peningkatan level berpikir siswa pada pembelajaran geometri dengan pendekatan pendidikan matematika...

8
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67 60 PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Oktorizal 1) , Sri Elniati 2) , dan Suherman 3) 1) FMIPA UNP, email: [email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract Students must proceed through five levels of understanding in learning geometry sequentially. The levels labeled Visualization, Analysis, Informal Deduction, Formal Deduction, and Rigor. There are three components in learning such as time, contents, and learning approach, when these are set and integrated well in the system will enhance the thinking ability of students to higher levels of thinking. This research is concerning on the progress of students geometry thinking when they are taught by Realistic Mathematics Education approach. The research is pre-experimental research that use the one shot case study as research design. Keyword - Realistic Mathematics Education, geometry ,geometry level of thought PENDAHULUAN Geometri merupakan cabang matematika yang menempati posisi khusus dalam pembelajaran matematika di sekolah. Pentingnya konsep yang termuat di dalamnya menempatkan materi geometri dalam proporsi yang relatif banyak dalam kurikulum. Pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sekitar 42% materi yang diajarkan berupa materi geometri. Untuk kelas VII, ada dua dari enam standar kompetensi yang berisikan materi geometri. Untuk kelas VIII, ada tiga dari lima standar kompetensi yang berisikan materi geometri. Bobango (1993: 148) menyatakan bahwa “tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa, (1) memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematikanya, (2) menjadi pemecah masalah yang baik, (3) dapat berkomunikasi secara matematis, dan (4) dapat bernalar secara matematis. Suydam (dalam Clements & Battista, 1992: 421) memberikan pendapat bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah (1) mengembangkan kemampuan berpikir logis, (2) mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, (3) menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan (4) mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, inti dari tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dengan memanfaatkan pemikiran logis dan matematis. Pembelajaran geometri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan intuisi ruang pikiran dengan memasuki dunia geometri yang pada dasarnya sudah dikenal semenjak mereka masuk sekolah. Dunia geometri yang sudah mereka kenal itulah yang menjadi titik tolak pembelajaran di kelas. Kemampuan pemecahan masalah dan imajinasi kreatif yang dikembangkan selama pembelajaran geometri membantu siswa dalam memahami konsep- konsep matematika lainnya. Pentingnya pembelajaran Geometri tersebut mendorong para tokoh pendidikan matematika memberikan perhatian serius terhadap pembelajaran geometri di sekolah, diantaranya adalah Piere Van Hiele dan Dina Van Hiele- Geldof ( 1957-1959). Dua tokoh tersebut mengajukan teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri

Upload: ranny-novitasari

Post on 05-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Students must proceed through five levels of understanding in learning geometry sequentially. The levelslabeled Visualization, Analysis, Informal Deduction, Formal Deduction, and Rigor. There are threecomponents in learning such as time, contents, and learning approach, when these are set and integratedwell in the system will enhance the thinking ability of students to higher levels of thinking. This research isconcerning on the progress of students geometry thinking when they are taught by Realistic MathematicsEducation approach. The research is pre-experimental research that use the one shot case study asresearch design.

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

60

PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Oktorizal 1)

, Sri Elniati 2)

, dan Suherman3)

1)

FMIPA UNP, email: [email protected] 2,3)

Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Abstract

Students must proceed through five levels of understanding in learning geometry sequentially. The levels

labeled Visualization, Analysis, Informal Deduction, Formal Deduction, and Rigor. There are three

components in learning such as time, contents, and learning approach, when these are set and integrated

well in the system will enhance the thinking ability of students to higher levels of thinking. This research is

concerning on the progress of students geometry thinking when they are taught by Realistic Mathematics

Education approach. The research is pre-experimental research that use the one shot case study as

research design.

Keyword - Realistic Mathematics Education, geometry ,geometry level of thought

PENDAHULUAN

Geometri merupakan cabang matematika

yang menempati posisi khusus dalam

pembelajaran matematika di sekolah. Pentingnya

konsep yang termuat di dalamnya menempatkan

materi geometri dalam proporsi yang relatif

banyak dalam kurikulum. Pada tingkatan Sekolah

Menengah Pertama (SMP), sekitar 42% materi

yang diajarkan berupa materi geometri. Untuk

kelas VII, ada dua dari enam standar kompetensi

yang berisikan materi geometri. Untuk kelas VIII,

ada tiga dari lima standar kompetensi yang

berisikan materi geometri.

Bobango (1993: 148) menyatakan bahwa

“tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa,

(1) memperoleh rasa percaya diri pada

kemampuan matematikanya, (2) menjadi pemecah

masalah yang baik, (3) dapat berkomunikasi

secara matematis, dan (4) dapat bernalar secara

matematis”. Suydam (dalam Clements & Battista,

1992: 421) memberikan pendapat bahwa tujuan

pembelajaran geometri adalah (1)

mengembangkan kemampuan berpikir logis, (2)

mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia

nyata, (3) menanamkan pengetahuan yang

dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan (4)

mengajarkan cara membaca dan

menginterpretasikan argumen matematika.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, inti

dari tujuan pembelajaran geometri adalah untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

dengan memanfaatkan pemikiran logis dan

matematis. Pembelajaran geometri memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

intuisi ruang pikiran dengan memasuki dunia

geometri yang pada dasarnya sudah dikenal

semenjak mereka masuk sekolah. Dunia geometri

yang sudah mereka kenal itulah yang menjadi titik

tolak pembelajaran di kelas. Kemampuan

pemecahan masalah dan imajinasi kreatif yang

dikembangkan selama pembelajaran geometri

membantu siswa dalam memahami konsep-

konsep matematika lainnya.

Pentingnya pembelajaran Geometri

tersebut mendorong para tokoh pendidikan

matematika memberikan perhatian serius terhadap

pembelajaran geometri di sekolah, diantaranya

adalah Piere Van Hiele dan Dina Van Hiele-

Geldof ( 1957-1959). Dua tokoh tersebut

mengajukan teori mengenai proses perkembangan

yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri.

Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka

berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri

Page 2: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

61

siswa mengalami perkembangan kemampuan

berpikir melalui level-level tertentu.

Van hiele (dalam Crowley, 1987)

menyatakan, terdapat lima level berpikir siswa

dalam memahami geometri. Tingkatan level

tersebut yaitu visualisasi (level 0), analisis (level

1), deduksi informal (level 2), deduksi formal

(level 3) dan Rigor (level 4).

Level visualisasi dikenal dengan level

dasar, level rekognisi, level holistik, dan level

visual. Pada level ini siswa mengenal bentuk-

bentuk geometri hanya sekedar karakteristik visual

dari suatu objek. Siswa secara eksplisit tidak

terfokus pada sifat-sifat objek yang diamati, tetapi

memandang objek secara keseluruhan. Oleh

karena itu, pada level ini siswa tidak dapat

memahami dan menentukan sifat geometri dan

karakteristik bangun yang ditunjukkan. Sebagai

contoh, pada tingkat ini siswa mengetahui suatu

bangun persegi panjang, tetapi ia belum menyadari

karakteristik keseluruhan dari bangun persegi

panjang tersebut.

Level analisis dikenal dengan level

deskriptif. Pada level ini sudah terlihat adanya

analisis siswa terhadap konsep dan sifat-sifat

bangun geometri. Siswa dapat menentukan sifat-

sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan,

pengukuran, eksperimen, menggambar dan

membuat model. Meskipun demikian, siswa belum

sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara

sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan

antara beberapa bangun geometri dan mereka

belum mampu memahami definisi. Sebagai

contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa

mengatakan bahwa suatu bangun merupakan

persegi panjang karena bangun itu mempunyai

empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan

semua sudutnya siku-siku.

Level deduksi informal dikenal dengan

level abstraksi, level relasional, level teoritik, dan

level keterkaitan. Pada level ini, siswa sudah dapat

melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun

geometri dan sifat-sifat dari berbagai bangun

dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat

mengklasifikasikan bangun-bangun secara

hierarki. Meskipun demikian, siswa belum

mengerti bahwa deduksi logis adalah metode

untuk membangun geometri. Sebagai contoh, pada

tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa

jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang

berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan

itu sama panjang. Di samping itu, pada tingkat ini

siswa sudah memahami perlunya definisi untuk

tiap-tiap bangun. Pada level ini, siswa juga sudah

bisa memahami hubungan antara bangun yang satu

dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat

ini siswa sudah dapat memahami bahwa setiap

persegi adalah juga persegi panjang, karena

persegi juga memiliki ciri-ciri persegi panjang.

Pada level deduksi formal siswa tidak

hanya sekedar menerima bukti tetapi sudah

mampu menyusun bukti. Siswa dapat menyusun

teorema dalam sistem aksiomatik, dan mereka

berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari

satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan

konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari

perlunya pembuktian melalui serangkaian

penalaran deduktif.

Clements & Battista (1992: 428) menyebut

level Rigor dengan level metamatematika. Pada

level ini, matematikawan bernalar secara formal

dalam sistem matematika serta dapat menganalisis

konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi.

Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak

didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan

pembuktian formal sudah dapat dipahami. Sebagai

contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa

jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri

diubah, maka seluruh geometri tersebut juga

berubah.

Untuk siswa di tingkat SMP, pada

umumnya hanya mampu mencapai level 2

(deduksi informal). Hal ini sesuai dengan pendapat

Van de Walle (1990:270) yang menyatakan bahwa

sebagian besar siswa SMP/MTs berada pada antara

level 0 (visualisasi) sampai level 2 (deduksi

informal).

Permasalahan yang ditemukan di SMPN 8

Padang sebagai sekolah yang bertaraf

internasional dimana siswanya merupakan siswa

unggulan di sumatera barat adalah secara umum

siswa telah mencapai level berpikir 0 ( visualisasi )

dan sebagian kecil telah berada pada level 1

(analisis). Menurut Van De Walle (1990:270)

siswa SMP seharusnya sudah bisa mencapai level

2 (deduksi informal ). Siswa seharusnya sudah bisa

Page 3: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

62

melakukan analisis terhadap sifat-sifat bangun

geometri dan mengurutkan secara logis sifat-sifat

tersebut. Kenyataan yang terihat di lapangan ketika

siswa diminta menyelesaikan persoalan tentang

segitiga, siswa mangalami kesulitan dalam

memecahkan masalah yang berkaitan dengan sifat-

sifat bangun tersebut. Sebagian lain dari mereka

masih ragu dalam mengelompokkan macam-

macam segitiga ketika model gambar segitiga itu

dibolak-balik posisinya.

Siswa yang berada pada level deduksi

informal masih relatif sedikit, padahal seharusnya

secara umum siswa telah berada pada level

tersebut. Hal ini terlihat ketika siswa mengalami

kesulitan menyelesaikan persoalan geometri terkait

dengan menjelaskan keterkaitan antar bangun

geometri yang diberikan. Siswa mengetahui

defenisi bangun-bangun namun mengalami

kesulitan dalam mengurutkan klasifikasi bangun

dan mengurutkan sifat-sifat bangun.

Van Hiele (Suherman 2003:51)

menyatakan bahwa tiga unsur utama dalam

pengajaran geometri yaitu waktu, materi dan

pendekatan pengajaran yang diterapkan, yang jika

ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan

kemampuan berpikir siswa kepada tingkatan

berpikir yang lebih tinggi. Berdasarkan pendapat

tersebut waktu, materi dan pendekatan

pembelajaran menjadi hal pokok yang perlu

diperhatikan dalam pembelajaran geometri. Pada

penelitian ini yang menjadi fokus pembahasan

adalah pada pendekatan pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran yang menjadi

pilihan dalam mengatasi permasalahan

pembelajaran di SMPN 8 Padang adalah

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

(PMR). Pada tahun 1973, Freudenthal

memperkenalkan suatu pendekatan baru dalam

pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal

dengan nama Pedidikan Matematika Realistik

(PMR). Pendekatan ini didasarkan pada prinsip

Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika

merupakan aktivitas manusia, dengan ide utama

bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk

menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep

matematika dengan bimbingan orang dewasa

(Gravemeijer, 1994).

Berdasarkan teori pendekatan PMR, ada

beberapa keunggulan dari pendekatan tersebut

yang menjadi pertimbangan dapat mengatasi

permasalahan pendidikan di atas, yaitu,

(1) Pendekatan PMR memberikan pengertian

yang jelas dan operasional kepada siswa tentang

keterkaitan antara matematika dengan kehidupan

sehari-hari dan tentang kegunaan matematika

pada, umumnya bagi manusia, (2)Pendekatan

PMR memberikan pengertian yang jelas dan

operasional kepada siswa bahwa matematika

adalah suatu bidang kajian yang dapat

dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh

siswa, (3) Pendekatan PMR memberikan

pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa cara penyelesaian sesuatu masalah

tidak harus tunggal, dan tidak perlu sama antara

sesama siswa bahkan dengan gurunya pun, (4)

Pendekatan PMR memberikan pengertian yang

jelas dan operasional kepada siswa bahwa proses

pembelajaran merupakan sesuatu yang utama.

Tanpa kemauan menjalani proses tersebut,

pembelajaran tidak akan bermakna (5) PMR

memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai

pendekatan pembelajaran yang lain yang dianggap

“unggul” seperti pendekatan pemecahan masalah,

dll, (6) Pendekatan PMR yang dikembangkan oleh

tim Freundenthal Institute di Belanda bersifat

lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional

(Massofa, 2008).

Pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik bertitik tolak dari hal-hal “real” bagi

siswa, menekankan keterampilan “proses of doing

math”, berdiskusi dan berkolaborasi. Pendekatan

PMR memfasilitasi siswa untuk berargumentasi

dengan teman sekelas sehingga mereka dapat

menemukan sendiri dan pada akhirnya

menggunakan matematika itu untuk

menyelesaikan masalah baik secara individu

ataupun kelompok.

Pendekatan PMR mambahas secara

khusus bagaimana seharusnya pembelajaran

geometri dilaksanakan dalam Geometri realistik.

De Moor (dalam Fauzan: 2002) meyatakan bahwa

terdapat 6 aspek penting yang perlu diperhatikan

dalam pembelajaran geometri realisitik yaitu

mengadakan pengamatan ( sighting) dan proyeksi

( projecting), Melakukan orientasi (orienting) dan

Page 4: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

63

melokalisir (locating), Mengukur dan menghitung

(measuring and calculating), Mengkontruksi dan

Menggambar (Contsructing and Drawing),

Penalaran Ruang (Spatial Reasoning),

Transformasi ( Transforming ).

Perkembangan level berpikir tersebut akan

diperoleh dari pengalaman mereka selama

mengikuti serangkaian aktivitas pada kegiatan

pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik. Aktivitas awal menekankan

pada kegiatan review dan pengenalan menjadi

bekal bagi guru untuk mendapatkan informasi

pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Siswa

diarahkan untuk melakukan orientasi (orienting)

dan melokalisir (locating) benda-benda yang ada

disekeliling mereka. Siswa diarahkan untuk

melihat benda secara keseluruhan dan

memperhatikan posisi (tampak depan, tampak

belakang, tampak samping, dsb) benda tersebut.

Kegiatan orientasi dan melokalisir tersebut

melatih visualisasi siswa.

Pada kegiatan untuk aspek pengamatan (

sighting ) siswa difasiltasi model berupa benda

kongkret sebagai alat bantu yang menjembatani

siswa dalam menemukan konsep, siswa dengan

bimbingan guru melakukan pengukuran (

measuring ) dan penghitungan (calculating)

terhadap benda konkret yang berbentuk bangun

ruang (balok/kubus/prisma/limas). Kemudian

siswa juga yang menyimpulkan sifat-sifat dari

bangun ruang berdasarkan hasil pengukuran yang

mereka peroleh. Salah satu contoh bentuk kegiatan

menyelidiki sifat bangun balok, seperti berikut. (a)

siswa diminta mengambil model bangun balok dari

kumpulan bangun ruang; (b) siswa diminta

memberi nama bangun tersebut; (c) siswa diminta

mengukur/menyelidiki keadaan: titik sudut,

rusuk,sisi, dan diagonal-diagonal yang ada pada

balok. Pada kegiatan ini siswa diharapakan

mampu mengembangkan kemampuan analisis

mereka.

Penelitian ini juga dilengkapi dengan

Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Penggunaan LKS

membantu siswa mengkontruksi ( constructing )

konsep. LKS manuntun siswa dalam menemukan

sifat-sifat bangun dan meyimpulkan hubungan

antar sifat bangun-bangun ruang. Siswa juga

dituntut untuk menggambar bangun ruang yang

diamati untuk mengembangkan daya tilik ruang

pikiran mereka.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah pra-eksperimen

dengan rancangan The One Shot Case Study, yaitu

menggunakan satu kelompok subjek. Kelas yang

terpilih sebagai subjek penelitian diberikan

perlakuan yaitu penerapan Pendekatan Matematika

Realistik (PMR), setelah itu dilakukan pengukuran

secara berkala untuk melihat pengaruh perlakuan

terhadap variabel terikat.

Prosedur dalam penelitian ini adalah

melakukan skenario pembelajaran berdasarkan

karakteristik dari pendekatan PMR. Pembelajaran

diberikan pada materi balok dan kubus, Prisma,

dan Limas. Setelah itu dilakukan evaluasi

terhadap proses pembelajaran. Evaluasi berupa 3

kali tes level berpikir geometri dengan bentuk tes

uraian yang terdiri dari 8 butir soal yang disusun

sedemikian rupa sehingga masing masing butirnya

mangukur ketercapaian level berpikir siswa. Data

yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk

narasi. Deskripsi data didasarakan pada indikator

ketercapaian level berpikir yang disusun dan

divalidasi oleh dua orang dosen matematika UNP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ditampilkan perkembangan level

berpikir geometri siswa untuk ketiga tes level

berpikir:

Page 5: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

64

Gambar 1. Perkembangan Level Berpikir Geometri Siswa selama Penerapan Pendekatan

Pendidikan Matematika Realistik

Berdasarkan Gambar 1 di atas, secara

umum terlihat bahwa terjadi peningkatan level

berpikir geometri siswa selama pembelajaran

matematika dengan penerapan pendekatan PMR.

50% siswa berpindah dari level visualisasi ke level

deduksi informal, 25% siswa berpindah dari level

berpikir analisis ke level berpikir deduksi

informal, 8.33 % siswa berpindah dari level

berpikir deduksi informal ke level berpikir deduksi

formal

Konsepsi awal siswa tentang unsur-unsur

bangun ruang merupakan salah satu faktor penting

yang perlu diperhatikan dalam penelitian.

Berdasarkan hasil tes setelah dilakukan

pembelajaran dengan pendekatan PMR pada

pembelajaran Balok dan kubus, diketahui bahwa

12 orang siswa berada pada level visualisasi, 7

orang lainnya berada pada level analisis, 3 siswa

berada pada level deduksi informal dan 2 orang

telah berada pada level deduksi formal.

Hasil test menunjukkan bahwa pada

umumnya konsepsi awal siswa belum sesuai

dengan konsepsi yang sesungguhnya. Diantaranya,

siswa terlihat masih mengalami kesulitan dalam

membedakan bangun balok/kubus dan bangun

bukan balok/kubus. Siswa belum memahami

bahwa bidang diagonal pada bangun balok/kubus

berupa persegi panjang. Siswa masih ragu dalam

menentukan dan melakukan perhitungan terkait

dengan panjang diagonal bidang ataupun diagonal

ruang dari balok dan kubus, siswa belum bisa

melihat sudut yang dibentuk oleh pertemuan dua

rusuk pada titik sudut merupakan sudut siku-siku.

Siswa juga belum mampu mengidentifikasi

bangun balok dan kubus berdasarkan sifat-

sifatnya. Siswa sulit dalam mengurutkan

klasifikasi bangun ruang, misalnya dalam

menyimpulkan bahwa kubus merupakan suatu

balok.

Permasalahan ini disebabkan oleh berbagai

faktor. Diantaranya adalah kecenderungan siswa

menghafal suatu konsep tanpa didasari dengan

pemahaman dan kebermaknaan. Kesalahan lain

siswa adalah mengenai persepsi visual. Mereka

masih bergantung pada satu orientasi semata, dari

hasil pengamatan siswa sulit untuk memahami

bahwa sifat suatu balok/kubus tidak berubah

bentuk dan ukurannya meskipun dilihat dari

berbagai arah. Keterbatasan persepsi visual

dipengaruhi oleh kurangnya pengalaman visual

pada pembelajaran sebelumnya. Salah satunya

adalah penggunaan model bangun balok/kubus

bentuk padat diikuti dengan bentuk kerangka

untuk mengenalkan unsur bangun tersebut.

Pendekatan pembelajaran Pendidikan

Matematika Realistik diterapkan dalam upaya

membantu siswa dalam memahami konsep-konsep

geometri sekaligus meningkatkan level berpikir

siswa sesuai dengan level berpikir yang

dirumuskan oleh Van Hiele. Hasil penelitian

Page 6: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

65

menunjukkan bahwa pemahaman konsepsi siswa

membaik setelah diterapkan pendekatan

pembelajaran PMR.

Siswa telah mampu mengenali bangun-

bangun Ruang dengan baik. Contohnya, mereka

telah mampu membedakan bangun balok/kubus

dari kumpulan berbagai bangun ruang lainnya

meskipun posisinya dibolak-balik. Mereka mampu

mendeskripsikan sifat-sifat dari tiap bangun ruang.

Mereka memahami bahwa sebuah balok memiliki

diagonal-diagonal ruang yang sama panjang dan

berpotongan di satu titik, sisi-sisi yang berhadapan

sejajar dan memiliki luas area yang sama.

Sebagian dari mereka sudah bisa menjelaskan

bahwa kubus merupakan suatu balok yang

memiliki panjang rusuk yang sama.

Kenyataan ini menunjukkan adanya

peningkatan pemahaman siswa tentang bangun

geometri ruang. Proses meningkatnya pemahaman

siswa ini sangat dimungkinkan dari pengalaman-

pengalaman belajar siswa mengamati model-

model bangun geometri ruang yang berupa benda-

benda konkret. Siswa melakukan pengukuran

terhadap sisi, sudut dan diagonal bangun-bangun

ruang melalui bantuan LKS. Kemudian, siswa juga

yang menyimpulkan sifat-sifat dari bangun ruang

berdasarkan hasil pengukuran yang telah mereka

peroleh. Pengalaman geometri pada pembelajaran

ini dirancang dengan memperhatikan konsepsi

awal siswa dan sebagai implikasi dari

pembelajaran matematika dalam pandangan

konstruktivisme yang merupakan bagian dari

pendekatan Pendekatan Matematika Realistik. Hal

ini sejalan dengan pendapat Hudojo (1988) yang

mengemukakan bahwa implikasi pembelajaran

matematika dalam pandangan konstruktivisme

adalah guru perlu menyediakan pengalaman

belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa, sehingga siswa belajar

melalui proses pembentukan pengetahuan. Hal

ini merupakan prinsip utama dari pembelajaran

dengan pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik (PMR)

Berdasarkan hasil tes III ( tes untuk materi

limas ), terlihat peningkatan level berpikir siswa

setelah penerapan pendekatan PMR. Dari 12

orang yang berada pada level visualisasi, 9 orang

diantaranya mengalami peningkatan yang cukup

drastis yaitu peningkatan dari level visualisasi

(level 0) ke level deduksi informal (level 2) dan 3

orang lainnya mengalami peningkatan dari level

visualisasi (level 0) ke level analisis (level 1).

Sementara itu, dari 7 orang yang berada pada level

analisis, 6 orang diantaranya mengalami

peningkatan level berpikir dari level analisis (level

1) ke level deduksi informal (level 2). Akan tetapi,

1 orang lainnya tetap berada pada level analisis.

Satu orang siswa memang tidak terlihat

peningkatan level berpikirnya. Namun setelah

diwawancarai, pemahamannya terhadap bangun

geometri jauh lebih baik.

Berdasarkan hasil tes III, 3 orang siswa

yang berada pada level deduksi informal (level 2),

2 orang diantaranya mengalamai peningkatan level

berpikir dari level deduksi informal (level 2) ke

level berpikir formal (level 3). Siswa terlihat

begitu mahir dalam mensortir bangun prisma dan

limas diantara kumpulan bangun ruang lainnya.

Siswa juga terlihat mahir dalam mendeskripsikan

sifat-sifat dari setiap bangun raung . Hanya saja

siswa tersebut masih kesulitan dalam memberikan

bukti secara formal yang berhubungan dengan

persoalan yang menuntut mereka melakukan

pembuktian-pembuktian.

Perkembangan level berpikir tersebut

tentunya diperoleh dari pengalaman mereka

selama mengikuti serangkaian aktivitas pada

kegiatan pembelajaran dengan pendekatan

Pendidikan Matematika Realistik. Aktivitas awal

yang menekankan pada kegiatan review dan

pengenalan menjadi bekal bagi guru untuk

mendapatkan informasi pengetahuan yang sudah

dimiliki siswa. Siswa diarahkan untuk melakukan

orientasi (orienting) dan melokalisir (locating)

benda-benda yang ada disekeliling mereka. Siswa

diarahkan untuk melihat benda secara keseluruhan

dan memperhatikan posisi (tampak depan, tampak

belakang, tampak samping, dsb) benda tersebut.

Kegiatan orientasi dan melokalisir tersebut

melatih visualisasi siswa.

Pada kegiatan untuk aspek pengamatan (

sighting ) siswa difasiltasi model berupa benda

kongkret sebagai alat bantu yang menjembatani

siswa dalam menemukan konsep, siswa dengan

bimbingan guru melakukan pengukuran (

measuring ) dan penghitungan (calculating)

Page 7: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

66

terhadap benda konkret yang berbentuk bangun

ruang (balok/kubus/prisma/limas). Kemudian

siswa juga yang menyimpulkan sifat-sifat dari

bangun ruang berdasarkan hasil pengukuran yang

mereka peroleh. Salah satu contoh bentuk kegiatan

menyelidiki sifat bangun balok, seperti berikut. (a)

siswa diminta mengambil model bangun balok

dari kumpulan bangun ruang; (b) siswa diminta

memberi nama bangun tersebut; (c) siswa diminta

mengukur/menyelidiki keadaan: titik sudut,

rusuk,sisi, dan diagonal-diagonal yang ada pada

balok. Pada kegiatan ini siswa diharapakan

mampu mengembangkan kemampuan analisis

mereka.

Penggunaan Lembar Kegiatan Siswa

membantu siswa mengkontruksi ( constructing )

konsep. LKS manuntun siswa dalam menemukan

sifat-sifat bangun dan meyimpulkan hubungan

antar sifat bangun-bangun ruang. Siswa juga

dituntut untuk menggambar bangun ruang yang

diamati untuk mengembangkan daya tilik ruang

pikiran mereka.

Pada akhir rangkaian kegitan pembelajaran

siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan

idenya dan lebih memahami materi yang diajarkan

melalui diskusi antar siswa. Berdasarkan hasil

pengamatan, kegiatan diskusi pada pertemuan

pertama kurang optimal. Sebagian kelompok siswa

belum berani mengemukakan pendapatnya, baik

dalam kelompoknya sendiri maupun dengan

kelompok lainnya. Padahal kegiatan diskusi dapat

memperlancar komunikasi matematika siswa

secara lebih efektif, baik itu dalam pemahaman

konsep, problem solving, maupun alasan-alasan

logik. Kurang optimalnya pelaksanaan diskusi ini

disebabkan oleh tradisi belajar siswa yang masih

dipengaruhi cara belajar konvensional. Namun,

kegiatan diskusi ini membaik pada pertemuan-

pertemuan berikutnya.

Pada akhir penelitian siswa terlihat telah

begitu mahir menyelesaikan masalah yang

menuntut pemahaman terhadap sifat-sifat dari

bangun ruang. Tentunya pencapaian ini juga

sangat didukung oleh penerapan pendekatan PMR

yang menuntut mereka menemukan konsep sendiri

sehingga mereka benar-benar paham dengan

materi yang dibahas. Siswa diberikan tugas-tugas

yang lebih kompleks baik secara individu maupun

berkelompok. Dalam hal ini, siswa ditantang untuk

berpikir dan memecahkan masalah dengan cara

siswa sendiri.

Pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik memberikan sumbangsih dalam

mengkonstruksi pengetahuan siswa. Tujuan

kegiatan belajar dengan pendekatan PMR ini

adalah agar siswa mampu menginterpretasikan

pengetahuan dari apa yang telah diamati dan

didiskusikan.

Salah satu aspek penting dalam

membelajarkan geometri pada siswa adalah selalu

memperhatikan tingkat bepikir siswa. Oleh karena

itu, untuk menanamkan suatu ide atau konsep

geometri perlu penyesuaian dengan tingkat

perkembangan berpikir siswa, dalam suatu

rangkaian pembelajaran yang diawali dengan

sajian konkret (wujud nyata), semi konkret (wujud

gambar), dan menuju ke abstrak (simbol). Hal ini

sejalan dengan rangkaian pembelajaran dengan

pendekatan PMR.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi

peningkatan level berpikir geometri siswa setelah

diterapkan Pembelajaran dengan pendekatan

pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik.

Tingkat pencapaian level berpikir geometri Van

Hiele siswa di kelas penelitian adalah 50% siswa

berpindah dari level visualisasi ke level deduksi

informal, 25% siswa berpindah dari level berpikir

analisis ke level berpikir deduksi informal, 8.33 %

siswa berpindah dari level berpikir deduksi

informal ke level berpikir deduksi formal

Berdasarkan simpulan di atas, maka

disarankan kepada guru agar dapat memvariasikan

pendekatan pembelajran geometri dengan

menerapakan pendekatan PMR, tidak hanya

bertujuan untuk menginkatkan pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan, tetapi juga untuk

meningkatkan level berpikir geometri seperti yang

dirumuskan oleh Van Hiele.

Page 8: PENINGKATAN LEVEL BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 60-67

67

DAFTAR PUSTAKA

Bobango, J.C.. 1993. Geometry for All Student:

Phase-Based Instruction. Dalam Cuevas

(Eds). Reaching All Students With

Mathematics. Virginia: TheNational Council

of Teachers of Mathematics,Inc

Clements, D.H & Battista, J.M. 1992. Geometry

and Spatial Reasoning. Hand Book of

Research on Mathematics Teaching and

Learning, New York: Macmillan Publishing

Company

Crowley, M.L.1987. The van Hiele Model of

Development of Geometric Though. Reston,

VA: National Council Of Teachers of

Mathematics.

Fauzan, A. 2002. Applying Realistik Mathematics

Education in Teaching Geometry in

Indonesian Primary Schools. Doctoral

Dissertation, University of Twente, The

Netherlands.

Gravemeijer,K.P.E. (1994). Developing Realistic

Mathematics Education. Utrecth:

freudenthal institute.

Massofa, 2008, Pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik.

www.massofa.wordpress.com/2008/09/13/pe

ndekatan-pembelajaran-matematika-

realistik. ( di Akses tanggal 29 Desember

2011)

Suherman, Erman (2003). Evaluasi Pendidikan

Matematika. Bandung: Universitas

Pendidkan Indonesia

Van de Walle, J.A.1990. Elementary School

Mathematics: Teaching Developmentally.

New York: Longman.