peningkatan keterampilan bercerita dengan...
TRANSCRIPT
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA BONEKA TANGAN PADA SISWA KELAS VII MTS YANUSA
PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Sulastri
1811013000012
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2014 M
ABSTRAK
SULASTRI, 1811013000012 “Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan
Menggunakan Media Boneka Tangan Pada Siswa Kelas VII MTs. Yanusa
Pondok Pinang Jakarta Selatan”, Jurusan PBSI Dual Mode, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Masalah yang dihadapi pembelajaran keterampilan bercerita di MTs
Yanusa pada siswa kelas VII Pondok Pinang Jakarta Selatan adalah kurangnya
minat siswa terhadap kegiatan bercerita. Tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah adanya peningkatan keterampilan bercerita, pada siswa kelas
VII MTs. Yanusa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah PTK
(Penelitian Tindakan Kelas).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media boneka tangan
dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok
Pinang Jakarta. Peningkatan keterampilan bercerita siswa tampak pada kualitas
proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan, perhatian pada pelajaran,
antusiasme selama pembelajaran, keberanian bercerita di depan kelas.
Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata
bercerita siswa pada tahap pratindakan sampai pascatindakan Siklus II. Skor rata-
rata siswa pada tahap pratindakan sebesar 56,5, pada Siklus I meningkat menjadi
68,8, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 75,4. Skor rata-rata keterampilan
siswa mengalami peningkatan dengan kategori baik. Dengan demikian,
keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta telah
mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan
menggunakan media boneka tangan.
Kata Kunci : Keterampilan bercerita, media boneka tangan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan
Rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita
dengan Menggunakan Media Boneka Tangan Siswa Kelas VII MTs. Yanusa
Pondok Pinang Jakarta, dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
dapat diselesaikan, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Nurlena Rifa’i, M.A, Ph,D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hindun, M. Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA. M. Pd. Sebagai pembimbing yang telah sabar
memberi bimbingan, arahan, dan motivasi yang tidak henti-hentinya disela
kesibukannya.
4. Para Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta.
5. Drs. H. Achmad Shafiyuddin kepala MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta
Selatan.
6. Dra. Fahria Rahmida guru bahasa Indonesia MTs. Yanusa Pondok Pinang
Jakarta.
7. Siswa siswi MTs. Yanusa khususnya kelas VII yang telah bersedia bekerja
sama dalam penelitian ini.
8. Dr. Sridadi Soeparto tercinta, terima kasih atas doa, semangat, perhatian, dan
kasih sayang yang diberikan.
9. Suamiku tercinta Roseli dan anak-anakku tercinta Imandya Astriani Rosaria,
Pramudya Karina, Trisabya Norma Rosa dan Adhya Lastantina, beserta
keluarga besarku di Kediri, terima kasih atas doa dan dukungannya.
ii
10. Teman-teman seperjuangan semasa belajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya Maryati, Sofia, Devia R, Heni N.
Emi O, Nurul F, Ade S, Ade M, terima kasih atas pertemanan selama ini yang
tulus dan indah.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh pada
kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika penulisannya.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang terdahulu.
Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Allah SWT, mudah-mudahan
Allah senantiasa memberkahi segala amal dan usaha kita.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh dari
sempurna ini dapat memberikan sepercik manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Semoga kita semua senantiasa dipelihara dalam jalan
ridho Allah SWT. Amin.
Jakarta, Desember 2014
Penulis,
Sulastri
iii
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Hal
ABSTRAK .........................................................................................................
KATA PENGANTAR……………………………………......………............
i
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR DIAGRAM .....................................................................................
DAFTAR BAGAN ..........................................................................................
DAFTAR GRAFIK .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
iv
vi
vii
viii
ix
x
xi
BAB I PENDAHULUAN ………...........…………......………....…………
A. Latar Belakang Masalah ....….......………......…….........….……..
B. Identifikasi Masalah ............................ …...........…........…..…….
C. Batasan Masalah ......……………......…..................………………
D. Perumusan Masalah .................…………......…........……........….
E. Tujuan Penelitian ................................…......…........…...……......
F. Manfaat Penelitian ..........................................................................
1
1
7
7
8
8
8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Kajian teoretis ..............................................…….........................
1. Keterampilan Berbicara….....…......…........................................
2. Pengertian Keterampilan bercerita ..............................................
3. Faktor-faktor pokok bercerita .....................................................
4. Berdasarkan pelaku cerita...........................................................
5. Teknik penyajian cerita …..........................................................
10
10
11
12
12
13
v
B. Penelitian yang Relevan ………….………..........…......………….
C. Kerangka Berpikir …...….....…......................................................
D. Hipotesis Tindakan ........................................................................
23
24
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………….....…................
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..…………………......…..............
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ..........................…..…
C. Subjek Penelitian ……………………………….....…….....…...
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian …….....…….....……
E. Tahapan Perencanaan Tindakan ………………….....…….........
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……......….....…….
G. Data dan Sumber Data ………………………….....…….....…...
H. Instrumen Penelitian ..............…………………….........….…....
I. Teknik Pengumpulan Data ………………………......…....….....
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi……….............….....
K. Analisis Data .....................……………......…....………………
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan..........................................
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
TEMUAN...............................................................................
A. Hasil Penelitian..............................................................................
B. Pembahasan dan Penyajian dan Analisis Data ..............................
C. Interpretasi Hasil Analisis Data ...................................................
D. Hal-Hal Unik yang Terjadi dalam Pembelajaran ........................
BAB V PENUTUP ........................................................................................
A. Simpulan .......................................................................................
B. Rencana Tindak Lanjut ………………………………………….
C. Saran ……………………………………………………………..
26
26
29
30
31
34
35
35
38
39
40
41
42
58
69
70
71
72
72
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….….............…
LAMPIRAN ....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pelajaran
Matematika Semester II Kelas IV SD/MI......................
12
Tabel 3.2 Waktu Penelitian............................................................ 26
Tabel 3.3 Tahap Penelitian Siklus I............................................... 31
Tabel 3.4 Tahap Penelitian Siklus II.............................................. 32
Tabel 3.5 Kriteria Pemberian Skor dengan Menggunakan
Rubricks.........................................................................
38
Tabel 4.6 Refleksi Tindakan Siklus I ............................................ 50
Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa .......................... 57
Tabel 4.8 Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap
Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan
Menggunakan Alat Peraga Matematika ........................ 58
Tabel 4.9 Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan terhadap
Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan
Menggunakan Alat Peraga Matematika ........................ 59
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Angket tentang Respon Siswa
terhadap Pembelajaran dengan Menggunakan Alat
Peraga ............................................................................ 60
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Peraga Balok Garis Bilangan ........................... 19
Gambar 4.2 Guru Sedang Memberi Penjelasan Operasi Hitung
Penjumlahan Bilangan Bulat pada Garis Bilangan...
44
Gambar 4.3 Guru Sedang Memberi Contoh Penggunaan Alat
Peraga Garis Bilangan...............................................
44
viii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa................ 62
ix
DAFTAR BAGAN
Diagram 3.1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK ............................. 29
x
DAFTAR GRAFIK
Grafik
Grafik
4.1
4.2
Keterampilan Guru dalam Pembelajaran dengan
Menggunakan Alat Peraga Matematika ..................
Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan
Menggunakan Alat Peraga Matematika ..................
63
64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I... 70
Lampiran 2 Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita 83
xi
Lampiran 3 Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa
Pratindakan
85
Lampiran 4 Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pasca
Tindakan
87
Lampiran 5 Angket Pratindakan 88
Lampiran 6 Angket Pasca Tindakan 89
Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Guru Pratindakan 90
Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Siswa Pratindakan 92
Lampiran 9 Hasil Wawancara dengan Guru Pasca Tindakan 94
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa Pasca Tindakan 95
Lampiran 11 RPP Siklus II 96
Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus I 102
Lampiran 13 Catatan Lapangan Siklus I 106
Lampiran 14 Catatan Lapangan Siklus II 108
Lampiran 15 Catatan Lapangan Siklus II 112
Lampiran 16 Skor Keterampilan Berderita Siswa I 114
Lampiran 17 Skor Keterampilan Berderita Siswa Siklus II 116
Lampiran 18 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran
Keterampilan Bercerita
117
Lampiran 19 Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran
Keterampilan Bercerita Siklus I
118
Lampiran 20 Hasil Angket Pratindakan 119
Lampiran 21 Hasil Angket Pratindakan Pasca Tindakan 120
Lampiran 22 Materi Pembelajaran 120
Lampran 23 Lampiran Cerita 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu
sampai sekarang. Bercerita juga merupakan salah satu keterampilan berbicara
yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Serta
bercerita juga dapat dipahami sebagai suatu tuturan yang memaparkan atau
menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian, baik
yang dialami sendiri atau orang lain.
Pada umumnya manusia senang melakukan kegiatan bercerita dari
usia anak sampai dewasa. Kegiatan bercerita termasuk dalam situasi
informatif, dengan pengertian dengan bercerita akan membuat pengertian-
pengertian atau makna-makna yang disampaikan menjadi jelas. Selain itu,
dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita,
ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan,
dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan serta keinginan membagikan
pengalaman yang diperoleh. Kegiatan berbicara khususnya dalam bercerita
dapat membangun hubungan mental emosional antara satu individu dengan
individu yang lain.
Keterampilan bercerita tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus
dipelajari dan dilatih. Pelaksanaan kegiatan bercerita harus menguasai bahan
atau ide cerita, penguasaan bahasa, pemilihan bahasa, keberanian,
ketenangan, kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur
sehingga mampu dan terampil dalam bercerita.
Salah satu bentuk tujuan keterampilan berbicara yang tertuang dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP adalah kompetensi dasar
bercerita dengan alat peraga. Kompetensi bercerita diajarkan pada sekolah
menengah pertama kelas VII semester ganjil. Hal ini sesuai dengan standar
kompetensi, yaitu mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan
2
bercerita. Dalam kompetensi ini siswa diharapkan dapat bercerita dengan
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan observasi pada tanggal 2 April 2014 antara peneliti
dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia (Ibu Dra. Fahria Rahmida)
MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta, diketahui minat siswa terhadap kegiatan
bercerita masih rendah. Siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran
bercerita, siswa terlihat malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru.
Ketika guru memberikan tugas bercerita, banyak diantara siswa yang
mengeluh dan tidak menginginkan tugas tersebut. Banyak diantara siswa
yang memilih melakukan aktivitas di luar pembelajaran, misalnya berbicara
di luar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman sebangku. Perilaku
tersebut menunjukkan bahwa minat dan antusias siswa terhadap pembelajaran
bercerita tergolong rendah.
Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam
kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Hal ini terlihat dari berbagai
faktor penyebab mengapa siswa tidak mendapatkan nilai maksimal,
diantaranya pembelajaran berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita,
selama ini pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius dan siswa
beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering dilakukan
oleh siapapun sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus dalam
pelaksanaannya. Kemampuan siswa dalam aspek bercerita di kelas VII masih
lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar, yaitu 70.
Faktor lainnya, siswa cenderung kurang berani bercerita didepan
umum. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya
diri apabila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas, hal tersebut disebabkan
pula karena siswa tidak menguasai bahan cerita dan siswa kurang mampu
mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita. Selain itu, faktor luar
diri siswa juga berpengaruh misalnya, penggunaan media pembelajaran yang
kurang menarik bagi siswa juga mempengaruhinya. Serta kondisi dan tata
ruang kelas yang tidak kondusif. Dengan demikian, dapat diidentifikasi
bahwa keterampilan bercerita siswa masih rendah.
3
Kegiatan bercerita belum secara intensif dilakukan oleh guru. Siswa
hanya diberi tugas untuk bercerita tanpa ada rangsangan dengan
menggunakan media tertentu. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk
pembelajaran yang variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang
siswa untuk berlatih bercerita. Salah satu caranya adalah penggunaan media
dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga masih kurang
optimal di sekolah. Selain karena terbatasnya waktu dalam pembelajaran
bercerita, guru juga mengalami kesulitan memotivasi siswa dalam kegiatan
bercerita. Pembelajaran bercerita menggunakan alat peraga juga dirasa
memberatkan bagi siswa, karena siswa dibebani tugas untuk membuat media
yang sesuai dengan cerita yang akan disampaikan.
Media diharapkan membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
Selama ini media yang digunakan dalam pembelajaran bercerita masih sangat
jarang. Hal itu dikarenakan terbatasnya alternatif media di sekolah untuk
pembelajaran bercerita. Hal ini menyulitkan guru dalam membimbing siswa
dalam melatih kemampuan bercerita menggunakan alat peraga.
Berkaitan dengan masalah pembelajaran bercerita siswa di MTs
Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan maka diperlukan pemecahannya.
Pemecahan itulah yang mendasari penulis melakukan penelitian. Untuk
mengasah kemampuan berbahasa, terutama dalam keterampilan bercerita,
perlu dihadirkannya sebuah media yang dapat meningkatkan keterampilan
bercerita.
Pembelajaran keterampilan bercerita sebaiknya guru memberdayakan
media pembelajaran yang ada serta sesuai dengan metode pembelajaran yang
diterapkan. Selain itu, materi pembelajaran juga menjadi faktor penentu
dalam pemilihan media. Hal tersebut dikarenakan setiap materi mempunyai
karakteristik tersendiri yang turut menentukan dalam pemilihan media.
Begitu pula dalam pembelajaran berbicara khususnya bercerita, seorang guru
harus memilih dan menggunakan media yang sesuai sebagai penunjang
4
kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
Keterampilan bercerita akan berhasil dan meningkat dengan
menggunakan media pembelajaran yang sesuai. Kurangnya pemanfaatan
media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif.
Dalam pembelajaran sebaiknya guru memberdayakan media pembelajaran
yang ada serta sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa, khususnya standar
kompetensi berbicara dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini, siswa
diharapkan dapat bercerita dengan alat peraga.
Cara mengatasi hal tersebut, guru hendaknya dapat menggunakan
alternatif pembelajaran dengan media. Media yang tepat untuk mengatasi
masalah pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan
adalah menggunakan media boneka, didasarkan pada beberapa alasan.
Pertama menurut Raemiza media boneka merupakan media yang paling
efektif untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata,
melatih diri untuk mendengarkan dan berbicara. Penggunaan boneka
dimaksudkan untuk memotivasi siswa untuk berpikir kreatif. Siswa dapat
mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang ditemukan dari sebuah tokoh
boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan kata-kata sendiri. Kedua,
pemilihan boneka juga dilatarbelakangi oleh kedekatan anak-anak dengan
boneka. Kenyataan ini akhirnya dimanfaatkan sebagai motivasi dari sisi minat
siswa yang diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar.1
Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita
karena dalam bercerita siswa harus mempunyai ide atau bahan cerita,
keberanian, penguasaan bahasa, dan ekspresi. Media boneka cocok digunakan
dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan wawancara pada
tanggal 2 April 2014 antara peneliti dan kolaborator guru Bahasa Indonesia
1 http://ra3miza.wordpress.com
5
Ibu Dra. Fahria Rahmida, media boneka belum pernah diterapkan untuk
meningkatkan keterampilan bercerita siswa.
Penererapan media boneka dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi
bagi guru dalam pembelajaran tentang bercerita agar semakin meningkat.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang ada di kelas VII MTs
Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang berkaitan dengan meningkatkan
keterampilan bercerita, maka peneliti menggunakan media boneka sebagai
media pembelajaran. Peneliti dan guru kolaborator mengadakan penelitian
pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan yang
berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan
Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta
Selatan dengan Menggunakan Media Boneka ”
Peneliti menggunakan boneka sebagai media penelitian didasarkan
pada beberapa alasan. Media boneka merupakan media yang paling efektif
untuk pengajaran dalam mengembangkan perbendaharaan kata, melatih diri
untuk mendengar, menyimak, dan bercerita pada siswa. Penggunaan media
boneka dimaksudkan untuk memotivasi siswa supaya berpikir kreatif. Dalam
hal ini siswa dilatih untuk mengorganisasikan ide-ide untuk bercerita yang
ditemukan dari sebuah tokoh boneka, lalu dituangkan secara bebas dengan
kata-kata sendiri untuk menjadi cerita yang lebih menarik.
Kelebihan media boneka dari media yang lain adalah membantu siswa
memperoleh kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka
sebagai alat peraga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengolah
atau mengembangkan ide cerita yang akan mereka ceritakan. Dengan
penggunaan boneka, saat siswa bercerita siswa tidak akan merasa canggung
lagi karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi siswa-siswa yang
lain, melainkan dengan media boneka siswa memerankan tokoh dalam
boneka tersebut. Diharapkan dengan media boneka mampu menambah
semangat dari para siswa itu sendiri pada keterampilan bercerita yang akan
peneliti lakukan, selain itu dengan penggunaan boneka sebagai media
6
pembelajaran juga diharapkan dapat menjadi media berkelanjutan tingkat
apresiasi kepada generasi muda agar terus berkembang.
Menurut Evada diunduh pada tanggal 5 April 2014, keberadaan
sebuah media pembelajaran dan alat permainanan edukatif sangat dibutuhkan
bagi siswa, karena dapat membantu memaksimalkan pertumbuhan dan
perkembangannya. Boneka merupakan boneka yang terbilang unik, lucu, dan
bertradisi hadir sebagai media bermain yang menyenangkan bagi siswa
sambil mengenalkannya pada tradisi bangsa yang sejak dulu sudah menjadi
kebiasaan nenek moyang.2 Boneka diharapkan bisa menumbuhkan jati diri,
menambah kebanggaan sekaligus kecintaan siswa pada budaya bangsa. Tak
hanya mengenal Doraemon, Upin Ipin, Donald Bebek dan sebagainya.
Dengan boneka-boneka unik, lucu, kreatif ini, siswa juga diharapkan
mengenal boneka tangan yang berkarakter binatang.
Boneka ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran maupun
alat permainan edukatif dan menyenangkan bagi siswa sekaligus mampu
membantu meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas siswa, kemampuan
anak dalam memecahkan masalah, mendorong spontanitas siswa, dan
aktualisasi diri. Boneka merupakan suatu gambaran manusia dari berbagai
usia, kedudukan, dan kelamin dengan tokoh-tokoh boneka dalam sebuah
pertunjukan. Bentuk boneka yang bermacam-macam dan sangat ekspresif,
yakni menggambarkan atau mengapresiasikan perwatakan-perwatakan
tertentu. Wujud boneka dibuat dalam berbagai tipe dan ukuran. Karakter
tokoh boneka meliputi dua sisi: baik (tulus, ikhlas, berani karena benar, setia,
arif, bijaksana, dan sebagainya) dan buruk (serakah, tamak, congkak,
pengkhianat, pembohong, dan sebagainya).
Media boneka dipilih untuk meningkatkan keterampilan bercerita
karena dengan media boneka akan tumbuh dalam diri siswa rasa ketertarikan
dalam pembelajaran bercerita, sehingga aspek-aspek keterampilan siswa
dalam bercerita secara otomatis akan mengalami perubahan seiring dengan
2 http://dewey.petra.ac.id, Stella Evanda Halim, Media wayang Boneka (2008) Diunduh 12 April
2014
7
ketertarikan siswa dalam pembelajaran bercerita. Media boneka cocok
digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita. Berdasarkan
wawancara pada tanggal 8 April 2014 antara peneliti dengan guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia Ibu Dra. Fahria Rahmida. Media boneka belum
pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa di MTs
Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan urutan latar belakang masalah, dapat mengidentifikasi
beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut.
1. Minat siswa pada pembelajaran bercerita masih rendah.
2. siswa cenderung malas mengikuti pembelajaran bercerita.
3. Siswa malas saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. .
4. Pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius oleh guru dan siswa.
5. Siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan bagian sepele yang sering
dilakukan oleh siswa
6. Siswa cenderung kurang berani bercerita di depan umum.
7. Siswa merasa takut salah, malu, grogi, tegang, dan kurang percaya diri bila
ditunjuk untuk bercerita di depan kelas.
8. siswa tidak menguasai bahan cerita
9. siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya pada saat bercerita.
10. Pembelajaran kurang menarik bagi siswa.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, muncul permasalahan yang harus
diselesaikan. Agar penelitian ini lebih terfokus dan mendalam kajiannya,
perlu ada batasan masalah penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi
pada permasalahan bagaimana peningkatan keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan pada siswa kelas VII MTs Yanusa
Pondok Pinang Jakarta Selatan. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait
8
dengan adanya masalah yaitu masih rendahnya keterampilan bercerita siswa
kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan
media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta
Selatan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai
tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka pada siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok
Pinang Jakarta Selatan.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan
manfaat sebagai berikut.
1. Secara teoretis
Penelitian ini diharapkan memberikan landasan bagi para peneliti lain
utnuk mengadakan penelitian sejenis dalam rangka meningkatkan
keterampilan bercerita siswa pada khususnya dan keterampilan berbahasa
pada umumnya.
2. Secara praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan dapat
mengembangkan bakatnya dalam keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka.
9
2) Siswa mendapatkan pengalaman secara nyata melalui keberadaan
media boneka dan sebagai motivasi belajar dalam kaitannya
dengan materi keterampilan bercerita dengan memanfaatkan media
boneka.
b. Bagi Guru
1) Guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif,
kreatif dan menyenangkan.
2) Guru mendapatkan sebuah pilihan untuk mengatasi masalah
pembelajran yang membutuhkan penyelesaikan melalui
penggunaan media pembelajran.
3) Meningkatkan kinerja guru dalam melaklukan proses pembelajran
keterampilan bercerita.
c. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapt digunakan sebagai masukan positif
terhadap kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan
bercerita menggunakan alat peraga dan menanamkan pentingnya
penggunaan media dalam proses pembelajaran.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teoretis
Kajian teori merupakan penjelasan teori-teori yang relevan dengan
penelitian. Kajian teori yang akan dipaparkan dalam penelitian ini, yaitu
keterampilan berbicara, keterampilan bercerita sebagai salah satu ragam kegiatan
berbicara, dan media boneka.
1. Keterampilan berbicara
Berbicara merupakan kemampuan yang sangat penting dan harus dikuasai
oleh seseorang karena dengan berbicara memudahkan untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Penyatakan secara lengkap, bahwa berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan1. Mulgrave, sebagaimana menyatakan bahwa berbicara itu lebih dari
pada sekedar mengucapkan bunyi atau kata-kata2.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau
penyimak. Berdasarkan beberapa pendapat, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
berbicara adalah suatu perbuatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata
dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Tarigan bahwa tujuan utama dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah
pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasi. Pembicara
harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan
1 Henry Guntur Tarigan “ Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa “ cetakan edisi
revisi 2008. h. 16 2 Henry Guntur Tarigan, ibid
11
pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi
pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.3
Och dan winker (dalam Tarigan, 2008: 16-17) berpendapat bahwa pada
dasarnya berbicara mempumyai tiga maksud umum, yaitu: (1) memberikan dan
melaporkan (to inform); (2) menjamu dan meng hibur (to entertain); (3)
membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau
campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan
misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu
begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan.4
Pakar lain, keraf (1984: 320) mengungkapkan bahwa tujuan berbicara
adalah sebagai berikut: (1) mendorong, maksudnya adalah pembicara berusaha
memberi semangat, membangkitkan gairah, serta maenunjukan rasa hormat dan
pengabdian; (2) menyakinkan, maksudnya pembicaraan akan meyakinka sikap,
mental, intelektual, kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat,
menggerakan, maksudnya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi
fisik daripada pendengar, satelah mereka bankit emosi serta kemauannya; dan (4)
menyenangkan atau menghibur pembicara menyenangkan pendengar. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa tujuan umum dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi, yaitu agar dapat menyampaikan pesan pembicaraan secara efektif.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih dari pada
sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan pendengar atau penyimak.5, siswa harus dihadapkan pada
kegiatan-kegiatan nyata yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
2. Pengertian Keterampilan Bercerita
Pembelajaran keterampilan bercerita adalah pembelajaran yang mampu
mengembangkan keterampilan siswa dalam berbicara. Keterampilan berbicara
bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian dan penjelasan guru saja.
3 Henry guntur tarigan, ibid
4 Henry guntur tarigan, ibid
5 Isah cahyani “ bahasa Indonesia “ program peningkatan kualifikasi guru madrasah dan guru
agama islam pada sekolah cetakan pertama 2009 h. 172
12
Akan tetapi, siswa harus dihadapkan pada kegiatan-kegiatan nyata yang
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam berbagai konteks
komunikasi.
Dalam Kamus Besar Indonesia, bercerita adalah menuturkan cerita;
bercerita kepada. Bercerita atau mendogeng merupakan kegiatan bercerita yang
paling sering dilakukan. Bercerita atau mendogeng adalah penyampaian rangkaian
peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat
berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang
maupun binatang6.
Bercerita merupakan tradisi kita sejak dulu. bercerita merupakan salah satu
tugas kemampuan atau kegiatan berbicara yang dapat mengungkapkan
kemampuan berbicara siswa yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur penting yang
perlu dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaiman
menilih bahasa) dan yang kedua unsur “apa” yang diceritakan. Kegiatan bercerita
dapat memberikan hiburan dan merangsang imajinasi siswa. Keterampilan
bercerita pada siswa perlu ditingkatkan melalui pelatihan bercerita secara teratur,
sistematis, dan berkesinambungan.
3. Faktor-faktor Pokok Bercerita
Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita menurut harus
memperhatikan dua pokok, yaitu:
a) Menyiapkan naskah cerita. Dari sumber cerita yang sudah ada yaitu
mengambil bahan cerita yang berasal dari buku, komik, majalah dan
kejadian yang sudah pernah terjadi.
b) Mengarang cerita sendiri yaitu pencerita harus berimajinasi dan
menentukan jalan cerita sendiri, membuat naskah.
4. Berdasarkan Pelaku Cerita
a) Fabel cerita tentang dunia hewan atau tumbuh-tumbuhan yang seolah-
olah dapat berbicara seperti manusia
6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2007)
h. 210
13
b) Dunia benda mati yaitu cerita tentang benda-benda mati yang
digambarkan seolah-olah seperti benda hidup.
c) Dunia manusia yaitu tentang berbagai kisah manusia, baik fiktif maupun
non fiktif, dalam cerita ini tokohnya semua manusia dan bercerita tentang
interaksi antar sesama.
d) Kombinasi dari ketiga jenis cerita diatas yaitu cerita yang
menggabungkan tokoh hewan, tumbuhan dan manusia yang saling
berinteraksi.
5. Teknik Penyajian Cerita
Menurut Musfiroh dalam Aprianti Yofita Rahayu menyatakan bahwa
manfaat kegiatan bercerita adalah mengasah imajinasi anak, mengembangkan
kemampuan berbahasa, aspek sosial, aspek moral, kesadaran beragama, aspek
emosi, semangat berprestasi, dam melatih konsentrasi anak.7 Reeta dan Jasmune
menyatakan bahwa sasaran kegiatan bercerita adalah perkembangan bahasa pada
anak, yaitu meningkatkan kosakata, belajar menghubungkan kata dengan
tindakan, mengingat urutan ide atau kejadian, mengebangkan minat baca serta
menumbuhkan kepercayaan diri anak.8 Seorang pencerita perlu menguasai
keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, berekspersi dan
sebagainya.Seorang pencerita harus pandai-pandai menggembangkan berbagai
unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmonisasi yang tepat. Unsur-unsur
penyajian cerita yang harus dikombinasikankan secara proporsional adalah (1)
narasi atau pemaparan cerita, (2) dialog atau percakapan para tokoh, (3) ekspresi
atau mimik muka, (4) visualisasi gerak atau peragaan akting, (5) ilustrasi suara
atau suara yang asli atau yang dibuat tinggi rendah, lantang dan pelan, keras dan
lembut, suara hewan, suara kendaraan, (6) media atau alat peraga, (7) teknik
ilustrasi yang lain atau permainan, musik, lagu.
6. Media pembelajaran
Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata „medium‟ yang secara harfiah berarti perantara atau
7Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita ( Jakarta,
PT. Indeks 2013 ) cetatakan I, hal. 82. 8 ibid
14
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne dalam Arief S,Sadiman
menyatakan bahwa “ media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”.9 Menurut Yudi Munadi bahwa,
media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan
dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif
di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.10
Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi
dan Komunikasi (Assosiation of Education and CommunicationTechnology) di
Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan
orang-orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan NEA
(National Education Assosiation) memiliki pengertian yang berbeda. Media
adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat seseorang. Sementara Winkel mengatakan bahwa media pengajaran adalah
suatu saran nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh
tenaga pengajar yang memegang peranan dalam proses belajar untuk mencapai
tujuan instruksional.11
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat proses komunikasi
pertama adalah hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan,
intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit,
keterbatasan daya indera dan cacat tubuh. Kedua adalah hambatan cultural seperti
misalnya perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial kepercayaan nilai-nilai
panutan dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan dari situasi
dan kondisi keadaan sekitar. Karena berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam
9 Arief. S. Sadirman, dkk. Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan
Pemanfaatannya...h.6 10
Yudi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru (Jakarta. Gaung Persada Press,
2010) cetakan ke-3 h.8 11
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran... h.318-319
15
diri pengajar maupun pembelajar, proses komunikasi belajar mengajar seringkali
berlangsung tidak efektif dan efisien. Media pembelajaran sebagai salah satu
sumber belajar dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi
dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal
karena media belajar dapat menjadi perantara komunikasi guru dan siswa.
Dalam menentukan pemilihan media, seorang pendidik harus
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Terdapat berbagai media
diantaranya : 12
a. Media Grafis, media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya
media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan ke sumber
penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan.
Pesan ini akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi
visual. Banyak jenis media grafis, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut : Gambar atau foto, Sketsa, Diagram, Bagan atau chart, Grafik,
Kartun, Poster, Peta atau Globe, Papan Flanel, dan Papan Buletin.
b. Media Audio, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan
yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik
verbal maupun non verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokan
dalam media audio anatar lain radio, alat perekam pita magnetik, piringan
hitam dan laboratorium bahasa.
c. Media Proyeksi Diam, media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan
media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain
itu, bahan-bahan grafis banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam.
Perbedaan yang jelas diantara keduanya adalah pada media grafis dapat
secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan pada
proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat
dilihat oleh sasaran terlebih dahulu. Adakalanya media jenis ini disertai
rekaman jenis audio, tapi ada pula visual saja.
Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan untuk mengatasi
berbagai hambatan antara lain13
:
12
Ibid, h.28-77
16
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan)
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya :
1) Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film atau model
2) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film
atau gambar
3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan
timelapse atau high-speed photography
4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan
lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara
verbal
5) Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram
dan lain-lain.
6) Konsep yang terlalu luas dapat divisualisasikan dalam bentuk film,
film bingkai, gambar dan lain-lain.
c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk :
1) Menimbulkan kegairahan belajar
2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik
dengan lingkungan dan kenyataan
3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan
minatnya
d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan
dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan
jika semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar
belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini bisa
diatasi dengan media pendidikan yaitu dengan kemampuannya dalam :
13
Sridadi Pudjo Suparto,Peran Media Dalam Pembelajaran (Jakarta, BKKBN, 2007) cetakan
ke-1 , h.74
17
1) Memberikan perangsang yang sama
2) Mempersamakan pengalaman
3) Menimbulkan persepsi yang sama
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
„tengah‟ „perantara‟. Gerlach & Ely dalam Arsyad mengatakan apabila dipahami
secara garis besar, maka media adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun suatu kondisi atau membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan
ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media14
.
Arsyad menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat
membantu proses belajar mengajar dan funsi untuk memperjelas makna pesan
yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran15
. Media
pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar
mengajar.
Berbeda dengan Arsyad, Wena menjelaskan mengenai media
pembelajaran adalah satu komponen penting dari strategi penyampaian
pembelajaran. Hal ini senada Wena mengungkapkan media pembelajaran adalah
komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan
disampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun bahan16
.
Suryaman menjelaskan pengertian media secara bahasa dan terminologis.
Secara bahasa, media diartikan sebagai perantara atau pengantar. Secara
terminologis, media pembelajaran dapat diartikan sebagai seluruh perantara
(dalam hal ini bahan atau alat) yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan
pembalajaran17
.
Harjanto menjelaskan pengertian dalam arti sempit dan luas. Dalam arti
sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan sacara
efektif dalam proses pengajaran yang terancana. Pengertian media dalam arti luas,
media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang komplek akan
14
Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2011) h. 3 15
Ibid, h. 9 16
Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 9 17
Maman Suryaman, Panduan Pendidik dalam Pembelajaran SMP/MTs (Jakarta, Depdiknas)
h. 103
18
tetapi juga mencakup alat-alat sederhana. Dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran yaitu media yang digunakan sebagai alat dan bahan dalam kegiatan
pembelajaran yang berfungsi sebagai perantara dari pengirim (guru) kepada
penerima (siswa) dalam proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
pendidikan tertentu18
. Peran media dalam pembelajaran sangatlah penting
terutama bagi siswa. Minat dan motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan
menggunakan media pembelajaran yang menarik, proses belajar adalah proses
mental dan emosional atau bisa disebut juga sebagai proses berfikir dan
merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila fikiran dan perasaannya aktif.
Aktivitas pikiran dan perasaan dalam proses belajar dapat dirasakan oleh yang
bersangkutan. Dalam proses belajar akan menimbulkan perubahan perilaku atau
tingkah laku seperti perubahan dalam motorik, sikap dan keterampilannya.
Sadiman (2008: 17-18) memaparkan manfaat media pembelajaran,yaitu
(1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis, (2)
mengatasi keterbatasan ruang, waktu,dan daya indra, (3) sikap pasif anak didik
dapat diatasi menggunakan media yang tepat dan bervariasi, dan (4) dapat
memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama dalam diri anak19
.
Menurut Yudhi Munadi (2012: 7) media pembelajaran dapat dipahami
sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari
sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di
mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif.
Dari penjelasan para ahli tersebut, secara umum fungsi media
pembelajaran adalah sebagai sarana untuk mempermudah peserta didik
memahami dan mamaknai proses pembelajaran yang dialami. Pengelompokan
jenis media dari segi perkembangan teknologi menurut Seeis dan Glasgow (dalam
Arsyad, 2011: 33) dibagi menjadi dua yaitu media pembelajaran mutakhir dan
tradisional. Contoh media pembelajaran mutakhir adalah seperti komputer,CD
pembelajaran, dan telekonfren. Contoh media pembelajaran tradisional adalah
gambar, buku teks, teka-teki, peta, dan boneka.
18
Hanjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Putra 2006) h. 247 19
Arief Sadiman, Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya (Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada 2008) h. 17-18
19
Seorang guru disamping harus mengetahui media apa yang akan
digunakan, juga harus terampil dalam membuat media tersebut, dan media yang
dibuat harus harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :20
a. Tujuan, media hendaknya menunjang tujuan instruksional yang telah
dirumuskan.
b. Ketepatgunaan (validitas), penggunaan media harus tepat dan berguna bagi
pemahaman materi yang dipelajari.
c. Keadaan peserta didik, kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta
didik dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.
d. Ketersediaan, pemilihan perlu diperhatikan ada tidaknya media tersedia di
perpustakaan atau di sekolah serta mudah sulitnya diperoleh.
e. Mutu teknis, media harus memilki kejelasan dan kualitas yang baik.
f. Biaya, hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan
apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak.
Media Boneka
Boneka adalah tiruan bentuk manusia dan bahkan sekarang termasuk
tiruan dari bentuk binatang. Jadi sebenarnya boneka merupakan salah satu model
perbandingan juga. Sekalipun demikian, karena boneka dalam penampilannya
memiliki karakteristik khusus, maka dalam bahasan ini dibicarakan tersendiri.
Dalam penggunaan boneka dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan
cara dimainkan dalam sandiwara boneka. Untuk keperluan sekolah dapat dibuat
boneka yang disesuaikan dengan cerita-cerita zaman sekarang. Untuk tiap daerah
pembuatan boneka ini disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing.
Macam-macam boneka untuk media pembelajaran dalam yaitu (1) boneka
jari, (2) boneka tangan, (3) boneka tongkat, (4) boneka tali, (5) boneka bayang-
bayang. Dilihat dari bentuk dan cara memainkannya dikenal beberapa jenis
boneka, antara lain:21
20
Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Cipta, 2008) cetakan keenam, h.238-239 21http://molylovelyme.blogspot.comenypurwatiwordprees.com/2013/07/08/
20
Boneka jari
Boneka ini dibuat dengan alat sederhana seperti tutup botol, bola
pingpong, bambu kecil yang dapat dipakai sebagai kepala boneka. Sesuai dengan
namanya boneka ini dima-inkan dengan menggunakan jari tangan. Kepala boneka
diletakkan pada ujung jari kita/ dalam. Dapat juga dibuat dari semacam sarung
tangan, dimana pada ujung jari sarung ta-ngan tersebut sudah berbentuk kepala
boneka dan dengan demikian kita/ dalam tinggal memainkannya saja.
Boneka Tangan
Kalau boneka dari setiap ujung jari kita dapat memainkan satu tokoh, lain
halnya dengan boneka tangan. Pada boneka tangan ini satu tangan kita hanya
dapat memainkan satu boneka. Disebut boneka tangan, karena boneka ini hanya
terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan kakinya
hanya merupakan baju yang akan menutup lengan orang yang memainkannya
disamping cara memainkannya juga hanya memakai tangan (tanpa menggunakan
alat bantu yang lain). Cara memainkanya adalah jari telunjuk untuk memainkan
atau menggerakkan kepala, ibu jari, dan jari tangan untuk menggerakkan tangan.
Di Indonesia penggunaan boneka tangan sebagai media pendidikan/ pembelajaran
di sekolah-sekolah sudah dilak-sanakan, bahkan dipakai diluar sekolah yaitu pada
siaran TVRI dengan film seri boneka “Si Unyil”
Boneka Tongkat
Disebut boneka tongkat karena cara memainkannya dengan menggunakan
tongkat. Tongkat-tongkat ini dihubungkan dengan tangan dan tubuh boneka.
Wayang Golek di Jawa Barat misalnya adalah termasuk boneka jenis ini. Untuk
keperluan penggunaan boneka tongkat sebagai media pendidikan/ pembelajaran di
sekolah, maka tokoh-tokohnya dibuat sesuai dengan keadaan sekarang. Misalnya
dibuat tokoh tentara, pedagang, lurah, nelayan dan sebagainya Boneka tongkat
dapat dibuat darikayu yang lunak seperti kayu kemiri, randu, dan sebagainya.
21
Boneka Tali
Boneka tali atau “Marionet” banyak dipakai dinegara barat. Perbedaan
yang menyolok antara boneka tali dengan boneka yang lain adalah, boneka tali
bagian kepala, tangan, dan kaki dapat digerak-gerakkan menurut kehendak
kita/dalangnya. Cara meng-gerakkannya dengan tali. Dengan demikian maka
kedudukan tangan orang yang memain-kannya berada di atas boneka yang
dimainkannya. Untuk memainkan boneka tali diperlukan latihan-latihan yang
teratur, sebab memainkan boneka tali ini memerlukan keterampilan yang lebih
sulit dibandingkan dengan memainkan boneka-boneka yang lainnya. Adakan
tetapi memiliki kelebihan lebih hidup dari pada boneka yang lain, karena
mendekati gerak manusia atau tokoh yang sebenarnya.
Boneka Bayang-bayang
Boneka bayang-bayang (Sadhow Puppet) adalah jenis boneka yang cara
memainkannya dengan mempertontonkan gerak bayang-bayang dari boneka
tersebut. Di Indonesia khususnya di Jawa dikenal dengan “Wayang kulit”. Namun
untuk keperluan sekolah, wayang semacam ini dirasakan kurang efektif, karena
untuk memainkan boneka ini diperlukan ruangan gelap/tertutup. lagi pula
diperlukan lampu untuk membuat bayang-bayang layar.
a. Pengertian Boneka
Boneka jari merupakan media yang tidak terlalu mengeluarkan banyak
uang tetapi cukup efektif digunakan sebai metode pembelajaran yang
interaktif.22
Menurut Raemiza, media boneka dapat membantu anak dalam
memahami cerita dan lebih menarik perhatian mereka. Media boneka termasuk
dalam jenis media visual tiga dimensi. Media ini dapat membantu siswa mengenal
segala aspek yang berkaitan dengan benda dan memberikan pengalaman yang
lengkap tentang benda tersebut. Benda-benda dan situasi yang diajarkan kepada
22
al-rasyid blog undip.ac.id/tag/boneka-media-pembelajaran/
22
anak akan lebih cepat dipahami bila obyek tersebut ada di hadapan mereka.
Penggunaan media boneka menolong anak untuk bernalar dan membentuk konsep
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek, baik ukuran, bentuk,
berat, maupun manfaatnya.
b. Fungsi Boneka
Menururt Ahira, boneka sangat sesuai untuk digunakan sebagai alat
permainan edukatif. Selain itu, media ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1)
memberikan pengalaman yang kongkret, (2) memungkinkan siswa menganalisis
secara mendalam, (3) membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu, (4) informasi
yang diperoleh akan lebih jelas, (5) memperjelas suatu masalah atau proses kerja
dari alat, dan (6) mendorong timbulnya kreativitas siswa.
c. Cara Penggunaan Boneka
Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka
menurut Raemiza perlu memperhatikan beberapa hal dalam penggunaan boneka,
yang antara lain (a) rumusan tujuan pembelajaran dengan jelas, (b) buatlah
naskah atau skenario sandiwara yang akan dimainkan secara terperinci, baik
dialognya, settingnya dan adegannya harus disusun secara cermat, (c) permainan
boneka mementingkan gerak daripada kata-kata, karena itu pembicaraan jangan
terlalu panjang, dapat menjemukan penonton, (d) permainan sandiwara boneka
jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit, (e) hendaknya diselingi dengan
nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi bersama, (f) isi cerita hendaknya
sesuai dengan umur dan kemamp uan serta daya imajinasi anak-anak yang
menonton, (g) selesai permainan sandiwara, hendaknya diadakan kegiatan
lanjutan seperti tanya jawab, diskusi atau menceritakan kembali tentang isi cerita
yang disajikan, (h) jika memungkinkan, berilah kesempatan kepada anak-anak
untuk memainkannya.
Dari keterangan tentang boneka tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media boneka sangat memungkinkan siswa untuk menguasai konsep-
konsep yang sedang diajarkan karena siswa turut serta dalam situasi yang
sesungguhnya. Media boneka dapat menaraik perhatian siswa dengan bantuan
gerakan-gerakan, ekspresi dan intonasi guru.
23
Pembelajaran Keterampilan Bercerita di SMP / MTs Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional pengembangan
kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang
akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama
ini.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia adalah satu program untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan berbahasa siswa serta sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahan pengajaran
yang diarahkan di tingkat SMP / MTs adalah pengajaran yang meliputi aspek
kemampuan berbahasa dan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa meliputi
keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan
dengan ragam bahasa non sastra. Aspek kemampuan bersastra meliputi
keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan
dengan ragam bahasa sastra.
Pengajaran dalam penilitian ini adalah pengajaran berbicara, khususnya
bercerita. Dalam standar kompetensi dasar tingkat SMP/MTs tahun 2011/2012,
disebutkan bahwa berbicara terbagi ke dalam dua pokok bahasan yaitu komponen
bahasa dan bersastra. Standar kompetensi tersebut terbagi dalam empat
kompetensi dasar, yaitu menceritakan pengalaman yang paling mengesankan
dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif, menyampaikan
pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kaliamat-kalimat
yang lugas dan sederhana, bercerita dengan ururtan yang baik, suara, lafal,
intonasi, gestur, dan mimik yang tepat dan bercerita dengan alat peraga.
Kemampuan bercerita dengan alat peraga merupakan kemampuan bersastra. Jadi,
sesuai dengan SK tersebut, siswa dilatih untuk dapat menyampaikan cerita dengan
alat peraga.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah.
1. Hasil penelitian Firdaus Muttakim (2013) tentang “Peningkatan
Keterampilan Bercereta melalui Pendekatan Savi Berbantuan Boneka Tangan
24
Pada Siswa Kelas II SDN. Karanganyar Semarang.” Menyimpulkan bahwa: (1)
terdapat perbedaan segnifikan antara keterampilan bercerita siswa kelas II SDN.
Karanganyar Semarang yang menggunakan pendekatan savi Berbantuan boneka
tangan dan yang tanpa menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka tangan
siswa kelas II SDN. Karanganyar Semarang (2) penggunaan pendekatan savi
berbantuan boneka tangan siswa kelas II SDN Karanganyar Semarang lebih
efektif dalam pembelajaran bercerita pada siswa kelas II SDN. Karanganyar
semarang daripada tidak menggunakan pendekatan savi berbantuan boneka siswa
kelas II SDN Karanganyar Semarang. Penelitian ini relevan dengan penelitian
yang peneliti lakukan, pada subyek penelitian. Dan penelitian yang sama pada
subyek penelitian keterampilan bercerita. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah jenis penilitan dan
pendekatan, media pembelajaran yang digunakan. Jenis penelitian tindakan kelas.
2. Hasil penelitian Aryani (2012) tentang “Peningkatan Aktivitas dan
Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inkuiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi
Pada Siswa Kelas Va SDN I Metro Barat Lampung. Hasil penelitian menunjukkan
aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada 63,54%, sedangkan siklus II
berada pada 74,31%, mengalami peninkatan sebesar 10,77%. Hasil keterampilan
bercerita siswa pada siklus I 62,5% dan siklus II 66,67%, mengalami peningkatan
sebesar 4,17%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa keterampilan bercerita dapat ditingkatkan menggunakan metode inkuir
berdasarkan teks cerita fiksi pada siswa kelas Va SDN I Metro Barat lampung.
3. Persamaan dan Perbedaan
Persamaan penelitian ini adalah dengan menggunakan media boneka pada
materi bercerita, sedangkan perbedaan adalah tempat dan subyek penelitian.
C. Kerangka Berpikir
Pengajaran keterampilan berbahasa lisan akan membawa hasil yang
maksimal apabila dilandasi dengan (1) tujuan yang jelas, (2) materi yang disusun
secara sestimatis,(3) usaha menumbuhkan partisipasi aktif bagi siswa, (4)
25
mengembangkan kreativitas siswa, dan (5) menciptakan suasana belajar mengajar
yang menyenangkan.
Salah satu bentuk keterampilan berbicara yang tertuang dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP adalah kompetensi dasar bercerita
dengan alat peraga. Kompetensi bercerita diajarkan pada sdekolah menenggah
pertama kelas VII semester ganjil.
Secara praktik keterampilan bercerita membutuhkan latihan dan pengarahan
pembelajaran yang intensif. Namun demikian, pembelajaran bercerita di sekolah
mendapatkan jadwal yang sangat minimal. Selain keterbatasan waktu, lemahnya
kemampuan bercerita dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang kurang efektif.
Penyampaian materi disampaikan hanya melalui ceramah dan interaksi satu arah.
Untuk mengatasi hal tersebut, guru hendaknya menggunakan alternatif
dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Media yang dirasa tepat
untuk mengatasi masalah diatas adalah menggunakan media boneka. Boneka
memudahkan siswa memahami konsep tentang benda-benda secara utuh,
misalnya ukuran, sifat, dan bentuk. Boneka juga dapat merangsang siswa untuk
berbahasa secara lisan dengan baik, misalnya sebagai model untuk
mengungkapkan emosinya. Anak-anak sering melakukan percakapan dengan
benda yang menurut mereka menarik misalnya dengan boneka, mereka
berimajinasi seolah-olah boneka lawan bicara yang menarik. Oleh karena itu
penggunaan media boneka dapat mempermudah siswa dalam bercerita
D. Hipotesis Tindakan
Dengan menerapkan media boneka tangan maka:
Terdapat peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan media
boneka tangan pada siswa kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu danTempat Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di MTs. Yanusa Pondok Pinang Kebayoran Lama
Jakarta Selatan. Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014
tahun ajaran 2013/2014. Adapun jadwal kegiatan penelitian sebagaimana
terlihat dalam tabel berkut:
Tabel : 3.1
Waktu Penelitian
No Kegiatan
Bulan
April Mei Juni
1. Persiapan dan Perencanaan √
2. Observasi √ √
3. Pelaksanaan Pembelajaran √ √
4. Analisis Data √
5. Laporan Hasil Penelitian √
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan
a. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah
Penelitian Tindakan Kelas (action research) yang dilaksanakan oleh guru
di dalam kelas. Penelitian tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian
27
“riset-tindakan-riset-tidakan-...” yang dilakukan secara siklik dalam
rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan.1
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan
tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan
oleh siswa.2
Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti adalah seorang
guru yang hendak memperbaiki kualitas hasil belajar bahasa Indonesia
khususnya pada keterampilan bercerita di MTs Yanusa Jakarta Selatan.
sekolah tempat peneliti melaksanakan tugas sehari-hari.
Penelitian tindakan yang dilakukan terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan
tersebut dilakukan. Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus
peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk yang diamati,
kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta
yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara rinci pada tahapan
perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
a) Menyiapkan instrumen pengumpulan data terdiri dari :
- Angket
- Lembar observasi
- Lembar tes
b) Membuat rancangan tindakan secara rinci yang tertuang dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
1 Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, Gaung Persada, 2011) cetakan kedua, h.4
2 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2009) cetakan
kesembilan, h.3
28
c) Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS )
2. Tindakan (Action)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan skenario atau strategi
pembelajaran yang sudah direncanakan. Pembelajaran yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah penggunaan boneka pada pembelajaran
keterampila bercerita.
Rincian tindakan tersebut menjelaskan tentang:
a) Menerapkan srtategi pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
boneka
b) Mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
3. Pengamatan (Observasi)
Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan.
Pengamatan pada waktu tindakan sedang berlangsungnya pembelajaran,
jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Pada tahap ini
peneliti dibantu oleh teman sejawat sebagai kolaborator yang melakukan
pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data berupa lembar
obsevasi dan tes hasil belajar. Panduan obsevasi yang digunakan terdiri
dari dua yaitu guru dan siswa.
Observasi digunakan untuk mengamati secara cermat terhadap
penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi
keterampilan bercerita yang dilaksanakan pada siklus penelitian.
4. Refleksi
Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Hasil yang telah diperoleh dari pengamatan
dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti dan kolaborator, sehingga
29
diketahui apakah kegiatan yang telah dilasanakan mencapai tujuan yang
diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan
dengan maksud untuk memperbaiki kegiatan penelitian sebelumnya yang
akan diterapkan pada penelitian berikutnya.
C. Subyek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Yanusa dengan
jumlah siswa sebanyak 20 orang yang terdiri dari 12 orang siswa laki-laki
dan 8 orang siswa perempuan.
Uraian tahapan penelitian tersebut sebagai berikut:
Penelitian ini terdiri dari dua siklus . Siklus I adalah segala upaya
mulai dari tahap perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi yang
diarahkan untuk mengkaji masalah penggunaan alat peraga bahasa
Indonesia dalam meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi
keterampilan bercerita. Sub pokok bahasan materi pembahasan dalam
tindakan pembelajaran Siklus I adalah Mampu menentukan pokok-pokok
cerita dan mampu merangkai pokok pokok cerita menjadi urutan cerita
yang menarik yang dilaksanakan dua kali proses pembelajaran. Siklus I
diakhiri dengan evaluasi terhadap capaian indikator hasil belajar siswa dan
analisis hasil belajar observasi terhadap penggunaan alat peraga bahasa
Indonesia dalam pembelajaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti akan melanjutkan
kegiatan penelitian pada siklus II melalui tahapan yang sama seperti siklus
I, dengan sub materi tindakan pembelajaran adalah Mampu bercerita
dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita. Dan
proses pembelajaran ini dilakukan sebanyak empat kali pertemuan
pembelajaran dan satu kali tes evaluasi hasil belajar siklus pada setiap
siklus.
1. Penelitian ini berakhir apabila peneliti telah memperoleh data bahwa
hasil belajar bahasa Indonesia siswa pada materipenyampaian
bercerita dengan alat peraga telah mencapai rata-rata ketuntasan hasil
30
belajar mencapai 70% dan analisis pengamatan menujukkan bahwa
proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga boneka pada
materi penyampaian bercerita dengan alat peraga mencapai target
serendah-rendahnya kategori baik.
2. Desain penelitian tindakan kelas ini selanjutnya secara sistematis
disajikan dalam alur diagram dibawah ini.
Bagan : 3.1
Alur Prosedur Pelaksanaan PTK
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti sebagai bertindak sebagai perancang,
melaksanakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis
data serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
dibantu teman sejawat yang bertindak sebagai observer atau pengamat.
Kerja sama peneliti dan guru bahasa Indonesia dalam penelitian
tindakan kelas ini menjadi hal yang sangat penting, dan memiliki
31
kedudukan yang setara dalam arti masing-masing mempunyai peran dan
tanggung jawab yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan.3
E. Tahapan Intervensi Tindakan
Tahap intervensi diawali dengan mengidentfikasi persoalan di kelas
dan direncanakan alternatif penyelesaian. Dalam penelitian yang terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, evaluasi serta
analisis data dan refleksi. Jika data yang diperoleh penyempurnaan dan
begitu selanjutnya, sampai hasil analisis tindakan menunjukkan bahwa
kriteria target tujuan penelitian yang telah ditetapkan tercapai.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah
telihat dalam tabel berikut:
Tabel : 3.2
Tahap Penelitian Siklus I
S
I
K
L
Tahap Perencanaan
1. Menyiapkan kelas penelitian
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang
menggunakan media alat peraga bahasa Indonesia
3. Mendiskusikan RPP dengan dosen Pembimbing dan kolaborator
4. Menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan dengan
menggunakan alat peraga
5. Menyiapkan lembar observasi siswa dan guru, alat peraga,
wawancara, catatan lapangan serta keperluan observasi lainnya
6. Menyiapkan soal latihan pada setiap pertemuan tentang
7. Menyiapkan soal akhir siklus I Penyampaian cerita
dengan alat peraga
8. Menyiapkan alat dokumentasi
3Ibid, h, 63
32
U
S
I
Tahap Pelaksanaan
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru melakukan apersepsi, motivasi, eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi
3. Guru menjelaskan dan memberikan contoh cara Penyampaian
ceritadengan boneka
4. Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan
boneka
5. Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan
setiap akhir pertemuan
6. Siswa mengerjakan soal tes akhir siklus I
7. Mewawancarai siswa dan guru (kolabolator) untuk mengetahui
penilaian mereka terhadap proses pembelajaran selama siklus I
8. Mendokumentasikan semua data yang diperoleh setiap
pembelajaran selama siklus I
Tahap Observasi
Tahap ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan
(pembelajaran) yang terdiri dari observasi terhadap siswa dan guru,
mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran sesuai
instrument yang telah dibuat atau mencatat kejadian-kejadian khusus
yang belum tercantum dalam instrument.
Tahap Refleksi
Melakukan analisis terhadap semua data yang terkumpul dari hasil
observasi dan menentukan keberhasilan dan kelemahan atau
kekurangan pada siklus I yang akan dijadikan dasar perbaikan pada
pelaksanaan siklus berikutnya
33
Tabel : 3.3
Tahap Penelitian Siklus II
S
I
K
L
U
S
II
Tahap Perencanaan
1. Memperbaiki kelemahan-kelemahan siklus I
2. Menyiapkan kelas penelitian
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang
menggunakan media alat peraga
4. Mendiskusikan RPP dengan dosen pembimbing dan koraborator
5. Menyiapkan materi ajar untuk setiap peretemuan dengan
menggunakan alat peraga
6. Menyiapkan lembar angket siswa dan guru, alat peraga, catatan
lapangan serta keperluan boservasi lainnya
7. Menyiapkan soal latihan pada setiap pertemuan tentang
Penyampaian cerita dengan alat peraga
8. Menyiapkan soal akhir siklus II
9. Menyiapkan alat dokumentasi
Tahap Pelaksanaan
1. Memberikan ulasan tentang materi yang telah dipelajari dan
melakukan penguatan khususnya
2. Menjelaskan tujuan pembelajaran, melakukan apersepsi, motivasi,
eksplorasi, elaborasi, dan konfimasi mengenai materi yang hendak
dipelajari
3. Menjelaska Penyampaian cerita dengan alat peraga dan
mendemontrasikan cara penggunaan alat boneka
4. Siswa diberi kesempatan untuk tampil ke depan menggunakan alat
peraga boneka
5. Siswa disuruh mengerjakan soal latihan yang telah disiapkan setiap
akhir pertemuan
6. Siswa mengerjakan soal tes akhir siklus II
34
7. Mendokumentasikan semua data yang diperoleh setiap
pembelajaran selama siklus II
Tahap Observasi
Tahap ini pada dasarnya sama dengan observasi Siklus I, hanya ada
beberapa tanbahan instrumen pengamatan sebagai upaya perbaikan
tindakan
Tahap Refleksi
Menganalisa data yang telah terkumpul selama tindakan pada siklus II
dan menetukan hasil tindakan siklus II, yang akan dijadikan dasar
tindakan selanjutnya, apakah akan melanjutjan tindakan pada siklus III.
Jika target hasil belajar belum tercapai, atau tindakan dihentikan, jika
target telah tercapai.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil dari pelaksanaan tindakan yang diharapkan adalah tercapainya
indikator-indikator keberhasilan , yaitu siswa dapat melakukan 1. Mampu
menentukan pokok-pokok cerita. 2. Mampu merangkai pokok pokok cerita
menjadi urutan cerita yang menarik, dengan target diakhir siklus 80% siswa
atau lebih memperoleh nilai sesuai KKM yang telah ditetapkan KKM. KKM
yang telah ditetapkan sekolah untuk materi Penyampaian cerita dengan alat
peraga ini adalah 65. Penetapan kriteria keberhasilan sebesar 80% ini
berdasarkan pada hasil observasi awal terhadap data nilai ulangan harian
yang selama ini dilakukan serta hasil wawancara dengan guru bahasa
Indonesia yang dalam hal ini bertindak sebagai kolabolator, rerata ulangan
harian siswa kelas VII MTS. Yanusa tiap akhir pertemuan dan akhir bab
tidak pernah lebih dari 50% siswa yang mencapai target nilai ketuntasan
minimal. Dan sebagian besar selalu remedial. Jadi penelitian tindakan kelas
ini dikatakan telah berhasil apabila mencapai nilai rata-rata 70.
35
G. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif.
Data kualitatif berupa hasil observasi proses pembelajaran, hasil
observasi tentang penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, lembar
jurnal harian siswa, lembar observasi terhadap guru dan dokumentasi
lainnya (berupa foto kegiatan pembelajaran) Data kuantitatif berupa nilai
tes hasil belajar siswa terhadap materi Penyampaian cerita dengan alat
peraga pada setiap akhir pembelajaran dan akhir siklus.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru bahasa Indonesia
(kolabolator, kepala sekolah, dokumen KTSP sekolah dan peneliti)
H. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu : Instrumen Non Tes
Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
a. Lembar pedoman pengamatan
Lembar pedoman pengamatan proses pembelajaran keterampilan
bercerita dalam menggunakan alat peraga bahasa Indonesia, menyampaikan
materi pelajaran, membimbing dan mengarahkan siswa, membangkitkan
motivasi siswa, mengelola kelas dan berbagi kompetensi lain yang harus
dimiliki oleh seorang guru.
Tabel : 3.4
Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita
No Aspek Rata-Rata
Pratindakan
Rata-
Rata
Siklus I
Rata-
Rata
Siklus II
Peningkatan
1 Volume Suara
2 Pelafalan
36
3
Keterampilan
Mengembangkan
Ide
4 Sikap Penghayatan
Cerita
5 Pilihan Kata
Jumlah
Presentase
1. Volume Suara
a. Sangat baik: Volume sudah terdengar olehh seluruh pendengar
secara jelas dan lantang 100
b. Baik: Volume sudah terdengar oleh seluruh pendengar 80
c. Cukup: Volume terdengar tapi belum terdengar oleh seluruh pendengar
60
d. Kurang: Volume tidak terlalu terdengar dan tidak jelas 40
e. Sangat kurang: Volume sama sekali tidak terdengar 20
2. Pelafalan
a. Sangat baik: Pelafalan fonem sangat jelas, tidak terpengaruh dialek,
intonasi sangat jelas 100
b. Baik: Pelafalan fonem jelas, tidak terpengaruh dialek, intonasi jelas 80
c. Cukup: Pelafalan fonem cukup jelas, sedikit terpengaruh dialek, intonasi
cukup jelas 60
d. Kurang: Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, intonasi
kurang jelas 40
e. Sangat kurang: Pelafalan fonem tidak jelas, sangat terpengaruh dialek
intonasitidak jelas 20
37
3. Keterampilan Mengembangkan Ide
a. Sangat baik: Cerita dikembangkansecara kreatif tanpa keluar dari
tema.Alur, tokoh, dan setting terkonsepdengan jelas dan menarik.
Amanat ceritasesuai dengan tema. 100
b. Baik: Cerita dikembangkan secara kreatif tidak keluar dari tema. Alur,
tokoh, dan setting terkonsep dengan jelas namun kurang menarik.
Amanat cerita sesuai dengan tema. 80
c. Cukup: Cerita dikembangkan dengan cukup kreatif, tidak keluar dari
tema. Setting dan tokoh terkonsep jelas, namun alur kurang terkonsep
dengan jelas. Amanat cerita cukup sesuai dengan tema. 60
d. Kurang: Cerita dikembangkan dengan kurang kreatif dan tidak keluar
dari tema. Alur, setting, tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat
cerita kurang sesuai dengan tema. 40
e. Sangat kurang: Cerita tidak dikembangkan dengan baik. Alur, setting,
dan tokoh tidak terkonsep dengan jelas. Amanat cerita tidak sesuai
dengan tema. 20
4. Sikap Penghayatan Cerita
a. Sangat baik: Mimik, gerak, dan suarasesuai dengan karakter tokoh
yangdiperankan, ada improvisasi terhadapmimik, gerak dan suara, dan
improvisasiyang dilakukan sangat tepat dan tidakberlebihan 100
b. Baik: Mimik, gerak dan suara sesuaidengan karakter tokoh yang
diperankan,ada improvisasi trhadap mimik, gerak,dan suara 80
c. Cukup: Mimik, gerak dan suara cukupsesuai dengan karakter tokoh,
tidak adaimprovisasi terhadap mimik, gerak dansuara 60
d. Kurang: Mimik, gerak dan suara tidak sesuai dengan karakter tokoh dan
tidak punya improvisasi 40
e. Sangat kurang: mimik, gerak-gerik dansuara tidak sesuai dengan
karakter tokoh dalam cerita 20
38
5. Pilihan Kata
a. Sangat baik: Penggunaan kata-kata,istilah sesuai dengan tema dan
karakter tokoh, terdapat variasi dalam pemilihan kata 100
b. Baik: Penggunaan kata-kata, istilahsesuai dengan tema dan karakter
tokoh,kurang terdapat variasi dalam pemilihan kata 80
c. Cukup: Penggunaan kata-kata, istilahsesuai dengan tema dan
karaktertokoh,tidak ada variasi dalam pemilihan kata 60
d. Kurang: Penggunaan kata-kata, istilahkurang sesuai dengan tema dan
karaktertokoh, tidak ada variasi dalam pemilihankata 40
e. Sangat kurang: penggunaan kata-kata,istilah tidak sesuai dengan tema
dankarakter tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan kata 20
b. Dokumentasi, berupa foto, dan dokumen-dokumen lain sebagai bukti
otentik penelitian.
I. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian
yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Secara rinci teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Keterampilan siswa menggunakan alat peraga diperoleh dari lembar
pengamatan yang dilakukan oleh kolabolator atau tanggapan siswa
terhadap pembelajaran dengan penggunaan alat peraga Penyampaian
cerita yang diperoleh dengan lembar jurnal harian siswa yang ditulis
oleh siswa pada setiap akhir pembelajaran (pertemuan).
2. Data suasana pembelajaran selain diperoleh dengan pengamatan dengan
penggunaan media kamera foto yang diharapkan menjadi penguat data
hasil observasi.
39
3. Terhadap kejadian-kejadian yang tidak terakomodasi dalam instrumen
penelitian dicatat dengan menggunakan lembar cacatan lapangan, baik
yang dilakukan peneliti maupun kolaborator.
J. Tenik Pemeriksaan keterpercayaan Studi
Agar data yang diperoleh dapat terjamin validitasnya, maka digunakan
teknik trigulasi dan saturasi dengan menggunakan:
1. Observasi
2. Tes hasil belajar siswa
3. Jurnal harian
Pelaksanaan uji validitas data dengan cara:
1. Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang
berbeda. Dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang
hasil belajar siswa dilakukan dengan cara mengobservasi data nilai
siswa, memberikan tes hasil belajar setiap akhir peretemuan dan siklus,
serta memeriksa hasil tugas-tugas yang diberikan pada siswa.
2. Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal
yang sama. Untuk mengetahui keterampilan guru dalam menggunakan
alat peraga bahasa Indonesia dilakukan wawancara terhadap guru atau
kolaborator dan kepada siswa.
3. Memeriksa kembali data-data yang terkumpul baik tentang
kejanggalan, keaslian maupun kelengkapannya.
4. Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul.
Sebagaimana telah diisyaratkan, hasil dan refleksi akan menentukan
apakah tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah
yang memicu penyelenggaraan PTK atau belum. Jika hasilnya belum
memuaskan atau masalahnya belum terselesaikan, maka dilakukan tindakan
perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya
atau, apabila perlu, dengan menyusun tindakan perbaikan yang betul-betul
40
baru untuk mengatasi masalah yang ada.4Saturasi adalah situasi pada waktu
data sudah jenuh atau tidak ada lagi data lain yang berhasil dikumpulkan,
maka waktunya peneliti untuk mengambil keputusan mengakhiri siklus.5
Agar diperoleh data yang akurat sebelum digunakan dalam penelitian,
instrumen tes hasil belajar penyampaian berita dengan alat peraga terlebih
dahulu dilakukan uji validasi secara isi (content validity). Sebuah tes
dikatakan memiliki validasi isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.6 Validasi isi
dilakukan dengan mengkonsultasikan instrument tes tersebut kepada para
pakar (ahli) dalam hal ini yaitu dosen pembimbing yang merupakan pakar di
bidang pendidikan bahasa Indonesia.
K. Analisis Data dan Interpretasi Data
Sebelum menganalisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan
data dari berbagai sumber. Kemudian analisis data dilakukan pada semua
data yang sudah terkumpul, yaitu berupa hasil observasi, jurnal harian
siswa, tes hasil belajar siswa, catatan lapangan dan lain-lain. Semua data
tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif.
Tahap analisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada
dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan dilakukan dalam bentuk interaksi dengan pengumpulan
data sebagai suatu proses siklus. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat
dan aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan
memiliki nilai ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
4Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah
(DepDikBud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah, IBRD LOAN
NO.3979-IND) h.46 5 Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian Kelas Untuk meningkatkan Kinerja Guru Dan Dosen
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010) cetakan kesepuluh, h.170 6 Suharsimi Sarikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2009) cetakan
keenam, h.67
41
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan
Penelitian diakhir setelah hasil analisis data menunjukkan bahwa target
peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VII MTs Yanusa
pada materi keterampilan bercerita telah tercapai. Maka sebagai tindak
lanjut dan pengembangan perencanaan tindakan hasil penelitian ini.
Kegiatan penelitian yang penulis lakukan ini merupakan rangkaian
kegiatan yang relatif panjang mulai dari pra persiapan, persiapan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis hasil tindakan dan refleksi, yang
hasil analisis menunjukkan bahwa target belum tercapai maka peneliti
melakukan proses pengembangan tindakan lagi dengan cara mengulangi
perencanaan yang didasari oleh hasil analisis data pada tahap (siklus I),
pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis dan refleksi dan begitu
seterusnya sampai target tercapai. Dalam melakukan penelitian penulis
berkolaborasi dengan teman sejawat (guru bahasa Indonesia kelas VII MTs
Yanusa) yang ternyata berkat kerja kolaboratif tersebut telah berhasil
meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia kelas VII MTs Yanusa
khususnya pada materi keterampilan bercerita dengan alat pereaga, dengan
proses dan suasana pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan alat peraga
bahasa Indonesia dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, hal ini diharapkan dapat memberi inspirasi dan masukan
kepada observer (guru bahasa Indonesia) untuk menjadi bahan tindak lanjut
dan pengembangan dalam pelaksanaan tugas rutinnya sebagai guru bahasa
Indonesia MTs Yanusa.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil Sekolah
a. Nama Sekolah : MTs. Yanusa
b. Berdiri tahun : 1972
c. Alamat Sekolah : Jl. H. Saikin No. 15 Pondok Pinang
Kebayoran Lama Jakarta Selatan
d. No. Statistik Sekoloah : 121231740003
e. Nama Kepala Sekolah : Rrs. H. Ahmad Shafiyuddin
f. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 04 Oktober 1958
g. Fasilitas : Luas tanah 1200 M2
Luas bangunan 800 M2
h. Jumlah ruang belajar : 3 ruang
i. Jumlah guru : 12 orang terdiri dari : 7 orang guru laki-laki
dan 5 orang perempuan.
j. Jumlah siswa : 65 siswa
A. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus 4 tahap pada masing-
masing siklus. Tahapan tersebut meliputi kegiatan: perencanaan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum hasil penelitian dipaparkan akan
diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal kemampuan siswa
keterampilan bercerita kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
Dengan demikian, secara urut bab ini akan menjelaskan tentang (1) kondisi
awal keterampilan bercerita siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang
Jakarta Selatan, (2) pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian, dan (3)
pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil
penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diajukan.
43
1. Kondisi Awal Keterampilan Bercerita Siswa
Kondisi awal tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan
tindakan apa saja yang akan dilakukan pada saat siklus dilakukan. Kegiatan
pratindakan ini dilakukan pada hari Senin, 7 April 2014 pukul 07.00 WIB.
Pada kegiatan pratindakan guru dan siswa melaksanakan proses pembelajaran
keterampilan bercerita di ruang kelas VII. Sebagai langkah awal dalam
penelitian, peneliti melakukan survei yang dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi awal, baik proses pembelajaran maupun keterampilan bercerita. Siswa
kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Saat proses
pembelajaran berlangsung, siswa terlihat kurang aktif dalam mengajukan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan serta mengerjakan tugas dari guru. Hal
ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat pratindakan termasuk dalam
kategori cukup, karena skor rata-rata yang dihasilkan 60,8 jika dilihat dari
hasil pengisian angket yang menyatakan bahwa siswa yang aktif hanya 6 siswa
dari jumlah keseluruhan siswa atau yang aktif selama kegiatan proses
pembelajaran keterampilan bercerita.
Pada proses pembelajaran keterampilan bercerita, beberapa siswa yang
duduk di kursi bagian depan terlihat memperhatikan guru namun sedikit pula
siswa yang menopang dagu, melamun serta sedikit sibuk beraktifitas sendiri.
Hal ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat pratindakan, berdasarkan
hasil angket yang melaksanakan bahwa siswa yang memperhatikan dan
konsentrasi selama proses pembelajaran hanyalah 10 orang dari jumlah
keseluruhan siswa.
Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran apalagi untuk
merangkai pokok-pokok cerita menjadi sebuah cerita, karena siswa kurang
mempunyai ide cerita. Hal ini dilihat dari hasil pengamatan proses pada saat
pratindakan termasuk dalam kategori kurang karena skor rata-rata yang
dihasilkan 61. Jika dilihat dari hasil pengisian angket yang menyatakan bahwa
siswa yang berminat dan antusias pada pembelajaran keterampilan bercerita
sebanyak 9 orang dari keseluruhan siswa.
44
Ketidakberanian siswa begitu tampak manakala guru memberikan
kesempatan secara maksimal kepada siswa untuk praktek bercerita di depan
kelas, namun respon yang diberikan siswa terlihat sangat minim, walaupun
mereka secara berkelompok. Siswa justru melakukan aksi saling tunjuk
kelompok saat guru memberikan kesempatan pada siswa bercerita di depan
kelas. Berdasarkan pengamatan penelitian, bahwa tidak ada satupun siswa yang
mau bercerita, sehingga guru mempunyai alternatif mengundi kelompok siswa.
Hal ini diperkuat dengan hasil pengisian angket dan wawancara dengan
guru dan siswa pada tahap pratindakan. Berdasarkan hasil wawancara tahap
pratindakan antara peneliti dengan guru dan siswa, guru menyatakan bahwa
keberanian siswa untuk bercerita di depan kelas sangat kurang sekali, setiap
diperintah untuk bercerita, siswa beralasan tidak bisa bercerita karena tidak
mempunyai ide. Seperti halnya dengan hasil wawancara antara peneliti dengan
salah satu siswa kelas VII, mereka tidak punya keberanian untuk bercerita di
depan kelas, alasan dia karena malu dengan teman-temannya dan tidak
mempunyai ide untuk bercerita.
Pengisian angket menyatakan bahwa siswa tidak berani bercerita di
depan kelas yaitu sebanyak 14 siswa dari keseluruhan siswa kelas VII MTs
Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Berdasarkan hasil angket bahwasannya
14 siswa kurang berani tampil di depan kelas untuk bercerita, karena siswa
merasa malu, grogi, tidak bisa cerita dan tidak mempunyai ide untuk bercerita.
Hal tersebut mengakibatkan, ekspresi tidak muncul, dan pandangan mata hanya
tertunduk pada buku paket saja.
Hasil angket yang diisi oleh siswa kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang
Jakarta Selatan terkait dengan perlu atau tidaknya media pembelajaran yang
digunakan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan
bercerita. Sebanyak 16 siswa menyatakan perlu adanya media pembelajaran
yang diharapkan bisa mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan
bercerita.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan hasil angket dapat
disimpulkan secara keseluruhan bahwa sebagian besar siswa kurang berani
tampil bercerita. Hal ini disebabkan karena siswa malu, grogi, tidak bisa
bercerita dan takut salah jika bercerita di depan kelas. Menurut hasil tes yang
45
dilakukan pada saat survei awal diketahui bahwa keterampilan bercerita siswa
kelas VII MTs Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan masih tergolong rendah,
karena belum mencapai batas kelulusan sekolah (rata-rata 70). Keterampilan
awal dilihat dari hasil tes pratindakan awal yang dilakukan sebelum dikenai
tindakan. Skor rata-rata kelas tiap aspek untuk mengetahui keterampilan
bercerita maka setiap aspek tersebut dihitung. Hasil penelitian dari kegiatan
pratindakan keterampilan bercerita siswa sebelum dikenai tindakan bahwaYns
1, Yns 3, Yns 5, Yns 8, Yns 9, Yns 11, Yns 12, Yns 14, Yns 16, Yns 18, Yns
19, Yns 20, kurang berani tampil bercerita di depan kelas. Mereka masih
terlihat grogi, malu, tegang, bahkan wajahnya ditutup dengan kertas sehingga
ekspresi tak muncul. Misalnya saja siswa yang berinisial Yns 14, dia tertunduk
malu dengan sesekali melirik guru, sambil tangan kanannya memegangi rok,
Yns 3, terlihat badannya bergoyang-goyang, dan tangan kanannya membawa
penggaris dan dipukul-pukul ke kaki, dan Yns 5, dia mempunyai suara keras
namun tidak serius, banyak tertawa, dan ketika ia ditertawai oleh temannya, dia
langsung berkata ”wah, nanti dulu bu , lha lu ketawa mulu ye!”.
Tabel : 4.1
Skor Penilaian Keterampilan Bercerita Kelas VII Tahap
Pratindakan
No Aspek Pratindakan Kategori
Rata-rata
1. Volume suara 56 C
2. Pelafalan 49 C
3. Keterampilan Mengembangkan
ide
51 C
4. Sikap penghayatan cerita 60 C
5. Pilihan kata 50 C
Jumlah 276/55,2
46
Keterangan:
SB : Sangat baik dengan skor nilai rata-rata kelas 81-100
B : Baik dengan skor nilai rata-rata kelas 61-80
C : Cukup dengan skor nilai rata-rata kelas 41-60
K : Kurang dengan skor nilai rata-rata 21-40
SK : Sangat kurang dengan skor nilai rata-rata 10-20
Berdasarkan Tabel 4.1, berikut akan dideskripsikan setiap aspek
kemampuan bercerita siswa sebelum tindakan kelas dilakukan.
a. Volume Suara
Aspek volume suara terkait dengan volume suara pada saat siswa
bercerita di depan kelas, suara siswa dapat terdengar dengan jelas, dan intonasi
juga jelas. Pada saat pratindakan, aspek volume suara berkategori cukup yaitu
mempunyai skor rata-rata sebesar 56. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan
lapangan berikut ini. Misalkan ; Narator dari kelompok 4 adalah Yns 4,
suaranya kurang keras dan kelihatannya dia grogi, tidak seperti dengan Yns 18,
volume suaranya keras sehingga satu kelas bisa mendengar suaranya.
b. Pelafalan
Aspek pelafalan ini terkait dengan pelafalan fonem pada saat siswa suara
siswa dapat terdengar dengan jelas, intonasi jelas sesuai dengan isi cerita. Pada
saat pratindakan skor rata-rata siswa pada aspek pelafalan sebesar 49. Pada
aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa yang berinisial Yns 2, Yns 3, Yns 4,
Yns 5, Yns 7, Yns 8, Yns 9,Yns 10, Yns 12, Yns 13, Yns 14, Yns 15, Yns 18,
Yns 20, masih menggunakan bahasa pergaulan shari-hari, suara cukup jelas
tetapi masih terdengar gemetar, intonasi cukup jelas. Kondisi tersebut terdapat
dalam catatan lapangan yang berikut ini. Saat bercerita, Yns 2 pelafalan
fonemnya masih ada terpengaruh dialek kedaerahan yang berasal dari Jawa
Tengah sehinggga kata-kata yang diucapkannya menjadi aneh didengar.
c. Keterampilan mengembangkan ide
Sebagian besar hasil cerita siswa dalam mengembangkan ide belum
terkonsep dengan jelas, sehingga cerita menjadi kurang menarik. Alur cerita,
47
setting juga kurang jelas, sehingga mengakibatkan cerita menjadi kurang
menarik. Aspek Keterampilan mengembangkan ide terkait dengan kreatifitas
siswa dalam mengembangkan ide. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa
pada aspek keterampilan mengembangkan ide sebesar 61. Kondisi tersebut
terdapat dalam catatan lapangan berikut ini. Sebagai contoh mereka kompak
namun kurang keras saat bercerita, sehingga cerita yang mereka sampaikan
menjadi kurang menarik. Pengembangan idenya belom terkosep dengan baik
lagi, sehingga cerita tidak jelas. Sayang amanat dalam cerita tersebut tidak pas.
d. Sikap penghayatan cerita
Aspek sikap penghayatan cerita terkait dengan sikap siswa dalam
bercerita yang ekspresif. Mimik, gerak dan suara harus sesuai dengan karakter
tokoh dan improvisasi mimik, gerak dan suara tidak berlebihan. Pada saat
pratindakan, skor rata-rata siswa aspek sikap penghayatan cerita sebesar 60.
Pada pratindakan masih banyak siswa kurang tenang, grogi, dan tidak muncul
ekspresi pada saat bercerita di depan kelas. Siswa tersebut yaitu Yns 1, Yns 19,
Yns20, Yns 9, sikapnya kurang ekspresif, gerak kurang wajar, suara juga
kurang pas dengan tokoh yang ia perankan, ini disebabkan karena mereka
masih malu dan kurang adanya persiapan. Contohnya Yns 1 pada saat bercerita
gerak geriknya atau tingkah laku beberapa kali tidak wajar, dia meremas-remas
jari tangan dan pandangannya ke atas. Kondisi tersebut terdapat dalam catatan
lapangan misalnya seperti berikit ini; Penguasaan ceritanya cukup, namun raut
wajahnya yang mau untuk bercerita masih kelihatan jelas, karena sebagian
besar wajah mereka ditutup dengan kertas yang mereka bawa. Penghayatan
cerita dari kelompok ini belum maksimal, misalnya saja mimik, gerak, suara
tidak sesuai dengan tokoh. Improvisasi juga tidak kelihatan, sehingga
penyampaian cerita hanya datar saja.
e. Pilihan Kata
Aspek pilihan kata terkait dengan penggunaan kata-kata, penggguanaan
istilah sesuai tokoh dan pilihan kata yang bervariasi dalam bercerita. Pada saat
pratindakan, aspek pilihan kata berkategori cukup sedangkan pada
pascatindakan berkategori baik. Pada pratindakan masih ada kelompok yang
48
menggunakan pilihan kata yang monoton sehingga cerita menjadi tidak
menarik, skor aspek pemilihan kata sebesar 50.
2. Pelaksanaan Tindakan Kelas pada Pembelajaran Keterampilan Bercerita dengan
Menggunakan Media Boneka Tangan
a. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I
Penelitian Tindakan Kelas pada siklus I dilakukan dengan dua tindakan
yaitu tindakan pertama adalah pemberian materi tentang bercerita dan cara
penggunaan media boneka tangan untuk bercerita dan tindakan kedua yaitu
pelaksanaan praktik bercerita siswa dengan media boneka tangan.
1) Perencanaan
Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan dalam kegiatan
pratindakan tersebut diketahui bahwa keterampilan bercerita siswa masih
rendah (siswa masih malu, grogi, kurangnya ide). Siswa kelas VII belum
mencapai batas minimal ketuntasan belajar. Mengacu pada hasil analisis itulah,
peneliti berasumsi bahwa perlu dilakukan tindakan yang mampu mengatasi
permasalahan tersebut.
Perencanaan dilakukan untuk memudahkan jalannya penelitian.
Perencanaan disusun oleh peneliti dan kolaborator yaitu guru Bahasa Indonesia
Dra F Rahmida , kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 7 Mei 2014, di ruang
guru Mts Yanusa Pondok Pinaang Jakarta Selatan. Pada kesempatan tersebut
peneliti bersama guru selaku kolaborator melakukan diskusi dan berkoordinasi
untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada siklus I terkait dengan
masalah yang ditemukan.
Adapun rencana yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini sebagai
berikut: (1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian
yang akan dilakukan pada siklus I, (2) peneliti mengusulkan digunakannya
media boneka tangan dalam pembelajaran keterampilan bercerita serta
membeitahukan cara penggunaannya, (3) peneliti dan guru bersama-sama
menyusun RPP untuk Siklus I, (4) guru dan peneliti bersama-sama
menyepakati lembar penilaian siswa yaitu instrumen penelitian berupa tes dan
49
nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai keterampilan bercerita siswa,
sedangkan instrumen nontes digunakan untuk menilai sikap siswa dalam
pembelajaran keterampilan bercerita. Instrumen nontes ini berbentuk pedoman
pengamatan, dan (5) menentukan waktu pelaksanaan tindakan yaitu 2 kali
pertemuan dalam 1 siklus.
2) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan bercerita siswa, baik proses maupun produk, terutama pada siswa
kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
a) Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45
menit dan dilaksanakan pada hari Rabu, 7 Mei 2014 pukul 10.30 di kelas VII
Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta selatan. Dalam tahap pelaksanaan
tindakan, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran
keterampilan bercerita di dalam kelas. Selama proses pembelajaran
berlangsung, peneliti dan guru melakukan pengamatan terhadap siswa.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran keterampilan
bercerita pada tindakan Siklus I ini dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Guru membuka pelajaran (apersensi dan presensi).
(2) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran
keterampilan bercerita.
(3) Guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai materi bercerita
(pengertian bercerita, manfaat bercerita)
(4) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai langkah-langkah
yang perlu diperhatikan saat bercerita dengan menggunakan media boneka
tangan.
(5) Siswa memperhatikan guru, saat guru memberi contoh bercerita
menggunakan media boneka tangan.
(6) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan.
(7) Siswa diberi tugas kelompok membuat cerita yang bertema “Liburan”.
50
(8) Siswa membentuk kelompok, tiap kelompok 5 siswa.
(9) Siswa secara kelompok bergantian bercerita di depan kelas.
(10)Siswa dan guru melakukan refleksi dengan menanyakan kesulitan siswa
pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media
boneka tangan.
(11)Pelajaran diakhiri dengan berdoa dan salam
b) Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45
menit dan dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Mei 2014 pukul 07.00 di kelas VII
Mts Yanusa Pondok Pinang jakarta selatan. Langkah pembelajaran
keterampilan bercerita yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam
pelaksanaan tindakan siklus I dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Guru membuka pelajaran
(2) Guru dan siswa tanya jawab mengenai materi bercerita yang sudah
dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.
(3) Guru memotivasi siswa agar berani bercerita dengan memperhatikan
langkah-langkah bercerita dengan media boneka tangan.
(4) Guru dan siswa tanya jawab seputar pengembangan ide cerita dengan
menggunakan media boneka tangan.
(5) Siswa secara berkelompok melanjutkan untuk bercerita di depan kelas
dengan menggunakan media boneka tangan.
(6) Siswa mengamati cerita kelompok lainnya yang sedang bercerita di depan
kelas.
(7) Guru melakukan refleksi
(8) Pelajaran diakhiri dengan doa dan salam
3) Pengamatan
Pengamatan penelitian tindakan siklus I ini dilakukan oleh peneliti secara
cermat dengan menggunakan instrumen penelitian yang sudah disiapkan.
Selain itu, juga dilengkapi dengan catatan lapangan dan dokumentasi berupa
foto dan rekaman. Hasil pengamatan penelitian tindakan siklus I ini dapat
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu pengamatan proses dan pengamatan hasil/
51
produk. Pengamatan secara proses meliputi aktivitas fisik siswa selaku subjek
penelitian dan pelaksana pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan, respon siswa terhadap pembelajaran, dan
situasi yang tergambar ketika pembelajaran berlangsung. Pengamatan secara
produk berupa skor dari hasil bercerita siswa di depan kelas.
b) Pengamatan Produk
Keberhasilan tindakan dalam pengamatan secara produk terlihat dari
perolehan skor tes keterampilan bercerita siswa siklus I. Perubahan hasil yang
dicapai pada pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka
tangan adalah meningkatnya kemampuan siswa dalam kegiatan bercerita. Hasil
tes bercerita menunjukkan bahwa siswa mempunyai skor yang lebih baik bila
dibandingkanpada waktu sebelum diberi tindakan. Meskipun demikian,
tindakan pada siklus I ini berhasil. Hal ini disebabkan skor setiap aspek
kemampuan bercerita yang diperoleh siswa pada siklus I sudah mengalami
peningkatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media ini dapat
membantu meningkatkan keterampilan bercerita siswa, namun pada tindakan
siklus I belum mencapai hasil seperti yang diharapkan. Tabel 7 berikut
merupakan peningkatan keterampilan bercerita siswa dari pratindakan ke siklus
I.
Tabel : 4.2
Peningkatan Keterampilan Bercerita dari
Pratindakan ke Siklus I
No Aspek Pratindakan Siklus I
Rata-rata Rata-rata
1 Volume suara 56 69
2 Pelafalan 49 65
3 Keterampilan mengembangkan ide 61 73
4 Sikap penghayatan cerita 60 72
5 Pilihan kata 50 66
Jumlah 276/55,2 345/69
52
Grafik berikut merupakan peningkatan keterampilan bercerita siswa dari
Pratindakan ke siklus I.
Gambar : 4.1
Grafik Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dari
Pratindakan ke Siklus I
Dari data Grafik Gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
bercerita siswa mengalami peningkatan, pada pratindakan jumlah skor yaitu
55,2 meningkat menjadi 69 siklus I. Peningkatan pada setiap aspek penilaian
bercerita, mulai dari aspek yang mengalami peningkatan paling tinggi sampai
yang paling rendah, yaitu kelancaran, sikap penghayatan cerita, volume suara,
pelafalan, keterampilan mengembangkan ide,dan pilihan kata.Terjadi
peningkatan pada aspek bercerita tidak terlepas dari peran media boneka
tangan yang dapat memacu siswa untuk terampil bercerita.
4) Refleksi
Tahap yang dilakukan setelah pengamatan adalah tahap refleksi. Tahap
refleksi ini peneliti bersama kolaborator mendiskusikan kembali apa yang telah
dilaksanakan pada siklus I. Peneliti dan kolaborator mendiskusikan dan
menganalisis hasil tindakan pada siklus I. Kegiatan refleksi yang dilakukan
didasarkan pada pencapaian indikator keberhasilan penelitian. Oleh karena itu,
refleksi untuk siklus I dapat dilihat baik secara proses maupun produk. Secara
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pratindakan Category 2
Series 1
53
proses, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran keterampilan bercerita
dibandingkan dengan sebelum diberi tindakan. Hal ini terlihat ketika siswa
mulai aktif bertanya. Serta merespon pertanyaan yang diajukan guru, siswa
mulai berani bercerita di depan kelas, dan sudah saling berinteraksi dan bekerja
sama dengan siswa lain dalam satu kelompok. Siswa juga berusaha
menjalankan tanggung jawab kelompok yang diberikan walaupun merasa
bingung. Hal tersebut terjadi pada kegiatan membuat cerita. Suasana kelas pada
saat tes bercerita siklus I cukup tenang dari waktu sebelum tindakan. Siswa
mulai memperhatikan dan mendengarkan teman yang sedang bercerita. Akan
tetapi, siswa kadang-kadang berbicara dengan teman apabila cerita yang
disampaikan tidak menarik, atau terkadang ada yang menertawakan temannya
yang bercerita di depan kelas jika salah saat bercerita.
Keadaan tersebut tidak terlepas dari pengaruh pembelajaran dengan
menggunakan media boneka tangan yang bertujuan untuk memotivasi siswa
dalam keterampilan bercerita sehingga siswa mampu dan berani bercerita di
depan kelas. Aspek keaktifan, perhatian dan kerjasama kelompok dalam
pembelajaran belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan lagi. Hal tersebut
akan menjadi perbaikan untuk siklus selanjutnya. Secara produk, peningkatan
keterampilan bercerita siswa dapat dilihat dari tes bercerita. Peningkatan skor
dapat dilihat dari skor rata-rata kelas pratindakan ke siklus I yang meliputi
peningkatan tiap-tiap aspeknya, peningkatan tersebut, yaitu (1) volume suara
sebesar 69, (2) pelafalan sebesar 65, (3) keterampilan mengembangkan ide
sebesar 73, (4) sikap penghayatan cerita sebesar 72, (5) pilihan kata sebesar 66.
Hasil yang didapatkan dari siklus I baik secara proses maupun produk telah
menunjukkan peningkatan yang cukup baik walaupun masih kurang
memuaskan, karena masih ada beberapa kendala yang dihadapi. Kendala
tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Skor aspek pelafalan dan keterampilan mengebangkan ide siswa perlu
ditingkatkan lagi.
(b) Pemilihan kata dalam merangkai cerita perlu ditingkatkan.
(c) Skor peningkatan yang diperoleh masih kurang maksimal.
54
Refleksi yang dilakukan baik secara proses maupun secara produk serta
kekurangan atau kendala terjadi selama siklus I menjadi dasar pelaksanaan
siklus II, pada siklus II masih tetap menggunakan media boneka tangan.
b. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II
1. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus II ini bertujuan untuk meningkatkan
aspekaspek yang belum tercapai pada siklus I. Aspek-aspek tersebut
sebenarnya sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan lagi agar hasilnya
lebih maksimal.
a) Guru sebagai kolaborator akan meningkatkan kembali terkait dengan
penggunaan media boneka tangan pada pembelajaran keterampilan
bercerita, yaitu dengan cara lebih banyak berinteraksi dengan siswa dan
memberikan motivasi.
b) Guru berusaha memotivasi siswa supaya semua aspek mendapatkan hasil
yang maksimal, tetapi guru lebih memfokuskan pada aspek ketepatan
ucapan dan pilihan kata.
c) Tema yang dipilih sama dengan tema pada siklus I yaitu “Liburan”, karena
tema tersebut dekat dengan siswa. Dengan pemilihan tema yang sama
diharapkan siswa lebih bisa mengembangkan cerita menjadi cerita yang
lebih menarik.
d) Mempersiapkan instrumen yang meliputi lembar pengamatan, lembar
penilaian keterampilan bercerita, catatan lapangan, dan alat dokumentasi.
e) Menentukan pelaksanaan tindakan yaitu 2 kali pertemuan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan bercerita
siswa baik proses maupun produk terutama pada aspek di siklus I yang belum
memperoleh nilai maksimal baik secara proses maupun produk. Pelaksanaan
tindakan pada siklus II dilakukan selama 2 kali pertemuan sebagai berikut.
a) Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45
menit dan dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Mei 2014 pukul 10.30, di kelas VII
Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan . Langkah-langkah pembelajaran
55
keterampilan bercerita dilakukan guru pada pertemuan pertama adalah
pelaksanaan tindakan siklus II ini dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Guru membuka pelajaran (apersepsi dan presensi).
(2) Guru memberitahukan pada siswa bahwa pertemuan kali ini masih akan
membahas keterampilan bercerita.
(3) Siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang materi bercertita
(pengertian bercerita, manfaat bercerita, langkah bercerita yang baik, jenis
cerita).
(4) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan.
(5) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai langkah-langkah yang
perlu diperhatikan saat bercerita dengan menggunakan media boneka
tangan.
(6) Siswa memperhatikan guru, saat guru memberi contoh bercerita
menggunakan media boneka tangan.
(7) Siswa memperhatikan cara-cara pelaksanaan pembelajaran keterampilan
bercerita dengan menggunakan media boneka tangan.
(8) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang media boneka tangan.
(9) Siswa diberi tugas kembali dengan tema yang sama dengan siklus
sebelumnya yaitu “Liburan”.
(10)Siswa membentuk kelompok, tiap kelompok 5 siswa (kelompok sama
seperti saat siklus I).
(11)Siswa secara kelompok bergantian bercerita di depan kelas.
(12)Siswa mengamati cerita kelompok lain yang sedang bercerita di depan
kelas.
(13)Siswa dan guru melakukan refleksi dengan menanyakan kesulitan siswa
pada pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media
bonek tangan.
(14)Pelajaran diakhiri dengan berdoa dan salam
b) Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2x45
menit dan dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Mei 2014, pukul 07.00 di kelas VII
Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan. Langkah-langkah pembelajaran
56
keterampilan bercerita yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam
pelaksanaan tindakan siklus II ini dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Guru membuka pelajaran (apersepsi dan presensi).
(2) Siswa dan guru bertanya jawab mengenai materi bercerita yang sudah
dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.
(3) Guru memotivasi siswa agar lebih berani bercerita di depan kelas dengan
menggunakan media boneka tangan.
(4) Siswa secara berkelompok melanjutkan bercerita di depan kelas dengan
menggunakan media boneka boneka tangan.
(5) Siswa mengamati cerita kelompok lain yang sedang bercerita di depan
kelas.
(6) Guru melakukan refleksi dengan bertanya tentang kesulitan siswa.
(7) Guru menyimpulkan pelajaran terkait kegiatan bercerita.
(8) Pelajaran diakhiri dengan salam dan doa.
3. Pengamatan
Peneliti bersama kolaborator melakukan pengamatan terhadap tindakan
yang telah dilakukan pada siklus II. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ini
meliputi dampak tindakan terhadap hasil pembelajaran atau biasa dikenal
dengan keberhasilan proses dan produk akan dideskripsikan sebagai berikut.
2). Keberhasilan Produk
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel : 4.2
Peningkatan Skor Penilaian Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII
dari Pratindakan, Siklus I, Siklus II.
No Aspek Rata-Rata
Pratindakan
Rata-Rata
Siklus I
Rata-Rata
Siklus II
1 Volume Suara 56 69 79
57
2 Pelafalan 49 65 74
3 Keterampilan
Mengembangkan Ide
61 73 77
4 Sikap Penghayatan
Cerita
60 72 78
5 Pilihan Kata 50 66 74
Jumlah 276/55,2 345/69 382/76,4
Dalam bentuk grafik hasil penelitian sebagai berikut:
Grafik : 4.2
Grafik Peningakatan Hasil Penilaian Keterampilan Bercerita Siswa
Kelas VII dari Pratindakan sampai Pascatindakan Siklus II
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 5, dapat diketahui peningkatan skor tes
keterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka tangan yang telah
dilakukan dari mulai pratindakan sebesar 55,2 dan setelah diberi tindakan pada
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pratindakan Siklus I Category 3
Series 1
58
siklus I meningkat menjadi 69, dan siklus II meningkat menjadi 74,6. Kenaikan
skor rata-rata mulai pratindakan hingga siklus II menjadi kategori baik.
B. Pembahasan Penyajian dan Analisis Data
Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada (1) deskripsi awal
keterampilan bercerita siswa, (2) pelaksanakan tindakan kelas dalam
pembelajaran keterampilan bercerita dengan media boneka tangan, dan (3)
peningkatan keterampilan bercerita siswa dengan menggunakan media boneka
tangan.
1. Deskripsi Awal Keterampilan Bercerita Siswa
Peneliti melakukan observasi terhadap pembelajaran keterampilan
bercerita kelas VII untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi ketika
proses pembelajaran keterampilan bercerita. Selain itu, peneliti juga
memberikan angket pratindakan dan wawancara untuk mengetahui ranah
afektif siswa dalam pembelajaran di kelas khusunya pada saat pembelajaran
keterampilan bercerita. Berdasarkan hasil observasi (pengamatan) tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi siswa ketika melakukan
bercerita adalah sebagai berikut.
a. Siswa kurang berminat dan kurang antusias belajar bercerita.
b. Siswa kurang mempunyai ide untuk bercerita.
c. Siswa kurang berani (rasa malu, grogi) dalam bercerita.
d. Kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran keterampilan bercerita.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap keterampilan bercerita siswa
sebelum dikenai tindakan masih banyak siswa yang kurang berani bercerita
karena siswa merasa malu, grogi dan kurang adanya ide untuk bercerita. Selain
itu, siswa kurang berminat dalam pembelajaran keterampilan bercerita, hal
tersebut disebabkan karena kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran
keterampilan bercerita. Pada tahap pratindakan, keterampilan awal bercerita
siswa dilakukan pada saat siswa malakukan bercerita di depan kelas. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui keterampilan bercerita siswa sebelum dikenai
tindakan. Skor ratarata kelas tiap aspek pada saat pratindakan adalah 55,2. Skor
rata-rata kelas tiap aspek tersebut tergolong kurang dan belum mencapai batas
59
nilai minimal keruntasan. Peneliti dan guru sebagai kolaborator sepakat untuk
menerapkan media boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan bercerita
siswa.
2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Keterampilan
Bercerita dengan Menggunakan Media Boneka Tangan.
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan
media boneka tangan telah diterapkan dalam dua siklus. Alat ukur yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa secara
produk adalah ketika siswa bercerita di depan kelas secara berkelompok,
namun pengambilan skor tetap secara individu. Penilaian tersebut meliputi 5
aspek, yaitu (1) volume suara, (2) pelafalan, (3) keterampilan mengembangkan
ide, (4) sikap penghayatan cerita, dan (5) pilihan kata (diksi).
Pelaksanaan siklus I, proses yang dilakukan dari perencanaan hingga
refleksi belum mendapatkan hasil yang sesuai rencana tujuan tindakan.
Pemahaman siswa tentang penggunaan media boneka tangan dalam
pembelajaran bercerita cukup sesuai dengan prosedur pelaksanakan. Siswa
dibagi kelompok, kemudian siswa memilih tokoh boneka tangan, menulis ide
pokok cerita serta mengembangkan ide cerita sesuai dengan tema yang
diberikan oleh guru. Dengan media tersebut, cerita siswa lebih terkonsep dan
mempermudah siswa dalam bercerita di depan kelas. Di sisi lain skor aspek
pilihan kata perlu ditingkatkan lagi. Secara keseluruhan semua aspek pada
siklus ini perlu ditingkatkan lagi karena skor peningkatan yang diperoleh masih
kurang maksimal.
Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus I tersebut dapat diketahui bahwa
masih perlu dilaksanakan perbaikan pada siklus II. Pada saat refleksi, peneliti
memberikan solusi agar mencari tema yang mudah dan dekat dengan siswa.
Perbaikan pelaksanaan tindakan akan mempengaruhi hasil keterampilan
bercerita pada waktu pascatindakan. Pelaksanaan siklus II lebih difokuskan
pada perbaikan dari hasil refleksi siklus I. Pelaksanaan siklus II berusaha untuk
meningkatkan semua aspek secara maksimal tetapi lebih difokuskan pada
aspek pemilihan kata. Pada siklus ini semua aspek mengalami peningkatan
60
sehingga mencapai indikator keberhasilan penelitian. Hasil tes pascatindakan
juga menunjukkan hasil yang lebih baik dari siklus sebelumnya. Pembelajaran
keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan ternyata
mampu membuat suasana pembelajaran bercerita lebih menyenangkan, aktif,
kreatif, suasana di kelas jadi tidak membosankan dan siswa terlihat lebih
tertarik dengan pembelajaran tersebut. Pada kondisi awal pada saat pratindakan
siswa terlihat kurang antusias dan tidak mau berperan aktif saat pembelajaran
keterampilan bercerita. Kondisi mulai membaik ketika pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan media boneka tangan pada siklus I. Siswa
terlihat antusias dalam pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan. Sehingga siswa berani bercerita di depan
kelas. Semua siswa sangat antusias memperhatikan contoh guru saat bercerita
dengan boneka tangan. Mereka terlihat senang dengan media itu, dan antusias
untuk segera bercerita.
Kondisi paling kondusif adalah pada siklus II, siswa sudah benar-benar
memahami cara-cara pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan boneka tangan yang diterapkan dan siswa terlihat senang, aktif
dan kreatif. Hasil angket menunjukkan bahwa 18 siswa menyatakan
pembelajaran bercerita dengan menggunakan media boneka tangan memberi
kesan positif bagi mereka. Selain itu, hasil angket menunjukkan bahwa
pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka
tangan memberikan beberapa manfaat bagi siswa, antara lain sebagai berikut:
a. Siswa lebih menyenangi pembelajaran keterampilan bercerita dengan media
boneka tangan.
b. Siswa berminat dan antusias selama proses pembelajaran keterampilan
bercerita.
c. Dari 18 siswa, semua menyatakan tidak merasa grogi, atau merasa malu
ketika bercerita di depan kelas, dan lebih mudah menemukan ide cerita.
d. Dengan digunakannya media boneka tangan, siswa merasa termotivasi untuk
bercerita di depan kelas.
61
e. Siswa merasa kemampuan bercerita siswa di depan kelas meningkat dari
pada sebelumnya.
Hasil wawancara dengan siswa juga menunjukkan bahwa mereka lebih
antusias selama proses pembelajaran. Rasa malu, grogi, takut, hilang dengan
adanya media boneka. Ide untuk bercerita pun mudah muncul, sehingga untuk
merangkai cerita menjadi lebih mudah. Siswa juga lebih senang bekerjasama
dengan kelompok, karena bisa saling menyumbang ide dalam membuat cerita.
Siswa pun merasa senang apabila media boneka tangan tersebut diterapkan
dalam pembelajaran bercerita.
3. Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dengan Menggunakan
Media Boneka Tangan
Penilaian keterampilan bercerita siswa di lakukan dengan masing-masing
siswa, ketika para siswa sedang bercerita di depan kelas. Penilaian
keterampilan bercerita dilakukan untuk mengukur keterampilan bercerita siswa
sebelum dan sesudah pemberian tindakan. Berikut ini grafik peningkatan
keterampilan bercerita siswa pada skor tes pratindakan sampai pascatindakan
yaitu siklus II.
Grafik : 4.3
Grafik Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa dari
Pratindakan sampai Siklus II
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Category 1
Chart Title
Pratindakan Siklus I Siklus II
62
Berdasarkan Gambar 6, terlihat peningkatan signifikan dari pratindakan,
Siklus I, dan pascatindakan Siklus II. Semua aspek yang meliputi (1) volume
suara, (2) penempatan tekanan dan nada, (3) penguasaan cerita, (4) sikap
penghayatan cerita, dan (5) pilihan kata mengalami peningkatan dari
pratindakan sampai pascatindakan siklus II. Sebelum dikenai tindakan, skor
rata-rata siswa adalah 55,2, kemudian setelah diberi tindakan Siklus I
meningkat menjadi 69, dan ketika diberi tindakan pada siklus II meningkat
menjadi 74,6.
Berikut ini peningkatan keterampilan bercerita dilihat dari masing-
masing aspek.
a. Volume suara
Aspek volume suara terkait dengan volume suara pada saat bercerita,
suara siswa dapat terdengar dengan jelas, intonasi jelas. Pada saat pratindakan,
aspek volume suara berkategori cukup, sedangkan pada pascatindakan
berkategori baik. Pada saat pratindakan skor rata-rata siswa pada aspek volume
suara sebesar 56. Pada aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa yang
berinisial Yns1, Yns2, Yns3, Yns4, Yns6, Yns8, Yns10, Yns11, Yns12, Yns13,
Yns15, Yns16, Yns17, Yns18, Yns19, Yns20, mereka volume suaranya sudah
cukup jelas, masih sering menghilang suaranya jika siswa sedikit ramai.
Misalnya Yns10 yang bercerita mengenai sahabat Yang Baik, volume suara
sudah cukup jelas, masih terdengar gemetar, walau terkadang suaranya tiba-
tiba lirih. Mereka pun mulai bercerita, walaupun mereka saling pandang
memandang dulu dengan teman satu kelompoknya. Yang menjadi narator dari
kelompok 4 adalah Yns6, suaranya kurang keras dan kelihatannya dia grogi.
Siklus I aspek volume suara mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata
siswa menjadi 69. Pada siklus I, Yns4, Yns7, Yns9, Yns10, Yns11, Yns12,
Yns18, Yns20, suaranya terdengar sampai belakang dengan intonasi yang jelas.
Misalnya Yns18, bercerita mengenai Liburan ke Lereng merapi, suaranya
terdengar jelas sehingga semua siswa tertuju pada Yns18. Pada siklus II, skor
rata-rata siswa mengalami peningkatan pada aspek volume suara yaitu
meningkat menjadi 79. Aspek volume suara dapat meningkat dari Pratindakan
63
sampai Siklus II karena siswa senang dan merasa terbantu dengan media
boneka yang ada ditangannya dapat mewakili tokoh yang ia perankan,
sehingga siswa menjadi percaya diri mengeluarkan suara lebih keras dan jelas.
Siswa berinisial Yns1, Yns2, Yns3, Yns4, Yns5, Yns7, Yns9, Yns10,
Yns11, Yns12, Yns13, Yns14, Yns14, Yns15, Yns17, Yns18, Yns20, suaranya
terdengar sampai belakang dan intonasi jelas. Misalnya Yns17 yang bercerita
tentang Liburan ke Pantai, suaranya jelas terdengar sampai belakang sehingga
audiens tertuju pada Yns15. Siswa yang paling bersemangat saat bercerita
adalah Yns5, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat bercerita.
Suaranya keras, hingga menggema dan semua siswa mendengar suaranya.
b. Pelafalan
Aspek pelafalan ini terkait dengan pelafalan fonem pada saat siswa
bercerita, pengaruh dialek, intonasi jelas sesuai dengan isi cerita. Pada saat
pratindakan, aspek pelafalan siswa berkategori cukup sedangkan pada
pascatindakan berkategori baik. Pada saat pratindakan skor rata-rata siswa pada
aspek pelafalan sebesar 49. Pada aspek ini, sebagian besar siswa yaitu siswa
yang berinisial Yns2, Yns3, Yns4, Yns5, Yns7, Yns8, Yns9, Yns12, Yns13,
Yns14, Yns15, Yns18, mereka pelafalan fonem cukup jelas, masih
terpengaruh dialek jawa jogja, suara cukup jelas tetapi masih terdengar
gemetar, intonasi cukup jelas. Pada siklus I, aspek pelafalan mengalami
peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 65. Pada siklus I, Yns4,Yns6,
Yns8, Yns9,12, S17, Yns18, Yns19, pelafalan fonemnya jelas, suaranya
terdengar sampai belakang dan intonasi jelas. Misalnya, Yns 19 yang bercerita
tentang Liburan keluarga, pelafalannya jelas, suaranya terdengar jelas sehingga
audien tertuju pada Yns19. Mereka mempunyai semangat yang cukup baik
juga seperti kelompok 5, namun suara mereka kurang keras. Pelafalan dari
kelompok ini fonemnya sudah jelas, walaupun terpengaruh dialek Betawi yang
menggunakan “e” diakhir kata, Misalnya “ape, aye “.
Pada siklus II, Skor rata-rata siswa mengalami peningkatan pada aspek
pelafalan yaitu meningkat menjadi 74. Pada siklus ini, sebagian besar siswa
sebelum bercerita di depan kelas berlatih berbicara terlebih dahulu dengan
intonasi yang tepat tanpa dipengaruhi dialek. Siswa yang berinisial Yns2,
Yns3, Yns5, Yns7, Yns8, Yns9, Yns11, Yns12, Yns13,Yns15, Yns17, Yns16,
64
Yns18, Yns19, pelafalan fonemnya jelas, suaranya terdengar sampai belakang
dan intonasi jelas. Misalnya Yns12, yang bercerita mengenai Liburan ke
Lereng Merapi, pelafalannya jelas, suaranya terdengar jelas sampai belakang.
c. Keterampilan mengembangkan ide
Aspek Keterampilan mengembangkan ide terkait dengan kreatifitas siswa
dalam mengembangkan ide. Pada saat pratindakan, aspek keterampilan
megembangkan ide berkategori kurang, sedangkan pascatindakan berkategori
baik. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa pada aspek keterampilan
mengembangkan ide sebesar 61. Sebagian besar hasil cerita siswa dalam
mengembangkan ide belum terkonsep dengan jelas, kurang sesuai denga
bagianbagian sehingga cerita menjadi kurang menarik. Alur cerita, setting juga
kurang jelas, sehingga mengakibatkan cerita menjadi kurang menarik. Skor
rata-rata siswa pada aspek keterampilan mengembangkan ide mengalami
peningkatan pada siklus I yaitu meningkat menjadi 73. Sebagian besar cerita
mereka sudah sesuai dan mudah dipahami. Alur cerita mereka terkonsep
dengan jelas, sesuai dengan bagian-bagian yang seharusnya ada pada tiap
bagian, sehingga cerita menjadi menarik. Kelompok ini lumayan semangat
untuk bercerita, namun cerita yang dia tulis kurang menarik, rangkaian pokok-
pokok cerita tidak pas sehingga cerita tidak runut, dan sulit untuk dipahami.
Pada siklus II, aspek keterampilan mengembangkan ide mengalami
peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 78. Pada siklus ini, secara
keseluruhan siswa kreatif dalam mengembangkan ide dari tema. Siswa kreatif
dalam penanaman tokoh, tempat kejadian dan kreatif memainkan boneka
tangan. Dengan menggunakan media boneka tangan dapat memotivasi siswa
untuk lebih kreatif dalam bercerita. Mereka mengembangkan ide dengan
kreatif, menambahkan latar tempat, dan waktu, sehingga cerita menjadi
menarik.
d. Sikap penghayatan cerita
Aspek sikap penghayatan cerita terkait dengan sikap siswa dalam
bercerita yang ekspresif. Mimik, gerak dan suara harus sesuai dengan karakter
tokoh dan improvisasi mimik, gerak dan suara tidak berlebihan. Pada saat
65
pratindakan, aspek sikap penghayatan cerita berkategori kurang, sedangkan
pada pascatindakan berkategori baik. Hal itu dapat dilihat pada gambar foto
berikut ini.
Gambar : 4.1
Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta selatan Saat
Bercerita Tahap Pratindakan
Pada Gambar 7, siswa yang bercerita di depan kelas tidak melihat audien,
mereka hanya melihat buku dan kepala juga tertunduk. Pengahayatan cerita
tidak terlihat pada siswa-siswa tersebut, sehingga cerita yang disampaikan
kurang menarik. Pada saat pratindakan, skor rata-rata siswa aspek sikap
penghayatan cerita sebesar 60. Pada pratindakan masih banyak siswa kurang
tenang, grogi, dan tidak muncul ekspresi pada saat bercerita di depan kelas.
Siswa tersebut yaitu Yns1, Yns19, Yns20, Yns29, sikapnya kurang ekspresif,
gerak kurang wajar, gestur kurang tepat, suara juga kurang pas dengan tokoh
yang ia perankan. Contohnya Yns1 pada saat bercerita gerak geriknya atau
tingkah laku beberapa kali tidak wajar, dia meremas-remas jari tangan dan
pandangannya ke atas. Kondisi Skor rata-rata siswa pada aspek sikap
penghayatan cerita mengalami peningkatan pada siklus I, yaitu meningkat
menjadi 72. Siswa yang berinisial Yns2, Yns3, Yns5, Yns12, Yns18, Yns19,
sikapnya ekspresif, pandangannya ke audien, gesture tepat dengan tokoh,
tingkah laku tidak berlebihan, sesekali berlebihan, cukup tenang, tidak grogi,
66
walau terkadang masih melihat catatan dan pandangan tidak ke audien. Hal
tersebut dapat dilihat pada Gambar foto berikut ini.
Gambar : 4.2
Siswa Kelas VII MTs. Yanusa pondok Pinang Jakarta Selatan Saat
Bercerita pada Siklus I
Pada Gambar 8 sudah mulai terlihat peningkatan siswa saat bercerita di
depan kelas, kerjasama kelompok sudah mulai terlihat. Penghayatan cerita
sudah mulai terlihat, misalnya ekspresi, mimik sesuai dengan tokoh yang
diperankan. Ynss15 misalnya, masih terlihat memegang kertas contekan cerita
dan membuat teman lainnya ikut melihat juga untuk memberitahu bagian mana
yang harus dibaca Yns15 saat itu. Pada siklus II, aspek sikap pengahayatan
cerita mengalami peningkatan yaitu skor rata-rata siswa menjadi 74. Pada
siklus II secara keseluruhan siswa bercerita tenang, dan ekspresi terlihat sesuai
dengan tokoh yang ia perankan. Rangkaian kalimat-kalimat tertata dengan rapi,
penghayatan saat bercerita pun cukup tepat. Kata yang digunakan cukup
sederhana, sehingga kita yang mendengarkan menjadi jelas dengan isi dan
pesan dari cerita tersebut. Ekspresi dan gesture siswa baik karena suara yang
mereka improvisasikan sesuai dengan tokoh yang diperankan. Siswa tersebut
yaitu Yns1, Yns2, Yns3, Yns5, Yns8, Yns10, Yns12, Yns14, Yns16, Yns18,
Yns19, Yns20, S21, sikapnya menpunyai ekspersi, pandangan ke audien,
67
improvisasi tepat sesuai dengan isi cerita, tingkah laku wajar, cukup tenang dan
tidak grogi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar foto berikut ini.
Gambar : 4.3
Siswa Kelas VII MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan
Saat Bercerita pada Siklus II
Pada Gambar 9 terlihat kelompok 5 sedang bercerita dengan judul
Liburan Keluarga. Siswa dalam kelompok ini mengalami peningkatan dari
siklus I. Siswa mampu mengahayati cerita dengan ekspresi, mimik dan
improvisasi yang tidak berlebihan sesuai dengan tokohnya. Namun, dalam
siklus II ini masih ada beberapa siswa yang memegang contekan cerita, seperti
yang terlihat pada Gambar 11, tetapi secara keseluruhan aspek sikap
penghayatan cerita mengalami peningkatan.
g. Pilihan kata
Aspek pilihan kata terkait dengan penggunaan kata-kata, penggguanaan
istlah sesuai tokoh dan pilihan kata yang bervariasi dalam bercerita. Pada saat
pratindakan, aspek pilihan kata berkategori cukup sedangkan pada
pascatindakan berkategori baik. Pada pratindakan masih ada kelompok yang
menggunakan pilihan kata yang monoton sehingga cerita menjadi kurang
menarik. Skor aspek pemilihan pada tahap pratindakan kata sebesar 50.
Pada siklus I, aspek pemilihan kata mengalami peningkatan yaitu skor
rata-rata siswa menjadi 66. Kelompok yang anggotanya berinisial
68
Yns12,Yns15, yns17, Yns18, dan Yns20 pada saat bercerita penggunaan kata-
kata, istilah sudah cukup variatif. Mereka sudah mampu mengungkapkan
kata/istilah yang tepat. Pada siklus II, aspek pilihan kata mengalami
peningkatan yaitu skor ratarata siswa menjadi 76,4. Pada siklus II, sebagian
besar siswa menggunakan pilihan kata yang variatif. Siswa yang berinisial
Yns2, Yns3, Yns4, Yns6, Yns9, Yns10, Yns11, Yns12, Yns15, Yns16, Yns20,
pada saat bercerita, kata-kata, istilah sesuai dengan tema dan cukup variatif.
Mereka sudah mampu mengungkapkan kata/istilah yang tepat.
Gambar : 4.4
Siswa KelasVII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan
Saat Proses Pembelajaran Siklus II
Peningkatan skor rata-rata keterampilan bercerita siswa dari pratindakan
ke siklus II keterampilan siswa dalam bercerita sudah mencapai kategori baik.
Rangkaian kalimat-kalimat tertata dengan rapi, penghayatan saat bercerita pun
cukup tepat. Kata yang digunakan cukup sederhana, sehingga kita yang
mendengarkan menjadi jelas dengan isi dan pesan dari cerita tersebut.
Hal ini berarti bahwa implementasi tindakan dengan menggunakan media
boneka tangan pada siklus II membawa dampak positif terhadap pembelajaran
keterampilan bercerita. Selain mampu meningkatkan keterampilan bercerita
siswa, penggunaan media boneka tangan dalam pembelajaran juga memberikan
69
keaktifan, minat (antusias), perhatian, dan keberanian siswa dalam proses
pembelajaran.
C. Interpretasi Hasil analisis Data
1) Interpretasi Data hasil Belajar Siswa
Hasil analisis data hasil belajar siswa secara keseluruhan mulai dari
tindakan pertemuan siklus I sampai siklus II dapat diinterprestasikan terjadi
peningkatan yang signifikan, yaitu dari hasil belajar awal sebesar 60,8 pada
akhir siklus I meningkat menjadi 70, dan dari siklus I sampai siklus II
menjadi 75,2. Dan jika dilihat dari peningkatan hasil belajar sejak pree test
sampai akhir siklus II mengalami peningkatan, dan pencapaian ketuntasan
sampai akhir siklus pertemuan keempat mencapai kategori baik. Dengan
adanya data tersebut membuktikan bahwa penggunaan alat peraga boneka
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi bercerita dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Interpretasi Data Hasil Observasi
Data hasil observasi terhadap keterampilan siswa dalam
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat di interpretasikan
bahwa keterampilan siswa sejak pertemuan pertama sampai pertemuan
terakhir menunjukan adanya peningkatan dari 55,2 sampai dengan 76,4
dengan kategori baik, Hal ini juga bisa diinterpretasikan : “jika semua siswa
selalu berusaha untuk melakukan refleksi diri pada disetiap akhir
pembelajarannya dan menindaklanjuti hasil refleksinya maka bisa dipastikan
akan terus meningkat atau menjadi lebih baik lagi.
3) Interpretasi Data Hasil Angket
Hasil analisis data respon/ tanggapan siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan alat peraga boneka, menunjukkan rata-rata angka
untuk jawaban positif sebesar 80 dan jawaban negatif sebesar 16. Hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa resppon/tanggapan siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga matematika termasuk
dalam kategori baik (positif), bisa diinterpretasikan pula bahwa siswa
70
merasa senang dan nyaman dengan pembelajaran yang telah dilakukan
oleh peneliti.
D. Hal-Hal Unik Yang Terjadi Dalam Pembelajaran
Selama penelitian berlangsung, peneliti mencatat semua kegiatan-
kegiatan siswa yang terjadi selama pembelajaran. Hal-hal yang terjadi
tentu sangat banyak, namun ada beberapa temuan peneliti yang unik
ditemukan selama penelitian.
Temuan-temuan yang terjadi antara lain pada saat pertemuan
pertama, sebagian besar siswa terlihat bingung dan takut dengan hadirnya
kolabolator di dalam kelas dan duduk dibagian belakang siswa, tapi
setelah terjadi proses pembelajaran terutama seletah terjadi pembentukan
kelompok, sepertinya kehadiran kolabolator di dalam kelas tidak lagi
mengganggu konsentrasi siswa, bahkan tidak sedikit diantara siswa yang
bertanya kepada kolabolator tentang langkah-langkah pembelajaran dan
materi pembelajaran yang harus mereka kerjakan dalam kelompok.
Banyak siswa yang memilih bertanya kepada kolabolator hal ini mungkin
disebabkan karena siswa masih merasa canggung dengan peneliti.
Selain itu, dominasi siswa-siswa pintar terlihat sangat kuat, bahkan
ada kecenderungan mereka suka menganggap sepele materi yang
disampaikan karena mereka sudah paham, dan kadang-kadang
mencemoohkan temannya yang masih salah dalam bercerita yang
menurutnya mudah. Kebiasaan sebagian siswa seperti itu sampai akhir
pembelajaran pertemuan keempat atau akhir siklus II, masih saja terjadi.
Oleh sebab itu peneliti menyampaikan saran kepada kolabolator agar
kebiasaan siswa tersebut lebih dipantau, karena jika dibiarkan akan
berdampak kurang baik bagi siswa itu
71
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan mengenai hasil peningkatan yang terdapat dalam
penelitian ini dapat dilihat dari uraian berikut.
1. Media Boneka Tangan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
keterampilan bercerita siswa kelas VII Mts Yanusa Pondok Pinang Jakarta
Selatan. Siswa mengalami perubahan perilaku (peningkatan) dalam
pembelajaran. Peningkatan keterampilan bercerita siswa ditunjukkan oleh
keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, perhatian dan
konsentrasi siswa dalam menyimak materi pelajaran yang disampaikan
oleh guru, minat dan antusias siswa selama pembelajaran, pada pelajaran,
keberanian siswa bercerita di depan kelas dan kerjasama kelompok
sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan
kreatif.
2. Media Boneka Tangan dapat meningkatkan produk/hasil keterampilan
bercerita siswa kelas VII Mts Yanusa Pondok pinang Jakarta Selatan.
Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor
rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan dan pascatindakan Siklus
II. Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya penguasaan aspek-
aspek keterampilan bercerita seperti volume suara, pelafalan, keterampilan
mengembangkan ide, sikap penghayatan cerita, dan pilihan kata. Pada
tahap pratindakan diperoleh skor rata-rata sebesar 55,2, pada siklus I
meningkat menjadi 69, dan pada siklus II juga meningkat menjadi 76,4.
Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kels VII Mts
Yanusa Pondok Pinang Jakarta Selatan telah mengalami peningkatan baik
secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media
boneka tangan.
72
B. Rencana Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil penelitian tentang peningkatan pembelajaran
keterampilan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan, maka
rencanatindak lanjut dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Guru Bahasa Indonesia Mts Yanusa pondok Pinang akan menerapkan
pembelajaran bahasa Indonesia dengan media boneka tangan dalam
pembelajaran keterampilan bercerita khusunya.
2. Media boneka tangan dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan
media yang tepat dalam pembelajaran keterampilan bercerita sehingga
pembelajaran yang berlangsung aktif, siswa lebih memperhatikan dan
konsentrasi pada pelajaran, siswa lebih berminat dan antusias pada
pembelajaran keterampilan bercerita, siswa lebih berani bercerita di depan
kelas, dan keterampilan bercerita siswa lebih dapat ditingkatkan.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan rencana tindak lanjut, maka peneliti dapat
menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Bagi guru Bahasa Indonesia dapat menggunakan media boneka tangan
sebagai alat bantu pada pembelajaran keterampilan bercerita.untuk
meningkatkan minat dan keberanian siswa dalam pembelajaran
keterampilan bercerita..
2. Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar di sekolah khususnya keterampilan bercerita.
3. Bagi siswa, penelitian ini dapat memacu siswa untuk terampil bercerita
dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan saat pembelajaran
karena siswa menjadi aktif dan kreatif dalam bercerita.
73
DAFTAR PUSTAKA
Yofita Rahayu, Apriyanti Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan
Bercerita ( Jakarta, PT. Indeks 2013 )
Sadiman,Arief Media Pendidikan pengertian, Pengembangan,dan Pemanfaatannya
(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada)
Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2011)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka 2007)
Ekawarna, Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan
Guru Sekolah Menengah (DepDikBud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan
Guru Sekolah Menengah, IBRD LOAN NO.3979-IND)
Hanjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta, Rineka Putra 2006)
Guntur Tarigan, Henry “ Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa “
(cetakan edisi revisi 2008).
Cahyani, Isah “ bahasa Indonesia “ program peningkatan kualifikasi guru
madrasah dan guru agama islam pada sekolah cetakan pertama 2009.
Suryaman, Maman, Panduan Pendidik dalam Pembelajaran SMP/MTs (Jakarta,
Depdiknas)
Ocieta,PengertianBoneka(2010)http://molylovelyme.blogspot.comenypurwatiwor
dprees.com/2013/07/08/ Diunduh pada tanggal, 12 April 2014
Halim, Stella Evanda, Media Wayang Boneka (2008), http://dewey.petra.ac.id,
Diunduh 12 April 2014
Wiriaatmaja, Rochiati, Metode Penelitian Kelas Untuk meningkatkan Kinerja
Guru Dan Dosen (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010)
Pudjo Suparto, Sridadi, Peran Media Dalam Pembelajaran (Jakarta, BKKBN,
2007)
Sarikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara,
2009)
-------------------------, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta, PT. Bumi Aksara,
2009)
Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran. (Jakarta, PT.Grasindo, 1999)
74
Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Munadi, Yudi, Media Pembelajaran Sebuah Baru (Jakarta, Gaung Persada Press
2012)
al-rasyid blog undip.ac.id/tag/boneka-media-pembelajaran.
.
77
Lampiran : 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS I (PERTEMUAN I, dan II)
Sekolah : Mts. Yanusa
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/1
Standar Kompetensi : 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan
melalui kegiatan bercerita
Kompetensi Dasar : 6.2 Bercerita denga alat peraga
Alokasi Waktu : 5 x 45 menit
Indikator :
1. Mampu menentukan pokok-pokok cerita
2. Mampu merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik
3. Mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok
cerita
Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa dapat menentukan pokok-pokok cerita
2. Siswa dapat merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik
3. Siswa dapat bercerita menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok
cerita
Materi Pembelajaran :
1. Pengertian bercerita
2. Langkah-langkah bercerita
3. Teknik bercerita yang tepat
4. Definisi boneka tangan
(materi bercerita yang tepat)
78
Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi
Kegiatan Pembelajaran :
Kegiatan pertama
No. Kegiatan Pembelajaran Metode/Strategi Waktu Karakter
1. Pendahuluan
a. Berdoa
b. Mengecek kehadiran siswa
c. Apersepsi: kemukakan apa
yang kalian
ketahui tentang bercerita
d. Menginformasikan KD,
indikator, dan
tujuan pembe lajaran
Arahan
Tanya jawab
10
menit
Ketaqwaan
Kedisiplinan
Motivasi
Tanggung
Jawab
2. Kegiatan inti
a. Guru bertanya jawab dengan
siswa
mengenai kegiatan bercerita
b. Siswa diberi penjelasan oleh
guru
tentang definisi bercerita dan
teknik
bercerita dengan baik
c. Siswa diberi penjelasan tentang
boneka
tangan, fungsi boneka tangan,
dan cara
penggunaan media boneka
80
menit
Keaktifan
Tanggung
Jawab
79
tangan
d. Guru menjelaskan
pembelajaran
bercerita dengan boneka tangan
e. Siswa dibagikan contoh cerita
sebagai
acuan siswa
f. Siswa memperhatikan guru
yang memberi contoh
bercerita dengan boneka tangan
g. Guru membagi siswa menjadi
beberapa
kelompok, tiap kelompok 5-6
siswa
h. Guru memberikan tugas
kepada semua
kelompok untuk bercerita
didepan
kelas dengan tema “Liburan”
secara
berkelompok dengan boneka
tangan
i. Siswa secara bergantian
bercerita di
depan kelas secara
berkelompok
3. Penutup
a. Guru bersama siswa
menyimpulkan
pelajaran
b. Refleksi: siswa mengungkapan
Curah
pendapat
Arahan
10
menit
Keaktifan
Tanggung
jawab
Ketaqwaan
80
kesan
atau kesimpulannya kegiatan
pembelajaran yang telah
dilakukan
c. Informasi tentang materi
pertemuan
berikutnya
e. Berdoa
Pertemuan kedua
No. Kegiatan Pembelajaran Metode/Strategi waktu karakter
1. Pendahuluan
a. Berdoa
b. Mengecek kehadiran siswa
c. Apersepsi: apa yang sudah
dipelajari
pada pertemuan sebelumnya
d. Menginformasikan KD,
indikator, dan
tujuan pembelajaran
Arahan
Tanya
jawab
Arahan
10
menit
Ketaqwaan
Kedisiplinan
Motivasi
Tanggung
Jawab
2. Kegiatan inti
a. Guru dan siswa melakukan
Tanya jawab
mengenai kegiatan bercerita
b. Guru tanya jawab dengan siswa
tentang
kesulitan dalam penggunaan
media
boneka tangan
c. Siswa melanjutkan bercerita di
Tanya
jawab
Penugasan
80
menit
Keaktifan
81
depan
kelas secara bergantian
d. Guru melakukan pengamatan
secara
menyeluruh kepada semua siswa
yang
bercerita di depan kelas
e. Siswa diberi penguatan tentang
materi
yang telah diberikan
3. Penutup
a. Refleksi: siswa mengungkapan
kesan
mereka dalam bercerita di depan
kelas
dengan boneka tangan
b. Guru memberi informasi
tentang materi
pertemuan berikutnya
c. Berdoa
Curah
pendapat
Arahan
10
menit
Keaktifan,
Tanggung
jawab
Ketaqwaan
Media dan Sumber Belajar
1. Media dan alat
a. Spidol Boardmarker
b. Penghapus
c. Boneka tangan
d. Contoh cerita
2. Sumber
a. Nurhadi, dkk. 2007. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VII. Jakarta Erlangga,
hal 93.
b. Indrawati, dkk. 2008. Aktif Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII.
82
c. Maryati, dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas
d. Pratiwi, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Kelas
Penilaian
Teknik : pengamatan
Bentuk : lembar pengamatan dan pedoman penilaian
Soal/instrumen :
Berceritalah di depan kelas dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Bentuklah kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa.
2. Memperhatikan langakah-langkah bercerita.
3. Memperhatikan teknik bercerita yang baik.
4. Cerita dikembangkan sesuai tema yang telah ditentukan.
5. Berceritalah di depan kelas, dengan media boneka tangan
6. Tokoh bebas, namun sesuai boneka yang disediakan
7. Tema “Liburan
Rubrik penilaian keterampilan bercerita siswa
No. Aspek yang dinilai Skala Skor
1 2 3 4 5
1 Volume suara
2 Penempatan tekanan dan nada
3 Penguasaan cerita
4 Sikap penghayatan cerita
5 Pilihan kata
Jumlah Skor
Jakarta. April 2014
Guru Mata Pelajaran, Peneliti,
Dra. Fahria Rahmida Sulastri
Lampiran 2: Pedoman Penilaian Keterampilan Bercerita
83
No. Aspek Penilaian Indikatro Skor
1.
Volume
Sangat baik: Volume sudah terdengar oleh
seluruh pendengar secara jelas dan lantang
100
Baik: Volume sudah terdengar oleh seluruh
pendengar
80
Cukup: Volume terdengar tapi belum
terdengar oleh seluruh pendengar
60
Kurang: Volume tidak terlalu terdengar
dan tidak jelas
40
Sangat kurang: Volume sama sekali tidak
terdengar
20
2. Pelafalan Sangat baik: Pelafalan fonem sangat jelas,
tidak terpengaruh dialek, intonasi sangat
jelas
100
Baik: Pelafalan fonem jelas, tidak
terpengaruh dialek, intonasi jelas
80
Cukup: Pelafalan fonem cukup jelas,
sedikit terpengaruh dialek, intonasi cukup
jelas
60
Kurang: Pelafalan fonem kurang jelas,
terpengaruh dialek, intonasi kurang jelas
40
Sangat kurang: Pelafalan fonem tidak
jelas, sangat terpengaruh dialek, intonasi
tidak jelas
20
3. Keterampilan
mengembangkan
ide
Sangat baik: Cerita dikembangkan secara
kreatif tanpa keluar dari tema. Alur, tokoh,
dan setting terkonsep dengan jelas dan
menarik. Amanat cerita sesuai dengan tema.
100
Baik: Cerita dikembangkan secara kreatif
tidak keluar dari tema. Alur, tokoh, dan
setting terkonsep dengan jelas namun
kurang menarik. Amanat cerita sesuai
dengan tema.
80
Cukup: Cerita dikembangkan dengan
cukup kreatif, tidak keluar dari tema.
Setting dan tokoh terkonsep jelas, namun
alur kurang terkonsep dengan jelas. Amanat
cerita cukup sesuai dengan tema.
60
Kurang: Cerita dikembangkan dengan
kurang kreatif dan tidak keluar dari tema.
Alur, setting, tokoh tidak terkonsep dengan
jelas. Amanat cerita kurang sesuai dengan
tema
40
Sangat kurang: Cerita tidak dikembangkan
dengan baik. Alur, setting, dan tokoh tidak
terkonsep dengan jelas. Amanat cerita tidak
20
84
sesuai dengan tema.
4. Sikap
penghayatan
cerita
Sangat baik: Mimik, gerak, dan suara
sesuai dengan karakter tokoh yang
diperankan, ada improvisasi terhadap
mimik, gerak dan suara, dan improvisasi
yang dilakukan sangat tepat dan tidak
berlebihan
100
Baik: Mimik, gerak dan suara sesuai
dengan karakter tokoh yang diperankan, ada
improvisasi trhadap mimik, gerak, dan
suara
80
Cukup: Mimik, gerak dan suara cukup
sesuai dengan karakter tokoh, tidak ada
improvisasi terhadap mimik, gerak dan
suara
60
Kurang: Mimik, gerak dan suara tidak
sesuai dengan karakter tokoh dan tidak
punya improvisasi
40
Sangat kurang: mimik, gerak-gerik dan
suara tidak sesuai dengan karakter tokoh
dalam cerita
20
5. Pilihan Kata Sangat baik: Penggunaan kata-kata, istilah
sesuai dengan tema dan karakter tokoh,
terdapat variasi dalam pemilihan
kata
100
Baik: Penggunaan kata-kata, istilah sesuai
dengan tema dan karakter tokoh, kurang
terdapat variasi dalam pemilihan kata
80
Cukup: Penggunaan kata-kata, istilah
sesuai dengan tema dan karakter tokoh,
tidak ada variasi dalam pemilihan kata
60
Kurang: Penggunaan kata-kata, istilah
kurang sesuai dengan tema dan karakter
tokoh, tidak ada variasi dalam pemilihan
kata
40
Sangat kurang: penggunaan kata-kata,
istilah tidak sesuai dengan tema dan
karakter tokoh, tidak ada variasi dalam
pemilihan kata
20
85
Lampiran 3: Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pratindakan
A. Bagi Guru
1. Menurut Ibu, bagaimana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang
telah Ibu lakukan selama ini?
2. Selama ini apakah Ibu menggunakan metode atau media dalam
pembelajaran keterampilan bercerita?
3. Apakah Ibu mengalami kesulitan saat mengajarkan keterampilan
bercerita?
4. Apabila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lain, bagaimana
kecenderungan nilai yang diperoleh siswa Bu?
5. Selama ini, apakah siswa antusian ketika melaksanakan proses
keterampilan bercerita di kelas?
6. Menurut Ibu, apa saja kelemahan yang terjadi pada siswa ketika
pembelajaran bercerita?
7. Pernahkah media boneka tangan digunakan dalam pembelajaran
keterampilan bercerita?
8. Menurut Ibu, bagaimana jika kita memanfaatkan media tersebut untuk
keterampilan bercerita?
B. Bagi Siswa
1. Bagaimana pendapatmu tentang cara mengajar ibu guru ketika
menyampaikan materi tentang keterampilan bercerita kepada siswa?
2. Bagaimana suasana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang telah
berlangsung selama ini?
3. Menurutmu, apakah keterampilan bercerita itu merupakan pelajaran yang
mudah dilakukan? Apa alasanmu?
4. Apakah Ibu guru pernah menggunakan media pembelajaran ketika
mengajarkan materi keterampilan bercerita, media apa itu?
86
5. Apakah kamu merasa tertarik dan termotivasi untuk belajar bercerit dengan
media pembelajaran yang biasanya digunakan oleh Ibu guru?
6. Selama proses pembelajaran bercerita, kamu aktif tidak? Apa alasannya?
7. Apa yang kamu inginkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan materi
keterampilan bercerita?
8. Bagaimana tanggapan kamu tentang boneka?
9. Pernahkah boneka digunakan oleh guru sebagai media dalam pembelajaran
keterampilan bercerita?
10. Bagaimana pendapatmu apabila boneka tangan digunakan dalam proses
belajar mengajar keterampilan bercerita?
87
Lampiran 4: Pedoman Wawancara dengan Guru dan Siswa Pascatindakan
A. Bagi Guru
1. Menurut Ibu, apakah dengan media boneka tangan dapat membantu
mengatasi kesulitan yang Ibu hadapi dalam pembelajaran keterampilan
bercerita?
2. Apa yang siswa rasakan dengan pembelajaran keterampilan
berceritadengan menggunakan media boneka tangan?
3. Menurut Ibu, apa siswa merasa bosan atau jenuh saat
pembelajaranketerampilan bercerita dengan menggunakan boneka tangan?
4. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat
memacukeberanian siswa dalam bercerita?
5. Apakah Ibu mengalami hambatan ketika pembelajaran
keterampilanbercerita dengan menggunakan media boneka tangan?
B. Bagi Siswa
1. Apa yang kamu rasakan ketika pembelajaran keterampilan bercerita
menggunakan media boneka tangan?
2. Bagaimana tanggapanmu setelah melakukan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan?
3. Dengan boneka tangan, apakah kamu mejadi berani bercerita?
4. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat mengatasi
kesulitanmu dalam bercerita? Misalnya rasa malu, tidak berani berceritadi
depan kelas, grogi dan tidak ada ide untuk bercerita?
5. Apa yang kamu rasakan dengan menggunakan media boneka
tangan,apakah merasa asyik, senang atau jenuh? Berikan alasannya!
6. Adakah kendala atau kesulitan selama kamu melaksanakan pembelajaran
bercerita dengan menggunakan media boneka tangan?
88
Lampiran 5 : Angket Pratindakan Kisi-kisi angket pratindakan
No. Indikator Nomor soal
1. Pengetahuan awal siswa tentang bercerita 1, 2
2. Kesukaan siswa dengan kegiatan bercerita 3, 5, 8
3. Proses pembelajaran keterampilan bercerita 4, 6, 7
4. Kemauan untuk maju 9, 10
Nama :...............................................
No :....................................................
Jawablah pertanyaan ini dengan jujur. Jawabanmu tidak mempengaruhi nilai Bahasa
Indonesia.
1. Apakah Anda mengetahui tentang apa itu kegiatan bercerita?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah bercerita itu sama dengan dongeng?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Anda merasa senang mendapatkan tugas dari guru untuk bercerita di
depan kelas?
a. Ya b. Tidak
Mengapa?
4. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda aktif berperan serta
selama proses pembelajaran keterampilan bercerita berlangsung?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Anda mengalami kesulitan menentukan ide cerita dalam pembelajaran
keterampilan bercerita?
a. Ya b. Tidak
6. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda memperhatikan dan
konsentrasi selama proses pembelajaran berlangsung?
a. Ya b. Tidak
7. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda berminat dan antusias
selama proses pembelajaran berlangsung?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah Anda berani bercerita di depan kelas pada saat pembelajaran
keterampilan bercerita?
a. Ya b. Tidak
9. Menurut Anda, perlukah adanya suatu media yang digunakan untuk mendukung
keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah Anda menyukai boneka tangan?
a. Ya b.Tidak
89
Lampiran 6: Angket Pascatindakan
Kisi-kisi angket pascatindakan
No. Indikator No. Pertanyaan
1. Keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita
menggunakan media boneka tangan 1, 2, 3, 4, 5
2. Interaksi siswa dalam bercerita 6
3. Penilaian siswa terhadap media boneka tangan 7, 8, 9, 10
Nama :...............................................
No :....................................................
Jawablah pertanyaan ini dengan jujur. Jawabanmu tidak mempengaruhi nilai Bahasa
Indonesia.
1. Menurut Anda, apakah pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan
media boneka tangan dapat mempermudah Anda dalam bercerita?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda merasa senang mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita dengan
menggunakan media boneka tangan?
a. Ya b. Tidak
3. Ketika pembelajaran keterampilan bercerita, apakah Anda berminat dan antusias
selama proses pembelajaran berlangsung?
a. Ya b. Tidak
4. Pada saat Anda bercerita di depan kelas, Apakah Anda masih merasa malu,grogi dan
tidak mempunyai ide cerita?
a. Ya b. Tidak
5. Ketika mendapatkan tugas untuk bercerita dengan menggunakan media boneka
tangan, apakah Anda merasa kesulitan?
a. Ya b. Tidak
6. Pada saat teman Anda bercerita di depan kelas, apakah Anda mendengarkan dan
mengamati cerita dari teman Anda?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat memotivasi Anda untuk
bercerita di depan kelas?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah dengan menggunakan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan
Anda dalam bercerita?
a. Ya b. Tidak
9. Menurut Anda, apakah kegiatan keterampilan bercerita menggunakan media boneka
tangan perlu diterapkan dalam sekolah?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan
media boneka tangan memberi kesan pada diri Anda?
a. Ya b. Tidak
90
Lampiran : 7
Hasil Wawancara dengan Guru (Pratindakan)
Hari/Tanggal wawancara : Rabu
Tempat wawancara : Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan :
P : Peneliti (Sulastri)
G : Guru (Ibu Dra. F. Rahmida)
Hasil Wawancara antara peneliti dan guru, sebagai berikut:
P : “Menurut Ibu, bagaimana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang
telah Ibu lakukan selama ini?”
G :“Pembelajaran bercerita yang saya lakukan itu ya sesuai dengan silabus,saya
menggunakan LKS dan buku paket yang disediakan pihak sekolah untuk
mempermudah pembelajaran. Saya menerangkan semua materi berdasarkan
yang ada di LKS dan buku paket. Masingmasing siswa saya anjurkan untuk
mempunyai LKS untuk mengerjakan tugas. Pada saat prakteknya pun saya
tidak menyediakan alat peraga secara khusus, saya membebaskan siswa
untuk bercerita dengan alat peraga seadanya yang mereka buat sendiri, kalau
tidak ada mereka bisa menggunakan pensil, buku begitu , ya sekreatif-
kreatifnya meraka lah”.
P : “ Metode dan media apa yang Ibu gunakan dalam pembelajaran keterampilan
bercerita?”
G :” Biasanya saya cenderung menggunakan metode ceramah karena tidak
dipungkiri siswa lebih dituntut untuk menguasai teorinya bukan prakteknya.
Media yang saya gunakan ya dari buku paket dan LKS.”.
P : “ Apa kesulitan yang Ibu hadapi dalam mengajarkan keterampilan bercerita?”
G : “Kesulitan saya dalam proses pembelajaran keterampilan bercerita,ya itu
siswa sangat susah diberi tugas untuk bercerita di depan kelas dengan alasan
malu, grogi, dan tidak tahu mau bercerita apa. Medianya juga terbatas dari
sekolah tidak menyediakan alat peraga”.
P :” Bagaimana dengan kecenderungan nilai siswa untuk keterampilan berbicara
khususnya dalam bercerita bila dibandingkan dengan jenis keterampilan
berbahasa lainnya?”
91
G : “ Nilai siswa dalam keterampilan bercerita memang rendah bila dibandingkan
dengan keterampilan bahasa yang lain. Ya karena siswa sangat sulit saat
diberi tugas untuk bercerita di depan kelas itu”.
P : “Apakah selama ini siswa antusias ketika melaksanakan proses pembelajaran:
keterampilan bercerita?”
G :” Ya pada saat saya menerangkan teorinya siswa antusias, walaupun ada
sebagian siswa yang kurang memperhatikan, itu wajar ya mbak. Tapi pada
saat prakteknya sebagian besar siswa menolak untuk bercerita di depan
kelas.”
P : “Menurut Ibu, kelemahan-kelemahan seperti apakah yang terjadi ketik
pembelajaran bercerita?”
G : “ Seperti yang saya bilang tadi siswa itu cenderung tidak berani bercerita di
depan kelas karena siswa malu, grogi, tidak tau apa yang mau diceritakan,
dan banyak alesan lainnya”.
P : “ Pernahkah media wayang boneka digunakan dalam pembelajaran
keterampilan bercerita?
G : “ Belum pernah”.
P : “Bagaimana tanggapan Ibu dengan memanfaatkan media wayang boneka
dalam pembelajaran keterampilan bercerita?”
G : “Ya bagus itu, siswa bisa mendapatkan suasana pembelajaran yang baru.
Medianya juga sudah sesuai dengan SK/KD kelas VII”.
92
Lampiran: 8
Hasil Wawancara dengan Siswa (Pratindakan)
Hari/Tanggal wawancara : Rabu/
Tempat wawancara : Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan :
P : Penelit (Sulastri)
S : Siswa (Yns 8)
Hasil Wawancara antara peneliti dan siswa, sebagai berikut:
P : “Bagaimana pendapatmu tentang cara mengajar guru, maksudnya ketika
menyampaikan penjelasan materi pelajaran keterampilan bercerita kepada
siswa?”
S : “Bu guru seringnya menjelaskan pelajaran dari buku paket atau LKS mbak”.
P : “Gambarkan suasana proses pembelajaran keterampilan bercerita yang
berlangsung selama ini?”
S : “Ya kebanyakan hanya mendengarkan penjelasan dari guru mbak, itu yang
kadang bikin bosen mbak makanya bikin ngantuk, teman-teman yang lainnya
juga kadang pada main sama ngobrol sendiri mbak apalagi anak laki-laki
mbak berisik banget, bikin kelas jadi tambah ramai”.
P : “Menurutmu, apakah keterampilan bercerita merupakan pelajaran yang mudah
dilakukan? Beri alasannya!”
S : “Susah banget mbak, kalau bercerita atau ngobrol sama temen-temen she
gampang mbak, tapi kalo disuruh bercerita di depan kelas rasanya susah
banget mbak, yak karena saya, malu sama teman-teman mbak”.
P : “Media pembelajaran seperti apakah yang pernah digunakan oleh guru ketika
mengajarkan materi keterampilan bercerita?”
S : “Apa she ya mbak, biasanya disuruh ngerjain tugas di LKS aja mbak”.
P : “Apakah kamu merasa tertarik dan lebih termotivasi untuk belajar bercerita
dengan media pembelajaran yang biasanya digunakan oleh guru?”
S : “Kurang tertarik mbak, soalnya hanya itu-itu saja dan biasanya Cuma
menggunakan LKS dan buku paket aja mbak”.
P : “Apakah kamu merasa aktif selama proses pembelajaran keterampilan
bercerita? Beri alasannya!”
93
S : “Biasa saja mbak, kadang yang bercerita ke depan kelas hanya perwakilan
mbak, gak semuanya maju bercerita”.
P :“Apa yang kamu inginkan dari sebuah kegiatan belajar mengajar dengan materi
keterampilan bercerita?”
S : “Ya saya bisa bercerita di depan umum mbak, kalo sering belajar kan lama-
lama malunya ilang mbak”.
P : “Bagaimana pendapatmu tentang wayang boneka?”
S : “Ya boneka to mbak? Bagus mbak”.
P : “Pernahkah wayang boneka digunakan oleh guru sebagai media dalam
pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan alat peraga?”
S :“Belum pernah lah mbak, biasanya pake alat peraga seadanya, atau disuruh
membuat mbak”.
P :“Bagaimana pendapatmu bila wayang boneka digunakan dalam proses belajar
mengajar keterampilan bercerita?”
S : “Pastinya sangat setuju mbak, biar ada suasana baru gak membosankan mbak”.
94
Lampiran : 9
Hasil Wawancara dengan Guru (Pascatindakan)
Hari/Tanggal wawancara : Sabtu/
Tempat wawancara : Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan :
P : Peneliti (Sulastri)
G : Guru (Ibu Dra. F. Rahmida)
Hasil Wawancara antara peneliti dan guru, sebagai berikut:
P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka dapat mengatasi
kesulitan yang Ibu hadapi dalam pembelajaran bercerita?”
G : “Ya cukup membantu sekali mbak, siswa tidak lagi bingung menentukan atau
mencari alat peraga untuk cerita yang mereka bawakan. Menurut saya, media
wayang boneka juga sangat memotivasi siswa dalam bercerita, siswa yang
dulunya kurang antusias dan males-malesan bisa menjadi lebih antusias dan
dapat menjadi siswa yang aktif saat proses pembelajaran”.
P : “Menurut Ibu, apa yang siswa rasakan dengan pembelajaran keterampilan
bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?”
G :”Ya menurut pengamatan saya, siswa merasa senang dengan pembelajaran
bercerita dengan media wayang boneka, mereka belajar sambil bermain”.
P : “Apakah siswa merasa bosan atau jenuh dalam pembelajaran keterampilan
bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?”
G : “Ya seperti yang kita lihat selama pembelajaran bercerita menggunakan media
itu mbak, siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran bercerita bila
dibandingkan dengan sebelum pakai media mbak”.
P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka tersebut dapat memacu
keberanian siswa dalam bercerita?”
G : Seperti yang saya katakan tadi mbak, siswa lebih berani untuk maju bercerita
di depan kelas, mungkin karena siswa merasa tidak canggung lagi, yang
mereka rasakan seperti bermain boneka.
P :”Apakah ada hambatan yang dihadapi ketika bercerita menggunakan media
wayang boneka?”
G :”Alhamdulillah selama proses pembelajaran bercerita saya belum mengalami
hambatan mbak, menurut saya media wayang boneka itu bagus, dapat
memacu keberanian siswa untuk tampil bercerita”Lampiran :10
95
Lampiran 10
Hasil Wawancara dengan Siswa (Pascatindakan)
Hari/Tanggal wawancara : Senin/
Tempat wawancara : Ruang Guru Mts Yanusa
Keterangan :
P : Peneliti (Sulastri)
S : Siswa (Yns 8)
Hasil Wawancara antara peneliti dan siswa, sebagai berikut.
P : “Apa yang kamu rasakan ketika pembelajaran keterampilan bercerita
menggunakan media wayang boneka?”
S : “Saya sendiri senang mbak, wayangnya lucu-lucu mbak, apalagi Dewi Shinta
mbak, cantik banget. Saya jadi senang belajar bercerita kalau menggunakan
wayang boneka seperti itu”.
P : “Bagaimana tanggapan kamu setelah malakukan kegiatan bercerita dengan
menggunakan media wayang boneka?”
S : “Medianya dapat membantu saya untuk lebih berani bercerita mbak, saya tidak
malu, soalnya saya seperti bermain”.
P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka keberanian kamu
bertambah?”
S : “Ya tadi itu mbak, saya jadi lebih berani bercerita di depan kelas nggak takut
lagi”.
P : “Apakah dengan menggunakan media wayang boneka dapat mengatasi
kesulitan kamu dalam bercerita? Misalnya rasa malu, tidak berani bercerita di
depan kelas, grogi untuk bercerita?”
S : “Menurut saya bisa mbak, saya melihat teman-teman jadi pada berani bercerita
di depan kelas”.
P : “Apa yang kamu rasakan dengan menggunakan media wayang boneka ini,
apakah merasa asyik, senang atau jenuh? alasannya apa?”
S : “Ya tentunya mbak, ada suasana baru mbak, jadi nggak bosen deh mbak”.
P : “Apakah kendala atau kesulitan selama kamu melaksanakan pembelajaran
bercerita dengan menggunakan media wayang boneka?”
S : “Kesulitan she nggak ada mbak, tapi itu loh mbak teman-teman sering
menertawakan kalau melihat teman yang lagi bercerita lupa dengan
ceritanya”.
96
Lampiran : 11
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS II (PERTEMUAN I, dan II)
Sekolah : Mts. Yanusa
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/1
Standar Kompetensi : 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan
melalui kegiatan bercerita
Kompetensi Dasar : 6.2 Bercerita denga alat peraga
Alokasi Waktu : 5 x 45 menit
Indikator :
1. Mampu menentukan pokok-pokok cerita
2. Mampu merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik
3. Mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok
cerita
Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa dapat menentukan pokok-pokok cerita
2. Siswa dapat merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang menarik
3. Siswa dapat bercerita menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok
cerita
Materi Pembelajaran :
1. Pengertian bercerita
2. Langkah-langkah bercerita
3. Teknik bercerita yang tepat
4. Definisi boneka tangan
(materi bercerita yang tepat)
97
Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi
Kegiatan Pembelajaran :
Kegiatan pertama
No. Kegiatan Pembelajaran Metode/Strategi Waktu Karakter
1. Pendahuluan
a. Berdoa
b. Mengecek kehadiran siswa
c. Apersepsi: kemukakan apa
yang kalian
ketahui tentang bercerita
d. Menginformasikan KD,
indikator, dan
tujuan pembe lajaran
Arahan
Tanya jawab
10
menit
Ketaqwaan
Kedisiplinan
Motivasi
Tanggung
Jawab
2. Kegiatan inti
a. Guru bertanya jawab dengan
siswa
mengenai kegiatan bercerita
b. Siswa diberi penjelasan oleh
guru
tentang definisi bercerita dan
teknik
bercerita dengan baik
c. Siswa diberi penjelasan tentang
boneka
tangan, fungsi boneka tangan,
dan cara
80
menit
Keaktifan
Tanggung
Jawab
98
penggunaan media boneka
tangan
d. Guru menjelaskan
pembelajaran
bercerita dengan boneka tangan
e. Siswa dibagikan contoh cerita
sebagai
acuan siswa
f. Siswa memperhatikan guru
yang memberi contoh
bercerita dengan boneka tangan
g. Guru membagi siswa menjadi
beberapa
kelompok, tiap kelompok 5-6
siswa
h. Guru memberikan tugas
kepada semua
kelompok untuk bercerita
didepan
kelas dengan tema “Liburan”
secara
berkelompok dengan boneka
tangan
i. Siswa secara bergantian
bercerita di
depan kelas secara
berkelompok
3. Penutup
a. Guru bersama siswa
menyimpulkan
pelajaran
Curah
pendapat
Arahan
10
menit
Keaktifan
Tanggung
jawab
Ketaqwaan
99
b. Refleksi: siswa mengungkapan
kesan
atau kesimpulannya kegiatan
pembelajaran yang telah
dilakukan
c. Informasi tentang materi
pertemuan
berikutnya
e. Berdoa
Pertemuan kedua
No. Kegiatan Pembelajaran Metode/Strategi waktu karakter
1. Pendahuluan
a. Berdoa
b. Mengecek kehadiran siswa
c. Apersepsi: apa yang sudah
dipelajari
pada pertemuan sebelumnya
d. Menginformasikan KD,
indikator, dan
tujuan pembelajaran
Arahan
Tanya
jawab
Arahan
10
menit
Ketaqwaan
Kedisiplinan
Motivasi
Tanggung
Jawab
2. Kegiatan inti
a. Guru dan siswa melakukan
Tanya jawab
mengenai kegiatan bercerita
b. Guru tanya jawab dengan siswa
tentang
kesulitan dalam penggunaan
media
boneka tangan
Tanya
jawab
Penugasan
80
menit
Keaktifan
100
c. Siswa melanjutkan bercerita di
depan
kelas secara bergantian
d. Guru melakukan pengamatan
secara
menyeluruh kepada semua siswa
yang
bercerita di depan kelas
e. Siswa diberi penguatan tentang
materi
yang telah diberikan
3. Penutup
a. Refleksi: siswa mengungkapan
kesan
mereka dalam bercerita di depan
kelas
dengan boneka tangan
b. Guru memberi informasi
tentang materi
pertemuan berikutnya
c. Berdoa
Curah
pendapat
Arahan
10
menit
Keaktifan,
Tanggung
jawab
Ketaqwaan
Media dan Sumber Belajar
1. Media dan alat
a. Spidol Boardmarker
b. Penghapus
c. Boneka tangan
d. Contoh cerita
2. Sumber
a. Nurhadi, dkk. 2007. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VII. Jakarta Erlangga,
hal 93.
101
b. Indrawati, dkk. 2008. Aktif Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII.
c. Maryati, dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas
d. Pratiwi, dkk. 2008. Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Kelas
Penilaian
Teknik : pengamatan
Bentuk : lembar pengamatan dan pedoman penilaian
Soal/instrumen :
Berceritalah di depan kelas dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Bentuklah kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa.
2. Memperhatikan langakah-langkah bercerita.
3. Memperhatikan teknik bercerita yang baik.
4. Cerita dikembangkan sesuai tema yang telah ditentukan.
5. Berceritalah di depan kelas, dengan media boneka tangan
6. Tokoh bebas, namun sesuai boneka yang disediakan
7. Tema “Liburan
Rubrik penilaian keterampilan bercerita siswa
No. Aspek yang dinilai Skala Skor
1 2 3 4 5
1 Volume suara
2 Penempatan tekanan dan nada
3 Penguasaan cerita
4 Sikap penghayatan cerita
5 Pilihan kata
Jumlah Skor
Jakarta. April 2014
Guru Mata Pelajaran, Peneliti,
Dra. Fahria Rahmida Sulastri
102
Lampiran : 12 Catatan Lapangan Siklus I
CATATAN LAPANGAN
Hari/ Tanggal : Rabu, 7 Mei 2014
Siklus/ Pertemuan : Siklus I/ 1
Waktu : 11.30-12.50
Materi : Bercerita
Jumlah Siswa : 20 Siswa
Terlihat dari ruang guru siswa kelas VII masih berada di luar kelas walau bel jam
istirahat telah berakhir. Siswa-siswa masih asik dengan kegiatan mereka sendiri,
belum menyiapkan pelajaran beikutnya. Mereka tetap saja seperti hari-hari biasa,
walau saat itu sedang panas terik , namun ada juga yang hanya duduk malas-
malasan di depan kelas. Guru dan peneliti segera menuju kelas, pada saat guru dan
peneliti terlihat oleh siswa, mereka segera berebut masuk ruang kelas. Siswa di
dalam kelas mulai menata sesuai dengan tempat duduk mereka. Pelajaran dimulai
tepat pukul 11.30. pelajaran pun segera dibuka oleh guru dengan mengucapkan
salam, dan mengucapkan selamat berjumpa kembali. Ibu guru kemudian bertanya
kepada siswa masih semangatkah untuk belajar walau cuaca sangat terik. Siswa
serentak menjawab “masih buu”, dengan nada yang sangat lemas. Ibu guru mulai
meminta siswa menyiapkan buku pelajaran bahasa Indonesia. Setelah semua siap
untuk mengikuti pelajaran, guru menjelaskan kompetensi dasar yang akan di
ajarkan masih sama dengan pertemuan yang kemarin, “Anak-anak, hari ini kalian
akan mempelajari materi bercerita tapi dengan suasana yang berbeda”. Anak-anak
menjawab “Suasana berbeda seperti gimana bu?”. Guru menjelaskan bahwa siswa
akan merasakan perbedaannya nanti saat akan memulai bercerita di depan kelas.
Guru terlebih dahulu menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk
mendukung kegiatan belajar bercerita yaitu menyiapkan boneka tangan. Dengan
antusias siswa memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru. Sebelumnya guru
memberikan lagi pertanyaan tentang materi yang berkaitan dengan bercerita.
“Siapa yang tahu apa pngertian bercerita? Beberapa siswa mengacungkan jari
103
mereka, lalu guru menunjuk salah satu siswa. Siswa pun menjawab dengan benar.
Tanya jawab pun selesai, lalu guru mulai masuk ke materi tentang bercerita.
Siswa mulai antusias mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Namun,
ada beberapa siswa yang masih bicara dengan teman, tertawa-tawa, dan bercanda
dengan teman sebelahnya. Penjelasan yang diberikan oleh guru akhirnya selesai,
guru kemudian membagikan lembar kertas yang berupa contoh cerita, yang dapat
dijadikan untuk bercerita dengan media boneka tangan. Semua siswa sangat
antusias memperhatikan contoh guru saat bercerita dengan boneka tangan. Mereka
terlihat senang dengan media itu, dan antusias untuk segera bercerita. Setelah
selesai memberikan contoh kepada siswa, kemudian guru membagi kelompok
dengan jumlah seperti kemarin, namun beda kelompok. Mendengar perintah dari
guru, siswa ada yang sedikit mengeluh, karena mereka tau, pasti akan diberi tugas
untuk bercerita kembali. Namun, ada beberapa siswa yang semangat untuk segera
membuat cerita tersebut. Ternyata siswa masih seperti kemarin, mereka tidak
segera membuat kelompok, akhirnya guru turun tangan lagi untuk membagi
kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru memberitahu siswa agar membuat
cerita dengan tema “Cerita fabel”. Belum selesai guru bicara, siswa sudah
mengeluh lagi. Kemudian guru sedikit bicara dengan nada tinggi, sehingga siswa
diam dan segera menjalankan perintah guru. Saat mereka membuat cerita, ada
yang diam, ada yang jalan-jalan, ada yang bermain, namun tidak sedikit juga yang
serius untuk membuat cerita. Guru berjalan mengelilingi siswa, untuk membantu
siswa jika ada yang mau bertanya. Pada siklus ini guru memberi tugas untuk
membuat cerita dengan tema “Cerita Fabel”, guru memberi batas-batas dalam
membuat ceritanya, yaitu tokohnya harus sesuai dengan boneka yang berkarakter
hewan atau binatang yang telah disediakan. Boneka yang disediakan terdiri dari
karakter kelinci, tikus, kodok, itik, dan monyet Setelah beberapa diberi waktu
untuk mengerjakan, sekarang saatnya mereka bercerita di depan kelas
menggunakan boneka tangan untuk dinilai. Namun, setiap diperintah oleh Ibu
guru, siswa selalu beralasan belum selesai mengerjakan, karena itu guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk melanjutkan merangkai cerita. Beberapa menit
kemudian siswa diperintah lagi, tapi alasan mereka masih sama, mereka selalu
104
menjawab, “belum bu!”. Namun Ibu guru tidak percaya, kemudian segera
berkeliling melihat hasil cerita siswa, ternyata, semua kelompok telah selasai
mengerjakan. Guru segera memerintah siswa untuk bercerita,dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bercerita tanpa diundi kelompok seperti
pratindakan, namun ternyata sama saja, mereka hanya diam, dan saling pandang
dengan kelompok lain. Lalu guru mengambil alternatif seperti kemarin dengan
mengundi kelompok. Guru dibantu peneliti segera menyiapkan kertas undian
untuk mengundi urutan kelompok yang bercerita. Siswa sedikit takut saat melihat
guru dan peneliti membuat kertas undian, kemudian perwakilan setiap kelompok
mengambil kertas satu. Semua siswa yang membuka kertas ada yang senang,
namun ada pula yang menggerutu “haduhhhhh, gimana nih!”, itu pertanda
kelompok itu mendapat nomer awal. Kelompok pertama segera menyiapkan
ceritanya dan mengambil boneka tangan untuk belajar menggunakannya. Mulailah
mereka bercerita, siswa yang lain antusias untuk mendengarkan dan
memperhatikan teman yang bercerita dengan boneka tanga. Kelompok satu terdiri
dari Yns4, Yns6, Yns11, Yns8 dan Yns2. Mereka bercerita tentang kelinci
pembohong, mereka terlihat masih sedikit malu untuk bercerita. Namun mereka
cukup lancar saat bercerita, volume suara juga sudah lebih keras dibanding
dengan waktu sebelum diberi tindakan. Saat menggunakan boneka tangan, Yns11
agak sedikit kesulitan, mungkin karena belum pernah menggunakannya jadi agak
sedikit kesulitan. Beda dengan yns4 dia terlihat lebih mahir dalam
menggunakannya, cukup tenang namun cerita dapat di terima oleh pendengar.
Siswa lain segera memberi tepuk tangan saat kelompok 1 sudah selesai bercerita.
Guru lalu bertanya, apa ada kesulitan dalam pemakainnya, lalu serentak kelompok
satu menjawab “tidak”. Kelompok 2 segera mengambil boneka sesuai tokoh yang
mereka pilih, dan langsung menyiapkannya. Kelompok 2 terdiri dari Yns12,
Yns15, Yns1, Yns5, dan. Yns7 Mereka maju ke depan kelas dengan semangat
sekali. Namun, alangkah senangnya, ketika bel tanda selesai pelajaran berbunyi,
kelompok 2 bersorak-sorak, karena pasti mereka akan bercerita pada pertemuan
selanjutnya. Sebelum mengakhiri pelajaran hari itu, guru memberi tahu siswa,
kelompok yang belum bercerita sekarang akan dilanjutkan pada pertemuan
105
selanjutnya. Guru mengharapkan cerita siswa pada pertemuan selanjutnya agar
jauh lebih baik dan menarik. Kemudian pelajaran ditutup oleh guru dengan doa
dan salam.
Observer
(Sulastri)
106
Lampiran : 13
CATATAN LAPANGAN SIKLUS I
Hari/ Tanggal : Sabtu, 10 Mei 2014
Siklus/ Pertemuan : Siklus I/ 2
Waktu : 07.00-08.20
Materi : Bercerita
Jumlah Siswa : 20 Siswa
Pelajaran bahasa Indonesia akan dimulai pukul 07.00, walaupun hari itu hari
puasa. Guru mulai beranjak dan menuju kelas VII. Anak-anak sudah berada di
dalam dan sudah siap untuk memulai pelajaran tanpa adanya kebisingan seperti
hari-hari kemarin. Guru membuka pelajaran dengan berdoa bersama dan
mengucapkan salam dilanjutkan dengan menanyakan kabar siswa pada hari itu.
Ternyata pagi itu semua siswa semangat sekali mengikuti pelajaran, dilihat dari
jawaban mereka setelah ditanya kabar oleh guru, siswa dengan serentak dan
semangat menjawab pertanyaan guru. Guru meminta siswa untuk menyiapkan
buku pelajaran mereka, karena pelajaran akan segera dimulai. Siswa pun segera
mengeluarkan buku mereka beserta alat tulis dan siap untuk mengikuti pelajaran.
Kali ini, guru melanjutkan penjelasan tentang pertemuan sebelumnya, yaitu
tentang bercerita dengan alat peraga. Guru kembali memberitahu tentang
kompetensi dasar agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran. Guru
memberikan pertanyaan tentang materi yang diberikan kemarin yaitu tentang
pengertian bercerita dan teknik bercerita yang tepat. Satu persatu siswa yang
ditunjuk guru mampu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Guru
segera melanjutkan dengan mengulang materi yang telah disampaikan kemarin
guna mengingatkan lagi kepada siswa agar siswa tidak mudah lupa. Setelah
selesai mengulang materi kemarin, guru meminta siswa untuk melanjutkan
bercerita di depan kelas seperti kemarin sesuai dengan no. Undian. Kelompok 2
pun segara mengambil boneka tangan, walaupun terlihat agak sedikit kurang
semangat. Lalu mereka segera memulai cerita yang telah mereka rangkai dari
107
tema yang sudah ditentukan. Judul dari cerita yang mereka buat adalah “kebaikan
berbuah kebaikan ”. Saat bercerita, yang sangat menarik perhatian semua yaitu
Yns12, dia lihai sekali dalam menggunakan boneka tangan, suaranya pun sesuai
dengan tokoh boneka yang ia mainkan. Berbeda dengan Yns7, dia tinggi besar
namun suaranya sangat lirih dan pemalu, sedangkan yang jadi narator dalam
kelompok ini adalah Yns5. Yns5 suaranya sudah cukup terdengar sampai
belakang, walau terkadang kalau teman yang lain sedang ribut suara narrator
menjadi hilang. Kelompok 2 sudah cukup bagus dalam merangkai pokok-pokok
cerita menjadi sebuah cerita yang menarik, namun sayangnya mereka terlihat
kurang kompak saat bercerita. Dengan spontan kelompok 3 berdiri dan segera
mengambil boneka yang telah disediakan untuk mempersiapkan diri. Kelompok 3
terdiri dari Yns10, Yns16, Yns17, Yns20, dan Yns3, yang menjadi narator dari
kelompok ini adalah Yns10. Suara narator lumayan terdengar hingga seluruh
kelas, sehingga siswa lainnya menjadi antusias untuk mendengarkan cerita dari
kelompok 3. Dari kelima siswa ini yang volume suara dan sikap penguasaan cerita
paling rendah adalah Yns16. Dia selalu menundukkan kepala, dan selalu
membaca teks yang dia bawa. Lain halnya dengan Yns20, dia begitu terampil
menggunakan boneka tangan, walaupun dia seorang perempuan, namun suaranya
cukup keras. Cerita dari kelompok 3 berjudul “Liburan Keluarga binatang”, yang
menceritakan bahwa keluarga binatang sedang berlibur di taman. Setelah
kelompok 3 selesai, dilanjutkan dengan kelompok 4 yang terdiri dari Yns8, Yns9,
Yns13, Yns14, dan Yns19. Narator kelompok ini adalah Yns13. Kali ini judul
cerita dari kelompok 4 adalah “Liburan ke Lereng Merapi”. Mereka sangat
kompak dalambercerita, kerjasama merek pun bagus, dari saat membuat cerita,
sampai bercerita di depan kelas. Siswa yang paling bersemangat saat bercerita
adalah Yns8, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat bercerita.
Suaranya keras, sehingga semua siswa mendengar suaranya. Ekpresi tokohnya
pun dia bisa, saat tokoh marah, suaranya pun pas. Namun sayang cerita mereka
terlalu singkat, sehingga isi cerita tidak terlalu menarik, tapi tetap terdapat amanat.
Setelah kelompok 4 selesai, Ibu guru bertanya kepada siswa apakah ceritanya
akan dilanjutkan atau tidak, karena ada beberapa siswa yang bermain dan bicara
108
dengan teman yang lain, ibu gurupun menghentikan pembelajaran sampai pukul
12.30
Observer
Lampiran : Catatan Lapangan Siklus II
CATATAN LAPANGAN
Hari/ Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014
Siklus/ Pertemuan : Siklus II/ 1
Waktu : 11.30-12.50
Materi : Bercerita
Jumlah Siswa : 20 Siswa
Siang itu, pelajaran ke-7 kelas VIIB adalah pelajaran Bahasa Indonesia, anak-anak
suadah bersiap-siap untuk mengikuti pelajaran selanjutnya setelah sebelumnya
mereka istirahat. Guru menuju ruangan kelas VIIB yang akan digunakan sebagai
tempat berlangsungnya belajar mengajar. Guru masuk kelas dan terkejut melihat
siswa yang sudah menyiapkan buku pelajaran tanpa harus disuruh oleh guru.
Sebelum memulai pelajaran guru terlebih dahulu menyiapakan perelatan yang
akan digunakan dalam pelajaran. Guru dibantu peneliti menyiapakn boneka
tangan untuk ditata di atas meja. Kelas saat itu tidak seperti biasanya, anak banyak
diam memperhatikan guru walau masih ada satu atau dua siswa yang berbicara
dengan temannya, namun sebagian besar siswa memperhatikan guru. Boneka
tangan telah selesai disiapkan, guru segera memulai pelajaran dengan
mengucapakan salam dan seperti biasanya menanyakan keadaan siswa saat itu,
bagaimana sussana hati ssiwa. “Anak-anak, bagaimana keadaan kalian hari ini,
masih semangat atau tidak untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia?”. Baik
Bu, masih semangat serentak anak-anak menjawab pertanyaan guru. Mendengar
itu semua, guru menjadi senang dan guru juga berpesan kepada semua
siswa,”walaupun kalian belajar pada siang yang panas kalian harus tetap semangat
untuk belajar, jangan jadikan cuaca panas sebagai penghambat kalian belajar!!”
Semua siswa pun segera menjawab,”iya buuu!!”. Guru pun segera memulai
109
pelajaran, karena Ibu guru ingin setiap proses pembelajaran berjalan santai,
namun materi tetap bisa di terima dengan baik oleh semua siswa. Guru
memberitahukan pelajaran masih tentang bercerita dengan alat peraga, dan guru
juga ingin mengetahui apakah siswa benar-benar sudah paham tentang bercerita
dengan alat peraga yaitu boneka tangan. Guru juga memberi tahu, tentang hal-hal
yang perlu diperbaiki lagi saat bercerita dengan boneka tangan. Siswa pun
menjadi antusias memperhatikan guru dalam menerangkan pelajaran. Guru segera
menerangkan materi, walaupun materi sudah di jelaskan saat pertemuan
sebelumnya. Materi diberikan berulang-ulang agar siswa semakin menguasai
tentang bercerita, dan mendapat hasil optimal. Proses pembelajaran pada hari itu
langsung aktif dan interaktif. Suasana kelas begitu hidup karena guru dan siswa
saling tanya jawab tentang materi, misalnya saja Yns2, Yns12, dan Yns18, mereka
sangat aktif bertanya kepada guru. Tidak seperti pertemuan-pertemuan
sebelumnya, yang hanya dua tiga siswa yang aktif bertanya. Suasana kelas sangat
ramai riuh, namun karena membahas tentang bercerita dan boneka tangan. Setelah
semua merasa jelas dan mengerti, guru segera memberikan tugas. Tugas kali ini
sama dengan siklus sebelumnya, dari anggota kelompok dan tema sama dengan
siklus sebelumnya yaitu dengan tema “Cerita fabel”. Hanya saja hasil cerita pada
siklus sebelumnya diperbaiki lagi, menjadi cerita yang lebih menarik, sesuai
dengan teknik bercerita yang baik. Semua siswa sangat antusias sekali untuk
segera memperbaiki hasil cerita kemarin, dan mereka segera berkumpul dengan
kelompok. Suasana siswa tampak tenang, tidak seperti pertemuan sebelumnya.
Guru berjalan berkeliling kelas untuk membantu siswa jika siswa merasa
kesulitan. Yns9 tiba -tiba memanggil guru, dan bertanya, “Bu, apakah tokohnya
boleh sama dengan yang kemarin?”Guru langsung menjawab,”iya, tokohnya
sama, kalian hanya memperbaiki ceritanya saja, misalnya alur atau setingnya saja
diperbaiki menjadi cerita yang menarik dan jelas.” Kemudian Yns9 kembali
melanjutkan merangkai cerita dengan kelompoknya. Ternyata masih ada siswa
yang hanya berbicara dengan temannya, misalnya saja Yns3, Yns17, dan Yns11,
mereka sering bicara, bersendau gurau. Setelah selesai memperbaiki cerita,
mereka segera belajar untuk bercerita, karena guru menyarankan agar siswa tidak
110
membawa kertas catatan,kalau pun mau bawa hanya kertas kecil saja. Suasana
kelas sangat ramai, karena mereka belajar bercerita. Beberapa kemudian, guru
memerintahkan agar siswa segera bercerita di depan kelas. Kali ini, guru telah
mempersiapkan undian, karena jika urutan bercerita sama dengan silklus
sebelumnya, kelompok terakhir akan menyepelekan dan tidak mau belajar
bercerita. Perwakilan kelompok segera mengambil undian dan membuka kertas
itu. Tampaknya mereka sudah tidak takut lagi untuk bercerita, tampaknya mereka
sudah benar-benar siap, karena raut wajah mereka biasa-biasanya saja walau
kelompok mereka mandapat undian no.1. Kelompok 1 segera mengambil boneka
tangan, dan mulailah mereka bercerita, siswa yang lain antusias untuk
mendengarkan dan memperhatikan teman yang bercerita dengan boneka tangan.
Mereka terlihat lebih tenang, dari pada siklus sebelumnya. Kelompok 1 yang
terdiri dari Yns4, Yns6, Yns11, Yns18, dan Yns2. Narator kelompok ini adalah
yns4. Kali ini judul cerita dari kelompok 1 adalah “Kelinci pembohong”. Meraka
sangat kompak dalam bercerita, kerjasama merek pun bagus, dari saat membuat
cerita, sampai bercerita di depan kelas. Siswa yang paling bersemangat saat
bercerita adalah Yns4, dia berbadan besar, hitam, dan cukup percaya diri saat
bercerita. Suaranya keras, sehingga semua siswa mendengar suaranya. Ekpresi
tokohnya pun dia bisa, saat tokoh marah, suaranya pun pas. Cerita mereka sudah
lebih bagus dari pada sebelumnya, karena pada siklus sebelumya ceritanya terlalu
singkat. Setelah kelompok 1 selesai, Ibu guru bertanya kepada siswa apakah
ceritanya akan dilanjutkan atau tidak, karena ada beberapa siswa yang bermain
dan bicara dengan teman yang lain. Kelompok 1 selesai, sekarang dilanjutkan
kelompok 2. Mereka bersama-sama segera mengambil boneka tangan yang
disediakan dimeja guru untuk mempersiapkan diri. Setelah semua siap, kemudian
mereka segera memulai bercerita dengan alat peraga yaitu bonek tangan.
Kelompok 2 terdiri dari 5 siswa, yaitu Yns1, Yns5 yns7, Yns12, dan Yns15
sedangkan yang menjadi narator kali ini adalah seorang siswa laki-laki, yaitu
Yns12. Mereka mulai bercerita, semua siswa diam mendengar dan memperhatikan
kelompok ini bercerita. Mungkin karena kelompok ini bercerita dengan menarik
sehingga siswa lain memilih mendengarkan dari pada bermain sendiri. Suara
111
narator, yaitu Yns12 sangat lantang, mereka bercerita komunikatif sekali. Bahkan
nampaknya mereka sudah tidak merasa grogi, karena mereka terlihat tenang
dalam bercerita. Cerita dari kelompok ini cukup panjang, namun kami tidak
merasakan bahwa cerita telah usai, karena kami sangat menikmati cerita mereka.
Tidak terasa sudah pukul 12.45, tandanya bel tanda pelajaran selesai akan segera
berbunyi. Guru memberi tahu kepada seluruh siswa, kelompok
yang belum bercerita pada hari itu akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
Guru mengharapkan cerita siswa pada pertemuan selanjutnya agar jauh lebih baik
dan menarik. Kemudian pelajaran ditutup oleh guru dengan doa dan salam.
Observer
(Sulastri)
112
Lampiran : 14
CATATAN LAPANGAN SIKLUS II
Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2014
Siklus/ Pertemuan : Siklus II/ 2
Waktu : 07.00-08.20
Materi : Bercerita
Jumlah Siswa : 20 Siswa
Jam menunjukkan pukul 07.00 yang berarti pelajaran Bahasa Indonesia di kelas
VII akan segera dimulai. Anak-anak sudah bersiap-siap dan bersemangat
mengikuti pelajaran seperti pertemuan sebelumnya. Seperti biasa, guru menuju
kelas VII dari ruang guru dan masuk kelas, seperti siswa semuanya tenang tidak
ada lagi kegaduhan seperti biasanya. Guru memulai pelajaran dengan membuka
salam dan menyapa kabar siswa seperti biasa serta memberikan beberapa motivasi
dalam belajar. Hal itu dilakukan guna memberikan semangat siswa untuk belajar
dan mengikuti setiap pelajaran. Guru memberitahukan kompetensi dasar dan
tujuan pembelajaran kali ini masih sama dengan pertemuan-pertemuan
sebelumnya yaitu bercerita dengan alat peraga. Guru mulai bertanya jawab dengan
siswa tentang materi yang telah diajarkan kemarin. Sepertinya sebagian besar
siswa sudah menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru pada pertemuan-
pertemuan sebelumnya. Karena hampir semua pertanyaan guru dijawab oleh
siswa. Siswa yang aktif bertanya misalnya saja Yns2, Yns9, Yns11, Yns12,
Yns18, Yns15, Yns4, Yns6, Yns3, Yns5 dan Yns20. Setelah selesai tanya jawab
tentang definisi bercerita, dan bagaimana bercerita dengan boneka tangan, guru
langsung memerintahkan siswa untuk menjutkan bercerita di depan kelas.
Kelompok 3 segera mempersiapkan diri, mengambil boneka tangan, dan segera
mempersiapkan diri di depan kelas. Kelompok 3 terdiri dari Yns3, yns10, Yns16,
Yns17 dan Yns20, anggota kelompok sama dengan kelompok siklus sebelumnya.
Judulnya pun sama, yaitu tentang liburan keluarga binatang. Mereka lancar saat
bercerita, volume suara juga sudah lebih keras disbanding dengan siklus
113
sebelumnya. Siswa Yns10 yang tadinya kesulitan dalam menggunakan boneka
tangan, sekarang terlihat mahir dalam menggunakannya. Teman lain, yaitu Yns3
terlihat lebih mahir dalam menggunakannya, cukup tenang, volume suara pun
terdengar hingga belakang. Narator yang tadinya volumenya kurang keras,
sekarang suaranya sudah bisa terdengar, dia adalah Yns16. Begitu pula dengan
Yns17,dan Yns20, mereka sangat menghayati cerita, pengucapan kata-kata juga
tepat, sehingga cerita dapat didengar dengan baik. Beberapa lama kemudian,
mereka selesai bercerita, dan mendapat tepuk tangan dari teman-temanya. Dari
hasil pengamatan, selama bercerita, kelompok ini sudah lebih baik dari siklus
sebelumnya, karena hampir semua aspek penilaian mereka bisa menguasai. Guru
lalu bertanya, apa ada kesulitan dalam pemakainnya, lalu serentak kelompok satu
menjawab “tidak”. Kelompok 4 segera mengambil boneka sesuai tokoh yang
mereka pilih, dan langsung menyiapkannya. Kelompok 4 terdiri dari Yns8, Yns9,
Yns13, Yns14, dan Yns19. Mereka maju ke depan kelas dengan semangat sekali.
Lalu mereka segera memulai cerita yang telah mereka rangkai dari tema yang
sudah ditentukan. Judul dari cerita yang mereka buat adalah “Liburan ”. Saat
bercerita, yang sangat menarik perhatian semua yaitu Yns8, dia lihai sekali dalam
menggunakan boneka tangan, suaranya pun sesuai dengan tokoh boneka yang ia
mainkan. Ternyata S26 tidak mau kalah dengan dengan Yns8, dia mempunyai
suara besar, sehingga suaranya mampu didengar oleh seluruh kelas, suaranya pun
sesuai dengan tokoh yang diperankan. Sedangkan yang jadi narator dalam
kelompok ini adalah Yns13. Yns13 suaranya sudah cukup terdengar sampai
belakang, sudah lebih baik dari pada siklus sebelumnya. Kelompok 4 sudah cukup
bagus dalam merangkai pokok-pokok cerita menjadi sebuah cerita yang menarik,
saat bercerita pun sudah terlihat kompak, Tidak seperti tahap sebelumnya yaitu
siklus I, aspek kelancaran saat bercerita sebagian besar kelompok ini sudah jarang
sekali mengucap kata “ee” dan tersendat-sendat.
Observer
(Sulastri)
114
Lampiran : 15
Skor Keterampilan Bercerita Siswa
MTs. Yanusa Pondok Pinang Pratindakan
No.
Subyek
Aspek yang di nilai Jumlah Rata-Rata
VS P KMI SPC PK
1 40 40 60 60 60 260 52
2 60 40 60 40 40 240 48
3 60 40 60 40 40 240 48
4 60 60 80 80 60 340 68
5 40 40 40 40 40 200 40
6 60 60 80 80 60 340 68
7 40 40 40 60 40 220 44
8 60 60 80 60 60 320 64
9 60 60 80 80 60 340 68
10 40 40 40 40 40 200 40
11 60 40 40 60 40 240 48
12 60 60 80 80 60 340 68
13 60 40 40 60 40 240 48
14 60 40 40 40 40 220 44
15 80 60 80 80 60 360 72
16 60 40 60 40 40 240 48
17 60 40 60 60 40 260 52
18 60 60 80 80 60 340 68
19 60 60 80 80 60 340 68
20 40 60 40 40 60 240 48
Jumlah 1120 980 1220 1200 1000 5520
55,2 Rata-Rata 56 49 61 60 50 276
Skor Ideal 100 100 100 100 100 500
Presentase 56% 49% 61% 60% 50% 55%
Keterangan :
VS : Volume Suara
P : Pelafalan
KMI : Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC : Sikap Penghayatan Cerita
PK : Pilihan Kata
115
Lampiran : 16
Skor Keterampilan Bercerita Siswa
MTs. Yanusa Pondok Pinang Siklus 1
No.
Subyek
Aspek yang di nilai Jumlah
Rata-
Rata VS P KMI SPC PK
1 60 60 80 80 60 340 68
2 80 60 80 60 60 340 68
3 80 60 80 60 60 340 68
4 60 80 80 80 80 380 76
5 60 60 60 60 60 300 60
6 60 80 80 80 80 380 76
7 60 60 60 80 60 320 64
8 60 80 80 80 60 360 72
9 80 60 80 80 80 380 76
10 60 60 60 60 60 300 60
11 60 60 60 80 60 320 64
12 60 60 80 80 80 360 72
13 80 60 60 60 60 320 64
14 60 60 60 60 60 300 60
15 80 80 80 80 60 380 76
16 80 60 80 60 60 340 68
17 80 60 80 80 60 360 72
18 60 60 80 80 80 360 72
19 80 60 80 80 80 380 76
20 60 80 60 60 60 320 64
Jumlah 1380 1300 1460 1440 1320 6900
69 Rata-Rata 69 65 73 72 66 345
Skor Ideal 100 100 100 100 100 500
Presentase 69% 65% 73% 72% 66% 69%
Keterangan :
VS : Volume Suara
P : Pelafalan
KMI : Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC : Sikap Penghayatan Cerita
PK : Pilihan Kata
116
Lampiran : 17
Skor Keterampilan Bercerita Siswa
MTs. Yanusa Pondok Pinang Sikulus 2
No.
Subyek
Aspek yang di nilai Jumlah Rata-rata
VS P KMI SPC PK
1 80 80 80 80 60 380 76
2 80 80 80 60 80 380 76
3 80 80 80 80 60 380 76
4 80 80 80 80 80 400 80
5 60 80 80 60 60 340 68
6 80 80 80 80 80 400 80
7 60 80 60 80 60 360 72
8 80 80 80 80 80 400 80
9 80 80 80 80 80 400 80
10 80 60 80 80 80 380 76
11 80 60 80 80 60 360 72
12 80 80 80 80 80 400 80
13 80 60 80 80 60 380 76
14 80 60 60 80 60 340 68
15 80 80 80 80 80 400 80
16 80 60 80 80 60 380 76
17 80 60 80 80 80 380 76
18 80 80 80 80 80 400 80
19 80 80 80 80 80 400 80
20 80 80 60 80 80 400 80
Jumlah 1580 1480 1540 1560 1480 7640
76,4 Rata-Rata 79 74 77 78 74 382
Skor Ideal 100 100 100 100 100 500
Presentase 79% 74% 77% 78% 74% 76%
Keterangan :
VS : Volume Suara
P : Pelafalan
KMI : Keterampilan Mengembangkan Ide
SPC : Sikap Penghayatan Cerita
PK : Pilihan Kata
117
Lampiran : 18
Rekapitulasi Skor Pengamatan Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita Siswa
MTs. Yanusa Pondok Pinang dari Pratindakan sampai Siklus II
No Subyek Skor
Pratindakan
Skor
Siklus I
Skor
Siklus II
1 YNS1 52 68 76
2 YNS2 48 68 76
3 YNS3 48 68 76
4 YNS4 68 76 80
5 YNS5 40 60 68
6 YNS6 68 76 80
7 YNS7 44 64 72
8 YNS8 64 72 80
9 YNS9 68 76 80
10 YNS10 40 60 76
11 YNS11 48 64 72
12 YNS12 68 72 80
13 YNS13 48 64 76
14 YNS14 44 60 68
15 YNS15 72 76 80
16 YNS16 48 68 76
17 YNS17 52 72 76
18 YNS18 68 72 80
19 YNS19 68 76 80
20 YNS20 48 64 80
Jumlah
Rerata 55,2 69 76,4
Presentase
55%
69%
76%
118
Lampiran : 19
Rekapitulasi Peningkatan Skor Aspek Keterampilan Bercerita MTs. Yanusa
Pondok Pinang dari Pratindakan sampai Siklus II
No Aspek Rata-Rata
Pratindakan
Rata-Rata
Siklus I
Rata-Rata
Siklus II
1 Volume Suara 56 69 79
2 Pelafalan 49 65 74
3 Keterampilan
Mengembangkan Ide
61 73 77
4 Sikap Penghayatan
Cerita
60 72 78
5 Pilihan Kata
50 66 74
Jumlah
276/55,2 345/69 382/76,4
119
Lampiran : 20
Hasil angket Pratindakan MTs. Yanusa Pondok Pinang
No.
Jawaban Pertanyaan Siswa
a. Ya b. Tidak
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
1 2 10% 18 90%
2 14 70% 6 30%
3 7 35% 13 65%
4 8 40% 12 60%
5 13 65% 7 35%
6 8 40% 12 60%
7 9 45% 11 55%
8 6 30% 14 70%
9 17 85% 3 15%
10 19 95% 1 5%
120
Lampiran : 21
Hasil angket Pascatindakan MTs. Yanusa Pondok Pinang
No.
Jawaban Pertanyaan Siswa
c. Ya d. Tidak
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
1 17 85% 3 15%
2 18 90% 2 10%
3 16 80% 4 20%
4 2 10% 18 00%
5 3 15% 17 5%
6 17 85% 3 15%
7 2 10% 18 90%
8 18 90% 2 10%
9 19 95% 1 5%
10 18 90% 2 10%
121
Lampiran 22 : Materi Pembelajaran
A. Pengertian bercerita
Bercerita merupakan kegiatan berbicara yang paling sering dilakukan.
Bercerita adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami
oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau
bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang. Kegiatan bercerita
sejak zaman dahulu sudah dilakukan para leluhur kita.
Kegiatan itu bukan hanya untuk mengisi waktu luang, mengantar cucu
tidur, menghibur hati yang gundah, melainkan juga untuk menyampaikan nilai-
nilai moral. Untuk itu, kemampuan bercerita dengan baik sangat diperlukan.
Unsur cerita yang perlu diperhatikan adalah para tokoh dengan
karakternya masing-masing, setting atau latar tempat terjadinya peristiwa, alur
atau jalan cerita dan tema atau amanat cerita. Menurutnya bercerita menuntut
kemampuan mengingat-ingat unsur cerita, menggunakan bahasa yang baik secara
improvisasi, peragakan adegan, menyelipkan humor yang segar, menghayati
cerita, dan menyampaikan amanat.
B. Langkah-langkah bercerita
Langkah yang kamu lakukan sebelum bercerita adalah (1) menentukan ide
pokok cerita, (2) menentukan peristiwa-periatiwa beserta tokoh dan karakter yang
terlibat, dan (3) merangkai peristiwa sehingga menjadi cerita yang baik. Agar
menjadi cerita yang runtut harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Menentukan tema/ ide pokok cerita Tema adalah ide pokok yang melandasi
cerita. Tema dapat diambil dari kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
masalah hakiki manusia seperti cinta kasih, keadilan, kebahagiaan,
kesengsaraan.
2. Menentukan peristiwa Setelah menentukan tema, proses selanjutnya adalah
tema tersebut dikembangkan kedalam deretan peristiwa yang saling berkaitan
122
dari awal sampai akhir. Peristiwa tersebut tidak lepas dari peran tokoh berserta
karakternya.
3. Merangkai deretan peristiwa menjadi kerangka cerita Setelah kamu
menentukan peristiwa-peristiwa dalam cerita, kegiatan berikutnya adalah
merangkai deretan peristiwa sehingga menjadi kerangka cerita.
4. Merancang penampilan (variasi/ improvisasi suara, lafal, intonasi, dan mimic
yang tepat) dalam bercerita Setelah kamu menyusun kerangka cerita, kamu
perlu membuat rancangan penampilan. Dalam menyusun rancangan
penampilan, kamu perlu membedakan mana yang merupakan pernyataan
narator dan mana yang merupakan dialog tokoh. Selain itu, memberi tanda atau
penjelasan tentang penggunaan variasi suara, lafal, intonasi, dan mimik yang
tepat.
5. Berlatih bercerita berdasarkan rancangan yang disusun
6. Merancang bercerita dengan alat peraga
C. Teknik bercerita yang tepat
Ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan dalam bercerita:
a. Pencerita memahami (1) rangkaian peristiwa atau kerangka cerita, (2) karakter
tokoh, (3) tema dan pesan cerita
b. Pencerita menghayati peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan dalam bercerita
c. Pencerita memiliki gambaran penampilan peristiwa demi peristiwa dalam
bercerita, yang mencakup (1) tempat dan posisi setiap adegan, (2) kejelasan
pelafalan, (3) variasi atau warna suara dan intonasi setiap adegan, dan (4) gesture
serta mimik setiap adegan. Penguasaan dan penghayatan dongeng ini mencakup
antara lain jalan cerita, sifat-sifat tokoh, pokok persoalan, dan pesan yang ada
pada dongeng.
D. Pengertian Boneka Tangan
Menurut Raemiza (http://ra3miza.wordpress.com) media boneka dapat
membantu anak dalam memahami cerita dan lebih menarik perhatian mereka.
Media boneka termasuk dalam jenis media visual tiga dimensi. Penggunaan media
123
boneka tangan menolong anak untuk bernalar dan membentuk konsep tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek, baik ukuran, bentuk, berat,
maupun manfaatnya. Sesuai dengan namanya “boneka tangan”, cara
memainkannya dengan memasukkan tangan ke dalamnya. Bentuknya pun
menyerupai sarung tangan, namun tentu saja boneka ini lebih menarik. Menurut
Ahira (http://www.anneahira.com) disebut boneka tangan, karena cara
memainkannya pun satu tangan kita hanya dapat memainkan satu boneka, dan
boneka ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan
dan kakinya hanya merupakan baju yang menutup lengan orang yang
memainkannya. Ada berbagai karakter boneka tangan yang ada di pasaran,
misalnya binatang, buah-buahan, orang dan tokoh kartun yang populer dikalangan
anak-anak.
E. Fungsi Boneka Tangan
Media ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) memberikan pengalaman
yang konkret, (2) memungkinkan siswa menganalisis siswa menganalisis secara
mendalam, (3) membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu, (4) informasi yang
diperoleh akan lebih jelas, (5) memperjelas suatu masalah atau proses kerja dari
alat, dan (6) mendorong timbulnya kreativitas
siswa.
F. Cara penggunaan boneka tangan
Agar boneka dapat menjadi media instruksional yang efektif, maka
menurut Raemiza (http://ra3miza.wordpress.com) perlu memperhatikan beberapa
hal dalam penggunaan boneka tangan, yang antara lain (a) rumusan tujuan
pembelajaran dengan jelas, (b) buatlah naskah atau skenario sandiwara yang akan
dimainkan secara terperinci, baik dialognya, settingnya dan adegannya harus
disusun secara cermat, (c) permainan boneka mementingkan gerak dari pada kata,
karena itu pembicaraan jangan terlalu panjang, dapat menjemukan penonton, (d)
permainan sandiwara boneka jangan terlalu lama, kira-kira 10 sampai 15 menit,
(e) hendaknya diselingi dengan nyanyian, kalau perlu penonton diajak nyanyi
bersama, (f) isi cerita hendaknya sesuai dengan umur dan kemampuan serta daya
124
imajinasi anak-anak yang menonton, (g) selesai permainan sandiwara, hendaknya
diadakan kegiatan lanjutan seperti tanya jawab, diskusi atau menceritakan kembali
tentang isi cerita yang disajikan, (h) jika memungkinkan, berilah kesempatan
kepada anak-anak untuk memainkannya.
Dari keterangan tentang boneka tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media boneka sangat memungkinkan siswa untuk menguasai konsep-
konsep yang sedang diajarkan karena siswa turut serta dalam situasi yang
sesungguhnya. Media boneka dapat menarik perhatian siswa dengan bantuan
gerakan-gerakan, ekspresi dan intonasi guru.
125
Lampiran : 23
Pedagang yang Budiman
Sera adalah seorang pedagang keliling. Ia ramah dan selalu
gembira. Sambil menyusuri jalan ia menjajakan barang jualannya,
“Barang bagus! Barang
bagus! Siapa mau beli? Siapa mau beli?”
Sera senang jika ibu-ibu mau membelikan anak-anak mereka
barang yang bagus. Hatinya puas melihat anak-anak tersenyum
bahagia. Suatu hari, saat Sera sedang menyusuri jalan, ia melihat
pedagang keliling lain bernama Taro.
“Pergi Sera!” seru Taro marah. “Ini jalanku! Aku lebih dulu
berada di jalan ini! Kau boleh berdagang di sini setelah aku pergi!”
Sera segera pindah ke jalan lain. Taro mengetuk pintu rumah
pertama. Seorang gadis kecil membuka pintu.
“Oh, Nenek! katanya. “Maukah Nenek membelikanku
sesuatu?”
“Kita tidak punya uang,” kata Nenek. “Tapi coba tanya
pedagang itu. Apa dia mau menukar barang yang kamu suka dengan
kendi hitam kita?”
Ketika si gadis keluar, ia memperlihatkan kendi hitam pada
Taro. Taro mengamati lalu membuat goresan kecil pada kendi itu. Ia
sangat terkejut, ternyata kendi hitam itu terbuat dari emas. Timbul
ide liciknya. Wanita tua ini tidak tau kendinya terbuat dari emas. Akan
kukatakan kendi ini jelek. Lantas aku pergi. Nanti aku kembali dan
membelinya dengan harga yang sangat murah. Begitu piker Taro. Lalu
ia berkata,
126
“Kendi ini tidak bagus!” Setelah mengembalikan kendi pada
gadis, ia segera pergi.
Tak lama kemudian, Sera melewati jalan itu. “Barang bagus!”
serunya. “ siapa mau beli? Siapa mau beli?”
Saat gadis kecil itu melihat Sera, ia berkata, ”Nenek, boleh aku
bertanya
ke pedagang itu? Mungkin dia mau menukar barang yang kubutuhkan
dengan kendi ini...”
“Kata pedagang yang tadi kendi ini jelek,” sahut Nenek. “Tapi
coba Tanya pada pedagang ini.”
Gadis kecil itu memanggil Sera. “Maukah Bapak menukar
kendi nenekku dengan barang bagus yang kubutuhkan?”
Sera mengamati kendi itu. Ia melihat goresan yang telah dibuat
oleh Taro. “Nyonya!” katanya pada si Nenek. “ Kendi ini terbuat dari
emas!”
Nenek memandang dengan takjub. “ tetapi kata pedagang yang tadi,
kendi
ini tidak bagus!” sahutnya.
“Oh tidak,” kata Sera. “Kendi ini terbuat dari emas. Aku akan
membayar dengan semua uangku yang ada. Lalu aku akan kembali
membawa uang yang lebih banyak.”
Ia tersenyum pada gadis kecil itu. “Gadis kecil, ambilah
beberapa barang yang kamu mau,” katanya.
Setelah Sera pergi, datanglah Taro si pedagang pertama tadi. Ia
berkata, “Aku telah berjalan jauh. Tapi aku teringat pada cucumu yang
ingin barang daganganku. Aku akan memberi beberapa yang ia mau.
Tukarlah dengan kendi hitam tua milikmu.”
Nenek lalu menceritakan apa kata Sera tentang kendi tuanya.
“ia memberi kami uang banyak. Nanti ia akan kembali membawa
uang lebih banyak.”
“Uang lebih banyak?” seru Taro kecewa. “Dia harus
memberiku uang juga. Bagaimanapun, aku yang pertama melihat
kendi itu!” Taro terus bersungutsungut.
127
Gadis kecil dan neneknya hanya tersenyum geli melihatnya. Mereka
bersyukur bertemu Sera si pedagang yang jujur.
Besoknya, Sera berhasil menjual kendi dengan harga tinggi. Ia
membayarlebih banyak pada Nenek. Saat pulang, ia berkata pada
istrinya, “Aku telah melakukan yang terbaik untuk kendi itu. Aku
telah melakukan yang terbaik, sangat baik.”
“Apakah kamu akan kaya?” tanya istrinya.
“Benar.” kata Sera. “Aku merasa kaya sekarang, karena bisa
memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mampu. Mampu
membantu orang lain yang kesusahan, membuatku merasa sangat
bahagia...”
(Diterjemahkan Oleh Tuthuta, dari Some Pretty Little
Thing)
Sumber: Bobo, 19 April 2007
128
Lampiran : 23
Kelinci Pembohong
Karakter Cerita:
Dongeng anak, Egois, Fabel, Hewan, Jahat, Kejam, Kelinci, Keluarga,
Kerbau, Kijang, Kelinci nakal
Di padang rumput nan hijau, hiduplah seekor kelinci yang sangat
nakal, setiap hari kerjaannya mengusili penghuni padang rumput. Pada
suatu hari, si kelinci ketemu pak kijang. Dalam hati kelinci berpikir
“saya kerjain saja Pak Kijang, tapi bagaimana ya?” Si kelinci
berpikir keras dan tiba-tiba ide nakal sampai di kepalanya. “Saya
pura-pura saja lari Pak Kijang sambil berteriak ‘pak singa
ngamuk'”.
Maka sambil larilah, Si Kelinci sambil berteriak “Pak Singa ngamuk!
Pak Singa ngamuk!”, akhirnya pak kijang sekeluarga lari tak
beraturan, sampai anaknya Pak Kijang jatuh ke jurang.
Puaslah hati Si Kelinci, berbahak-bahak dia, “kena saya kerjain
Pak Kijang”. Begitu bangganya Si Kelinci, “cerdas juga saya”
Congkak si kelinci.
Si kelinci melanjutkan jalan-jalannya sambil mencari korban
berikutnya. Dari kejauhan, Si Kelinci melihat Pak Kerbau. Dia pun
melakukan hal yang sama seperti pada Pak Kijang. “Pak Singa
ngamuk! Pak singa Ngamuk” teriak Si Kelinci, sambil berlari ke
arah Pak Kerbau sekeluarga.
Terang saja Pak Kerbau langsung lari terbirit-birit sampai istri Pak
Kerbau yang lagi hamil, keguguran. Duka Pak Kerbau jadi suka cita
Si Kelinci.
129
Hari berikutnya Pak Kijang bertemu Pak Kerbau, mereka
menceritakan kejadian yang mereka alami kemarin. Selagi mereka
asik membahas masalah yang menimpa keluarga mereka yang
disebabkan oleh Si Kelinci, tiba-tiba terdengarlah suara teriakan Si
Kelinci dari kejauhan, “Tolong, saya dikejar-kejar Pak Singa, Pak
Singa ngamuk! Tolong, tolong, tolooong!,” tapi tidak ada yang
perduli, “ah, paling-paling Si Kelinci lagi-lagi membohongin kita”
pikir mereka.
Sekuat tenaga Si Kelinci menghindari kejaran Pak Singa, tapi
apalah daya, Pak Singa lebih cepat larinya, akhirnya Si Kelinci mati
dikoyak-koyak Pak Singa dan tidak ada yang perduli.
Sumber: Slamet Budiono ([email protected])
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sulastri lahir di Kediri, 16 Juli 1965,
tepatnya Desa Semen Kecamatan
Semen Kabupaten Kediri Jawa Timur,
dari pasangan Suminto dan Suharni.
Mengenyam pendidikan SD dan SMP
di kota kelahiran Kediri, selanjutnya
tahun 1984 SPG di Jakarta karena ikut
orang tua. Setelah lulus SPG
melanjutkan studi di IKIP
Muhammadiyah Jakarta jurusan
Bahasa Inggris, hanya sampai empat
semester.
Menikah dengan seorang pria berasal dari Betawi yang bernama Roseli dan
dikaruniai empat putri, yang pertama Imandya Astian Rosaria, putri kedua
Pramudya Karina, Putri ketiga Trisabdya Norma Rosa dan yang bungsu Adhya
Lastantina. Saat ini penulis mengajar di MTs. Yanusa Pondok Pinang Jakarta
Selatan dan di SD Islam Al-Isra Tanjung Duren Grogol Petamburan Jakarta Barat.
Sekarang penulis berdomisili di Kepa Duri RT 005/008 Duri Kepa Kebon Jeruk
Jakarta Barat 11510.