diktat virologi

65
BAB I REPLIKASI VIRUS Virus merupakan parasit obligat intraseluler dimana dalam replikasinya sangat bergantung pada system metabolisme sel inang. Pengetahuan mengenai replikasi virus saat ini sangat rinci dan terus berkembang, sehingga kini kita ketahui bahwa setiap keluarga virus memiliki strategi replikasi yang unik, dan untuk mengetahui strategi replikasi tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari siklus replikasi virus melalui One Step Growth curve (pola pertumbuhan satu langkah) Gambaran unik perkembangbiakan virus adalah segera setelah interaksi dengan sel inang, virion yang menginfeksi dirusak dan infektivitas virus yang dapat diukur hilang. Fase siklus pertumbuhan ini disebut fase eklipsis, lamanya bervariasi tergantung pada virus maupun sel inang. Fase ini diikuti oleh interval kecepatan akumulasi dari keturunan partikel virus yang infeksius. Fase eklipsis sesungguhnya merupakan satu dari aktivitas sintesis intensif karena sintesis sel dialihkan untuk memenuhi kebutuhan virus. Pada beberapa kasus segera 1

Upload: ida-ayu-sinthia-pradnyaswari

Post on 05-Dec-2014

237 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

virologi

TRANSCRIPT

Page 1: Diktat Virologi

BAB I

REPLIKASI VIRUS

Virus merupakan parasit obligat intraseluler dimana dalam replikasinya sangat

bergantung pada system metabolisme sel inang. Pengetahuan mengenai replikasi virus

saat ini sangat rinci dan terus berkembang, sehingga kini kita ketahui bahwa setiap

keluarga virus memiliki strategi replikasi yang unik, dan untuk mengetahui strategi

replikasi tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari siklus replikasi virus melalui

One Step Growth curve (pola pertumbuhan satu langkah)

Gambaran unik perkembangbiakan virus adalah segera setelah interaksi

dengan sel inang, virion yang menginfeksi dirusak dan infektivitas virus yang dapat

diukur hilang. Fase siklus pertumbuhan ini disebut fase eklipsis, lamanya bervariasi

tergantung pada virus maupun sel inang. Fase ini diikuti oleh interval kecepatan

akumulasi dari keturunan partikel virus yang infeksius. Fase eklipsis sesungguhnya

merupakan satu dari aktivitas sintesis intensif karena sintesis sel dialihkan untuk

memenuhi kebutuhan virus. Pada beberapa kasus segera setelah asam nukleat virus

memasuki sel inang, metabolisme seluler dialihkan secara eksklusif kepada sintesis

partikel virus baru dan sel akan dirusak.

One step growth curve merupakan kajian klasik, seluruh sel di dalam biakan

ditulari secara bersamaan menggunakan infeksi keberagaman yang tinggi, selanjutnya

dilakukan pengamatan terhadap peningkatan jumlah virus menular sepanjang waktu

melalui penghitungan titer, kemudian dititrasi secara berurutan. Virus yang bebas di

dalam media dapat dititrasi secara sepihak dari virus yang tetap terikat sel. Segera

sesudah infeksi, virus yang diinokulasikan “menghilang”, partikel menular tidak dapat

dideteksi pada media (intrasel). Fase eklipsis ini berlanjut sampai virion turunan

pertama dapat dideteksi beberapa jam kemudian. Masa eklipsis biasanya berkisar

1

Page 2: Diktat Virologi

antara 3 sampai 12 jam untuk virus dari berbagai famili. Diketahui bahwa fase

eklipsis Orthomyxoviridae adalah 4 jam.

Kajian awal yang bergantung atas pengujian virion menular secara kuantitatif

dengan mikroskop elektron dan uji virion menular, memberikan informasi tentang

peristiwa awal dan akhir dari siklus replikasi (pelekatan, penembusan, pendewasaan

dan pelepasan) tetapi tidak mengenai apa yang terjadi pada fase eklipsis. Penyidikan

mengenai ekspresi dan replikasi genom virus dimungkinkan hanya dengan pengenalan

metode biokimia untuk menganalisis asam nukleat virus dan protein, dan kini semua

teknik biologi molekuler yang canggih sudah digunakan untuk memecahkan masalah

ini. Tujuan akhir dari one step growth curve adalah untuk mengukur waktu yang

diperlukan dari replikasi virus hingga keluarnya virus per sel selama putaran infeksi

setahap.

Peristiwa yang terjadi selama fase eklipsis meliputi :

1.1 Transkripsi

Setelah proses adsorbsi, penetrasi dan uncoating berjalan sempurna, partikel

infeksius virus tidak dapat ditemukan pada biakan infeksi. Ketidakmampuan

dalam mendeteksi virus infeksius ini merupakan tanda dimulainya masa

eklipsis dari replikasi virus. Masa eklipsis ini akan berakhir saat pelepasan

(release) turunan virus baru ke luar sel.

Transkripsi merupakan fase sintesis dalam siklus replikasi virus yang terjadi

setelah pelepasan selubung genom. Bagian utama dalam replikasi virus adalah

mRNA harus ditranskripsikan dari asam nukleat virus demi keberhasilan

ekspresi dan duplikasi informasi genetik.

2

Page 3: Diktat Virologi

Berbagai kelompok virus menggunakan jalur yang berbeda dalam mensintesis

mRNA, bergantung atas struktur asam nukleat virus. Pada virus RNA sangat

unik karena informasi genetik yang dimilikinya tersandi dalam RNA. Virus

ssRNA berpolaritas negatif, pertama kali harus ditranskripsi menjadi mRNA

dan membawa polimerase RNA-tergantung-ssRNA dalam virionnya.

Orthomyxovirus mempunyai polimerase RNA untuk mensintesis mRNA.

Genom virus RNA berpolaritas negatif perlu ditranskripsikan ke dalam mRNA

berpolaritas positif (ekivalen mRNA) sebelum dimulai proses sintesis protein

virus. Pada Orthomyxovirus, mRNA berpolaritas positif (+mRNA) direkam

(disalin) dari masing-masing segmen.

RNA virus berpolaritas negatif (Orthomyxovirus) akan mensintesis RNA

pelengkap berpolaritas positif, dan polimerase RNA melibatkan transkriptase

terkait-virion serupa yang digunakan untuk mentranskripsi primer dari mRNA.

Namun, sebagian besar transkrip dari RNA virus seperti itu merupakan

molekul RNA subgenom, sehingga beberapa untai penuh berpolaritas positif

juga dibuat, agar bertindak sebagai cetakan untuk sintesis RNA virus

(replikasi).

Beberapa molekul RNA virus dapat ditranskripsi secara sinambung dari satu

cetakan RNA pelengkap. Setiap transkrip RNA merupakan hasil dari molekul

polimerase yang terikat secara terpisah. Struktur yang dihasilkan, dikenal

sebagai perantara replikatif, sebagian darinya merupakan untai-ganda, dengan

ekor untai-tunggal.

3

Page 4: Diktat Virologi

1.2.Translasi

Setelah proses transkripsi tercapai, virus menggunakan komponen sel untuk

mentranslasikan mRNA. Selama replikasi virus, semua makromolekul khusus

virus disintesis dalam urutan yang sangat teratur.

Transkripsi mRNA virus berguna untuk translasi protein virus (NP dan NS1)

sedangkan translasi mRNA hospes diblok. Sintesis RNA virus berguna

sebagai cetakan transkripsi kedua mRNA virus sehingga dihasilkan M1, HA,

dan NA. Selanjutnya HA dan NA menuju permukaan sel dan menyatukan diri

dengan membran sel.

Rantai RNA pendek berpolaritas negatif ditranslasikan ke dalam beberapa

protein virus dan proses itu memerlukan enzim untuk pembentukan partikel

virus baru, sedangkan RNA rantai penuh berpolaritas positif berfungsi sebagi

template untuk pembentukan progeni. RNA berpolaritas negatif yang

berakumulasi dan dapat sekaligus digunakan sebagai template untuk

penambahan RNA rantai pendek berpolaritas positif, hal itu nantinya

dibutuhkan untuk sintesis struktur protein dan polimerase virus yang akan

digabungkan dalam partikel progeni.

Kebanyakan protein virus mengalami beragam modifikasi pasca translasi,

seperti fosforilasi (untuk pengikatan asam nukleat), asilasi asam lemak (untuk

penyisipan membran), glikosilasi, atau penyibakan proteolitik. Protein virus

yang baru disintesis harus diangkut ke berbagai lokasi di dalam sel tempat

mereka diperlukan.

4

Page 5: Diktat Virologi

1.3 Replikasi Asam Nukleat

Tempat di dalam sel (intrasel) yang menjadi ajang berlangsungnya berbagai

peristiwa replikasi virus berbeda antar kelompok virus. 5anilla5 RNA terjadi

di nukleus, sedangkan 5anilla5 partikel virus 5anilla terjadi di sitoplasma.

Virus RNA berpolaritas negatif dari keluarga orthomyxoviridae memiliki

genom bersegmen, tiap segmen ditranskripsi oleh transkriptase yang ada di

dalam virion untuk menghasilkan Mrna. Mrna akan ditranslasi menjadi satu

protein atau lebih. Khusus pada orthomyxovirus, kebanyakan segmen

menyandi protein tunggal.

Proses replikasi RNA merupakan fenomena yang unik untuk virus. Transkripsi

RNA dari cetakan RNA memerlukan enzim polimerase RNA tergantung-

RNA. Enzim itu merupakan enzim tersandi-virus yang tidak ditemukan pada

sel yang terinfeksi. Pada proses awal replikasi virus RNA diperlukan sintesis

dari RNA pelengkap, yang selanjutnya bertindak sebagai cetakan untuk

membuat lebih banyak RNA virus.

5

Page 6: Diktat Virologi

BAB II

EPIDEMIOLOGI INFEKSI VIRUS

Epidemiologi adalah kajian mengenai penentu (determinan), dinamika dan

penyebaran penyakit pada populasi. Resiko infeksi penyakit pada seekor hewan atau

pada populasi hewan ditentukan oleh :

1. Sifat virus, misalnya keragaman antigenik

2. Inang dan populasi inang, misalnya kekebalan bawaan dan kekebalan

perolehan.

3. Lingkungan dan ekologi.

Epidemiologi dapat dipandang sebagai bagian dari biologi lingkungan yang berusaha

menggabungkan berbagai faktor itu menjadi satu kesatuan.

Kajian epidemiologi juga efektif untuk :

1. memastikan peran virus dalam etiologi penyakit

2. memahami interaksi virus dengan penentu lingkungan dari penyakit

3. menentukan faktor yang mempengaruhi kerentanan inang

4. memahami cara penularan virus

5. pengukuran skala besar dari vaksin dan obat.

6

Page 7: Diktat Virologi

2.1 Penggunaan Data dalam Epidemiologi

Tingkat Kejadian

Kejadian adalah ukuran dari frekuensi dalam suatu waktu. Misalnya tingkat

kejadian bulanan atau tahunan dan sangat penting artinya untuk penyakit akut dalam

waktu singkat.

Untuk infeksi akut, ada tiga parameter dalam menentukan tingkat kejadian infeksi:

1. Proporsi hewan yang rentan

2. Proporsi hewan rentan yang terinfeksi

3. Persentase hewan terinfeksi yang menjadi sakit

Proporsi hewan pada populasi yang rentan terhadap virus tertentu menunjukan

riwayat pendedahan terdahulu terhadap virus dan jangka waktu imunitas. Proporsi

hewan rentan yang terinfeksi selama setahun atau satu musim dapat sangat beragam,

ditentukan oleh faktor seperti jumlah dan kerapatan, infeksi arbovirus dan populasi

vektor. Dari jumlah hewan yang terinfeksi, hanya beberapa yang mudah diketahui .

Tingkat Kejadian = jumlah kasus x 10n

__________________ pada periode tertentu

Populasi yang riskan

Keterangan : 10n = 1000, 100.000, 1000.000, dst nya.

7

Page 8: Diktat Virologi

Prevalensi

Adalah gambaran kilat dari frekuensi suatu penyakit, yang berlaku pada suatu

saat tertentu. Ini merupakan fungsi dari kejadian dan jangka waktu penyakit.

Seroprevalensi berkaitan dengan proporsi hewan dalam populasi yang mempunyai

antibodi terhadap virus tertentu. Karena antibodi penetral seringkali tetap ada sampai

beberapa tahun, maka tingkat seroprevalensi dapat menunjukkan pengalaman

kumulatif terpapar virus.

Tingkat Prevalensi = Jumlah kasus x 10n

___________________ pada saat tertentu

Populasi yang riskan

Tingkat Kematian

Kematian karena penyakit dapat dikatagorikan dalam dua bentuk :

1. Angka kematian spesifik-penyebab.

Jumlah kematian karena penyakit pada tahun tertentu, dibagi dengan

keseluruhan populasi pada pertengahan tahun. Biasanya dinyatakan per

100.000.

2. Angka fatalitas-kasus.

Persentase hewan penderita penyakit tertentu yang mati karena penyakit itu

sendiri.

2.2 Sumber Data

Sumber data dipengaruhi oleh :umur, jenis kelamin, genetik, status imun, gizi,

dan berbagai parameter prilaku. Yang paling luas berpengaruh adalah umur, yang

8

Page 9: Diktat Virologi

mana dapat mengacaukan status imunologi dan berbagai peubah fisiologi. Pengupulan

data yang cermat tetang terjadinya penyakit adalah cukup sulit. Bahkan data untuk

denominator, yaitu populasi keseluruhan seringkali tidak tersedia. Yang ada hanya

informasi mengenai jumlah kasus.

2.3 Istilah – Istilah dalam Epidemiologi

Endemik

Pada hewan dipakai istilah enzootik, yaitu suatu penularan penyakit yang

mengakibatkan terjadinya penyakit secara berkesinambungan pada populasi disuatu

daerah terbatas selama periode waktu tertentu.

Epidemik

Pada hewan dipakai istilah epizootik, yaitu puncak dari kejadian penyakit

yang melampaui batas endemik atau tingkat penyakit yang diperkirakan.

Besarnya puncak yang diperlukan untuk membentuk epizootik hanya berdasarkan

perkiraan saja dan dikaitkan dengan latar belakang tingkat enzootik, seperti angka

morbiditas (angka kesakitan) dan pengetahuan bahwa penyakit timbul karena tingkat

keganasannya. Sebagai contoh penyakit Newcastle tipe velogenik pada unggas dapat

dianggap sebagai enzootik, sedangkan sejumlah kecil kasus bronkitis menular tidak

dianggap sebagai enzootik.

Pandemik

9

Page 10: Diktat Virologi

Pada hewan dipakai istilah panzootik, yaitu epizootik yang terjadi diseluruh

dunia. Seperti panzootik parvovirus anjing yang terjadi diseluruh dunia diawal tahun

1980-an.

Masa Inkubasi

Adalah jangka waktu antara infeksi dgn mulai terjadinya gejala klinis

penyakit. Pada banyak penyakit, sperti influenza unggas, masa inkubasi sangat

singkat, kurang lebih hanya sehari akan muncul gejala klinis. Hewan yang terinfeksi

akan mengeluarkan virus dan tetap menular dalam jangka waktu tertentu. Periode

kemenularan (infektifitas), tergantung pada macam penyakitnya.

Infektifitas biasanya singkat pada penyakit akut dan sangat lama pada infeksi kronis.

Sebagai contoh pada infeksi lentivirus seperti infeksi virus imunodefisiensi kucing,

masa inkubasinya berlangsung sampai tahunan, tetapi hewan yang terinfeksi bersifat

menular jauh sebelum munculnya gejala penyakit. Pada infeksi yang demikian,

tingkat penularanya munkin rendah, tapi karena masa menularnya sedemikian lama,

virus dengan mudah dipertahankan dalam populasi.

2.4 Tipe Penyidikan Epidemiologi

Penyidikan atas penyebab

Metode epidemiologi digunakan untuk menentukan kejadian dan prevalensi

penyakit menular, hubunga antara penyebab dan pengaruh dan evaluasi atas

faktor resiko penyakit yang meliputi kajian seksi – silang , kajian

pengendalian kasus dan kajian prospektif (kohort).

10

Page 11: Diktat Virologi

Kajian seksi-silang

Dapat dilakukan dengan cepat dan menyajikan data tentang prevalensi

penyakit tertentu pada populasi.

Kajian pengendalian kasus

Penyidikan dimulai setelah penyakit berjangkit dan diupayakan untuk

mengidentifikasi penyebabnya. Jadi ini adalah kajian retrospektif. Keuntungan

dari kajian retrospektif ini adalah dapat dimanfaatkannya data yang ada dan

biaya pelaksanaanya murah.

Kajian prospektif

Penyidikan dimulai dengan adanya perkiraan penyebab penyakit dan populasi

yang terpapar oleh virus. Penyebab yang diperkirakan itu dipantau untuk

adanya bukti penyakit.

Tipe kajian ini memerlukan pembuatan data baru dan pemilihan kelompok

kontrol yang semirip mungkin dengan kelompok terpapar, kecuali tidak ada

kontak dengan virus penyebab yang diperkirakan itu.

Kajian prospektif, tidak menghasilkan analisis yang cepat, karena hasil harus

diikuti sampai penyakit dapat diamati , seringkali dalam jangka waktu lama

sehingga menyebabkan kajian ini mahal. Namun, bila kajian prospektif

berhasil dengan baik, pembuktian hubungan penyebab dan pengaruhnya tidak

dapat dibantah.

11

Page 12: Diktat Virologi

Kajian epidemiologi lain yang digunakan untuk mengetahui manfat vaksin

atau obat, disebut kajian sentinel.

Kajian sentinel

Dapat digunakan untuk mempelajari secara luas prevalensi dari infeksi

arbovirus. Bila digunakan untuk mengevalasi vaksin atau obat, kajian jangka

panjang itu mempunyai keuntunan yaitu menyangkut semua peubah yang

berpengaruh pada sitem peternakan secara keseluruhan.

2.5 Infeksi Menetap

Pada infeksi virus akan terjadi penyebaran virus baik secara local maupun

secara sistemik. Perkembangan dan penyebaran virus akan mengakibatkan pentakit

akut dan berakhir dengan kematian atau kesembuhan dengan musnahnya virus dari

dalam tubuh. Tetapi beberapa virus dapat bertahan sampai beberapa bulan bahkan

beberapa tahun yang dapat menyebabkan penyakit dikemudian hari misalnya,

penyakit distember anjing. Herpes virus bahkan dapat mengakibatkan infeksi yang

bertahan seumur hidup inveksi ini disebut dengan infeksi menetap.

Infeksi menetap akan mengakibatkan :

1. Berfungsi sebagai karier sehingga memungkinkan virus tetap ada dalam

populasi walaupun dengan intekvititas yang rendah.

2. Infeksi dapat aktif kembali menjadi penyakit akut

3. dapat mengakibatkan penyakit imunopatologi

4. Dapat mengakibatkan neoplasma

Infeksi menetap dapat dikelompokan menjadi 3 kategori :

12

Page 13: Diktat Virologi

1. Infeksi laten

2. Infeksi kronis

3. Infeksi lambat

1. Infeksi Laten

Suatu infeksi dimana virus menular tiadk dapat diamati kecuali apabila terjadi

pengaktifan kembali. Infeksi Laten biasanya terjadi setelah kesembuahn

hewan dari suatu penyakit namun virus masih bertahan dalam beberapa organ

tubuhnya.

Contohnya :

- Pada penyakit Rhinotracheitis sapi

Virion dari virus berpndah ke ganglion otak atau sumsum tulang

belakang. Gerakan virus secara berkala diaktifkan kemabali dan

kemudian virus menular terbentuk dan berpindah sepanjang saraf

sensoris sampai mencapai membran mukosa hidung atau kulit dengan

disertai pengeluaran virus

- Herpes virus

- Pseudorabies

2. Infeksi Kronis

Suaru kejadian dimana virus menular selalu dapat diamati dan sering kali

dikeluarkan walaupun penyakitnya sendiri tidak dapat diamati.

Contoh penyakit virus yang bersifat kronis :

- Penyakit mulut dan kuku

- Demam babi Afrika

- Ensepalitis anjing setelah diserang distemper

13

Page 14: Diktat Virologi

- Virus korela babi

3. Infeksi Lambat

Adalah suatu infeksi virus menular yang secara berangsur-angsur meningkat

selama fase praklinis yang sangat panjang dan pada akhirnya mengakibatkan

penyakit yang mematikan.

Contoh :

- Infeksi lenti virus

- Ensepalopan virus spongioporm sub akut

14

Page 15: Diktat Virologi

BAB III

ONKOGENESIS VIRUS

3.1 Onkologi

Adalah ilmu yang mempelajari mengenai Tumor. Tumor dapat dibedakan menjadi :

1. Tumor Tenang

Adalah pertumbuhan yang disebabkan olehperbanyakan sel tidak semetinya,

yang tetap terbatas dan tidak menyerang jaringan sekitarnya

2. Tumor Ganas

Merupakan perbanyakan sela yang tidak semestinya, yang biasanya menyebar

secara local mungkin bersifat metastasis yaitu dapat menyebar keseluruh

bagian tubuh melalui pembuluh darah atau system limfe. Tumor ganas sering

disebut kanker. Tumor ganas bersal dari sel epitel disebut Kasinoma, yang

berasal dari sel masenkin → sarcoma. Dan yang bersal dari leukosit →

limfoma (Jika hanya terdiri dari sel-sel tumor) atau leukemia (Jika sel yang

beredar terlibat).

3.2 Onkogenesis

Tumor dirangsang oleh perubahan salah satu, dari banyak gen yang mengatur

pertumbuhan asam pembelahn sel.

Perubahan secara genetis mungkin disebabkan oleh :

- Bahan kimia

- Fisik

- Virus tertentu

Proses perkembangan dari tumor disebut dengan Ongkogenesis atau tumorgenesis

atau karsinogenesis

15

Page 16: Diktat Virologi

Onkogen adalah setiap elemen genetic yang terkait dengan pertumbuhan tumor.

3.3 Transformasi Sel

Virus onkogen sangat mengubah sifat pertumbuhan dari biakan sel dan proses

ini disebut dengan transformasi sel yang secara invito sama denagn pembentukan

tumor. Transformasi oleh virus DNA biasanya tidak produktif yaitu sel yang

bertransformasi tidak menghasilkan virus turunan yang menular sedangkan

taransformasi oleh retrovirus sering bersifat produktif DNA virus atau provirus pada

sel yang bertransformasi terintergrasi ke dalam DNA sel, kecuali pada kasus DNA

papiloma virus dan herves virus yang tetap bersifat episoma

Sel yang bertranformasi dalam banyak hal akan berbeda denagn sel normal.

Salah satu perubahannya adalah kehilangan kendali untuk pertumbuhan sel. Sel

tersebut akan memiliki kemampuan untuk berbelah secara tanpa batas.

Sifat-sifat sel yang bertransformasi secara invito oleh virus :

1. Terdapat urutan DNA virus yang terpadukan dalam DNA sel atau sebagai

episom

2. Berpotensi tumbuh lebih besar

3. Morfologi selnya mengalami perubahan

4. Metabolisme sel berubah

5. Kromosom tidak normal

6. Terdapat antigen terkait tumor spesifik virus

7. Mempunyai kemampuan untuk menghasilkan neoplasma ganas ketika

diinokulasikan dengan hewan yang bergenetik sama atau hewan yang

memiliki penekan imun yang hebat

Tumor ganas atau sel yang bertransformasi menghasilkan antigen yang khas disebut

Antigen terkait Virus

Contoh virus yang dapat merangsang tumor pada hewan piara atau hewan

laboraturium

- Virus DNA

F Papovavirdae :

Polyomarivus : Tumor masif pada hewan pengerat baru lahir

Papilomavirus : Tumor masif pada hewan pengerat baru lahir

Adenovirus : Tumor masif pada hewan pengerat baru lahir

F Hepadnaviridae : Karsinoma hati pada inang alami

16

Page 17: Diktat Virologi

F Herpesviridae

Alphaherpesviridae : Virus penyakit marek (limfoma)

Rhadinovirus : Limfoma, leukimia pada primata

F Poxviridae

Leporipoxvirus : fibroma kelinci

- Virus RNA

Retroviridae : Virus leukemia sapi

Kelompok HTLV-BLV : virus leukemia sapi

Tipe mamalia : virus leukemia pada kucing

Tipe unggas : virus leukemia pada unggas

BAB IV

17

Page 18: Diktat Virologi

DASAR-DASAR DIAGNOSIS PENYAKIT VIRUS

Diagnosis penyakit virus sangat bermanfaat dalam penentuan :

Penyakit eksotiki

Penyakit zoonosis

Penyidikan kesehatan veteriner

Manajemen klinis yang ditentukan dengan diagnosis yang tepat

Inseminasi buatan, transfer embrio dan transfusi darah

Surat keterangan bebas dari infeksi tertentu

Program pengujian dan pengeluaran

4.1 Pengumpulan, Pengemasan dan Pengiriman Sediaan

Sebagai tindakan awal dari diagnosis diperlukan pengetahuan, perawatan dan

perhatian dari dokter hewan yang mengambil sediaan atau spesimen. Spesimen harus

diambil dari tempat dan waktu yang tepat. Waktu yang tepat adalah secepat mungkin

setelah mulainya gejala klinis karena virus biasanya terdapat dalam jumlah yang

banyak dan akan menurun pada hari-hari berikutnya.

Tempat pengambilan spesimen dipengaruhi oleh gejala klinis dan pemahaman

patogenesis dari penyakit yang dicurigai. Spesimen harus diberi tanda dan dikirim

kelaboratorium, dengan diberi keterangan dan diagnosis sementara. Apabila

pengiriman kurang dari satu hari maka spesimen dikirim dalm kotak berisolasi yang

diisi dengan bongkah es atau bungkus pendingin dengan temperatur 4oC. Pengiriman

yang memerlukan waktu lebih dari satu hari harus menggunakan es kering dengan

temperatur -70oC.

Spesimen yang tepat untuk diagnosis laboratorium dari berbagai gejala klinis

suatu hewan seperti tabel dibawah ini :

18

Page 19: Diktat Virologi

Gejala Spesimen

Pernapasan Usapan hidung, tenggorokan, sedotan nasofaring

Pencernaan Tinja

Kelamin Usapan kelamin

Mata Usapan konjungtiva

Kulit Usapan atau kerokan vesikel, biopsi lesi padat

Sistem saraf pusat Cairan serebrospinalis, tinja dan usapan hidung

Umum Usapan hidung, tinja, leukosit darah

___________________________________________________________________________

4.2 Metode Diagnosis Virus

Diagnosis infeksi virus pada hewan meliputi :

1. Pengujian adanya virus menular, antigen virus atau urutan gen virus.

2. Pengujian adanya antibodi virus yang spesifik.

Untuk mendeteksi virus, antigen virus atau asam nukleat virus dapat dilakukan

dengan berbagai cara uji laboratorium. Uji laboratorium harus memenuhi lima kriteria

yaitu : cepat, sederhana, sensitif, spesifik dan murah. Beberapa cara deteksi virus

adalah:

1. Deteksi Virion dengan mikroskop elektron.

2. Deteksi Antigen Virus dengan :

Uji Imunosorben terkait Enzim (ELISA)

Radioimunoasai

Imunofluoresensi

Pewarnaan imunoperoksidase

19

Page 20: Diktat Virologi

Presipitasi

Fiksasi komplemen

3. Deteksi Asam Nukleat Virus dengan :

Reaksi rantai polimerase (PCR)

Masing-masing uji laboratorim diatas mempunyai keuntungan dan kekurangan seperti

tertera dalam tabel dibawah ini :

Metode diagnostik Keuntungan Kerugian

Isolasi virus Memungkinkan kajian agen Lambat, makan waktu

Lebih jauh; biasanya sangat mungkin sulit; tidak

sensitif; gampang diperoleh berguna bagi virus yang

tidak berdaya hidup;

pemilihan tipe sel,dll,

mungkin sangat penting

artinya.

Observasi langsung dengan Cepat; mendeteksi virus biayanya mahal, karena

mikroskop elektron yang tidak mampu itu mungkin tidak tersedia;

termasuk mikroskop diisolasi; mendeteksi virus relatif tidak sensiif,

imunoelektron yang tidak berdaya hidup terbatas pada beberapa

infeksi virus

Indentifikasi serologi dari Cepat dan sensitif; Tidak dapat diterapkan

Virus atau antigen memberikan informasi pada semua virus; penaf-

Misalnya, ELISA tentang serotipe; gampang sirannya mungkin sulit

diperoleh, seringkali

20

Page 21: Diktat Virologi

berupa kit diagnostik

Pelacak (probe) asam Cepat; sangat sensitif, Mungkin tidak gampang

nukleat (dengan atau khususnya setelah PCR; diperoleh; risiko terce-

tanpa pengadaan gen dapat diterapkan pada marnya DNA pada PCR

dengan PCR) semua virus

Pengenalan patalogi sel Cepat, gampang diperoleh Terbatas pada beberapa

dengan mikroskop biasa infeksi virus

Perimbangan antibodi Berguna dalam mengaitkan Lambat, penafsiran

(serum akut dan kasus dengan wabah terlambat (retrospektif)

kesembuhan) penyakit mungkin sulit

4.3 Isolasi Virus

Isolasi virus masih merupakan ”standar emas” sebagai pembanding bagi

metode diagnosis yang baru. Isolasi virus merupakan satu-satunya metode yang dapat

mendeteksi, mengidentifikasi virus yang tidak diketahui sebelumnya, bahkan

menemukan agen yang sepenuhnya baru. Pada laboratorium dengan peralatan

canggih, kadang-kadang juga dilakukan inokulasi biakan sel dalam upaya mengisolasi

virus walaupun diperlukan waktu berminggu-minggu dengan biaya yang cukup

mahal. Pada labratorium penelitian dan rujukan, isolasi virus sangat diperlukan untuk

menyediakan materi bagi kajian lebih mendalam.

Spesimen untuk inokulasi makin cepat dikerjakan akan makin baik hasilnya.

Apabila spesimen tertunda lebih dari satu hari hendaknya disimpan pada suhu -700C.

Spesimen usapan diolah dengan mengaduknya dalam medium pengangkut, tinja

21

Page 22: Diktat Virologi

dengan diaduk berputar dan spesimen organ/jaringan dicincang halus dan

dihomogenkan pada centrifuge. Sebelum diinokulasikan, untuk menghilangkan

bakteri dan jamur pencemar disaring dengan membran dengan diameter pori 0,45

mikron atau dengan dengan penembahan antibiotika. Inokulum hendaknya

dipertahankan pada suhu 4oC sampai isolasi siap dilakukan.

Pertumbuhan Virus pada Biakan Sel

Setelah dilakukan inokulasi/penanaman virus pada biakan sel, diinkubasikan

pada suhu 35o-37oC dan diamati pengaruh merusak sel nya (sitopati) setiap hari.

Kecepatan sitopati tidak sama untuk setiap virus. Bila sitopati diragukan dilakukan

penyepihan ke dua atau bahkan ketiga. Sitopati selalu dibandingkan dengan kontrol.

Kecepatan dan penampakan dari sitopati, digabungkan dengan keterangan kasusnya

maka dapat ditegakan diagnosisnya.

Pertumbuhan Virus pada Hewan Laboratorium

Isolasi virus banyak dilakukan pada telur ayam bertunas dan jarang dilakukan

pada anak mencit. Inokulsi intra amnion pada embrio ayam merupakan metode yang

paling sensitif untuk mengisolasi virus influenza dan beberapa virus unggas lainnya.

Spesies inang alami, khususnya hewan muda yang rentan dan bebas antibodi

(misalnya : pedet, anak babi dan anak ayam), dapat digunakan untuk isolasi virus

yang belum dapat dibiakkan secara in vitro, tetapi terbatas pada studi patogenesis atau

pengujian vaksin, mengingat terjadinya infeksi yang serius bila diagnosisnya meleset.

Identifikasi Isolat Virus

22

Page 23: Diktat Virologi

Virus yang baru diisolasi dikelompokan kedalam keluarga tertentu dan

kadang-kadang kedalam suatu genus atau spesies, berdasarkan pada temuan klinis,

tipe sel yang menghasilkan isolat virus dan hasil dari pertumbuhan virus. Tetapi

identifikasi yang pasti, tergantung kepada penentuan sifat antigen dengan antiserum

yang telah diketahui, dengan menggunakan teknik yang mirip dengan identifikasi

langsung dari virus pada bahan pemeriksaan klinis. Setelah digolongkan kedalam

keluarga tertentu (misalnya Adenoviridae), misalnya dengan teknik ELISA,

selanjutnya ditentukanspesies atau serotipenya (misalnya Adenovirus anjing).

Teknik identifikasi saat ini sangat beragam. Tiap laboratorium dapat memilih

prosedur yang disukai berdasarkan pertimbangan kesensitifan, kespesifikan,

kecepatan, kenyamanan dan kemampuan biaya.

Prosedur virologi utama yang digunakan dalam virologi

Teknik Prinsip

_____________________________________________________________________

Imunoasai enzim Antibodi berikatan pada antigen; anti Ig-

G berlabel-enzim berikatan dengan

antibodi; substrat berubah warna.

Radioimunoasai Antibodi berikatan dengan antigen;anti-

lgG berlabel-radioaktif berkaitan dengan

antibodi dan dapat dihitung.

Western blot Virus dihancurkan; protein dipisahkan

dengan elektroforesis gel poliakrilamid,

23

Page 24: Diktat Virologi

dipindahkan (blotted) ke dalam membran

nilon; antiserum berikatan dengan protein

virus; anti-lgG berlabel berkaitan pada pita

tertentu; ditunjukan oleh ELIZA atau

autoradiografi.

Panetralan virus Antibodi menetralkan kemenularan

virion; menghabat sitopalogi, mengurangi

plak, atau melindungi hewan.

Hambatan hemaglutinasi Antibodi menghambat hemaglutinasi

virus.

Imunofluoresensi Antibodi berkaitan dengan antigen pada

sel yang difiksasi; berkaitan dengan anti-

lgG berlabel –fluorensein; berpendar fluor

dengan mikroskop uv.

Imunodifusi Antibodi dan antigen terlarut

menghasilkan garis presipital yang dapat

dilihat pada gel.

_____________________________________________________________________

24

Page 25: Diktat Virologi

Antibodi monoklonal dengan spesifisitas yang telah diketahui, memungkinkan

diagnosis dilakukan secara cepat, spesifik, bahkan sampai tingkat sub tipe, galur atau

varian.

Hemaglutinasi dan Penghambatan Hemaglutinasi.

Virion dari beberapa virus dapat berikatan dengan sel darah merah dan

menyebabkan hemaglutinasi. Bila antibodi spesifik dan virus dicampur sebelum

ditambahi sel darah merah, hemaglutnasi dapat dihambat. Uji penghambatan

hemaglutinasi ternyata sensitif (kecuali untuk toga virus) dan sangat spesifik

karenadapat mengukur antibodi yang berikatan dengan protein permukaan yang

paling gampang mengalami perubahan antigenik. Disamping itu uji ini sederhana,

murah, dan cepat sehingga menjadi pilihan untuk mengidentifikasi isolat dari virus

yang menyebankan hemaglutinasi.

BAB V

INAKTIVASI VIRUS

Beberapa bahan antivirus dapat digolongkan menjadi :

1. Bahan Nukleotropik

25

Page 26: Diktat Virologi

2. Bahan Proteotropik

3. Bahan Lipotropik

4. Bahan tidak selektif (bersifat umum)

5.1 Bahan Nukleotropik antara lain :

- Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2600A

- Formalin

- Asam nitrat

- Hidroksilamin

5.2 Bahan Proteotropik antara lain :

- Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2350 A

- Suhu panas

- PH asam

- Enzim proteotropik seperti tripsin

5.3 Bahan Lipotropik antara lain :

- Berbagai bahan pelarut lemak (ether, alkohol, kloroform, garam

empedu dan lipase)

5.4 Bahan yang tidak selektif meliputi :

- Sinar X

- Bahan pengakil (etilen oksida, formalidehid dan glutaraldehid)

- Reaksi fotodinamik

26

Page 27: Diktat Virologi

Sifat-sifat dari bahan-bahan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suhu dan Tempratur

Sebagian besar virus`sangat labil dan dapat hidup diluar tubuh induk semang

hanya beberapa jam. Di dalam laboraturium harus diusahakan agar suspensi

virus dan jaringan tubuh yang mengandung virus secepatnya disimpan pada

suhu -40oC atau akan lebih bagus pada suhu -70oC. Beberapa virus ada yang

atabil pada tempratur kamar dapat hidup dalam waktu yang cukup lama.

Misalnya, virus Pox dan virus Entero.

pengawetan virus`yang terbaik adalah melalui proses pengeringan dalam

keadaan beku, yang disebut dengan freeze drying. Kebanyakan virus dapat

disimpan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada ampul gelas hama udara

dalam nitrogen cair (-196oC), atau pada suhu -70o C sampai -90oC.

Material penyakit yang mengandung virus`harus ditempatkan dalam tabung

tertutup kedap udara bila didinginkan dengan CO2 padat (es kering) untuk

menghindari perusakan virus oleh gas CO2 . sejumlah virus dapat diinaktifkan

oleh proses pembekuan pencairan (feezing-thawing).

Sebagian besar virus dapat diinaktifkan pada suhu 56oC selama 30 menit atau

100oC selam beberapa detik karena terjadi proses denaturasi proses virus.

Perbedaan ketahanan terhadap suhu panas dipakai sebagai patokan dalam

mengklasifikasikan virus.

27

Page 28: Diktat Virologi

Penambahan garam yang mengandung kation bivalen atau sedikit protein

dapat meningkatkan kestabilan virus terhadap tempratur yang tinggi

2. Perubahan pH

Secara umum sebagian besar virus tetap vidup pada pH 5-9. akan tetapi virus

akan cepat rusak atau inaktif pada pHyang terlalu asam atau terlalu basa.

Beberapa perkecualian sepertivirus Rhimo akan rusak pada pH 5,3 sedangkan

virus entero tetap aktif pada pH 2,2.

Asam kuat dan basa kuat menyebabkan denaturasi protein virus dank arena itu

sangat efektif untuk membasmi virus. Misalnya Natrium hidroksida 2%

(caustic soda) digunakan untuk disenfeksi virus Penyakit Mulut dan Kuku.

3. Radiasi Ultraviolet

Sinar matahairi langsung mematikan mikroorganisme karena mengandung

sinar ultraviolet. Berdasarkan panjang gelombangnya sinar ultraviolet dapat

dikelompokan menjadi : 3150-4000A, 2800-3150A dan kurang dari 2800A.

Sinar ultraviolet kurang dari 2800A, mempunyai efek fermisidal (merusak

mokroorganisme ) dan dapat menyebabkan peradangan kulit (erythema) dan

peradangan mata (conjuctivitis).

Sinar ultraviolet 2600A merusak asam inti, sedangkan yang paling panjang

gelombangnya 2350A merusak protein virus.

Sinar ultraviolet dengan gelombang pendek, dipakai untuk mensterilkan udara

dalam ruangan dan tidak dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme

dalam cairan kerena mudah diserap oleh bahan-bahan biologic lainnya.

28

Page 29: Diktat Virologi

4. Formaldehid

Larutan formaldehid, yaitu fermalin yang banyak digunakn untuk pembuatan

vaksin inaktif. Bahan ini bereaksi terutama dengan mengganti atom H pada

gugus amino dari asam inti dan protein. Akan tetapi karena asam inti serabut

ganda biasanya tidak memiliki gugus amino bebas untuk kontak dengan

formalin, maka hanya asam inti serabut tunggal (RNA) yang dapat

diinaktifkan dengan formalin.

Pada virus yang asam intinya DNA, inaktifasi oleh formalin terjadi melalui

reaksi dengan proteinnya.

5. Pelarut lemak

Virus-virus yang mengandung lemak pada amplopnya dapat diinaktifkan

oleh : ether, kloroform, natrium deoksikolat, fosfolifase dan bahan pelarut

lemak lainnya.

6. Desinfektan

Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mendesinfeksi

(mensicihamakan). Desinfektan dapat digolongkan menjadi :

a. Oxidizing agent

Yaitu bahan kimia mengosidasikan gugus sulfadril. Misalnya chlor

dalam hypochlorite, yodium tincture, hydrogen peroksida, kalium

permanganat, dan uap asam.

29

Page 30: Diktat Virologi

b. Alkylating agent

Bahan ini merusak asam inti da protein dengan cara mengganti atom H

yang bebas pada gugus NH2 dan OH. Contohnya formalin

(formaldehind) dan glutaraldehind.

c. Protein denaturant

Bahan ini kurang baik sebagai desinfektan , karena hanya protein yang

berdenaturasi, sedangkan asam inti tetap infeksius. Misalnya alkohol

dan fenol. Devirat lipofilik, yaitu insopropil alkohol dan lisol, lebih

baik daya kerjanya tetapi kurang efektif dalam membunuh virus-virus

yang tidak memiliki amplop.

d. Nucleieacid denaturant

Bahan ini tidak menyebabkan protein rusak, tetapi bereaksi dengan

asam inti. Oleh karena itu bahan-bahan tersebut sangat cocok untuk

pembuatan vaksin inaktif. Contoh bahan ini : Beta propiolakton

(BPL), Asetil etilenimin (AEI) dan Etil etilenimin (EEI). Hanya

kekurangannya, bahan tersebut mengeluarkan gas yang sangat beracun

dan menyebabkan kanker, kecuali pada konsentrasi rendah sekali

(working solution) misalnya 1:4000 untuk BPL dan 1:2000 untuk AEI

untuk menetralisir sisa EEI dalam vaksi dapat diinaktifkan dengan

pemanasan.

e. Deterjen

Terdapat dua macam deterjen yaitu ionik dan non-ionik.

Deterjen ionic bereaksi dengan lemak dan struktur polar. Deterjen

lebih berguna sebagai pembersih daripada sebagai dsinfektan,

30

Page 31: Diktat Virologi

walaupun dapat menginaktifkan virus-virus beramplop. Untuk

meningkatkan daya penetrasi deterjen dapat di campur dengan

formalin atau glutaraldehid.

BAB VI

CARA MENGAWETKAN VIRUS

Untuk tujuan penelitian, pembuatan vaksin, dan keperluan lainnya, maka virus

perlu diawetkan sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Beberapa cara yang dapat digunakan supaya kualitas partikel virus tidak berubah

adalah :

1. Temperatur

31

Page 32: Diktat Virologi

2. Bahan kimia

3. Proses kering beku

6.1 Temperatur

Kebanyakan virus tahan hidup selama beberapa hari dalam tempratur 4oC.

Keuntungan penyimpanan virus dalam suhu ini ialah dapat menghindari proses

pembekuan dan pencairan(freeze-thawing) suspensi virus yang dapat merusak partikel

virus. Untuk penyimpanan virus dalam waktu lama (berbulan-bulan atau sampai

bertahun-tahun ) digunakan tempratur -70oC (dalam freezer) atau -196oC (dalam

tabung berisi nitrogen cair. Bagi virus-virus yang berada dalam sel (Cell associated)

perlu ditambahkan serum atau gliserol sampai 10% untuk mengawetkan sel-sel

tersebut sehingga virus tetap hidup.

1. Bahan Kimia

a. Jika virus disimpan pada tempratur -70oC, bahan kimia yang dapat

dipakai untuk mengurangi kerusakan virus adalah DMSO dengan

konsentrasi 10%

b. Bila virus tersebut Cell associated, disamping DMSO 10%, pada

media penyimpanan virus ditambahkan pula serum sampai

10%untuk menjaga keutuhan sel.

c. Gliserol sebagai alcohol polihidrat dapat menstabilkan dinding sel

dan partikel virus. Pada konsentrasi 50%, gliserol digunakan untuk

mengawetkan virus pox dan sel epitel yang mengandung virus

PMK.

32

Page 33: Diktat Virologi

6.2 Proses Kering Beku (Freeze-Drying).

Cara ini juga disebut liofilisasi dan merupakan yang terbaik dalam mengawetkan

virus, terutama bila sebelumnya suspensi virus tersebut mengandung 10% serum anak

sapi. Virus yang sudah kering beku dapat disimpan dalam tempratur 4oC selama

berbulan-bulan. Metode ini digunakan dalam penyimpanan vaksi aktif

BAB VII

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENYAKIT VIRUS

Pengobatan pada ternak yang terinfeksi virus tidak memberikan hasil yang

efektif. Pemberian antibiotika termasuk dosis tinggi juga tidak memberikan hasil yang

baik, maka tindakan pencegahan menjadi prioritas utama. Pencegahan penyakit virus

yang efektif pada hewan adalah melalui vaksinasi.

33

Page 34: Diktat Virologi

7.1 Vaksinasi

Adalah tindakan memasukkan bibit penyakit atau antigen yang sudah

dilemahkan atau dimatikan virulensinya kedalam tubuh dengan tujuan menggertak

tubuh agar secara aktif

membentuk zat kebal.

Vaksin

Adalah sediaan yang mengandung antigen (virus, bakteri dan protozoa), baik

merupakan kuman mati ataupun hidup, yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak

potensi antigennya, dengan maksud untuk menimbulkan kekebalan aktif yang spesifik

terhadap kuman atau toxinnya.

Ada dua jenis vaksin yang dikenal yaitu vaksin aktif dan vaksin inakif. Vaksin aktif

yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan.Vaksin

inaktif yaitu vaksin yang virusnya telah dimatikan.

VAKSIN AKTIF

Mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan virulensinya

Dibuat dengan pasase berulang-ulang pada telur ayam bertunas

Setelah masuk kedalam tubuh, harus berkembangbiak dalam sel target, baru

kemudian menggertak terbentuknya antibodi seperti halnya pada infeksi alam.

Kekebalan yang terbentuk lebih cepat, tapi tidak bertahan lama, sehingga

memerlukan vaksinasi ulangan.

34

Page 35: Diktat Virologi

Umumnya berbentuk kering beku dan dapat diberikan secara massal melalui

air minum,spray, tetes mata/tetes hidung/tetes mulut dan suntikkan

VAKSIN INAKTIF

Mengandung virus mati yang telah dimatikan virulensinya

Setelah masuk kedalam tubuh tidak perlu bereplikasi, tapi langsung

menggertak terbentuknya antibodi.

Di inaktifkan dengan penambahan Beta propiolakton (BPL), Asetil

etilenimin (AEI) dan Etil etilenimin (EEI).

Kekebalan yang terbentuk relatif lebih lama, tetapi kekebalan yang terbentuk

bertahan lebih lama.

Umumnya ditambahkan adjuvant, yaitu bahan tambahan yang mampu

meningkatkan daya kerja mikroorganisme dalam vaksin dan juga berfungsi

agar mikroorganisme dalam vaksin dilepaskan sedikit demi sedikit sehingga

proses pembentukan antibodi lebih lama dan kekebalan yang terbentuk juga

bertahan lebih lama.

Biasanya berbentuk emulsi, dan diberikan melalui suntikan intramuskuler atau

sub cutan.

Aplikasi Vaksin

1. Tetes mata / Tetes hidung

Dilakukan pada unggas umur 1-4 hari

Pelarut disediakan khusus bersama vaksin

Dosis 1-2 tetes, intra oculer atau intra nasal

Tidak mengandung maternal antibodi

35

Page 36: Diktat Virologi

Menggertak kekebalan lokal (Ig A), pada saluran pernapasan atas.

Kekebalan bertahan selama 3 minggu

2. Melalui Air Minum

Air tidak boleh mengandung chlorine

Ayam dipuasakan 2 – 3 jam

Untuk memberikan hasil yang lebih baik, vaksin diberikan dalam 2 pase,

dengan selang waktu 1- 2 jam.

Diberikan pada ayam umur lebih dari 3 minggu, untuk ampul 1000 dosis,

dilarutkan dengan 10-15 lt, sehingga tiap ekor mendapatkan 10 -15 ml.

Untuk mencapai hasil yang lebih baik, perlu ditambahkan susu skim,

dengan dosis 29 gram dalam 10 liter air.

3. Dengan Semprotan / Spray

Gunakan automatic electric sprayer khusus

Untuk kandang terbuka, dilakukan pagi hari (early morning), atau sesudah

matahari terbenam (late evening)

Dapat dilakukan pada unggas umur 1 hari keatas

4. Disuntikkan

Dalam daging (intramuscular), dibawah kulit (sub cutan)

Dosis sesuai dengan jumlah pelarut

Dilakukan pada unggas umur 3 minggu keatas

Pada hewan lain sesuai dengan, jenis hewan dan jenis vaksin

36

Page 37: Diktat Virologi

Catatan :

Perlu diperhatikan sebelum dan sesudah vaksinasi dilakukan ” test Antibodi”

Aplikasi diatas mempunyai keuntungan dan kerugian. Misalnya aplikasi

melalui air minum dan spray, mempunyai keuntungan tidak usah menangkap

ayam satu persatu, sehingga dapat menghindari cekaman/stress, tetapi

kekurangannya dosis vaksin tidak merata untuk setiap individu.

Sedangkan aplikasi melalui suntikan, dapat memberikan dosis vaksin dengan

tepat, tetapi kekurangannya dapat menimbulkan cekaman sehingga

mengganggu respon imun.

7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Vaksinasi

1. Faktor vaksinnya

2. Faktor hewannya

3. Faktor Vaksinatornya

1. Faktor Vaksinnya

Untuk mengetahui mutu / kualitas vaksin perlu dilakukan uji vaksin seperti :

Kevakuman

Kevakuman vial vaksin dapat diuji dengan electrotester coil dalam ruang

gelap. Bila sinar ultra violet masuk kedalam vial, berarti vial vaksin

vakum.

Fisik

37

Page 38: Diktat Virologi

Dilakukan pemeriksaan warna, bau dan keutuhan vaksin yang dibeku

keringkan (freese dried) serta daya larutnya dalam bahan pengencer.

Sterilitas

Diuji dengan cara membiakkan vaksin yang telah diencerkan pada media

blood agar dan Mc conkey agar dan setelah diinkubasikan 24 jam media

diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya koloni kuman kontaminan.

Identifikasi

Vaksin ditumbuhkan pada telur ayam berembrio, kemudian cairan

alantoisnya diuji dengan uji HA dan selanjutnya diidentifikasi dengan

uji HI menggunakan antisera .

Kandungan Virus (Virus Content)

Kandungan virus dalam vaksin, dapat diketahui dengan cara menentukan

Embrio Infective Doses 50 % (EID50) pada telur ayam berembrio dengan

metode Reed dan Muench.

Keamanan (Safety)

Dengan mengamati keadaan ayam-ayam yang telah divaksin, terhadap

timbulnya gejala-gejala klinis.

Potensi

Dengan memeriksa serum darah hewan yang telah divaksin, dengan uji HI

untuk mengetahui adanya titer antibodi.

1. Faktor Hewannya

Maternal antibodi

Vaksinasi pada hewan yang masih memiliki kekebalan asal vaksinasi

sebelumnya / kekebalan bawaan (maternal antibodi) yang masih tinggi,

38

Page 39: Diktat Virologi

tidak akan memberikan kekebalan yang sempurna karena akan terjadi

netralisasi vaksin.

Kondisi kesehatan ayam

Vaksinasi pada hewan yang terinfeksi parasit berat, stress, malnutrisi,

sakit atau dalam masa inkubasi penyakit, akan mengganggu respon

imun.

Bahkan vaksinasi akan memicu terjadinya gejala klinis, yang memang

sudah terserang penyakit.

Ganguan pembentukan kekebalan

Pertama karena ternak secara genetis tidak mampu membentuk

kekebalan. Ke dua ternak sebenarnya mampu membentuk kekebalan,

tapi proses pembentukan kekebalan tertekan. Gangguan ini terjadi

karena adanya faktor immunosupressant. Immunosupressant adalah

semua hal yang dapat menekan kerja sistem pertahanan tubuh sehingga

tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Faktor-faktor penyebab

immunosupressant ;

-Penyakit infeksius

Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Misalnya

Gumboro, Marek, Limphoid leukosis, Reticuloendotheliosis,

Inclusion Body Hepatitis. Disebabkan oleh bakteri; E. Coli

dan Koksidiosis.

-Tidak infeksius

39

Page 40: Diktat Virologi

Bisa terjadi karena : tatalaksana pemeliharaan yang jelek,

stress, racun jamur yang sering terdapat pada ransum yang

lembab, antibiotika yang bekerja mengganggu sintesa protein

bakteri.

2. Faktor Vaksinatornya

Vaksinator harus memiliki dasar-dasar ilmu kedokteran hewan. Khususnya

ilmu imunologi. Vaksinasi tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang.

Vaksinator yang tidak memiliki dasar ilmu kedokteran hewan akan merusak

program vaksinasi.

Vaksinator harus memahami cara :

- memilih vaksin

- mengangkut vaksin

- mencampur/melarutkan vaksin

- aplikasi vaksin

- dosis vaksin

- monitoring hasil vaksinasi

- mengetahui gejala klinis penyakit

BAB VIII

KEMOTERAPI INFEKSI VIRUS

Secara teoritis bahan-bahan penghambat pertumbuhan virus dapat bekerja dengan

berbagai cara yaitu : melalui penghambatan adsorbsi dan penetrasi virus kedalam sel,

penghambatan proses biosintesis, atau penghambatan proses perakitan dan

pematangan virus.

40

Page 41: Diktat Virologi

Pembiakan virus tergantung pada metabolisme sel induk semang, jadi obat

penghambat infeksi virus harus dapat menghambat proses biosintesis virus tanpa

merusak sel, misalnya dengan cara merusak enzim yang spesifik virus yang hanya

dibutuhkan oleh virus untuk pembiakannya.

Selain interferon, terdapat sejumlah bahan kimia yang menghambat multiplikasi virus

dan dapat digunakan mengobati infeksi virus antara lain :

1. Amantadine ( Adamantanamine).

Bahan ini menghambat multiflikasi virus, seperti virus Influenza dan Rubella

dengan cara mengganggu proses pelepasan asam inti virus (uncoating). Bila

diberikan pada awal infeksi dapat menghambat infeksi virus.

2. Cyclooctylamine hydrochloride

Bahan ini memiliki sifat yang mirip dengan amantadine hydrochloride dan karena

itu juga menghambat pertumbuhan virus-virus ARN.

3. Isoquinolines

In vitro bahan ini menghambat enzim neuraminidase yang terdapat pada

permukan Myxovirus dan bereaksi dengan amplop virus sehingga menghambat

”uncoating” dan pelepasan ARN dari partikel virus.

4. Iododeoxyuridine (IUDR)

41

Page 42: Diktat Virologi

Senyawa halogen pirimidin telah lama diketahui menghambat sintesis asam inti

sel jaringan dan virus dengan cara menghambat masuknya basa thymine ke dalam

serabut ADN atau mengganti thyme dalam serabut ADN sehingga terbentuk

serabut ADN palsu yang tidak berfungsi. IUDR biasanya bekerja pada tingkat

akhir replikasi virus karena itu ia dapat juga menghambat daya keja enzim DNA-

dependent RNA polymerase dam pembentukan messeger RNA (m-RNA) dengan

akibat terbentuknya enzim yang tidak sempurna dan protein kapsid yang tidak

lengkap. Dalam gambaran mikroskop elektron dari sel terinfeksi virus Herpes

yang telah diberikan IUDR, terlihat banyak partikel virus yang kosong

ditengahnya menujukan kemungkinan kesalahan dalam proses perakitan

komponen-komponen virus. Disayangkan bahwa IUDR tidak dapat dipakai dalam

pengobatan penyakit viral secara sistematik karena sangat toksik.

IUDR hanya dapat digunakan secara lokal pada pengobatan penyakit mata yang

disebabkan oleh infeksi virus Herpes. Kegunaan IUDR semakin berkurang setelah

diketahui adanya virus Herpes dan Vaksinia yang risisten terhadap IUDR.

5. Methisazone

Bahan ini disebut juga ”marboran”, telah terbukti berhasil mencegah timbulnya

gejala penyakit Cacar pada orang yang berhubungan atau kontak dengan orang

penderita Penyakit Cacar (Small Pox). Akan tetapi pada orang yang telah

menunjukan gejala penyakit, marboran tidak bermanfaat karena sudah terlalu

banyak sel jaringan yang rusak.

6. Aranotin

42

Page 43: Diktat Virologi

Bahan ini diperoleh dari jamur Arachniotus aureus, dapat menghambat replikasi

virus Polio invitro dan invivo dengan hanya sedikit efek toksik terhadap sel

mamalia. Bahan yang sama yang diperoleh dari Aspergillus terrens, menghambat

multiplikasi virus Coxsackie, Parainfluensa tipe 1,2 dan 3 serta sejumlah anggota

genus Rhinovirus. In vivo bahan ini melindungi tikus terhadap infeksi yang

mematikan oleh virus Coxsackie dan Influensa.

Aranotin , dan menghambat ARN yang dihasilkan virus yaitu RNA-dependent

RNA polymerase tanpa mengganggu enzim DNA dependent RNA polymerase

yang terdapat pada sel normal.

7. Adenine arabinose (Ara-A)

Dalam biakan jaringan Ara-A menghambat pertumbuhan virus Herpes Hominis

pada pemberian secara local atau tropical, dan secara sistemik dapat menghambat

Ensefalitis dan virus Vaccinia atau Herpes Hominis. Bahan ini tidak berfungsi

terhadap virus ARN.

8. Arabinose Cytosine (Ara-C)

Disamping dapat menyembuhkan keratitis oleh Herpes Simplex pada orang, bahan

ini dapat menghambat perkembangan tumor pada manusia, tikus dan mencit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Butter M. (1987) Animal cell Tecnology : Principles and Products. Open University Press, U.K.

43

Page 44: Diktat Virologi

2. Durham PJK (1988) Veterinary Serology – A Short Introductory Course. Prepared for Canadian International Development Agency.

3. Hitchner SB, Domermuth, C.H, Purchase, H.G and Williams (1980) Isolation and Identification of Avian Pathogens. The American Association of Avian Pathologis.

4. Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO, (1993). Veterinary Virology. Academic Press. California.

44