pengaruh tingkat kematangan buah belimbing …

13
Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017 45 PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN PROPORSI PENAMBAHAN GULA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK LEMPOK BELIMBING The Influence of Ripeness Level Of Starfruit (Averrhoa Carambola L.) and Addition of Sugar Proportion On Physicochemistry and Organoleptic Properties of Starfruit Lempok Abdullah Hafidz Imaduddin 1* , Wahono Hadi Susanto 1 , Novita Wijayanti 1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email: [email protected] ABSTRAK Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah yang populer di Indonesia. Rasanya yang manis, kandungan vitamin A dan vitamin C yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan lempok. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktorial yaitu tingkat kematangan buah belimbing dan proporsi penambahan gula, masing-masing terdiri dari 3 level, sehingga didapatkan 9 kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Faktor pertama tingkat kematangan buah belimbing, yaitu buah belimbing mentah, setengah matang dan matang. Faktor kedua proporsi penambahan gula, yaitu 4%, 6% dan 8%. Produk lempok belimbing terbaik (Zeleny) menurut parameter fisikokimia dan organoleptik adalah belimbing matang dengan proporsi penambahan gula 4%, dengan nilai kadar air (18.81%), vitamin C (19.83mg/100g), total gula (42.94%), kadar abu (1.43%), tekstur (19.60N), tingkat kecerahan L* (46.73), tingkat kemerahan a* (10.30), tingkat kekuningan b* (14.87), kesukaan warna (4.10), kesukaan aroma (3.80), kesukaan rasa (4.35) dan kesukaan tekstur (3.68). Kata Kunci: Averrhoa carambola L., Belimbing Manis, Lempok belimbing, Pangan Tradisional ABSTRACT Starfruit (Averrhoa carambola L.) was one of the most popular fruits in Indonesia. The sweet taste, and high content of vitamin A and C made starfruit potentially used as lempok. The data of the research were statistically analyzed using Factorial Randomized Block Design with 2 factors, which are ripeness level of starfruit and sugar concentration, that consists of 3 level. In that case, 9 treatment combinations were obtained and replicated 3 times. The first factor was the ripeness level of starfruit there were: unripe starfruit, half-ripe starfruit and ripe starfruit. The second factor was the concentrations of sugar there were 4%, 6%, and 8%. The best starfruit lempok (Zeleny) according to the physical, chemical, and organoleptic parameters obtained from the ripe starfruit and the addition 4% of sugar. It has water content (18.81%), vitamin C content (19.83 mg/100g), total sugar content (42.94%), ash content (1.43%), texture (19.60 N), brightness L* (46.73), redness a* (10.30), yellowness b* (14.87), color properties of organoleptic 4.10, odor properties of organoleptic 3.80, taste properties of organoleptic 4.35, and texture properties of organoleptic 3.68. Keywords: Averrhoa carambola L., Starfruit, Starfruit Lempok, Traditional Food

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

45

PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN PROPORSI PENAMBAHAN GULA TERHADAP KARAKTERISTIK

FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK LEMPOK BELIMBING

The Influence of Ripeness Level Of Starfruit (Averrhoa Carambola L.) and

Addition of Sugar Proportion On Physicochemistry and Organoleptic Properties of Starfruit Lempok

Abdullah Hafidz Imaduddin 1*, Wahono Hadi Susanto1, Novita Wijayanti1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang

Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email: [email protected]

ABSTRAK

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah yang populer di Indonesia. Rasanya yang manis, kandungan vitamin A dan vitamin C yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan lempok. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktorial yaitu tingkat kematangan buah belimbing dan proporsi penambahan gula, masing-masing terdiri dari 3 level, sehingga didapatkan 9 kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Faktor pertama tingkat kematangan buah belimbing, yaitu buah belimbing mentah, setengah matang dan matang. Faktor kedua proporsi penambahan gula, yaitu 4%, 6% dan 8%. Produk lempok belimbing terbaik (Zeleny) menurut parameter fisikokimia dan organoleptik adalah belimbing matang dengan proporsi penambahan gula 4%, dengan nilai kadar air (18.81%), vitamin C (19.83mg/100g), total gula (42.94%), kadar abu (1.43%), tekstur (19.60N), tingkat kecerahan L* (46.73), tingkat kemerahan a* (10.30), tingkat kekuningan b* (14.87), kesukaan warna (4.10), kesukaan aroma (3.80), kesukaan rasa (4.35) dan kesukaan tekstur (3.68).

Kata Kunci: Averrhoa carambola L., Belimbing Manis, Lempok belimbing, Pangan Tradisional

ABSTRACT Starfruit (Averrhoa carambola L.) was one of the most popular fruits in Indonesia. The sweet taste, and high content of vitamin A and C made starfruit potentially used as lempok. The data of the research were statistically analyzed using Factorial Randomized Block Design with 2 factors, which are ripeness level of starfruit and sugar concentration, that consists of 3 level. In that case, 9 treatment combinations were obtained and replicated 3 times. The first factor was the ripeness level of starfruit there were: unripe starfruit, half-ripe starfruit and ripe starfruit. The second factor was the concentrations of sugar there were 4%, 6%, and 8%. The best starfruit lempok (Zeleny) according to the physical, chemical, and organoleptic parameters obtained from the ripe starfruit and the addition 4% of sugar. It has water content (18.81%), vitamin C content (19.83 mg/100g), total sugar content (42.94%), ash content (1.43%), texture (19.60 N), brightness L* (46.73), redness a* (10.30), yellowness b* (14.87), color properties of organoleptic 4.10, odor properties of organoleptic 3.80, taste properties of organoleptic 4.35, and texture properties of organoleptic 3.68. Keywords: Averrhoa carambola L., Starfruit, Starfruit Lempok, Traditional Food

Page 2: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

46

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah belimbing terbesar di dunia. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, dari tiga tahun terakhir yakni 2013 - 2015 mengalami peningkatan jumlah produksi sejumlah 79.634 ton, 81.653 ton, dan 98.957 ton. Pada tahun 2014 Jawa timur adalah salah satu provinsi penghasil buah belimbing terbanyak yakni 30.690 ton. Selama ini buah belimbing yang banyak dihasilkan di Indonesia, belum dimanfaatkan dengan baik karena umumnya masyarakat hanya memanfaatkan buah ini sebagai buah yang dikonsumsi secara langsung atau hanya diolah menjadi sari buah, jus, keripik, manisan serta sirup (Sari, 2011).

Pemanfaatan belimbing manis sebagai bahan baku pembuatan lempok dipengaruhi oleh tingkat kematangan. Faktor tingkat kematangan digunakan untuk memanfaatkan buah belimbing yang tidak layak jual karena ukuran yang terlalu kecil atau terlalu mentah akibat salah pemanenan dan buah belimbing yang sudah terlalu masak. Tingkat kematangan buah akan berpengaruh terhadap proses pembentukan gel dan sifat fisikokimia produk pangan yang dihasilkan (Ali et al., 2004). Pektin juga berperan dalam proses gelatinisasi dan merupakan senyawa polimer yang dapat berikatan dengan air, membentuk gel atau mengentalkan cairan (Gumbira, 2008). Penambahan gula dalam konsentrasi rendah digunakan untuk memperkuat citarasa lempok yang identik dengan rasa manis dan berpengaruh terhadap warna coklat lempok akibat proses karamelisasi gula (Sugiyono, 2002).

Dimungkinkan terjadi efek sinergis antara tingkat kematangan buah dan proporsi penambahan gula dalam pembentukan gel karena dengan adanya penambahan gula dalam konsentrasi rendah dapat membentuk tekstur lempok yang kokoh (Doublier dan Cuvelier, 1996).

Hingga saat ini lempok yang beredar di pasaran hanya lempok durian sehingga penggunaan bahan baku lain khas Indonesia seperti belimbing manis diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan variasi produk lempok. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan formulasi pembuatan lempok berdasarkan tingkat kematangan buah belimbing dan proporsi penambahan gula perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu, diharapkan mendapatkan komposisi lempok yang sesuai, maka perlu dilakukan penelitian terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik produk lempok belimbing ini.

BAHAN DAN METODE Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci besar, blender merk Nanotec, timbangan, kompor merk Rinnai, pengaduk kayu, baskom, pisau, talenan, sendok dan saringan besar, neraca analitik (merk Denver M310 USA), kertas saring kasar, kompor listrik (merk Maspion), pendingin balik, shaker waterbath, spektrofotometer dan kuvet (UNICO RRC UV 2100), oven listrik (WTB Binder), desikator (merk Schott Duran), bola hisap, buret, statip, dan glass ware merk Pyrex (cawan petri, buret, erlenmeyer, beaker glass, pipet volume, pipet tetes, gelas ukur, labu ukur, dan tabung reaksi). Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan produk lempok belimbing adalah belimbing manis dengan 3 variasi tingkat kematangan yaitu mentah, setengah matang, dan matang yang diperoleh dari Desa Wisata Karangsono Kabupaten Blitar. Bahan tambahan lain yang digunakan yaitu gula pasir merk Gulaku, maizena merk Hawai, dan margarin yang diperoleh dari toko kue Prima Rasa Malang. Bahan untuk analisa antara lain KI, I2, asam askorbat, NaOH 0.1 N, asam oksalat, HCl 36 N, etanol 96%, larutan amilum 1%, larutan yodium 0.01 N, pereaksi anthrone 0.1%, larutan H2SO4 pekat, larutan glukosa standar, Na-oksalat, Pb-asetat, CaCO3, dan akuades.

Page 3: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

47

Metode Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor I adalah tingkat kematangan belimbing manis yang terdiri dari belimbing mentah, belimbing setengah matang dan belimbing matang. Faktor II adalah konsentrasi gula pasir yang terdiri dari 4%, 6% dan 8%. Sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan tiga kali ulangan dan diperoleh 27 satuan percobaan. Pada penelitian ini terdiri dari dua tahapan penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan penelitian tahap pertama yang bertujuan menentukan komposisi gula, maizena, dan margarin yang sesuai pada produk lempok belimbing dan menentukan konsentrasi gula pasir yang sesuai dalam pembuatan produk lempok belimbing. Dalam hal ini faktor yang dirujuk adalah konsentrasi penambahan gula pasir pada pembuatan lempok belimbing. Konsentrasi gula pasir yang digunakan adalah 4% (G1), 6% (G2), 8% (G3). Belimbing manis yang digunakan untuk penelitian pendahuluan berasal dari Blitar.

Pada penelitian utama yaitu menggunakan komposisi yang telah ditetapkan dari penelitian pendahuluan dengan variasi konsentrasi gula pasir. Setelah diperoleh kombinasi perlakuan, selanjutnya dilakukan analisa kimia pada bahan baku buah belimbing manis dengan tingkat kematangan berbeda (mentah, setengah matang, matang) meliputi kadar air , total gula, kadar abu, total asam, total pektin, pH dan vitamin C serta analisa fisik meliputi warna dan tekstur. Kemudian untuk produk lempok belimbing dilakukan analisa kimia yang meliputi kadar air, total gula, total abu, dan vitamin C serta analisa fisik meliputi warna dan tekstur. Produk lempok belimbing juga dilakukan uji organoleptik metode kesukaan hedonik dan metode mutu hedonik untuk mengetahui perlakuan terbaik dari tingkat kesukaan panelis.

Analisa Data Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA) dengan selang kepercayan 1% untuk mengetahui tingkat pengaruh pada setiap perlakuan meliputi kadar air, vitamin C, total gula, kadar abu, warna, tekstur. Apabila hasil uji menunjukkan terdapat interaksi beda nyata, maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Namun jika hasil uji tidak menunjukkan interaksi beda nyata, maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Data hasil uji organoleptik dianalisa menggunakan uji Hedonic Scale Scoring. Sedangkan pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Multiple Atribute (Zeleny, 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Air

Gambar 1. Rerata Kadar Air (%) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Pada gambar 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka kadar air dalam lempok akan semakin menurun dan mengalami kenaikan seiring dengan

14.34 13.86 13.4617.29 16.42 15.8118.81 18.19 17.62

0

10

20

30

4% 6% 8%Kad

ar A

ir (

%)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 4: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

48

matangnya buah belimbing. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan tiga tingkat kematangan buah belimbing dan proporsi penambahan gula memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap rerata kadar air lempok belimbing, namun tidak terjadi interaksi antara kedua faktor tersebut.

Tabel 1. Rerata Kadar Air Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Kadar Air (%) BNT 1%

Muda 13.89a ± 0.441 0.5052 Setengah Matang 16.51b ± 0.744

Matang 18.21c ± 0.595

Tabel 1. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap kadar air lempok belimbing. Semakin matang buah belimbing yang digunakan sebagai bahan baku maka kadar air dalam lempok akan semakin meningkat. Buah belimbing termasuk dalam kategori buah non klimaterik dimana pada saat proses pematangan tidak terjadi lonjakan yang drastis pada perubahan komponen di dalamnya (Azhari, 1995). Hal ini dapat dilihat dari kandungan kadar air buah belimbing yang digunakan, dimana hanya terjadi peningkatan kadar air sekitar 1-2% seiring dengan bertambah matangnya buah belimbing. Kadar air dalam buah yang meningkat disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut. Kemudian pektin akan didegradasi menjadi asam poligalakturonat yang menghasilkan hasil samping air. Perubahan komponen-komponen buah ini dipengaruhi oleh beberapa kerja enzim antara lain enzim poligalakturokinase dan metil asetate (Usman, 2011). Tabel 2. Rerata Kadar Air Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Kadar Air (%) BNT 1%

4 16.81a ± 2.273

0.5052 6 16.16b ± 2.177 8 15.63c ± 2.086

Tabel 2. menunjukkan bahwa proporsi penambahan gula sebesar 8% memberikan

pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan proporsi penambahan gula sebesar 6% dan 4 % terhadap kadar air lempok belimbing. Kemudian proporsi penambahan gula sebesar 6% berbeda nyata dengan proporsi penambahan gula sebesar 4%. Semakin banyak proporsi penambahan gula yang ditambahkan maka akan semakin menurun kadar air dalam lempok belimbing. Menurut Verawaty (2008), gula pasir selain berfungsi sebagai pemberi rasa manis, juga dapat berfungsi sebagai thickner yang dapat menarik molekul-molekul air bebas sehingga kandungan air bebas dalam larutan akan menurun.

2. Kadar Vitamin C

Gambar 2. Rerata Vitamin C (mg/100 g) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

30.74

21.6517.01

25.90

16.8712.06

19.8312.25

7.32

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

4% 6% 8%

Vit

amin

C (

mg/

10

0gr

am)

Proporsi Pemanbahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 5: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

49

Pada gambar 2. semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka vitamin C dalam lempok akan semakin menurun seiring dengan semakin matangnya buah belimbing. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tiga tingkat kematangan belimbing dan proporsi penambahan gula memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (α=0.01) terhadap rerata vitamin C, namun tidak terjadi interaksi dari kedua faktor tersebut. Tabel 3. Rerata Vitamin C Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Vitamin C

(mg/100 g) BNT 1%

Mentah 23.13a ± 6.983

0.8893 Setengah Matang 18.27b ± 7.026 Matang 13.14c ± 6.302

Tabel 3. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata vitamin C lempok belimbing, dimana semakin matang buah belimbing yang digunakan maka kandungan vitamin C didalamnya akan semakin menurun sehingga hasil vitamin C dalam produk juga akan semakin menurun. Menurut Hernándes et al., (2002), kadar vitamin C semakin menurun seiring dengan peningkatan kematangan buah, dimana semakin tinggi tingkat kematangan buah maka komponen asam-asam organik seperti asam askorbat akan diubah menjadi gula-gula sederhana. Kandungan asam askorbat dalam buah yang matang akan cenderung menurun (Mahmood, 2012).

Asam askorbat memiliki sifat yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi kuat. Kandungan vitamin C dalam buah belimbing akan semakin menurun seiring dengan semakin matangnya buah. Pada pembuatan lempok belimbing ini proses degadasi vitamin C terjadi secara aerob, dimana terdapat tiga proses yang dapat menjadi penyebab penurunan vitamin C, yaitu pertama pada saat tahap pemotongan dan pengupasan belimbing, penghancuran buah belimbing dilakukan dengan menggunakan blender, dimana kemungkinan terdapat vitamin C yang masih berada di dalam slurry, adanya proses pemanasan selama pemasakan yang mengakibatkan oksidasi vitamin C semakin tinggi. Adonan lempok belimbing akan kontak langsung dengan udara/oksigen dan panas yang dihantarkan akan menyebabkan kerusakan pada asam askorbat semakin tinggi (Uckiah et al., 2009). Tabel 4. Rerata Vitamin C Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Vitamin C (mg/100 g)

BNT 1%

4 25.49a ± 5.463 0.8893 6 16.92b ± 4.699

8 12.13c ± 4.844

Tabel 4. menunjukkan bahwa masing-masing proporsi penambahan gula memberikan

pengaruh beda nyata terhadap rerata vitamin C lempok belimbing, dimana semakin tinggi proporsi penambahan gula yang ditambahkan maka akan semakin menurunkan vitamin C dalam lempok belimbing. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam, mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan minyak. Sangat sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara, konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam. Sebuah penelitian menyatakan glukosa, sukrosa dan sorbitol dapat melindungi asam askorbat dari degadasi pada suhu rendah (≤40oC), namun pada suhu tinggi (≥70oC) akan menyebabkan kerusakan asam askorbat (Santos, 2010).

Page 6: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

50

3. Total Gula

Gambar 3. Rerata Total Gula (%) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Gambar 3. menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka

total gula dalam lempok akan semakin meningkat seiring dengan semakin matangnya buah belimbing. Kandungan total gula yang dikandung dalam buah matang akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tiga tingkat kematangan belimbing dan proporsi penambahan gula memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap rerata total gula lempok belimbing, namun tidak terjadi interaksi diantara kedua faktor tersebut. Tabel 5. Rerata Total Gula Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Total Gula (%) BNT 1%

Mentah 45.64a ± 6.852

1.3803 Setengah Matang 48.04b ± 8.707 Matang 50.54c ± 7.839

Tabel 5. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap rerata total gula lempok belimbing, dimana semakin matang buah belimbing yang digunakan maka total gulanya akan semakin meningkat sehingga hasil total gula dalam produk juga akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan baku yang memiliki kandungan total gula yang berbeda dimana semakin matang buah belimbing maka kandungan gula pada buah semakin meningkat. Selama proses pematangan buah, pati dalam buah akan terdegadasi dan diubah menjadi komponen gula karena aktivasi enzim α-amylase and β-amylase (Nascimento et al., 2006). Ketika buah matang, tingkat total gula akan cenderung meningkat seiring dengan menurunnya aktivitas enzim invertase (Villanueva, 2004). Kemudian pengaruh perbedaan kadar air pada setiap tingkat kematangan buah belimbing yang menurun selama proses pemasakan juga menyebabkan persentase total gula pada lempok semakin meningkat. Tabel 6. Rerata Total Gula Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Total Gula (%) BNT 1%

4 40.59a ± 2.084

1.3803 6 47.49b ± 2.421 8 56.15c ± 3.110

Tabel 6. menunjukkan bahwa masing-masing proporsi penambahan gula memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rerata total gula lempok belimbing, dimana semakin tinggi proporsi penambahan gula yang ditambahkan maka akan semakin meningkatkan total gula

38.96 45.3152.65

39.8847.05

57.2042.94

50.0958.60

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

4% 6% 8%

Tota

l Gu

la (

%)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 7: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

51

dalam lempok belimbing. Menurut Ali (2004), senyawa asam-asam organik dalam buah yang sudah diubah menjadi gula sederhana seiring dengan semakin matangnya buah, akan terus meningkat dan terakumulasi selama buah tersebut masih mengalami respirasi. Peningkatan kandungan total gula dalam lempok ini diduga karena kandungan kadar air dalam lempok akan menurun seiring proses pemasakan. Sehingga apabila dilakukan penambahan gula dalam produk akan menyebabkan total gula dalam produk terakumulasi dan akan semakin meningkat.

4. Kadar Abu

Gambar 4. Rerata Kadar Abu (%) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Gambar 4. menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka

kadar abu dalam lempok akan semakin meningkat dan seiring dengan matangnya buah belimbing kadar abu semakin menurun. Nilai rerata kadar abu tertinggi diperoleh dari perlakuan tingkat kematangan buah belimbing matang dengan proporsi penambahan gula 8% yaitu sebesar 1.51%, sedangkan rerata kadar air terendah diperoleh dari perlakuan tingkat kematangan buah belimbing mentah dengan proporsi penambahan gula 4% yaitu sebesar 1.43%. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan tiga tingkat kematangan buah belimbing dan proporsi penambahan gula memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap rerata kadar abu lempok belimbing, namun tidak terjadi interaksi.

Tabel 7. Rerata Kadar Abu Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Kadar Abu (%) BNT 1%

Mentah 1.49a ± 0.020 0.0256 Setengah Matang 1.47ab ± 0.023

Matang 1.45b ± 0.016

Tabel 7. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu lempok belimbing. Semakin matang buah belimbing yang digunakan sebagai bahan baku maka kadar abu dalam lempok akan semakin meningkat. Pada buah belimbing setengah matang tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap buah belimbing mentah dan matang, tetapi untuk buah mentah memberikan pengaruh beda nyata terhadap buah belimbing matang. Berdasarkan kadar abu pada bahan baku buah belimbing semakin matang kadar abu meningkat. Kalapathy dan Proctor (2001) menjelaskan, asam mengakibatkan terhidrolisisnya pektin dari ikatan kalsium dan magnesiumnya. Jadi apabila bahan mempunyai pH tinggi maka kadar abunya tinggi.

1.471.49 1.51

1.441.47 1.49

1.431.46 1.46

1.35

1.40

1.45

1.50

1.55

4% 6% 8%

Kad

ar A

bu

(%

)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 8: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

52

Tabel 8. Rerata Kadar Abu Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Kadar Abu (%) BNT 1%

4 1.45a ± 0.024

0.0256 6 1.47ab ± 0.016 8 1.49b ± 0.021

Tabel 8. menunjukkan bahwa masing-masing proporsi penambahan gula 6% tidak

memberikan pengaruh beda nyata dengan antar perlakuan, tetapi pemanbahan gula 4% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap penambahan gula 8% pada kadar abu lempok belimbing. Penambahan gula memberikan peningkatan abu pada lempok belimbing. Kadar abu pada lempok belimbing sekitar 0.1-0.15%. Pada bahan baku gula memiliki kandungan kadar abu sekitar ±0.1%, hal ini menyebabkan meningkatkan kadar abu pada lempok belimbing.

5. Tekstur

Gambar 5. Rerata Tekstur (N) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing

yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Gambar 5. menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka

rerata nilai tekstur lempok akan semakin meningkat dan semakin matang buah belimbing cenderung semakin menurun. Hal ini dikarenakan komponen pembentuk gel dalam buah belimbing pada tiga tingkat kematangan memiliki komposisi yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan tiga tingkat kematangan buah belimbing memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (α=0.01). Tabel 9. Rerata Tekstur Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Tekstur Tensile Strength (N) BNT 1%

Muda 20.39a ± 0.652

0.1421 Setengah Matang 20.29ab ± 0.667 Matang 20.21b ± 0.600

Tabel 9. menunjukkan bahwa setiap tingkat kematangan belimbing memberikan pengaruh

berbeda nyata. Tingkat kematangan buah belimbing berpengaruh terhadap tekstur kekenyalan lempok. Semakin matang buah maka pH yang dihasilkan akan semakin tinggi, dimana semakin rendah pH atau kondisi asam maka gel yang akan terbentuk semakin keras (Ningtyas dkk, 2011). Selain pH, semakin matang buah maka kandungan total gula dalam buah akan cenderung meningkat, dimana semakin banyak gula yang ada dalam larutan lempok maka akan menyebabkan tekstur gel menjadi keras.

19.7720.33

21.07

19.6320.27

20.97

19.6020.23

20.80

18.00

19.00

20.00

21.00

22.00

4% 6% 8%

Re

rata

Nila

i Te

kstu

rTe

nsi

le(N

)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 9: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

53

Tabel 10. Rerata Tekstur Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Tekstur Tensile Strength (N) BNT 1%

Muda 19.67a ± 0.088

0.1421 Setengah Matang 20.28b ± 0.051 Matang 20.94c ± 0.135

Tabel 10. menunjukkan bahwa setiap penambahan proporsi gula maka kekerasan tekstur akan meningkat. Menurut Gautara dan Soesarsono (2005) fungsi gula dalam produk pangan yaitu untuk memberikan aroma, rasa manis, sebagai pengawet dan membantu pembentukan lapisan keras atau tekstur. Penggunaan gula dalam pembuatan lempok berfungsi untuk menarik molekul-molekul air di sekeliling maizena sehingga rantai antar bahan pembentuk gel saling berdekatan dan membentuk jaringan tiga dimensi atau gel yang baik. Jika larutan gula dan pektin bereaksi maka akan meningkatkan kekuatan gel. Proporsi penambahan gula, pektin dan asam serta suhu pada kondisi yang tepat akan membentuk struktur lempok yang kokoh dan tahan terhadap perlakuan mekanis (Kordylas (1991).

6. Warna

Kecerahan L*

Gambar 6. Rerata Kecerahan (L*) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan

Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Gambar 6. menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka

rerata nilai kecerahan lempok akan semakin menurun seiring dengan semakin mudanya buah belimbing. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan tiga tingkat kematangan buah belimbing memberikan pengaruh sangat nyata (α=0.01), namun proporsi penambahan gula tidak memberikan pengaruh dan tidak terjadi interaksi dari kedua faktor. Tabel 11. Rerata Kecerahan Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Kecerahan (L*) BNT 1%

Mentah 38.99a ± 2.076

1.041 Setengah Matang 41.96b ± 1.551 Matang 44.74c ± 2.090

Tabel 11. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rerata kecerahan lempok belimbing, dimana semakin matang buah belimbing yang digunakan maka kecerahannya akan semakin meningkat. Menurut Ratnaningtyas (2006), komponen padatan terlarut yang dominan adalah pigmen, asam organik, sukrosa dan protein. Semakin matang buah belimbing maka total padatan terlarutnya akan

41.17 38.77 37.0343.53 41.90 40.4346.73 44.93 42.57

0.00

20.00

40.00

60.00

4% 6% 8%Ke

cera

han

(L*

)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Muda Setengah Matang Matang

Page 10: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

54

semakin banyak pigmen yang larut dalam total padatan terlarut maka tingkat kecerahan buah akan semakin meningkat.

Tabel 12. Rerata Kecerahan (L*) Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Proporsi Penambahan Gula (%) Kecerahan (L*) BNT 1%

Muda 43.81a ± 2.794

1.041 Setengah Matang 41.87b ± 3.083 Matang 40.01c ± 2.791

Tabel 12. menunjukkan bahwa setiap penambahan proporsi gula maka tingkat kecerahan

(L*) akan semakin menurun. Kemampuan gula yang dapat mengikat air sehingga kemampuan air yang dapat memantulkan cahaya sehingga tingkat kecerahan warna lempok belimbing akan semakin meningkat menjadi berkurang. Menurut Rahman (2007) kadar air pada bahan mempengaruhi proses karamelisasi, karena semakin tinggi kadar air bahan maka viskositas bahan akan menurun, yang menyebabkan tingkat reaksi karamelisasi menurun.

Kemerahan a*

Gambar 7. Rerata Kemerahan (a*) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Hasil analisis sidik ragam pada Gambar 7. menunjukkan bahwa perlakuan proporsi penambahan gula memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (α=0.01) terhadap rerata nilai kemerahan lempok belimbing. Namun hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kematangan buah yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (α=0.01) terhadap nilai kemerahan lempok belimbing, dan tidak terjadi interaksi antara kedua faktor tersebut. Hal ini dimungkinkan karena bahan penyusun lempok belimbing seperti buah belimbing, gula dan karaginan tidak ada yang menyumbangkan warna merah di dalamnya.

Tabel 13. Rerata Nilai Kemerahan Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Proporsi Penambahan Gula

Tingkat Kematangan Belimbing Kemerahan (a*) BNT 1%

Mentah 10.04a ± 0.2169

0.324 Setengah Matang 10.32ab ± 0/1018

Matang 10.60b ± 0.1202

Tabel 13. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan pengaruh nyata terhadap total gula lempok belimbing. Belimbing matang memiliki nilai rerata kemerahan tertinggi dibandingkan dengan belimbing mentah dan belimbing setengah matang. Hal tersebut dikarenakan nilai kemerahan pada bahan baku belimbing setengah matang lebih tinggi dibandingkan belimbing mentah dan belimbing matang. Menurut Darwin (2013), gula pasir berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan.

9.83 10.23 10.4710.27 10.43 10.7010.03 10.30 10.63

8.009.00

10.0011.0012.00

4% 6% 8%

Ke

me

rah

an (

a*)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Muda Setengah Matang Matang

Page 11: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

55

Kekuningan b*

Gambar 8. Rerata Kekuningan (b*) Lempok Belimbing Akibat Pengaruh Tingkat Kematangan

Belimbing yang Berbeda dan Proporsi Penambahan Gula

Gambar 8. menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi gula yang ditambahkan maka

rerata nilai kekuningan lempok akan semakin menurun seiring dengan semakin matangnya buah belimbing. Hal ini diduga karena semakin matang buah maka akan terjadi penjenuhan ikatan ganda klorofil sehingga semakin matang buah warna hijau akan berubah menjadi kuning atau oranye. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan tiga tingkat kematangan buah belimbing memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (α=0.01), namun proporsi penambahan gula tidak memberikan pengaruh dan tidak terjadi interaksi dari kedua faktor.

Tabel 14. Rerata Kekuningan Lempok Belimbing Akibat Perlakuan Tingkat Kematangan Buah Belimbing

Tingkat Kematangan Belimbing Kekuningan (b*) BNT 1%

Muda 14.20a ± 0.351

0.852 Setengah Matang 15.47b ± 0.133 Matang 14.60a ± 0.240

Tabel 14. menunjukkan bahwa masing-masing tingkat kematangan memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rerata kecerahan lempok belimbing, dimana semakin matang buah belimbing yang digunakan maka kecerahannya akan semakin menurun. Menurut Kusuma (2009), asam askorbat akan meningkat sehingga terjadi sintesa karotenoid yang mengakibatkan warna kuning menurun.

7. Zeleny

Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode multiple atribute. Prosedur pembobotan sesuai nilai ideal pada masing-masing parameter. Pengujian perlakuan terbaik parameter kimia dan fisik lempok belimbing yaitu kadar air, Vitamin C, total gula, kadar abu, tekstur dan warna. Pengujian perlakuan terbaik parameter organoleptik yaitu parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Pemilihan parameter berdasarkan faktor kepentingan dan nilai pengharapan yang terbaik untuk mendapatkan nilai perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 15. Kandungan produk lempok belimbing terbaik (Zeleny) menurut parameter fisik, kimia dan organoleptik adalah buah belimbing matang dengan proporsi penambahan gula 4%.

.

14.53 14.23 13.8315.60 15.47 15.3314.87 14.53 14.40

0.00

10.00

20.00

4 6 8

Ke

kun

inga

n (

b*)

Proporsi Penambahan Gula (%)

Mentah Setengah Matang Matang

Page 12: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

56

Tabel 15. Pemilihan Parameter Kimia, Fisik dan Organoleptik Lempok Belimbing Berdasarkan Faktor Kepentingan dan Pengharapan dari Nilai yang Terbaik

Parameter Nilai Pengharapan

Kadar air Nilai Terendah Vitamin C Nilai Tertinggi Total gula Nilai Tertinggi Kadar abu Nilai Terendah Tekstur (Tensile Strength) Nilai Tertinggi Warna (L*) Nilai Tertinggi Warna (a*) Nilai Terendah Warna (b*) Nilai Tertinggi Warna Nilai Tertinggi Aroma Nilai Tertinggi Rasa Nilai Tertinggi Tekstur Nilai Tertinggi

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kematangan buah belimbing

berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar air, Vitamin C, total gula, kadar abu, tekstur, tingkat kecerahan (L*), tingkat kekuningan (b*), warna, aroma, rasa dan tekstur organoleptik. Perlakuan proporsi penambahan gula berpengaruh sangat nyata (α=0.05) terhadap kadar air, vitamin C, total gula, kadar abu, tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*), tingkat kekuningan (b*), warna, aroma, rasa dan tekstur organoleptik, sedangkan proporsi penambahan gula berpengaruh nyata (α=0.01) terhadap perlakuan total asam. Hasil analisis tingkat kemerahan tidak berpengaruh nyata akibat perlakuan tingkat kematangan buah belimbing. Pada penelitian lempok belimbing pada parameter fisik dan kimia tidak terjadi adanya interaksi.

Produk lempok belimbing terbaik (Zeleny) menurut parameter fisik, kimia dan organoleptik adalah buah belimbing matang dengan proporsi penambahan gula 4%, dengan nilai kadar air (18.81%), vitamin C (19.83 mg/100g), total gula (42.94%), kadar abu (1.43%), tekstur (19.60 N), tingkat kecerahan L* (46.73), tingkat kemerahan a* (10.30), tingkat kekuningan b* (14.87), kesukaan warna lempok belimbing 4.10 (suka), aroma lempok belimbing 3.80 (netral), rasa lempok belimbing 4.35 (suka) dan tekstur lempok belimbing 3.68 (netral).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z.M., Chin, L.H. and Lazan, H. 2004. A Comparative Study On Wall Degradingenzymes, Pectin Modifications and Softening During Ripening Of Selected Tropicalfruits. Plant Science. 167 (2), 317–327

Azhari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta Belitzh, H.S. and W. Gocsh. 1987. Food Chemistry. Spanyer Verley. Berlin Camus, A. 2000. Karakteristik Pembentukkan Gel Campuran Hidrokoloid Cincau Hijau (Premna

oblongifolia Merr.) Alginat dan Low Methoxyl Pectin (LMP) DE 36-44%. Skripsi. IPB. Bogor Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Sinar Ilmu. Yogyakarta Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press.

Jakarta Doublier, J-L dan G. Cuvelier. 1996. Gums and Hydrocolloids : Functional Aspects. In Eliasson,

A-C (Ed). 1996. Carbohydrates in Food. Marcel Dekker,Inc. New York. pp : 283 – 318. Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry, The Third Edition. Marcel Dekker, Inc. New York, USA Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian

IPB. Bogor

Page 13: PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH BELIMBING …

Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Lempok Belimbing – Imaduddin, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.2:45-57, April 2017

57

Gumbira, E. S. 2008. Papain dan Pektin dari Pepaya. Dilihat pada tanggal 06 Mei 2016.

<http://www.mma.ipb.ac.id> Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufacturing. Dilihat

pada tanggal 20 Januari 2017. <http://www.labplusinternational.com/> Herbstreith, K dan G. Fox. 2005. Pectin. Dilihat pada tanggal 23 Agustus 2016.

<http://www.herbstreithfox.de/pektin/forschungundentwicklung/forschung_entwicklung04a.htm>

Kirk, R. E. and Othmer D. F. 1952. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition Vol. 1. The Inter Science Encyclopedia, Inc. New York

Kordylas, J.M. 1991. Processing and Preservation of Tropical and Subtropical Foods. McMillan Education Ltd. Hampshire

Mahmood, T., Anwar, F., Abbas, M., Boyce, M.C. and Saari, N. 2012. Compositional Variation In Sugars and Organic Acids At Different Maturity Stages In Selected Small Fruits From Pakistan. 13 (2) : 1380–1392

Maligan, J. M. 2014. Analisis Karbohidrat. Universitas Brawijaya. Malang Mazza and B. D. Omah. 1998. Antioxidant Activity and Total PHenolic in Selected Fruit, Vegetable

and Grain Products. J. Aquaric. Food Chem, 46, 4113-4117. Finlandia Narain, N., Bora, P.S., Holschuh, H.J., M. A. and Vasconcelos, M.A. 2001. Physical and Chemical

Composition Of Carambola Fruit (Averrhoa carambola L.) at Three Stages Of Maturity. Cienc Techno Aliment 3: 144 – 148

Nascimento, G.G.F., Locatelli, J.L., Freitas, P.C., and Silva, G.L. 2006. Antibacterial Activity Of Plant Extracts and PHytochemicals On Antibiotic-Resistant Bacteria. Brazilian J. Microbiol. 31, 247-256.

Razak, F.A., Othman, R.Y., and Rahim, Z.H.A. 2012. The Effect Of Piper Betle And Psidium Guajava Extracts On The Cell-Surface HydropHobicity Of Selected Early Settlers Of Dental Plaque. J. Oral Sci. 48(2), 71-75.

Santoso, B. S. 2011. Kematangan Buah dan Indek Panen. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta

Sari, M. 2011. Maizena Sebagai Pengganti Pektin Dalam Pembuatan Selai Belimbing (Averrhoa carambola L.). 3(1):44-51 Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol. Padang

Sastroamidjojo, S. 1995. Makanan Tradisional, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja. Dalam Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Jakarta.

Thomas, W. R. 1999. Carrageenan. In Imeson A. P. (ed). Thickening and Gelling Agents for Food. Second Edition. Aspen Publisher Inc. Gaithersburg. Maryland

Verawaty. 2008. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. McGraw Hill. New York