pengendalian gulma secara hayati
TRANSCRIPT
PENGENDALIAN GULMA SECARA HAYATI
(Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma)
Oleh
Kelompok 2
Ahmad Hidayat 1214121010
Anggi Tyasrini 1214121023
Annisa Haska 1214121028
Berri Adiwasa 1214121038
Catur Putra Satgada 1214121041
Desti Diana Putri 1214121050
JURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu tertentu
tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan
tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang cukup
besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi. Persaingan tersebut dalam hal
kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh (Soerjani et al. 1996).
Persaingan yang terjadi antara gulma dengan tanaman yang dibudidayakan akan
merugikan bagi tanaman yang sudah menghasilkan, namun lebih merugikan
apabila tanaman masih berumur muda dan belum menghasilkan. Ketidak inginan
untuk kehilangan hasil mengharuskan petani untuk mengendalikan gulma tersebut
dengan berbagai cara. Cara yang paling banyak digunakan adalah pengendalian
secara kimiawi, yaitu dnegan menggunakan herbisida sintetik atau buatan.
Pengendalian ini paling banyak digunakan karena lebih praktis, menghemat
waktu, cepat terlihat hasilnya dan lainnya. Namun pengendalian dengan kimiwi
juga memiliki kekurangan seperti dapat mengakibatkan terjadinya resistensi,
terbunuhnya biota tanah, pemadatan tanah, dan lainnya.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya pengendalian dengan biaya yang
murah, ramah lingkungan, mampu menekan pertumbuhan gulma, dan tidak
menimbulkan residu terhadap lingkungan sekitarnya. Pengendalian yang sesuai
dengan keriteria tersebut adalah pengendalian secara hayati, yaitu dengan
menggunakan musuh alami berupa serangga (yang sering digunakan). Oleh
karena itu praktikum kali ini membahas tentang pengendalian gulma secara
hayati.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan melakukan praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengamati dan mempelajari secara langsung organisme yang
berperan sebagai musuh alami di alam.
2. Agar mahasiswa mengetahui prilaku dari beberapa macam organisme yang
berperan sebagai musuh alami.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gulma adalah tumbuh-tumbuhan (tidak termasuk jamur) yang tumbuh pada
tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian pada tujuan
manusia. Semenjak permulaan perkembangan Ilmu Gulma (Weed Science) di
Indonesia sampai sekitar tahun 1977, untuk pengertian yang sama dengan weed
telah dipakai istilah tumbuhan pengganggu (Nasution,1986).
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu tertentu
tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan
tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang cukup
besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi. Persaingan tersebut dalam hal
kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh sehingga dapat: 1)
Menurunkan hasil, 2) Menurunkan kualitas hasil, 3) Menurunkan nilai dan
produktivitas tanah, 4) Meningkatkan biaya pengerjaan tanah, 5) Meningkatkan
biaya penyiangan, 6) Meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan 7) Menjadi inang
bagi hama dan penyakit (Soerjani et al. 1996).
Tumbuhan yang lazim sebagai gulma mempunyai beberapa ciri yang khas yaitu
pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan
faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana
lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang besar baik
secara generatif maupun vegetatif ataupun kedua-duanya, alat
perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan
bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam
kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).
Gulma sebagai tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya, maka kebutuhan
untuk pertumbuhannya, perkembangannya dan reproduksinya akan saling
mempunyai kesamaan. Persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, dan ruang dapat
terjadi padanya. Gulma merupakan suatu masalah penting dalam segi gangguan
pada pertumbuhan tanaman secara ekonomis, untuk itu perlunya dilakukan
pengendalian agar tidak bersaing dengan tanaman (Moenandir, 1993).
Pengendalian gulma secara hayati (biokontrol gulma) adalah penggunaan musuh-
musuh alami (organisme hidup) selain manusia untuk mengurangi populasi dari
gulma (Watson, 1991). Sehingga, upaya untuk mengendalikan gulma dengan
memanfaatkan serangga, patogen tumbuhan (termasuk jamur, bakteri, virus, dan
namatoda), hewan tingkat tinggi dan bahkan tumbuhan lain dapat dikategorikan
sebagai biokontrol (Fauzi, 1998)
Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah pengendalian hayati
menggunakan serangga seperti Actinote anteas (Lepidoptera: Nymphalidae) dan
agensia lain sehingga dapat memberikan efek yang berkesinambungan dalam
menekan dan menghambat pertumbuhan gulma Chromolaena odorata dan
Mikania micrantha yang sebelumnya juga sudah lama diintroduksikan (Fauzi,
1998).
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Tabel Hasil pengamatan gulma beserta musuh alami.
No Gambar Keterangan
1
Nama Gulma : Imperata
cylindrica
Musuh Alami : Belalang
kayu (Valanga nigricornis)
2
Nama Gulma : Eleusin
indica
Musuh Alami : Kutu daun
(Aphis sp.). ditemukan
ditempat terbuka
3
Nama Gulma : Rottboelia
exaltata
Musuh Alami : Walang
sangit
4
Nama gulma : Ottochloa
nodosa
Musuh alami : Semut
5
Nama gulma : Asystasia
gangetica
Musuh alami : ulat api
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai pengendalian gulma secara hayati,
yaitu dengan menggunakan musuh alami. Pengendalian gulma secara hayati
sesuai dengan peran musuh alami itu sendiri, yaitu untuk menekan populasi gulma
dengan memanfaatkan organisme hidup baik itu hewan seperti serangga kumbang,
ternak, mikroba, ikan, ataupun organisme hidup tersebut berupa tumbuhan seperti
Mucuna bracteata, dan berbagai jenis tanaman penutup tanah (LCC) lainnya.
Ordo serangga dengan spesies yang paling banyak digunakan sebagai musuh
alami adalah berturut-turut dari yang paling banyak, yaitu: Coleoptera (69
spesies), Lepidoptera (60 spesies), Diptera (20 spesies), dan Hemiptera,
sedangkan selebihnya dengan jumlah spesies yang sedikit adalah Orthroptera
(Anonim A, 2014).
Mekanisme Musuh Alami Menekan Pertumbuhan Gulma.
Adapun mekanisme yang dilakukan agen pengendalian hayati dalam menekan
pertumbuhan gulma diantaranya adalah :
Menggerek bagian tubuh gulma. Serangga mungkin pula merusak tanaman
dengan melubangi batang atau akar ketika meletakkan telurnya. Batang yang
didalamya terdapat larva serangga tentunya akan menyebabkan terhambatnya
translokasi nutrisi yang akan diedarkan ke seluruh bagian tanaman, sehingga
pertumbuhan gulma dapat terhambat.
Menghisap cairan gulma. Akibat yang ditimbulkan karena terhisapnya cairan
gulma adalah gulma menjadi layu, menguning dan akhirnya mati.
Memakan bagian tubuh gulma. Seperti penggunaan serangga Cytrobagoes
salviniae yang memakan bagian tubuh gulma seperti daunnya.
Mentransmisikan penyakit. Serangga herbivora dapat pula berperan sebagai
vektor penyebab penyakit dengan jalan mentransmisikan penyakit (patogen)
dari tanaman ke tanaman, atau dari gulma ke gulma lain.
Berkompetisi dengan gulma. Penggunaan LCC (Legume Cover Crop) dapat
menekan pertumbuhan gulma dengan cara bersaing dalam memperebutkan
sarana tumbuh seperti cahaya, air, ruang tumbuh, unsur hara dan lainnya.
Menimbulkan penyakit. Contohnya pengendalian hayati melibatkan
penggunaan agen pengendali kapang dan bakteri berfungsi menyerang dan
mengendalikan patogen tanaman serta penyakit yang ditimbulkannya
(Anonim B, 2014).
Dampak Kerusakan Terhadap Gulma
Akibat adanya serangga yang menggerek didalam batang gulma menyebabkan
terhambatnya translokasi nutrisi yang akan diedarkan ke seluruh bagian
tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat terhambat.
Daun menjadi menguning, daun layu, yang diakibatkan terhisapnya cairan
gulma oleh agensi hayati.
Akibat agensi hayati yang mentransmisikan penyakit pada gulma sehingga
menyebabkan pertumbuhan yang terhambat bahkan kematian.
Dengan memakan bagian tubuh gulma, mengakibatkan berlubangya daun
bahkan hilangya begian bagian tertentu pada gulma seperti cabang, daun,
ataupu batang gulma.
Dengan adanya kompetisi dengan gulma berupa sarana tumbuh,
mengakibatkan pertumbuhan gulma tidak optimum.
Berdasarkan uraian diatas dan data praktikum, maka dapat dikatakan bahwa
mekanisme kutu daun dalam menekan gulma adalah dengan cara menghisap
cairan gulma yang mengakibatkan daun dapat menguning, kutu daun juga dapat
berperan sebagai vektor penyakit pada gulma. Mekanisme walang sangit tidak
jauh berbeda dengan kutu daun, yaitu menghisap cairan gulma. Untuk semut
sendiri mekanisme dalam menekan pertumbuhan gulma adalah dengan memakan
bagian gulma tersebut, yang mengakibatkan berlubangnya daun gulma.
Pada dasarnya serangga herbivora (pemakan tumbuhan) digolongkan menjadi 2,
yaitu Polyfag dan Monofag. Serangga disebut Polyfag karena memakan lebih dari
satu jenis tumbuhan, sementara disebut monofag karena memakan hanya satu
jenis inang saja (Gullan dan Cranston, 1994).
Pada praktikum kali ini didapatkan ada 5 spesimen yang diindikasi sebagai musuh
alami, yaitu kutu daun, belalang, walang sangit, ulat api dan semut. Kutu daun,
belalang, walang sangit, ulat api dan semut yang menyerang gulma termasuk
kedalam golongan serangga polyfag. Digolongkan kedalam polyfag karena
mereka tidak hanya memakan gulma, melainkan dapat juga meyerang tanaman.
Gulma dijadikan sebagai inang alternatif sebelum menemukan inang yang
sebenarnya.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
adalah :
1. Organisme yang berperan sebagai musuh alami gulma pada umumnya adalah
dari jenis serangga.
2. Perilaku organisme yang berperan sebagai musuh alami bermacam macam, ada
yang berperan sebagai vektor penyebab penyakit pada gulma, sebagai
penggerek bagian tanaman, sebagai penghisap cairan gulma, atau sebagai
kompetitor pada gulma.
3. Dari data yang diperoleh hampir semua jenis musuh alami termasuk ke dalam
polifag.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2014. http://muditaph.blogspot.com. Diakses pada hari Minggu, Desember 2014.
Anonim B. 2014. Pengendalian Hayati.http://rizkaal-f.blogspot.com/2010/01/pengendalian-hayati.html. Diakses pada hari Minggu, Desember 2014.
Fauzi, M.T., 1998. Biological Control of Parthenium Weed by Puccinia abrupta var. partheniicola. Ph.D. Thesis, The University of Queensland, Brisbane.
Gullan, P. J. and P. S. Cranston. 1994. The Insect An Outline of Entomology. Chapman and Hall. London. 491 pp.
Moenandir, J.1993. Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendalianya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM). Medan
Soerjani, M., M. Soendaru dan C. Anwar. 1996. Present Status of Weed Problems and Their Control in Indonesia. Biotrop. Special Publication. No.24.
Watson, A.K., 1991. The classical approach with plant pathogens. In D.O. TeBeest (Ed.): Microbial Control of Weeds. Routledge, Chapman & Hall, Inc., New York.