pengbat

24
OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2” LAPANGAN GEOTERMAL “LMB” Laporan Tugas Akhir Oleh : REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN NIM 12205003 Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Mata Kuliah TM4099 Tugas Akhir pada Program Studi Teknik Perminyakan PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS ILMU PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011

Upload: hendra-hutasoit

Post on 22-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

freee

TRANSCRIPT

Page 1: pengbat

OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2”

LAPANGAN GEOTERMAL “LMB”

Laporan Tugas Akhir

Oleh :

REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN

NIM 12205003

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Mata Kuliah TM4099 Tugas Akhir

pada Program Studi Teknik Perminyakan

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS ILMU PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011

Page 2: pengbat

OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2”

LAPANGAN GEOTERMAL “LMB”

Laporan Tugas Akhir

Oleh :

REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN

NIM 12205003

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Mata Kuliah TM 4099 Tugas Akhir

pada Program Studi Teknik Perminyakan

Diajukan sebagai syarat dalam mata kuliah

TM4099 Tugas Akhir

pada Program Studi Teknik Perminyakan

Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan

Institut Teknologi Bandung

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

____________________

Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA.

Page 3: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 1

OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2” LAPANGAN GEOTERMAL “LMB”

Reddy Gautama HP* DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA.**

Sari

Operasi pemboran bertujuan untuk membuat koneksi antara permukaan dengan formasi di bawah permukaan (reservoir). Dalam operasi pemboran diperlukan teknologi yang dipakai untuk membuat koneksi tersebut dan salah satu teknologi tersebut adalah bit. Bit merupakan alat pemotong yang berfungsi membuat lubang sehingga tercipta koneksi antara permukaan dengan reservoir. Bila menggunakan teknologi yang ada saat ini, bit merupakan alat yang harus ada dalam operasi pemboran sehingga perlu diperhitungkan jenis bit dan efisiensi kerja bit yang dipakai.Saat ini bit yang dipakai untuk sumur geotermal sama dengan bit yang dipakai pada sumur minyak. Meskipun operasi pemboran sumur geothermal sedikit berbeda dengan sumur minyak, kriteria bit yang digunakan pada sumur minyak masih bisa digunakan pada sumur geothermal. Tipe bit yang digunakan sangat berpengaruh dalam operasi pemboran karena suatu bit mempunyai batasan-batasan terhadap kriteria formasi yang ditembus . Batasan-batasan tersebut antara lain kekerasan formasi yang ditembus, durability bit, feature bit, dll. Pemilihan bit juga dilihat dari ROP dan umur bit. Saat operasi pemboran berlangsung, bit akan mengalami keausan sehingga efisiensi pemboran akan turun jauh. Ada beberapa metode yang dipakai untuk megetahui kapan sebaiknya bit diganti yang popular adalah dengan menggunakan metode yang menggunakan pendekatan ekonomi yaitu metoda Cost per Foot (CPF). Pada tugas akhir ini akan disajikan hasil data pemboran yang dilakukan pada sumur geothermal dengan kedalaman tertentu menggunakan 2 bit dengan IADC dan diameter sama namun berbeda merk. Hasil perhitungan 2 bit ini dengan metode CPF akan dibandingkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi dari bit yang dipakai pada sumur geothermal yang memiliki karakteristik yang mirip Kata kunci : keausan bit, laju pengeboran, drillabilitas formasi, biaya pengeboran per meter, seleksi bit Abstract

Drilling operation purpose is to make connection between surface and reservoir formation. So we can produce hydrocarbon or geothermal as the source of our energy need. In this operation we need tools to drill the rocks and one of them is bit. Bit is rock cutting device that lead the drillstring to the reservoir formation. In present days, the bit we use in geothermal drilling operation is not different with hydrocarbon drilling operation, even there’s a slightly different drilling operation between geothermal and hydrocarbon drilling operation. Because geothermal operation is always in high temperature system. Drilling bit type that we use in drilling operation is so important, because they have limitation for the hardness formation, which they will penetrate. Lot of consideration for selecting the bit we want to use. During drilling operation, the drill bit performance will decline, and drilling efficiency will drop to a point where we must change the bit. There is lot of method to determine when we must change the drill bit. The popular method is using economic consideration named Cost Per Foot(CPF). This final project will show you from a drilling data in geothermal well drilling operation using 2 drill bit, which is same IADC and diameter type but different manufacture can act differently. The CPF calculation for these 2 bit will make a recommendation how we select drill bit configuration and when we must change the bit. Keyword : bit dullness, rate of penetration, formation drillability, cost per foot, bit selection. *) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung **) Pembimbing, Dosen Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

Page 4: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 2

I. PENDAHULUAN

Bit merupakan alat pemotong (bor) yang dapat menghasilkan kerusakan berbentuk lubang. Formasi yang ditembus bit akan berbeda-beda mulai dari jenis batuan sampai tingkat kekerasan formasi. Pemilihan bit harus dilakukan agar penembusan formasi tersebut berjalan dengan baik. Pemilihan bit dilihat dari kekerasan formasi, compressive strength,dan feature yang ada di di bit tersebut. Penggunaan bit pada operasi pemboran dilakukan sampai batas efisiensi pemboran baik dari segi ekonomi maupun kebutuhan energi. Beberapa metode yang digunakan yaitu CPF dan SE. Selain itu dapat juga dilakukan dengan melihat fisik dari bit tersebut. Seorang drilling engineer harus mampu menentukan kapan sebaiknya bit diganti.

Hasil produksi bit dari perusahaan yang berbeda pada bit yang memiliki tipe sama belum tentu menunjukan kinerja yang sama. Hal ini akan ditinjau lebih lanjut pada tugas akhir ini. Tugas akhir ini membahas bagaimana mengoptimalkan bit-bit yang ada untuk mengurangi biaya pemboran dengan menaikkan laju penetrasi sumur sehingga menghemat waktu dan mengurangi biaya sewa bit.

II. BENTUK DAN KARAKTERISTIK BIT Bentuk bit biasanya dibagi menjadi 3 yaitu

• drag bit • polycrystalline diamond bit • rolling cutter bit.

2.1.1 Drag Bit Drag bit adalah pahat yang digunakan untuk pemboran dangkal dan tidak memiliki bagian yang bergerak. Proses pembuatan lubang dilakukan dengan memotong batuan. Keuntungan : • tidak memerlukan bantalan yang kuat dan

bersih karena tidak ada bagian yang berputar seperti rolling cutter bit.

• cocok digunakan untuk formasi-formasi yang lunak

2.1.2 Polycrystalline Diamond Bit Polycrystalline Diamond Compact memiliki cutter berbahan PDC sebagai struktur cutter utamanya. PDC dibuat dengan steel body atau matrix body. PDC cutter terdiri dari lapisan diamond yang

dipasang pada substraksi tungsten carbide untuk menghasilkan cutter seutuhnya. 2.1.3 Rolling cutter Bit Rolling cutter bit adalah pahat yang memiliki sejumlah cone yang dapat dan menggunakan bantalan yang kuat serta bersih. Cone-cone itulah yang mengalami kontak langsung dengan batuan. Kemampuan pengeboran dari rolling cutter bit ini tergantung pada offset dari cones. Offset merupakan ukuran berapa besar sudut yang dibentuk oleh sumbu cones terhadap titik pusat dari bodi bit. Pada rolling cutter bit terdapat 2 buah spesifikasi yang berbeda yaitu

• Milled tooth cutter Milled tooth cutter adalah rolling cutter yang gigi-gigi bornya dibuat dengan memiling baja sehingga berbentuk kerucut, biasanya dilapisi dengan tungsten carbide.

• Tungsten carbide insert bit Tungsten carbide insert bit adalah rolling cutter bit yang gigi bitnya terbuat dari tungsten. Tungsten dibuat secara terpisah lalu dimasukan ke dalam rolling cutter bit,bit ini biasa disebut juga button bits.

Pada tugas akhir ini, bit yang dipakai adalah rolling cutter bit dengan tipe tungsten carbide insert bit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1

2.2 Klasifikasi Rolling Cutter Bit berdasarkan IADC

Setiap perusahaan yang memproduksi bit memiliki spesifikasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan suatu standarisasi klasifikasi bit. Pada rolling cutter bit, terdapat 4 digit angka yang memiliki arti masing-masing.

• Digit 1 :Seri struktur cutting • Digit 2 :Tipe struktur cutting • Digit 3 :Bearing • Digit 4:Feature bit

Desain gigi bit dan bearing bergantung pada kelas bit. ketika kelas dari suatu bit diganti maka parameter seperti panjang gigi dan jumlah gigi juga ikut berubah sehingga mempengaruhi kapasitas bearing maupun gigi bit. Untuk lebih jelasnya terdapat tabel pada lampiran 1.

Page 5: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 3

III. MEKANISME KEGAGALAN BATUAN PADA ROLLING CUTTER BIT

Mekanisme penghancuran dari berbagai macam tipe rolling cutter bit dapat diwakili oleh suatu model bit dengan offset cone yang besar untuk formasi lunak. Penjelasan mengenai mekanisme penghancuran batuan ini dapat dijelaskan melalui diagram Mohr. Kriteria Mohr menyatakan bahwa yielding atau fracturing akan terjadi jika shear stress melebihi jumlah cohesive resistance dari material, c dan frictional resistance dari bidang rekahan atau secara matematis :

( )θττ tannC +=

Dimana:

τ = shear stress c = cohesive resistance dari material

nσ = normal stress pada bidang rekahan

θ = sudut internal friction

Gambar 1. Contoh Mohr Coulomb IV. PEMILIHAN BIT DAN EVALUASI

Bit memiliki banyak tipe dan masing-masing tipe memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sampai saat ini, pemilihan tipe bit sebenarnya menggunakan metode trial & error. Kriteria yang paling tepat dan paling sering digunakan untuk membandingkan kinerja dari suatu bit menggunakan metoda CPF.

Perbandingan yang dilakukan pun hanya sebatas pada bit dengan tipe yang sama dan menembus formasi yang sama. Setelah itu didapatkan suatu korelasi sehingga ketika nanti akan mengebor sumur baru akan langsung dapat menggunakan bit yang tepat.

Saat melakukan pemboran,drilling engineer harus mengetahui karakteristik dari formasi. Dalam hal ini, karakteristik formasi dibagi menjadi dua yaitu drillability dan abrasiveness.

Formation drillability adalah ukuran kemudahan penembusan formasi dalam selang kedalaman tertentu untuk dibor. Secara garis besar,drillability adalah fungsi invers dari compressive strength batuan. Drillability cenderung untuk turun dengan naiknya kedalaman suatu area.Abrasiveness adalah ukuran berapa cepatnya gigi suatu milled tooth bit akan aus ketika membor suatu formasi. Biasanya abrasiveness cenderung untuk naik dengan berkurangnya drillability.

V. KLASIFIKASI KEAUSAN ROLLING CUTTER BIT

IADC memberikan suatu kode numerik untuk mengklasifikasi tingkat keausan bit berdasarkan: 1. Gigi Bit 2. Bearing 3. Structur Diameter Bit (Gauge Wear) 5.1 Penentuan keausan gigi bit

Pengelompokan gigi bit yang sudah aus berdasarkan tingkat keausan biasanya dilaporkan dalam satuan 1/8 terdekat. Satu masalah tercipta ketika suatu rolling cutter dengan gigi bit yang banyak dikelompokan oleh 1 angka. Mungkin saja ada gigi bit yang aus terlebih dahulu dan ausnya lebih parah daripada gigi bit lainnya.

Pengelompokan gigi bit untuk insert bit agak berbeda dibandingkan dengan milled-tooth bit. Struktur cutting elemen insert bit agak susah terabrasif dibandingkan dengan milled-tooth bits sehingga insert bits biasanya dikelompokan berdasarkan banyaknya tooth inserts yang hilang atau patah, bukan aus. Pada lampiran 1 dijelaskan singkatan-singkatan untuk klasifikasi keausan bit.

5.2 Penentuan keausan bearing bit

Bearing merupakan hal yang pokok dalam rolling cutter bit karena bearing adalah bantalan cone untuk berputar. Bila terjadi sesuatu masalah seperti bearing yang aus, bisa saja cone tidak mau berputar. Oleh karena itu, mengklasifikasikan keausan bearing merupakan hal yang penting. Memeriksa keausan bearing secara langsung pada suatu bit agak sulit dilakukan karena bit harus dibuka terlebih dahulu kemudian dievaluasi seluruhnya. Keausan bearing tidak dapat diidentifikasi dari luar tapi dapat diestimasi

Page 6: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 4

berdasarkan jumlah waktu rotasi bit serta sisa waktu rotasi bearing yang diperkirakan oleh seorang drilling engineer.

5.3 Mengklasifikasikan Keausan Gauge (Gauge Wear)

Ketika bit mengalami keausan yang parah maka bit dapat mengebor dengan ukuran lubang yang lebih kecil. Hal ini akan merusak running bit berikutnya karena bit berikut akan dikorbankan untuk underreaming lubang tersebut.

VI. METODE ANALISA BIAYA PEMBORAN

6.1. Metode Cost Per Foot

Kriteria pemilihan pahat yang didasarkan pada cost per foot dihitung dengan menggunakan persamaan:

( ) footF

trTtRtBCPF /,$++=

dimana ; B = Harga pahat, $ Rt = Biaya sewa rig per jam, $/jam Tt = Waktu trip, jam tr = Waktu rotasi (umur pahat), jam F = Footage (kedalaman yang ditembus oleh satu kali run pahat), ft. Waktu trip (Tt) biasanya tidak mudah ditentukan meskipun proses keluar (POH) dan masuknya (RIH) drillstring dilakukan. Tt adalah merupakan penjumlahan dari waktu POH dan RIH. Jika pahat diangkat keluar untuk waktu yang terlalu lama, jika dijumlahkan akan mempengaruhi waktu total trip yang pada gilirannya akan menaikkan harga cost per foot. Oleh karena itu, kinerja pahat dapat dirubah oleh beberapa faktor yang berubah-ubah, sehingga dalam hal ini waktu rotasi berbanding langsung dengan cost per foot dengan asumsi variabel-variabel lain konstan.

Kriteria pemilihan pahat berdasarkan cost per foot adalah memilih pahat yang tetap menghasilkan nilai cost per foot yang terendah pada formasi atau bagian lubang yang telah ditentukan.

Kelemahan penggunaan metoda cost per foot adalah :

1. Diperlukan data pengukuran dan peramalan F, t, dan T yang akurat.

2. Cost per foot dapat naik secara tiba-tiba yang disebabkan karena pemboran menembus formasi yang keras dan dapat turun secara tiba-tiba jika kembali melewati lapisan yang lunak.

6.2 Metoda Minimum Cost Drilling

Beberapa faktor mempengaruhi laju suatu pemboran yakni :

• Tipe Bit • Weight On Bit (WOB) • Rotary Speed(RPM) • Bottom-Hole Cleaning (Fluid Hydraulics)

Kenaikan dalam WOB dan rotary speed umumnya akan menaikkan laju pemboran. Namun kenaikan ini juga akan mempercepat keausan pada bit. Gambar 2 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap WOB sebaliknya Gambar 3 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap rotary speed, rpm dimana kekerasan formasi juga berpengaruh terhadap optimasi ROP pada metode ini. Baik untuk optimasi pada WOB dan RPM, kekerasan formasi menjadi parameter tambahan yang berpengaruh pada perhitungan metode ini

Gambar 2. Hubungan WOB dengan ROP

Page 7: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 5

Gambar 3. Hubungan Rotary Speed dengan ROP

Metode Minimum Cost Drilling sudah diaplikasikan di dunia pengeboran sekitar tahun 1960. Tetapi penggunaannya sangat jarang karena kompleksitasnya yang relatif tinggi. Dimana asumsi yang digunakan relatif lebih banyak dibandingkan CPF. Dimana CPF tidak memperhitungkan pengaruh WOB, RPM, dan hidrolika lumpur sebagai parameter yang berpengaruh terhadap laju penetrasi pengeboran. Selain itu pemrogramannya tidak sesederhana CPF akibat banyaknya parameter yang diperhitungkan pada metode ini.

Metoda Minimum Cost Drilling didasarkan atas pemilihan WOB dan rotary speed yang optimum sehingga menghasilkan harga pemboran yang paling minimum. Kenaikan laju pemboran karena kenaikan WOB atau rotary speed kemudian dikombinasikan dengan menurunnya umur bit digunakan untuk memprediksi batas operasi suatu bit.

Laju pemboran untuk suatu tipe rolling cutter bit dapat dituliskan sebagai:

( )DKKWNROP

a

'1+=

K = konstanta drillability, W = WOB, N = Rotary speed, K' = konstanta drillability fungsi keausan bit dan D = Normalized Tooth wear. Sedangkan hubungan antara umur bit dengan umur bearing dinyatakan dalam L

bNWKL ''

=

L =umur bit dalam jam, K" = konstanta tipe fluida pemboran W = WOB, N = Rotary speed, B = eksponen yang merupakan fungsi abrasif dari tipe fluida yang kontak dengan bearing. Harga b biasanya ditentukan dengan membuat suatu plot logaritmik dari umur bit dengan WOB untuk suatu bit tertentu. Harga b biasanya bervariasi antara 1.0 hingga 3.0.

Dengan diketahuinya laju pemboran yang dapat diperoleh dari suatu bit maka dapat diperkirakan footage yang dapat dibor oleh suatu bit sehingga cost suatu pemboran yang minimum dapat diperoleh dengan melakukan seleksi suatu bit.

Kelemahan metode ini menggunakan sistem iteratif dengan banyak parameter yang harus dicari satu persatu. Untuk melihat parameter mana yang paling berpengaruh terhadap ROP dan durabilitas bit itu sendiri.

Untuk menentukan optimum WOB yang digunakan dalam menentukan ROP optimum suatu bit dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi pada gambar 4 yang menjelaskan pengaruh berat bit dengan umurnya. Dimana semakin berat suatu bit makin mudah aus umur gigi atau bearingnya. Jadi makin berat WOB yang diberikan ada batas dimana drillstring akan mengalami buckling akibat tinggi WOB.Contoh gambar ini menggunakan nilai b 1.5 dalam menentukan seberapa kuat bit dengan penambahan WOB.

Page 8: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 6

Gambar 4. Bit Life vs Bit Weight

6.3. Metode Perhitungan Optimasi WOB-RPM Galle Woods

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju pemboran dan biayanya adalah RPM – WOB. Teori yang membahas optimasi WOB-RPM adalah Galle dan Woods. Metode ini tidak memasukkan parameter hidrolika dalam perhitungannya seperti pada Metode Minimum Cost, tujuan dari perhitungan menggunakan teori ini yaitu menentukan kombinasi dari WOB dan RPM agar menghasilkan laju pemboran optimum dan biaya yang ekonomis. Asumsi yang dipakai dalam teori ini adalah faktor selain WOB dan RPM yang mempengaruhi laju pemboran dianggap minimum. Dengan optimasi WOB-RPM diharapkan Rate Of Penetration naik dan laju keausan bit berkurang sehingga footage yang didapat menghasilkan biaya pemboran yang lebih ekonomis. Selain itu konstanta drillability batuan dapat menjadi parameter perbandingan bit yang satu dengan bit lainnya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan optimasi WOB-RPM disini yaitu:

• ROP • Ketumpulan gigi bit • Keausan bearing bit

6.3.1 Faktor Laju Pemboran (ROP)

ROP (Rate of Penetration) atau laju pemboran merupakan parameter yang penting. Semakin cepat laju pemboran maka waktu untuk mencapai kedalaman target menjadi lebih cepat sehingga mampu menghemat biaya sewa rig berikut awak-awaknya Galle-Woods membuat korelasi bagaimana parameter WOB dan RPM berpengaruh terhadap ROP dengan persamaan berikut:

p

rkf

aNWC

ROP

=

dimana : ROP = laju pemboran, ft/jam Cf = konstanta drillability formasi k = eksponen yang menghubungkan pengaruh WOB pada ROP N = putaran meja putar, rpm r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh ROP

pa = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP. Dari persamaan diatas, ROP dipengaruhi langsung oleh kemampuan bit dan keausan gigi bit. Konstanta kemampuan batuan untuk dibor dapat ditentukan dari persamaan sebagai berikut:

ZNWm

iFCfrk

−−=.

dimana: F = Selang hasil pemboran, ft i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju keausan gigi mata bor. Dapat dilihat pada tabel 2 −

m =Fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap laju keausan gigi mata bor. Dapat dilihat pada tabel 1 z =parameter yang menyatakan hubungan antara ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata bor N = putaran meja putar, rpm

Page 9: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 7

6.3.2. Faktor Laju Ketumpulan Gigi Mata Bor

Laju ketumpulan gigi mata bor (D) dapat ditentukan secara matematis dengan persamaan :

=

ma

iTA

D r

f .

.1

dimana : Af = konstanta abrassiveness formasi a = faktor ketumpulan gigi mata bor = 0,928125 D2 + 6D + 1 −

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap laju keausan gigi mata bor

6.3.3 Faktor Laju Keausan Bantalan Mata Bor

Laju keausan bantalan mata bor (Bx) dapat ditentukan dengan persamaan:

LB

NTLSNTB

f

rrx .

...

==

dimana: S = parameter fluida pemboran L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 1 Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya dapat ditentukan dengan persamaan:

LBxNrTB f =

dimana : Tr = waktu rotasi, jam Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing) Dari persamaan yang terdapat di atas, kemudian ditentukan variabel-variabel berikut sebagai pertimbangan optimasi WOB dan RPM. Variabel tersebut adalah: a. Waktu rotasi b. Selang yang dibor (footage) c. Biaya pemboran per kaki

6.3.4. Langkah-Langkah Perhitungan Optimasi Metode Galle-Woods

Langkah perhitungan metode Galle-Woods untuk jenis rolling cutter bit adalah sebagai berikut:

1. Cari Harga −

W dengan rumus

HWW 875,7=

dimana: W= Weight On Bit(x 1000 lbs) H= diameter mata bor sebelumnya.(inch)

Berdasarkan harga −

W , tentukan harga L dan −

m dengan Tabel 1 atau dengan persamaan :

191,714

log191,7141,1359

=

−W

m

Tabel 1. w versus m dan L

2. Dari harga N yang ada, tentukan nilai dari Tabel 2 atau dengan persamaan. Dimana semakin tinggi RPM yang diberikan pada sebuah sumur dapat juga menyebabkan torsi yang dapat merusak bit itu sendiri

:3510348,4 −−+= NxNi

N = putaran meja putar, rpm

Page 10: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 8

Tabel 2. N versus i

3. Berdasarkan pola keausan gigi yang terjadi, tentukan harga p dari Tabel 3, dimana jika pola keausan gigi tidak diketahui bisa diambil harga p = 0,5. Data keausan juga diperoleh dari Dull Grading IADC yang dilakukan setelah mengangkat bit. Dimana dari data dull grading yang pertama dan kedua. Kemudian nilai tersebut dibagi 8. Maka itulah nilai p.

Pola Keausan P

Ujung gigi aus secara mendatar

1.0

Mempertajam sendiri 0.5 Tidak ada pengaruh keausan gigi

0.0

Tabel 3. Keausan Gigi Mata Bor vs p

4. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor

(D) tentukan parameter U dari Tabel 4 atau untuk lebih pasti nilainya bisa gunakan tabel 6

Tabel 4. D versus U dan z

5. Berdasarkan waktu lama bit mengebor (Tr),

tentukan faktor abrassiveness formasi (Af) dengan persamaan:

Um

iTA rf −=

dimana

Tr = waktu lama bit mengebor i = didapat dari langkah perhitungan no.2 −

m = didapat dari langkah perhitungan no.1 U = didapat dari langkah perhitungan no.4

6. Berdasarkan jenis batuan yang dibor, tentukan

parameter k dan r dari Tabel 5. Biasanya diketahui dari IADC bit yang dipakai. Berikut cara menilainya untuk bit inserted dimana jika IADC awalnya 4 atau 5 maka formasi relatif lunak. Sedangkan jika nilai IADC awal 7 sampai 8 berarti formasinya adalah formasi keras. Untuk nilai IADC awal 6 berarti formasi yang dibor tingkat kekerasan formasinya sedang.Tetapi apabila menggunakan miling bit. Rule of thumb tadi untuk inserted carbide bit. Sedangkan untuk tipe milling bit caranya baca nilai IADC pertama, nilai 1 untuk yang lembut, 2 untuk yang sedang dan untuk IADC awal bernomor 3 menandakan bahwa formasinya keras.

Tabel 5. Penentuan Harga k dan r

7. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor

yang terjadi (D), tentukan nilai z dari Tabel 6 8. Dari data selang kedalaman yang dibor

(footage = F), tentukan faktor drillabillity dengan persamaan :

zwm

iFCk

f −−=

dimana F = footage (ft) i = didapat dari langkah perhitungan no.2 −

m = didapat dari langkah perhitungan no.1 −

w = didapat dari langkah perhitungan no.1 k = didapat dari langkah perhitungan no.6 z = didapat dari langkah perhitungan no.7

Page 11: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 9

Tabel 6. U dan z vs D

6.4. Perhitungan Specific Energy

Specific Energy didefinisikan sebagai besarnya energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu unit volume batuan. Persamaan specific energy dapat diperoleh dengan menganggap energi mekanik (Em) yang dikeluarkan oleh pahat dalam satu menit-nya adalah :

3,20in

lbindROPWNSE −

=

dimana W = Weight on bit, lb N = Kecepatan putar, rpm d = Diameter pahat, in ROP = rate of penetration(ft/hr)

Penentuan besar kecilnya harga SE tidak didasarkan pada sifat batuan saja, tetapi sangat tergantung dari jenis dan desain bit. Untuk formasi yang diketahui kekuatannya, maka bit yang digunakan pada formasi lunak akan menghasilkan nilai SE yang berbeda dari yang dihasilkan oleh bit pada formasi keras. Bit yang mempunyai harga SE terendah adalah pahat yang ekonomis.

VII. HOLE GEOMETRY SELECTION

Perencanaan dan pemilihan ukuran casing dan bit mempunyai maksud supaya pemboran berjalan dengan baik. Selain itu juga mempertimbangkan kapasitas produksi sumur geothermal. Dikarenakan umumnya produksi sumur geothermal langsung melalui casing. Program geometri lubang bor didasarkan pada ukuran bit dan casing yang digunakan. Perencanaan ukuran casing dan bit harus mempertimbangkan problem yang akan dihadapi untuk menentukan karakteristik ukuran casing dan bit yang dibutuhkan. Karakteristik yang dibutuhkan untuk menentukan ini adalah :

• Diameter luar dan dalam casing • Diameter coupling • Ukuran bit

Gambar di bawah dapat digunakan untuk menyeleksi ukuran bit dan casing yang dibutuhkan untuk berbagai macam program.

Gambar 4. Chart Seleksi Ukuran Casing & Bit

Suatu pemboran membutuhkan beberapa rangkaian casing dalam pelaksanaannya untuk mencapai kedalaman total yang diinginkan. Beberapa tipe casing yang ada, yaitu sebagai berikut :

Page 12: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 10

• Drive atau Structural pipe • Conductor casing • Surface casing • Intermediate Casing • Production Casing • Liner • Tubing

Dari data konfigurasi sumur LMB sudah mengikuti aturan seleksi casing

• Casing 1 : 30” Driven atau Stove Pipe • Casing 2 : 20” ukuran lubang 26” • Casing 3 : 13-3/8” ukuran lubang 20” • Casing 4 : 10-3/4” ukuran lubang 12-

1/4” • Casing 5 : 8-5/8” ukuran lubang 9-7/8”

VIII. HASIL PERHITUNGAN

Pada sumur geothermal LMB ini pengeboran pada selang kedalaman 1426-2045 meter menggunakan 2 bit dengan tipe IADC 517. Dimana IADC 517 adalah bit tungsten carbide inserted yang digunakan untuk formasi lunak sampai sedang dengan bearing tipe journal atau friction. Bit pertama yang digunakan adalah bit tipe HP 51 HP dari perusahaan ReedHycalog, sedangkan bit kedua adalah GX 23 C dari perusahaan Hughes-Christensen. Dari kedua bit yang digunakan pada sumur LMB ini dihitung keekonomisannya dengan Metode CPF(Cost Per Foot). Kedua bit merupakan bit baru. Sehingga tujuan perbandingan ualitas bit ini tercapai.

Sebelum dilakukan perhitungan CPF perlu dinilai kemampuan formasi yang ditembus oleh masing-masing bit dengan data Directional Drilling dan bit record dari sumur LMB. Yang dicari adalah nilai konstanta drillability formasi. Ternyata dari hasil perhitungan nilai drillability hanya berbeda sedikit. Sehingga desain seleksi bit dapat dilakukan karena kekuatan formasi yang ditembus masing-masing bit relatif sama.Perhitungan metode CPF ini dilakukan dengan asumsi nilai abrassiveness tidak mempengaruhi drillability formasi yang ditembus. Hasil perhitungan drillability terlampir pada lampiran 2.

Berikut adalah hasil perhitungan CPF untuk tiap bit:

Gambar 5. Kurva F vs CPF untuk bit Reed

Gambar 6. kurva F vs CPF untuk bit Hughes

Dari hasil perhitungan CPF didapatkan bahwa bit Reed yang berharga USD 6,936 CPF optimumnya adalah : USD 313.38/meter dan meteragenya : 276 meter. Sedangkan bit Hughes yang harganya sedikit lebih murah senilai USD 5635, CPF optimumnya adalah : USD 350.88/meter dan meteragenya : 205 meter. Perhitungan terlampir pada lampiran 2.

Dari perhitungan CPF untuk kedua bit tersebut ternyata walaupun harga bit Reed lebih mahal, untuk pengeboran diatas 68 meter penggunaan bit Reed lebih murah dibandingkan bit Hughes. Walaupun bit Hughes lebih murah harganya dibandingkan bit Reed. Performa bit Hughes lebih baik dibandingkan bit Reed untuk kedalaman pengeboran dibawah 68 meter. Terlihat dari gambar 7. Dari kurva bit Reed memotong kurva bit Hughes setelah meteragenya menyentuh 68 meter.

Page 13: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 11

Gambar 7. Komparasi nilai CPF masing-masing bit

Setelah didapatkan CPF yang optimum kemudian dicari seleksi bit yang lebih ekonomis. Hasil desain seleksi ini bisa digunakan untuk sidetracking, juga bisa sebagai bahan pertimbangan pengeboran sumur yang lain di lapangan tersebut. Dengan target pemboran kumulatif footage sebesar 619 meter seperti kedalaman lubang sumur LMB dengan diameter 9.875 inch. Maka ada 5 buah skenario pemilihan bit dengan pilihan 2 jenis bit tersebut:

No. Konfigurasi Bit

Panjang meterage masing-masing bit(meter)

Total Bit and Rig Cost

1 Reed-Reed-Reed

276-276-67 $208,536.18

2 Hughes-Hughes-Hughes

205-205-205 $215,794.20

3 Reed-Reed- Hughes

276-276-67 $207,472.43

4 Reed- Hughes-Hughes

276-205-138 $212,772.75

5 Reed-Hughes-Reed

276-205-138 $204,790.32

Tabel 7.Skenario-skenario seleksi bit

Dari 5 skenario yang ada ini maka dipilih yang paling ekonomis yaitu konfigurasi Reed – Hughes – Reed dengan masing-masing kumulatif meteragenya adalah 276 meter(Reed)- 205meter(Hughes)- 138meter(Reed). Urutan bit tidak menjadi masalah. Bisa juga (Hughes Reed – Reed)Dari kelima skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun bit Reed lebih ekonomis dibandingkan bit Hughes dari nilai CPF- nya. Ternyata bit Hughes lebih murah pada pemboran dengan kumulatif footage yang kecil. Dari bit cost record(terlampir)diketahui biaya kumulatifnya adalah USD. 237,920.93. Dengan konfigurasi ini juga waktu pengeboran dapat dipercepat. Dari 204 jam menjadi 167.13 jam. Terdapat penghematan waktu sekitar 36 jam lebih atau satu setengah hari. Dengan berkurangnya aktivitas pengeboran selama satu setengah hari, waktu sewa rig dan awak-awaknya berkurang sehingga penghematan maksimum yang bisa dilakukan adalah :

$237,920.93 - $204,790.32 = $33,130.61

IX. KESIMPULAN

1. Drillability formasi yang ditembus kedua bit relatif sama. Sehingga pengaruh formasi terhadap perbedaan footage tiap bit ditiadakan.

2. Metode Cost Per Feet menunjukkan bahwa bit Reed ekonomis jika pengeboran dengan bit Reed diatas 68 meter.

3. Konfigurasi seleksi bit yang optimal pada sumur LMB adalah Reed-Hughes-Reed dengan kedalaman masing masing 276 meter, 205 meter, dan 138 meter.

4. Dengan metode evaluasi CPF dapat mengoptimalkan ROP pada pemboran selanjutnya.

5. Dengan konfigurasi ini juga waktu pengeboran dapat dipercepat. Dari 204 jam menjadi 167.13 jam .

6. Seleksi bit yang tepat guna pada sumur LMB dapat menghemat sampai US $33,130.61

X. DAFTAR SIMBOL

τ = shear stress c = cohesive resistance dari material

nσ = normal stress pada bidang rekahan θ = sudut internal friction

Page 14: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 12

K = konstanta drillability, W = WOB, N adalah Rotary speed, D = Normalized Tooth wear. ROP = laju pemboran, ft/jam Cf = konstanta drillability formasi k =eksponen yang menghubungkan pengaruh

WOB pada ROP N = putaran meja putar, rpm R = eksponen yang mempengaruhi pengaruh

ROP pa = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP.

F = Selang hasil pemboran, ft I =fungsi yang menghubungkan pengaruh

RPM terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 2

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju keausan gigi mata bor

z = parameter yang menyatakan hubungan antara ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata bor

Af = konstanta abrassiveness formasi a = faktor ketumpulan gigi mata bor = 0,928125 D2 + 6D + 1 S = parameter fluida pemboran L = fungsi yang menghubungkan pengaruh

WOB terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 1

Bf = faktor keausan bantalan mata bor Tr = waktu rotasi, jam Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)

XI. DAFTAR PUSTAKA

1. “Daily Drilling Report TM-1”, Pertamina

Geothermal Energy, Jakarta, 2009. 2. Moore, Preston L. “Drilling Practices

Manual”, The Petroleum Publishing Company, Tulsa, 1974.

3. Bourgoyne A.T. et.al., "Applied Drilling Engineering", First Printing Society of Petroleum Engineers, Richardson TX, 1986.

4. Rubiandini Rudi, “Perancangan Pemboran”, Penerbit ITB, 2004.

5. Rubiandini Rudi, “Teknik Operasi Pemboran”, Penerbit ITB, 2004.

Page 15: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 13

LAMPIRAN 1

Gambar 8. Bagian-bagian Rolling Cutter Bit

Gambar 9. Penampang Friction Bearing

Page 16: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 14

Tabel 8. Klasifikasi IADC Roliing Cutter Bit

Page 17: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 15

Tabel 9. Klasifikasi Keausan Bit IADC bagian 1

Cutting structure Example of bit grading : 2, 4, BT, M, E, X, (CT,WO), DTF.

Inner Outer Dull Char Location

Bearings seals Gauge Other dull char Reason pulled

1 2 3 4 5 6 7 8

1 - Inner cutting structure (All inner rows.) 2 - Outer cutting structure ( Gauge rows only.)

In columns 1 and 2 a linear scale of 0 ---> 8 is used to describe the condition of the cutting structure according to the following guidelines for specific bit types.

Measure of lost tooth height due to abrasion and / or damage Steel toothed bits 0 - No loss of tooth height

8 - Total loss of tooth

Measures total cutting structure

reduction of lost, worn, & or broken inserts Insert bits

0 - No lost worn and / or broken inserts 8 - 0% of inserts and / or cutting structure remaining.

Measure of lost tooth height due to abrasion and / or damage Fixed cutter bits

0 - No lost, worn and / or broken cutting structure 8 - 100% of cutting structure lost, worn and / or broken 3 - Dull characteristics

Note: use only cutting structure related codes

BC - Broken cone *

LN - Lost nozzle

BF - Bond failure

LT - Lost teeth and cutters

BT - Broken teeth and cutters OC - Off centre wear BU - Balled up bit

PB - Pinched bit

CC - Cracked cone *

PN- Plugged nozzle or flow by areas CD - Cone dragged *

RG - Rounded gauge

CI - Cone interference

RO - Ring out CR - Cored

SD - Shirttail damage

CT - Chipped Teeth & cutters SS - Shelf sharpening wear ER - Erosion

TR - Cone tracking

FC - Flat crested wear

WO - Wash out HC - Heat checking

WT - Worn teeth or cutters

LD - Junk damage

NO - No dull characteristics

LC - Lost cone * * Show cone # or #'s under location 4

Page 18: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 16

Tabel 9. Klasifikasi Keausan Bit IADC bagian 2

4 - Location

Roller cone Fixed cutter N- Nose row G - Gauge row C - Cone S - Shoulder

M - Middle row A - All Rows N - Nose G - Guage State cone # or #'s I.e. 1, 2, or 3. T - Taper A - All areas

5 - Bearings and seals Non sealed bearings Sealed bearings

A linear scale estimating bearing life is used E - Seals effective F - Seals failed 0 = No life used ---> 8, 100% bearing life used N - Not able to grade X - Fixed cutter bit

6 - Gauge

I - in gauge 1/16 - 1/16" out of gauge 1/8 - 1/8" ut of gauge 3/16-3/16" out of gauge

1/4 - 1/14" out of gauge 5/16 - 5/16" out of gauge 3/8 -3/8" out of gauge 7/16 - 7/16" out of gauge

1/2 - 1/2" out of gauge 9/16 - 9/16" out of gauge 5/8 - 5/8" out of gauge etc.

7 - Other dull characteristics

Refer to column 3 codes

8 - Reasons bit was pulled or run completed BHA- Change bottom hole assembly HR - Hours on bit DMF - Downhole motor failure

LOG - Run logs

DTF - Downhole tool failure

PP - Pump pressure

DSF - Drill string failure

PR - Penetration rate DST - Drill stem test

Rig - Rig repair

DP - Drill Plug

TD - Total depth / casing depth

CM - Condition mud

TW - Twist off CP - Core point

TQ – Torque

FM - Formation change

WC - Weather conditions HP - Hole problems

LIH - Left in hole

Page 19: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 17

Tabel 11. Data pengeboran sumur LMB pada lubang diameter 9.875 “

Date DEPTH MTRG CUM.M WOB RPM ROP

m m M (lbs) (ft/hr)

9/24/08 1:43 PM 1426 19200 52

9/25/08 1:40 AM 1445.0 19 19 17000 56 5.194663167

9/25/08 1:38 PM 1500.0 55 74 10200 53 7.518591426

9/26/08 1:36 AM 1569.0 69 143 28800 56 6.288276465

9/26/08 1:34 PM 1612.0 43 186 21400 59 2.939085739

9/27/08 1:32 AM 1659.0 47 233 28600 56 2.569991251

9/27/08 1:29 PM 1702.0 43 276 25800 51 1.959390493

9/28/08 1:27 AM 1741.0 39 315 27000 59 1.523247094

9/28/08 1:25 PM 1762.0 21.0 336 25800 51 0.717683727

9/29/08 1:23 AM 1769.0 7.0 343 12600 52.00 0.21264703

9/29/08 1:21 PM 1794.0 25.0 25 11500 49 6.835083115

9/30/08 1:18 AM 1830.0 36.0 61 19500 56 4.921259843

9/30/08 1:16 PM 1874.0 44.0 105 14100 52 4.009915427

10/1/08 1:14 AM 1928.0 54.0 159 20700 56 3.690944882

10/1/08 1:12 PM 1974.0 46.0 205 23000 53 2.515310586

10/2/08 1:10 AM 2010.0 36.0 241 11400 50 1.640419948

10/2/08 1:07 PM 2038.0 28.0 269 19500 51 1.093613298

10/3/08 1:05 AM 2045.0 7.0 276 13600 55 0.239227909

Page 20: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 18

Tabel 12. Data Bit Record sumur LMB

Bit No. Mfr Type S/N Size Jets Depth Depth Meterage Hrs.

AVG ROP WOB RPM

Inch In Out Drilled min/M (Ton) Motor

1 RRB # 1 SMITH MSS10C STMY8110 26" 1x24, 2x28 0.0 33.5 33.5 34.40 61.61 2 - 4 40.0 2 RRB # 2 SMITH MGS10C STMY8045 36" 2X20,1X28 0.0 26.5 26.5 24.30 55.02 0.5 - 4 40.0 3 RRB # 3 SMITH MSS10C STMY8110 26" 3 X20,1 X25 17.2 26.1 9.0 4.00 26.73 2-4 40 4 NBR # 4 REED T 43 CW7150 26" 3x11;3x22;1x24 15.5 301.0 285.5 88.00 18.50 2-13 60-110 5 RRB#5 REED T 43 CW7150 26" 3X11;2x22;1x24 34.0 301.0 267.0 168.9 35.50 2 - 5 0.0

6 BR# 6 SMITH GS 10 BVC MY8293 17½" 3x18,1x25 164.0 600.0 436.0 86.0 13.70 6 - 8 100

7 BR# 7 SMITH GS 10 BVC MY8278 17½" 18,18,18,25 600.0 752.3 152.3 38.1 19.30 5-11 109

8 BR# 8 REED HP 51 HP JT0830 12¼" 3X22 752.3 1001.0 248.7 54.4 14.07 5-15 94 9 BR# 9 REED HP 51 HP JW5726 12¼" 3x32 1001.0 1426.0 425.0 61.4 8.67 20-30 53

10 BR# 10 REED HP 51 HP KB1002 9⅞" 3 X 32 1426.0 1769.0 343.0 65.9 11.52 10-18 53 11 BR# 11 HUGHES GX23C B22095 9⅞" 3 X 32 1769.0 2045.0 276.0 29.4 6.39 5-15 54

Page 21: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 19

No. Mfr Type REMARKS Bit Condition 1 SMITH MSS10C Drilled Formation 2 SMITH MGS10C ENLARGE HOLE 0-0-NO-A-E-I-NO-HP(435C)

3 SMITH MSS10C DOC, TOP OF CEMENT @

17.20 M

4 REED T 43 Drill Out Cement &

Formation 5 REED T 43 WASH DOWN & REAMING

6 SMITH GS 10 BVC Drill Out Cement &

Formation 1/1/WT/A/E/I/NO/HP(435 BVC) 7 SMITH GS 10 BVC Drilled Formation 1/1/WT/A/E/I/NO/TD 8 REED HP 51 HP Drilled Formation 2/8/BT/G/E/5/1/WT/BHA(517) 9 REED HP 51 HP Drilled Formation 1/2/WT/G/3/1/CT/BHA(517)

10 REED HP 51 HP Drilled Formation 2/2/WT/A/3/1 ⅟16/NO/TD(517) 11 HUGHES GX23C Drilled Formation 2/2/WT/A/3/1 ⅟16/NO/TD(517)

Tabel 13. Keterangan pemakaian bit dan juga kondisi keausannya

Page 22: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 20

LAMPIRAN 2

Analisa Cost Per Foot(CPF)

Hasil perhitungan untuk masing-masing bit dengan diameter 9.875 “

BIT COST RECORDS No. Bit : 10 Bit Size 9.875 Bit Cost : $ 6.936 Model : REED Rig Cost/hrs : $1,104.20 Type : HP 51 HP TT Factor : 0.05 S/N : KB 1002 Depth in : 1426 IADC : 517 Nozzles : 3x32

OBT DEPTH MTRG CUM.M CUMM.COST COST/M

hrs m m m US$ US$ 0 1426 12 1445.0 19 19 20,241.61 1,065.35 24 1500.0 55 74 33,492.01 452.59 36 1569.0 69 143 46,742.41 326.87 48 1612.0 43 186 59,992.81 322.54 60 1659.0 47 233 73,243.21 314.35 72 1702.0 43 276 86,493.61 313.38 84 1741.0 39 315 99,744.01 316.65 96 1762.0 21 336 112,994.41 336.29

108 1769.0 7 343 126,244.81 368.06 Tabel 14. Analisa CPF pada bit Reed di sumur LMB

BIT COST RECORDS No. Bit : 11 Bit Size 9.875 inch Bit Cost : $ 5,635 Model HUGHES Rig Cost/hrs : $1,104.02 Type GX 23 C TT Factor : 0.05 S/N B22095 Depth in : 1779 IADC : 517 Nozzles : 3x15

OBT DEPTH MTRG CUM.M CUMM.COST COST/M

Hrs m m m US$ US$ 0 1769 12 1794.0 25 25 18,938.44 757.54 24 1830.0 36 61 32,186.68 527.65 36 1874.0 44 105 45,434.92 432.71 48 1928.0 54 159 58,683.16 369.08 60 1974.0 46 205 71,931.40 350.88 72 2010.0 36 241 85,179.64 353.44 84 2038.0 28 269 98,427.88 365.90 96 2045.0 7 276 111,676.12 404.62

Tabel 15. Analisa CPF pada bit Hughes di sumur LMB

Page 23: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 21

Gambar 11. Kurva CPF bit Reed

Gambar 12. Kurva CPF bit Hughes

Page 24: pengbat

Reddy Gautama (12205003) 22

Gambar 13. Kurva Specific Energy bit Reed dan Hughes

Analisa perhitungan konstanta drillability formation pada masing-masing bit

Jenis bit Footage(ft) H(inch)

WOB (1000xLBS) RPM

Tr (hours) ẁ L m i U D z k R Af Cf

Reed 1158 12.25 28 53 65.85 18

6712 0.65 59 316 2 236 1 0.6

19.14 800.4482

Hughes 872 9.875 20 54 29.41 15.9

9028 0.7 61 316 2 236 1 0.6

8.09 788.3598

Tabel 16. Perbandingan drillability formasi yang ditembus masing-masing bit