pengaruh warna wadah pemeliharaan terhadap kematangan
TRANSCRIPT
Pengaruh Warna Wadah Pemeliharaan terhadap Kematangan Gonad Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990)
Pritha Hanindita Sudarawerti1, Dadang Kusmana1, Nurhidayat2
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Kementrian Kelautan dan Perikanan, Depok
Email:[email protected]
Abstrak
Pengaruh warna wadah pemeliharaan terhadap kematangan gonad ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990) telah diteliti sebagai upaya peningkatan kualitas gonad indukan. Seratus delapan puluh ekor M. parva yang terdiri atas 90 ekor ikan jantan dan 90 ekor ikan betina berusia ± 7 bulan dibagi menjadi enam set perlakuan (K, P1, P2, P3, P4, dan P5); masing-masing dipelihara dalam wadah polypropylene berwarna transparan (K), merah (P1), biru (P2), hijau (P3), kuning (P4), dan putih (P5) selama 30 hari. Ikan jantan dan betina dipelihara terpisah. Nilai IGS digunakan sebagai parameter utama dengan didukung oleh persentase sel spermatozoa dan sel oosit tahap V pada preparat histologi gonad ikan. Nilai IGS jantan dan betina tertinggi (0,873 % dan 2,617 %) terdapat pada P4 (wadah kuning), sedangkan nilai IGS jantan dan betina terendah (0,364 % dan 1,275 %) terdapat pada P5 (wadah putih). Persentase sel spermatozoa dan oosit tahap V tertinggi (60,01 % dan 29,05 %) terdapat pada P4 (wadah kuning), yaitu sedangkan persentase sel spermatozoa dan oosit tahap V terendah (28,62 % dan 11,07 %) terdapat P5 (wadah putih).
Kata kunci: warna wadah pemeliharaan, indeks gonad somatik, persentase spermatid/spermatozoa, persentase oosit tahap V, Melanotaenia parva Allen, 1990
Effect of Tank Colour on Gonad Maturity of Kurumoi Rainbowfish (Melanotaenia parva Allen, 1990)
Abstract
Effect of different tank colours on gonad maturity of kurumoi rainbowfish (Melanotaenia parva L.) was tested on this study. A hundred and eighty M. parva, consisted of 90 male and 90 female fishes at ± 7 months of age, was divided to six experimental groups (K, P1, P2, P3, P4, and P5), which kept for 30 consecutive days in polypropylene tanks with six colour types: transparent (K), red (P1), blue (P2), green (P3), yellow (P4), and white (P5), respectively. Male and female fishes was kept on different tanks. The GSI value was counted as the primary parameter, while the percentage of spermatid/spermatozoa and stage V oocytes was counted from gonadal histology preparations as supportive data. The highest GSI value of male and female groups (0,873 % and 2,617 %) was found on P4 (yellow tank), while the lowest GSI value of both gender (0,364 % and 1,275 %) was found on P5 (white tank). The highest percentage of spermatozoa and stage V oocytes (60,01 % dan 29,05 %) was found on P4 (yellow tank), while the lowest percentage of spermatozoa and stage V oocytes (28,62 % dan 11,07 %) was found on P5 (white tank).. Keyword: tank colour, gonadosomatic index, percentage of spermatid/spermatozoa, percentage of stage V oocytes, Melanotaenia parva Allen, 1990
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Pendahuluan
Ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990) adalah salah satu spesies
endemik perairan tawar Indonesia yang memiliki potensi sebagai ikan hias (Kadarini & Utami
2012: 443). Ikan tersebut berasal dari Danau Kurumoi, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi
Papua Barat, dan telah dinyatakan berstatus rentan (vulnerable) dalam IUCN red list sejak
1996 (IUCN 2015: 1; Tappin 2011: 327). Populasi ikan rainbow kurumoi pada tahun 2007
telah menurun sebesar 70% bila dibandingkan dengan hasil eksplorasi G.R. Allen pada tahun
1990, yang diduga disebabkan oleh kerusakan habitat dan kehadiran spesies invasif
Oreochromis mossambicus L. (Kadarusman dkk 2007: 214; Nur & Sukarman 2011: 382). Hal
tersebut mendorong diinisiasinya kegiatan budidaya untuk mencegah kepunahan ikan
rainbow kurumoi (Nur & Sukarman 2011: 382).
Salah satu hasil evaluasi budidaya ikan rainbow kurumoi menunjukkan bahwa laju
produksi benih pada spesies tersebut relatif lambat (Kadarini & Utami 2012: 443). Waktu
yang dibutuhkan bagi indukan ikan rainbow kurumoi untuk matang gonad adalah ± 7 bulan,
dan hingga saat ini belum ditemukan cara untuk mempercepat proses pematangan gonad
tersebut (Nur & Sukarman 2011: 382). Oleh karena itu, optimalisasi produksi benih saat
pemijahan perlu dilakukan untuk meningkatkan jumlah benih ikan rainbow kurumoi yang
dihasilkan (Nurhidayat dkk 2011: 256).
Manipulasi lingkungan budidaya untuk meningkatkan kematangan gonad merupakan
salah satu teknik optimalisasi produksi benih yang paling umum dilakukan (Val dkk 2006:
130). Salah satu contoh manipulasi lingkungan budidaya adalah penyesuaian warna wadah
pemeliharaan terhadap preferensi indukan (Val dkk 2006: 132). Warna wadah pemeliharaan
disebutkan dapat memengaruhi kualitas hidup dan kematangan gonad indukan (Volpato dkk
2004: 418). Manipulasi kematangan gonad menggunakan warna wadah pemeliharaan telah
dilakukan, antara lain, oleh Luchiari dan Pirhonen (2008: 1504--1514) serta Ustundag dan
Rad (2015: 144--151), akan tetapi, penelitian mengenai pengaruh warna wadah pemeliharaan
terhadap kematangan gonad ikan rainbow kurumoi belum pernah dilakukan sebelumnya.
Tinjauan Teoritis Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990)
Ikan rainbow merupakan ikan bertulang sejati yang dikelompokkan menjadi dua
familia, yaitu Pseudomugilidae dan Melanotaeniidae. Melanotaenia parva merupakan ikan
perairan lentik dengan rentang ukuran dewasa maksimal mencapai 9--10 cm (Tappin 2011:
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Keterangan: A. Jantan B. Betina
344). Ikan jantan Melanotaenia parva berwarna jingga kemerahan dengan garis tengah hitam
dan semburat warna oranye terang pada sirip dorsal dan caudal, sedangkan ikan betina
berwarna dominan merah pucat atau keperakan (Gambar 1) (Tappin 2011: 327). Ikan tersebut
memiliki dua buah sirip dorsal dan sebuah sirip anal yang panjang, dengan morfometri 3--7
jari-jari keras pada sirip dorsal pertama dan 6--22 jari-jari lunak pada sirip dorsal kedua (D
III-VII, 6-22), serta 1 jari-jari keras dan 10--30 jari-jari lunak pada sirip anal (A I, 10-
30)(Nelson 2007: 270).
Ikan rainbow kurumoi merupakan spesies endemik Danau Kurumoi yang terletak di
Desa Yakati, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Danau tersebut terhubung dengan aliran
Sungai Yakati (Allen 1990 dalam IUCN 2015). Habitat tersebut memiliki kisaran temperatur
25--300C (Allen 1990 dalam IUCN 2015).
Sifat pemijahan pada ikan rainbow adalah parsial (heterochlonal) dan tidak
bergantung pada musim (Nur & Sukarman 2011: 381--386; Tappin 2011: 94). Menurut
Milton dan Arthington (1984: 81), ikan rainbow membutuhkan substrat untuk meletakkan
telur saat memijah. Ikan rainbow juga memiliki kecenderungan untuk melakukan predasi
terhadap larva dan telurnya (Tappin 2011: 97).
Warna Wadah Pemeliharaan
Pengertian atas warna berasal dari persepsi visual manusia terhadap spektrum cahaya
tampak (visible lights) yang ditangkap oleh retina pada gelombang dan puncak sensitivitas
tertentu (Waldman 2002: 16). Komponen warna yang dihasilkan dari spektrum tersebut
adalah merah (635--700 nm), jingga (590--635 nm), kuning (560--590 nm), hijau (520--560
A B
Gambar 1. Melanotaenia parva Allen, 1990 [Sumber:Tappin 2011: 327]
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
nm), biru muda (cyan) (490--520 nm), biru (450--490 nm), dan ungu (390--450 nm)
(Waldman 2002: 14). McLean dkk (2008: 49) menyebutkan, warna wadah pemeliharaan
dapat memberikan stimulus yang memicu timbulnya motivasi dan kondisi tertentu pada ikan,
sehingga warna wadah pemeliharaan memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas ikan yang
dibudidaya (Volpato & Barreto 2001:1043). Beberapa aspek hidup ikan yang dipengaruhi
oleh warna wadah pemeliharaan meliputi laju pertumbuhan (Imanpoor & Abdollahi 2011:
118--125; McLean dkk.2008: 43--54), perilaku (Höglund dkk. 2002: 2535--2543), tingkat
stress, dan reproduksi (Volpato & Barreto 2001: 1041--1045).
Mekanisme Penglihatan Warna pada Ikan Teleostei
Mekanisme penglihatan warna pada ikan teleostei serupa dengan mekanisme
penglihatan warna pada mamalia (Hara & Zielinski 2009: 185). Melalui lensa, sel-sel kerucut
pada retina akan menangkap cahaya dan meneruskan stimulus tersebut ke otak sebagai
informasi untuk menghasilkan persepsi visual (Campbell dkk 2004: 241). Terdapat empat tipe
sel kerucut pada ikan teleostei, yaitu long wavelength-sensitive (L), middle wavelength-
sensitive (M), short wavelength-sensitive (S), dan ultraviolet (UV) wavelength-sensitive
(Hara & Zielinski 2007: 182). Informasi yang diterima oleh sel kerucut pada retina akan
diteruskan ke area visual otak ikan di bagian mesencephalon, khususnya pada optic tectum
(OT) dan torus semisircularis (TS) (Hara & Zielinski 2007: 188).
Gonad Ikan Teleostei
Gonad jantan pada ikan teleostei tersusun atas sepasang testis di kedua sisi dalam
rongga tubuh dan terkadang gonoduct, terikat pada rongga tubuh oleh mesentrium khusus
yang disebut mesorchium (Wootton & Smith 2015: 66). Menurut Siby (2009: 48), ikan
rainbow pada umumnya memiliki testis tunggal. Testis pada ikan teleostei berbentuk
memanjang, memiliki posisi ventral terhadap ginjal dan dorsal terhadap saluran pencernaan
(Hoar dkk 1984: 244). Berdasarkan susunan sel-sel epitelium pada testis, terdapat dua tipe
testis secara umum pada ikan teleostei, yaitu testis tipe lobuler dan tubular (Hoar dkk 1984:
244).
Gonad betina pada ikan teleostei terdiri atas sepasang ovarium yang terikat ke rongga
tubuh oleh mesovarium dan terkadang gonoduct (Wootton & Smith 2015: 48). Ovarium
terdiri atas kumpulan folikel yang menyelubungi sel-sel epitelium gonad dan berkembang di
dalam stroma suatu jaringan ikat longgar (McMillan 2007: 5). Terdapat dua tipe ovarium pada
ikan teleostei, yaitu ovarium tipe gymnovarian dan cystovarian (McMillan 2007: 4).
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Kematangan gonad pada ikan teleostei dapat diketahui dengan cara menghitung indeks
gonad somatik (IGS) dan menganalisis preparat histologi gonad. Indeks gonad somatik (IGS)
merupakan parameter kuantitatif untuk mengetahui tingkat kematangan gonad ikan
berdasarkan persentase berat gonad per gram berat tubuh (Pitman dkk 2013: 314).
Perbandingan data IGS dengan data hasil pengamatan histologis akan menghasilkan penilaian
tingkat kematangan gonad ikan yang lebih akurat (Midway dkk 2013: 367).
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH), Depok, Laboratorium Perkembangan Hewan dan Laboratorium Mikroteknik,
Departemen Biologi, UI, Depok, serta UI-OLYMPUS Bioimaging Center (UOBC), UI,
Depok, pada bulan April hingga September 2015.
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain, 180 ekor ikan rainbow kurumoi
(Melanotaenia parva Allen, 1980) yang terdiri dari 90 ekor ikan jantan dan 90 ekor ikan
betina, larva Chironomus sp., akuades [Brataco], minyak cengkeh, NaCl 0,9 %, larutan
Bouin’s yang memiliki komposisi formalin, asam pikrat, dan asam asetat pekat dengan
perbandingan 15:5:1, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol 100% [Brataco], benzyl benzoat
[Merck], benzol [Merck], parafin, albumin, xylol [Merck], zat warna hematoxylin [Merck],
zat warna eosin [Merck], dan entellan [Merck].
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain, kontainer berbahan polypropylene
berukuran 48,5x35,5x27 cm berwarna transparan, merah, biru, kuning, hijau, dan putih
sebanyak masing-masing 2 buah untuk setiap warna (total kontainer 12 buah), selang aerator,
aerator, serokan ikan, termometer akuarium [Resun], pH meter [RoHS], DO meter [Winlab],
luxmeter [Winlab], baskom, milimeter block yang telah dilaminating, cawan petri, dissecting
set, papan bedah, timbangan analitis [Precisa], timbangan analitis [Ohaus GT-4000], papan
bedah, dissecting set, silet [Goal], hot plate [Sakura], oven [Lab Line Instrument], botol film,
balok kayu, choplin jar, object glass [Sail Brand], cover glass, kuas [Faber Castell], mikrotom
[820 Spencer], mikroskop cahaya [NikonEclipse E200], mikroskop research inverted
[Olympus IX73], dan kamera [Olympus DP73].
Ikan rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva L.) sebanyak 180 ekor dipindahkan dari
bak pemeliharaan ke dalam kontainer berbahan polypropylene dengan warna transparan,
merah, biru, hijau, kuning, dan putih. Ikan jantan dan betina dipelihara dalam wadah terpisah
pada masing-masing perlakuan. Hewan uji diaklimatisasi selama 3 hari terlebih dahulu,
kemudian dipelihara selama 30 hari. Masing-masing tempat pemeliharaan diberi aerator
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
dengan arus sedang. Ikan diberi makan larva Chironomus sp. dua kali sehari pada pukul 08.30
WIB dan 15.30 WIB. Kotoran ikan disipon satu kali sehari pada pukul 08.15 WIB.
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari pada pukul 08.00 WIB.
Pengukuran indeks gonad somatik (IGS) dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum
dan sesudah perlakuan. Pengukuran IGS awal dilakukan setelah hewan uji diaklimatisasi,
sedangkan pengukuran IGS akhir dilakukan setelah hewan uji dipelihara selama 30 hari.
Pengukuran snout length (SL) dan total length (TL) menggunakan milimeter block dilakukan
pada ikan yang telah dibius terlebih dahulu. Ikan selanjutnya ditimbang menggunakan
timbangan analitis dan dibedah menggunakan dissecting set; organ gonad diisolasi dan
ditimbang menggunakan timbangan analitis. Hasil penimbangan gonad dan ikan kemudian
digunakan dalam perhitungan indeks gonad somatik (IGS).
Gonad yang telah ditimbang diproses menjadi preparat histologi. Langkah-langkah
pembuatan preparat histologi gonad dilakukan dengan mengacu kepada penelitian Siby (2009:
66), yaitu:
a. Fiksasi (Fixation)
Gonad yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam botol film yang telah diberi
label. Gonad kemudian diberi larutan fiksatif Bouin’s yang terdiri atas formalin,
asam pikrat, dan asam asetat pekat dengan perbandingan 15:5:1 dan direndam
selama 6 jam.
b. Pembilasan (Washing)
Gonad yang telah difiksasi dikeluarkan dari larutan Bouin’s dan direndam
menggunakan alkohol 70 % selama 24 jam.
c. Dehidrasi (Dehydration)
Gonad yang telah direndam dalam alkohol 70 % selanjutnya dikeluarkan dan
direndam kembali dalam alkohol 96 % selama 1 jam sebanyak 2 kali ulangan.
Gonad selanjutnya dikeluarkan dan direndam dalam alkohol 100 % selama 1 jam
sebanyak 2 kali ulangan.
d. Penjernihan (Clearing)
Gonad yang telah direndam dalam alkohol 100 % selanjutnya direndam dalam
benzyl benzoat selama 24 jam. Gonad kemudian dikeluarkan dan direndam
dalam benzol selama 15 menit sebanyak 2 kali ulangan.
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
e. Infiltrasi (Infiltration)
Gonad yang telah direndam dalam benzol selanjutnya dikeluarkan dan direndam
dalam parafin selama 1 jam sebanyak 2 kali ulangan. Gonad kemudian direndam
dalam parafin murni selama 1 jam.
f. Pembuatan Blok Parafin (Embedding & Blocking)
Blok parafin dibuat menggunakan cetakan berbahan kertas berukuran 10x10x1
cm. Parafin murni dituangkan ke dalam cetakan, kemudian gonad dikeluarkan
dari dalam parafin murni dan diletakkan ke dalam cetakan dengan posisi yang
disesuaikan terhadap jenis potongan cross section. Blok parafin dibiarkan hingga
mengeras. Blok parafin yang telah mengeras kemudian dipotong menggunakan
silet dan ditempelkan pada balok kayu berukuran 3x2x1 cm.
g. Pengirisan Preparat (Sectioning)
Blok parafin yang telah ditempelkan pada balok kayu selanjutnya diiris
menggunakan mikrotom. Pengirisan dilakukan secara cross section dengan tebal
irisan 7 µm.
h. Penempelan Irisan Preparat (Mounting)
Blok parafin berisi gonad yang telah diiris selanjutnya diletakkan dengan kuas
pada object glass yang telah diberi lapisan tipis albumin. Preparat kemudian
ditetesi akuades diletakkan pada hot plate bersuhu 400C selama 24 jam untuk
menguapkan sisa lapisan parafin.
i. Pewarnaan (Staining)
Preparat selanjutnya diberi pewarnaan. Preparat disusun di dalam choplin jar dan
direndam dalam xylol selama 4 menit sebanyak 2 kali ulangan. Preparat
kemudian direndam dalam alkohol 100 % selama 3 menit, alkohol 96 % selama 3
menit, dan alkohol 70 % selama 3 menit. Preparat dicuci di bawah air mengalir,
kemudian direndam dalam zat warna hematoxylin selama 2 menit. Preparat
ditiriskan dan dicuci kembali di bawah air mengalir, kemudian direndam dalam
zat warna eosin selama 3 menit. Preparat selanjutnya direndam kembali dalam
alkohol 70 %, 96 %, dan 100 % secara berurutan selama masing-masing 3 menit.
Preparat selanjutnya direndam dalam xylol selama 3 menit sebanyak 2 kali
ulangan. Preparat selanjutnya diberi entellan dan ditutup dengan cover glass.
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Pengamatan preparat histologi gonad dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dan
mikroskop research inverted. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera
dan disimpan untuk digunakan dalam proses perhitungan sel spermatogenik dan oogenik.
Perhitungan persentase sel spermatogenik dan oogenik dilakukan dengan mengacu
kepada penelitian Levy dkk (2011: 382). Jumlah seluruh sel spermatogenik dan oogenik yang
terdapat pada preparat dihitung secara manual sebanyak tiga kali ulangan, kemudian
persentase sel spermatid/spermatozoa dan sel oosit tahap V ditentukan berdasarkan
perbandingan jumlah sel spermatozoa dan sel oosit tahap V terhadap jumlah seluruh sel
spermatogenik dan oogenik yang ada di dalam preparat. Sel spermatid/spermatozoa dan sel
oosit tahap V merupakan indikator histologis yang dibandingkan untuk mengetahui
kematangan gonad (Genten dkk 2009: 162 & 171; Levy dkk 2011: 382).
Sel oogenik pada gonad betina dihitung per satuan sel, sedangkan sel spermatogenik
dihitung per satuan lobus. Sel-sel spermatogenik yang diamati meliputi sel spermatogonium,
spermatosit, dan spermatid/spermatozoa, sedangkan sel oogenik yang diamati meliputi sel
oosit tahap I/II, sel oosit tahap III, sel oosit tahap IV, dan sel oosit tahap V. Ciri-ciri sel
spermatogenik dan oogenik pada gonad ikan dketahui dengan mengacu pada atlas histologi
ikan Genten dkk (2009: 162&171).
Data pengukuran kualitas air, indeks gonad somatik (IGS), dan persentase sel
spermatozoa serta sel oosit tahap V diolah ke dalam tabel dan grafik menggunakan Microsoft
Excel. Data indeks gonad somatik (IGS) ikan rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva L.)
diolah menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) ver. 17.00 for
Windows and Microsoft Excel 2007. Data IGS diuji homogenitas variansinya menggunakan
uji Levene dan diuji normalitas distribusinya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Data tersebut
kemudian diuji dengan uji ANOVA satu arah dan uji Least Significance Difference (LSD)
untuk mengetahui perbedaan antar pasangan perlakuan (Sudjana 2001: 30)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kualitas Air
Kualitas air yang diukur selama penelitian menunjukkan bahwa air yang digunakan
memiliki kisaran suhu 25--26 0C, pH 6,8--7, dan DO 6,24--6,99 mg/L. Hal tersebut sesuai
dengan kisaran suhu, pH, dan DO yang disarankan oleh Tappin (2011: 53), yaitu berturut-
turut sebesar 22--28 0C, 6,5--7,8, dan >5 mg/L, sehingga dapat dikatakan kondisi media
pemeliharaan telah sesuai bagi hewan uji. Intensitas cahaya yang terdapat pada setiap wadah
pemeliharaan adalah seragam dan relatif rendah, sebesar 40 lux. Intensitas cahaya tersebut
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
merupakan kondisi alami pada lokasi penelitian dan telah ideal bagi hewan uji, sebab ikan
rainbow lebih optimal dipelihara dengan intensitas cahaya yang rendah (<100 lux) (Tappin
2011: 51). Keseragaman intensitas cahaya yang rendah pada setiap wadah pemeliharaan
diperlukan untuk menekankan warna wadah sebagai variabel perlakuan (Ustundag & Rad
2015: 147).
Menurut Strand dkk (2007: 316), perbedaan warna wadah pemeliharaan hanya
menimbulkan efek yang signifikan apabila lingkungan pemeliharaan ikan memiliki intensitas
cahaya yang rendah. Hal tersebut disebabkan, pada intensitas cahaya yang tinggi, efek
kontras yang diberikan oleh warna wadah pemeliharaan tidak lagi berpengaruh secara
signifikan pada ikan. Intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan visibilitas lingkungan
pemeliharaan tanpa memerlukan pengaruh dari warna wadah pemeliharaan. Oleh karena itu,
intensitas cahaya yang rendah lebih ideal digunakan untuk mengamati pengaruh yang
ditimbulkan oleh warna wadah pemeliharaan (Strand dkk 2007: 316).
Indeks Gonad Somatik (IGS)
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada nilai IGS akhir penelitian (t30)
dibandingkan dengan nilai IGS awal penelitian (t0) pada ikan jantan maupun betina (Gambar
2 dan Gambar 3). Hal tersebut membuktikan adanya perkembangan pada gonad hewan uji
selama penelitian. Rerata nilai IGS jantan akhir (t30)yang terdapat pada K (warna wadah
transparan), P1 (warna wadah merah), P2 (warna wadah biru), P3 (warna wadah hijau), P4
(warna wadah kuning), dan P5 (warna wadah putih) secara berurutan adalah 0,193 %, 0,582
%, 0,542 %, 0,703 %, 0,873 %, dan 0,364 %, sedangkan rerata nilai IGS betina akhir (t30)
yang terdapat pada K, P1, P2, P3, P4, dan P5 secara berurutan adalah 1,080 %, 1,825 %, 1,645
%, 2,127 %, 2,617 %, dan 1,275 %.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai IGS jantan akhir (t30) pada perlakuan
kontrol dan seluruh perlakuan berbeda nyata. Nilai IGS jantan akhir (t30) antar pasangan
perlakuan memiliki perbedaan nyata, kecuali pada P1 dan P2. Nilai IGS betina akhir (t30) pada
perlakuan kontrol dan seluruh perlakuan berbeda nyata. Nilai IGS betina akhir (t30) antar
pasangan perlakuan saling berbeda nyata.
Rerata nilai IGS pada ikan betina lebih tinggi dibandingkan rerata nilai IGS pada ikan
jantan. Hal tersebut disebabkan, sel telur memiliki massa yang lebih besar dibandingkan
dengan sel sperma, sehingga pada tahap perkembangan yang sama, gonad betina memiliki
massa yang lebih besar dibandingkan gonad jantan (McMillan 2009: 66). Rentang perbedaan
nilai IGS jantan dan betina yang dijumpai pada hasil penelitian ini adalah 0,9--1,8 %. Hal
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Oso dkk (2013: 44) yang menunjukkan, perbedaan
nilai IGS yang umum dijumpai antara ikan jantan dan betina adalah 0,05--2,5 %, bergantung
pada jenis dan ukuran dewasa ikan tersebut.
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) tertinggi terdapat pada perlakuan 4 (P4) sebesar
0,873 % (jantan) dan 2,617 % (betina). Hasil perhitungan sel spermatogenik dan oogenik
menunjukkan, persentase sel spermatid/spermatozoa dan sel oosit tahap V tertinggi terdapat
pada P4, yaitu berturut-turut sebesar 60,01 % dan 29,05 % (Gambar 4 dan 5). Perlakuan 4
merupakan perlakuan penggunaan wadah berwarna kuning. Hasil yang didapatkan sesuai
dengan hasil penelitian Luchiari dan Pirhonen (2008: 1504--1514) terhadap ikan trout pelangi
(Onchorynchus mykiss), serta penelitian Volpato dkk (2013: 1--5) terhadap ikan nila
(Oreochromis nilotichus), yang menunjukkan bahwa performa reproduksi terbaik terdapat
pada ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna kuning.
Tingginya nilai IGS pada perlakuan 4 diduga disebabkan oleh pengaruh warna wadah
pemeliharaan kuning dalam meningkatkan nafsu makan dan menurunkan tingkat stress ikan
(Luchiari & Pirhonen 2008: 1505; Ustundag & Rad 2014: 145). Hal tersebut berkaitan
dengan karakter ikan sebagai organisme yang mengandalkan kemampuan visual untuk
mencari mangsa (visual feeder) serta kecenderungan ikan untuk beradaptasi dengan warna
lingkungannya (Salm dkk 2005: 51). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ustundag
dan Rad (2014: 150--151), ikan yang dipelihara dalam warna wadah cerah, seperti kuning,
kuning gading, dan hijau muda cenderung mengonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan
dengan ikan yang dipelihara pada wadah berwarna gelap (biru tua dan hitam). Hal tersebut
disebabkan, warna kuning dapat meningkatkan kontras dan visibilitas pakan, sehingga ikan
dapat mendeteksi pakan dengan baik (Imanpoor & Abdollahi 2011: 124). Warna pakan yang
kontras dengan warna wadah dapat pula meningkatkan nafsu makan pada ikan (Ustundag &
Rad 2014: 151).
Meningkatnya nafsu makan pada ikan menjamin tingginya ketersediaan energi yang
dapat disalurkan ikan pada proses reproduksi (Luchiari & Pirhonen 2008: 1505). Reproduksi,
disamping pertumbuhan dan adaptasi, merupakan salah satu dari tiga proses utama yang
memiliki alokasi energi terbesar dalam mekanisme fisiologi ikan (Rjinsdrop 1990: 281).
Tingginya ketersediaan energi dalam tubuh ikan memungkinkan terjadinya peningkatan
alokasi energi bagi proses reproduksi, sehingga kualitas reproduksi ikan meningkat
(Rijnsdrop 1990: 281). Hasil penelitian Kasiri dkk (2012: 177) menunjukkan bahwa
peningkatan frekuensi pemberian pakan pada ikan angel (Pterophyllum scalare)
menyebabkan peningkatan yang signifikan pada nilai indeks gonad somatik ikan tersebut.
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan nilai indeks gonad somatik pada P4 memiliki
kaitan dengan peningkatan nafsu makan.
Warna wadah kuning diketahui pula dapat menurunkan tingkat stress pada ikan,
dibuktikan dengan penurunan kadar kortisol pada ikan yang dipelihara dalam wadah tersebut
(Luchiari & Pirhonen 2008: 1505; Ustundag & Rad 2014: 145). Proses reproduksi dapat
berjalan secara optimal jika ikan memiliki tingkat stress yang rendah (Volpato & Barreto
2001: 1043). Menurunnya stress akan mengurangi kebutuhan adaptasi pada ikan, sehingga
alokasi energi bagi proses pertumbuhan dan reproduksi dapat ditingkatkan (Rjinsdrop 1990:
281). Penurunan tingkat stress yang disebabkan oleh warna tertentu berpengaruh secara
signifikan bagi kualitas reproduksi ikan yang hidup di lingkungan budidaya (Salm dkk 2005:
53). Hasil penelitian oleh Salm dkk (2005: 53) menunjukkan bahwa ikan dengan kadar
kortisol 10 % lebih rendah memiliki nilai indeks gonad somatik 1,5 % lebih tinggi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks gonad somatik yang tinggi pada P4 memiliki kaitan
dengan rendahnya tingkat stress.
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) terendah terdapat pada perlakuan 5 (P5), sebesar
0,364 % (jantan) dan 1,275 % (betina). Hasil perhitungan sel spermatogenik dan oogenik
pada preparat histologi gonad menunjukkan, persentase sel spermatid/spermatozoa dan sel
oosit tahap V terendah terdapat pada P5, berturut-turut sebesar 28, 62 % dan 11,07 % (Gambar
4 dan 5). Perlakuan 5 perlakuan penggunaan wadah berwarna putih. Hasil yang didapatkan
sesuai dengan hasil penelitian Luchiari dan Pirhonen (2008: 1504--1514) terhadap ikan trout
pelangi (Onchorynchus mykiss), serta penelitian Volpato dkk (2013: 1--5) terhadap ikan nila
(Oreochromis nilotichus), yang menunjukkan bahwa performa reproduksi terendah terdapat
pada ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna putih. Rendahnya nilai IGS jantan dan
betina akhir (t30) pada P5 diduga berkaitan dengan efek penekanan nafsu makan
(anoreksigenik) oleh hormon melanin-concentrating hormone (MCH) yang dipicu oleh warna
wadah pemeliharaan putih (Matsuda dkk 2009: 259--263).
MCH merupakan hormon yang dapat mengubah warna tubuh ikan menjadi lebih pucat
dengan cara mengagregasi granula melanin pada kulit (Takahashi dkk 2014: 28). Perubahan
warna tubuh ikan menjadi lebih pucat pada umumnya dipicu oleh warna wadah pemeliharaan
putih (Takahashi dkk 2014: 29). Hal tersebut berkaitan dengan kecenderungan ikan untuk
menyesuaikan diri terhadap warna wadah pemeliharaannya (Hoglund dkk 2002: 2539). Ikan
yang ditempatkan pada wadah pemeliharaan yang berwarna gelap, seperti biru tua dan hitam,
akan mengalami perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, sedangkan ikan yang
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
ditempatkan pada wadah pemeliharaan putih akan mengalami perubahan warna tubuh
menjadi lebih pucat (Takahashi dkk 2014: 28).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Matsuda dkk (2006: 259--263) dan
Shimakura dkk (2008: 323--328), MCH diketahui memiliki efek menekan nafsu makan
(anoreksigenik) pada ikan. Injeksi MCH pada otak ikan mas koki (Carassius auratus) telah
menyebabkan penurunan nafsu makan ikan tersebut (Matsuda dkk 2006: 259--263). Akan
tetapi, penurunan nafsu makan tersebut tidak diikuti dengan penurunan aktivitas dan tingkat
pergerakan seperti ikan yang mengalami stress pada umumnya (Matsuda dkk 2006: 261). Hal
tersebut menurunkan ketersediaan energi bagi ikan, sehingga kualitas pertumbuhan dan
perkembangan ikan menurun (Matsuda dkk 2006: 262). Penelitian lanjutan oleh Shimakura
dkk (2008: 323--328) menunjukkan, ikan mas koki yang dipelihara dalam wadah berwarna
putih memiliki peningkatan kadar MCH dan penurunan nafsu makan, sehingga nilai indeks
gonad somatik pada ikan tersebut menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks
gonad somatik yang rendah pada P5 berkaitan dengan penurunan nafsu makan.
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) pada urutan kedua terdapat pada perlakuan 3
(P3), sebesar 0,703 % (jantan) dan 2,127 % (betina). Hasil perhitungan sel spermatogenik dan
oogenik pada preparat histologi gonad menunjukkan, persentase sel spermatid/spermatozoa
dan sel oosit tahap V pada urutan kedua terdapat pada P3, berturut-turut sebesar 50,91 % dan
20,84 % (Gambar 4 dan 5). Perlakuan 3 merupakan perlakuan penggunaan wadah berwarna
hijau. Hasil yang didapatkan sesuai dengan hasil penelitian Luchiari dan Pirhonen (2008:
1504--1514) terhadap ikan trout pelangi (Onchorynchus mykiss) serta penelitian Volpato dkk
(2013: 1--5) terhadap ikan nila (Oreochromis nilotichus), yang menunjukkan bahwa performa
reproduksi pada urutan kedua terdapat pada ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna
hijau.
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) yang didapatkan pada P3 diduga berkaitan
dengan pengaruh warna wadah pemeliharaan hijau terhadap nafsu makan dan tingkat stress
ikan rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva L.), seperti telah dijelaskan pada warna wadah
pemeliharaan kuning. Akan tetapi, warna wadah pemeliharaan hijau diduga tidak memiliki
kemampuan meningkatkan visibilitas pakan sebaik warna wadah pemeliharaan kuning
(Luchiari & Pirhonen 2008: 1510). Hal tersebut menyebabkan, ketersediaan energi pada ikan
yang dipelihara pada wadah berwarna hijau relatif lebih rendah dibandingkan dengan ikan
yang dipelihara pada wadah berwarna kuning, sehingga nilai IGS jantan dan betina akhir (t30)
pada P3 (0,703 % dan 2,127 %) lebih rendah dibandingkan nilai IGS jantan dan betina akhir
(t30) pada P5 (0,873 % dan 2,617 %).
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) pada urutan ketiga terdapat pada perlakuan 1
(P1), sebesar 0,582 % (jantan) dan 1,852 % (betina). Hasil perhitungan sel spermatogenik dan
oogenik pada preparat histologi gonad menunjukkan, persentase sel spermatid/spermatozoa
dan sel oosit tahap V pada urutan ketiga terdapat pula pada P1, berturut-turut sebesar 39,08 %
dan 16,24 % (Gambar 4 dan 5). Perlakuan 1 merupakan perlakuan penggunaan wadah
berwarna merah.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hasil penelitian Luchiari dan Pirhonen
(2008: 1504--1514) terhadap ikan trout pelangi (Onchorynchus mykiss) serta penelitian
Volpato dkk (2013: 1--5) terhadap ikan nila (Oreochromis nilotichus). Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut, performa reproduksi pada ikan yang dipelihara pada wadah
berwarna merah terletak pada urutan keempat, sedangkan performa reproduksi pada ikan yang
dipelihara pada wadah berwarna biru terletak pada urutan ketiga. Ketidaksesuaian tersebut
diduga disebabkan, warna wadah pemeliharaan biru dalam penelitian ini memiliki pengaruh
negatif yang lebih kuat dibandingkan warna wadah pemeliharaan merah terhadap kualitas
gonad ikan rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva L.)
Menurut Luchiari dan Pirhonen (2008: 1504--1514) serta Volpato dkk (2013: 1--5),
ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna merah memiliki kualitas reproduksi yang lebih
rendah dibandingkan dengan ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna kuning, hijau, dan
biru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Volpato dkk (2013: 1--5), ikan yang dipelihara
dalam wadah berwarna merah memiliki nafsu makan yang setara dengan ikan yang dipelihara
dalam wadah berwarna kuning. Akan tetapi, ikan dalam wadah berwarna merah sama sekali
tidak mengalami pertambahan berat tubuh (Volpato dkk 2013: 3).
Ikan dalam wadah berwarna merah memiliki pula kecenderungan berperilaku agresif
(Volpato dkk 2013: 3). Hal tersebut mengindikasikan adanya efek disruptif dari warna wadah
pemeliharaan merah terhadap ikan (Volpato dkk 2013: 3). Menurut Volpato dkk (2013: 3),
warna merah diduga merangsang stress pada ikan. Stress diduga menyebabkan terganggunya
proses penyerapan nutrisi pada sistem pencernaan, sehingga ikan mengalami kekurangan
nutrisi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan (Volpato dkk 2013: 3). Kondisi stress
dapat pula menyebabkan perubahan alokasi energi pada ikan. Perubahan tersebut
menyebabkan jumlah energi yang dapat dialokasikan pada proses pertumbuhan menurun,
sehingga ikan tidak dapat tumbuh secara optimal (Volpato dkk 2013: 3).
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) pada urutan keempat terdapat pada perlakuan 2
(P2), sebesar 0,542 % (jantan) dan 1,645 % (betina). Hasil perhitungan sel spermatogenik dan
oogenik pada preparat histologi gonad menunjukkan, persentase sel spermatid/spermatozoa
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
dan sel oosit tahap V pada urutan keempat terdapat pada P2, berturut-turut sebesar 37,95 %
dan 13,58 %. Perlakuan 2 terdiri dari ikan-ikan yang dipelihara dalam wadah berwarna biru.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hasil penelitian Luchiari dan Pirhonen
(2008: 1504--1514) terhadap ikan trout pelangi (Onchorynchus mykiss) serta penelitian
Volpato dkk (2013: 1--5) terhadap ikan nila (Oreochromis nilotichus). Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut, performa reproduksi pada ikan yang dipelihara pada wadah
berwarna biru terletak pada urutan ketiga, sedangkan performa reproduksi pada ikan yang
dipelihara pada wadah berwarna merah terletak pada urutan keempat. Ketidaksesuaian
tersebut diduga disebabkan, warna wadah pemeliharaan biru dalam penelitian ini memiliki
pengaruh negatif yang lebih kuat dibandingkan warna wadah pemeliharaan merah terhadap
kualitas gonad ikan rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva L.).
Nilai IGS jantan dan betina akhir (t30) yang terdapat pada P2 diduga berkaitan dengan
induksi stress oleh α-melano-stimulating hormone (αMSH) yang dipicu oleh warna wadah
pemeliharaan biru (Papoutsoglou dkk 2000: 310). Warna wadah pemeliharaan yang
digunakan pada P2 adalah biru tua, yang cenderung memicu perubahan warna gelap pada
tubuh ikan (Imanpoor & Abdollahi 2011: 122). αMSH merupakan hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis dan bekerja secara antagonis dengan MCH (Takahashi dkk 2014: 12).
αMSH mengubah warna tubuh ikan menjadi lebih gelap dengan cara merangsang dispersi
melanin (Takahashi dkk 2014: 12).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Salm dkk (2005: 58), ikan yang dipelihara
dalam wadah berwarna gelap cenderung mengalami peningkatan stress, dibuktikan oleh
meningkatnya kadar kortisol pada ikan tersebut. Menurut Takahashi dkk (2014: 35), selain
mengatur perubahan warna tubuh, αMSH memiliki peran dalam mengatur respon ikan
terhadap stressor. Hasil penelitian oleh Takahashi dkk (2014: 35) menunjukkan bahwa
injeksi αMSH pada ikan dapat meningkatkan kadar kortisol dengan jumlah sesuai dosis
αMSH yang diinjeksikan (dose-dependent manner). Hal tersebut menunjukkan terdapatnya
hubungan antara αMSH dengan stress pada ikan (Papoutsoglou dkk 2000: 310).
Hormon kortisol dapat menghambat produksi dan sekresi hormon-hormon reproduksi
pada HPG axis yang berperan dalam proses pematangan gonad (Norris & Lopez 2011: 105).
Hormon kortisol merupakan bagian dari hypothalamus-pituitary-interrenal (HPI) axis, yang
berperan mengatur respon terhadap stressor pada ikan (Norris & Lopez 2011: 105).
Peningkatan kadar kortisol yang melebihi ambang batas (threshold) mengindikasikan
terjadinya stress pada ikan dan mengaktivasi interaksi antara HPI dan HPG axis (Norris &
Lopez 2011: 105). Menurut Norris dan Lopez (2011: 105--106), kortisol memiliki efek
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
potensial dalam menghambat produksi hormon reproduktif pada hipotalamus (GnRH),
hipofisis (FSH/LH), hati (vitellogenin), ovarium (estradiol), dan testis (testosteron).
Kortisol diduga dapat menghambat proses transkripsi GnRH (Norris & Lopez 2011:
105). GnRH merupakan sinyal primer untuk memulai proses pematangan gonad, sehingga
dengan terhambatnya produksi GnRH, proses pematangan gonad tidak akan terjadi (Norris &
Lopez 2011: 105). Kortisol dapat memengaruhi produksi hormon FSH dan LH pada hipofisis
(Norris & Lopez 2011: 106). Meski kortisol diduga memiliki peran mengatur transkripsi FSH
dan LH sebagaimana GnRH, mekanisme pasti atas hal tersebut belum diketahui (Martinez-
Porchas dkk 2009: 160). Kortisol dapat menghambat produksi vitellogenin pada hati ikan
betina dan menurunkan tingkat maturasi ovum (Norris & Lopez 2011: 106).
Hambatan yang ditimbulkan kortisol terhadap proses pematangan gonad menyebabkan
rendahnya kualitas gonad pada ikan yang mengalami stress (Luchiari & Pirhonen 2008:
1511). Selain memicu peningkatan kortisol, perubahan warna tubuh oleh αMSH merupakan
proses adaptasi yang membutuhkan energi tinggi (Papoutsoglou dkk 2000: 310). Hal tersebut
pada akhirnya akan mengurangi jumlah energi yang dapat dialokasikan pada pertumbuhan
dan reproduksi, sehinga kedua proses tersebut tidak dapat berjalan secara optimal (Rjinsdrop
1990: 282). Hasil penelitian oleh Salm dkk (2005: 53) menunjukkan bahwa ikan dengan
kadar kortisol yang tinggi memiliki nilai indeks gonad somatik yang lebih rendah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks gonad somatik yang rendah pada P2 memiliki kaitan
dengan tingginya stress.
Kesimpulan Kematangan gonad tertinggi terdapat pada perlakuan 4 (P4), yaitu perlakuan
pemberian wadah berwarna kuning, dengan nilai IGS sebesar 0,873 % (jantan) dan 2,617 %
(betina), serta persentase sel spermatid/spermatozoa dan oosit tahap V sebesar 60,01 % dan
29,05 %. Kematangan gonad terendah terdapat pada perlakuan 5 (P5), yaitu perlakuan
pemberian wadah berwarna putih, dengan nilai IGS sebesar 0,364 % (jantan) dan 1,275 %
(betina), serta persentase sel spermatid/spermatozoa dan oosit tahap V sebesar 28,62 % dan
11,07 %.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh warna wadah terhadap
fekunditas dan sintasan ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990)
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
K P1 P2 P3 P4 P5
Rer
ata
Pers
enta
se IG
S Ja
ntan
0 10 20 30 40 50 60 70
K P1 P2 P3 P4 P5
Rer
ata
Pers
enta
se
Sper
mat
id/s
perm
atoz
oa
Perlakuan
= rerata IGS awal (t0) = rerata IGS akhir (t30)
Gambar 2. Diagram batang rerata IGS jantan awal (t0) dan akhir (t30)
0 0.5
1 1.5
2 2.5
3
K P1 P2 P3 P4 P5
Rer
ata
Pers
enta
se IG
S B
etin
a
= rerata IGS awal (t0) = rerata IGS akhir (t30)
Gambar 3. Diagram batang rerata IGS betina awal (t0) dan akhir (t30)
Gambar 4. Diagram batang rerata persentase spermatid/spermatozoa
0 5
10 15 20 25 30 35
K P1 P2 P3 P4 P5
Rer
ata
Pers
enta
se S
el
Oos
it Ta
hap
V
Perlakuan
Gambar 5. Diagram batang rerata persentase oosit tahap V
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Daftar referensi
Agarwal, N.K. 2008. Fish reproduction. APH Publishing, New Delhi: vii + 147
Ali, M. A. 1974. Vision in fishes: new approaches in research. Plenum Press, New York:
xiv + 836 hlm.
Allen, G. 1990. Melanotaenia parva. Dalam: IUCN red list of threatened species.
http://www.iucnredlist.org/details/13058/0. diakses pada 20 Desember 2015, pk 07.54.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Laporan penanggulangan
bencana banjir dan pemulihan perairan tawar Irian Jaya 2009. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta: 15 hlm
Brian, O. 2015. Effect of tank background colour on the hatchability of O. niloticus egg and
survival of fry. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies 2 (6): 81--86.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2004. Biologi. Ed. Ke-5 Jilid III. Terj. Dari Biology, 5th
Ed. Oleh Lestari, dkk. Penerbit Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm.
Effendie, I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: xi + 151 hlm.
Fairchild, M.D. 2005. Color appearance models. John Wiley & Sons, New York: xix + 364
hlm.
Genten, F., E. Terwinghe., A. Danguy. 2009. Atlas of fish histology. Science Publishers,
New Hampshire: viii + 215 hlm.
Hara, T., & B. Zielinski. 2007. Sensory system neuroscience. Fish physiology Vol. 25.
Academic Press, California: xi + 521 hlm.
Hoar, W.S., D.J. Randall, dan E.M. Donaldson. 1984. Fish physiology. Vol. IX. Part A.
Academic Press, Boston: xiii + 475 hlm.
Hoglund, E., P.H.M. Balm, S. Winberg. 2002. Behavioural and neuroendocrine effects of
environmental background colour and social interaction in Arctic charr (Salvelinus
alpinus). The Journal of Experimental Biology (205): 2535--2543.
Imanpoor, M.R., & M. Abdollahi. 2011. Effects of tank color on growth, stress response and
skin color of juvenile caspian kutum Rtillus frisii Kutum. Global veterinaria 6 (2): 118--
125.
Kadarini, T., & S.T. Utami. 2012. Jenis pakan alami ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia
parva) guna mendukung industri akuakultur rekreasi. Prosiding seminar nasional ikan
VII (1): 443--450.
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Kadarusman, S., E. Paradis, L. Pouyaud. 2010. Description of Melanotaenia fasinensis, a
new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with
comments on the rediscovery of M. ajamarunensis and the endangered of M. parva.
Cybium 34 (2): 207--215.
Kasiri, M., A. Farahi, M. Sudagar. 2012. Growth and reproductive performance by different
feed types in fresh water angelfish (Pterophyllum scalare Schultze, 1823). Vet Res
Forum 3 (3): 175--179.
Kottelat, M., & T. Whitten. 1996. Freshwater biodiversity in Asia with special reference to
fish. World Bank Technical Paper (343): 1--59.
Levy G., D. David, G. Degani. 2011. Effect of environmental temperature on growth- and
reproduction-related hormones gene expression in the female blue gourami
(Trichogaster trichopterus). Comparative Biochemistry and Physiology, Part A (160):
381--389.
Luchiari, A.C., & J. Pirhonen. 2008. Effects of ambient colour on colour preference and
growth of juvenile rainbow trout Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Journal of Fish
Biology (72): 1504--1514.
Martinez-Porchas, M., L.R. Martinez-Cordova, R. Ramos-Enriquez. 2009. Cortisol and
glucose: reliable indicators of fish stress?. Pan-American Journal of Aquatic Sciences 4
(2): 158--178.
Matsuda K., S. Shimakura, K. Maruyama, T. Miura, M. Uchiyama, H. Kawauchi, S. Shioda,
A. Takahashi. 2006. Central administration of melanin-concentrating hormone (MCH)
suppresses food intake, but not locomotor activity, in the goldfish, Carassius auratus.
Neuroscience Letters (399): 259--263.
McLean, E., P. Cotter, C. Thain, N. King. 2008. Tank color impacts performance of cultured
fish. Ribartsvo 66 (2): 43--54.
McMillan, D.B. 2007. Fish histology: female reprouctive systems. Springer, Dodrehct: ix +
587 hlm.
Mescher, A.L. 2013. Junqueira’s basic histology text and atlas. 13th Ed. McGraw-Hill,
New York: xi + 517 hlm.
Midway, S. J., J. W. White, W. Roumillat, C. Batsavage, F. S. Scharf. 2013. Improving
macroscopic maturity determination in a pre-spawningflatfish through predictive
modeling and whole mount methods. Fisheries research (147): 359--369
Milton, D.A., & A.H. Arthington. 1984. Reproductive strategy and growth of the crimson-
spotted rainbowfish, Melanotaenia splendida fluviatilis (Castelnau) (Pisces:
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
Melanotaeniidae) in South-eastern Queensland. Aust. J. Mar. Freshwat. Res. (35): 75--
83.
Nelson, J.S. 2006. Fishes of the world. 4th Ed. John Wiley & Sons, New Jersey: xiv + 601
hlm.
Norris, D.O., K.H. Lopez. 2011. Hormones and reproduction of vertebrates: fishes.
Academic Press, New York: xvii + 267 hlm.
Nur, B., & Sukarman. 2011. Keragaan reproduksi ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia
parva) turunan pertama (F-1). Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2011: 381--386.
Nurhidayat, M. Zamroni, T. Kadarini. 2011. Pengaruh fotoperiod terhadap pola pemijahan
ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia parva). Prosiding Konferensi Akuakultur
Indonesia 2011: 255--261.
Oso, J.A., O.A. Ogunleye, E.O. Idowu, F.A. Majolagbe. 2013. Gonado-Somatic Index, Sex
Ratio and Fecundity of Tilapia zilli in a Tropical Reservoir, South West Nigeria.
Journal of Biology (1): 42--45.
Papoutsoglou, S.E., G. Mylonakis, H. Miliou, N.P. Karakatsouli, S. Chadio. 2000. Effects of
background color on growth performances and physiological responses of scaled carp
(Cyprinus carpio L.) reared in a closed circulated system. Aquacultural engineering
(22): 309--318.
Pitman, L.A., J. A. Haddy, R. J. Kloser. 2013. Fishing and fecundity: The impact of
exploitation on the reproductive potential of a deep-water fish, orange roughy
(Hoplostethus atlanticus). Fisheries Research (147): 312--319.
Pusey, B.J., A H. Arthington, J. R. Bird, P. G. Close. 2001. Reproduction in three species of
rainbowfish (Melanotaeniidae) from rainforest streams in northern Queensland,
Australia. Ecology of Freshwater Fish 2001 (10): 75--87.
Rjinsdrop, A.D. 1990. The mechanism of energy allocation over reproduction and somatic
growth in female north sea plaice, Pleuronectes platessa L. Netherlands Journal of Sea
Research (25): 279--290.
Salm, A.L. van der, F.A.T. Spanings, R. Gresnigt, S.E. Wendelaar Bonga, G. Flik. 2005.
Background adaptation and water acidification affect pigmentation and stress
physiology of tilapia, Oreochromis mossambicus. General and Comparative
Endocrinology (144): 51--59.
Shimakura, S., T. Miura, K. Maruyama, T. Nakamachi, M. Uchiyama, H. Kageyama, S.
Shioda, A. Takahashi, K. Matsuda. 2008. α-Melanocyte-stimulating hormone mediates
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016
melanin-concentrating hormone-induced anorexigenic action in goldfish. Hormones
and Behavior (53): 323--328.
Siby, L.S. 2009. Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus Weber, 1907)
di Danau Sentani. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: iv + 48 hlm.
Strand, A., A. Alanara, F. Staffan, C. Magnhagen. 2007. Effects of tank colour and light
intensity on feed intake, growth rate and energy expenditure of juvenile Eurasian perch,
Perca fluviatilis L. Aquaculture (272): 312--318.
Sudjana. 2001. Metode statistika. Ed. ke-5. Penerbit Tarsito, Bandung: x + 508 hlm.
Takahashi, A., K. Mizusawa, M. Amano. 2014. Multifunctional roles of melanocyte-
stimulating hormone and melanin-concentrating hormone in fish: evolution from
classical body color change. Aqua-Bio Science Monographs (7): 1--46.
Tappin, A.R. 2011. Rainbowfishes: their care & keeping in captivity. 2nd Ed. Art
Publications, Queensland: 576 hlm.
Tim Direktorat Produksi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan
Perikanan. 2013. Profil ikan hias Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Jakarta: vii + 208 hlm.
Ustundag, M., & F. Rad. 2014. Effect of Different Tank Colors on Growth Performance of
Rainbow Trout Juvenile (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792). Journal of
Agricultural Sciences (21): 144--151.
Val, L.A., V.M.F. de Almaida-Val, D.J. Randall. 2006. The physiology of tropical fishes.
Academic Press, Boston: xiii + 633 hlm.
Volpato, G.L., C.R.A. Duarte, A.C. Luchiari. 2004. Environmental color affects Nile tilapia
reproduction. Brazilian Journal of Medical and Biological Research (37): 479--483.
Volpato, G.L., & R.E. Barreto. 2001. Environmental blue light prevents stress in the fish
Nile tilapia. Brazilian Journal of Medical and Biological Research (34): 1041--1045.
Waldman, G. 2002. Introduction to light: the physics of light, vision, and color. Dover
Publication, Boston: xii + 193 hlm.
Wootton, R.J., & C. Smith. 2015. Reproductive biology of teleost fishes. John Wiley &
Sons, Oxford: xxi + 463 hlm.
Pengaruh warna ..., Pritha Hanindita Sudarawerti, FMIPA UI, 2016