penggunaan metode red flags untuk...

Download PENGGUNAAN METODE RED FLAGS UNTUK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30372/1/KARTIKA... · 1.1 Kasus Penyimpangan Akuntansi ... 4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden

If you can't read please download the document

Upload: phungdien

Post on 06-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • i

    PENGGUNAAN METODE RED FLAGS UNTUK MENDETEKSI

    KECURANGAN DALAM PERUSAHAAN

    (Studi Terhadap Persepsi Eksternal dan Internal Auditor di Wilayah Jakarta dan

    Sekitarnya)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Untuk Memenuhi Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

    Oleh:

    Kartika Aisyah Rahman

    NIM: 1111082000049

    JURUSAN AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    I. IDENTITAS PRIBADI

    1. Nama : Kartika Aisyah Rahman

    2. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 06 Agustus 1994

    3. Alamat : Jl. Alternatif Cibubur, Kompleks

    Legenda Wisata, Zona Mozart Blok G5

    No. 2, Cibubur, Jakarta Timur, 16495

    4. Telepon : 0812-8455-6145

    5. Email : [email protected]

    II. PENDIDIKAN

    1. SDN 008 Berau : Tahun 2002 2005

    2. SMPN 21 Makassar : Tahun 2005 2008

    3. SMA 01 Sejahtera Depok : Tahun 2008 2011

    4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Tahun 2011 2015

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan

    Akuntansi

    III. PENGALAMAN ORGANISASI

    1. Anggota Divisi CCA (Cerdas Cermat Accounting) untuk

    Accounting Fair UIN Jakarta 2013 (Tahun 2012 2013)

    2. 1st Winner for Accounting Debate Competition in UIN Jakarta

    Accounting Fair 2014

    mailto:[email protected]

  • vii

    IV. PENGALAMAN KERJA

    1. Accounting Freelancer in PT Mitra Handal Mandiri (General Contractor)

    April Juni 2012

    2. Owner in Missjung Online Shop September 2011 - sekarang

    3. Social Media Content Planner in Unltd Indonesia

    November 2014 April 2015

    4. Research Assistant for Doctoral Student of Padjajaran University

    Oktober 2014 sekarang

    V. LATAR BELAKANG KELUARGA

    1. Ayah : Ir. Abdul Rahman NK

    2. Ibu : Nengzih, SE.,M.Si.,Ak.,CA.

    3. Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara

  • viii

    PENGGUNAAN METODE RED FLAGS UNTUK MENDETEKSI

    KECURANGAN DALAM PERUSAHAAN

    (Studi terhadap Persepsi Eksternal dan Internal Auditor di Jakarta dan

    Sekitarnya)

    ABSTRAK

    Penelitian ini menguji bagaimana perbedaan persepsi eksternal dan internal

    auditor di Jakarta dan sekitarnya terhadap efektivitas metode red flags untuk

    mendeteksi kecurangan dalam perusahaan. Responden dalam penelitian ini adalah

    auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik, BUMN, Institusi Negara, dan beberapa

    perusahaan swasta. Jumlah auditor yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak

    94 auditor. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dan

    metode penelitian yang digunakan adalah Independent Sample T-test.

    Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan persepsi di beberapa indikator red

    flags yang terbagi atas 4 dimensi red flags, dimana eksternal auditor secara keseluruhan

    menilai red flags lebih efektif untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.

    Kata kunci: red flags, fraud diamond, eksternal auditor, internal auditor

  • ix

    THE USE OF RED FLAGS METHOD TO DETECT FRAUD WITHIN THE

    COMPANIES

    (Study on the Perception of External and Internal Auditor in Jakarta and Its

    Surrounding Areas)

    ABSTRACT

    The purpose of this study is to examine how differences in the perception of the

    external and internal auditors in Jakarta and its surrounding areas on the effectiveness

    of red flags method to detect fraud within the company. Respondents in this study are

    the auditors who work in public accounting firm, state-owned enterprises, state

    institutions, and several private companies. Number of auditors sampled in this study

    were 94 auditors. The sampling method for this study is purposive sampling, and the

    research method used for this study is independent sample T-test.

    The results of this study showed that there are differences in the perception of

    red flags in some of its indicators which divided into four dimensions of red flags. This

    study also find that overall external auditors assessed the red flags more effectively to

    detect fraud within the company.

    Keywords: red flags, fraud diamond, external auditor, internal auditor

  • x

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang

    telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang berjudul Penggunaan Metode Red Flags Untuk Mendeteksi

    Kecurangan Dalam Perusahaan (Studi terhadap Persepsi Eksternal Auditor dan

    Internal Auditor di Jakarta dan Sekitarnya) dengan baik. Skripsi ini disusun

    dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan,

    bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam

    penyelesaian skripsi ini, kepada:

    1. Mama yang tersayang dan tercinta, yang selalu mencurahkan perhatian, cinta dan

    sayang, saran, kritikan, dukungan serta doa yang tertuju untukku.

    2. Bapak yang tersayang, terimakasih atas semua masukan, saran, dorongan dan kritik,

    perhatian dan doanya yang tidak pernah putus.

    3. Adikku Hazairin yang tersayang, yang terkadang menyusahkan tapi selalu

    membantu dan menemaniku ketika susah dan gembira.

    4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE.,MM., Ak selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

    Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Bapak Dr. Amilin, M.Si.,Ak.,CA.,QIA.,BKP selaku Dosen Pembimbing Skripsi I

    yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan

    dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah

    Bapak berikan selama ini.

    7. Ibu Reskino, SE., M.Si.,Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang

    tersayang, yang telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing

  • xi

    dan memberikan pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan

    pembelajaran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai

    terlaksananya sidang skripsi.

    8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

    9. Akuntansi B UIN 2011, teman terbaik, terimakasih atas memori empat tahun kita

    bersama-sama menghadapi kehidupan kampus yang penuh warna. Semoga kita

    semua mencapai kesuksesan di masa depan.

    10. Seluruh teman-temanku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2011, terima

    kasih atas doa, semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini,

    semoga kita semua meraih kesuksesan yang diinginkan, amin.

    11. Ka iyan, Amanah, Yudho, Fakhri, Eva, terimakasih banyaaaak atas semuanya, you

    guys are definitely the best!

    12. Yang jauh di Birmingham, terimakasih atas semua perhatian, doa dan saran serta

    kritikannya yang walaupun seringkali pedas, tapi sebenarnya masuk akal semua,

    haha.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

    dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.

    Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan

    bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Jakarta, Mei 2015

    Kartika Aisyah Rahman

  • xii

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ....................................................................................................... i

    Lembar Pengesahan Skripsi .................................................................................. ii

    Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ............................................................. iii

    Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ........................................................................ iv

    Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .......................................................... v

    Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... vi

    Abstract...viii

    Abstrak .................................................................................................................. ix

    Kata Pengantar ...................................................................................................... x

    Daftar Isi................................................................................................................ xii

    Daftar Tabel .......................................................................................................... xi

    Daftar Gambar ....................................................................................................... xv

    Daftar Lampiran .................................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    B. Perumusan Masalah ............................................................................. 12

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 12

    1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12

    2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14

    A. Tinjauan Literatur ................................................................................ 14

    1. Fraud Triangle Theory ................................................................. 14

    2. Fraud Diamond Theory ................................................................ 17

    3. Jenis jenis Auditor ..................................................................... 20

    4. Red Flags ..................................................................................... 21

    5. Fraud (Kecurangan) ...................................................................... 23

  • xiii

    B. Keterkaitan antar Variabel dan Perumusan Hipotesis .......................... 27

    1. Persepsi eksternal dan internal auditor terhadap

    efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan ........................ 27

    C. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 29

    D. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 33

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35

    A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 35

    B. Metode Pemilihan Sampel ................................................................. 35

    C. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 36

    D. Metode Analisis Data ......................................................................... 38

    1. Statistik Deskriptif ........................................................................ 38

    2. Uji Kualitas Data .......................................................................... 38

    a. Uji Reliabilitas ................................................................... 38

    b. Uji Validitas ....................................................................... 39

    3. Uji Normalitas Data ...................................................................... 40

    4. Uji Hipotesis ................................................................................ 40

    E. Operasionalisasi Variabel Penelitian................................................... 42

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 49

    A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................... 49

    B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ........................................................... 54

    C. Pembahasan ........................................................................................ 65

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72

    A. Kesimpulan ........................................................................................ 72

    B. Implikasi ............................................................................................. 76

    C. Keterbatasan ....................................................................................... 77

    D. Saran ................................................................................................... 78

  • xiv

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 83

  • xv

    DAFTAR TABEL

    NO. KETERANGAN HALAMAN

    1.1 Kasus Penyimpangan Akuntansi di Indonesia ......................................... 2

    1.2 10 Penyimpangan Akuntansi Besar di Dunia ........................................... 5

    2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ............................................................. 29

    3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ....................................................... 47

    4.1 Data Sampel Penelitian ........................................................................... 50

    4.2 Distribusi Sampel Penelitian ................................................................... 50

    4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Auditor .................... 52

    4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jabatan Auditor ................. 52

    4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Audit ............. 53

    4.6 Hasil Uji Statistik Deskriptif .................................................................... 54

    4.7 Hasil Uji Validitas Opportunity ............................................................... 56

    4.8 Hasil Uji Validitas Pressure ..................................................................... 56

    4.9 Hasil Uji Validitas Rationalization .......................................................... 57

    4.10 Hasil Uji Validitas Capability .................................................................. 57

    4.11 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................................ 58

    4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ............................................. 59

    4.13 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Opportunity ...................................... 60

    4.14 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Pressure ........................................... 62

    4.15 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Rationalization ................................. 63

    4.16 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Capability ......................................... 64

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    NO. KETERANGAN HALAMAN

    2.1 Tiga Elemen Fraud Triangle Theory .......................................................... 15

    2.2 Empat Elemen Fraud Diamond Theory ...................................................... 18

    2.3 Skema Kerangka Pemikiran ........................................................................ 33

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran - Lampiran ............................................................................................ 83

    Surat Penelitian Penyebaran Kuesioner ................................................................ 84

    Surat Keterangan Dari Responden ........................................................................ 87

    Kuesioner Penelitian ............................................................................................. 92

    Jawaban Responden .............................................................................................. 93

    Hasil Pengujian Instrumen Penelitian ................................................................... 11

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Owojiri dan Asaolu (2009: 183) menyebutkan fakta bahwa banyak bisnis

    menghadapi kebangkrutan karena tekanan ekonomi dan konsekuensi akibat

    pengawasan karyawan yang kurang memadai yang kemudian meningkatkan risiko

    terjadinya kecurangan (fraud) setiap harinya. Ozkul dan Pektekin (2009: 59) juga

    menambahkan penggunaan teknologi dalam akuntansi dan sulitnya mengendalikan

    kecurangan yang muncul dari media elektronik menjadikan risiko terjadinya

    kecurangan dalam perusahaan menjadi semakin tinggi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh ACFE (Association of Certified Fraud

    Examiners) dalam Widjaja (2011) menunjukkan bahwa 58% dari total kasus

    kecurangan yang dilaporkan dilakukan oleh karyawan perusahaan pada tingkat

    manajerial, 36% dilakukan oleh manajer perusahaan tanpa melibatkan pihak lain

    (stand-alone fraudster) dan 6% sisanya dilakukan oleh manajer melalui kolusi bersama

    karyawan perusahaan. Koroy (2008) lalu menambahkan bahwa dari keseluruhan kasus

    kecurangan yang terjadi, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset

    misappropriations sebesar 85%, yang kedua adalah kasus kecurangan jenis korupsi

    dengan presentase sebesar 13%, sisanya adalah kasus kecurangan dalam laporan

    keuangan (fraudulent statements).

  • 2

    Kasus kecurangan di perusahaan - perusahaan dalam satu dekade terakhir,

    diantaranya Enron dan Worldcom di Amerika Serikat menyebabkan kerugian besar di

    pasar modal.

    Tabel 1.1

    Kasus Penyimpangan Akuntansi di Indonesia

    No Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan

    1. PT Kimia Farma Tbk

    (2001)

    Kementerian BUMN dan pemeriksa Bapepam

    (Bapepam, 2002) menemukan indikasi adanya

    salah saji dalam laporan keuangan yang

    mengakibatkan overstatement net profit untuk

    periode berakhir 31 Desember 2001 sebesar 32,7

    miliar dimana 24,7% adalah dari net profit dan

    2,3% berasal dari penjualan

    (Koroy, 2008) Salah saji ini terjadi dengan

    melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3

    unit usaha, dan kemudian mengelembungkan

    harga persediaan pada unit distribusi PT Kimia

    Farma Tbk. Manajemen PT Kimia Farma Tbk

    melakukan pencatatan ganda atas penjualan 2

    unit usaha, pencatatan ganda dilakukan pada unit

    unit yang tidak termasuk dalam sampling yang

    diambil auditor eksternal

    2. PT Kereta Api Indonesia

    (2005)

    Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2

    M, menurut Komite Audit harus dicadangkan

    penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan

    kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh

    manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.

    Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember

    2005 sebesar Rp 6 M yang merupakan penurunan

    nilai persediaan tahun 2002 yang belum di

    amortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan

    sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

    Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang

    RP 1,4 M yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit

    kerja lainnya di lingkungan PT KAI yang belum

    selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005,

    menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi

    beban tahun 2005.

  • 3

    3. PT Sari Husada (2005) Terjadi indikasi praktek insider trading yang

    dilakukan oleh direksi Sari Husada. Akar dari kasus

    ini adalah ketika manajemen Sari Husada

    mengeluarkan kebijakan ESOP (Empoyee Stock

    Option Program, yaitu kebijakan penjualan saham

    perusahaan kepada karyawan dengan harga yang

    lebih murah) sebesar 5% (94 juta lembar) dari

    keseluruhan sahamnya. Saham dari ESOP yang

    seharusnya dibeli oleh karyawan, malah mayoritas

    dibeli pihak komisaris, direksi, dan manajer senior

    (dengan rincian 3 komisaris (44,8%), 5 direksi

    (42,5%), dan para manajer (12,7%)

    4. Citibank Indonesia (2011) Terjadi praktik kecurangan yang dilakukan oleh Relationship Manager kepada nasabah A-List

    Citibank. Masalah berakar dari pelaku yang

    mendapat kepercayaan dari para nasabah yang

    kemudian disalahgunakan. Kerugian nasabah

    diperkirakan 17 miliar lebih.

    Sumber: Martin, Michael, Journal of Business Cases and Applications, 2011.

    Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan

    keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi salah saji (misstatement) yang

    material dan memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen

    terhadap aktiva perusahaan (Koroy, 2008:1). Perusahaan kemudian mengandalkan

    auditor eksternal maupun internal untuk memberikan keyakinan pada pemegang saham

    dan calon investor bahwa laporan keuangan yang dibuat adalah laporan keuangan yang

    relevan dan dapat dipercaya. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan, integritas, dan

    independensi yang tinggi, karena jika hasil audit terbukti salah dan ditemukan indikasi

    kecurangan, maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor bisa berangsur -

    angsur hilang.

  • 4

    Selain itu, bila seorang auditor tidak mampu mendeteksi kecurangan yang terjadi

    dalam perusahaan melalui pelaporan keuangan yang materil, dapat dipastikan pihak

    perusahaan dan pemegang saham akan merugi. Menelisik kembali di tahun tahun

    sebelumnya, banyaknya variasi kecurangan dan skandal skandal manipulasi atas

    laporan keuangan perusahaan tak pelak mendatangkan persepsi negatif kepada para

    akuntan publik maupun internal. Kecurangan dan skandal manipulasi yang besar

    memang biasanya hanya terjadi pada perusahaan dengan skala besar.

    Fakta ini sesuai dengan pernyataan Thomas dan Gibson, dan

    PricewaterhouseCoopers (2003) bahwa bisnis yang lebih besar lebih mungkin

    mengalami tindakan kejahatan ekonomi, namun tindakan kecurangan mungkin lebih

    mahal untuk usaha kecil. Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan

    kecurangan melampaui kerugian keuangan langsung. Kerusakan tersebut termasuk

    merugikan hubungan eksternal bisnis, semangat kerja karyawan, reputasi perusahaan,

    dan branding. Bahkan, beberapa efek dari tindakan kecurangan, seperti reputasi

    perusahaan yang buruk, dapat memiliki dampak jangka panjang (Pricewaterhouse

    Coopers, 2003). Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ini skalanya cukup

    bervariasi, mulai dari pemalsuan informasi di laporan keuangan, konspirasi yang

    terjadi antara manajemen dan akuntan publiknya sendiri, dan lain lain. Melihat dari

    tren penyimpangan yang terjadi selama beberapa tahun ini, penyimpangan akuntansi

    yang terjadi lebih banyak pada bentuk manajemen laba yang tidak sah dan opini auditor

    eksternal yang tidak benar. Berikut ini disajikan tabel berisi daftar penyimpangan

    akuntansi yang terjadi dari tahun 2000 sekarang.

  • 5

    Tabel 1.2

    10 Penyimpangan Akuntansi Besar di Amerika

    No Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan

    1.

    Bank of Credit and

    Commerce International

    (BCCI)

    Skandal BCCI adalah salah satu skandal terbesar

    dalam sejarah keuangan dengan total kecurangan

    sekitar USD 20 milyar lebih. Tuduhan tuduhan lain

    yang disangkakan kepada BCCI termasuk

    penyuapan, mendukung terorisme, pencucian uang,

    penggelapan, menjual teknologi nuklir, dan lain

    lain.

    2.

    Enron Corporation

    Hutang dari Enron Corporation disembunyikan dan

    keuntungan perusahaan meningkat menjadi lebih dari

    USD 1 miliar. Enron Corporation juga menawarkan

    suap terhadap pemerintah luar negeri untuk

    memenangkan kontrak mereka yang ada di luar

    negeri.

    3.

    WorldCom

    Cash Flow perusahaan dinaikkan pada laporan posisi

    keuangan dan USD 3.8 miliar dicatat sebagai capital

    expenses bukan sebagai operating expenses.

    4.

    Tyco International

    CEO Dennis Kozlowski dan mantan CFO Mark H.

    Swartz dituduh melakukan pencurian sebesar USD

    600 juta dari perusahaan Tyco International di tahun

    2002.

    5.

    Kanebo Limited

    Mendongkrak keuntungan perusaahan sebesar USD

    2 miliar selama 5 tahun berturut turut.

    6.

    Waste Management,Inc

    Laba didongkrak naik sekitar USD 1.7 miliar dengan

    menaikkan umur manfaat penyusutan untuk property

    dan perlengkapan perusahaan tersebut di tahun 2002.

    7.

    Parmalat

    Total utang perusahaan berjumlah lebih dari dua kali

    lipat dari total neraca. Tuduhan lainnya adalah

    pemalsuan dan kebangkrutan.

    8

    Health South Corporation

    Pemasukan perusahaan dilebihkan sebesar 4700%

    dan mendongkrak USD 1.4 miliar agar memenuhi

    ekspektasi para investor.

    Bersambung di halaman selanjutnya

  • 6

    Tabel 1.1 (Lanjutan)

    No. Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan

    9.

    American International

    Group (AIG)

    Perusahaan mempertahankan perjanjian dengan

    payoff yang menguntungkan, melakukan

    kecurangan dalam proses tawar-menawar untuk

    kontrak asuransi dan melambungkan nilai neraca

    sebesar USD 2.7 miliar di 2005.

    10.

    Satyam Computer Service

    Melambungkan kas dan saldo bank lebih dari USD

    1.5 miliar, melakukan overstated pada nilai

    piutang, dan melakukan understated pada utang

    perusahaan sebesar USD 250 juta yang dilakukan

    untuk kepentingan pemilik perusahaan sendiri.

    Sumber: The Top 10 Embezzlement Cases in US Modern History by Marquet

    Kesimpulan yang dapat diambil dari 10 kasus kecurangan diatas adalah perusahaan

    yang terlibat rata rata adalah perusahaan dengan skala nasional dan internasional, dan

    sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) yang berarti perusahaan harus

    mempekerjakan akuntan internal yang bertanggungjawab atas pembuatan laporan

    keuangan perusahaan dan auditor independen yang bertanggungjawab atas hasil opini

    audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Jika oknum dalam perusahaan melakukan

    kecurangan, dan tidak terdeteksi oleh auditor, maka publik akan menempatkan

    kesalahan pada auditor karena dinilai telah gagal mendeteksi kecurangan yang terjadi.

  • 7

    Pandangan ini berlaku tidak hanya pada auditor eksternal namun juga auditor

    internal, misalnya jika auditor internal tidak berhasil mendeteksi kecurangan yang

    dilakukan oleh manajemen perusahaan, maka dewan komisaris adan pemegang

    kepentingan akan kehilangan kepercayaannya kepada divisi auditor internal.

    Kesimpulannya adalah auditor eksternal dan internal harus berusaha untuk bisa

    mendeteksi kecurangan yang terjadi dalam perusahaan dengan menggunakan berbagai

    pendekatan, teknik dan metode.

    (Moyes, Young dan Faizal, 2013) menyatakan bahwa standar professional tidak

    meminta auditor internal untuk berasumsi bahwa tanggung jawab utama mereka adalah

    untuk mendeteksi dan melakukan investigasi terhadap kecurangan. Auditor internal

    diminta untuk melakukan due professional care dengan mempertimbangkan dan

    mengevaluasi probabilitas dari kesalahan yang signifikan atau kecurangan terjadi.

    Auditor internal sendiri bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris, komite

    audit. Faktor utama yang membedakan kesalahan dan kecurangan adalah kecurangan

    terjadi karena tindakan yang disengaja untuk mengakibatkan salah saji material dalam

    laporan keuangan suatu perusahaan.

    Kecurangan biasanya dipoles sedemikian rupa agar salah saji yang material sulit

    untuk ditemukan oleh auditor (SAS 82 Paragraf 31). Untuk itu, auditor perlu untuk

    mempertimbangkan kejadian atau fakta yang ada dan menimbulkan indikasi adanya

    kecurangan dalam perusahaan. Auditor, dikarenakan sifat alamiah dari pekerjaannya,

    tidak bisa menghindar dari fakta bahwa mereka adalah satu dari beberapa pihak yang

    mampu mendeteksi terjadinya kecurangan bahkan dari tahap awal proses audit

  • 8

    dilaksanakan, namun tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan tidak hanya

    dimiliki auditor.

    Manajemen perusahaan juga memiliki tanggungjawab yang tidak berbeda,

    dikarenakan fakta bahwa mereka seharusnya bisa mendeteksi kecurangan di dalam

    perusahaan melalui pengendalian internal yang diterapkan (Smith dan Baharuddin,

    2005). Lain halnya, apabila kecurangan tersebut justru dilakukan oleh manajemen

    puncak yang duduk di posisi yang tepat dan memiliki kemampuan untuk melakukan

    kecurangan.

    Ada beberapa metode, pendekatan dan teknik teknik yang auditor biasa lakukan

    dalam usahanya mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan, mulai dari critical

    point auditing (CPA), job sensitivity analysis (JSA), analisis vertikal, analisis

    horizontal, analisis rasio, red flags, dan sebagainya. Sebagai contoh, critical point

    auditing adalah teknik dimana melalui pemeriksaan atas catatan pembukuan, gejala

    sebuah kecurangan dapat diidentifikasi. Hasil dari teknik ini berupa gejala atau indikasi

    indikasi terjadinya kecurangan, dimana tindakan yang biasanya perusahaan ambil

    adalah penyelidikan lebih rinci.

    Red flags ini dapat digunakan pada setiap perusahaan dan semakin akurat dan

    komprehensif catatan pembukuan yang dimilki perusahaan, semakin efektif teknik ini

    dalam mendeteksi gejala kecurangan. Lalu ada metode red flags dimana red flags

    menurut DiNapoli adalah a set of circumstances that are unusual in nature or vary

    from the normal activity atau keaadan yang tidak biasa terjadi atau variasi dari

  • 9

    aktivitas normal. SAS 99 menekankan pentingnya auditor untuk bisa mendeteksi

    indikasi kecurangan dalam melakukan pekerjaan auditnya.

    SAS 99 mengharuskan auditor menilai risiko salah saji yang disebabkan oleh

    kecurangan, dan menyediakan pedoman operasional dalam mempertimbangkan

    indikasi kecurangan saat melakukan audit laporan keuangan. Metode red flags adalah

    salah satu metode yang relatif mudah untuk dilakukan oleh auditor dalam mendeteksi

    kecurangan. Banyak penelitian yang telah dilakukan di tahun tahun sebelumnya

    mengenai metode ini, misalnya persepsi auditor sebagai pengguna metode ini, tingkat

    efektivitas metode red flags dibandingkan dengan metode deteksi kecurangan lainnya,

    bagaimana efektivitas penggunaan metode red flags sebagai metode deteksi

    kecurangan baik itu di perusahaan kecil maupun perusahaan besar, dan lain sebagainya.

    Penelitian-penelitian mengenai red flags ternyata menunjukkan hasil yang berbeda-

    beda. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menilai red flags.

    Perbedaan karakteristik pribadi dapat mengakibatkan perbedaan persepsi (Robbins dan

    Judge, 2008). Persepsi tersebut dapat mempengaruhi keputusan dan langkah yang

    diambil oleh auditor dalam proses pelaksanaan audit. Persepsi auditor yang berbeda

    dapat mengakibatkan perbedaan dalam menilai tingkat efektivitas red flags dalam

    mendeteksi fraud.

    Penelitian ini membahas mengenai bagaimana persepsi auditor eksternal dan

    internal terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi terjadinya kecurangan

    atau salah saji yang disengaja dalam laporan keuangan. Hegazy dan Kassem, (2010);

  • 10

    Moyes et., al (2006) dalam Moyes., et al (2013) mengklaim dalam penelitian mereka

    bahwa metode red flags efektif untuk digunakan dalam mendeteksi kecurangan.

    Sementara penelitian Heiman-Hoffman et al., (1996); Moyes, (2006) dalam Moyes

    et al., 2013 menyatakan bahwa tidak semua indikator dalam metode red flags

    mempunyai tingkat efektivitas yang sama dalam mendeteksi kecurangan, dan bahwa

    auditor eksternal dan internal mempunyai pandangan yang berbeda terhadap efektivitas

    pendeteksian kecurangan melalui metode red flags.

    Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Albrecht dan Romney (1986) yang

    menemukan bahwa partner audit beranggapan bahwa red flags yang berkaitan dengan

    karakter personal dari manajemen perusahaan itu efektif untuk digunakan mendeteksi

    kecurangan, sedangkan red flags yang berkaitan dengan karakter perusahaan tidak

    efektif untuk digunakan mendeteksi kecurangan.

    Apostolou et., al (2001) menyatakan bahwa auditor melihat red flags yang terkait

    dengan karakter personal manajemen dan pengaruh dari lingkungan pengendalian

    sebagai metode yang paling efektif untuk mendeteksi kecurangan. Terlihat dengan jelas

    perbedaan pendapat dari beberapa penelitian terdahulu mengenai metode red flags, ada

    yang menyatakan efektif, beberapa menyatakan efektif dengan kondisi tertentu,

    beberapa menyatakan metode red flags tidak efektif digunakan untuk mendeteksi

    kecurangan.

    Ini yang menjadi dasar pemikiran dari penelitian kali ini, penelitian ini ingin

    meneliti mengenai Persepsi auditor eksternal dan internal mengenai metode red flags

    untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan dengan studi pada auditor eksternal dan

  • 11

    internal di wilayah Jakarta, Indonesia. Penelitian ini merupakan pengembangan dari

    penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Moyes dan Faizal (2013),

    Objek penelitian ini adalah auditor eksternal dan internal di KAP dan lembaga

    pemerintahan di Jakarta, sementara objek penelitian sebelumnya adalah auditor

    eksternal dan internal, yang merupakan auditor di institusi pemerintahan di Malaysia.

    Variabel dalam penelitian ini sama dengan variabel penelitian sebelumnya, namun

    penelitian ini menambahkan satu variabel dimana penelitian sebelumnya telah

    memiliki tiga variabel yang mengacu pada teori fraud triangle dengan berfokus pada

    red flags untuk kecurangan, yaitu pressure atau tekanan, opportunity atau kesempatan,

    dan rationalization atau rasionalisasi. Penelitian ini menambahkan indikator individual

    capability atau kemampuan individual untuk membuat kecurangan dalam laporan

    keuangan perusahaan terjadi. Alasan penambahan indikator pada variabel ini karena

    diyakini bahwa kasus kasus kecurangan terjadi tidak cukup hanya karena adanya

    tekanan, kesempatan atau rasionalisasi melainkan ada seseorang atau sekelompok

    orang yang memiliki kemampuan yang cukup untuk menggabungkan ketiga faktor

    terjadinya kecurangan tersebut menjadi kecurangan yang nyata.

  • 12

    B. Perumusan Masalah

    Terdapat banyak penelitian yang mengangkat isu kecurangan dalam laporan

    keuangan perusahaan yang memang menjadi tren di beberapa tahun belakangan ini,

    begitu juga dengan penelitian mengenai teknik apa yang menurut auditor adalah paling

    efektif dalam mendeteksi kecurangan, dan metode red flags adalah satu dari banyaknya

    metode yang ada, ditambah penelitian yang mengangkat efektivitas dari metode red

    flags untuk mendeteksi kecurangan masih sangat sedikit di Indonesia.

    Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka perumusan

    masalah yang hendak diteliti untuk penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana persepsi auditor eksternal terhadap efektivitas metode red flags

    dalam mendeteksi kecurangan?

    2. Bagaimana persepsi auditor internal terhadap efektivitas metode red flags

    dalam mendeteksi kecurangan?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian mengenai persepsi auditor internal, auditor eksternal, efektivitasi metode

    red flags untuk mendeteksi kecurangan ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui dan memperoleh bukti empiris mengenai persepsi auditor internal

    terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi kecurangan.

    2. Mengetahui dan memperoleh bukti empiris mengenai persepsi auditor eksternal

    terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi kecurangan.

  • 13

    D. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai persepsi auditor internal,

    auditor eksternal, efektivitasi metode red flags untuk mendeteksi kecurangan ini

    adalah:

    1. Untuk mahasiswa jurusan Akuntansi, penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat

    sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk

    menambah ilmu pengetahuan.

    2. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk sarana

    informasi tambahan mengenai bagaimana persepsi auditor internal dan

    eksternal terhadap metode red flags dalam mendeteksi kecurangan dalam

    laporan keuangan perusahaan.

    3. Untuk peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan

    melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

  • 14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Literatur

    1. Teori Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle Theory)

    Teori segitiga kecurangan ini pertama kali oleh Cressey (1953) dalam Tuanakotta

    (2013:45). Tuanakotta menyebutkan bahwa Cressey tertarik pada embezzlers yang

    disebutnya sebagai trust violators atau pelanggar kepercayaan, yakni mereka yang

    melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Penelitian

    Cressey diterbitkan dengan judul Other Peoples Money: A Study in the Social

    Psychology of Embezzlement (1950), hipotetis penelitiannya adalah:

    Trusted person become trust violator when they conceive of themselves as having

    financial problem which is non-shareable, are aware this problem can be secretly

    resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their

    own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their

    conceptions of themselves as trusted person with their conceptions of themselves as

    users of the entrusted funds or property.

    Terjemahan:

    Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat

    dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat

    diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam diam dapat

    diatasinya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di

    bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari harinya memungkinkannya

  • 15

    menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya

    dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan. Dalam teori segitiga

    kecurangan, terdapat model segitiga kecurangan yang dibuat untuk menjawab

    pertanyaan, mengapa orang melakukan kecurangan, atau mengapa kecurangan terjadi?

    Berikut ini adalah tiga elemen yang terdapat dalam teori segitiga kecurangan yang

    dikemukakan Cressey (1953):

    Gambar 2.1

    a. Pressure (Tekanan)

    Sudut paling atas, adalah pressure atau tekanan yang dirasakan pelaku

    kecurangan yang dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat

    diceritakannya kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs),

    maka dari itu si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal

    seperti menyalahgunakan aset perusahaan atau melakukan salah saji yang

    Fraud Triangle

    Opportunity

    Pressure

    Rationalization

  • 16

    disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah keuangannya.

    Lister (2007: 63) mendefinisikan pressure sebagai sumber panas untuk api

    namun tidak berarti karena ada tekanan dalam diri seseorang, lantas orang

    tersebut akan melakukan fraud. Menurut Lister (2007: 63), terdapat tiga jenis

    tekanan yang memotivasi individu untuk melakukan fraud di perusahaan

    tempatnya bekerja, yaitu:

    1. Personal pressure, yaitu kondisi dimana individu melakukan

    kecurangan karena gaya hidup,

    2. Employment pressure, dimana individu tertekan untuk melakukan

    kecurangan karena tuntutan pekerjaan atau target kerja, atau karena

    kepentingan keuangan yang dimiliki manajemen perusahaan,

    3. External pressure, misalnya ancaman terhadap stabilitas keuangan

    perusahaan, ekspektasi pasar, dan sebagainya.

    b. Opportunity (Kesempatan)

    Sudut kedua adalah opportunity atau kesempatan yang didefinisikan

    Tuanakotta (2013:46) sebagai peluang untuk melakukan kecurangan seperti

    yang dipersepsikan pelaku kecurangan. ACFE mendefenisikan kesempatan

    pada model segitiga kecurangan ini sebagai metode yang bisa digunakan untuk

    melaksanakan kecurangan. Pelaku kecurangan harus bisa melihat celah untuk

    bisa melakukan kecurangan dengan menghindari risiko sekecil mungkin

    tindakan kecurangannya tersebut diketahui orang lain. Lister (2007: 63)

    mendefinisikan kesempatan sebagai bahan bakar yang terus membuat api

  • 17

    atau dengan kata lain, walaupun individu memiliki tekanan dalam dirinya untuk

    melakukan fraud, itu tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada kesempatan.

    Contoh opportunity yang membuat fraud bisa terjadi misalnya; tingginya

    tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan penting di

    perusahaan, atau pemisahan tugas yang tidak memadai, atau transaksi yang

    sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen.

    c. Rationalization (Rasionalisasi)

    Sudut terakhir dari segitiga kecurangan ini adalah rasionalisasi. Rasionalisasi

    adalah pembenaran yang dibisikkan untuk melawan hati nurani si pelaku

    kecurangan. ACFE mengklaim bahwa kebanyakan pelaku kecurangan adalah

    first-time offender atau orang orang yang baru pertama kali melakukan praktik

    kecurangan, dan tidak melihat diri mereka sebagai pelaku kriminal. Mereka

    melihat diri mereka sebagai individu yang jujur yang terjebak dalam situasi

    yang buruk, dan mereka menjustifikasi praktik kecurangan mereka sebagai

    tindakan yang legal atau bisa diterima secara umum. Vona (2008) menjabarkan

    contoh rasionalisasi yang biasanya dilakukan; manajer akan beralasan bahwa

    mereka melakukan kecurangan karena dituntut untuk memenuhi target margin

    perusahaan tahun ini, dan ketika mereka gagal, usaha terakhirnya adalah

    melakukan kecurangan untuk memberikan comfortness kepada para

    stockholders.

  • 18

    2. Teori Fraud Diamond (Fraud Diamond Theory)

    Teori fraud diamond merupakan pandangan baru mengenai kecurangan dimana

    teori ini adalah penyempurnaan dari teori segitiga kecurangan yang dicetuskan Cressey

    di tahun 1953. Teori fraud diamond ini dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004)

    dimana teori ini menambahkan satu elemen yaitu individual capability, elemen ini

    diyakini memiliki pengaruh signifikan dalam kecurangan. Dengan demikian ada total

    empat elemen, dimana tiga elemen sebelumnya adalah pressure, opportunity dan

    rationalization yang sudah ada dalam teori fraud triangle Cressey.

    Gambar 2.2

    2.1. Elemen Fraud Diamond

    Secara keseluruhan, teori fraud diamond merupakan penyempurnaan dari teori

    fraud triangle yang dikemukakan Cressey, adapun elemen elemen dari fraud

    diamond adalah:

    1. Pressures/Incentives

    2. Opportunity

    3. Rationalization

    4. Capability

    Pressures Opportunity

    Rationalization Capability

  • 19

    a. Capability (Kemampuan)

    Teori fraud triangle menjelaskan bahwa elemen opportunity atau kesempatan

    yang terbuka di dalam sistem perusahaan yang memungkinkan kecurangan tersebut

    dilakukan, sementara elemen pressure atau tekanan timbul karena kondisi kondisi

    tertentu dalam perusahaan, lifestyle, tuntutan finansial, dan lain lain. Elemen terakhir,

    yaitu rationalization atau rasionalisasi adalah tindakan pembenaran yang dilakukan

    oleh pelaku kecurangan atas kecurangan yang dilakukannya dalam perusahaan.

    Menurut Wolfe dan Hermanson (2004), orang yang melakukan kecurangan

    tersebut harus memiliki capability atau kapabilitas untuk menyadari pintu yang terbuka

    sebagai peluang emas dan untuk memanfaatkanya bukan hanya sekali namun berkali-

    kali, inilah elemen yang ditambahkan dalam teori fraud diamond dan dianggap

    memberikan pengaruh yang signifkan dalam studi tentang bagaimana sebenarnya

    kecurangan dalam perusahaan bisa terjadi.

    Wolfe dan Hermanson (2004) juga mengemukakan bahwa pada saat mendesain

    suatu sistem deteksi, sangat penting untuk mempertimbangkan siapa saja yang ada di

    perusahaan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan kecurangan atau berpotensi

    menyebabkan tugas yang seharusnya dilakukan oleh auditor internal dialihkan kepada

    auditor eksternal, Wolfe dan Hermanson (2004) juga menjelaskan bahwa kunci dalam

    memitigasi kecurangan adalah dengan fokus pada situasi khusus yang terjadi selain

    pressure, rationalization, tapi juga kombinasi antara opportunity dan capability.

  • 20

    3. Jenis jenis Auditor

    Dalam Boynton, et al (2006) menyatakan orang orang yang ditugaskan

    melakukan audit atas kegiatan dan peristiwa ekonomi baik itu untuk perorangan atau

    perusahaan, pada umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok, antara lain:

    a. Auditor Independen (External Auditor)

    Auditor independen atau yang di USA biasa disebut dengan Certified Public

    Accountant (CPA), dimana mereka adalah praktisi individual atau auditor yang

    bekerja di KAP yang memberikan jasa auditing professional kepada klien, atau

    biasa disebut juga dengan eksternal auditor. Klien dapat berupa badan

    pemerintah, perusahaan berorientasi laba, entitas nirlaba, maupun perseorangan.

    Lisensi untuk dapat melakukan suatu audit diberikan kepada mereka yang

    bersertifikasi CPA serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang audit.

    Auditor ini juga bertanggung jawab atas pemeriksaan atau mengaudit laporan

    keuangan dengan memberikan opini atas entitas yang diauditnya.

    b. Auditor Internal (Internal Auditor)

    Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan, baik itu perusahaan

    milik negara maupun swasta, tempat mereka melakukan pekerjaan audit. Tugas

    utama auditor internal adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang

    ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau

    tidaknya pengamanan terhadap aset perusahaan, menentukan efisiensi dan

    efektivitas setiap prosedur kegiatan perusahaan, serta menentukan kendala

    informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dari perusahaan.Sehingga

  • 21

    dukungan dari manajemen informasi dari sisi auditor internal tidak banyak

    dimanfaatkan oleh pihak eksternal karena independensinya terbatas. Hal inilah

    yang membedakan auditor internal dan auditor eksternal.

    4. Red Flags

    Istilah red flags atau bendera merah sudah sering digunakan dalam berbagai

    literatur audit, maknanya adalah tanda bahaya, tanda bahwa ada hal yang tidak sesuai

    pada tempatnya dan perlu mendapat perhatian. Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa

    auditor dan investigator menggunakan tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau

    indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan. Red

    flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan

    keadaan normal.

    Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikasi adanya sesuatu yang tidak

    biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flags tidak mutlak menunjukan

    apakah seseorang bersalah atau tidak tetapi merupakan tanda-tanda peringatan bahwa

    kecurangan sedang atau telah terjadi. Red flags dikatakan penting sebagaimana dikutip

    dalam SAS 99 Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit yang

    menyatakan bahwa auditor diminta untuk secara spesifik menilai risiko salah saji yang

    disebabkan oleh kecurangan dan SAS 99 ini juga menyediakan pedoman operasi bagi

    auditor saat menilai kecurangan ditengah proses audit.

  • 22

    Tidak hanya akuntan publik yang harus bisa mengenali red flags, akuntan yang

    bekerja di sektor publik juga perlu memiliki kemampuan untuk mengenali red flags

    karena potensi kecurangan tidak hanya ada pada perusahaan swasta. DiNapoli (2012)

    dalam Red Flags for Fraud menyebutkan bahwa banyak studi yang membahas

    kecurangan, dimana saat kecurangan tersebut sedang terjadi, red flags pun muncul,

    baik itu di laporan keuangan perusahaan, atau terlihat pada saat auditor sedang

    melakukan pemeriksaan, tapi tidak disadari atau mungkin disadari namun tidak ada

    tindakan yang diambil.

    DiNapoli mengatakan bahwa pada saat red flag telah muncul, seseorang harus

    mengambil tindakan untuk mengivestigasi situasi dan menentukan apakah memang

    kecurangan telah terjadi. Memang sudah seharusnya jika ada indikasi kecurangan

    dilakukan tindakan untuk memeriksa apakah kecurangan terindikasi tersebut terjadi,

    namun terkadang kesalahan salah saji dalam laporan, perubahan lifestyle karyawan,

    volume penjualan yang tiba tiba naik drastis, dan sebagainya tidak selalu

    mengindikasikan adanya kecurangan.

    Untuk itu, akuntan publik dan auditor harus bisa mengetahui perbedaannya dan

    mengingat bahwa tanggung jawab untuk melakukan follow-up investigation untuk

    sebuah tanda bahaya harus berada di tangan orang yang dapat dipercaya dan

    bertanggungjawab. Agar akuntan publik dan auditor dapat mengenali red flags dengan

    baik maka mereka perlu mengetahui kategori red flags.

  • 23

    Red flags dikategorikan menjadi tiga menurut Moyes (2007:10) dan terdiri atas:

    1. Kesempatan atau (opportunities),

    2. Tekanan atau (pressures/incentives), dan

    3. Perilaku (attitudes) atau rasionalisasi (rationalization).

    Tiga kategori red flags ini telah dijelaskan pada bagian mengenai teori segitiga

    kecurangan, dimana red flags memang diciptakan dengan berdasarkan konsep teori

    segitiga kecurangan.

    5. Kecurangan (Fraud)

    Istilah fraud merupakan istilah hukum yang diserap ke dalam disiplin ilmu

    akuntansi, dan menjadi bagian penting dalam kosa kata akuntansi forensik. Fraud jika

    diartikan secara harfiah, artinya adalah kecurangan. Namun, pengertian ini telah

    berkembang dan sekarang mempunyai cakupan yang luas. Black Law Dictionary

    mendefinisikan fraud sebagai Segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang

    diupayakan oleh seseorang atau beberapa orang, untuk mendapatkan keuntungan dari

    orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua

    cara yang tidak terduga, penuh siasat, serta menggunakan setiap cara yang tidak jujur

    yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud

    adalah perbuatan curang yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.

    Sementara itu, The Institute of Internal Auditor (IIA) menyatakan bahwa

    fraud adalah An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional

    deception atau sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang

    ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja. ISA 240 The auditors

  • 24

    responsibility to consider fraud in an audit of financial paragraf 6 mendefenisikan

    fraud sebagai Tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaa, pihak

    yang berperang dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang

    melakukan kebohongan, atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil

    atau illegal.

    Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa fraud atau kecurangan

    dilakukan atas tujuan yang sama, yaitu untuk memperkaya diri sendiri/golongan dan

    cara yang dilakukan dalam tujuan memperkaya diri sendiri/golongan tersebut adalah

    dengan cara yang illegal. Adapun SAS No.99 menyatakan bahwa fraud adalah

    Tindakan yang disengaja untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan

    keuangan yang merupakan subjek audit.

    Fraud berbeda dengan robbery (perampokan). Perampokan umumnya terjadi

    secara paksa, biasanya disertai dengan ancaman dan tindakan kekerasan dari satu orang

    atau sekelompok orang kepada orang lain, dan yang menjadi perbedaan mendasar,

    perampokan ini diketahui oleh pihak korban secara langsung pada saat kejadian

    berlangsung. Tidak demikian halnya dengan kasus kasus fraud, pada kasus kasus

    ini, fraud dilakukan dengan cara yang halus, terencana, dan terstruktur sehingga pihak

    korban hampir tidak mengetahui bahwa dia sedang atau telah dibohongi. Selain itu,

    jumlah kerugian yang timbul dari perampokan tidak seberapa jika dibandingkan

    dengan kerugian yang timbul jika terjadi fraud pada sebuah perusahaan.

  • 25

    Fraud biasanya terjadi pada perusahaan dengan skala besar, walaupun kasus fraud

    menunjukkan fakta bahwa perusahaan kecil pun rentan terhadap fraud karena berbagai

    faktor. Sebagai contoh fraud pada perusahaan besar adalah perusahaan Enron, dimana

    jumlah kerugian yang timbul sangatlah besar, dan kerugian ini tidak hanya timbul dari

    uang para investor yang disalahgunakan oleh manajemen perusahaan dibantu dengan

    auditor eksternal dan internal yang dibawahi oleh KAP Arthur Andersen saat itu,

    namun juga dana pensiun para karyawan juga lenyap disalahgunakan.

    Bagan Uniform Occupational Fraud Classification System, The ACFE

    (Association of Certified Fraud Examiner, 2000) membagi fraud kedalam tiga jenis,

    yaitu:

    a. Penggelapan aset (asset misappropriation), tindakan penipuan ini meliputi

    penyalahgunaan aset atau pencurian aset perusahaan. Tindakan penggelapan

    aset adalah tindakan penipuan yang paling mudah dideteksi karena sifatnya

    yang tangible atau dapat dihitung.

    b. Pernyataan yang salah (fraudulent misstatement), dimana tindakan ini

    dilakukan melalui rekayasa terhadap laporan keuangan (financial engineering)

    untuk memperoleh keuntungan dari berbagai pihak. Jika ada tindakan

    penggelapan aset, maka dapat berujung pada penyajian laporan keuangan yang

    tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan akhirnya

    menghasilkan laba yang atraktif (window dressing).

    c. Korupsi (corruption), tergolong fraud yang paling sulit dideteksi karena

    biasanya tidak dilakukan oleh satu orang, melainkan dilakukan berkelompok.

  • 26

    Adapun kerjasama yang disiratkan disini adalah berupa penyalahgunaan

    wewenang, penyuapan, penerimaan hadiah yang ilegal dan pemerasan secara

    ekonomi.

    Seorang auditor, baik itu auditor internal maupun eksternal harus mampu

    mengenali tiga jenis kecurangan ini, untuk itu, auditor harus mengetahui apa saja yang

    termasuk gejala gejala awal terjadinya fraud dalam sebuah perusahaan. Ada dua

    kategori gejala awal terjadinya fraud, yaitu:

    a. Gejala fraud pada manajemen

    Gejala awal fraud pada manajemen yang dapat dijadikan sebagai red flags,

    misalnya ada ketidakcocokan antara manajemen puncak dalam menentukan

    kebijakan perusahaan, menurunnya motivasi karyawan karena ketidakpercayaan

    terhadap manajemen, tingkat keluhan yang tinggi dari pelanggan, vendor atau

    badan otoritas terkait terhadap perusahaan, terjadi kekurangan kas yang tidak

    terstruktur karena ada pengeluaran yang tidak dicatat atau tanpa bukti, terjadi

    penurunan kinerja perusahaan, terjadi peningkatan utang dan piutang yang tidak

    wajar, dan lain sebagainya.

    b. Gejala fraud pada karyawan

    Gejala awal fraud pada karyawan yang muncul dan dapat dijadikan sebagai red

    flags bagi auditor adalah misalnya, pengeluaran keuangan tanda dokumen

    pendukung, sering terjadi kesalahan pencatatan atau catatan transaksi tidak akurat,

    bukti transaksi yang merupakan dokumen sumber seringkali tidak dapat

    diperlihatkan dengan alasan hilang, persediaan yang dibeli perusahaan seringkali

  • 27

    tidak sesuai kuantitas dan kualitasnya, harga persediaan yang terlalu tingi dari yang

    sebelumnya, terjadi penyesuaian dalam pembukuan perusahaan tanpa ada bukti

    otorisasi dari manjamen.

    B. Keterkaitan antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

    Hubungan atau keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen

    dalam penelitian ini, dapat dijabarkan sebagai berikut:

    1. Persepsi eksternal dan internal auditor terhadap efektivitas red flags

    untuk mendeteksi kecurangan.

    Terdapat empat dimensi dalam efektivitas metode red flags untuk mendeteksi

    kecurangan. Moyes dan Faizal (2013:95) menjabarkan tiga dimensi tersebut, yaitu

    dimensi opportunity, dimensi pressure, dan dimensi rationalization, dimana ketiga

    dimensi ini diperoleh dari fraud triangle theory atau teori segitiga kecurangan yang

    dikemukakan oleh Cressey (1953). Selanjutnya, Wolfe dan Hermanson (2004)

    mengemukakan teori terbaru yang merupakan pengembangan selanjutnya dari

    fraud triangle theory dimana di teori ini, ditambahkan satu dimensi lagi, yaitu

    dimensi capability (Omar, 2010:3).

    Penelitian Apostolou et al. (2001) mengenai persepsi auditor terhadap

    efektivitas indikator kecurangan tidak menemukan adanya perbedaan persepsi dari

    eksternal auditor dan internal auditor. Heiman-Hoffman et al. (1996) dan Moyes

    (2006) dalam Moyes (2013:95) menyebutkan bahwa dari semua red flags, tidak

    semuanya mempunyai efektivitas yang sama dalam mendeteksi fraud, selain itu

  • 28

    eksternal dan internal auditor juga melihat efektivitas red flag dengan persepsi yang

    berbeda.

    Moyes et al. (2009:12) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pendapat

    antara eksternal, internal dan auditor pemerintah mengenai efektivitas red flags

    dalam mendeteksi kecurangan di Malaysia dan Amerika, hasil penelitiannya

    menunjukkan perbedaan persepsi, baik itu signifikan atau tidak di tiap indikator

    atas efektivitas setiap dimensi red flags. Moyes dan Faizal (2013: 103)

    mengungkapkan bahwa secara umum, terdapat perbedaan persepsi antara eksternal

    dan internal auditor untuk masing masing dimensi efektivitas red flags. Faktanya,

    eksternal auditor menilai bahwa red flags lebih efektif untuk mendeteksi

    kecurangan, dan hal sebaliknya dengan internal auditor.

    Adanya pro dan kontra atas persepsi eksternal dan internal auditor atas

    efektivitas opportunity red flags dalam mendeteksi kecurangan di berbagai negara

    merupakan hal yang lumrah dikarenakan berbagai faktor, mulai dari budaya yang

    berbeda, kondisi ekonomi negara yang berbeda, dan lainnya. Penelitian ini

    mengajukan hipotesis bahwa di Indonesia, khususnya DKI Jakarta, tidak terdapat

    perbedaan persepsi eksternal dan internal auditor yang signifikan atas efektivitas

    opportunity red flags dalam mendeteksi kecurangan.

    Ho: Tidak terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara eksternal dan

    internal auditor terhadap efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan.

    H1: Terdapat perbedaan persepsi antara eksternal dan internal auditor terhadap

    efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan.

  • 29

    C. Hasil Penelitian Sebelumnya

    Tabel 2.1

    Hasil hasil Penelitian Terdahulu

    No Peneliti

    (Tahun)

    Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    1. Moyes &

    Young dan

    Hezri Faizal

    (2013)

    Malaysian internal

    and external auditor

    perceptions of the

    effectiveness of red

    flags for detecting

    fraud

    Variabel persepsi

    eksternal dan internal

    auditor, lalu variabel

    efektivitas red flags

    untuk mendeteksi

    kecurangan,

    pengukuran variabel

    menggunakan skala

    Likert, dan metode

    analisis menggunakan

    Independent T-test

    Perbedaan grand

    theory pada

    penelitian, yang

    berujung pada

    penambahan satu

    dimensi yaitu

    Capability yang

    disebutkan dalam

    Fraud Diamond

    Theory

    Secara umum, auditor di

    Malaysia memiliki

    persepsi yang berbeda

    mengenai efektivitas red

    flags untuk mendeteksi

    kecurangan, dimana setiap

    indikator red flags

    memiliki tingkat

    efektivitas yang berbeda-

    beda, namun eksternal

    auditor berpersepsi bahwa

    red flags lebih efektif

    mendeteksi kecurangan

    daripada internal auditor.

    Bersambung di halaman selanjutnya

  • 30

    Tabel 2.1 (Lanjutan)

    No Peneliti

    (Tahun)

    Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    2. Yucel

    (2013)

    Effectiveness of Red

    Flags in Detecting

    Fraudulent Financial

    Reporting: An

    Application in Turkey

    Variabel persepsi

    eksternal auditor, dan

    variabel efektivitas

    red flags, pengukuran

    variabel menggunakan

    skala Likert.

    Perbedaan grand

    theory pada

    penelitian, yang

    berujung pada

    penambahan satu

    dimensi yaitu

    Capability yang

    disebutkan dalam

    Fraud Diamond

    Theory

    Auditor di Turki berpersepsi

    red flags cukup efektif

    sebagai metode deteksi

    kecurangan, namun

    opportunity red flags adalah

    yang paling efektif untuk

    mendeteksi kecurangan.

    Opportunity untuk

    melakukan kecurangan lebih

    berpotensi menimbulkan

    kecurangan dibandingkan

    kategori red flags lainnya.

    3. Rukmawati

    dan Chariri

    (2011)

    Persepsi Manajer dan

    Auditor Eksternal

    Mengenai Efektivitas

    Metode Pendeteksian

    dan Pencegahan

    Tindakan Kecurangan

    Keuangan

    Variabel Persepsi

    Auditor Eksternal,

    Pengukuran variabel

    menggunakan skala

    Likert.

    Tidak terdapat

    variabel persepsi

    internal auditor,

    dan efektivitas

    metode red flags.

    Ada persamaan persepsi

    antara manajer dan auditor

    eksternal, dari total 34

    indikator metode

    pendeteksian dan

    pencegahan tindakan

    kecurangan, hanya 8

    indikator yang memiliki

    persepsi yang berbeda.

    Bersambung pada halaman selanjutnya

  • 31

    Tabel 2.1 (Lanjutan)

    No Peneliti

    (Tahun)

    Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    Adanya persamaan maupun

    perbedaan persepsi antara

    manajer dan auditor

    eksternal dapat disebabkan

    karena adanya perbedaan

    tingkat pendidikan dari

    setiap responden, selain itu

    juga dipengaruhi oleh

    pengalaman kerja, serta latar

    belakang dari setiap

    responden.

    4. Moyes et al.

    (2009)

    The Effectiveness of

    The Auditing

    Standards To Detect

    Fraudulent Financial

    Reporting Activities in

    Financial Statements

    Audits in Malaysia

    Variabel efektivitas

    red flags untuk

    mendeteksi

    kecurangan,

    Pengukuran variabel

    menggunakan skala

    Likert, Ada unit

    analisis yang sama

    (eksternal dan internal

    auditor)

    Menguji efektivitas

    red flags

    berdasarkan

    demografi,

    terhadap setiap

    kategori red flags.

    Level efektivitas dari setiap

    kategori red flags berbeda

    menurut setiap jenis auditor,

    ini bisa terjadi karena

    adanya perbedaan

    pengalaman kecurangan

    menggunakan red flags

    untuk setiap jenis auditor,

    selain itu dipengaruhi oleh

    kultur budaya, tingkat

    pendidikan, gender dan

    beberapa faktor lainnya.

    Bersambung ke halaman selanjutnya

  • 32

    Tabel 2.1 (Lanjutan)

    No Peneliti

    (Tahun)

    Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    5. Moyes, (2007)

    The Differences in

    Perceived Level of

    Fraud-Detecting

    Effectiveness of SAS

    No.99 Red Flags

    Between External and

    Internal Auditors

    Variabel efektivitas red

    flags untuk mendeteksi

    kecurangan, variabel

    eksternal auditor dan

    internal auditor,

    pengukuran variabel

    dengan skala Likert, dan

    metode analisis data

    menggunakan

    Independent T-test.

    Grand theory

    berbeda, penelitian

    Moyes menggunakan

    fraud triangle theory

    sementara penelitian

    ini menggunakan

    fraud diamond

    theory. Info

    demografis yang

    berbeda yang

    kemudian dipakai

    sebagai

    pertimbangan

    analisis hasil

    penelitian.

    Persepsi auditor eksternal dan

    internal auditor memang

    bervariasi, namun konsisten

    dengan penelitian-penelitian

    terdahulu, dimana eksternal

    auditor melihat red flags

    sebagai metode deteksi

    kecurangan yang lebih efektif

    dibandingkan dengan internal

    auditor.

  • 33

    D. Kerangka Pemikiran

    Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar

    2.1

    Bersambung ke halaman selanjutnya

    Maraknya Kecurangan dan Pelanggaran yang Dilakukan

    Manajemen Terhadap Perusahaan

    Tanggungjawab Eksternal dan Internal Auditor untuk Bisa

    Mendeteksi Kecurangan Dalam Perusahaan

    Efektivitas Metode Red Flags untuk Mendeteksi Kecurangan Dalam

    Perusahaan

    Grand Theory: Fraud Diamond Theory, Fraud Triangle Theory, dan

    Teori teori Audit

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Persepsi Internal

    Auditor (X1)

    Persepsi Eksternal

    Auditor (X2)

    Efektivitas Red

    Flags Dalam

    Mendeteksi

    Kecurangan (Y)

    Metode Deteksi Kecurangan yang Digunakan Auditor

  • 34

    Gambar 2.1 (Lanjutan)

    Gambar 2. 1

    Skema Kerangka Pemikiran

    Metode Pengujian Hipotesis: Independent T-test

    Hasil Pengujian Data dan Analisis Data

    Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran

    Penelitian

  • 35

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi

    auditor independen dan persepsi auditor internal terhadap efektivitas red flag untuk

    mendeteksi kecurangan dalam perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor

    yang bekerja di kantor akuntan publik, auditor yang bekerja di Badan Usaha Milik

    Negara (BUMN), dan auditor yang bekerja di institusi negara yang berlokasi di Jakarta.

    B. Metode Pemilihan Sampel

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada

    kantor akuntan publik, BUMN dan institusi negara yang berlokasi di wilayah Jakarta.

    Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Metode

    purposive sampling menurut Sugiyono (2011:66) adalah teknik pemilihan sampel

    dimana tidak dilakukan generalisasi terhadap sampel yang diambil. Bungin (2005:125)

    menjelaskan bahwa teknik purposive sampling lebih digunakan pada penelitian

    penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam

    menentukan sampel penelitian.

  • 36

    Populasi dalam penelitian ini adalah eksternal auditor yang bekerja di kantor

    akuntan publik di DKI Jakarta dan BPKP Pusat dan internal auditor yang bekerja di

    Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan BPK Pusat yang semuanya berlokasi di DKI

    Jakarta.

    Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:

    1. Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Jakarta

    dan sesuai dengan Directory KAP per Februari 2015 yang dipublikasikan oleh

    Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

    2. Auditor yang bekerja di BUMN yang ada di Jakarta dan sesuai dengan Daftar

    BUMN yang diterbitkan oleh Kementrian BUMN per Februari 2015.

    3. Auditor yang bekerja di BPK dan BPKP wilayah Jakarta per Februari 2015.

    4. Auditor memiliki nomor register akuntan atau tidak, pernah melaksanakan

    pekerjaan audit dengan pengalaman minimal dua tahun.

    C. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua cara, yaitu

    penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Berikut penjelasannya:

    1. Penelitian Pustaka (Library Research)

    Peneliti memperoleh informasi yang berkaitan dengan topik yang

    sedang diteliti melalui buku, jurnal, tesis, skripsi, website resmi dan perangkat

    lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

  • 37

    2. Penelitian Lapangan (Field Research)

    Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah auditor yang

    bekerja di KAP wilayah Jakarta dan BPKP Pusat yang biasa dikenal dengan

    sebutan eksternal auditor, dan auditor yang bekerja di BUMN wilayah Jakarta

    dan BPK Pusat yang dikenal dengan sebutan internal auditor. Metode

    pengumpulan data lapangan dalam penelitian ini dilakukan dengan

    menggunakan metode angket atau kuesioner, Bungin (2011:133) menjelaskan

    bahwa metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang

    disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden, setelah

    diisi, kuesioner dikirim kembali atau dikembalikan kepada peneliti.

    Waktu pengumpulan data dimulai dengan penyebaran kuesioner pada

    tanggal 16 April 2015 dan batas pengumpulan kuesioner adalah tanggal 16 Mei

    2015. Peneliti memperoleh data dengan memberikan kuesioner secara langsung

    maupun melalui perantara. Sebelum kuesioner diberikan kepada responden

    sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan pre-test kuesioner terhadap 20

    mahasiswa S1 akuntansi yang dipilih secara random. Pre-test kuesioner

    bertujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan dalam

    mengumpulkan data dapat dengan mudah dipahami, dan responden tidak

    mengalami kesulitan dalam menangkap maksud yang diajukan dalam kuesioner.

    Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang

    telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari sampel

    sebagai responden penelitian.

  • 38

    D. Metode Analisis Data

    Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji

    non-response bias, uji normalitas data dan uji hipotesis.

    1. Statistik Deskriptif

    Statistik deskriptif diperlukan untuk memberikan gambaran umum,

    mengenai responden yang dilihat dari nilai rata rata (mean), standar

    deviasi, varian, maksimum, sum, range, kurtosis, dan skewness

    (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali. 2009:19).

    2. Uji Kualitas Data

    Untuk mengetahui keandalan suatu kuesioner yang merupakan

    indikator dari variabel penelitian, maka diperlukan uji reliabilitas dan

    validitas (Hair, Black, Balbin, dan Anderson, 2009: 75). Untuk menguji

    kualitas data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan, maka

    diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Terdapat dua jenis uji kualitas data

    yang dilakukan dalam penelitian ini:

    a. Uji Reliabilitas

    Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

    merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau

    andal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau

    stabil dari waktu ke waktu (Imam Ghozali, 2009:45). Imam Ghozali

    (2009:46) menyebutkan bahwa pengukuran reliabilitas dapat dilakukan

    dengan dua cara, yaitu:

  • 39

    1) Repeated Measure atau pengukuran ulang: Disini seseorang akan

    disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan

    kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.

    2) One Shot atau pengukuran sekali saja: Disini pengukurannya hanya

    sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain

    atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Kriteria

    pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach

    Alpha (). Suatu variabel dikatakan andal jika memberikan nilai

    Cronbach Alpha > 0.70.

    b. Uji Validitas

    Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu

    kuesioner. Kuesioner dikatakan dikatakan valid jika pertanyaan pada

    kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

    kuesioner tersebut (Imam Ghozali, 2009:49). Pengujian validitas dalam

    penelitian ini menggunakan Pearson Correlation, yaitu dengan cara

    menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan

    pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di

    bawah 0.05 dimana artinya data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali,

    2009).

  • 40

    3. Uji Normalitas Data

    Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus

    dilakukan untuk setiap analisis multivariat, khususnya jika tujuannya adalah

    inferensi. Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal

    dan independen (Imam Ghozali, 2009:27). Pada penelitian ini, pengujian

    terhadap normalitas data akan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-

    Smirnov, dimana syarat sekelompok data dikatakan normal apabila

    probabilitasnya diatas 0.05.

    4. Uji Hipotesis

    Pengujian hipotesis untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan

    Independent Sample t-Test atau uji t dua sampel. Uji t dua sampel digunakan

    untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai

    rata rata (mean) yang berbeda. Uji t dua sampel dilakukan dengan cara

    membandingkan perbedaan antara dua nilai mean dengan standar error dari

    perbedaan mean dari kedua sampel (Imam Ghozali, 2009:60).

    Pada prinsipnya, tujuan uji t dua sampel ini adalah ingin mengetahui

    apakah ada perbedaan mean antara dua populasi, dengan melihat mean dua

    sampelnya (Singgih Santoso, 2014:248). Uji t dua sampel dilakukan dalam dua

    tahapan; tahapan pertama adalah menguji apakah varians dari dua populasi bisa

    dianggap sama atau tidak melalui nilai levene test.

  • 41

    Selanjutnya dilakukan pengujian untuk melihat nilai t-test untuk

    menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata rata secara signifikan atau

    tidak (Imam Ghozali, 2009:61). Pada dasarnya, uji t mensyaratkan adanya

    kesamaan varians dari dua populasi yang diuji (Singgih Santoso, 2014:61).

    Menurut Singgih Santoso (2014: 253), dasar pengambilan keputusan

    adalah sebagai berikut:

    1) Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima, atau Ha ditolak. Ini

    berarti, tidak terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara

    eksternal auditor dan internal auditor terhadap efektivitas red flags

    untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.

    2) Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak, atau Ha diterima. Jika ini

    terjadi, berarti terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara

    eksternal auditor dan internal auditor terhadap efektivitas red flags

    untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.

  • 42

    E. Operasionalisasi Variabel Penelitian

    Pada sub-bab ini akan diuraikan definisi dari masing masing variabel yang

    digunakan, berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

    1. Persepsi Auditor

    a. Persepsi Eksternal Auditor

    Mahmud (1990) dalam Rukmawati dan Chariri (2011) mengungkapkan

    bahwa persepsi merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan

    penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi

    sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau

    kelompok.

    Robbins (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana

    individu mengatur dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka, guna

    memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sama halnya dengan ketika

    auditor baik itu independen maupun internal, mereka dapat memiliki

    persepsi yang sama atau berbeda terhadap beberapa jenis metode deteksi

    kecurangan, bahkan walaupun metode yang digunakan sama persis, pasti

    akan terjadi perbedaan persepsi atas tingkat efektivitas metode tersebut.

    Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu

    auditor eksternal yang bekerja baik itu di KAP dan BPK Pusat yang

    berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari

    Moyes dan Faizal (2013).

  • 43

    b. Persepsi Internal Auditor

    Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa walaupun auditor eksternal

    dan internal menggunakan metode deteksi kecurangan yang sama, yaitu

    metode red flags, persepsi yang dimiliki auditor tersebut bisa saja sama atau

    berbeda. Persamaan persepsi bisa terjadi karena ruang lingkup pekerjaan

    yang tidak jauh berbeda, dimana auditor eksternal sebagai pihak

    independen bertanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan.

    Sementara, auditor internal sebagai pihak yang bertanggungjawab

    untuk mengawasi pengendalian internal dalam perusahaannya. Namun,

    perbedaan persepsi juga sangat mungkin terjadi di tingkat efektivitas setiap

    metode, karena auditor eksternal dan internal memiliki pertimbangannya

    masing masing, dan pertimbangan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,

    diantaranya insting, pengalaman, kondisi perusahaan, dan lain lain.

    Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu

    auditor internal yang bekerja baik itu di BUMN dan BPKP Pusat yang

    berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari

    Moyes dan Faizal (2013).

    2. Efektivitas Red Flags

    Analisis mengenai red flags pasti akan dikaitkan dengan pemahaman

    mengenai fraud. Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa auditor dan

    investigator menggunakan tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau

    indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan.

  • 44

    Red flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau

    berbeda dengan keadaan normal. Variabel efektivitas red flags dalam penelitian

    ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes

    dan Faizal (2013) dan instrumen terbaru yang dikembangkan oleh Omar (2010).

    Variabel ini kemudian diukur dengan menggunakan skala interval (Likert) yang

    terdiri atas 5 poin, dimulai dari sangat tidak efektif (1), tidak efektif (2), netral

    (3), efektif (4) dan sangat efektif (5).

    a. Opportunity (Kesempatan/Peluang)

    Tuanakotta (2013:46) mendefinisikan opportunity atau kesempatan

    sebagai peluang untuk melakukan kecurangan seperti yang dipersepsikan

    pelaku kecurangan. Lister (2007: 63) mendefinisikan kesempatan sebagai

    bahan bakar yang terus membuat api atau dengan kata lain, walaupun

    individu memiliki tekanan dalam dirinya untuk melakukan fraud, itu tidak

    akan bisa dilakukan jika tidak ada kesempatan.

    Contoh opportunity yang membuat fraud bisa terjadi misalnya;

    tingginya tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan

    penting di perusahaan, atau pemisahan tugas yang tidak memadai, atau

    transaksi yang sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen.

    Opportunity diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan

    oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert

    1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak

    efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.

  • 45

    b. Pressure (Tekanan/Insentif)

    Pressure atau tekanan yang dirasakan pelaku kecurangan yang

    dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat diceritakannya

    kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs), maka dari itu

    si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal seperti

    menyalahgunakan aset perusahaan atau melakukan salah saji yang

    disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah

    keuangannya. Lister (2007:63) juga mendefinisikan pressure sebagai

    sumber panas untuk api namun tidak berarti karena ada tekanan dalam

    diri seseorang, lantas orang tersebut akan melakukan fraud.

    Dalam penelitian ini, pressure diukur dengan menggunakan instrumen

    yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan

    skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu;

    (1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat

    efektif.

    c. Rationalization (Rasionalisasi)

    Rae dan Subramaniam (2008) melihat pressure berkaitan dengan

    motivasi karyawan untuk melakukan fraud sebagai akibat dari kerakusan

    atau tekanan keuangan pribadi, sementara opportunity adalah kelemahan di

    dalam sistem yang membuat karyawan mampu memanfaatkan celah

    tersebut dan kemudian melakukan fraud, dan rasionalisasi adalah justifikasi

    dari praktik kecurangan yang dilakukannya.

  • 46

    Rasionalisasi ini akan timbut apabila karyawan tersebut tidak memiliki

    integritas atau alasan moral lainnya. Dalam penelitian ini, rationalization

    diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes

    dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5.

    Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2)

    tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.

    d. Capability (Kemampuan)

    Wolfe dan Hermanson (2004) memperkenalkan capability sebagai

    dimensi yang terbaru untuk melengkapi fraud triangle theory yang diusung

    Cressey (1953) yang sekarang dikenal dengan nama fraud diamond theory.

    Capability didefinisikan sebagai karakter pribadi dari si pelaku kecurangan,

    secara teoritis kecurangan akan lebih mudah dilakukan apabila si pelaku

    cenderung agak memaksa, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan

    memiliki kuasa untuk membuat keputusan langsung.

    Dalam penelitian ini, capability diukur dengan menggunakan instrumen

    yang dikembangkan oleh Omar (2010), dengan menggunakan skala interval

    Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat

    tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.

  • 47

    Tabel 3.1

    Operasionalisasi Variabel Penelitian

    Variabel Dimensi Indikator Butir

    Pertanyaan

    Skala

    Pengukuran

    Efektivitas

    red flags

    (Y)

    (Moyes et

    al., 2013)

    Opportunity

    (Moyes et al.,

    2013)

    Penerimaan dalam kas

    perusahaan

    1 Interval

    Pengawasan terhadap

    pengendalian internal

    2

    Pemisahan tugas 3

    Pengawasan terhadap

    aset perusahaan

    4

    Pencatatan transaksi 5

    Rekonsiliasi aset 6

    Turnover karyawan dan

    kinerja staf

    7

    Sistem otorisasi

    transaksi

    8

    Transaksi tidak biasa 9

    Karakteristik

    persediaan

    10

    Pressure

    (Moyes et al.,

    2013)

    Regulasi baru 1 Interval

    Kompensasi

    manajamen

    2

    Kompetisi bisnis dan

    kejenuhan pasar

    3

    Pertumbuhan dan

    profitabilitas

    perusahaan

    4

    Kemampuan margin

    perusahaan

    5

    Kebutuhan terhadap

    utang/tambahan biaya

    modal

    6

    Permintaan barang/jasa

    menurun

    7

    Kerentanan perusahaan

    terhadap kondisi

    eksternal bisnis

    8

    Penyetujuan terhadap

    utang perusahaan

    9

    Kepentingan

    manajemen terhadap

    keuangan perusahaan.

    10

  • 48

    Rationalization

    (Moyes et al.,

    2013)

    Meningkatkan harga

    saham/tren pendapatan

    1 Interval

    Perselisihan antar

    auditor

    2

    Memperbaiki margin 3

    Indikasi ketidakpuasan

    karyawan

    4

    Pendapatan terlapor 5

    Catatan pelanggaran

    hukum oleh perusahaan

    6

    Usaha pengurangan

    risiko

    7

    Dominasi manajemen 8

    Pengendalian internal 9

    Perilaku & lifestyle 10

    Capability

    (Moyes et al.,

    2013)

    Posisi dalam

    perusahaan

    1 Interval

    Mampu memanfaatkan

    pengendalian internal

    perusahaan

    2

    Ego dan kepercayaan

    diri yang besar

    3

    Kepribadian yang

    persuasive

    4

    Perilaku tidak jujur /

    menghindari auditor

    5

  • 49

    BAB IV

    PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

    A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

    1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan terhadap auditor eksternal dan internal yang bekerja

    di Kantor Akuntan Publik (KAP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan

    Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Usaha Milik Negara

    (BUMN) serta beberapa perusahaan swasta di wilayah Jakarta. Adapun auditor

    yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi manajer, supervisor, auditor

    senior, maupun auditor junior dan setingkatnya yang melaksanakan pekerjaan

    di bidang auditing.

    Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian

    secara langsung, seperti dengan cara mendatangi responden, atau via pos, serta

    secara tidak langsung melalui perantara kepada setiap responden. Penyebaran

    kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 16 April 2015 hingga 3 Mei 2015.

    Kuesioner yang disebarkan berjumlah 126 kuesioner dan jumlah kuesioner

    yang kembali adalah sebanyak 95 kuesioner atau 75.39%. Kuesioner yang tidak

    kembali sebanyak 28 buah atau 22.22%, hal ini mungkin karena waktu

    penyebaran kuesioner yang kurang tepat.