pengukuran tachimetri (diktat)
TRANSCRIPT
Pengukuran dan pemetaan situasi 1
PENGUKURAN UNTUK PEMBUATAN PETA SITUASI
1. PENDAHULUAN
Pengukuran situasi adalah suatu kegiatan pengukuran yang dilakukan dalam rangka
pengumpulan data permukaan bumi dan segala sesuatu yang berada diatasnya baik unsur alami
maupun manusia. Unsur alami dapat meliputi sungai, bukit, lembah, hutan dan sebagainya,
sedangkan unsur buatan manusia dapat berupa jalan, bangunan, jembatan sawah, kebun dan
lain-lain
Pemetaan situasi adalah penggambaran unsur-unsur yang ada dipermukaan bumi diatas
bidang datar yang diperkecil dengan skala dan disederhanakan dengan simbol-simbol tertentu
yang disebut peta. Seperti kita ketahui bahwa permukaan bumi kita merupakan bidang
lengkung dengan model matematis bumi berupa ellipsoid , akan tetapi untuk daerah pemetaan
yang tidak begitu luas yaitu lebih kecil dari 2500 km2 atau 250.000 ha pengaruh kelengkungan
bumi dapat diabaikan.
Data geometris yang diukur pada pengukuran untuk pembuatan peta situasi meliputi data
planimetris atau koordinat (x,y) dan data tinggi (z) titik-titik detail, pengukuran titik-titik detail
ini dapat dilakukan dengan alat sebagai berikut :
1). Theodolit Kompas ( Wild T-0 ) atau Theodolit Biasa ( Wild T-1, Wild T2 dsb) yang
dilengkapi dengan Rambu Ukur yang diperlukan untuk menentukan jarak optis.
2). Theodolit Biasa yang dipadukan dengan alat ukur jarak elektronis (EDM).
3). Total Station yang merupakan perpaduan dari theodolit elektronis, alat ukur jarak
elektronis (EDM) dan Kalkulator Plus .
Saat ini dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan teristris di Indonesia sudah banyak
dilakukan dengan menggunakan alat Total Station, karena cara ini secara umum dapat
mempercepat proses dengan hasil pengukuran yang lebih teliti dibanding dengan
menggunakan Theodolit Kompas.
Pemetaan situasi dilakukan umumnya untuk menunjang pekerjaan perencanaan teknik
sipil seperti irigasi, jalan, sungai atau pembangunan komplek perumahan. Skala peta situasi
biasanya dibuat antara 1 : 500, 1 : 1000, 1 : 2000 atau 1 : 5000 tergantung dari kebutuhan dari
masing-masing kegiatan yang dilakukan. Penetapan skala peta yang akan dibuat akan
mempengaruhi kerapan titik detail yang harus diukur, secara umum semakin besar skalanya
maka jarak antara pengukuran detail harus semakin dekat/ rapat.
Pengukuran dan pemetaan situasi 2
2. KERANGKA DASAR PENGUKURAN SITUASI
Untuk dapat melakukan pengukuran situasi mutlak harus dibuat kerangka dasar
pengukuran situasi, yaitu :
Kerangka dasar horizontal ( x,y).
Kerangka dasar vertikal ( z).
Pengadaan kerangka dasar horizontal dapat dilakukan dengan metode poligon, cara ini
banyak dilakukan karena sangat luwes dalam memilih jalur pengukuran yang sulit dan
memerlukan rintisan. Sedangkan untuk pengadan dasar vertical dilakukan dengan cara sipat
datar memanjang.
Manfaat kerangka dasar horizontal dan vertikal ini diperlukan sebagai dasar pengikatan
pengukuran situasi titik-titik detail yang dilakukan dengan cara tachimetri atau dengan alat
Total Station. Akan tetapi bila titik-titik detail yang harus diukur cukup jauh dan tidak dapat
dijangkau secara langsung dari titik-titik kerangka dasar yang ada, maka untuk mengatasinya
diperlukan titik-titik penolong yang diikatkan pada titik-titik kerangka dasar tersebut.
Pengadaan titik-titik penolong ini dapat dilakukan dengan pengukuran cabang ( poligon
sekunder ). Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
Titik – titik kerangka dasar horisontal dan vertical (x,y,z).
Titik – titik penolong ( poligon cabang ).
Pengukuran detail
Titik-titik kerangka dasar H & V
Pengukuran dan pemetaan situasi 3
3. PENGUKURAN KOORDINAT DAN TINGGI CARA TACHIMETRI
Titik-titik detail dapat diukur dari titik kerangka dasar horizontal dan vertical atau dari
titik-titik penolong lainnya ( poligon cabang ), dari hasil pengukuran dengan menggunakan
alat theodolit tachimetri seperti Wild T-0 akan diperoleh besaran-besaran yang diukur
dilapangan meliputi :
Asimut magnetis
Sudut vertical.
Tiga benang diafragma.
Tinggi alat.
Koordinat titik detail dapat dihitung berdasarkan fungsi dari asimut magnetis , tiga
benang diafragma ,sudut vertical dan titik koordinat dimana alat tachimetri di dirikan,
sedangkan untuk penentuan tinggi dapat dihitung dari fungsi tiga benang diafragma, sudut
vertical, tinggi alat dan tinggi titik dimana alat di dirikan. Untuk lebih jelasnya dapat
diperhatikan berikut ini
a. Pengukuran koordinat titik detail .
Gambar - 10Keterangan :
P-1 , P-2 , P-3 = Titik-titik / patok poligon ( Kerangka dasar H & V )
1, 2, 3 …n = Asimut magnetis / kompas
a ,b, c, d..dst = Titik-titik detail
1 , 2 , 3,….n = Sudut horizontal.
Bila posisi titik detail a, b, c ….dst, ditentukan dengan menggunakan theodolit kompas seperti Wild
T-0 maka yang diukur adalah asimut magnetis dan jarak optis d dari titik poligon sampai titik detail
P-1
P-2P-3
U magnetis
a b
cd
e
n
Pengukuran dan pemetaan situasi 4
yang bersangkutan. Dengan demikian koordinat polar titik detail dinyatakan dalam argumen
asimut magnetis dan jarak datar optis, yaitu :
a. = ( 1 , d1 )
b. = ( 2 , d2 )
c. = ( 2 , d2 )
…………………..
n. = ( n , dn )
Sedangkan bila digunakan theodolit biasa yang diukur adalah jarak optis ( d ) dan sudut horizontal
( ) yaitu sudut yang dibentuk oleh arah dua titik poligon ( P1 –P2) dan arah ketitik detail ( P2-n ).
Koordinat polar titik detail dinyatakan dalam argumen sudut horizontal dan jarak,
yaitu :
a. = ( 1 , d1 )
b. = ( 2 , d2 )
c. = ( 2 , d2 )
…………………..
n. = ( n , dn )
Jika diperlukan dari koordinat polar tersebut dapat dirubah menjadi sistim koordinat orthogonal
( x,y ) dan hal ini diperlukan bila proses penggambaran akan dilakukan dengan komputer dan perangkat
lunak tertentu Autocad).
b. Pengukuran tinggi detail cara tachimetri.
Alat ukur sudut theodolit dilengkapi dengan tiga benang diafragma yang tegak lurus terhadap garis
vertikalnya, dan mempunyai jarak yang sama antara satu dengan lainnya. Tiga benang diafragma
horizontal tersebut kita sebut dengan benang atas ( ba ) , benang tengah ( bt ) dan benang bawah ( bb ).
Dengan unsur bacaan ( ba ), ( bt ), ( bb ) pada rambu , sudut vertikal dan tinggi alat theodolit ,
maka beda tinggi antara alat dan titik detail yang dibidik dapat ditentukan beda tingginya. Sehingga bila
benang atas ( ba)
benang tengah ( bt )
benang atas ( bb )
Gambar - 11
Pengukuran dan pemetaan situasi 5
pada tempat alat theodolit telah diketahui tingginya maka tinggi titik detail lainnya dapat
ditentukan tingginya dengan menjumlahkan masing-masing beda tingginya. Oleh karena itu
dalam pelaksanaan pengukuran tachimetri alat theodolit kita tempatkan diatas titik yang telah
diketahui koordinat dan tingginya, titik ini adalah titik kerangka dasar horizontal dan vertical
yang diperoleh dari hasil pengukuran poligon primer dan sipat datar.
Gambar - 4
Keterangan :
TA = Tinggi titik A dari bidang referensi vertical ( permukaan air laut rata-rata ).
TB = Tinggi titik B yang dicari tingginya dari titik A.
Ta = Tinggi alat, yang diukur dari atas patok sampai titik pusat teropong theodolit.
Z = Sudut Zenit
= Sudut miring.
dm = Jarak miring.
Dengan memperhatikan gambar tersebut diatas, secara geometris dapat diperoleh hubungan
sebagai berikut :
TB = TA + ta - bt V ……….. ( 1 ).
V = dm. Sin ………………………. ( 2 ).
Tanda + untuk sudut miring positip
Tanda - untuk sudut miring negatip
Pada metode rambu vertical dimana garis bidik teropong theodolit tegak lurus dengan garis
vertical rambu, maka jarak mendatar dapat diperoleh dari hubungan ( ba – bb )x k
dmZ
TA
ba
bt
bb
TB
ta
Bidang referensi
Pengukuran dan pemetaan situasi 6
( k= konstanta jarak yang biasanya 100 ). Pada pengukuran cara tachimetri umumnya garis
bidik teropong theodolit tidak tegak lurus rambu vertical melainkan membentuk sudut miring ,
oleh karena itu untuk mencari jarak miring dan jarak datarnya dapat dihitung sebagai berikut :
Gambar - 5
Bila S’ = ( ba – bb )Maka S = S’ Cos ………… ( 3 )
Dimana S’ = Jarak antara benang atas dan benang bawah hasil pembacaan langsung garis
bidik teropong yang tidak tegak lurus garis vertical rambu / bak ukur.
S = Jarak antara benang atas dan benang bawah dengan garis bidik teropong yang
tidak tegak lurus garis vertical rambu / bak ukur.
Dengan demikian jarak miring dm adalah :
dm = S’ x 100 x Cos , atau
dm = ( ba – bb ) x 100 x Cos. ………… ( 4 ).
Bila disederhanakan ( ba – bb ) x 100 = do , maka
dm = do x Cos. …………… ( 5 )
Bila rumus ( 5 ) disubstitusikan pada persamaan ( 2 ), maka :
V = do x Sin . Cos. ……………. ( 6 ).
Dalam goniometri terdapat rumus :
Sin 2 = 2 Sin. .Cos. atau
½ Sin 2 = Sin. .Cos.
Maka persamaan ( 6 ) dapat diubah menjadi :
ba
bb
btS’ = ( ba – bb )
S = S’ Cos Garis bidik teropong
Rambu tegak lurus garis bidik
Rambu vertical tidak tegak lurus garis bidikbidik
Pengukuran dan pemetaan situasi 7
V = ½ .do. Sin 2 …………. ( 7 ).
Sedangkan jarak datar dd = dm x Cos. …….. .. ( 8 )
dengan mengsubtitusikan persamaan 5 pada persamaan ( 8 ) akan diperoleh :
dd = do x Cos. .Cos. , atau
dd = do x Cos2. ……………………… ( 9 )
Ringkasan rumus-rumus :
1). Bila sudut miring positip ( + ), maka tinggi titik B dihitung dengan rumus :
TB = TA + ta - bt + V
2). Bila sudut miring negatip ( - ), maka tinggi titik B dihitung dengan rumus :
TB = TA + ta - bt - V
3). V = ½ .do. Sin 2 , atau ( = sudut miring )
V = ½ .do. Sin 2 Z ( Z = sudut zenith )
Dimana do. = ( ba – bb ) x 100
4). Jarak miring ( dm )
dm = do x Cos.
dm = do x Sin. Z
5). Jarak datar ( dd )
dd = do x Cos2.
dd = do x Sin2 .Z
Contoh hitungan tinggi detail :
Tinggi titik A = 100,200 m
Hasil pengukuran tachimetri :
Tinggi alat ta = 1,23 m
Sudut miring = + 20 30’
Benang atas ( ba ) = 1650 , benang tengah ( bt ) = 1300, benang bawah ( bb ) = 0950
Pengukuran dan pemetaan situasi 8
Hitunglah :
a). Jarak miring
b). Jarak datar antara titik A dan B.
c). Tinggi titik B
Jawab :
a). Jarak miring ( dm )
dm = do x Cos.
= ( 1,650 – 0,950 ) x 100 x Cos 20 30’
= 69,933 m.
b). Jarak datar ( dd )
dd = do x Cos2.
= ( 1,650 – 0,950 ) x 100 x ( Cos 20 30’ )2
= 69,867 m
c). Tinggi titik B.
V = ½ .do. Sin 2
= ½ x 70,00 x Sin ( 2 x 20 30’ )
= 3,050 m
TB = TA + ta - bt + V
= 100,20 + 1,23 - 1,30 + 3,050
= 103,180 m
4. PENGUKURAN KOORDINAT DAN TINGGI CARA TACHIMETRI ELEKTRONIS
Bila yang digunakan untuk menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detail tersebut digunakan alat
theodolit biasa ( Wild T-2 atau sejenis ) yang dipadukan dengan alat ukur jarak elektronis (EDM ), maka
besaran-besaran yang diukur dilapangan meliputi :
Sudut horizontal ( )
Sudut vertical ( h )
Pengukuran dan pemetaan situasi 9
Jarak miring ( Jm )
Tinggi alat. ( Ta )
Tinggi Target / Prisma ( Tt )
Koordinat titik detail dapat dihitung berdasarkan fungsi dari ( , h , Jm ) dan dua titik koordinat kerangka
dasar horisontal, sedangkan untuk penentuan tinggi dapat dihitung dari fungsi ( Jm, h, Ta, Tt ) dan satu
titik tinggi kerangka vertikal dimana alat di dirikan. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan berikut ini
a. Koordinat titik detail .
Gambar - 6Keterangan :
P-1 , P-2 , P-3 = Titik-titik / patok poligon ( Kerangka dasar H & V )
1 , 2 , 3,….n = Sudut horizontal
a ,b, c, d..dst = Titik-titik detail.
Bila sudut horizontal titik a adalah 1 dan jaraknya dari titik P2 adalah J1, maka koordinat titik a dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Xa = XP2 + J1. Sin 1
Ya = YP2 + J1. Cos 1
Dimana sudut jurusan 1 = ( P1-P2 + 1 ) - 180
Dengan cara yang sama dapat ditentukan koordinat dari titik b, c, d……….. dst
a. Tinggi titik detail .
dmZ
ta
P-1
P-2P-3
U grid
a b
cd
e
n
t tV
Pengukuran dan pemetaan situasi 10
Gambar - 7
TA = Tinggi titik A dari bidang referensi vertical ( permukaan air laut rata-rata ).
TB = Tinggi titik B yang dicari tingginya dari titik A.
ta = Tinggi alat, yang diukur dari atas patok sampai titik pusat teropong theodolit.
Z = Sudut Zenit
= Sudut miring.
Jm = Jarak miring.
TB = TA + ta - t.t V ……….. ( 1 ).
V = Jm. Sin …………………. ( 2 ).
Tanda + untuk sudut miring positip
Tanda - untuk sudut miring negatip
Bila besaran V dinyatakan dalam jarak horisontal, maka :
V = Jd. Tan …………………. ( 3 ).
Dimana :
Jd = Jm Cos ……….. ( 4 ).
Contoh hitungan tinggi detail :
Tinggi titik A = 100,200 m
Data hasil pengukuran :
Tinggi alat ( ta ) = 1,23 m
Tinggi target ( tt ) = 1.30 m
Sudut miring = + 20 30’
Jarak miring Jm = 69,933 m
Hitunglah :
a). Jarak datar Jd
b). Tinggi titik B
Jawab :
TA TB
Bidang referensi
Pengukuran dan pemetaan situasi 11
a). Jarak datar ( Jd )
Jd = Jm x Sin .
= 69,933 m x Cos 20 30’
= 69,867 m
b). Tinggi titik B (TB )
V = Jm. Sin
V = 69.933 x Sin 20 30’
= 3.050 m
atau :
V = Jd. Tan
V = 69.867 x Tan 20 30’
= 3.050 m
TB = TA + ta - tt + V
= 100,20 + 1,23 - 1,30 + 3,050
= 103,180 m.
3. PENGUKURAN DENGAN ALAT TOTAL STATION
Total station pada dasarnya adalah perpaduan alat ukur sudut dan jarak elektronik yang
dilengkapi unit prosesing dan perekaman. Prinsip dasar dari alat ukur dijital total station ini
masih tetap mengacu pada prinsip dan rumus-rumus penentuan posisi yang telah kita ketahui
selama ini. Seperti contoh dalam pengukuran tinggi titik detail pada total station, data ukur
( sudut vertical, jarak miring, tinggi alat dan target ) yang diperoleh dilapangan dan rumus
yang digunakan sama halnya dengan yang dilakukan dengan cara pengukuran Tachimetri
Elektronis ( theodolit + EDM) yang telah diuraikan pada butir 3. Yang membedakan dalam
alat Total Station adalah bahwa semua data pengukuran tersebut dapat direkam dan diproses
hasilnya secara langsung dan disimpan hasilnya dalam Kolektor Data.
Pengukuran dan pemetaan situasi 12
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan alat Total Station adalah upaya
mengurangi beberapa sumber kesalahan yang berasal dari manusianya, yaitu seprti kesalahan
pembacaan, pencatatan, hitungan serta menjamin keaslian data ukuran. Keuntungan lain dapat
mempercepat proses pengolahan data, karena data dijital yang diperoleh dapat diakses
kedalam komputer atau data input dari piranti lunak pengolahan dan penggambaran yang
berbasis komputer.
Fasilitas program standar untuk pengolah data yang tersedia pada alat Total Station
dilapangan adalah :
Sistem pendeteksian kesalahan sistimatik alat.
Stting bacaan dan hitungan arah.
Cara pemberian koreksi hasil ukuran.
Reduksi jarak dan elemen vector ( N, E, Z ).
Traverse / Poligon Survey.
Topografi / Tachimetri survey.
Resection / Ikatan kebelakang.
Intersection / Ikatan kemuka.
Remote Elevation Measurement ( REM ).
Missing Line Measurement.
Stake Out.
Program pasca lapangan ( Piranti Lunak ) yang diperlukan untuk mengolah data lanjutan
sampai dengan pembentukan gambar dijital yang umumnya dilakukan dikantor. Contoh
piranti lunak yang banyak digunakan di Indonesia antara lain :
LISCAD - LEICA
CIVILCAD / MAPPING MODUL - TOPCON
ADDCAD / SOFTDESK - SOFTDESK
SDRMAP - SOKIA
WESCOM / WESLINK - WESTRALIAN
DRLINK + - NIKON
Pengukuran dan pemetaan situasi 13
Pengukuran dan pemetaan situasi 14