pengering zig zag.pdf

137
SKRlPSI DESAIN DAN U.TI PERFORMANSI ALAT PENGERING KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG Oleh : WIKRI F 29.0999 1998 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: ridho-nugroho

Post on 19-Dec-2015

97 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • SKRlPSI

    DESAIN DAN U.TI PERFORMANSI ALAT PENGERING

    KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG

    Oleh :

    WIKRI

    F 29.0999

    1998

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • INSTITUT PERTM'IAN BOGOR

    fAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    DESAIN DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING

    KAKAO TIPE RAK ZIG-ZAG

    SKRIPSI Sebagai salah satn syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogo:

    Oleh:

    WIKRI

    F 29.0999

    1998

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR j

  • DESAIN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    DAN UJI rERFORMANSI ALAT PENGERlNG

    KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG

    SKRIPSI Sebagai salah satu syarat mempero1eh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknolcgi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    WIKRI

    F 29.0999

    Dilahirkan di Paria, 20 Agustus 1974

    Tanggallulus: 14 Ianuari 1998

    Dosen Pembimbing

  • Wikri (F. 290999). Disain dan Uji perfonnansi Alat Pengering Kakao Tipe Rak Zig -- Zag. Dibawah bimbingan If. John Kumendong, MS.

    RINGKASAN

    Kakao mcrupakan salah satu komoditas perkebunan yang saat ini terus dikembangkan oleh berbagai negara di dunia pada uml1mnya dan Indonesia pada khususnya. Pengembangan komoditas kakao di Indonesia ditandai dengan adanya perJuasan tanaman kakao lindak dan kakao mulia oleh pemerintah dan juga oleh petani keciL Perluasan areal tanaman kakao ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan produksi kakao untuk kebutuhan ekspor dan juga untuk kebutuhan dalam negeri. Yang menjadi masalah di Indonesia terutama dalam peningkatan produksi kakao yaitu rendahnya mutu terutama pada biji kakao rakyaL Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satu diantaranya adalah penanganan lepas panen yang kurang ,~mpuma, terutama dalam hal pengeringan yang masih mengandalkan cara pengering:m tradisional dengan cara penjemuran, dimana pad a proses penjemuran ini masih tergantung dari kondisi cuaca. Alat pengering buatan merupakan salah satu altematif khususnya dalam mempercepat proses pengcringan dan tentunya diharapkan mutu yang dihasilkan juga dapat diperbaiki. Dul' sebagai dasar untuk merancang dengan menganalisa sistem pengering kakao, maLl perlu diketahui karakteristik pengering biji kakao dan parameter-parameter yang berpengaruh seperti suhu, kadar air, dan aliran udara. Parameter tersebut mcrupakan bagian dalam proses pengeringall yang memiliki peranan yang sang at penting, terutama dalam usaha pen!ngkatan mutu biji kakao yang dihasilkan dari proses pengeringan. Proses pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga aman disimpan sebelum dipasarkan. Biji kakao akan aman disimpan bila mcmpunyai kadar air 6 % - 8%.

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat alat pengering biji kakao tipe rak zig-zag dengan n;enggunakan batu bara sebagai sumber panas, dan melakukan uji perfonnansi alat tersebut untuk pengeringan biji kakao.

    Penelitian dilakukan "ciall1a 3 bulan terhitung mulai bulan Agustus sall1pai dengan bulan Oktober 1997. Penelitian dan pembuat~n alat dilakukan di Perkebunan Rajamandala, PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung - Jawa Barat dan di Laboratorium AP4 - FATETA, IPB.

    Alat pengering yang dirallcang adalah alat pengering biji kakao tipe rak zig-zag dengan menggunakan batu bara sebagai sumber panas. Rancangan fungsiollal dan struktural alat pengering lerdiri dari elemem pemindah panas, ruang plenulll. "uang pen gering, rak bahan, dan cerobong. Sedangkan konstruksi alat pengering tcrdiri dari kerangka yang terbuat dari kayu kaso, dinding dan bagian sungkup serta ccrobong terbuat dari seng, kerangka rak terbuat dari papan, dan alas setiap rak terhuat dari bumbu, serta untuk tungku digunakan plat besi dan alas tungku digunakan hesi siku. Tipggi keselmuhan alat pengering adalah 3,45 meter, yang terdiri dari kaki sctinggi 0.15 meter, ruang pengering setinggi 2.10 meter, sungkup dan cerobong setillggi 0.70 meter.

  • Alat-alat ysng digunakan dalam peneJitian ini adalah alat peng~ring y,"1g telah Slap unluk melakukan proses pengeringan, termometer alkohol, timbangan digital, oven pengering, desikator, velometer, kakao tester, wadah, stop watch, dan tempat sampel. Sedangkan h:::ban yang digunakan da1am pcnclitian ini adalah batu bara sebagai sumber panas, biji kakao yang telah difermentasi, dan kerikil sebagai heat exchanger.

    Prosedur percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama percobaan pendahuluan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu pengering yang konstan sebesar 70C, untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan untuk mendapatkan suhu konstan tersebut, serta untuk meilentukan sudut onggok biji kakao pada ala!. Tahap kedua adalah percobaan pengeringan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut : bi]i kakao segar difenncntasi sel:::ma 5 hari, perendaman dan pencucian kemudian ditiriskan selama 30 menit, penimbangan berat total biji kakao basah yang akan dikeringkan, persiapan alat pengering, pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan, pemasangan sensor pada titik yang akan diamati, proses pengenngan, pengukuran meliputi (suhu, kadar air, keeepatan aliran udara ), penimbangan biji kakao kering, serta analisa parameter seperti suhu dan kadar air.

    Perlakuan pada pereobaan pengeringan dilakukan dalam dua level ketebalan bahan, yaitu keteb~.lan 3.0 em dan ketebalan 5.0 em, dan subu udara pengeril1g pacta ruang plenum diusahakan konstan sebesar 70C.

    Pengamatan dan pengukuran pada pereobaan pengeringan meliputi : kadar air, suhu, pemakaian bahan bakar, dan kandungan biji slaty. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran, diteruskan dengan melakukan perhitungan-perhitungan yang terdiri dari kadar air, kebutuhan energi pengering, keeepatan pengeringan, penampilan efisiensi alaI yang meliputi ( efisiensi pengeringan, efisiensi pC111anasan dan efisiensi total ), sel ta anlisa biaya.

    Dari percobaan pendahuluan, didapatkan hasil bahwa untuk mendapatkan suhu konstan, pengumpanan bahan bakar batu bara untuk yang pertama sejumlah 6 kg balu bara dan pengumpanan selanjutnya tergantung dari keadaan suhu pada ruang plenum. Dan untuk pereobaan pengeringan didapatkan hasil, untuk level ketebalan bahan 3.0 em ( 132 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal 169.36 % bk dikeringkan selama 58 jam dengan kadar air akhir rata-rata 6.86 % bk dengan beral akhir bahan.46 kg biji kakao kering. Untuk level ketebalan bahan 5.0 cm ( 220 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal bahan 171.52 % bk dikeringkan selama 62 jam dan meneapai kadar air akhir rata-rata 7.01 % bkdengan berat akhir bahan 7() kg biji kabo kering.

    Untuk keeepatan pengeringan, didapatkan hasil : untuk level kelebalan baban 3.0 cm sebesar 3.49 % bk/jam dan 3.31 % bk/jam untuk level ketebalan bahal! 5.0 em. Suhu rata-rata pada mang plenum pada level ketebalan bahan 3.0 em adalah 65.32 c dan untuk ketebalan bahan 5.0 em sebesar 64.70 Dc. Untuk penampilan efisiensi alat, untuk ketebalan 3.0 em didapatkan efisiensi pengeringan sebesar 20.87 %, efisiensi per,1an~san 64.7.5 % serta efisiensi total sebesar 13.41 %. Sedangkan pada ketebalan bahan 5.0 em didapatkan efisien,i pengeringan seb~sar 39.23 %, efisiensi pemanasan sebesar 52.54 % serta efisiensi total sebesar 20.C, I %.

  • Fada pengamatan biji slaty, untuk ketebalan bahan 3.0 cm, didapatkan persentase rata-rata sebesar 19 % dan untuk ketebalan 5.0 cm sebesar 25 %. Sedangkan besamya biaya pokok pengeringan biji kakao pada ketebalan 3.0 cm sebesar Rp. 832.21/kg biji kakao kcring dan Rp. 536.63/kg biji kal(ao kering pada level ketebalan bahan 5.0 cm.

    Untuk mendapatl

  • KATA PENGANTAR

    Puj: syukm khadirat Allah SWT atas limp~hai"l rahm,it dall hidayat-Nya sehingga

    penulis dapat menyelesa:kan penyusunan skripsi ini.

    Selama penyusunan skripsi ini banyak bantu an dan dorongan yang tdah

    diberikan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga

    pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima bsih kepada :

    I. Ir. John Kumendong, MS, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan

    mengarahkan penulis ualam penyusunan skripsi ini.

    2. Ir. M. Agus Insan, selaku pembimbing kedua yang baflyak memberikan :nasukan-

    masukan dalam penelitian ini.

    3. Pimpinan dan Staff Perkebunan Rajamandala, PT. Perkebunan Nusantara V[II-

    Bandlmg yang telah bersedia memberikan ijin serta tempat dan lokasi penelitian.

    4. Ibu, kakak dan adik yang selalu memberikar. perhatian, dukungan dan doa.

    5. Seluruh warga MP-29 serta Biocom Crew yang banyak membantu da[am

    penyusunan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

    penulis nlengharapkan saran dan masukan yang membanguan bagi semua pihak.

    Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis pad? khususnya dan bagi pembaca pada

    umumnya. Amiin.

    Bogor, November 1997

    Penulis,

  • II

    DAFTAR lSI

    lIalaman

    KATA PENGANTAR .

    DAFTAR lSI.. II

    DAFTAR TABEL. V!

    DAFT AR GAMBAR .. VII

    DAFTAR LAMPlRAN '-I

    L PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG.

    B. TUJUAN PENELITlAN ....

    II. TINJAUAN PUST AKA. .. 4

    A. TANAMAN KAKAO .... 4

    B. PENGOLAHAN KAKAO ....

    L Pemanenan . 7

    2. Pengupasan Buah 7

    1 Fermentasi o. 8

    4. Perendaman .. 10

    5. Pencucian . II

    6. Pengeringan ... II

    7. Mutu dan sortasi biji kakao . 12

  • III

    C TfNJAUAN UMUM PENGERlNGAN .. 14

    I. Proses Pengeringan . 14

    2. Kadar Air Keseimbangan . 18

    Panas Laten Penguapan .............. . 20

    4. Diagram PsikroilletriiC .... 22

    5 Pengeringan Biji Kakao )' --'

    III METODE PENELlTIAN 27

    A. WAKTU DAN rEMPAT. 27

    B. PEMBUATAN ALAT PENGERING .. 27

    C RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL . 29

    1. Rancangan Fungsional 2e)

    a. Elemen Pemindah Panas ... 29

    b. Ruang Plenum 30

    c. Ruang Pengering 30

    d. Rak Bahan. 3D

    e. Sumber Energi ?emanas 31

    2. Rancangan Struktural 31

    a. Ruang Pengering .

    b. Rak Bahan.

    c. Ccrobong.

    G. R;]ang Plenum

  • 1\

    D. BAHAN DAN ALA T.

    1. Bahan ........ . 32

    2. .Alat. ......... .

    E. PROSEDUR PERCOBAAN 33

    1. Percohaan Pendahuluan .......... . ]]

    2. Percohaan Pengeringan .......... . 35

    3. Perlakuan 38

    F. PENGAMATAN DAN PENGlJKURAN .

    J. Kadar Air .. 38

    2. Suhu .. 41

    3. Pemakaian Bahan Bakar . 4 ' .'

    4. Kandungan Biji Slaty. 44

    G. PERHITUNGAN .. 4')

    1. Kadar air ... 38

    2. Kebutuhan Energi Pengering 46

    3. Kecepatar. Pengeringan ... 48

    t\. Penampilan Efisiensi Alat . 49

    5. Analisis Biaya . so

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ')2

    A PERCOBAAN PENDi\HULUAN .... 52 , .' .

    ..

    B. PROSES PENGERIT~GAN -........ '>,- 'i4 . .,

    ,

    \ ,

    J , . . j

  • C KECEPATM\I PENGERTNGAN .

    D. SEBARAt"l SUlru UDARA ?ADA ALAT PENGERlNG 69

    E. PENAMPILAN EFISIENSI ALAT ... 7' .'

    L Efisiensi Pengeringan (111) 7' .,

    2. Efisiensi Pemanasan (7]2) 75

    3. Efisiensi Total (11;) 76

    F. ANALISIS BIJI SLATY .. 77

    G. ANALISIS BIA Y A .

    V KESIMPULAN DAN SARAN ......... . 80

    A KESIMPULAN ... so

    B. SARAN ... 82

    DAFT AR PUST AKA .... 8' .'

    DAFTAR LAMPIRAN ...

  • \1

    DAFTAR TA.BEL

    halanUlll

    Tabel 1. Klasifikasi mutu bijl kakao kering hasil perkebunan dl Indonesia..... . 13

    Tabel 2. Standar kakao Internasional ....... ,.

    Tabe! 3. Panas laten penguapan air ..... .

    Tabel 4. Spesifikasi briket batu bara .

    Tabel 5. Standar kakao Internasional ...

    Tabel 6. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalun bahan 3 em .

    Tabel 7. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalan bahan 5 em .

    Tabel 8. Keeepatan pengeringan (% bk/jam) untuk setiap lak .

    Tabe! 9. Rata-rata suhu lingkungan ("e), suhu udara diatas rak ee), suhu plenum ee), dan suhu eerobong ee).

    Tabel 10. Efisiensi pengeringan .

    Tabel I 1. Efisiensi pemanasan .

    Tabel 12. Efisiensi totai .

    Tabel 13. Data pengamatan biji slaty.

    . ........ 13

    . ...... 21

    . ... .44

    45

    . ........ 56

    .63

    ..69

    . 7]

    ... ......7:.

    . .... 76

    .78

  • \"11

    DAFTAR GAMllAR

    halanlan

    Gambar 1. Penampang melintang buah kakao ...... . .. )

    Gan~bar 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao ... 6

    Gambar 3. Laju ::,engeringan teoritis . 17

    Gambar 4. Bentuk :.Imum sorpsi bahan pangan . .20

    Gambar S. Diagram perubahan fase ..... . ....... 21

    Gambar 6. I1iustrasi proses pengeringan dalam kurva psikometrik . 22

    Gambar 7. Skema aiat pengering . . 28

    Gambar S Biji kakao pada rak pengering . . _,:)

    Gambar 9. Alat pengering kakao telah siap melakukall proses pengeringan . :16

    Gambar 10 Diagram aliran prosedur pengujian . ..,7

    Gambar 11. Kakao tester .39

    Gambar 12 Oven pengering .... ..40

    Gambar 13. Timbangan digital. .4 1

    Gambar 14. Desikator _ . .4 I

    Gambar IS. Tungku pembakaran bahan bakar _ .. .42

    Gambar 16 Termometer alkohol .... 4:1

    Gambar 17 Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 em . 57

    Gambar 18. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 5 CIll . .58

    Gambar 19. Grafik perbandingan proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 cm dengan 5 cm . . ....... 59

  • Gambar 20. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bk/jam) dengan waktu (jam) pada level ketebalan 3 cm .

    Gambar 21. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bIJjam) dengan waktu(jam) pada level ketebalan 5 cm .

    Gambar 22. Grafik perubahan suhu CC) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biji kakao dengan level ketebalan 3 cm- .

    Gambar 23. Grafik perubahan suhu ("e) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biii kakao dengan level ketebalan 5 cm .

    . .. 64

    6:i

    . .. 70

    . ... 71

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran I. Gambar teknik ala! pengering biji kakall tipe rak zig-zag.

    Lampiran 2. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu ee) pada uji kemampuan alat tanpa bahan ( Pereobaan 1_ ) .

    Lampiran 3. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu ee) pada uji kemClmpuan alat tanpa bahan ( Pereobgan 2 )

    Lampiran 4. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan ketebalan biji kakao 3 em .... ...

    Lampimn 5. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan ketebalan biji kakao 5 em ...

    1.'\

    halanlan

    .85

    . ............... 90

    ............. 91

    97 ............. -

    Lampiran 6. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 cm 94

    Lampiran 7. Grafik proses pengering

  • Lampirl'n 13. Data pengamatan suhu urlara Iingkungan ("C). st.:hu rak pengering ("C), suhu plenum ("C), suhu eerooollg (,C). dan keeepatan udara pengering (m/dt) serta pengumpanan bahar. bakar (kg) pada pengeril13:ln oiji kakao rlengan level ketebalan bah~n 5 em ...

    Lampiran 14. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 3 em .

    Lampiran 15. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 5 em .

    Lampiran 16. Perhitungan anal isis biaya pengeringan biji kakao denuan menggunakan alat penuerinu tipe rak ziu-zau b b b :=-,:, pada ketebalan o'lhan 3 em ..

    Lampiran 17. Perhitungan analisis biaya pengeringan biji kakao denoan menununakan alat neno-erinn tipe rak ziu-zau

    ,=,00 tOO 0::;'

    pada ketebalan bahan 5 cm .

    Lampiran 18. Panas laten penguapan air

    Lampiran 19. Sifat-sifat udara (Welty, 1976) .

    .\

    ..103

    ..106

    .110

    . ... 114

    .. I 17

    ..... 120

    .121

  • I. PENDAHULllAN

    A. LATARBELAKANG

    Kakao merupakan salah satu kOll1oditas perkebunall yang sa at Tnl terus

    dikell1bangkan cleh berbagai negara di dunia. Indonesia adalah salah satu negara

    pengekspor biji kakao yang sedang l'1eningkatkan produksinya Peningkatan

    produksi kakao di Indonesia terutall1a disebabkan oleh perluasan tanaman kakao

    lindak dan kakao ll1ulia.

    Searah dengan usaha peningkata produksi, proll1osi dalal1l pel1lasaran

    internasional dan usaha meningkatkan day a saing perlu dilakukan terus-l11enerlls.

    Daya saing dapat ditingkatkan antara lain l11elalui peningkatan etisiensi,

    peningkatal' mutu, dan perb~jkan pelayanan terhadap p~rnlir.taan pasar Ketiga

    faktor yang dapat ll1eningkatkan daya saing tersebut sangat erat kaitannya dengan

    cara dan perlakuan pada pengolahan biji kakao.

    Penggunaan kakao sebagai bahan makanan dan minul11an sebenarnya sudah

    lama dikenal di All1erika Tengah dan bagian utara dari Al11erika Selatan, s~bellll11

    Cololl1bus menemukan benua Amerika. Penggunaan kakao pel1al1la ~ ali

    digunakan oleh suku Indian Maya di Al11erika sebagai bahan l11akanan 3an

    ll1inuman. Dan pada tahun 1519 bangsa Spanyoll1lengenal suku Aztek yang telah

    menaklukkan suku Maya sebagai penanam dan mengusahakan kakao.

  • 2

    Pad" saat ini negara-ncgara pengekspor kakao yang utal11a harnpir

    seluruhnY1: terdapat di benua Afrika, yaitu antara lain Nigeria, Pantai Gading,

    Pantai Emas, Kamerun, dan yang lainnya yang mencapai dUe. pertiga dari produksi

    dunia. Sedangkan produksi kakao Indonesia secara relatif masih kecil

    dibandingkan dengan produksl dunia.

    Yang I11cnjadi maselai; di Indonesia terutama pada proc!uksi kakao lindak

    yaitu rendahnya mutu, terutama pada biji kakao rakyat (Wahyudi et ai, 1988).

    Rendahnya mutu tersebut disebabka:1 oleh berbagai faktor, dan salah satullya

    adalah penanganan lepas panen yang kurang sempurna. Pengeringan Illerupakan

    salah satu tahap penanganan lepas panen yang dapat mempengaruhi 1l1utu kakao

    yang dihasilkan yang antara lain menyangkut Kadar air, keasalllan, kadar lemak

    dan Kadar asam amino.

    Pengeringan juga Illerupakan tahap pengolahan yang Illellleriukan

    penanganan yang cukup serius dan Illellleriukan biaya yang lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan biaya pengola:mn lainnya (Chat!, 1953) Hal ini

    Illenyebabkan pengeringan tetap rnerupakan Illasalah besar bag; perkebunan rakyat

    yang Ill",sih Illengandalkan cara pengeringan tradisional def'gan cara penjellluran.

    Alat pengering kakao buatan merupakan salah satu alternatif untuk

    mengatasi hal tersebut diatas. Dengan adanya pengeringan buatan 1I1i diharapkan

    proses pengeringan dapat dipercepat dan tentunya diharapkan l11ulU yang

    dihasilkal1 juga dapat diperbaiki.

  • Untuk mendapatkan hiji kakao kcring yang hennutu balk, Illaka buah "-"kao

    segar peril! disortasi terlebih dahuili dan kellludian melalui b~rbagai tahap

    pengolahan, yang meliputi pelllecaban kulit buah, fernientilsi, perendallli:lI,

    pencucian, pengeringan dan sortasi biji kering.

    Sebagai dasar untuk Illenganalisa, merancang sistem pengenngan, lapisan

    tebal biji kakao, menentukan alaI pengering yang efisifm dan dapat mengeringkan

    biji kakao dengan mutu tinggi, maka perlu diketahui karakteristik pengeringan biji

    kakao, dan parameter-parameter yang penting seperti suhu, kadar air, dan ali ran

    udara. Parameter tersebut merupakan hal yang penting dalal1l proses pengeringan,

    dimana proses pengeringan merupakan bagian dari proses pengolahan yang sangat

    berperan dalam usaha meningkatkan biji kakao yang berl1lutll baik.

    B. TUJUAN PENELlTlAN

    TlIjllan penelitian ifli adalah :

    1. Membllat alat pengeling biji kakao tipe rak zig-zag dengan menggunakan

    batu bara sebagai sUl1lber panas.

    2. Uji perforl1lansi alat tersebut diatas untuk pengeringan kakao.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. TANAMAN KAKAO

    Buah kakao diperoleh dat i tanaman yang juga disebut kakao (Theobroma

    cacao L). Tanaman ini dibawah dari Mexico oleh orang-orang Portugis ke

    Indonesia. Tanaman kakao adalah tanaman yang termasu!( didalam genus

    Theohroma, suatu genus yang masuk keluarga Sleruliaceae didalam ordo

    Malvales.

    Menurut Urquhart (1961), kakao yang banyak diusahakan orang dan

    bernilai komersial digolongkan ll1enjadi tiga jenis yaitu Criol1o (kakao mulia) yang

    memiliki ciri-ciri warn a kulit buah merah atau kuning pad a sa at masak,

    kotiledonnya berwarna putih atau ungu pucat, dinding buah tipis, bijir.ya padat

    dan memenuhi setiap bagian buah. Jenis kedua adalah Foraslero (kakao lindak)

    yang ll1emiliki ciri-ciri yaitu kulit buah berwarna kuning pada saat masak, dinding

    buah tebal, kotiledonnya berwarna ungu tua. Dan jenis yang ketiga adalah

    Trinilario yang ll1emiliki ciri-ciri hall1pir sam a dengan Criol1o, beraroma segar dan

    kotiledonnya berwarna ungu Beberapa sub group lain yang tidak terlalu penting

    misalnva Calahaci!1o, AnKolelo, Ci/l1deamor dan Al1Iclol1ado.

    Pemanenan buah kakao dilakukan setelah buah masak kurang lebih en am

    bulan dari proses pembuahan dan ditandai dengan perubahan warn a pada kulit

    buah (Soenaryo dan Situmorang, 1978).

    . /' ,

    "/ "~,~ .".;~;~~/

  • Buah kakao terdiri dari empat bagian utama yaitu kulit. plasenta, pulp dan

    biji (Gambar I). Buah kakao masak memiliki kulit tebal yang berisi 30 - :'0 biii

    yang diselubungi oleh pulp. Kulit buah merupakan bagian yang terbesar \ailu

    76 % dari berat buah segar

    keterangan

    kulit

    2. pulp

    3. plasenta

    4. biji

    Gambar 1. Penampang melintang buah kakao (Soenaryo dan Situmorang, 1978) I I

    Untuk memperoleh biji kakao kering. buah kakao yang telah masak

    mengalami proses pengolahan yang khusus yang terdiri dari pemanenan,

    pengupasan buah. fermentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi

    mutu. Selanjutnya sebelum menjadi bubuk, biji kakao tersebut disangrai (roasted)

    terlebih dahulu. Mutu biji kakao yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh kondisi

    pengolahan, juga dipengaruhi oleh jenis buah kakao, kematangan dan peralatan

    yang dipergunakan sejak dipanen sampai setelah diperoleh biji kakao kering.

  • B. PENGOLAHAN KAKAO

    Untuk mempc!oieb biji kakao kering yang bermutu baik. dila~ukan

    pengolahan langsung setelail buah dipanen Pemetikan buah dilakukan tiga

    minggu sekali dar. setiap tanaman dipanen tiga kali (Nasution et aI, 1985)

    Selain itu, pemetikan buah dilakukan pada saat buah sudah clikup masaK,

    karena buah yang kurang mas"k kadar air sukrosanya yang berada didalam pulp

    rendah. Sebaliknya buah yang terlalu masak, biji-biji didalamnya senng

    berkecambah dan plllpnya sudah mulai mengering sehingga ll1engurangl aroma

    kakao yang dihasilKan (Urquhart, 1961)

    Secara umum, pengolahan kakao meliputi pemanenan, pengupasan buah,

    fennentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi. Secara lengkap,

    proses perlakuan pada buah kakao seperti yang tertera pad a Gambar 2.

    Buah kakao

    Pemecahan buah

    Biji segar

    F crmentasi

    Perendaman

    Pencucian

    Pengeringan

    Sortasi mutu

    Gambar 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao

  • 7

    I. PemanellllI1

    Pelnanenan di!akukan dengan jalan memotong buah dari tangkainYi!

    Pemanenan ini dilakukan paua buah yang telah masak. Buah yang telah masak

    ditandai dengan perubahan warna kulitnya, porosnya berwarna kuning, dan jika

    dikocok akan berbunyi.

    Pada umumya buah yang berwarna hijau slap untuk dipanen apabiJa

    wama kulitnya berubah menjadi kekunin-kuningan, dan buah yang berwarna

    hijau kekuningan siap ur,tuk dip an en apabila wama berubah menjadi kuning tua

    ataupun kuning jingga (Tjiptadi dan Nasution, 1978) Biasanya setelah

    143 hari pertumbuhan buah sudah maksimum dan pada umur 170 hari buah

    telah dapat dipanen (masak).

    2. Pengupasr.n Buah

    Buah yang telah dipetik dan dikumpulkan kemudian dikupas sehingga

    antara biji dan kulit buah terpisah. Pengupasan dapat dilakukan dengan

    menggunakan pisau atau aril yang tajam dengan cara membelah buah baik

    melintang maupun membujur tanpa mengenai biji di dalam"ya, karena biji yang

    terluka sangat sen, it if terhadap serangan jamur dan serangga.

    Cara lain yang lebih am an yang dilakukan pada proses pengupasan buah

    adalah dengan menggunabn pemllkul kaY'l yang salah satu 'Ijungnya dibuat

    runr,ing sehigga dapat digoreskan disekeliling buah kemudian memuklil-mukul

  • 8

    buah sampai pecah (terkupas). Selanjutnya dilakukan pemisahan biji dan kulit

    bual; dengan cara mengedilknya dengan menggunakan jari tangan.

    3. Fermentasi

    Tujuan utama proses fermentasi adalilh untuk mematikan biii kakao

    sehingga perubahan-pe!l.lbahan yang penting dalam biji dr.pat dengan mudah

    diatasi. Perubahan-perubahan tersebut antara lain perubahan warna keping biji,

    meningkatnya aroma dan rasa serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao.

    Tujuan lain dari proses fermentasi adalah untuk melepaskan pulp dari keping

    blji, mernperlonggar kulit biji, sehingga setelah proses pengeringan kulit ini

    mudah dilepaskan dari keping biji (Tjiptadi dan Nasution, 1978). Sedangkan

    menu rut Nasution (1985) proses ferrnentasi bertujuan memperoleh biji kakao

    yang stabil dalam hal rasa dan aroma yang disukai untuk pembuatan kakao

    konsumsi. Dengan fermentasi, perkecamb'lhan biji penyebab rasa pahit dapat

    dicegah.

    Dalam proses fe;mentasi kakao terjadi beberapa perubahan kimia, lisik

    dan biologis pada biji Perubahan-perubahan ini y

  • 9

    l11enyarankall lama fermentasi adalail seiama enan, hari dan jika dalnll1 proses

    fermeiltasi menggunakan kotak ferl11er.tasi (fenllentation box) tebal tumpukan

    biji tidak melibihi 40 em

    Sedangkan menu rut Soenaryo dan Situmorang (1978), proses ferl11entasi

    dapat dilakukan dalam peti yang alas ll1aupun dindingnya berlubang agar aerasi

    dan drainase dapat berlangsung dcng'l!1 baik. Oapat juga dipakai keranjang

    atau ditumpuk dengan alas serta penutupnya menggunakan daun pi sang,

    karung atau bahan sejenis lainnya. Untuk menyeraga,l1kan fal11entasi

    dilakukan pengadukan satu kali dalam sehari selama fermentasi berlangsung.

    Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentsi biji kaKao

    tergantung pada jumlah pikmen ungu yang terdapat didalam biji kakao segar

    Oisamping itu, waktu fermentasi juga dipengaruhi ('Ieh ukuran biji kakao yang

    diolah. Beberapa faktor lain yang juga mempenga!',Jhi la,na waktll proses

    fermentasi anara lain jumlah biji yang diolah, varietas kakao dan mllsim selall1a

    peilgolahan tersebut.

    Waktu fermentasi ini sangat penting artinya dalam memperoleh biji kakao

    yang mempunyai mutu yang tinggi. Waktu fermentasi yang terlalu lama

    l11enyebabkan kulit biji menjadi rapuh dan l11enipis, sehingga selama proses

    sortasi diperoleh persentase biji pecah yang tinggi, berat biji berkurang dan

    beberapa pengaruh negatif lainnya, seperti kel11ungkinan kehilangan aroma khas

    kakao dan til11bulnya aroma yang tidak dikehendaki serta terjadinya

  • 10

    perturnbuhan jamur pada kulit luar bij; kakao tersebut. PertLlmbuhar. jamur

    meningbt apabila, waktu proses fermentasi melebihi delapan h

  • 11

    5. Pencucian

    Proses pencucian dilakukan setelah perendaman. Tujuan dari pencucian

    adalah untuk mengurangi lapisan lendir (pulp) supaya dalam proses

    pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dengan kadar kulit yang rendah dan

    rupa bagian luar biji akan tampak lebih menarik.

    Pencucian yang terlalu bersih akan menyebabkan hilangnya berat yang

    banyak, kulit biji yang rapuh dan mudah terkelupas. Hardjosuwito (1984)

    menganjurkan pencucian ringan.

    6. Pengeringan

    Pada akhir proses fermentasi, kadar air dalam biji kakao berkisar 60 %,

    dan biji harns dikeringkan hingga kadar air turun menjadi 6 % - 8 % basis

    basah (Chatt, 1953) scbelum biji disimpan atau dijual. Jika biji dikeringkan

    sampai kadar air terlalu rendah (dibawah 6 %), maka biji akan mudah rapuh

    dan getas, sedangkan jika kadar airnya terlalu tinggi (diatas 8 %), maka

    dikhaw~tirkan pertumbuhan jamur rada biji tersebut 3\.:3'1 lebih cepat.

    Pengeringan pada kakao tidak hanya untuk melepaskan atau

    menguapkan air dalam biji saja, tetapi juga akan me:lghentikan proses-proses

    biologis dan kimiawi dalam biji tersebut yang berlangsung terus-menems sejak

    mulai fermentasi. Hal ini dapat tercapai bila udara pengering dapat masuk ke

    dalam biji. Pada saat it!: diharapkan udara masuk secara perlahan-lahan melalui

    pori-pori kecil dari biji da'l pengeringan tidak boleh dilakukan terlalu cepat.

  • 12

    Pros.es pengeringan dapat dilcikukan dengan tiga cara yaitu pengeringan

    ala01ialt (sun drying), pengeringan buatan (artificial drying) dan kQlllbinasi dari

    keduanya (Urquhart, 1961).

    Pengeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari (sun drying) lebih ~

    disukai daripada Illenggunakan alat pengering Illekanis (buatan) Hasil

    pcngeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari Illenghasilkan biji kakao yang

    lebih baik dengan warna coklat kemerahan da mengkilat, sedangkan jika

    pengeringan dengdn menggllnakan alat pengering l11ekanis akan dillasilkan biji

    kakao dengan warna pucat atau kusalll. Akan tetapi pengeringan dengan

    menggunakan sinar Illatahari mempunyai beberapa kendala, yaitu tergantung

    pada cuaea at au iklim dan membutuhkan waktu yang eukup lama. Menurut

    Chat! (1953), pengeringan secara alamiah (~UI1 dlying) melllbutuhkan waktu

    sekitar enam hari dalam keadaan euaea kering, dan tiga minggu jika dala:n

    keadaan euaea basah. Sedangkan jika menggul'akan alat pengering Illekanis,

    lama pengeringan dapat diperpendek menjadi:; - 4 hari ..

    Dalam proses pengeringan dengan menggunakan sinar Illalahari, selain

    waktu yang diperlukan lama, juga membutuhkan tenaga kerja yang bany.k

    serta tempat pengeringan yang luas.

    7. Mutu dan sortasi biji kl!kae

    Biji bb.o kering hasil pengolahan biasanya beragam Oleh karen a itu,

    sortasl IllUtU dilakukan dcngan maksud UlllUK melllisahkan bahan-bahan asing

  • 13

    dan biji-bijian diluar katagori kehs serta memilih biji kakao kering berdasarkan

    tingkatan mutunya. Mutu b;ji kabo ditentukan o!eh beberapa faktor antara

    lain keasaman, flavour, kemmnian, keseragaman biji, kadar bahan yang dapat

    dimakan dan sifat kandungan lemaknya.

    Menurut Nasution (1985), kalasifikasi mutu di perkebunan Indonesia

    dilakukan secura subyektif terhadap penampakan fisik biji (Tabel 1). Untuk

    kepentingan ekspor, Departemen Perdagangan Republik Indonesia menetapkan

    klasifikasi mutu biji kakao kenng Indonesia yang berpedoman pada

    International Cacao Standard (TabeI2).

    Tabel 1. Kalsifikasi mutu biji kakao kering hasil perkebunan di Indonesia a)

    A warna coklat merata, biji penuh B warna coklat kurang merata, kulit bercak, biji tidak bulat penuh dan

    ada yang rusak

    C warna tidak merata, biji gepeng, keriput G campuran biji yang terpecah atau belah Z i-biji yang berwarna hitam

    Sumber: a) Nasution (1985)

    Tabel2. Standar kakao Internasional a)

    biji berjamur 3 4 biji slaty 3 8 biji dirusak serangga, pipih dan berkecambah 3 6

    Sumber: a) BPP (1986)

  • 14

    C. T1NJAUAN UMUM PENGERINGAN

    1. Proses Pengeringan

    Pengeringan atau dehidrasi melllpakan proses Illengeluarkan all dari

    bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengertian pengeringan dan dehidrasi

    sebenarnya dapat dibedakan berdasarkan tingkat kadar air bahan yang

    dikeringkan. Penge,ingan adaiah proses pengeluarafJ air dari suatu bahan

    dengan menggunakan energi panas menuju kadar air keseimbangan dengan

    udam ,ekeliiing (atmosfir) atau pada tingkat kadar air yang setara dengan

    aktivitas air (Aw) dimana mutu bahan dapat dijaga dari serangan Jamur,

    aktivitas serangga dan enzim (Henderson dan Perry, 1976).

    Dehidrasi adalah suatu proses mengeluarkan atau menghilangkan air

    dengan menggunakar. energi panas, hingga tingkat kadar air yang sang at

    rendah mendekati "bone dry". Bone dry didefinisikan sebagai suatu keadaan

    dimana seluruh air pada bahan telah dikeluarkan hingga kadar air bahan

    tersebut adalah nol (Brooker, 1974).

    Selain itu, proses pengeringan bahan pertanian dapat juga diartikan

    sebagai proses pengambilan alau penurunan kadar bahan sampai batas tertentu

    sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian abbat aktivitas

    biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan (Brooker, 197

  • 15

    mutu yang sekecil-kecilnya, daya kccambah benih dapat dipel1ahankan dalam

    waktu yang lebih lama serta '11eningkatkan mutu dan nila; ekonomis bahan

    pcrtaniall tersebut (Hall 1957, Brooker et ai, 1974)

    Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang.

    diuapkan terdiri dari air bebas dan air terika!. Air bebas berada di permukaan

    dan yang pel1ama-tama mengalam! pengllapan. Bila air pcrmukaan tclah h?bis.

    maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam ke permukaan secara

    difusi (Hall, 1957, Henderson dall Perry, 1976). Migrasi air dan uap air te:jadi

    karen a perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dengan

    bagian luar.

    Penguapan air dari biji-bijian meliputi proses pe!epasan ikatan air dari

    material biji-bijian, difusi air dan uap air ke permukaan, perubahan fasp

    menjadi uap all', transfer uap air dari permukaan ke udara sekitar dan

    perpindahan Ulp air di udara (Brooker et aI, 1981).

    Dan menu rut Brooker (1981), ada beberapa hal yang mempengaruhi

    proses pengeringan, yaitu kecepatan udara pengering, suhu udara pengering

    dan kelembaban udara pengering

    Brooker et ai, ( 1974) m~mbedakan laju pengermgan dalam dua tahap.

    Tahap pertama adalah proses pengenngan yang berlangsung dengan laju

    pengeringan tetap (constant rate period). Dan tahap yang kedua adalah proses

    pengeringau dengan laju pengeringan menlJrun (falling rate period).

  • Iii

    Seluma periocie laju pengenngan tetap, laju perpindahan air hanya

    terb"tas pada evaporasi dari air perm'jkaan bahan at au didalam permukaan

    bahan. Laju pengeringan (etap ini terjadi pada bahan yang berkadar air tiOlggi,

    sehingga laju penguapan air pada peri ode ini dapat disamakan dengan laju

    penguapan air pada permukaan bebas. Dan biasanya peri ode ini berlangsung

    sebentar, hingga air bebas pada permukaan telah habis. Laju pengeringan tetap

    pada pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian merupakan periode yang

    sangat singkat, sehingga dalam perhitt:ngan keselumhan proses dapa! di?baikan

    ( Henderson dan Perry, 1976 ).

    Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus sampai sampai air

    benas yang ada di permukaan bahan habis, setelah itu laju pengeringan akan

    menurun. Laju pengeringan menu run ini dibagi dua proses yaitu pe:'pindahan

    air dalam ke permukaan bahan dan perpindahan uap air dari perl11ukaan bahan

    ke udara sekitarnya. Kadar air pada saat laju pengeringan berubah dari laju

    pengeringan tetap menuju laju pengeringan menurun discbut kadar kritis.

    Setelah pcngeringan rnencapai kadr'f air kritis, maka proses pengeringan

    akan berlangsung deOlgan periode laju pengeringan mcnurun. Peri ode laju

    pengeringan menurun terjadi apabi1a kecepatan difusi air dan dalam biji-bijian

    ke permukaan sama dengan kecepatan pengeringan uap air maksimum biji-

    bijian ( Heldman dan Singh, 1981 ) Laju pengeringan menurun akan terjadi

    sesuai dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Pennukaan rartike!

  • 17

    Lahan y:mg dikeringkan tidak lagi ditutujJi oleh lapisan air. JlImlah ai~ terik,,(

    makin I~.ma makin berkurang karena terjadi migrasi air dari bagian dalam kc

    permukaan secara difusi ( Henderson dar. Perry, 1976 )

    Menurut Hall (1980) air yang dikandung oleh bahan akan mengllap ke

    udara apabila tekanan lIap bahan lebih tinggi dari tekaran uap udara. Migrasi

    air dari tempat yang bertekanar. uap tinggi ke tempat yang bertekanan uap

    rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya. Tekanan uap air

    didalam ruang pengering akar. naikjika dipanasi. Hal ini menyebabkan tekanan

    menjadi lebih tinggi dari tekanan uap udara, sehingga terjadi perpindahan air

    dari bahan ke udara. Mengalirnya air dari dalam ke permukaan Lahan

    berlangsung secara difusi, sedangkan dari pennukaan bahan ke udara

    herlangsung secara penguapan biasa. Ilustrasi dari kedua proses [aiu

    pengeringan teoritis biji kakao terlihat pada Gambar 3

    A \ ~

    C

    Waktu Gam)

    A - B = Keccpatan pCllgcrint;all tClap B - C = Keccp:ltan pcngcringall mCllurun tahap I C - D = Kcccpalan pcngcringaa mCllurun t

  • 18

    2. Kadar ail' keseimbaligan

    Kadar air keseimbangan adalah kaelar air dari bahan yang higmskopis

    dimana tekanan uap bahan seimbang dengan lingkungannya ( BroC'ker et

  • 19

    k(;hilangan air, scdangkan kadar air keseimbangan ad SOl psi adalc,h kadar air

    hs~imbangan yang teljadi karen a bahan menyerap ilir.

    Daiam sorpsi isotermi dikenal f'roses desorpsi dan adsorpsi. Desorp,i

    ( pengeringan ) adalah pelepasan air dari bahan yang relatif basah, sedangkan

    adsorpsi adalah penyerapan air atau uap air oleh bahan yang relatif kering.

    Sorpsi isotermi bahan pangan umumnya berbentuk sigmoidal atau huruf" S "

    seperti tampak pada Gambar 4.

    Kurva sorpsi isotermi adalah kurva yang menunjukkan antara kadar air

    keseimbangan ( Me ) suatu bahan pangan dengan RH udara lingkungan pada

    tingkat suhu tertentu. Sorpsi isotermi suatu bahan hasil pertanian tergantung

    pada suhu, kelembaban relatif, kematangan ,jenis dan varietas tanaman.

    Sorpsi isctermi dalam bahan pangen dibagi menjadi tiga daerah, yaitu

    daerah pertama menunjukkan terjadinya adsurpsi lapisan tungga! atau

    monolayer, yang menunjukkan air terikat kuat sekali, daerah kedua terjadi

    adsorpsi lapisan jamak atau multilayer dimana air terikat agak lell1ah dan

    ll10lekul air tersusun mell1bentuk lapisan kedua diatas lapisan pertall1a, Daerah

    ketiga adalah terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan, Air dalam pori-

    pori yang lebih besar dibanding ukuran molekul air.

  • 1 1+------+> ,

    , , ,f

    desorpsi

    B I I

    . f

    absorpsi

    c

    L-____ ~ _______ _L _____________ __+

    20 40 60 RH (%)

    80

    Gambar 4. Bentuk umum sorpsi bahan pangan

    3. Panas Laten Penguapan

    100

    20

    Panas laten adalah energi yang digunakan untuk l11E;ngubah air dari sualL:

    fase ke fase lain. Panas laten ini dibagi menjadi tiga, yaitu (I) panas laten

    penguapan, (2) panas laten pembekuan, (3) panas laten sublimasi.

    Panas laten penguapan ( Hfg ) adalah panas yang tersedia atau digunakan

    untuk menguapkan air dari bahan. Panas laten penguapan tergantung dari suilu

    dan kadar air. Panas laten pen;;(uapan akan semakin tinggi apabila kadar air

    dan suhu rendah. Pacta Gambar 5 dapat dilihat perubahan fase yang dinyatakan

    dengan diagram fase. Diagram fase tersebut menyatakan hubungan antara suhu

    dan tekanan. Panas laten yang dibutuhkan pada perubahan fase dari cair ke

    uap adalah panas laten penguapan.

  • l B \ \

    PADAT

    PELEBURAN

    C PENGUAPAN

    CAIR

    o GAS

    ~LIMASI T

    Gambar 5. Diagram perubahan fase I '-----~~~~~--~

    I 1

    21

    Panas lat~n penguapan air pada beberapa tingkat suhu dapat dilihat pada

    Tabel 3 dibawah ini.

    [abel 3. Panas laten penguapan air ,,)

    15,55 2464,92

    26,67 2439,34

    37,"/8 2416,08

    48,89 2385,86

    60,00 2357,95

    71,1 J 2330,05

    93,33 2302, J" 100,00 2255,63

    HaJJ (1957) I" Untuk biji-bijian ditamuah 290,67 kJ/kg

  • 22

    4. Diagram Psikrometrik

    Proses pengeringan pada tumpikan biji-bijian dengan mengalirkan udara

    panas dapat dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini berarti bahwd panas yang

    dibutuhkan untuk menguapkan air dari biji-bijian hanya diberikan oleh udara

    pengering tanpa tambahan energi dari luar. Pada saat udara pengering

    mcnembus biji-bijian scbagian panas sensibel udara pengering c!ilibah menjadi

    panas laten untuk menguapkan air bahan.

    Pendekatan analisis perbandingan yang dilakukan adalah berdasarkan

    mekanisme eksternal dari aliran f1uida ( suhu, kelembaban, dan laju ali ran

    udara). Selama berlangsungnya proses pengeringan, terjadi penurunan suhu

    bola kering yang disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak dan kelengasan

    nish. Sedangkan suhu bola basah dan entalpinya tetap. IIIustrasi proses

    pengenngan sec"ra adiabatis pada kurva psikrumetrik dapat dilihat p?da

    Gambar 6.

    Tl T3 T2 Suhu Bola Kering ("e)

    Kcterangal1 : (I) - (2) : proses pemanasan udara (2) - (3) : proses pcngcringnll H\ : kclcmbaban Illutlak pada kondisi (I)

    (kg air/kg uk) H; : kclcmbaban ud",,, pau" kondisi (3)

    (kg air/kg uk) hn) : cnthalpi udara p

  • Beberapa parameter yang berpengaruh ted~adap proses pengenngan,

    diantaranya suhu dan kelembaban udara pengering, laju aliran lld

  • 24

    memuaskan. Hal ini disebabkan oleh pembelltukan senyawa calon

    aroma dapat beIjalan dengan baik, karella mei1umt Rohan (1963) pada

    kondisi tersebut suhu pada biji kakao tidak lebih besar dari 55 DC,

    sedangkan aerasi tetap beIjalan dengan adanya hembusan angin dari

    alat pengering.

    Seda."1gkall Wood (1975) merekomendasikal1 bahwa

    nengeringan yang konstan dengan aliran udara 180 - 540 meter

    perdetik pada suhu 80 DC akan menghemat biaya operasi, karena biji

    kakao akan kering dalam waktu yang relatif singkat.

    Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan suhu yang konstan

    yang akan memberikan panas yang cukup tinggi pada biji kakao,

    karena suhu pada biji kakao mendekati suhu ali ran udara, yaitu 80 DC

    Dalam pengeringan dengan menggunakan alat pengering

    mekanis, biji kakao yang dikeringka!l secara cepat dengan suhu

    pcngering: yang tinggi akan berper.gamh terhadap bau asam yang tajam

    dan biji kakao akan mengandung asam lemak yang lebih banyak

    daripada yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari.

    Sedangkan pengeringan biji kakao dei1gan menggunakan

    smar matahari (penjemuran) lebih disukai daripada pengeringan

    buatan. Hal ini disebabkan pengeringan secara penjemuran dapat

    menyebabkan teIjadinya proses aerasi yang lebih baik , sehingga oiji

    kakao yang dihasilkan dari proses pengeringan nlami tersebut akan

  • 26

    l1lenghasilkan rasa kakao yang enak (Siregar, 1964) Pengeringan seca;'a

    penjenlllran juga l1lel1lberikan flavour yang lebih baik dibandingkan dengan

    pengeringan secara buatan (lit qhatt, 1961).

    Selain itu, penjemuran biji kakao akan memberikan kondisi yang baik

    bagi berlangsungnya reaksi-reaksi pembentukan aroma. Koridis yang dimaksud

    adalah suhu pengeringan yang tidak terlalu tinggi yaitu berki~ar 40 "e, aerasi

    yang baik serta pengikatan sinar ultraviolet, sehingga dengan demikian

    reaksi-reaksi enzimatis yang penting dalam pemhentu kart aroma dapat

    berlangsung secara tahap demi tahap secara sempurna.

    Aspek kimia yang paling penting dari proses pengeringan adalall

    terjadinya reaksi hrowning enzimatis yang mellghasilkan warna coklat pada

    keping biji. Reaksi ini dapat terjadi karena adanya enzim polijello/-oksiduse

    yang mengoksidasi senyawa polileno/.

    Griffiths (1975) menyatakan bahwa senyawa epicatechin adalah substrat

    utama bagi enzim po1!feno/-oksida.l'e dalam reaksi tersebut. Senyawa ini

    dikenal sangat sepat, apabila tidak teroksidasi secara sempurna selama proses

    pengenngan maka akan terdapat rasa sepat yang tidak dinginkan pada biji

    kakao.

  • III. METODE PENELITIAN

    A. WAKTU DAN TEMPAT

    Pe!ai

  • 28

    ---:;i""'-f----- pintu pemasukan

    ~----+--- ruang pengering

    bijikakao-----r----~~~

    rak bahan ----t7'=-----i h~+--- pintu pengeluaran

    tungku pembakaran

    Gambar 7. Skema alat pengering kakao tipe rak zig-zag

    Untuk tungku digunakan plat besi dengan tebal 1.2 mm dan alas untuk

    pembakaran batu bara serta alas untuk heat exchanger terbuat dari besi siku ukuran

    5 x 5 em yang dipotong-potong dan dirakit dengan jarak antara potongar. yang satu

    dengan yang lainnya adalah I em. Diatas tungku pembakaran diletakkan kerikil

    yang berfungsi sebagai heat exchanger dengan tebal tumpukan adalah 3 em. Hal

    ini dilakukan agar api yang diperoleh dari hasil pembakaran batu bara pada tungku

    pembakaran tidak langsung mengenai bahan yang dikeringkan, akan tetapi terlebih

    dahulu memanaskan kerikil yang keJ11udian memanaskan udara yang masuk pada

    ruang plenum melalui lubang ventilasi yang telah dibuat pada sisi panjang alat yang

  • 29

    selanjutnya dipakai untuk mengeringkan bahan yang ada pada set,,:p rak. Udala

    yang tebh dipakai untuk mengeringkan bahan selaniulnya abn keluar mda1ui

    ccrobong atas pada alat pengering.

    Tinggi keseluruhan alat yang dibuat adalah 3.45 meter, yang terdiri dari kaki

    setinggi 0.15 meter, ruang pengering setinggi 2.10 meter, sungkup dan eerobcng

    setinggi 0.70 meter. Karena "Iat ini cukup tinggi, maka menimbulkan masalah

    dalam penggunaan didalam ruangan. Oleh karen a itu, alat ini lebih tepat dipakai

    dan digunakan diluar ruangan.

    Untuk proses pemasukan bahan yang akan dikeringkan, dimasukkan melalui

    pintu pemasukan yang terletak pada kedua sisi panjang alaI pad a bagian sungkup

    Karena alat yang dibuat ini cukup tinggi, maka untuk proses pemasukan bahan ini

    digunakail tangga yang dapat di!)indah-pindahkan.

    C. RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTlJRAL

    I. Rancangan fungsional

    a. Elemen Pelnindah Pans

    Elemen pemindah panas berfungsi untuk memiildahkail panas dali

    sumber panas (batu bara) ke udara pengering Dengan demikian

    pemai1asan udara dilakukan seeara tidak langsung. Sistim ini membcrikan

    beberapa keuntungan yaitu mencegah bau yang dr timbulkan oleh sumber

    pem'lnas, meneegah bertambahnya kandungan llap air pada udara

    pengering dan mengurangi resiko hangusnya bahan yang akan dikeringkan

  • 30

    b. RUling Plenum

    Ruang plenul11 adalah mang tempat dimana lIdara lil'gkung~n

    dipanaskan. Fosisi ruang ini tcrletak di bawah lUang pengerillg. Dikedua

    sisi pendek ruang ini diberi III bang sebagai tell1pat ll1asuknya udara

    lingkungan yang akan dipanaskan.

    c. Ruang Penger-jng

    Ruang pengering adalah ruangan dimana terdapat rak-rak tell1pat

    bahar. di keringka'l. Bagian atas dari ruang pengerir.g yaitu bagian

    sungkup, dimana terdapat dua buah pintu untuk ll1elllasukan bahan. Pada

    bagian bawah terdapat dua buah pintu lIntllk ll1engeluarkan bahan yan~

    telah mengalami proses pengeringan. Pada pllnc~k ruang pengering

    terdapat cerobong sebagai saluran keluarnya lIap air dan udara yang telah

    clipakai dalall1 pengering.

    Ruang pengering yang dirancang berbentuk kotak dan bagian alas

    ruang pengering berbentuk limas segi ell1pal, dill1ana pad a kcdua sisi

    panjangnya sekaligus ll1erupakan pintu untuk ll1ell1asukan ba'lan yang akan

    dikeringkan.

    d. Rak Bahan

    Rak bahan berfungsi sebagai wadah dari bahan yang dikeringkan

    Rak bahan tersebut tersusun secara zig-zak dengan kemiringan yang dapat

  • 31

    diatur. Keuntungan rak bahan secara zig-zak adalah a!iran udara tiapat

    berjalan secara lancar dan dapa! mef'genai selul1lh bahan yang dikeringkail

    Rak bahan terdapat dalam ruang pengering yang terdiri dari dua

    rangkaian zig-zak. Masing-masing rangkaian terdiri dari sembilan rak.

    Rak paling bawah pada setiap rangkaian berfungsi sebagai saluran

    penge!uaran bahan yang tdah dikeringkan.

    e. Sumber Energi Peruanas

    Sunlber enegi pemanas yang digunakan adalah pembakaran balu

    bara yang berada pada tungku pembakaran pada alat pengering. Dari hasil

    pembakaran tersebnt yang akan memanaskan kerikil sebagai heat

    exchanger yang berada didasar ruang plenum dan selanjutnya akan

    memanaskan udara iingkungan yang ma,uk pada ruang pienuill dan

    menjadi udara pengering yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan.

    2. Rancangan Struklllral

    a. Ruang Pen gering

    Ruang pengering berbentuk kotak dengall panjang 1.2 l11eter. lebar

    .0 meter dan tinggi2.10metel. Rangka ruang pengering terbuat dari kayu

    reng dengan ukuran 4 em x 6 em. Dan dinding ruang pengering tf'rbuat

    dari plat seng.

  • 32

    b. Rat.: Bahan

    Rak hallan terbuat dari kayu reng 2 em ;,: 3 em dengall panjang I 12

    meter dan lcbar 0.33 meter. Pada ketiga sisi rak bahan dibuat dinding yang

    terbuat dari papan dengan tinggi bersih yang dapat diisi biji kakao aJalah

    8.0 em. Alas rak terbuat dari bambu dengan diameter 0.5 el11.

    c. Ccrob(llIg

    Cerobong yang terdapat diatas sungkup ruang pengering berbentuk

    silinder terbuat dari plat seng der.gan ukumn panjang 30 el11 dan diameter

    15 em dan to pi eerobong berbentuk kerucut.

    d. Rnang plenum

    Ruang pleneum ini terdapat dibawah ruang pengering Dikedua sisl

    pendek dari ruang ini diberi lubang yang berflll1gsi sebagai ,aluran

    masuknya udara lingkungan yang akan dipanaskan.

    D. BAHAN DAN ALA T

    1. Bahan

    Bahan yang d:gunakan dalam pengujian alat pengenng ini adalah biji

    kakao yang telah difermentasi dan siap untul( dikeringkan dan batu bara

    sebagai sumber bahan bal(ar. Dan bahan yang digunakan sebagai heat

    exchanger adalah kcrikil.

  • 33

    2. AIM

    Alat-alat yang digunakan dalam pen~ujian "Iat ini adalah

    1. Termameter alkohol

    2. Timbangan digital

    , Oven pengering o.

    4. Desikator

    5. Velometer

    6. Kakao tester

    7. Wadah

    8. Stop watch

    9. Tempat sampel

    E. PROSEDURPERCOBAAN

    1. Pe."Cobaall Pendahllilian

    Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan

    I. Untuk mendapatkan suhu pengeringan yang konstan sebesar 70 lie

    2. Untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan lIntllk

    mendapatkan suhu konstan tersebut diatas

    3. Menentllkan slIdllt ongg0k biji kakao.

    Pada percobaan peJldahuluan ini juga dilakukan dtngan mengeringblll

    sejUlnlah biji kakaa dtngan tujuan uptuk mendapatkan sudul onggok ya:lg

    sesuai pada alat yang di bila\.

  • J4

    Pada proses penglsl

  • Gambar 8. Biji kakao pada rak pengering

    2. Percobaan Pengeringan

    Percobaan pengujian ini dilakukan dengan mengeringkan biji kakao

    dengan langkah-Iangkah sebagai berikut

    I. Buah kakao yang telah dipetik dikupas dan dikeluarkan bijinya. Biji kakao

    tersebut selanjutnya difermentasi selama lima hari. dibiarkan dua hari. sekali

    dibalikkan dan dibiarkan tiga hari

    2 Merendam dan mencllci biji kakao basah yang telah difermentasi

    3. Penimbangan berat total biji kakao yang telah dicliCi dan ditlriskan

    4 Persiapan alat pengering, seperti pengisian bahan bakar pad a tllllgkll

    pembakaran dan dihitung beratnya

    5. Pemasangan sensor-sensor pada titik yang akan diamati

  • Gambar 9. Alat pengering kakao tipe rak zig-zag

    6. Penyalaan bahan bakar.

    7. Pemasukan biji kakao pada pintu pemasukan pada alat pengering dan

    pengeringan dimulai .

    8. Pengukuran dan pencatatan suhu setiap satu jam sekali dan kadar air pada

    setiap dua jam. Pengukuran dilakukan hingga kadar air bahan yang

    diinginkan telah tercapai.

    Diagram alir percobaan pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 10.

  • 37

    8iji kakao segar

    1 Difermentasi (5 hari)

    1 Perendaman dan pencucian

    1 Ditiriskan selama 30 menit

    1 Penimbanga berat total biji kakao basah

    yang akan dikeringkan J.

    Persiapan alat pengering

    1 Pemasangan sensor pada titik yang akan diamati

    ~ Pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan

    ~ Proses pengeringan

    ~ Pengukuran (suhu, kadar air, kecepatan a1iran adara)

    l.

    Penimbangan biji kakao 1

    Analisa parameter ( kadar air dan suhu)

    Gambar 10. Diagram alir prosedur pengujian

  • 3. Perlakllall

    Perlakuan pada percobaan pengeringan ini adalah ketebalan biji kak,ll)

    yang terdiri dari dua level. yaitu ketebalan bahan 30 em dan ketebalan '.0 Cill

    Suhu udara pengering diusahakan dipertahankan pada level 70 T selam t;J o

    F. PENGAMATAN DAN PENGUKUR

  • l11engetahui apakah kadar air bahan pada rak yang diukur telah l1lenCapal

    kadar air 6 - 8 %, jika bahan pada rak yang diukur telah l1lencapai kadar 1m Co -

    8 %, l11aka bahan pada rak tersebut langsung dikeluarkan dari alat pengering.

    jika kadar air pada bahan belul11 l11encapai kadar air seperti vang telail

    ditetapkan, maka bahan yang ada pada rak tersebut terus dikeringkan. Gambar

    dari kakao tester ini dapat dilihat pada Gambar II dibawah ini

    Gambar 11. Kakao tester

    Dan untuk mendapatkan kadar aIr bahan vanu ~ '" sesunggu hnya.

    pengukuran dilakukan dengan eara metode oven, yaitu setiap sal1lpel yang telah

    diambil dalam setiap peride dua jam pada setiap rak, ditimbang berat awalnva

    kemudian dimasukkan kedalam oven pengering selama 7'2 jam dengan suhu

  • pada oven pengering adalah 100C. Gambar dari oven pengeri ng i Jll :'l'jWrll

    yang tertera pada Gambar 12 di bawah ini.

    Gambar 12. Oven pengering

    Setelah semua sampel mengalami proses pengeringan dalal1l o\en selal11Cl

    72 jam, maka setiap sal1lpel dikeluarkan dari oven pengering dan didinginkan

    didalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang berat akhirnva Kadar

    air awal ditentukan dari selisih berat (awal dan akhir), yaitu

    tnl - 1112

    (% bb ) x 100 % t) 1111

    ( % bk ) x 100 %

    dimana .

    m\ berat awal

    m2 berat akhir

  • 41

    Timbangan dan desikator yang digunakan dalam penentuan kaclar air

    bahan seperti yang tertera pada Gambar 13 dan Gambar 14 Perubahan kadilr

    air selama pengeringan dilakukan dengan mengambil ben!t contoh pad a rak

    atas, rak tengah dan rak bawah selama proses pengeringan berJangsung

    Gambar 13. Timbangan digital Gambar 14. Desikator

    2. Suhu

    Pengukuran suhu udara yang diamati meliputi suhu bola basah dan bola

    kering dari lldara lingkungan, suhu udara rak alas, rak tengah, dan rak bawah,

    suhu udara didalam cerobong dan suhu udara ruang plenum.

    Untllk mempertahankan suhu pengeringan yang konstan di ruang plenum

    sesuai yang diinginkan yaitu 70 "c, maka tial' periode satu jam suhu selalu

    dikontrol. Jika suhu di ruang plenum kurang dari suhu yang telah ditentllkan, I

    l11aka diadakan penambahan bahan bakar batu bara pad a tungku pembakaran

    dengan l11aksud untuk l11enaikkan kel11bali suhu pengering di ruang plenum

  • Jika slIilu penger11lg p{lda ruang plenulll herlebih clan suhu \-tltl~ h.'lllil

    ditetapkan, maka bahan bakar yang ada pada tungku pClllbakaran dukurangi

    atau dikeluarkan sebagian Gambar dari proses pcmbakaran bahan bah-ar halU

    bara pada tllngkll pembakaran seperti terlihat pada Gambar l'i eli baIVah inl

    Gambar 15 TlIngku pembakaran bah an bakar

    Untuk proses pengukllran suhu ini, digunakan 1'0 bllah tennometer

    alkohol y,mg telah dipasang pada POS1SI mi1smg-l11aSlng scperti yang tclah

    ditentukan, yaitu di cerobong atas. di rak paling atas. di rak tengah. di rak

    bawah, di ruang plenulll.masing-masing satu buah dan dlla buah dipasang diluar

    lingkullgan yang hcrupa suhll bola kcring dan suhu hola basah (;(llllhdr darl

    termomcter alkohol ini seperti terlihat paela Gambar I () eli halVah lIli

  • Gambar 16. Termameter alkahal

    Pengukuran suhu pada titik-titik yang diamati ini dilakukan pada setiap

    interval I jam sekali dimulai dari bahan mulai dikeringkan sampal bahan vang

    dikeringkan telah mencapai Kadar air sekitar 6 - 8 % bk.

    3. Pemakaian Bahan Bakal

    Pel11akaian batu bara sebagai bahan bakar dihitung berdasarkan

    banyaknya batu bara yang terpakai seial11a proses pengeringan beriangsung.

    Nilai kalar briket batu bara yang digunakan sebesar 25080 kJ/kg (sumber

    Departemen Pertambangan dan Energi Direktarat Batubara. 1993). dapat

    dilihat pad a Tabel 4

    batu bara ke dalam tungku pembakaran, kCl11udian (libakal .lIb suilll L1t1ara

  • 44

    pengering pad a ruang plenum belum tercapai, maka ditambahkan lagi batu bara

    hingga tercapai suhu udara pengering yang dibLlt.uhkan.

    Tabel 4. Spesifikasi brike! batu bara

    Telur > 5700 - tak berasap

    - tak berbau

    Sarang tawon > 4500 - tak berasap

    - tak berbau

    - teknik penyempurnaan

    zat terbuang diperlukan

    SumlJer: Dep31temen Pert3mu2ngan daa Energi Direktorat Datubara, 1993

    4. Kandungan Biji Slaty

    Sampel diambil sebanyak 100 butir pada setiap nasil pengeringan secara

    acak, kemudian dipotong dengan menggunakan plsau. Keping biji slaty

    ditentukan dengan melihat penampakan bagian dalam keping biji yang

    berwama ungu atau kelabu. Kandungan biji slaty dapat ditentukan dengan

    menggunakan ruffiUS :

    Jumlah biji slaty % biji slaty = x 100 % ..... .3)

    Jumlah biji sampel

  • Tabei 5. Standar kakao InternasiGnal a)

    Biji slaty Biji dirusak serangga, pipih dan berkecambah

    Sumber : a) Sulist)'owati. 19X6 (BPP)

    G. PERHITUNGAN

    1. Kadar Air

    3 , -,

    8

    6

    Kadar air dalam suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua keadaan, yaitll

    kadar air basah dan kadar air kering. Kadar air biji-bijian dihitung dengan

    menggunakan persamaan berikllt ( Henderson dan Perry, 1955)

    100Wm m

    Wm + Wd

    100 Wm M

    Wd

    dimana:

    m kadar air basis basah (%) M kadar air basis kering (%) Wm = Berat air dalam bahan (gr) W d berat bahan kering (gr)

  • 46

    2. Kcbutuhan Encl'gi Pcngcl'ing

    Bcban uap air adalah berat air yang perlu dikelur.rkan dari uahan 13e1l

  • 47

    Energi yar;g digunakan untuk menguapbn 3ir dari bahan yanc;

    dikeringkan (Q I) dapat clihitung dengan menggunakan per:;amaan

    E x hl'g

    dimana

    Ql energi panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan (Id/jam) E beban uap air (kg)

    hlg = panas latent penguapan air (kJ/kg)

    Energi pemanasna udara (Q2) dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan berikut

    dimana,

    Q2 = m x cp x (T 2 - T I)

    m= AxYxp

    Q2 = jumlah energi pemanasan udara (kJ/jam)

    m massa aliran udara (kg/jam)

    Y = kecepatan aliran udara (m/det)

    p = densitas udara (kg/m3)

    A penampang melintang cerobong (m2)

    Cp = panas jenis udara (kJ/kg C)

    T I = Suhu udara masuk C'C)

    T2 = Suhu udara rualig plenum (OC)

    ... 9)

  • 48

    Jumlah energi yang dihasllkan bahan bakar batu oara (Q,) selal1l~ proses

    peogeringan, dc_pat dihitung dengan 111engetahui niiai panas dari batu bara

    seperti tertera padaTabel 4 dan menggunakan persamaan berikut

    dimana.

    Q2 = jumlah energi yang dihasilkan bahan bakar batu bara (kJ)

    Wh = jumlah bahan bakar yang terpakai (kg)

    hm = kandungan panas batu bara (kJ/kg)

    3. Keccpatan Pcngeringan

    .10)

    Kecepatan pengeringan menunjukkan kecepatan turunnya kandungan air

    dari suatu bahan yang dikerin[;kan persatuan waktu. Kccepatan pengenng,dl

    ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut .

    Kadar "iT awal - Kadar air akhir % bkljam 1 J )

    lama pengeringan

    herat air awal - berat air akhir kg air/jam J 2)

    lama pengeringan

  • 4. Penampilan Efisicnsi Ala!

    a. Efisiensi Pengeringall

    Efisiensi pengerir.gan (11,) adalah pelbandingan antara energi pana,

    yang digunakan untuk menguapkan air bahan (Q,) dengan energi pelllalOasan

    Q, 111 = X 100 % . 13 )

    b. Efisiensi Pemanasan (1)2)

    Etisisnsi pelllanasan (11') adalah perbandingan antara energ'

    pemanasan udara (Q2) dengan jUl1llah energi yang dihasilkan bailan

    bakar (Q,)

    X 100%. 14)

    c. Efisiensi Total (TlJ)

    Efisiensi total (11,) adalah perbandingan antara energi panas yang

    dipergunakan untuk l1lenguapkan air bahan (Qil dengan energ' panas yang

    dihasilkan bahan bakar (Q3) dengan l1lenggunakan persamaan berikut

    ---x 100%. Q,

    .'

  • 50

    5. AnaiiSlS Biaya

    Analisis biay'! diperlukan untuk ll1engetp.hui kelayakan dari alat pengering

    yang dirancang serta biaya operasi yang di~erlukan untuk mengeri'1gkan bahan

    persatuan berat hasil.

    Pada p"rhitungan biaya ini, secara umum dapat dibagi kedalal'1 dua

    golongan, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost)

    Dengan mengetahui biaya tetap dan biaya tidak tetap maka kapasitas alat,

    jumlah Jam kerja set~.hun dan biaya produksi dapat dihitung

    (Soedjatmiko, 1975)

    Biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan, bunga modal dan pajak. Biaya

    penyusutan dihitung dengan menggunakan met ode garis lurus dengan

    pers?m~an sebagai bcrikut (De Genno, 1974)

    D

    dimana :

    P harga alt (Rp)

    P-S

    N

    S = harga akhir alat (Rp)

    N = umUf ekonomis alat (tahun)

    ...... 16 )

    Sedangkan biaya tidak tetap terdiri atas biaya operator, biaya bahan

    bakar, biaya pemeliharaan alat dan perbaikan.

  • 51

    J3iaya operator ditentukan Rp. 4000/hari, l>iaya bitlun bakar Rp. }50/Kg

    dafl hiaya pemeliharaan dan perawalan alat ditentllkan sebe,ar 10 % dari Inrga

    alat.

    .A BP (- + B)xC. ............. 17)

    X

    dimana:

    A ~ biaya tetap (Rp/tahlln)

    B biaya tidak tetap (Rp/tahlln)

    C Kapasiws alat (kg/jam)

    X total jam kerja per tahun (jam/tahun)

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. PERCOBAAN PENDI\HULIJAN

    Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

    berapa jumlah bahan bakar yang perlu diumpankan kedalam tungku pembakaran

    untuk mencapai suhu konstan 70 "C pada ruang plenum. Dari dua kali percobaan,

    dimana percobaan I dengan pertama-tama mengumpan sejumlah 4 kg balu bara

    kedalam lungku pembakaran, suhu pada ruang plenu,n naik dari suhu awal 28C

    menjadi suhu 70 "c pada se\ang waktu dua jam. Setelah ilu, suhu pada ruang

    plenum periahan-Iahan turun hingga mencapai suhu 64 "C jJ[,da selang waktu satLl

    jam setengah. Ini menandakan bahwa perlu diadakan pengumpanan bahan bakar

    lagi ke dalam tungku pembakaran untuk menaikkan kembali sLlhLl pacla rLlallg

    plenum Dan setelah melakukan penambahan sebanyak 2 kg, maka suhu pacla

    ruang plenum kembali na!k dengan maksimum 65 "c pada selang 'VaktLl satu jam

    setengah dan setelah itLl, suhu perlahan-Iahan turun kembali.

    Rata-rata suhu pacla ruang plenum yang dapat dicapai pada percobaan I ini

    yang berlangsung selama 6 jam dengan mengumpan sejumlah 6 kg batu bara ke

    dalam tungku pembakaran adalah 60,31 "c Data selengkapnya c1apat dilihat pacla

    Lampiran 2.

    Pacla percobaan 2 clengan pertama-tama mengumpan sebanyak 6 kg batl!

    bara ke clalam tungku pembakaran, suhu di ruang plenum nai\.; c1ari

  • suhu awal 28 "C mcnjadi 80 "C dalam selang waktll 2 jam. Setelllsnyo suhu

    perlahan-lahan turun hingga 70 "C pacta selang waktu 2 jam Pengumpanan batu

    bara selanjutnya dilakukan pada saat suhu diruang plenum sebesar 75 "c. Hal ini

    dilakukan karena melihat kenyataan yang terjadi pada percobaan I, dimana pada

    saat pe~gumpanan batu bara ke dala.n tungku pembakaran, suhu di ru?ng plenum

    tidak langsung mengalami kenaikan, bahkan mengalami penurunan, baru setelah

    selang waktu 2 jam 3uhu udara pada ruang plenum kerr.bali naik. Pada percobaan

    2, hal yang terjadi pada percobaan 1 terjadi pula, dimana suhu diruang plenum

    pada saat pengumpanan batu bara masih 75 "c, dan setelah pengumpanan

    mengakibatkan penurunan suhu hingga 65 "c pada selang waktu 2 jam dan baru

    setelah selang 2 jam, suhu diruang plenum menga!ami kenaikan kembali Rata-rata

    suhu pada ruang plenum pada percobaan 2 ini adalah 69,77 "c. Data selengkapnya

    dapat dilihat pada Lampiran 3.

    Dari dua kali percobaan yang dilakukan (percobaan I dan 2) pada

    percobaan pendahuluan ini, didapatkan kenyataan bahwa untuk mendapatkan suhu

    konstan pada ruang plenum scbesar 70 "c sangat sulit. Hal ini dipengaruhi oleh

    bahan bakar yang digunakan dimana pada saat pengumpanan bahan bakar batu

    bara ke dalam tungku pembakaran, batu bara yang diumpan tersebut tidak

    langsung terbakar, bahkan dengan adanya p~ngumpanan bahan bakar tersebut

    mengakibatkan suhu di ruang plenum tUruil. Dan setelah selang waktu bebcrapa

  • .:)+

    jam kemudian (setelah bahan bakar yang diumpan ikut terbakar) barulah suhu

    kemhali naik.

    Deltgan membandingkan hasil yang diperoleh dari percobaan 1 dan :2

    (khususnya menyangkut nilai suhu rata-rata di ruang plenum), maka pada

    percobaan pengeringan, yang digunakan sebagai dasr.r khususnya dalam hal

    jumlah bahan bakar batu bara yang perIu diumpan ke dalam tungku pembakaran

    adalah hasi: dari percobaan 2, yaitu dengan pertama-t~.ma mengumpan sejumlah

    6 kg batu bara. Dan pengumpanan batu bara selanjutnya dilakukan tergantung

    dari disesuaikan dengan keadaan suhu pada ruang plenum.

    Selain untuk menentukan jumlah bahan bakar yang pellu diumpankan ke

    dalam tungku pembakaran untuk memperoleh suhu konstan pada rllang plenum,

    percobaan pendahuluan ini juga dilak'lkan untuk menentukan sudut onggok biji

    kakao paria alat yang dibuat. Dari percobaan yang dilakukan, sudut onggok biji

    kakao pada alat tidak dapat tercipta yaitu 70" (sesuai dengan hasil penelitian yang

    telah dilakukan sebelumnya). Hal ini disebabkan oleh jarak pertell1uan antara rak

    terlalu jauh.

    B. PROSES PENGERINGAN

    Pengeril'.gan adalah rrnses pengeluaran air dari suatu bahan sampai Kadar

    air yang setimbang dengan keadaan udara atmosfir normal atau pacta Kadar air

    dimalla penurunan kualitas Jari Jamur, aktivitas enzlm dan serangga dapat

  • diabaikan. Untuk biji kabo dikeringkan hingga Kadar air y2.ng tersisa padil bahan

    sekitar 6 - 8 % basis busah.

    Dari hasil pengujian pengeringan biji dengan level ketebalan 3 em (13:2 kg

    biji kakao basah) dengan Kadar air awal 169,36 % basis kering dikeringkan selama

    58 jam uniuk meneapai kadm air akhir bahan rata-rata 6.86 % basis keiing dengan

    berat akhir dari bahan adalah 46 kg biji kakao kering. Data selengkapnya mengenai

    !cadar air awal, Kadar air akhir dan lama pengeringan untuk setiap rak pacta

    perlakuan dengan level ketebalan bahan 3 em dapat dilihat pad a Tabel 6. Dan data

    penurunan Kadar air tiap periode dua jam, selengkapnya dapat dilihat pad a

    Lampir2.n 4.

    Untuk [eve! ketebalan 5 em (220 kg biji kakao basah) dengan kadar air awal

    balun 171,52 % basis kering dan lama pengeringan 62 jam untuk meneapai kadar

    air akhir rata-rata 7,01 % basis kering, dengan berat akhir dari bahan adalah 76 kg

    biji kakao kering. Data selengkapnya untuk Kadar air awal, Kadar air akhir dan

    lama pengeringan untuk setiap rak dapat dilihat pada Tabel 7. Dan data penurunan

    Kadar air tiap peri ode dua jam selengkapnya dapal dilihat pada Lampiran 5.

  • Tabel6. Data kadar air awal d~.n bdar air akhir (%t)k) , dan lama pengerinuan biji kakao untuk setiap rak pada level keteiJalan bahan 3 em.

    Rak 1 169.36 6.-18 10

    Rak 2 169.36 7.16 ~2

    Rak 3 169.36 6.63 ~x

    Rak4 l69.36 7.09 ~X

    Rak 5 169.36 6.66 52

    Rak6 169.~6 6.6~ 56

    Rak 7 169.36 7.39 )h

    Rak 8 169.36 6.S5 5X

    Tabel7. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk), dan lama pengeringan biJi kakao untuk setiap rak pada level ketebalan bahan 5 em.

    Rak 1 171.52 (dU .'" -l

    Rak 2 171.52 7.5 t H

    Rak 3 171.52 7.IIX ~x

    Rak~ 171.52 7.59 50

    Rak5 171.52 G.]}; 5-l

    Rak 6 17 1.52 6.17 5X

    Rak 7 171.52 6.5X (l2

    Rak 8 171.52 7.65 (,2

  • 57

    180 1.-------------------------------------------------------------------.

    160

    140

    120 I \ ~~ Rakl I ( \ \

    " [JJ ;;'. 100

    ~

    '" 80 - Rak4 , , 0 ~ a::

    '" "

    60

    \ "

    ~ - Rak8

    40

    20

    -~---.---~__a__~j o ! J

    o N V ~ ro 0 N V ~ 00 0 N V W 00 0 N V W 00 0 N V m WON V W 00 ~ ~ N N N N N n n n n n v v v v v ~ ~ ~ ~ ~

    'NAKTU ( JAM)

    Gamb

  • 58

    180 ,-----------------------.--

    160

    140

    120

    "

  • '" '" "" -

    '" ;;:

    '" '" C

    '" '"

    59

    180,1----------------------------------------------------------------

    160

    140

    120

    100

    so

    60

    40

    20

    I

    , ' , '

    , ' , '

    Ketebalan 3 em

    Ketebalan 5 em

    RakS

    ,

    ,

    -Rak4

    ,

    . Rak 1

    Rak4 .. -

    '" .

    Rakl.----------~~~~~-- ....... ~ .. - ..... --. ____ -l

    WAKTU \JAM)

    Gambar 19_ Grafik pl'!rbundingan proses pengeringun biji kakao pada level ketebalen 3 em dengr.Cl 5 em

  • Grafk proses pengenngan biji kakao dcngan perlakuan level ketelnlan

    bahan 3 em dapat dilihat pada Gambar 17 c Sedangkan untuk perlakuan dengan

    level kctebalan bahan 5 em dapat dilihat pada Gambar 18. Dari grafik prose:;

    pengeringan tersebut dan data yang ada pada Lampiran 4 dan 5, baik pada level

    dengan ketebalan bahan 3 em maupun pada level ketebalan bahan 5 em terlihat

    bahwa rak pertama (rak yang berada diatas ruang plenum) menghasilkan proses

    pengeringan yang lebih eepat dibandingkan dengan rak-rak yang ada diatasnya.

    Pada level ketebalan bahan 3 em, bahan yang ada pada rak yang paling

    bawah mengalami proses pengenngan selama 3.0 Jam dengan

    Kadar air akhir 6,48 % basis kering, sedangkan pada level dengan ketebalan

    bahan 5 cm, bahan mengalami proses pengeringan selama 34 jam dengan Kadar air

    akhir 6,82 % basis kering. Data selengkapanya mengenai Kadar air bahan ini dapat

    dilihat pada Lampi ran 4 dan 5, dan untuk grafik penurunan Kadar air pada semua

    rak dapat dilihat pada Lampiran 6 d:m 7.

    Masih dari grafik pada Gambar 17 dan 18, terlihat bahwa penurunan kadar

    aIr terhadap waktu mempuayai pola yang sam a, yaitu bentuk eksponensial

    Penurunar. Kadar air terjadi sangat menyclok pada awal pengeringan, kemudian

    turun perlahan-lahan sampai perubahan kadar air mendekati no! Keadaan ini

    menunjukkan bahwa Kadar air biji kakao akan turun terus sampai tercapai kadar air

    keselmbangan dimana laju uap air yang dilepaskan ke udara pengering sama dengan

  • iumlah uap air yang diserap oleh b\ii l,:akao. Pada grafik tersebut terlihat ,iug"

    beberapa tahap penurunan kadar air, yaitu tahap penurunan cepat yang berlangsung

    pada awal proses pengeringan, tahap penurunan kadar air lambat, yaitu pada saat

    grafik penurunan mulai landai dan tahapan yang terakhir adalah tahap penurunan

    kadar air sangat lamb at yang terjadi paJa sac,( perubahan kadar air sang at

    kecil (kurang dari I % bk). Selain itu, grafik tersebut memperlihatkan bahwa pada

    tingkat suhu udara pengering yang berbeda akan menyebabkan teriad:nya

    penurunan kadar air yang berbeda. Pada grafik tersebut, baik pada ketebalan bahan

    3 cm maupun pada ketebalan bahan 5 cm, rak paling bawah (rak I atau rak yang

    paling dekat dengan ruang plenunl) mengalami proses penurunan kildar air lebih

    cepat dibandingkan dengan rak yang ada diatasnya. Hal in: disebabkan oleh rata-

    rata suhu yang melewati rak bawah (rak 1) lebih besar dari rata-rata suhu yang

    melewati rak yang ada diatasnya.

    Cepatnya bahan mengalami proses pengeringan pada rak pel1a111a

    (rak paling bawah), kemudian disusul dengan rak diatasnya disebabkan oleh udara

    pengering yang mengenai bahan pada rak pertama 111emiliki kapasitas penyerapan

    uap air yang sangal tinggi. Pada rak kedua dan setenisnya sampai rak keelelapan

    (rak yang paling atas), kapasitas penyerapan uap air 111enjadi semakin kecil. Hal ini

    disebabkan oleh udara panas yang melalui rak telah menyerap uap air yang

    diuapkan oleh bahan dari rak pertama, bahan pada rak kedua, dall seterusnya

  • sampai akhirnY(l, udara pengering keluar dal'j alat pengering Ir,e!alui CE;r0bong alas

    alat pengering Grafik untuK proses pengeringan pada level ketebalan bahan 3 Cill

    dan 5 em untuk keseluruhan rak dapal dilihal pada Lampiran 6 dan 7.

    Untuk grafik perbandingan antara proses pengeringan pada ketebalan bahan

    3 em dengan 5 em dapal di!ihat puda Galllbar 19. Gratik tcrsebut Illemperlihatbn

    bahwa pada tingkat ketebalan bahan yang berbeda akan menyebabkan penurunan

    Kadar air dan waktu pengeringan yang berbeda. Dari grafik tersebut untuk rak yang

    sam a (rak I) tetapi ketebalan bahall yang berbeda, rak I pada ketebalan bahan 3 cm

    melllpunyai pCllurunan kadar air yang lebih cepat dibandingkall dengan ketebalan

    5 cm. Begltupula untuk rak 4 dan rak 8. Selain itu, waktu pengeringan untuk rak I

    pada ketebalan bahan 3 cm lebih cepat dibandingkan dengan rak I pada ketebalan

    bahan 5 cm. Brooker et ai, (1974) menyatakan bahwa salah salu yang menentubn

    lama proses pengeringan adalah ketebalan bahan. Data s~lengkapnya mengen'lI

    waktu pengocringan untuk setiap rak dapat dilihat pada tabel

  • C. KECEPATAN PENGERTNGAN

    Keeepatan pengeringan biji kakao dapat ditcntukan dengan menggunakan

    persamaan I I dan 12. Dari perhitungan didapatbn rata-rata keeepatan pengeringan

    sebesar 3,49 % bk I jam untuk level ketebalan bahan 3 em, dan 3,3 I % bk/jam

    untuk level ketebalan bahan 5 em. Data rata-rata kecep?Jan pengerlllgml

    (% bkljam) untuk setiap rak dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini dan data

    sekngkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

    Tabel 8. Keeepatan pengeringan (% bk/jam) untuk setiap rak

    Untuk keeepatan pengenngan pada setiap raj.:, terlihat bahwa raj.: vang

    paling bawah (rak yang paling debt dengan ruang plenum) memiliki kecepatan

    pengeringan yang lebih tinggi dibandingkr~n dengan rak-rak yang ada diatasnya,

    baik pacta level perlakuan dengan ketebalan bahan 3 em, maupun pada level dengan

    ketebalan bahan 5 em.

  • :J5

    30

    ::;; .. 25

    ~ "' ;!'.

    ~ 20 ~ i w (!) z

    ~ \5 z .. ....

    .. a. w f:rl 10

    "

    5

    J-t---- Rakl

    J II Rak4

    I---+--\--I - Rak 8

    '/ oX \ \L!~: .~. ~.='. ~

    o N ~ m ro a N ~ m ro 0 N ~ m ro a N ~ ~ ro 0 N ~ m ro a N ~ ~ ro ~ ~ ~ ~ ~ N N N N N M M M M M ~ ~ V ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

    WAKTU (JAM)

    Gambar 20. Grafik keeepatan pengeringan biji kakao ( % bkljam ) pada level ketebalan 3 em

    64

  • 311

    -----------~

    25

    - 1\ :;; Rakl .. ...,

    " 20 III

    ~. I/\~ - Rak4 1 I ~ 15 1\ I w (!) z

    I'"f~~ /\ Rak8 t Ii I \~ I V '0\ .--\J

    5

    -. - -~ 1 oV Y " .- ~v. ----.Y ~. a N v ~ ro 0 N ~ ~ Q 0 N V m ro 0 N V ~ ro 0 N V m ro 0 N V m ro

    ~ ~ ~ ~ ~ N N N N N M M M M M ~ V V V V ~ ~ ~ ~ ~

    WAKTU (JAM I

    Gambar 21. Grafik keeepatan pengeringan biji kakao ( % bkJjam ) pada level ketebalan 5 em

    o

  • Dari g,alik rada G~mbar 20 dan 2 J, periode kecepatan pengeringan letal'

    tidak terlihat dengan jelas, akan tetapi yang terlihat dengan jelas adalah periode

    kecepatan pengeringan menurun. Hal ini disebabkan biji kakao yang dikeringkan

    tidak memiliki Kadar air bebas yang melingkupi permukaan biji sebelum

    dikeringkan. Ht'nderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa kecepatan

    pengenngan konstan berlangsung cepat dan dapat diabaikan. Lebih lalljut

    dikatakan bahwa untuk menyebabkan terjadillya laju pengeringan tetap perlu adanya

    air bebas yang cukup besar yang menyelimuti seluruh pennukaan bah an yang akan

    dikeringkan. Sedangkan Thahir (J 988) menyatakall bahwa pad a biji-bijian.

    keeepatall pengeringall konstan terjadi de!1gan singkat, sehingga dapat diabaikan

    Lebih lanjut dikatakan bahwa keeepatan pengeringan tetap pada prodLlk bioingi,

    terjadi pada awal pengeringan dengan Kadar air diatas 70 % bb. Sedallgkan Kadar

    air biji kakao pada proses pengeringan ini l11asih jauh dibawah kQndisi ,di\ltas, yailu

    pada pengeringan deilgan ketebalan bahan 3 em Kadar air awal biji kakao sebesar

    62,54 % bb dan untuk ketebalan 5 em Kadar air awai biji kakao sebesar 63, 17 % bb.

    Masih dari grafik pada Gambar 20 dan 21, grafik tersebut menulljukkan

    bahwa pada awal pengeringan, kecepatan pengeringan berlangsung cukup tinggi.

    kemudian pada selang waktu tertentu keeepatan pengeringan sel11akin l11enurun

    Tingginya kecepatan pengeringan disebabkan pada awal pengenngan massa all'

    l11aslh banyak terdapat di daerah sekitar pennukaan bahan Proses penguapan akall

  • beriangsung cepa! karena atr terse/lut mudah menguap /lila bahan tc:rsebut

    dipanaskan. Namun pada tahap selanjutnya, kecepatan pengermgan semakin

    menu run karena pada tahap ini terjadi proses difusivitas, dimana terjadi proses

    . perpindahan massa air dari dalam bahan ke permukaan bahan, baru selanjutnya

    terjadi penguapan air dari permukaan bahan ke medium pengering, sehingga waktu

    yang dibutuhkan untuk proses penguapan mass a air lebih lama dibandingkan proses

    yang terjadi pada awal pengeringan.

    Proses perpindahan massa air uari dalam bahan ke permukaan bahan

    disebabkan oleh pcrbedaan tekanan uap alltara medium pengenng dengan bahan

    yang dikeringkan. Perpindahan at au migrasi air dari tempat yang bertekanan uap

    tinggi ke tempat yang bertekanan lIap lendah adalah sebanding dengan selisih

    tekanan uapnya (Hall, 1957)

    Semakin lama waktu pengeringan, maka kecepatan pengeringan akan

    semakin kecil karena jarak perjalanan massa air dari dalam bahan berbanding lurlls

    dengan lamaljya waktll. Proses perpinuahan massa air dari da/am bahan terjacli lapis

    perlapis, karena selnakin jauh jarak yang ditempuh, maka semakin lama waktu yang

    diperlukan supaya massa air tersebut sampai ke permukaan bahan.

    Secara umum dari data kecepatan pengeringan (% bk/jam) paela Lampiran 8

    dan 9, serta grafik kecepa!an pengeringan pada Lampiran 10 dan II terlihat ba!1\va

    kecepatan pengeringan akan mer:urun seiring dengan bertambahnya waktu

  • pengenngan. Semakin lama waktu yang diperlukan IJntuk mengeringkw bilhan.

    maka kecepatan pengeringan akan semakin menurun.

    Laju penguapan air dihitung dengan menggunakan persaman 7. Untuk laju

    penguapan air, pada level ketebalan bahan 3 em adalah 1,36 kg/jam, sedangkan

    pada level keteblan bahan 5 err; adalah 2,15 kg/jam. Besar dan kecilnya laju

    penguapan air pada bahan dipengaruhi oleh besar dan keeilnya jumlah air yang

    diuapkan pada proses pengeringan. Sc:makin besar jumlah air yar,g diuapkaI', maka

    laju penguapan air akan semakin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah all

    yang diuapkan, maka laju penguapan "if akan semakin keeil pula .

    . - .

    ~ ',.'

    "

  • D. SEBARAN SUHU UDARA PADA ALAT PENGERING

    Dari proses pengeringan yang telah dilakukan dengan dua level ketebalan

    bahan yang berbeda, memberikan sebaran suhu yang berbeda pula. Pada level

    ketebalan bahan 3 em, suhu udara lingkungan berkisar '20 "c - 34 "c, sebaran suhu

    pada rak bawah 27C - 66 "e rak teng&h 27C - 58 "c, rak atas 27 "c - 5' "c.

    Suhu ruang plenum berkisar antara 28 "c - 80 "c sedangkan suhu pada eerobong

    berkisar antara 30C - 47 "c.

    Untllk level ketebalan bahan 5 em dengan slIhll lingkllngan

    bcrkisar 20 "c - 35C, diperoleh sebarab sllhll sebagai berikllt rak bawah berkisar

    antara 28C - 69 c, rak tengah berkisar antara 28C - 67 "c, rak alas berkisar

    anlara 28 "C- 57 "e Pada (Uang plenum suhu berkisar antara 28 "c - 82 "c. dan

    suhu pada eerobong berkisar antara 29 "c - 60 "e.

    Untuk suhu rata-rata dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini, dan sebaran

    suhu seleilgkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.

    Tabel 9. Rata-rata suhu lingkungan ee), suhu udara diatas rak ee), suhu plenum eC) dan suhu cerobong ("C).

    3 26.08 20.811 49.83

    5 26.21 21.68 5L95

    Tdu sllhll uola kcring

    Twb : suhu bo!a basah

    43.15

    H.57

    411,1lJ 65.32 lx.:n 39.87 64.711

  • 80 I (

    70

    .'

    60 -x- Suhu bola kering

    ~ 50 I, + ' ---- Suhu bole. basah ..,

    - - - - - . Suhu diatas rak baw211 (rak 1)

    ---+-- Suhu diatas rak tengah (r2k4)

    -:

  • 71

    80

    70 ~ J\ (\ r\;~ \ ( \ f\ I \ M I :\ :\

    \'\ M,' . + . . +'+J '+t-I \;!; / \ .

    60 -X- Suhu bola kering \ V . \ .~. .: \ ... N . \ . II X \" \

    . . . . . . I \ .. , .:(1 \X 00 III'. I . 1'1 ,. .. I . ,'. x:i: XX" \.

    . \ . \. . : \ . ~ , . . '\. I ., I \

    1:> ' '. . _-, '." ', .. ,,' \ .,

    --- Suhu bola b3sah

    15 :::J :I: 40 :::J

    '"

    30

    '. (" . '.' \. '\ I h I, . + \ I " ,I " XXXXX .+ 'X

    . + /\' '." ,I + \\

    ,! I \ / X + +\ I X;o: ,,:.:X~'l" '\ +.+~. . +< \:.Ac Xx xxx "' I .'''', '(1:,xx > N '" ro N " c--N N o '"

    '" '" WAKTU (JAM)

    ill

    '"

    m

    '"

    N

    "" '" "

    ro

    " :;; "

    '"

    c--

    '"

    o ill

    Gambar 23, Grafik perubahan suhu ("e) terhadap waktu (jam) pada pengeringan biji kakao dengan level ketebalan 5 em.

  • Dari gratik pada Gambar 22 dan 23 terlihat bahwa baik pad1, pengeringan

    . dengan level ketebalan bahan 3 em, maupun pada level ketebalan bahan 5 em, suhu

    paling tinggi adalah suhu pada ruang plenum, kemudian suhu pada rak, dan suhu

    yang paling rendah adalah suhu lingkungan.

    Dari data suhu yang didapatkan pada pereobaan im, suhlj konstan 70 "e

    pada ruang plenum tidak tereipta. Hal ini disebabkan oleh tluktuasi panas yang

    dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar batu bara pada tungku pembakaran

    yang tak bisa dikontrol. Jika diadakan pengumpanan bahan bakar batu bara ke

    dalam tungku peti1bakaran dengan maksud untuk menaikkan kembali suhu udara

    pada ruang plenum yang te1ah turun dibawah suhu yang ditetapkan yaitu 70 "c

    bahan bakar tersebut yang diumpankan terkadang tidak langsung terbakar, hal ini

    menyebabkan suhu di ruang plenum sell1akin turun. Dan baru setelah selang

    beberapa saat setelah bahan bakar yang diumpankan tersebut ikut terbakar barulah

    akan menyebabkan kenaikan suhu di ruang plenum hingga terkadang melebihi dari

    suhu yang diinginkan yaitu 70 "C Jika kondisi ini terjadi, salah satu cara untuk

    mengurangi suhu diruang plenum adalah dengan ll1engurangi (mengeluarkan

    sebagian bahan bakar batu bara) dari daiam tungku pembakaran Dan iika hal ini

    dilakukan, akan mengakibatkan pemborosan pemakaian bahan bakar, karena jika

    batu bara yang telah terbakar diambil, maka batu bara tersebut tidak bisa

    diumpankan lagi ke dalam tungku pembakaran karel1l sudah menjadi debu. Jadi hal

  • 7' .'

    illi tidak dilakukan selama suhu di mang plenum tidak mergalami kenaikall yang

    terlalu tinggi akibat pellambahan pellgumpanan bahan bakar batu bara ke dalam

    tungku pembakarall. Namun demikia!1, dengan adanya tluktuasi suhu diruang

    plenum ini akibat pengumpanan bahan bakar mengakibatkan rata-rata dari suhu

    diruang plenum sclama pellgeringan berlangsullg m1s1h l1'endekati suhu udara yang

    diinginkall, yaitu pada pengeringan dengan ketebalan bahan 3 COl, rata-rata suhu di

    ruang plenum adalall 65,32 DC, dan untuk ketebalun 5 cm, rata-rata suhu yang

    dicapai adalah 64,70 "C Data selengkapnya mengenai sebaran suhu ini dapat

    dilihat pada Lampiran 12 dan 13.

    E. PENAMPILAN EFISlENSI ALA T

    I. Efisiellsi Pengeringan ( 11 I )

    Efisiensi pengeringan adalah perhalldingan antara energl panas yang

    digunakan untuk menguapkan air bahan dengan energl pemanasan udara.

    Efisiensi pengeringan ini dihitung denganmenggunakan persamaan 13 (ontoh

    perhitungan dapat dilihat rada Lampiran 14 dan 15.

    Tabel 10. Efisiensi pengeringan

  • Untuk level dengan ketebalan bahan 3 em, etisiensi pengerin~an yang

    didapal dari hasil perhitungan adalah 20,87 %, sedangkan unluk level ketebalan

    bahan 5 cm, efisiensi pengeringan sebesar 39,23 %.

    Dari proses pengeringan yang telah dilakukan oleh Bambang Satriana

    (1992) dCllgan menggunakan alat pengenng tipe rak zlgzag deng1n

    menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar, pada pengeringan biji kakao

    dengan level ketebalan bahan 5 em diporoleh efisiensi pengeringan rata-rata

    sebesar 37,15 % dan untuk ketebalan 7 em diperoleh efisiensi pengeringan rata-

    rata sebesar 45,04 %. Dan pada proses pengeringan yang telah dilakukan oleh

    Muh. Taufik Suriyono (1991) dengan menggunakan alat pengering tipe

    tercwongan kombinas! energi ll1atahari dan tU:1gku biomassa, diperoleh efOsiensi

    pengeringan sebesar 31,80 % dan 78,60 %.

    Dari nilai etisiensi pengeringan ini, terlihat bahwa perbedaan ketebalan

    bahan yang dikeringkan akan menyebabkan perbedaan nilai etisiensi pengeringan

    Proses pengeringan dengan ketebalan yang lebih kecil (tipis) memberikan nilai

    etisiensi pellge