analisis ekspor impor sebagai indikator makroekonomi

25
A A N N A A L L I I S S I I S S E E K K S S P P O O R R I I M M P P O O R R S S E E B B A A G G A A I I I I N N D D I I K K A A T T O O R R M M A A K K R R O O E E K K O O N N O O M M I I 1.1 Latar Belakang Selama triwulan ke-I dan triwulan ke-II tahun 2006, perekonomian Indonesia masih mengalami perlambatan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2005, dan berbagai faktor eksternal lannnya seperti ancaman kenaikan harga minyak dunia pada tahun ini yang diakibatkan oleh adanya perang Israel-Lebanaon dan mengancam keadaan perekonomian dari negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia salah satunya. Akan tetapi pada semester II tahun 2006 ini, keadaan ekonomi Indonesia diperkirakan secara bertahap akan kembali membaik. Kestabilan ekonomi makro terus dijaga dengan baik oleh pemerintah dan pemegang otoritas moneter yaitu Bank Indonesia, yang tercermin pada menurunnya laju inflasi, menurunnya volatilitas nilai tukar rupiah dan meningkatnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan mencapai 5,9 persen , lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang hanya sebsar 5,6 persen.Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut dicapai dengan upaya perbaikan investasi, peningkatan kinerja ekspor dan menguatnya daya beli masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut diperlukan kerja keras, mengingat masih terdapat faktor- faktor resiko yang perlu diwaspadai. Apabila dilihat sacara sekilas, keadaan ekonomi pada tahun 2006 ini mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan jika dibandingkan dengan keadaan ekonomi pada beberapa tahun yang lalu. Misalkan saja pada tahun 1960-an keadaan ekonomi Indonesia mengalami keadaan yang carut-marut, dimana inflasi meningkat tajam dan mencapai tingkat 200 persen atau disebut juga hiperinflasi.Pada keadaan tersebut rupiah anjlok, utang luar negeri meningkat dengan tajam dan pendapatan masyarakat sangat minim sehingga kemiskinan tidak dapat dihindarkan lagi. Begitu pula dengan krisis ekonomi pada tahun 1997-1999, perekonomian Indonesia kembali diuji dengan adanya krisis moneter yang mengakibatkan rendahnya kualitas hidup masyarakat dan dibuktikan dengan bertambahnya angka kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas, Inflasi pada

Upload: trinhtuyen

Post on 15-Jan-2017

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

AAANNNAAALLLIIISSSIIISSS EEEKKKSSSPPPOOORRR IIIMMMPPPOOORRR SSSEEEBBBAAAGGGAAAIII

IIINNNDDDIIIKKKAAATTTOOORRR MMMAAAKKKRRROOOEEEKKKOOONNNOOOMMMIII

1.1 Latar Belakang

Selama triwulan ke-I dan triwulan ke-II tahun 2006, perekonomian Indonesia

masih mengalami perlambatan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2005,

dan berbagai faktor eksternal lannnya seperti ancaman kenaikan harga minyak dunia pada

tahun ini yang diakibatkan oleh adanya perang Israel-Lebanaon dan mengancam keadaan

perekonomian dari negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia salah satunya.

Akan tetapi pada semester II tahun 2006 ini, keadaan ekonomi Indonesia diperkirakan

secara bertahap akan kembali membaik. Kestabilan ekonomi makro terus dijaga dengan

baik oleh pemerintah dan pemegang otoritas moneter yaitu Bank Indonesia, yang

tercermin pada menurunnya laju inflasi, menurunnya volatilitas nilai tukar rupiah dan

meningkatnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Pertumbuhan ekonomi tahun 2006

diperkirakan mencapai 5,9 persen , lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang hanya sebsar 5,6 persen.Laju pertumbuhan

ekonomi tahun 2006 tersebut dicapai dengan upaya perbaikan investasi, peningkatan

kinerja ekspor dan menguatnya daya beli masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan

ekonomi tahun 2006 tersebut diperlukan kerja keras, mengingat masih terdapat faktor-

faktor resiko yang perlu diwaspadai.

Apabila dilihat sacara sekilas, keadaan ekonomi pada tahun 2006 ini mengalami

peningkatan yang cukup menggembirakan jika dibandingkan dengan keadaan ekonomi

pada beberapa tahun yang lalu. Misalkan saja pada tahun 1960-an keadaan ekonomi

Indonesia mengalami keadaan yang carut-marut, dimana inflasi meningkat tajam dan

mencapai tingkat 200 persen atau disebut juga hiperinflasi.Pada keadaan tersebut rupiah

anjlok, utang luar negeri meningkat dengan tajam dan pendapatan masyarakat sangat

minim sehingga kemiskinan tidak dapat dihindarkan lagi. Begitu pula dengan krisis

ekonomi pada tahun 1997-1999, perekonomian Indonesia kembali diuji dengan adanya

krisis moneter yang mengakibatkan rendahnya kualitas hidup masyarakat dan dibuktikan

dengan bertambahnya angka kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas, Inflasi pada

Page 2: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

tahun tersebut mencapai dua digit, yang berarti harga-harga barang kebutuhan hidup juga

meningkat. Pada semester ke II tahun 2005 juga keadaan ekonomi negara ini dihantui

oleh krisis ekonomi jilid kedua. Akan tetapi hal tersebut tidak terlalu menekan

perekonomian negara dan dapat dipulihkan kembali melalui kebijakan-kebijakan yang

dijalankan oleh pemerintah dan Bank Indonesia.

Membaiknya perekonomian Indonesia pada tahun ini tidak terlepas dari

membaiknya kinerja dari indikator ekonomi makro.Karena bentuk perekonomian kita

adalah perekonomian terbuka, maka didalam indikator makro ekonominya terdapat

fungsi ekspor dan impor. Keadaan ekspor Indonesia pada enam tahun terakhir yaitu pada

tahun 2000 sebesar 62.124,0 dan pada tahuun 2001 mengalami penurunan menjadi

sebesar 56.320,9. Akan tetapi pada tahun 2002, 2003, 2004 ekspor Indonesia mengalami

peningkatan yaitu masing-masing sebesar 57.158,8, 61.058,1, 124.962,7. Sedangkan

untuk tahun 2005 ekspor Indonesia juga mengalami penurunan menjadi sebesar 77.536,3.

Dan untuk untuk semester awal tahun 2006 ekspor kembali meningkat sebesar 23,05

persen yang disumbang oleh naiknya ekspor non migas sebesar 24,76 persen dan ekspor

migas naik sebesar 16,99 persen.

Naiknya ekspor ini memberikan angin segar terhadap ekonomi Indonesia

khususnya terhadap penerimaan APBN dan meningkatkan kinerja neraca perdagangan.

Ekspor yang surplus ini dapat meningkatkan penerimaan pemerintah dan mengurangi

defisit APBN yang selalu membengkak. Akan tetapi sampai saat ini sumbangan ekspor

tehadap terhadap APBN belum dapat menutupi defisit negara. Faktor yang paling

menghambat didalam pencapaian surplus APBN yaitu masih tingginya pengeluaran

pemerintah, dan pemerintah sendiri tidak dapat menentukan skala prioritas terhadap

pengeluarannya.

Seharusnya pemerintah melakukan pengeluaran hanya untuk hal-hal yang sifatnya

urgent saja misalkan pembayaran utang dan bunganya dan menunda hal-hal yang bisa

ditangguhkan untuk direalisasikan pada tahun-tahun yang akan datang. Apabila ekspor

dapat ditingkatkan lagi pada tahun-tahun yang akan datang dan impor mengalami

perlambatan seperti pada tahun ini serta pemerintah menetapkan skala prioritasnya, maka

anggaran pendapatan dan belanja negara serta neraca perdagangan Indonesia untuk tahun

berikutnya mungkin tidak akan mengalami defisit tapi menjadi sebaliknya yaitu surplus.

Page 3: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Perkembangan Ekonomi Indonesia dengan Ekspor Impor sebagai

Indikator

Perekonomian Indonesia pada triwulan II-2006 diwarnai oleh pertumbuhan

ekonomi yang masih relatif rendah sementara stabilitas makroekonomi tetap terjaga.

Masih lambatnya pertumbuhan ekonomi terutama karena rendahnya permintaan domestik

yang dipengaruhi oleh belum meningkatnya daya beli masyarakat, belum membaiknya

iklim investasi, dan pengeluaran pemerintah yang masih relatif rendah.

Pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut berasal dari ekspor

yang mengalami peningkatan cukup besar. Sementara itu, stabilitas makroekonomi tetap

terjaga seperti tercermin pada inflasi yang terus menurun dan nilai tukar yang cenderung

menguat. Dengan perkembangan tersebut serta dengan memperhatikan prospek ekonomi

moneter ke depan khususnya upaya pencapaian sasaran inflasi untuk tahun 2006 dan

2007 masing-masing sebesar 8%±1% dan 6%±1%, Dewan Gubernur Bank Indonesia

pada tanggal 6 Juli 2006 memutuskan untuk menurunkan tingkat BI Rate sebesar 25 bps

menjadi 12,25%.

Sampai dengan triwulan II-2006, upaya mendorong percepatan pertumbuhan

ekonomi masih menghadapi tantangan yang berat dan diperkirakan tumbuh sebesar

4,6%-5,1%, lebih rendah dari periode yang sama di tahun 2005. Di sisi permintaan,

pengeluaran konsumsi yang selama ini menjadi motor pertumbuhan justru mengalami

perlambatan bila dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya,

begitu pula pertumbuhan investasi yang masih belum menunjukkan arah perbaikan yang

signifikan. Perlambatan yang lebih jauh dapat dicegah dengan kinerja ekspor yang

membaik, terutama terkait dengan harga komoditas internasional yang masih tinggi serta

permintaan dunia yang masih kuat.

Di sisi penawaran, sektor industri manufaktur yang memiliki kontribusi paling

besar dalam perekonomian belum juga memberikan perbaikan yang signifikan. Sektor

perdagangan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu penopang utama

pertumbuhan mengalami pertumbuhan yang melambat. Adapun sektor yang masih

Page 4: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

menunjukkan kinerja yang baik adalah sektor pertanian karena panen yang baik dan

sektor pertambangan, terkait dengan tingginya harga komoditas pertambangan di pasar

internasional.

Kinerja neraca pembayaran pada triwulan II-2006 secara keseluruhan

diperkirakan mencatat surplus. Peningkatan surplus NPI pada triwulan II-2006 terutama

terjadi di sisi transaksi berjalan akibat kinerja ekspor yang membaik sementara impor

tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula.

Perlambatan pertumbuhan impor tersebut terkait dengan masih lemahnya

permintaan domestik, khususnya kegiatan investasi. Sementara itu, di sisi neraca modal

dan finansial masih mencatat surplus walaupun terjadi aliran modal keluar sejak

pertengahan Mei 2006. Sementara itu, dengan percepatan pembayaran sebagian utang

IMF sebesar US$3,8 miliar pada tanggal 30 Juni 2006, cadangan devisa mencatat sedikit

penurunan dari triwulan sebelumnya menjadi sekitar US$40 miliar. Jumlah cadangan

devisa sebesar ini diyakini cukup aman untuk memenuhi kebutuhan 4,5 bulan impor dan

pembayaran Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II 2006 utang luar negeri

pemerintah, serta cukup untuk memberikan cushion bagi kemungkinan terjadinya

pembalikan modal. Pembayaran tersebut tidak mempengaruhi keseimbangan eksternal

secara langsung karena pembayaran berasal dari cadangan devisa yang dikelola oleh

Bank Indonesia.

Kondisi neraca pembayaran yang cukup mantap tersebut memberi kontribusi

positif terhadap stabilitas nilai tukar yang sempat mengalami tekanan pada pertengahan

Mei. Berlanjutnya tightening cycle dari perekonomian global, terutama kenaikan Fed

Fund, telah menyebabkan rupiah mengalami tekanan yang cukup besar. Rupiah melemah

terhadap US dollar sejak pertengahan bulan Mei 2006. Meskipun demikian, tekanan

tersebut secara berangsur-angsur berkurang seiring dengan tetap baiknya kondisi

fundamental ekonomi Indonesia seperti yang dicerminkan oleh kondisi neraca

pembayaran yang surplus, imbal hasil rupiah yang menarik, dan risiko yang terjaga.

Secara rata-rata nilai tukar Rupiah triwulan II-2006 masih menguat yakni mencapai

Rp9.111 per dolar AS atau mencatat apresiasi sekitar 2% dibandingkan triwulan I-2006.

Penguatan kurs rupiah tersebut diikuti oleh menurunnya volatilitas.

Page 5: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Seiring dengan masih menguatnya rupiah, inflasi IHK pada triwulan II-2006 tetap

terjaga dan terus menurun. Disamping menguatnya nilai tukar, penurunan tekanan harga

tersebut juga disebabkan oleh dampak administered prices yang minimal, perbaikan

ekspektasi inflasi, serta minimalnya tekanan dari kesenjangan output (output gap) dan

faktor musiman yang mendukung. Pada akhir triwulan, inflasi mencapai 15,53%

dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (y-o-y), menurun dari

15,74% (y-o-y) pada triwulan lalu. Secara kumulatif sampai dengan Juni 2006, inflasi

IHK tercatat sebesar 2,87%. Inflasi inti juga menurun menjadi 9,58% (y-o-y) dari 9,64%

(y-o-y). Secara kumulatif, inflasi inti tercatat sebesar 2,72%.

Pada triwulan II-2006 Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps yaitu

dari 12,75% yang diberlakukan sejak Desember 2005 menjadi 12,50% pada Mei 2006.

Penurunan tersebut didasarkan pada pertimbangan pada masih relatif kondusifnya kondisi

moneter tersebut, serta prospek inflasi kedepan yang diperkirakan akan sesuai dengan

target yang ditetapkan. Sinyal kebijakan moneter melalui BI Rate tersebut juga diperkuat

dengan penyempurnaan kebijakan operasional guna menyerap likuiditas lebih optimal

melalui penerapan sistem Fixed Rate Tender (FRT)1 dalam lelang SBI sejak 10 Mei

2006. Dari sisi transmisi kebijakan moneter, sinyal penurunan BI Rate pada Mei 2006

diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan secara terbatas. Di pasar saham, perubahan

BI Rate sebesar 25bps pada awalnya berkontribusi positif pada perkembangan Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG), namun seiring dengan meningkatnya faktor sentimen

dari perkembangan bursa global dan ekspektasi naiknya suku bunga AS, perkembangan

pasar saham kemudian berbalik arah.

1 Fixed Rate Tender (FRT) adalah suatu prosedur lelang dimana suku bunga

lelang terlebih dulu ditetapkan sebelum lelang dilaksanakan. Dalam hal ini,Bank

Indonesia mengumumkan suku bunga SBI yang akan diterima sebelum lelang SBI

dimulai.

2.1 Perkembangan Ekspor Indonesia Tahun 2002-2006

Analisis perkembangan ekspor Indonesia dimulai dari tahun 2002 dimana ekspor

pada tahun tersebut mencapai angka 57.158,8 US$. Dengan pembagian 2 sektor yaitu

sektor migas sebesar 12.112,7 US$ dan sektor Nonmigas sebesar 45.046,1 US$.

Page 6: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2003 angka ekspor naik sebesar 3.899,3 US$

dari tahun sebelumnya menjadi 61.058,1 US$ degan pembagian sebesar 13.651,4 US$

untuk sektor migas dan 47.406,9 US$ untuk sektor non migas. Kenaikan angka ekspor

pada tahun ini cukup besar jika dibandingkan dengan kenaikan angka impor yang hanya

sebesar 1.261,8 US$.

Kemudian pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2004, angka ekspor menunjukan

angka 124.962,7 atau mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 63.904,6

US $. Sektor penyumbang ekspor terbesar masih dari sektor non migas yang mencakup

sektor pertanian, industri dan lainnya.

Pada tahun 2005 terjadi penurunan dalam angka ekspor yaitu menjadi 77.536,3

US$ namun secara keseluruhan tahun 2005 ekspor Indonesia tahun ini mampu

menghasilkan devisa sebesar 84 US$. Dengan nilai impor sebesar US $ 57 Milyar pada

periode yang sama, maka neraca perdagangan internasional selama tahun 2005 akan

mencatat surplus sekitar US$ 27 Milyar.

Kemungkinan pencapaian nilai ekspor sebesar itu dilihat dari kinerja ekspor

selama Januari-November yang mencapai US$ 77,3 Milyar dan nilai ekspor pada bulan

Desember 2005 yang diperkirakan kurang lebih sama dengan nilai ekspor bulan

November.

Seperti biasanya, peningkatan ekspor yang utama masih bersumber dari

peningkatan ekspor non migas, terutama dari komoditi-komoditi sektor industri seperti

tekstil dan produk tekstil (TPT), minyak sawit mentah (CPO), alas kaki, dan hasil

tamabang seperti batubara dan tembaga. Menguatnya ekspor batubara dan tembaga

disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari China.

Sementara itu tekstil dan produk tekstil (TPT) tetap merupakan komoditi sektor

industri yang menunjukan eksistensinya sebagai penghasil devisa ekspor non migas.

Meskipun industri ini sangat terpukul dengan adanya kenaikan BBM pada bulan Maret

2005 dan Oktober 2005, tetapi menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) untuk

tahun 2005 nilai ekspor TPT diperkirakan masih mencapai US$ 7,5 Milyar. Kinerja

Industri TPT pada tahun 2005 juga menunjukan bahwa pangsa pasar TPT Indonesia di

Amerika Serikat meningkat menjadi 2 persen pada tahun 2004. ini terkait dengan

kemampuan Indonesia memanfaatkan peluang yang muncul sehubungan dengan

Page 7: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

kebijakan proteksi pasar Amerika Serikat terhadap ekspor TPT China. Perkembangan ini

setidaknya meredam kekhawatiran akan turunnya ekspor TPT pasca pengahpusan kuota.

Bahkan API optimis untuk tahun 2006 ekspor TPT masih dapat menyumbang devisa

sekitar US$ 8,35 Milyar.

Pada tahun 2005 pun kinerja ekspor ke beberapa negara tujuan ekspor umumnya

mengalami peningkatan. Selama periode Januari-November 2005 peningkatan ekspor

tertinggi terjadi untuk tujuan negara Republik Korea (32 persen) kemudian Singapura

(31,2 persen), Taiwan (19,2 persen). Tetapi pangsa pasar tetap didominasi oleh Jepang,

Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa yang menguasai sekitar 55 persen dari total

ekspor Indonesia.

Untuk tahun 2006 pemerintah semakin meningkatkan upaya-upaya promosi dan

negosiasi guna mempertahankan pasaran ekspor utama itu, dengan mengatasi berbagai

hambatan yang sering dihadapai oleh para eksportir. Sehingga nilai ekspor pada bulan

Juni 2006 mencapai US$ 8,48 Miliar atau mengalami kenaikan sebasar 1,70 persen

dibanding ekspor bulan Mei 2006 yang mencapai angka sebesar US$ 8,34 Miliar. Angka

ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah ekspor Indonesia. Meskipun demikian, kenaikan

nilai elspor ini dibarengi oleh kenaikan nilai impor Indonesia pada Bulan Juni 2006

sebesar 5,67 Miliar Dolar Amerika atau naik sebesar 12,00 persen dibandingkan dengan

bulan Mei 2006 yaitu sebesar 5,06 Miliar Dolar Amerika.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan peningkatan ekspor Bulan Juni 2006

disebabkan karena meningkatnya ekspor Non Migas sebesar 2,38 persen, yaitu dari

6.552,9 Juta Dolar menjadi 6.709,0 Juta Dolar. Sementara ekspor Non migas mengalami

penurunan 0,82 persen dari 1789,1 Juta Dolar menjadi 1.774,4 Juta Dolar.

Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak

sebesar 20,69 persen menjadi 180,2 Juta Dolar dan ekspor gas turun sebesar 17,22 persen

menjadi 773,1 Juta Dolar. Namun, ekspor minyak mentah naik menjadi 821,1 Juta Dolar,

meski harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar dunia turun dari 70,1 Dolar per

barel di bulan Mei 2006 menjadi 67,85 Dolar per barel di bulan Juni 2006.

Bila dibandingkan dengan bulan Juni 2005, nilai ekspor bulan Juni 2006

mengalami peningkatan sebesar 23.05 persen, yang disumbang oleh naiknya ekspor non-

migas sebesar 24.76 persen dan ekspor migas naik sebesar 16.99 persen. Penurunan

Page 8: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

ekspor migas (berdasarkan data pertamina dan BP migas) bulan Juni 2006 terhadap Mei

2006 disebabkan oleh menurunnya volume ekspor hasil minyak dan gas, masing-masing

turun sebesar 3,38 persen dan 14,97 persen, sebaliknya volume ekspor minyak mentah

mengalami peningkatan sebesar 33,46

Peningkatan terbesar ekspor non migas bulan Juni 2006 terhadap bulan Mei 2006

terjadi pada mesin/peralatan listrik sebesar 104,3 Juta Dolar sedangkan penurunan

terbesar pada bahan bakar mineral sebesar 125,3 Juta Dolar.

Komoditi lainnya yang juga mengalami peningkatan ekspor adalah industri alas

kaki yaitu sebesar 50,2 Juta Dolar, pakaian jadi bukan rajut 64,7 Juta Dolar, bijih, kerak,

dan Abu Logam 34,6 Juta Dolar, mesin-mesin/pesawat mekanik 29,9 Juta Dolar dan

karet serta barang dari karet sebesar 21,8 Juta Dolar. Sedangkan komoditi yang

mengalami penurunan selain bahan mineral adalah ikan dan udang sebesar 32,2 Juta

Dolar, perabot, penerangan rumah sebesar 69,0 Juta Dolar serta kayu dan barang dari

kayu sebesar 40,0 juta Dolar.

Jika dilihat dari negara tujuan ekspor, ekspor non migas Indonesia pada bulan

Juni 2006 ke Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura masing-masing mencapai 1.065,9

Juta Dolar, 947,3 Juta Dolar, dan 807,9 Juta Dolar, dengan peranan ketiganya mencapai

42.05 persen. Sementara penurunan ekspor non migas pada bulan Juni terjadi pada

Malaysia yaitu sebesar 152,7 Juta Dolar. Secara keseluruhan total ekspor ke sembilan

negara tujuan utama di atas naik 5,60 persen, lebih tinggi dibanding peningkatan ekspor

non-migas keseluruhan yaitu sebesar 3,22 persen.

Dari data-data yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa selama 5 tahun

terakhir kegiatn ekspor Indonesia mengalami sedikit kemajuan. Neskipun sempat terjadi

penurunan angka ekspor pada tahun 2004 dibandingkan dengan angka ekspor pada tahun

2004. kontribusi ekspor yang utama masih didominasi oleh sektor non-migas.

Diharapkan angka ekspor Indonesia akan lebih baik lagi beberapa tahun kedepan

agar neraca pendapatan menjadi positif dan keadaan perekonomian Indonesia menjadi

lebih baik pula.

Page 9: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

2.2 Perkembangan Impor Indonesia Tahun 2002-2006

Nilai impor di Indonesia pada tahun 2002 menunjukan angka total sebesar

31.288,9 Juta Dolar. Untuk sektor barang konsumsi 2.650,4 Juta Dolar, bahan baku

penolong sebesar 24.227,5 dan untuk barang modal sebesar 4.410,9 Juta Dolar.

Dari keseluruhan tahun 2002, angka impor mengalami peningkatan terbesar pada

bulan Oktober dengan jumlah total sebesar 3.104,8 .impor barang konsumsi sebesar

250,7 untuk bahan baku penolong sebesar 2.459,0 ; untuk barang modal sebesar 395,1

Juta Dolar. Kenaikan angka impor pada bulan oktober ini dikarenakan adanya sedikit

perbaikan kondisi perekonomian makro Indonesia.

Untuk tahun selanjutnya yaitu tahun 2003, impor Indonesia mengalami kenaikan

jika dibandingkan dengan impor tahun 2002 yaitu sebesar 1.261,8 Juta Dolar atau sebesar

4,03 persen dari angka impor tahun 2002. Angka impor terbesar tahun 2002 terjadi pada

bulan Desember yaitu sebesar 2.885,3 Juta Dolar. Peningkatan ini dikarenakan pada

bulan Desember 2003 bertepatan dengan hari raya umat beragama seperti Idul Fitri dan

Natal yang berlangung pada bulan yang sama. Bila dibandingkan dengan angka ekspor

pada tahun yang sama jumlah ini cukup besar sehingga neraca pembayaran masih defisit

pada tahun ini. Untuk itu pemerintah berusaha menggeliatkan kembali kegiatan ekspor

masyarakat dan berusaha menekan kegiatan impor masyarakat.

Pada tahun 2004, angka impor kembali mengalami kenaikan sebesar 13.975 Juta

Dolar dari tahun sebelumnya menjadi 46.525,7 Juta Dolar. Kenaikan ini terjadi akibat

kenaikan angka impor bahan baku penolong yang naik cukup besar yaitu sekitar 10.707,9

Juta Dolar. Juga akibat kenaikan dari impor barang modal sebesar 2.338,1. memang

angka ini tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kenaikan impor bahan baku

penolong, nemun kenaikan ini pun cukup berpengaruh terhadap kegiatan impor Indonesia

pada tahun 2004 ini. Kenaikan impor barang modal dan bahan baku penolong dinilai

cukup baik untuk menggalakan sektor produksi riil yang tentu akan berpengaruh pada

pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu total dari nilai impor pada tahun 2005 diperkirakan mencapai

sekitar 57 Milyar Dolar, karena selama bulan Januari –November 2005 mencapai angka

Page 10: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

52.811, 3 Juta Dolar.dan rata-rata impor dalam 3 bulan terakhir mencapai sekitar 4,5

Milyar Dolar. Dalam periode Januari-November 2005 kenaikan mencapai 26,8 persen

dibanding tahun sebelumnya, terutama karena kenaikan yang tinggi pada impor migas

yang mencapai 52,6 persen karena impor non migas hanya naik sebesra 18 persen.

Tingginya impor migas masih terkait dengan tingginya harga minyak di pasar

internasionalyang selama periode itu mencapai rata-rata sekitar 53 Dolar per Barel.

Dilihat dari golongan penggunaan barang, kenaikan impor tertinggi terjadi barang modal

yaitu sebesar 30,7 persen dan kemudian bahan baku penolong sebesar 26,3 persen.

Kondisi ini mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan di sektor produksi riil, yang

tentunya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Nilai Impor Indonesi pada semester awal tahun 2006 mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dengan periode yang sama. Pada bulan

Juni 2006 mengalami peningkatan sebesar 12,00 persen dibanding dengan impor bulan

Mei 2006, yaitu dari 5.061,1 Juta Dolar menjadi 50668,2 Juta Dolar. Hal tersebut

diakibatkan oleh peningkatan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 445,7

(26,32 persen) dan 161,4 Juta Dolar (4,79 persen).

Lebih lanjut peningkatan impor migas disebabkan oleh peningkatan impor hasil

minyak sebesra 473,6 Juta Dolar (50,65 persen) sedangkan impor minyak mentah sedikit

menurun sebesar 27,9 Juta Dolar (3,68 persen)

Selam semester 1 tahun 2006 nilai impor meningkat sebesar 1,31 persen

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 28.463,3 Juta

Dolar menjadi 28.836,0 Juta Dolar. Peningkatan terjadi pada impor migas yaitu sebesar

12,80 persen, sebaliknya impor non migas menurun sebesar 3,14 persen.

Perkembangan nilai impor migas dan non migas selama bulan juni 2001 samapai

Juni 2006 mnunjukan impor non migas selalu lebih dari dua kali lipat nilai impor migas.

Dari sepuluh golongan barang utama impor non migas, enam diantaranya

mengalami peningkatan pada bulan Juni 2006 dibandingkan dengan bulan Mei 2006

yaitu kapal laut dan bangunan terapung naik 79,5 Juta Dolar (56,26 persen), gandum naik

68,5 Juta Dolar (96,07 persen), mesin/peralatan listrik naik 36,5 Juta Dolar (15,75

persen), besi dan baja naik 18,5 Juta Dolar (8,08 persen), plastik dan barang dari plastik

Page 11: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

naik sebesar 4,3 juta dolar (3,02 persen) dan kendaraan bagiannya naik 1,9 Juta Dolar

(1,30 persen).

Sementara itu, empat golongan barang lainnya yang menurun adalah bahan kimia

organik sebesar 43,6 Juta Dolar (14,31 persen), mesin dan pesawat teknik turun 30,5 Juta

Dolar (5,12 persen), kapal terbang turun 7,6 Juta Dolar (7,79 persen) dan barang-barang

dari besi baja turun 6,2 Juta Dolar (5,12 persen).

Dilihat dari peranan terhadap total impor non migas selama semester I tahun

2006, mesin dan pesawat mekanik memberikan peranan terbesar kemudian diikuti oleh

bahan kimia organik, mesin peralatan listrik, besi dan baja, serta kendaran dan bagiannya.

Berdasarkan negara asal utama, impor non migas dari negeri China merupakan

yang terbesar yaitu sebesar 459,5 Juta Dolar, diikuti oleh Jepang sebesar 376,9 Juta

Dolar. Amerika Serikat sebesar 327,7 Juta Dolar.

2.3 Kontribusi Ekspor Impor terhadap Neraca Pembayaran

Kontribusi ekspor dan impor terhadap APBN dan Nerca Pembayaran Indonesia

(NPI).

Perkembangan ekspor dan impor Indonesia

Tahun Total Ekspor Total Impor

2001 56.320,9 30.962,1

2002 57.158,8 31.288,9

2003 61.058,1 32.550,7

2004 129.962,7 46.525,7

2005 77.536,3 52.811,3 Source : BPS dan diolah oleh PUSDATA Depperin.

Apabila dilihat dari data diatas, maka ekspor Indoensia untuk tiga tahun berturut-

turut mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2002, 2003, dan 2004.Sedangkan untuk

tahhun 2005 ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 59,66 persen atau sebesar

US$ 52.426,4 juta dari tahun sebelumnya.Dari data terbaru yang didapat dari Badan

Pusat Statistik Indonesia menyebutkan bahwa nilai ekspor untuk bulan Juni tahun 2006

ini mengalami peningkatan yang mencapai sebesar 8,48 miliar dolar AS atau naik 1,70

persen apabila dibandingkan dengan ekspor bulan Mei 2006 yang hanya sebesar 8,34

miliar dolar, dan ini merupakan nilai ekspor tertinggi dalam sejarah ekspor

Page 12: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Indoenesia.Peningkatan nilai ekspor ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor non migas

dan terjadi pula sebaliknya pada ekspor migas yang mengalami penurunan sebesar 0,82

persen.

Sedangkan untuk impor sendiri, mengalami peningkatan akan tetapi berada pada

posisi nilai ekspor, sehingga nilai ekspor lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai

impor dan membukukan surplus pada pendapatan negara.Selama semester I tahun 2006

ini, nilai impor meningkat sebesar 1,31 persen dibandingkan dengan periode tahun

sebelumnya yaitu dari 28.463,3 juta dolra menjadi 28.836,0 juta dolar. Peningkatan ini

terjadi pada impor migas yaitu sebesar 12,80 persen, sebaliknya impor non migas turun

sebesar 3,14 persen. Berdasarkan data dari BPS perkembangan APBN 2006 pendapatan

yang dianggarkan didalam APBN sebesar 625,2 triliun rupiah, sedangkan pendapatan

negara dan hibah yang sudah diterima sampai dengan bulan Mei yaitu sebesar 200,06

triliun rupiah atau sebesar 32,0 persen.

2.4 Kontribusi Ekspor Impor terhadap APBN dan Neraca Pembayaran

Perkembangan ekspor dan impor Indonesia

Tahun Total Ekspor Total Impor

2001 56.320,9 30.962,1

2002 57.158,8 31.288,9

2003 61.058,1 32.550,7

2004 129.962,7 46.525,7

2005 77.536,3 52.811,3 Source : BPS dan diolah oleh PUSDATA Depperin.

Apabila dilihat dari data diatas, maka ekspor Indoensia untuk tiga tahun berturut-

turut mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2002, 2003, dan 2004.Sedangkan untuk

tahhun 2005 ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 59,66 persen atau sebesar

US$ 52.426,4 juta dari tahun sebelumnya.Dari data terbaru yang didapat dari Badan

Pusat Statistik Indonesia menyebutkan bahwa nilai ekspor untuk bulan Juni tahun 2006

ini mengalami peningkatan yang mencapai sebesar 8,48 miliar dolar AS atau naik 1,70

persen apabila dibandingkan dengan ekspor bulan Mei 2006 yang hanya sebesar 8,34

miliar dolar, dan ini merupakan nilai ekspor tertinggi dalam sejarah ekspor

Page 13: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Indoenesia.Peningkatan nilai ekspor ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor non migas

dan terjadi pula sebaliknya pada ekspor migas yang mengalami penurunan sebesar 0,82

persen.

Sedangkan untuk impor sendiri, mengalami peningkatan akan tetapi berada pada

posisi nilai ekspor, sehingga nilai ekspor lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai

impor dan membukukan surplus pada pendapatan negara.Selama semester I tahun 2006

ini, nilai impor meningkat sebesar 1,31 persen dibandingkan dengan periode tahun

sebelumnya yaitu dari 28.463,3 juta dolra menjadi 28.836,0 juta dolar.Peningkatan ini

terjadi pada impor migas yaitu sebesar 12,80 persen , sebaliknya impor non migas turun

sebesar 3,14 persen.berdasarkan data dari BPS perkembangan APBN 2006 pendapatan

yang dianggarkan didalam APBN sebesar 625,2 triliun rupiah, sedangkan pendapatan

negara dan hibah yang sudah diterima sampai dengan bulan Mei yaitu sebesar 200,06

triliun rupiah atau sebesar 32,0 persen.

Estimasi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2006

Kinerja neraca pembayaran diperkirakan akan membaik dalam tahun 2006 ini, hal

ini terlihat dengan meningkatnya surplus transaksi berjalan, dan neraca modal dan

finansial.Surplus transaksi berjalan pada tahun 2006 diperkirakan mencapai US$ 1,9

miliar, lebih tinggi dari surplus transaksi berjalan dalam tahun 2005 yang mengalami

defisit sebesar US$ 3,9 miliar. Selain membaiknya iklim investasi, faktor lain yang

menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia adalah adanya potensi

keuntungan dalam bentuk perbedaan (spread) antara suku bunga dalam negeri dan suku

bunga internasional. Sebagai akibat dari surplus transaksi berjalan dan neraca modal

tersebut, maka posisi cadangan devisa pada akhir tahun 2006 neraca modal dan finansial

diperkirakan mencapai US$ 41,5 miliar atau setara dengan 4,7 bulan impor dan

pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah. Posisi cadangan devisa pada akhir

tahun 2005 yang lalu mencapai US$ 34,7 miliar.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia

Kinerja neraca pembayaran Indonesi (NPI) pada triwulan II tahun 2006 secara

keseluruhan membaik dan mencatat surplus. Surplus NPI sebesar US$ 3,3 miliar tersebut

Page 14: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

merupakan akumulasi dari surplus yang terjadi pada transaksi berjalan dan lalu lintas

modal dan finansial.Surplus transaksi berjalan utamanya disebabkan oleh masih

kondusifnya perekonomian global sehingga permintaan ekspor Indonesia tetap meningkat

ditengah melambatnya kebutuhan impor. Sementara itu neraca lalu lintas modal

diperkirakan tetap mengalami surplus meskipun pada pertengahan bulan Mei sedikit

terganggu oleh karena adanya pengaruh pembalikan modal portofolio asing.Dengan

perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan diperkirakan

mencapai US$ 43,7 miliar atau setara dengan 4,8 bulan nilai impor dan Utang Luar

Negeri (ULN) pemerintah.Namun dengan adanya rencana percepatan pembayaran utang

terhadap IMF sebesar 50% dari sisa utang, menyebabkan cadangan devisa turun menjadi

sekitar US$ 40 miliar.Dengan jmlah tersebut, cadangan devisa diperkirakan tetap dalam

posisi yang aman, yaitu cukup untuk membiayai impor dan pembiayaaan uatng luar

negeri pemerintah selam 4,5 bulan.

Beberapa resiko perlu memperoleh perhatia karena dapat menurunkan kinerja NPI

ke depan. Pertama, kecenderungan impor non migas khususnya impor bahan baku yang

turun melambat dapat mmperlambat petumbuhan ekspor non migas ke depan.Kedua,

semakin besarnya ketergantungan ekspor non migas pada komoditas non migas pada

komoditas berbasis sumber daya alam yang peka terhadap kendala produksi.Ketiga

mengingat komposisi aliran modal masuk masih didominasi oleh portofolio modal, maka

kebijakan stance kebijakan moneter dunia, kususnya di AS, dan stance kebijakan moneter

Bank Indonesia akan dapat mempengaruhi lalu lintas portofolio modal internasional di

pasar keuangan Indonesia.

Keadaan Transaksi Berjalan

Perkembangan transaksi di triwulan II tahun 2006 diperkirakan masih mengalami

surplus terutama akibat meningkatnya ekspor ditengah melambatnya impor.Berdasarkan

asumsi terhadap angka ekspor dan impor sampai dengan bulan April 2006 surplus

transaksi berjalan pada periode laporan diperkirakan akan mencapai US$ 1 miliar.

Ekspor non migas pada awal triwulan II tahun 2006 tumbuh lebih tinggi dari

perkiraan awal.optimisme akan tingginya ekspor non migas tersebut ditandai oleh

tingginya realisasi ekspor nonmigas pada bulan Mei 2006 dan perkiraan tingginya ekspor

Page 15: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

yang terjadi pada sisa bulan triwulan II 2006. Pada bulan Mei 2006, perkembangan

ekspor non migas mencatat nilai yang cukup tinggi yaitu mencapai US$ 6,3 miliar atau

tumbuh 7,4 persen secara year on year.Sementara itu ekspor nonmigas disisa triwulan II

diperkirakan dapat mencapai rata-rata target bulanannya US$ 5,9 miliar, mengingat

konisi global yang tetap kondusif bagi permintaan ekspor Indonesia dimana harga dan

permintaan diperkirakan akan tetap tinggi.Apabila skenario tersebut terealisasi pada

triwulan II tahun 2006, ekspor non migas dapat tumbuh sebesar 9,9 % atau lebih tiggi

dari perkiraan awal.

Dilihat dari sumbernya, peningkatan ekspor non migas masih didorong oleh

meningkatnya harga, sejalan dengan kenaikan harga komoditas di pasar

internasional.Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya karet

(4,7%), produk karet (16,93%), timah (61,25%), tembaga (48,63%), kayu lapis (12,07%)

dan kelapa sawit (5,13%).Sementara itu, unit price untuk komoditas utama ekspor

Indonesia yaitu peralatan lisrik dan TPT, cenderung bergerak turun.Dilihat dari

volumenya, kenaikan volume ekspor rlatif terbatas, dimana volume ekspor untuk

komoditas pertanian, pertambangan dan industri masing-masing hanya meningkat sebesar

1,45%, 10, 98% dan 8,06%.

Sementara itu, dilihat dari komoditas unggulan ekspor, pertumbuhan volume

ekspor komoditas unggulan relatif masih rendah dibawah 10%, sementara nilai ekspor

naik cukup signifikan.Perkembangan ini menunjukan faktor harga masih menjadi

pendorong meningkatnya ekspor komoditas unggulan.Cukup kuatnya permintaan

eksternal, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja ekspor

nonmigas.Apabila permasalahan ekspor ini tidak diperbaiki, dikhawatirkan dapat

mengancam kelangsungan ekspor nonmigas kedepan.

Pertumbuhan ekspor non migas pada triewulan II tahun 2006 diperkirakan lebih

tinggi perkiraan awal utamanya disebabkan oleh tetap tingginya harga minyak

dunia.Rata-rata harga minyak per barel dalam triwulan II 2006 mencapai US% 67

meningkat 31,14 % apabila dibandingkan triwulan II tahun 2005 yang hanya mencapai

US$ 51,07 per barel.Dengan kondisi tingginya harga minyak tersebut, nilai ekspor

nonmigas pada triwulan II 2006 diperkirakan akan meningkat sekitar 50%.Kenaikan

harga minyak tersebut juga meningkatkan penerimaan ekspor gas.

Page 16: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Disisi impor, sejalan dengan melemahnya kegiatan investasi dan produksi dalam

negeri, pertumbuhan impor nonmigas selama triwulan II tahun 2006 mengalami

penurunan sebesar 1,8%.Sementara itu, nilai impor migas diperkirakan akan mengalami

peningkatan sebesar 26,2% (year on year).Meskipun volume knsumsi BBM domestik

masih menunjukkan kecenderungan yang menurun, sampai dengan bulan April 2006,

namun demikian masih tingginya harga minyak dunia mengakibatkan nilai impor migas

masih tinggi.

Jadi dengan demikan, peningkatan dalam ekspor Indonesia akan memberikan

kontribusi yang sangat baik pada APBN dan neraca pembayaran, karena ditunjang juga

oleh melambatnya impor.Kondisi ini dapat meningkatkan pendapatan pemerintah

sehingga diharapkan anggaran pendapatan dan belanja negara dapat menunjukkan nilai

yang positif.

2.5 Prospek Ekspor Impor Indonesia Tahun 2007

Untuk menilai atau meramalkan prospek Ekspor dan Impor Indonesia di tahun

2007 mendatang perlu diamati analisis ekspor impor beberapa tahun ke belakang.

Bagaimanakah prospek Ekspor Impor Indonesia tahun depan dapat kita antisipasi, salah

satunya adalah seandainya prospeknya dinilai kurang baik kebijakan apa yang harus

ditetapkan pemerintah untuk menyingkapinya. Untuk itu dibawah ini adalah ringkasan

kondisi ekspor impor pada tahun 2005 dan 2006.

Total ekspor Indonesia 2005 mencapai US$ 85,56 miliar atau naik naik 19,53

persen dibandingkan 2004 sebesar US$ 71,58 miliar. Sedangkan total impor US$ 57,55

miliar atau naik 23,69 persen dibandingkan 2004 senilai US$ 46,52 miliar. Ekspor naik

karena ekspor migas naik 23,03 persen dari US$ 15,64 miliar pada 2004 menjadi US$

19,24 miliar pada 2005. Ekspor non migas juga naik 18,55 persen dari US$ 55,93 miliar

menjadi US$ 66,31 miliar.

Sedangkan, nilai ekspor selama Semester ke-I tahun 2006 mencapai US$ 46,92

miliar, tumbuh 15,14% dibanding periode yang sama pada tahun 2005. Sementara itu,

nilai impor Indonesia selama Semester I/2006 mencapai US$ 28,84 miliar atau tumbuh

1,31% dibanding periode sama 2005 sebesar US$ 28,46 miliar.

Page 17: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu mengatakan, angka perkiraan Badan

Pusat Statistik (BPS) tentang nilai ekspor pada tahun 2007 sebesar US$ 100 miliar masuk

akal. Karena menurutnya dalam sebuah harian Jakarta awal Juli lalu, prospek harga

komoditi masih sangat baik. Baik migas maupun non migas.

Masih dari pendapat Mari Elka Pangestu, untuk meningkatkan ekspor, pemerintah

tidak hanya menggantungkan pada produk yang bernilai tinggi saja, tapi juga mencari

sumber-sumber lain. Termasuk bagaimana meningkatkan nilai tambah dari ekspor dan

menyusun berbagai kebijakan untuk mengembangkan industri yang berbasis sumberdaya

alam, padat karya, berteknologi tinggi dan jasa.

Prospek Ekspor Impor Indonesia 2007 mungkin tidak akan jauh dari target yang

telah ditetapkan menteri pedagangan. Target pertumbuhan ekspor minimum jangka

menengah hingga 2009, hanya akan berkisar antara 8-12 persen meski harga komoditas

ekspor seperti minyak bumi dan minyak sawit diperkirakan meningkat terus.

Target pertumbuhan ekspor Rencana Pembangunan Jangka Menengah delapan

persen itu akan minimum, range yang harus dicapai 8-12 persen.

Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa

nilai ekspor Indonesia 2007 dapat mencapai 100 miliar dolar AS, dapat tercapai karena

prospek harga komoditas cukup baik. Untuk itu, pemerintah akan mencari sumber

pertumbuhan ekspor lain yang tidak mudah berubah. Fokus pengembangan ekspor

Indonesia masih akan terletak pada produk unggulan seperti tekstil dan produk tekstil

(TPT) dan alas kaki.

BPS melaporkan ekspor Indonesia selama Mei-Juni 2006 mencatat rekor tertinggi

dalam sejarah Indonesia yaitu 8,34 miliar dolar AS atau naik 9,79 persen dibanding April.

Ekspor non-migas pada Mei mencapai 6,55 miliar dolar AS atau naik 10,52 persen

dibanding April.

Namun, pencapaian ekspor tahun sebelumnya, agak sulit dijadikan patokan karena

terjadi lonjakan harga komoditas yang cukup tinggi dan perubahan metode perhitungan

dari satu sistem ke sistem yang baru. Lebih baik berpegang pada angka yang baru yang

sampai bulan Mei 12-13 persen.

Page 18: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

2.6 Prospek Perkembangan Ekonomi Indonesia 2007

Menginjak triwulan ke-III tahun 2006, pandangan Bank Indonesia di awal tahun

bahwa tantangan utama perekonomian Indonesia tahun ini adalah bagaimana

mengembalikan stabilitas makroekonomi dan membangun kembali kepercayaan

masyarakat dan investor tentang prospek perekonomian kita ke depan. Dengan asumsi

bahwa investasi pemerintah di sektor infrastruktur dan migas mulai berjalan, serta

berbagai Undang-Undang yang memberikan insentif pada dunia usaha seperti Undang-

Undang Pajak akan mulai efektif pada pertengahan tahun ini, pertumbuhan ekonomi

diperkirakan lebih banyak didorong oleh investasi.

Diperkirakan siklus perbaikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-III sejak

diberlakukannya berbagai kebijakan dan undang-undang didukung oleh proyeksi semakin

turunnya tingkat inflasi yang diperkirakan mencapai sekitar 8% dalam tahun 2006.

Perkiraan ini didukung oleh asumsi determinan-determinan inflasi lebih terkendali seperti

nilai tukar yang stabil, tingkat pertumbuhan yang masih di bawah kapasitasnya, dan

kenaikan administered prices yang minimal.

Sejauh ini menurut pangamatan kami, tantangan perekonomian yang disebutkan

Bank Indonesia pada uraian diatas belum terjawab dengan pasti, saat ini kan baru

menginjak triwulan ke-III, kita lihat saja di akhir tahun apakah kebijakan perpajakan

yang baru saja akan mulai diefektfkan pada periode ini mampu mengangkat

perekonomian secara keseluruhan atau tidak.

Dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang relatif tetap, serta

memperhatikan kedalaman permasalahan yang ada di tahun sebelumnya, Bank Indonesia

memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih bertumpu pada

konsumsi, yang terutama bersumber dari meningkatnya pengeluaran pemerintah dan

mulai pulihnya daya beli masyarakat sejalan dengan rencana kenaikan gaji dan upah

minimum.

Di sisi pembiayaan ekonomi, kenaikan suku bunga domestik akan memaksa

sektor perbankan untuk melakukan penyesuaian di kedua sisi neraca. Pada sisi aktiva

kenaikan suku bunga kredit berisiko meningkatkan NPL, sementara pada sisi pasiva,

biaya dana menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja

perbankan dan risiko menurunnya fungsi intermediasi perbankan.

Page 19: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Kesimpulannya prospek perekonomian Indonesia tahun 2007 mendatang akan

lebih baik lagi dibandingkan dengan kondisi perekonomian tahun-tahun sebelumnnya. hal

ini terlihat dari komitmen para pemerintah menetapkan target yang mantap untuk dicapai

di tahun kemudian diperkirakan target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai tahun

2007 dapat mencapai 7-8 %. target tersebut merupakan tantangan yang berat namun,

pemerintah juga tidak sembarangan menetapkan target melainkan didukung pula dengan

indikator ekonomi yang menunjukan kinerja yang baik juga prestasi yang maju dalam

menjalankan perekonomian di tahun 2006.

Page 20: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

BAB

III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keadaan ekonomi Indonesia pada beberapa tahun belakang ini mengalami

perubahan naik turun. Pada tahun 2005 tepatnya bulan Maret terjadi kenaikan harga

BBM akibat kenaikan harga minyak dunia. Secara tidak langsungh, hal ini berpengaruh

pada keadaan masyarakat Indonesia. Harga-harga barang konsumsi naik, terjadi

pemutusan tenaga kerja dan terjadi gelombang protes dimana-mana.

Kemudian beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan Oktober dengan berat hati

pemerintah kembali menaikkan harga BBM dan mengurangi subsidi pada masyarakat.

Sebenarnya secara teori pengurangan subsidi ini berdampak baik bagi anggaran

pemerintah. Karena dengan berkurangnya subsidi, maka pengeluaran pemerintah pun

akan berkurang dan dana yang tercantum dalam APBN bisa digunakan untuk

pembangunan dan pengembangan perekonomian. Tapi, rencana tidak selalu sama dengan

harapan, karena keadaan perekonomian tetap berada pada kondisi semula.

Namun, dari segi ekspor dan Impor terjadi perubahan yang baik. Angka-angka

ekspor selama beberapa tahun belakangan meningkat dan angka impor berkurang. Hal ini

tentu memberikan indikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Karena dengan

meningkatnya angka ekspor akan menjadikan neraca pembayaran Indonesia menjadi

positif.

Dikaitkan dengan APBN, peningkatan dan penurunan ekspor maupun Impor,

akan mempengaruhi rancangan APBN untuk tahun selanjutnya.

Pada tahun 2006 pertumbuhan ekspor diperkirakan akan lebih tinggi dari perkiraan awal

karena harga minyak dunia yang tetap tinggi. Sedangkan di sisi impor, nilai impor migas

diperkirakan akan mengalami peningkatan. Meskipun volume kondumdi BBM domestik

masih menunjukan kecenderungan yang menurun sampai sampai dengan bulan April

2006, namun demikian nilai impor masih tinggi.

Page 21: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

3.2 Saran

Berdasarkan analisis kami terhadap nilai Ekspor Impor, ada beberapa saran yang

hendak kami utarakan, yaitu:

pemerintah harus lebih teliti dan bijaksana dalam menentukan dan

memutuskan suatu kebijakan ekonomi

diperlukan suatu kebijakan pemerintah pendukung ekspor impor yang dapat

meningkatkan gairah ekspor impor sehingga menambah nilai devisa negara

agar neraca pembayaran Indonesia menjadi surplus.

***

Page 22: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

LAMPIRAN

PERKEMBANGAN EKSPOR - IMPOR INDONESIA

Nilai : Juta US$

TAHUN

EKSPOR

Total Migas Non

Migas

Sektor

Pertanian Industri Tambang Lainnya

1996 :

49.814,9 11.722,0 38.092,9 2.912,7 32.124,8 3.019,8 35,6

1997 53.443,5 11.622,5 41.821,0 3.132,6 34.985,2 3.107,1 596,1

1998 48.847,6 7.872,3 40.975,3 3.653,5 34.593,2 2.704,4 24,2

1999 48.665,4 9.792,2 38.873,2 2.901,5 33.332,4 2.625,9 13,5

2000 62.124,0 14.366,6 47.757,4 2.709,1 42.003,0 3.040,8 4,5

2001 56.320,9 12.636,3 43.684,6 2.438,5 37.671,1 3.569,0 5,4

2002 57.158,8 12.112,7 45.046,1 2.573,7 38.724,2 3.743,7 4,4

2002 :

- Jan 4.087,6 865,3 3.222,3 182,6 2.800,5 238,7 0,4

- Feb 4.197,1 812,4 3.384,7 184,4 2.997,3 202,6 0,3

- Mar 4.554,9 988,0 3.566,9 170,1 3.179,7 216,2 0,3

- Apr 4.801,3 1.020,8 3.780,5 203,6 3.257,4 319,2 0,3

- Mei 4.725,1 989,9 3.735,2 257,3 3.198,5 278,8 0,6

- Jun 5.094,8 967,3 4.127,5 279,4 3.503,1 344,4 0,6

- Jul 5.001,7 959,8 4.041,9 260,7 3.464,3 316,4 0,5

- Ags 4.927,8 1.016,6 3.911,2 215,5 3.370,0 326,3 0,3

- Sep 5.142,3 1.072,7 4.069,6 179,3 3.430,4 459,6 0,1

- Okt 5.328,4 1.145,5 4.182,9 228,5 3.617,8 336,2 0,4

- Nov 4.437,2 1.097,2 3.340,0 210,5 2.958,7 170,7 0,2

- Des 4.860,6 1.177,2 3.683,4 201,8 2.946,5 534,6 0,4

2003 61.058,1 13.651,4 47.406,9 2.526,1 40.880,0 3.995,7 4,7

2003 :

- Jan 4.997,4 1.197,5 3.799,9 178,4 3.294,3 326,8 0,4

- Feb 4.980,8 1.259,5 3.721,3 196,9 3.261,5 262,8 0,1

- Mar 5.161,9 1.296,3 3.865,6 198,5 3.374,8 291,8 0,3

- Apr 5.057,1 1.125,9 3.931,2 198,5 3.341,3 391,0 0,4

- Mei 4.960,6 1.014,4 3.956,2 198,2 3.436,6 320,9 0,7

Page 23: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

- Jun 5.295,0 1.093,0 4.202,0 237,5 3.488,3 475,8 0,4

- Jul 5.271,3 999,7 4.272,0 235,9 3.667,4 368,5 0,3

- Ags 5.023,7 1.254,5 3.769,2 193,4 3.223,1 351,9 0,7

- Sep 5.056,8 1.160,6 3.896,3 228,5 3.277,9 389,4 0,4

- Okt 5.056,9 1.028,1 4.028,9 203,6 3.508,3 316,3 0,7

- Nov 4.961,1 1.062,3 3.898,9 222,9 3.489,8 185,8 0,3

- Des 5.235,5 1.170,0 4.065,4 242,0 3.508,5 314,5 0,4

2004 124.962,7 15.645,3 55.939,2 2.513,3 48.660,2 4.761,0 4,2

2004 :

- Jan 5.043,1 1.200,5 3.842,6 179,6 3.435,6 227,2 0,2

- Feb 4.907,7 1.141,2 3.766,5 190,5 3.359,0 216,7 0,2

- Mar 5.086,9 1.198,6 3.888,3 127,4 3.413,3 347,4 0,2

- Apr 5.275,4 1.181,8 4.093,6 180,9 3.606,7 305,7 0,2

- Mei 5.590,7 1.358,8 4.231,9 217,6 3.811,7 201,9 0,7

- Jun 59.309,0 1.352,1 4.578,8 212,5 4.013,3 352,7 0,3

- Jul 5.968,1 1.254,7 4.713,4 207,7 4.194,6 310,7 0,4

- Ags 6.391,0 1.325,5 5.065,5 249,9 4.390,9 424,3 0,4

- Sep 7.240,1 1.473,7 5.766,4 233,3 4.953,4 579,1 0,6

- Okt 7.404,6 1.426,3 5.978,3 264,6 5.212,9 500,4 0,3

- Nov 6.119,8 1.391,9 4.727,8 209,6 3.954,1 563,7 0,3

- Des 6.626,3 1.340,2 5.286,1 239,7 4.314,7 731,2 0,4

2005 77.536,3 17.406,4 60.129,9 2.617,6 50.406,3 7.098,0 8,0

2005 :

- Jan 6.132,3 1.224,6 4.907,7 209,6 4.258,4 439,3 0,4

- Feb 6.381,6 1.342,0 5.039,6 232,4 4.359,6 447,2 0,4

- Mar 7.364,7 1.774,7 5.590,0 233,0 4.633,1 722,6 1,3

- Apr 6.790,7 1.569,1 5.221,6 238,5 4.481,5 499,8 1,8

- Mei 7.185,2 1.403,5 5.781,7 218,9 4.842,9 718,9 1,0

- Jun 6.894,1 1.516,7 5.377,4 218,8 4.534,1 624,1 0,4

- Jul 7.154,0 1.624,7 5.529,3 289,7 4.572,6 666,4 0,6

- Ags 7.274,8 1.797,8 5.477,0 214,3 4.563,4 698,3 1,0

- Sep 7.522,0 1.719,9 5.802,1 273,7 4.852,8 675,2 0,4

- Okt 7.951,4 1.819,7 6.131,7 267,3 5.273,5 590,5 0,4

- Nov 6.885,5 1.613,7 5.271,8 221,4 4.034,4 1.015,7 0,3

TAHUN IMPOR

Page 24: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

Total Barang

Konsumsi B. Baku

Penolong

Barang Modal

1996 : 42.928,5 2.805,9 30.469,7 9.652,9

1997 41.679,8 2.166,3 30.229,5 9.284,0

1998 27.336,9 1.917,7 19.611,8 5.807,4

1999 24.003,3 2.468,3 18.475,0 3.060,0

2000 33.514,8 2.718,7 26.018,7 4.777,4

2001 30.962,1 2.251,2 23.879,4 4.831,5

2002 31.288,9 2.650,4 24.227,5 4.410,9

2002 :

- Jan 2.087,9 188,6 1.630,6 268,8

- Feb 2.182,3 185,5 1.711,4 285,3

- Mar 2.362,7 190,4 1.804,5 367,8

- Apr 2.382,9 199,6 1.800,3 383,0

- Mei 2.498,1 185,0 1.984,5 328,7

- Jun 2.438,9 213,8 1.911,7 313,4

- Jul 2.646,3 231,4 2.076,6 338,2

- Ags 2.823,7 239,3 2.196,3 388,2

- Sep 2.860,2 215,9 2.110,7 533,5

- Okt 3.104,8 250,7 2.459,0 395,1

- Nov 2.955,9 281,7 2.215,5 458,7

- Des 2.945,2 268,5 2.326,4 808,9

2003 32.550,7 2.862,8 25.496,3 4.191,6

2003 :

- Jan 2.739,2 245,4 2.225,7 268,1

- Feb 2.818,5 246,8 2.307,2 264,5

- Mar 2.817,6 209,8 2.157,4 450,3

- Apr 2.621,8 213,3 2.086,3 322,3

- Mei 2.575,8 234,2 2.034,3 307,3

- Jun 2.446,9 244,6 1.935,1 267,3

- Jul 2.609,3 238,7 2.044,6 325,9

- Ags 2.696,1 198,9 2.121,2 376,1

- Sep 2.740,4 224,3 2.127,0 389,0

- Okt 2.801,7 228,5 2.131,2 441,9

- Nov 2.798,1 275,6 2.156,8 365,8

- Des 2.885,3 302,7 2.169,5 413,1

2004 46.525,7 3.786,5 36.204,2 6.529,7

Page 25: ANALISIS EKSPOR IMPOR SEBAGAI INDIKATOR MAKROEKONOMI

2004 :

- Jan 3.342,9 285,3 2.579,9 477,6

- Feb 3.389,4 292,4 2.711,1 386,0

- Mar 3.469,7 300,7 2.787,7 381,3

- Apr 3.549,9 290,1 2.805,0 454,7

- Mei 3.429,0 288,3 2.720,9 419,9

- Jun 3.782,0 318,9 2.897,1 564,9

- Jul 4.191,8 301,5 3.233,0 657,2

- Ags 4.100,8 347,8 3.147,8 605,2

- Sep 4.245,5 343,9 3.300,9 600,7

- Okt 4.157,0 338,0 3.192,0 626,0

- Nov 3.895,0 298,0 3.027,0 570,0

- Des 4.972,7 381,6 3.801,8 786,2

2005 52.811,3 4.188,0 41.139,4 7.483,9

2005 :

- Jan 4.121,4 335,9 3.182,9 602,6

- Feb 4.281,6 325,3 3.288,1 668,2

- Mar 5.177,1 380,9 4.203,3 592,9

- Apr 5.112,5 355,0 4.046,4 711,1

- Mei 4.950,1 407,0 3.778,7 764,4

- Jun 4.820,6 358,2 3.755,3 707,1

- Jul 4.985,5 350,4 3.883,4 751,7

- Ags 5.487,6 438,9 4.240,2 808,5

- Sep 4.920,7 463,9 3.792,3 664,5

- Okt 4.863,5 440,7 3.806,1 616,7

- Nov 4.090,7 331,8 3.162,7 596,2

Sumber : BPS (diolah oleh PUSDATA, Depperin)