pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

21
BAB II PEMBAHASAN Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Suryabrata (1990) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pandangan ini menunjukkan jika seseorang dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berpikir, orang tersebut akan menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Kemudian orang tersebut membentuk pendapat-pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, ia akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut. Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun

Upload: irma-safitri

Post on 21-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

BAB IIPEMBAHASAN

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila

mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.

Suryabrata (1990) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis

yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada

pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan

pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pandangan ini menunjukkan jika seseorang

dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berpikir, orang tersebut akan

menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai

pengertian-pengertian. Kemudian orang tersebut membentuk pendapat-pendapat

yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, ia akan membuat kesimpulan

yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut.

Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk

membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu

keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand).

Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah,

memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan

suatu aktivitas berpikir.

Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif. Berikut pembahasan tentang berpikir kreatif, berpikir kritis,berpikir

metakognisi, serta hubungannya.

A. Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif dan berpikir kritis merupakan perwujudan dari berpikir

tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Hal ini karena kemampuan berpikir

tersebut merupakan kompetensi kognitif tertinggi yang perlu dikuasai siswa di

kelas.

The (2003) memberi batasan bahwa berpikir kreatif (pemikiran kreatif)

adalah suatu rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan menggunakan akal

Page 2: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi

berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan pengetahuan. Pengertian ini

menunjukkan bahwa berpikir kreatif ditandai dengan penciptaan sesuatu yang

baru dari hasil berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, maupun

pengetahuan yang ada dalam pikirannya.

Evans (1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas

mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus

(kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu

menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau

melalui pemikiran analogis. Asosasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi,

berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan

menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa

berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi

yang belum dikenal sebelumnya.

Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan

ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru

tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan

(Infinite Innovation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih menfokuskan pada proses

individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide

sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian

berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari

proses berpikir tersebut. Berdasar pendapat (Ruggiero, 1998; The, 2003; Evans,

1991; Infinite Innovation Ltd, 2001), maka berpikir kreatif dapat diartikan

sebagai “suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide-

ide atau gagasan yang baru.”

Jika ingin mengetahui kemampuan berpikir kreatif seseorang maka dapat

ditunjukkan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya menghasilkan sesuatu

yang “baru”. Munandar (1999b) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam

definisinya bahwa “kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah

kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah,

dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban.”

Page 3: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin

tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu

masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat. Selain itu

jawaban harus bervariasi.

“Misalkan anak diminta memikirkan penggunaan yang tidak lazim dari benda sehari-hari. Sebagai contoh “sapu ijuk”. Jika jawaban anak menyebut: untuk memukul ayam, main kuda-kudaan, untuk membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk menyaring air, atau membuat hiasan.”

Jawaban itu menunjukkan variasi atau keberagaman. Jika ia menyebut untuk

membersihkan lantai, menyapu halaman, membersihkan langit-langit, atau

mengambil sampah, maka jawaban tersebut tidak menunjukkan variasi meskipun

banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk untuk membersihkan sesuatu. Olson

(1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif,

kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur,

yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan

kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara

lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan

gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.

Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar (1999b) tidak

menunjukan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada

sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan

gagasan yang dihasilkan.

Williams (dalam Al-Khalili, 2005) menunjukkan ciri kemampuan berpikir

kreatif yaitu :

1. Kefasihan adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau

pertanyaan dalam jumlah yang banyak.

2. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak macam

pemikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu pada jenis

pemikiran lainnya.

3. Orisionalitas adalah kemampuan untuk berpikir dengan cara baru atau

dengan ungkapan yang unik, dan kemampuan untuk menghasilkan

Page 4: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

pemikiran-pemikiran yang tidak lazim daripada pemikiran yang jelas

diketahui.

4. Elaborasi adalah kemampuan untuk menambah atau memerinci hal-hal yang

detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi.

Aspek-aspek itu banyak digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif

yang bersifat umum dan penekanannya pada produk kreatif.

Guilford (dalam The, 2003) mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif,

yaitu: pertama, setiap orang dapat kreatif sampai suatu derajat tertentu dalam

suatu cara tertentu. Kedua, kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan

yang dapat dipelajari. Jadi masing-masing orang mempunyai derajat kreativitas

yang berbeda-beda dan mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan

kreativitasnya. The (2003) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif

seseorang dapat ditingkatkan dengan memahami proses berpikir kreatifnya dan

berbagai faktor yang mempengaruhi, serta melalui latihan yang tepat. Pengertian

ini menunjukkan bahwa kemampuan kreatif seseorang bertingkat (berjenjang) dan

dapat ditingkatkan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Cara untuk

meningkatkan tersebut dengan memahami proses berpikir kreatif dan faktor-

faktornya, serta melalui latihan.

Hurlock (1999) juga mengatakan bahwa kreativitas memiliki berbagai

tingkatan seperti halnya pada tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas merupakan

perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka berpikir kreatif juga mempunyai

tingkat. Tingkat kemampuan berpikir kreatif (TKBK) di sini diartikan sebagai

suatu jenjang berpikir yang hierarkhis dengan dasar pengkategoriannya berupa

produk berpikir kreatif (kreativitas).

De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000) mendefinisikan 4 tingkat

pencapaian dari perkembangan keterampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran

berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran.

Tabel 2.1: Tingkat Berpikir Kreatif dari De Bono

Level 1: Awareness of Thinking General awareness of thinking as a skill.

Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular

subject. Willingness to listen to others.

Page 5: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Level 2: Observation of Thinking. Observation of the implications of action

and choice, consideration of peers’ points view, comparison of alternative.

Level 3: Thinking strategy. Intentional use of a number of thinking tools,

organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of

purpose in thinking.

Level 4: Reflection on thinking. Structured use of tools, clear awareness of

reflective thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning

thinking tasks and methods to perform them.

Tingkat 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya

mengekspresikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyelesaikan

tugasnya saja. Tingkat 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena

siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah implikasi

pilihannya, seperti penggunaan komponen-komponen khusus atau algoritma-

algoritma pemrograman. Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi

berikutnya karena siswa harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan

antara bermacam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan

bagaimana tingkat detail yang diinginkan dan bagaimana menyajikan urutan

tindakan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan. Tingkat 4 merupakan

tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat-sifat produk final

membandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap

keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran

untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi. Tingkat kemampuan

berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir tidak hanya

dalam matematika. Barak dan Doppelt mengembangkan kriteria tingkat berpikir

berdasar ide ini untuk tugas portfolio siswa.

Proses berpikir kreatif digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.2: Perbandingan Pengertian Proses Berpikir Kreatif

Page 6: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Berdasar Tabel 2.2 tersebut tampak bahwa ciri pokok dari proses berpikir

kreatif terletak pada tahap pembangkitan/penciptaan ide (generating idea). Bila

pendapat-pendapat di atas dirangkum, maka akan didapat tahap, yaitu mensintesis

ide, membangun ide, merencanakan penerapan dan menerapkan ide. Dalam

penelitian ini, pengertian masing-masing tahap itu adalah:

1. Mensintesis ide artinya menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang

dimiliki yang dapat bersumber dari pembelajaran di kelas maupun

pengalamannya sehari-hari.

2. Membangun ide-ide artinya memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan

masalah yang diberikan sebagai hasil dari proses sintesis ide sebelumnya.

3. Merencanakan penerapan ide artinya memilih suatu ide tertentu untuk

digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang ingin

diselesaikan.

4. Menerapkan ide artinya mengimplementasikan atau menggunakan ide yang

direncanakan untuk menyelesaikan masalah.

Untuk mengetahui apa yang terjadi ketika melakukan tahap-tahap itu, siswa atau

subjek akan diwawancarai secara mendalam hal-hal yang menyangkut keempat

tahap itu dan kaitan-kaitan yang mungkin mempengaruhinya.

B. Berpikir Kitis

C. Berpikir Metakognisi

Pengertian metakognisi yang dikemukakan para pakar pada umumnya

memberikan penekanan pada proses berpikir seseorang. Pengertian yang paling

umum dari metakognisi adalah berpikir tentang berpikir (Elaine & Sheila, 1990;

Page 7: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Huitt, 1997; NCREL, 1995; Kasper, 1993; O’Neil & Brown, 1997; Livington,

1997). Namun untuk dapat memahami lebih mandalam tentang pengertian

metakognisi, maka berikut dikemukakan pengertian metakognisi dari beberapa

pakar beserta penjelasannya.

O’Neil dan Brown (1997) mengemukakan pengertian metakognisi sebagai

proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir mereka sendiri dalam rangka

membangun strategi untuk memecahkan masalah. Sejalan dengan pengertian di

atas, Mohamad Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi berhubungan

dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka

menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat. Huitt (1997)

mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang tentang sistem

kognitifnya, berpikir seseorang tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial

seseorang dalam “belajar untuk belajar’.

Flavel (Livington, 1997) mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua

komponen, yaitu (a) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), dan

(b) pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or

reguloation). Pendapat yang serupa juga dikemuakan oleh Baker & Brown, 1984;

Gagne, E; 1993 dalam (Mohamad Nur, 2000) bahwa metakognisi memiliki dua

komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme

pengendalian diri dan monitoring kognitif. Sedangkan Huitt (1997)

mengemukakan dalam redaksi yang berbeda tentang dua komponen yang

termasuk dalam metakognisi, yaitu (a) apa yang kita ketahui atau tidak ketahui,

dan (b) regulasi bagaimana kita belajar. Gambaran lebih jelas tentang komponen-

komponen metakognisi dapat dipahami dalam pengertian metakognisi yang

dikemukakan oleh Flavel (1985) dalam Mohamad Nur (2000) sebagai berikut:

“ metakognisi adalah pengetahuan seseorang berkenaan dengan proses dan produk kognitif orang itu sendiri atau segala sesuatu yang berkaitan dengan proses dan produk tersebut. …… Metakognitif berhubungan, salah satu diantaranya, dengan pemonitoran aktif dan pengendalian yang konsekwen serta pengorganisasian proses pemonitoran dan pengendalian ini dalam hubungannya dengan tujuan kognitif, pada mana proses-proses tersebut menunjang, umumnya dalam mendukung sejumlah tujuan konkret.”

Page 8: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Pengetahuan metakognitif merujuk pada pengetahuan umum tentang

bagaimana seseorang belajar dan memproses informasi, seperti pengetahuan

seseorang tentang proses belajarnya sendiri. Anderson dan Krathwohl (2001)

mengemukakan bahwa pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang

kognisi secara umum, seperti kesadaran-diri dan pengetahuan tentang kognisi diri

sendiri. Pengetahuan kognitif cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang

proses kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.

Sedangkan Mohamad Nur (2000) mengemukakan bahwa pengetahuan tentang

kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang pebelajar

tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang berbagai

strategi belajar untuk digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu. Misalnya,

seseorang dengan tipe belajar visual mengetahui bahwa membuat suatu peta

konsep merupakan cara terbaik baginya untuk memahami dan meningat sejumlah

besar informasi baru.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa pakar di

atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara sederhana metakognisi adalah

pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan

seseorang tentang kognisinya serta kemampuan dalam mengatur dan mengontrol

aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir.

Anderson dan Krathwohl (2001) mengemukakan tiga aspek dari

pengetahuan metakognitif, yaitu (a) pengetahuan strategi (strategic knowledge),

(b) pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual

dan kondisional, dan (c) pengetahuan-diri (self-knowledge). Flavel (1979) dalam

Livingston, (1997) membagi pengetahuan kognitif ke dalam tiga kategori, yaitu

(a) variabel pengetahuan-diri (individu), (b) variabel tugas, dan (c) variabel

strategi.

Sedangkan indikator-indikator metakognisi menurut Hacker tergambar dari

pengertian metakognitif yang dikemukakannya dalam artikel yang berjudul

“Metacognition: Definitions and Empirical Foundations” bahwa metakognitif

adalah proses berpikir seseorang tentang tentang berpikirnya sendiri. Wujud dari

berpikir dalam pengertian ini adalah: apa yang seseorang ketahui (yaitu

Page 9: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

pengetahuan metakognitif), apa yang dilakukan seseorang (yaitu keterampilan

metakognitif), dan bagaimana keadaan kognitif dan afektif seseorang (yaitu

pengalaman metakognitif).

Huitt (1997) mengemukakan bahwa metakognisi mencakup kemampuan

seseorang dalam bertanya dan menjawab beberapa tipe pertanyaan berkaitan

dengan tugas yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai

berikut:

(a) Apa yang saya ketahui tentang materi, topik, atau masalah ini?

(b) Tahukah saya apa yang dibutuhkan untuk mengetahuinya?

(c) Tahukah saya dimana dapat memperoleh informasi atau pengetahuan?

(d) Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya?

(e) Strategi-strategi atau taktik-taktik apa yang dapat digunakan untuk

mempelajrinya?

(f) Dapatkah saya pahami dengan hanya mendengar, membaca, atau melihat?

(g) Akankah saya tahu jika saya mempelajarinya secara cepat?

(h) Bagaimana saya dapat membuat sedikit kesalahan jika saya membuat

sesuatu?

Marzano dkk (1988) menjelaskan bahwa metakognisi mencakup dua

komponen, yaitu (a) pengetahuan dan kontrol diri, dan (b) pengetahuan dan

kontrol proses. Siswa yang berhasil adalah siswa yang secara sadar dapat

memonitor dan mengontrol belajar mereka. Pusat dari pengetahuan-diri dan

regulasi-diri adalah komitmen, sikap, dan perhatian. Sedangkan elemen dari

pengetahuan dan kontrol proses adalah (a) pengetahuan penting dalam

metakognitif dan (b) kontrol pelakasana dari perilaku

Metakognisi sebagai pengetahuan dan keterampilan tentu dapat diajarkan,

dilatihkan, atau dikembangkan. Osman & Hannafin (1992) dalam Huitt (1997)

mengemukakan dua kriteria untuk mengklasifikasikan strategi-strategi pelatihan

metakognitif, yakni (a) pendekatan pelatihan (training approach), dan (b)

hubungan dengan isi pelajaran (relationship to lesson content). Mereka

menggambarkan strategi-strategi pelatihan metakognitif berdasarkan

pendekatannya, ada yang melekat (embedded) atau tergabung dalam isi pelajaran

Page 10: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

dan ada yang diajarkan secara terpisah (detached) dari materi akademik.

Berdasarkan hubungannya dengan konten/isi pelajaran, startegi-strategi mungkin

tergantung pada (dependent on), atau bebas dari (independen of) konten/isi

pelajaran. Strategi content-dependent terfokus secara eksplisit pada konsep-

konsep yang dipelajari dari konten khusus. Sebaliknya strategi content-

independent adalah bebas dari konten, yakni strategi umum yang tidak spesifik

pada materi-materi akademik tertentu.

Blakey & Spence (1990) mengemukakan strategi-startegi atau langkah-

langkah untuk meningkatkan keterampilan metakognitif, yakni:

(a) Mengidentifikasi “apa yang kau ketahui” dan “apa yang kau tidak ketahui”

Memulai aktivitas pengamatan, siswa perlu membuat keputusan yang

disadari tentang pengetahuan mereka. Pertama-tama siswa menulis “ apa yang

sudah saya ketahui tentang ….” dan “apa yang ingin saya pelajari tentang ….”

Dengan menyelidiki suatu topik, siswa akan menverifikasi, mengklarivikasi dan

mengembangkan, atau mengubah pernyataan awal mereka dengan informasi yang

akurat.

(b) Berbicara tentang berpikir (Talking about thinking)

Selama membuat perencanaan dan memecahkan masalah, guru boleh

“menyuarakan pikiran” (think aloud), sehingga siswa dapat ikut

mendemonstrasikan proses berpikir. Pemecahan masalah berpasangan

merupakan strategi lain yang berguna pada langkah ini. Seorang siswa

membicarakan sebuah masalah, mendeskripsikan proses berpikirnya, sedangkan

pasangannya mendengarkan dan bertanya untuk membantu mengklarifikasi proses

berpikir.

(c) Membuat jurnal berpikir (keeping thinking journal)

Cara lain untuk mengembangkan metakognisi adalah melalui penggunaan

jurnal atau catatan belajar. Jurnal ini berupa buku harian dimana setiap siswa

merefleksi berpikir mereka, membuat catatan tentang kesadaran mereka terhadap

kedwiartian (ambiguities) dan ketidakkonsistenan, dan komentar tentang

bagaimana mereka berurusan/menghadapi kesulitan.

(d) Membuat perencanaan dan regulasi-diri

Page 11: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Siswa harus mulai bekerja meningkatkan responsibilitas untuk

merencanakan dan meregulasi belajar mereka. Sulit bagi pebelajar menjadi orang

yang mampu mengatur diri sendiri (self-directed) ketika belajar direncanakan dan

dimonitori oleh orang lain.

(e) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing thinking process)

Aktivitas terakhir adalah menfokuskan diskusi siswa pada proses berpikir

untuk mengembangkan kesadaran tentang strategi-strategi yang dapat

diaplikasikan pada situasi belajar yang lain. Metode tiga langkah dapat digunakan;

Pertama: guru mengarahkan siswa untuk mereviu aktivitas, mengumpulkan data

tentang proses berpikir; Kedua: kelompok mengklasifikasi ide-ide yang terkait,

mengindentifikasi strategi yang digunakan; Ketiga: mereka mengevaluasi

keberhasilan, membuang strategi-strategi yang tidak tepat, mengindentifikasi

strategi yang dapat digunakan kemudian, dan mencari pendekatan alternatif yang

menjanjikan.

(f) Evaluasi-diri (Self-evaluation)

Mengarahkan pengalaman-pengalaman evaluasi-diri dapat diawali melalui

pertemuan individual dan daftar-daftar yang berfokus pada proses berpikir. Secara

bertahap, evaluasi-diri akan lebih banyak diplikasikan secara independen.

Huitt (1997) mengemukakan beberapa contoh strategi guru untuk

meningkatkan kemampuan metakognisi siswa, yakni:

(a) Mintalah siswa untuk memonitor belajar dan berpikir mereka sendiri.

(b) Mintalah siswa mempelajari strategi-strategi belajar, seperti SQ3R dan

SQ4R.

(c) Mintalah siswa membuat prediksi tentang informasi yang akan

dipresentasikan berdasarkan apa yang telah mereka baca.

(d) Mintalah siswa menghubungkan ide-ide untuk membentuk struktur

pengetahuan.

(e) Mintalah siswa membuat pertanyaan; bertanya pada diri mereka sendiri

tentang apa yang terjadi di sekeliling mereka.

(f) Bantulah siswa untuk mengetahui kapan bertanya untuk membantu.

Page 12: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

(g) Tunjukkan siswa bagaimana mentransfer pengetahuan, sikap, nilai, dan

keterampilan pada situasi atau tugas lain.

Selanjutnya, Collins (1994) mengutip Armbruster (1983) bahwa

pengembangan metakognisi kelihatnya terkait dengan kecakapan dalam belajar.

Para peneliti menyarankan bahwa pebelajar pertama-tama harus menyadari

struktur dari teks sebagai pengetahuan tentang tugas dan karakteristik pribadi

mereka sendiri sebagai pebelajar, sebelum mereka dapat mengontrol secara

strategis proses belajar untuk mengoptimalkan pengaruh dari faktor-faktor

tersebut. Lebih jauh, Collins menyatakan bahwa kesadaran akan keterampilan

metakognitif dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit melalui pengajaran. Guru

dapat membantu siswa belajar dari membaca, mereka dapat mendorong siswa

untuk berperan aktif dalam membaca, sehingga menjadi pebelajar yang

independen. Mengintegrasikan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran di

kelas dapat membuat tujuan tersebut dapat dicapai.

Strategi peningkatan metakognisi yang dikemukakan di atas merupakan

strategi umum yang dapat diterapkan pada mata pelajaran apa saja, tentu setelah

diadakan penyesuaian dengan karakteristik mata palajaran yang bersangkutan

(pengetahuan tentang tugas) dan karakteristik pribadi siswa (pengetahuan-diri).

Misalnya, pada saat siswa diminta untuk membuat jurnal atau catatan belajar,

siswa dengan tipe belajar visual akan lebih efektif jika diarahkan untuk membuat

peta konsep atau diagram; Sebaliknya siswa dengan tipe belajar auditorial lebih

efektif jika diarahkan untuk membuat catatan dalam bentuk kata-kata atau

kalimat sehingga dapat dibaca dengan keras, baik oleh dia sendiri maupun dengan

bantuan temannya.

Faktor lain yang juga turut mempengaruhi penggunaan strategi tersebut di

atas adalah model disain instruksional yang dipergunakan oleh guru. Misalnya,

model disain instruksional yang dipergunakan akan menentukan pemilihan

pendekatan pelatihan metakognitif yang dipergunakan, apakah dilakukan terpisah

dari konten atau tergabung/terkait dalam konten.

Page 13: Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan.docx

Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif.

Dalam memandang kaitan antara berpikir kreatif dan berpikir kritis terdapat dua pandangan. Pertama memandang berpikir kreatif bersifat intuitif yang berbeda dengan berpikir kritis (analitis) yang didasarkan pada logika, dan kedua memandang berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir yang analitis dan intuitif. Berpikir yang intuitif artinya berpikir untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasar fakta-fakta yang umum. Pandangan pertama cenderung dipengaruhi oleh pandangan terhadap dikotomi otak kanan dan kiri yang mempunyai fungsi berbeda, sedang pandangan kedua melihat dua belahan otak bekerja secara sinergis bersama-sama yang tidak terpisah.