pengaruh perubahan portofolio kredit...

89
PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk. Oleh LUH RAHMI SUSANTI H24103061 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Upload: lamnguyet

Post on 25-May-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR

EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT

PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.

Oleh

LUH RAHMI SUSANTI

H24103061

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

ABSTRAK

Luh Rahmi Susanti. H24103061. Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Di bawah bimbingan Wita Juwita Ermawati.

Bank BNI melakukan portofolio kredit menurut sektor ekonomi, yaitu sektor

pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Diversifikasi yang optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada pendapatan bunga kredit yang akan membawa BNI pada suatu tingkat keuntungan. Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah berupa meningkatnya Non Performing Loan (NPL), maka manajemen BNI menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna mengurangi NPL yang tinggi, dengan ekspansi kredit.

Tujuan penelitian adalah : (1) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI; (2) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI; (3) Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung kinerja perkreditan Bank BNI. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa publikasi laporan keuangan dan data makroekonomi. Data dianalisis dengan model analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi terhadap pendapatan bunga kredit dengan menggunakan perangkat lunak komputer SPSS versi 11.

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan secara keseluruhan perubahan portofolio kredit sektoral signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Secara parsial, hanya tiga sektor yang memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit, yaitu sektor perindustrian (1,417), perdagangan (0,152), dan sektor lain-lain dengan nilai koefisien regresi 0,052. Dari ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu, tiga sektor lainnya (pertanian, pertambangan, dan jasa-jasa) berdampak negatif dan berpengaruh tidak siginifikan. Dalam rangka maksimisasi pendapatan bunga kredit, Bank BNI perlu memprioritaskan alokasi kredit untuk sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain, karena pengaruh positif portofolio kredit ketiga sektor tersebut dan juga laju pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) riil ketiga sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP nasional. Sedangkan tiga sektor lainnya yang berpengaruh negatif yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan jasa, perlu dikaji ulang pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.

PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR

EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT

PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

LUH RAHMI SUSANTI

H24103061

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR

EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT

PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

LUH RAHMI SUSANTI

H24103061

Menyetujui, Juli 2007

Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen

Tanggal ujian : 26 Juni 2007 Tanggal lulus :

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Luh Rahmi Susanti, dilahirkan di Bogor pada tanggal 8

November 1984 dari pasangan Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ni Made

Neteri. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor

pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 sampai

dengan tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi dalam organisasi

kemahasiswaan, yaitu Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) dan

Brahmacarya, serta peserta berbagai seminar dan pelatihan. Penulis juga pernah

mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2005. Selain itu, penulis pernah mengikuti praktik kerja

(magang) pada PT. Federal International Finance tahun 2006.

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, sehingga penyusunan

skripsi yang berjudul Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi

terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero)

Tbk. dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri dari sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (konsumsi)

dilakukan Bank BNI dalam penyaluran kreditnya. Diversifikasi yang optimal pada

portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada

pendapatan bunga yang akan membawa Bank BNI pada suatu tingkat keuntungan.

Penelitian ini menganalisis pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi

terhadap perubahan pendapatan bunga kredit baik secara keseluruhan maupun

secara parsial, sehingga hasil dari analisis ini diharapkan akan dapat memberikan

arahan ke depan tentang alokasi kredit sektoral dalam rangka peningkatan kinerja

penyaluran kredit Bank BNI.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih

kepada:

1. Ayahku Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ibuku Ni Made Neteri serta

Kakakku Gde Ary Suwedha, S.Komp., MM atas segala doa, kasih sayang,

serta dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.

2. Ibu Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan,

membagikan ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA dan Farida Ratna Dewi, SE,

MM atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan memberikan

masukan, kritik serta saran.

v

4. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen,

seluruh staf dosen pengajar dan karyawan/wati Departeman Manajemen,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

5. Sahabat-sahabat terbaik (Etty, Else, Ulfa, Rinrin, Pasus Oks, Yayuk, Uchi,

Ipeh, Nela, Ruslan, Irwan, Aldhika, Adit, Yan) atas segala bantuan,

kebersamaan, serta kebahagiaan yang telah diberikan selama ini.

6. Teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan serta bantuan saat

seminar dan sidang (Dian SMS, Silva, Sri, Ai, Ranti, Kania, Dian Schum,

Irma, Desty, Andien, Evi, Kurnia).

7. Loly, Uyan, dan Lola atas persaudaraan dan kegembiraan yang telah

diberikan, juga atas kebersamaannya dalam berjuang melewati masa TPB di

Asrama A3-295.

8. Saudaraku di Brahmacarya 40 (Royn, Dadi, Deta, Adit, Yuli, Turi, Dewa,

Devit, Aries, Dhika, Ayu, Wahyu, Eka S, Ferry) atas persaudaraan yang

selama ini diberikan.

9. Sahabat sejati (Indie Bfn dan Made Laksmi) atas semua yang telah diberikan,

keluarga M4 dan Sayap Kanan atas kebersamaannya, Dayu Gek atas

bantuannya, serta Putra atas motivasi dan pencerahan spiritualnya.

10. Rekan-rekan Manajemen 40 untuk persahabatan selama 4 tahun di masa

perkuliahan.

11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut

membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam penulisan yang

lebih baik lagi.

Bogor, Juli 2007

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank .................................................................................. 6 2.2. Sumber Dana Bank ............................................................................. 7 2.3. Penggunaan Dana Bank ...................................................................... 8 2.4. Pengertian Portofolio Kredit ............................................................... 9 2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit ................................................................... 11 2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi ............................................... 12 2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit ............................................. 14 2.8. Analisis Kinerja Perkreditan ............................................................... 16 2.9. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................. 16

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 19 3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 21 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 21 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 22

3.4.1. Analisis Regresi Berganda .................................................... 22 3.4.2. Uji Normalitas ....................................................................... 23 3.4.3. Uji Multikolinearitas .............................................................. 24 3.4.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 24 3.4.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 24 3.4.6. Uji F ....................................................................................... 24 3.4.7. Uji t ....................................................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................... 28

vii

4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk... 28 4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan ....................................... 29 4.1.3. Struktur Organisasi ................................................................ 30

4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional ...................................................... 33 4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi ................................. 33 4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan ....................... 39 4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP............................................. 45

4.3. Validasi Dampak Model Portofolio Kredit ....................................... 48 4.3.1. Uji Normalitas ....................................................................... 48 4.3.2. Uji Multikolinearitas ............................................................. 49 4.3.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 50 4.3.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 50 4.4. Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit ................... 51

4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan ............................... 52 4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial ........................................ 53

A. Langkah Uji t ................................................................... 53 B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial ......................... 56

4.5. Dampak Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral .................................... 61

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan........... ..................................................................................... 66 2. Saran......... ................................................................................................. 66 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68 LAMPIRAN................. .................................................................................... 71

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................ 33

2. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ......................... 34

3. Pertumbuhan penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ......................... 35

4. Struktur penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................ 36

5. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 37

6. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 38

7. Pertumbuhan total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 39

8. Struktur total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 40

9. Struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan Bank BCA menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005 .......... 41

10. Proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 42

11. Pertumbuhan total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 43

12. Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 45

13. Pertumbuhan GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................ 46

14. Struktur GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................ 47

15. Hasil uji normalitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun1997-2005 .................................................................................. 48

16. Hasil uji multikolinearitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 ............................................................... 49

ix

17. Dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 .................................................... 56

x

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran operasional...................... .......................................... 20

2. Hasil uji heteroskedastisitas (scatterplot pendapatan bunga kredit) model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, 1997-2005 ...................................... 51

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil uji normalitas .................................................................................. 71

2. Hasil uji multikolinearitas ......................................................................... 72

3. Hasil uji heteroskedastisitas ..................................................................... 73

4. Hasil regresi berganda .............................................................................. 74

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bank sebagai lembaga keuangan yang didasarkan pada unsur

kepercayaan, memiliki tugas pokok sebagai perantara antara pihak yang

membutuhkan dana dan pihak yang memiliki kelebihan dana. Dalam

fungsinya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan penting dalam

mendukung pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi

ditunjukkan dengan perkembangan dunia usaha melalui kegiatan bisnis

dalam sektor ekonomi. Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari adanya

kredit yang dikeluarkan bank untuk membiayai kegiatan ekonomi tersebut.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang memadai membutuhkan laju

pertumbuhan kredit perbankan yang tinggi. Karena itu, perbankan yang

sehat merupakan syarat mutlak untuk mendukung perekonomian nasional.

Terdapat hubungan saling ketergantungan antara perbankan dan

kondisi dunia usaha dengan pertumbuhan ekonomi. Dimana kondisi

perbankan yang sehat merupakan salah satu faktor penunjang dalam

menggerakkan dunia usaha terutama dalam pemenuhan kebutuhan modalnya

melalui pemberian kredit. Dengan demikian, bergeraknya dunia usaha

diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui output yang

dihasilkannya. Begitupun sebaliknya, kondisi dunia usaha yang baik akan

mendorong tersalurkannya kredit perbankan sehingga memberikan

keuntungan pada bank dan peningkatan perekonomian negara.

Kegagalan dunia perbankan akan memberi pengaruh pada kondisi

perekonomian. Terbukti pada krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada

tahun 1997-1998, perbankan Indonesia mengalami kelumpuhan. Kredit yang

menjadi andalan perbankan dalam perolehan pendapatan mengalami

permasalahan, karena kinerja dunia usaha yang mengalami kemerosotan

secara tajam. Perbankan sebagai usaha yang dinamis dituntut untuk selalu

mampu beradaptasi dengan cepat atas perubahan lingkungan. Dalam hal ini,

pengelolaan kredit sebagai sumber pendapatan terbesar bank harus menjadi

2

perhatian. Pada periode 1996/1997 – 1997/1998 jumlah kredit bermasalah

(NPL atau Non Performing Loan) bank umum meningkat dari 9,3% menjadi

19,8%, dan meningkat drastis menjadi 58% pada tahun 1998/1999 (Bank

Indonesia, 1998/1999). Pada periode yang bersamaan pertumbuhan produk

domestik bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,72% pada tahun 1997

menjadi minus 13,13% pada tahun 1998. Pada tahun 1999, PDB nasional

mulai tumbuh secara positif, tetapi dengan laju di bawah laju pertumbuhan

penduduk, yaitu hanya 0,79% (BPS, 1999).

Tingginya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan dikeluarkannya

kebijakan pengetatan penyaluran kredit dengan sasaran agar dapat dilakukan

pengelolaan penyaluran kredit secara lebih tepat dan bijaksana. Kebijakan

ini ternyata berdampak terhadap penurunan kinerja sektor riil akibat

penyaluran kredit yang terbatas. Menyadari keadaan ini, BI melakukan

beberapa pelonggaran, yakni menurunkan BI rate dari 13,75% pada tahun

2005 sebesar 9,75% pada tahun 2006 dan 9,5% pada awal tahun 2007

(Seputar Indonesia, 2007). Disamping itu, BI mengeluarkan Paket Oktober

(Pakto) 2006 dengan tujuan mengaktifkan kembali penyaluran kredit oleh

sektor perbankan. Kebijakan moneter tersebut ternyata tidak memberikan

dampak seperti yang diharapkan akibat adanya permasalahan struktural

dalam perekonomian Indonesia. Permasalahan struktural tersebut mencakup

lemahnya dukungan iklim investasi, belum memadainya ketersediaan

infrastruktur dan permasalahan birokrasi yang berdampak negatif terhadap

perkembangan investasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha.

Bank BNI sebagai salah satu bank umum terbesar di Indonesia turut

berperan dalam menunjang pembangunan negara. Dalam usaha

mengaktifkan fungsi intermediasi, Bank BNI melakukan penyaluran kredit

kepada beberapa segmen, seperti segmen masyarakat secara individu,

segmen dunia usaha skala kecil dan menengah (UKM) dalam sektor

pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa-jasa. Untuk

membiayai segmen korporasi, Bank BNI membentuk perbankan korporasi

untuk memenuhi kebutuhan kredit menurut sektor ekonomi. Dengan

tersalurkannya kredit kepada berbagai segmen (masyarakat, dunia usaha,

3

dan korporasi) menunjukkan besarnya peran Bank BNI dalam mendukung

pembangunan ekonomi nasional (Sugema, et.al., 2003).

Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat luas, Bank BNI

menghadapi berbagai risiko. Bank BNI memiliki tanggung jawab besar,

karena dana yang dikelola berasal dari dana masyarakat yang menyimpan

kelebihan dananya. Kepercayaan dari masyarakat ini harus dijaga melalui

pengelolaan kredit yang benar dengan semaksimal mungkin mengurangi

timbulnya risiko. Risiko ini mencakup tidak tertagihnya dana yang telah

disalurkan beserta bunganya. Dalam konteks ini Bank BNI melakukan

alokasi kredit menurut sektor ekonomi (portofolio kredit) secara berimbang

dan tepat. Bank BNI harus mampu menganalisis dampak portofolio kredit

sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lain-

lain terhadap kinerja pendapatan bunga usaha perbankan. Diversifikasi yang

optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan

berpengaruh pada pendapatan bunga yang akan membawa BNI pada suatu

tingkat keuntungan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah

berupa meningkatnya NPL. Pada tahun 2005, NPL gross Bank BNI

mencapai 14,4% berbeda jauh dengan kondisi NPL pada tahun 2004 yang

berada pada 4,6% (Kompas, 2006). Per September 2006, rasio NPL gross

BNI mencapai 16% atau secara nominal senilai Rp 9 triliun (Kompas, 2006).

NPL yang melonjak naik membuat sejumlah besar perusahaan ingin menarik

dananya dari BNI, sehingga hal ini memberi pengaruh langsung pada

penurunan pendapatan bunga kredit Bank BNI. Karena itu, manajemen BNI

perlu menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk

memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna

mengurangi NPL yang tinggi. Selama Bank BNI belum bisa

menyeimbangkan portofolio kreditnya, Bank BNI masih rentan terhadap

pengaruh gejolak makroekonomi yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam menata komposisi portofolio perlu diketahui dampak alokasi

kredit terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, sebagai bahan evaluasi

4

arah kebijakan pengalokasian kredit. Keadaan ini dikaitkan dengan kondisi

makro yang terjadi sebagai tolok ukur penilaian kualitas portofolio kredit.

Sehingga, dalam upaya Bank BNI mengurangi tingkat NPL melalui ekspansi

kredit, dapat diketahui sektor-sektor mana yang perlu difokuskan

pengelolaannya.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam

sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan,

perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan

terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI ?

2. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit pada

setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan

pendapatan bunga Bank BNI ?

3. Kebijakan antisipatif apakah yang perlu diambil untuk memperbaiki

kinerja penyaluran kredit Bank BNI ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka

tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam

sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan,

perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan

terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI.

2. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap

sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan

bunga Bank BNI.

3. Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung

kinerja perkreditan Bank BNI.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan

masukan, sebagai berikut :

5

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi

bank BNI dalam penyusunan portofolio penyaluran kredit ke dalam

sektor-sektor ekonomi secara tepat dalam kaitannya dengan pencapaian

pendapatan bunga yang optimal, sehingga ekspansi kredit dan penataan

portofolio kredit dapat dilakukan guna memperkuat permodalan bank

melalui laba yang dihasilkan dari pendapatan bunga kredit.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan

pembelajaran bagi pihak yang melakukan penelitian lanjutan mengenai

sejauh mana portofolio penyaluran kredit di dalam sektor ekonomi

memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga kredit pada bank.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengkajian portofolio kredit sektor

ekonomi karena sektor tersebut mampu dijelaskan oleh kondisi

makroekonomi. Pendapatan bunga yang menjadi variabel terkait dalam

penelitian ini merupakan pendapatan bunga yang berasal dari bunga atas

kredit yang diberikan. Pendapatan bunga kredit dijadikan sebagai dasar

pembanding karena kredit yang disalurkan akan langsung memberikan

pendapatan berupa pendapatan bunga kredit bagi perusahaan. Periode 1997-

2005 digunakan untuk menggambarkan kondisi alokasi kredit setelah krisis

ekonomi dan sebagai kecukupan jumlah sampel.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bank

Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10

November 1998 (Kasmir, 2004) tentang perbankan, yang dimaksud dengan

bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak. Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa dalam

melakukan usahanya pihak perbankan umumnya menghimpun dana

masyarakat dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana utama.

Dari segi penyaluran dana, bank hendaknya tidak semata-mata

memaksimumkan keuntungan bagi pemilik, tetapi juga harus diarahkan pada

peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas.

Pada dasarnya sistem perbankan berfungsi sebagai salah satu medium

di dalam menjalankan kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2003). Menurut

Suta dan Musa (2003), perbankan pada umumnya mempunyai dua peran,

yaitu (1) Institusi penampung dana yang menerima deposito, membayar

untuk dan atas nama deposan, dan menyediakan fasilitas penukaran mata

uang asing; (2) Perusahaan yang berorientasi profit, di mana perbankan

menyediakan produk-produk liabilities dan memberikan pinjaman kepada

nasabah. Di dalam menjalankan peran ini bank memperoleh spread dan fee

based income untuk memenuhi target keuntungan yang ditetapkan oleh bank

tersebut.

Pengertian bank secara lebih teknis dapat ditemukan pada Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK). Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31

dalam Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 1999),

adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara

pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang

memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu

lintas pembayaran.

7

2.2. Sumber Dana Bank

Menurut Kasmir (2004), sumber dana bank adalah usaha bank dalam

menghimpun dana dari masyarakat. Secara garis besar sumber dana bank

dapat diperoleh dari bank itu sendiri, dari masyarakat luas dan dari lembaga

lainnya, dengan deskripsi sebagai berikut:

1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri

Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya

adalah dana yang diperoleh dari dalam bank. Perolehan dana ini

biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk

memperoleh dana dari luar. Adapun pencarian dana yang bersumber dari

bank itu sendiri terdiri dari: (a) Setoran modal dari pemegang saham,

yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemegang

saham baru; (b) Cadangan laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun

dicadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan; (c) Laba

bank yang belum dibagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum

dibagikan kepada para pemegang saham.

2. Dana yang berasal dari masyarakat luas

Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan

tiga macam jenis simpanan (rekening). Sumber dana yang dimaksud

adalah sebagai berikut: (a) Simpanan giro. Pengertian giro menurut

Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,

bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara

pemindahbukuan; (b) Simpanan tabungan. Pengertian tabungan menurut

Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang

penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat yang

disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat

lainnya yang dipergunakan dengan itu; (c) Simpanan deposito. Simpanan

deposito menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998

adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu

tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

8

3. Dana yang bersumber dari lembaga lain

Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari: (a)

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang

diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan

likuiditasnya; (b) Pinjaman antar bank (Call Money), merupakan

pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah

kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar

kekalahannya; (c) Pinjaman dari bank-bank luar negeri, merupakan

pinjaman yang diperoleh perbankan dari pihak luar negeri; (d) Surat

Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini pihak perbankan

menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang

berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.

2.3. Penggunaan Dana Bank

Menurut Siamat (2004), penggunaan dana bank pada prinsipnya dapat

diklasifikasikan berdasarkan pada prioritas penggunaan dana dan sifat aktiva

bank.

1. Prioritas Penggunaan Dana

a. Cadangan primer (primary reserves), yang dimaksudkan untuk

memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan

operasi bank sehari-hari.

b. Cadangan sekunder (secondary reserves), yang dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya

diperkirakan kurang dari satu tahun.

c. Penyaluran kredit, adalah pemberian kredit kepada nasabah yang

memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank. Penyaluran kredit

merupakan kegiatan utama bank dan merupakan sumber pendapatan

utama bank.

d. Investments, yaitu penanaman dana dalam surat-surat berharga yang

berjangka panjang.

9

2. Penggunaan Dana Menurut Sifat Aktiva

Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktivanya adalah pengalokasian

dana ke dalam bentuk aktiva yang dapat memberikan hasil dan tidak

memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan.

a. Aktiva Tidak Produktif. Aktiva tidak produktif atau non-earning

assets adalah penanaman dana ke dalam aktiva yang tidak

memberikan hasil bagi bank, terdiri dari: (i) Alat likuid atau cash

asset adalah aktiva yang dapat digunakan setiap saat untuk

memenuhi kebutuhan likuiditas bank; (ii) Aktiva tetap dan inventaris

yang penggunaan dananya diperoleh dari modal sendiri bank yang

bersangkutan.

b. Aktiva Produktif. Aktiva produktif atau earning assets adalah semua

penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan

untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen

aktiva produktif bank terdiri dari: (i) Kredit yang diberikan, adalah

penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah

bunga tertentu; (ii) Penempatan pada bank lain, dapat dalam bentuk

call money, deposito berjangka, deposit on call dan sertifikat

deposito; (iii) Surat-surat berharga, penanaman dana dalam surat-

surat berharga meliputi surat-surat berharga jangka pendek dan

jangka panjang yang dimaksudkan untuk mempertinggi profitabilitas

bank; (iv) Penyertaan modal adalah penanaman dana dalam bentuk

saham secara langsung pada bank atau lembaga keuangan lain yang

dapat berkedudukan di dalam dan di luar negeri.

2.4. Pengertian Portofolio Kredit

Menurut Sartono (2004), yang dimaksud dengan portofolio adalah

kombinasi dari berbagai aset, baik berupa aset keuangan atau sekuritas

maupun aset riil. Teori portofolio menekankan pada usaha untuk mencari

kombinasi investasi optimal yang memberikan tingkat keuntungan atau rates

10

of return maksimal pada suatu tingkat risiko tertentu. Teori mengenai

portofolio pertama kali dikemukakan oleh Markowitz pada tahun 1952

melalui artikelnya yang menjadi dasar munculnya teori tersebut. Prinsip

dasar yang berkaitan dengan alokasi portofolio yang rasional sering

ditampilkan dalam ungkapan “don’t put all your eggs in one basket”.

Markowitz menunjukkan bahwa ketika seseorang menambahkan suatu aset

ke dalam portofolio investasinya, maka total risiko dari portofolio tersebut

akan berkurang namun ekspektasi tingkat pengembaliannya tetap sebesar

rata-rata tertimbang dari ekspektasi tingkat pengembalian masing-masing

aset yang ada di portofolio, sehingga portofolio berarti penempatan aset

pada berbagai kombinasi yang optimal dari suatu investasi guna mengurangi

adanya risiko.

Istilah credit, berasal dari perkataan latin credo, yang berarti

believe/trust, yakni suatu kepercayaan. Perkataan credo berasal dari

kombinasi perkataan sansekerta cred yang berarti kepercayaan (trust) dan

perkataan latin do, yang berarti saya menaruh. Sesudah kombinasi tersebut

menjadi bahasa latin, kata kerjanya dan kata bendanya masing-masing

menjadi credere dan creditum. Menurut Veithzal (2006), kredit adalah

penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor atau pemberi

pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau borrower)

dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada

tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Sedangkan pengertian

kredit menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 yang

dikutip Kasmir (2004) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Distribusi portofolio kredit di antara berbagai segmen pasar perbankan

dan sektor industri dicapai dengan menetapkan batasan bagi masing-masing

segmen atau sektor (Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004).

Diversifikasi kredit dan portofolio mencakup segmen usaha atau sektor

industri (Laporan Tahunan Bank Niaga 2004).

11

2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit

Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari kredit

(Veithzal, 2006), yaitu sebagai berikut.

1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa

keuntungan yang diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah.

2. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus

benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar

tercapai tanpa hambatan yang berarti.

Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan kredit kepada usaha-

usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan kredit yang

telah diterimanya. Dalam faktor kemampuan dan kemauan ini tersimpul

unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability)

dari suatu kredit sehingga kedua unsur tersebut saling berkaitan.

Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian.

Secara garis besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan

keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut (Veithzal, 2006).

1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang.

Dana yang diperoleh dari para penyimpan uang yang terdapat di bank

disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi

pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.

2. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang.

Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi

sehingga utility dari bahan tersebut meningkat atau dapat memindahkan

barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih

bermanfaat.

3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena

kredit menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan

uang akan lebih bertambah, baik secara kualitatif apalagi secara

kuantitatif.

12

4. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

Bantuan kredit yang diterima pengusaha dari bank berfungsi untuk

memperbesar volume usaha dan produktivitas dalam melakukan

kegiatan ekonomi.

5. Kredit sebagai alat stabilisasi ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi

pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk pengendalian inflasi,

peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, serta pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan pokok rakyat, melalui kredit yang diarahkan pada sektor-

sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung

berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat.

6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.

Kredit yang diperoleh pengusaha tentu akan digunakan sepenuhnya

untuk peningkatan usaha yang menyebabkan peningkatan laba.

Peningkatan akan berlangsung terus menerus ketika laba dikembalikan

ke struktur modal, yang mengakibatkan peningkatan pajak. Sedangkan

kredit yang diberikan untuk peningkatan ekspor akan meningkatkan

devisa negara.

7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.

Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi

juga di luar negeri. Negara-negara yang kuat ekonominya banyak

memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang.

Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk kredit dengan syarat-syarat

ringan.

2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi

Menurut Veithzal (2006), jenis kredit menurut sektor ekonomi dapat

dibagi ke dalam :

1. Sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian

Sektor ini meliputi usaha-usaha di bidang pertanian dalam arti luas,

usaha-usaha di bidang perburuan binatang dan usaha di bidang sarana

pertanian, yang diperinci sebagai berikut :

13

a. Pertanian, yaitu usaha-usaha untuk memproduksi hasil-hasil tanaman,

perikanan, peternakan serta kehutanan dan pemotongan kayu.

b. Perburuan, yaitu usaha-usaha penangkapan binatang-binatang liar

yang hidup di darat untuk tujuan komersil, seperti usaha

pengumpulan daging, kulit buaya, dan lain-lain.

c. Sarana pertanian, yaitu usaha pengadaan alat-alat dan fasilitas bagi

pertanian yang sifatnya menunjang usaha untuk menghasilkan atau

menampung bahan pangan maupun hasil-hasil tanaman lainnya.

2. Sektor pertambangan

Sektor ini meliputi usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahan-

bahan tambang dalam bentuk padat, cair, dan gas, seperti minyak dan

gas bumi, biji logam, ataupun batu bara.

3. Sektor perindustrian

Sektor ini meliputi kegiatan untuk mengubah bentuk (transformasi)

pengolahan, baik secara mekanis maupun secara kimiawi dari bahan

menjadi barang yang baru yang dikerjakan dengan mesin, tenaga

manusia, dan lain-lain.

4. Sektor listrik, gas, dan air

Sektor ini meliputi usaha-usaha pengadaan dan distribusi listrik, gas, dan

air, baik untuk rumah tangga, untuk industri maupun untuk tujuan

komersil.

5. Sektor konstruksi

Sektor ini meliputi kontraktor-kontraktor untuk keperluan pembangunan

dan perbaikan gedung, pasar, jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan,

lapangan udara, proyek tenaga air, proyek listrik, pemasangan alat-alat

komunikasi, instalasi pemanasan, instalasi air conditioner, ventilasi, dan

lain-lain.

6. Sektor perdagangan, restoran dan hotel

Sektor ini meliputi ekspor, impor, distribusi, perdagangan eceran,

restoran dan hotel.

14

7. Sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi

Sektor ini meliputi pengangkutan umum yang meliputi usaha-usaha di

bidang pengangkutan darat, laut, maupun udara. Pergudangan yang

meliputi usaha-usaha penyediaan fasilitas penyimpanan/penyewaan

barang dan komunikasi yang meliputi pos, telepon, telegraf, dan

telekomunikasi.

8. Sektor jasa-jasa dunia usaha

Sektor ini mencakup usaha-usaha membangun gedung dan jasa profesi

seperti pengacara, notaris, akuntan dan jasa-jasa individual lainnya, serta

jasa garansi makelar, iklan pedagang valuta asing, dan lain-lain.

9. Sektor jasa-jasa sosial/masyarakat

Sektor ini mencakup sektor hiburan dan kebudayaan, seperti film,

pemancar radio, taman hiburan, dan lain-lain, serta jasa-jasa dokter,

rumah sakit, dan poliklinik.

10. Sektor lain-lain

Sektor lain-lain yang dimaksud di sini adalah sektor ekonomi yang tidak

termasuk dalam sektor ekonomi tersebut di atas, misalnya sektor

ekonomi dari kredit konsumsi.

Bank Indonesia mengelompokkan sektor ekonomi ke dalam sektor

pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.

Untuk sektor listrik, gas, dan air, sektor konstruksi, dan sektor pengangkutan

dimasukkan ke dalam sektor jasa-jasa.

Dalam pelaporan total kredit perbankan yang dikeluarkan Badan Pusat

Statistik melalui Statistik Indonesia, pengelompokkan sektor ekonomi sama

seperti yang dilakukan Bank Indonesia, yakni sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.

2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit

Berikut ini adalah faktor penting dalam kebijakan kredit (Veithzal,

2006).

1. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam

pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang

sehat.

15

2. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah

didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan

yang jelas.

3. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam

pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank.

4. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan

perkreditan yang disusun dan diterapkan berdasarkan asas-asas

perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang

ditetapkan Bank Indonesia.

5. Ketentuan kebijakan perkreditan perlu ditetapkan agar setiap bank

memiliki dan menerapkan kebijakan kredit yang baik, yang :

a. mampu mengawasi portofolio kredit secara keseluruhan dan

menetapkan standar dalam proses pemberian kredit secara individual

b. memiliki standar/ukuran dan pengawasan intern pada semua tahapan

proses perkreditan

6. Bagi bank yang belum memiliki kebijakan perkreditan, wajib menyusun

dan menerapkan kebijakan kredit yang minimal mengandung semua

aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan.

7. Bagi bank yang telah memiliki kebijakan perkreditan, wajib meneliti

kembali apakah semua aspek dalam pedoman kebijakan perkreditan

telah tercakup dalam kebijakan perkreditan dan melakukan penyesuaian

apabila belum mencakup seluruh aspek yang tertuang dalam pedoman

kebijakan perkreditan.

8. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal dalam

kebijakan tersebut mencakup :

a. prinsip kehati-hatian perkreditan

b. organisasi dan manajemen perkreditan

c. kebijakan persetujuan perkreditan

d. dokumentasi dan administrasi

e. pengawasan kredit

f. penyelesaian kredit bermasalah

16

9. Kebijakan perkreditan bank yang minimal sebagai pedoman dalam

penyusunan kebijakan perkreditan. Dalam penyusunan kebijakan

perkreditan bank dapat menambah dan memperluas aspek-aspek yang

tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan.

10. Kebijakan kredit selanjutnya harus menjadi acuan dan harus tercermin

dalam pedoman pelaksanaan kredit yang dipergunakan oleh setiap bank.

11. Bank wajib menyampaikan kebijakan kredit dan wajib mendapat

persetujuan dewan komisaris.

12. Bank wajib melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten.

13. Bank Indonesia memantau, mengawasi, dan menilai pelaksanaan

kebijakan kredit bank tersebut.

14. Pengertian kredit dalam kebijakan kredit meliputi semua jenis fasilitas

keuangan yang disediakan kepada nasabah.

2.8. Analisis Kinerja Perkreditan

Menurut Veithzal (2006), dalam mengawali tahun anggaran atau ketika

rencana dan anggaran bank disusun perlu diawali dengan melakukan analisis

kinerja mengenai kondisi bank serta perkreditan bank tersebut. Tujuannya

adalah untuk mengetahui kondisi bank serta kondisi perkreditan sebagai

tolok ukur dalam penyaluran kredit pada tahun yang akan datang. Analisis

kinerja ini perlu dilakukan sebagai pedoman operasional bank berikutnya

karena keberhasilan bank dalam perkreditan juga akan sangat tergantung

salah satunya pada tersedianya sumber dana.

2.9. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramantha (2003) pada jurusan

akuntansi, fakultas ekonomi. Penelitian ini menganalisis pengaruh

perubahan portofolio kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi yang terdiri atas

sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan

lain-lain terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia dari

tahun 1997-2002, baik secara keseluruhan maupun secara parsial. Dalam

penelitian ini data diolah menggunakan model analisis Regresi Linear

17

Berganda dengan pembuktian hipotesis menggunakan uji statistik secara

keseluruhan (uji F) dan uji regresi secara parsial (uji t), melalui program

SPSS. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa secara serentak

perubahan proporsi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi

mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan laba dan

modal bank umum di Indonesia. Perubahan proporsi penyaluran kredit pada

sektor perindustrian, sektor jasa-jasa, dan sektor lain-lain secara parsial

mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perubahan laba dan modal

bank umum di Indonesia.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Ramantha

adalah sama-sama meneliti pengaruh perubahan portofolio kredit perbankan

pada sektor ekonomi dengan menggunakan alat analisis yang sama.

Sedangkan perbedaannya adalah pada periode data yang digunakan dan

variabel terkait yang diteliti dimana pada penelitian terdahulu menggunakan

laba dan modal sebagai variabel terkait, sedangkan pada penelitian ini

menggunakan pendapatan bunga kredit sebagai variabel terkait. Selain itu,

pada penelitian terdahulu mengambil studi kasus pada bank umum dan pada

penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.

Penelitian ini juga memasukkan kondisi makroekonomi untuk menjelaskan

hasil analisis regresi.

Penelitian yang dilakukan Rusmiyati (2005) dari departemen Ilmu

Ekonomi, menganalisis pengaruh kredit perbankan terhadap output nasional

melalui jalur pinjaman. Penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-

faktor apa yang mempengaruhi kredit menurut jalur pinjaman, menganalisis

pengaruh kredit terhadap output nasional dan merumuskan implikasi

kebijakan yang berkaitan dengan peran kredit terhadap output nasional.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap

kredit, yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan kredit belum berpengaruh secara

nyata terhadap output nasional, karena belum pulihnya fungsi intermediasi

perbankan dan belum kondusifnya iklim perekonomian bagi dunia usaha dan

perbankan. Oleh karena itu, diperlukan kestabilan nilai tukar, tingkat inflasi,

kepastian hukum dan faktor keamanan.

18

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rusmiyati

adalah sama-sama menghubungkan kredit perbankan dengan kondisi

makroekonomi, dimana kredit yang disalurkan perbankan berperan dalam

menggerakkan dunia usaha dan mempengaruhi output nasional. Sehingga

hasil analisis regresi berganda pada penelitian ini diharapkan dapat lebih

dijelaskan dengan keterkaitan kredit dengan kondisi makroekonomi.

19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu dilihat dari sisi

internal bank melalui analisis regresi berganda dan dari kondisi

makroekonomi melalui analisis pertumbuhan sektor ekonomi nasional

(Gambar 1). Analisis regresi melihat dampak sektoral alokasi kredit terhadap

pendapatan bunga Bank BNI. Hasil analisis ini dijelaskan secara deskriptif

dengan analisis pertumbuhan dan struktur GDP, total investasi (penanaman

modal), total kredit perbankan, dan alokasi kredit Bank BNI. Analisis ini

menggunakan data sekunder deret waktu (time series) periode tahun 1997-

2005 dari laporan keuangan perusahaan Bank BNI dan Statistik Indonesia,

BPS, Jakarta. Selang tahun tersebut dipilih untuk melihat kondisi alokasi

kredit setelah krisis ekonomi menimpa Indonesia.

Kinerja dampak portofolio kredit sektoral terhadap pendapatan bunga

Bank BNI akan ditentukan oleh kinerja pertumbuhan dan struktur

makroekonomi nasional. Sektor ekonomi dengan tingkat pertumbuhan tinggi

dan struktur yang dominan akan memberikan pengaruh signifikan pada

kinerja dampak portofolio kredit terhadap pendapatan bunga, ketika proporsi

alokasi kredit terhadap sektor ekonomi tersebut semakin besar. Hasil analisis

diharapkan akan dapat memberikan arahan ke depan tentang alokasi kredit

sektoral dalam rangka peningkatan kinerja Bank BNI. Hal tersebut

dirumuskan pada kerangka pemikiran operasional seperti yang terlihat pada

Gambar 1.

20

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Menekan tingginya NPL yang terjadi melalui optimalisasi portofolio kredit

Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan Laporan Laba/Rugi)

Pada Tahun 1997-2005

Variabel Independen Portofolio Kredit Sektor Ekonomi : - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain

Analisis Regresi Berganda - Uji Normalitas - Uji Multikolinearitas - Uji Autokorelasi - Uji Heteroskedastisitas - Uji F - Uji t

Interpretasi Data - Pengaruh perubahan portofolio kredit

pada sektor ekonomi secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI

- Pengaruh perubahan portofolio kredit pada sektor ekonomi secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI

Kondisi Makroekonomi Nasional

Statistik Indonesia, BPS 1997-2005

- PDB - Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) dan Luar Negeri (PMLN)

- Posisi Kredit Perbankan

Hasil Analisis Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Nasional

- Pertumbuhan dan struktur GDP riil

- Pertumbuhan dan struktur PMDN

- Pertumbuhan dan struktur PMLN

- Pertumbuhan dan struktur total investasi (PMDN+PMLN)

- Pertumbuhan dan struktur total kredit perbankan

- Pertumbuhan dan struktur alokasi kredit BNI

- Proporsi kredit BNI terhadap total kredit perbankan

Evaluasi alokasi kredit sektoral BNI

Variabel Dependen : Pendapatan bunga kredit

21

3.2. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sifatnya, penelitian ini menggunakan data kuantitatif,

yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik dan data kualitatif, yaitu

data yang tidak dapat diukur dalam skala numerik (Kuncoro, 2003).

Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini menggunakan data deret waktu

(time-series) yang digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dalam

rentang waktu tertentu. Sedangkan menurut sumbernya, penelitian ini

menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan sebuah

perusahaan perbankan yang telah menjadi perusahaan publik. Data laporan

keuangan tersebut bersumber dari laporan keuangan (annual report) yang

dipublikasikan oleh Bank BNI kepada masyarakat pengguna data.

Sedangkan untuk data pendukung diperoleh dari Statistik Indonesia yang

diterbitkan Badan Pusat Statistik, Jakarta, 1997-2005.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan

mengumpulkan data yang berasal dari neraca, laporan laba/rugi, dan catatan

atas laporan keuangan perusahaan dimulai dari tahun 1997 sampai dengan

tahun 2005. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menggunakan

program Microsoft Excel dengan cara mengelompokkan data menurut tahun,

sehingga diperoleh data deret waktu pendapatan bunga dan portofolio kredit

menurut sektor ekonomi. Data tersebut dideflit (memperoleh nilai riil dari

nilai nominal) menggunakan indeks harga konsumen untuk mendapatkan

nilai riil pendapatan bunga dan portofolio kredit selama periode analisis.

Data pendukung terdiri dari data PDB atas dasar harga berlaku, data posisi

kredit perbankan, dan data penanaman modal dalam negeri dan luar negeri

yang telah disetujui pemerintah. Data ini kemudian dikelompokkan

berdasarkan tahun dimulai dari tahun 1997 sampai dengan 2005

menggunakan Microsoft Excel dan dideflit untuk memperoleh nilai riil

dengan menggunakan indeks harga konsumen yang didapat dari Indikator

Ekonomi, BPS.

22

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan

analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh penyaluran portofolio

kredit terhadap pendapatan bunganya secara parsial maupun keseluruhan.

Perangkat lunak komputer (software) yang digunakan untuk mengolah dan

menganalisis data dalam penelitian ini adalah software SPSS versi 11

(Statistical Program for Social Science), yaitu dengan menggunakan metode

statistik parametrik. Uji statistik parametrik melalui sub menu regression

pada menu analyze menguji dua hal, yaitu (1) melihat apakah terdapat

pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara keseluruhan

terhadap perubahan pendapatan bunga menggunakan uji F, serta (2) melihat

apakah terdapat pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara

parsial terhadap perubahan pendapatan bunga dengan menggunakan uji t.

Pengolahan data pendukung (kinerja makroekonomi nasional)

dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel guna mendapatkan tingkat

pertumbuhan (growth) dan struktur GDP, investasi, dan total kredit

perbankan nasional. Selain itu juga diperoleh proporsi kredit BNI terhadap

total kredit perbankan.

3.4.1. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi menjelaskan mengenai seberapa jauh suatu

variabel mempengaruhi variabel yang lainnya. Regresi berganda

merupakan suatu teknik statistik dimana terdapat lebih dari satu

variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

independen, yaitu variabel yang memberi pengaruh pada variabel

lainnya seperti portofolio kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi.

Sedangkan untuk variabel dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi

oleh variabel lain seperti pendapatan bunga kredit. Model regresi

berganda ditunjukkan oleh persamaan berikut ini :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e................(1)

23

Keterangan :

Y : nilai variabel dependen (pertumbuhan tahunan pendapatan

bunga kredit)

β0 : konstanta

X1 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertanian

X2 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertambangan

X3 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perindustrian

X4 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perdagangan

X5 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor jasa-jasa

X6 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor lain-lain

β1 : koefisien regresi variabel X1

β2 : koefisien regresi variabel X2

β3 : koefisien regresi variabel X3

β4 : koefisien regresi variabel X4

β5 : koefisien regresi variabel X5

β6 : koefisien regresi variabel X6

e : tingkat kesalahan (galat)

Sebuah model regresi yang baik harus memenuhi beberapa

asumsi. Karena itu, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi

klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

3.4.2. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk

mengetahui distribusi kenormalan data, yaitu apakah data dapat

dianggap berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan jika

sampel yang digunakan kurang dari 30. Ketika data telah

berdistribusi normal, maka data tersebut dapat diolah menggunakan

stasistik parametrik yang dalam penelitian ini menggunakan model

regresi berganda. Pengujian normalitas data dilakukan menggunakan

statistik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih

besar dari 0,05 maka dikatakan data berdistribusi normal.

24

3.4.3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat

apakah terdapat korelasi antara variabel independen yang digunakan

dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya

multikolinearitas, digunakan matriks korelasi. Besar korelasi antara

variabel independen yang masih dapat diterima adalah maksimum

0,80. Namun, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih dari 0,80,

keadaan tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi tidak lebih

dari nilai R-squared (Koutsoyiannis, 1977).

3.4.4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antar anggota

serangkaian observasi yang diurutkan melalui deret waktu (time

series). Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya

autokorelasi adalah uji Durbin Watson (D-W). Jika angka D-W

berada di antara -2 sampai 2, maka dapat dinyatakan tidak terdapat

autokorelasi (Santoso, 2000).

3.4.5. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varian dari residual

untuk variabel independen yang diketahui. Jika varian dari residual

untuk variabel independen yang diketahui tetap, disebut dengan

homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, disebut

heteroskedastisitas (Santoso, 2000). Dalam SPSS, uji

heteroskedastisitas ditunjukkan dalam grafik. Jika ada pola tertentu,

seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah

terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-

titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka

tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.4.6. Uji F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai

25

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Kuncoro,

2003). Langkah-langkah uji statistik F adalah :

1. Merumuskan Hipotesis

- H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0

Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah semua

parameter dalam model sama dengan nol. Artinya, semua

variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependen.

- H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0

Hipotesis alternatifnya (H1), tidak semua parameter secara

simultan sama dengan nol. Artinya, semua variabel independen

secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen.

2. Menentukan F tabel,

- F α (k-1, n-k)

- taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat

ditolerir.

- derajat bebas pembilang (df) = k-1

- derajat bebas penyebut (df) = n-k

3. Menentukan F hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui

program SPSS.

4. Membandingkan F hitung dengan F tabel

- Jika statistik hitung (angka F output) > statistik tabel (F tabel)

atau F hitung < - F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

- Jika - F tabel < statistik hitung (angka F output) < statistik tabel

(F tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan

program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat

sigifikansi dengan α = 0,1.

- Jika tingkat signifikansi F > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1

ditolak.

26

- Jika tingkat signifikansi F < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1

diterima.

3.4.7. Uji t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2003). Langkah-

langkah uji statistik t adalah :

1. Merumuskan Hipotesis

- H0 : β1 = 0

Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu

parameter (β1) sama dengan nol. Artinya, suatu variabel

independen bukan merupakan penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependen.

- H1 : β1 ≠ 0

Hipotesis alternatifnya (H1), parameter suatu variabel tidak

sama dengan nol. Artinya, variabel tersebut merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

2. Menentukan t tabel,

- t (α, n-k)

- taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat

ditolerir.

- derajat bebas (df) = n-k

3. Menentukan t hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui

program SPSS.

4. Membandingkan t hitung dengan t tabel

- Jika statistik hitung (angka t output) > statistik tabel (t tabel)

atau t hitung < - t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

- Jika – t tabel < statistik hitung (angka t output) < statistik tabel

(t tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan

program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat

sigifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,1.

27

- Jika tingkat signifikansi t > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1

ditolak.

- Jika tingkat signifikansi t < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1

diterima.

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Bank BNI dalam perjalanannya berawal dari suatu yayasan

yang didirikan dengan Akte Notaris tanggal 19 Oktober 1945

bernama “Poesat Bank Indonesia” oleh R. M. Margono

Djojohadikoesoemo. Pendirian ini dilandasi oleh pemikiran untuk

memiliki bank sirkulasi dan bank umum nasional yang didirikan oleh

pemerintahan Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946, yayasan tersebut

berganti nama menjadi Bank Negara Indonesia yang dibentuk

dengan jumlah modal sebesar 10 juta rupiah pada tanggal 5 Juli 1946

(Sugema, et.al., 2003).

Bank Negara Indonesia merupakan bank nasional pertama di

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bukan berasal dari

nasionalisasi perbankan yang didirikan oleh pemerintah Hindia

Belanda. Pada awal berdirinya, Bank BNI berfungsi sebagai bank

sentral/sirkulasi dan bank umum sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 1. Sebagai bank sentral, Bank BNI memiliki hak tunggal untuk

mengatur pengeluaran dan peredaran uang dalam batas-batas wilayah

kekuasaan RI. Uang yang merupakan alat pembayaran yang sah yang

pertama milik RI dinamakan Oang Republik Indonesia (ORI). Selain

sebagai bank sentral, Bank BNI juga berfungsi sebagai bank umum

dengan memberikan kredit kepada perusahaan milik pemerintah dan

berbagai bank swasta. Selain itu, semasa perjuangan (1946-1949),

Bank BNI merupakan bank yang memiliki peranan cukup besar

dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, melalui

penyediaan dana bagi perjuangan melawan Belanda.

Namun kemudian, dalam perjalanannya, Bank BNI ditetapkan

secara yuridis sebagai bank umum melalui Undang-Undang Darurat

29

No. 2 Tahun 1955 pada tanggal 4 Februari 1955. Sejak saat itu,

usaha Bank BNI diarahkan pada peningkatan kemakmuran rakyat

dan pembangunan ekonomi nasional. Kemudian, dalam masa

demokrasi terpimpin melalui Penetapan Presiden Nomor 17 tahun

1965 tentang Pengintegrasian Bank-Bank Umum dan Bank

Tabungan Pos ke dalam suatu bank tunggal, bank BNI berubah nama

menjadi Bank Negara Indonesia Unit III. Selanjutnya dengan terjadi

pergantian rezim pemerintahan, melalui Undang-Undang Perbankan

Nomor 17 Tahun 1968, ditetapkan bahwa nama resmi untuk bank ini

adalah Bank Negara Indonesia 1946 (Sugema, et.al., 2003).

Pada tanggal 31 Juli 1992 melalui Peraturan Pemerintah No. 19

Tahun 1992, Bank BNI sebagai bank pemerintah ditetapkan sebagai

perusahaan perseroan (Persero) sehingga Bank BNI berubah

namanya menjadi PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Perubahan

bentuk hukum ini membawa implikasi pada berkurangnya campur

tangan pemerintah dalam operasi perbankan. Lebih lanjut lagi, Bank

BNI dituntut untuk dapat berkompetisi penuh dengan bank-bank

lainnya, namun tetap menjalankan misinya untuk menunjang

program pembangunan nasional. Salah satu peristiwa monumental

bagi segenap jajaran Bank BNI adalah perubahan status Bank BNI

menjadi perusahaan publik pada tanggal 25 Noveber 1996 melalui

Initial Public Offering (IPO), yakni penawaran umum perdana atas

sejumlah saham kepada masyarakat melalui pasar modal (Bursa Efek

Jakarta dan Bursa Efek Surabaya). Dengan demikian sejak saat itu,

Bank BNI secara resmi bernama PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk.

4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan

Visi jangka panjang yang ditetapkan Bank BNI adalah menjadi

bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja.

Visi ini diharapkan akan dapat diwujudkan pada tahun 2018. Untuk

dapat mencapai visi tersebut, Bank BNI melakukannya secara

bertahap. Sampai dengan tahun 2008 yang menjadi visinya adalah

30

menjadi bank yang unggul dalam layanan. Selanjutnya, menjadi

bank yang unggul dalam kinerja hendak dicapai Bank BNI pada

tahun 2013. Melalui pernyataan visinya menjadi bank kebanggaan

nasional, yang menawarkan layanan terbaik dengan harga kompetitif

kepada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer, Bank BNI

menetapkan misinya untuk memaksimalkan stakeholder value

dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar

korporasi, komersial, dan konsumer. Dengan demikian nilai yang

diharapkan akan diperoleh adalah kenyamanan dan kepuasan

terutama ditujukan bagi nasabah (Laporan Tahunan BNI, 2005).

Berdasarkan pada pernyataan visi dan misi, Bank BNI

membentuk suatu budaya perusahaan yang mendukung pencapaian

visi dan misi tersebut. Adapun pernyataan dari budaya perusahaan

tersebut adalah (http://www.bni.co.id) :

1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik

2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional

3. BNI secara terus-menerus membina hubungan yang saling

menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha

4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai

5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar

pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.

4.1.3. Struktur Organisasi

Dalam sebuah perusahaan, begitupun pada dunia perbankan,

reorganisasi atau penyempurnaan organisasi harus senantiasa

dilakukan agar jalannya usaha dapat lebih efektif. Dalam

perjalanannya, Bank BNI telah melakukan perubahan struktur

organisasi beberapa kali sebagai bagian dari upaya penyesuaian

terhadap kondisi lingkungan ekonomi yang senantiasa berubah. Pada

dasarnya Bank BNI telah melakukan reorganisasi secara terus-

menerus sejak pendiriannya, namun ketika tahun 1997 Bank BNI

mengalami guncangan ekonomi yang berimplikasi pada perubahan

organisasi dengan menerapkan pola organisasi Strategic Business

31

Unit (SBU) secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Sampai

dengan tahun 2007, bidang bisnis Bank BNI dikelompokkan sesuai

dengan segmentasi pasar yang dituju, sesuai dengan misinya yakni

memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi

keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial, dan

konsumer. Selain itu, Bank BNI juga membentuk bisnis unit

manajemen risiko, sumberdaya manusia, serta perbankan

internasional dan tresuri, sebagai pendukung bagi bisnis unit utama

yang menjadi misi Bank BNI (http://www.bni.co.id).

Bisnis perbankan korporat meliputi aktivitas-aktivitas dalam

pinjaman korporasi, pinjaman bagi lembaga-lembaga pemerintah,

pinjaman bagi perusahaan multinasional, kredit sindikasi dalam

negeri serta jasa-jasa keuangan lainnya baik yang berkenaan dengan

aktivitas nasabah di pasar modal, pasar uang, maupun jasa dalam

penerbitan surat hutang serta aktivitas keuangan lain. Termasuk juga

aktivitas menghimpun dan mengelola dana pihak ketiga dari nasabah

corporate.

SBU komersial mencakup segmen usaha menengah, usaha

kecil, dan usaha mikro. Kegiatannya meliputi aktivitas

penghimpunan dana middle-retail dan beberapa aktivitas penunjang

bisnis ritel. Aktivitas penunjang bisnis ritel ini dilaksanakan dalam

rangka komitmen Bank BNI untuk senantiasa meningkatkan mutu

pelayanan dan kepuasan nasabah. Unit bisnis komersial juga

mencakup perbankan syariah, dimana dalam pelaksanaannya BNI

Syariah merupakan konsep perbankan yang berlandaskan pada

hukum Islam. SBU konsumer merupakan unit bisnis yang khusus

melayani nasabah individu melalui pemenuhan pada pelayanan

kredit dan penghimpunan dana melalui produk-produk unggulan

Bank BNI.

Selain segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumen yang

menjadi fokus dalam misinya, Bank BNI juga menangani fasilitas

bagi pebisnis Indonesia yang melakukan usaha di luar negeri melalui

32

SBU perbankan internasional dan tresuri. BNI merupakan satu-

satunya bank nasional yang mengoperasikan kantor cabang penuh di

luar negeri. Hal ini terbukti efektif untuk mengembangkan skala

usaha unit bisnis internasional, yang saat ini dilakukan melalui

kantor cabang yang beroperasi di London, Singapura, Tokyo, dan

Hongkong, serta agensi di New York.

Cabang BNI di luar negeri menjadi perpanjangan tangan

cabang di Indonesia yang memungkinkan BNI memberikan jasa

layanan yang lengkap dan komprehensif kepada nasabah yang

melakukan perdagangan internasional. Kantor cabang BNI di luar

negeri (kecuali New York) memiliki izin untuk menghimpun dana

masyarakat yang sangat dibutuhkan oleh nasabah korporasi, baik

yang berdomisili di Indonesia maupun perusahaan setempat yang

memiliki hubungan dagang yang erat dengan Indonesia. Untuk bisnis

tresuri, jasa yang diberikan meliputi jasa pasar uang, transaksi valuta

asing, dan jasa pasar modal (Sugema, et.al., 2003).

Selanjutnya unit bisnis manajemen risiko di BNI didasarkan

pada pemikiran untuk menjaga keseimbangan antara penciptaan nilai

melalui ekspansi usaha dibandingkan dengan risiko yang ada dalam

setiap kegiatan usaha. Dengan menggunakan kebijakan dan prosedur

manajemen risiko yang baik, sebuah sistem yang seimbang dapat

diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari operasi dan

usaha perusahaan. Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran bisnis,

Bank BNI membentuk unit bisnis sumberdaya manusia. Unit bisnis

sumberdaya manusia mencakup strategi pengembangan manajemen

personalia, perencanaan tenaga kerja, rekrutmen dan seleksi,

pelatihan dan pengembangan, pengelolaan kinerja, perencanaan

jenjang karir, serta penghargaan prestasi.

Unit bisnis operasi dibentuk guna memperlancar kegiatan

operasional melalui divisi layanan dan divisi jaringan yang saling

menghubungkan antara kantor pusat, kantor wilayah serta kantor

cabang. Sedangkan unit bisnis kepatuhan dibentuk untuk tetap

33

menjaga kepatuhan Bank BNI terhadap perundangan dan peraturan

yang berlaku, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum.

4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional

4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi

Penanaman modal merupakan suatu upaya untuk membangun

dan menambah nilai bagi suatu perekonomian melalui sejumlah dana

yang diinvestasikan pada sektor ekonomi. Penanaman modal dibagi

menjadi penanaman modal dalam negeri dan luar negeri.

Pembentukan penanaman modal dalam negeri dipengaruhi oleh

kredit yang disalurkan perbankan dalam sektor ekonomi yang ada.

Tabel 1 di bawah ini menggambarkan pertumbuhan dari penanaman

modal dalam negeri menurut sektor pembangunan periode 1997-

2005.

Tabel 1. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Dari tabel tersebut, pertumbuhan total investasi dalam negeri

mengalami penurunan sebesar 22,8% setiap tahunnya. Dari enam

sektor yang dipertimbangkan hanya sektor pertambangan yang

mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 15,5% per tahun.

Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah

rataan total PMDN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor lain-

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11050.52 94.25 59204.70 1964.78 15655.30 1487.84 89457.391998 3157.74 69.09 26680.13 731.82 4122.15 1330.62 36091.551999 1188.52 85.87 23069.39 824.61 855.65 403.44 26427.482000 1967.90 17.31 39540.64 199.93 1503.69 718.98 43948.452001 587.73 511.05 18752.20 1088.37 3427.58 657.77 25024.702002 554.23 306.36 6043.00 453.09 1813.92 477.37 9647.972003 689.97 269.25 14465.00 348.51 1524.88 43.78 17341.392004 622.29 223.07 6952.18 257.32 4094.36 358.07 12507.292005 1370.24 299.50 8173.64 1418.65 3106.62 1052.23 15420.88

Pertumbuhan (%/tahun) -34,5 15,5 -23,22 -8,87 -20,2 -12,91 -22,8

34

lain dengan laju penurunan sebesar 8,87%, 20,2%, dan 12,91%. Di

lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan

investasi dalam negeri yang relatif tinggi yaitu sebesar 34,5% dan

23,22%. Kondisi penanaman modal dalam negeri secara keseluruhan

mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor

pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi dalam

negeri masih belum bisa mendukung pergerakan perekonomian

melalui bertumbuhnya dunia usaha pada sektor riil.

Tabel 2. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Dalam penelitian ini, struktur penanaman modal riil dalam

negeri dibagi ke dalam dua periode, yaitu masa krisis ekonomi

(1997-2000) dan masa pemulihan ekonomi (2001-2005). Deskripsi

struktur investasi dalam negeri selama dua periode analisis tersebut

memberikan beberapa informasi penting (Tabel 2), berikut : (a)

Terdapat tiga sektor ekonomi yang memperoleh alokasi penanaman

modal cukup dominan, yaitu perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian;

(b) Dalam dua periode analisis, alokasi investasi sektor perindustrian

mengalami penurunan dari 75,79% menjadi 68,03% dan pertanian

dari 8,86% menjadi 4,78%; (c) Investasi untuk sektor jasa

mengalami peningkatan dari 11,30% menjadi 17,47%; dan (d)

Investasi sektor ekonomi lainnya memperoleh alokasi investasi

kurang dari 5%, dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti

dalam periode pemulihan ekonomi. Ketiga jenis sektor diatas dengan

alokasi investasi yang dominan, mengalami laju pertumbuhan negatif

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 8,86 4,78 2. Pertambangan (X2) 0,14 2,01 3. Perindustrian (X3) 75,79 68,03 4. Perdagangan (X4) 1,90 4,46 5. Jasa-Jasa (X5) 11,30 17,47 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,24

Total 100 100

35

dalam penanaman modal dalam negeri, sehingga akan memberi

pengaruh kurang baik terhadap kinerja investasi dalam negeri dan

pertumbuhan ekonomi nasional.

Tabel 3. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Penanaman modal luar negeri menunjukkan investasi investor

asing dalam rangka perolehan keuntungan dan membantu

menggerakkan dunia usaha dalam pertumbuhan ekonomi negara.

Pertumbuhan penanaman modal luar negeri menurut sektor

pembangunan periode 1997-2005 digambarkan pada Tabel 3.

Pertumbuhan total investasi asing mengalami penurunan sebesar

23,46% setiap tahunnya. Hanya sektor pertambangan yang

mengalami pertumbuhan investasi positif 44,65% per tahun dari

keseluruhan sektor. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan

investasi di bawah rataan total PMLN adalah sektor pertanian,

perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain sebesar 17,80%, 1,98%,

20,92%, dan 8,34%. Sedangkan sektor perindustrian mengalami

penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 28,22%.

Seperti halnya pada kondisi penanaman modal dalam negeri,

penanaman modal luar negeri secara keseluruhan juga mengalami

penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan,

sehingga investasi luar negeri belum mampu membantu

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 346.04 1.19 17177.09 352.24 7047.99 323.58 25248.131998 593.04 0.18 4983.48 399.77 1986.16 95.29 8057.931999 242.41 6.96 3419.63 250.56 1354.93 100.13 5374.622000 211.20 1.14 5092.21 794.98 830.31 403.58 7333.432001 166.21 50.63 2188.60 525.12 273.18 646.59 3850.342002 174.95 18.79 1239.98 430.98 1560.33 306.85 3731.882003 63.99 6.37 2309.60 340.61 1903.18 100.04 4723.772004 111.03 22.33 2133.83 397.04 725.91 71.66 3461.792005 184.77 236.57 1837.92 275.81 1534.18 71.04 4140.28

Pertumbuhan (%/tahun) -17,80 44,65 -28,22 -1,98 -20,92 -8,34 -23,46

36

menggerakkan dunia usaha dalam upaya mendukung pertumbuhan

ekonomi nasional.

Tabel 4. Struktur Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Struktur penanaman modal luar negeri menurut sektor

pembangunan ditunjukkan pada Tabel 4. Dari dua periode waktu

yang berbeda, periode 1997-2000 dan periode 2001-2005, dapat

dideskripsikan struktur investasi luar negeri secara lebih jelas sebagai

berikut : (a) Dua sektor ekonomi yang memperoleh alokasi investasi

cukup besar yaitu sektor perindustrian dan jasa; (b) Dalam dua

periode analisis alokasi investasi sektor perindustrian mengalami

penurunan dari 66,66% menjadi 48,77% sedangkan sektor jasa-jasa

mengalami peningkatan dari 24,38% menjadi 30,12%; (c) Investasi

untuk sektor perdagangan mengalami peningkatan yang cukup

berarti yaitu dari 3,91% menjadi 9,89%; (d) Alokasi investasi luar

negeri yang relatif kecil (dibawah 4%) diperoleh sektor pertanian dan

pertambangan dengan peningkatan yang tidak signifikan pada

periode pemulihan ekonomi. Meskipun alokasi investasi yang

dominan terdapat pada sektor perindustrian dan jasa, namun dengan

laju pertumbuhan yang negatif, maka sektor tersebut belum cukup

mampu untuk memberikan pengaruh pada perbaikan kondisi

perekonomian nasional.

Total investasi yang mencakup penanaman modal dalam negeri

dan luar negeri akan memberi pengaruh pada pertumbuhan ekonomi

nasional. Dalam kurun waktu 1997-2005, pertumbuhan total

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 3,03 3,52 2. Pertambangan (X2) 0,02 1,68 3. Perindustrian (X3) 66,66 48,77 4. Perdagangan (X4) 3,91 9,89 5. Jasa-Jasa (X5) 24,38 30,12 6. Lain-Lain (X6) 2,01 6,01 Total 100 100

37

investasi dalam dan luar negeri mengalami penurunan 22,93% setiap

tahunnya, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Tabel 5 juga menginformasikan bahwa hanya sektor

pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu

20,02% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan

investasi di bawah rataan total PMDN dan PMLN adalah sektor

perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain dengan laju penurunan

sebesar 6,52%, 20,43%, dan 11,79%. Di lain pihak sektor pertanian

dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang

relatif tinggi, yaitu 33,00% dan 24,05%.

Kondisi total investasi dalam dan luar negeri setelah krisis

ekonomi mengalami kecenderungan penurunan di semua sektor,

kecuali sektor pertambangan. Keadaan ini secara konsisten

digambarkan pada penanaman modal dalam negeri dan luar negeri

secara terpisah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal

tersebut menunjukkan investasi belum berjalan dengan baik untuk

dapat menggerakkan dunia usaha dalam memperoleh keuntungan.

Keengganan investor menanamkan modalnya yang menyebabkan

penurunan penanaman modal dalam dan luar negeri disebabkan

karena investor belum berani untuk mengambil risiko setelah gejolak

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11396.57 95.45 76381.79 2317.01 22703.28 1811.42 114705.521998 3750.77 69.27 31663.62 1131.59 6108.31 1425.91 44149.481999 1430.93 92.83 26489.02 1075.16 2210.58 503.58 31802.102000 2179.10 18.45 44632.85 994.91 2334.00 1122.56 51281.882001 753.95 561.67 20940.80 1613.49 3700.76 1304.36 28875.032002 729.18 325.15 7282.99 884.07 3374.25 784.22 13379.862003 753.96 275.62 16774.60 689.12 3428.06 143.82 22065.172004 733.32 245.39 9086.01 654.35 4820.27 429.74 15969.092005 1555.00 536.07 10011.56 1694.46 4640.80 1123.27 19561.16

Pertumbuhan (%/tahun) -33,00 20,02 -24,05 -6,52 -20,43 -11,79 -22,93

38

krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Terlebih lagi, kondisi

ekonomi dan politik menjadi salah satu faktor dimana kestabilan

nilai tukar dan tingkat inflasi, serta keamanan dan kepastian hukum

dalam negeri menjadi pertimbangan penting dalam berinvestasi di

Indonesia.

Peningkatan pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor

pertambangan baik pada PMDN maupun PMLN, disebabkan karena

adanya peningkatan harga minyak dunia dan komoditas

pertambangan. Meskipun investasi di sektor pertambangan cukup

berisiko, namun harga produk pertambangan yang tinggi membuat

investor berani untuk menginvestasikan dananya ke sektor tersebut.

Sedangkan sektor pertanian dan perindustrian yang mengalami

penurunan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, terjadi karena

besarnya risiko berinvestasi di kedua sektor tersebut. Untuk sektor

pertanian, baik investor maupun perbankan, selama ini menganggap

bahwa sektor pertanian umumnya kurang mempunyai daya tarik,

karena sektor tersebut tidak cepat menghasilkan, risiko faktor alam

besar, dan produk yang tidak tahan lama sehingga cepat busuk.

Tabel 6. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Struktur total penanaman modal dalam dan luar negeri terbagi

ke dalam dua periode seperti tertera pada Tabel 6. Deskripsi struktur

total investasi tersebut memberikan beberapa informasi penting

sebagai berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yaitu, sektor

perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian yang memperoleh alokasi

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 7,75 4,53 2. Pertambangan (X2) 0,11 1,95 3. Perindustrian (X3) 74,05 64,19 4. Perdagangan (X4) 2,28 5,54 5. Jasa-Jasa (X5) 13,79 19,99 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,79 Total 100 100

39

investasi yang cukup dominan; (b) Sektor perindustrian mengalami

penurunan alokasi investasi dari 74,05% menjadi 64,19%, dan sektor

pertanian dari 7,75% menjadi 4,53%; (c) Investasi untuk sektor jasa

mengalami peningkatan dari 13,79% menjadi 19,99%; (d) Alokasi

investasi yang kurang dari 4% dan tidak mengalami pertumbuhan

yang berarti dialami oleh sektor pertambangan dan sektor lain-lain.

Sama seperti kondisi pada penanaman modal dalam negeri, pada

total penanaman modal dalam dan luar negeri sektor dengan alokasi

investasi yang dominan mengalami laju pertumbuhan yang negatif,

sehingga belum cukup mampu untuk mendorong perbaikan iklim

investasi nasional.

4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan

Bank BNI dalam perkembangannya selama periode 1997-2005

dalam penyaluran kredit kepada sektor ekonomi mengalami

pertumbuhan yang menurun sebesar 8,44% per tahun (Tabel 7).

Keadaan ini mengindikasikan lemahnya penyaluran kredit setelah

adanya krisis ekonomi.

Tabel 7. Pertumbuhan Total Kredit Bank BNI Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali)

Sektor ekonomi yang terdapat dalam penyaluran kredit

perbankan mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian,

perdagangan, jasa, serta sektor lain-lain. Sektor lain-lain yang

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 2461.61 341.93 17116.23 6380.57 11950.49 2483.59 30398.831998 3836.76 570.00 31181.57 8719.05 14501.00 3902.13 37256.711999 3096.81 1234.84 17761.52 3936.94 6144.64 7502.63 19581.202000 2736.74 354.71 15458.57 3539.96 6723.12 3156.74 15204.182001 3037.96 902.56 16477.65 5038.36 5905.88 4029.59 15095.112002 2005.07 160.39 16077.46 5799.71 7014.37 6734.59 14407.222003 2023.59 420.93 17836.18 8091.21 10082.78 7953.58 16598.692004 2554.52 798.18 21834.33 8194.67 12369.30 12116.65 19487.342005 2549.15 670.14 21205.23 11683.43 15137.46 11413.36 19104.45

Pertumbuhan (%/tahun) -14,04 -8,84 -12,02 -5,32 -10,86 6,94 -8,44

40

terdapat dalam alokasi kredit perbankan merupakan sektor konsumsi

yang ditunjukkan kepada individu untuk memenuhi kebutuhan

konsumsinya. Penurunan pertumbuhan alokasi kredit pada sektor

pertanian, pertambangan, perindustrian, dan jasa, nampak lebih

tinggi dibandingkan dengan laju penurunan total alokasi kredit Bank

BNI, dengan laju penurunan sebesar 14,04%, 8,84%, 12,02%,

10,86%. Sektor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan

adalah perdagangan, namun penurunannya hanya sebesar 5,32% per

tahun. Sementara itu, sektor yang mengalami peningkatan

pertumbuhan alokasi kredit adalah sektor lain-lain dengan tingkat

pertumbuhan sebesar 6,94% per tahun. Hal ini menggambarkan

alokasi kredit Bank BNI lebih terfokus pada peningkatan sektor lain-

lain, yakni mencakup pemenuhan kebutuhan sektor konsumsi.

Tabel 8. Struktur Total Kredit Bank BNI Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali)

Struktur total kredit Bank BNI (Tabel 8) terbagi ke dalam dua

periode waktu (1997-2000 dan 2001-2005), memberikan beberapa

penjelasan mengenai alokasi kredit Bank BNI sebagai berikut : (a)

Dua sektor yang mendominasi alokasi kredit Bank BNI adalah sektor

perindustrian dan jasa-jasa; (b) Alokasi kredit untuk sektor

perindustrian dan jasa-jasa mengalami penurunan dalam dua periode

analisis, yaitu dari 46,29% menjadi 39,38% untuk sektor

perindustrian, dan dari 23,20% menjadi 20,76% untuk sektor jasa-

jasa; (c) Alokasi kredit untuk sektor perdagangan dan sektor lain-lain

mengalami peningkatan yang cukup berarti dari 13,24% menjadi

16,03% dan dari 9,15% menjadi 17,35%; (d) Sedangkan untuk sektor

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 6,78 5,22 2. Pertambangan (X2) 1,34 1,26 3. Perindustrian (X3) 46,29 39,38 4. Perdagangan (X4) 13,24 16,03 5. Jasa-Jasa (X5) 23,20 20,76 6. Lain-Lain (X6) 9,15 17,35 Total 100 100

41

pertanian dan pertambangan mengalami penurunan alokasi kredit

pada periode pemulihan dengan proporsi alokasi kredit yang relatif

kecil, yaitu di bawah 7% untuk sektor pertanian dan 2% untuk sektor

pertambangan.

Untuk membandingkan alokasi kredit Bank BNI dalam sektor

ekonomi terhadap bank lain, dilakukan komparasi dengan Bank

Mandiri dan Bank BCA. Saat ini dilihat dari total asetnya, Bank

Mandiri dan Bank BCA merupakan dua bank besar dengan total aset

yang lebih besar daripada Bank BNI.

Tabel 9. Struktur Alokasi Kredit Bank Mandiri dan Bank BCA Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005

Sektor Pembangunan Bank Mandiri (%) Bank BCA (%) 1. Pertanian (X1) 10,42 3,19 2. Pertambangan (X2) 3,30 1,38 3. Perindustrian (X3) 42,58 28,97 4. Perdagangan (X4) 13,58 28,53 5. Jasa-Jasa (X5) 19,78 21,26 6. Lain-Lain (X6) 10,34 16,66 Total 100 100

Sumber: Laporan Keuangan Bank Mandiri dan Bank BCA (data diolah kembali)

Tabel 9 menunjukkan struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan

Bank BCA periode 2002-2005. Bank BCA memprioritaskan alokasi

kreditnya pada sektor perindustrian dan perdagangan dengan

persentase sebesar 28,97% dan 28,53%. Berikutnya kredit

dialokasikan untuk sektor jasa dan sektor lain-lain (konsumsi).

Sektor yang kecil alokasi kreditnya adalah pada sektor pertanian

(3,19%) dan sektor pertambangan (1,38%). Sedangkan pada Bank

Mandiri, alokasi kredit terbesar juga dialokasikan untuk sektor

perindustrian sebesar 42,58% dan alokasi kredit kedua terbesar

dialokasikan untuk sektor jasa sebesar 19,78%. Namun yang menarik

dari alokasi kredit Bank Mandiri adalah alokasi kredit untuk sektor

pertanian cukup besar dibandingkan dengan Bank BCA dan Bank

BNI, yaitu sebesar 10,42%. Begitu juga untuk sektor pertambangan,

alokasi kreditnya cukup besar jika dibandingkan dengan Bank BCA

42

dan Bank BNI yaitu diatas 3%. Alokasi kredit pada Bank Mandiri

cukup merata di semua sektor.

Proporsi alokasi kredit yang dominan pada sektor perindustrian

dan jasa mengalami laju pertumbuhan negatif dalam penyaluran

kredit Bank BNI, sedangkan pada sektor lain-lain dengan laju

pertumbuhan positif alokasi kreditnya masih relatif kecil. Kondisi ini

menggambarkan fungsi intermediasi Bank BNI dalam penyaluran

kredit belum menunjukkan adanya peningkatan berarti.

Tabel 10. Proporsi Alokasi Kredit Bank BNI terhadap Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Laporan Tahunan Bank BNI dan Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Proporsi menunjukkan seberapa besar kontribusi alokasi kredit

Bank BNI terhadap total kredit perbankan. Pada dua periode analisis,

proporsi alokasi kredit Bank BNI yang dibandingkan dengan total

kredit perbankan (Tabel 9) memberikan beberapa informasi penting

berikut : (a) Secara umum (agregat) peran kredit Bank BNI adalah

relatif kecil dan mengalami penurunan dari 12,63% menjadi 10,32%;

(b) Proporsi alokasi kredit yang cukup menonjol adalah untuk sektor

perindustrian, namun mengalami penurunan dari 17,07% menjadi

13,85%; (c) Proporsi alokasi kredit sektor jasa relatif stagnan dan

meningkat relatif kecil dari 11,33% menjadi 11,40%; (d) Proporsi

alokasi kredit untuk sektor pertanian dan pertambangan relatif sama

(sekitar 11,0%) dan mengalami penurunan menjadi sekitar 9,0%; (e)

Sementara itu proporsi alokasi kredit Bank BNI untuk sektor

perdagangan adalah yang terkecil, dengan sedikit mengalami

peningkatan dari 8,43% menjadi 8,85%. Proporsi alokasi kredit Bank

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 10.89 9.20 2. Pertambangan (X2) 10.99 8.70 3. Perindustrian (X3) 17.07 13.85 4. Perdagangan (X4) 8.43 8.85 5. Jasa-Jasa (X5) 11.33 11.40 6. Lain-Lain (X6) 10.89 6.94 Total 12.63 10.32

43

BNI menurut sektor ekonomi (kecuali untuk sektor perdagangan dan

jasa) mengalami penurunan. Keadaan ini merefleksikan melemahnya

fungsi intermediasi Bank BNI dalam kaitannya dengan penyaluran

kredit beberapa tahun terakhir ini (2001-2005).

Tabel 11. Pertumbuhan Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun1997-2005 1)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Total kredit perbankan yang disalurkan ditunjukkan pada posisi

kredit perbankan menurut sektor pembangunan pada Tabel 10.

Kredit yang disalurkan akan memberikan pengaruh pada total

investasi, sehingga hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan

ekonomi nasional. Ke arah mana kredit perbankan disalurkan akan

tergambarkan melalui pertumbuhan dan struktur total kredit

perbankan. Rata-rata pertumbuhan total kredit perbankan periode

1997-2005 mengalami penurunan 4,58% per tahunnya. Dari enam

sektor yang dipertimbangkan hanya sektor lain-lain (sektor

konsumsi) yang mengalami pertumbuhan kredit positif, yaitu 14,3%

per tahun. Sedangkan sektor ekonomi lainnya (pertanian,

pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa) mengalami

penurunan pertumbuhan di bawah rataan laju pertumbuhan total

kredit perbankan dengan laju penurunan 10,37%, 6%, 8,26%, 5,8%,

dan 11,89%.

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 19404.48 3967.16 83342.54 61391.04 84752.99 29331.34 282189.551998 23353.14 3510.58 101989.07 57250.48 82654.47 20825.21 289582.941999 11734.20 1824.51 41582.69 21363.08 21300.40 13300.60 111105.462000 9275.22 3176.87 50783.28 20972.56 21075.76 22647.07 127930.762001 8898.32 3173.25 49699.31 20664.51 20925.10 26552.50 131192.532002 8513.59 2323.59 46141.97 25152.68 23248.45 33924.36 139304.642003 8566.11 1792.62 44833.15 29307.56 32615.97 37478.81 154594.232004 10902.85 2603.13 48359.32 37391.82 36321.60 50832.46 186411.182005 11183.00 2400.76 51734.25 40889.38 41143.97 62927.62 210278.98

Pertumbuhan (%/tahun) -10,37 -6 -8,26 -5,8 -11,89 14,3 -4,58

44

Kondisi ini mengindikasikan lemahnya kinerja perbankan

dalam menyalurkan kreditnya untuk dunia usaha, karena sektor-

sektor tersebut masih dianggap berisiko tinggi untuk investasi. Selain

itu, melemahnya penyaluran total kredit perbankan dan alokasi kredit

Bank BNI disebabkan karena dunia perbankan masih mengalami

trauma akibat krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan lumpuhnya

perbankan dengan adanya peningkatan NPL. Keadaan ini membuat

perbankan bersikap sangat berhati-hati dalam penyaluran kreditnya.

Selain itu, sektor dunia usaha yang dianggap berisiko tinggi oleh

perbankan menyebabkan perbankan beralih pada investasi untuk

aset-aset yang berisiko rendah, aman, likuid, dan memberikan return

yang menguntungkan, seperti pengalokasian dana pada Sertifikat

Bank Indonesia (SBI). Hal ini ditunjukkan oleh posisi SBI yang

mencapai kisaran Rp 190 triliun sampai dengan Rp 200 triliun pada

tahun 2006 dan melonjak menjadi Rp 235 triliun pada awal Februari

2007. Bank BNI sendiri menjadi bank dengan alokasi SBI kedua

terbesar diantara bank pemerintah dengan nilai SBI sebesar Rp 12,55

triliun (Infobank, 8 Mei 2007).

Pertumbuhan yang positif pada sektor lain-lain menunjukkan

bahwa perbankan, begitu juga dengan Bank BNI, lebih memilih

untuk mengalokasikan dananya pada sektor konsumsi. Hal ini terjadi

karena perbankan masih trauma mengalokasikan kreditnya pada

segmen korporat yang berisiko besar dan pada sektor-sektor

produktif yang sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Setelah krisis

ekonomi melanda Indonesia, pada kenyataannya sektor konsumsi

mengalami perkembangan yang relatif pesat dan juga dinilai

memiliki risiko yang relatif lebih kecil. Penyaluran kredit di sektor

konsumsi ini juga didukung oleh tipikal masyarakat Indonesia yang

cenderung konsumtif.

Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan

(Tabel 11) dalam dua periode analisis memberikan beberapa

informasi sebagai berikut : (a) Alokasi kredit perbankan yang paling

45

dominan disalurkan untuk sektor perindustrian, namun mengalami

penurunan dari 34,25% menjadi 29,34%; (b) Sektor jasa-jasa

menempati tempat kedua dominasi alokasi kredit setelah sektor

perindustrian, namun juga mengalami penurunan dari 25,87%

menjadi 18,80%; (c) Sedangkan sektor lain-lain mengalami

peningkatan alokasi kredit dari 10,62% menjadi 25,8%, sehingga

sektor ini menggantikan posisi sektor jasa pada periode pemulihan

ekonomi sebagai sektor yang mendominasi tempat kedua setelah

sektor perindustrian; (d) Sektor perdagangan mengalami penurunan

alokasi kredit dari 19,85% menjadi 18,70%; (e) Alokasi kredit

dengan persentase relatif kecil kurang dari 8% ditempati oleh sektor

pertanian sedangkan sektor pertambangan kurang dari 2% dengan

alokasi kredit yang menurun pada periode pemulihan ekonomi.

Peningkatan alokasi kredit untuk sektor lain-lain menunjukkan

dominasi kredit perbankan yang diarahkan untuk sektor tersebut.

Meskipun risiko sektor perindustrian cukup besar, namun perbankan

tetap menyalurkan kredit dengan proporsi terbesar ke sektor ini

karena prospeknya yang bagus ke depan dan sektor ini pun menyerap

cukup banyak tenaga kerja.

Tabel 12. Struktur Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP

Kondisi perekonomian selama periode 1997-2005 ditunjukkan

oleh pertumbuhan GDP riil seperti tertera pada Tabel 12. Secara

agregat nasional, laju pertumbuhan GDP per tahun menunjukkan

angka 6,44%. Berdasarkan pada angka tersebut, sektor yang

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 7,86 5,86 2. Pertambangan (X2) 1,54 1,50 3. Perindustrian (X3) 34,25 29,34 4. Perdagangan (X4) 19,85 18,70 5. Jasa-Jasa (X5) 25,87 18,80 6. Lain-Lain (X6) 10,62 25,80 Total 100 100

46

mengalami pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi

nasional adalah sektor perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor

lain-lain, yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar

7,91%, 6,86%, 7,43%, dan 8,15% per tahun. Sedangkan sektor

pertanian dan pertambangan mengalami pertumbuhan per tahunnya

yang relatif lebih kecil, yaitu 2,91% dan 3,82%.

Tabel 13. Pertumbuhan GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)

1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Dari analisis deskriptif ini terlihat bahwa perkembangan

alokasi kredit perbankan dan nilai investasi tidak besar

mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional menurut sektor

pembangunan. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan ekonomi secara

agregat nasional mencapai 6,44%, sedangkan nilai investasi total

menurun 22,93% (Tabel 5), nilai kredit Bank BNI menurun 8,44%

(Tabel 7), dan nilai total kredit perbankan menurun 4,58% (Tabel 10).

Kecuali untuk investasi di sektor pertambangan, kinerja investasi

dinilai kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

sektoral setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Keadaan ini

terjadi karena pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh investasi

yang berasal dari investasi internal masyarakat yang menggerakkan

dunia usaha pada sektor-sektor pembangunan yang ada.

dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 75380.15 41463.96 125505.97 74314.85 110001.79 41762.69 468429.481998 102677.99 71487.99 141930.25 87179.24 115775.67 48768.30 567819.331999 106443.62 54249.32 141081.73 86776.59 102381.19 51796.53 542728.912000 103627.67 83351.17 149768.58 94692.73 112169.21 57959.48 601568.792001 104376.82 82547.51 159053.10 100545.25 118074.64 61375.07 625972.362002 107350.39 61347.79 199458.50 119014.49 144230.80 63132.51 694534.482003 109368.54 59935.01 203483.78 119854.22 156469.19 71113.38 720224.112004 111652.80 66041.99 215408.32 124384.95 168998.25 79010.07 765496.382005 111457.89 86921.95 233540.67 131088.48 185227.88 84041.98 832278.86

Pertumbuhan (%/tahun) 2,91 3,82 7,91 6,86 7,43 8,15 6,44

47

Pertumbuhan output nasional juga cukup dipengaruhi oleh

sektor konsumsi. Pada dasarnya, sektor yang mengalami

perkembangan setelah krisis adalah sektor konsumsi. Menurut data

yang diperoleh dari Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES,

2006: 11), bahwa sektor konsumsi memegang peranan penting dalam

pembentukan GDP nasional, sebesar dua per tiga dari total GDP

berasal dari sektor konsumsi. Sektor ini mengalami pertumbuhan

yang positif sebesar 4,95% pada tahun 2004 dan 3,95% pada tahun

2005 (BIES, 2006: 10). Sehingga pertumbuhan yang positif pada

GDP lebih didorong oleh sektor konsumsi dari pada investasi dan

kredit yang disalurkan perbankan.

Tabel 14. Struktur GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 17,80 14,96 2. Pertambangan (X2) 11,49 9,81 3. Perindustrian (X3) 25,60 27,78 4. Perdagangan (X4) 15,73 16,35 5. Jasa-Jasa (X5) 20,19 21,25 6. Lain-Lain (X6) 9,19 9,86 Total 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Struktur GDP riil yang terbagi ke dalam dua periode analisis

ditampilkan pada Tabel 13. Tabel tersebut dapat menjelaskan

beberapa fenomena penting berikut : (a) Terdapat dua sektor dengan

total output nasional yang dominan, yaitu sektor perindustrian dan

jasa; (b) Dalam dua periode analisis, total output nasional untuk

sektor perindustrian mengalami peningkatan dari 25,6% menjadi

27,78% dan sektor jasa dari 20,19% menjadi 21,25%; (c) Sektor

perdagangan dan sektor lain-lain mengalami peningkatan GDP dari

15,73% menjadi 16,35% dan dari 9,19% menjadi 9,86%, dengan

alokasi GDP yang relatif kecil pada sektor lain-lain; (d) Sektor

pertanian dan pertambangan mengalami penurunan pada periode

pemulihan ekonomi dengan alokasi yang relatif kecil untuk sektor

48

pertambangan, yaitu dari 11,49% menjadi 9,81% dan untuk sektor

pertanian dari 17,80% menjadi 14,96%.

Dua sektor dengan proporsi GDP yang dominan (perindustrian

dan jasa), pada dua periode analisis, mengalami laju pertumbuhan

GDP yang positif menunjukkan perkembangan yang cukup

menggembirakan. Selain itu, pada periode pemulihan ekonomi sektor

perdagangan juga mengalami laju pertumbuhan positif dengan

proporsi GDP yang cukup mendominasi perekonomian nasional.

4.3. Validasi Model Dampak Portofolio Kredit

4.3.1. Uji Normalitas

Untuk data dengan jumlah sampel kurang dari 30, uji

normalitas dilakukan agar data dapat diolah menggunakan statistik

parametrik. Data yang berdistribusi normal akan membentuk kurva

yang relatif simetris. Sedangkan data yang tidak berdistribusi normal,

maka kurva yang terbentuk akan mempunyai kecondongan ke kiri

atau ke kanan. Jika jumlah sampel lebih dari 30, maka error term

akan terdistribusi secara normal, sehingga tidak perlu dilakukan uji

normalitas (Santoso, 2002).

Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005

Peubah Sektoral Asymp.Sig (2-

tailed) Alpha Kondisi Keterangan1. Pertanian (X1) 0,985 0,05 Sig > Alpha Normal 2. Pertambangan (X2) 0,978 0,05 Sig > Alpha Normal 3. Perindustrian (X3) 0,833 0,05 Sig > Alpha Normal 4. Perdagangan (X4) 0,915 0,05 Sig > Alpha Normal 5. Jasa-Jasa (X5) 0,598 0,05 Sig > Alpha Normal 6. Lain-Lain (X6) 0,998 0,05 Sig > Alpha Normal Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)

Sesuai dengan sifat distribusi normal bahwa setiap fungsi linear

dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal, dengan

sendirinya fungsi linear tersebut akan terdistribusi secara normal.

Untuk itu, perlu dilakukan uji normalitas pada variabel-variabel

independen yang terdapat dalam persamaan regresi berganda. Dalam

49

penelitian ini variabel independen ditujukan oleh kredit yang

disalurkan pada sektor-sektor ekonomi. Hasil uji normalitas pada

Tabel 14 menunjukkan bahwa seluruh variabel independen

berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dengan nilai Asymp. Sig

(2-tailed) yang lebih besar dari angka 0,05. Dengan demikian,

pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan statistik

parametrik, yang dalam penelitian ini menggunakan model regresi

berganda.

4.3.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat korelasi antara

variabel independen. Dikatakan terjadi multikolinearitas pada model

apabila terdapat korelasi yang pasti antara variabel independen.

Konsekuensi dari adanya multikolinearitas yang sempurna diantara

variabel independen adalah bahwa koefisien regresinya tak tentu dan

kesalahan standarnya besar (Gujarati, 1978). Keadaan ini juga

berdampak pada kemungkinan untuk menerima hipotesis yang salah

menjadi besar. Selain itu, kesalahan standar akan menjadi semakin

besar dan sensitif jika ada perubahan data. Multikolinearitas juga

menyebabkan tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual

dari variabel independen.

Tabel 16. Hasil Uji Multikolinearitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005

Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien

korelasi antar variabel independen pada matriks korelasi (Tabel 15).

Koefisien korelasi antar variabel menunjukkan nilai yang lebih kecil

daripada nilai koefisien R-squared (0,966). Kesimpulan yang dapat

Peubah Sektoral X1 X2 X3 X4 X5 X6 1. Pertanian (X1) 1 -0,722 -0,910 0,410 0,216 0,644 2. Pertambangan (X2) -0,722 1 0,637 -0,507 0,190 -0,657 3. Perindustrian (X3) -0,910 0,637 1 -0,475 -0,332 -0,654 4. Perdagangan (X4) 0,410 -0,507 -0,475 1 -0,411 0,435 5. Jasa-Jasa (X5) 0,216 0,019 -0,332 -0,411 1 0,266 6. Lain-Lain (X6) 0,644 -0,657 -0,654 0,435 0,266 1

50

diambil bahwa model regresi ini bebas dari masalah

multikolinearitas.

4.3.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan melalui uji Durbin Watson (DW)

yang terdapat pada program SPSS. Uji ini bertujuan untuk melihat

ada tidaknya korelasi antar anggota dari serangkaian observasi yang

diurutkan melalui waktu. Uji autokorelasi biasanya dilakukan untuk

data time series. Hal ini disebabkan oleh data yang terdapat pada

suatu periode dipengaruhi data yang terjadi pada periode sebelumnya,

karena pada kenyataannya akan selalu terdapat kemungkinan pada

observasi yang menggunakan data time series menimbulkan

autokorelasi.

Model regresi yang baik adalah tidak adanya autokorelasi,

dimana gangguan pada suatu observasi tidak dipengaruhi oleh

gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Lebih

jelasnya bahwa gangguan dalam periode sekarang tidak berhubungan

secara linear dengan unsur gangguan dalam periode waktu

sebelumnya. Akibat dari terjadinya autokorelasi adalah varian

residual yang diperoleh akan lebih dari pada semestinya sehingga

mengakibatkan koefisien determinasi menjadi lebih tinggi. Selain itu,

autokorelasi menyebabkan pengujian hipotesis dalam uji F dan uji t

menjadi tidak valid dan jika diterapkan akan memberikan

kesimpulan yang menyesatkan pada tingkat signifikansi dan

koefisien regresi yang ditaksir. Berdasarkan pada hasil uji Durbin

Watson, menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,839. Dengan

demikian, nilai ini berada di antara -2 sampai 2, sehingga dapat

disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.

4.3.4. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat varian

dari variabel independen apakah memiliki nilai yang sama

(homoskedastisitas) atau berbeda. Asumsi pada analisis regresi

adalah varian setiap variabel independen mempunyai nilai yang

51

konstan atau memiliki varian yang sama. Masalah heteroskedastisitas

umumnya terjadi pada data cross sectional. Konsekuensi dari adanya

heteroskedastisitas adalah kemungkinan untuk mengambil

kesimpulan yang salah dalam uji F dan uji t karena pengujian tingkat

signifikansi yang kurang kuat (Gujarati, 1978). Uji

heteroskedastisitas ditunjukkan oleh Gambar 2 berikut ini. Dari

grafik tersebut terlihat bahwa titik-titik yang ada tidak membentuk

pola tertentu, melainkan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Regression Standardized Predicted Value

210-1-2

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

1.5

1.0

.5

0.0

-.5

-1.0

-1.5

Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot Pendapatan Bunga

Kredit) Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI, 1997-2005 (Lampiran 3)

4.4. Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit

Model analisis regresi linear berganda digunakan pada penelitian ini

untuk melihat pengaruh perubahan portofolio kredit menurut sektor ekonomi

terhadap pendapatan bunganya. Model analisis ini melihat pengaruh secara

52

keseluruhan dan parsial dari kedua variabel yang diujikan, yaitu pendapatan

bunga kredit sebagai variabel dependen dan kredit yang disalurkan ke dalam

sektor ekonomi (pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-

jasa, dan lain-lain) sebagai variabel independennya dengan pengolahan

SPSS versi 11.

4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh keseluruhan variabel

independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan

program SPSS 11. Untuk mengetahui apakah variabel independen

secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen pada tingkat

signifikansi tertentu dengan tahapan berikut :

1. Merumuskan hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 artinya, variabel independen

(Xi) secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen (Y).

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0 artinya, variabel independen

(Xi) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap

variabel dependen (Y).

2. Menentukan F tabel

Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang

masih dapat ditolerir.

Derajat bebas pembilang = k – 1 = 7 – 1 = 6

Derajat bebas penyebut = n – k = 9 – 7 = 2

Dengan demikian F tabel sebesar F 0,1 (6,2) = 9,326

3. Menentukan besarnya F hitung

Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan

nilai F hitung adalah 9,602 (Tabel 16).

4. Membandingkan F hitung dengan F tabel

Jika F hitung > F tabel atau F hitung < -F tabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

Jika -F tabel < F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

53

Hasil uji menunjukkan bahwa F hitung > F tabel , yaitu 9,602 >

9,326 dengan tingkat signifikansi 0,097. Dengan demikian, maka

H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga kredit untuk sektor

pertanian (X1), pertambangan (X2), perindustrian (X3),

perdagangan (X4), jasa-jasa (X5), dan lain-lain (X6), secara

keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan

bunganya pada taraf nyata 10%.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam perolehan pendapatan

bunga kredit, dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi secara

keseluruhan pada alokasi kredit pada sektor-sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, jasa-jasa, dan lain-lain. Kondisi ini

terjadi karena pada dasarnya pertumbuhan GDP riil setiap sektor

menunjukkan nilai yang positif meskipun ada beberapa sektor

yang laju pertumbuhannnya berada di bawah rataan pertumbuhan

ekonomi nasional, yaitu sektor pertanian (2,91%) dan

pertambangan (3,82%) (Tabel 12).

Kedua sektor diatas memperoleh alokasi kredit yang relatif

kecil oleh Bank BNI. Secara umum, kemampuan bank dalam

memperoleh pendapatan bunga melalui penyaluran kredit dan

kemampuan dari keseluruhan sektor ekonomi mempengaruhi

pendapatan bunganya juga dipengaruhi kondisi internal bank itu

sendiri. Bank BNI memiliki kondisi internal yang baik melalui

kemampuan pengelolaan risiko kredit yang disalurkan secara

sektoral, sehingga hal tersebut dapat dijadikan landasan dalam

penilaian kinerja perkreditannya, dimana secara keseluruhan

alokasi kredit sektoral mempengaruhi pendapatan bunga kredit.

4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial (Uji t)

A. Langkah Uji t

Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh parsial antara

variabel independen terhadap variabel dependen yang dilakukan

dengan program SPSS. Untuk mengetahui variabel independen

54

mana yang mempengaruhi variabel dependen pada tingkat

signifikansi tertentu, maka dilakukan tahapan berikut :

1. Merumuskan hipotesis

H0 : βi = 0 artinya, variabel independen (Xi) tidak

mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y)

H1 : βi ≠ 0 artinya, variabel independen (Xi) mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen (Y)

2. Menentukan t tabel

Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang

masih dapat ditolerir; df : n – k = 9 – 7 = 2

Dengan demikian t-tabel sebesar t (α/2,df) = t (0,05,2) = 2,920

3. Menentukan besarnya t hitung

Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan

bahwa t hitung untuk variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 adalah

masing-masing -1,204; -0,65; 3,156; 0,663; -0,485; 0,328

(Tabel 16).

4. Membandingkan t hitung dengan t tabel

Jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

Jika -t tabel < t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

a. Pengaruh kredit sektor pertanian (X1) terhadap

pendapatan bunga kredit (Y)

Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,

yaitu -2,290 < -1,204 < 2,290, dengan tingkat signifikansi

0,352. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1

ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor

pertanian (X1) tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap pendapatan bunga kredit.

b. Pengaruh kredit sektor pertambangan (X2) terhadap

pendapatan bunga kredit (Y)

55

Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,

yaitu -2,290 < -0,65 < 2,290, dengan tingkat signifikansi

0,954. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1

ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor

pertambangan (X2) tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap pendapatan bunga kredit.

c. Pengaruh kredit sektor perindustrian (X3) terhadap

pendapatan bunga kredit (Y)

Hasil uji menunjukkan bahwa t hitung > t tabel, yaitu

3,156 > 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,087. Dengan

demikian, maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga

secara parsial kredit untuk sektor perindustrian (X3)

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga

kredit pada taraf nyata 10%.

d. Pengaruh kredit sektor perdagangan (X4) terhadap

pendapatan bunga kredit (Y)

Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,

yaitu -2,290 < 0,663 < 2,290, dengan tingkat signifikansi

0,575. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1

ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor

perdagangan (X4) tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap pendapatan bunga kredit.

e. Pengaruh kredit sektor jasa-jasa (X5) terhadap pendapatan

bunga kredit (Y)

Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,

yaitu -2,290 < -0,485 < 2,290, dengan tingkat signifikansi

0,675. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1

ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor jasa-

jasa (X5) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan bunga kredit.

f. Pengaruh kredit sektor lain-lain (X6) terhadap pendapatan

bunga kredit (Y)

56

Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,

yaitu -2,290 < 0,328 < 2,290, dengan tingkat signifikansi

0,774. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1

ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor lain-

lain (X6) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan bunga kredit.

B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial

Model regresi yang secara baik memenuhi uji validasi

model seperti telah diuraikan sebelumnya, juga memiliki nilai R-

square yang sangat baik. Nilai R-square sebesar 0,966 (Tabel 16)

menunjukkan bahwa 96,6% keragaman (variasi) dari variabel

dependen (pendapatan bunga kredit) dapat dijelaskan oleh

keragaman (variasi) keenam variabel independen. Sedangkan

sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh variabel lain di luar model

yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

Tabel 17. Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 1)

Peubah Sektoral Koefisien RegresiT hitung (t-test) Sig t

1. Konstanta 0,002 0,38 0,9732. Pertanian (X1) -0,615 -1,204 0,3523. Pertambangan (X2) -0,005 -0,65 0,9544. Perindustrian (X3) 1,417 3,156 0,0875. Perdagangan (X4) 0,152 0,663 0,5756. Jasa-Jasa (X5) -0,108 -0,485 0,6757. Lain-Lain (X6) 0,052 0,328 0,7741) - Koefisien determinasi model : R-square = 0,966 - Hasil uji F : F hitung = 9,602 dengan signifikansi F = 0,097 Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)

a. Sektor Pertanian

Terdapat pengaruh negatif antara alokasi kredit sektor

pertanian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan oleh

koefisien regresi -0,615 (Tabel 16). Hal ini menunjukkan

bahwa bila kredit untuk sektor pertanian (X1) bertambah 1

persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615

persen (ceteris paribus), sehingga alokasi kredit sektor

57

pertanian memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini dapat

dijelaskan melalui beberapa informasi berikut : (i)

Pertumbuhan GDP riil untuk sektor pertanian adalah yang

terkecil yaitu 2,91% per tahun dan total output nasional yang

relatif kecil serta mengalami penurunan di sektor tersebut dari

17,8% menjadi 14,96% (Tabel 12 dan 13); (ii) Pertumbuhan

alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertanian mengalami

penurunan signifikan 14,04% per tahun dan alokasi kreditnya

relatif kecil dan mengalami penurunan dari 6,78% menjadi

5,22% (Tabel 7 dan 8). Kondisi dunia usaha untuk sektor

pertanian yang kurang menggembirakan yang diikuti dengan

alokasi kredit yang kecil dan laju pertumbuhan yang menurun

memberikan dampak negatif yang tidak signifikan terhadap

pendapatan bunga kredit Bank BNI.

b. Sektor Pertambangan

Koefisien regresi sektor pertambangan adalah -0,005

(Tabel 16), menunjukkan pengaruh negatif alokasi kredit

sektor tersebut terhadap pendapatan bunga kredit, dimana bila

kredit untuk sektor pertambangan (X2) bertambah 1 persen,

maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615 persen

(ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit sektor

pertambangan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak

signifikan. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui kondisi

sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil untuk sektor

pertambangan relatif kecil, yaitu 3,82% per tahun, dan

proporsinya terhadap GDP nasional mengalami penurunan

dari 11,49% menjadi 9,81% (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi

kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan adalah yang

terkecil yaitu di bawah 2% dengan laju pertumbuhan yang

menurun 8,84% per tahun (Tabel 7 dan 8). Kinerja dan

alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan yang

58

relatif rendah ditambah dengan kinerja dunia usaha sektor

tersebut yang relatif kurang menggembirakan, maka kondisi

tersebut memberikan dampak negatif dan tidak signifikan

pada alokasi kredit di sektor tersebut terhadap pendapatan

bunga kredit.

c. Sektor Perindustrian

Terdapat pengaruh positif antara alokasi kredit sektor

perindustrian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan

oleh koefisien regresi 1,417. Hal ini menunjukkan bahwa bila

kredit untuk sektor perindustrian (X3) bertambah 1 persen,

maka pendapatan bunga kredit akan meningkat sebesar 1,417

persen (ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit

sektor perindustrian memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini

dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil

untuk sektor perindustrian relatif tinggi yang berada di atas

rataan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu 7,91% per tahun

dan peranannya dalam struktur GDP nasional bersifat

dominan, serta mengalami peningkatan dari 25,60% menjadi

27,78% pada periode pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13);

(ii) Kredit yang dialokasikan Bank BNI untuk sektor

perindustrian adalah yang terbesar dan mendominasi struktur

kredit Bank BNI dengan kisaran 39,0% - 47,0% (Tabel 7 dan

8); (iii) Proporsi kredit Bank BNI pada sektor perindustrian

terhadap total kredit perbankan adalah yang terbesar dengan

kisaran 13,0% - 17,0% (Tabel 9).

Struktur dan pertumbuhan GDP riil sektor perindustrian

yang positif mampu menggerakkan dunia usaha di sektor

tersebut untuk memberikan keuntungan bagi kredit yang

disalurkan, sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan

bunga kredit. Pengaruh yang signifikan juga disebabkan oleh

59

alokasi kredit Bank BNI yang dominan dan proporsi yang

besar terhadap total kredit perbankan di sektor perindustrian.

d. Sektor Perdagangan

Koefisien regresi sektor perdagangan yang bernilai

0,152 menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit

sektor perdagangan terhadap pendapatan bunga kredit.

Sehingga bila kredit untuk sektor perdagangan (X4)

bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan

meningkat sebesar 0,152 persen (ceteris paribus). Pengaruh

yang positif dan tidak signifikan dari sektor perdagangan

terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan sebagai

berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil sektor perdagangan berada

diatas rataan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar

6,86% per tahun dengan struktur GDP yang mengalami

peningkatan dari 15,73% menjadi 16,35% pada periode

pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi kredit

Bank BNI untuk sektor perdagangan relatif kecil yaitu

dibawah 17% dengan laju pertumbuhan yang menurun

sebesar 5,32% per tahun (Tabel 7 dan 8); (iii) Proporsi

alokasi kredit Bank BNI sektor perdagangan terhadap total

kredit perbankan adalah yang terkecil dan bersifat stagnan,

dengan nilai di bawah 9,0% (Tabel 9). Kinerja dunia usaha

sektor perdagangan yang berada di atas kinerja dan

pertumbuhan GDP agregat nasional memberikan pengaruh

yang positif bagi investasi pada sektor tersebut. Tidak

signifikannya pengaruh alokasi kredit Bank BNI di sektor

perdagangan karena laju pertumbuhan alokasi kredit yang

menurun dan proporsi yang kecil terhadap total kredit

perbankan.

e. Sektor Jasa

Koefisien regresi sektor jasa-jasa bernilai -0,108

menunjukkan adanya pengaruh negatif alokasi kredit sektor

60

jasa-jasa terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila

kredit untuk sektor jasa-jasa (X5) bertambah 1 persen, maka

pendapatan bunga kredit akan menurun 0,108 persen (ceteris

paribus). Alokasi kredit sektor jasa-jasa yang memiliki

pengaruh negatif dan tidak signifikan dapat dijelaskan

melalui kondisi sebagai berikut : (i) Adanya penurunan laju

pertumbuhan kredit Bank BNI di sektor jasa-jasa yang lebih

besar dibandingkan dengan penurunan laju pertumbuhan total

kredit Bank BNI, yaitu sebesar -10,86% (Tabel 7); (ii)

Alokasi kredit Bank BNI untuk sektor jasa mengalami

penurunan pada dua periode analisis, yaitu dari 23,20%

menjadi 20,76% (Tabel 8). Dengan demikian, pengaruh yang

tidak signifikan pada alokasi kredit Bank BNI di sektor jasa

terhadap pendapatan bunga kredit adalah karena alokasi

kredit yang semakin menurun pada periode pemulihan

ekonomi dan adanya penurunan laju pertumbuhan kredit

Bank BNI di sektor ini.

f. Sektor Lain-Lain

Koefisien regresi sektor lain-lain yang bernilai 0,052

menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit di sektor

lain-lain terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila

kredit untuk sektor lain-lain (X6) bertambah 1 persen, maka

pendapatan bunga kredit akan menurun sebesar 0,052 persen

(ceteris paribus). Pengaruh yang positif dan tidak signifikan

terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan melalui

beberapa informasi berikut : (i) Laju pertumbuhan alokasi

kredit Bank BNI di sektor ini meningkat sebesar 6,94% per

tahun, dan struktur alokasinya yang meningkat dari 9,15%

menjadi 17,35% (Tabel 7 dan 8); (ii) Proporsi alokasi kredit

Bank BNI di sektor lain-lain terhadap total kredit perbankan

semakin berkurang pada periode pemulihan ekonomi, yaitu

dari 10,89% menjadi 6,94% (Tabel 9).

61

Dapat dinyatakan bahwa pengaruh positif yang

ditunjukkan sektor lain-lain terhadap pendapatan bunga

kredit didukung oleh laju pertumbuhan kredit di sektor ini

yang meningkat dengan alokasi kredit yang juga meningkat.

Kondisi ini menggambarkan bahwa setelah adanya krisis,

perbankan lebih condong untuk menempatkan kredit pada

sektor konsumsi yang memiliki risiko lebih rendah. Terlihat

juga bahwa sektor ini memberi pengaruh pada pembentukan

output nasional, dengan kontribusi sebesar dua per tiga dari

total GDP (BIES, 2006). Namun demikian, keadaan ini tidak

didukung oleh proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap

total kredit perbankan yang semakin menurun di sektor

tersebut. Sehingga keadaan ini menyebabkan alokasi kredit

Bank BNI di sektor lain-lain (sektor konsumsi) terhadap

pendapatan bunga tidak berpengaruh secara signifikan.

4.5. Kebijakan Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral

Kondisi Bank BNI sampai dengan tahun 2005 menunjukkan Capital

Adequacy Ratio (CAR) sebesar 15,99%. Hal ini menggambarkan bahwa

Bank BNI memiliki kecukupan modal yang baik karena berada diatas

ketetapan BI untuk CAR, yaitu 8%. Kecukupan modal ini diharapkan akan

mampu menopang risiko yang muncul dari usaha yang dilakukan bank

dalam kaitannya dengan penyaluran kredit, yakni risiko kredit berupa NPL.

Namun demikian, CAR yang berada di atas ketetapan ini menunjukkan

masih banyaknya dana yang tersimpan dalam bentuk modal, yang

seharusnya dapat disalurkan untuk ekspansi kredit. Loan to Deposit Ratio

(LDR) yang relatif kecil yaitu sebesar 54,24%, menunjukkan bahwa dari

keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya 54,24% yang digunakan untuk

kredit. Keadaan ini semakin menunjukkan lemahnya penyaluran kredit Bank

BNI sehingga fungsi intermediasi masih belum begitu baik dijalankan.

Lemahnya penyaluran kredit perbankan dan kecenderungan bank

untuk menempatkan dananya pada SBI juga menunjukkan kurang

berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Sebagai lembaga intermediasi

62

dan memiliki tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, kredit harus

disalurkan untuk menggerakkan dunia usaha pada sektor riil. Namun

demikian, dalam penyaluran kredit agar dapat mendukung pertumbuhan

ekonomi, perlu didukung oleh kelayakan usaha dari dunia usaha melalui

perbaikan produktivitas dan efisiensi usaha. Selain itu, pemerintah juga

harus mendukung melalui perbaikan infrastruktur, menjaga keamanan, dan

kestabilan kondisi politik.

Dalam upaya optimalisasi penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank

BNI guna maksimisasi pendapatan bunga kredit, maka terdapat beberapa

sektor yang perlu mendapatkan perhatian. Perkembangan dunia usaha pada

sektor perdagangan dan sektor lain-lain perlu ditunjang dengan peningkatan

laju pertumbuhan kredit melalui pemberian prioritas alokasi kredit pada

sektor-sektor tersebut.

Sektor lain-lain, yakni sektor konsumsi, untuk saat ini memberi

kontribusi yang besar pada GDP. Bank BNI memprioritaskan penyaluran

kredit di sektor konsumsi ini pada kredit di luar kredit perumahan, seperti

pada kredit automotif, kredit pembayaran pulsa telepon, dan kartu kredit,

yaitu sebesar 12,63% (Periode Mei 2007) dari keseluruhan kredit yang

disalurkan (Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Sektor ini juga memiliki

tingkat risiko yang rendah yaitu dan dengan tingkat pengembalian yang

positif. Tingkat NPL pada sektor konsumsi adalah yang terendah

dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu sebesar 8,21% di tahun

2005 dan menurun menjadi 6,23% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI

2005 dan 2006). Namun demikian, penyaluran kredit ke sektor konsumsi

yang semakin meningkat memberi dampak kurang baik pada pertumbuhan

ekonomi karena tidak bergeraknya sektor riil. Karena, untuk kelangsungan

pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kredit perlu dialokasikan untuk

menggerakkan dunia usaha pada sektor-sektor utama pembangunan, yaitu

sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, serta jasa-jasa.

Sektor perdagangan juga menjadi prioritas penyaluran kredit Bank

BNI karena pengaruhnya yang positif terhadap pendapatan bunga kredit.

Adapun subsektor dari sektor perdagangan yang menjadi fokus penyaluran

63

kredit Bank BNI adalah pada pedagang eceran, dengan persentase sebesar

11,71% dari total alokasi kredit pada bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan

BNI, Mei 2007). Dari sisi NPL, sektor perdagangan tidak terlalu berisiko

dengan NPL sebesar 8,39% di tahun 2005 dan meningkat menjadi 11,04% di

tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006).

Untuk sektor jasa, pengaruhnya yang negatif pada analisis regresi

berganda, perlu menjadi pertimbangan dalam penyaluran kredit pada sektor

tersebut. Bank BNI terus melakukan pengurangan alokasi kredit di sektor ini,

menjadi sebesar 20,76% periode 2001-2005 (Tabel 8). NPL pada sektor jasa

mengalami peningkatan dari 9,18% di tahun 2005 menjadi 10,90% di tahun

2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Dalam sektor jasa, alokasi

kredit Bank BNI besar tertuju pada pengembangan real estate sebesar 4,84%

dari total penyaluran kredit pada Mei 2007. Selain itu, pengembangan juga

difokuskan pada pembangunan prasarana, gedung-gedung, pelabuhan laut,

percetakan sawah serta irigasi sebesar 4,69% dari total kredit pada Mei 2007

(Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Dengan demikian, pengkajian lebih

lanjut perlu dilakukan dalam penyaluran kredit di sektor ini.

Mengingat kinerja sektor pertanian dan pertambangan yang kurang

menggembirakan serta respon negatif pada sektor ini, maka prioritas alokasi

kredit tidak ditujukan untuk kedua sektor ini, dalam rangka memaksimalkan

pendapatan bunga kredit Bank BNI. Terutama untuk sektor pertanian, NPL

di sektor ini relatif tinggi, yaitu 17,14% di tahun 2005 dan menurun, namun

tetap tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu 13,65% di

tahun 2006. Sedangkan untuk sektor pertambangan, NPL cukup rendah yaitu

9,21% di tahun 2005 dan menurun menjadi 6,61% di tahun 2006 (Laporan

Tahunan BNI 2005 dan 2006). Namun demikian, alokasi kredit masih perlu

dilakukan pada kedua sektor tersebut secara selektif pada investasi yang

memiliki kelayakan usaha. Terutama pada subsektor tanaman perkebunan

dan perikanan di sektor pertanian, karena Bank BNI besar mengalokasikan

kreditnya pada subsektor tersebut. Dengan alokasi sebesar 2,72% untuk

tanaman perkebunan dan 0,43% untuk perikanan dibandingkan dengan total

kredit yang disalurkan Bank BNI bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan BNI,

64

Mei 2007). Sedangkan untuk sektor pertambangan, fokus penyaluran kredit

Bank BNI pada subsektor minyak dan gas bumi dengan alokasi sebesar

1,72% dari total kredit Bank BNI bulan Mei 2007.

Alokasi kredit yang dominan di sektor perindustrian dan pertumbuhan

dunia usaha yang terus meningkat di sektor tersebut memberikan pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI.

Karena pada kenyataannya, besarnya sumbangan masing-masing sektor

berpengaruh dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor dengan

nilai nominal besar tetap sebagai penyumbang yang besar bagi pertumbuhan,

walaupun pertumbuhan sektor tersebut relatif kecil. Hal inilah yang terjadi

pada sektor industri. Bank masih tetap mengucurkan kredit dalam alokasi

terbesar pada sektor perindustrian, seperti pada Bank BCA dan Bank

Mandiri. Hal ini disebabkan karena sektor perindustrian dianggap mampu

menggerakkan roda perekonomian dan sebagai kontributor utama

pembentukan GDP, meskipun NPL di sektor ini adalah yang tertinggi yaitu

22,52% di tahun 2005. Namun demikian, NPL di sektor perindustrian

mengalami penurunan yang cukup drastis, hingga mencapai angka 13,27%

pada tahun 2006. Karena itu, alokasi kredit sektor perindustrian perlu tetap

dijaga keberlanjutannya oleh Bank BNI dan tetap menjadi prioritas dalam

pengalokasian kredit.

Target pertumbuhan sebesar 8% periode 2005-2009 untuk sektor

perindustrian yang ditetapkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan

(Deperindag) memberikan gambaran akan perkembangan sektor ini di masa

depan. Sesuai dengan targetnya itu, subsektor utama yang menjadi prioritas

pengembangan dalam sektor perindustrian ini adalah pada industri berbasis

pertanian/agro, industri alat-alat transportasi, industri telematika, dan

industri manufaktur. Keadaan ini akan memberikan dampak yang positif

pada kinerja kredit di sektor perindustrian ketika alokasi kredit diarahkan

pada empat subsektor yang menjadi prioritas pengembangan Deperindag.

Bank BNI sendiri memprioritaskan pengalokasian kreditnya di sektor

perindustrian sesuai dengan target pengembangan Deperindag. Subsektor

utama yang besar mendapatkan alokasi kredit adalah pada industri makanan,

65

minuman, dan tembakau sebesar 5,23% dari total kredit. Selain itu, alokasi

kredit sebesar 10,83% dari total kredit, ditujukan untuk pengembangan pada

industri elektronik, otomotif, besi baja, dan logam dasar.

Selain dari yang telah dijelaskan di atas, terdapat juga beberapa

pertimbangan yang turut mempengaruhi penetapan pengalokasian kredit

pada sektor ekonomi. Kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi perbankan dalam pengalokasian kreditnya karena pemerintah

memiliki perencanaan pembangunan yang ingin dicapai pada sektor-sektor

yang menjadi prioritas. Selain itu, perbankan juga memiliki kebijakan

manajemen tersendiri dalam pengalokasian kreditnya, karena terdapat target-

target tertentu yang ingin dicapai perbankan dalam hal alokasi kredit.

Sektor-sektor yang belum berkembang dan memiliki potensi besar untuk

dikembangkan juga dapat mempengaruhi bank dalam pengalokasian

kreditnya.

66

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji F yang dilakukan dalam

penelitian ini, menunjukkan bahwa secara keseluruhan perubahan

portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lain-lain mempunyai

pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan pendapatan bunga

kredit pada Bank BNI.

b. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji t yang dilakukan dalam

penelitian ini, menunjukkan bahwa secara parsial, hanya tiga sektor yang

memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit yaitu sektor

perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Dari

ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang

berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu,

tiga sektor lainnya yaitu, sektor pertanian, pertambangan, dan jasa

berdampak negatif dan berpengaruh tidak nyata.

c. Dalam upaya optimalisasi alokasi kredit, sektor dengan pengaruh positif

perlu untuk dipertimbangkan dan diprioritaskan dalam pengalokasian

kredit, yakni pada sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain

(sektor konsumsi), terlebih lagi pada sektor lain-lain dan perdagangan

yang tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga

kredit. Sedangkan tiga sektor lainnya, yaitu sektor pertanian,

pertambangan, dan jasa yang berpengaruh negatif, perlu dikaji ulang

pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang

menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.

2. Saran

a. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, perbankan

turut berperan penting sebagai lembaga intermediasi dalam menyalurkan

kredit. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang membutuhkan alokasi kredit

67

perbankan di sektor riil. Untuk itu, perbankan dalam hal ini Bank BNI,

perlu menyalurkan kreditnya ke sektor riil dan mengaktifkan kembali

fungsi intermediasinya.

b. Bank BNI perlu untuk memprioritaskan penyaluran kreditnya pada

pengembangan dunia usaha di sektor perindustrian, perdagangan, dan

sektor lain-lain (sektor konsumsi) karena berpengaruh positif terhadap

pendapatan bunga kreditnya. Selain itu, laju pertumbuhan GDP riil ketiga

sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP

nasional. Meskipun NPL di sektor perindustrian tinggi, namun

kontribusinya terhadap pembentukan GDP besar, sehingga hal ini tidak

menjadi halangan dalam penyaluran kredit. Sedangkan NPL pada sektor

perdagangan dan sektor konsumsi relatif kecil. Namun pengalokasian

kredit pada sektor konsumsi perlu dibatasi dengan proporsi tertentu,

karena pengalokasian yang terus menerus dan semakin besar dalam jangka

panjang akan menghambat perkembangan sektor riil.

c. Bank BNI perlu mengkaji ulang penyaluran kreditnya pada sektor jasa,

pertanian, dan pertambangan karena pengaruhnya yang negatif terhadap

pendapatan bunga kredit, sehingga ketiga sektor tersebut bukan merupakan

prioritas utama penyaluran kredit Bank BNI. Selain itu, NPL yang relatif

tinggi pada sektor pertanian serta laju pertumbuhan GDP yang terendah di

sektor pertanian dan pertambangan dapat dijadikan pertimbangan dalam

pengalokasian kredit di sektor tersebut. Dengan demikian, pengalokasian

kredit di sektor tersebut terbatas hanya pada subsektor yang menjadi

prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.

68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Laporan Tahunan Bank BCA 2002. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]

______. 2004. Laporan Tahunan Bank BCA 2004. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]

______. 2005. Laporan Tahunan Bank BCA 2005. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]

______. 1997. Laporan Tahunan Bank BNI 1997. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 1999. Laporan Tahunan Bank BNI 1999. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2000. Laporan Tahunan Bank BNI 2000. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2001. Laporan Tahunan Bank BNI 2001. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2002. Laporan Tahunan Bank BNI 2002. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2004. Laporan Tahunan Bank BNI 2004. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2005. Laporan Tahunan Bank BNI 2005. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2006. Laporan Tahunan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2007. Laporan Keuangan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta.

______. 2004. Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004. Bank Bumi Putera, Jakarta.

______. 2002. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2002. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]

______. 2004. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2004. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]

______. 2005. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2005. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]

______. 2004. Laporan Tahunan Bank Niaga 2004. Bank Niaga, Jakarta.

Bank Indonesia. 2003. Bank Sentral Republik Indonesia : Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi. Edisi Pertama. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan BI 1998/99. Bank Indonesia, Jakarta.

BPS. 1997. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 1998. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 1999. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

69

BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2005. Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

FAJ. 2 Maret 2006. Indikasi Laba BNI Turun 49 Persen Tahun 2006 Fokus pada Kredit Konsumer. Kompas. Hlm 19.

___. 23 Desember 2006. Tekanan Kredit Bermasalah. Kompas. Hal 19.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari Basic Econometrics.

Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.

Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics. Harper & Row Publishers, Inc, USA.

Kuncoro, A. dan Budi Resosudarmo. 2006. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 42 Nomor 1 Tahun 2006).

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Erlangga, Jakarta.

Ramantha, W. 2003. Implikasi Perubahan Portofolio Kredit Di Sektor Ekonomi Terhadap Laba dan Modal Bank Umum di Indonesia. Di dalam Buletin Studi Ekonomi (Volume 9 Nomor 1 Tahun 2004).

Ratnawati. 8 Mei 2007. SBI Melambung Ancaman JK dan Rendahnya Daya Serap Kredit. Info Bank. Hlm 24-25.

Rivai, V. dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rusmiyati, Y A. 2006. Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Output Nasional melalui Jalur Pinjaman. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Santoso, S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Edisi Pertama. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta.

Siamat, D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Keempat. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

70

Soesastro, H. dan Raymond Atje. 2005. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 41 Nomor 1 Tahun 2005).

Sugema, I., et.al. 2003. Restrukturisasi Perbankan di Indonesia : Pengalaman Bank BNI. Tim INDEF, Jakarta.

Sujatmiko, T. 4 Januari 2007. BI Rate Diprediksi Kembali Turun dalam Seputar Indonesia. Hlm 14.

Suta dan Musa, S. 2003. Membedah Krisis Perbankan : Anatomi Krisis dan Penyehatan Perbankan. Edisi Pertama. Yayasan Sad Satria Bhakti, Jakarta.

108

LAMPIRAN

71

Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pertania

n Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-Jasa

Lain-Lain

N 9 9 9 9 9 9Normal Parameters(a,b)

Mean -.068076

18

.31689677

-.037446

86

.02089848

-.018504

01

.14302975

Std. Deviation

.212946140

.831337872

.262566993

.289730247

.279955396

.366687696

Most Extreme Differences

Absolute .152 .158 .207 .186 .256 .129

Positive .152 .117 .161 .160 .157 .108 Negative -.131 -.158 -.207 -.186 -.256 -.129Kolmogorov-Smirnov Z .457 .474 .622 .558 .767 .386Asymp. Sig. (2-tailed) .985 .978 .833 .915 .598 .998a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

72

Lampiran 2. Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficient Correlations(a)

Model Lain-Lain

Perindustrian

Pertambangan

Perdagangan

Jasa-Jasa

Pertanian

1 Correlations Lain-Lain 1.000 -.654 -.657 .435 .266 .644 Perindustrian -.654 1.000 .637 -.475 -.332 -.910 Pertambangan -.657 .637 1.000 -.507 .019 -.722 Perdagangan .435 -.475 -.507 1.000 -.411 .410 Jasa-Jasa .266 -.332 .019 -.411 1.000 .216 Pertanian .644 -.910 -.722 .410 .216 1.000 Covariances Lain-Lain .025 -.047 -.008 .016 .009 .052 Perindustrian -.047 .202 .021 -.049 -.033 -.209 Pertambangan -.008 .021 .006 -.009 .000 -.028 Perdagangan .016 -.049 -.009 .053 -.021 .048 Jasa-Jasa .009 -.033 .000 -.021 .050 .025 Pertanian .052 -.209 -.028 .048 .025 .261a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit

73

Lampiran 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Scatterplot

Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredi

Regression Standardized Predicted Value

210-1-2

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

1.5

1.0

.5

0.0

-.5

-1.0

-1.5

74

Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)

Regression Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 Lain-Lain,

Perindustrian,

Pertambangan,

Perdagangan, Jasa-

Jasa, Pertanian(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .983(a) .966 .866 .104948869 1.839 a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression .635 6 .106 9.602 .097(a)

Residual .022 2 .011

1

Total .657 8 a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit

75

Lanjutan Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig. (Constant) .002 .046 .038 .973Pertanian -.615 .511 -.457 -1.204 .352Pertambangan -.005 .075 -.014 -.065 .954

Perindustrian 1.417 .449 1.299 3.156 .087

Perdagangan .152 .229 .154 .663 .575

Jasa-Jasa -.108 .223 -.106 -.485 .675

1

Lain-Lain .052 .159 .067 .328 .774a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit