yang

disebabkan oleh asap rokok, udara polusi dan allergen. Ini terjadi penyempitan saluran nafas

akibat edematosik dan peningkatan produksi mucus yang kental

b.   Etiologi

1)   Merokok

2)   Keturunan

3)   Infeksi

4)   Hipotesis elastase-antielatase

c.   Patofisiologi

Pada emfisema, beberapa factor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan

pembengkakan bronki, produksi lender yang berlebihan, kehilangan recoil elastic jalan napas,

dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara kealveoli yang berfungsi.Karena dinding

alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsungdengan kapiler

paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi ( area paru dimana

tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan megakibatkan kerusakan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi

karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida

dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jarring-jaring kalpiler pulmonal

berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian , gagal

jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Sekres

meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitka batuk

yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap

dalam paru-paru yang mengalami emfisema dan memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai dengan peningkatan

Page 11: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

tahanan jalan napas) kealiran masuk dan aliran keluar dari paru-paru. Paru-paru dalam

keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara keluar dan kedalam paru-paru,

dibutuhkan tekanan negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat

harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.Ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan

upaya otot-otot. Sesak nafas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku dn iga-iga terfiksasi

persendiannya. Dada seperti tong (Barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat

kehilangan elastisitas paru  karena kecenderungan yang berkelanjutan dari dinding dada

untuk mengembang.

d.   Manifestasi klinik

1)   Dispnea adalah gejala utama emfisema. Pada inspeksi pasien terlihat barrel chest akibat udara

terperangkap, penipisan masa otot.

2)   Mengi saat ekspirasi

3)   Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan

e.   Pemeriksaan dignostik

1)   Rontgen dada: hiperinflasi paru, pendataran diafragma

2)   Uji fungsi paru: volume residual meningkat

3)   AGD: PaO2 menurun, PaCo2 meningkat atau normal, pH normal atau asidosis

4)   Kimia darah: pemeriksaan antitripsin-1

3.   Asma bronchial

1.   Definisi

-     Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (brunner&suddarth,1997)

-     Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan

derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun dengan hasil pengobatan. (arif

muttaqin, 2008)

2.   Klasifikasi

Ada tiga tipe asma berdasarkan penyebabnya:

a.   Asma intrinsic

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor faktor pencetus yang spesifik,

seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora

Page 12: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik

b.   Asma ekstrinsik

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang  tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema.

c.   Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan

non-alergik.

3.   Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara

sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila

reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus

kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen

bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek

gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme

otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat

meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

Page 13: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan

bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama

selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan

adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel

chest.

4.   Manifestasi klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada

saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga

ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari

asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita

ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada

serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent

chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat

dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

5.   Pemeriksaan laboratorium

a.   AGD

b.   Sputum

c.   Sel eosinofil

d.   Pemeriksaan darah rutin dan kimia

6.   Penatalaksaan medis

a.   Pengobatan non farmakologi

-     Penyuluhan

-     Menghindari faktor pencetus

-     fisioterapi

b.   Pengobatan farmakologi

-     Agonis beta

-     Metilxantin

-     Kortikosteroid

-     Kromolin dan atroven

Page 14: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

G.  Penatalaksanaan Medis

1.   Tata laksana PPOK stabil

a.   Terapi farmakologis

1)   Bronkodilator

a)   Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

b)   Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

c)   golongan :

-     Agonis -  fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

-     Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

-     Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi  

steroid belum memuaskan

d)   Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis   bronkodilator monoterapi

2)   Steroid

a)   PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

b)   PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

c)   Eksaserbasi akut

3)   Obat-obat tambahan lain

a)   Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodida

-    Antioksidan : N-Asetil-sistein

-    Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

-    Antitusif : tidak rutin

-    Vaksinasi : influenza, pneumokokus

b.   Terapi non farmakologis

1)   Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

2)   Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.

a)   PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

b)   PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena

gagal jantung, polisitemia.

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat.

Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon

dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi

Page 15: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila

PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.

Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi

terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah

cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

3)   Nutrisi

4)   Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik

paru)

2.   Tata laksana PPOK berdasarkan derajat

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

   Hindari faktor pencetus

   Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1  / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a.Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b.Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1  / KVP < 70 %

50%  VEP1  80% Prediksi

dengan atau tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a.  Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

 Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30%      VEP 1     50% prediksi

Dengan atau tanpa gejala

 Pengobatan reguler

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Page 16: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

pemeliharaan

b.LABA

c. Simptomatik

 Rehabilitasi

Derajat IV

(PPOK

sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi atau gagal nafas

atau gagal jantung kanan

1.Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a.Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharaan

b.LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan

respons klinis atau eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3.Terapi oksigen jangka panjang bila gagal

nafas

pertimbangkan terapi bedah

3.   Tata laksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK

stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila

infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M

catarrhalis).

   Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

a.   Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

b.   Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada

eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

c.   Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

d.   Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

   Indikasi rawat inap :

a.   Eksaserbasi sedang dan berat

b.   Terdapat  komplikasi

Page 17: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

c.   Infeksi saluran napas berat

d.   Gagal napas akut pada gagal napas kronik

e.   Gagal jantung kanan

   Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

a.   Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

b.   Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg

memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)