pengaruh struktur pengendalian intern...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM
MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILANNYA
DENGAN AKUNTABILITAS KINERJA SEBAGAI
VARIABEL MODERATING
Oleh:
NURDIYANA
NIM: 104082002700
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA
1429 H\2008 M
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sasaran utama kebijakan peningkatan penerimaan keuangan negara di
Indonesia antara lain menggali, mendorong, dan mengembangkan sumber-
sumber penerimaan dari dalam negeri, agar jumlahnya semakin meningkat
sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam hal ini upaya peningkatan penerimaan keuangan negara tersebut
mempunyai korelasi positif terhadap adanya tuntutan untuk meningkatkan
kemampuan disektor terkait, termasuk peningkatan kemampuan penerimaan
dari sektor pajak. Untuk itu, dalam upaya peningkatan penerimaan khususnya
melalui berbagai program intensifikasi, karena sektor pajak sebagai salah satu
tulang punggung sumber penerimaan negara, yang secara fungsional sangat
menentukan kelancaran pemerintahan, pembangunan serta dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri
dari sektor pajak, antara lain melalui perubahan sistem pungutan official-
assesment menjadi self-assesment. Sistem self-assesment diberlakukan sejak
tahun 1984. Dalam sistem self-assesment, wajib pajak diwajibkan untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Upaya
pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan sistem self-assesment,
memerlukan penyesuaian perilaku dan sistem nilai, baik pada wajib pajak dan
3
juga perlu diikuti dengan tindak pengawasan guna mewujudkan tercapainya
sasaran kebijakan perpajakan. Sehubungan dengan hal itu, maka pemeriksa
pajak dalam melakukan tugas pengawasan perlu didukung oleh berbagai
faktor penunjang salah satunya adalah menetapkan langkah strategi
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pemerintah juga menyadari bahwa
pembaharuan sistem perpajakan memang sangat dibutuhkan dan perlu disertai
dengan upaya pembenahan aparat perpajakan, baik menyangkut prosedur, tata
kerja, disiplin kerja, maupun sikap mental para petugas, serta pelayanan yang
optimal.
Pada dasarnya kebijakan pemungutan pajak merupakan wujud
pengabdian, kewajiban, dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan bagi pembiayaan negara
dalam melaksanakan pembangunan nasional. Kewajiban dan tanggungjawab
terhadap pajak sebagai pencerminan kesadaran di bidang perpajakan adalah
berada pada wajib pajak itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya hanya berkewajiban melakukan
penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan kewajiban
wajib pajak, dan mengukurnya apakah kewajiban tersebut telah sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Di lain pihak,
sistem self-assesment yang dibarengi dengan ditingkatkannya pengawasan
menyebabkan perusahaan juga perlu meningkatkan suatu sistem didalam
perusahaan yang dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya.
4
Struktur pengendalian intern yang diwakili oleh tiga hal, yaitu
lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian yang
memadai dalam suatu perusahaan akan dapat membantu manajemen dalam
melindungi asset baik fisik maupun non fisik dari penyalahgunaan dan
kecurangan-kecurangan. Struktur pengendalian intern juga ditunjukkan untuk
mencegah duplikasi usaha yang tidak perlu dan mencegah penggunaan sumber
daya perusahaan yang tidak efisien, serta memberikan jaminan bagi pemodal
agar kebijakan-kebijakan manajemen dapat dipatuhi oleh karyawan. Dimana
selanjutnya dengan adanya kondisi nyata bahwa proses pengolahan data
akuntansi akan menghasilkan informasi keuangan yang teliti dan andal.
Dengan semakin kompleksnya lingkungan strategis perusahaan
semakin kompleks pula pelaksanaan dan proses akuntabilitasnya. Oleh karena
itu, diperlukan kejelasan tentang bagaimana akuntabilitas pada pengendalian
internal diterapkan dalam perusahaan. Penerapan akuntailitas pada
pengendalian intern ini terkait dengan pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang harus diukur pencapaian kinerjanya.
Akuntabilitas kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam
perumusan rencana strategis (strstegic planning) suatu organisasi secara
umum.
Melalui akuntabilitas, akan dapat dinilai kinerja organisasi jangka
pendek (tahunan) maupun dalam kaitan tujuan jangka panjang. Dengan
5
demikian akan tumbuh suatu kondisi dimana setiap organisasi akan merasakan
kebutuhan yang mendasar dari informasi keberhasilan atau kegagalan
pencapaian kinerja. Tanpa akuntabilitas terhadap pengendalian intern dan
evaluasi kinerja, sulit untuk mengetahui secara tepat peta permasalahan dan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pencapaian visi dan misi organisasi.
Salah satu aspek pendukung kinerja suatu organisasi yang seringkali
mendapatkan perhatian adalah konsumen atau pelanggan. Konsep dasar
akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial setiap
tingkatan dalam organisasi untuk melaksanakan kegiatan dan
bertanggungjawab atas kegiatan di bagian masing-masing. Konsep inilah yang
membedakan adanya kegiatan yang terkendali dan kegiatan yang tidak
terkendali. Kegiatan yang terkendali merupakan kegiatan-kegiatan yang secara
nyata dapat dikendalikan oleh seseorang atau suau pihak. Ini berarti, kegiatan
yang tidak benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai hasilnya oleh
pihak yang mempunyi kendali tersebut.
Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan organisasi, seluruh
aktivitas organisasi tersebut dapat diukur. Selanjutnya keandalan dari laporan
keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan akan membantu wajib pajak dalam
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kiryanto (1999)
yang berjudul “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap
6
Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Pajak
Penghasilannya”. Hasil Penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan
struktur pengendalian intern mepunyai hubungan signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilannya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah
dalam menggunakan sampel, dimana penelitian sebelumnya menggunakan
sampel perusahaan-perusahaan Manufaktur yang ada di Kodya Yogyakarta,
sedangkan penelitian ini peneliti ingin mencoba menggunakan sampel berupa
perusahaan-perusahaan Manufaktur yang sudah go pulic maupun yang belum
go public yang ada di Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menambah
akuntabilitas kinerja sebagai variabel moderating.
Berdasarkan dari uraian yang dikemukakan diatas, maka judul
penelitian adalah “Pengaruh Struktur Pengendalian Intern Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Pajak
Penghasilannya Dengan Akuntabilitas Kinerja Sebagai Variabel
Moderating”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang diteliti selanjutnya dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, apakah interaksi antara struktur
pengendalian intern dengan akuntabilitas kinerja berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
interaksi antara struktur pengendalian intern dengan akuntabilitas kinerja
sebagai variabel moderating signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan masukan kepada Direktorat Jendral Pajak khususnya pada
Kantor Pelayanan Pajak Setia Budi II dan Kantor Pelayanan Pajak
Perusahaan Masuk Bursa, tentang peranan struktur pengendalian intern
dan akuntabilitas kinerja terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam
memenuhi kewajiban pajak penghasilannya. Sehingga diharapkan hasil
dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk
mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak badan sebelum dilakukan
pemeriksaaan pajak lebih lanjut.
b. Memberikan dasar yang kuat bagi perusahaan bahwa struktur
pengendalian intern dan akuntabilitas kinerja dalam suatu perusahaan
sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak
melalui peningkatan pajak penghasilan badan dalam memenuhi
kewajiban pajak. Bagi manajemen perusahaan disarankan agar
memanfaatkan temuan penelitian ini untuk meningkatkan kepatuhan
pajak di lingkungannya, bahwa iklim keorganisasian, kondisi
keuangan dan fasilitas perusahaan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Struktur Pengendalian Intern
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (1994:319.5), struktur pengendalian intern adalah suatu
proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel
lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan laporan
keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku. Struktur pengendalian intern ini terdiri
dari:
a. Lingkungan Pengendalian
Menurut COSO dalam buku “Accounting Information System”
(2003:120), inti dari bisnis apapun adalah orang-orangnya. Ciri
perorangan termasuk integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi serta
lingkungan tempat berorganisasi. Mereka adalah mesin yang
mengemudikan organisasi dan dasar tempat segala hal terletak.
Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari
berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, dan memperlemah
efektivitas dan prosedur tertentu. Lingkungan pengendalian
menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan
9
mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian.
Faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1) Filosofi dan Gaya Operasi
Filosofi merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan
tidak dikerjakan perusahaan. Sedangkan gaya operasi
mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu entitas
harus dilaksanakan. Filosofi dan gaya operasi dibutuhkan dalam
perusahaan untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang
sehat.
2) Struktur Organisasi Satuan Usaha
Organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Struktur organisasi memberikan kerangka untuk perencanaan,
pengendalian, dan pemantauan atas aktivitas operasi perusahaan.
Pengembangan struktur organisasi satuan usaha mencangkup
pembagian wewenang dan pembebanan tanggungjawab didalam
suatu organisasi.
3) Dewan Komisaris dan Komite Audit
Dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam
perusahaan berbadan hukum PT. Fungsinya adalah mengawasi
pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen.
Sedangkan komite audit memberikan seleksi awal kelemahan
10
pengendalian dan ketidakberesan dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) Menetapkan departemen audit intern, mereview ruang lingkup
dan status audit, mereview temuan audit dengan dewan, dan
memastikan manajemen telah melakukan tindakan yang tepat.
b) Memelihara komunikasi diantara dewan manajemen, auditor
intern, dan auditor ekstern serta secara rutin melakukan
pertemuan, dan melakukan review laporan keuangan yang telah
di audit dan melakukan perbaikan jika terjadi kesalahan.
c) Mengawasi investigasi khusus, menilai kinerja manajemen, dan
melakukan review kepatuhan terhadap undang-undang dan
peraturan serta kode etik korporat.
4) Pemberian Wewenang dan Pembebanan Tanggungjawab
Pembagian wewenang yang jelas mempermudah alokasi
sumber daya yang dimiliki dan mempermudah pertanggung
jawabannya. Ketidakseimbangan pembagian wewenang dan
pembebanan tanggungjawab menimbulkan kemungkinan sering
terjadi ketidakberesan.
5) Kesadaran Pengendalian
Kesadaran pengendalian dapat tercermin dari reaksi yang
ditunjukan oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi atas
kelemahan pengendalian yang ditemukan oleh auditor intern
maupun auditor ekster
11
6) Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia
Faktor ini meliputi pertimbangan kebijakan yang berkaitan
dengan recruitment, orientasi, training, motivasi, evaluasi,
promosi, kompensasi, konseling, pemecatan, dan perlindungan
karyawan. Karyawan yang jujur dan kompeten lebih mendukung
sehatnya unsur struktur pengendalian intern, sehingga tujuan
umum perusahaan dapat tercapai.
7) Nilai Integritas dan Etika
Efektivitas struktur pengendalian intern bersumber dari diri
orang yang mendesain dan melaksanakannya. Tanggungjawab
manajemen adalah menjunjung tinggi nilai integritas yaitu suatu
kemampuan untuk mewujudkan apa yang dikatakan atau telah
menjadi komitmennya. Didalam menjalankan aktivitas bisnisnya,
manajer dituntut untuk mendasarkan pada etika bisnis. Jadi
keduanya harus diperhatikan oleh pelaku bisnis.
8) Komitmen terhadap Kompetensi
Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan
manajemen atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan,
perpaduan antara kecerdasan, pelatihan, dan pengalaman yang
dituntut dalam pengembangan kompetensi. (Hastuti, 2005:26).
b. Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang
diciptakan untuk mengidentifikasi, menghimpun, menganalisis,
12
mengelompokkan, mencatat transaksi satuan usaha untuk
menyelenggarakan pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban yang
bersangkutan dengan transaksi tersebut.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (1994:391.5), sistem akuntansi yang efektif
mempertimbankan pembuatan, metode, dan catatan yang akan:
1. Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi yang sah.
2. Menggambarkan transaksi secara tepat waktu dan rinci sehingga
memungkinkan pengelompokkan transaksi secara semestinya
untuk pelaporan keuangan.
3. Mengukur nilai transaksi untuk memungkinkan pencatatan nilai
keuangan yang layak dalam laporan keuangan.
4. Menentukan periode terjadinya transaksi pada periode dari yang
semestinya.
5. Menyajikan dengan semestinya transaksi dan pengugkapannya
dalam laporan keuangan.
c. Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan prosedur sebagai
tambahan terhadap lingkungan penendalian dan sistem akuntansi yang
telah diciptakan manajemen untuk memberikan keyakinan yang
memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha yang akan tercapai.
Prosedur pengendalian merupakan beberapa tujuan yang diterapkan
pada tingkatan oganisasi sistem akuntansi. Menurut Ikatan Akuntan
13
Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik, prosedur
pengendalian dapat dikelompokkan kedalam prosedur yang
bersangkutan dengan:
1. Posisi yang dapat melakukan dan sekaligus menutupi kekeliruan
dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Oleh
sebab itu tanggung jawab untuk memberikan otorisasi transaksi,
mencatat transaksi, dan menyimpan aktiva perlu untuk dipisahkan
ditangan karyawan yang berbeda. Otorisasi yang semestinya atas
transaksi dan kegiatan.
2. Pemisahan tugas yang mengurangi kesempatan yang
memungkinkan seseorang dalam melakukan kecurangan.
3. Perencanaan dan penggunaan dokumen serta catatan yang
memadai untuk membantu pencatatan secara semestinya antara
transaksi dan peristiwa.
4. Pengamanan yang cukup atas akses dan penggunaan aktiva
perusahaan dan catatan.
5. Pengecekkan secara independen atas pelaksanaan dan penilaian
yang semestinya atas jumlah yang dicatat.
2. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk
atau patuh pada ajaran atau aturan (Badudu dan Sutan, 1994 dalam
Sawarjuwono, 2005).
14
Kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban
pajaknya pada dasarnya tercermin dari tiga hal, yaitu: (1) pemenuhan
kewajiban intern, seperti pembayaran massa dan SPT massa termasuk
SPT PPn dan PPBM yang dilaksanakan setiap bulan, (2) pemenuhan
kewajiban tahunan seperti menghitung dan melunasi hutang pajak, serta
melaporkan perhitungannya dalam SPT diakhir tahun, (3) Pemenuhan
ketentuan materil dan yuridis formal perpajakan melalui perlakuan
pembukuan atas pengakuan penghasilan dan biaya serta berbagai transaksi
keuangan lain untuk memperoleh dasar perhitungan pajak terutang dalam
pembukuan wajib pajak. Jadi kepatuhan dalam konteks perpajakan adalah
sustu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan wajib
pajak. Salah satu upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak yang
dilakukan oleh dirjen Pajak adalah dengan melakukan e-SPT dan e-filling.
Proses ini merupakan sarana penyampaian SPT secara on-line artinya
setiap wajib pajak dapat menyampaikan SPT-nya melalui sarana komputer
dimanapun wajib pajak berada melalui Penyedia Jasa Aplikasi yang telah
ditentukan oleh Dirjen Pajak (Kep.88/PJ/2004).
Program reformasi administrasi perpajakan di atas merupakan
sebagian upaya yang dilakukan, secara garis besar, Dirjen Pajak
menyebutkan tiga cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yaitu:
15
a. Membuat program dan kegiatan yang dapat menyadarkan dan
meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya terhadap wajib pajak
yang belum patuh;
b. Meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak yang sudah patuh agar
kepatuhan tetap dipertahankan;
c. Memerangi ketidakpatuhan (Purnomo, 2004).
Kepatuhan wajib pajak telah menjadi isu pokok terutama dalam
kaitannya dengan peningkatan penerimaan negara. Banyak penelitian yang
berkaitan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak telah dilakukan dan
dipublikasikan pada jurnal-jurnal ilmiah seperti Jean 1983; Silver, 1995;
dan James, 1993 dalam Somya, Mienati Lasmana dkk, 2005.
Jean (1983) dalam Somya, Mienati Lasmana dkk. (2005)
mengartikan kepatuhan sebagai perbuatan atau kebiasaan untuk
memenuhi; pemenuhan sebuah perintah, larangan, atau hukum dan aturan
yang ditentukan; tunduk pada kekuasaan; sebagai kepatuhan kepada
seseorang atau kepada hukum.
James (1993) dalam Somya, Mienati Lasmana dkk. (2005) dalam
menguji tingkat kepatuhan wajib pajak dengan cara mengetahui apa yang
dan seharusnya dilakukan oleh pembuat kebijakan perpajakan, mengatur
biaya dan keuntungan dari berbagai variasi investasi dalam meningkatkan
kepatuhan kewajiban dalam pembayaran pajak. Hasil empiris menyatakan
bahwa wajib pajak akan meningkatkan kewajiban pajaknya setelah di
audit, sementara administrasi pajak dalam hal pelayanan terhadap wajib
16
pajak, keadilan dalam prosedur dan insentif positif untuk wajib pajak yang
patuh sangat efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Silver (1995) dalam Somya, Mienati Lasmana dkk. (2005) menguji
tentang kepatuhan dalam kewajiban membayar pajak baik secara kuantitas
maupun kualitas secara periode waktu tertentu yang akan digunakan
sebagai bahan untuk memprediksi perilaku wajib pajak dimasa yang akan
datang, dengan melihat apakah terjadi pergeseran sikap mengenai
pembayaran pajak setiap tahunnya mulai tahun 1951 sampai dengan tahun
1991. Hasil empiris menunjukkan bahwa setiap usaha yang dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak harus diawali dengan
peningkatan sikap wajib pajak dan berbagai cara lainnya seperti
penyelenggaraan peraturan, kemudahan dalam pengisian SPT, dan
peningkatan dialog antara fiskus dan wajib pajak/praktisi pajak.
Kriteria siapa yang digolongkan sebagai wajib pajak patuh hanya
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang
diubah dengan KMK No. 235/KMK.03/2003 jo Keputusan Dirjen Pajak
Nomor 550 Tahun 2000 yaitu wajib pajak yang dapat memberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Pada
Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2007 pasal 17 C menyebutkan bahwa
apabila 4 kriteria dibawah ini dipenuhi, maka wajib pajak dapat
digolongkan sebagai wajib pajak patuh. Keempat kriteria tersebut adalah:
a. Wajib pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir;
17
b. Wajib pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak kecuali telah memperoleh izin mengangsur atau menunda
pembayaran pajak;
c. Wajib pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan
tindakan pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh
tahun terakhir; dan
d. Dalam hal laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik atau
BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembagunan) harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan
pengecualian sepanjang pengecualian itu tidak mempengaruhi laporan
laba rugi fiskal. Selanjutnya ditegaskan apabila laporan keuangan
diaudit, laporan audit tersebut harus disusun dalam bentuk panjang dan
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Wajib pajak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dalam hal memenuhi persyaratan/kriteria tertentu
sebagai berikut (KMK No. 235/2003):
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan dalam 2 tahun
terakhir;
b. Dalam tahun terakhir telah menyampaikan SPT Masa yang terlambat
tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut;
18
c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah
disampaikan tidak lwat batas waktu penyampaian SPT Masa pajak
berikutnya;
d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:
1) Kecuali, jika telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak;
2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang
diterbitkan untuk 2 masa pajak terakhir.
e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir;
f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan
pengecualian sepanjang pengecualian itu tidak mempengaruhi laporan
laba rugi fiskal.
Jadi semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan
memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukan
Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak, maka diharapkan semakin tinggi
kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban
pajaknya.
3. Akuntabilitas Kinerja
Menurut John. M. Echois dan Hassan Shadily (1996:7) dalam
bukunya Inggris-Indonesia menjelaskan bahwa akuntabilitas berasal dari
bahasa Inggris, yaitu accountaility yang artinya keadaan untuk
19
dipertanggingjawabkan, keadaan yang dapat dimintai
pertanggungjawaban. Akuntabilitas dipandang penting dalam sebuah
organisasi atau perusahaan. Proses Akuntabilitas sudah lama dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan dan lembaga birokrat di pemerintahan dengan
tujuan untuk dapat memastikan apakah perusahaan atau lembaga itu telah
berhasil mencapai tujuan seperti yang direncanakan dalam strategi
manajemennya . Ada tiga faktor penting dalam penilaian sebuah organisasi
atau lembaga dalam kaitannya dengan akuntabilitas yaitu verifikasi
penggunaan sumber daya yang tersedia, pencapaian target dan penilaian
output yang dihasilkan.
Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan betapa
sejumlah organisasi telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi
misi yang mereka emban (Benveniste, 1991). Definisi lain menyebutkan
akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-
individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-
sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat
menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya.
Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan
menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat (Arifiyadi,
Teguh:2008 ).
Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Saleh dan Aslam Iqbal
berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak
20
kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal
seseorang. Dari sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan
pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-nya. Sedangkan
akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut
kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun
lingkungan masyarakat.
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan
Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil
peran berikut wewenang yang seharusnya di jalankan oleh Direksi.
Padahal, diperlukannya kejelasan fungsi dan organ perusahaan agar
tercipta suatu mekanisme check and balance kewenangan dan peran dalam
mengelola perusahaan. Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen
dan Komite Audit sebagaimana ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia
(BEI), merupakan salah satu implementasi prinsip ini. Bila prinsip
accountability ini diterapkan secara efektif maka akan tercapai kejelasan
fungsi, hak, kewajiban dan wewenang, dan tanggungjawab antara
Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan Direksi. Dengan adanya
kejelasan ini maka perusahaan akan terhindar dari kondisi Agency Problem
(benturan kepentingan peran). Standarisasi pelaporan itu perlu, tetapi tidak
harus mengakomodasi semua kebutuhan pemakai, karena bila demikian
21
akan menjadi semakin sangat kompleks "format laporan" yang seharusnya
berlaku umum untuk semua instansi pemerintah. Untuk itu perlu
diperhatikan ciri-ciri akuntabilitas yang efektif antara lain :
a. Utuh dan menyeluruh;
b. Mencakup aspek integritas keuangan, ekonomi, efisiensi, efektivitas,
dan prosedur;
c. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai
kinerja individu atau satuan organisasi;
d. Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang andal
untuk menjamin keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu
penyampaian informasi;
e. Adanya penilaian yang obyektif dan independen terhadap akuntabilitas
suatu satuan organisasi;
f. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas.
Menurut Plumptre T., 1981, dalam artikelnya "Persepctive
Accountability in The Public Sector", untuk mencapai keberhasilan
akuntabilitas, diperlukan :
a) Pemimpin teladan (Exemplary leadership)
Pemimpin yang sensitif, responsif, akuntabel, transparan kepada
bawahan, dia memerlukan akuntabilitas yang dipraktikkan mulai dari
tingkat bawahan.
22
b) Koordinasi (Coordination)
Adanya koordinasi antar semua instansi pemerintah sangat baik bagi
tumbuh kembang akuntabilitas. Koordinasi memang sudah tiap hari
diucapkan tapi tiap hari pula orang tak mampu melaksanakan karena
sering terjadi conflict or interest.
c) Keterbukaan dan kejelasan (Explicitness and clarity)
Standar evaluasi kinerja harus jelas, sehingga mudah diketahui apa
yang harus diakuntabilitaskan. Kurangnya transparansi dapat
mengurangi eksistensi akuntabilitas.
d) Legitimasi dan pengakuan (Legitimacy and acceptance)
Tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka
sehingga standar dan aturannya dapat diterima oleh semua pihak untuk
dijadikan patokan dalam pengukuran keberhasilan/kegagalan.
e) Umpan balik dan evaluasi (Feed back and evaluation)
Agar akuntabilitas dapat terus-menerus ditingkatkan, perlu diperoleh
informasi untuk mendapatkan umpan balik dari penerima akuntabilitas
dan perlu dilakukan evaluasi.
Menurut Kepmendagri Nomor 16 Tahun 2004 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Departemen Dalam Negeri, Akuntabilitas kinerja
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan rencana
23
strategis (Strategic Planning) suatu organisasi secara umum. Untuk
mengetahui keberhasilan ataupun kegagalan suatu organisasi, seluruh
aktivitas organisasi tersebut harus diukur.
Menurut Kunami (2007), perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk
itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan. Pedoman pelaksanaan kinerja adalah:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan
selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung
jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal
yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran
perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran
utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan
sanksi (reward and punishment system) .
24
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan
pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
4. Interaksi Antara Struktur Pengendalian Intern Dengan Akuntabilitas
Kinerja Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah “Self Assesment
System”. Berdasarkan sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Besarnya pajak yang dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian
membayar pajak yang terutang berdasarkan Ketentuan Perundang-
undangan Perpajakan yang berlaku. Dengan sistem perpajakan yang baru
diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran mengingat para
wajib pajak yang bersangkutan yang sebenarnya mengetahui besarnya
pajak terutang. Untuk dapat menghitung, memperhitungkan, membayar,
dan melaporkan pajak terutangnya sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan, tentunya diperlukan suatu sarana akuntansi atau pembukuan
tang tertib dan benar.
Undang-undang Perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur tentang pembukuan ini, yang
diatur dalam Pasal 28 ayat 1 sebagai berikut: “Wajib pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak
25
badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan”. (Pemerintah &
DPR, 2007).
Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang teratur dari
waktu ke waktu dan pengolahan data kejadian-kejadian dalam perusahaan.
Selama hal tersebut dianggap penting untuk pelaksanaan dan penilaian
yang tepat bagi pemimpin perusahaan dan pihak lain yang tidak
berkepentingan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adanya akuntansi
atau pembukuan yang tertib dan benar oleh wajib pajak, maka wajib pajak
akan menghitung besarnya pajak terutangnya dan juga merupakan sarana
informasi bagi wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan besarnya pajak melalui pengisian SPT secara
lengkap, benar, dan tepat waktu.
Dengan adanya struktur prngendalian intern dan akuntabilitas
kinerja dalam perusahaan akan menghasilkan atau menjamin pelaksanaan
pembukuan secara benar dan dapat dipercaya sehingga dapat
menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan dan adanya
pertanggungjawaban atas hasil yang diperoleh. Pada akhirnya perusahaan
atau wajib pajak dapat menghitung penghasilan kena pajak (PKP) dengan
benar sehingga dapat menghitung besarnya pajak terutang serta dapat
mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, dan tepat waktu.
Selanjutnya akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang bersangkutan
dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
26
B. Model Penelitian
Berdasarkan uraian diatas yang dikemukakan sebelumnya, maka
kerangka penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti yang
disajikan berikut ini:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Moderating C. Pengembangan Hipotesis
Melihat dari penelitian-penelitian terdahulu dan tinjauan teoritis yang
sudah ada, maka peneliti dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha: Dengan akuntabilitas kinerja, maka struktur pengendalian intern akan
berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Struktur Pengendalian Intern 1. Lingkungan
Pengendalian 2. Sistem
Akuntansi 3. Prosedur
Pengendalian
Kepatuhan Wajib Pajak
Akuntabilitas Kinerja
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah perpajakan, dimana membahas
tentang pengaruh struktur pengendalian intern dan akuntabilitas kinerja
sebagai variabel moderating terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam
memenuhi kewajiban pajak penghasilannya (studi empiris pada perusahaan
manufaktur yang sudah go public maupun yang belum go public yang berada
di Jakarta.
Berdasarkan karakteristik masalah dalam penelitian ini, metode yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah model kausal, yaitu suatu
metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh satu atau lebih
variabel tertentu yaitu Struktur Pengendalian Intern (Variabel Independen)
dan Akuntabilitas Kinerja (Variabel Moderating) terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak (Variabel Dependen), penelitian ini juga dilakukan dengan
menggunakan multiple regression analysis melalui uji interaksi statistik
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah ahli pajak atau staf pajak
atau yang lebih dikenal dengan sebutan tax professional yang bekerja pada
perusahaan manufaktur yang tersebar di wilayah DKI Jakarta dengan kriteria:
(1) telah menjabat minimal 1 tahun, dan (2) pernah mengisi SPT. Untuk
28
mengantisipasi perusahaan yang dijadikan sampel mempunyai tax
professional lebih dari 1 orang, maka setiap amplop diisi 3 kuesioner. Dari
hasil wawancara dengan 15 responden melalui telepon, diketahui rata-rata
perusahaan menengah dan besar mempunyai tax professional antara 1 – 6
orang. Dengan demikian diharapkan 3 orang responden tersebut cukup
representatif.
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dari menyebarkan kuesioner yang disampaikan langsung oleh
peneliti, sehingga peneliti dapat berhubungan langsung dengan responden dan
memberikan penjelasan seperlunya dan kuesioner dapat langsung
dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden.
Data sekunder didapat peneliti dari jurnal, buku atau berbagai macam
bentuk terbitan secara periodik, seperti Jurnal Perpajakan Indonesia dan Jurnal
Riset Akuntansi oleh Kompartemen Akuntan Pendidik-Ikatan Akuntan
Indonesia (Indriantoro dan Supomo: 1999,129).
Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode survey dengan
menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada para staf pajak yang bekerja
pada perusahaan manufaktur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengantar langsung ke tempat responden dan datang ke Kantor Pelayanan
Pajak di Jakarta Selatan dengan menghampiri responden yang sedang
membayar pajak
29
D. Metode Analisis
Data yang diperoleh dalam pengumpulan data, dianalisis dengan
menggunakan metode analisis statistik. Metode analisis sebagai berikut :
1. Statistik Deskriptif
Gambaran umum responden mengenai jenis kelamin dan umur.
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data dalam bentuk
kuantitatif dengan tidak menyertakan pengambilan keputusan melalui
hipotesis (Ghozali, 2005:19).
2. Uji Normalitas Data
Normalitas data dapat dilihat analisis grafik, dengan melihat
normal probality plot. Dengan cara membandingkan distribusi kumulatif
dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus
diagonal. Dasar pengambilan keputusan yaitu:
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal sehingga model
regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tuidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas
data (Ghozali, 2005:110).
3. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana
instrument dapat mengukur sebuah construct. Suatu instrument
30
dikatakan valid jika instrument tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur (Indriantoro dan Supomo,2002:181). Pengujian ini
menggunakan pearson correlation, jika korelasi antara skor masing-
masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat
signifikasi dibawah 0,005 maka butir pertanyaan tersebut dapat
dikatakan valid (Santoso, 2001:168).
b. Uji Reabilitas
Uji reabilitas berfungsi untuk mengukur ketepatan atau akurasi
suatu alat ukur sehingga menghasilkan instrument yang stabil, tidak
berubah-ubah dan dapat diandalkan karena penggunaan instrument
tersebut berkali-kali akan menghasilkan hasil yang serupa (Santoso,
2001:183). Hasil pengujian reabilitas akan menghasilkan cronbach
alpha. Suatu konstruk atau variable dikatakan reabel jika memberikan
nilai cronbach alpha >0,60 (Ghozali, 2005:130).
4. Uji Asumsi Klasik
Model regresi linear yang baik selain harus memenuhi asumsi
normalitas data, juga harus terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik.
Uji asumsi terdiri dari 3 pengujian statistik sebagai berikut :
a. Heteroskesastisitas
"Heteroskedastisitas terjadi jika residual tidak memiliki varian
yang konstan. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki
persamaan varian residual suatu periode pengamatan ke periode
31
pengamatan yang lain, sehingga model tersebut dapat dikatakan
homokedastisitas.
Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu
model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut.
Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi
linear berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
1) Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar 0.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola
bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali
dan
4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola (Ghozali,
2005:105)
b. Multikolinearitas
Uji statistik multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya variabel independen yang memeiliki kemiripan dengan
variabel independen lain dalam satu model. Juga bertujuan untuk
menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan kesimpulan
mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen.
Deteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dikatakan
terbebas dari beberapa hal, salah satunya adalah jika nilai Variance
Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai toleransi tidak
32
kurang dari 0,1. Maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolinearitas (Ghozali, 2005:91-92).
4. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple
regression analysis dengan uji interaksi. Uji ini digunakan karena
penelitian ini pada dasarnya merupakan eksistensi dari metode regresi
dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji
pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen
dengan skala pengukuran interval dalam suatu persamaan linear. Fokusnya
adalah pada kesignifikanan dan sifat pengaruh interaksi yang ada dalam
persamaan tersebut.
a. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Nilai
R Square dikatakan baik jika diatas 0.5 karena nilai R Square antara 0
sampai 1 (Ghozali, 2005:83).
b. Uji – F (f-test)
Pengujian ini dilakukan untuk menetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh
terdapat variabel dependen. Pengujian ini dilakukan menggunakan
distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F
test (F Ratio) yang terdapat pada tabel analysis of variance (ANOVA)
dari hasil perhitungan (Ghozali, 2005:84).
33
b. Uji-T (t-test)
Tes ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-
masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap
variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada
tabel Coefficient. Nilai dari uji t-test dapat dilihat dari 1 – value (pada
kolom sig.) pada masing-masing variabel independent, jika p-value
lebih kecil dari level of significant yang ditentukan (p-value < 0,05),
atau t hitung (pada kolom t) lebih besar dari t tabel (dihitung dari two-
tailed α = 5% df-k, k merupakan jumlah variabel independen) maka
dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh signifikan dan terdapat
pengaruh antara masing-masing variabel dependen dan independent
(Ghozali, 2005:84).
Adapun model penelitian adalah dengan rumus persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b3X1X2 + e
Dimana :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak
X1 = Struktur Pengendalian Intern
X2 = Akuntabilitas Kinerja
X1X2 = Interaksi antara SPI & Akuntabilitas Kinerja
e = estimasi standar error
34
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah struktur
pengendalian intern, yang terdiri dari:
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan gabungan dari berbagai
faktor dalam membentuk, memperkuat atau memperlemah efektivitas
kebijakan dan prosedur tertentu. Skala pengukurannya adalah skala
likert yang terdiri dari 5 poin, yaitu:
1) Menunjukkan sangat tidak setuju
2) Menunjukkan tidak setuju
3) Menunjukkan ragu-ragu
4) Menunjukkan setuju
5) Menunjukkan sangat setuju
b. Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi adalah suatu sistem yang menghasilkan
informasi akuntansi yang akan berguna terutama bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Skala pengukurannya
adalah skala likert yang terdiri dari 5 poin, yaitu:
1) Menunjukkan sangat tidak setuju
2) Menunjukkan tidak setuju
3) Menunjukkan ragu-ragu
35
4) Menunjukkan setuju
5) Menunjukkan sangat setuju
c. Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur sebagai
tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi
yang telah diciptakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan
yang memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai.
Skala pengukurannya adalah skala likert yang terdiri dari 5
poin, yaitu:
1) Menunjukkan sangat tidak setuju
2) Menunjukkan tidak setuju
3) Menunjukkan ragu-ragu
4) Menunjukkan setuju
5) Menunjukkan sangat setuju
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel dependen yang
digunakan adalah kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya. Kepatuhan wajib pajak didefinisikan
sebagai masukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang
diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan
membayar pajak pada waktunya tanpa ada tindakan paksaan.
36
Skala pengukurannya adalah skala likert yang terdiri dari 5
poin, yaitu:
1) Menunjukkan tidak pernah sama sekali
2) Menunjukkan tidak pernah
3) Menunjukkan kadang-kadang
4) Menunjukkan sering
5) Menunjukkan sangat sering
3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah varabel yang memperkuat atau
memperlemah pengaruh variabel independen dan variabel dependen.
Akuntabilitas kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuan dalam
perumusan rencana strategis (strategic planning). Skala pengukurannya
adalah skala likert yang terdiri dari 5 poin, yaitu:
1) Menunjukkan sangat tidak setuju
2) Menunjukkan tidak setuju
3) Menunjukkan ragu-ragu
4) Menunjukkan setuju
5) Menunjukkan sangat setuju
37
Tabel 3.1 Operasional Variabel
Variabel Indikator Skala
1. Struktur Pengendalian Intern
2. Kepatuhan Wajib
Pajak Badan 3. Akuntabilitas Kinerja
1. Lingkungan Pengendalian
2. Sistem Akuntansi 3. Prosedur Pengendalian 1. Tepat Waktu dalam
Menyampaikan SPT dalam Dua Tahun Terakhir.
2. Tidak Mempunyai Tunggakan Pajak.
3. Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman karena Tindakan Pidana Di Bidang Perpajakan.
4. Laporan Keuangannya Di audit. Oleh Akuntan Publik atau BPKP dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
1. Menetapkan rincian
tugas dan tanggung jawab tiap organ preusan.
2. Adanya Sistem Pengendalian Internsl yang Efektif.
3. Memiliki Usuran Kinerja untuk Semua Jajaran Preusan yang konsisten.
Likert
Likert
Likert
38
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah manajer perpajakan, staf
perpajakan/akuntansi atau mereka yang mempunyai kaitan langsung dengan
perusahaan dalam bidang perpajakan yang lebih dikenal dengan sebutan tax
professional dengan kriteria telah menjabat minimal 1 tahun dan pernah
mengisi SPT, sehingga hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan
jauh dari bias yang disebabkan kurangnya pemahaman mengenai sistem
administrasi perpajakan modern yang berlaku saat ini. Penyebaran kuesioner
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung perusahaan-
perusahaan manufaktur yang ada di Jakarta dan mendatangi responden wajib
pajak badan yaitu pada saat melakukan pembayaran dan pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa yaitu pada tanggal 1-20 Februari 2008 dan Surat
Pemeberitahuan Tahunan pada tanggal 10-31 Maret 2008 pada Kantor
Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan.
Hasil kuesioner yang diisi dan dikembalikan oleh responden kemudian
dilakukan perhitungan dan analisa untuk menguji pengaruh struktur
pengendalian inten terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya dengan akuntabilitas kinerja sebagai variabel
moderating. Kuesioner yang diberikan sebanyak 110 lembar eksemplar
dengan jumlah pengembalian kuesioner sebanyak 107 kuesioner atau 97,27%
39
dari total kuesioner yang diberikan Setelah diseleksi terdapat 3 kuesioner
yang tidak dapat digunakan akibat pengisian yang kurang lengkap dengan
tingkat persentase 2,80%, sehingga kuesioner yang memenuhi syarat sebanyak
103 kuesioner dengan tingkat persentase 96,26% dari total kuesioner yang
diterima.
Tabel 4.1 Gambaran Distributif Kuesioner
Kuesioner Jumlah Persentase
Kuesiner yang diberikan 110 100%
Kusioner yang dikembalikan 107 97,27%
Kuesioner yang diolah dan memenuhi
syarat penelitian
103 96,26%
Sumber: Data di olah
Responden yang digunakan dalam penelitian ini mengambil objek
Perusahaan-perusahaan Manufaktur yang ada di Jakarta. Hasil data statistik
responden dapat dilihat pada table 4.2.
40
Tabel 4.2 Data Statistik Responden
Jumlah Persentase
Jenis Kelamin Pria
Wanita
81
22
78,64%
21,36%
Umur 25-35 tahun
> 35 tahun
62
41
60,19%
39,81%
Pendidikan Terakhir SLTA
D3
S1
S2
S3
3
29
68
3
0
2,91%
28,16%
66,02%
2,91%
0%
Lama Bekerja < 1 thn
1-3 thn
> 3 thn
15
52
36
14,56%
50,49%
34,95%
Sumber: Data di olah
Data tersebut diatas memperlihatkan jumlah responden pria lebih
banyak dibandingkan dengan tingkat persentase wanita 24,75% dan pria
75,25%. Pada tabel umur responden tingkat umur 25-35 tahun mempunyai
persentase lebih besar yaitu sebesar 56,44% dibandingkan umur >35 tahun
yang hanya 43,56% walaupun perbedaan tidak begitu signifikan.
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir responden yang paling banyak
adalah Strata Satu (S1) sebanyak 68 orang (66,02%), setelah itu D3 sebanyak
29 orang (28,16%), lalu S2 dan SLTA masing-masing 3 orang (2,91%). Lama
bekerja responden yang paling mendominasi adalah 1-3 thn, yaitu sebanyak 52
orang (50,49%), sisanya yang bekerja selama > 3 thn sebanyak 36 orang
(34,95%) dan yang bekerja < 1 thn sebanyak 15 orang (14,56%).
41
Variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi
variabel struktur pengendalian intern, akuntabilitas kinerja dan kepatuhan
wajib pajak akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat pada tabel
4.3 yaitu:
Tabel 4.3 Deskriptif Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation TOT.SPI 103 91,00 153,00 121,7282 14,52530 TOT.KP 103 23,00 40,00 34,5437 3,51126 TOT.AKT 103 22,00 28,00 25,9903 1,74049 Valid N (listwise) 103
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa variabel struktur pengendalian intern
minimum jawaban resonden memiliki nilai sebesar 91 dan maksimum
jawaban responden sebesar 153 dengan rata-rata total jawaban responden
adalah 121.7282 dengan standar deviasi1 4,52530. Pada variabel akuntabilitas
kinerja minimum jawaban responden sebesar adalah 22 dan maksimum
jawaban responden adalah 28 dengan rata-rata total jawaban responden
25.9903 dan mempunyai standar deviasi 1.74049 Sedangkan variabel
kepatuhan wajib pajak menunjukan minimum jawaban responden sebesar 23
dan maksimum jawaban responden adalah 40 dengan rata-rata total jawaban
responden sebesar 34,5437 dengan standar deviasi 3,51126.
42
B. Hasil dan Pembahasan
1. Uji Normalitas
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: TOT.KP
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Sumber: Data di olah
Pedoman suatu model dikatakan terdistribusi secara normal jika
nilai-nilai sebaran terletak disekitar garis lurus diagonal. Tabel 4.4
menunjukkan bahwa hasil uji normalitas struktur pengendalian intern
terhadap akuntabilitas kinerja tampak bahwa grafik normal probability
plots titik-titik menyebar berhimpit disekitar diagonal dan hal ini
menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
43
2. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas
(Validitas Struktur Pengendalian Intern)
PERTANYAAN Sig PEARSON CORELLATION
KET
SPI01 0,011 0,251** VALID SPI02 0,003 0,290** VALID SPI03 0,006 0,267** VALID SPI04 0,000 0,340** VALID SPI05 0,000 0,470** VALID SPI06 0,000 0,563** VALID SPI07 0,000 0,434** VALID SPI08 0,000 0,462** VALID SPI09 0,000 0,696** VALID SPI10 0,000 0,426** VALID SPI11 0,000 0,574** VALID SPI12 0,000 0,569** VALID SPI13 0,000 0,634** VALID SPI14 0,000 0,576** VALID SPI15 0,000 0,543** VALID SPI16 0,000 0,734** VALID SPI17 0,000 0,685** VALID SPI18 0,000 0,444** VALID SPI19 0,000 0,376** VALID SPI20 0,000 0,417** VALID SPI21 0,000 0,594** VALID SPI22 0,000 0,449** VALID SPI23 0,013 0,245** VALID SPI24 0,000 0,486** VALID SPI25 0,000 0,551** VALID SPI26 0,000 0,413** VALID SPI27 0,000 0,488** VALID SPI28 0,000 0,660** VALID SPI29 0,000 0,440** VALID SPI30 0,000 0,499** VALID SPI31 0,004 0,281** VALID SPI32 0,000 0,490** VALID SPI33 0,000 0,373** VALID
Sumber: Data di olah
44
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas
(Validitas Akuntabilitas Kinerja)
PERTANYAAN Sig PEARSON COLLETATION
KET
AK.KI01 0,001 0,309** VALID AK.KI02 0,000 0,346** VALID AK.KI03 0,000 0,460** VALID AK.KI04 0,000 0,520** VALID AK.KI05 0,000 0,572** VALID AK.KI06 0,000 0,402** VALID
Sumber: Data di olah
Pada hasil uji validitas dengan menggunakan Pearson
Correlation di atas memperlihatkan semua nilai korelasi. Seperti
terlihat semua pertanyaan dapat dikatakan valid karena memiliki nilai
signifikan dibawah 0,05 yaitu seluruhnya memiliki nilai 0,000.
Berarti item-item dari variabel moderating akuntabilitas kinerja
adalah valid.
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas
(Validitas Kepatuhan Wajib Pajak)
PERTANYAAN Sig PEARSON COLERATION
KETERANGAN
KP01 0,000 0,669** VALID KP02 0.000 0,675** VALID KP03 0,000 0,589** VALID KP04 0,000 0,675** VALID KP05 0,000 0,475** VALID KP06 0,000 0,429** VALID KP07 0,001 0,321** VALID KP08 0,005 0,275** VALID KP13 0,004 0,285** VALID
Sumber: Data di olah
45
Hasil uji validitas dengan menggunakan Pearson
Correlation di atas memperlihatkan semua nilai korelasi. Seperti
terlihat semua pertanyaan dapat dikatakan valid karena memiliki nilai
signifikan dibawah 0,05 yaitu seluruhnya memiliki nilai 0,000.
Berarti item-item dari variabel dependen kepatuhan wajib pajak
adalah valid.
b. Uji Reliabilitas
Kuesioner yang telah dikumpulkan dan sah untuk
dianalisis, selanjutnya dilakukan pengelompokkan untuk tiap item
pertanyaan yang diajukan dan menentukan nilai dari masing-masing
variabel dari sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
variabel tersebut. Kemudian dilakukan pengujian reliabilitas dengan
menggunakan Cronbach’s Alpha. Pedoman alat pengukur dikatakan
reliable adalah jika nilai koefisien alpha diatas 0,5. Hasil dari uji
reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach
Alpha
Struktur Pengendalian Intern 0,738
Akuntabilitas Kinerja 0,617
Kepatuhan Wajib Pajak 0,745
Sumber: Data di olah
46
Tabel 4.8 di atas menunjukan hasil uji yang reliable karena
nilai alpha masing-masing pertanyaan yang meliputi struktur
pengendalian intern , akuntabilitas kinerja dan kepatuhan wajib pajak
di atas nilai 0,5 yaitu 0,738; 0,617; 0,745.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas
Struktur Pengendalian Intern dan Akuntabilitas Kinerja
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 (Constant)
28,594 5,637 5,073 ,000
TOT.SPI ,084 ,023 ,348 3,732 ,000 1,000 1,000
TOT.AKT -,166 ,188 -,082 -,879 ,381 1,000 1,000
a Dependent Variable: TOT.KP
Tabel 4.9 menjelaskan VIF untuk struktur pengendalian
intern dan akuntabilitas kinerja disekitar angka 1 yaitu 1,000.
Tolerance struktur pengendalian intern dan akuntabilitas kinerja juga
mendekati angka 1 yaitu 1,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak
ada multikolonieritas pada variabel independen dalam model regresi.
47
b. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4.10 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Struktur Pengendalian Intern terhadap kepatuhan wajib pajakmelalui akuntabilitas kinerja
sebagai variabel moderating
-4 -2 0 2 4
Regression Standardized Predicted Value
-4
-3
-2
-1
0
1
2
Regr
essi
on S
tude
ntize
d Re
sidu
al
Dependent Variable: TOT.KP
Scatterplot
Sumber: Data di olah
Tabel 4.10 diatas dapat dilihat titik-titik menyebar secara
acak dan tidak membantu pola tertentu, serta tersebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y. Berari tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi struktur pengendalian intern
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak melalui akuntabilitas kinerja
sebagai variabel moderating, sehingga model layak digunakan.
48
4. Uji Hipotesis
Hasil perhitungan koofesien determinasi untuk menguji pengaruh
akuntabilitas kinerja terhadap struktur pengendalian intern dari kepatuhan
wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilannya.
Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.11 tabel 4.12 dan 4.13.
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi
Struktur Pengendalian Intern terhadap akuntabilitas kinerja
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,359(a) ,129 ,102 3,32713
a Predictors: (Constant), Moderating, TOT.AKT, TOT.SPI
Tampilan output SPSS memberikan besarnya adjusted r square
sebesar 0,102, hal ini berarti variansi dari kedua variabel independen
mempengaruhi variabel dependen (kepatuhan wajib pajak) sebesar
10,2% sedangkan sisanya sebesar 89,8% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain di luar penelitian.
Menurut Siahaan (2005) dalam Mustikasari (2005), kondisi
keuangan adalah kemampuan keuangan perusahaan yang tercermin
dari tingkat profitabilitas (profitability) dan arus kas (cash flow).
Perusahaan yang tingkat profitabilitasya tinggi tidak menjamin
likuiditasnya baik. Hal ini dimungkinkan karena rasio profitabilitas
dihitung dari laba akuntansi dibagi dengan investasi, aset, atau ekuitas,
yang mana laba akuntansi menganut basis akrual. Oleh karena itu,
49
untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan, selain profitabilitas,
ukuran penting yang lain adalah arus kas. Profitabilitas perusahaan
(firm profitahility) telah terbukti merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan perusahaan dalam mematuhi peraturan
perpajakan karena profitabilitas akan menekan perusahaan untuk
melaporkan pajaknya. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang
tinggi cenderung melaporkan pajaknya dengan jujur dari pada
perusahaan yang mempunyai profitabilitas rendah. Perusahaan dengan
profitabilitas rendah pada umumnya mengalami kesulitan keuangan
(financial difficulty) dan cenderung melakukan ketidakpatuhan pajak.
Demikian pula, perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas ada
kemungkinan tidak mematuhi peraturan perpajakan dalam upaya untuk
mempertahankan arus kasnya. Pada sisi yang lain suatu perusahaan
yang memiliki penghasilan bersih di atas rata-rata mungkin memiliki
dorongan untuk tidak mematuhi kewajiban pajaknya dalam upaya
untuk meminimalkan political visibility.
Menurut Siahaan dan Bradley (2005) dalam Mustikasari
(2005), sikap manajemen mempengaruhi keputusan perusahaan untuk
mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian di bidang
perpajakan (tax professional). Fasilitas yang diberikan perusahaan,
diharapkan dapat menjamin bahwa tax professional tersebut akan
memiliki kemampuan untuk menyajikan semua informasi yang
dibutuhkan untuk pengambilan keputusan di bidang perpajakan.
50
Fasilitas perusahaan dapat mengurangi ketidakpastian bagi tax
professional dan dapat menjamin, bahwa mereka memiliki semua data
yang dibutuhkan untuk membuat suatu pelaporan yang dapat
menginformasikan semuanya secara lengkap (fully informed reporting
decision). Dalam situasi di mana tax professional memperoleh fasilitas
yang memadai, maka ketidakpastian yang dihadapi oleh tax
professional hanya berasal dari atau hanya berkaitan dengan
ketidakpastian yang ada dalam peraturan perpajakan (tax law) itu
sendiri.
Menurut Vardi (2001) dalam Mustikasari (2005), perilaku
individu dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada.
Diduga, keputusan untuk mematuhi peraturan perpajakan bagi suatu
perusahaan dipengaruhi oleh iklim perusahaan. Iklim keorganisasian
merupakan persepsi bersama (shared perception). Iklim
keorganisasian yang positif akan mendukung tax profesional untuk
berperilaku patuh. Sebaliknya, jika iklim keorganisasiannya negatif
akan mendorong tax professional yang patuh menjadi tidak patuh dan
yang tidak patuh semakin tidak patuh.
Struktur pengendalian intern dan akuntabilitas kinerja memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, akan tetapi terdapat
faktor lain yang diduga merupakan kondisi keuangan, fasilitas
perusahaan, dan sikap manajemen yang juga memiliki pengaruh yang
cukup kuat atas kepatuhan wajib pajak badan.
51
b. Hasil Uji F
Tabel 4.12
Hasil Uji F dari Model Regresi Struktur Pengendalian Intern terhadap akuntabilitas kinerja
Model Sum of
Squares df Mean
Square F Sig. 1 Regressi
on 161,644 3 53,881 4,867 ,003(a)
Residual 1095,910 99 11,070
Total 1257,553 102
a Predictors: (Constant), Moderating, TOT.AKT, TOT.SPI b Dependent Variable: TOT.KP
Uji F menghasilkan nilai F hitung adalah 4,867 dengan tingkat
signifikansi 0,003 sehingga signifikasi jauh lebih kecil dari 0,05, hal
ini berarti model regresi dapat digunakan untuk menilai kepatuhan
wajib pajak atau dapat dikatakan bahwa struktur pengendalian intern,
akuntabilitas kinerja dan moderat secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak
52
c. Hasil Uji t
Tabel 4.13 Hasil Uji t dari Model Regresi
Struktur Pengendalian Intern terhadap akuntabilitas kinerja
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 25,481 43,442 ,587 ,559 TOT.SPI ,110 ,354 ,454 ,310 ,757 TOT.AKT -,044 1,687 -,022 -,026 ,979 Moderatin
g -,001 ,014 -,121 -,072 ,943
a Dependent Variable: TOT.KP
Berdasarkan table 4.13 diatas dapat dibuat persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b3X1X2 + e
Y = 25,481 + 0,110X1 - 0,044X2 - 0,001X1X2 + e
Persamaan diatas mempunyai arti bahwa setiap naiknya
struktur pengendalian intern atau akuntabilitas kinerja sebesar 1% akan
menyebabkan naiknya kepatuhan wajib pajak sebesar 0,110 dan 0,044.
Sebaliknya, turunnya interaksi antara struktur pengendalian intern dan
akuntabilitas kinerja sebesar 1% akan memnyebabkan penurunan
kepatuhan wajib pajak sebesar 0,001
Hasil uji t yang ditampilkan pada table 4.13 menghasilkan nilai
t hitung sebesar -0,072 dengan tingkat signifikasi 0,943 atau berada
jauh di atas 0,05. Hasil negatif dan tidak signifikan ini berarti menolak
53
Ha yang menyatakan interaksi antara struktur pengendalian intern
dengan akuntabilitas kinerja berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
Sejalan dengan pernyataan Teguh Arifiyadi (2008), konsep
akuntabilitas kinerja di Indonesia memang bukan merupakan hal yang
baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah
menekankan konsep akuntabilitas ini khususnya dalam menjalankan
fungsi administratif kepemerintahan. Akuntabilitas juga merupakan
instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil
pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi
kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian
hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu.
Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang
baik adalah hal yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan
kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila
tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik
Akuntabilitas kinerja belum di terapkan pada perusahaan
manufaktur, maka akuntabilitas kinerja tidak dapat mempengaruhi
kepatuhan dalam membayar pajak dari perusahaan manufaktur.
Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi (penilaian)
mengenai standar pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat
sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila
dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk
54
mengimlementasikan standard-standard tersebut. Diharapkan dengan
telah diterapkannya akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah, maka
akuntabilitas kinerja juga dapat diterapkan oleh perusahaan manufaktur
yang dapat berfungsi untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang tertuang dalam perumusan rencana strategis (Strategic
Planning) suatu organisasi secara umum.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji atau membuktikan bahwa
akuntabilitas kinerja merupakan variabel moderating regresi kausalitas
struktur pengendalian intern terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam
memenuhi kewajiban pajak penghasilannya. Responden penelitian ini
berjumlah 103 perusahaan manufaktur yang sudah go public maupun yang
belum go public yang ada di Jakarta. Pengujian ini menggunakan program
multiple regression analysis dengan uji interaksi menggunakan bantuan
program SPSS 12.
Hasil pengujian dan analisis data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Variabel struktur pengendalian intern, variabel akuntabilitas kinerja secara
bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung adalah 4,867 dengan
tingkat signifikasi 0,003 sehinnga signifikasi jauh lebih kecil dari 0,005.
2. Tanpa variabel moderating, struktur pengendalian intern terhadap
kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel kepatuhan wajib pajak, dan variabel akuntabilitas kinerja yang
merupakan variabel interaksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak. Ini berarti, akuntabilitas kinerja bukanlah variabel yang memoderasi
antara variabel struktur pengendalian intern dengan variabel kepatuhan
56
wajib pajak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Ha ditolak, hasil ini
ditunjukkan karena hasil uji t menunjukkan bahwa secara individu variabel
struktur pengendalian intern memberikan nilai koofesien 0,310 dengan
tingkat signifikansi 0,757. Variabel akuntabilitas kinerja memberikan nilai
koofesien -0,026 dengan tingkat signifikansi 0,979.
B. IMPLIKASI
Penelitian ini seluruh variabelnya telah teruji reabilitas dan
validitasnya. Penelitian ini memenuhi uji normalitas serta terbebas dari adanya
gejala multikolonieritas dan heteroskedesitas, sehinnga dapat diimplikasikan
bahwa penelitian ini dapat dikembangkan. Dari beberapa kesimpulan di atas
juga memberikan implikasi bahwa akuntabilitas kinerja tidak dapat
memperkuat atau variabel moderating antara struktur pengendalian intern
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilannya. Namun, fakta yang terjadi di lapangan berbeda dengan hasil
penelitian ini, adanya akuntabilitas pada perusahaan akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilannya.
Sehingga implikasi dari adanya akuntabilitas kinerja yang optimal akan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilannya dari segi produktivitas, efektivitas, dan efisiensi pada
perusahaan dan meningkatkan penerimaan negara dari pajak yang dibayarkan
perusahaan baik tiap bulan maupun tiap tahunnya.
57
C. KETERBATASAN DAN SARAN
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Ada beberapa perusahaan manufaktur yang pegawainya keberatan dan
menolak untuk mengisi kuesioner disebabkan waktu melakukan penelitian
bertepatan dengan puncak kesibukan pekerja perusahaan.
2. Ada beberapa kuesioner yang tidak dapat digunakan akibat ada kuesioner
yang tidak dikembalikan dan pengisian kuesioner yang kurang lengkap,
sehingga mengurangi jumlah data yang diperoleh yang mungkin
mempengaruhi hasil penelitian.
3. Berubahnya beberapa alamat Perusahaan Manufaktur yang menjadi
sasaran tidak diketahui sehingga target yang ingin dicapai tidak dapat
dijangkau.
4. Syarat yang diajukan agar dapat menyebarkan kuesioner di beberata
Perusahaan Manufaktur terlalu rumit, sehingga peneliti memutuskan untuk
tidak menggunakan pegawai di Perusahaan Manufaktur tersebut sebagai
responden.
5. Data penelitian ini diambil melalui kuesioner dimana kesimpulan yang
diambil hanya berdasarkan data yang dikumpulkan melalui penggunaan
instrumen tertulis, sehinnga persepsi responden berbeda.
6. Penelitian hanya dapat dijadikan analisis pada objek penelitian yang
terbatas struktur pengendalian intern pada perusahaan manufaktur
sehinnga memungkinkan perbedaan hasil dan kesimpulan apabila
dilakukan pada semua perusahaan.
58
Penelitian ini dimasa datang diharapkan dapat menyajikan hasil
penelitian yang lebih berkualitas lagi, dengan adanya beberapa masukan
mengenai beberapa hal, diantaranya:
1. Menambah jumlah responden dalam penelitian sehingga menambah
keakuratan hasil penelitian.
2. Skop penelitian diperluas sehingga bisa diketahui perilaku kepatuhan
pajak badan seluruh Indonesia.
3. Mengganti atau menambah variabel moderating lain disamping
akuntabilitas kinerja dan meneliti variabel-variabel lain, menerapkan teori
lain, atau model lain dengan harapan menghasilkan temuan yang lebih
bermanfaat bagi praktisi dan pengembangan teori perilaku perpajakan.
4. Menambah instrumen penelitian lain yang lebih baik untuk menghindari
salah persepsi dari responden.
DAFTAR PUSTAKA
Arifiyadi, Teguh, “Konsep tentang Akuntabilitas dan Implementasinya di
Indonesia”, diakses tanggal 12 Januari 2008 dari http://www.depkominfo.go.id
59
/portal/?act=detail&mod=artikel_itjen&view=1&id=BRT070511110601,
Benveniste, Guy, “Birokrasi”, Jakarta : Rajawali, 1991
Friantara, D., “ Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak”, Jakarta, Djambatan: 2002,
23-24
Ghozali, I, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Undip, Semarang: 2001
Hapsono, Doddy, “Keberadaan Sistem Pengendalian Intern dalam Perusahaan:
suatu paradoks”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 2, Jakarta: 1999
Hastuti, Sri, “Seputar Struktur Pengendalian Intern Perusahaan”, Media
Akuntansi, Jakarta: 2005 Husen, Syarifuddin, “Pemeriksaan Pajak sebagai Tindakan Pengawasan atas
Pelaksanaan Sistem Self Assesment dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”, Jurnal Kipas, Volume 2, Nomor 14, Jakarta: 1999
Indriantoro, N. Dan Bambang. S, “Metodologi Penelitian dan Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta: 2002 Ikatan Akuntansi Indonesia, “Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)”, IAI,
Jakarta: 1994, 319.4 – 319.6 Keputusan direktur jenderal pajak KEP-88/PJ/2004 tentang “Penyampaian Surat
Pemberitahuan Secara Elektronik”, diakses tanggal 15 September 2007, http://www.laporpajak.com/laporpajak/files/KEP-88-PJ-2004.pdf
Kepmendagri Nomor 16 Tahun 2004 tentang “Sistem Akuntabilitas Kinerja Departemen Dalam Negeri” diakses tanggal 12 Januari 2008 dari http://www.depkominfo.go.id/portal/?act=detail&mod=artikel_itjen&view=1&id=BRT07051111060
Keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK/2003 tentang “Kriteria Wajib Pajak yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak”, diakses tanggal 16 September 2007 dari http://groups.yahoo.com/group/foUm -pajak/message/19360
60
Kiryanto, “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya”, Tesis, Semarang: 1999
Kunami, “Pelaksanaan-Good-Corporate-Governance” diakses tanggal 27
Desember 2007 dari http://kunami.wordpress.com/2007/11/09/pelaksanaan-good-corporate-governance/=
Laila, Erit, dan Irawati, “Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan: Tinjauan atas
Rasio Gearing, Umur, dan Komite Audit dengan Kualitas Auditor sebagai Variabel Moderating”, Jurnal Akuntansi, Volume 1, Jakarta: 2005
Marshall, B., Rowney, Paul, John, “Accounting Information System”, Salemba
Empat, Jakarta, 2003 Mustikasari, Elia, “Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kepatuhan Tax
Profesional Dalam Pelaporan Pajak Badan pada Perusahaan Industri Manufaktur di Surabaya”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 2007.
Nazir, Mohamad, “Metode Penelitian”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998 Plumptre T., "Persepctive Accountability in The Public Sector", dalam artikelnya,
tahun 1981 Purnomo, Hadi, “Kepatuhan Wajib Pajak”, Gramedia, Jakarta, 2000 Riba’ti, Meika., “Optimalisasi Pengendalian Internal untuk Mencapai Efektivitas
dan Efisiensi Perusahaan”, Fordema, Volume 2, Jakarta: 2002 Saleh, Sirajudin H & Aslam Iqbal, “Accountability”, Chapter I in a Book
“Accountability The Endless Prophecy” edited by Sirajudin H Saleh and Aslam Iqbal, Asian and Pacific Develompent Centre, 1995 diakses tanggal 15 Juni 2008 http://www.pekalongankab.go.id/web/index.php?option=com_ content&task=view&id=419 &Itemid=0
Santoso, Singgih, “Latihan SPSS: Statistik Parametik, Elex Media Komputindo”, Jakarta, 2000
Sawardjuwono, Tjiptohadi, “Kepercayaan Wajib Pajak terhadap Fiskus, Kesadaran Wajib Pajak terhadap Pentingnya Membayar Pajak,
61
Rekayasa Akuntansi, dan Kepatuhan Wajib Pajak”, Jurnal Manajemen, Akuntansi, dan Bisnis, Volume 3, Nomor 2, Jakarta: 2005
Somya, Mienati Lasmana, et, all, “Pengaruh Penerapan Sistem Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris pada Kantor Wilayah Jenderal Direktorat Pajak Jawa Bagian Jawa Timur)”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Volume 2, No. 1, Juli 2005: 130-158, Departemen Akuntansi, FE UI.
Suandy, Early, “Perencanaan Pajak”, Salemba Empat, Jakarta: 2001 Sudiman, dan Teguh, Widjinarko, “Konsep Struktur Pengendalian Intern pada
Perusahaan”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2008 Trout, Jack, “Yang Terbaru tentang Strategi Bisnis Nomor Satu Dunia”, Jakarta ;
Gramedia Pustaka Utama, 1997 Undang-undang Perpajakan No. 28 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang Mengatur Pembukuan”, diakses tanggal 20 April 2007 http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=12761
Undang-undang Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 17 C tentang “Empat
Kriteria Wajib Pajak Patuh”, diakses tanggal 20 April 2007 http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13038
DAFTAR RESPONDEN
1. ARGO PANTES. Tbk
62
2. PANASIA INDOSINTEK 3. INDAH KIAT PULP AND PAPER 4. TWIJI KIMIA 5. TIRA AUSTENITE 6. LIPPO INTERPRISES 7. PAN BROTHER TEXTILE 8. SEPATU BATA 9. UNILIVER INDONESI. Tbk 10. AQUA GOLDEN M 11. DELTA DJAKARTA 12. FAST FOOD INDONESIA 13. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk 14. MAYORA INDAH 15. MULTI BINTANG INDONESIA 16. BAT INDONESIA 17. GUDANG GARAM. Tbk 18. H.M SAMPOERNA. Tbk 19. ERATEX DJAJA LIMITED. Tbk 20. LAUTAN LUAS Tbk 21. UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk 22. DUTA PERTIWI NUSANTARA 23. EKADARMA TAPE INDUSTRIES 24. INTAN WIJAYA INTERNATIONAL Tbk 25. ASAHIMAS FLAT GLASS Tbk 26. DYNA PLAS Tbk 27. IBAR JAYA 28. SIWANI MAKMUR Tbk 29. CITRA TUBINDO 30. KAMATSU INDONESIA 31. METRODATA ELECTRONIC Tbk 32. GOODYEAR INDONESIA 33. HEXINDO ADHIPERKASA 34. INTRACO PENTA 35. SELAMAT SEMPURNA 36. TUNAS RIDEAN Tbk 37. DANKOS LABORATORIES 38. TEMPO SCAN PACIFIC 39. MUSTIKA RATU 40. ALFINDO ADES P 41. ASIA INTI SELERA