pengaruh taklik talak terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH TAKLIK TALAK
TERHADAP KEUTUHAN RUMAH TANGGA
(STUDI PADA WARGA KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT)
Oleh
RONIKA PUTRA
NIM. 104044101441
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PENGARUH TAKLIK TALAK
TERHADAP KEUTUHAN RUMAH TANGGA
(STUDI PADA WARGA KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk
Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh
RONIKA PUTRA
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH Sri Hidayati, M.Ag
NIP : 150 268 783 NIP : 150 282 403
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul PENGARUH TAKLIK TALAK TERHADAP
KEUTUHAN RUMAH TANGGA (STUDI PADA WARGA KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT) telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Juni 2008.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum Islam pada Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah
Konsentrasi Peradilan Agama.
Jakarta, 30 Juni 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Amin Suma, SH,MA,MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN MUNAQOSAH
Ketua Sekertaris
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA Kamarusdiana, SHI, MA
NIP : 150 169 102 NIP : 150 285 972
Penguji I Penguji II
Dr. KH. A. Djuaini Syukri, Lc, M.Ag Drs. H. Odjo Kusnara NS, M.Ag
NIP : 150 256 969 NIP : 150 060 388
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Asep Syarifuddin H, SH, MA Sri Hidayati, M.Ag
NIP : 150 268 783 NIP : 150 282 403
KATA PENGANTAR
ا��� ا��� ا� ���
Penulis menghanturkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena
tanpa nikmat dan hidayah-Nya, penulisan skripsi ini tentu tidak akan dapat selesai
seperti sekarang ini. Selanjutnya, shalawat dan salam semoga selalu dicurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan seluruh umat
manusia di muka bumi ini.
Rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis berikan untuk kedua orang tua
penulis yang dengan sabar serta curahan kasih sayangnya dalam membesarkan
penulis dan tak lupa dengan doanya agar penulis berhasil dalam setiap urusan,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk meraih gelar Sarjana Hukum
Islam. Dan juga tidak lupa untuk kakak-kakak penulis atas dorongan dan motivasinya
dan juga kepada seluruh keluarga.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA selaku Kepala Jurusan Ahwal
Syakhshiyyah yang telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dan
administrasi.
3. Bapak Kamarusdiana SHI, MA, selaku Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhshiyyah
atas dukungan dan dorongannya.
4. Bapak Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MA dan ibu Sri Hidayati, M.Ag
atas bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. Serta semua dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu-ilmunya.
5. Bapak Dr. KH. A. Djuaini syukri, Lc, M.Ag dan Bapak Drs. H. Odjo Kusnara
NS, M.Ag sebagai tim penguji, terima kasih atas kelulusan yang di berikan
kepada penulis.
6. Bapak Kepala Kelurahan Pisangan Ciputat beserta staff atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Kepada seluruh kakak-kakak, kawan-kawan, adik-adik yang tergabung dalam
HIMAPOKUS terima kasih atas dorongan, sokongan, serta motivasinya serta
kepada teman-teman di Peradilan Agama angkatan 2004/2005.
8. Kawan-kawan di GEMAKUSI Jakarta, terima kasih atas dukungan dan
motivasinya
Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan dalam bentuk apapun di nilai
sebagai ibadah oleh Allah SWT, amiinn!!!.
Jakarta, 23 Mei 2008 M
17 Jumadil Ula 1429 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7
D. Metodologi Penelitian .......................................................................... 8
E. Sistematika Penyusunan ...................................................................... 11
BAB II: HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
A. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Isteri .......................................... 13
B. Hak dan Kewajiban Isteri Terhadap Suami .......................................... 25
C. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Isteri ........................................... 30
BAB III: TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK
A. Pengertian dan Dasar Hukum Taklik Talak .......................................... 35
B. Sejarah Perkembangan Taklik Talak Di Indonesia ............................... 40
C. Shigat Taklik Talak dan Akibat Hukumnya ......................................... 44
D. Tujuan Diadakan Taklik Talak ............................................................. 51
BAB IV: PENGARUH TAKLIK TALAK TERHADAP KEUTUHAN RUMAH
TANGGA.
A. Gambaran dan Letak Geografis RT 01/08 Pisangan Ciputat .................. 54
B. Pengaruh Taklik Talak Terhadap Keutuhan Rumah Tangga Warga RT
01/09 warga RT 01/08 Kelurahan Pisangan Ciputat ............................. 55
C. Hasil Penelitian ..................................................................................... 59
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
B. Saran-saran .......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah akad yang menghalalkan hubungan antara dua pihak yang
berakad dengan aturan-aturan yang ditetapkan syara’. Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Pasal 1 tentang perkawinan menyebutkan bahwa pernikahan adalah; “
Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”1. Menurut agama Islam perkawinan
merupakan salah satu ajaran agama yang dasar hukumnya terdapat dalam al-Qur’an
dan Sunnah Nabi.
Secara sepintas dapat digambarkan bahwa pernikahan merupakan lembaga
perjodohan antara laki-laki dan perempuan. Kedua belah pihak sepakat untuk hidup
bersama sebagai suami isteri menurut aturan-aturan agama. Kesepakatan hidup
bersama mesti diartikan secara totalitas, yakni perpaduan yang tidak hanya terbatas
secara lahiriyah saja, akan tetapi suami istri perlu saling membantu dan melengkapi
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Al-Qur’an menggambarkan bahwa
istri sebagai pakaian suami dan suami sebagai pakaian isteri. Pernyataan ini dapat
ditemui pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187.
1 A. Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-Undangan Dan Peraturan Peradilan Agama,
Jakarta: PT. Intermasa, 1997, cet. I, h. 187
)187: ا�� ة ( ...���� ���س وأ��� ��� ���س ه��...
Artinya : “... mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka... (Q.S. Al-Baqarah:187)
Ayat ini mengisyaratkan supaya antara suami isteri terdapat kerja sama yang
bulat untuk memikul tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 disebutkan bahwa; “ Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah”. Ketiga sifat ini (sakinah, mawaddah, dan rahmah) merupakan pra-kondisi
untuk menuju kepada kehidupan keluarga yang bahagia dan sejahtera, dan sangat
ditekankan oleh Islam.
Sakinah, sesuai dengan asal katanya yaitu sakana yang berarti diam setelah
bergejolak. Dalam konteks keluarga, sakinah adalah ketenangan yang dinamis dan
aktif, karena biasanya kerisauan antara pria dan wanita beralih menjadi tenang setelah
terjadinya ikatan perkawinan. Sifat sakinah akan terjalin dengan mawaddah.
Mawaddah yang maknanya berkisar pada kelapangan dan kekosongan, jadi
mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia
adalah cinta plus. Orang yang mencintai kadang-kadang hatinya dihinggapi perasaan
kesal sehingga cintanya menjadi pudar dan bahkan putus. Namun jika dalam hatinya
telah bersemai sifat mawaddah, ia tidak akan lagi memutuskan cintanya, hal ini
disebabkan hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga tertutup
kemungkinan dihinggapi keburukan lahir dan batin (yang mungkin datang dari
pasangannya).
Sedangkan sifat rahmah merupakan kondisi psikologis yang muncul dalam
hati akibat menyaksikan ketidak-berdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan
untuk memberdayakannya. Oleh karenanya dalam kehidupan keluarga suami dan
isteri akan bersungguh-sungguh dan bahkan bersusah payah untuk mendatangkan
kebahagiaan bagi pasangannya serta menolak bagi segala yang mengganggu dan
mengeruhkannya2.
Akan tetapi jika salah satu unsur dari ketiga sifat tadi tidak tertanam secara
kuat dalam suatu keluarga, maka kelangsungan keluarga tersebut akan sangat rapuh.
Al-Qur’an menggaris bawahi hal ini, sebab betapapun hebatnya seseorang, ia pasti
memiliki kelemahan, namun demikian betapapun lemahnya seseorang tentu ada juga
unsur kekuatannya. Dimana upaya untuk tetap mempertahankan kebahagiaan rumah
tangga seringkali tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, tidak jarang suatu
kehidupan rumah tangga mengalami hambatan-hambatan, sehingga sukar
mempertahankan keutuhannya. Jika melihat anjuran agama, maka adanya perceraian
adalah sangat tidak diharapkan di dalam sebuah perkawinan. Tetapi ada saat-saat
dalam kehidupan manusia ketika tak mungkin baginya melanjutkan hubungan yang
akrab dengan istrinya atau sebaliknya.
Perceraian tidak akan pernah ada jika tidak ada perkawinan. Jika perkawinan
adalah sebagai awal untuk hidup bersama suami dan istri, maka perceraian
merupakan akhir dari kehidupan bersama suami dan istri.
2 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dari Segi
Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Ind-Hill, 1990, h. 3
Sebelum Islam lahir, perceraian dikalangan orang Arab Jahiliyah sangat
mudah dan sering kali terjadi. Para suami menceraikan istrinya dengan melakukan
talak dan rujuk di dalam iddah yang tidak ada batasnya. Begitu suami marah, begitu
dengan mudah ia melakukan talak. Tetapi begitu marahnya hilang, maka ia akan
melakukan rujuk dan hidup sebagai suami istri lagi. Perbuatan itu dilakukan tanpa
kenal batas, bahkan jika ia menyakiti istrinya, setiap hampir habis masa iddahnya
suami melakukan rujuk lagi kemudian melakukan talak kembali. Begitulah perbuatan
suami terhadap istrinya tanpa mengenal batas. Terjadilah pada waktu itu pasaran
talak. Wanita atau istri tidak berharga, ia laksana bola permainan laki-laki belaka.
Bahkan fenomena penguburan hidup-hidup anak perempuan adalah fakta sejarah
yang tidak bisa ditutup-tutupi.
Jadi secara historis, hukum perceraian telah dikenal dan dipraktekkan umat
manusia sepanjang masa yang pada awalnya dilakukan dengan cara yang tidak adil
bahkan semena-mena. Islam datang meluruskan hukum perceraian itu, dan
melaksanakannya menjadi adil dan benar antara suami dan istri yang bertikai.
Seperti diketahui bahwa perceraian adalah tidak diharapkan. Banyak
penjelasan Allah SWT dan Rasul-Nya mengenai hal itu. Ada pula penjelasan itu
dalam bentuk sindiran-sindiran dan dalam kesimpulan-kesimpulan dari ayat-ayat
tersebut. Seperti dalam surat An-Nisa’ ayat 19 Allah SWT berfirman :
وی1&0 #�/� ت�ه*ا أن (&�, آه��*ه�� ()ن ����&وف و$�#وه�� ... )19:ا���8ء ( آ6�ا 5�ا (�3 ا�3�4
Artinya : “...dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak” (Q.S. Al-Baqarah: 19)
Pada ayat di atas dapat disimpulkan bahwa kalau ada perasaan tidak senang
dari suami kepada istrinya, hendaklah ia tetap menggauli istrinya dengan baik dan
jangan menceraikan istrinya.
Meskipun pada awalnya suami dan istri sudah berusaha untuk menjaga
keharmonisan keluarga, tetapi terkadang ada faktor-faktor yang dapat merubah
keharmonisan itu. Faktor-faktor itu antara lain faktor psikologis, biologis, pandangan
hidup, perbedaan kecendrungan, dan lain sebagainya.
Dalam keadaan seperti ini, tidaklah mustahil dijumpai banyak kasus
perkawinan terkadang dengan sesuatu sebab atau beberapa sebab menjadi buruk,
bahkan sampai parah, sehingga dirasakan bahwa kehidupan suami istri dalam
berumah tangga tidak mungkin untuk dilanjutkan lagi. Inilah yang menjadi alasan
pokok perceraian. Oleh karena itu harus dipahami bahwa perceraian adalah menjadi
jalan terakhir setelah segala macam jalan perdamaian tidak berhasil.
Ketika keutuhan rumah tangga sudah tidak dapat lagi dipertahankan, maka
jalur yang ditempuh adalah mengakhiri perkawinan dengan jalan perceraian atau
talak.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 117 disebutkan bahwa; “Talak adalah
ikrar suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan”. Ini dimaksudkan bahwa putusnya sebuah perkawinan salah satu
sebabnya melalui institusi talak, yang diikrarkan oleh seorang suami dihadapan
pengadilan agama. Jadi kewenangan talak ada pada suami. Dalam Al-Qur’an akan
kita dapati bahwa talak semuanya dihadapkan pada laki-laki (suami), karena ditangan
merekalah diletakkan wewenang tersebut.
Ucapan talak yang diikrarkan suami kepada istrinya ada yang menunjukkan
jatuhnya talak pada waktu itu juga, seperti kata suami kepada istrinya; “kamu aku
talak”. Perkataan yang menunjukkan pengertian yang demikian disebut al-Sighat al-
Munjazah (perkataan yang berlaku langsung). Kemudian ada juga ucapan talak suami
yang digantungkan pada sesuatu, misalnya ucapan suami kepada istrinya; “kalau
kamu pergi ketempat anu, maka kamu tertalak”. Ucapan semacam ini disebut al-
Sighat al-Muallaqoh (lafaz yang berkait atau bergantung). Ucapan talak yang
demikian dinamakan talak taklik atau yang kita kenal dengan taklik talak.
Dari uraian diatas, maka menjadi jelas bagaimana posisi suami-istri serta
peran yang dimiliki masing-masing. Oleh sebab itu menjadi penting kiranya adanya
perjanjian atau jaminan yang bisa dijadikan patokan agar perkawinan dapat berjalan
dengan baik. Perjanjian atau jaminan dalam hal ini telah diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 45 dan 46 yaitu perjanjian taklik talak. Terlepas dari perbedaan
peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 29 yang
menyatakan bahwa taklik talak bukanlah suatu perjanjian. Hal ini disebabkan karena
penulis tidak membahas ketentuan taklik talak sebagai perjanjian secara yuridis.
Melihat bahwa taklik talak adalah sebagai jaminan dari suami yang
menyatakan ia sanggup melaksanakan kewajiban terhadap istri dan keluarga.
Kalaupun tidak, ia sanggup menerima akibat sesuai dengan apa yang ia ucapkan
dalam shigat taklik talak sesudah akad pernikahan.
Dari deskripsi diatas dapat dilihat bahwa kaitan antara taklik talak dengan
keutuhan rumah tangga sangatlah erat. Oleh karenanya penulis sangat tertarik untuk
membahas tentang taklik talak ini dan kaitannya dengan pengaruhnya terhadap
keutuhan rumah tangga. Maka kemudian penulis mengambil judul “Pengaruh
Taklik Talak Terhadap Keutuhan Rumah Tangga; Studi Pada Warga
Kelurahan Pisangan Ciputat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini, agar tidak terlalu luas, penulis akan membatasi
masalah hanya pada permasalahan taklik talak dan pengaruhnya terhadap keutuhan
rumah tangga, dan penulis hanya memfokuskan hanya pada satu RT saja yaitu RT
01/08 yang ada Kelurahan Pisangan Ciputat.
Dalam permasalahan ini penulis kemudian kaitkan dengan adanya shigat
taklik talak yang sudah dilembagakan pemerintah. Artinya penulis mencoba
membahas pengaruh adanya taklik talak terhadap keutuhan rumah tangga. Apakah
selama ini dengan adanya taklik talak tersebut berpengaruh mengatasi atau
mengurangi konflik yang terjadi dalam rumah tangga.
Selain itu penulis juga akan menyertakan situasi dan kondisi warga RT 01/08
kelurahan Pisangan Ciputat yang mana sebagai tempat permasalahan ini berada.
Kemudian penulisan skripsi ini difokuskan untuk menjawab persoalan-
persoalan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh taklik talak terhadap keutuhan rumah tangga?
2. Bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya taklik talak dalam
pernikahan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh taklik talak terhadap keutuhan
rumah tangga.
b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang fungsi taklik talak
dalam sebuah pernikahan.
2. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah penulis ingin memberi
gambaran bagaimana sebenarnya pengaruh taklik talak ini terhadap keutuhan
rumah tangga. Karena banyak suami isteri yang tidak paham sama sekali apa
sebenarnya taklik talak itu sendiri.
D. Metodelogi Penelitian
Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan
menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian deskriiftif. Penelitian deskriftif merupakan metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasi obyek sesuai dengan apa adanya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah
memaparkan secara utuh dan obyektif terhadap obyek penelitian melalui penelitian
lapangan.
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penulis melakukan penelitian langsung ke RT 01/08 kelurahan
Pisangan Ciputat sebagai obyek penelitian untuk mendapatkan data yang
diperlukan dalam skripsi ini.
Cara ini ditempuh dengan teknik pengumpulan data:
1. Observasi
Yang dimaksud dengan observasi adalah pengamatan dan pencatatan
tentang fenomena-fenomena yang diselidiki. Fenomena-fenomena yang
diselidiki ini akan dilakasanakan secara bertahap sesuai dengan keadaan
lapangan.
2. Dokumentasi
Mengamati dan menyelidiki dokumen-dokumen untuk memperoleh
data mengenai permasalahn ini.
3. Angket
Yaitu alat penelitian berupa daftar pertanya yang sudah dipersiapkan
sebelumnya3, untuk memperoleh keterangan responden, dan responden yang
dimaksud adalah pasangan suami isteri yang ada di RT 01/08 Kelurahan
Pisangan Ciputat.
4. Penentuan populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian4, hal ini dimaksudkan
apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
3 Anas Subjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 1991, h. 27 4 Suhartini Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Bhinneka Cipta, 1993, h. 102
penelitian, adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat RT 01/08 kelurahan Pisangan Ciputat.
Sampel adalah sebagian populasi yang hendak diteliti dan dianggap
bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari populasi)5.
Jadi yang dimaksud sampel adalah sebagian populasi yang dijadikan wakil
dari seluruh populasi yang jumlahnya besar yang tidak mugkin semuanya.
Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini penulis berpedoman
pada apa yang dikemukakan oleh Suharsini Arikunto bahwa: "Untuk sekedar
encer-encer apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya
sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya
besar dari 100, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih6.
Setelah penulis mengadakan penelitian terhadap jumlah populasi yang
dilapangan ternyata jumlah populasinya lebih dari 100, sehubungan dengan
adanya keterbatasan waktu, tenaga serta biaya yang ada, maka penulis
menetapkan sejumlah sampel sebanyak 50 orang, pengambilan sampel ini dari
rumus yang apabila di prosentasikan adalah sebagai berikut:
P = N
F X 100
Dimana P = Persentase yang dicapai untuk setiap jawaban
F = Frekuensi (jumlah jawaban responden)
5 Djarwanto dan Pangestu Subagyo, Metodologi Induktif, Yogyakarta: BPFE, 1990, h. 95 6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 102
N = Jumlah Responden7
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi,
tesis dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang di terbitkan oleh UIN Jakarta
Press, dengan pengecualian bahwa terjemahan dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh bentuk penulisan yang benar dan sistematis, maka penulis
akan membagi skripsi ini dalam empat bab, yang secara lengkapnya dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bab I, Berisi Pendahuluan. Didalamnya dikemukakan mengenai latar belakang
masalah, perumusan dan pembatasan masalah yang memfokuskan arah
pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian yang
menguraikan bagaimana proses penelitian ini dilakukan serta
dilengakapi dengan sistematika pembahasan yang menggambarkan
bagian alur atau tahap-tahap pembahasan penelitian ini.
Bab II, Hak dan kewajiban suami isteri. Mencakup hak dan kewajiban suami
terhadap isteri, hak dan kewajiban isteri terhadap suami, dan hak dan
kewajiban bersama suami isteri
Bab III, Membahas kajian teoritis tinjauan umum tentang taklik talak pengertian
dan dasar hukum talak, sejarah perkembangan taklik talak di indonesia,
7 Sutrisno Hadi, Metode Riset, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1981,
jilid III, h. 246
shigat taklik talak dan akibat hukumnya, dan tujuan diadakan taklik
talak
Bab IV, Merupakan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan, maka di
dalamnya membahas tentang pengaruh taklik talak terhadap keutuhan
rumah tangga, menguraikan sekilas tentang RT 01/08 Kelurahan
Pisangan Ciputat, letak geografis, pengaruh taklik talak terhadap
keutuhan rumah tangga dan hasil penelitian.
Bab V, Adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis
berkaitan dengan bagaimana tinjauan hukum Islam tentang taklik talak
dan pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
A. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Isteri
Apabila akad nikah telah berlangsung dan telah memenuhi syarat dan
rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan
menimbulkan juga hak dan kewajiban selaku suami isteri secara bersama.
Dalam mengatur dan melaksanakan kehidupan suami isteri untuk
mencapai perkawinan, agama mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban
mereka sebagai suami isteri. Hak ialah sesuatu yang harus diterima, sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik8. Apa yang
menjadi kewajiban suami terhadap isterinya merupakan hak bagi isteri, dan begitu
juga sebaliknya apa yang menjadi kewajiban isteri terhadap suami merupakan hak
bagi suami9. Hak dan kewajiban itu meliputi; hak dan kewajiban suami isteri,
kewajiban suami atas isteri, serta hak dan kewajiban isteri atas suami.
Jika suami dan isteri bersama-sama menjalankan tanggung jawabnya
masing-masing, maka akan terwujudlah ketenteraman dan ketenangan hati
sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup rumah tangga. Dengan demikian,
tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama yaitu
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
8 Sidi Nazar Bakry, “Kunci Keutuhan Rumah Tangga”, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993. Cet ke. I, h. 37 9 Firdaweri, “ Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami
Menunaikan Kewajibannya”, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989, Cet ke. I, h. 12
Seorang suami harus menjalankan hak dan kewajibannya, dan
wajib mempergunakan haknya secara benar dan dilarang
menyalahgunakan haknya, di samping itu ia wajib menunaikan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Apabila suami telah melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagaimana yang telah dianjurkan oleh agama dan begitu pula isteri,
maka akan tercipta rumah tangga yang bahagia, dapat memperoleh
keturunan yang sholeh dan sholehah dan menjalani kehidupan yang
harmonis, penuh dengan kasih sayang, cinta-mencintai dan tolong-
menolong antara keluarga yang satu dengan yang lainnya.
Adapun kewajiban suami terhadap isterinya ada dua macam,
yang pertama kewajiban berupa materiil yaitu mahar dan nafkah sehari-
hari. Kemudian yang bersifat non materi yaitu mempergauli isterinya
dengan sebaik-baiknya dan melaksanakan keadilan antara isteri-isteri
apabila mempunyai isteri lebih dari satu. Suami juga wajib menjaga
kehormatan isteri, dan mengatur hubungan seksual antara suami isteri.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Mahar
Dalam perkawinan jika telah terlaksana akad perkawinan, maka
suami diwajibkan untuk memberikan sesuatu kepada isteri da inilah
yang dinamakan dengan mahar atau mas kawin, kewajiban ini hanya
diwajibkan satu kali saja. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah
dalam surat An-Nisa / 4 ayat 4 yang berbunyi:
4 : 4 ) ا���8ء( ... �<4= رز:��� ا�98��ء ات*ا و…artinya:“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kami
nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan...”
Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
وس�4� $4�3 ا� 4E, ا� س*لر أن� 8$�� ا� رAB $�ئ?= و$�
آ= ا�98��ح أ$G� إن� : :�ل� I 10 )ا�L رواI( مJ�= أی�
Artinya:“Dari Aisyah r.a Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda, nikah yang paling besar berkahnya yaitu yang
paling ringan maharnya” (H.R. Ahmad)
Sedangkan menurut Firdaweri, maskawin bukanlah untuk
menghargai atau menilai wanita, melainkan sebagai bukti bahwa calon
suaminya sebenarnya cinta kepada isterinya, sehingga dengan suka rela
ia mengorbankan hartanya untuk diserahkan kepada isterinya, sebagai
tanda suci dan sebagai pendahuluan bahwa si suami akan terus menerus
memberi nafkah kepada isterinya11
.
Mahar ini merupakan hak isteri yang menjadi milik isteri
sendiri, dan tidak ada seorang pun yang boleh menghalang-halangi
isteri untuk mempergunakan mahar tersebut. Mahar itu dapat berupa
apa saja, asalkan mempunyai nilai dan halal lagi bermanfaat.
2. Nafkah (mencukupi keperluan ekonomi)
Seorang suami berkewajiban memberikan nafkah kepada
isterinya, karena kewajiban seorang memberikan nafkah disebabkan
10 Al-Shan’ani, Nailul Authar; Kitab Ash-Shadaaq, Bab Jawaazu At-Tazwij ‘Ala Qalil Wal
Kasir Waas Tijbaabual-Qashdu Fiihi, juz 6, h. 189 11 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 14
oleh tiga hal: hubungan perkawinan, hubungan keluarga dan hubungan
memiliki. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Hubungan perkawinan
Suami wajib memberikan nafkah kepada isterinya yang
taat, baik makanan, pakaian, maupun tempat tinggal, perkakas
rumah tangga, dan sebagainya sesuai dengan kemampuannya.
Banyaknya sesuai dengan kebutuhan dan adat kebiasaan yang
berlaku ditempat masing-masing, dengan mengingat tingkatan
dan keadaan suami. Sebagaimana firman Allah SWT:
…��� ): 228 2 ا�� ة (…����&وف 4$���� ا��Nي م06 و�
artinya:“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang,
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (Q.S Al-
Baqarah 2: 228)
b. Hubungan keluarga
Seorang ayah wajib memberikan nafkah kepada anak-
anaknya, atau ibu apabila ayah telah tiada. Begitu juga wajib
kepada cucu apabila ia tidak mempunyai ayah. Wajibnya
memberi nafkah bagi ayah dan ibu kepada anak dengan syarat
apabila anaknya masih kecil dan miskin, atau sudah besar
tetapi tidak kuat berusaha dan miskin. Demikian juga
sebaliknya, anak wajib memberi nafkah kepada kedua orang
tua, apabila keduanya tidak mampu dan tidak memiliki harta.
c. Hubungan memiliki
Binatang yang dimiliki seseorang misalnya, maka
mendapatkan makanan dan wajib menjaga agar tidak diberi
beban yang berlebihan melebihi kemampuannya.
Akan tetapi di dalam skripsi ini penulis hanya
menerangkan karena sebab hubungan perkawinan dan
diklasifikasikan kepada makanan, pakaian dan tempat tinggal.
Kewajiban seorang suami untuk memenuhi keperluan
ekonomi istri secara syar’i telah diatur dalam firman Allah SWT:
…��� ) 2 : 233 ا�� ة( … 4��&وف و:�*ت��� رز:��� ا��*�*د و4$�
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
ibu dengan cara yang ma’ruf” (Q.S. Al-Baqarah 2 : 233)
Maksud dari ayat tersebut yaitu bahwa suami mempunyai
kewajiban memenuhi nafkah dan pakaian kepada isterinya sesuai
dengan kemampuan dan kondisi. Menurut Ibnu Kasir, tidak boleh
boros dan tidak boleh kikir tetapi harus bersikap bijaksana di antara
dua kutub yaitu boros dan kikir12
. Ayat ini diperjelas dengan hadits
Nabi SAW:
12 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, cet. Ke.I, h. 113-
115
�$ $4�3 ا� 4E, ا� رس*ل :�ل : :�ل ا� $L� ا�� ج��
� و وس��4��� ���4$ ���وف آ�*ت��� و رز:&���� )Iروا
13)م��4
Artinya: “Dari Ibnu Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah SAW
telah bersabda, “...kamu wajib memberi nafkah kepada
mereka dan memberi pakaian kepada isteri dengan
baik”. (Riwayat Muslim)
Itulah seruan Nabi kepada para suami untuk memberi
nafkah kepada isteri berupa makan dan pakaian. Hadits di atas
menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya kewajiban
nafkah bagi nafkah yang harus diberikannya kepada isteri dan
keluarganya. Karena itu merupakan kewajiban bagi suami
walaupun isterinya berkecukupan14
.
Adapun kewajiban suami berupa non materi seperti
1. Memimpin, memelihara, dan bertanggung jawab
Secara qur’ani mengenai kewajiban memimpin,
memelihara dan bertanggung jawab seorang suami terhadap
isterinya, tertuang antara lain dalam firman Allah SWT:
�� ا� (0�R ��� ا�98��ء $4, :*�ام*ن ا�ج�ل…R&� ,4$ T&�
) 34:4 ا���8ء (... *ا���أم م� اU� *ا و���
13
Shahih Muslim, Kitab Al-Hajj, Bab: Hijatin Nabiyyi SAW, Beirut: Daar Al-Kitab Ilmiah,
t.th, juz 4, h. 512 14 Al-Afifi, et.al, Hak Suami Atas Isteri Dan Hak Isteri Atas Suami, Beirut: Daar El-Fikr, cet.
Ke I, h. 8
artinya:“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
karena itu Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta
mereka...” (Q.S. An-Nisa / 4 : 34)
Pada ayat lain Allah SWT menegaskan dalam surat Al-
Baqarah 2 : 228
... 9 )228:2 ا�� ة .(..درج= 4$���� ج�لو�4
Artinya: “... akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan dari pada isterinya...”(Q.S. Al-Baqarah:228)
Menurut Abdul Qadir Djaelani, kelebihan derajat ini
bukan pada derajat kekuasaan dan pemaksaan, tetapi kelebihan
ini terletak pada derajat kepemimpinan rumah tangga yang
timbul akibat adanya akad nikah dan kepentingan hidup bersama
sebagai suami isteri. Ia adalah derajat kepemimpinan yang
dibebankan kepada laki-laki sebagai derajat yang melebihkan
tanggung jawab laki-laki atas wanita. Segala persoalan isteri,
anak, dan rumah tangga, semua diserahkan dan dikembalikan
kepada suaminya. Isteri akan meminta pada suaminya kebutuhan
belanja rumah tangga dan segala sesuatu yang berada di luar
kesanggupan dan upaya isteri15
Dan dalam hadits juga dikatakan:
�$ V)�� �$ ��ا �$ AB3�4 ر�ا ���8$ �$ 9A��8��4, اE
ر$��3� $� م�/*ل وآW4�� راع آW4�� :�ل وس�4� $4�3 ا�3�4
15 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, h. 104-106
را$�= وا��أة ��3� أه0 $4, راع وا��ج0 راع وا�Yم�
,4$ Z�� �� $� م�/*ل وآW4�� راع (W4��� وو�IL زوج
16)ا��\�رى رواI( ر$��3�
Artinya: “Dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. Dari Rasulullah SAW
berkata: “setiap kalian adalah pemimpin dan setiap
pemimpin akan ditanya kepemimpinannya itu, seorang
laki-laki adalah pemimpin dalam (urusan) pada anggota
keluarganya, dan seorang isteri pemimpin atas diri dan
anak-anaknya, kepadanya diminta pertanggungjawaban
atas pimpinannya itu” (HR. Bukhari)
2. Memenuhi keutuhan biologis
Suami berkewajiban memenuhi kebutuhan biologis
terhadap isterinya dengan cara melakukan hubungan seks. Hal
ini telah diatur oleh Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
و:9Lم*ا #/�� أ��, ث�� (Yت*ا ���� ث ���ءآ�…
���U�Y�… ) ة 2 : 223 ) ا��
Artinya: “Isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki”. (Q.S. Al-Baqarah 2
: 223)
Penjelasan dari ayat ini yaitu mengandung perintah dan
perintah itu ditujukan kepada suami, maka suami wajib menggauli
isterinya. Isteri diibaratkan sebagai tanah tempat kamu bercocok
tanam. Jadi suami disuruh memelihara tanahnya itu dengan cara
yang baik. Maksudnya adalah dalam melakukan hubungan suami
16 Shahih Bukhari, Kitab Al-Hajj Bab: Al-Maratu Raa’iyatun Fi Baiti Zaujiha, Beirut-
Lubnan: Daar El-Fiqr, t.th, juz 5, h. 5200
isteri supaya dapat melakukannya dengan cara yang baik, tidak boleh
egois tanpa memelihara diri seorang isteri. Dan hendaklah suami
memikirkan supaya jangan sampai terjadi kegelisahan-kegelisahan
yang mengakibatkan pertengkaran yang akhirnya sampai pada
perceraian17
. Karena itu hubungan seks antara suami isteri harus
dilakukan dengan cara yang sopan dan berseni, tidak bagaikan
hewan layaknya18
. Dalam hadits juga dijelaskan bahwa:
_ ������ و���� ا��<��= ت V آ�� امأت3 $4, أLآ� ی 8��
وا�b�م ا� 4�= : :�ل ؟ ا� رس*ل ی� ا��س*ل وم� ::�0 رس*ل
) Iی رواL�اA�4 *وه 19)م�8
Artinya: “Janganlah diantara kamu yang mencampuri (coitus)
isterinya seperti kelakuan binatang, melainkan adakanlah
diantaranya salah satu tanda. Bertanya salah seorang
sahabat: “apa tanda itu ya Rasulullah?” jawab
Rasulullah, “cium dan berkata yang manis-manis”. (H.R
Ad-Dailami hadits munkar)
3. Suami wajib menjaga dan memelihara isterinya
Maksudnya ialah menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-
nyiakannya dan menjaganya agar selalu melaksanakan semua perintah
Allah dan menghentikan segala yang dilarang-Nya, Allah SWT telah
berfirman surat At-Tahriim ayat 6 yaitu:
��Wی� ی�أیN��ا *اام8 ا*: ���U�ی� …( ��را واه4��� ا )66 : 6 ا��<
17 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 28 18 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, h. 127-128 19 Abu Bakar Jabir Al-Jazair, Minhajul Muslim, Madinah: Daar Al-Bayaan al-Arabi, 1384, h.
415
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka...(Q.S. At-Tahrim 66 : 6)
4. Suami berkewajiban memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan
dan penghasilannya berupa: nafkah hidup, kiswah (pakaian), dan
tempat tinggal, serta biaya pendidikan bagi anak20
.
5. Kewajiban berlaku adil di antara beberapa orang isteri
Kalau suami mempunyai isteri lebih dari seorang, maka
hendaklah ia berlaku adil terhadap isteri-isterinya itu21
. Hal ini
dijelaskan dalam firman Allah:
ا_ اد�, ذ�d ای����� مZ�4 م� أو (*اLة &L�*ت ا_ U5�� ()ن ...
)3 : 4ا���8ء (…ت&*�*ا
Aryinya: “jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) perempuan seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”. (Q.S. An-Nisa 4 : 3)
Selain itu kewajiban suami yang lainnya ialah memberi perhatian
penuh kepada isteri, setia dengan menjaga kesucian nikah dimanapun
berada, membimbing isteri sebaik-baiknya, selalu bersikap jujur kepada
isteri, memahami kekurangan isteri, dan memberikan kemerdekaan kepada
isteri untuk bergaul di tengah-tengah masyarakat dan lain-lain22
.
Adapun menurut KHI kewajiban suami terhadap isteri dijelaskan
secara rinci dalam pasal 80, 81 dan 82, yang berbunyi sebagai berikut:
20 Slamet Abidin et.al, Fiqh Munakahat I, h. 162 21 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 31 22 Slamet Abidin et.al, Fiqh Munakahat I, h. 171
Pasal 80:
(1) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan
tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting
diputuskan oleh suami isteri bersama.
(2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala keperluan
hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan
memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi
isteri dan anak
c. Biaya pendidikan anak
(5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4)
huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari
isterinya.
(2) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(3) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) gugur apabila
isterinya nusyuz.
Pasal 81:
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-
anaknya, atau bekas isterinya yang masih dalam iddah.
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama
dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-
anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan
tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan
harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah
tangga.
(4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan
kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat
tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun
sarana penunjang lainnya.
Pasal 82:
(1) Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban
memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri
secara berimbang menurut besar kecilnya keluarga yang ditanggung
masing-masing isteri kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan
isterinya dalam satu tempat kediaman.
B. Hak dan Kewajiban Isteri Terhadap Suami
1) Hak dan Kewajiban Isteri Terhadap Suami
Kewajiban isteri kepada suami mempunyai ikatan yang tidak dapat
dipisahkan dengan kewajiban suami terhadap isteri. Adapun kewajiban
isteri terhadap suami tidak ada yang berupa materi, di antaranya yaitu:
a. Taat kepada Allah dan suami
Kewajiban seorang isteri untuk taat kepada Allah dan taat kepada
suami, antara lain tertuang dalam firman Allah SWT:
34 : 4) ا���8ء ... (ا� ��� lU� j�k4�ZG) :����ت (����i�<�ت ...
“...karena itu wanita yang sholehah adalah yang taat kepada allah,
lagi memelihara dirinyadisaat suaminya tidak ada, karena allah telah
memelihara (mereka)...” (Q.S. An-Nisa: 34)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban isteri yang
baik yaitu mentaati allah dan suami secara utuh, baik disaat suaminya
dirumah atau pada saat suaminya bepergian. Pengertian taat kepada
Allah adalah menerapkan segala ketentuan-ketentuan Islam, dan
menjauhkan segala nilai dan ajaran yang tidak Islami, demikian juga
taat kepada suami adalah menerapkan ajaran Islam dan menjauhkan
segala larangannya dalam kehidupan rumah tangga sehingga rumah
tangga itu benar-benar berada dijalan Allah. Hal ini dipertegas lagi
dalam sebuah hadits yang berbunyi:
L�(23ا رواI( ا� م&�m A) =�i$= و_
“tidak boleh taat mendurhakai allah” (HR. Ahmad)
23 Al-Imam Ahmad Ibn Hambal, Al-Musnad Lil Imam Ahmad Ibn Hambal, Beirut: Daar el-
Fikr, 1911/1411, cet. Ke I, juz I, h. 202
Maksudnya adalah ketaatan pada suami hanya bisa dilaksanakan
apabila perintah dan suruhannya tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan Allah. Isteri hanya wajib kepada perintah dan suruhan
suami, apabila perintah itu tidak menyalahi syari’at Islam24
.
b. Menjaga kehormatan diri
Seorang isteri selain diperintahkan untuk taat kepada Allah dan
suaminya, isteri juga harus menjaga kehormatan dirinya, baik disaat
suaminya berada dirumah ataupun tidak. Seperti yang terdapat dalam
hadits Rasulullah SAW:
�$ A�ةه أ أيW وس�4� $4�3 ا��4E 3�4, ا�3�4 �س*ل :�0 :�ل ی
إذا ت�IW ا��A� :�ل 5� ا�98��ءG� 3&�nإذا وت ت\��3U و�� أم
A) ���U� �� 25)ا���8ئA رواI( ی�I ��� وم�� “Dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda: “sebaik-baik
perempuan itu ialah yang menggembirakanmu bila engkau
memandangnya, dan taat kepadamu apabila engkau
memerintahkannya dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu
pada saat engkau tidak ada dirumah”. (HR. An-Nasai)
c. Kewajiban mengurus rumah tangga
Perbedaan fisiologi dan fungsi antara suami dan isteri,
menyebabkan perbedaan kewajiban dan tanggung jawab. Apabila
suami bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga secara
keseluruhan baik keluar maupun kedalam, maka isteri bertanggung
jawab terhadap kehidupan rumah tangga secara intern, seperti yang
terdapat dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
24 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, h. 143-145 25 Sunan an-Nasai, Bab Nikah, Beirut: Daar el-Fikr, 1995/1415, juz 6/jilid 3, Cet ke. I, h. 68
م�/*ل وآW4�� راع (W4��� وو�IL زوج�� ��Z $4, ا$�=ر وا��أة ...
26) يا��\�ر رواI( …ر$��3� $�
“Tiap-tiap wanita (isteri) adalah pengurus bagi rumah tangga
suaminya, dan akan ditanyakan (diminta pertanggung jawabannya)
tentang kepemimpinannya itu”. (HR. Bukhari)
d. Isteri harus memenuhi hasrat seksual suaminya
Isteri harus memenuhi hasrat seksual suaminya kecuali bila
sedang haid dan nifas. Ini diterangkan oleh hadits Rasulullah SAW
dibawah ini:
�$ A�ة ا ��4سو 3�4$ ا� ,A� E�4ا�8 $� $38 ا� رAB هیا#3 إ�, أت3ام ا��ج0 د$� إذا :�ل:) Z�Y) ء أنA1��ت ت)
27)$4�3 م�qU( تp�i ��, ا�b�ئ�= �&8��� Ro��ن “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW beliau bersabda: “apabila
suami membawa isterinya ketempat tidur (bersetubuh) lalu isteri tadi
tidak mau datang, lantas si suami marah, maka malaikat mengutuk
isteri itu sampai waktu subuh”, (Muttafaqun ‘Alaih)
Begitulah Rasul sangat menekankan agar isteri mengabulkan
permintaan suaminya, bahkan malaikat ikut serta melaknat seorang
isteri yang tidak mau diajak suaminya untuk bersetubuh28
Dalam riwayat Muslim dikatakan bahwa:
�� س�r5 ا�����ء (, ا��Nى آ�ن ...�4$ ,�� ,B�� ی8$ )I29)م��4 روا “... maka yang ada dilangit marah kepadanya sehingga dia (suami) mau
merelakannya” (HR. Muslim)
26 Bukhari, Kitab Al-Hajj Bab: al-Mar’atu, h. 5200 27 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari Bab Jum’ah, Beirut, al-
Maktabah al-Ashriyah, 1997/1417, juz I, Cet ke I, h. 267 28 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 38 29 Shahih Muslim, bab Munakahat, Beirut-Lubnan: Daar al-Kitab Ilmiah, t.th, juz 2, h. 858
Hadits ini memberitahukan bahwa seorang isteri wajib
mengabulkan ajakan suaminya, jika suami mengajaknya bersenggama.
Karena kata-kata “mengajak ketempat tidur” adalah ungkapan kiasan
yang berarti “bersetubuh”. Alasan lain yang menunjukkan wajibnya
ialah adanya “malaikat melaknatnya”, karena para malaikat tidak akan
melaknat kalau bukan karena meninggalkan perintah Allah, dan juga
sebagai hukuman. Sedangkan tidak akan ada hukuman kecuali karena
meninggalkan kewajiban30
.
e. Isteri mesti jujur memelihara amanah suami
Seorang isteri harus memelihara kamarnya, jangan membiarkan
seseorang masuk kedalamnya sebelum mendapat izin suaminya, jika
suaminya tidak berada dirumah. Karena hak suami harus dipelihara
oleh isteri pada tiap-tiap waktu sekalipun suaminya pergi. Mengenai
izin suami, isteri dapat mengetahui asal diketahui redhonya31
.
Dalam hukum positif kewajiban seorang isteri diatur juga dalam
KUHPer yaitu pasal 106:
“Setiap isteri harus tunduk patuh kepada suami”.
Kata patuh disini termasuk mengenai patuh pada suami dalam
hal penentuan tempat tinggal. Apabila tempat tersebut baik untuk
30 M. Bukhari, Hubungan Seks Menurut Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, cet I, h. 73-74 31 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 38
kehidupan keluarganya dan disertai dengan alasan yang masuk akal,
maka isteripun harus ikut tinggal denga suaminya32
.
Di dalam KHI, kewajiban isteri terhadap suami dijelaskan
sebagai berikut:
Pasal 83:
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir batin
kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Islam.
2. Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dan sebaik-baiknya.
C. Hak dan kewajiban bersama suami isteri
1. Suami isteri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual.
Perbuatan ini merupakan kebutuhan bersama suami siteri yang dihalalkan
secara timbal balik. Jadi bagi suami halal berbuat kepada isterinya
sebagaimana isteri berbuat kepada suaminya33
, dan tidak dibenarkan
apabila hubungan seksual tersebut dilakukan tidak atas dasar suka sama
suka, dalam arti kedua pasangan tersebut bisa saling menikmatinya, tidak
boleh ada unsur paksaan, karena dalam hubungan suami isteri, justru harus
saling melindungi dan menyayangi serta menutupi segala kekurangan dari
kedua belah pihak (pasangan). Hal tersebut sesuai dengan firman allah
SWT Q.S Al-Baqarah /2 : 187
32 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, “KUHPer (BW)”, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001,
Cet ke 31, h. 27 33 Abd. Rahman Ghazaly, “Fiqh Munakahat”, Jakarta: Prenada Media, 2003, ed. 1, Cet ke. 1,
h. 155-156
187:2) ا�� ة ...( ��� ���س وا��� ��� ���س ه�� ...
Artinya: “isteri-isteri kamu (para suami) adalah untuk kamu, dan
kamu adalah pakaian untuk mereka”.(Q.S. Al-Baqarah:187)
Allah SWT menerangkan pula bahwa suami isteri sama dengan
pakaian, isteri pakaian suami dan suami pakaian isteri. Oleh sebab itu
hendaklah pakaian tersebut dapat dipergunakan, dipakai serta dipelihara
dengan baik agar dapat tahan lama34
.
2. Haram melakukan perkawinan, ialah isteri haram dinikahi oleh ayah
suaminya, kakek, anak dan cucunya. Begitu juga ibu isterinya, anak
perempuannya dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya.
3. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinan yang sah, bila
mana salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan
perkawinan, yang lain dapat mewarisi hartanya, sekalipun belum pernah
melakukan hubungan seksual.
4. Anak mempunyai nasab (keturunan) yang jelas bagi suami.
5. Kedua belah pihak wajib bergaul (berperilaku) yang baik, sehingga dapat
melahirkan kemesraan dan kedamaian hidup35
.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT
4: 19 ) ا���8ء …(وف����& و$�#وه��...
Artinya:“... dan bergaullah dengan mereka (isteri) dengan patut...”
(Q.S. An-Nisa 4 : 19)
34 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 29
35 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 156
Kata-kata وا ialah mengandung pengertian (ا��&�#ة) $�#
musyarakat (saling melakukan seperti itu) maksudnya suami wajib bergaul
dengan isterinya dengan cara yang baik, dan begitu pula isterinya wajib pula
memperlakukan suaminya dengan cara demikian36
.
Dalam hukum positif perihal hak dan kewajiban suami isteri diatur
dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi :
Pasal 30:
“Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.
Pasal 31:
(1) Hak dan kewajiban isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama
didalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga
Pasal 32:
(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami isteri bersama.
Pasal 33:
36 Firdaweri, “Hukum Islam Tentang Fasakh, h. 26
“Suami isteri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”.
Pasal 34:
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberi segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan37
.
Dalam KHI kewajiban suami isteri dijelaskan secara rinci sebagai
berikut:
Pasal 77:
(1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar
dari susunan masyarakat.
(2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
(3) Suami isteri wajib memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
(4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
37 Abdul Gani Abdullah, Himpunan Perundang-Undangan Dan Peraturan Peradilan Agama,
(Jakarta: PT: Intermasa, 1991), h. 193
(5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.
Pasal 78:
(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami
isteri bersama-sama38
.
38 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 157-158
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK
A. Pengertian Taklim Talak dan Dasar Hukumnya
1. Pengertian Taklik Talak
Kalimat taklik talak secara etimologis berasal dari dua suku kata, yaitu
kata taklik dan kata talak. Kata taklik talak adalah bentuk mashdar dari kata :
q�4$, yang bermakna menggantungkan sesuatu dengan suatu atau ی&q94 ت&4� �
menjadikannya tergantung dengan sesuatu39
. Para ulama memberikan defenisi
dengan :
ن*�تى و5 أ=4� جن*R� مل*i< �=4� جن*R� مل* ir�ر
40ط ا�?�=4� ج=���ا��6 واءt ا�1=4� ج�,و� ا�=4�ا�1
Artinya: “Menggantungkan hasil kandungan jumlah yang dinamakan jaza’
(akibat) dengan kandungan jumlah yang lain yang dinamakan
syarat”.
Sedangkan kata Talak berasal dari kata: �:�bm q94nی q�4m, yang berarti
meninggalkan, memisahkan, melepaskan ikatan41
. Para ulama memberikan
defenisi Talak secara bahasa adalah:
I*<� وLI� :� مر�<ت
Artinya: “Melepaskan dari ikatan dan semisalnya”42
.
39 Louis Ma’luf, Al-Munjid, Beirut: Darul Masyriq, tth, h 549 40 Mahmud Syalthut dan Ali Al-Sayis, Muqaranah al-Madzahib fil Fiqhi, Terjemahan Zakiy
al-Kaaf, Bandung : Pustaka Setia, 2000, h. 210 41 Louis Ma’luf, Al-Munjid, h. 488 42 Ibrahim Anis, et.al., Al-Mu’jam al-Washit, Mesir: Darul Ma’arif, 1976, jilid 2, h. 567
Abdurrahman al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-
Arba’ah, mengatakan bahwa pengertian talak menurut bahasa adalah:
W0ا ��Lن آاء* س�آ�9�� �Lا U� �43ح� ا�L98� آ�ی*8& مو أ�س_ اL�: وس
Artinya: “Melepaskan ikatan, baik secara indrawi (hakiki) seperti melepas
kuda atau tahanan, maupun secara maknawi seperti melepaskan
perkawinan”.
Al-Kahlani dalam kitabnya Subulus Salam mengatakan bahwa talak
menurut bahasa adalah :
44كا��� و�لسرا_
Artinya : “Melepaskan perjanjian atau meninggalkannya”.
Adapun taklik talak secara terminologi sebagaimana yang
dikemukakan Wahbah al-Zuhaily adalah:
اتود ا� ماةدY 0�� ��, ا�� (م أل*i 4, $3$*: وjت�� رم
ل* ین�Y، آه*<� و*�، و�,ما، وذإ، ون إ60 مq�4& ا���ى اطا�?�
� �q� Y�Zm (نb (ار د54Z دنإو: 3�جوt �0جا�
Artinya : “Suatu rangkaian pernyataan yang pembuktiannya dimungkinkan
terjadi diwaktu yang akan datang dengan memakai kata-kata
syarat, seperti jika, ketika, kapanpun, dan sebagainya, seperti
perkataan suami pada isterinya “jika kamu memasuki rumah
fulan, maka kamu tertalak”45
.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya juga memberikan defenisi taklik
talak sebagai berikut:
43 Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-‘Arba’ah Kairo:Darul Hadits, jilid 4,
h. 274 44 Al-Kahlani, Subul al-Salam, Bandung: Dahlan, tth, jilid 3, h. 168 45 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, Damaskus: Darul Fikr, 1997, jilid 9,
h. 6968
ل* ین أ60، مط #4, $ �4�& مقb ا��nل*i 3� (جو ا�0�t&� جم
�q46� Y�Zmا، (N آ�ن� م�, إZ�ه ذنإ: �3جوt �ل*جا�
Artinya: “Suami dalam menjatuhkan talak digantungkan kepada sesuatu
syarat, umpamanya suami berkata: “jika engkau pergi kesuatu
tempat, maka kamu tertalak…”.
Kemudian dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa taklik talak
adalah menggantungkan jatuhnya talak atas suatu hal, maka talak jatuh bila
hal itu terjadi. Contohnya suami berkata kepada isterinya “Engkau tertalak
bila saya tidak memberimu belanja dalam masa tiga bulan”. Maka jika suami
genap tiga bulan tidak memberi nafkah kepada isterinya, jatuhlah talak
suami47
.
Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah dirumuskan bahwa taklik
talak adalah suatu rangkaian pernyataan talak yang diucapkan oleh suami,
dimana pernyataan tersebut digantungkan pada suatu syarat yang
pembuktiannya dimungkinkan terjadi diwaktu yang akan datang.
Sedangkan pengertian taklik talak yang dipraktekkan di Indonesia
berbeda dengan pengertian taklik talak yang ada dalam kitab fiqh.
Sebagaimana yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian taklik talak
adalah : “perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah
yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan
46 Sayyid Sabiq, fiqh Sunnah, Beirut: Daar el-Fikr, 1983, jilid 2, Cet ke 4, h. 222 47 M. Abdul Mujid, Mabruru Thalhah Syafi’ah AM., Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994, Cet ke I, h. 366
pada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan
datang”48
.
2. Dasar Hukum Taklik Talak
Para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam pembahasan mengenai
hukum taklik talak. Mereka ada yang membolehkan dan ada yang
menolaknya, ada yang pro dan ada pula yang kontra. Perbedaan tersebut
sampai sekarang masih mewarnai perkembangan hukum Islam yang
disebabkan oleh banyak macam dan sifat dari taklik talak itu sendiri. Selain
disebabkan oleh macam dan sifat taklik talak, para ulama yang tidak setuju
dengan adanya taklik talak juga berpendapat bahwa dasar hukum taklik talak
tidak terdapat dalam Al-Quran dan al-Hadits. Hal itu diungkapkan oleh Abu
M. Ibn Hazm Ibn Yahya Ibn Aziz dan al-Syafi’i49
.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat apabila seorang telah
mentaklikkan talaknya kepada seseorang yang ada dalam wewenangnya dan
telah terpenuhi syarat-syaratnya sesuai yang dikehendaki oleh mereka masing-
masing, maka taklik itu dianggap sah untuk semua bentuk taklik talak, baik
taklik itu berupa sumpah (taklik talak qasami) maupun berupa syarat (taklik
talak syarthi)50
. Dalil yang digunakan oleh jumhur ulama untuk memperkuat
pendapat mereka tersebut adalah Firman Allah SWT:
)229: ا�� ة ( ...�)��ن ت�یp أو ��&وف ()م��ك م�ت�ن ا��4�nق
48 Kompilasi Hukum Islam, Ditbinbapera Depag RI, 2000, h. 13 49 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h. 223 50 Mahmud Syalthut dan Ali al-Sayis, Muqaranah al-Madzahib fil Fiqhi., h. 223
Artinya : “Talak yang dapat dirujuki adalah dua kali, setelah itu boleh
dirujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya
dengan cara yang baik…” (QS. Al-Baqarah 2:229)
Ayat yang diturunkan mengenai disyari’atkannya talak semuanya
adalah mutlak, dan yang mutlak itu menjadi hujjah selama tidak ada dalil lain
yang shahih.
Ayat di atas tidak membedakan talak yang langsung atau yang di
taklikkan. Dalam KHI, taklik talak dimasukkan dalam bentuk-bentuk
pejanjian perkawinan (KHI Pasal 45). Perjanjian yang mengikat menurut
lazimnya mencakup semua yang mengikat dan taklik talak merupakan bentuk
perjanjian. Jadi dalam hal ini taklik talak adalah sebuah perjanjian yang
mengikat di antara para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut Allah
SWT berfirman:
��یWی� �أیN��& *د أو(*ا ءام8*ا ا�ة ( …��Lئ���1: ا(
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah semua perjanjian yang
mengikat”. (QS. Al-Maidah, 5:1)
B. Sejarah Perkembangan Taklik Talak Di Indonesia.
Sesuai dengan pengertian taklik talak itu sendiri, yaitu suatu rangkaian
talak yang diucapkan oleh suami yang digantungkan oleh suatu syarat pembuktian
yang dimungkinkan terjadi pada waktu yang akan datang, maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa bentuk kepentingan dari isi shigat taklik talak
tersebut ada dua macam:
1. Shigat taklik talak yang berupa kepentingan dari hak suami, misalnya ucapan
suami: “jika engkau pergi kerumah si fulan, maka engkau tertalak”. Isi dari
shigat taklik talak tersebut adalah kepentingan untuk mentaati perintah suami
dan tidak ada hubungannya dengan hak isteri.
2. Shigat taklik talak yang berupa kepentingan hak isteri, misalnya ucapan suami
kepada isterinya: “jika aku tidak menafkahi engkau selama tiga bulan, maka
engkau tertalak”. Isi dari shigat taklik talak kedua ini adalah menyangkut hak
isteri.
Tetapi perkembangannya yang terjadi kemudian, khususnya di Indonesia,
shigat taklik talak adalah shigat yang berisi kepentingan untuk menjaga atau
menjamin hak-hak isteri. Menurut catatan sejarah, perkembangan taklik talak di
Indonesia dimulai pada masa Kerajaan Islam Mataram, tepatnya pada masa Sultan
Agung Hanyakrukusuma (1630 M). Pada saat itu sultan mengeluarkan sebuah
titah atau perintah berupa keharusan untuk melakukan taklik talak kepada setiap
mempelai pria yang melangsungkan pernikahan51
.
Taklik talak itu dikenal dengan “taklik janji dalem” atau “taklik janji ning
ratu”, yang berarti taklik talak dalam kaitan dengan tugas Negara52
. Perintah
taklik talak itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi seorang wanita
(isteri) untuk dapat melepaskan ikatan perkawinan dari suami yang telah
meninggalkan pergi dalam jangka waktu tertentu, artinya hak isteri diperteguh,
51 Zaini Ahmad Noeh, Pembacaan Shigat Taklik Talak Sesudah Akad Nikah, Mimbar Hukum,
Jakarta : Ditbinbapera no. 30 Th. VII, 1997, h. 64 52 Peunoh Dally, Talak, Rujuk, Hadhonah Dan Nafkah Kerabat Dalam Naskah Mir’at al-
Thullab: Suatu Studi Perbandingan Hukum Isteri Menurut Ahlussunnah, Disertasi Provendus Doctor,
Jakarta: Perpustakaan Syari’ah UIN Syahid, 1983 h. 85
dan sekaligus memberikan kemudahan bagi sang hakim dalam menjatuhkan talak
yang digantungkan. Selain itu pelembagaan taklik talak waktu itu dimaksudkan
untuk memberikan jaminan bagi seorang suami apabila kepergiannya dalam
menjalankan tugas Negara, artinya suami dilindungi dan kepergiannya menjadi
udzur syar’i.
Adapun bunyi taklik talaknya adalah sebagai berikut:
“Mas penganten, pakenira tompo taklik janji dalem, samongso pakenira
nambang (ninggal) rabi pakenira… lawase pitung saso lakon daratan,
hutawa nyabrang sagara rong tahun, saliyane ngelakoni hayahan dalem, tan
taimane rabi pakenira nganti darbe hatur rapak (sawan) hing pengadilan
hukum, sawuse terang papriksane runtuh talak paprikane sawiji”53
.
(Wahai pengantin pria, engkau menerima taklik janji dalem, sewaktu-
waktu engkau menambang (meninggalkan pergi) isterimu bernama… selama
tujuh bulan perjalanan darat, atau menyebrang lautan selama dua tahun, kecuali
dalam menjalankan tugas Negara, dan isterimu tidak rela sehingga mengajukan
rapak (menghadap) ke pengadilan hukum, setelah pemeriksaannya, maka jatuhlah
talak satu untukmu)
Pada waktu itu shigat taklik talak diucapkan oleh penghulu naib, bukan
oleh mempelai pria. Mempelai pria hanya cukup menjawab dengan jawaban
“hinggi sandika” (ya, saya bersedia). Bentuk taklik talak semacam ini, pada
waktu itu berlaku di daerah Surakarta dan berjalan sangat lama hingga menjelang
kemerdekaan.
53 Moh. Adnan Dan Mardi Kintoko, Buku Tata Cara Islam, Surakarta : tpn., 1924, h. 70
Sedangkan menurut C. Von Vollenhoven, pelaksanaan taklik talak yang
dalam bahasa Belanda disebut voorwaardelijke verstoting adalah diungkap oleh
Snouck Hurgronje dalam pembahasan hukum adat.
Dalam suasana Hindia Belanda, sejak Deandels mengeluarkan instruksi
bagi Bupati (1808), maka timbul gagasan para penghulu dan ulama dengan
persetujuan untuk melembagakan taklik talak sebagai sarana pendidikan bagi
suami agar lebih mengerti kewajibannya terhadap isteri, yaitu dengan tambahan
rumusan shigat tentang kewajiban pemberian nafkah dan tentang penganiayaan
jasmani. Sesuai dengan pengertian talak, maka taklik talak tidak lagi diucapkan
oleh pegawai pencatat nikah, akan tetapi dibaca sendiri oleh suami sesudah akad
nikah.
Melihat bahwa format taklik talak di Jawa itu bermanfaat dalam
menyelesaikan perselisihan antara suami isteri, maka banyak penguasa dari luar
Jawa dan Madura memberlakukannya di daerahnya masing-masing. Ini menjadi
lebih merata dengan berlakunya Ordonansi pencatatan nikah untuk luar Jawa dan
Madura, yakni melalui Stbl 1932 No. 482. Ini terbukti dengan berlakunya taklik
talak di daerah Minang Kabau (1925) bahkan di Muara Tembusi (1910), begitu
pula di daerah Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Selatan, serta Sulawesi
Selatan54
.
Para ulama kemudian menyarankan agar dalam shigat taklik talak
ditambahkan ketentuan tentang pemberian iwadh (uang pengganti). Ini
dimaksudkan untuk menjamin agar jatuhnya talak karena pelanggaran taklik talak
54 Ibid, h. 66
menjadi talak ba’in atau talak khul’i sehingga seorang suami yang mempunyai
niat buruk tidak dapat serta merta merujuk kembali terhadap bekas isterinya yang
selama itu telah menderita akibat perbuatan suami.
Adapun usulan penambahan redaksi dalam format taklik talak dengan
ketentuan memberi iwadh dipelopori oleh ulama dari daerah Banten dan menjadi
pembahasan yang ramai di kalangan ulama Sumatra Selatan pada tahun 1970-an.
Format taklik talak yang mengandung unsur-unsur : (1) meninggalkan
pergi, (2) tidak memberi nafkah, (3) penganiayaan jasmani, dan (4) isteri
membayar uang iwadh, berkembang menjadi pola umum yang berlaku diseluruh
daerah sekalipun rumusannya berbeda-beda sesuai dengan bahasa daerah masing-
masing.
Dalam suasana kemerdekaan, dengan berlakunya Undang-Undang No.
22 Tahun 1946, jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang
shigat taklik talak diberlakukan seragam di seluruh Indonesia, dengan pola
diambil dari saran sidang khusus Biro Peradilan Agama pada Konferensi
Kementrian Agama di Tretes-Malang (1956)55
, dan terakhir setelah Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dengan shigat taklik talak yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990.
C. Shigat Taklik Talak dan Akibat Hukumnya
1. Shigat Taklik Talak
55 Buku Laporan Kementrian Agama, 1956, h. 322
Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa dalam kitab-kitab fiqh
klasik, konsep shigat taklik talak berisi kepentingan-kepentingan dari dua
belah pihak antara suami dan isteri di dalam perkawinan. Hal ini berbeda
dengan shigat taklik talak yang ada di Indonesia. Shigat taklik talak di
Indonesia, baik dari segi bentuk, syarat dan motivasi dibuatnya, berbeda
dengan konsep shigat taklik talak yang ada dalam kitab-kitab fiqh klasik.
Isinya bukan lagi merupakan suatu ancaman suami terhadap isteri, namun
berupa janji suami untuk berbuat baik dan mempergaulinya dengan
mu’asyarah bi al-ma’ruf sesuai dengan syari’at Islam56
.
Konsep tersebut diambil oleh para ulama Indonesia dengan
mengadopsi konsep taklik talak dalam fiqh klasik yang dijadikan satu
rangkaian dengan akad nikah dengan beberapa modifikasi di dalamnya, antara
lain:
a. Dari segi waktu, taklik talak tidak bisa diucapkan lagi sebebas dan
sekehendaknya, tetapi pengucapannya ditentukan setelah akad dan dalam
bentuk tertulis serta harus ditandatangani.
b. Dari segi isi, taklik talak ditentukan sebelumnya yaitu menurut rumusan
yang telah ditentukan oleh Menteri Agama dengan Ketetapan Menteri
Agama No. 2 Tahun 1990.
c. Terjadinya persetujuan bersama antara suami dan isteri dalam pembacaan
shigat taklik talak, sehingga keduanya terikat oleh perjanjian tersebut.
56 Zaini Ahmad Noeh, Pembacaan Shigat Taklik Talak Sesudah Akad Nikah, h. 68
d. Adanya penggabungan materi hukum kedalam taklik talak sehingga
implikasinya tidak lagi jatuh talak satu (talak raj’i), melainkan talak ba’in
sughra dengan adanya pembayaran uang iwadh dari pihak isteri kepada
suami ketika gugatannya atas pelanggaran taklik talak diterima oleh Majlis
Hakim. Dalam hal ini posisi taklik talak mendapatkan tambahan materi
dengan konsep talak khul’i.
Adapun bunyi dari shigat taklik talak tersebut sesuai dengan Ketetapan
Menteri Agama No. 2 Tahun 1990 adalah sebagi berikut:
“Sesudah akad nikah, saya… berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan
menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan pergauli isteri saya
bernama……. Binti…… dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran
syari’at islam. Selanjutnya saya mengucapakan sewaktu-waktu saya:
1. Meninggalkan isteri dua tahun berturut-turut
2. Atau saya tidak memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya
3. Atau saya menyakiti badan jasmani isteri saya itu,
4. Atau saya membiarkan (tidak mempedulikan) isteri saya itu enam bulan
lamanya, kemudian isteri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada
pengadilan agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan
pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas
tersebut, dan isteri saya membayar uang sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah)
sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu
kepadanya. Kepada pengadilan atau petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk
menerima uang iwadh itu dan memberikannya untuk keperluan ibadah
sosial57
.
Dan uraian tentang poin-poinnya sebagai berikut:
1. Meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut
Dalam hal meninggalkan dua tahun berturut-turut, KHI tidak
mengaturnya secara sepihak, namun kita bisa mengkorelasikan hal itu dengan
Pasal 116 (b) yang berbunyi “perceraian dapat terjadi dengan alasan-alasan:
57 Depag RI, Buku Akte Nikah
salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau bukan hal lain di luar
kemampuannya”. Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka kepergian suami
selama dua tahun berturut-turut tidak begitu saja bisa dikategorikan melanggar
shigat taklik talak apabila kepergianya itu atas persetujuan isteri atau karena
sesuatu hal yang tidak dapat ditolak dan harus dilaksanakan.
Kemudian sesuai dengan Pasal 133 ayat 1 KHI, perhitungan waktu
kepergian suami dimulai sejak pertama kali meninggalkan rumah. Dan hal ini
dapat dibuktikan dengan surat pernyataan Kepala Desa yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Camat58
.
Meskipun telah terbukti bahwa kepergian suami lewat dua tahun dan
dibuktikan dengan surat pernyataan dari kepala desa, namun hal ini belum
cukup, karena harus ditambahkan pula dengan pernyataan suami yang
menunjukkan sifat tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama (KHI
Pasal 133 ayat 2).
2. Tidak memberi nafkah wajib selama tiga bulan
Ketika terjadi perkawinan, maka suami sebagai kepala rumah tangga
mempunyai tugas dan kewajiban untuk melindungi dan memberi nafkah
kepada isterinya dan keluarganya, sebagaimana firman Allah SWT:
58 Kompilasi Hukum Islam, h. 62
…qU8�� ر وم� س&3� م� س&= ذوL: 3�4$ 3:رز qU8�4) م��� Iءات�
( ی�ا $� �&L ا�3�4 س�1&0 ءات�ه� �م إ��� U��� ا�3�4 یz94� �� ا�3�4
)7: ا�bnق
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang, melainkan (sekedar) apa
yang allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudak kesempitan”. (QS.Ath-Thalak 65:7).
Kewajiban suami adalah mencari nafkah untuk keluarganya.
Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari kedudukannya sebagai kepala
keluarga. Sedangkan isteri berkewajiban menyelenggarakan dan mengatur
keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Sesuai dengan Pasal 80 ayat 4 KHI, yang menjadi tanggungan suami
adalah:
a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak
c. Biaya pendidikan bagi anak.
Apabila suami melalaikan kewajibannya memberikan nafkah
selama tiga bulan berturut-turut, maka isteri berhak mengambil tindakan
hukum melalui pengadilan agama, dan apabila suami terbukti bersalah,
maka isteri bukan saja berhak mengajukan perceraian, namun juga berhak
mendapatkan kembali nafkah yang belum dibayar sebagai hutang yang
harus dilunasi oleh suami59
.
3. Menyakiti badan atau jasmani
Dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 1990 rumusan kata
menyakiti terbatas pada menyakiti badan atau jasmani saja. Akan tetapi PP
No. 9 Tahun 1975 mengatakan bahwa penganiayaan mental bisa dijadikan
alasan untuk perceraian. Dengan demikian antara PP No. 9 Tahun 1975 dan
Peraturan Menteri Agama saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya.
Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara menentukan suatu
perbuatan bisa dikatakan menyakiti atau membahayakan isteri. Standar
obyektif yang digunakan untuk menilai hal itu sangat sulit ditentukan. Akan
tetapi hakim dapat menggunakan hasil visum dokter untuk menentukan ada
tidaknya perbuatan yang menyakiti isteri yang dapat digunakan sebagai alasan
perceraian.
Akan halnya menyakiti jasmani, kekejaman mental pun sangat sulit untuk
menentukan standar penilaiannya. Namun hakim dapat memutuskan hal itu
berdasarkan ‘urf (kebiasaan) yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
4. Membiarkan (tidak mempedulikan) isteri selama enam bulan
Sebagian Hakim Pengadilan Agama mengartikan kata “membiarkan”
dengan pengertian bahwa alamat suami dapat diketahui dan dihubungi, tetapi
59 Ibid, h. 44
suami tidak mau ke tempat isterinya dan tidak memperdulikannya sama
sekali.
Jadi inti dari penafsiran kata “membiarkan” terletak pada suami yang
tidak memperdulikan hak-hak isterinya sehingga sesuai dengan Pasal 34 ayat
4 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, gugatan perceraian dapat diajukan ke
pengadilan dengam alasan salah satu pihak (dalam hal ini suami) telah
melalaikan kewajibannya sebagai suami.
2. Akibat Hukum
Walaupun taklik talak pelaksanaannya bersifat sukarela (suami boleh
membaca atau tidak membacanya), tetapi apabila taklik talak itu dilakukan
maka perjanjian tersebut tidak dapat dicabut kembali, sehingga akibat hukum
yang dihasilkan apabila suami melanggar perjanjian taklik talak yang
diucapkannya adalah jatuh talak ba’in sughra, yakni memutuskan hubungan
perkawinan suami isteri setelah kata talak diucapkan. Hal tersebut bisa
terealisasi dengan cara isteri mengadukan pelanggaran suami tersebut ke
pengadilan agama dan aduannya diterima oleh pengadilan serta isteri dapat
membuktikan pelanggaran yang dilakukan suami tersebut diikuti dengan
pembayaran uang iwadh.
Apabila talak telah jatuh, maka isteri kembali menjadi orang lain bagi
suaminya. Mantan suami tidak boleh bersenang-senang dengan mantan
isterinya apalagi sampai menyetubuhinya, karena suami isteri tersebut bukan
mahram lagi dan haram berhubungan badan. Jika dilakukan juga maka
hukumnya sama dengan berzina60
.
Mantan suami masih berhak untuk kembali (rujuk) kepada mantan
isterinya yang tertalak ba’in sughra dengan akad perkawinan baru dan mahar
baru selama mantan isterinya belum menikah dengan orang lain.
Mengenai kekuatan berlakunya taklik talak, Peraturan Menteri Agama
No. 2 Tahun 1990, menentukan bahwa jika belum terwujud syarat taklik,
60 Yon Ngariono, Pernikahan Yang Dimurka: Keseleo Lidah, Haramkan Hubungan Seks,
posmo, III, 118 (23-29 Juni 2001), h. 16
kemudian suami menjatuhkan talak raj’i dan kemudian suami merujuknya
dalam masa iddah, maka taklik talak yang diucapkan suami tesebut tetap
mempunyai kekuatan hukum. Jika sewaktu-waktu terwujud syarat taklik,
maka isteri dapat menggunakannya sebagai alasan gugatan perceraian dengan
alasan pelanggaran taklik talak. Tetapi apabila terjadi talak ba’in atau kawin
lagi selepas iddah talak raj’i, taklik talak yang diucapkan suami tidak lagi
mempunyai kekuatan hukum. Sehingga jika suami isteri menghendaki
berlakunya perjanjian taklik talak, maka perjanjian taklik talak itu harus
diulang61
.
D. Tujuan Diadakan Taklik Talak
Kehidupan bahtera rumah tangga tidak selamanya berjalan manis dan
indah, sewaktu-waktu ada kemungkinan terjadinya hal-hal yang dapat
memutuskan ikatan perkawinan. Islam dengan syari’atnya yang komprehensif
mengatur hal-hal yang dapat mencegah terputusnya ikatan perkawinan tersebut.
Tetapi meski begitu, syari’at Islam dalam mengatur masalah perkawinan,
khususnya pada pemegang hak perceraian, hanya terdapat pada hak suami. Dan
hal itupun karena dilandasi faktor-faktor yang mengharuskan suamilah yang
pantas memegang hak perceraian itu.
Dengan dilembagakannya taklik talak, isteri juga dapat melakukan
perceraian dengan syarat perceraian tersebut memang layak untuk dilakukan.
Dengan begitu hak-hak isteri dapat terjamin dan suami harus melaksanakan
61 Sayyid Usman, Qawanin Al-Syari’ah, Salinan Nabhan, Surabaya: tth., h. 80
kewajiban-kewajibannya terhadap hak isteri sehingga suami tidak dapat
melakukan hal sewenang-wenang terhadap isterinya.
Mahmud Yunus menerangkan bahwa, umumnya di Indonesia pada masa
sekarang diadakan taklik talak sesudah akad nikah gunanya supaya isteri jangan
teraniaya bila suami berlarut-larut tidak memberi nafkah kepada isterinya, atau
telah hilang dengan tak ada beritanya62
Kemudian menurut Sayuti Thalib mengatakan, bahwa hak menjatuhkan
talak berada dalam tangan suami, dengan adanya lembaga taklik talak maka ini
berarti pelimpahan wewenang menjatuhkan talak dari pihak suami kepada isteri.
Pelimpahan yang terbatas yaitu dalam hal-hal tertentu63
.
Selanjutnya, Peunoh Dally dalam disertasinya berpendapat bahwa maksud
diadakannya taklik talak ialah suatu usaha dan daya upaya melindungi isteri dari
tindakan sewenang-wenang suaminya64
. Lebih lanjut Peunoh mengatakan bahwa
syari’at Islam sudah menentukan secara terperinci hak isteri terhadap suami,
namun ia tidak memiliki alat pemaksa supaya suami menunaikan kewajibannya.
Dengan adanya sistem taklik talak tersebut nasib isteri dan kedudukannya dapat
diperbaiki. Jika suami mensia-siakan isterinya sehingga ia sengsara, maka isteri
dapat mengadukan kepada hakim supaya perkawinannya diputuskan.
Zaini Ahmad Noeh, mengatakan bahwa lembaga taklik talak sangat
menguntungkan bagi pihak wanita, yaitu membekali wanita dengan hujjah syar’i
62 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Madzhab Syafi’i, Hanafi,
Maliki, Dan Hambali, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 129
63 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Di Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986, Cet ke. 5, h. 77 64 Peunoh Dally, Talak, Rujuk, h. 85
yang sah untuk melepaskan diri dari penderitaan akibat perbuatan yang dijanjikan
suaminya, itu pun bila isteri tidak rela atas perbuatan suaminya itu65
. Lebih jauh
lagi Zaini mengungkapkan pendapat Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa
dilembagakannya taklik talak setiap akad nikah yang berlaku diseluruh Jawa dan
Madura, menyebabkan kedudukan wanita yang menikah jauh lebih kuat dari pada
sekedar memberlakukan hukum Islam secara biasa.
65 Noeh, Pembacaan Shigat, h. 68
BAB IV
PENGARUH TAKLIK TALAK
TERHADAP KEUTUHAN RUMAH TANGGA
A. Letak dan Geografis RT 01/08 Kelurahan Pisangan Ciputat
RT 01/08 merupakan daerah yang cukup strategis di wilayah Ciputat. RT
yang luasnya 5 ha ini berbatasan langsung dengan Kelurahan Cirendeu sebelah
Timur, Kelurahan Cempaka Putih sebelah Barat, dan RT 02/08 sebelah Utara. RT
01/08 meskipun berada di daerah perbatasan antara Provinsi Banten dan Provinsi
DKI Jakarta, masih tetap bagian dari daerah ibu kota Jakarta yang
perkembangannya begitu cepat.
Sebagai bagian dari wilayah kampus UIN Jakarta, RT 01/08 tak lepas dari
incaran para pendatang yang kebanyakan adalah mahasiswa yang ingin
melanjutkan pendidikan dan mereka datang dari berbagai wilayah yang ada di
Indonesia, sehingga pertumbuhan penduduk di RT ini sangat cepat yang
disebabkan banyaknya mahasiswa yang datang dari daerah. Hal ini juga
merupakan penyebab heterogennya atau majemuknya penduduk di RT ini. Dari
laporan tahunan Kelurahan pada tahun 2007 diketahui jumlah penduduk RT 01/08
yang tercatat sebanyak 460 (empat ratus enam puluh) orang, dengan perincian
kepala keluarga sebanyak 124 orang.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa RT 01/08 mengalami
perkembangan yang cukup pesat . hal ini berimbas pada perekonomian
masyarakat sekitar. Kalau tahun Sembilan puluhan masih terdapat rawa-rawa dan
lahan kosong, maka sekarang telah berubah menjadi pemukiman yang padat,
pertokoan dan tempat usaha lainnya. Sekarang ini profesi masyarakat RT 01/08
beraneka ragam, ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil,
pedagang/wiraswasta, buruh, sopir dan lain sebagainya.
Sangat jauh berbeda dengan mata pencaharian atau profesi masyarakat RT
01/08 yang beraneka ragam, maka agama yang dianut oleh masyarakat
kebanyakan adalah beragama Islam, karena daerahnya memang terdapat
dikawasan kampus Islam. Masyarakat RT 01/08 merupakan masyarkat yang taat
beragama. Sedangkan sektor pendidikan tidak diragukan lagi karena sangat dekat
dengan Universitas Islam negeri Jakarta. Tidak kalah dengan sektor lainnya di RT
01/08 terdapat banyak etnis seperti Sunda, Jawa, Betawi, Minang, Melayu yang
kesemuanya mereka adalah para pendatang. Itulah di antaranya mengenai kondisi
umum RT 01/08.66
B. Pengaruh Taklik Talak Terhadap Keutuhan Rumah Tangga Warga RT
01/08 Kelurahan Pisangan Ciputat
Apabila suami telah membaca serta menandatangani shigat taklik talak
setelah akad nikah, maka suami dianggap telah melakuka perjanjian yang baginya
berlaku sebagai undang-undang. Perjanjian ini merupakan jaminan kepada isteri
bahwa suami sekali-kali tidak akan mempermainkan lembaga perkawinan yang
akan dibangun nantinya.
Pembacaan taklik talak yang dilakukan sesaat setelah akad nikah
menimbulkan kesan, bahwa perkawinan yang akan dijalani akan selalu dibayang-
66 Data dari RT 01/08 Kelurahan Pisangan Ciputat.
bayangi dengan perceraian. Sehingga seakan-akan tidak sesuai dengan tujuan dari
perkawinan yang menginginkan terbentuknya keluarga (rumah tangga) yang
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang dimaksudkan pada
pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Tetapi menurut pendapat penulis, pembacaan taklik talak justru
merupakan suatu bentuk jaminan dari suami kalau perkawinannya kelak akan
berjalan dengan baik. Secara umum tidak ada seorang pun di dunia ini yang
menginginkan perkawinannya putus di tengah jalan dan berakhir dengan
perceraian. Penulis berkeyakinan bahwa tidak ada suami yang mempunyai niat
untuk menceraikan isterinya secara bersamaan ketika dia melakukan akad nikah.
Oleh karena itu, dengan membaca taklik talak maka suami telah berjanji
akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan dengan
penuh tanggung jawab. Karena tidak seorang pun yang mengharapkan
kehidupannya menemui kegagalan.
Setiap perkawinan tentulah diharapkan akan bertahan sumur hidup.
Adakalanya, harapan ini tidak tercapai karena rumah tangga bahagia yang diidam-
idamkan berubah menjadi neraka, maka terbukalah pintu perceraian. Karena awal
dari perkawinan adalah cinta kasih yang membayangkan kebahagiaan, maka
selalulah peristiwa perceraian diliputi oleh ledakan-ledakan emosi yang
sebaliknya, benci dan dendam. Oleh karena itu kasus percerian merupakan
perkara yang paling sulit ditangani hakim.
Apabila masalah tersebut timbul disebabkan karena pelanggaran taklik
talak yang dilakukan suami, maka pada situasi seperti ini isteri lah yang pada
akhirnya menjadi pihak yang teraniaya. Hak-hak isteri yang semestinya diperoleh
dari suami tidak didapatkan, bagaimana sikap isteri ketika taklik talak dilanggar?
Untuk menjelaskan masalah ini penulis akan menguraikannya sebagai berikut:
1. Tindakan Hukum Isteri Ketika Taklik Talak dilanggar
Pada bagia akhir shigat taklik talak disebutkan bahwa, apabila siteri
tidak ridho dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama atau petugas
yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta
diterima oleh pengadilan agama atau petugas tersebut, dan isteri membayar
uang sebesar Rp 1000.- (seribu rupiah) sebagai ‘iwadh (pengganti) kepada
suaminya, maka jatuhlah talak satu kepadanya, kepada pengadilan atau
petugas tersebut tadi, suami mengkuasakan untuk menerima uang ‘iwadh
(pengganti) itu kemudian memberikan untuk BKM dan keperluan ibada
sosial.
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa ketika ketentuan taklik
talak dilanggar oleh suami dan isteri tidak ridho, maka isteri dibenarkan untuk
melakukan suatu tindakan hukum. Adapun tindakan hukum yang dapat
dilakukan isteri sesuai dengan rumusan di atas adala cukup dengan
mengadukannya kepada hakim di Pengadilan Agama, kemudian hakim
membenarkan pengaduannya itu dan isteri menyerahkan uang ‘iwad
(pengganti), maka jatuhlah talak satu kepadanya.
2. Posisi Isteri Dalam Perceraian Karena Pelanggaran Taklik Talak
Dari berbagai kasus perceraian yang ada, sangat jarang ataupun tidak
ada ditemukan data atau berkas berkenaan dengan pengaduan isteri yang
sesuai dengan rumusan pada shigat taklik talak. Isteri yang memulai proses
perceraian, baik karena pelanggaran taklik talak atau sebab yang lai harus
mengajukan gugatan seperti gugatan perdata biasa dengan segala
formalitasnya, dengan hak banding, kasasi dan lain-lain bagi suami. Proses
yang dilakukan isteri akan semakin lama dan berbelit-belit. Dengan demikian
maka pihak isteri akan selalu dalam keadaan yang serba sulit. Karena
posisinya sebagai penggugat maka isteri pula yang harus membuktikan apa
yang menjadi tuntutannya. Dengan posisi yang seperti ini maka, isteri menjadi
pihak yang sangat dirugikan. Dalam satu sisi, hak yang semestinya ia terima
tidak ia dapatkan, yang disebabkan karena suami melanggar ketentuan taklik
talak, sedangkan di sisi lain ia harus berjuang di pengadilan untuk
membuktikan tentang perbuatan yang sama sekali tidak dilakukannya. Lebih
parah lagi, perbuatan tersebut adalah perbuatan suami yang telah merampas
dengan semena-mena tentang hak yang harusnya ia terima. Dalam hal ini
isteri tidak mendapatkan perlakuan serta kedudukan yang sejajar baik di
dalam keluarga maupun di depan hukum.
C. Hasil Penelitian
1. Identitas Responden67
tabel 1
Distribusi Responden Berdasarkan Kesukuan/Adat
67 Lihat dilampiran
GRAFIK SUKU/ADAT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
jawa melayu sunda minang dll
suku
pe
rse
nta
se
Series1
Sumber: Diolah Dari Data Lapangan 2008
Dari data diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan responden dari suku
Melayu (46 %) menjawab taklik talak sangat mempengaruhi keutuhan rumah
tangga mereka, sedangkan dari suku lain seperti Sunda (16 %), Jawa (16 %),
dan lain-lain menjawab (16 %), adapun persentase responden yang paling
sedikit menjawab taklik mempengaruhi keutuhan rumah tangga adalah suku
Betawi sebesar 6 %.
Setelah kita mengetahui dari segi suku, bagaimana dengan bidang
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Table 2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
betawi
GRAFIK PENDIDIKAN
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
SD SLTP SLTA D3 S1 +
pendidikan
pe
rse
nta
se
persentase
Sumber: Diolah Dari Data Lapangan 2008
Data di atas menerangkan bahwa kebanyakan responden (34 %) Dari
golongan pendidikan S1 menjawab taklik talak sangat mempengaruhi
keutuhan rumah tangga, dan yang paling sedikit menjawab taklik talak tidak
mempengaruhi keutuhan rumah tangga adalah yang berpendidikan SLTP
yaitu sebesar 10 %, sedangkan yang berpendidikan SD menjawab 14 %,
SLTA 30 %, dan D3 sebanyak 12 %.
Dari data ini menunjukkan bahwa yang mengenyam pendidikan lebih
tinggi tentunya lebih mengutamakan logika dari pada emosional semata.
Untuk mengetahui apakah umur dapat mempengaruhi keutuhan rumah
tangga, dapat kita lihat pada tabel di bawah ini:
Table 3
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia
GRAFIK UMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
20-30 30-40 40-50 50 +
umur
pe
rse
nta
se
persentase
Sumber: Diolah Dari Data Lapangan 2008
Menurut data diatas kebanyakan responden yang berumur 20 – 30
tahun mengatakan bahwa taklik talak mempengaruhi keutuhan rumah tangga
mereka yaitu 40 %. Sedangkan responden yang berumur 50 tahun keatas
menjawab paling sedikit yaitu 14 %, umur 30 – 40 dan 40 – 50 masing-
masing menjawab 28 % dan 18 %. .
Lamanya pernikahan tentunya dapat menandakan seberapa besar
pengaruh taklik talak dalam menjaga keutuhan rumah tangga, untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Table 4
Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Usia Pernikahan
GRAFIK LAMA MENIKAH
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0 - 3 3 – 6 6 – 10 20 +
lama menikah
pe
rse
nta
se
persentase
Sumber: Diolah Dari Data Lapangan 2008
Dilihat Dari data diatas kebanyakan responden yang lama menikahnya
20 tahun keatas menjawab bahwa taklik talak sangat mempengaruhi keutuhan
rumah tangga yaitu sebanyak 42 %. Sedangkan yang usia pernikahannya 0 – 3
tahun menjawab 20 %, 3 – 6 tahun 10 %, dan 6 – 10 tahun 20 %.
Setelah kita lihat dari berbagai sisi bagaimana taklik talak dapat
mempengaruhi keutuhan rumah tangga, sekarang bagaimana dengan
pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Table 5
Distribusi Responden Berdasarkan profesi
GRAFIK PEKERJAAN
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
wiraswasta PNS peg swasta DLL
pekerjaan
pe
rse
nta
se
persentase
Sumber: Diolah Dari Data Lapangan 2008
Menurut data diatas dapat dilihat responden yang mempunyai
pekerjaan lain-lain menjawab lebih banyak yaitu 36 % tentang pengaruh
taklik talak terhadap keutuhan rumah tangga. Sedangkan yang bekerja sebagai
wiraswasta menjawab 32%, PNS dan pegawai swasta masing-masing
menjawab16%.
2. Data Khusus Tentang Taklik Talak
a. Distribusi responden tentang pentingnya pelaksanaan akad nikah di
KUA
Jumlah skor untuk 35 orang menjawab 5 : 35 x 5 = 175
Jumlah skor untuk 13 orang menjawab 4 : 13 x 4 = 52
Jumlah skor untuk 1 orang menjawab 3 : 1 x 3 = 3
Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 2 : 0 x 2 = 0
Jumlah skor untuk 1 orang menjawab 1 : 1 x 1 = 1
Jumlah = 231
Jumlah skor ideal untuk item a (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item a) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang pentingnya pelaksanaan akad
nikah di KUA terletak pada daerah sangat setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
b. Distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak pada
waktu akad nikah
Jumlah skor untuk 19 orang menjawab 5 : 19 x 5 = 95
Jumlah skor untuk 26 orang menjawab 4 : 26 x 4 = 104
Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 3 : 0 x 3 = 0
Jumlah skor untuk 2 orang menjawab 2 : 2 x 2 = 4
Jumlah skor untuk 3 orang menjawab 1 : 3 x 1 = 3
Jumlah = 206
Jumlah skor ideal untuk item b (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item b) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
c. Distribusi responden tentang pemahaman maksud diucapkannya taklik
talak
Jumlah skor untuk 16 orang menjawab 5 : 19 x 5 = 95
Jumlah skor untuk 31 orang menjawab 4 : 26 x 4 = 104
Jumlah skor untuk 3 orang menjawab 3 : 3 x 3 = 9
Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 2 : 0 x 2 = 0
Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 1 : 0 x 1 = 0
Jumlah = 213
Jumlah skor ideal untuk item c (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item c) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
d. Distribusi responden tentang pengucapan taklik talak mempengaruhi
sikap suami terhadap isteri
Jumlah skor untuk 14 orang menjawab 5 : 14 x 5 = 70
Jumlah skor untuk 20 orang menjawab 4 : 20 x 4 = 80
Jumlah skor untuk 5 orang menjawab 3 : 3 x 3 = 15
Jumlah skor untuk 9 orang menjawab 2 : 9 x 2 = 18
Jumlah skor untuk 2 orang menjawab 1 : 2 x 1 = 2
Jumlah = 185
Jumlah skor ideal untuk item d (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item d) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
e. distribusi responden tentang pelanggaran yang dilakukan suami
terhadap taklik talak
Jumlah skor untuk 9 orang menjawab 5 : 9 x 5 = 45
Jumlah skor untuk 3 orang menjawab 4 : 3 x 4 = 12
Jumlah skor untuk 10 orang menjawab 3 : 10 x 3 = 30
Jumlah skor untuk 21 orang menjawab 2 : 21 x 2 = 42
Jumlah skor untuk 7 orang menjawab 1 : 7 x 1 = 7
Jumlah = 136
Jumlah skor ideal untuk item e (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item e) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah ragu-ragu, secara
kontinum dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
f. Distribusi responden tentang adanya jaminan ikatan perkawinan
dengan adanya ucapan taklik talak
Jumlah skor untuk 25 orang menjawab 5 : 25 x 5 = 125
Jumlah skor untuk 18 orang menjawab 4 : 18 x 4 = 72
Jumlah skor untuk 5 orang menjawab 3 : 5 x 3 = 15
Jumlah skor untuk 2 orang menjawab 2 : 2 x 2 = 4
Jumlah skor untuk 0 orang menjawab 1 : 0 x 1 = 0
Jumlah = 216
Jumlah skor ideal untuk item f (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item f) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
g. Distribusi responden tentang pengajuan gugat cerai isteri terhadap
pelanggaran yangf dilakukan suami
Jumlah skor untuk 11 orang menjawab 5 : 11 x 5 = 55
Jumlah skor untuk 22 orang menjawab 4 : 22 x 4 = 88
Jumlah skor untuk 7 orang menjawab 3 : 7 x 3 = 21
Jumlah skor untuk 7 orang menjawab 2 : 7 x 2 = 14
Jumlah skor untuk 3 orang menjawab 1 : 3 x 1 = 3
Jumlah = 181
Jumlah skor ideal untuk item g (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item g) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah setuju, secara kontinum
dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
h. Distribusi responden tentang pengajuan gugat cerai isteri terhadap
pelanggaran yangf dilakukan suami
Jumlah skor untuk 9 orang menjawab 5 : 9 x 5 = 45
Jumlah skor untuk 15 orang menjawab 4 : 15 x 4 = 60
Jumlah skor untuk 4 orang menjawab 3 : 4 x 3 = 12
Jumlah skor untuk 16 orang menjawab 2 : 16 x 2 = 32
Jumlah skor untuk 6 orang menjawab 1 : 6 x 1 = 6
Jumlah = 155
Jumlah skor ideal untuk item h (skor tertinggi) = 5 x 50 = 250 (SS)
Jumlah skor rendah = 1 x 50 = 50 (STS)
Berdasarkan data (item h) yang diperoleh dari 50 responden,
maka distribusi responden tentang perlunya pembacaan taklik talak
pada waktu akad nikah terletak pada daerah ragu-ragu, secara
kontinum dapat dilihat seperti:
0 50 100 150 200 250
STS TS R S SS
3. Hasil pengujian pengaruh taklik talak terhadap rumah tangga
Kaidah pengujian signifikansi
Jika F hitung ≥ F tabel maka pengaruh taklik talak terhadap keutuhan
rumah tangga bersifat signifikan
Jika F hitung ≤ F tabel maka pengaruh taklik talak terhadap keutuhan
rumah tangga bersifat tidak signifikan
Taraf signifikansi adalah sebesar 0,05
F hitung = 12,43
F tabel = 4,0468
Berdasarkan hasil uji signifikansi pengaruh antara taklik talak terhadap
keutuhan rumah tangga ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
karena F hitung lebih besar dari F tabel. Hasil ini memberikan indikasi bahwa
setelah dilakukan pengujian terhadap 50 sampel dari populasi warga RT 01/08
Kelurahan Pisangan Ciputat menunjukkan bahwa pengaruh taklik talak
terhadap keutuhan rumah tangga bagi masyarakat tersebut bersifat signifikan.
68 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan Dan Peneliti Pemula,
Bandung: ALFABETA, 2005, Cet ke. I, h. 89
Artinya bahwa menurut masyarakat tersebut taklik talak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keutuhan rumah tangga mereka
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah panjang lebar bab perbab dijelaskan mengenai shigat taklik talak
serta bagaimana pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga, maka dalam bab
ini akan dilakukan penyimpulan dari bab tersebut diatas yaitu:
1. Tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah membina keluarga yang
harmonis, sejahtera dan bahagia. Hal ini bisa dicapai dengan tanggung jawab
masing-masing pihak (suami–isteri) dalam melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya jika salah satu pihak ada yang tidak melaksanakan hak dan
kewajibannya, maka yang terjadi adalah akan retaknya kehidupan rumah
tangga yang kemudian membawa putusnya hubungan perkawinan suami isteri
tersebut. Seorang suami yang memang sebagai pihak pemegang hak talak
dapat menjatuhkan talak atau meneceraiakan isterinya yang melakukan
nusyuz. Begitu juga dengan isteri, seorang isteri dapat meminta pemutusan
hubungan perkawinan dengan suaminya yang tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang suami dalam rumah tangga. Pemutusan
hubungan perkawinan akan inisiatif isteri tersebut dalam Islam dikenal dengan
istilah khuluk, yakni perceraian atas inisiatif isteri dengan membayar ganti
rugi berupa pengembalian mahar. Adanya khuluk menjadi bukti bahwa Islam
melindungi hak wanita agar martabat wanita tidak direndahkan. Tetapi
meskipun khuluk diperbolehkan, khuluk tersebut harus diikuti dengan alasan-
alasan yang dibenarkan oleh syara’, seperti suami seorang pezina, pemabuk,
penjudi, tidak menafkahi keluarganya atau hal-hal lain yang berupa kelalaian
dalam melaksanakan kewajiban sebagai seorang suami.
Disini menjadi jelas, bahwa khuluk merupakan jalan keluar bagi isteri yang
memutuskan hubungan perkawinannya, dikarenakan seorang suami yang
tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap hak-hak isteri dalam
perkawinan.
2. Pada awal dilembagakannya taklik talak adalah bertujuan untuk dapat menjadi
sarana pendidikan yang efektif bagi suami dalam menyadari tugas dan
tanggung jawabnya sebagai suami. Namun keyataannya masih banyak
kejadian yang berupa pelanggaran yang dilakukan suami terhadap hak-hak
isteri terjadi dalam perkawinan. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor,
bisa karena faktor individu masing-masing pihak dalam menjalankan
kewajibannya masing-masing dan dalam kesadarn hukum, bisa karena faktor
lingkungan dan bisa juga karena kurangnya sosialisasi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan rumah tangga oleh pihak-pihak terkait. Tetapi
meskipun begitu dengan adanya shigat taklik talak diharapkan menjadi sebuah
kejelasan hukum bagi seorang suami dalam menjalankan kewajiban-
kewajibannya di dalam rumah tangga, sehingga nanti kerukunan rumah
tangga melalui adanya pelembagaan taklik talak ini dapat terwujud.
3. Shigat taklik talak merupakan perjanjian yang isinya harus dilaksanakan oleh
suami. Jika setelah akad suami bersedia membacanya sebagai kewajibannya
dalam perkawinan, shigat taklik talak ini menjadi pedoman bagi suami isteri
dalam menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing. Jika nantinya sami
melanggar shigat taklik talak tersebut dan isteri tidak ridha, maka isteri dapat
mengajukan gugatan cerai dengan jalan khuluk. Disinilah letak hubungan
keduanya bahwa jika shigat taklik talak tersebut salah satu isinya tidak
dilaksanakan oleh suami maka isteri dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan.
4. Berdasarkan hasil uji signifikansi pengaruh antara taklik talak terhadap
keutuhan rumah tangga ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
karena F hitung lebih besar dari F tabel. Hasil ini memberikan indikasi bahwa
setelah dilakukan pengujian terhadap 50 sampel dari populasi warga RT 01/08
Kelurahan Pisangan Ciputat menunjukkan bahwa pengaruh taklik talak
terhadap keutuhan rumah tangga bagi masyarakat tersebut bersifat signifikan.
Artinya bahwa menurut masyarakat tersebut taklik talak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keutuhan rumah tangga mereka.
5. Berdasarkan hasil yang didapat penulis melalui penyebaran angket kepada
warga, mereka sangat setuju dan mendukung dengan adanya taklik talak yang
diucapkan suami ketika setelah akad nikah.
B. Saran-Saran
1. Mengingat kehidupan rumah tangga penuh dengan problematika, maka kami
sarankan pada suami isteri yang hendak melaksanakan pernikahan benar-
benar mempersiapkan secara matang, bukan hanya sekedar menuruti hawa
nafsu belaka. Dalam memasuki kehidupan rumah tangga perlu persiapan
mental yang kuat, sehingga problem yang ada dalam rumah tangga dapat
diatasi dengan baik dan suami isteri berhasil dengan baik dalam rangka
membangun keluarga bahagia sesuai dengan Syari’at Islam.
2. Hendaklah bagi pasangan suami isteri yang ingin melaksanakan perkawinan
harus beritikad baik, dan jangan hanya sebagai pemuas nafsu belaka
3. Semoga pihak yang terkait lebih mensosialisakan lagi taklik talak yang di
ucapkan suami setelah akad nikah kepada masyarakat, kerana kebanyakan
para suami lupa bahkan tidak tahu apa sebenarnya taklik talak.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’anul Karim
Abdullah, A. Ghani, Dr. SH, Himpunan Perundang-Undangan Dan Peraturan
Peradilan Agama, Jakarta: PT. Intermasa, 1991, Cet ke I
Abdurrahman, Perkawinan Dalam Syari’at, Jakarta: Rineka Cipta, tth, Cet ke. I
Adnan, Moh dan Mardi Kintoko, Buku Tata Cara Islam, Surakarta: tpn, 1924
Ahmad, Noeh Zaini, Pembacaan Shigat Taklik Talak Sesudah Akad Nikah, Mimbar
Hukum, Jakarta: Ditbinbapera No. 30, th. VIII, 1997
Anas, Malik Bin, Dwi Surya Atmaja (pent), Al-Muwatta’, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, Cet ke. I
Anis, Ibrahim, et.al, Al-Mu’jam Al-Washit, Mesir: Darul Maarif, 1976, Jilid 2
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy (pent), Terjemahan Singkat Tafsir Ibn Katsir,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987, Cet ke. 20, jilid I
Bukhari, Al-, Shahih Bukhari, Beirut: maktabah ash’iriyyah, 1997, jilid 3
Buku Laporan Kementrian Agama, 1956
Dally, Peunoh, Talak, Rujuk, Hadhonah dan Nafkah Kerabat Dalam Naskah Mir’at
At-thulLab, Suatu Studi Perbandingan Hukum Isteri Menurut Ahlussunnah,
Disertasi Provendus Doctor, Jakarta: Perpustakaan Syari’ah UIN Syarif
Hidayatullah, 1983
Depag RI, Buku Akta Nikah
Drajat, Zakiah, Prof., Dr., Ilmu Fiqh, Jogjakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995, Jilid II
Fannani, Al-., Moch. Anwar, et.al (pent), Terjemahan Fathul Mu’in, Bandung: Sinar
Baru Algresindo, 1994, Cet ke. I
HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Panji Masyarakat, 1981, juz V
Hassan, Ayyub, Syaikh, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, Cet ke I
Jaziri, Al-, Abdurrahman, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arbaah, Kairo: Darul Hadits,
1607, jilid 4
Kahlani, Al-, Subulussalam, Bandung: Dahlan, tth, jilid 3
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Ditbinbapera, Depag RI, 2000
Mahalli, Al-, Mujdab, Asbabun Nuzul, Jakarta: Rajawali Press, 1989, Cet ke I
Manna, Abdul, Masalah Taklik Talak Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia,
Mimbar Hukum, Jakarta: Dibinbapera Depag RI, No. 23, th IV, 1995
Maududi, Al-, Abul A’la dan Fazl Ahmad, Pedoman Perkawinan Dalam Islam,
Bogor: Darul Ulum Press, 1941, Cet ke I
Ma’luf, Lois, Al-Munjid, Beirut: Darul Masyriq, tth
Mughniyyah, Muhammad Jawad, Terjemah Fiqh Lima Madzhab, Jakarta: PT.
Lentera Baristama, 1996, Cet ke I
Muhammad, Abu Abdullah bin Zaid Al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Beirut: Daar El-
Fikr, 1995
Mujib, M. Abdul, Mabruru Tholhah Syafiah AM, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994, Cet ke I
Mukhtar, Kamal, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974, Cet ke 1
Munawwir, A.W. Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997, Cet ke 14
Nasution, Harun, Prof., Dr., Gagasan Dan Pemikiran, Bandung: Mizan, 1998, Cet ke
5
Ngariono, Yon, Pernikahan Yang Dimurka: Keseleo Lidah, Haramkan Hubungan
Seks, Posmo III, 118, 23-29 Juni 2001
Ramulyo, M. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Ind Hill, 1990
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: Ath-Thahiriyah, 1976
Rusd, Ibn, Bidayatul Mujtahid, Semarang: Toha Putra, tth. Jilid 2
-----------MA, Abdurrahman dan A. Haris Abdullah (pent), Bidayatul Mujtahid,
Semarang: As-Syifa, 1990, Cet ke. I, jilid 2
Rofik, A, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet ke 4
Sabiq, sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut: Daar El-Fikr, 1987, Jilid 7
-----------Fiqh Sunnah, Beirut: Daar El-Fikr, 1983, Jilid 2, Cet ke 4
Said, H.A, Fuad, Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1994, Cet ke 1
Shabagh, Al-Mahmud, Keluarga Bahagia Dalam Islam, Jogjakarta: Pustaka Mantik,
1993
Shan’ani, Al-, Abu Baker Muhammad, (pent) Terjemahan Subulussalam, Surabaya:
Al-Ikhlas, 1995, Cet ke I
Soewondo, Soerosno, Nani, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan
Masyarakat, Jakarta: Timun Mas, 1955
Syalthut, Mahmud, dan Ali As-Sayis, Muqaranah Al-Madzahib Fil Fiqh, Terjemahan
Zaky, Al-Kaaf, Bandung: Pustaka Setia, 2000
Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986, Cet ke 5
Umar, Daruqutni Ali bin, Sunan Daruqutni, Beirut: Daar El-Fikr, 1994, Jilid 2
Usman, Sayyid, Qawani Al-Syari’ah, Salinan Nabhan, Surabaya: tth.
Yunus, Mahmud, Prof., Dr., Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Madzhab
Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali, Jakarta: Hida Karya Agung, 1990
------------Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Hida Karya Agung, 1966, Cet
ke. 15
Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Damaskus: Daar El-Fikr, 1997,
Jilid 9
No PERNYATAAN STS TS R S SS
2. Data khusus
a. Taklik Talak
b. Keutuhan Rumah Tangga
No PERNYATAAN STS TS R S SS
1 Rumah tangga kami berjalan dengan tenang
selama masa pernikahan
2 Kami menganggap masalah kecil yang
terjadi adalah hal yang biasa dalam rumah
tangga
3 Kami menyelesaikan masalah rumah tangga
dengan musyawarah
4 Kami memahami betul akan tanggung jawab
kami sebagai suami isteri
5 Kami lebih mendahulukan
kepentingan/keutuhan rumah tangga dari
pada kepentingan pribadi
6 Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga,
kami lebih mengutamakan keterbukaan
7 Tujuan adanya taklik talak adalah untuk
menjamin hak-hak isteri dalam perkawinan
(rumah tangga)
1 Melakukan akad nikah dihadapan lembaga
resmi KUA adalah penting
2 Waktu akad nikah saya membaca taklik talak
ke isteri saya
3 Saya memahami benar maksud dari taklik
talak yang saya ucapkan tersebut
4 Janji taklik talak yang telah saya ucapkan
mempengaruhi sikap saya terhadap isteri
5 Saya pernah melanggar janji taklik talak
tersebut
6 Saya yakin akan jaminan ikatan pernikahan
dengan janji taklik talak yang telah diucapkan
suami saya setelah akad nikah
7 Isteri saya mengajukan gugat cerai ketika
saya melanggar taklik talak
8 Taklik talak yang saya ucapkan tidak
mempengaruhi perjalanan rumah tangga kami
Ket :
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju
R = Ragu-Ragu S = Setuju
SS = Sangat Setuju
KUISIONER PENELITIAN
PENGARUH TAKLIK TALAK TERHADAP KEUTUHAN RUMAH TANGGA
(STUDI PADA RT 01/08 KELURAHAN PISANGAN)
PERNYATAAN PENELITI :
DATA INI HANYA BERSIFAT SAMPEL UNTUK PENELITIAN
PERMASALAHAN DIATAS DAN PENELITI MENJAMIN BAHWA DATA
INI TIDAK DISEBARKAN KE PUBLIK, PENELITI BERJANJI AKAN
MENJAGA RAHASIA DARI DATA RUMAH TANGGA BAPAK/IBU
1. Data Umum
a. Nama :
b. Lama Menikah :
0 – 3 Tahun 3 – 6 Tahun
6 – 10 Tahun 20 Tahun Keatas
c. Umur :
20 – 30 Tahun 30 – 40 Tahun
40 – 50 Tahun 50 Tahun Keatas
d. Pendidikan :
SD SLTP
SLTA D3
S1 Keatas
e. Pekerjaan :
Wiraswasta Pegawai Negeri
Pegawai Swasta Dll
f. Suku :
Jawa Melayu
Sunda Minang
Dll
SHIGAT TAKLIK TALAK YANG DIUCAPKAN SUAMI DALAM
BUKU NIKAH SETELAH ADANYA AKAD NIKAH
“Sesudah akad nikah, saya… berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan
menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan pergauli isteri saya
bernama…… Binti…… dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran
syari’at Islam. Selanjutnya saya mengucapkan sewaktu-waktu saya:
5. Meninggalkan isteri dua tahun berturut-turut
6. Atau saya tidak memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan
lamanya
7. Atau saya menyakiti badan jasmani isteri saya itu,
8. Atau saya membiarkan (tidak mempedulikan) isteri saya itu enam bulan
lamanya,
kemudian isteri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada
Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan
itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau
petugas tersebut, dan isteri saya membayar uang sebesar Rp. 1000,-
(seribu rupiah) sebagai Iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah
talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan atau petugas tesebut tadi
saya kuasakan untuk menerima uang Iwadh itu dan memberikannya
untuk keperluan ibadah sosial69
.
69 Depag RI, Buku Akte Nikah
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,45350725
R Square 0,205668826 Adjusted R Square 0,189120259
Standard Error 2,899939713
Observations 50
ANOVA
df SS MS F Significance
F
Regression 1 104,5167838 104,51678 12,4282 0,000941144
Residual 48 403,6632162 8,4096503
Total 49 508,18
Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0%
Intercept 21,70682516 2,550145491 8,5119948 3,75E-11 16,57941409 26,83423623 16,57941409
X Variable 1 0,295378656 0,083786695 3,5253647 0,000941 0,126914217 0,463843095 0,126914217
2. Data Khusus
a. Taklik Talak
Pernyataan Orang ke 1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah
1 5 4 4 4 2 5 2 2 28
2 5 4 4 4 2 5 4 2 26
3 4 4 4 2 3 5 5 5 29
4 5 5 4 3 1 4 1 5 28
5 4 5 4 4 3 4 4 2 30
6 4 4 3 4 3 2 4 4 28
7 4 4 5 5 2 4 2 1 27
8 4 4 4 4 2 4 4 2 28
9 5 5 5 5 5 5 5 4 39
10 1 4 4 4 2 4 4 2 25
11 4 4 4 2 2 4 4 4 28
12 5 4 4 5 2 5 2 2 29
13 5 5 5 1 3 4 4 2 16
14 5 4 4 5 2 5 4 2 31
15 5 4 4 4 2 5 2 2 28
16 5 4 4 4 2 5 2 2 28
17 5 4 4 4 2 5 2 2 28
18 5 4 4 2 2 5 4 2 28
19 4 4 4 2 2 5 4 2 27
20 5 5 4 2 1 4 1 1 23
21 5 4 4 2 1 4 1 2 23
22 5 4 5 4 4 5 1 28
23 5 5 5 4 5 2 5 2 33
24 5 5 5 5 5 5 5 5 40
25 5 5 5 4 3 3 4 3 32
26 5 1 4 1 2 3 4 3 23
27 5 1 4 3 2 3 4 3 25
28 4 5 5 5 5 5 5 5 39
29 5 5 4 4 2 4 5 4 33
30 5 5 5 5 2 5 5 5 37
31 5 5 5 5 5 5 5 4 39
32 5 5 5 5 5 5 5 4 39
33 5 1 5 5 5 5 5 4 35
34 5 4 3 3 3 4 4 4 30
35 5 4 3 4 3 4 5 5 33
36 4 4 4 4 2 3 3 4 28
37 5 5 5 2 3 5 3 5 33
38 3 4 4 4 5 5 4 4 33
39 5 4 5 4 5 4 4 4 35
40 5 4 4 4 3 5 4 5 34
41 4 4 4 5 4 5 4 4 34
42 5 5 4 3 3 5 4 5 34
43 4 4 4 4 2 4 4 1 27
44 5 5 5 5 1 5 4 1 31
45 4 2 4 2 1 4 3 4 24
46 4 2 4 2 1 4 3 4 24
47 5 5 4 4 4 4 4 4 34
48 5 5 5 5 1 5 4 1 31
49 5 5 4 4 2 4 3 2 29
50 5 4 4 5 2 4 2 2 28
Jumlah 231 206 213 182 130 213 175 152
Ket: SS = Sangat Setuju = 5 TS = Tidak setuju
= 2
S = Setuju = 4 STS = Sangat Tidak
Setuju = 1
R = Ragu-Ragu = 3
b. Keutuhan Rumah tangga
Pernyataan Orang ke 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah
1 4 4 4 4 5 5 5 31
2 4 4 4 5 5 5 27
3 5 5 5 5 5 5 5 35
4 5 4 5 5 5 3 3 30
5 4 4 5 5 5 5 4 32
6 5 5 4 4 5 1 3 27
7 4 5 5 5 5 5 2 31
8 4 4 4 4 4 4 4 28
9 5 5 5 5 5 5 5 35
10 4 4 4 4 4 4 4 28
11 5 4 5 5 5 5 4 33
12 4 4 5 4 5 5 5 32
13 5 4 5 5 5 5 5 29
14 5 4 5 4 4 5 5 32
15 4 4 4 4 5 5 5 31
16 4 4 4 4 5 5 5 31
17 4 4 4 4 5 5 5 31
18 5 4 4 5 4 4 4 30
19 5 4 4 5 4 4 4 30
20 5 4 4 5 4 4 4 25
21 4 2 4 4 4 4 4 18
22 5 5 4 5 4 4 5 28
23 4 4 4 4 4 4 4 28
24 5 5 5 5 5 25
25 5 5 5 4 4 3 5 31
26 4 4 5 4 5 4 4 30
27 4 4 5 4 5 4 4 30
28 5 5 5 5 5 5 5 35
29 5 4 5 5 5 5 5 34
30 4 5 5 5 5 5 5 34
31 5 5 5 5 5 5 4 34
32 5 5 5 5 5 5 5 35
33 5 5 5 5 5 5 4 34
34 5 5 5 5 4 4 4 32
35 5 4 5 5 5 4 5 33
36 4 4 4 4 4 4 4 28
37 5 4 5 4 4 4 4 30
38 4 5 4 4 5 5 5 32
39 4 4 4 4 4 4 4 28
40 5 4 5 5 5 5 5 34
41 4 5 4 4 4 4 4 29
42 5 4 3 3 4 4 5 28
43 4 4 4 4 4 4 4 28
44 5 5 5 5 5 5 5 35
45 4 4 4 5 5 4 4 30
46 4 4 4 5 5 4 4 30
47 4 5 5 5 2 5 5 31
48 5 5 5 5 5 5 5 35
49 4 5 4 4 5 5 5 32
50 4 4 4 4 5 5 4 30
Jumlah 220 212 221 220 230 214 212
Ket: SS = Sangat Setuju = 5 TS = Tidak setuju
= 2
S = Setuju = 4 STS = Sangat Tidak
Setuju = 1
R = Ragu-Ragu = 3
1. Data Umum
Umur Orang ke 20 - 30 30 - 40 40 - 50 50 +
1 X
2 X
3 X
4 X
5 X
6 X
7 X
8 X
9 X
10 X
11 X
12 X
13 X
14 X
15 X
16 X
17 X
18 X
19 X
20 X
21 X
22 X
23 X
24 X
25 X
26 X
27 X
28 X
29 X
30 X
31 X
32 X
33 X
34 X
35 X
36 X
37 X
38 X
39 X
40 X
41 X
42 X
43 X
44 X
45 X
46 X
47
48 X
49 X
50 X
Jumlah 20 13 9 7
Pendidikan Orang ke SD SLTP SLTA D3 S1 +
1 X
2 X
3 X
4 X
5 X
6
7 X
8 X
9 X
10 X
11 X
12 X
13 X
14 X
15 X X
16 X
17 X
18 X
19 X
20 X
21 X
22 X
23 X
24 X
25 X
26 X
27 X
28 X
29 X
30 X
31 X
32 X
33 X
34 X
35 X
36 X
37 X
38 X
39 X
40 X
41 X
42 X
43 X
44
45 X
46 X
47
48
49 X
50 X
Jumlah 7 4 13 7 16
Pekerjaan Orang ke wiraswasta Peg Negeri Peg Swasta Dll
1 X
2 X
3 X
4 X
5 X
6 X
7 X
8 X
9 X
10 X
11 X
12
13 X
14 X
15 X
16 X
17 X
18 X
19 X
20 X
21 X
22 X
23 X
24 X
25 X
26 X
27 X
28 X
29 X
30 X
31 X
32 X
33 X
34 X
35 X
36 X
37 X
38 X
39 X
40 X
41 X
42 X
43 X
44
45 X
46 X
47
48
49 X
50 X
Jumlah 15 8 5 18
Suku Orang ke Jawa Melayu Sunda Betawi Dll
1 X
2 X
3 X
4 X
5 X
6 X
7 X
8 X
9 X
10 X
11 X
12 X
13 X
14 X
15 X
16 X
17 X
18
19 X
20 X
21 X
22 X
23 X
24 X
25 X
26 X
27 X
28 X
29 X
30 X
31 X
32 X
33 X
34 X
35 X
36 X
37 X
38 X
39 X
40 X
41 X
42 X
43 X
44 X
45 X
46 X
47
48 X
49 X
50 X
Jumlah 8 23 6 3 8