karakteristik isoterm sorpsi air dari kerupuk...

31
Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai (Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers) Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia) Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017

Upload: dinhtuong

Post on 22-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)

Oleh :

Maulina Putri Nor Azizah

652013035

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

(Kimia)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

ii

iii

iv

1

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)

Maulina Putri Nor Azizah1, Sri Hartini

2, Margareta Novian Cahyanti

2

1Mahasiswa Program Studi Kimia,

2Dosen Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia [email protected]

ABSTRACT

The research was aimed to obtain moisture isotherm sorption curve of soy

crackers,predict it using mathematic models and to obtained moisture isotherm sorption

characteristic of soy crackers related to its stability. The curved of moisture sorption isotherm

was resulted by plotting water activity value (aw) and equilibrium moisture content (Me) using

seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm

tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and

Caurie model.The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2)

and best fit models is GAB with MRD value at 30oC, 35

oC, and 40

oC temperature sequentially

2.51%, 3.04% and 3.60%. The fraction of primary water for GAB models at a temperature of

30oC, 35

oC and 40

oC sequentially were 3.90%; 3.96%; 4.35%. As for the BET model were

4.35%; 2.95%; 3.04% and Caurie model were 3.56%; 1.06%; 3.20%. Secondary and tertiary

water fraction were 41.93% and 86.76%. Value of enthalpy and entropy decreased with

increasing water content equilibrium and surface area sorption at a temperature of 30oC, 35

oC

and 40oC sequentially were 81.29; 24.64; 75.09 (m

2/g).

Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers

PENDAHULUAN

Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di

Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi salah satunya adalah kerupuk

kedelai (Desa Tuntang, 2014). Selama masa penyimpanannya, kerupuk akan mengalami

proses penyerapan uap air dari lingkungan sehingga akan menyebabkan produk

tersebut mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000).

Semakin tinggi uap air yang diserap oleh suatu produk akan mengakibatkan kadar air

dan aktivitas air (aw) pada bahan pangan tersebut tinggi.

Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan

aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain

mengindikasikan nilai aktivtas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki

hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan

dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa

2

simpannya (Budijanto dkk., 2010) serta dapat meramalkan perubahan-perubahan yang

mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan

(Purnomosari, 2008).

Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak

dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan

makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan

kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh beberapa peneliti yakni ;

Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal

(2004) tentang keripik singkong-udang, Liu-Ping et al. (2005) tentang keripik wortel,

dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Sedangkan di Indonesia, penelitian

tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet

(2006) melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan

kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk.

(2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan

beledang. Sehingga penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai

merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah

mengkajinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian adalah :

1. Menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai.

2. Memprediksikan isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai menggunakan berbagai

pemodelan matematika.

3. Menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai yang

berkaitan dengan stabilitasnya.

METODA PENELITIAN

Bahan dan Piranti

Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk

kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang.

Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI,

NaCl, KCl. Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan

porselin, hygrometer, moisture analyzer, glass container inkubator neraca analitik

3

dengan ketelitian 0,1 mg (Mettler H 80, Mettler Instrument Corp, USA), neraca analitik

dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.

Metode

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

Sampel kerupuk sebanyak ± 0,5 gram dimasukkan dalam cawan moisture

analyzer. Moisture analyzer dinyalakan kemudian ditutup dan ditunggu sampai

berbunyi. Hasil kadar air yang diperoleh dicatat.

Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)

Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam

ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang

berisi air hangat suhu ± 50oC dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat

larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut

lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 mL kemudian dimasukkan dalam sebuah

glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)

Masing-masing sampel sebanyak 2-3 gram disimpan dalam sorption container

yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh. Sorption

container tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC.

Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ±

0.001 g) . Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya

menggunakan moisture analyzer.

Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)

Model yang diuji dalam penelitian yang dilakukan ada 3 macam yaitu BET,

GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative

Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut :

………….…..… (1)

Keterangan :

mi = kadar air hasil percobaan

mpi = Kadar air hasil perhitungan

n = jumlah data

MRD < 5 : model tepat

4

5 < MRD < 10 : model agak tepat

MRD > 10 : model tidak tepat.

Penentuan Karakteristik Kurva Isoterm Sorpsi Air Kerupuk Kedelai

Karakteristik kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai yang dianalisa meliputi

fraksi air primer (kadar air monolayer) menggunakan pemodelan BET, GAB dan

Caurie, fraksi air sekunder (kadar air multilayer), fraksi air tersier, entalpi dan entropi

penyerapan air menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron, dan luas permukaan

penyerapan air menggunakan persamaan Caurie.

Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)

Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan

garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan

berbagai pemodelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan cara menghubungkan data

kadar air kesetimbangan (Me) dengan aktifitas air (aw) pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air

Kesetimbangan (Me) pada Suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC

Suhu 30oC 35

oC 40

oC

Garam RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk)

NaOH 10 0,10 0,88 ± 0,23 10 0,10 0,97 ± 0,29 10 0,10 0,56 ± 0,26

MgCl2 43 0,43 3,78 ± 0,64 40 0,40 3,65 ± 0,71 39 0,39 3,28 ± 0,69

K2CO3 45 0,45 3,88 ± 0,62 46 0,46 4,13 ± 0,68 46 0,46 3,81 ± 0,71

Mg(NO3)2 64 0,64 7.00 ± 0,98 64 0,64 7,28 ± 0,95 66 0,66 6,70 ± 1,09

KI 73 0,73 9,00 ± 0,96 72 0,72 8,81 ± 1,00 74 0,74 8,16 ± 1,04

NaCl 80 0,80 11,25 ± 0,99 80 0,80 11,61 ± 1,08 81 0,81 11,53 ± 1,00

KCl 91 0,91 16.54 ± 1,26 93 0,93 17,41 ± 1,43 93 0,93 17,86 ± 1,33

Berdasarkan Tabel 1, nilai kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring

dengan kenaikan nilai kelembapan relatif ataupun aktivitas air. Hal ini disebabkan

karena terjadi transfer uap air dari lingkungan ke sampel yang bersifat higrokopis. Pada

aktivitas air yang tinggi terjadi proses adsorpsi terhadap sampel sehingga kadar air

kesetimbangan menjadi tinggi sedangkan pada saat aktivitas air yang rendah terjadi

5

proses desorpsi terhadap sampel sehingga kadar air kesetimbangan menjadi rendah

(Banoet, 2006). Nilai kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring dengan kenaikan

temperatur (Saravacos et al., 1986), namun dalam penelitian yang dilakukan nilai yang

dihasilkan masih fluktuatif. Tren nilai yang fluktuatif juga dijumpai pada isoterm sorpsi

air basbusa sweet (Ahmed et al., 2004).

Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid

atau menyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai

mendekati tipe II.

A B

C

Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air pada Kerupuk Kedelai pada Suhu 30◦C (A),

35◦C (B) dan 40◦C (C)

Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai

pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai

dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang

mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi

isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf

(Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva yang sedikit sigmoid pada awal kurva

disebabkan karena penyerapan air dari biopolimer dan akan meningkat secara tajam

sebanding dengan peningkatan aktivitas air (Saravacos et al., 1986). Kurva isoterm

0.00

10.00

20.00

0.00 0.50 1.00

Kad

ar A

ir

Kes

etim

ban

gan

/Me

(%b

k)

Aktivitas Air (aw)

0.00

10.00

20.00

0.00 0.50 1.00 K

adar

Air

Kes

etim

ban

gan

/Me

(%b

k)

Aktivitas Air (aw)

0.00

10.00

20.00

0.00 0.50 1.00

Kad

ar A

ir

Kes

etim

ban

gan

/Me

(%b

k)

Aktivitas Air (aw)

6

sorpsi air yang sigmoid sebagai akibat dari efek koligatif, hukum Raoult, efek

kapilaritas, dan interaksi antara air dan permukaan bahan pangan (Sahin and Sumnu,

2006 ; Bell and Labuza, 2000).

Bentuk kurva yang sigmoid pada kerupuk kedelai sesuai dengan hasil yang

dilaporkan Labuza et al. (1985) bahwa bahan pangan yang memiliki kadar air rendah

umumnya memiliki kecenderungan kurva isoterm yang berbentuk sigmoid. Akan tetapi

kemiringan kurva isoterm sorpsi yang sigmoid ini dapat berbeda-beda karena

dipengaruhi oleh sifat alami bahan pangan, suhu kecepatan adsorpsi dan desorpsi yang

terjadi selama penyimpanan (Fennema, 1985). Sebagaimana dijelaskan oleh Kusnandar

dkk. (2010) bahwa tipe kurva isotermi setiap bahan pangan bervariasi tergantung

seberapa besar sifat higroskopis dari pangan tersebut, yaitu terdiri dari sangat

higroskopis, medium dan rendah. Sorpsi isotermis menggambarkan kemampuan

higroskopis yang kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi, baik fisik maupun kimia

antara komponen-komponen bahan pangan tersebut dan juga diinduksi oleh proses

pemanasan atau perlakuan awal lainnya. Bentuk sigmoid dari kurva sorpsi isotermis air

pada kerupuk kedelai menggambarkan bahwa kemampuan higroskopis kerupuk kedelai

berada pada Tipe II atau higroskopis medium. Hal ini berarti bahwa interaksi baik fisik

maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan dari kerupuk kedelai adalah

bersifat sedang.

Ketepatan Model yang Diuji

Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian

diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang

diprediksikan yaitu (Guggenheim Anderson deBoer) dengan y =

dan x = aw, BET

(Brunauer Emmett Teller) dengan y =

dan x = aw dan Caurie y =

dan x

= ln(

. Gambar 2 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model GAB

pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC, 35

oC, dan 40

oC. Gambar 3 menunjukkan

kurva pemodelan isoterm sorpsi air model BET pada kerupuk kedelai dengan suhu

30oC, 35

oC, dan 40

oC serta Gambar 4 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi

air model Caurie pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC, 35

oC, dan 40

oC.

7

Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai

Gambar 3. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai

Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai

Suhu 30

y = -0.1361x2 + 0.0551x + 0.1153

R² = 0.9893 Suhu 35

y = -0.1441x2 + 0.0813x + 0.0994

R² = 0.9757

Suhu 40

y = 0.0209x2 - 0.1634x + 0.1906

R² = 0.9754 0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/M

e

aw

GAB Suhu 30 GAB Suhu 35

GAB Suhu 40 Poly. (GAB Suhu 30)

Poly. (GAB Suhu 35) Poly. (GAB Suhu 40)

Suhu 30

y = 0.4954x + 0.009

R² = 0.7035

Suhu 35

y = 0.6151x - 0.0477

R² = 0.6459 Suhu 40

y = 0.5216x + 0.0318

R² = 0.5955

0.000

0.250

0.500

0.750

1.000

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/(

1-a

w)M

e

aw

BET Suhu 30 BET Suhu 35

BET Suhu 40 Linear (BET Suhu 30)

Linear (BET Suhu 35) Linear (BET Suhu 40)

Suhu 30

y = 0.6698x - 1.4483

R² = 0.9844

Suhu 35

y = 0.6214x - 1.4883

R² = 0.9772

Suhu 40

y = 0.7251x - 1.3126

R² = 0.9653

-4.000

-3.000

-2.000

-1.000

0.000

1.000

-3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000

ln 1

/Me

ln (1-aw)/aw

Caurie Suhu 30 Caurie Suhu 35

Caurie Suhu 40 Linear (Caurie Suhu 30)

Linear (Caurie Suhu 35) Linear (Caurie Suhu 40)

8

Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung

berdasarkan masing-masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-

masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil

percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan pemodelan

GAB (Guggenheim Anderson deBoer) BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie.

Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET

(Brunauer Emmett Teller) dan Caurie

Garam

Kadar Air Hasil Perhitungan (Mhit)

Suhu 30oC Suhu 35

oC Suhu 40

oC

Me GAB BET Caurie Me GAB BET Caurie Me GAB BET Caurie

NaOH 0,88 0,87 1,92 1,01 0,97 0,96 7,55 1,15 0,56 0,57 1,32 0,76

MgCl2 3,78 3,80 3,41 3,54 3,65 3,70 3,37 3,46 3,28 3,02 2,73 2,70

K2CO3 3,88 4,02 3,54 3,74 4,13 4,33 3,62 4,01 3,81 3,79 3,11 3,27

Mg(NO3)2 7,00 6,83 5,51 6,33 7,28 6,89 5,11 6,30 6,70 7,10 5,10 5,93

KI 9,00 8,74 7,24 8,23 8,81 8,75 6,60 8,07 8,16 9,01 6,71 7,81

NaCl 11,25 10,99 9,77 10,68 11,61 11,23 9,18 10,65 11,53 11,19 9,28 10,53

KCl 16,54 17,42 22,49 20,38 17,41 18,46 25,34 22,10 17,86 16,40 25,70 24,24

Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan percobaan

(Me). Tabel 3 menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu

30oC, 35

oC dan 40

oC.

Tabel 3. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC

Pemodelan Nilai MRD (%)

30oC 35

oC 40

oC

GAB (Guggenheim Anderson deBoer) 2,51 3,04 3,60

BET (Brunauer Emmett Teller) 32,41 103,60 39,39

Caurie 10,13 11,03 18,03

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan

yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk

kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain

mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih

kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Perbedaan suhu penyimpanan seperti

yang dilaporkan oleh Fennema (1985) juga dapat mempengaruhi kemiringan kurva

isoterm sorpsi air yang berbentuk sigmoid yang pada akhirnya dapat mempengaruhi

ketepatan (nilai MRD) dari model-model yang diujikan.

Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai.

Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk

9

mendeskripsikan data-data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun

bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh

penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat

tepat untuk kelembapan di atas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian.

Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai

diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm

sorpsi kerupuk udang bahwa, pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang

paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD

yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan

nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin

rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan

keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010). Pemodelan GAB

memiliki korelasi yang baik antara aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan pada

bahan pangan (Van den Berg, 1981).

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai

Nilai fraksi air primer (Mo) kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai fraksi air primer (Mo) ( dalam %) tiap-tiap permodelan

Pemodelan Suhu Penyimpanan (

oC)

30 35 40

GAB 3,90 3,96 4,35

BET 2,95 3,04 3,19

Caurie 3,56 1,06 3,20

Nilai Mo yang dihasilkan mengalamai peningkatan seiring dengan peningkatan

suhu penyimpanan untuk model GAB dan BET sedangkan model Caurie terjadi

fluktuasi nilai. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa nilai Mo

menurun dengan adanya peningkatan suhu karena terjadi reduksi jumlah ikatan air

sebagai akibat dari perubahan fisika maupun kimia terhadap temperatur (Iglesias and

Chirife, 1976; Mazza and Le Maguer, 1978). Tren nilai Mo yang fluktuatif juga pernah

dilaporkan terjadi pada son papdi (Bajpai and Tiwari, 2013).

Nilai Mo yang dihasilkan selama penilitian berkisar antara 1,06 % hingga 4,35

% (bk), hal ini sesuai dengan pendapat Van den Berg and Bruin (1981) bahwa fraksi

10

air monolayer pada bahan pangan berada dibawah 10 g/100 g berat kering. Nilai Mo

GAB lebih besar dibandingkan BET dan Caurie. Hal ini disebabkan karena persamaan

GAB memperhitungkan adanya lapisan multilayer di atas lapisan monolayer sedangkan

BET hanya memperhitungkan lapisan pertama yang dipengaruhi oleh subtrat solid

sedangkan diatas lapisan tersebut diperlakukan sebagai kondensasi (Adawiyah dan

Soekarto, 2010). Kurva isotermi dapat digunakan untuk mengetahui stabilitas selama

penyimpanan dan berhubungan dengan rencana pengemasan. Parameter stabilitas

bahan pangan berdasarkan kurva isotermi, terletak pada nilai kadar air monolayer.

Kadar air monolayer pada kebanyakan produk pangan kering menunjukkan kadar air

kritis (Bell and Labuza, 2000). Sehingga peningkatan kadar air di atas monolayer

akan menyebabkan produk cepat mengalami penurunan kualitas.

Selain menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air, dilakukan pula

penentuan karakteristik termodinamika dari proses penyerapan air meliputi entalpi dan

entropi penyerapan air, luas permukaan penyerapan air, fraksi air sekunder (Ms) dan

fraksi air tersier (Mt). Penentuan Ms dan Mt menggunakan analisis logaritma (Soekarto

and Steinberg, 1978) yaitu dengan memplot data log (1-aw) terhadap Me maka

dihasilkan garis lurus patah dua. Ordinat dinyatakan dengan log (1-aw), hubungan

antara log (1-aw) dengan air membentuk dua kurva berbentuk garis lurus (Gambar

5). Fraksi air terikat pada kerupuk kedelai dapat ditentukan berdasarkan nilai

selang kadar air masing-masing daerah yaitu air terikat primer (ATP) ialah antara

kadar air 0% sampai fraksi air primer (Mo). Nilai Air terikat sekunder (ATS) terletak

antara Mo sampai Ms dan nilai air terikat tersier (ATT) adalah Ms sampai Mt.

Gambar 5. Kurva Penentuan Entalpi Penyerapan Air pada Kerupuk Kedelai

y = -23.132x + 973.38

R² = 0.8501

y = -0.0757x + 6.5676

R² = 0.8375

-250

0

250

500

750

0 20 40 60 80 100

-∆H

, en

ergi

ikat

an a

ir (

kJ/

kg.m

ol)

Kadar air (%)

11

Fraksi air sekunder (Ms) yang dihasilkan sebesar 41,93% dan fraksi air tersier

(Mt) sebesar 86,76%. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengikatan air terbatas

sampai kadar air 86,76% (bk) dan di atasnya merupakan air bebas yang dapat

dihilangkan dengan mudah (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Fraksi air sekunder dan

tersier juga telah diteliti pada bumbu instan binthe biluhuta dengan nilai Ms sebesar

13,44% dan Mt sebsar 52,97% (Sianipar dkk., 2008) serta kue pia hijau khas Gorontalo

yaitu dengan nilai Ms sebesar 11,53% dan Mt sebesar 24,83% (Jamaludin dkk., 2014).

Nilai entalpi menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memecah

gaya intermolekul dari uap air dengan permukaan solid (Arslan and Togrul, 2005).

Penentuan entalpi dilakukan dengan menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron di

mana terdapat interaksi antara absorben dengan absorbat (Togrul and Arslan, 2006).

Entropi mendeskripsikan derajat ketidakateraturan gerakan molekul uap air dan

menunjukkan mobilitas penyerapan air sertasejauh mana interaksi yang terjad antara

subtrat dengan molekul air (Mazza and Le Maguer, 1978). Nilai entalpi dan entropi

disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 5.

Gambar 6. Entalpi dan Entropi Penyerapan Air

Tabel 5. Data entalpi (kJ/kg.mol) dan entropi (J/kg.mol) penyerapan air pada kerupuk

kedelai

Kadar Air Kesetimbangan (Me) Entalpi (∆H) Entropi (∆S)

15 -710,51 1356,845

30 -111,19 263,5538

45 -16,56 43,2328

60 -2,31 6,6512

75 -0,31 0,8314

90 -0,04 0,08314

Nilai entalpi menujukkan nilai negatif yang mengindikasikan bahwa proses

penyerapan air bersifat eksotermal dan semakin tinggi kadar air maka semakin kecil

0

300

600

900

0 50 100 (-k

J/m

ol.

kg)

Me(% bk)

entalpi

0

500

1000

1500

0 50 100

(J/m

ol.

kg)

Me(% bk)

entropi

12

energi pengikatan air (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Hal ini mengindikasikan

kemungkinan terjadinya perubahan stuktur pada produk selama dehidrasi (Yanniotis

and Zarmboutis, 1996). Peningkatan entalpi pada kadar air kesetimbangan yang rendah

menunjukkan kepolaran permukaan sehingga mobilitas molekulnya rendah (McMinn

and Magee, 2003). Tren nilai entalpi yang sama pernah diteliti pada sultana raisin

(Saravacos et al., 1986), biji melon (Aviara and Ajibola, 2002), cowpea (Ajibola et al.,

2003), basbusa sweet (Ahmed et al., 2004), crushed clillies (Arslan and Togrul, 2005),

spray dried tomato pulp (Goula et al., 2008), dan Indian sweet son papdi (Bajpai and

Tiwari, 2013). Nilai entropi menurun seiring kenaikan kadar air kesetimbangan pada

bahan. Tren nilai yang sama juga ditemukan pada winged bean seed (Fasina et al.,

1999), cassava and gari (Aviara and Ajibola, 2002), basbusa sweet (Ahmed et al.,

2004), crushed chillies (Arslan and Togrul, 2005), spray dried tomato pulp (Goula et

al., 2008), dan Indian sweet son papdi (Bajpai and Tiwari, 2013).

Penentuan luas permukaan penyerapan air dalam kerupuk kedalai

menggunakan persamaan Caurie. Luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai

disajikan pada Tabel 6. Luas permukaan penyerapan air pada bahan berhubungan

dengan sisi penyerap air. Semakin luas permukaan penyerapan air menunjukkan

jumlah gugus OH, C=O, NH, dan gugus polar yang besar (Cahyanti dkk., 2016).

Tabel 6. Data luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai

Suhu (oC) Luas Permukan Penyerapan (m

2/g)

30 81,29

35 24,64

40 75,09

Luas permukaan penyerapan air menurun dengan bertambah besarnya nilai

temperatur (Bajpai and Tiwari, 2013), namun dalam penelitian terjadi penyimpangan

karena nilai yang dihasilkan fluktuatif yaitu menurun dari suhu 30oC ke suhu 35

oC dan

meningkat kembali pada suhu 40oC. Tren nilai yang fluktuatif juga dijumpai pada dudh

churpi (produk susu India) (Hossain et al., 2002). Menurut Iglesias et al. (1986),

karakteristik isoterm sorpsi pada bahan pangan dapat mengalami perbedaan hal yang

disebabkan karena perbedaan sifat biologis masing-masing bahan dan perbedaan

metode penelitian.

13

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai berbentuk sigmoid.

2. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air pada

kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC

secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

3. Karakteristik kurva isoterm sorpsi air yang diperoleh meliputi fraksi air primer

yaitu untuk model GAB pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC berturut-urut sebesar

3,90% ; 3,96%, ; 4,35%. Sedangkan untuk model BET sebesar 4,35% ; 2,95% ;

3,04% serta model Caurie sebesar 3,56% ; 1,06% ; 3,20%. Fraksi air sekunder dan

tersier sebesar 41,93% dan 86,76%. Nilai entalpi dan entropi menurun dengan

kenaikan kadar air kesetimbangan dan luas permukaan penyerapan air pada suhu

30oC, 35

oC dan 40

oC berturut-urut sebesar 81,29 ; 24,64 ; 75,09 (m

2/g).

SARAN

Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji ketengikan karena kerupuk

digoreng menggunakan minyak goreng.

14

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T. 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model

Pangan [Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal

Teknologi Dan Industri Pangan, 21(1) : 33-39.

Ahmed, J., Khan, A.R. and Hanan, A.S., 2004. Moisture adsorption of an Arabian sweet

(basbusa) at different temperatures. Journal of food engineering, 64(2), pp.187-

192.

Ajibola, O.O., Aviara, N.A. and Ajetumobi, O.E., 2003. Sorption equilibrium and

thermodynamic properties of cowpea (Vigna unguiculata). Journal of Food

Engineering, 58(4), pp.317-324.

Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption

isotherm characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts

Processing, 80(2), pp.118-128.

Arslan, N. and Toğrul, H., 2005. Moisture sorption isotherms for crushed

chillies. Biosystems Engineering, 90(1), pp.47-61.

Aviara, N.A. and Ajibola, O.O., 2002. Thermodynamics of moisture sorption in melon

seed and cassava. Journal of Food Engineering, 55(2), pp.107-113.

Bajpai, S. and Tiwari, P., 2013. Investigation of Moisture Sorption Behavior of an

Indian Sweetson-Papdi. The Journal of Microbiology, Biotechnology and Food

Sciences, 2(5), p.2277.

Banoet, S. E. P. 2006. Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang

Goreng. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga.

Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption

isotherms. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and

Use. The American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA,

pp.33-56.

Budijanto, S., Sitanggang, A.B. dan Kartika, Y.D. 2010. Penentuan umur simpan tortilla

dengan metode akselerasi berdasrkan kadar ar kritis serta pemodelan ketepatan

sorpsi isoterminya [Shelf Life Study of Tortilla Using Accelerated Shelf Life

Testing (ASLT) Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal

Teknologi Dan Industri Pangan, 21(2) :165-170.

Cahyanti, M.N., Hindarto, J. dan Lestario, L.N. 2016. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air

Biskuit Coklat menggunakan Persamaan Caurie. Jurnal Aplikasi Teknologi

Pangan, 5(2) : 51-53.

Desa Tuntang, 2014. Potensi ekonomi (Krupuk Kedelai).

http://desatuntang.desa.id/potensi-ekonomi-krupuk-kedelai/. Diunduh pada 10

Mei 2016

Fasina, O.O., Ajibola, O.O. and Tyler, R.T., 1999. Thermodynamics of moisture

sorption in winged bean seed and gari. Journal of Food Process

Engineering, 22(6), pp.405-418.

Fennema, O., 1985. Chemical changes in food during processing—An overview.

In Chemical changes in food during processing (pp. 1-16). Springer US.

Goula, A.M., Karapantsios, T.D., Achilias, D.S. and Adamopoulos, K.G., 2008. Water

sorption isotherms and glass transition temperature of spray dried tomato

pulp. Journal of Food Engineering, 85(1), pp.73-83.

Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T. 2004. Isotermi sorpsi air dan

analisis umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm

15

and Shelf Life Analysis of Dried Tongkol (Euthynnus affinis) from Aceh].

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 15 (3): 207-213.

Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, 27(4) : 124-130.

Hossain, S.A., Pal, P.K., Sarkar, P.K. and Patil, G.R., 2002. Moisture sorption

characteristics of dudh churpi, a traditional milk product in

India. Nahrung/Food, 46(3), p.136.

Iglesias, H.A., Chirife, J. and Fontan, C.F., 1986. Temperature dependence of water

sorption isotherms of some foods. Journal of Food Science, 51(3), pp.551-553.

Jamaluddin, J., Molenaar, R. and Tooy, D., 2014. Kajian isotermi sorpsi air dan fraksi

air terikat kue pia hijau asal kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Pangan, 2(1), p.27.

Kaleemullah, S. and Kailappan, R., 2007. Monolayer moisture, free energy change and

fractionation of bound water of red chillies. Journal of Stored Products

Research, 43(2), pp.104-110.

Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T. 2002. Water Sorption and Crispness

of Fat‐Free Apple Chips. Journal of food science, 67 (1) : 87-92.

Kumalasari, H. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa

Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda

Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan umur simpan produk

biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air

kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 21(2), p.117.

Labuza, T.P., Kaanane, A. and Chen, J.Y., 1985. Effect of temperature on the moisture

sorption isotherms and water activity shift of two dehydrated foods. Journal of

Food Science, 50(2), pp.385-392.

Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X. 2005. Sorption isotherms of vaccum-

fried carrot chips. Drying technology, 23(7) : 1569-1579.

Mazza, G. and LeMaguer, M., 1978. Water sorption properties of yellow globe onion

(Allium cepa L.). Canadian Institute of Food Science and Technology

Journal, 11(4), pp.189-193.

McLaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of

potato spheres and the effect of drying temperature on vitamin C

retention. Food and Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142.

McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2003. Thermodynamic properties of moisture

sorption of potato. Journal of Food Engineering, 60(2), pp.157-165.

Motulsky, H. and Christopoulos, A. 2004. Fitting models to biological data using linear

and nonlinear regression: a practical guide to curve fitting. OUP USA.

Purnomosari, D. 2008. Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada

Tepung Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Rizvi, S.S., M.A. Rao., Assim, K. D., and Jasim, A. 2014. Thermodynamic Properties

of Foods in Dehydratio,. Engineering Properties of Foods 4th

edition, p.359.

CRC Press.

Robertson, G.L. 2000. Shelf life of packaged foods, its measurements and

prediction. Developing new food products for a changing marketplace, pp.329-

353. New York : Marcel Bekker. Inc.

Rosalina, Y. and Silvia, E. 2015. Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan

Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan

16

Polypropylene Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 7(1)

: 1-6.

Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods.

In Physical properties of foods (pp. 193-228). Springer New York.

Saravacos, G.D., Tsiourvas, D.A. and Tsami, E., 1986. Effect of temperature on the

water adsorption isotherms of sultana raisins. Journal of food science, 51(2),

pp.381-383.

Sianipar, D., Sugiyono dan Rizal, S. 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe

Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan

Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan, 19 (1), pp. 32-39

Sirpatrawan, U. 2009. Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food

Quality, 32(2) : 224-239.

Soekarto, S.T. and Steinberg, M.P., 1978. Determination of binding energy for the three

fractions of bound water [Moisture sorption by dextrinized tapioca and sucrose

powder]. Water activity: Influences on food quality: a treatise on the influence

of bound and free water on the quality and stability of foods and other natural

products (USA).

Toğrul, H. and Arslan, N., 2006. Moisture sorption behaviour and thermodynamic

characteristics of rice stored in a chamber under controlled

humidity. Biosystems Engineering, 95(2), pp.181-195.

Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K. 2004. Sorption isotherms and moisture diffusivity

in fried cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, 7(2) :

215-227.

Van den Berg, C. and Bruin, S. 1981. Water activity and its estimation in food system :

theoretical aspects In Water Activity: Influences on Food quality (LB

Rockland, GF Stewart, eds), pp.1-61. London : Academic Press Publishers.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Yanniotis, S. and Zarmboutis, I., 1996. Water sorption isotherms of pistachio

nuts. LWT-Food Science and Technology, 29(4), pp.372-375.

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

571 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

ISOTERM SORPSI AIR DARI KERUPUK KEDELAI

(Moisture Sorption Isotherm of Soy Crackers)

Maulina Putri Nor Azizaha,

*, Sri Hartinia

, Margareta Novian Cahyantia

a Prodi Kimia, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia

*Correspondence author’s email: *[email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai

dan pemodelan yang tepat. Kurva isoterm sorpsi air dihasilkan dengan cara menghubungkan

nila aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) menggunakan tujuh garam dengan nilai

RH antara 10-94%. Terdapat tiga model yang diuji yaitu GAB (Guggenheim Anderson deBoer),

BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu kurva

isoterm sorpsi air berbentuk sigmoid (tipe 2) dan model isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai

yang paling tepat adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35

oC, dan 40

oC secara

berurut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

Kata kunci: pemodelan matematika, isoterm sorpsi air, kerupuk kedelai

ABSTRACT

The research was aimed to obtain moisture sorption curve soy crackers and determine

best fit moisture sorption isotherm model. The curved of moisture sorption isotherm was

resulted by plotting water activity value (aw) and equilibrium moisture content (Me) using seven

salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested,

namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie

model.The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2) and

best fit models is GAB with MRD value at 30oC, 35

oC, and 40

oC themperature sequentially

0.63%, 1.86% and 4.81%.

Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers

PENDAHULUAN

Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang diproduksi oleh industri pangan

skala usaha kecil menengah yang digemari di Indonesia. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk

ukuran, warna, rasa, bau, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa

disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang

digunakan serta cara pengolahannya (Soemarmo, 2005). Dusun Gading, Desa Tuntang

merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi

adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014).

Kerupuk kedelai termasuk ke dalam makanan kering dan menurut Herawati (2008)

makanan kering akan mengalami penurunan mutu melalui penyerapan uap air. Selama

penyimpanan akan terjadi proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

572 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000).

Semakin tinggi uap air yang diserap akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (aw) pada

bahan pangan tersebut tinggi. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan

masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik

(kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan

mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno,

1992).

Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air

suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan

nilai aktivitas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan

stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan

produk pangan untuk menjaga kestabilan masa simpan (Budijanto dkk., 2010). Isoterm sorpsi

juga dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap

bahan makanan selama bahan tersebut disimpan (Purnomosari, 2008).

Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan

tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli

Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang

keripik atau chips yang dilakukan oleh Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas

lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang, keripik singkong-udang, Ping et al. (2005)

tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Di Indonesia, penelitian

tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006)

telah melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk

udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang

keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan beledang. Penelitian tentang

isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena

hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah untuk

menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan menentukan model isoterm sorpsi

air yang tepat pada kerupuk kedelai.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai

produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang

digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin,

hygrometer, moisture analyzer (Ohaus MB 25, Ohaus Corp, USA), glass container inkubator,

neraca analitik dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA), neraca analitik

dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus Pioneer Balance, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.

Prosedur

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam cawan moisture analyzer. Moisture

analyzer diatur pada suhu 105oC kemudian ditutup dan ditunggu sampai berbunyi. Hasil kadar

air yang diperoleh dicatat.

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

573 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)

Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam

ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air

hangat suhu ± 50oC dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna,

maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam

jenuh dibuat sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup

untuk menampung larutan garam.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)

Masing-masing 2-3 gram sampel kemudian disimpan dalam sorption container yang

sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh tersebut. Larutan garam

tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC. Setiap hari

sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ± 0.001 g). Setelah

konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer.

Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)

Model yang diuji dalam penelitian ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model

isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan

sebagai berikut :

Keterangan :

mi = kadar air hasil percobaan

mpi = Kadar air hasil perhitungan

n = jumlah data

MRD < 5 : model tepat

5 < MRD < 10 : model agak tepat

MRD > 10 : model tidak tepat.

Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)

Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam

dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai

pemodelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan data kelembapan relatif (RH), aktivitas air (aw) dan kadar air

kesetimbangan (Me) pada kerupuk kedelai. Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan

menghubungkan data kadar air kesetimbangan dengan aktifitas air. Kurva isoterm sorpsi air

pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk S, sehingga

kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai mendekati tipe II. Menurut Winarno (1992), kurva

berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing

bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya.

Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan

pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan

amorf (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva isoterm sorpsi air yang sigmoid sebagai

akibat dari hukum Raoult, efek kapilaritas, dan interaksi antara air dan permukaan bahan

pangan (Sahin and Sumnu, 2006). Selain itu, pola sistem sorpsi tipe II disebabkan adanya

pengaruh akumulatif dari kombinasi efek koligatif, efek kapiler dan interaksi permukaan solid

dengan air (Bell and Labuza, 2000).

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

574 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan (Me) pada

Suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC

Suhu 30oC 35

oC 40

oC

Garam RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk)

NaOH 11 0,11 0,96 ± 0,41 10 0,10 1,16 ± 0,41 10 0,10 0,74 ± 0,41

MgCl2 44 0,44 4,57 ± 0,76 41 0,41 4,66 ± 0,63 41 0,41 4,20 ± 0,71

K2CO3 45 0,45 4,64 ± 0,72 46 0,46 4,97 ± 0,80 45 0,45 4,70 ± 0,84

Mg(NO3)2 64 0,64 8,04 ± 1,33 65 0,65 8,44 ± 1,51 66 0,66 7,86 ± 1,51

KI 73 0,73 10,05 ± 1,31 72 0,72 9,94 ± 1,30 73 0,73 9,32 ± 1,32

NaCl 80 0,80 12,43 ± 1,19 80 0,80 12,89 ± 1,31 81 0,81 12,56 ± 1,41

KCl 91 0,91 17,71 ± 1,89 94 0,94 19,17 ± 1,67 92 0,92 19,49 ± 1,54

(A)

(B)

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Ka

da

r a

ir k

ese

tim

ba

ng

an

(%

bk

)

Aktivitas air (aw)

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kad

ar a

ir k

ese

tim

ba

ng

an

(%

bk

)

Aktivitas air (aw)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

575 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(C)

Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air Pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35

oC (B), 40

oC

(C)

Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam

berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang diprediksikan yaitu (Guggenheim

Anderson deBoer) dengan y =

dan x = aw, BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y =

dan x = aw dan Caurie y =

dan x = ln(

. Gambar 1 menunjukkan kurva

pemodelan isoterm sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35

oC

(B), 40oC (C). Gambar 2 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model BET pada

kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35

oC (B), 40

oC (C) dan Gambar 3 menunjukkan kurva

pemodelan isoterm sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35

oC

(B), 40oC (C).

(A)

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kad

ar a

ir k

ese

tim

ba

nga

n (

%b

k)

Aktivitas air (aw)

y = -0.0657x2 - 0.0075x + 0.1123

R² = 0.9988

0.000

0.040

0.080

0.120

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/m

Aktivitas air (aw)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

576 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai Suhu 30

oC (A), 35

oC

(B), 40oC (C)

(A)

y = -0.0989x2 + 0.0533x + 0.0849

R² = 0.9793

0.000

0.040

0.080

0.120

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/m

Aktivitas air (aw)

y = -0.0043x2 - 0.0922x + 0.1416

R² = 0.9654

0.000

0.040

0.080

0.120

0.160

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/m

Aktivitas air (aw)

y = 0.4544x - 0.0006

R² = 0.679

0.000

0.200

0.400

0.600

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/(

1-a

w)m

e

Aktivitas air (aw)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

577 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

Gambar 3. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai Suhu 30

oC (A), 35

oC

(B), 40oC (C)

(A)

y = 0.6308x - 0.0839

R² = 0.61

-0.400

0.000

0.400

0.800

1.200

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

aw/(

1-a

w)m

e

Aktivitas air (aw)

y = 0.4739x + 0.0077

R² = 0.6654

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

a

w/(

1-a

w)m

e

Aktivitas air (aw)

y = 0.6666x - 1.575

R² = 0.9746

-3.000

-2.000

-1.000

0.000

-3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000

ln(1

/Me)

ln((1-aw)/aw)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

578 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

(B)

(C)

Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai Suhu 30

oC (A), 35

oC

(B), 40oC (C)

Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung berdasarkan

masing-masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-masing pemodelan.

Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson

deBoer).

y = 0.5877x - 1.6403

R² = 0.9651

-3.000

-2.000

-1.000

0.000

-3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000

ln(1

/Me)

ln((1-aw)/aw)

y = 0.6922x - 1.5013

R² = 0.9662

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

-3 -2 -1 0 1 2 3

ln(1

/Me)

ln((1-aw)/aw)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

579 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer)

Garam

Pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer)

Suhu 30oC Suhu 35

oC Suhu 40

oC

Me Mhit Me Mhit Me Mhit

NaOH 0,96 0,96 1,16 1,16 0,74 0,76

MgCl2 4,57 4,52 4,66 4,51 4,20 3,93

K2CO3 4,64 4,71 4,97 5,20 4,70 4,53

Mg(NO3)2 8,04 8,01 8,44 8,29 7,86 8,37

KI 10,05 10,07 9,94 10,09 9,12 10,12

NaCl 12,43 12,33 12,89 12,57 12,56 12,76

KCl 17,71 17,82 19,17 19,49 19,49 17,49

Tabel 3 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller).

Tabel 3. Nilai Me dan Mhit pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller)

Garam

Pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller)

Suhu 30oC Suhu 35

oC Suhu 40

oC

Me Mhit Me Mhit Me Mhit

NaOH 0,96 2,49 1,16 -6,16 0,74 0,05

MgCl2 4,57 3,93 4,66 3,97 4,20 0,12

K2CO3 4,64 4,01 4,97 4,13 4,70 0,12

Mg(NO3)2 8,04 6,18 8,44 5,65 7,86 0,11

KI 10,05 8,07 9,94 7,02 9,12 0,09

NaCl 12,43 10,84 12,89 9,66 12,56 0,073

KCl 17,71 24,45 19,17 29,17 19,49 0,034

Tabel 4 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan Caurie.

Tabel 4. Nilai Me dan Mhit pemodelan Caurie

Garam

Pemodelan Caurie

Suhu 30oC Suhu 35

oC Suhu 40

oC

Me Mhit Me Mhit Me Mhit

NaOH 0,96 1,17 1,16 1,45 0,74 0,98

MgCl2 4,57 4,08 4,66 4,13 4,20 3,54

K2CO3 4,64 4,23 4,97 4,69 4,70 3,91

Mg(NO3)2 8,04 7,16 8,44 7,36 7,86 7,10

KI 10,05 9,27 9,94 9,07 9,12 8,93

NaCl 12,43 12,00 12,89 11,79 12,56 12,43

KCl 17,71 22,59 19,17 25,12 19,49 25,12

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

580 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan

hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (Me). Tabel 5

menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC.

Tabel 5. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC

Pemodelan Nilai MRD (%)

30oC 35

oC 40

oC

GAB (Guggenheim Anderson deBoer) 0,63 1,86 4,81

BET (Brunauer Emmett Teller) 40,08 114,80 43,41

Caurie 13,00 14,74 15,86

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang

paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk

masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa

pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin

and Magee, 1998). Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai.

Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk mendeskripsikan data-

data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka,

kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang

melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan diatas 75% dan cocok

untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan

isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet

(2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa pemodelan yang paling tepat dan memilki

akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai

MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan

nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah

nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang

sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010).

KESIMPULAN

Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai mempunyai bentuk sigmoid yang

mendekati tipe II. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air

pada kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35

oC dan 40

oC secara

berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.

DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T., 2010, Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan

[Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri

Pangan, Vol, 21, No, 1, Hal, 33-39.

Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption isotherm

characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts Processing, Vol, 80, No,

2, Page,118-128.

Banoet, S. E. P., 2006, Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang Goreng.

Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga.

Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption isotherms. Moisture

Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. The American Association

of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA, pp.33-56.

Budijanto, S., Sitanggang, A.B. dan Kartika, Y.D., 2010, Penentuan umur simpan tortilla

dengan metode akselerasi berdasrkan kadar ar kritis serta pemodelan ketepatan sorpsi

isoterminya [Shelf Life Study of Tortilla Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)

Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016

Malang, 27 November 2017

581 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa

Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal Teknologi Dan Industri

Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal, 165-170.

Desa Tuntang, 2014. Potensi ekonomi (Krupuk Kedelai). http://desatuntang.desa.id/potensi-

ekonomi-krupuk-kedelai/. Diakses pada 10 Mei 2016.

Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T., 2004, Isotermi sorpsi air dan analisis

umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm and Shelf Life

Analysis of Dried Tongkol (Euthynnus affinis) from Aceh]. Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan, Vol, 15, No, 3, Hal, 207-213.

Herawati, H., 2008, Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, Vol, 27, No, 4, Hal, 124-130.

Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T., 2002, Water Sorption and Crispness of Fat-

Free Apple Chips. Journal of food science, Vol, 67, No, 1, Page, 87-92.

Kumalasari, H., 2012, Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan

Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer.

Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit

dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis [Accelerated Shelf-

life Testing of Biscuits Using a Critical Moisture Content Approach]. Jurnal Teknologi

Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal,117.

Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X., 2005, Sorption isotherms of vaccum-fried

carrot chips. Drying technology, Vol, 23, No, 7, Page, 1569-1579.

Mclaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of potato

spheres and the effect of drying temperature on vitamin C retention. Food and Bioproducts

Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142.

Motulsky, H. and Christopoulos, A., 2004, Fitting models to biological data using linear and

nonlinear regression: a practical guide to curve fitting. OUP USA.

Purnomosari, D, 2008, Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada Tepung

Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Robertson, G.L., 2000, Shelf life of packaged foods, its measurements and

prediction. Developing new food products for a changing marketplace, pp.329-353. New

York : Marcel Bekker. Inc.

Rosalina, Y. and Silvia, E., 2015, Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan

Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene

Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol, 7, No, 1, Hal, 1-6.

Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods. In Physical

properties of foods (pp. 193-228). Springer New York.

Sirpatrawan, U., 2009, Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food

Quality, Vol, 32, No, 2, Page, 224-239.

Soemarmo., 2005, Kerupuk Udang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K., 2004, Sorption isotherms and moisture diffusivity in fried

cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, Vol, 7, No, 2, Page, 215-

227.

Winarno, F.G., 1992, Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.