alizarin red hap2

26
ALIZARIN RED Oleh : Nama : Suminar Sundari M.H. NIM : B1J009013 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Lisa Dwi Fanesia LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN HEWAN II

Upload: raaney-hapsari

Post on 11-Dec-2014

214 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Struktur Perkembangan Hewan

TRANSCRIPT

ALIZARIN RED

Oleh :

Nama : Suminar Sundari M.H.NIM : B1J009013Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Lisa Dwi Fanesia

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2010

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alizarin Red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang

pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang

yang diwarnai oleh Alizarin Red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa

tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat

warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Proses kalsifikasi

atau terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra membran

dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran merupakan proses pembentukan

tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses

pembentukan tulang pipih. Sedangkan osifikasi endokondral yaitu proses

pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi terlebih

dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang,

misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis.

Tulang adalah jaringan ikat khusus. Dalam hal ini matriks tulang

dimineralisasi oleh garam organik, terutama kalsium fosfat. Kalsium hidroksi apatite

yang khusus membentuk kekuatan tulang dan membuat tulang menjadi kokoh.

Komponen matriks eksternal utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang

adalah garam kalsium. Proses pengendapan garam-garam kalsium terjadi secara

berangsur-angsur.

Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh. Tulang sifatnya

keras dan kaku, tetapi tulang juga mempunyai sifat elastis tertentu. Tulang membantu

rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai tempat

perlekatan dan pengungkit otot serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Rangka

tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula

spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju

pelindung.

Pembentukan tulang melalui dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung

pada matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi intra membranosa) atau melalui

penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi

endokondral). Jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah primer atau muda.

Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak lama kemudian

diganti oleh jenis tulang berlamel yang tetap, yang kemudian disebut tulang

sekunder.

Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang sangat tergantung

pada mineralisasi matriks ekstrasel. Komponen matriks ekstrasel utama berperan

dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. embrio ayam, sumber

Kalsiumnya adalah Ca-karbonat pada cangkang sedangkan pada embrio mamalia

Kalsium ditransfer dari tubuh induknya melalui plasenta.

Pada praktikum Alizarin Red kali ini, menggunakan ikan lele (Clarias

batrachus) dan ikan nilem (Ostheocilus hasselti), alasannya karena ikan Lele dan

Ikan Nilem mempunyai struktur tulang yang mudah diamati sehingga mempermudah

untuk mengetahui jenis-jenis tulang dalam ikan tersebut.

B. Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengerjakan prosedur pewarnaan Alizarin

Red dan mengamati proses kalsifikasi tulang pada ikan lele (Clarias batrachus).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis tulang yang terdapat dalam ikan lele menurut Radiopoetro (1986) yaitu

vertebrae, tulang rusuk, tulang cranial, tulang penyokong sirip caudal, tulang anal,

tulang dorsal dan tulang pectoral. Tulang merupakan hasil perkembangan dari

kartilago atau lanjutan dari sel-sel mesenkim embrional (membran tulang). Kartilago

dan sel-sel mesenkim embrional tersebut diproduksi oleh sel-sel tulang (osteoblast).

Tulang dilapisi oleh fibrous periosteum. Subtansi mineralnya disimpan dalam lapisan

tipis atau lamela. Lamela-lamela bentuk silindris membentuk sistem-sistem haversi,

yang bagian tengahnya terdapat Canal Haversi. Matriks tulang mengandung unsur-

unsur yang sama seperti dengan jaringan penyambung lainnya serat-serat dan bahan

dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblas disebut osifikasi dan pengendapan

garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu

proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan

penyambungan lain seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah.

Osifikasi intra membranosa, bersumber hampir semua tulang pipih, disebut

demikian karena berlangsung di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim.

Tulang frontal dan parietal tengkorak, selain bagian osifital dan temporal dan

mandibula serta maksila dibentuk melalui osifikasi intra membranosa juga mengatur

pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang-tulang panjang. Penulangan

endokondral terjadi setelah peletakan matriks tulang, bertumbuh lagi bila diperlukan.

Model tulang rawan awal, semua dibungkus oleh perikondrium akan membesar

melalui pertumbuhan intertisial dan pertumbuhan aposisional.

Pewarnaan alizarin red ini digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi

pada tulang ikan lele. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan

berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini

muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh Kalsium pada matriks tulang

(Jasin, 1989). Teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna alizarin red. Bagian

dalam modifikasi yang berwarna merah, seperti tulang cranial, tulang dorsal, tulang

anal, tulang pectoral, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal

(Sukra, 2000).

III. MATERI DAN METODE

A.Materi

Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah alat bedah,

mangkuk, tempat spesimen berupa 8 botol air mineral 330 ml, dan pipet tetes.

Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah ikan nilem yang

masih kecil, larutan alkohol 95%, larutan pewarna Alizarin Red; larutan penjernih A

(gliserin 20 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 77 bagian); larutan penjernih B

(gliserin 50 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 47 bagian); larutan penjernih

C(gliserin 75 bagian + akuades 25 bagian); larutan KOH 1%; larutan gliserin murni;

dan akuades.

B.Metode

1. Ikan lele diletakkan di mangkuk.

2. Ikan lele diletakkan di dalam mangkuk yang berisi air es, supaya ikan mati.

3. Ikan lele kemudian dimasukkan ke dalam cup yang telah diisi larutan alkohol

95%. Rendam ikan lele dalam larutan alkohol 95% ini selama kurang lebih 12

jam.

4. Larutan alkohol dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan aquades

selama 10 menit.

5. Larutan aquades dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH 1

% dan dibiarkan selama 12 jam hingga otot menjadi transparan.

6. Larutan KOH 1% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan

alizarin red hingga skelet berwarna merah tua selama 12 jam.

7. Larutan alizarin red dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH

2 % selama 6 jam.

8. Larutan KOH 2% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan

penjernih A, B, C, masing-masing selama 3 jam.

9. Ikan diamati bagian yang mengalami kalsifikasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

A B C

D E F

G H I

Keterangan :A. Gambar ikan dimatikan dalam air esB. Gambar ikan setelah dimasukkan alkohol 95%C. Gambar ikan setelah dimasukkan aquadesD. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 1%E. Gambar ikan setelah dimasukkan Alizarin RedF. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 2%G. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih AH. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih B

I. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih CJ. Gambar ikan tulang yang terwarnai

Gambar 1. (I) Tulang Ikan Nilem Yang Terwarnai (Skematis)

Tabel 1. Data Pengamatan Tulang Yang Terkalsifikasi Rombongan IV

No Kelompok Jenis Ikan Tulang Yang Terwarnai

1 I Nilem

Cranial, vertebrae, tulang rusuk, tulang

penyokong sirip ekor, tulang rongga mata, sirip

ekor.

2 II Lele

Cranial, vertebrae, tulang rusuk, sirip dorsal dan

dorsal, sirip anal, tulang penyokong sirip caudal,

sirip caudal, sirip pectoral.

3 III NilemVertebrae, tulang rusuk, carnial, tulang

penyokong

4 IV LeleCrania, sirip ekor dan sirip caudal, tulang rusuk,

tulang rongga mata, tulang belakang.

5 V NilemTulang rusuk, vertebrae, tulang penyokong sirip

ekor.

B. Pembahasan

Tulang merupakan komponen utama dalam kerangka tubuh. Tulang merupakan

bentuk khusus dari jaringan penyambung padat, tulang membantu rangka tubuh

dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai perlekatan otot serta

penyokong tubuh melawan gravitasi (Subowo, 1992).

Pembentukan tulang terjadi dengan dua cara. Cara pertama yaitu osifikasi intra

membran (membranous) di mana tulang terbentuk melalui konversi langsung dari

jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang. Atau dapat dikatakan pembentukan

tulang dengan jalan transformasi jaringan pengikat fibrosa. Cara yang kedua yaitu

osifikasi endokondral, yakni pembentukan tulang di mana sel-sel mesenkim

berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah

menjadi jaringan tulang (Junquiera and Carneiro, 1982).

Tulang adalah satu fitur kunci yang dapat mengetahui evolusi hewan

bertulang belakang, fitur ini diperoleh dari rangka atau ukuran tulang yang

mengalami perubahan pada ukuran, dimensi keseluruhan dari satu tulang dan bentuk

tulang (Kimmel, 2005).

Pada praktikum kali ini preparat yang digunakan adalah Ikan Lele (Clarias

batrachus), klasifikasi ikan lele menurut Junquiera and Carneiro (1982) adalah:

Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa

Phyllum : Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata

Klas : Pisces

Sub-klas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidea

Familia : Clariidae

Genus : Clarias

Species : Clarias batrachus

Larutan yang digunakan dalam pewarnaan alizarin red adalah larutan alkohol

95%, larutan KOH 1%, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B, dan C.

Larutan alkohol 95% berfungsi sebagai fiksatif. Larutan ini digunakan untuk

merendam ikan lele selama 12 jam. Larutan KOH 1% digunakan untuk merendam

ikan lele selama 12 jam setelah ikan lele direndam dalam larutan alkohol 95% selama

12 jam. Ikan lele dibiarkan dalam larutan ini hingga otot menjadi transparan dan

skeletonnya terlihat jelas. Larutan alizarin red berfungsi untuk merendam ikan lele

selama 12 jam setelah ikan lele direndam larutan KOH 1% hingga ikan lele berwarna

merah tua atau ungu. Larutan penjernih A, B, C berfungsi untuk mengurangi

kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak

bersih transparan. Larutan penjernih C dapat digunakan sebagai pengawet karena

mengandung gliserin dalam jumlah banyak. Larutan diganti dengan menggunakan

gliserin murni yang berfungsi sebagai fiksatif atau pengawet sehingga ikan tidak

akan mudah hancur (Soeminto, 2000).

Perlakuan pertama-tama pada pukul 08.30 Ikan Lele direndam air dingin

sampai mati dan tepat jam 09.00 Ikan Lele dimasukkan kedalam larutan alkohol 95%

untuk menetrasi sel tanpa merubah strukturnya selama 12 jam dan hasil

perubahannya warna pada ikan menjadi putih pucat, sel-selnya mati tetapi

strukturnya tetap. Perlakuan berikutnya dilakukan pemberian akuades pada pukul

21.00 untuk penetralan selama 10 menit dan hasil perubahannya warna pada ikan

nilem lebih terang dibandingkan saat setelah diberi alkohol, selanjutnya pemberian

larutan KOH 1% pada pukul 21.10 untuk mentransfarankan otot selama 12 jam dan

hasil perubahannya tubuh menjadi transparan, skeleton sudah terlihat (warna hitam)

dan sisik mulai mengelupas. Tepat pukul 09.10 dilakukan pemberian larutan alizarin

red 2% selama 12 jam dan hasil perubahannya sisik-sisik serta daging pada ikan

mengelupas dan yang tersisa hanya kepala beserta tulang lainnya, warnanya menjadi

sangat merah. Tahap selanjutnya pemberian KOH 2%, tetapi kelompok 2 tidak

menggunakan larutan KOH 2% dikarenakan kulit dan daging ikan yang sudah mulai

mengelupas, lalu kelompok 2 langsung menggunakan larutan perjernih. Hari

berikutnya tepat pukul 21.10 dibeikan larutan A selama 3 jam dan hasil

perubahannya warna merah yang berlebih menjadi berkurang dan warna dan

bentukya sama seperti sebelumnya, tulang dan skeleton menjadi semakin jelas.

Kemudian pemberian larutan B pukul 00.10 selama 3 jam dan hasil perubahannya

warna pada ikan nilem sudah semakin jernih tetapi masih ada sisa-sisa (kotoran),

selanjutnya pemberian larutan C pukul 03.10 selama 3 jam pula dan hasil

perubahannya warna ikan nilem menjadi jernih tanpa sisa-sisa kotoran daging dan

sisik yang mengelupas, tulang semakin keras karena ada sedikit bahan pengawet.

Hasil dari praktikum kelompok 2, rombongan IV, tulang yang terwarnai adalah

Cranial, Tulang Rusuk, Tulang Penyokong, Sirip Dorsal dan Dorsal, Sirip Anal,

Tulang Penyokong Sirip, Caudal, Sirip Caudal, dan Sirip Pectoral. Hasil ini sama

dengan kelompok 4 yang menggunakan preparat Ikan Lele, hanya saja preparat Ikan

Lele milik kelompok 4 sudah hancur, hal ini disebabkan karena terlalu lamanya ikan

direndam dalam larutan KOH. Hasil dari kelompok lain seperti kelompok 1,

kelompok 3 dan kelompok 5, yang menggunakan Ikan Nilem (Ostheocilus hasselti)

adalah sama, beberapa tulang seperti Tulang Rusuk, Vertebrae, dan Tulang

Penyokong sudah tampak.

Praktikum kali ini diperoleh hasil sesuai dengan standard karena hasilnya

hampir semua tulang yang terwarnai dari beberapa kelompok. Tulang yang terwarnai

pada ikan lele adalah tulang cranial, vertebrate, tulang rusuk dan penyokong ekor.

Pengamatan ikan terdapat ikan yang tidak utuh atau tinggal tulangnya saja, ini

disebabkan beberapa hal yaitu, pada saat perendaman di larutan KOH terlalu lama

yang mengakibatkan kulit dan daging ikan terkelupas dari tubuh ikan. Kebanyakan

pada ikan nilem hanya tinggal tulangnya saja ini dimungkinkan dalam perlakuan ikan

terlalu lama direndam dengan alkohol sehingga dagingnya menjadi lunak.

Perendaman dengan KOH pun kemungkinan terlalu lama sehingga daging yang

seharusnya transparan justru menjadi hancur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kalsifikasi : makanan yang berpengaruh

dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya berlaku terhadap cukupnya persediaan

dan tersedianya mineral-mineral seperti kalsium dan fosfor yang merupakan

komponen-komponen anorganik utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor

dalam makanan mengakibatjkan pelanggaran dan kerapuhan tulang. Saat situasi

dimana kalsium cukup tetapi vitamin D kurang terjadilah gangguan dalam

penyerapan mineral. Kalsitonin, hormon paratiroid dan vitamin D yang

bertanggungjawab terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal yang akan

mempengaruhi proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel

folikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam menurunkan

kadar kalsium darah yang menghambat resorpsi tulang sehingga mempengaruhi

proses kalsifikasi (Jasin, 1989).

Jika matriks dan sel sudah terbentuk, jaringan mengalami kalsifikasi

( pengapuran), yaitu mineral diendapkan dalam bentuk hidroksi apatit (Ca3[PO4]2)3-

Ca(OH)2. Disamping itu, mineral tulang juga dapat mengandung kation-kation lain

seperti natrium, magnesium, karbonat dan sitrat. Mekanisme pengendapan garam-

garam tulang tidak diketahui, meskipun banyak teori telah dikembangkan untuk

menerangkan prosesnya. Kesulitan utama untuk menerangkan bagaimana tulang dan

unsure-unsur lain bermineralisasi. Kenyataan bahwa cara sebenarnya untuk

mentranspor mineral-mineral itu dari cairan jaringan ke matriks yang mengalami

mineralisasi itu, sampai sekarang belum terungkap (Junquiera dan Carneiro, 1982).

Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-jaringan

penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh

osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini

disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi

dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan dan

dinding pembuluh darah. Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah

itu disebut osteoid (Bevelander & Ramelay, 1988).

Tulang itu terbentuk di bawah pengaruh kegiatan osteoblas dalam tahap

pembentukan matriks dan mineralisasi. Pembentukan matriks melibatkan biosintesa

dari kolagen-kolagen dan dari proteoglikan (glikoprotein) dari bahan dasar.

Mineralisasi melibatkan pengendapan suatu trikalsium fosfat amorf yang perlahan-

lahan diubah menjadi hidroksi apatit kristalin. Osteoblas tampaknya membentuk

suatu pagar rintangan antara permukaan tulang yang sedang berkembang dengan

jaringan penyambung dan pembuluh-pembuluh darah sumsum. Berbatasan dengan

osteoblas itu terdapat suatu lapisan matriks yang tidak termineralisasi (lapisan

osteid), yang terpisah dari tulang yang termineralisasi, yang dikenal sebagai medan

mineralisasi. Serat-serat retikulertelah ditambahkan pada matriksnya dari mesenkima

sekitarnya untuk melahirkan apa yang disebut serat-serat osteogen di mana kemudian

terjadi kalsifikasi (pengapuran).

Menurut Huffman (2007), tulang merupakan jaringan vaskuler unik yang

mengalami mineralisasi sebagai bagian dari proses perkembangannya. Mineral pada

tulang memiliki peran penting terhadap fungsi tulang belakang, termasuk

menyokong struktural, penyimpanan reversibel kalsium dan fosfor, dan tempat

menyimpan kandungan logam dan karbon. Jaringan tulang terdiri dari :

Osteoblast : memproduksi dan memineralisasi tulang baru.

Osteoclast : tempat penyimpanan tulang.

Osteocytes : Osteoblast dewasa yang menjaga viabilitas tulang

Objek dari studi ini adalah untuk menandai sel tulang tumbuh di dua media

kultur, dan untuk menentukan konsentrasi yang efektif tentang OP-1 di pertumbuhan

dari sel osteo-1. Sel tulang tikus yang subcultured (osteo-1) tumbuh di Eagle’s

dimodifikasi-alfa yang minimal medium penting (a-MEM) dan medium Eagle’s

Dulbecco’s yang dimodifikasi (DMEM) dan isi total protein, aktivitas phosphatase

yang bersifat alkali dan pembentukan bongkol mineral yang kecil-kecil dievaluasi

setelah 7, 14 dan 21 hari. Sel diunjukkan ke konsentrasi yang berbeda tentang rhOP-

1 untuk 1, 3, 5 dan 7 hari dan yang dibandingkan dengan kendali yang tidak

diperlakukan. Osteo-1 sel yang diperkenalkan suatu peningkatan yang signifikan

pada aktivitas phosphatase yang bersifat alkali diamati pada 21 hari (Togashi et al.

2007).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Proses pembentukan tulang melalui dua cara yaitu osifikasi intra membrane dan

osifikasi endokondral.

2. Pewarnaan Alizarin Red digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada

tulang ikan lele.

3. Ikan yang digunakan dalam praktikum ini telah mengalami kalsifikasi dengan

adanya warna merah tua pada ikan yang telah diberi pewarnaan Alizarin Red.

4. Berdasarkan hasil percobaan, tulang yang telah mengalami kalsifikasi yaitu

tulang cranial, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal.

B. Saran

Praktikum alizarin red menggunakan ikan cukup sulit karena praktikum ini

pertama kali dilakukan oleh angkatan kami, bahkan tidak dilakukan oleh angkatan di

atas kami, maka dari itu hendaknya para asisten lebih memberi pengarahan agar

praktikan tidak kebingungan dalam mengerjakan laporan.

DAFTAR REFERENSI

Djuhanda, T. 1982. Anatomi Perbandingan Vertebrata 1. Armico : Bandung.

Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.

Huffman, et al. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with mineralization within Biomineralization Foci. The journal of biological chemistry. Vol. 282, No .36, Pp. 26002–26013.

Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya.

Jessop, N.M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd, Singapore.

Junquiera, L. C. and J. Carneiro. 1982. Histologi Dasar Edisi 3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Karyadi, B, dkk. 2008. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. UNIB, Bengkulu.

Kimmel, C.B, et al. 2005. Evolution and Development of Facial Bone Morphology In Threespine Sticklebacks. Institut of Neuroscience and Center for Ecology and Evolutionary Biology, Univercity of Oregon, Eugene OR 97403, Vol 102, No 16, 5791-5796.

Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New Delhi.

Radipoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Storer, et al. 1978. General Zoology. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New York.

Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara , Jakarta.

Sukra, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Seominto. 2002. Biologi Perkembangan. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Yatim, W. 1983. Embryology. Tarsito, Bandung.