cara pembayaran ekspor impor
DESCRIPTION
Tata cara pembayaran perdagangan internasionalTRANSCRIPT
MAKALAH
CARA PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepabeanan Ekspor Impor
Disusun oleh :
Rinaldy Achmad
Naufan Faris Hidayat 125030300111021
Kemal Andita 125030307
Rirqi Sanny
Abri Wiratama
PRODI BISNIS INTERNATIONAL
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
LATARA BELAKANG
Pada dewasa ini, perkembangan perdagangan internasional semakin kita
rasakah. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya dan mudahnya kita menemukan barang
yang berasal dari luar negri yang berada di sekitar kita. Contohnya, TV yang diproduksi
di Jepang bisa kita dapatkan dengan mudah, maupun baju yang berasal dari Amerika
bisa kita beli dengan mudah.
Kemudahan ini dikarenakan efek globalisasi. Batas-batas negara seakan-
akan tidak ada lagi. Dengan begitu, negara-negara dengan mudah menyebarluaskan
produknya. Hal ini juga didukung oleh pesatnya perkembangan teknologi. Teknologi
membuat semuanya lebih mudah, seperti mencari informasi.
Pelaku perdagangan internasional juga semakin beragam. Kini, dengan
kemajuan teknologi, semua memiliki kapasitas untuk melakukan proses perdagangan
yang melintasi batas-batas negara.
Semakin berkembangnya perdagangan internasional, menuntut kita untuk
mengetahui lebih dalam mengenai hal ini. Ini ditujukan agar daya saing kita tidak kalah
oleh negara lain. Dan hal yang penting mengenai perdagangan internasional adalah
metode pembayarannya. Dalam perdagangan internasional terdapat berbagai metode
pembayaran seperti tunai, konsiyasi, wesel, open account, ataupun L/C. Setiap metode
pembayaran memiliki karakteristik dan kelebihan sendiri-sendiri.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penulisan masalah ini, poin-oin yang bisa ambil
untuk menjadi pokok bahasan adalah :
1. Bagaimana metode pembayaran dengan Letter of Credit ?
2. Bagaimana metode pembayaran dengan Tunai ?
3. Bagaimana metode pembayaran dengan Konsinyasi ?
4. Bagaimana metode pembayaran dengan Open Account ?
5. Bagaimana metode pembayaran dengan Wesel Inkaso ?
TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan butir-butir masalah yang menjadi pokok bahasan pada makalah
ini, adapun tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk :
1. Mengetahui bagaimana metode pembayaran dengan Letter of Credit
2. Mengetahui bagaimana metode pembayaran dengan Tunai
3. Mengetahui bagaimana metode pembayaran dengan Konsinyasi
4. Mengetahui bagaimana metode pembayaran dengan Open Account
5. Bagaimana metode pembayaran dengan Wesel Inkaso
BAB II
ISI
MACAM PEMBAYARAN INTERNASIONAL
1. LETTER of CREDIT
Banyak istilah yang dipakai untuk menyebutkan Letter of Credit dalam
perdagangan internasional. Hal tersebut bergantung kepada kebijaksanaan dan
kebiasaaan suatu negara atau bank dalam penggunaan pemilihan bahasa. Nama-nama
tersebut antara lain :
a. L/C, karena L/C berwujud Letter atau surat
b. Comercial Letter of Credit, karena dapat diperdagangkan atau dijual
belikan
c. Documentary Credit, karena pencairan L/C didasarkan pada dokumen-
dokumen dan bukan atas dasar barang.
d. Credit, karena sifat L/C berupa kredit.
Definisi Letter of Credit
Letter of Credit adalah sebuah alat bayar perdagangan internasional yang
dibuat untuk melindungi kepentingan eksportir maupun importir. Harapannya, dengan
adanya L/C, kedua belah pihak yang melakukan perdagangan akan merasa aman.
Berikut definisi L/C dari beberapa ahli :
a. Menurut Amir (2001)
“Letter of Credit itu adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank
devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan
ditujukan kepada eksportir diluar negri yang menjadi relasi dari importir
tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi
hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi
hutang) atas importir yang bersangkutan untuk sejumlah yang disebut
dalam surat itu.”
b. Menurut Ginting (2002)
“Letter of Credit adalah janji membayar dari bank penerbit kepada
penerima yang membayarnya hanya dapat dilakukan oleh bank penerbit
jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen-dokumen
yang sesuai dengan persyaratan L/C.”
c. Menurut Adisasmita (2007)
“Letter of Credit adalah setiap perjanjian apapun nama dan bentuknya
yang tidak dapat dibatalkan pihak dan merupakan jaminan dari issuing
bank untuk membayar atas penyerahan dokumen yang sisyaratkan
dalam L/C.”
Letter of Credit adalah setiap perjanjian, yang dibuat suatu bank (Issuing
Bank) untuk memenuhi permintaan dan instruksi seorang nasabah (Applicant) atau
bertindak atas namanya sendiri.
i. Melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (Beneficiary) atau orang yang ditunjuk
oleh pihak ketiga atau meng-accept atau membayar wesel-wesel yang ditarik oleh
Beneficiary, atau
ii. Memberi kuasa bank lain untuk meng-accept dan membayar wesel-wesel tersebut,
atau
iii.Memberi kuasa bank lain untuk menegosiasi, pembayaran dokumen-dokumen
ditetapkan, asalkan persyaratan dan kondisi dari kredit yang bersangkutan telah
dipenuhi.
Dari definisi-definisi L/C diatas dapat diketahui bahwa L/C dapat menjamin
lancarnya pembayaran yang dilakukan importir kepada eksportir dan memberikan
keyakinan kepada pihak eksportir bahwa pihak importir akan melunasi pembayaran
terhadap barang yang telah diekspornya. Adanya syarat dan perjanjian yang tercantum
dalam L/C menjadikan L/C sebagai surat jaminan dalam pembayaran perdagangan
internasional.
Tujuan dan Fungsi L/C
L/C umumnya melindungi kepentingan eksportir dan akibatnya, eksportir
mendesak importir agar menerbitkan L/C untuk kepentingannya sebelum mengapalkan
barang. L/C dapat dikeluarkan oleh importir sendiri (merchant’s L/C), tetapi besar
resikonya, maka dikehendaki L/C dikeluarkan bank ( banker’s L/C ).
Berdasarkan L/C, maka bank yang terlibat setuju mengadakan pembayaran
atas dokumen-dokumen yang diserahkan, bila menurut pengamatannya telah memenuhi
persyaratan L/C. Bank sama sekali tidak terikat dan tidak punya kepentingan atas
kontrak-kontrak barang yang dikapalkan. Bila barang yang dikaplkan tersebut ternyata
salah atau rendah mutunya, tetapi dokumen yang bersangkutan memenuhi syarat, maka
importir lah yang bertanggung jawab atas pembayarannya, kendatipun dokumen-
dokumen tersebut telah dipalsukan.
Tujuan penggunaan L/C adalah untuk memberikan jaminan pembayaran
kepada eksportir atas barang yang dijualnya, sedangkan bagi importir memberikan
jaminan bahwa banknya (Issuing Bank) tidak akan melakukan pembayaran, sebelum
persyaratan yang ditentukan dalam L/C telah dipenuhi. Dengan demikian fungsi dari
penggunaan L/C adalag sebagai berikut :
1. Merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh bank untuk menyelesaikan
transaksi perdagangan internasional.
2. Memberikan pengamanan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi
yang diadakannya.
3. Menjamin pembayaran, asalkan persyaratan L/C telah dipenuhi.
4. Merupakan instrumen pembayaran yang didasarkan atas dokumen-
dokumen dan bukan atas barang dagangan atau jasa.
5. Membantu Issuing Bank memberikan fasilitas pembayaran kepada
importir dan memonitor penggunaannya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam L/C
Dalam pembuatan atau pembukaan Letter of Credit (L/C) terdapat pihak-
pihak yang terkait didalamnya yaitu :
a. Importir
Pihak ini mengadakan transaksi pembelian/impor dengan pihak
eksportir, dan mengajukan permohonan pembukaan L/C untuk
melaksanakan pembayarannya kepada pihak bank devisa atas nama
eksportir dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk
impor, seperti surat izin impor dan sebagainya.
b. Ekportir
Pihak ini mengadakan transaksi ekspor dan merupakan pihak yang
menerima L/C. Pihak eksportir juga merupakan pihak yang bertanggung
jawab atas keabsahan barang yang akan diekspor dengan bertanggung
jawab untuk memenuhi syarat dan ketentuan ekspor.
c. Bank Pembuka L/C
Bank pembuka L/C ini dikenal dengan opening bank atau issuing bank.
Bank ini melakukan pembukuan kredit setelah adanya permohonan
pengajuan pembukaan L/C dari pemohon kredit yaitu importir.
d. Bank Penerus L/C
Bank penerus L/C ini sering disebut dengan advising bank atau
negotiating bank. Bank penerus merupakan bank yang akan meneruskan
hasil pembukuan L/C kepada kantor cabang atau salah satu koresponden
Banknya di negara eksportir.
e. Bank Pembayar L/C
Bank pembayar L/C disebut juga paying bank yaitu Bank yang
tercantum dalam L/C dimana diterbitkannya wesel. Bank pembayar
bertugas melakukan pembayaran kepada pihak eksportir apabila
dokumen-dokumen yang disyaratkan telah dipenuhi.
f. Bank Pengkonfirmasi
Bank pengkonfirmasi disebut juga confirming bank yaitu Bank yang
menjamin pembayaran L/C dan menjamin adanya pembayaran wesel
yang diterbitkan atas L/C yang bersangkutan.
g. Remminting Bank
Adalah pihak Bank yang meneruskan dokumen-dokumen dari eksportir
kepada opening bank. Pihak remmiting bank dapat dilakukan oleh
advising bank atau paying bank.
h. Reimbursing Bank
Adalah bank yang melakukan penggantian atas pembayaran
(reimbursement) terhadapa bank yang melakukan pembayaran atau
membayar, meng-accept atau menegosiasi wesel atas L/C.
i. Surveyor
Adalah suatu badan peneliti yang bergerak dibidang penelitian
mutu/kualitas, jenis, jumlah, harga barang dan sebagainya atas
permintaan pihak yang berkepentingan.
j. Maskapai pelayaran dan Maskapai Penerbangan
Adalah perusahaan yang memberikan jasa pengangkutan dengan
menerima uang jasa angkut. Perusahaan ini menerima barang dari
eksportir dan mengangkutnya ketempat importir. Perusahaan ini juga
dapat menerbitkan tanda bukri muat barang berupa Bill of Lading bagi
maskapai pelayaran dan Air Bill bagi maskapai penerbangan.
k. Perusahaan Asuransi
Adalah perusahaan yang memberikan perlindungan atas resiko barang
yang akan diangkut.
l. Bea Cukai Pabean
Adalah instansi resmi dari suatu negara yang memberikan izin untuk
pemuatan barang ke kapal dalam kegiatan ekspor dan memberikan izin
untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan untuk dimasukkan kedaerah
bebas pabean dalam negri pada kegiatan impor.
m. Departemen Perdagangan
Instansi pemerintah yang bertugas mengatur tata niaga perdagangan,
antara lain memberikan perijinan, menetapkan pembatasan barang-
barang yang akan diekspor maupun diimpor dan mengeluarkan
ketentuan-ketentuannya.
Dokumen yang diperlukan dalam L/C
Seperti yang dijelaskan diatas, Letter of Credit adalah metode pembayaran
dalam perdagangan internasional yang didasarkan pada dokumen-dokumen. Dokumen-
dokumen yang dimaksudkan antara lain :
a. Letter of Credit
Adalah suatu pernyataan tertulis dari Bank atas permintaan importir
(sebagai nasabahnya) untuk menyediakan sejumlah uang tertentu bagi
kepentingan pihak eksportir.
b. Bill of Leading (B/L) atau Konosemen
Yaitu tanda terima barang yang telah dimuat didalam kapal laut, yang
juga merupakan bukti dari kepemilikan barang (document of title) dan
juga merupakan bukti dari adanya perjanjian pengankutan barang-
barang melalui laut.
Dari pengertian diatas, maka dapat disimulkan bahwa pihak-pihak yang
terlibat dalam B/L terdiri dari :
1) Shipper, adalah perusahaan yang mengekspor dan mengirim barang.
2) Carrier, adalah perusahaan pengangkutan barang.
3) Consignee, adalah penerima barang atau yang ditunjuk
Fungsi dari Bill of Lading (B/L) :
1) Tanda bukti adanya suatu perjanjian antara shiper, carrier dan consigne.
2) Tanda bukti penerimaan barang (A receipt For Goods) yang berarti
barang telah diterima oleh carrier dari shipper untuk diangkut dan
diserahkan serta diterimakan kepada consigne di pelabuhan tujuan.
3) Tanda bukti pemilikan barang (A document Of Tittle To The Goods)
yang berarti pemegang B/L adalah pemilik barang untuk sementara
selama diangkut dan peusahaan angkutan bertindak sebagai wali/wakil
pemegang B/L.
4) Tanda bukti pembayaran uang tambang (A Dock Receipt) yang berarti
bahwa uang tambang telah dibayar baik dibayar dimuka pada saat
pemuatan barang dipelabuhan atau dibayar dibelakang pada saat barang
dibongkar dipelabuhan tujuan
c. Air Waybill atau surat muat udara
Yaitu tanda terima barang yang telah dimuat dalam pesawat, yang juga
merupakan bukti dari kepemilikan barang (Document Of Tittle) dan juga
merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan barang-barang
melalui udara.
d. Comercial Invoice (Faktur Dagang)
Salah satu dokumen yang harus disertakan dalam L/C adalah faktur atau
disebut comercial invoice. Faktur merupakan suatu nota yang dibuat
oleh penjual atau eksportir mengenai barang-barang yang dijual kepada
pembeli atau importir.
Faktur dagang berisi keterangan tentang :
1) Nama, alamat pembeli secara lengkap
2) Jenis, kualitas, merek dan kuantitas barang
3) Cara pengepakan, nomor pak-pak barang, berat kotor/bersih dan
ukuran
4) Nama alat transportasi
5) Nama pelabuhan/bandara dan peralihan tujuan
6) Syarat jual beli
7) Harga satuan dan jumlah yang harus dibayar oleh pembeli sesuai
dengan perjanjian jual beli
Faktur juga menjadi dasar didalam penarikan/penerbitan
wesel dan sebagai dasar bagi jumlah penutupan asuransi, serta fakta
menjadi suatu bukti tertulis adanya suatu transaksi bila terjadi
perselisihan antara eksportir dengan importir.
e. Dokumen Asuransi
Adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang memungkinkan akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
f. Packing List
Disebut juga daftar pengepakan/isi peti, artinya packing list berisikan
perincian lengkap dai barang yang terdapat dalam setiap peti, sehingga
dari setiap peti dengan mudah diketahui isinya satu persatu atau juga
merupakan daftar yang menjelaskan bahwa barang yang akan dikirim
telah terperinci.
g. Dokumen-dokumen Lain
Disamping terdapat dokumen-dokumen utama terdapat pula dokumen-
dokumen lain yang dianggap penting dalam kegiatan usaha pihak
importir yang dapat dimasukkan dalam persyaratan yang harus
dilengkapi oleh pihak eksportir. Dokumen-dokumen tersebut merupakan
dokumen penunjang yang terdiri dari :
1) Certificate of Weight
Merupakan surat keterangan tentang keadaan berat barang yang
berisi daftar rincian timbangan atau ukuran dari tiap-tiap peti
pengepakan. Menerangkan tentang berat bersih barang dan berat
kotor barang.
2) Certificate of Measury
Merupakan surat keterangan yang menerangkan daftar ukuran,
panjang, tebal garis tengah dari isi barang. Kegunaan dokumen ini
bagi eksportir untuk menghitung ongkos angkut.
3) Certificate of Pay to Sanitory
Merupakan surat keterangan yang menerangkan bahwa barang yang
akan dikirim bebas dari penyakit berbahaya.
4) Test Certificate
Merupakan surat pernyataan yang dibuat oleh laboraturium atau
badan yang independen, berisikan tentang penjelasan bahwa barang
telah diuji baik menyangkut tingkat kekuatan, kapasitas dan
konstruksi.
5) Certificate of Origin
Merupakan suatu sertifikat yang dibuat oleh kamar dagang dari
negara produsen. Dalam sertifikat tersebut menjelaskan bahwa
produk tersebut benar-benar hasil produksi negara bersangkutan.
Sehingga sertifikat ini secara tidaj langsung memberikan jaminan
atas kualitas barang tersebut kepada pihak pembeli.
Sistematis Pembukaan Letter of Credit
Jenis-Jenis L/C
1. L/C yang Umum
1) Irrevocable L/C
L/C yang tidak dapat dibatalkan dan dirubah secara sepihak, sehingga
semua persyaratan tetap mengikat dan berlaku. Kecuali ada persetujuan perubahan
dari ekportir yang disahkan oleh Bank masing masing. Dibagi menjadi :
Bank Pembuka L/C :
Melakukan pembukaan L/C
Melakukan pembukuan kredit
Bank Penerus L/C :
Meneruskan hasil pembukaan L/C kepada kantor cabang/koresponden bank di negara eksportir
Importir :
Mengajukan permohonan pembukaan L/C
Memenuhi syarat dan ketentuan impor
Melakukan pembayaran melalui L/C
Eksportir :
Mengirim barang ke importir
Memenuhi syarat dan ketentuan ekspor
Menerima pembayaran
a. Irrevocable Sight L/C
Suatu Irrevocable L/C yang mengandung persyaratan, bahwa
pembayaran dapat dilaksanakan secepatnya, setelah wesel ekspor
diajukan/diserahkan.
b. Irrevocable Usance L/C
Irrevocable L/C yang mengandung persyaratan “pembayaran
berjangka”.
2) Irrevocable Confirmed L/C
L/C selain diadviskan/ diteruskan kepada ekportir juga “dikonfirmasi”
dan advising bank dapat bertindak sebagai confirming Bank. Bila tidak, bank lain
bisa dilibatkan confirming Bank, yakni Bank yang mengikatkan diri untuk menjamin
dibayarnya L/C tersebut sesuai syarat-syarat L/C.
3) Irrevocable Unconfirmed L/C
L/C yang diadviskan melalui Bank lain yang tidak menyatakan tambahan
penggunaan kewajiban apapun atas L/C tersebut. Kebanyakan L/C yang dibuka oleh
Bank-Bank asing tanpa dikonfirmasi, karena Bank yang menerbitkan L/C tersebut
telah cukup dikenal baik kreadibilitasnya.
2. Jenis-jenis L/C yang Khusus
1) Red Clause L/C
L/C yang memberkan fasilitas kepada eksportir untuk menarik sejumlah uang
lebih dulu sebelum ekspor dilaksanakan, tanpa penyerahan jaminan dan hanya
dilakukan dengan mentandatangani kwitansi serta letter of undertaking. Hasil
negosiasi dokumen diutamakan untuk melunasi pinjaman (uang muka) red
calused, bila ada sisanya dapat dibayarkan kepada yang berkepentingan.
2) Restricted L/C
L/C yang membatasi pengambi alihan (negosiasi) wesel dan dokumen hanya
pada Bank yang tercantum dalam L/C tersebut.
3) Unrestricted L/C
L/C yang dapat diambil alih oleh Bank lain dan tidak terbatas pada Bank yang
tercantum dalam L/C tersebut.
4) Transferable L/C
L/C yang memberi hak kepada beneficiary untuk memindahkan dana yang
tercantum dalam L/C tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian kepada
Beneficiary lain, dengan cara memerintahkan kepada Bank untuk melakukan
pemindahan dana tersebut.
5) Untransferable L/C
L/C dimana beneficiary tidak dapat memindahkan/mengalihkan hak kepada
pihak ketiga, sehingga penggunaanya terbatas pada Beneficiary yang tercantum
dalam L/C tersebut.
6) Revolving L/C
L/C yang dipakai untuk mengekspor berulang-ulang selama waktu yang
ditentukan.
7) Back to Back L/C
L/C yang dapat dijadikan jaminan oleh ekportir untuk membuka seperangkat L/C
kepada supplier untuk menggantikan barang yang dipesan atau diminta oleh
pembeli/ Bank pembuka L/C.
8) Premiliminary L/C
Merupakan berita pendahuluan suatu L/C, sehingga belum merupakan L/C yang
definitif atau surat berharga yang dapat dijadikan pegangan. L/C ini berbentuk
teleks/ kawat yang belum merupakan “Operation Credit Instrument”
9) Merchat’s L/C
L/C yang dibuka oleh importir tanpa tanggung jawab bank atau lembaga
keuangan bukan bank, sedangkan Bank hanya sebagai pengirim L/C saja.
10) Stanby L/C
L/C dimana Issuing Bank berjanji akan melaksanakan pembayaran, jika Bank
Accountee tidak memenuhi janjinya
11) Straight L/C
L/C yand dapat mengilat opening bank, apabila dokumen-dokumen diajukan
“secara langsung (straight)” kepadanya. L/C ini biasanya jatuh tempo di negara
bank pembuka.
Kebaikaan dan Kelemahan L/C
1. Kebaikan, antara lain :
a. Penjual/eksportir dapat menggantungkan kepercayaan pada L/C yang dikeluarkan
bank daripada L/C yang dikeluarkan oleh pedagang, karena ada jaminan
pembayaran bank setelah penyerahan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C.
b. Penjual/eksportir menerima pembayaran secepatnya dari pihak pembayar, bila
semua dokumen sesuai dengan syarat L/C diserahkan kepada pihak Bank
pembayar. Walaupun pembeli/pengimpor belum menerima dokumen-dokumen
tersebut.
c. Penjual/eksportir dapat menggunakan L/C untuk pembiayaan selanjutnya, seperti
back to back L/C dan sebagainya.
d. Pembeli/pengimpor diharuskan menyediakan dana atau presentase tertentu,
sampai barang impor tersebut tiba untuk ditebus.
e. Pembeli/importir dapat menggunakan hak pemilikan atas dokumen-dokumen
berdasarkan L/C, untuk memperoleh pembiayaan selanjutnya, yakni pinjaman
pembiayaan kembali dan sebagainya.
f. Pembeli/pengimpor merasa terjamin, bahwa bank akan menolak pembayaran
kepada penjual atau eksportir. Kecuali penjual/eksportir telah memenuhi
persyaratan L/C yang telah diminta pembeli atau pengimpor kepada banknya,
seperti yang tercantum dalam L/C.
2. Kelemahan, antara lain :
a. Timbul biaya bank dalam penanganan L/C
b. Butuh waktu untuk memproses surat-surat yang diperlukan melalui bank
c. Bank hanya berkepentingan terhadap dokumen saja dan tidak bertanggung jawab
pada barang
d. Pembeli/importir tidak mendapat jaminan, bahwa barang-barang yang dipesan
dengan harga tertentu adalah yang sebenarnya dikapalkan.
2. PEMBAYARAN TUNAI
Metode pembayaran secara tunai dapat dipandang sebagai kebalikan dari
metode rekening terbuka. Dengan cara pembayaran tunai ini, pembayaran dilakukan
bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang
telah dikapalkan oleh eksportir. Cara pembayaran seperti ini mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain :
(a) Untuk pembelian barang tersebut, importir harus menyediakan dana, walaupun
barang yang dibelinya belum diterimanya.
(b) Dengan cara ini, importir menanggung beberapa macam resiko. Yaitu resiko
mengenai sesuai tidaknya barang yang akan datang dengan barang yang dipesan,
resiko keterlambatan datangnya barang dan resiko yang timbul dari jujur
tidaknya pihak eksportir.
Dengan demikian, cara semacam ini tidak banyak dipakai dalam
perdagangan internasional. Cara pembayaran semacam ini biasanya disyaratkan oleh
eksportir dimana importir belum dikenal oleh eksportir atau dimana eksportir kurang
percaya akan kredibilitas importir.
Ada beberapa metode pembayaran transaksi internasional secara tunai, yaitu
dengan menggunakan :
a. Surat wesel bank atas tunjuk
b. Telegraphic transfer
c. L/C tunai
d. Traveler’s L/C
e. Traveler’s check
f. International money order
g. Cek perorangan/personal check
h. Uang kertas dan uang logam.
a. Wesel Bank atas tunjuk
Biasa disebut bankers sight draft, dapat didefinisikan sebagai surat perintah
yang dibuat oleh bank domestik yang ditujukan kepada bank korespondennya di negara
lain untuk membayar sejumlah uang tertentu yang disebutkan dalam surat wesel, kepada
si pembawa surat wesel atau kepada pihak tertentu seperti yang disebutkan di dalamnya.
b. Telegraphic Transfer
Biasa disingkat dengan menggunakan singkatan T/T, prinsipnya tidak
berbeda dengan wesel bank atas tunjuk seperti yang diuraikan diatas. Perbedaan antara
kedua cara pembayaran tersebut hanya terletak pada cara yang dipergunakan untuk
mengirimkan berita kepada pihak payee. Kalau surat wesel bank, pemberitahuan kepada
payee biasanya dilakukan dengan menggunakan pengiriman lewat pos, sedangkan
transaksi telegraphic transfer berita pembayaran dikirimkan lewat telex. Dengan
sendirinya pengiriman berita perintah pembayaran teresebut oleh pihak bank domestik
sebagai drawer dilakukan dengan menggunakan kata-kata sandi.
c. L/C Tunai
Merupakan suatu alat pembayaran yang dikeluarkan oleh bank dimana bank
memberikan wewenang kepada seseorang atau suatu badan yang namanya disebut
dalam L/C tersebut untuk menulis cek atau menarik surat wesel atas sejumlah uang
tertentu yang harus dibayar bilamana diminta. Pembayaran dengan menggunakan L/C
tunai ini biasanya dilakukan dalam keadaan dimana importir tidak mau membayar harga
barang yang diimpornya sebelum barang yang dipesannya meninggalkan negara
pengekspor dan dimana eksportir menolak mengirimkan barang ke negara pengimpor
sebelum ia memperoleh kepastian atas terselenggaranya pembayaran dengan segera.
d. Traveler’s Letter of Credit
Merupakan surat dagang dimana bank memberikan otoritas kepada
seseorangg seperti yang ditunjuk dalam L/C tersebut untuk menarik surat wesel atas
tunjuk terhadap bank yang mengeluarkan L/C dengan cara menunjukan L/C tersebut
kepada pihak bank korespondensinya di negara lain. L/C semacam ini banyak
dipergunakan oleh pedagang-pedagang yang keluar negri dengan maksud berbelanja
barang-barang dagangan berupa barang-barang kelontong.
e. Traveler’s Check
Banyak digunakan oleh wisatawan. Travelers Check tersebut oleh para
wisatawan dapat ditukarkan dengan mata uang negara dimana travelers check tersebut
diuangkan atau ditukarkan dengan mata uang lainnya tergantung kepada aturan aturan
yang berlaku di negara bersangkutan, pada bank-bank atau bahkan mungkin juga dapat
langsung dibelanjakan di toko-toko besar dinegara tertentu yang lembaga-lembaga
finansialnya sudah cukup maju.
Pada azasnya, travelers check merupakan surat wesel yang ditarik oleh
sebuah bank yang memerintahkannya dirinya sendiri untuk membatarkan sejumlah uang
atas tunjuk kepada orang yang namanya dicantumkan dalam travelers check tersebut.
Agar travelers check diterima oleh kebanyakan bank di negara lain, perlu
dipenuhi syarat : (1) adanya kepercayaan yang cukup besar dari bank-bank di berbagai
negara terhadap bank atau lemaba keuangan yang menerbitkan travelers check tersebut,
(2) nilai yang tercantum dalam travelers check dinyatakan dalam mata uang kuat dan
(3) travelers check tersebut tidak mudah dipalsu.
f. International Money Order
Mirip dengan banker’s sight draft , perbedaanya yang pokok ialah kalau
dalam banker’s sight draft bank yang menarik surat wesel harus memiliki saldo pada
bank yang bertindak sebagai drawee, dalam money order hal itu tidak diperlukan. Untuk
transaksi money order biasanya transfer yang harus dibayar oleh pihak pengirim uang
relatif sangat rendah.
g. Cek Perorangan
Dalam artian yang luas, yang dimaksdu dengan cek perorangan meliputi
disamping cek yang dikepuarkan oleh orang perorangan juga cek yang dikeluarkan
lembaga-lembaga non-bank. Bagi pengirim, pembayaran dengan cara ini sangat
menguntungkan. Disamping mudah, penerbitan rekeningnya di bank tendensinya
memakan waktu cukup lama. Dari penerima dilain pihak, transaksi seperti ini kurang
menguntungkan, sebab untuk menguangkannya memakan waktu.
h. Uang Logam dan Uang Kertas
Seperti halnya pembayaran dengan menggunakan cek perorangan, transaksi
dengan menggunakan mata uang asing, yang dapat berupa uang kertas atau uang logam,
relatif sangat kecil. Pada umumnya yang melakukan pembayaran dengan menggunakan
mata uang asing ialah wissatawan.
3. KONSINYASI (CONSIGNMENT)
Konsinyasi merupakan sistem pengiriman barang-barang ekspor pada
importer di luar negeri di mana barang-barang tersebut dikirim oleh ekspotir sebagai
titipan untuk dijualkan oleh importir dengan harga yang telah ditetapkan oleh eksportir,
barang-barang yang tidak terjual akan dikembalikan kepada eksportir.
Dalam sistem ini eksportir memegang hak milik atas barang, sedangkan
importir hanya merupakan pihak yang dititipi barang untuk dijual. Hal ini terjadi karena
pengiriman barang belum menemukan ada pembeli yang tertentu di LN. Penjualan
barang di luar negri dapat dilaksanakan melalui Pasar Bebas ( Free Market) atau Bursa
Dagang (Commodites Exchange) dengan cara lelang dan bila kita berkunjung ke
department store maupun toko–toko yang menjual berbagai macam produk dengan
kapasitas besar, maka seringkali kita berpikiran apakah toko tersebut tidak bermasalah
dengan stok yang tidak habis terjual atau stok yang menumpuk dan tidak dapat
dikembalikan ke supplier.
Penjualan dengan system konsinyasi merupakan proses penyerahan barang
oleh pemilik barang kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen penjual, namun hak
kepemilikan atas barang tersebut tetap berada di tangan pemilik sampai barang tersebut
telah dijual ke customer akhir oleh agen penjual.
Proses Konsinyasi
Cara pelaksanaan lelang pada umumnya sebagai berikut :
1. Pemilik barang menunjuk salah satu broker yang ahli dalah salah satu komoditi.
2. Broker memeriksa keadaan barang yang akan di lelang terutama mengenai jenis
dan jumlah serta mutu dari barang tersebut.
3. Broker menawarkan harga transaksi atas barang yang akan dijualnya, harga
transaksi ini disampaikan kepada pemilik barang.
4. Oleh panitia lelang akan ditentukan harga lelang yang telah disesuaikan dengan
situasi pasar serta serta kondisi perkembangan dari barang yang akan dijual.
Harga ini akan menjadi pedoman bagi broker untuk melakukan transaksi.
5. Jika pelelangan telah dilakukan broker berhak menjual barang yang mendapat
tawaran dari pembeli yang sana atau yang melebihi harga lelang.
6. Barang-barang yang ditarik dari pelelangan masih dapat dijual di luar lelang
secara bawah tangan
7. Yang diperkenankan ikut serta dalam pelalangan hanya anggota yang tergabung
dalam salah satu commodities exchange untuk barang-barang tertentu.
8. Broker mendapat komisi dari hasil pelelangan yang diberikan oleh pihak yang
diwakilinya.
Resiko Konsinyasi
Resiko yang dapat timbul dalam system ini antara lain :
1. Modal terlalu lama tertimbun pada barang yang diperdagangkan.
2. Tidak ada kepastian eksportir akan menerima pembayaran.
3. Eksportir dapat menjadi korban kenakalan importir yang melaporkan barang
yang terjual tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
4. Bila impotir tidak membayar, tidak ada bukti untuk menuntutnya di pengadilan
Ciri-Ciri Konsinyasi
Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana salah satu pihak yang
memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan
dengan harga dan syarat yang diatur dalam perjanjian. Pihak yang menyerahkan barang
(pemilik) disebut Konsinyor / consignor / pengamanat. Pihak yang menerima barang
Konsinyasi disebut Konsinyi / Consigner / Komisioner. Bagi konsinyor barang yang
dititipkan kepada konsinyi untuk dijualkan disebut barang konsinyasi (konsinyasi
keluar/consigment out)
Terdapat 4 hal yang merupakan ciri dari transaksi Konsinyasi yaitu :
1) Barang Konsinyasi harus dilaporkan sebagai persediaan oleh Konsinyor, karena
hak untuk barang masih berada pada Konsinyor.
2) Pengiriman barang Konsinyasi tidak menimbulkan pendapatan bagi Konsinyor
dan sebaliknya.
3) Pihak Konsinyor bertanggungjawab terhadap semua biaya yang berhubungan
dengan barang Konsinyasi kecuali ditentukan lain.
4) Komisioner dalam batas kemampuannya berkewajiban untuk menjaga keamanan
dan keselamatan barang-barang komisi yang diterimanya.
Kelemahan dan Kelebihan Konsinyasi
Alasan Komisioner menerima perjanjian Konsinyasi, antara lain :
1) Komisioner terhindar dari resiko kegagalan memasarkan barang tsb.
2) Komisioner terhindar dari resiko rusaknya barang atau adanya fluktuasi harga.
3) Kebutuhan akan modal kerja dapat dikurangi.
Alasan-alasan Konsinyor untuk mengadakan perjanjian Konsinyasi :
1) Konsinyasi merupakan cara untuk lebih memperluas pemasaran.
2) Resiko-resiko tertentu dapat dihindarkan misalnya komisioner bangkrut maka
barang konsinyasi tidak ikut disita.
3) Harga eceran barang tersebut lebih dapat dikontrol.
Tata Cara Konsinyasi
Sistem penjualan ini sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat secara
umum dengan istilah yang berbeda-beda. Ada yang mengenalnya dengan istilah titip
jual. Caranya adalah dengan menitipkan produk yang hendak kita jual di toko-toko lain.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai penjualan konsinyasi, ada baiknya kita
mengenal beberapa isitlah yang terkait dengan system penjualan konsinyasi antara lain:
Consignor: Merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
pihak yang memiliki barang.
Consignee: Merupakan cara penyebutan untuk pihak yang
menerima titipan barang dari Consignor untuk dijualkan.
Consignment-out: Merupakan akun yang digunakan oleh
Consignor untuk mencatat jumlah persediaan yang
dikonsinyasikan ke Consignee.
Consignment-in: Merupakan akun yang digunakan oleh
Consignee untuk mencatat transaksi yang berhubungan
dengan barang milik Consignor yang dititipkan kepada
Consignee.
a. Sudut pandang Consignee
Terlepas atau terhindar dari risiko kegagalan penjualan barang/produknya.
Karena hak kepemilikan barang tetap berada di tangan Consignor. Sehingga Consignee
tidak mengalami kerugian yang ditimbulkan akibat stok persediaan yang menumpuk,
dan tidak dapat menghasilkan perputaran uang dalam waktu yang lama. Bayangkan
apabila penjualan dilakukan dengan system penjualan pada umumnya, dimana penjual
diharuskan untuk membeli barang dari produsen sehingga hak kepemilikian barang
berpindah tangan. Kemudian barang tersebut berada di tangan pembeli hingga berhasil
di jual ketangan end customer. Apabila kondisi pasar berubah, sehingga mengakibatkan
perusahaan gagal menjual persediaannya, maka kerugian yang ditanggung perusahaan
akibat barang tidak bergerak akan lebih besar.
Consignee juga dapat menghindari risiko atas kerusakan barang persediaan
dan fluktuasi harga yang terjadi, karena kembali lagi hak kepemilikan barang tidak
berada di tangan Consignee. Mari kita lihat di salah satu Department Store yang
menjual berbagai produk-produk kebutuhan yang menyandang brand asing, mulai dari
pakaian hingga consumer goods. Mereka hanya perlu melakukan display atas barang-
barang konsinyasi dari Consignor, kemudian memasarkan kepada consumen dan
memperoleh komisi atas produk-produk yang berhasil mereka pasarkan.
Setiap pergantian musim, barang-barang yang didisplay selalu merupakan
barang-barang terupdate sesuai dengan produk yang sedang trend pada musim tersebut.
Mereka tidak akan dipermasalahkan mengenai penglelolaan atas stok-stok produk yang
tidak berhasil terjual. Karena barang-barang yang tidak berhasil terjual tersebut akan
dikembalikan ke Cosnignor. Oleh sebab itu banyak department store akan melakukan
end of sesason sale untuk menghabiskan stok produk yang belum terjual. Sedangkan
apabila produk yang dititipkan di Consignee rusak/cacat, maka Consignee akan me-
retur produk tersebut kepada Cosnignor. Sehingga produk yang di-display selalu produk
yang terbaik.
Consignee tidak akan menghadapi masalah barang rusak. Consignee juga
tidak perlu khawatir apabila terjadi fluktuasi harga barang yang signifikan. Hal ini tidak
dapat diakomodir oleh system jual beli pada umumnya. Misalnya supplier membeli
barang dengan harga normal untuk dijual. Kemudian pada saat akan dijual ke end
customer, terjadi perubahan kondisi di pasaran yang mengakibatkan harga pasar turun
40%. Produsen akan mengalami kerugian akibat penurunan harga tersebut. Hal ini tidak
akan terjadi apabila penjualan dilakukan dengan system konsinyasi. Consignee tidak
akan mempermasalahkan perubahan harga pasar atas produk yang dijual. Karena risiko
fluktuasi harga tetap menjadi tanggungan Consignor.
Masalah modal kerja yang terbatas juga dapat diatasi. Dengan modal kerja
yang terbatas, Consignee tetap dapat melakukan usaha perdagangan, karena Consignee
tidak perlu melakukan pembelian atas produk yang akan dijualnya. Sehingga modal
kerja yang terbatas dapat digunakan Cosignee untuk melakukan investasi ke hal yang
lainnya.
b.Sudut pandang Consignor
Dari segi Consignor, terdapat beberapa alasan yang menyebabkan
Consignor bersedia melakukan penjualan secara konsinyasi. Antara lain adalah karena:
1. Dengan system penjualan konsinyasi, dimungkinkan produsen akan memperoleh
daerah pemasaran yang lebih luas, terutama untuk beberapa karakteristik produk
yang pada umumnya merupakan produk baru dimana permintaan untuk produk
tersebut masih belum dapat diprediksi pada saat meluncurkan produk. Apabila
jumlah permintaan untuk produk tersebut masih belum dapat diprediksi, maka
system penjualan konsinyasi akan membantu, karena area pemasaran yang luas,
dan dapat menjangkau seluruh daerah dalam suatu Negara.
2. Apabila produsen berencana untuk membuka suatu cabang baru di suatu daerah
baru, maka hal tersebut akan membutuhkan investasi yang cukup besar.
Sedangkan dengan system penjualan konsinyasi, produsen tidak perlu
berivestasi untuk suatu cabang penjualan baru, hanya perlu menitipkan
produknya kepada Consignee dan memberikan komisi kepada Consignee atas
kemampuannya menjual produk tersebut.
3. Barang dengan fluktuasi harga yang cukup tinggi juga berpengaruh terhadap
kemampuan pasar untuk menjualnya. Consignor cukup menitipkan produknya
kepada Consignee yang berada di lokasi daerah-daerah pemasaran yang
diinginkan, dan Consignee dapat membantu menjualkan produk Consignor di
daerahnya.
4. Alasan lain Consignor melakukan system konsinyasi adalah karena system
penjualan konsinyasi dapat menekan risiko kerugian bagi Consignee. Bilamana
terjadi kebangkrutan pada pihak Consignee, sehingga mengakibatkan seluruh
property Consignee harus disita, maka barang-barang yang diakui sebagai
barang konsinyasi tidak dapat disita oleh pihak penyita karena barang tersebut
bukan milik Consignee.
5. Consignor dapat melakukan pengontrolan atas harga jual produknya yang berada
di tangan Consignee. Hal ini disebabkan karena hak kepemilikan barang tetap
berada di tangan Consignor, sehingga hanya Consignor yang berhak melakukan
penentuan harga jual yang diberikan oleh Consignee. Hal ini untuk menghindari
persaingan harga yang akan berakibat buruk bagi permintaan barang di pasar,
sekaligus memastikan bahwa harga masih dapat dijangkau oleh consumen.
Pengawasan ini akan sulit dilakukan apabila menggunakan system penjualan
pada umumnya, atau system penjualan melalui dealer dimana hak kepemilikan
barang telah berada di tangan dealer tersebut.
6. Pengontrolan atas jumlah barang yang berada di pasaran dapat dikontrol oleh
Consignor. Selain itu jumlah persediaan yang tersisa di gudang Consignor pun
dapat dengan mudah dilakukan. Hal ini sangat berguna bagi Consignor untuk
mengurangi risiko kekurangan atau kelebihan barang. Dengan mudahnya
melakukan control atas jumlah stok, maka Consignor pun akan lebih mudah
dalam menentukan rencana produksi kedepannya.
4. PEMBAYARAN KEMUDIAN (OPEN ACCOUNT)
Sistem pembayaran ini adalah kebalikan dari sistem ” Advance Payment ”
dimana dalam hal ini yang menanggung resiko adalah eksportir sedangkan yang
mendapat fasilitas kredit atau penangguhan bayaran adalah importir. Sistem
pembayaran ini mekanismenya dimulai dimana pihak eksportir mengirim barangnya
lebih dahulu sebelum adanya pembayaran apapun dari pihak importir.
Dalam sistem pembayaran ini pihak eksportir memberikan kredit (seller
credit) kepada pihak pembeli (importir). Setelah barang dikirim, eksportir akan
mengirim commercial invoice kepada importir. Dalam commercial invoice tersebut
tercantum, antara lain tanggal berapa pihak importir harus membayarnya, biasanya
dicantumkan juga clause yang menyatakan pembayaran mendahului tanggal tersebut
diberi discount (potongan harga). Cara pembayaran ini lazim dipakai apabila pihak
eksportir mengenal baik bonafiditas pihak importir.
Sistem pembayaran ini dapat terjadi apabila :
1. Ada kepercayaan penuh antara eksportir dan importir
2. Barang-barang dan dokumen akan langsung dikirim kepada pembeli
3. Eksportir kelebihan dana
4. Eksportir yakin tidak ada peraturan di negara importir yang melarang transfer
pembayaran impor tersebut ke dalam rekening eksportir
Resiko-resiko yang dapat terjadi dalam sistem pembayaran ini antara lain :
1. Eksportir tidak mendapat perlindungan apakah importir akan membayar.
2. Dalam hal importir tidak membayar, eksportir akan kesulitan dalam
membuktikannya di pengadilan karena tidak ada bukti-bukti
3. Penyelesaian perselisihan akan menimbulkan biaya bagi eksportir.
4. Kelemahan sistem pembayaran ini yaitu, bahwa pihak eksportir tidak mendapat
perlindungan karena tidak adanya kepastian dari pihak importir untuk membayar
barang dagangan yang telah dikirimkannya.
Jaminan yang dapat diperoleh dari eksportir dengan syarat-syarat pembayaran ” Open
Account ” ini antara lain yaitu :
1. Pengetahuan bahwa pembeli atau importir memiliki nama atau reputasi yang baik
2. Pengetahuan bahwa keadaan ekonomi dan politik negara importir stabil yang
mana laporan tersebut diperoleh dari bank
3. Adanya asuransi kredit
5. WESEL INKASO (COLLECTION DRAFT)
Dalam sistem ini eksportir memiliki hak pengawasan barang-barang sampai
weselnya (draft) dibayar importir. Eksportir atau penarik wesel (drawer) mengapalkan
barang sementara dokumen pemilikan atas pengiriman barang secara langsung atau
melalui banknya didalam negeri dikirim ke bank importer di luar negeri yang
merupakan pihak tertarik dari wesel yang bersangkutan (drawee). Pemilikan atas
dokumen – dokumen yang diperlukan oleh importer untuk mengeluarkan barang-barang
tersebut tidak dilepaskan sampai persyaratan-persyaratan penagihan wesel tersebut telah
dipenuhi. Penyerahan dokumen kepada importir didasarkan pada :
1. D/P (Document against Payment) : penyerahan dokumen kepada importir
dilakukan apabila importir telah membayar
2. D/A (Document against Acceptance) : penyerahan dokumen
kepada importir dilakukan apabila importir telah mengaksep weselnya.
Dalam sistem pembayaran ini pihak importir berada di pihak yang beruntung karena :
1. Tidak perlu menyetor sejumlah uang untuk menjamin pembukaan L/C
2. Tidak perlu membayar biaya bank yang besar
3. Tidak perlu membayar sebelum menerima dokumen-dokumen pemilikan barang
Namun dilain pihak eksportir tetap menanggung sejumlah resiko atau masalah-masalah
yakni :
1. Resiko ekonomi dan politik Negara importer
2. Importir mengulur-ulur waktu pembayaran
3. Importir tidak mengambil alih dokumen-dokumen tersebut
4. Importir membatalkan transaksi
5. Pembayaran tidak dilakukan importir (wesel tidak diaksep atau wesel yang
diaksep tidak dibayar importir)
6. Mencari pembeli barang
7. Demurrage (lewat waktu untuk bongkar muat kapal)
8. Ongkos-ongkos pengapalan dan pengapalan kembali
9. Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh perubahan-perubahan pasar yang
berkaitan dengan harga barang ekspor tersebut
10. Tersedia tidaknya foreign exchange (devisa) di Negara tersebut
11. Izin impor telah jatuh waktu
BAB III
PENUTUP
RANGKUMAN
Banyak metode pembayaran yang lazimnya dilakukan di dunia ini. Setiap
metode pembayarn memiliki alasan masing-masing mengapa eksportir maupun importir
memilih untuk menngunakannya. Metode pembayaran yang lazimnya digunakan adalah
: (1) Letter of Credit, (2) Pembayaran Tunai, (3) Konsinyasi, (4) Open Account, (5)
Wesel Inkaso. Pembayaran tunai sendiri masih dibagi menjadi Surat wesel bank atas
tunjuk, Telegraphic transfer, L/C tunai, Traveler’s L/C, Traveler’s check, International
money order, Cek perorangan/personal check, dan Uang kertas dan uang logam. Letter
of Credit adalah perjanjian, yang dibuat suatu bank (Issuing Bank) untuk memenuhi
permintaan dan instruksi seorang nasabah (Applicant) atau bertindak atas namanya
sendiri. Sedangkan pembayaran tunai adalah kebalikan dari open account, pada meode
ini pihak importir haris menyediakan uang sebelum barang dikapalkan oleh eksportir.
Kemudian yang dimaksud Konsinyasi adalah Konsinyasi merupakan sistem pengiriman
barang-barang ekspor pada importer di luar negeri di mana barang-barang tersebut
dikirim oleh ekspotir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir dengan harga yang
telah ditetapkan oleh eksportir, barang-barang yang tidak terjual akan dikembalikan
kepada eksportir. Yang dimaksud open account adalah dimulai dimana pihak eksportir
mengirim barangnya lebih dahulu sebelum adanya pembayaran apapun dari pihak
importir, dalam sistem pembayaran ini pihak eksportir memberikan kredit (seller credit)
kepada pihak pembeli (importir). Yang terakhir adalah Wesel Inkaso, dalam sistem ini
eksportir memiliki hak pengawasan barang-barang sampai weselnya (draft) dibayar
importir. Eksportir atau penarik wesel (drawer) mengapalkan barang sementara
dokumen pemilikan atas pengiriman barang secara langsung atau melalui banknya
didalam negeri dikirim ke bank importer di luar negeri yang merupakan pihak tertarik
dari wesel yang bersangkutan (drawee).
Daftar Pustaka
Hamdani. 2012. Ekspor Impor Tingkat Dasar Level Satu. Jakarta : Bushindo
Hutabarat, Roselyne. 1994. Transaksi Ekspor Impor. Jakarta : Erlangga
Santoso, Rudy Tri. 1994. Transaksi Ekspor Impor edisi kedua. Yogyakarta : Andi
Offset
http://charisblogger.blogspot.com/2013/03/macam-macam-pembayaran
internasional.html (diakses Minggu, 9 Maret 2014)
http://okayana.blogspot.com/2009/08/cara-dan-alat-pembayaran-internasional.html
(diakses Minggu, 9 Maret 2014)
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/03/pembayaran-internasional.html (diakses Minggu,
9 Maret 2014)