penyakit chron

56
Penyakit Crohn Defini si : Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Etiologi : Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan. Tanda dan gejala : Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di

Upload: moerdono-pambudi

Post on 24-Jul-2015

254 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Chron

Penyakit Crohn

Defini si  :Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. 

Etiologi :Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan. 

Tanda dan gejala :Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. 

Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. 

Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. 

Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. 

Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus. 

Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis). 

Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami : - peradangan sendi (artritis) - peradangan bagian mata (uveitis) - lesi pada kulit

Page 2: Penyakit Chron

Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat. 

Pola umum dari penyakit CrohnGejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu :

1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di

dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan

kelemahan menahun4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang

sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

Diagnos is  :Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit. 

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya: - anemia - peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih - kadar albumin yang rendah - tanda-tanda peradangan lainnya. 

Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar. 

Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis (terdapat jaringan granulomatosa. 

CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal. 

PENGOBATANPengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya. 

Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan. 

Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang

Page 3: Penyakit Chron

akan melunakkan tinja. 

Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan. 

Sulfasalazine obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat. 

Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin. 

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang. Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih. 

Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn. 

Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya. 

Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat. 

Page 4: Penyakit Chron

PROGNOSIS

Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus. Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan. 

Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun. 

FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 5: Penyakit Chron

2006

BAB I

PENDAHULUAN

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2

jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit

Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang

mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis

ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal,

hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus

memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.

Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932

sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis

transmural yang melibatkan traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum.

Wilks dan Moxon telah lebih dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa sebagai proses inflamasi

idiopatik yang bersifat kronis dan hilang timbul serta terbatas pada mukosa kolon dan rektum.

Proses inflamasi yang terjadi pada Kolitis Ulserativa relatif homogen pada mukosa yang dimulai

pada rektum dan melibatkan kolon kearah proksimal.

Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan tetapi memiliki

banyak kesamaan gejala klinis dan histopatologi. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa telah

dikenal selama satu setengah abad namun proses inflamasi kronis yang terjadi menimbulkan

kerusakan usus dan sampai saat ini masih merupakan suatu misteri.

Pada referat ini akan dibahas mengenai etiologi, patologi, epidemiologi, gejala klinis,

komplikasi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Penyakit Crohn dan

Kolitis Ulserativa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas. Namun diduga

penyakit ini disebabkan oleh. multifaktor, yang meliputi genetik, pengaruh lingkungan, integritas

mukosa, dan faktor imunologis Beberapa faktor pencetus seperti infeksi, toksin dapat memicu

proses inflamasi dan akan menyebabkan disregulasi respon imunologi mukosa traktus

gastrointestinal pada individu yang rentan.

PATOGENESIS

Beberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:

A. Faktor Genetik

Page 6: Penyakit Chron

Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik. Penelitian epidemiologi menunjukkan

bahwa 25% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD. (penulis lain 10-25%). Pada

kembar monozigot peluang untuk Penyakit Crohn sekitar 42%-58% dan peluang untuk Kolitis

Ulserativa sekitar 6%-17%.

Sampai saat ini telah ditemukan beberapa kelainan kromosom yang berhubungan dengan

Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa atau keduanya. Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen

CARD15 berhubungan dengan Penyakit Crohn. Perinuclear antinetrophil

antibody (pANCA) ditemukan pada 70% penderita Kolitis Ulserativa. Kromosom 5 (5q31), 6

(6p21 dan 19p) sering ditemukan pada penderita IBD.

B. Faktor Lingkungan

Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Akan tetapi, isolasi agen infeksius dari

jaringan IBD tidak dapat membuktikan hubungan antara agen infeksius sebagai etiologi IBD

karena pada IBD sering disertai koloni bakteri oportunistik pada mukosa yang mengalami

inflamasi. Selain itu pemberian antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit IBD.

Sampai ini belum ada data mengenai transmisi secara epidemik agen infeksius pada IBD.

Faktor lingkungan lain yang diduga pencetus IBD adalah stres psikososial, faktor makanan,

seperti pajanan susu sapi atau food additives, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan.

C. Faktor Imunologi

Kelainan respon kekebalan telah diduga mempunyai peranan dalam patogenesis IBD. Pada IBD,

setelah pajanan primer oleh antigen, sistem kekebalan akan mengalami kelainan regulasi yang

bersifat menetap dan bertindak sebagai lingkaran setan yang mengakibatkan proses inflamasi.

Sel T helper/CD4+ mempunyai peran penting dalam kelainan regulasi sistem kekebalan pada

IBD. Sel Th1 menghasilkan interleukin (IL)-2,interferon (INF)-g, dan tumor necrosis

factor (TNF)-a yang merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sel Th1 dan sitokin yang

dihasilkan akan merangsang aktivasi makrofag dan pembentukan granuloma, merupakan

gambaran histologi yang sering ditemukan pada Penyakit Crohn.. Sebaliknya, sel Th2

menghasilkan sitokin seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan merangsang antibody-mediated

immune respons. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktivasi antibodi dan

komplemen lebih sering ditemukan pada Kolitis Ulserativa.

Beberapa penelitian telah membuktikan kelainan autoimun dengan adanya antibodi,immune-

complex complement atau aktifitas limfosit terhadap mukosa kolon, namun semua fenomena ini

tidak berlangsung secara konsisten dan tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit. Selain

itu, adanya kerusakan sel mukosa tanpa disertai adanya agen eksogen spesifik, dan respon

terhadap pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif mendukung kemungkinan mekanisme

kelainan kekebalan. Pada Kolitis Ulserativa ternyata berhubungan dengan prevalens atopi

keluarga, dan umumnya disertai dengan kelainan ekstraintestinal seperti eritema nodusum,

Page 7: Penyakit Chron

artritis, dan uveitis. Akan tetapi, sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan apakah kelainan

kekebalan tersebut mempunyai peranan primer atau sekunder pada patogenesis IBD. Diduga,

kelainan kekebalan poligenik, yang menjelaskan manifestasi klinis yang beragam pada IBD.

Sistem kekebalan humoral lokal saluran gastrointestinal pada IBD diduga mempunyai kelainan.

Pada periode neonatus, defisiensi immunoglobulin A (IgA) sekretori atau fungsi barier mukosa

yang imatur akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein di lumen

usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi peningkatan pajanan terhadap makromolekul dan

sensitasi sistem kekebalan saluran pencernaan terhadap antigen, bakteri atau alergen makanan

dan perubahan sekresi dan komposisi mukus. Pendapat lain mengatakan bahwa local gut

associated lymphoid tissue mengalami sensitasi terhadap antigen, kemudian membentuk

tahapan/dasar yang kemudian hari teraktivasi oleh pajanan cross-reacting antigents melalui

respon imunantibody-dependent cell-mediated.

D. Integritas Epitel

Kelainan barier epitel mukosa akan menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap sistem

kekebalan traktus gastrointestinal diduga sebagai faktor inisial pada IBD. Pada Penyakit Crohn

dijumpai adanya gangguan integritas mukosa yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas

terhadap protein-protein dilumen usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi perubahan

sekresi dan komposisi mukus. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan antibodi spesifik terhadap

protein susu sapi, produk-produk bakteri enterik, dan protein luminal pada penderita Penyakit

Crohn.

PATOLOGI

Inflamasi pada Penyakit Crohn ditandai dengan karakteristik area inflamasi diskret, ulserasi

fokal, aphtae, atau striktur disertai area mukosa yang normal (skip area). Jika mengenai kolon,

sering mengenai kolon ascendens dan jika mengenai daerah anal sering timbul skin tags, fisura

anal, abses serta fistula dan terjadi pada 25% penderita Penyakit Crohn.

Pada Penyakit Crohn terjadi proses inflamasi transmural yang dapat meluas keseluruh lapisan

dinding traktus gastrointestinal dan menyebabkan fibrosis, adhesistriktur, dan fistula. Perubahan

pada mukosa traktus gastrointestinal berupa kriptitis, dan/atau distorsi striktur kripta. Granuloma

nonkaseosus pada lamina propria atau submukosa dapat ditemukan pada lebih dari 50%

penderita. Ditemukannya fibrosis dan proliferasi histiosit di submukosa spesifik untuk Penyakit

Crohn, walaupun perubahan mukosa tersebut dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus yang

lain.

Pada Kolitis Ulserativa, proses inflamasi terbatas pada lapisan mukosa rektum dan kolon.

Inflamasi terbatas pada mukosa dan dan secara kontinyu sepanjang kolon dengan berbagai

macam derajat ulserasi, perdarahan, edema, dan regenerasi epitel. Selain itu pada Kolitis

Ulserativa, terjadi kriptitis, abses kripta, dan terjadi distorsi kripta serta hilangnya sel goblet.

Page 8: Penyakit Chron

Kelainan pada rektum hampir terjadi pada seluruh penderita Kolitis Ulserativa. Inflamsai

dapat terjadi sampai daerah sekum dan mungkin terjadi pada ileum terminal (backwash ileitis).

Pada Kolitis Ulserativa yang berat, setelah epitel mukosa dihancurkan, proses inflamasi

melibatkan daerah submukosa selanjutnya ke bawah menuju daerah muskularis daerah yang

terlibat akan membentuk jaringan pulau-pulau yang dinamakan Pseudopolyps. Penebalan dan

fibrosis dari dinding usus besar sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi pemendekan kolon dan

striktur fokal dikolon pada penyakit yang berlangsung lama. Tidak terjadi pembentukan

granuloma dan fibrosis.

Gambar. Inflammatory Bowel Disease

EPIDEMIOLOGI.

Insidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat

diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3 kasus baru

Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama

angka kejadiannya pada laki-laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih,

didaerah urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens 20%

lebih tinggi pada Penyakit Crohn.

Puncak onset usia IBD bersifat bimodal, dan kasus paling sering terjadi pada usia dekade ke-2

dan ke-3. Pada anak, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25%

kasus baru di populasi berusia <20>

Pada populasi anak, penelitian epidemiologi pospektif dan retrospektif telah dilakukan di

beberapa negara dalam 10 tahun terakhir. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa insidens

Penyakit Crohn 0,2-5,9 per 100.000 anak/tahun, dan insidens Kolitis Ulserativa 0,5-3,2 per

100.000 anak/tahun.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis yang sering

dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis gastrointestinal yang sering

ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa abdomen dan kelainan perianal. Onset klinis

IBD dapat terjadi perlahan (insidious), dengan gejala klinis tidak spesifik gastrointestinal atau

Page 9: Penyakit Chron

gejala ekstraintestinal seperti gagal tumbuh. Hal ini sering menyebabkan terlambat diagnosis

atau diagnosis yang tidak tepat. Gagal tumbuh terjadi pada 10-40% penderita IBD. Gambaran

klinis IBD pada anak tegantung dari lokasi dan luasnsya proses inflamasi traktus gastrointestinal,

gejala klinis ekstrainterstinal, dan akibat penyakit pada tumbuh kembang harus dipertimbangkan

dalam evaluasi diagnosis. Gambaran gejala klinis IBD pada anak dan dewasa seperti tabel

dibawah ini.Gejala Klinis Kolitis Ulserativa Penyakit Crohn

Anak Dewasa Anak DewasaNyeri perutDiarePerdarahan RektumPenurunan berat BadanDemamGagal tumbuhArtritis

71%67%52%39%12%6%16%

33-53%37-80%80-90%43%27%-13%

62-95%66-77%80-92%22-83%14-60%30-33%15-25%

60%60-100%20%34%26-51%-4-7%

Tabel Gambaran klinis IBD

Pada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan), kram periumbilikal,

demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang paling umum dan menandakan

adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan rektum terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis

ekstraintestinal atau gagal tumbuh mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.

Diare yang terjadi terutama disebabkan oleh malabsorbsi akibat inflamasi pada mukosa,

obstruksi parsial yang menyebabkan stasis dan pertumbuhan berlebih dari bakteri, atau dengan

adanya fistula enteroenteral atau enterokolika. Diduga prevalens malabsorbsi pada anak dengan

penyakit Crohn sekitar 17% terhadap laktosa, 29% terhadap lemak, 70% terhadap protein. Diare

berdarah yang menandakan keterlibatan kolon, biasanya disertai nyeri perut dan urgensi untuk

defekasi karena terjadi peningkatan kecepatantransit di kolon dan distensi dari bagian kolon yang

mengalami inflamasi.

Pada umumnya gejala klinis Kolitis Ulserativa berupa diare, peradarahan rektum, nyeri perut,

tenesmus ani dan tinja berdarah yang terjadi secara perlahan (insidious) tanpa disertai gejala

sistemik, berat badan turun, atau hipoalbuminemia. Sekitar 30% anak dengan gejala sistemik dan

disertai diare berdarah, kram, urgensi anoreksi, penurunan berat badan dan demam. Sebagian

dari anak dengan derajat berat akan mengalami kolektomi karena tidak berespon terhadap terapi

medikamentosa.

Gejala ekstraintestinal pada IBD terjadi pada 25-35% penderita. Gejala Klinis ekstraintestinal

yang sering terjadi berupa:Tempat ManifestasiKulit Eritema nodusum, pioderma gangrenosum

Page 10: Penyakit Chron

HatiTulangSendiMataGinjal/urologiHematologiVaskularPankreasLain-lain

Infiltrasi lemak, sclerosing cholangitis, hepatitis kronis, kolelitiasisOsteopenia, aseptik nekrosisArtritis, ankylosing spondilitis, sakro-ilitisUveitis, episkleritis, kerastitisNefrolitiasis, hidronefrosis obstruktif, fistula enterovesikal, glomerulonefritisAnemia (defisiensi zat besi, folat, vitamin B12)Tromboflebitis, vaskulitis, trombosis vena portalPankreatitisGagal tumbuh, terlambat maturasi seksual

Gambar. Gejala Klinis Ekstra intestinal pada IBD

Gejala ekstraintestinal tersebut terbagi menjadi 4 kelompok:

· Kelompok 1 : Secara langsung berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus

gastrointestinal, biasanya respon pada terapi kelainan gastrointestinal (seperti demam dan

anemia)

· Kelompok 2 : Tidak berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus gastrointestinal

(seperti sclerosis cholangitis)

· Kelompok 3 : Akibat dari kelainan traktus gastrointestinal (seperti obstruksi uretra)

· Kelompok 4 : Timbul akibat dari terapi (seperti drug-induced pancreatitis)

Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah,peripheral

form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut, pergelangan kaki, pergelangan

tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua,

adalah bentuk aksial berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi

pada anak.

Gambaran ekstraintestinal yang dapat timbul sebagai gejala awal dan petunjuk pada

Penyakit Crohn adalah kelainan perianal, stomatitis, eritema nodusum, eritema sendi besar,

uveitis, dan jari tabuh serta gagal tumbuh. Kelainan perianal lebih sering terjadi pada penyakit

Crohn dibanding Kolitis Ulserativa berupa skin tags, abses perianal, atau fisura dan fistula yang

tidak nyeri. Artritis dapat terjadi pada 11% kasus dan bersifat monoartikular terutama pada lutut

dan pergelangan kaki atau poliartritis migran tanpa disertai kerusakan sendi atau deformitas.

Page 11: Penyakit Chron

Artritis sering terjadi pada penderita dengan kelainan kolon dan cenderung berhubungan dengan

aktifitas penyakit. Eritema nodusum terjadi pada 5% kasus dan berhubungan dengan aktivitas

penyakitterutama inflamasi pada kolon. Uveitis yang terjadi berupa simtomatik pada 3% anak

dan asimtomatik pada 30% anak. Gagal tumbuh terjadi pada 87% anak, dan disertai dengan

osteoporosis serta gangguan maturasi seksual.

Seperti halnya pada penyakit Crohn, pada Kolitis Ulserativa terjadi gejala klinis

ekstraintestinal. Gejala ekstraintestinal yan sering dijumpai seperti artritis sendi besar, lesi kulit

pioderma gangrenosum atau eritema nodusum (lebih sering pada Penyakit Crohn) dan gagal

tumbuh. Selain itu, insidens kelainan hepatobilier pada Kolitis Ulserativa mencapai 5-10% dan

kelainan yang sering ditemukan adalah sclerosing cholangitis.

Derajat berat gejala klinis Penyakit Crohn terbagi 3 kriteria yaitu:Ringan-sedangDapat mentoleransi diet secara oral tanpa dehidrasi, demam, nyeri perut, massa abdomen, obstruksi, atau penurunan berat badan >10%Sedang-beratTidak respon terhadap terapi derajat ringan-sedang atau gejala demam menetap, penurunan berat badan yang tidak signifikan, nyeri perut, mual dan muntah intermiten (tanpa adanya obstruksi), atau anemia yang signifikan.Berat-fulminanGejala klinis yang persisten meskipun telah mendapat kortikosteroid, atau penderita dengan demam tinggi, muntah persisten, obstruksi intestinal, kaheksia atau abses intra abdominal.

Pada Kolitis Ulserativa, setidaknya terdapat 4 bentuk gejala dan tanda klinis yang

berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.Prodromal (<5%)Kegagalan pertumbuhan, artropati, eritema nodusum, occult fecal blood. Peningkatan LED, nyeri perut tidak khas, atau perubahan pola defekasi.Ringan (50-60%)Diare, perdarahan rektum ringan, nyeri perut, tidak ada gangguan sistemikSedang (30%)Diare berdarah, kram, urgensi, abdominal tendernessGangguan sistemik: anoreksia, penurunan berat badan, panas badan, anemia ringanBerat (10%)Defekasi berdarah >6x/hari, abdominal tenderness dengan atau tanpa distensi, takikardia, panas badan, penurunan berat badan, anemia yang signifikan, lekositosis dan hipoalbuminemia

KOMPLIKASI

Inflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab komplikasi

intestinal tersering pada Penyakit Crohn, sehingga terjadi adhesi, striktur, dan abses, yang

Page 12: Penyakit Chron

meningkatkan resiko obstruksi serta pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan fistula.

Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa keganasan, malnutrisi dan gagal tumbuh. Fistula dapat

terjadi enterokutan, enteroenteral, enterokolika, perirektal, labial, enterovaginal, dan

enterovesikal.

Komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa adalah megakolon toksik dan merupakan

kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah. Anak dengan megakolon toksik mempunyai risiko

tinggi untuk perforasi kolon, sepsis akibat bakteri gram negatif dan perdarahan masif. Selain itu,

komplikasi yang dapat terjadi berupa striktur dan keganasan.

DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

radiologi, gambaran mukosa dengan endoskopi, dan histopatologi.

A. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis yang lengkap tentang gejala gastrointestinal, gejala sistemik, riwayat keluarga, gagal

tumbuh, adanya keterlambatan perkembangan dan kematangan seksual serta manifestasi

ekstraintestinal. Pemeriksaan fisik tanda-tanda dehidrasi, status nutrisi dan gejala ekstraintestinal.

Adanya hipotensi ortostatik, takikardia, distensi abdomen dan adanya massa merupakan indikasi

parahnya penyakit dan memerlukan perawatan.

B. Pemeriksaan Laboratorium

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk IBD. Pemeriksaan

laboratorium dapat membantu dalam menilai keberhasilan pengobatan, petanda inflamasi,

petanda gejala klinis ekstraintestinal dan status nutrisi. Pemeriksaan feses rutin dan biakan

mikroorganisme feses dilakukan untuk eksklusi penyakit infeksi

Dua petanda antibodi spesifik IBD telah diketahui antibodi tersebut adalahperinuclear

antineutrophil cytoplasmic antibody (pANCA) dan antibodi antisaccharomyces

cervisiae (ASCA). Antibodi pANCA ditemukan pada 80% Kolitis Ulserativa dan 45% pada

Penyakit Crohn. Sedangkan antibodi ASCA ditemukan pada 60-70% Penyakit Crohn dan 14%

pada Kolitis Ulserativa. Pada 2 penelitian seroepidemiologi menunjukkan bahwa kombinasi

pANCA positif dan ASCA negatif mempunyai prediksi positif Kolitis Ulserativa sebesar 88-

92%. Sedangkan kombinasi pANCA negatif dan ASCA positif mempunyai nilai prediksi positif

Penyakit Crohn 95-96%.

C. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi abdomen posisi tegak dan terlentang untuk mengevaluasi dilatasi kolon

dan eksklusi obstruksi yang berhubungan dengan ileus, obstruksi, pneumoperitonium karena

perforasi. Barium enema dapat menilai karakteristik dan luas kelainan kolon, akan tetapi tidak

boleh dilakukan pada penyakit akut (active disease), yaitu kolitis aktif karena dapat

menyebabkan dilatasi toksik. Pada kolitis ringan dan sedang tanpa distensi abdomen, barium

Page 13: Penyakit Chron

enema dengan double contrast dapat mendeteksi kelainan mukosa berupa karakteristik lesi,

deformitas sekum, kelainan segmental/seluruh kolon. Pemeriksaan barium enema dapat

menentukan adanya pemendekan vili, hilangnya haustrae, pseudopoli, striktur dan spasme pada

IBD. Pemeriksaan radiologi traktus gastrointestinal atas dengan follow trough sampai dengan

usus halus dapat menentukan ada/tidaknya kelainan pada usus halus. Pada Penyakit Crohn, ileum

terminal tampak rigid, konstriksi, dan nodular dengan deformitas akibat proses inflamasi

transmural. Pada Kolitis Ulserativa dapat ditemukan backwash-ileitis, berupa gambaran mukosa

yang menghilang dan ileum terminal dilatasi tanpa disertai penebalan dinding. Selain itu, tidak

ditemukan kelainan lain dari usus halus pada Kolitis Ulserativa.

Kelainan yang dapat dilihat pada pemeriksaan barium enema dengan double contrastkolon

penderita IBD adalah.

Gambaran stove-pipe

Gambaran rectal sparing

Gambaran thumbprinting

Gambaran skip lesion

Gambaran string sign

Gambaran collar button

Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah ultrasonografi dan CT scan. Pemeriksaan

tersebut terutama untuk menentukan adanya abses intra abdomen.

D. Pemeriksaan Endoskopi

Kolonoskopi secara visual langsung mukosa dengan biopsi mukosa pada kolon dan ileum

termminal merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik pada IBD. Kontraindikasi

kolonoskopi pada kolitis yang berat, karena resiko perforasi, perdarahan dan menginduksi

megakolon toksik.

Kelainan mukosa pada Penyakit Crohn berupa lesi diskret atau aphthae pada mukosa dengan

eksudat sentral dan eritema dan gambaran cobblestone-like appearance. Diantara daerah lesi

terdapat daerah mukosa yang normal (skip area). Pada Kolitis Ulserativa, kelainan mukosa difus

dan kontinyu dengan edema, eritema, dan erosi mukosa serta pseudopolyp.

Kolonoskopi pada penderita IBD dapat digunakan untuk tindakan terapi. Tindakan yang sering

dilakukan berupa dilatasi striktur pada Penyakit Crohn dan injeksi intralesi kortikosteroid

Page 14: Penyakit Chron

(triamnisolon 5 mg pada 4 kuadran) dapat membantu untuk mencegah pembentukan striktur

berulang.

DIAGNOSIS BANDING

Gejala klinis dan ektraintestinal yang beragam menyebabkan diagnosis Penyakit Crohn dan

Kolitis Ulserativa sulit ditegakkan. Beberapa kelainan yang menyerupai IBD adalahChronic

inflamatory-like intestinal disorder seperti enterokolitis karena infeksi(bakteri dan parasit,

kelainan sistem imunitas (seperti gastroenteritis eosinofilik), kelainan vaskular (seperti vaskulitis

sistemik, Henoch-Scholein Purpura, sindrom hemolitik-uremik) dan kolitis Hisrchsprung serta

limfoma intestinal, serta keganasan.

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan

mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup.

Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD.

Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit

nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk

keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan. Sampai saat belum diketahui zat makanan

tertentu yang menyebabkan aktivasi IBD. Pemberian nutrisi enteral mungkin mempengaruhi

proses inflamasi pada Penyakit Crohn, tetapi tidak mempunyai penranan dalam proses inflamasi

pada Kolitis Ulserativa.

A. Terapi Medikamentosa

Medikamentosa yang digunakan untuk induksi remisi, mempertahankan remisi, mencegah dan

mengurangi relaps adalah:

1. Aminosalisilat (ASA), terutama untuk mempertahankan remisi. Dosis tinggi digunakan

untuk induksi remisi.

· Sulfasalasin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis, dapat ditingkatkan sampai 75

mg/kg

· Mesalamin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam2-4 dosis (maksimal 3,2g/hari)

· Olsalazin, dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis

2. Kortikosteroid, untuk induksi remisi. Tidak berperan dalam mempertahankan remisi.

Page 15: Penyakit Chron

· Prednison, dosis: 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi

· Metilprednisolon, dosis: 2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis

3. Imunomodulator, digunakan untuk induksi dan mempertahankan remisi.

· Azathioprine, dosis: 2-2,5 mg/kg/hari dosis tunggal

· 6-Mercatopurin, dosis: 1,5 mg/kg/hari dosis tunggal

4. Anti-tumor necrosis factor untuk induksi remisi

· infliximab merupakan antibodi monoklonal anti-TNF-alfa. Infliximab, dosis: 5

mg/kg dilarutkan dengan 250 ml NaCl fisiologis secara intravena. Infliximab

dosis tunggal untuk Penyakit Crohn derajat moderat-berat atau pada fistula

dengan dosis 5mg/kg dalam 2 jam 3 kali pada minggu 0, 2, dan 6, sering diikuti

pemberian setiap 8 minggu.Data penggunaan infliximab pada Kolitis Ulserativa

tidak sebaik pada Penyakit Crohn.

5. Antibiotika

· Metronidazole, dosis: 30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Metronidazole diberikan

pada kelainan perianal Penyakit Crohn

Terapi medikamentosa pada Kolitis Ulserativa tergantung dari derajat berat dan luasnya

inflamasi. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan proses inflamasi,

menghilangkan gejala klinis, mencegah komplikasi, dan mencegah relaps, serta mempersiapkan

untuk tindakan bedah karena 20% penderita akan mengalami tindakan bedah. Luasnya inflamasi

terbagi menjadi 2 tipe yaitu:

· Tipe distal, inflamasi terbatas pada kolon dibawah fleksura llienalis dan dapat

dicapai dengan terapi topikal

· Tipe ekstensif, inflamasi meluas kearah proksimal dari fleksura lienalis dan

memerlukan terapi sistemik

Pada Penyakit Crohn sampai saat ini belum ada terapi definitif, penatalaksanaan

umumnya terdiri dari terapi medikamentosa dan dukungan nutrisi. Sampai saat

ini, belum ada regimen medikamentosa yang dapat

mempengaruhi outcome jangka panjang Penyakit Crohn.Oleh karena itu, medika

mentosa digunakan untuk serangan eksaserbasi dan mengurangi frekuensi

serangan eksaserbasi.

B.Terapi Bedah

Pendekatan terapi bedah pada IBD tergantung dari jenis dan berat penyakit. Tujuan terapi

bedah pada Kolitis Ulserativa dan Penyakit Crohn berbeda. Karena kelainan Kolitis Ulserativa

terbatas pada kolon, maka total kolektomi merupakan terapi definitif. Akan tetapi, pada

Penyakit Crohn dimana kelainan traktus gastrointestinal dapat terjadi mulai dari mulut sampai

anus, saat ini belum ada terapi bedah definitif.

Page 16: Penyakit Chron

Indikasi bedah Penyakit Crohn adalah:

· Obstruksi traktus gastrointestinal

· Fistula

· Abses

· Perdarahan yang tidak terkontrol

· Megakolon toksik

· Perforasi

· Penyakit fulminan yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa

· Gagal tumbuh dengan kelainan mukosa traktus gastrointestinal yang terbatas

(localized disease)

Indikasi bedah untuk Kolitis Ulserativa adalah:

· Megakolon toksik

· Perdarahan yang masif/tidak terkontrol

· Perforasi

· Prolonged corticostreoid dependent

· Komplikasi akibat kortikosteroid pada penyakit kronis aktif

· Gagal tumbuh setelah mendapat dukungan nutrisi

· Displasia epitel dan resiko tinggi keganasan

· Penyakit yang tidak respon terhadap terapi medikamentosa

· Striktur

C.Peran Probiotik dan Prebiotik

Peranan probiotik dan prebiotik pada IBD masih belum jelas. Akhir-akhir ini banyak

penelitian pemberian probiotik dan prebiotik pada penderita IBD. Probiotik dapat

mengubah flora traktus gastrointestinal dengan mekanisme kompetitif, menghasilkan zat

antimikroba, atau mempengaruhi respon kekebalan lokal. Ada juga yang mengatakan bahwa

interaksi probiotik dengan sel epitel dapat mempercepatpenyembuhan proses inflamasi. Efek

prebiotik dapat ditingkatkan dengan pemberian prebiotik yang dapat merangsang pertumbuhan

probiotik

Pada anak, penelitian probiotik pada IBD menunjukkan bahwa pemberianLactobacillus

casei strain GG pada Penyakit Crohn meningkatkan respons kekebalan IgA traktus

gastrointestinal. Penelitian lain menunjukkan bahwa probiotik dapat memperbaiki gejala kllinis

dan permeabilitas traktus gastrointestinal pada pada penyakit Crohn. Penelitian pemberian

prebiotik dan probiotik (sinbiotik) pada penderita Kolitis Ulserativa mempercepat perbaikan

gejala klinis.

PROGNOSIS

Page 17: Penyakit Chron

Inflamatory bowel disease ditandai dengan periode eksaserbasi dan remisi. Sebagian besar anak

(70%) dengan Kolitis Ulserativa mengalami remisi dalam 3 bulan setelah terapi inisial dan

kurang lebih 50% remisi dalam 2 tahun. Koletomi dalam 5 tahun setelah diagnosis terjadi pada

26% kasus derajat berat dibanding 10% kasus derajat ringan. Anak dengan proktitis, 70% akan

mengalami penyakit lebih ekstensif dikemudian hari.

Hanya 1% anak dengan penyakit Crohn tidak mengalami relaps setelah didiagnosis dan terapi

inisial. Anak dengan ileokolitis cenderung untuk mengalami respon buruk terhadap terapi

medikamentosa. Sekitar 70% anak dengan Penyakit Crohn akan mengalami tindakan bedah

dalam 10-20 tahun setelah diagnosis.

Selain itu, pada IBD cenderung untuk terjadi keganasan pada kolorektal. Resiko keganasan

kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis Ulserativa. Dalam 8-10 tahun

setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor

resiko utama untuk adenokarsinoma adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan

luas colitis (pankolitis > left-sided colitis > proktitis).

BAB III

KESIMPULAN

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2

jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit

Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang

mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis

ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal,

hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus

memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.

Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas. Beberapa faktor

predisposisi terjadinya IBD adalah: Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik, faktor

Lingkungan (stres psikososial, faktor makanan, seperti pajanan susu sapi atau pengawet

makanan, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan), faktor imunologi, integritas epitel.

Insidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat

diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3 kasus baru

Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama

angka kejadiannya pada laki-laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih,

didaerah urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens 20%

lebih tinggi pada Penyakit Crohn. . Pada ana

k, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25% kasus baru di

populasi berusia <20>

Page 18: Penyakit Chron

Gejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis yang sering

dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis gastrointestinal yang sering

ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa abdomen dan kelainan perianal

Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah,peripheral

form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut, pergelangan kaki, pergelangan

tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua,

adalah bentuk aksial berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi

pada anak.

Inflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab komplikasi

intestinal tersering pada Penyakit Crohn, komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa

adalah megakolon toksik dan merupakan kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah

Diagnosis penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

radiologi, gambaran mukosa dengan endoskopi, dan histopatologi.

Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan

mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup.

Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD.

Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit

nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk

keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan

Resiko keganasan kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis Ulserativa.

Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal meningkat 0,5-1% setiap

tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma adalah lama/durasi colitis (terutama lebih

dari 10 tahun) dan luas colitis (pankolitis > left-sided colitis > proktitis).

Page 19: Penyakit Chron
Page 20: Penyakit Chron

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL  “KOLITIS ULSERATIF DAN APENDISITIS”  BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease (IBD)/penyakit inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum diketahui penyebabnya dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda (umur 25 – 30 tahun) wanita dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan sosial ekonomi tinggi. Dari berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di Indonesia belum jelas tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian gastroentologi RSU PN (M Jakarta diperoleh gambaran bahwa terdapat ± 20 kasus Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991–1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18. Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di RS, mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun prevalensi Kolitis ulseratif meningkat. Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak pada bedah emergensi insiden tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 – 30 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks yang disebabkan oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada: Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal lebar, distal menyempit). Orang tua: lumen mengecil/fibrotik. 

Page 21: Penyakit Chron
Page 22: Penyakit Chron

 1B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan. 2. Tujuan Khusus  a. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Kolitis ulseratif dan Apendisitis b. Mampu mengidentifikasi kasus gangguan sistem pencernaan khususnya Kolitis ulseratif dan Apendisitis sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan yang terjadi. c. Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering terjadi pada klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis. C. KEGUNAAN PENULISAN Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar hasil makalah ini dapat dipergunakan sebagai: 1. Kegunaan Ilmiah - Sebagai bahan bacaan  - Sebagai salah satu tugas akademik 2. Kegunaan Praktis Manfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis. 

Page 23: Penyakit Chron
Page 24: Penyakit Chron

 2BAB II  TINJAUAN TEORI 1. Kolitis ulseratif I. DEFINISI Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksasorbasi yang berganti-ganti. II. ETIOLOGI Etiologi belum diketahui faktor genetik tampaknya berperanan dalam etiologi. Otoimunitas berperanan dalam patogenesis. III. GAMBARAN KLINIS Terdapat tiga tipe klinis: 1. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai oleh awitan mendadak disertai diare berdarah, nausea, muntah-muntah yang hebat, demam prognosis jelek dan sering terjadi komplikasi mengakolon toksik. 2. Kolitis ulseratif kronik intermitten (rekuren) Timbulnya cenderung pelan-lean selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung 1 – 3 bulan. Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam diare mungkin ringan, perdarahan ringan dan intermiten biasanya hanya colon bagian distal yang terserang. 3. Kolitis ulseratif kronik kontinyu. Demam dan gejala-gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih berat dan serangan berlangsung 3 atau 4 bulan pada keadaan ini penderita diare terus-menerus colon yang terserang cenderung lebih luas. Defekasi lebih dari 6 x sehari disertai banyak darah dan mucus nyeri kolik hebat. 

Page 25: Penyakit Chron
Page 26: Penyakit Chron

 3IV. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA     Faktor genetik saluran cerna         Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus           Pembengkakan           Ulserasi  Infeksi kuman      Mengeluarkan toksin    Lesi pada   Meningkatnya 

Page 27: Penyakit Chron

Permeabilitas  mukosa usus   motilitas usus meningkat   Pembentukan  Gangguan Kesempatan Sekresi air dan  abses  nutrisi kurang absorbsi << elektrolit    dari kebutuhan  Gangguan  eliminasi BAB  Abses pecah   Diare Gangguan       Metabolisme      air dan elektrolit  Iritasi pada 

Page 28: Penyakit Chron

 Potensial  kehilangan di usus  mukosa  Gangguan cairan dan     integritas elektrolit Isi rongga    kulit  usus >>  Nyeri  Intoleransi   aktivitas Gangguan Dehidrasi Volume cairan kurang    istirahat tidur  dari kebutuhan  Tukak tersebar   Stadium lanjut Tahap kronik Informasi Konsentrasi     kurang CES meningkat   Terjadi  Faktor 

Page 29: Penyakit Chron

Tidak Tekanan  perdarahan yang  psikologis  menggunakan osmotik  terus-menerus  sumber  menurun   Resti anemia Pengulangan Salah CES menurun   dalam periode persepsi    waktu   Shock    Kecemasan Kurang Gangguan    Pengetahuan perfusi     jaringan Keterangan: Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan terjadi reaksi inflamasi di lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi pembengkakan dan ulsarasi 

Page 30: Penyakit Chron
Page 31: Penyakit Chron

 4sehingga menimbulkan kuman untuk berkembang biak dan mengeluarkan toksin sehingga motilitas usus dan permeabilitas meningkat menyebabkan absorbsi kurang dan terjadi diare sehingga dapat timbul masalah keperawatan seperti • Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadinya diare dan absorbsi yang kurang. • Gangguan eliminasi BAB: diare • Potensial terjadi gangguan integritas kulit; perianal • Gangguan istirahat tidur • Gangguan aktivitas akibat diare dan rasa nyeri. Diare yang terus-menerus menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit tubuh sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga timbul masalah keperawatan volume cairan kurang dari kebutuhan. Terjadinya dehidrasi menyebabkan konsentrasi CES meningkat, tekanan osmotik menurun sehingga CES menurun yang dapat menimbulkan syok sehingga timbul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan. Dari ulserasi menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan pecah. Timbul iritasi mukosa menyebabkan nyeri. Dari iritasi yang berkelanjutan menimbulkan tukak yang meluas sehingga terjadi perdarahan yang terus-menerus, timbul masalah keperawatan resiko tinggi anemia. Tukak yang meluas dan ada pengobatan masuk dalam tahap kronik menimbulkan gangguan psikologis sehingga timbul masalah keperawatan kecemasan dan dapat juga disebabkan oleh kurang pengetahuan. V. PENGOBATAN Tidak ada pengobatan spesifik untuk Kolitis ulseratif, tujuan terapi adalah mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan gejala dan mencegah infeksi. 

Page 32: Penyakit Chron
Page 33: Penyakit Chron

 5Misalnya: sulfonamide, diit rendah residu tinggi protein, tingtura opium dan paregonik Bila tindakan medis tidak berhasil, maka dilakukan kolektomi total dan pembuatan ileotomi permanen. VI. KOMPLIKASI Bersifat lokal atau sistemik - Fistula dan fisura abses rectal - Dilatasi toksik atau megakolon - Perforasi usus - Karsinoma kolon 

Page 34: Penyakit Chron
Page 35: Penyakit Chron

 6BAB III ASKEP PADA KLIEN DENGAN KOLITIS ULSERATIF I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan B. Data Dasar Pengkajian Klien 1. Aktivitas/istirahat Gejala: • Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah • Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare • Merasa gelisah dan ansietas • Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. 2. Sirkulasi Tanda: • Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri • Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K) • TD: hipotensi, termasuk postural • Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah 

Page 36: Penyakit Chron

(dehidrasi/malnutrisi) 3. Integritas ego Gejala: • Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan • Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal • Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi 

Page 37: Penyakit Chron
Page 38: Penyakit Chron

 7Tanda: • Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. Eliminasi Gejala: • Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair • Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul, sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 – 30 kali defekasi/hari) • Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses. • Perdarahan per rectal • Riwayat batu ginjal (dehidrasi) Tanda: • Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat dilihat. • Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal • Oliguria. 5. Makanan/cairan Gejala: • Anoreksia, mual/muntah •

Page 39: Penyakit Chron

 Penurunan berat badan • Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur • Produk susu makanan berlemak. Tanda: • Penurunan lemak subkutan/massa otot • Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk • Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut 

Page 40: Penyakit Chron
Page 41: Penyakit Chron

 86. Higiene Tanda: • Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri  • Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin • Bau badan 7. Nyeri/kenyamanan Gejala: • Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi) • Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis) • Nyeri mata, fotofobia (iritis) Tanda: • Nyeri tekan abdomen/distensi 8. Keamanan Gejala: • Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,. • Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus) • Peningkatan suhu 39,6 – 40 ºC (eksoserbasi akut) 

Page 42: Penyakit Chron

• Penglihatan kabur • Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke dalam usus dan mempunyai efek inflamasi) Tanda: • Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat), nyeri, kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) • Ankilosa spondilitis • Uveitis, kongjutivitis/iritis. 

Page 43: Penyakit Chron
Page 44: Penyakit Chron

 99. Seksualitas Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual 10. Interaksi sosial Gejala: • Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi • Ketidakmampuan aktif dalam sosial Pemeriksaan Diagnostik - Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica. - Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini. - Sitologi dan biopsy rectal  membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah. - Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi. - Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukkan obstruksi usus. - Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah. 

Page 45: Penyakit Chron

- Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K. - ESR: meningkat karena beratnya penyakit - Trombosis: dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi. - Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.