pengkajian klien demensia.doc

6
PENGKAJIAN KLIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA Oleh Septiana Wulandari, 0906564252 Kelompok 2 Demensia merupakan salah satu masalah gangguan kognitif yang sering dialami oleh lansia. Demensia adalah gangguan kognitif yang terjadi secara bertahap dan progresif yang menyebabkan perubahan fungsi intelektual seseorang dalam hal mengingat, berpikir, memutuskan, menghitung, orientasi, perhatian, ataupun kemampuan motor (Meiner, 2006; Tyson, 1999). Demensia dapat mengakibatkan deficit bahas, apraxia (kesulitan memanipualsi objek), agnosia (ketidakmampuan mengenali objek yang dikenal), dan agraphia (kesulitan menggambar objek) (Knopman, Boeve, dan Petersen, 2003). Ada dua tahap yang dapat dilihat ketika akan mendiagnosis klien demensia. Pertama, memastikan klien menderita demensia atau tidak. Kedua, menentukan tipe demensia yang dialami klien. Masalah demensia biasanya disertai dengan kondisi yang lain sehingga perlu dilakukan pengkajian lanjutan kepada seluruh klien demensia. Tujuan utama dari pengkajian lanjutan ini adalah mengidentifikasi faktor yang mengganggu fungsi tubuh atau kualitas hidupnya sehingga intervensi dapat segera dilakukan untuk meringankan faktor tersebut. Tujuan yang lain, yaitu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kemampuan klien sehingga intervensi dapat segera direncanakan untuk

Upload: septiana-wulandari

Post on 07-Dec-2014

175 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGKAJIAN KLIEN DEMENSIA.doc

PENGKAJIAN KLIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

Oleh Septiana Wulandari, 0906564252

Kelompok 2

Demensia merupakan salah satu masalah gangguan kognitif yang sering dialami

oleh lansia. Demensia adalah gangguan kognitif yang terjadi secara bertahap dan

progresif yang menyebabkan perubahan fungsi intelektual seseorang dalam hal

mengingat, berpikir, memutuskan, menghitung, orientasi, perhatian, ataupun

kemampuan motor (Meiner, 2006; Tyson, 1999). Demensia dapat mengakibatkan deficit

bahas, apraxia (kesulitan memanipualsi objek), agnosia (ketidakmampuan mengenali

objek yang dikenal), dan agraphia (kesulitan menggambar objek) (Knopman, Boeve,

dan Petersen, 2003).

Ada dua tahap yang dapat dilihat ketika akan mendiagnosis klien demensia.

Pertama, memastikan klien menderita demensia atau tidak. Kedua, menentukan tipe

demensia yang dialami klien. Masalah demensia biasanya disertai dengan kondisi yang

lain sehingga perlu dilakukan pengkajian lanjutan kepada seluruh klien demensia.

Tujuan utama dari pengkajian lanjutan ini adalah mengidentifikasi faktor yang

mengganggu fungsi tubuh atau kualitas hidupnya sehingga intervensi dapat segera

dilakukan untuk meringankan faktor tersebut. Tujuan yang lain, yaitu untuk

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kemampuan klien sehingga intervensi dapat

segera direncanakan untuk memperbaiki fungsi dan kualitas hidup klien. Pengkajian

lanjutan tersebut diantaranya adalah mengkaji perubahan fungsi kognitif dan psikososial

yang berhubungan dengan demensia seperti penurunan kemampuan kognitif dan

munculnya kecemasan atau depresi. Selain itu juga perlu dikaji ada atau tidaknya

perubahan status mental yang berhubungan dengan kondisi tersebut, ataupun perubahan

kemampuan fisik (Miller, 2004). Pengkajian komprehensif atau menyeluruh pada klien

dengan gangguan kognitif sangat penting dalam mengidentifikasi keadaan klien

sebelum memberikan label demensia kepada klien (Tyson, 1999).

Pengkajian demensia terdiri dari pengkajian tingkat kesadaran, pemeriksaan

status mental, pengkajian fungsional, dan pengkajian perilaku (Meiner, 2006; Tyson,

1999; Capezuti, 2008). Tingkat kesadaran dapat mengindikasikan proses patologis dan

tingkat kesadaran individu dan lingkungannya. Pada pengkajian ini melihat refleks

Page 2: PENGKAJIAN KLIEN DEMENSIA.doc

membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Pemeriksaan status mental

diperlukan dalam pengkajian fungsi kognitif dan mental untuk mengidentifikasi

gangguan yang mungkin berdampak secara signifikan dan permanen. Mini Mental State

Examination (MMSE) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengkaji

fungsi kognitif klien. Pengkajian MMSE terdiri dari 30 pertanyaan yang terdiri dari

topik terkait orientasi, rentang perhatian, bahasa, memori jangka panjang dan pendek

serta persepsi. Total maksimum dalam pengkajian ini, yaitu 30. Skor 0-12 menunjukkan

gangguan kognitif berat, 13-22 gangguan kognitif sedang, 23-24 gangguan kognitif

ringan, dan 25-30 menunjukkan tidak ada gangguan kognitif (Folstein M, Folstein S, &

McHugh, 1975).

Skor

Maksimum

Skor

Pasien

5

5

Orientasi

Tahun berapa sekarang? Tanggal berapa? Hari apa? Bulan apa?

Dimana kita sekarang? Negara mana? Kota apa?

3

Registrasi

Ingat tiga kata: gelas pensil pesawat

Minta klien untuk menyebutkan seluruh benada. Jika klien salah

menyebutkan satu atau lebih benda, ulangi sebutkan benda tersebut

maksimum enam kali pengulangan

Jumlah pengulangan:

5

Perhatian dan Kalkulasi

Mengitung mundur dari 100 dengan 7 sebanyak 5 kali (93,86, 79,

72, 65). Skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.

3

Recall

Tolong sebutkan tiga benda yang telah disebutkan sebelumnya

2

1

1

Bahasa

Penamaan: tunjuk pensil dan jam

Pengulangan: minta klien untuk mengulangi kata “tidak jika, dan

atau tetapi”

Three-stage command: letakkan sebuah kertas di sampingg klien

Page 3: PENGKAJIAN KLIEN DEMENSIA.doc

1

dan katakan “ ambil kertas dengan tangan kanan, lipat dua dan

letakkan di atas meja”

Membaca: katakan pada klien untuk membaca

TUTUP MATA

1

1

Menulis : pada selembar kertas, minta klien untuk menuliskan

sebuah kalimat

Menggambar : minta klien untuk menggambar model dibawah ini

Pengkajian fungsional dilakukan untuk mengkaji kemampuan klien dengan cara

melakukan observasi seluruh aktivitas sehari-hari klien atau meminta klien untuk

mengisi lembar kegiatan sehari-hari. Pengkajian fungsional sangat penting untuk

membantu mengkaji tahap penyakit klien dan menentukan rencana perawatan (Tylor,

1999). Perubahan perilaku umumnya terjadi pada klien yang mengalami demensia.

Pengkajian perilaku dilakukan untuk menilai dan memantau perubahan perilaku seperti

agitasi, agresi, cemas, rsa malu, delusi dan halusinasi. Neuropsychiatric Inventory (NPI)

merupakan metode untuk mengukur frekuensi dan keparahan gejala psikiatrik serta

manifestasi perilaku pada individu dengan demensia (Cummings et al, 1994). Pada

pengukuran ini pengasuh diminta untuk menyaring dan menyelidiki pertanyaan

mengenai adanya dan tingkat perilaku seperti agitasi, iritabilitas, kecemasan, apatis dan

perasaan malu (Capezuti, 2008). Seluruh pengkajian mulai dari pengkajian tingkat

kesadaran hingga perubahan perilaku perlu dilakukan untuk memastikan ada atau

tidaknya gangguan fungsi kognitif dan mental pada klien. Tujuannya agar intervensi

yang akan diberikan tepat.

Page 4: PENGKAJIAN KLIEN DEMENSIA.doc

Referensi:

Capezuti, E., et al. (2008). Evidence based geriatric nursing protocols for best practice.

New York: Springer Publishing Company.

Cummings, J. L. (2004). Alzheimer’s disease. New England Journal of Medicine, 35(1),

56–67.

Folstein, M. F., Folstein S. E., dan McHugh, P. R. (1975). Mini-mental state: A

Practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician. J

Psychiatr Res, 12, 189-198.

Knopman, D. S., Boeve, B., dan Petersen, R. (2003). Essentials of the proper diagnoses

of mild cognitive impairment, dementia, and major subtypes of dementia. Mayo

Clinic Proceedings, 78, 1290-1308.

Meiner, S. E. (2006). Gerontologic nursing. St. Louis: Mosby Elsevier.

Miller, C. A. (2004). Nursing for wellness in older adults: Theory and practice.

Philadelphia: Lippincott Willimas & Wilkins.

Tyson, S. R. (1999). Gerontological nursing care. United State of America: W. B.

Saunders Company.