pengaturan sudut posisi tidur 45 0 terhadap...

97
PENGATURAN SUDUT POSISI TIDUR 45 0 TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. P DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG ASTER NO 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Disusun Oleh : LINGGA LIWA ATI P11 094 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Upload: dinhtuong

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGATURAN SUDUT POSISI TIDUR 450 TERHADAP PENINGKATAN

KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. P

DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG

ASTER NO 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :

LINGGA LIWA ATI

P11 094

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

ii �

PENGATURAN SUDUT POSISI TIDUR 450 TERHADAP PENINGKATAN

KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. P

DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG

ASTER NO 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :

LINGGA LIWA ATI

P11 094

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

vi �

KATA PENGANTAR

� Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan Judul “PENGATURAN SUDUT POSISI TIDUR 450

TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN

KEPERAWATAN Tn. P DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI

RUANG ASTER NO 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi

DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat

menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan

masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dam bimbingan serta

menfasilitasi demi sempurnanya studikasus ini.

2. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program

Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat

menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen

penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dam bimbingan serta menfasilitasi

demi sempurnanya studikasus ini.

3. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen penguji yang

telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,

inspirasi, perasaan nyaman dam bimbingan serta menfasilitasi demi

sempurnanya studikasus ini.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kardiovaskuler yang diantaranya merupakan penyakit

Congestive Heart Failure akan menjadi masalah kesehatan yang cukup serius

terutama bagi orang dewasa, hal itu dinyatakan oleh Ready dan Yusuf (1998)

dalam Abdul dan Hazdi (2008: 50). Data dari American Heart Asosiation

(AHA) tahun 2006 menunjukkan bahwa terdapat ±23 juta orang dengan gagal

jantung diseluruh dunia dan 5,8 juta diantaranya berada di Amerika Serikat.

Dalam jurnalnya yang berjudul “Lifestyle dominates cardiovascular risks in

Malaysia” Abdul dan Khasdi memperkirakan bahwa di dunia akan terjadi

kenaikan angka kematian sebanyak 20 juta penduduk ditahun 2020 akibat

penyakit kardiovaskuler yang termasuk didalamnya Congestive Heart

Failure.

Menurut Effendi (2010) di Indonesia ±10% dari total penduduk tahun

2010 telah menderita Congestive Heart Failure. Ulfah (2007: 169)

menyatakan bahwa setiap individu mempunyai tingkat resiko yang berbeda-

beda terhadap penyakit Congestive Heart Failure sesuai dengan jenis kelamin

dan penyebabnya, seorang laki- laki dewasa lebih besar beresiko terkena

Congestive Heart Failure dikarenakan oleh terjadinya iskemik pada jantung,

sedangkan pada perempuan akan lebih besar beresiko terserang Congestive

Heart Failure dikarenakan penurunan fungsi diastolik yang dipengaruhi oleh

2

kadar estrogen. Pada bulan Mei 2014 di bangsal Aster RSUD Dr. Moewardi

didapati pasien rawat inap dengan diagnosa Congestive Heart Failure

mencapai 18 pasien dengan tingkat keparahan yang berbeda- beda.

Jantung merupakan salah satu organ berongga berbentuk kerucut

tumpul yang memiliki empat ruang dan terletak diantara paru- paru di bagian

tengah rongga thorak (Ardiansyah, 2012: 14). Organ jantung sangat rentan

terserang bermacam- macam penyakit dan kelainan yaitu salah satunya

Congestive Heart Failure atau biasa disebut CHF. CHF merupakan keadaan

dimana jantung mengalami ketidakmampuan untuk melakukan tugasnya yaitu

memompakan darah dalam jumlah yang cukup guna memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh (forward failure) atau mampu memenuhi kebutuhan namun

harus dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure)

(Barita dan Sitompul, 2004: 115).

Banyak hal- hal yang mendasari terjadinya Congestive Heart Failure,

diantaranya kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi dan

miokardium degeneratif, dari semua penyebab tersebut akan menyebabkan

kondisi dimana kontraktilitas jantung menurun sehingga terjadilah Congestive

Heart Failure, pada pasien dengan CHF gejala yang paling dirasakan adalah

sesak nafas dan nyeri dada terlebih lagi saat beraktifitas, sesak nafas biasanya

juga akan bertambah saat posisi berbaring, bahkan beberapa pasien dengan

CHF mengalami sesak nafas hanya pada saat tidur, keadaan ini biasa disebut

PND (Paroxismal Nokturnal Dispnea) yang tentunya akan mengganggu

kualitas tidur pasien pada malam hari (Kasron, 2012: 56). Seorang perawat

3

dapat memberikan intervensi untuk meningkatkan kualitas tidur dalam upaya

mengoptimalkan penyembuhan dan salah satu intervensi yang dapat

dilakukan adalah pengaturan sudut posisi tidur 450 (Melani, 2012).

Di ruang Aster RSUD Dr. Moewardi Surakarta 7 dari 10 perawat

sudah mengetahui tujuan dari pengaturan sudut posisi tidur 450 sedangkan 3

diantaranya masih belum mengetahui sepenuhnya tentang tujuan pengaturan

sudut posisi tidur 450 pada pasien Congestive Heart Failure. Pada Tn. P

dengan Congestive Heart Failure di ruang Aster RSUD Dr. Moewardi saat

dikaji penulis kondisinya sedang mengalami sesak nafas serta posisi tidur 300,

maka dari itu penulis mengangkat judul karya tulis ilmiah tentang pengaturan

sudut posisi tidur 450 pada pasien CHF dengan harapan untuk

mengaplikasikan hasil penelitian Rita Melani tentang pengaturan sudut posisi

tidur 450

untuk memperbaiki kualitas tidur pada pasien CHF, sehingga ilmu

yang diperoleh penulis dari hasil penelitian tersebut bisa disebarluaskan di

RSUD Dr.Moewardi Surakarta khususnya di bangsal Aster.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan aplikasi riset tentang tindakan keperawatan

keefektifan pengaturan sudut posisi tidur 450

untuk memperbaiki kualitas

tidur pada pasien Congestive Heart Failure di bangsal Aster RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

4

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan Congestive

Heart Failure.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P

dengan Congestive Heart Failure.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. P

dengan Congestive Heart Failure.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. P dengan

Congestive Heart Failure.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. P dengan Congestive

Heart Failure.

f. Penulis mampu menganalisa hasil pengaturan posisi tidur 450

terhadap kualitas tidur pada Tn. P dengan Congestive Heart Failure

yang mengalami penurunan kualitas tidur.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi praktisi keperawatan

Diharapkan hasil dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat

memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi praktisi perawat

khususnya bagi perawat yang bertugas di ruang Aster RSUD Dr.

Moewardi Surakarta tentang pengaturan sudut posisi tidur 450

untuk

memperbaiki kualitas tidur pada pasien dengan Congestive Heart

Failure.

5

2. Bagi Institusi Pendidik

Diharapkan bagi institusi pendidik khususnya pada mata ajar

Keperawatan Medikal Bedah mampu membuat penelitian ilmiah

tentang pengaturan sudut posisi tidur 450 dan mampu memberikan

informasi kepada mahasiswa dan mahasiswi keperawatan baik dengan

teori maupun dengan praktek, bahwa pengaturan sudut posisi tidur 450

dapat meningkatkan kualitas tidur pada pasien dengan Congestive

Heart Failure dan pengaturan sudut posisi tidur 450 merupakan salah

satu intervensi yang dapat digunakan pada pasien dengan Congestive

Heart Failure yang mengalami penurunan kualitas tidur.

3. Bagi Pasien

Diharapkan dengan intervensi pengaturan sudut posisi tidur 450

pada pasien dengan Congestive Heart Failure yang mengalami

penurunan kualitas tidur dapat membantu pasien dalam meningkatkan

dan mencapai kualitas tidur yang optimal seperti saat pasien belum

terserang Congestive Heart Failure.

4. Bagi Penulis

Diharapkan dengan dibuatnya karya tulis ini penulis

memperoleh pengetahuan mengenai keefektifan pengaturan posisi

tidur 450 pada pasien dengan Congestive Heart Failure yang

mengalami penurunan kualitas tidur serta memperoleh pengetahuan

dan pengalaman dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Congestive Heart Failure/ CHF

Congestive Heart Failure/ CHF atau lebih sering dikenal dengan gagal

jantung mempunyai beberapa pengertian antara lain menurut Erwinanto

(2007) dalam Mariyono dan Santoso (2007: 86) Congestive Heart Failure/

CHF didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh, keadaan ini dapat timbul

dengan atau tanpa penyakit jantung. Congestive Heart Failure juga dapat

didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam

memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel- sel tubuh akan nutrien dan

oksigen secara adekuat (Udjianti, 2013: 153).

Sumber lain menyatakan bahwa Congestive Heart Failure adalah

kondisi ketidakcukupan jantung untuk memenuhi keadaan metabolik tubuh

baik pada saat istirahat maupun aktivitas (Marrelli, 2008:117). Maka dapat

disimpulkan bahwa Congestive Heart Failure/ CHF merupakan

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh sehingga

kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh untuk metabolisme tidak dapat terpenuhi

baik dalam kondisi istirahat maupun beraktivitas.

Penyebab dari Congestive Heart Failure itupun bermacam- macam

yang paling sering ditemui adalah kelainan otot jantung yang nantinya akan

berdampak pada penurunan kontraktilitas jantung, pada pasien dengan

6

7

aterosklerosis koroner, peradangan dan penyakit miokardium degeneratif juga

akan mengalami penurunan kontraktilitas otot jantung yang sebelumnya akan

didahului terjadinya infark miokardium, Hipertensi juga menjadi salah satu

penyebab Congestive Heart Failure terbesar ke- 2 setelah kelainan otot

jantung, Hipertensi akan menyebabkan peningkatan beban kerja jantung dan

nantinya akan menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung (Ardiansyah.

2012: 24).

Dalam Congestive Heart Failure terdapat klasifikasi yang

menunjukkan tingkatan keparahan dari kondisi pasien, menurut New York

Heart Assosiation (NYHA) klasifikasi Congestive Heart Failure dibagi

menjadi 4 yaitu: (Muttaqin, 2009: 88)

1. Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas yang berat tanpa

sesak nafas dan keletihan.

2. Kelas II : Bila ada sedikit keterbatasan aktivitas fisik, aktivitas fisik

biasa menyebabkan keletihan dan sesak nafas namun

dengan istirahat maka gejala akan hilang

3. Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari- hari tanpa

keluhan, biasanya pada keadaan ini telah terjadi edema

pulmonal

4. Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas

apapun dan harus tirah baring, sesak nafas bahkan terjadi

ketika pasien istirahat.

8

Pasien dengan Congestive Heart Failure banyak tanda dan gejala yang

akan muncul. Tanda dan gejala itupun dapat berbeda sesuai dengan letak

kegagalan jantung. Pada gagal jantung kanan akan menunjukkan sesak nafas,

edema ekstremitas bawah, penambahan berat badan, hepatomegali, anorexia,

mual, nokturia dan kelemahan, sedangkan pada gagal jantung kiri gejala

yang akan terlihat antara lain sesak nafas, orthopneu, sianosis, oliguria,

mudah lelah, edema pulmonal, Dispneu Nokturnal Paroksimal/ DNP

(Kasron, 2012: 69).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien dengan

Congestive Heart Failure diantaranya dengan penatalaksanaan medis dan

keperawatan. Penatalaksanaan medis menurut Kasron (2012: 72) dapat

diberikan obat diuretik untuk mengurangi afterload pada disfungsi sistolik

dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik, berikan juga

obat anti angina, antagonis kalsium. Penatalaksanaan keperawatan yang dapat

dilakukan menurut Rani et al (2006: 55) antara lain istirahatkan pasien untuk

mengurangi konsumsi oksigen, pantau tanda-tanda vital, edukasikan tentang

keadaan yang terjadi pada pasien agar tidak timbul kecemasan, berikan posisi

semifowler.

Komplikasi yang dapat terjadi karena Congestive Heart Failure juga

bermacam-macam menurut Ardiansyah (2012: 30) antara lain syok

kardiogenik dimana akan terjadi kehilangan 40% atau lebih jaringan otot pada

ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel. efusi dan tamponade

9

perikardium juga dapat menjadi komplikasi dari Congestive Heart Failure

(Kasron, 2012: 71).

Mekanisme yang mendasari Congestive Heart Failure menurut

Brunner dan Suddarth (2002) dalam Muttaqin (2009: 92) meliputi

menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang

dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan suplai

darah keseluruh tubuh. Karena suplai darah ke ginjal juga menurun maka

akan terjadi pelepasan RAA (renin, angiotensin, aldosteron), dari pelepasan

RAA tersebut maka akan terbentuk angiotensin II sehingga menyebabkan

retensi natrium dan air, perubahan tersebut mengakibatkan peningkatan cairan

ekstra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan

tekanan maka terjadilah edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan

cairan dalam ruang interstisial. Gagal jantung yang berlanjut dapat

menyebabkan asites yang dapat menimbulkan mual, muntah dan anoreksia.

Mekanisme yang terjadi juga akan menyebabkan suplai darah ke paru-

paru menurun dan darah tidak masuk ke jantung, keadaan ini menyebabkan

penimbunan cairan di paru-paru sehingga akan menurunkan pertukaran O2

dan CO2. Situasi ini akan menimbulkan gejala sesak nafas, orthopneu, PND.

Apabila terjadi pembesaran vena dihepar maka akan mengakibatkan

hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang kurang

didaerah otot dan kulit menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta

timbul gejala seperti letih, lemah dan lesu (Muttaqin, 2012: 93).

10

B. Kualitas Tidur

Tidur adalah suatu kegiatan yang tidak asing lagi bagi setiap orang,

tidur merupakan suatu kondisi ketika seseorang tidak sadar namun mudah

dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai (Saputra, 2013: 169).

Tidur juga dapar diartikan sebagai suatu gangguan kesadaran yang dapat

bangun dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas, dapat dibangunkan

merupakan faktor utama yang membedakan tidur dengan gangguan kesadaran

lain yang tidak diharapkan seperti koma (Vaughans, 2013: 203).

Menurut Alwi (2005) kualitas dapat didefinisikan sebagai tingkatan

baik buruknya sesuatu. Maka dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur adalah

tingkatan baik buruknya kondisi saat manusia mengalami penurunan

kesadaran yang mudah dibangunkan.

Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI). Pada kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

merupakan alat untuk mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10

pertanyaan yang ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut dapat

diketahui 7 komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur,

efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur serta disfungsi pada

siang hari (Safitrie dan Ardani. 2013: 18- 19). Nilai dari 7 komponen PSQI

kemudian dijumlahkan sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila

nilai > 5 mengindikasikan kualitas tidur buruk, sedangkan nilai � 5

mengindikasikan kualitas tidur baik (Melanie, 2012: 74).

11

Adapun bentuk dari Format kuisioner PSQI adalah (Choirul, 2013)

A. PERTANYAAN UNTUK PASIEN

1. Kapan anda biasanya pergi tidur dimalam hari?

Jawab :

2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur? (dlm menit)

Jawab :

3. Kapan anda biasanya bangun

Jawab :

4. Berapa lama waktu tidur dalam semalam? (dlm jam)

Jawab :

5. Masalah yang membuat tidur terganggu adalah...

Masalah

Tidak Ada

Dalam Sebulan

Ini

1x Dalam

Minggu

1x Atau

2x Dalam

Seminggu

3x Atau

Lebih Dalam

Seminggu

a. Tidak dapat

tertidur lebih dari

30 menit

b. Bangun ditengah

malam

c. Harus bangun

untuk ke kamar

mandi

d. Terjadi gangguan

pernafasan

e. Batuk

f. Terlalu dingin

g. Terlalu panas

h. Mengalami

mimpi buruk

i. Mengalami nyeri

j. Lain- lain .......

Jumlah

12

6. Bagaimana tentang kualitas tidur anda beberapa bulan terakhir?

Sangat

bagus Agak bagus Agak buruk Sangat buruk

7. Apakah mengkonsumsi obat- obatan yang mempengaruhi tidur?

Tidak 1x Seminggu 1x Atau 2x

Seminggu

3x Atau Lebih

Dalam

Seminggu

8. Apakah anda mengalami masalah (kantuk) saat mengemudi, sarapan,

bekerja atau melakukan pekerjaan sehari- hari?

Tidak Pernah 1x Seminggu 1x Atau 2x

Seminggu

3x Atau Lebih

Dalam

Seminggu

9. Adakah masalah yang anda pikirkan dan harus diselesaikan?

Semua Tidak Ada

Masalah

Hanya Ada

Masalah Kecil

Ada Beberapa

Masalah

Ada Masalah

Besar

10. Siapa orang yang membantu memecahkan masalah?

Tidak Ada Saudara Yang

Berbeda Rumah Saudara Serumah

Istri Atau

Suami

13

B. PENILAIAN BAGI PENULIS

KOMPONEN 1 : Kualitas Tidur subyektif

1. Untuk pertanyaan no 6

RESPON NILAI

Sangat bagus 0

Agak bagus 1

Agak buruk 2

Sangat buruk 3

Komponen 1 nilainya:

KOMPONEN 2 : Latensi Tidur

1. Untuk pertanyaan no 2

WAKTU NILAI

� 15 menit 0

16- 30 menit 1

31- 60 menit 2

>60 menit 3

NILAI pada pasien

2. Untuk pertanyaan no 5a

WAKTU NILAI

Tidak ada dalam sebulan ini 0

1x dalam seminggu 1

1x atau 2x dalam seminggu 2

3x atau lebih dalam seminggu 3

NILAI pada pasien

3. Jumlah antara no 1 dan 2

14

4. Jumlah dari 2 pertanyaan

JUMLAH NILAI NILAI KOMPONEN

0 0

1- 2 1

3- 4 2

5- 6 3

Nilai pada pasien

Komponen 2 nilainya:

KOMPONEN 3 : Waktu tidur

1. Untuk pertanyaan no 4

WAKTU NILAI

>7 jam 0

6- 7 jam 1

5- 6 jam 2

<5 jam 3

NILAI pada pasien

Komponen 3 nilainya:

KOMPONEN 4 : Efisiensi Tidur

1. Jam tidur malam (pertanyaan 4) :

2. Tambahkan jawaban dari pertanyaan no 3 dan 1

.... +.... =

3. Hitung no 1 dan 2

Rumus: (no 1: no 2)x 100= %

( : ) x = %

15

4. Hasil dalam nilai

Efisiensi Tidur NILAI

>85% 0

75- 84% 1

65- 74% 2

<65% 3

NILAI pada pasien

Komponen 4 nilainya:

KOMPONEN 5 : Gangguan Tidur

1. Untuk pertanyaan no 5

WAKTU NILAI

Tidak ada dalam sebulan ini 0

1x dalam seminggu 1

1x atau 2x dalam seminggu 2

3x atau lebih dalam seminggu 3

Pertanyaan 5b =

Pertanyaan 5c =

Pertanyaan 5d =

Pertanyaan 5e =

Pertanyaan 5f =

Pertanyaan 5g =

Pertanyaan 5h=

Pertanyaan 5i =

Pertanyaan 5j =

2. Jumlah dari pertanyaan 5b- 5j=

16

3. Jumlah dalam nilai

JUMLAH NILAI

0 0

1- 9 1

10- 18 2

19- 27 3

Komponen 5 nilainya:

KOMPONEN 6 : Penggunaan Obat Tidur

1. Untuk pertanyaan no 7

WAKTU NILAI

Tidak ada dalam sebulan ini 0

1x dalam seminggu 1

1x atau 2x dalam seminggu 2

3x atau lebih dalam seminggu 3

NILAI pada pasien

Komponen 6 nilainya:

KOMPONEN 7 : Disfungsi pada siang hari

1. Untuk pertanyaan no 8

RESPON NILAI

Tidak pernah 0

1x dalam seminggu 1

1x atau 2x dalam seminggu 2

3x atau lebih dalam seminggu 3

NILAI pada pasien

17

2. Untuk pertanyaan no 9

RESPON NILAI

Semua tidak ada masalah 0

Hanya ada masalah kecil 1

Ada beberapa masalah 2

Ada masalah besar 3

NILAI pada pasien

3. Tambahkan no 1 dan 2

.....+..... =

4. Jumlah dalam nilai

JUMLAH NILAI

0 0

1- 2 1

3- 4 2

5-6 3

Komponen 7 nilainya:

JUMLAH NILAI SELURUH KOMPONEN ADALAH ....

JUMLAH NILAI

SELURUH

KOMPONEN

KUALITAS TIDUR

<5 baik

>5 Buruk

Maka dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai kualitas tidur yang

BAIK/BURUK

Menurut Dochterman dan Bulechek (2000) dalam Melanie

(2012: 71) Mengatur posisi tidur adalah tindakan yang dilakukan

dengan sengaja untuk memberikan posisi guna mencapai atau

meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.

19

C. Asuhan Keperawatan

Menurut Carol V.A (1991) dalam Asmadi (2008: 161) asuhan

keperawatan merupakan suatu proses yang sistematis dan ilmiah yang

digunakan perawat dalam mencapai atau mempertahankan keadaan bio-

psiko- sosial- spiritual yang optimal melalui tahap pengkajian analisa data,

intervensi, implementasi serta evaluasi.

Dalam asuhan keperawatan mencakup lima tahapan yang harus dilalui

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahapan yang pertama adalah

pengkajian. Pengkajian adalah suatu proses pengumpulan data tentang

perilaku klien sebagai suatu model adaptif: fisiologis, konsep diri, fungsi

peran dan ketergantungan (Nursalam, 2008: 22). Pengkajian bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mendapatkan data yang sesuai tentang keadaan klien

(Christensen, 2009: 105). Dalam tahapan pengkajian ada bermacam- macam

metode yang dapat digunakan antara lain wawancara, observasi, pemeriksaan

fisik serta pemeriksaan diagnostik (Asmadi, 2008:169)

Tahapan yang kedua adalah analisa data. Menurut Helland (2009)

dalam Christensen (2009: 213) analisa data merupakan suatu proses untuk

menemukan masalah yang mungkin muncul baik aktual, potensial, maupun

resiko. Menurut Asmadi (2008: 173) dalam analisa data terdapat 3 fase, fase

pertama memproses data (mengorganisasi data membandingkan data dengan

standar nilai normal, mengelompokkan data), fase kedua menentukan

diagnosa keperawatan, fase ketiga menyusun atau memprioritaskan diagnosa.

20

Tahapan yang ketiga adalah intervensi. Intervensi merupakan suatu

petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan

keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya

berdasarkan diagnosa keperawatannya, didalam intervensi berisikan tujuan,

kriteria hasil yang diharapkan serta rasional dari tindakan- tindakan yang

dilakukan (Asmadi, 2008: 175). Fase keempat adalah implementasi.

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan

keperawatan dengan tujuan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan (Christensen, 2009: 215).

Fase kelima atau fase terakhir yaitu evaluasi, Evaluasi merupakan

penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan

yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008:25). Evaluasi bertujuan untuk melihat

dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah

tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan

asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008: 179).

D. Asuhan Keperawatan Congestive Heard Failure

Pada pengkajian pasien dengan Congestive Heart Failure akan muncul

banyak tanda dan gejala sesuai dengan bagian yang mengalami kegagalan.

Pada gagal jantung kanan akan menunjukkan sesak nafas, edema ekstremitas

bawah, penambahan berat badan, hepatomegali, anorexia, mual, nokturia dan

kelemahan, sedangkan pada gagal jantung kiri gejala yang akan terlihat

21

antara lain sesak nafas, orthopneu, sianosis, oliguria, mudah lelah, edema

pulmonal, Dispneu Nokturnal Paroksimal/ DNP (Kasron, 2012: 69).

Pada pemeriksaan foto thorak akan didapati kardiomegali terutama

pada pasien dengan gangguan yang kronik, dapat juga ditemui kongesti paru

sehingga perkusi yang dilakukan pada daerah paru akan terdengar pekak dan

akan terdengar bunyi gallop pada jantung (Corwin, 2009: 508). Pemeriksaan

echokardiografi juga dapat dilakukan untuk menilai dimensi ruang jantung

yang biasanya terlihat pembesaran ventrikel kiri, serta fungsi ventikel yang

biasanya mengalami penurunan pada pasien dengan Congestive Heard

Failure. Perekaman EKG biasanya juga akan menunjukkan perubahan irama

jantung serta pada beberapa pasien akan terlihat perubahan pada gelombang

Q ataupun S-T (Gray et al, 2005: 87).

Pada pasien dengan Congestive Heart Failure akan ada banyak

masalah keperawatan yang akan muncul. Apabila muncul masalah

keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

afterload, gangguan preload atau gangguan kontraktilitas jantung dengan

batasan karakteristik aritmia, perubahan pola EKG, distensi vena jugularis,

oliguri, keletihan, sesak nafas, penurunan fungsi ventrikel kiri (Wilkinson dan

Ahern, 2011: 105). Intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah

komplikasi pada penurunan curah jantung antara lain pemantauan pada tanda-

tanda vital, pemantauan cairan, berikan penjelasan tentang efek obat yang

diberikan, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian dan penghentian

obat tekanan darah (Hawari, 2011: 8).

22

Apabila muncul masalah keperawatan gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli dengan batasan

karakteristik pasien sesak nafas, nyeri dada, penurunan kesadaran, AGD tidak

normal, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan (Nanda,

2009). Intervensi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keadekuatan

pertukaran gas antara lain observasi pernafasan (frekuensi, kedalaman,

bunyi), pantau nilai AGD, posisikan pasien semi fowler, kolaborasikan

dengan tim dokter untuk pemberian diuritik, suplemen kalium, oksigen

melalui nasal kanul, serta monitor efek obat yang tidak diharapkan (Udjianti,

2010: 167).

Apabila muncul masalah keperawatan kelebihan volume cairan

berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi atau retensi natrium

dengan batasan karakteristiknya adalah edema pada ekstremitas, oliguri,

distensi vena jugularis, tensi meningkat, berat badan meningkat dan asites

(Lunney at al, 2009: 98). Intervensi yang dapat dilakukan untuk

menyeimbangkan volume cairan adalah kaji input – output cairan, anjurkan

untuk mengurangi asupan garam, tinggikan ekstremitas yang mengalami

edema dan kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat- obatan seperti

diuritik (Nugroho, 2011: 270).

Apabila muncul masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

menurunnya suplai darah ke jantung dengan batasan karakteristik pasien

mengeluh nyeri dada, ekspresi meringis, peningkatan frekuensi nafas,

peningkatan tekanan darah. Maka intervensi yang dapat dilakukan untuk

23

mengurangi nyeri antara lain kaji nyeri ( P, Q, R, S, T), ajarkan macam-

macam teknik distraksi, pantau tanda- tanda vital, kolaborasikan dengan

dokter untuk pemberian analgetik (Doengoes, 2000: 44).

Apabila muncul masalah keperawatan intoleransi aktivitas

berhubungan dengan gangguan transport oksigen dengan batasan karakteristik

sesak nafas bila istirahat atau melakukan aktivitas, AGD abnormal, lemah,

aritmia (Lunney, 2009: 157). Intervensi yang dapat dilakukan untuk mencapai

aktivitas yang maksimal antara lain jelaskan batasan aktivitas pasien sesuai

kondisi, kaji dan monitor respon dan tanda- tanda vital pasien terhadap

aktivitas, bantu memenuhi kebutuhan dasar pasien, kolaborasikan dengan

fisioterapi untuk berlatih melakukan aktivitas secara bertahap (Judith. 2007).

Apabila muncul masalah keperawatan gangguan pola tidur

berhubungan dengan nyeri dan sesak nafas mempunyai batasan karakteristik

antara lain pasien mengeluh sulit tidur, sering terbangun, sesak nafas, nyeri,

tampak lesu, jumlah jam tidur berkurang, sering menguap, sering menggosok

mata, orthopnea (Lunney, 2009: 134). Maka intervensi yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kualitas tidur antara lain modifikasi lingkungan seperti

mengatur pencahayaan, memberikan posisi semi fowler (300- 60

0), membatasi

pengunjung (Judith, 2007).

E. Posisi Sudut 450

Posisi sudut 450

merupakan posisi setengah duduk dimana bagian

kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini untuk

24

mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien

(Uliyah dan Hidayat, 2008: 74). Posisi sudut 450 adalah merupakan posisi

yang bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan ventilasi serta

mempermudah eliminasi fekal dan berkemih, dalam posisi ini tempat tidur

ditinggikan 450

dan lutut klien agak diangkat agar tidak ada hambatan

sirkulasi pada ekstermitas (Perry, 2005: 78).

Pengaturan sudut posisi tidur 450 dapat dilakukan dengan cara

memposisikan klien telentang posisi kepala dekat dengan bagian kepala

tempat tidur, elevasi bagian kepala tempat tidur 450, letakkan kepala klien di

atas kasur atau diatas bantal yang tipis, gunakan bantal untuk menyokong

lengan dan tangan klien jika klien tidak dapat mengontrol secara sadar atau

menggunakan lengan dan tangannya, posisikan bantal pada punggung bawah

klien, letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien, bila ada

letakkan papan penyangga kaki didasar kaki klien agar posisi tidak mudah

berubah (Kozier dan Erb, 2009: 222).

Gambar 2.1

25

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Pasien bernama Tn. P, berjenis kelamin laki-laki dengan umur 71

tahun, berstatus kawin, Tn.P bertempat tinggal di daerah Turirejo,

Mojogedang, Karanganyar, beragama islam dan pekerjaanya sebagai petani.

Saat Tn.P dirawat di RSUD Dr.Moewardi Surakarta yang bertanggung jawab

adalah Tn.S, Tn.S merupakan anak dari Tn.P, Tn.S berumur 45 tahun dan

bekerja sebagai pegawai swasta, Tn.S bertempat tinggal di daerah Turirejo,

Karanganyar.

B. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 April 2014 pukul 08.00 WIB,

pengkajian dilakukan dengan metode auto-anamnesa dan allo-anamnesa.

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah sesak nafas. Tn.P datang ke

RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada tanggal 8 April 2014 diantar oleh

keluarga, saat itu keluhan Tn.P adalah sesak nafas dan nyeri dada. Saat di

ruang Aster dilakukan pengkajian, pasien mengatakan sesak nafas, nyeri

terasa pada bagian dada sebelah kiri, nyeri terasa hilang timbul, nyeri

bertambah ketika bergerak, nyeri berskala 4, nyeri terasa seperti tertimpa

beban berat.

25

26

Pasien mengatakan dahulu ia adalah seorang perokok, pasien juga

mengatakan sebelumnya sudah sering masuk rumah sakit dikarenakan sesak

nafas namun pasien lupa kapan pertama kali ia merasa sesak nafas dan

dirawat di rumah sakit. Sebelum di RSUD Dr.Moewardi Surakarta pasien

sempat dirawat di rumah sakit PKU selama 2 hari namun karena keadaannya

tidak kunjung membaik maka pasien dibawa pulang. Setelah sehari berada di

rumah keadaan pasien semakin memburuk, maka pihak keluarga memutuskan

untuk membawa pasien ke RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

Pasien mengatakan lingkungannya termasuk lingkungan yang bersih,

Lingkungannya juga jauh dari polusi udara dan merupakan lingkungan yang

tenang. Keluarga pasien menyataka, bahwa didalam keluarganya tidak ada

yang mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi maupun diabetes

mellitus.

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, sedangkan istrinya

merupakan anak ke- 2 dari 5 bersaudara. Kedua orang tua Tn.P dan istri

sudah meninggal. pasien memiliki 4 orang anak yaitu 3 anak laki- laki dan

yang terakhir 1 anak perempuan. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan

anak perempuannya.

27

Gambar 3.1 Genogram Tn.P

Keterangan :

: Laki- laki sudah meninggal

: Perempuan sudah meninggal

: Perempuan

: Laki- laki

: Pasien

Pasien mengatakan tidak takut apabila harus dirawat di rumah sakit

seperti saat ini, karena ia sudah terbiasa. Keluarga juga mengatakan tidak

pernah membelikan obat warung bagi pasien. Apabila pasien mengeluh sakit

maka keluarga akan membawa pasien ke puskesma atau rumah sakit terdekat.

Sebelum sakit pasien mengatakan biasa makan 2-3 kali sehari, dengan

komposisi nasi, lauk, sayur, air putih dan teh. Saat sakit dan dirawat dibangsal

Aster pasien diberikan diit jantung III (rendah garam rendah lemak) yang

berisikan nasi tim, sayur, lauk, air putih , teh dan snack. Pasien mengatakan

selama sakit tidak bermasalah dengan pola makannya, pasien makan apa yang

28

disediakan ± ¾ porsi makanan yang disediakan habis, pasien juga tidak

memilah- milah makanan.

Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pola BAB dan BAK

nya, pasien mengatakan sebelum sakit ia selalu buang air besar 1x dalam

sehari, begitu juga saat pasien sakit. Pasien mengatakan sebelum sakit tidak

ada masalah dengan buang air kecilnya, biasanya 5-6 kali dalam sehari. Saat

di rawat di rumah sakit dipasang selang DC mulai tanggal 8 April 2014,

pasien mengatakan selang kencing terpasang sejak berada diruang Aster dan

belum pernah dibersihkan oleh perawat. Selama ± 8 jam urin yang

tertampung dalam diurin bag ± 300cc, urin yang tertampung berwarna kuning

pucat.

Pasien mengatakan sebelum sakit pemenuhan kebutuhan aktivitas

latihan dilakukan secara mandiri. Namun saat sakit aktivitas berpakaian,

mobilitas ditempat, makan dan minum dibantu orang lain, saat makan,

berpindah dan buang air besar dibantu orang lain dan alat, dan buang air kecil

tergantung dengan alat, saat sakit ambulasi/ ROM dilakukan secara mandiri.

Saat sebelum sakit pasien terkadang tidur siang ±1- 2 jam dan tidur

malam ± 8-9 jam, saat bangun pasien mengatakan merasa nyaman dan segar.

Saat dirawat dirumah sakit pasien mengatakan dapat tidur siang ±1-2 jam

namun saat malam, waktu tidurnya hanya berkisar ± 4-6 jam pasien sulit

mengawali tidur, saat bisa tidur maka akan mudah terbangun karena sesak

nafas, pasien juga mengatakan saat bangun terasa kurang nyaman dan badan

lesu. Saat dikaji pasien dalam keadaan semifowler dengan sudut ± 300

dengan

29

bagian kepala diganjal bantal dan selimut. Pasien mengatakan sesak nafas dan

sesak nafas bertambah saat berbaring. Pola tidur juga dikaji menggunakan

PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) dan didapatkan nilai 11 yang berarti

kualitas tidur pasien buruk.

Pasien berbicara pelan, lancar dan jelas. Pasien juga dapat menjawab

pertanyaan perawat dengan tepat. Pasien tidak mengalami gangguan

peciuman dan perabaan namun kemampuan pendengaran pasien mulai

berkurang. Pasien mengatakan terasa nyeri pada bagian dada sebelah kiri,

nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah ketika bergerak, nyeri berskala 4,

nyeri terasa seperti tertimpa beban berat. Saat nyeri terasa pasien terlihat

meringis dan memegang dada.

Pola gambaran diri pasien sebelum sakit, pasien mengatakan badannya

termasuk ideal, kulitnya juga termasuk kuning walaupun bekerja sebagai

petani, pasien mengatakan sangat bersyukur akan keadaan fisik yang

diberikan oleh Allah. Saat sakit pasien mengatakan walaupun dalam keadaan

sakit, badannya tidak kehilangan berat badan dan masih termasuk ideal,

walaupun kulitnya keriput pasien mengatakan tetap bersyukur karena

memang sudah sewajarnya.

Pasien mengatakan sebelum sakit ia melakukan kegiatan sehari- hari

dengan dibantu istri dan terkadang anak perempuannya. Namun sekarang saat

sakit pasien mengatakan ingin cepat sembuh lalu kembali kerumah dan

kembali melakukan pekerjaannya sebagai petani. Sebelum sakit pasien juga

merasa sangat disayangi anak dan istrinya, saat sakit pasien mengatakan

30

ketiga anak laki- lakinya lebih perhatian padanya, pasien merasa disayangi

oleh istri dan anaknya.

Sebelum sakit pasien mengatakan dapat bekerja membiayai kehidupan

istrinya tanpa merepotkan anak-anaknya, namun sekarang pasien tidak

mampu beraktivitas secara normal dan pasien juga mengatakan tidak ingin

istrinya bekerja sendirian sebagai petani menggantikan dirinya. Pasien

mengatakan sejak dulu pasien ingin menjadi suami yang baik bagi istrinya,

saat inipun pasien tetap ingin menjadi suami yang baik bagi istrinya dan tidak

ingin menyusahkan istri dan anaknya.

Pasien mengatakan bahwa ia saat ini telah menua, dan yang ada dalam

benaknya saat ini hanyalah ia ingin hidup bahagia bersama istri dan anaknya

sampai ajal menjemput. Pasien juga mengatakan hubungannya dengan

keluarga sangat dekat, terutama hubungannya dengan istri.

Pasien mengatakan saat belum sakit ia menghilangkan perasaan bosan

dengan cara berbincang-bincang dengan teman-temannya saat berada di

sawah, sekarang berbicara dengan penunggu (anak/istri) atau berdoa dalam

hati adalah cara yang pasien gunakan untuk menghilangkan kejenuhan. Saat

dirumah pasien mengatakan ia rajin menjalankan ibadah sholat dengan istri,

selama dirawat dirumah sakit pasien jarang melakukan ibadah sholat, tetapi ia

selalu berdoa didalam hati.

31

C. Pemeriksaan Fisik

Hasil pengkajian yang didapatkan pada Tn. P antara lain Tn. P dalam

keadaan sadar penuh/ composmentis, namun pasien terlihat lesu. Saat

dilakukan pengukuran tanda- tanda vital didapati hasil 140/80 mmHg, nadi

100x/ menit teraba kuat dengan irama teratur, pernafasan 28x/ menit, terlihat

pernafasan cuping hidung, pasien mengatakan sesak nafas bertambah saat

beraktivitas dan saat berbaring. Suhu tubuh pasien normal 36,40.

Bentuk kepala pasien mesochepal, kulit kepalanya tidak ada lesi dan

tidak ada jejas, kebersihan kulit kepala pasien terjaga. Rambut pasien terjaga

kebersihannya dan tidak mudah rontok. Pada mata tidak ditemukan

konjungtiva yang anemis dan sklera yang ikterik, pasien tidak menggunakan

alat bantu penglihatan, tidak ditemukan juga odema orbita. Bentuk hidung

pasien simetris, tidak ada polip dalam saluran nafas dan kebersihan

hidungpun terjaga.

Telinga pasien simetris, kebersihannya terjaga, pada telinga pasien

tidak ada serumen berlebih, fungsi pendengaran pasien mulai sedikit menurun

dan pasien tidak menggunakan alat bantu dengar. Kebersihan mulut pasien

terjaga, mokusa bibir tidak kering, gigi pasien juga tidak berlubang. Pada

leher tidak ditemukan vena jugularis dan tidak ada pembesaran tiroid.

Daerah dada pasien terlihat simetris, tidak ada luka dan tidak ada jejas.

Pemeriksaan paru- paru menunjukkan pasien menggunakan pernafasan

cuping hidung. Teraba vokal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru

kanan dan kiri juga teraba sama. Pada perkusi terdengar pekak pada lobus 3

32

paru kanan dan saat di auskultasi terdengar ronkhi. Pemeriksaan jantung

menunjukkan bahwa ictuscordis teraba pada sela intercosta kelima, saat

diauskultasi terdengar bunyi gallop, perkusi pada are jantung tidak terkaji

karena tidak diijinkan oleh perawat jaga, namun pada foto thorak didapati

hasil cardiomegali.

Pemeriksaan fisik perut didapati bahwa pada perut pasien tidak terjadi

asites, warna kulit bagian perut kuning langsat, tidak ditemukan luka dan

jejas. Bising usus pasien terdengar pelan dengan frekuensi ± 7x/ menit. Saat

diperkusi perut bagian atas kanan (terdapat organ hati) terdengar redup, perut

bagian kiri atas (terdapat organ lambung) terdengar suara timpani, perut

bagian kanan bawah dan kiri bawah (terdapat organ ginjal) terdengar suara

timpani. Saat diraba tidak ditemukan pembesaran hati.

Area genetalia pasien terjaga kebersihannya, terlihat terpasang selang

DC dengan ukuran 30, selang DC terpasang sejak tanggal 8 April 2014. Tidak

ditemukan tanda- tanda infeksi pada area genetalia (tidak ada kemerahan,

bengkak, panas ataupun nyeri). Pada area rektum kebersihan terjaga dan tidak

ada hemoroid.

Daerah ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakannya

normal, menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan

100% dengan skala 5. Daerah ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri

normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan

kekuatan 100% dengan skala 5. Pada ekstremitas atas dan bawah teraba

33

hangat, gerakan ROM ekstremitas kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri

bawah normal. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan odema.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan ditanggal 8 april

2014, didapati hasil analisa gas darah yang abnormal, ph mencapai 7.527

(tinggi dengan rentan normal 7.310- 7.420), PCO2 29.0 mmHg, PO2 173.8

mmHg (tinggi dengan rentan normal 70.0- 100.0), hematokrit 36%

(rendah dengan rentan normal 37- 50), HCO3 25.7 mmol/L, total CO2 20.8

mmol/L, O2 saturasi 99.7% (tinggi dengan rentan normal 94.0- 98.0) dan

BE 1.6 mmol/L. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi rutin

mendapatkan hasil normal dengan nilai hemoglobin 13.4 g/dl, leukosit 7.7

ribu/ul, trombosit 180 ribu/ul, eritrosit 4.58 ribu/ul.

Pemeriksaan elektrolit pada tanggal 8 April 2014 mendapatkan

hasil yang normal yaitu nilai natrium darah 139 mmol/L, kalium darah 3.8

mmol/L, klorida darah 110 mmol/L. Didapati juga nilai Kreatin, albumin

dan ureum normal yaitu kreatinin 1.2 mg/dl, albumin 4.4 mg/dl, ureum 47

mg/dl. Pada tanggal 10 April 2014 juga dilakukan pemeriksaan

laboratorium dengan hasil kolesterol total 127 mg/dl (normal <100),

kolesterol LDL 80 (optimal <100), kolesterol HDL 33 mg/dl (rendah tapi

masih dalam batas normal), albumin 3.6 g/dl.

34

2. Hasil pemeriksaan radiologi

Hasil pemeriksaan foto thorak pada tanggal 8 April 2014 dan

didapati hasil cardiomegali dengan konfigurasi hipertensi heard disease,

edema pulmonal, efusi pleura kanan.

3. Hasil pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG dilakukan pada tanggal 8 April 2014 dan

didapati hasil sinus takikardi dengan heard rate 104x/ menit dan terjadi

iskemik anterolateral.

4. Hasil pemeriksaan Echocardiografi

Pemeriksaan echocardiografi dilakukan pada tanggal 9 april 2014

dan didapati hasil penurunan fungsi jantung pada bagian ventrikel kiri

dengan dilatasi LV (Left Ventrikel) dengan nilai EF 20-23% yang

normalnya 53%- 77%, IVS dan PW menebal, massa meningkat, fungsi

sistolik LV Menurun, fungsi diastolik gangguan relaksasi.

5. Terapi Medis

Pada tanggal 9 april 2014 pasien mendapatkan terapi obat

furosemid melalui injeksi intravena 20 mg per 8 jam, obat furosemid

merupakan golongan deuritik yang bertujuan untuk mengurangi edema

yang terjadi karena adanya kegagalan jantung atau hipertensi ringan

sampai berat. Captropil yang diberikan dalam bentuk tablet 25 mg

diminum 3 kali sehari 1 tablet, obat captopril merupakan obat ace

inhibitor atau antihipertensi yang diindikasikan bagi pasien dengan

hipertensi ringan dan sedang.

35

Aspilet juga diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis 80 mg dan

diminum sekali dalam sehari 1 tablet, aspilet merupakan obat analgesik

non narkotik yang digunakan sebagai penghilang nyeri. Ranitidin

diberikan sebagai pencegahan dari tukak lambung yang diakibatkan oleh

pemberian aspilet, ranitidin diberikan melalui injeksi intravena dengan

dosis 50 mg per 12 jam.

ISDN (Isosorbide dinitrate) diberikan dalam dosis 50 mg diminum

3 kali sehari 1 tablet, ISDN merupakan obat antiangina yang diberikan

pada pasien dengan penyakit jantung. Spironolacton diberikan dalam

bentuk tablet dengan dosis 25 mg dan diminum 2 kali sehari 1 tablet,

Spironolacton merupakan deuritik yang sekaligus digunakan untuk

menghindari terjadinya hipokalemi. Cairan intravena Ringer Lactat

diberikan 12tpm untuk menghindari terjadinya kekurangan cairan.

Tanggal 10 April 2014 terapi obat yang diberikan tidak jauh

berbeda yaitu captopril 25 mg dalam bentuk tablet diminum 3 kali sehari

1 tablet, Aspilet 80 mg dalam bentuk tablet yang diminum 1 kali sehari 1

tablet, ISDN (Isosorbite Dinitrate) 50 mg dalam bentuk tablet yang

diminum 3 kali sehari 1 tablet, Spironolacton 25 mg diberikan dalam

bentuk tablet yang diminum 2 kali sehari 1 tablet. Ranitidin 50 mg per 12

jam diberikan melalui intravena. Furosemid 20 mg tetap diberikan melalui

intravena namun diberikan per 12 jam. Cairan intravena Ringer Lactat

masih tetap diberikan 12 tpm melalui intravena.

36

E. Analisa Data

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 08.30 WIB ditemukan

masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan

nafas (sesak nafas). Dengan data subyektif pasien mengatakan waktu tidur

malam sangat kurang hanya ± 4- 6 jam, sulit mengawali tidur, apabila

berhasil tidur maka akan mudah terbangun karena sesak nafas pasien juga

menambahkan saat bangun badannya terasa kurang nyaman dan lesu.

Ditemukan pula data obyektif yang mendukung diagnosa ini antara lain

pasien terlihat lesu dan sesekali menguap, TD 140/80 mmHg, N 100x/ menit

nilai PSQI 11 dengan interpretasi kualitas tidur buruk.

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 08.40 WIB diambil

diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

Dengan data subyektif Pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah

kiri, nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah ketika bergerak, nyeri

berskala 4, nyeri terasa seperti tertimpa beban berat. Sedangkan data obyektif

yang didapatkan pasien terlihat meringis dan memegang dada saat nyeri

terasa, tekanan darah pasien 140/80 mmHg, nadi 100x/ menit, respirasi rate

28x/ menit.

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 08.45 WIB ditemukan

masalah keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membrane alveolar kapiler. Dengan data subyektif pasien

mengatakan sesak nafas, namun sesak bertambah saat berbaring dan

beraktivitas. Sedangkan data obyektif yang didapat adalah dari hasil

37

radiologi terjadi edema pulmonal, efusi pleura kanan, hasil echokardiografi

terjadi penurunan pada fungsi ventrikel kiri, terlihat juga pernafasan cuping

hidung, pemeriksaan analisa gas darah abnormal dimana ph mencapai 7.527.

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 08.50 WIB ditemukan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Dengan data

subyektif pasien mengatakan sesak bertambah saat beraktivitas dan data

obyektif yang didapatkan adalah aktivitas pasien saat mandi dan berpindah

dibantu orang lain dan alat, mobilitas ditempat dan makan/ minum dibantu

orang lain, toileting (BAB) dibantu orang lain dan alat sedangkan toileting

(BAK) dibantu total, respiration rate 28x/ menit dan nadi 100x/ menit.

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 08.55 WIB ditemukan

masalah keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan

gangguan volume sekuncup. Dengan data subyektif pasien mengatakan sesak

nafas, sesak nafas bertambah saat berbaring. Sedangkan data obyektif yang

didapatkan adalah nadi 100x/ menit, respiration rate 28x/ menit, tekanan

darah 140/80 mmHg, auskultasi daerah jantung menunjukkan adanya bunyi

gallop, hasil echokardiografi terdapat penurunan fungsi jantung pada bagian

ventrikel kiri dengan dilatasi LV (Left Ventrikel) dengan nilai EF 20-23%,

hasil radiologi terlihat adanya cardiomegali dan edema pulmonal, hasil EKG

terlihat sinus takikardi dengan heard rate 104x/ menit dan terjadi iskemik

anterolateral.

38

Pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 09.00 WIB ditemukan

masalah keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan selang

DC. Dengan data subyektif pasien mengatakan dipasang selang kencing sejak

dibangsal dan belum pernah dibersihkan oleh perawat. Sedangkan data

obyektif yang diperoleh terlihat terpasang selang DC dengan ukuran 30,

terpasang sejak tanggal 8 April 2014, tidak ditemukan tanda- tanda infeksi

pada area genetalia (tidak ada kemerahan, bengkak, panas ataupun nyeri).

F. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang telah didapatkan dari hasil analisa data dapat

diprioritaskan, yaitu yang pertama gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan perubahan membrane alveolar kapiler. Diagnosa yang kedua adalah

penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan volume sekuncup.

Diagnosa yang ketiga adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis.

Prioritas yang selanjutnya adalah untuk diagnosa yang keempat yaitu

intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen. Diagnosa yang kelima adalah gangguan pola tidur

berhubungan dengan gangguan nafas (sesak nafas) dan diagnosa yang

keenam adalah resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan selang DC.

39

G. Intervensi

Diagnosa yang pertama yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan perubahan membran alveolar kapiler, tujuan dari tindakan yang akan

dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam

diharapkan tidak ada masalah gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil

pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak ada pernafasan

cuping hidung, tidak ada edema pulmonal, respiration rate 16- 24x/ menit,

hasil AGD normal.

Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah kaji irama

pernafasan (irama, kecepatan, kedalaman) guna untuk mengetahui adanya

perubahan pernafasan normal. Observasi adanya perubahan warna kulit

(pucat atau kehitaman) untuk mengetahui adanya hipoksia dengan cepat.

Posisikan pasien dengan sudut 450 untuk meningkatkan cardiac output dan

mengurangi sesak nafas.

Kolaborasikan dengan doker untuk pemberian obat diuretik untuk

mengurangi edema pulmonal. Pantau adanya tanda-tanda dehidrasi untuk

mencegah terjadinya dehidrasi setelah diberikan obat deuritik. Kolaborasikan

dengan dokter untuk pemberian oksigen 3 liter/menit melalui nasal kanul.

Pantau humidifier serta tambahkan aquabides sampai pada garis batas untuk

menjaga kelembapan oksigen yang diberikan. Edukasikan tentang penyebab

sesak nafas untuk mengurangi kecemasan.

Diagnosa yang kedua yaitu penurunan curah jantung berhubungan

dengan gangguan volume sekuncup, tujuan dari tindakan yang akan

40

dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam

maka diharapkan curah jantung kembali normal dengan kriteria hasil pasien

mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak nafas saat

berbaring, tidak terdengar bunyi gallop, nadi 60- 100x/ menit, respiration rate

16-24x/ menit, tekanan darah 120/70 mmHg- 130/80 mmHg, fungsi jantung

ventrikel kiri kembali normal dengan nilai EF 53-77%.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa kedua adalah kaji

pernafasan (kedalaman, irama, kecepatan) untuk mengetahui status

pernafasan. Lakukan pengukuran tanda- tanda vital (nadi, respiration rate,

tekanan darah). Atur posisi sudut 450 untuk membantu meningkatkan cardiac

output serta mengurangi sesak nafas. Berikan edukasi tentang tujuan

mengatur posisi sudut 450 agar nantinya timbul kesadaran pasien untuk

mengatur posisi sudut 450 secara mandiri. Edukasikan pada pasien untuk

mengurangi konsumsi garam dan kolaborasikan dengan ahli gizi untuk

pemberian diit rendah garam agar tidak memperparah retensi natrium.

Diagnosa ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis, tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau

berkurang dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri berkurang atau

hilang dengan skala 0-1, pasien tidak memegang dada, pasien tidak meringis,

tekanan darah 120/70 mmHg - 130/80 mmHg, nadi 60- 100x/ menit.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa ketiga adalah kaji

kualitas nyeri (P, Q, R, S, T) untuk mengetahui status perkembangan nyeri.

41

Ajarkan teknik distraksi (membayangkan hal- hal yang indah dan beristigfar)

untuk mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dan agar tidak timbul

kecemasan. Edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat

dilakukan saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan seluruh aktivitas

dan jangan panik) agar nyeri tidak terasa bertambah parah. Kolaborasikan

dengan dokter untuk pemberian analgesik untuk mengurangi atau

menghilangkan nyeri.

Diagnosa yang keempat yaitu intoleransi aktifitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tujuan dari tindakan

yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24

jam diharapkan tidak sesak nafas atau tidak lelah setelah beraktivitas dengan

kriteria hasil tidak ada sesak nafas setelah beraktivitas (mobilitas diatas

tempat tidur, berpindah/ naik dan turun dari bed, toileting secara mandiri),

nadi setelah beraktivitas 60- 100x/ menit, respiration rate setelah beraktivitas

16- 24x/ menit, tekanan darah setelah beraktifitas 120/70 mmHg- 130/80

mmHg dan ADL (Activity Daily Living).

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa yang keempat adalah

kaji respon klien terhadap aktivitas untuk mengetahui tingkat toleransi

aktivitas. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi, respiration rate

tekanan darah) sebelum beraktivitas dan setelah beraktivitas guna mengetahui

respon tubuh terhadap aktivitas. Hentikan aktivitas apabila pasien berespon

sesak nafas ataupun nyeri dada, untuk mengurangi konsumsi oksigen yang

digunakan tubuh dalam metabolisme.

42

Lakukan latihan secara bertahap untuk meningkatkan toleransi latihan

pada pasien. Edukasikan pada pasien untuk meningkatkan aktivitas secara

mandiri agar pasien termotivasi untuk meningkatkan aktivitas secara mandiri

dan tercapai toleransi yang lebih cepat. Kolaborasikan dengan dokter untuk

pemberian O2 nasal kanul untuk menambah intake oksigen setelah

beraktivitas.

Diagnosa yang kelima yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan

gangguan nafas (sesak nafas), tujuan dari tindakan yang akan dilakukan

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan

tidak ada gangguan pola tidur dengan kriteria hasil pasien mengatakan waktu

tidur cukup, waktu tidur malam kembali normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak

mudah terbangun (maksimal 2x terbangun), saat bangun pasien merasa segar,

tidak tampak lesu dan tidak menguap, tekanan darah 120/70 mmHg- 130/80

mmHg, nadi 60- 100x/ menit, jam tidur siang kembali normal ± 1- 2 jam,

hasil PSQI menunjukkan penurunan nilai menjadi 6-8 atau <5.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa kelima ini adalah kaji

kebiasaan tidur pasien untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien. Atur posisi

pasien dengan sudut 450 untuk meningkatkan cardiac output sehingga sesak

nafas berkurang dan kualitas tidur meningkat. Posisi sudut 450 dapat

dilakukan dengan cara posisikan kepala pasien dekat dengan bagian kepala

tempat tidur, elevasi/ naikkan bagian kepala tempat tidur 450 (ukur dengan

busur), alasi bagian kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah

pasien dengan selimut, berikan bantal pada lengan.

43

Batasi penunggu agar suasana kamar pasien terjaga ketenangannya.

Untuk mengefektifkan manfaat posisi tidur 450 maka anjurkan pada keluarga

untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 450

berubah.

Edukasikan tentang pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul

kesadaran untuk meningkatkan kualitas tidur.

Diagnosa yang keenam yaitu resiko infeksi berhubungan dengan

pemasangan selang DC, tujuan dari tindakan yang akan dilakukan adalah

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan tidak

ada resiko infeksi dengan kriteria hasil tidak ditemukan tanda- tanda infeksi

(tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa), selang DC dilepas.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa keenam adalah

observasi adanya tanda-tanda infeksi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.

Lakukan perawatan selang DC setiap hari guna menjaga kebersihan area

genetalia. Edukasikan tentang pentingnya menjaga kebersihan area genetalia

agar timbul kesadaran untuk menjaga kebersihan area genetalia.

Kolaborasikan dengan dokter untuk penggantian selang DC (setiap 7 hari).

H. Implementasi dan Evaluasi

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa yang pertama gangguan

pertukaran gas pada hari rabu, tanggal 9 April 2014 pada pukul 09.05 WIB

adalah mengkaji perubahan pernafasan, pasien mengatakan masih sesak nafas

didapati respiration rate 27x/ menit, irama teratur, terpasang oksigen nasal

kanul 3 liter/ menit. Memantau humidifier dan menambahkan aquabides

44

sampai pada garis batas dilakukan pada pukul 09.10 WIB, keluarga

mempersilahkan perawat menambahkan air dan air aquabides di isi sampai

pada garis batas. Mengobservasi adanya perubahan warna kulit dilakukan

pada pukul 09.12 WIB, keluarga mengatakan warna kulit pasien memang

kuning langsat, terlihat warna kulit pasien normal, tidak ada pucat atau

kehitaman.

Memposisikan pasien dengan sudut 450. Dilakukan dengan

memposisikan kepala pasien dekat dengan bagian kepala tempat tidur,

menaikkan bagian kepala tempat tidur 450 (ukur dengan busur), mengalasi

bagian kepala dengan bantal yang tipis, mengganjal punggung bawah pasien

dengan selimut dan memberikan bantal pada lengan pasien dilakukan pada

pukul 09.13 WIB. pasien mengatakan posisinya lebih nyaman dan pasien

telah berada pada posisi sudut 450 yang sebelumnya pasien ada di posisi sudut

300.

Pukul 15.00 WIB penulis mengkaji status pernafasan kembali. Pasien

mengatakan sesak nafas berkurang dan respiration rate 26x/ menit terlihat

nafas cuping hidung. Memberikan edukasi tentang penyebab sesak nafas

dilakukan pada pukul 15.03 WIB, pasien mengatakan baru mengetahui bila

paru-parunya terdapat cairan, pasien nampak tenang dan menerima informasi

dengan baik.

Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian diuretik dilakukan pada

pukul 15.45 WIB, pasien mengatakan bersedia diberikan obat lewat infus,

obat furosemid 20 mg masuk melalui intravena. Memantau adanya tanda-

45

tanda dehidrasi (mokusa bibir kering, nadi cepat dan lemah, cemas) dilakukan

pada pukul 15.50 WIB, pasien mengatakan tidak merasakan apa- apa pada

badannya hanya sedikit sesak, didapati respiration rate 26x/ menit, nadi

100x/ menit dengan irama teratur, teraba sedang, tekanan darah 135/80

mmHg.

Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu gangguan pertukaran gas dihari

rabu tanggal 9 April 2014 dilakukan pada pukul 19.10 WIB. Pasien

mengatakan sesak nafas berkurang, hasil pengukuran respiration rate 26x/

menit, terlihat nafas cuping hidung, terpasang oksigen nasal kanul 3 liter/

menit dan terdengar ronki pada paru kanan. Masalah teratasi sebagian dan

lanjutkan intervensi.

Intervensi yang akan dilanjutkan adalah kaji perubahan pernafasan,

observasi adanya perubahan warna kulit, posisikan pasien dengan sudut 450,

kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen, kolaborasikan dengan

dokter untuk pemberian obat diuretik, pantau adanya tanda-tanda dehidrasi,

tambahkan aquabides sampai pada garis batas dan tambahkan intervensi

dengan menciptakan suasana dan nyaman dan tenang.

Pada hari kamis, tanggal 10 April 2014 untuk implementasi diagnosa

pertama dilakukan pada pukul 07.05 WIB yaitu mengkaji perubahan

pernafasan dan mengobservasi warna kulit, pasien mengatakan sesak nafas

berkurang dan didapati hasil pengukuran respiration rate 24x/ menit, tidak

ada pernafasan cuping hidung, kulit tampak normal (tidak pucat tidak

kehitaman). Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen nasal

46

kanul 2 liter/ menit dilakukan pada pukul 07.10 WIB, pasien mengatakan

oksigen yang diberikan sudah sesuai dan sekarang terpasang oksigen nasal

kanul 2 liter/ menit. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

deuritik dilakukan pada pukul 08.00 WIB, pasien mengatakan bersedia

diberikan obat melalui infus dan obat masuk melalui intravena, pasien terlihat

tenang saat obat masuk.

Menciptakan suasana yang nyaman dan tenang dilakukan pada pukul

08.10 WIB dengan cara mengganti seprei pasien dan menganjurkan keluarga

untuk membatasi pengunjung yang masuk ke dalam kamar. Pasien

mengatakan senang karena sepreinya diganti karena semenjak ia dirawat

seprei belum diganti, keluarga mengatakan bersedia membatasi pengunjung

yang masuk dalam kamar. Pasien terlihat lebih nyaman dan senang.

Memposisikan pasien dengan sudut 450 dilakukan dengan menaikkan

bed bagian kepala 450 (ukur dengan busur) pada pukul 08.20 WIB. Pasien

mengatakan posisinya nyaman dan sekarang posisi pasien setengah duduk

dengan sudut 450

yang sebelumnya dalam posisi duduk. Memantau adanya

tanda-tanda dehidrasi (efek dari obat deuritik) dengan cara melakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital. Pasien mengatakan badannya baik- baik saja,

tidak pusing, tidak lemas. Pasien nampak tenang, ekstremitas teraba hangat,

tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/ menit dan respiration rate 24x/

menit.

Evaluasi untuk diagnosa pertama dihari kamis 10 April 2014

dilakukan pada pukul 17.00 WIB. Pasien mengatakan sesak nafas hilang,

47

respiration rate 22x/ menit, irama teratur, tidak ada pernafasan cuping

hidung, masih terdengar ronki di paru kanan. Masalah teratasi, hentikan

intervensi.

Untuk diagnosa yang kedua pada hari rabu, tanggal 9 April 2014 mulai

dilakukan implementasi yaitu mengkaji perubahan pernafasan yang dilakukan

pada pukul 09.05 WIB. Pasien mengatakan masih sesak nafas dengan

respiration rate 27x/ menit, irama teratur, terpasang oksigen nasal kanul 3

liter/ menit. Memposisikan pasien dengan sudut 450 dilakukan pada pukul

09.13 WIB.

Dilakukan dengan cara memposisikan kepala pasien dekat dengan

bagian kepala tempat tidur, menaikkan bagian kepala tempat tidur 450 (ukur

dengan busur), mengalasi bagian kepala dengan bantal yang tipis, mengganjal

punggung bawah pasien dengan selimut dan memberikan bantal pada lengan

pasien. pasien mengatakan posisinya lebih nyaman dan pasien telah berada

pada posisi sudut 450 yang sebelumnya pasien ada di posisi sudut 30

0.

Melakukan pengukuran tanda- tanda vital (nadi, pernafasan, tekanan

darah dan suhu) dilakukan pada pukul 10.00 WIB. Pasien mengatakan

bersedia dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Didapatkan hasil dari

pengukuran tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 102x/ menit dengan irama

teratur, nadi teraba sedang, respiration rate 28x/ menit irama teratur, nafas

cuping hidung.

Memberikan edukasi untuk mengurangi konsumsi natrium/ garam

dilakukan pada tanggal 10.32 WIB. Keluarga mengatakan akan membantu

48

pasien untuk mengurangi konsumsi natrium/ garam. Pasien dan keluarga

terlihat mengangguk dan keluarga dapat menyebutkan contoh makanan yang

mengandung natrium tinggi. Pada pukul 15.00 WIB penulis kembali

mengkaji status pernafasan. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang dan

respiration rate 26x/ menit terlihat nafas cuping hidung. Memberikan edukasi

tentang tujuan mengatur sudut posisi tidur 450 dilakukan pada pukul 15.13

WIB. Pasien dan keluarga mengatakan mengetahui informasi yang diberikan.

Pasien dan keluarga terlihat mengerti dan dapat mengulangi informasi yang

diberikan.

Evaluasi untuk diagnosa kedua di hari rabu, tanggal 9 April 2014

dilakukan pada pukul 19.20 WIB. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang

namun saat berbaring masih terasa sesak nafas, terdengar bunyi gallop pada

auskultasi jantung, nadi 98x/ menit, respiration rate 26x/ menit, pernafasan

teratur, tekanan darah 135/ 80 mmHg. Dengan hasil evaluasi tersebut maka

dapat dikatakan masalah teratasi sebagian. lanjutkan intervensi antara lain

kaji pernafasan (kedalaman, irama, kecepatan), lakukan pengukuran tanda-

tanda vital, atur posisi sudut 450, kolaborasikan dengan ahli gizi untuk

pemberian diit rendah garam.

Diagnosa kedua dihari kamis, tanggal 10 April 2014 tindakan yang

pertama dilakukan adalah mengkaji perubahan pernafasan dan warna kulit,

yang dilakukan pada pukul 07.05 WIB. Pasien mengatakan sesak nafas

berkurang dan didapati hasil pengukuran respiration rate 24x/ menit, tidak

ada pernafasan cuping hidung, kulit tampak normal (tidak pucat tidak

49

kehitaman). Melakukan pengukuran tanda- tanda vital dilakukan pada pukul

07.15 WIB. Pasien mengatakan mau dilakukan pengukuran tanda- tanda vital.

Didapati hasil pengukuran tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88x/ menit,

respiration rate 24x/ menit, nadi 88x/ menit dan suhu 36.40

C.

Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam

dilakukan pada pukul 07.25 WIB. Pasien mengatakan mau makan makanan

yang diberikan dari rumah sakit dan keluarga terlihat mempersiapkan

makanan yang akan dimakan pasien. Memposisikan pasien dengan sudut 450

dilakukan dengan menaikkan bed bagian kepala 450 (ukur dengan busur) pada

pukul 08.20 WIB. Pasien mengatakan posisinya nyaman dan sekarang posisi

pasien setengah duduk dengan sudut 450

yang sebelumnya dalam posisi

duduk.

Dihari kamis, 10 April 2014 untuk diagnosa kedua dilakukan evaluasi

pada pukul 17.15 WIB. Pasien mengatakan sesak nafas hilang dan saat

berbaring tidak terasa sesak nafas. Pada auskultasi paru terdengar bunyi

gallop, nadi 88x/ menit dengan irama teratur teraba sedang, tekanan darah

120/70 mmHg dan respiration rate 22x/ menit. Dengan data yang didapat

maka dapat dikatakan bahwa masalah teratasi sebagian. Maka intervensi akan

dilanjutkan yang mencakup kaji pernafasan (irama, kedalaman, kecepatan),

lakukan pengukuran tanda- tanda vital, atur posisi sudut 450, kolaborasi

dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam.

Diagnosa yang ketiga pada hari rabu, tanggal 9 April 2014 pada pukul

09.18 WIB penulis mengkaji status nyeri pasien. Pasien mengatakan saat ini

50

nyeri tidak terasa, namun apabila sedang terasa nyeri seperti tertimpa beban

berat, nyeri berskala 4, nyeri terasa hilang timbul, nyeri terasa pada dada

sebelah kiri dan nyeri bertambah saat bergerak. Pasien terlihat tidak

memegangi dada dan tidak meringis.

Memberikan edukasi tentang tindakan yang harus diambil saat nyeri

terasa (menganjurkan menghentikan seluruh aktivitas termasuk bicara dan

jangan panik) dilakukan pada pukul 10.45 WIB, pasien mengatakan akan

mengikuti saran perawat, keluarga dan pasien nampak memperhatikan dan

dapat mengulangi informasi yang diberikan dengan benar. Mengajarkan

teknik distraksi dengan cara membayangkan hal- hal yang indah dan

beristigfar dilakukan pada pukul 10.55 WIB, pasien mengatakan ingin

beristigfar saja dan pasien terlihat mempraktekkan cara beristigfar.

Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik dilakukan pada

pukul 15.45 WIB. Pasien mengatakan mau meminum obat yang diberikan,

pasien nampak minum obat dibantu dengan keluarga.

Hari rabu, tanggal 9 April dilakukan evaluasi untuk diagnosa ketiga

pada pukul 19.30 WIB Pasien mengatakan nyeri tidak terasa sejak tadi siang.

Terlihat pasien tidak memegangi area dada serta pasien tidak meringis dengan

tekanan darah 135/80 mmHg, didapat juga nadi nya 98x/ menit. Maka dapat

dikatakan masalah teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi kaji status nyeri,

kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.

Hari kamis tanggal 10 April 2014 untuk diagnosa yang ketiga, penulis

mulai dengan mengkaji status nyeri (P. Q. R, S, T), Untuk diagnosa yang

51

pertama pada hari rabu, tanggal 9 April 2014 pada pukul 09.05 WIB, pasien

mengatakan sudah tidak merasa nyeri lagi, dengan tekanan darah 120/70

mmHg, nadi 88x/ menit, respiration rate 24x/ menit. Pada hari kamis,

tanggal 9 April 2014 dilakukan evaluasi pada pukul 17.30 WIB. Pasien

mengatakan sudah tidak merasakan nyeri sejak kemarin. Pasien tidak terlihat

meringis, pasien tidak memegang dada, skala nyeri 0, tekanan darah 120/ 70

mmHg, nadi 80x/ menit. Dari data yang didapat maka dapat disimpulkan

masalah teratasi dan hentikan intervensi.

Diagnosa yang keempat pada hari rabu, tanggal 9 April 2014 pada

pukul 10.00 WIB penulis melakukan pengukuran tanda-tanda vital (nadi,

pernafasan, tekanan darah, sushu), pasien mengatakan bersedia dilakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital, maka didapatkan hasil tekanan darah 140/ 80

mmHg, nadi 102x/ menit dengan irama teratur dan teraba sedang, respiration

rate 28x/ menit dengan irama teratur, nafas cuping hidung. Mengkaji respon

pasien terhadap aktivitas dilakukan pada pukul 10.36 WIB. Keluarga

mengatakan pagi tadi pasien terlalu banyak mengubah posisi sehingga sesak

nafas bertambah, pasien terlihat masih sesak nafas dengan respiration rate

27x/ menit.

Hari Rabu, tanggal 9 April 2014 untuk diagnosa keempat dilakukan

evaluasi pada pukul 19.35 WIB. Pasien mengatakan sudah dapat bangun dan

mobilisasi diatas tempat tidur dan sesak nafas tidak bertambah. Pasien terlihat

sering mengubah posisi diatas tempat tidur dan tidak memperparah sesak

nafas serta tidak nyeri. Maka dapat dikatakan bahwa masalah teratasi

52

sebagian dan lanjutkan intervensi kaji respon pasien terhadap aktivitas,

lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas,

kolaboraskan dengan dokter untuk pemberian O2 nasal kanul serta tambahkan

intervensi lakukan latihan secara bertahap, hentikan aktivitas apabila pasien

berespon sesak nafas dan nyeri dada, edukasikan pentingnya peningkatan

aktivitas secara mandiri.

Hari kamis, tanggal 10 April 2014 untuk diagnosa yang keempat

penulis melakukan pengukuran tanda- tanda vital pada pukul 07.15 WIB.

Pasien mengatakan bersedia dilakukan pengukuran tanda-tanda vital,

didapatkan hasil tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88x/ menit, respiration

rate 24x/ menit dan suhu badan 36.40

C. Mengkaji respon pasien terhadap

aktivitas juga dilakukan pada pukul 08.28 WIB, pasien mengatakan kalau

bergerak banyak ditempat tidur sesak nafas tidak bertambah, pasien terlihat

sering miring kekanan dan kekiri.

Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital setelah melakukan kegiatan

juga dilakukan pada pukul 08.32 WIB, pasien mengatakan mau dilakukan

pemeriksaan tanda- tanda vital, didapatkan hasil tekanba darah 125/ 80

mmHg, nadi 88x/ menit, respiration rate 24x/ menit. Memberikan edukasi

tentang pentingnya melakukan peningkatan kegiatan secara mandiri

dilakukan pada pukul 08.37 WIB, pasien mengatakan sudah berlatih sesuai

kemampuan, pasien terlihat mengangguk dan dapat mengulangi informasi

yang diberikan dengan benar.

53

Melakukan latihan secara bertahap (turun dari bed, duduk di kursi,

berdiri, kemudian naik lagi ke bed) dilakukan pada pukul 08.40 WIB, pasien

mengatakan sesak nafas tidak bertambah, tidak lelah, tidak nyeri dada, terlihat

pasien nampak tenang dan pasien melakukan latihan secara mandiri.

Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital setelah beraktivitas dilakukan pada

pukul 08.45 WIB, pasien mengatakan mau dilakukan pemaeriksaan tanda-

tanda vital dan didapatkan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, respiration

rate 24x/ menit, nadi 90x/ menit.

Evaluasi pada hari kamis, 10 April 2014 untuk diagnosa keempat

dilakukan pada pukul 17.35 WIB. Pasien mengatakan sudah dapat mobilitas

diatas tempat tidur dan berpindah dari tempat tidur dan berpindah dari tempat

tidur ke kursi maupun sebaliknya secara mandiri tanpa sesak nafas dan nyeri

dada. Pasien terlihat duduk dikursi tanpa menggunakan oksigen nasal kanul,

nadi setelah pasien berpindah 88x/ menit, respiration rate setelah berpindah

22x/ menit dengan tekanan darah 120/70 mmHg, toileting belum mandiri

(terpasang DC). Dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian dan

lanjutkan intervensi kaji respon pasien terhadap aktivitas, lakukan

pemeriksaan tanda- tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas, melakukan

latihan secara bertahap, hentikan aktivitas apabila pasien berespon sesak

nafas dan nyeri dada, hentikan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2

nasal kanul.

Hari rabu, tanggal 9 April 2014 untuk diagnosa yang kelima penulis

memposisikan pasien dengan sudut 450. Dilakukan dengan memposisikan

54

kepala pasien dekat dengan bagian kepala tempat tidur, menaikkan bagian

kepala tempat tidur 450

(ukur dengan busur), mengalasi bagian kepala dengan

bantal yang tipis, mengganjal punggung bawah pasien dengan selimut dan

memberikan bantal pada lengan pasien dilakukan pada pukul 09.13 WIB.

pasien mengatakan posisinya lebih nyaman dan pasien telah berada pada

posisi sudut 450 yang sebelumnya pasien ada di posisi sudut 30

0.

Menganjurkan keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien

saat possi sudut 450 berubah dilakukan pada pukul 09.16 WIB. Pasien

mengatakan bersedia dibantu keluarga dan keluarga mengatakan siap

membantu, keluarga terlihat mengangguk tanda bersedia membantu.

Memberikan edukasi tentang tujuan mengatur sudut posisi tidur 450 dilakukan

pada pukul 15.13 WIB. Pasien dan keluarga mengatakan mengetahui

informasi yang diberikan. Pasien dan keluarga terlihat mengerti dan dapat

mengulangi informasi yang diberikan.

Mengkaji kebiasaan tidur pasien dilakukan pada pukul 19.00 WIB,

keluarga mengatakan pasien biasa tidur jam 8 atau jam 9 malam dan biasanya

tidur bersama istri. Pasien sudah terlihat menguap. Mengatur posisi sudut 450

dilakukan pukul 19.02 WIB, dilakukan dengan memposisikan kepala pasien

dekat dengan bagian kepala tempat tidur, menaikkan bagian kepala tempat

tidur 450 (ukur dengan busur), mengalasi bagian kepala dengan bantal yang

tipis, mengganjal punggung bawah pasien dengan selimut dan memberikan

bantal pada lengan pasien dilakukan pada. pasien mengatakan posisinya lebih

55

nyaman dan pasien telah berada pada posisi sudut 450 yang sebelumnya posisi

pasien merosot kebawah.

Membatasi penunggu dilakukan pada pukul 19.08 WIB, keluarga

mengatakan akan segera keluar dari kamar pasien, nampak keluarga berbenah

untuk keluar kecuali istri pasien. Evaluasi untuk diagnosa kelima dihari rabu

tanggal 9 April 2014 dilakukan pada pukul 19.43 WIB, Pasien mengatakan

sempat tidur siang ± ½ - 1 jam, selama tidur siang tidak mudah terbangun,

saat bangun pasien merasa segar, pasien juga mengatakan semoga nanti

malam tidurnya nyenyak. Pasien nampak sesekali menguap, tekanan darah

135/ 80 mmHg dan nadi 98x/ menit. Masalah teratasi sebagian dan lanjutkan

intervensi atur posisi pasien dengan sudut 450, batasi penunggu dan

tambahkan intervensi kaji jam tidur dan kualitas tidur pasien, edukasikan

tentang pentingnya meningkatkan kualitas tidur yang kurang.

Dihari kamis tanggal 10 April 2014 untuk diagnosa kelima, penulis

memposisikan pasien dengan sudut 450 dengan cara menaikkan bed bagian

kepala 450

(ukur dengan busur), pasien mengatakan posisinya nyaman dan

sekarang posisi pasien setengah duduk dengan sudut 450

yang sebelumnya

dalam posisi duduk. Pada hari kamis 10 April 2014 untuk diagnosa kelima

dilakukan 2 kali evaluasi.

Evaluasi yang pertama dilakukan pada pukul 08.05 WIB, pasien

mengatakan tidurnya semalam cukup dan nyenyak dari jam 9- 5 pagi,

terbangun 2 kali namun mudah tidur kambali, saat bangun merasa segar.

Pasien nampak segar, tidak lesu, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 98x/

56

menit, respiration rate 24x/ menit. Maka dapat disimpulkan bahwa masalah

teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi batasi penunggu, posisikan sudut 450,

tambahkan intervensi kaji jam tidur dan kualitas tidur siang, edukasikan

tentang petingnya meningkatkan kualitas tidur yang kurang.

Evaluasi yang kedua dihari kamis, tanggal 10 April 2014 dilakukan

pada pukul 17.45 WIB. Pasien mengatakan tidur malamnya cukup dan

nyenyak ± 8 jam, terbangun hanya 2 kali dan mudah tertidur lagi. Tidur siang

± 1- 1½ jam, tidak terbangun, saat bangun badan terasa segar. Terlihat pasien

nampak segar, tidak lesu, pasien tidak tampak menguap, tekanan darah

120/70 mmHg dan nadi 88x/ menit, respiration rate 22x/ menit, PSQI

menunjukkan nilai 5 yang menandakan kualitas tidur baik. Maka dapat

disimpulkan bahwa masalah teratasi dan intervensi dapat dihentikan.

Diagnosa keenam pada hari rabu, tanggal 9 April 2014, penulis

melakukan perawatan selang DC pada pukul 10.10 WIB setelah dilakukan

perawatan selang DC pasien mengatakan area genetalia terasa lebih bersih,

pada area genetalia tidak tampak adanya tanda- tanda infeksi (tumor, rubur,

dolor, kalor, fungsiolesa). Memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga

kebersihan area genetalia dilakukan pada pukul 10.25 WIB, pasien

mengatakan akan menjaga kebersihan area genetalia, pasien nampak

memperhatikan penjelasan dan pasien dapat mengulangi informasi yang

diberikan dengan benar.

Evaluasi untuk diagnosa keenam pada hari rabu, tanggal 9 April 2014

dilakukan pada pukul 19.50 WIB, pasien mengatakan sudah membersihkan

57

area genetalia sore tadi, pasien tidak merasa sakit, perih ataupun panas pada

area genetalia. Saat dilakukan evaluasi selang DC terpasang dengan baik,

tidak ada tanda- tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa). Maka

dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi

observasi adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa),

lakukan perawatan selang DC, tambahkan intervensi edukasikan tentang

tanda- tanda infeksi.

Hari kamis, tanggal 10 April 2014 untuk diagnosa yang keenam,

mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi dilakukan pada pukul 09.30 WIB,

pasien mengatakan pada area genetalia baik- baik saja, tidak nyeri, tidak

gatal. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor,

fungsiolesa). Melakukan perawatan selang DC, pasien mengatakan terasa

lebih bersih setelah dilakukan perawatan oleh perawat, area genetalia bersih

selang DC terpasang dengan benar. Memberikan edukasi tentang tanda- tanda

infeksi, pasien mengatakan sekarang sudah tau tanda- tanda infeksi, pasien

dapat mengulangi informasi yang diberikan dengan benar.

Diagnosa keenam dihari kamis, tanggal 10 April 2014 dilakukan

evaluasi pada pukul 17.55 WIB, pasien mengatakan sudah membersihkan

area genetalia tadi sore, area genetalia tidak gatal, tidak sakit. Tidak

ditemukan tanda-tanda infeksi, selang DC yang berukuran 30 masih terpasang

dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian,

lanjutkan intervensi observasi adanya tanda-tanda infeksi dan lakukan

perawatan selang DC.

58

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengaruh pengaturan

sudut posisi tidur 450 terhadap kualitas tidur pada asuhan keperawatan Tn. P

dengan Congestive Heart Failure di ruang aster RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian dan

kesenjangan antara teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa

data, intervensi, implementasi dan evaluasi. Pembahasan akan lebih

ditekankan pada diagnosa gangguan pola tidur karena diagnosa gangguan

pola tidurlah yang berhubungan dengan kualitas tidur, dimana menurut jurnal

Melanie (2012) bahwa kualitas tidur dapat diperbaiki dengan pengaturan

posisi tidur 450.

Congestive Heart Failure didefinisikan sebagai kondisi dimana

jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi

kebutuhan sel- sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti,

2013: 153).

1. Pengkajian

Menurut Nursalam (2008: 22) pengkajian adalah suatu proses

pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu model adaptif:

fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Pasien masuk

rumah sakit pada hari selasa, 8 April 2014 pada jam 6 pagi. Penulis

58

59

melakukan pengkajian pada hari rabu, 9 April 2014 di ruang Aster no 2 J

pada jam 8 pagi. Keluhan utama pada saat dikaji adalah sesak nafas. Data

tersebut telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa Congstive

Heart Failure menyebabkan aliran darah di paru-paru tidak lancar dan

darah tidak masuk ke jantung sehingga terjadi penimbunan cairan di

paru- paru dan menghambat pertukaran gas, karena itulah pasien akan

merasakan sesak nafas (Kasron, 2012: 59).

Saat dirawat dirumah sakit pasien mengatakan dapat tidur siang

±1-2 jam namun saat malam, waktu tidurnya hanya berkisar ± 4-6 jam

padahal jam tidur malam pasien normalnya ± 8-9 jam. Hasil pengkajian

juga didapatkan bahwa pasien sulit mengawali tidur, saat bisa tidur maka

akan mudah terbangun karena sesak nafas, pasien juga mengatakan saat

bangun terasa kurang nyaman dan badan lesu.

Data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

menurut Nafrialdi et al (2006: 54) ada beberapa kriteria mayor yang

dapat ditemui pada Congestive Heart Failure, salah satunya adalah PND

(Paroxysmal Nocturnal Dispneu). PND merupakan keadaan dimana

seseorang akan mudah terbangun karena terjadi sesak nafas mendadak

atau nafas pendek pada saat tidur hal ini terjadi karena perpindahan

cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular (Muttaqin,

2009: 96).

Pada pemeriksaan paru-paru menunjukkan pasien menggunakan

pernafasan cuping hidung. Teraba vokal fremitus kanan dan kiri sama,

60

ekspansi paru kanan dan kiri juga teraba sama. Pada perkusi terdengar

pekak pada lobus 3 paru kanan dan saat di auskultasi terdengar ronkhi.

Pemeriksaan foto thorak pada tanggal 8 April 2014, didapati hasil efusi

pleura kanan. Pemeriksaan jantung menunjukkan bahwa ictuscordis

teraba pada sela intercosta kelima, saat diauskultasi terdengar bunyi

gallop, pada foto thorak didapati hasil cardiomegali.

Data yang didapatkan telah sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa menurut Alto (2009: 273) pemeriksaan fisik pada paru- paru akan

dapat terdengar bunyi ronkhi pada basal paru, pada penderita Congestive

Heart Failure dapat pula dibantu dengan dilakukannya pemeriksaan

penunjang diantaranya foto rontgen dada, ekokardiografi dan akan dapat

ditemui bunyi gallop pada jantung, cardiomegali, efusi pleura yang

biasanya lebih sering terjadi pada paru kanan dari pada paru kiri.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penegakan diagnosa keperawatan

yang akurat yang dilakukan dengan pengumpulan dan analisa data yang

cermat, diagnosa yang akurat dibuat setelah pengkajian lengkap semua

variabelnya (Potter dan Perry, 2005). Pada pasien Congestive Heart

Failure diagnosa yang biasa muncul adalah ganguan pertukaran gas,

kelebihan volume cairan, nyeri akut, intoleransi aktivitas, gangguan pola

tidur (Nugroho, 2011: 270). Pada Tn. P ditemukan diagnosa keperawatan

gangguan pertukaran gas, penurunan curah jantung, nyeri akut,

intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur dan resiko infeksi.

61

Diagnosa pertama yang diangkat adalah gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan perubahan membrane alveolar kapiler. Gangguan

pertukaran gas dapat didefinisikan sebagai kelebihan atau defisit cairan

pada oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membrane

alveolar kapiler. (Wilkinson dan Ahern. 2011: 806).

Penulis mengangkat diagnosa gangguan pertukaran gas dengan

mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan

sesak nafas, namun sesak bertambah saat berbaring dan beraktivitas.

Sedangkan data obyektif yang didapat adalah dari hasil radiologi terjadi

edema pulmonal, efusi pleura kanan, hasil echokardiografi terjadi

penurunan pada fungsi ventrikel kiri, terlihat juga pernafasan cuping

hidung, analisa gas darah yang abnormal dimana ph mencapai 7,527

yang normalnya 7,310-7,420. Data ini telah sesuai dengan dengan

batasan karakteristik menurut Wilkinson dan Ahern (2011: 806) yaitu

nyeri dada, sesak nafas, gas darah arteri tidak normal, cuping hidung,

perubahan frekuensi pernafasan, aritmia.

Diagnosa kedua yang diangkat oleh penulis adalah penurunan

curah jantung berhubungan dengan gangguan volume sekuncup.

Penurunan curah jantung dapat didefinisikan sebagai ketidakadekuatan

pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh (Wilkinson dan Aher, 2011: 105).

Penulis mengangkat diagnosa penurunan curah jantung dengan

mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan

62

sesak nafas, sesak nafas bertambah saat berbaring. Sedangkan data

obyektif yang didapatkan adalah nadi 100x/ menit, respiration rate 28x/

menit, tekanan darah 140/80 mmHg, auskultasi daerah jantung

menunjukkan adanya bunyi gallop, hasil echokardiografi terdapat

penurunan fungsi jantung pada bagian ventrikel kiri dengan dilatasi LV

(Left Ventrikel) dengan nilai EF 20-23%, hasil radiologi terlihat adanya

cardiomegali dan edema pulmonal, hasil EKG terlihat sinus takikardi

dengan heart rate 104x/ menit dan terjadi iskemik anterolateral.

Data tersebut telah sesuai dengan teori yaitu batasan karakteristik

untuk penurunan curah jantung adalah perubahan pola EKG, sesak nafas,

bunyi gallop, penurunan indeks kerja ventrikel kiri, iskemia (Wilkinson

dan Ahern, 2011: 106).

Diagnosa ketiga yang diangkat oleh penulis adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis. Nyeri akut dapat didefinisikan

sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

dan muncul akibat kerusakan jaringan degan awitan tiba- tiba atau lambat

dari intensitas ringan hingga berat dan berlangsung kurang dari 6 bulan

(Lunney et al, 2009: 410).

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut dengan mengacu dari

hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan nyeri pada

bagian dada sebelah kiri, nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah

ketika bergerak, nyeri berskala 4, nyeri terasa seperti tertimpa beban

berat. Sedangkan data obyektif yang didapatkan pasien terlihat meringis

63

dan memegang dada saat nyeri terasa, tekanan darah pasien 140/80

mmHg, nadi 100x/ menit, respirasi rate 28x/ menit. Data tersebut telah

sesuai dengan batasan karakteristik untuk nyeri akut antara lain

perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernafasan, laporan

verbal, mengekspresikan perilaku (Lunney et al, 2009: 410).

Diagnosa keempat yang diangkat oleh penulis adalah intoleransi

aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen. Intoleransi aktivitas menurut Lunney et al (2009:

157) adalah ketidakcukupan energi fisiologis untuk melanjutkan atau

menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang

ingin dilakukan.

Penulis mengangkat diagnosa intoleransi aktivitas dengan

mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan

sesak bertambah saat beraktivitas dan data obyektif yang didapatkan

adalah aktivitas pasien saat mandi dan berpindah dibantu orang lain dan

alat, mobilitas ditempat dan makan/ minum dibantu orang lain, toileting

(BAB) dibantu orang lain dan alat sedangkan toileting (BAK) dibantu

total, respiration rate 28x/ menit dan nadi 100x/ menit. Data yang

didapat telah sesuai dengan batasan karakteristik untuk intoleransi

aktivitas menurut Lunney et al (2009: 157) salah satunya yaitu sesak

nafas setelah beraktifitas.

Diagnosa Kelima yang diangkat oleh penulis adalah gangguan

pola tidur berhubungan dengan gangguan nafas (sesak nafas). Gangguan

64

pola tidur dapat didefinisikan sebagai gangguan kualitas dan kuantitas

waktu tidur akibat faktor eksternal Lunney et al (2009: 134). Penulis

mengangkat diagnosa gangguan pola tidur dengan mengacu dari hasil

analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan waktu tidur malam

sangat kurang hanya ± 4- 6 jam, sulit mengawali tidur, apabila berhasil

tidur maka akan mudah terbangun karena sesak nafas pasien juga

menambahkan saat bangun badannya terasa kurang segar dan lesu.

Ditemukan pula data obyektif yang mendukung diagnosa ini antara lain

pasien terlihat lesu dan sesekali menguap, TD 140/80 mmHg, N 100x/

menit, PSQI menunjukkan nilai 11 dimana kualitas tidur dalam keadaan

buruk.

Data yang diperoleh telah sesuai dengan batasan karakteristik

untuk gangguan pola tidur menurut Lunney et al(2009: 134) antara lain

perubahan pola tidur normal, keluhan verbal merasa kurang tidur,

melaporkan susah untuk jatuh tidur, melaporkan sering terbangun.

Gangguan pola tidur pada Tn. P ini dapat digolongkan menjadi gangguan

tidur pada fase NREM (Non- Rapid Eye Movement). NREM (Non- Rapid

Eye Movement) merupakan fase dimana gelombang otak bergerak

dengan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan penurunan suhu,

tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan (Vaughans, 2013: 203).

Fase NREM (Non- Rapid Eye Movement) terdapat 4 tahap, Tn. P

tidak dapat melalui tahan ke-1 yaitu tahapan saat terjadi transisi antara

bangun dan tidur, untuk melalui tahap ke- 1 seseorang harus rileks

65

(Saputra, 2013: 171). Sedangkan Tn. P mengalami penurunan curah

jantung sehingga terjadi sesak nafas dan tidak tercapai keadaan yang

rileks pada saat Tn. P akan tidur, apabila tahap ke-1 pada fase NREM

(Non- Rapid Eye Movement) tidak dapat terlewati maka tahap-tahapan

tidur selanjutnya tidak akan tercapai.

Diagnosa keenam yang diangkat oleh penulis adalah resiko infeksi

berhubungan dengan pemasangan selang DC. Resiko infeksi adalah suatu

keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik (Lunney, 2009: 355). Penulis mengangkat diagnosa resiko

infeksi dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif

pasien mengatakan dipasang selang kencing sejak dibangsal dan belum

pernah dibersihkan oleh perawat. Sedangkan data obyektif yang

diperoleh terlihat terpasang selang DC berukuran 30, terpasang sejak

tanggal 8 April 2014, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada area

genetalia (tidak ada kemerahan, bengkak, panas ataupun nyeri).

Dalam teorinya menurut Nugroho (2011: 270) tidak ditemukan

diagnosa resiko infeksi pada pasien dengan Congestive Heard Failure,

namun penulis tetap mengambilnya karena pada Tn. P terpasang selang

DC. Data tersebut telah sesuai dengan batasan karakteristik untuk resiko

infeksi yaitu adanya prosedur invasif.

Penulis tidak mengambil diagnosa kelebihan volume cairan

karena dalam pengkajiannya pasien tidak menemukan data pada Tn.P

yang dapat menunjang untuk mengambil diagnosa kelebihan cairan.

66

Dimana menurut Lunney et al (2009: 98) kelebihan volume cairan dapat

diambil apabila memenuhi batasan karakteristik, antara lain terdapat

odema anasarka, pembesaran vena jugularis, oliguria, penambahan berat

badan dengan sangat singkat, penurunan hemoglobin.

Batasan karakteristik ada beberapa yang muncul pada Tn. P

seperti adanya sesak nafas, edema pulmonal serta efusi pleura, namun

penulis juga menyadari bahwa penulis mengalami keterbatasan untuk

mengkaji status cairan yang lebih mendalam (balance cairan)

dikarenakan tidak mendapat bantuan dan dukungan dari perawat yang

berjaga yang telah mendapatkan advis dari dokter yang merawat Tn. P

untuk tidak dilakukan penghitungan balance cairan dengan alasan

kondisi pasien mulai stabil dan obat diuretik yang diberikan bekerja

dengan baik dengan bukti tidak ada retensi urin dan status pernafasan

yang terus membaik. Penulis juga berusaha memantau efek dari

pemberian obat diuretik.

3. Intervensi

Intervensi merupakan suatu petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang

dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan

diagnosa keperawatannya, didalam intervensi berisikan tujuan, kriteria

hasil yang diharapkan, serta rasional dari tindakan- tindakan yang

dilakukan (Asmadi, 2008: 175).

67

Pada diagnosa pertama gagguan pertukaran gas berhubungan

dengan perubahan membran alveolar kapiler, penulis mencantumkan

tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam

diharapkan tidak ada gangguan pertukaran gas dan dengan kriteria hasil

pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak ada edema pulmonal, respiration rate

16- 24x/ menit, hasil analisa gas darah normal (Lunney et al, 2009: 128).

Pada diagnosa kedua yaitu penurunan curah jantung berhubungan

dengan gangguan volume sekuncup, penulis mempunyai tujuan yaitu

curah jantung kembali normal. Dengan kriteria hasil yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan pasien

mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak nafas saat

berbaring, tidak terdengar bunyi gallop, nadi 60- 100x/ menit, respiration

rate 16-24x/ menit, tekanan darah 120/70 mmHg- 130/80 mmHg, fungsi

jantung ventrikel kiri kembali normal dengan nilai EF 53-77% ( Lunney

at al, 2009: 162).

Pada diagnosa ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis, penulis mempunyai tujuan yaitu nyeri hilang atau

berkurang dan dengan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan pasien mengatakan nyeri

berkurang atau hilang dengan skala 0-1, pasien tidak memegang dada,

pasien tidak meringis, tekanan darah 120/70 mmHg - 130/80 mmHg,

nadi 60- 100x/ menit (Doengoes, 2000: 44).

68

Pada diagnosa keempat yaitu intoleransi aktifitas berhubungan

dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Penulis

mempunyai tujuan yaitu diharapkan tidak sesak nafas atau tidak lelah

setelah beraktivitas dan dengan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, dengan kriteria hasil tidak ada

sesak nafas setelah beraktivitas (mobilitas diatas tempat tidur, berpindah/

naik dan turun dari bed, toileting secara mandiri), nadi setelah

beraktivitas 60- 100x/ menit, respiration rate setelah beraktivitas 16-

24x/ menit, tekanan darah setelah beraktifitas 120/70 mmHg- 130/80

mmHg dan ADL (Activity Daily Living) (doengoes, 2000: 45).

Pada diagnosa kelima yaitu gangguan pola tidur berhubungan

dengan gangguan nafas (sesak nafas), penulis mempunyai tujuan yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan

ada gangguan pola tidur. Kriteria waktu didasarkan pada unsur etiologi

atau tanda dan gejala dalam diagnosis keperawatan yang ada (Nursalam,

2009: 82).

Penulis juga mencantumkan kriteria hasil, yaitu pasien

mengatakan waktu tidur cukup, waktu tidur malam kembali normal ± 8-9

jam, saat tidur tidak mudah terbangun (maksimal 2x terbangun), saat

bangun pasien merasa segar, tidak tampak lesu dan tidak menguap,

tekanan darah 120/70 mmHg- 130/80 mmHg, nadi 60- 100x/ menit, jam

tidur siang kembali normal ± 1- 2 jam, hasil PSQI menunjukkan

penurunan nilai menjadi 6-8 atau � 5.

69

Pada diagnosa gangguan pola tidur penulis mempunyai target

waktu 2x 24 jam untuk menyelesaikan masalah, lebih cepat 1 hari bila

dibandingkan dengan Melanie (2012) yang mempunyai target waktu 2x

24 jam dalam menyelesaikan masalah. Menurut penulis masalah akan

lebih cepat diselesaikan, melihat keadaan pasien yang mulai membaik

dan dirawat diruang rawat inap. Sedangkan Melanie (2012) melakukan

penelitian dengan sampel pasien yang dirawat di ruang rawat intensif.

Pada diagnosa keenam yaitu resiko infeksi berhubungan dengan

pemasangan selang DC, penulis mempunyai tujuan yaitu diharapkan

tidak ada resiko infeksi. Dengan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan tidak ditemukan

tanda- tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa).

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan dengan tujuan untuk membantu klien dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan (Christensen, 2009: 215). Untuk

diagnosa pertama yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membrane alveolar kapiler implementasi yang dilakukan

penulis adalah (Udjianti, 2010: 165). Mengkaji irama pernafasan (irama,

kecepatan, kedalaman) guna untuk mengetahui adanya perubahan

pernafasan normal. Mengobservasi adanya perubahan warna kulit (pucat

atau kehitaman) untuk mengetahui adanya hipoksia dengan cepat.

Posisikan pasien dengan sudut 450 untuk meningkatkan cardiac output

70

dan mengurangi sesak nafas. berkolaborasi dengan dokter untuk

pemberian obat diuretik untuk mengurangi edema pulmonal. Pantau

adanya tanda- tanda dehidrasi untuk mencegah terjadinya dehidrasi

setelah diberikan obat diuretik. berkolaborasi dengan dokter untuk

pemberian oksigen 3 liter/ menit melalui nasal kanul. Memantau

humidifier serta menambahkan aquabides sampai pada garis batas untuk

menjaga kelembapan oksigen yang diberikan. Memberikan edukasi

tentang penyebab sesak nafas untuk mengurangi kecemasan.

Diagnosa yang kedua yaitu penurunan curah jantung berhubungan

dengan gangguan volume sekuncup, implementasi yang dilakukan

penulis adalah Mengkaji pernafasan (kedalaman, irama, kecepatan),

implementasi ini dilakukan juga untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu

gangguan pertukaran gas, tindakan ini bertujuan untuk mengetahui status

pernafasan. Melakukan pengukuran tanda- tanda vital (nadi, respiration

rate, tekanan darah) juga dilakukan untuk memantau kondisi tanda- tanda

vital pasien, tindakan ini juga ditujukan untuk mengatasi diagnosa

keempat yaitu intoleransi aktivitas (Hawari, 2011: 6).

Mengatur posisi sudut 450 dilakukan dengan tujuan untuk

membantu meningkatkan cardiac output serta mengurangi sesak nafas,

tindakan ini juga dilakukan untuk mengatasi diagnosa pertama dan

kelima. Pengaturan posisi sudut 450 dilakukan dengan cara

memposisikan kepala pasien dekat dengan bagian kepala tempat tidur,

menaikkan bagian kepala tempat tidur 450, mengalasi bagian kepala

71

dengan bantal yang tipis, mengganjal punggung bawah pasien dengan

selimut dan memberikan bantal pada lengan pasien. Implementasi ini

telah sesuai menurut Angela (2008) dalam Safitri dan Andriyani (2011)

Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonari

adalah posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikan dengan

derajat kemiringan 450.

Penulis juga memberikan edukasi tentang tujuan mengatur posisi

sudut 450 agar nantinya timbul kesadaran pasien untuk mengatur posisi

sudut 450 secara mandiri. Memberikan edukasi tentang tujuan mengatur

posisi sudut 450 menurut penulis dirasa penting karena merupakan salah

satu cara untuk menjaga keefektifan implementasi ini. Memberikan

edukasi pada pasien untuk mengurangi konsumsi garam dan

berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam agar

tidak memperparah retensi natrium.

Diagnosa yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis, implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji

kualitas nyeri (P, Q, R, S, T) untuk mengetahui status perkembangan

nyeri. Mengajarkan teknik distraksi, teknik distraksi yang diajarkan oleh

penulis adalah membayangkan hal-hal yang indah dan beristigfar untuk

mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dan agar tidak timbul

kecemasan. Memberikan edukasi pada pasien tentang tindakan apa yang

dapat diambil saat nyeri terasa, penulis mengaanjurkan untuk

menghentikan seluruh aktivitas dan jangan panik agar nyeri tidak terasa

72

bertambah parah. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian

analgesik guna mengurangi atau menghilangkan nyeri (Judith, 2007: 96).

Diagnosa yang keempat yaitu intoleransi aktifitas berhubungan

dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,

implementasi yang dilakukan penulis diambil dari Hawari (2011: 6) yaitu

mengkaji respon klien terhadap aktivitas untuk mengetahui tingkat

toleransi aktivitas. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi,

respiration rate tekanan darah) sebelum beraktivitas dan setelah

beraktivitas guna mengetahui respon tubuh terhadap aktivitas,

implementasi ini juga ditujukan untuk mengatasi diagnosa kedua yaitu

penurunan curah jantung.

Penulis juga melakukan implementasi menghentikan aktivitas

apabila pasien berespon sesak nafas ataupun nyeri dada implementasi ini

diambil untuk mengurangi konsumsi oksigen yang digunakan tubuh

dalam metabolisme. Melakukan latihan secara bertahap untuk

meningkatkan toleransi latihan pada pasien. Memberikan edukasi pada

pasien untuk meningkatkan aktivitas secara mandiri agar pasien

termotivasi untuk meningkatkan aktivitas secara mandiri dan tercapai

toleransi yang lebih cepat. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian

O2 nasal kanul untuk menambah intake oksigen setelah beraktivitas.

Diagnosa yang kelima yaitu gangguan pola tidur berhubungan

dengan gangguan nafas (sesak nafas), implementasi yang dilakukan

penulis adalah mengkaji kebiasaan tidur pasien untuk mengetahui

73

kebiasaan tidur pasien. Mengatur sudut posisi tidur 450 untuk

meningkatkan cardiac output sehingga sesak nafas berkurang dan

kualitas tidur meningkat. Penulis berani melakukan tindakan pengaturan

sudut posisi tidur 450 atas dasar penelitian yang dilakukan oleh Melanie

(2012) yang menyebutkan bahwa sudut posisi tidur berpengaruh terhadap

kualitas tidur pada pasien dengan Congestive Heart Failure.

Penelitian yang dilakukan oleh Melanie (2012) mengambil sampel

dengan didasari beberapa kriteria yang harus terpenuhi, kriteria tersebut

adalah pasien dengan Congestive Heart Failure dengan kelas fungsional

NYHA III dan NYHA IV, pasien tidak mendapatkan pengaruh obat-

obatan yang mempengaruhi tidur, pasien dapat berkomunikasi dan

koopertif, hemodinamik dalam keadaan stabil. Tenaga medis menyatakan

bahwa Tn. P merupakan pasien Congestive Heart Failure yang berada

dalam kelas NYHA III, dalam terapi pengobatannya pasien tidak

diberikan obat yang mempengaruhi tidur, Tn. P juga merupakan pasien

yang dapat berkomunikasi serta kooperatif, keadaan hemodinamik Tn.P

juga stabil.

Penelitian Melanie (2012) menyebutkan bahwa usia dan jenis

kelamin tidak mempengaruhi perlakuan dan hasil dari tindakan

pengaturan sudut posisi tidur 450. Dalam penelitiannya Melanie (2012)

tidak menyebutkan bagaimana posisi sudut 450 dilakukan, hanya

menyebutkan bahwa pengaturan sudut 450 dilakukan dengan cara diukur

menggunakan busur. Dalam Kozier dan Erb (2009: 222) Posisi sudut 450

74

dapat dilakukan dengan cara memposisikan kepala pasien dekat dengan

bagian kepala tempat tidur, elevasi/ naikkan bagian kepala tempat tidur

450, alasi bagian kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah

pasien dengan selimut, berikan bantal pada lengan.

Penulis melakukan pengaturan sudut posisi tidur 450 pada Tn. P

dengan cara posisikan kepala pasien dekat dengan bagian kepala tempat

tidur, elevasi/ naikkan bagian kepala tempat tidur 450 (ukur dengan

busur), alasi bagian kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung

bawah pasien dengan selimut, berikan bantal pada lengan. Selain itu

penulis juga membatasi penunggu agar suasana kamar pasien terjaga

ketenangannya. Penulis juga menganjurkan pada keluarga untuk

membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 450

berubah, untuk

mengefektifkan manfaat posisi tidur 450. Penulis juga memberikan

edukasi tentang pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul

kesadaran untuk meningkatkan kualitas tidur.

Diagnosa yang keenam yaitu resiko infeksi berhubungan dengan

pemasangan selang DC, implementasi yang dilakukan penulis diambil

dari (Judith, 2007: 109) adalah mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi

yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi yang terjadi pada

area genetalia. melakukan perawatan selang DC setiap hari guna menjaga

kebersihan area genetalia sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri.

Penulis juga memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga

kebersihan area genetalia dengan tujuan agar timbul kesadaran pada

75

pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan area genetalia terutama

saat terpasang selang DC.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian terakhir proses keperawatan

didasarkan pada tujuan keperawatan yang telah ditetapkan (Nursalam,

2008: 25). Evaluasi bertujuan untuk melihat dan menilai kemampuan

klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan

telah tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan asuhan

keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008: 179).

Evaluasi pada diagnosa pertama yaitu gangguan pertukaran gas,

dihari pertama, rabu tanggal 9 April 2014 dilakukan pada pukul 19.10

WIB. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, hasil pengukuran

respiration rate 26x/ menit, terlihat nafas cuping hidung, terpasang

oksigen nasal kanul 3 liter/ menit dan terdengar ronki pada paru kanan.

Masalah teratasi sebagaian dan lanjutkan intervensi

Intervensi yang akan dilanjutkan adalah kaji perubahan

pernafasan, observasi adanya perubahan warna kulit, posisikan pasien

dengan sudut 450, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian

oksigen, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat diuretik,

pantau adanya tanda-tanda dehidrasi, tambahkan aquabides sampai pada

garis batas dan tambahkan intervensi dengan menciptakan suasana dan

nyaman dan tenang.

76

Evalusi untuk diagnosa gangguan pertukaran gas dihari kamis, 10

April 2014 dilakukan pada pukul 17.00 WIB. Pasien mengatakan sesak

nafas hilang, respiration rate 22x/ menit, irama teratur, tidak ada

pernafasan cuping hidung, masih terdengar ronki di paru kanan. Masalah

teratasi, hentikan intervensi.

Evaluasi pada diagnosa kedua yaitu penurunan curah jantung

dihari rabu, tanggal 9 April 2014 dilakukan pada pukul 19.20 WIB.

Pasien mengatakan sesak nafas berkurang namun saat berbaring masih

terasa sesak nafas, terdengar bunyi gallop pada auskultasi jantung, nadi

98x/ menit, respiration rate 26x/ menit, pernafasan teratur, tekanan

darah 135/ 80 mmHg. Dengan hasil evaluasi tersebut maka dapat

dikatakan masalah teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi antara lain kaji

pernafasan (kedalaman, irama, kecepatan), lakukan pengukuran tanda-

tanda vital, atur posisi sudut 450, kolaborasikan dengan ahli gizi untuk

pemberian diit rendah garam.

Evaluasi pada diagnosa kedua yaitu penurunan curah jantung

dihari kamis, tanggal 10 April 2014 dilakukan pada pukul 17.15 WIB.

Pasien mengatakan sesak nafas hilang dan saat berbaring tidak terasa

sesak nafas. Pada auskultasi paru terdengar bunyi gallop, nadi 88x/ menit

dengan irama teratur teraba sedang, tekanan darah 120/70 mmHg dan

respiration rate 22x/ menit. Dengan data yang didapat maka dapat

dikatakan bahwa masalah teratasi sebagian. Maka intervensi akan

dilanjutkan yang mencakup kaji pernafasan (irama, kedalaman,

77

kecepatan), lakukan pengukuran tanda-tanda vital, atur posisi sudut 450,

kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam.

Evaluasi pada diagnosa ketiga yaitu nyeri akut dihari rabu, tanggal

9 April 2014 dilakukan pada pukul 19.30 WIB Pasien mengatakan nyeri

tidak terasa sejak tadi siang. Terlihat pasien tidak memegangi area dada

serta pasien tidak meringis dengan tekanan darah 135/80 mmHg, didapat

juga nadi nya 98x/ menit. Maka dapat dikatakan masalah teratasi

sebagian dan lanjutkan intervensi kaji status nyeri, kolaborasikan dengan

dokter untuk pemberian obat analgesik.

Evaluasi pada diagnosa ketiga yaitu nyeri akut dihari kamis,

tanggal 10 April 2014, dilakukan pada pukul 17.30 WIB. Pasien

mengatakan sudah tidak merasakan nyeri sejak kemarin. Pasien tidak

terlihat meringis, pasien tidak memegang dada, skala nyeri 0, tekanan

darah 120/ 70 mmHg, nadi 80x/ menit. Dari data yang didapat maka

dapat disimpulkan masalah teratasi dan hentikan intervensi.

Evaluasi pada diagnosa keempat yaitu intoleransi aktivitas dihari

rabu, tanggal 9 April 2014, dilakukan pada pukul 19.35 WIB. Pasien

mengatakan sudah dapat bangun dan mobilisasi diatas tempat tidur dan

sesak nafas tidak bertambah. Pasien terlihat sering mengubah posisi

diatas tempat tidur dan tidak memperparah sesak nafas serta tidak nyeri.

Evaluasi yang telah dilakukan untuk diagnosa keempat

mendapatkan kesimpulan bahwa masalah intoleransi aktivitas teratasi

sebagian dan lanjutkan intervensi kaji respon pasien terhadap aktivitas,

78

lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas,

kolaboraskan dengan dokter untuk pemberian O2 nasal kanul serta

tambahkan intervensi lakukan latihan secara bertahap, hentikan aktivitas

apabila pasien berespon sesak nafas dan nyeri dada, edukasikan

pentingnya peningkatan aktivitas secara mandiri.

Evaluasi pada diagnosa keempat yaitu intoleransi aktivitas dihari

kamis, tanggal 10 April 2014, dilakukan pada pukul 17.35 WIB. Pasien

mengatakan sudah dapat mobilitas diatas tempat tidur dan berpindah dari

tempat tidur dan berpindah dari tempat tidur ke kursi maupun sebaliknya

secara mandiri tanpa sesak nafas dan nyeri dada. Pasien terlihat duduk

dikursi tanpa menggunakan oksigen nasal kanul, nadi setelah pasien

berpindah 88x/ menit, respiration rate setelah berpindah 22x/ menit

dengan tekanan darah 120/70 mmHg, toileting belum mandiri (terpasang

DC).

Dapat disimpulkan bahwa masalah intoleransi aktivitas teratasi

sebagian dan lanjutkan intervensi dengan kaji respon pasien terhadap

aktivitas, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah

beraktifitas, melakukan latihan secara bertahap, hentikan aktivitas apabila

pasien berespon sesak nafas dan nyeri dada, hentikan kolaborasi dengan

dokter untuk pemberian O2 nasal kanul.

Evaluasi pada diagnosa kelima yaitu gangguan pola tidur

dilakukan 1 kali dihari rabu dan 2 kali di hari kamis. Evaluasi pada hari

rabu, tanggal 9 April 2014, pukul 19.43 WIB. Pasien mengatakan sempat

79

tidur siang ± ½ - 1 jam, selama tidur siang tidak mudah terbangun, saat

bangun pasien merasa nyaman, pasien juga mengatakan semoga nanti

malam tidurnya nyenyak. Pasien nampak sesekali menguap, tekanan

darah 135/ 80 mmHg dan nadi 98x/ menit. Masalah teratasi sebagian dan

lanjutkan intervensi atur posisi pasien dengan sudut 450, batasi penunggu

dan tambahkan intervensi kaji jam tidur dan kualitas tidur pasien,

edukasikan tentang pentingnya meningkatkan kualitas tidur yang kurang.

Evaluasi pertama pada hari kamis, tanggal 10 April 2014 pada

pukul 08.05 WIB, pasien mengatakan tidurnya semalam cukup dan

nyenyak dari jam 9- 5 pagi, terbangun 2 kali namun mudah tidur

kambali, saat bangun merasa segar. Pasien nampak segar, tidak lesu,

tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 98x/ menit, respiration rate 24x/

menit. Maka dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian.

Lanjutkan intervensi batasi penunggu, posisikan sudut 450, tambahkan

intervensi kaji jam tidur dan kualitas tidur siang, edukasikan tentang

petingnya meningkatkan kualitas tidur yang kurang.

Evaluasi kedua dilakukan dihari kamis, tanggal 10 April 2014

dilakukan pada pukul 17.45 WIB. Pasien mengatakan tidur malamnya

cukup dan nyenyak ± 8 jam, terbangun hanya 2 kali dan mudah tertidur

lagi. Tidur siang ± 1- 1½ jam, tidak terbangun, saat bangun badan terasa

segar. Terlihat pasien nampak segar, tidak lesu, pasien tidak tampak

menguap, tekanan darah 120/70 mmHg dan nadi 88x/ menit, respiration

rate 22x/ menit, PSQI menunjukkan nilai 5 yang menandakan kualitas

80

tidur baik. Maka dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi dan

intervensi dapat dihentikan.

Evaluasi pada hari kamis, tanggal 10 April 2014 dilakukan juga

menggunakan kuisioner PSQI. Penulis tidak menggunakan PSQI dalam

setiap evaluasinya dikarenakan penggunaan PSQI dalam asuhan

keperawatan pada Tn.P ini berdasarkan aturan dalam penerapan jurnal

“Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan

Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung” oleh Melanie (2012), dimana dalam jurnal

tersebut menyebutkan bahwa penggunaan PSQI hanya untuk pengkajian

dan evaluasi dihari terakhir.

Hasil evaluasi PSQI didapatkan nilai 5 yang berarti kualitas tidur

pasien dalam kriteria baik. Dari hasil itulah penulis berani menyimpulkan

bahwa pengaturan sudut posisi tidur 450 pada Tn. P dengan Congestive

Heard Failure efektif untuk memperbaiki posisi tidur.

Evaluasi pada diagnosa keenam yaitu resiko infeksi dihari rabu, 9

April 2014 dilakukan pada pukul 19.50 WIB, pasien mengatakan sudah

membersihkan area genetalia sore tadi, pasien tidak merasa sakit, perih

ataupun panas pada area genetalia. Saat dilakukan evaluasi selang DC

dengan ukuran 30 terpasang dengan baik, tidak ada tanda-tanda infeksi

(tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa). Maka dapat disimpulkan bahwa

masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi observasi adanya tanda-

tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa), lakukan perawatan

81

selang DC, tambahkan intervensi edukasikan tentang tanda- tanda

infeksi.

Evaluasi pada diagnosa keenam yaitu resiko infeksi dihari kamis,

10 April 2014 dilakukan pada pukul 17.55 WIB, pasien mengatakan

sudah membersihkan area genetalia tadi sore, area genetalia tidak gatal,

tidak sakit. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, selang DC dengan

ukuran 30 masih terpasang dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa

masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi observasi adanya tanda-

tanda infeksi dan lakukan perawatan selang DC.

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, melakukan implementasi dan

evaluasi serta mengaplikasikan pengaturan sudut posisi tidur 450

terhadap

peningkatan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Tn. P dengan Congestive

Heart Failure diruang Aster RSDM Dr. Moewardi Surakarta, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pengkajian

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah sesak nafas. Pola

tidur siang pasien saat sebelum sakit dan saat sakit tidak berubah yaitu ±

1- 2 jam. Pola tidur malam pasien berubah bila dibandingkan dengan

pola tidur sebelum sakit. Dimana sebelum sakit ± 8-9 jam dan saat sakit

± 4-6 jam, Pasien juga mengatakan sebelum sakit saat bangun merasa

nyaman dan segar sedangkan saat sakit terasa kurang nyaman dan badan

lesu. Pasien menyatakan saat sakit sulit mengawali tidur, saat bisa tidur

maka akan mudah terbangun karena sesak nafas

Saat dikaji pasien dalam keadaan semifowler dengan sudut ± 300

dengan bagian kepala diganjal bantal dan selimut. Pasien mengatakan

sesak nafas dan sesak nafas bertambah saat berbaring. Pola tidur juga

dikaji menggunakan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) dan

82

83

didapatkan nilai 11 yang berarti kualitas tidur pasien buruk ( format

pengkajian PSQI Terlamampir ).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. P adalah gangguan

pola tidur berhubungan dengan gangguan nafas (sesak nafas).

3. Intervensi

Penulis membuat intervensi keperawatan dalam diagnosa

gangguan pola tidur ini dengan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan tidak ada gangguan pola tidur.

Dengan kriteria hasil pasien mengatakan waktu tidur cukup, waktu tidur

malam kembali normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak mudah terbangun

(maksimal 2x terbangun), saat bangun pasien merasa nyaman, tidak

tampak lesu dan tidak menguap, tekanan darah 120/70 mmHg- 130/80

mmHg, nadi 60- 100x/ menit, jam tidur siang kembali ± 1- 2 jam, hasil

PSQI menunjukkan penurunan nilai menjadi 6-8 atau < 5.

Intervensi yang direncanakan penulis adalah kaji kebiasaan tidur

pasien untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien. Atur posisi pasien

dengan sudut 450 untuk meningkatkan cardiac output sehingga sesak

nafas berkurang dan kualitas tidur meningkat. Posisi sudut 450 dilakukan

dengan cara posisikan kepala pasien dekat dengan bagian kepala tempat

tidur, elevasi/ naikkan bagian kepala tempat tidur 450 (ukur dengan

busur), alasi bagian kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung

bawah pasien dengan selimut, berikan bantal pada lengan.

84

Selain itu penulis juga menambahkan intervensi batasi penunggu

agar suasana kamar pasien terjaga ketenangannya. Anjurkan pada

keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 450

berubah, untuk mengefektifkan manfaat posisi tidur 450. Edukasikan

tentang pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul kesadaran

untuk meningkatkan kualitas tidur.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan pada Tn. P dilakukan mulai dari hari rabu

tanggal 9 April 2014 sampai hari kamis tanggal 10 April 2014 dan

tindakan tersebut meliputi mengkaji kebiasaan tidur pasien, mengatur

posisi pasien dengan sudut 450, membatasi penunggu, menganjurkan

pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi

sudut 450

berubah, memberikan edukasi tentang pentingnya

meningkatkan kualitas tidur agar timbul kesadaran untuk meningkatkan

kualitas tidur.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan 1 kali dihari rabu tanggal 9 April 2014 dan 2

kali dihari kamis tanggal 10 April 2014. Evaluasi yang terakhir Pasien

mengatakan tidur malamnya cukup dan nyenyak ± 8 jam, terbangun

hanya 2 kali dan mudah tertidur lagi. Tidur siang ± 1- 1½ jam, tidak

terbangun, saat bangun badan terasa segar. Pasien nampak segar, tidak

lesu, pasien tidak tampak menguap, tekanan darah 120/70 mmHg dan

nadi 88x/ menit, respiration rate 22x/ menit, PSQI menunjukkan nilai 5

85

yang menandakan kualitas tidur baik. Maka dapat disimpulkan bahwa

masalah teratasi dan intervensi dapat dihentikan.

6. Aplikasi pengaturan sudut posisi tidur 450

Didalam pengaplikasian pengaturan sudut posisi tidur 450 selama

2 hari dapat dikatakan berhasil karena pasien mengatakan tidur

malamnya cukup dan nyenyak, waktu tidur pasien kembali norma ± 8

jam, hasil PSQI menunjukkan nilai 5 yang menandakan kualitas tidur

baik.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan

Congestive Heart Failure, penulis akan memberikan usulan dan masukan

positif, khususnya dibidang keperawatan antara lain:

1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit)

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan

dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tim

kesehatan maupun pasien, diharapkan rumah sakit juga dapat

memberikan informasi lebih tentang pengaturan sudut posisi tidur 450

kepada para perawat sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan

asuhan keperawatan pada umumnya dan pasien Congestive Heart Failure

khususnya.

86

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab untuk selalu

memperbarui pengetahuan serta keterampilannya, tak lupa selalu

berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian asuhan

keperawatan. Pengaturan sudut posisi tidur 450 yang benar juga perlu

diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

gangguan tidur khususnya pada pasien Congestive Heart Failure.

3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan ada penelitian untuk menyusun artikel ilmiah tentang

pengaturan sudut posisi tidur 450 dan diadakannya praktek untuk

pengaturan sudut posisi tidur 450 dengan benar sehingga dapat membantu

meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawat-

perawat yang lebih profesional, inovatif, terampil dan bermutu dalam

pemberian asuhan keperawatan terutama dalam memberikan

implementasi pengaturan sudut posisi tidur 450 untuk pasien Congestive

Heart Failure secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik

keperawatan.

4. Bagi penulis

Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan

Congestive Heart Failure diharapkan penulis dapat lebih mengetahui

cara pengaturan sudut posisi tidur 450

yang baik dan benar terutama pada

penyakit Congestive Heart Failure terutama mengalami gangguan pola

87

tidur dan diharapkan dapat menambah wawasan dalam menangani

masalah keperawatan Congestive Heart Failure.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khalib.L, Hazdi Khairul.Y. 2008. Lifestyle Dominates Cardiovaskular

Risks In Malaysia. http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/view/299

Diakses pada tanggal 5 April 2014.

Alan, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Alto A.Wiliam. 2009. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional Editor Daniel

K.Oniel. Alih Bahasa Oleh Rizqi Akbarini. Indeks Permata Puri Media.

Jakarta. Hal 273.

Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. DIVA Pres. Jogjakarta.

Hal 12- 30.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan Editor Eka Anisa. EGC. Jakarta. Hal

161-175.

Choirul M Shodikin. 2013. Kuisioner PSQI. http://id.scribd.com/doc/127552791/

kuesioner-PSQI-doc. Diakses pada tanggal 1 April 2014.

Christensen Paula.J. 2009. Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual.

Edisi 4. EGC perpustakaan nasional : katalog dalam terbitan (kdt). Jakarta

hal 105- 213.

Corwin, E J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa Oleh Subekti N.B. Edisi

3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 508.

Doengoes, M E, et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC.

Jakarta. Hal 44-45

Efendi R Siregar. 2010. Pengaruh Posisi Tungkai Ditinggikan 30 Derajat Diatas

Tempat Tidur Terhadap Pengurangan Edema Kaki Pada Pasien Jantung

RSUP H. Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id/handle/

123456789/24518 Diakses Tanggal 1 April 2014.

Gray Huon.H, Dawkins Keith.D, Morgan John.M, Simpson Iain.A. 2005. Lecture

Note Kardiologi. Edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal 87.

Hawari D. 2011. Daftar Diagnosa Keperawatan Nanda, NIC dan NOC. Edisi 2.

FKUI. Jakarta. Hal 6-8

Hidayah, U.M. 2008. Praktikum Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba

Medika. Jakarta. Hal 74.

Judith M Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawataan Dengan

Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta. Hal 96- 109.

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Nuhamedika.Jakarta.

Hal 59- 71.

Kozier .B, Erb .G. 2009. Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis. Edisi 5. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 222.

Kushariyadi. 2005. Pengaruh Pemberian Cognitive Support Terhadap Pasien

Congestive Heart Failure di RSU Soetomo Surabaya. http://ejournal.umm.

ac.id/index.php/sainmed/article/view/1010 Diakses tanggal 1 April 2014.

Mariyono H Harbanu, Santoso Anwar. 2007. Gagal Jantung. http://portalgaruda.

org/download_article.php?article=13160&val=927 Diakses pada tanggal 1

April 2014.

Marrelli. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Alih Bahasa Oleh Egi

Komara Yudha. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 117.

Melanie Ritha. 2012. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas

Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat

Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. http://stikesayani.ac.id/

publikasi/e-journal/files/2012/201208/201208-008.pdf Diakses Tanggal 1

April 2014.

Muttaqin Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler. Editor Elly Nurachmach. Salemba Medika. Jakarta.

Hal 96.

Nafrialdi R.A.A, Soegondo S, Nasir A.U.Z, Wijaya I.P, Mansjoer A. 2006.

Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Jakarta. Hal 54.

Lunney M, Gaff M, Smith K, Brokel J, Heath C, Hughes D, Leanss M. 2009.

Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC. Jakarta.

Hal 98- 410.

Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit

Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta. Hal 270

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Pedoman Sripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian

Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Hal 22- 25.

Perry, A. Grifin. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. EGC.

Jakarta. Hal 78.

Potter, A.P, dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, dan Praktik. Jakarta:EGC.

Rani A, Soegondo S, Nasir A, Prasetya I, Nafrialdi, Mansjoer A. 2006. Panduan

Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta Pusat. Hal 55.

Safitri, Refi. Annisa A. 2011. Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler

Terhadap Penurunan Sesak Nafas pada pasien Asma di Ruang Rawat Inap

Kelas III RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Gaster, Vol.8. Prodi S1

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta.

Safitrie A dan Ardani M.Hasib. 2013. Studi Komparatif Kualitas Tidur Perawat

Shift Dan Non Shift Di Unit Rawat Inap Dan Unit Rawat Jalan. Diakses

pada 5 April 2014. Hal 18- 19.

Saputra Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Binarupa Aksara

Publisher. Tangerang Selatan. Hal 169- 171.

Sitompul Barita dan Irawan J.Sugeng. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Editor

Ismudiati, Baraas F, Karo S.K, Surwianti P.R. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 115.

Udjianti Wajan Juni. 2013. Keperawatan Kardiovaskuler. Salemba Medika .

Jakarta. hal: 153- 167.

Vaughans W. Bennita. 2013. Keperawatan Dasar. ANDI. Yogyakarta. Hal 203.

Widayanti R. 2004. Pola Pengobatan Penyakit Kardiovaskuler Decompensacio

Cordis Pada Penderita Rawat Inap di RSUD Tingkat II Purbalingga Tahun

2003. http://repository.uii.ac.id Diakses tanggal 1 April 2014.

Wilkinson Judith .M, Ahern Nancy .R. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa

Oleh Wahyuningsih Esty. EGC Medical Publisher. Jakarta. Hal 105- 806.