alizarin red hap2
DESCRIPTION
Struktur Perkembangan HewanTRANSCRIPT
ALIZARIN RED
Oleh :
Nama : Suminar Sundari M.H.NIM : B1J009013Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Lisa Dwi Fanesia
LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alizarin Red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang
pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang
yang diwarnai oleh Alizarin Red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa
tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat
warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Proses kalsifikasi
atau terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra membran
dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran merupakan proses pembentukan
tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses
pembentukan tulang pipih. Sedangkan osifikasi endokondral yaitu proses
pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi terlebih
dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang,
misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis.
Tulang adalah jaringan ikat khusus. Dalam hal ini matriks tulang
dimineralisasi oleh garam organik, terutama kalsium fosfat. Kalsium hidroksi apatite
yang khusus membentuk kekuatan tulang dan membuat tulang menjadi kokoh.
Komponen matriks eksternal utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang
adalah garam kalsium. Proses pengendapan garam-garam kalsium terjadi secara
berangsur-angsur.
Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh. Tulang sifatnya
keras dan kaku, tetapi tulang juga mempunyai sifat elastis tertentu. Tulang membantu
rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai tempat
perlekatan dan pengungkit otot serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Rangka
tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula
spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju
pelindung.
Pembentukan tulang melalui dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung
pada matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi intra membranosa) atau melalui
penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi
endokondral). Jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah primer atau muda.
Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak lama kemudian
diganti oleh jenis tulang berlamel yang tetap, yang kemudian disebut tulang
sekunder.
Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang sangat tergantung
pada mineralisasi matriks ekstrasel. Komponen matriks ekstrasel utama berperan
dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. embrio ayam, sumber
Kalsiumnya adalah Ca-karbonat pada cangkang sedangkan pada embrio mamalia
Kalsium ditransfer dari tubuh induknya melalui plasenta.
Pada praktikum Alizarin Red kali ini, menggunakan ikan lele (Clarias
batrachus) dan ikan nilem (Ostheocilus hasselti), alasannya karena ikan Lele dan
Ikan Nilem mempunyai struktur tulang yang mudah diamati sehingga mempermudah
untuk mengetahui jenis-jenis tulang dalam ikan tersebut.
B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengerjakan prosedur pewarnaan Alizarin
Red dan mengamati proses kalsifikasi tulang pada ikan lele (Clarias batrachus).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jenis tulang yang terdapat dalam ikan lele menurut Radiopoetro (1986) yaitu
vertebrae, tulang rusuk, tulang cranial, tulang penyokong sirip caudal, tulang anal,
tulang dorsal dan tulang pectoral. Tulang merupakan hasil perkembangan dari
kartilago atau lanjutan dari sel-sel mesenkim embrional (membran tulang). Kartilago
dan sel-sel mesenkim embrional tersebut diproduksi oleh sel-sel tulang (osteoblast).
Tulang dilapisi oleh fibrous periosteum. Subtansi mineralnya disimpan dalam lapisan
tipis atau lamela. Lamela-lamela bentuk silindris membentuk sistem-sistem haversi,
yang bagian tengahnya terdapat Canal Haversi. Matriks tulang mengandung unsur-
unsur yang sama seperti dengan jaringan penyambung lainnya serat-serat dan bahan
dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblas disebut osifikasi dan pengendapan
garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu
proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan
penyambungan lain seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah.
Osifikasi intra membranosa, bersumber hampir semua tulang pipih, disebut
demikian karena berlangsung di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim.
Tulang frontal dan parietal tengkorak, selain bagian osifital dan temporal dan
mandibula serta maksila dibentuk melalui osifikasi intra membranosa juga mengatur
pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang-tulang panjang. Penulangan
endokondral terjadi setelah peletakan matriks tulang, bertumbuh lagi bila diperlukan.
Model tulang rawan awal, semua dibungkus oleh perikondrium akan membesar
melalui pertumbuhan intertisial dan pertumbuhan aposisional.
Pewarnaan alizarin red ini digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi
pada tulang ikan lele. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan
berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini
muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh Kalsium pada matriks tulang
(Jasin, 1989). Teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna alizarin red. Bagian
dalam modifikasi yang berwarna merah, seperti tulang cranial, tulang dorsal, tulang
anal, tulang pectoral, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal
(Sukra, 2000).
III. MATERI DAN METODE
A.Materi
Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah alat bedah,
mangkuk, tempat spesimen berupa 8 botol air mineral 330 ml, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah ikan nilem yang
masih kecil, larutan alkohol 95%, larutan pewarna Alizarin Red; larutan penjernih A
(gliserin 20 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 77 bagian); larutan penjernih B
(gliserin 50 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 47 bagian); larutan penjernih
C(gliserin 75 bagian + akuades 25 bagian); larutan KOH 1%; larutan gliserin murni;
dan akuades.
B.Metode
1. Ikan lele diletakkan di mangkuk.
2. Ikan lele diletakkan di dalam mangkuk yang berisi air es, supaya ikan mati.
3. Ikan lele kemudian dimasukkan ke dalam cup yang telah diisi larutan alkohol
95%. Rendam ikan lele dalam larutan alkohol 95% ini selama kurang lebih 12
jam.
4. Larutan alkohol dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan aquades
selama 10 menit.
5. Larutan aquades dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH 1
% dan dibiarkan selama 12 jam hingga otot menjadi transparan.
6. Larutan KOH 1% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan
alizarin red hingga skelet berwarna merah tua selama 12 jam.
7. Larutan alizarin red dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH
2 % selama 6 jam.
8. Larutan KOH 2% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan
penjernih A, B, C, masing-masing selama 3 jam.
9. Ikan diamati bagian yang mengalami kalsifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
A B C
D E F
G H I
Keterangan :A. Gambar ikan dimatikan dalam air esB. Gambar ikan setelah dimasukkan alkohol 95%C. Gambar ikan setelah dimasukkan aquadesD. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 1%E. Gambar ikan setelah dimasukkan Alizarin RedF. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 2%G. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih AH. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih B
I. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih CJ. Gambar ikan tulang yang terwarnai
Gambar 1. (I) Tulang Ikan Nilem Yang Terwarnai (Skematis)
Tabel 1. Data Pengamatan Tulang Yang Terkalsifikasi Rombongan IV
No Kelompok Jenis Ikan Tulang Yang Terwarnai
1 I Nilem
Cranial, vertebrae, tulang rusuk, tulang
penyokong sirip ekor, tulang rongga mata, sirip
ekor.
2 II Lele
Cranial, vertebrae, tulang rusuk, sirip dorsal dan
dorsal, sirip anal, tulang penyokong sirip caudal,
sirip caudal, sirip pectoral.
3 III NilemVertebrae, tulang rusuk, carnial, tulang
penyokong
4 IV LeleCrania, sirip ekor dan sirip caudal, tulang rusuk,
tulang rongga mata, tulang belakang.
5 V NilemTulang rusuk, vertebrae, tulang penyokong sirip
ekor.
B. Pembahasan
Tulang merupakan komponen utama dalam kerangka tubuh. Tulang merupakan
bentuk khusus dari jaringan penyambung padat, tulang membantu rangka tubuh
dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai perlekatan otot serta
penyokong tubuh melawan gravitasi (Subowo, 1992).
Pembentukan tulang terjadi dengan dua cara. Cara pertama yaitu osifikasi intra
membran (membranous) di mana tulang terbentuk melalui konversi langsung dari
jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang. Atau dapat dikatakan pembentukan
tulang dengan jalan transformasi jaringan pengikat fibrosa. Cara yang kedua yaitu
osifikasi endokondral, yakni pembentukan tulang di mana sel-sel mesenkim
berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah
menjadi jaringan tulang (Junquiera and Carneiro, 1982).
Tulang adalah satu fitur kunci yang dapat mengetahui evolusi hewan
bertulang belakang, fitur ini diperoleh dari rangka atau ukuran tulang yang
mengalami perubahan pada ukuran, dimensi keseluruhan dari satu tulang dan bentuk
tulang (Kimmel, 2005).
Pada praktikum kali ini preparat yang digunakan adalah Ikan Lele (Clarias
batrachus), klasifikasi ikan lele menurut Junquiera and Carneiro (1982) adalah:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias batrachus
Larutan yang digunakan dalam pewarnaan alizarin red adalah larutan alkohol
95%, larutan KOH 1%, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B, dan C.
Larutan alkohol 95% berfungsi sebagai fiksatif. Larutan ini digunakan untuk
merendam ikan lele selama 12 jam. Larutan KOH 1% digunakan untuk merendam
ikan lele selama 12 jam setelah ikan lele direndam dalam larutan alkohol 95% selama
12 jam. Ikan lele dibiarkan dalam larutan ini hingga otot menjadi transparan dan
skeletonnya terlihat jelas. Larutan alizarin red berfungsi untuk merendam ikan lele
selama 12 jam setelah ikan lele direndam larutan KOH 1% hingga ikan lele berwarna
merah tua atau ungu. Larutan penjernih A, B, C berfungsi untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak
bersih transparan. Larutan penjernih C dapat digunakan sebagai pengawet karena
mengandung gliserin dalam jumlah banyak. Larutan diganti dengan menggunakan
gliserin murni yang berfungsi sebagai fiksatif atau pengawet sehingga ikan tidak
akan mudah hancur (Soeminto, 2000).
Perlakuan pertama-tama pada pukul 08.30 Ikan Lele direndam air dingin
sampai mati dan tepat jam 09.00 Ikan Lele dimasukkan kedalam larutan alkohol 95%
untuk menetrasi sel tanpa merubah strukturnya selama 12 jam dan hasil
perubahannya warna pada ikan menjadi putih pucat, sel-selnya mati tetapi
strukturnya tetap. Perlakuan berikutnya dilakukan pemberian akuades pada pukul
21.00 untuk penetralan selama 10 menit dan hasil perubahannya warna pada ikan
nilem lebih terang dibandingkan saat setelah diberi alkohol, selanjutnya pemberian
larutan KOH 1% pada pukul 21.10 untuk mentransfarankan otot selama 12 jam dan
hasil perubahannya tubuh menjadi transparan, skeleton sudah terlihat (warna hitam)
dan sisik mulai mengelupas. Tepat pukul 09.10 dilakukan pemberian larutan alizarin
red 2% selama 12 jam dan hasil perubahannya sisik-sisik serta daging pada ikan
mengelupas dan yang tersisa hanya kepala beserta tulang lainnya, warnanya menjadi
sangat merah. Tahap selanjutnya pemberian KOH 2%, tetapi kelompok 2 tidak
menggunakan larutan KOH 2% dikarenakan kulit dan daging ikan yang sudah mulai
mengelupas, lalu kelompok 2 langsung menggunakan larutan perjernih. Hari
berikutnya tepat pukul 21.10 dibeikan larutan A selama 3 jam dan hasil
perubahannya warna merah yang berlebih menjadi berkurang dan warna dan
bentukya sama seperti sebelumnya, tulang dan skeleton menjadi semakin jelas.
Kemudian pemberian larutan B pukul 00.10 selama 3 jam dan hasil perubahannya
warna pada ikan nilem sudah semakin jernih tetapi masih ada sisa-sisa (kotoran),
selanjutnya pemberian larutan C pukul 03.10 selama 3 jam pula dan hasil
perubahannya warna ikan nilem menjadi jernih tanpa sisa-sisa kotoran daging dan
sisik yang mengelupas, tulang semakin keras karena ada sedikit bahan pengawet.
Hasil dari praktikum kelompok 2, rombongan IV, tulang yang terwarnai adalah
Cranial, Tulang Rusuk, Tulang Penyokong, Sirip Dorsal dan Dorsal, Sirip Anal,
Tulang Penyokong Sirip, Caudal, Sirip Caudal, dan Sirip Pectoral. Hasil ini sama
dengan kelompok 4 yang menggunakan preparat Ikan Lele, hanya saja preparat Ikan
Lele milik kelompok 4 sudah hancur, hal ini disebabkan karena terlalu lamanya ikan
direndam dalam larutan KOH. Hasil dari kelompok lain seperti kelompok 1,
kelompok 3 dan kelompok 5, yang menggunakan Ikan Nilem (Ostheocilus hasselti)
adalah sama, beberapa tulang seperti Tulang Rusuk, Vertebrae, dan Tulang
Penyokong sudah tampak.
Praktikum kali ini diperoleh hasil sesuai dengan standard karena hasilnya
hampir semua tulang yang terwarnai dari beberapa kelompok. Tulang yang terwarnai
pada ikan lele adalah tulang cranial, vertebrate, tulang rusuk dan penyokong ekor.
Pengamatan ikan terdapat ikan yang tidak utuh atau tinggal tulangnya saja, ini
disebabkan beberapa hal yaitu, pada saat perendaman di larutan KOH terlalu lama
yang mengakibatkan kulit dan daging ikan terkelupas dari tubuh ikan. Kebanyakan
pada ikan nilem hanya tinggal tulangnya saja ini dimungkinkan dalam perlakuan ikan
terlalu lama direndam dengan alkohol sehingga dagingnya menjadi lunak.
Perendaman dengan KOH pun kemungkinan terlalu lama sehingga daging yang
seharusnya transparan justru menjadi hancur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kalsifikasi : makanan yang berpengaruh
dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya berlaku terhadap cukupnya persediaan
dan tersedianya mineral-mineral seperti kalsium dan fosfor yang merupakan
komponen-komponen anorganik utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor
dalam makanan mengakibatjkan pelanggaran dan kerapuhan tulang. Saat situasi
dimana kalsium cukup tetapi vitamin D kurang terjadilah gangguan dalam
penyerapan mineral. Kalsitonin, hormon paratiroid dan vitamin D yang
bertanggungjawab terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal yang akan
mempengaruhi proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel
folikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam menurunkan
kadar kalsium darah yang menghambat resorpsi tulang sehingga mempengaruhi
proses kalsifikasi (Jasin, 1989).
Jika matriks dan sel sudah terbentuk, jaringan mengalami kalsifikasi
( pengapuran), yaitu mineral diendapkan dalam bentuk hidroksi apatit (Ca3[PO4]2)3-
Ca(OH)2. Disamping itu, mineral tulang juga dapat mengandung kation-kation lain
seperti natrium, magnesium, karbonat dan sitrat. Mekanisme pengendapan garam-
garam tulang tidak diketahui, meskipun banyak teori telah dikembangkan untuk
menerangkan prosesnya. Kesulitan utama untuk menerangkan bagaimana tulang dan
unsure-unsur lain bermineralisasi. Kenyataan bahwa cara sebenarnya untuk
mentranspor mineral-mineral itu dari cairan jaringan ke matriks yang mengalami
mineralisasi itu, sampai sekarang belum terungkap (Junquiera dan Carneiro, 1982).
Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-jaringan
penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh
osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini
disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi
dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan dan
dinding pembuluh darah. Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah
itu disebut osteoid (Bevelander & Ramelay, 1988).
Tulang itu terbentuk di bawah pengaruh kegiatan osteoblas dalam tahap
pembentukan matriks dan mineralisasi. Pembentukan matriks melibatkan biosintesa
dari kolagen-kolagen dan dari proteoglikan (glikoprotein) dari bahan dasar.
Mineralisasi melibatkan pengendapan suatu trikalsium fosfat amorf yang perlahan-
lahan diubah menjadi hidroksi apatit kristalin. Osteoblas tampaknya membentuk
suatu pagar rintangan antara permukaan tulang yang sedang berkembang dengan
jaringan penyambung dan pembuluh-pembuluh darah sumsum. Berbatasan dengan
osteoblas itu terdapat suatu lapisan matriks yang tidak termineralisasi (lapisan
osteid), yang terpisah dari tulang yang termineralisasi, yang dikenal sebagai medan
mineralisasi. Serat-serat retikulertelah ditambahkan pada matriksnya dari mesenkima
sekitarnya untuk melahirkan apa yang disebut serat-serat osteogen di mana kemudian
terjadi kalsifikasi (pengapuran).
Menurut Huffman (2007), tulang merupakan jaringan vaskuler unik yang
mengalami mineralisasi sebagai bagian dari proses perkembangannya. Mineral pada
tulang memiliki peran penting terhadap fungsi tulang belakang, termasuk
menyokong struktural, penyimpanan reversibel kalsium dan fosfor, dan tempat
menyimpan kandungan logam dan karbon. Jaringan tulang terdiri dari :
Osteoblast : memproduksi dan memineralisasi tulang baru.
Osteoclast : tempat penyimpanan tulang.
Osteocytes : Osteoblast dewasa yang menjaga viabilitas tulang
Objek dari studi ini adalah untuk menandai sel tulang tumbuh di dua media
kultur, dan untuk menentukan konsentrasi yang efektif tentang OP-1 di pertumbuhan
dari sel osteo-1. Sel tulang tikus yang subcultured (osteo-1) tumbuh di Eagle’s
dimodifikasi-alfa yang minimal medium penting (a-MEM) dan medium Eagle’s
Dulbecco’s yang dimodifikasi (DMEM) dan isi total protein, aktivitas phosphatase
yang bersifat alkali dan pembentukan bongkol mineral yang kecil-kecil dievaluasi
setelah 7, 14 dan 21 hari. Sel diunjukkan ke konsentrasi yang berbeda tentang rhOP-
1 untuk 1, 3, 5 dan 7 hari dan yang dibandingkan dengan kendali yang tidak
diperlakukan. Osteo-1 sel yang diperkenalkan suatu peningkatan yang signifikan
pada aktivitas phosphatase yang bersifat alkali diamati pada 21 hari (Togashi et al.
2007).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pembentukan tulang melalui dua cara yaitu osifikasi intra membrane dan
osifikasi endokondral.
2. Pewarnaan Alizarin Red digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada
tulang ikan lele.
3. Ikan yang digunakan dalam praktikum ini telah mengalami kalsifikasi dengan
adanya warna merah tua pada ikan yang telah diberi pewarnaan Alizarin Red.
4. Berdasarkan hasil percobaan, tulang yang telah mengalami kalsifikasi yaitu
tulang cranial, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal.
B. Saran
Praktikum alizarin red menggunakan ikan cukup sulit karena praktikum ini
pertama kali dilakukan oleh angkatan kami, bahkan tidak dilakukan oleh angkatan di
atas kami, maka dari itu hendaknya para asisten lebih memberi pengarahan agar
praktikan tidak kebingungan dalam mengerjakan laporan.
DAFTAR REFERENSI
Djuhanda, T. 1982. Anatomi Perbandingan Vertebrata 1. Armico : Bandung.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.
Huffman, et al. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with mineralization within Biomineralization Foci. The journal of biological chemistry. Vol. 282, No .36, Pp. 26002–26013.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya.
Jessop, N.M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd, Singapore.
Junquiera, L. C. and J. Carneiro. 1982. Histologi Dasar Edisi 3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Karyadi, B, dkk. 2008. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. UNIB, Bengkulu.
Kimmel, C.B, et al. 2005. Evolution and Development of Facial Bone Morphology In Threespine Sticklebacks. Institut of Neuroscience and Center for Ecology and Evolutionary Biology, Univercity of Oregon, Eugene OR 97403, Vol 102, No 16, 5791-5796.
Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New Delhi.
Radipoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Storer, et al. 1978. General Zoology. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New York.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara , Jakarta.
Sukra, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Seominto. 2002. Biologi Perkembangan. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Yatim, W. 1983. Embryology. Tarsito, Bandung.