pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

20
PENGARUH IONTOFORESIS DAN ZAT PENINGKAT PENETRASI TERHADAP DIFUSI SEDIAAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO Nasrul Wathoni 1 , Jessie Sofia Pamudji, Sasanti Tarini Darijanto 2 1. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran 2. Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung e-mail : [email protected] ABSTRAK Stratum korneum merupakan barier absorpsi perkutan obat ke dalam tubuh bagi obat-obat pada umumnya. Kemampuan suatu obat untuk melewati stratum korneum dapat ditingkatkan dengan menggunakan metoda kimia dan fisika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan zat peningkat penetrasi dan aplikasi metoda iontoforesis terhadap difusi sediaan gel piroksikam secara in vitro. Penelitian ini dilakukan dengan metode flow through selama 6 jam dengan kulit telinga babi sebagai membran. Zat peningkat penetrasi yang digunakan adalah etanol, dimetilsulfoksida (DMSO), etil asetat, dan Tween 80. Metoda iontoforesis menggunakan kuat arus konstan 0.5 mA/cm 2 . Hasil penelitian uji difusi piroksikam dengan pengaruh zat peningkat penetrasi menunjukkan bahwa laju difusi yang paling baik secara berturut-turut adalah F1 (5% etanol) > F3 (5% etil asetat) > F4 (5% Tween 80) > F2 (5% DMSO) > FS (tanpa zat peningkat penetrasi). Jumlah obat yang berdifusi dengan pengaruh iontoforesis pada formula FS 2 kali lebih tinggi dibanding tanpa pengaruh iontoforesis. Pengaruh kombinasi antara zat peningkat penetrasi dan iontoforesis pada F1 dan F3 terhadap laju difusi piroksikam dari sediaan gel menghasilkan efek yang sinergis, sedangkan pada formula F2 dan F4 efek kombinasi sinergis tidak terlihat dengan jelas. Kata kunci : Iontoforesis, piroksikam, zat peningkat penetrasi, difusi, etanol, dimetil sulfoksida, etil asetat, Tween 80

Upload: rizka-khoirunnisa

Post on 23-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

MMMM

TRANSCRIPT

Page 1: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

PENGARUH IONTOFORESIS DAN ZAT PENINGKAT PENETRASI TERHADAP DIFUSI SEDIAAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO

Nasrul Wathoni1, Jessie Sofia Pamudji, Sasanti Tarini Darijanto2

1. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran2. Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Stratum korneum merupakan barier absorpsi perkutan obat ke dalam tubuh bagi obat-obat pada umumnya. Kemampuan suatu obat untuk melewati stratum korneum dapat ditingkatkan dengan menggunakan metoda kimia dan fisika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan zat peningkat penetrasi dan aplikasi metoda iontoforesis terhadap difusi sediaan gel piroksikam secara in vitro. Penelitian ini dilakukan dengan metode flow through selama 6 jam dengan kulit telinga babi sebagai membran. Zat peningkat penetrasi yang digunakan adalah etanol, dimetilsulfoksida (DMSO), etil asetat, dan Tween 80. Metoda iontoforesis menggunakan kuat arus konstan 0.5 mA/cm2. Hasil penelitian uji difusi piroksikam dengan pengaruh zat peningkat penetrasi menunjukkan bahwa laju difusi yang paling baik secara berturut-turut adalah F1 (5% etanol) > F3 (5% etil asetat) > F4 (5% Tween 80) > F2 (5% DMSO) > FS (tanpa zat peningkat penetrasi). Jumlah obat yang berdifusi dengan pengaruh iontoforesis pada formula FS 2 kali lebih tinggi dibanding tanpa pengaruh iontoforesis. Pengaruh kombinasi antara zat peningkat penetrasi dan iontoforesis pada F1 dan F3 terhadap laju difusi piroksikam dari sediaan gel menghasilkan efek yang sinergis, sedangkan pada formula F2 dan F4 efek kombinasi sinergis tidak terlihat dengan jelas.

Kata kunci : Iontoforesis, piroksikam, zat peningkat penetrasi, difusi, etanol, dimetil sulfoksida, etil asetat, Tween 80

Page 2: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

PENDAHULUAN

Rute pemberian obat secara transdermal memberikan beberapa keuntungan, diantaranya,

mengurangi metabolisme lintas pertama obat (first pass effect), tidak mengalami degradasi

gastrointestinal, penghantaran obat jangka panjang, dan penghantaran terkontrol. Akan tetapi,

hanya sedikit molekul obat yang dapat diformulasikan ke dalam patch transdermal

dikarenakan permeabilitas kulit yang rendah. Lapisan terluar kulit, stratum korneum,

merupakan suatu barier penetrasi obat ke dalam tubuh. Kebanyakan senyawa obat tidak

memiliki kemampuan melewati stratum korneum, sehingga diperlukan peningkatan profil

penetrasi perkutan obat.

Pengaturan dan peningkatan penetrasi perkutan obat dapat dilakukan dengan zat peningkat

penetrasi (metode kimia) dan iontoforesis (metode fisika) (Karande, 2008). Zat peningkat

penetrasi merupakan molekul yang dapat menurunkan kemampuan barier dari stratum

korneum melalui reaksi dengan komponen penyusun stratum korneum seperti lipid, protein

dan keratin. Metoda iontoforesis merupakan teknik non-invasif yang difasilitasi oleh

pergerakan ion melewati membran di bawah pengaruh perbedaan arus listrik yang kecil (<

0.5 mA/cm2 ) (Dixit ,2007). Total laju difusi obat dengan metoda iontoforesis melalui

gabungan antara mekanisme elektromigrasi dan elektroosmosis, proses elektromigrasi

(electrorepulsion) memiliki kontribusi dalam perpindahan molekul sebagai akibat langsung

dari aplikasi kuat arus. Pengaliran elektron di ubah menjadi pengaliran ion melalui reaksi

elektroda. Konsep dasar elektroosmosis adalah bahwa pada pH fisiologik, kulit (titik

isoelektrik antara 4 sampai 4.5) memiliki muatan negatif. Oleh karena itu, kulit bertindak

sebagai membran penukar ion yang selektif permeabel terhadap kation. Sebagai

konsekuensinya, apabila diberikan pengaruh arus listrik, aliran pelarut konvektif dihasilkan

dari arah anoda ke katoda. Aliran elektroosmosis ini memiliki kontribusi dalam permeasi dari

kation tetapi berlawanan dengan arah pergerakan anion. Sedangkan, molekul netral (seperti

gula) juga dapat berpindah dari anoda ke dalam tubuh, dan dari tubuh ke katoda. pergerakan

ion dari elektroda anoda ke katoda memfasilitasi perpindahan molekul kation, menghambat

molekul anion dan dapat meningkatkan perpindahan molekul netral (Guy, 2003)

Piroksikam digunakan sebagai model dalam penelitian ini merupakan salah satu obat

Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) yang memiliki 2 nilai pKa (1.8 dan 5.2) tergantung dari

gugus pyridil dan enol yang menyusunnya. Pada kondisi pH tertentu piroksikam dapat

berbentuk kationik, netral, dan anionik, pada kondisi pH psikologis piroksikam berbentuk

anionik, sehingga piroksikam cocok dengan metoda katoda iontoforesis yaitu menghantarkan

anionnya mengalir dari katoda ke anoda (Doliwa, 2001).

Page 3: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Penelitian difusi piroksikam dari sediaan gel melalui membran yang diimpregnasi dengan

larutan spangler secara in vitro, menunjukkan difusi piroksikam dalam gel dengan pelarut

alkohol lebih baik daripada pelarut air (Darijanto, 1992). Dalam penelitian lainnya, laju

permeasi gel piroksikam dengan penambahan zat peningkat penetrasi (enhancer) dimetil

sulfoksida (DMSO) hampir lima kali lebih cepat melepaskan zat aktif dibanding dengan

formula tanpa dimetil sulfoksida (Fatonah, 2006). Penghantaran iontoforesis transdermal gel

piroksikam dikombinasikan dengan asam oleat secara in vitro menunjukkan adanya

peningkatan difusi pasif melewati membran biologis yang sinergis (Gay, 1992).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari metoda iontoforesis dan zat

peningkat penetrasi terhadap difusi transdermal gel piroksikam secara in vitro dengan

menggunakan membran kulit babi. Zat peningkat penetrasi yang digunakan adalah golongan

alkolhol (etanol), sulfoksida (dimetil sulfoksida/DMSO), ester (etil asetat), dan surfaktan

(Tween 80).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Piroksikam (PT Indofarma), Carbopol 940, DMSO, metanol (GT Baker), asam sitrat

monohidrat, dapar fosfat (Na2HPO4.12 H20, NaHPO4.1H2O), HCl, NaOH, trietanolamin, KCl,

etil asetat, etanol 95%, Tween 80.

Alat

Alat uji difusi Franz yang telah dimodifikasi, alat power supply iontoforesis dengan densitas

arus konstan 0.5 mA/cm2 (Laboratorium Teknik Biomedika Sekolah Teknik Elektro dan

Informatika ITB), multitester AVO meter (winner), kawat Ag 99.99%(PT. Antam TBK),

kawat Pt, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Waters), kolom SGE C 18 (250x4.6 mm SS

Wakosil C18 RS 5µm), pH meter (Beckman pHI 50), Viskometer Brookfield (DV-II) dan

alat-alat yang biasa digunakan di laboratorium.

Pemeriksaan Bahan Baku

Meliputi pemeriksaan piroksikam berdasarkan USP 29, bahan pembantu Carbopol 940

menurut Handbook of Pharmaceutical Excipient.

Page 4: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Formulasi Gel Piroksikam

Formulasi sediaan gel piroksikam 0.5% dengan menggunakan basis Carbopol 940 1% dengan

komposisi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Formula Uji Gel Piroksikam

Bahan F0 F1 F2 F3 F4

Carbopol 940 (%)Piroksikam (%)Trietanolamin (ml)Etanol (%)Dimetil sulfoksida (%)Etil asetat (%)Tween 80 (%)Aquadest ad (ml)

10,53----

100

10,535---

100

10,53-5--

100

10,53--5-

100

10,53---5

100

Tahapan pembuatan sediaan gel piroksikam meliputi :

a) Gel piroksikam tanpa zat peningkat penetrasi

Sebanyak 1g Carbopol 940 ditaburkan ke dalam 20 ml aquades dan dibiarkan 24 jam agar

Carbopol dapat mengembang dengan baik, diaduk dengan menggunakan stirer dengan

kecepatan 200 rpm selama 30 menit dengan penambahan 50 ml aquades sedikit demi

sedikit sampai terbentuk basis gel. Piroksikam dilarutkan dalam campuran aquades 10 ml

dan 3 ml trietanolamin. Basis gel dimasukkan ke dalam larutan piroksikam dan sisa

aquades ditambahkan sampai mencapai 100 ml, diaduk sampai terbentuk gel yang

homogen.

b) Gel piroksikam dengan zat peningkat penetrasi

Sebanyak 1g Carbopol 940 ditaburkan ke dalam 20 ml aquades dan dibiarkan 24 jam agar

Carbopol dapat mengembang dengan baik, diaduk dengan menggunakan stirer dengan

kecepatan 200 rpm selama 30 menit dengan penambahan 50 ml aquades sedikit demi

sedikit sampai terbentuk basis gel. Piroksikam dilarutkan dalam campuran aquades 10 ml

dan 3 ml trietanolamin. Basis gel dan zat peningkat penetrasi dimasukkan ke dalam

larutan piroksikam, kemudian sisa aquades ditambahkan sampai mencapai 100 ml, diaduk

sampai terbentuk gel yang homogen.

Evaluasi Sediaan Gel Piroksikam

Evaluasi sediaan gel meliputi pemeriksaan organoleptis, pengukuran viskositas sediaan

dengan menggunakan viskometer Viskometer Brookfield, dan pH sediaan dengan

menggunakan pH meter Beckman.

Page 5: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Penetapan Kadar Piroksikam dalam Sediaan Gel

Penetapan kadar ini bertujuan untuk mengetahui keseragaman kandungan piroksikam dalam

gel :

a. Penentuan Kondisi Optimum KCKT

Penentuan kondisi optimum untuk KCKT dilakukan orientasi dengan berbagai kombinasi

fase gerak. Sesuai dengan USP 30, fase gerak yang digunakan adalah metanol : bufer.

Kondisi optimum diperoleh pada perbandingan metanol : bufer (70:30, v/v). Buffer yang

digunakan adalah asam asetat anhidrat 7.72 g dan 5.35 g natrium fosfat dibasik dalam

1000 ml kemudian pH disesuaikan sampai 4 dengan penambahan NaOH 1N. Fase diam

yang digunakan adalah kolom SGE C 18 (250x4.6 mm SS Wakosil C18 RS 5µm) dengan

aliran 1 mL/menit.

b. Pembuatan larutan baku piroksikam

Larutan baku dibuat dengan konsentrasi 200 µg/mL dengan cara menimbang sejumlah 10

mg baku piroksikam yang dilarutkan dengan metanol hidroklorida 0.01N (HCl 0.01N

dalam metanol) dalam labu ukur 50 ml sampai tanda batas. Larutan baku piroksikam

masing-masing dibuat dengan konsentrasi 100, 50, 25, 20, 10, 5, 1, dan 0.1 µg/mL.

c. Preparasi sampel dari sediaan gel

Sampel dibuat dengan cara menimbang 0.1 g sediaan gel setara dengan 50 µg/mL

piroksikam dan dilarutkan dalam metanol hidroklorida 0.01N sampai 10 mL. Larutan

sampel kemudian disaring dengan penyaring milipore (0.42 µm) dan diinjeksikan ke

dalam instrumen. Perhitungan kadar piroksikam dalam sediaan gel dilakukan dengan

memasukkan luas di bawah kurva pada persamaan regresi yang dihasilkan dari kurva

kalibrasi.

Page 6: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Penyiapan Membran Kulit Babi

Kulit babi bagian telinga diambil dari peternakan babi. Kulit telinga babi dipisahkan

dari tulang lunak dan jaringan lemaknya dengan menggunakan pisau bedah (Bounore,

2008). Ketebalan jaringan kulit adalah 1200 µm (full thickness). Kulit disimpan segera

pada suhu -20ºC sampai percobaan dilakukan (Marro, 2000).

Penyiapan Elektroda

Elektroda yang digunakan adalah Ag/AgCl. Pelapisan AgCl pd kawat Ag murni dengan

panjang 3.1 cm diameter 0.1 cm dicelupkan ke dalam larutan KCl dan dihubungkan dengan

sumber arus, Ag pada kutub positif (anoda) dan Pt pada kutub negatif (katoda). Kemudian

dilakukan elektrolisis sampai terbentuk lapisan AgCl pada kawat Ag. Elektrolisis dilakukan

pada keadaan amperostati (1 mA) dan waktu elektrolisis 6 jam dengan KCl 0.1 M

(Maimulyati, 2004).

Penyiapan Alat Iontoforesis

Pembuatan rangkaian power supply iontoforesis bekerja sama dengan Laboratorium Teknik

Biomedika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB. Rangkaian di atur agar

menghasilkan densitas arus konstan 0.5 mA/cm2. Sebelum penggunaan alat diukur terlebih

dahulu dengan menggunakan amper meter.

Gambar 3.1 Diagram Power Supply Kuat Arus Konstan Iontoforesis

Uji Difusi In vitro

Uji difusi perkutan dilakukan dengan menggunakan metode flow through yang terdiri dari sel

difusi Franz, pompa peristaltik, batang pengaduk, gelas kimia, penangas air, penampung

reseptor, termometer, dan selang dengan diameter 4 mm. Lima formula uji ditimbang

sebanyak 1,0 g, diratakan diatas membran dengan luas permukaan 2 cm 2. Suhu sistem

37±0,5 ºC dengan cairan reseptor 50,0 mL yaitu dapar fosfat pH 7.4 (2,77g Na 2HPO4.

12H2O dan 0,31g Na2HPO4.1H2O dalam 200mL). Pompa peristaltik menghisap

Page 7: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompakan ke sel difusi melewati

penghilang gelembung sehingga aliran yang terjadi secara hidrodinamis. Kemudian

cairan dialirkan ke gelas kimia penampung cairan reseptor. Proses dilakukan masing-

masing selama 6 jam tanpa dan dengan iontoforesis. Cuplikan diambil dari cairan

reseptor sebanyak 5 ml dan setiap pengambilan selalu diganti dengan dapar fosfat pH

7.4 sebanyak 5 ml. Cuplikan diambil pada menit ke 30, 60, 120. 180, 240, dan 360,

kemudian dianalisis dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak

yang digunakan adalah metanol : bufer (70:30, v/v). Buffer yang digunakan adalah asam

asetat anhidrat 7.72 g dan 5.35 g natrium fosfat dibasik dalam 1000 ml kemudian pH

disesuaikan sampai 4 dengan penambahan NaOH 1N. Fase diam yang digunakan adalah

kolom SGE C 18 (250x4.6 mm SS Wakosil C18 RS 5µm) dengan aliran 1 mL/menit.

Gambar 3.2 Alat Difusi Franz (Fatonah, 2006)

Untuk uji iontoforesis, piroksikam dalam bentuk anionik pada pH di atas 7 sehingga aliran

ion dari katoda ke anoda. Kawat Ag sebagai anoda ditempatkan di kompartemen reseptor,

dan katoda AgCl ditempatkan di kompartemen donor. Diantara elektroda dihubungkan

dengan sumber kuat arus konstan (Doliwa, 2001).

Keterangan :

1 = cairan reseptor

pengganti

2 =

Page 8: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan uji difusi terhadap formula gel piroksikam secara in vitro

menggunakan dengan metode flow through dan kulit telinga babi sebagai membran. Uji

difusi dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat peningkat penetrasi dan iontoforesis serta

kombinasinya dalam sediaan gel piroksikam.

Formula gel piroksikam yang dibuat menggunakan basis Carbopol 940 dengan konsentrasi

1%. Kelebihan Carbopol 940 adalah mudah terdispersi dalam air karena termasuk golongan

carbomer hidrofilik dan dalam konsentrasi yang kecil 0.02-2% dapat dijadikan basis gel

dengan konsistensi yang cukup serta dalam penggunaannya mudah dicuci dengan air.

Penggunaan basis Carbopol 940 memberikan penampilan yang cukup baik pada masing–

masing formula sediaan. pH sediaan yang dihasilkan berada di kisaran 7.8 sampai 8.2 yang

berarti dalam pH ini piroksikam berada dalam bentuk anionik yang memiliki muatan negatif

sehingga untuk teknik iontoforesis aliran ion bergerak dari katoda ke anoda. Viskositas

sediaan yang dihasilkan yang paling tinggi adalah pada formula FS dengan 1378,00 P dan

paling rendah adalah F4 1247,33 P (tabel 4.1). Adanya kandungan zat peningkat penetrasi

sebanyak 5% dalam setiap formula uji menurunkan konsistensi sediaan karena adanya

inkorporasi dengan basis gel Carbopol 940. Penggunaan trietanolamin dalam formula adalah

sebagai pengental sediaan dengan membasakan Carbopol 940, selain itu trietanolamin yang

memiliki pH 10.5 dapat membantu kelarutan piroksikam yang memiliki kelarutan sangat

kecil dalam air dan pelarut organik tetapi larut dalam pH alkali. Hasil uji keseragaman

kandungan piroksikam menunjukkan semua formula sediaan relatif homogen.

Dari hasil penelitian uji difusi tanpa iontoforesis, adanya zat peningkat penetrasi dalam

formula meningkatkan laju difusi piroksikam. Etanol 5% berfungsi sebagai zat peningkat

penetrasi paling baik diantara zat peningkat penetrasi lainnya (Gambar V.1), hal ini terjadi

karena adanya peningkatan kelarutan piroksikam dengan adanya penambahan etanol, selain

itu etanol dapat mengekstraksi lipid sehingga terjadi perubahan ketebalan lapisan lipid pada

stratum korneumnya. Laju difusi yang paling tinggi secara berturut-turut F1 > F3 > F4 > F2

> FS.

Page 9: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Tabel V.1 Hasil Pemeriksaan Sediaan Gel Piroksikam

Pemeriksaan Formula Uji

FS F1 F2 F3 F4

Organoleptis

- Warn

a

- Bau

-Kuning transparan

-Tidak berbau

-Kuning transparan

-Tidak berbau

-Kuning transparan

-Tidak berbau

-Kuning transparan

- Tidak berbau

-Kuning transparan

- Tidak berbau

pH 8,11±0,01 8,13±0,01 8.24±0,01 7.80±0,01 8.20±0,01

Viskositas (P) 1378,00±48,04 1260,00±34,64 1324,00±3,60 1247,33±45,34 1261,33±8,14

Kandungan piroksikam* (µg/mL)

50,66±2,10 49,62±0,40 49,99±1,56 49,48±0,50 50,18±1,22

Keterangan :FS : Formula tanpa zat peningkat penetrasiF1 : Formula dengan 5% etanolF2 : Formula dengan 5% DMSOF3 : Formula dengan 5% etil asetatF4 : Formula dengan 5% Tween 80*Dalam setiap 0.1g sediaan gel

Pengaruh iontoforesis tanpa adanya zat peningkat penetrasi dalam formula menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan laju difusi 2 kalinya (Gambar V.2). Jalur penembusan molekul

obat dengan metode iontoforesis adalah melalui pori (transglandular dan transfolikular) dan

interselular (celah korneosit) (Mudry, 2007). Adanya arus listrik sebesar 0.5 mA/cm2

menyebabkan terjadi reaksi di elektroda yang menghasilkan aliran elektron dan mendorong

timbulnya elektromigrasi dari ion piroksikam melewati pori-pori stratum korneum dan celah

korneosit. Proses transport ion melewati kulit ini terjadi sebagai proses untuk menjaga

muatan listrik netral (electroneutrality).

Page 10: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

0

5

10

15

0 30 60 120 180 240 360

Gambar V.1 Kurva laju difusi piroksikam dari sediaan gel tanpa iontoforesis.-◊- FS (tanpa zat peningkat penetrasi), -□- F1 (etanol), -○-F2 (DMSO), -Δ- F3 (etil asetat),-*- F4 (Tween 80)

02468101214

0 30 60 120 180 240 360

Waktu (menit)

C (

µg/m

L)

Gambar V.2 Kurva laju difusi piroksikam dari sediaan gel dengan dan tanpa iontoforesis. -♦- FS (dengan iontoforesis), -◊- FS (tanpa iontoforesis)

Pengaruh kombinasi antara metode kimia (zat peningkat penetrasi) dan fisika (iontoforesis)

dalam laju difusinya dapat dilihat di gambar V.3 dan V.4. Penggunaan kombinasi teknik

iontoforesis dan zat peningkat penetrasi memberikan efek sinergis pada formula F1 dan F3

yang memberikan hasil difusi piroksikam lebih tinggi dibandingkan dengan metode zat

peningkat penetrasi atau iontoforesis secara tersendiri. Hal ini bisa terjadi dikarenakan tidak

adanya interaksi yang saling menghambat dalam mekanisme peningkatan laju permeasi dari

setiap metodenya. Mekanisme peningkatan penetrasi oleh etanol karena adanya peningkatan

kelarutan dari piroksikam sedangkan etil asetat melalui peningkatan fluiditas lipid dan

porositas stratum korneum, sehingga memudahkan ion piroksikam untuk berdifusi dengan

mekanisme elektromigrasi. Dalam penelitian sebelumnya, Srinivasan et al membuktikan

C (µg/mL)

151050

0 30 60 120

0 30 60 120

Waktu

14121086420

C (µg/mL)

Waktu

Page 11: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

bahwa pengaruh etanol dan iontoforesis pada penghantaran transdermal leuprolide dapat

meningkatkan laju difusi beberapa kali lipat (Mitragotri, 2000).

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 30 60 120 180 240 360

Gambar V.3 Kurva laju difusi piroksikam dari sediaan gel FS,F1,dan F3. -◊- FS (tanpa iontoforesis), -♦- FS (dengan iontoforesis), -□- F1 (tanpa iontoforesis), -■-F1 (dengan iontoforesis), -○- F3 (tanpa iontoforesis),- ●- F3 (dengan iontoforesis)

0

2

4

6

8

10

12

14

0 30 60 120 180 240 360

Waktu (menit)

C (

µg

/mL

)

Gambar V.4 Kurva laju difusi piroksikam dari sediaan gel FS,F2,dan F4. -◊- FS (tanpa iontoforesis), -♦- FS (dengan iontoforesis), -□- F2 (tanpa iontoforesis), -■-F2 (dengan iontoforesis), -○- F4 (tanpa iontoforesis),- ●- F4 (dengan iontoforesis)

Penggunaan iontoforesis pada formula F2 dan F4 tidak memberikan efek kombinasi sinergis

walaupun pada F4 selama 2 jam pertama terjadi peningkatan laju difusi tetapi pada 4 jam

selanjutnya metode iontoporesis dan zat peningkat penetrasi secara tersendiri memiliki laju

difusi yang lebih baik. Penggunaan Tween 80 dalam 2 jam pertama dapat merubah

permeabilitas stratum korneum karena terjadi asosiasi dari gugus-gugus hidrofil dan hidrofob

dengan struktur Brick dan Mortar stratum korneum. Akibatnya ditinjau dari segi perubahan

pori-pori kelenjar minyak dan keringat akan melebar, sehingga terjadi difusi lebih baik saat

0 30 60 120

1614121086420

Waktu

C (µg/mL) 0 30 60 120

14121086420

C (µg/mL)

Waktu

Page 12: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

dikombinasi dengan iontoforesis, akan tetapi Tween 80 yang merupakan surfaktan nonionik

(netral) juga mengalami proses elektroosmosis melewati kulit, sehingga jumlah Tween 80 di

dalam gel F4 semakin berkurang seiring dengan pengaruh terhadap pori-pori stratum

korneum. Untuk formula F2, DMSO inkompatibilitas terhadap zat pengoksidasi, sehingga

adanya Ag dapat bereaksi dengan DMSO dan menurunkan efektifitas peningkat penetrasi

ketika dikombinasikan dengan metode iontoforesis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

(Wearley et al) sebelumnya yang menyatakan penggunaan kombinasi DMSO tidak lebih baik

daripada iontoforesis secara tersendiri.

SIMPULAN DAN ALUR PENELITIAN SELANJUTNYA

Simpulan

Hasil penelitian uji difusi piroksikam dengan pengaruh zat peningkat penetrasi menunjukkan

bahwa laju difusi secara berturut-turut adalah F1 (5% etanol) > F3 (5% etil asetat) > F4 (5%

Tween 80) > F2 (5% DMSO) > FS (tanpa zat peningkat penetrasi). Jumlah obat yang

berdifusi dengan pengaruh iontoforesis pada formula FS 2 kali lebih tinggi dibanding tanpa

pengaruh iontoforesis.

Pengaruh kombinasi antara zat peningkat penetrasi dan iontoforesis pada F1 dan F3 terhadap

laju difusi piroksikam dari sediaan gel menghasilkan efek yang sinergis, sedangkan pada

formula F2 dan F4 efek kombinasi sinergis ini tidak terlihat dengan jelas.

Alur Penelitian Selanjutnya

Untuk memastikan pengaruh zat peningkat penetrasi dan iontoforesis terhadap struktur

stratum korneum, diperlukan penelitian ultrastruktur stratum korneum dengan menggunakan

TEM (Transmission Electron Microscopy).

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Aiache J.M., Devissaquet J. 1993. Farmasetika 2- Biofarmasi. (diterjemahkan oleh Dr. Widji Soeratri). Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 441-464.

Al-Khalili M., Meidan V.M., Michniak B.B., 2003. Iontophoretic Transdermal Delivery of Buspirone Hydroclhoride in Hairless Mouse Skin. AAPS PharmSci. 5(2) 14.

Babar, A. 1990. “Piroxicam Release from Dermatological Bases : In-Vitro Studies Using Cellulose Membrane and Hairless Mouse Skin”. Drug De Ind Pharm 16(3). New York : Marcel Dekker. 523-540.

Bounore F, Skiba M.L., Besnard M., Arnaud P., Mallet E., Skiba M., 2008. Effect of Iontophoresis and Penetration Enhancer on Transdermal Absorption od Metopimazine. J Dermatol Sci. 53:170-177

British Pharmacopoeia Commission. 2007. British Pharmacopoeia. Volume II. London : The Stationery Office.

Darijanto, S.T., 1992, Uji Difusi Piroksikam dari Sediaan Gel melalui Membran yang Diimpregnasi dengan Larutan Spangler secara In vitro, Tesis magister, Sekolah Farmasi-ITB, Bandung, 1-5.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 683, 1168.

Dixit N., Bah V., Baboota S., Ahuja A., Ali J., 2007. Iontophoresis an Approach for Controlled Drug Delivery: A Review, Curr Drug Dev, (4). Bentham Science Publisher Ltd. 1-10.

Doliwa A, Santoyo S., Ygartua P., 2001. Effect of Passive and Iontophoretic Skin Pretreatment with Terpenes on the In Vitro Skin Transport of Piroxicam. Int J pharm. 229:37-44.

Fatonah, N.K., 2006, Pengaruh Zat Peningkat Penetrasi (Enhancer) Dimetil Sulfoksida (Dmso) Terhadap Permeasi Perkutan Piroksikam Dalam Sediaan Gel., Skripsi Sarjana, Fakultas Farmasi-Unpad, Bandung,

Gay C.L., Green P.G., Guy R.H., Francoeur M.L., 1992. Iontophoretic Delivery of Piroxicam Acros The Skin In vitro. J Controlled Release. 22:57-68.

Guy R.H, Delgado-Charro M.B, 2001. Iontophoresis : Application in Drug Delivery and Noninvasive Monitoring. STP Pharma Sciences, 11:403-414

Heather A.E., Benson., 2005. Transdermal Drug Delivery Techniques. Curr Drug Dev, 2:23-33,

Kanikkannan N., Bonner M., Singh J., Roberts MS., 2008. Improving Therapeutic Outcomes Using Physical Techniques, in : Dermatologic, Cosmeceutic, and Cosmetic

Page 14: pengaruh_iontoforesis_dan_zat_peningkat_penetrasi.doc

Development - Therapeutic and Novel Approaches.Walter,K,A., Roberts,M.S., USA: Informa Healthcare USA, Inc. 517-518.

Karande P., Jain A., Mitragotri S., 2008. Multicomponent Formulation of Chemical Penetration Enhancer, in : Dermatologic, Cosmeceutic, and Cosmetic Development - Therapeutic and Novel Approaches.Walter,K,A., Roberts,M.S., USA: Informa Healthcare USA, Inc. 505

Marro D., Guy R.H., Delgaro-Charro M.B., 2000. Characterization of the Ionthophoretic Permselectivity Properties of Human and Pig Skin. J Controlled Release. 70:213-217.

Mitragotri S., 2000. Synergistic Effect of Enhancers for Transdermal Drug Delivery. Pharmaceutical Research. 11:17.

Mudry B., Guy R.H., Delgado-Charro B., 2007. Chemical Permeation Enhancment, in : Enhancement in Drug Delivery. Touitou E, Barry B.W., CSC Press. 233-248

Reynolds, J. E. F. 1993. Martindale, The Extra Pharmacopoeia 30(2). London : The Pharmaceutical Press. 80-81, 1472-1474.

Rowe, R.C et al, 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 4th ed, Pharmaceutical Press, Washington, DC. 219-221.

Shargel, L. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. (diterjemahkan oleh Fasich dan Siti Sjamsiah). Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 119.

Trommer H., Neubert R.H.H., 2006. Overcoming the Stratum Corneum : The Modulation of Skin Penetration. Skin Pharmacol Physiol, 19: 106-121,

United States Pharmacopeial Convention. 1980. The United States Pharmacopeia XXII and National Formulary XVII. Rockville : The United States Pharmacopeial Inc. 1938.

Williams A.C.W, Barry B.W., 2007. Chemical Permeation Enhancment, in : Enhancement in Drug Delivery. Touitou E, Barry B.W., CSC Press. 233-248