pengaruh perbedaan qir Ât terhadap penafsiran …

46
i PENGARUH PERBEDAAN QIRÂÂT TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AH KÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bah r al-Muh îth karya Abu H ayyân al-Andalûsî) Tesis Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (MA) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam Oleh: Siti Khodijah NIM. 21341054 Pembimbing: Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA Dr. Hj. Romlah Widayati, MA STUDI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT ILMU QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1436 H/2015 M

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

i

PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT

TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AHKÂM

(Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-Baqarah

Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-Muhîth

karya Abu Hayyân al-Andalûsî)

Tesis

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama

(MA)

Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:

Siti Khodijah

NIM. 21341054

Pembimbing:

Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA

Dr. Hj. Romlah Widayati, MA

STUDI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT ILMU QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP

PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-

Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-

Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) yang disusun oleh Siti Khodijah

dengan Nomor Induk Mahasiswa 21341054 telah melalui proses bimbingan

dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk

diujikan di sidang munaqasyah.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA Dr. Hj. Romlah Widayati, MA

Tanggal: 05 Agustus 2015 Tanggal: 05 Agustus 2015

Page 3: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP

PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-

Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-

Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) yang disusun oleh Siti Khodijah

dengan Nomor Induk Mahasiswa 21341054 telah diujikan di sidang

Munaqasyah Program Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

pada tanggal 20 Agustus 2015. Tesis tersebut telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (MA) dalam bidang Ilmu

Agama Islam.

Jakarta, 08 Januari 2016 M

29 Râbi’ul Awwal 1437 H

Direktur Pasca Sarjana,

Institut Ilmu AL-Qur’an (IIQ) Jakarta

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA.

Tim Penguji Tanda Tangan Tanggal

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA.

Ketua Sidang

( ) ( )

Dr. KH. Ahmad Fudhaili, M.Ag.

Sekretaris Sidang ( ) ( )

Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA.

Penguji I ( ) ( )

Dr. KH. Ahmad Fudhaili, M.Ag.

Penguji II ( ) ( )

Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA.

Pembimbing I ( ) ( )

Dr. Hj. Romlah Widayati, MA.

Pembimbing II ( ) ( )

Page 4: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

iv

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Siti Khodijah

NIM : 21341054

Tempat/tanggal lahir : Bekasi, 09 Juli 1982

Menyatakan bahwa tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN

QIRÂ’ÂT TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif

terhadap Tafsir Surat al-Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-

Thabarî dan kitab al-Bahr al-Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî)” adalah

benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan.

Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung

jawab saya.

Jakarta, 10 Agustus 2015

Siti Khodijah

Page 5: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

v

MOTTO

Ya Allah jadikanlahAl-Qur’an bagi kami di dunia sebagai teman sejati, di

dalam kubur sebagai pelipur lara, di hari kiamat sebagai penolong, di atas

shirâth sebagai cahaya, di dalam surga sebagai kawan, menjadi benteng dan

penghalang dari api neraka, sebagai tanda dan pimpinan dalam kebaikan.

Sebab keutamaan dan kemulyaan-Mu wahai sang Maha Pengasih diantara

para pengasih.

Page 6: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

vi

Bismillâhirrahmânirrahîm

Dengan Rahmat dan Ridha Ilâhi Rabbî

Ku persembahkan Tesis ini untuk:

(Alm) Ayahanda terimakasih atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya

dan memberikan rasa rindu yang berarti.

Ibunda terimakasih atas limpahan doa dan kasih sayang yang tak terhingga

dan selalu memberikan yang terbaik.

Suami dan anakku tercinta terimakasih atas kasih sayang, perhatian,

pengertian dan kesabaran yang telah memberikan semangat dan inspirasi

dalam menyelesaikan tesis ini.

Aku haturkan penghargaanku atas kalian, (Alm) M.Athoya, Siti Fathimah,

Ahmad Yani dan Nuha Nadhrotunna’im.

Page 7: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur kehadirat Allah subhânahû wa ta’âlâ

senantiasa penulis panjatkan, atas segala karunia-Nya dan keridhaan-Nya

serta petunjuk-Nyalah penulis bisa menyelesaikan upaya penelitian tesis

dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP

PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-

Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-

Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) . Shalawat serta salam semoga tetap

tercurah kepada Nabi kita yang mulia Nabi Muhammad sallallâhu ‘alaihi wa

sallam.

Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,

baik berupa bantuan materiil atau pun non materiil. Oleh karena itu, perlu

kiranya penulis haturkan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu

Al-Qur’an.

2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program Pasca

Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

3. Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA selaku pembimbing I dan Dr. Hj. Romlah

Widayati, MAg selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan, arahan dan inspirasi sehingga dapat sampai ke

tahap penyelesaian tesis ini.

4. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta terutama dosen

konsentrasi ‘Ulumul Qur’an dan ‘Ulumul Hadits yang telah memberikan

banyak ilmu dan wawasan selama masa studi. Terkhusus untuk bapak Dr.

Phil. H. Asep Saepuddin Jahar, MA, terimakasih atas ilmu dan motivasi

yang selalu bapak berikan sehingga saya dapat menyelesaikan studi tepat

pada waktunya.

Page 8: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

viii

5. Seluruh staf karyawan, baik administrasi, bapak-bapak security serta

petugas kebersihan yang telah membantu dalam kelancaran proses studi.

6. Pimpinan serta staf perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Iman Jama’ Pasar Jum’at, karena

dengan tersedianya buku-buku di sanalah memudahkan penulis untuk

menyelesaikan penelitian ini.

7. Ibunda, kakanda, adinda serta ananda yang selalu memberikan bantuan

yang sungguh tak terhingga baik secara materiil maupun non materiil. Wa

bil khusus suami tercinta Ahmad Yani, ME., yang selalu setia menemani

dan memotivasi serta membantu dalam memahami teks-teks Arab

sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Terimakasih atas doa-doa

kalian.

8. Seluruh teman-teman seangkatan seperjuangan pascasarjana IIQ angkatan

2013 terkhusus Nunung Lasmana yang selalu menjadi teman penyemangat

dan teman setia menuju perpustakaan untuk berburu buku-buku literatur

penelitian ini.

9. Ibu-ibu dan bapak guru TPA al-Hikmah Cikarang Pusat, khususnya ibu

Suryani yang selalu menjadi guru pengganti di saat saya tidak bisa

mengajar. Ibu-ibu jama’ah pengajian metode Tilawati al-Hikmah Cikarang

Selatan, ibu-ibu Jama’ah Majlis Ta’lim al-Mubârak Cikarang Selatan, al-

Muhâjirîn PT. Mulya Keramik Indah Raya Cikarang Selatan, al-Maghfirah

dan Salsabîlâ Cikarang Pusat. Jazâkumullah khoir.

Jakarta, 05 Agustus 2015

Penulis

Page 9: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii

PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iv

MOTTO .................................................................................................. v

PERSEMBAHAN .................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................ vii

DAFTAR ISI .......................................................................................... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................ xiii

ABSTRAKSI .......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah .............. 7

1. Identifikasi Masalah ............................................. 7

2. Pembatasan Masalah ............................................ 8

3. Perumusan Masalah ............................................. 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................... 8

1. Tujuan penelitian .................................................... 8

2. Kegunaan Penelitian ............................................... 8

D. Kajian Kepustakaan .................................................... 9

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .................... 13

1. Jenis dan Metode Penelitian ................................... 13

2. Metode Pengumpulan Data .................................... 13

F. Sistematika Penulisan ................................................. 14

Page 10: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

x

BAB II QIRÂ`ÂT DAN AYAT AHKÂM

A. WAWASAN TENTANG QIRÂÂT

1. Al-Qur’an dan al-Ahruf as-Sab’ah ...................... 15

2. Definisi Qirâ`ât ................................................... 37

3. Sejarah Perkembangan Qirâ`ât ........................... 38

4. Macam-macam Qirâ`ât ....................................... 45

5. Qirâ`ât Mutawatir ............................................... 46

6. Hikmah Perbedaan Qirâ`ât ................................... 50

B. WAWASAN AYAT AHKÂM

1. Pengertian Ayat-ayat Ahkâm ............................. 51

2. Jumlah Ayat Hukum dan Aspek-Aspek

Ayat Hukum ....................................................... 58

3. Sejarah Singkat Penafsiran Ayat-Ayat Hukum .. 61

BAB III BIOGRAFI ATH-THABARÎ DAN ABÛ HAYYÂN AL-

ANDALÛSÎ SERTA PROFIL KITAB JÂMI’ AL-BAYÂN

DAN AL-BAHR AL-MUHÎTH

A. Biografi ath-Thabarî dan Profil Kitab Jâmi’ al-Bayân

1. Biografi ath-Thabarî ........................................... 65

a. Biografi singkat ath-Thabarî .......................... 65

b. Karya-karya ath-Thabarî ................................ 69

c. Pandangan ath-Thabari tentang Qirâ`ât ......... 72

2. Profil Kitab Jâmi’ al-Bayân ................................. 73

a. Sejarah Singkat Penulisan Kitab .................... 73

b. Metode Penulisan Kitab ................................. 75

B. Biografi Abû Hayyân dan Profil Kitab al-Bahr al-Muhîth

1. Biografi Abû Hayyân ........................................... 78

a. Biografi singkat Abû Hayyân.......................... 78

b. Karya-karya Abû Hayyân ............................... 80

Page 11: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

xi

2. Profil Kitab al-Bahr al-Muhîth ........................... 81

a. Latar Belakang Penulisan Kitab ...................... 81

b. Metode Penulisan Kitab .................................. 82

BAB IV PERBEDAAN QIRÂ`ÂT TERHADAP AYAT-AYAT

AHKÂM DALAM SURAT AL-BAQARAH DAN

IMPLIKASI PENAFSIRANNYA PADA KITAB JÂMI’ AL-

BAYÂN DAN KITAB AL-BAHR AL-MUHÎTH 85

A. Q.S. Al-Baqarah [2] : 184 ........................................ 86

B. Q.S. Al-Baqarah [2] : 222 ........................................ 94

C. Q.S. Al-Baqarah [2] : 236 ......................................... 99

D. Q.S. Al-Baqarah [2] : 240 ......................................... 104

E. Q.S. Al-Baqarah [2] : 245 ........................................ 114

F. Q.S. Al-Baqarah [2] : 271 ........................................ 121

G. Q.S. Al-Baqarah [2] : 282 ........................................ 129

H. Q.S. Al-Baqarah [2] : 283 ........................................ 141

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................... 147

B. Saran ......................................................................... 151

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 153

LAMPIRAN

Lampiran Tabel ............................................................................ 159

Page 12: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

xii

Page 13: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

xiii

DAFTAR TRANSLITERASI

A. Konsonan

th : ط a : أ

zh : ظ b : ب

‘ : ع t : ت

gh : غ ts : ث

f : ف j : ج

q : ق h : ح

k : ك kh : خ

l : ل d : د

m : م dz : ذ

n : ن r : ر

w : و z : ز

h : هـ s : س

` : ء sy : ش

y : ي sh : ص

dh : ض

B. Vokal

Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap

Fathah : a أ : â ... ي : ai

Kasrah : i ي : î ... و : au

Dhammah : u و : û

Page 14: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

xiv

C. Kata Sandang

1. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah

Kata sandang yang diiukuti al-Qamariyah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang

sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

Contoh:

ب قرةال : al-Baqarah

al-Madînah : ال مدي نة

2. Kata sandang yang diikuti asy-Syamsiyah

Kata sandang yang diikuti asy-Syamsiyah ditransliterasikan

sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan

bunyinya.

Contoh:

رجلال : ar-Rajul لسيدةا : as-Sayyidah

سال شم : asy-Syamsu لدارمي ا : ad-Dârimî

Page 15: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

xv

ABSTRAKSI

Siti Khodijah: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP

PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-

Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-

Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî).

Al-Qur’an diturunkan dengan sab’atu ahruf (tujuh ragam bacaan).

Ragam bacaan tersebut sudah ada sejak zaman Nabi dimana sumbernya dari

Allah swt dan Nabi saw menyampaikannya kepada para sahabat. Qirâ`ât

merupakan ragam bacaan Al-Qur’an yang dipakai seorang qurrâ’ yang

sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Meskipun demikian dalam ragam

bacaan tersebut terdapat perbedaan lafal atau pun maknanya, namun

perbedaan itu justru dapat digunakan sebagai penjelas maksud hukum qirâ`ât

yang lain dan makna Al-Qur’an yang belum jelas.

Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami

ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm.

Perbedaan qirâ`ât tersebut akan mempengaruhi perbedaan hukum,

sebagaimana yang telah dikemukakan ulama: “perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an

akan menimbulkan pendapat ulama dalam istinbath hukum”.

Banyak para mufassir yang menggunakan versi qirâ`ât dalam

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Sebagaimana yang dilakukan oleh

Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî pada kitab tafsirnya Jâmi’ al-Bayân fi

Ta’wîl Al-Qur’ân dan Abû Hayyân al-Andalûsî pada kitab tafsirnya al-Bahr

al-Muhîth .

Tesis ini meneliti tentang penafsiran pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya

ath-Thabarî yang bercorak tafsir bil Ma`tsûr dan kitab al-Bahr al-Muhîth

karya Abu Hayyân al-Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd

dalam menggunakan qirâ`ât mutawâtirah pada 8 ayat-ayat hukum surat al-

Baqarah.

Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang bersifat deskriptif-

analistis, yaitu dengan cara memaparkan metode yang digunakan ath-Thabarî

dan Abû Hayyân dalam menafsirkan ayat-ayat ahkâm dengan menggunakan

qirâ`ât mutawâtirah dan mengkomparasikan penafsiran kedua kitab tersebut,

dan akhirnya dibuatlah suatu kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji dengan

didukung penjelasan dari kitab tafsir lainnya.

Adapun kesimpulannya adalah perbedaan qirâ`ât pada penafsiran ath-

Thabarî dan Abû Hayyân tidak seluruhnya berpengaruh pada istinbath hukum

dan corak tafsir bil Ma`tsûr pada Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân lebih

tegas dalam menentukan istinbath hukum pada ayat-ayat yang memiliki

perbedaan qirâ`ât mutawâtirah.

Page 16: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an diturunkan dengan Sab’atu Ahruf1, sehingga

memudahkan dalam membaca dan menghayati maknanya dan dihafal oleh

masyarakat arab yang mempunyai dialektika berbeda-beda.2

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imâm al-Bukhârî (w.

265 H), sebagai berikut:

ث د ح :ال ق ي رف ع ن ب د ي ع اس ن ث د ح ث د ح :ال ق ث ي الل ن :ال ق ابره ش ن اب ن ع ل ي ق ع ن ث د ح ىل ص الل ل و س ر ال ق :ال ق ه ن ع الل ي ض ر اسرب ع ن اب ن أ الل د ب ع ن ب الل د ي ب ع ن

أ ر ق أ م ل س و ه ي ل ع الل ح ل ع ل ي ب ج ن م ل ف ه ت ع اج ر ف فرر ى ح ت و ي ز ي د ن ت ز ي د ه اس أ ز ل ب ع ل ان ت ه ىإ (ي ار خ الب اه و ر )فرر ح أ ة س

“Diberitakan kepada kami oleh Sa’îd bin ‘Ufair, ia berkata:

diberitakan kepadaku oleh al-Laits, ia berkata: diberitakan

kepadaku oleh ‘Uqail dari Ibn Syihab, dia berkata: diberitakan

kepadaku oleh ‘Ubaidilah bin Abdillah, bahwasanya Ibn ‘Abbâs ra

(w. 68 H) berkata: Rasulullah saw bersabda: Jibril telah

membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dalam satu huruf. Aku

berulang-ulang membacanya, selanjutnya aku selalu meminta

kepadanya agar ditambah4, sehingga ia menambahnya sampai tujuh

huruf” (HR. al-Bukhârî)

1 Para ulama berbeda pendapat tentang maksud tujuh huruf, diantaranya ar-Râzî, ash-

Shâbûnî dan az-Zarqânî menjelaskan bahwa Sab’atu Ahruf ialah perbedaan pada tujuh sisi

yang meliputi perbedaan kata benda, dalam tashrîf , dalam ibdâl, dalam taqdîm dan ta’khîr,

bentuk I’râb, penambahan dan pengurangan serta perbedaan lahjah. (Baca: Muhammad ‘Alî

ash- Shâbûnî, at-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, (Kairo: Dâr ash- Shâbûnî, 1999), h. 214-217). 2 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits Fi‘Ulûm Al-Qur’ân, (Riyâdh: Dâr al-Rasyid, t.t.),

Cet. II, h. 156. 3 Al- Bukhârî al-Ju’fî, Shahîh al- Bukhârî, Juz. III, (Beirut: Dâr al-Bayân al-‘Arabiy,

2005 ), Kitab Fadhâil Al-Qur’ân, bâb Unzil Al-Qur’ân ‘alâ sab’ah al-Ahruf, No. Hadîts

4991, h. 1033. 4 Kalimat “aku selalu meminta kepadanya agar ditambah.......” maksudnya adalah aku

sennatiasa menuntut kepada Jibril agar ia meminta kepada Allah untuk menambah huruf (Al-

Qur’an) supaya umatku mudah membacanya. Lalu Jibril memintakannya kepada Allah dan

Allah pun menambahnya sehingga berjumlah tujuh huruf. (Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, Fathul

Bâri, Juz VIII, (Mesir: Dâr al-Mishry li ath-Thibâ’ah, 2001 M/1421 H. ), Cet. 1, h. 874).

Page 17: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

2

Berdasarkan hadits di atas, diketahui bahwa Al-Qur’an diturunkan

dengan sab’atu ahruf (tujuh ragam bacaan). Ragam bacaan tersebut sudah

ada sejak zaman Nabi saw dimana sumbernya dari Allah swt yang

selanjutnya disampaikan oleh Nabi saw kepada para Sahabat.

Qirâ`ât merupakan ragam bacaan Al-Qur’an yang dipakai seorang

qurrâ’ yang sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Meskipun demikian

dalam ragam bacaan tersebut terdapat perbedaan lafal atau pun maknanya,

namun perbedaan itu justru dapat digunakan sebagai penjelas maksud hukum

qirâ`ât yang lain dan makna Al-Qur’an yang belum jelas.5

Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami

ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm.

Perbedaan qirâ`ât tersebut akan mempengaruhi perbedaan hukum,

sebagaimana yang telah dikemukakan ulama: “perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an

akan menimbulkan pendapat ulama dalam istinbath hukum”.6

Al-Ghazâlî mengatakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar

500 ayat yang menjelaskan tentang hukum. Ayat-ayat hukum tersebut banyak

terdapat di surat al-Baqarah, an-Nisâ, al-Mâidah dan al-An’âm.7

Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa perbedaan qirâ`ât yang

menimbulkan adanya pengertian yang kontradiksi tidak terdapat dalam Al-

Qur’an, yang ada hanyalah perbedaan qirâ`ât yang membawa pengaruh

terhadap perbedaan pengertian yang masih dalam batas-batas kebenaran yang

dibenarkan oleh Al-Qur’an.8

Sebagai contoh perbedaan qirâ`ât yaitu Firman Allah swt yang

berbunyi:

5 Sabrah al-Husaini Mursi al-Rifâ’i, Mabâhits Fi‘Ulum Al-Qur’ân, (Kairo: t.p., 2000),

h. 90, dan az-Zarqânî, Manâhilul ‘Irfân, Jilid I, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1996), h.

151.

6

ي اء ر ق ال ف ل ت خ ا ل ت خ ال ر ه ظ ات ف امك ح ا (lihat: Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits

Fi‘Ulûm Al-Qur’ân, (Riyâdh: Dâr al-Rasyid, t.t.), Cet. II, h. 175). 7 Az-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I, (Beirut: Dâr al-kutub al-

‘Ilmiyyah, 1988), Cet. I, h. 332. 8 Ibnu al-Jazârî, An-Nasyr fî Qirâ`ât al-‘Asyr, Juz I, (Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 31.

Page 18: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

3

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa

diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia

berbuka), Maka (wajiblah baginya ber puasa) sebanyak hari yang

ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-

orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)

membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.

Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,

Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik

bagimu jika kamu mengetahui”( Q.S al-Baqarah [2] : 184)

Ada tiga perbedaan qirâ`ât dalam kalimat ( ي ة رط ع ام ف د (م س ك ي ,

pertama, Nâfi’ dan Ibnu Dzakwân membaca ( ي ة اس م ط ع ام ف د (ك ي , kedua,

Hisyâm membaca ( ي ة اس م ط ع ام ف د (ك ي , dan ketiga, Imam qirâ`ât tujuh

lainnya membaca ( ي ة رط ع ام ف د (م س ك ي .

Dalam tafsir ath-Thabarî dijelaskan bahwa ‘Ulama qirâ`ât di

Madinah membacanya dengan idhâfah kalimat ( ي ة (ف د kepada kalimat ( ط ع ام) ,

yaitu menjadi ( ي ة ط ع ام ر ف د ك ي م س ) dan jika dibaca demikian maka maknanya

adalah: “dan kepada orang-orang yang tidak mampu berpuasa wajib

menggantinya berupa memberi makan orang miskin.” Ulama qirâ`ât di Irak

membacanya dengan harakat tanwîn pada kalimat ( ي ة (ف د dan dhammah pada

kalimat ( ط ع ام) , yaitu menjadi ( ي ة ط ع ام رف د ك ي م س ) dan jika dibaca demikian

maka maknanya adalah kalimat (ط ع ام) mempunyai kedudukan sebagai

penjelas makna ( ي ة ( ف د dan hukumnya wajib bagi orang yang berbuka ketika

melaksanakan puasa wajib. Kalimat (ط ع ام) tersebut juga dalam rangka

Page 19: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

4

memberikan penjelasan dan batasan terhadap fidyah yang harus diberikan.

Dan makanan disini adalah sebagai pengganti (fidyah) bagi puasa yang

ditinggalkan. 9

Adapun pendapat ath-Thabarî atas perbedaan dua qirâ`ât di atas

adalah beliau lebih cenderung kepada pendapat penduduk madinah yang

meng-idhâfah-kan kalimat (ي ة (ف د kepada kalimat (ط ع ام ) . Kalimat (ط ع ام )

bukanlah merupakan pengganti (fidyah) bagi puasa yang ditinggalkan oleh

orang-orang yang tidak mampu melaksanakannya. Karena kalimat ( ي ةالف (د adalah isim fi’il (sebuah nama bagi kata kerja), dan ia selain makanan yang

dijadikan sebagai fidyah puasa. Hal ini disebabkan karena kalimat ( ي ةالف (د adalah sifat (mashdar) dari perkataan Arab:

ر م س ك ي ب ط ع ام اال ي و م ص و م هذ ي ت ي ة ي ه أ ف د ف د ف د

seperti ungkapan:

ل س ة ج ي ة ,ج ل س ت م ش ي ت . و م ش

Sementara dalam tafsir Bahr al-Muhîth , dalam menafsirkan kalimat

ر م س ك ي ط ع ام ي ة Abû Hayyân menjelaskan adanya perbedaan qirâât pada ف د

kalimat ini. Jumhur membaca dengan men-tanwîn-kan kalimat ( ي ة ( ف د , men-

dhammah-kan kalimat ( ط ع ام ) , dan memakai bentuk tunggal pada kalimat ر) ك ي ( م س yaitu menjadi ( ر م س ك ي ي ة ط ع ام Begitu juga Hisyâm membaca .(ف د

dengan cara demikian tapi dengan memakai bentuk jamak pada kalimat

ر) ك ي (م س yaitu menjadi ( م ط ع ام ي ة اس ف د ك ي ). Sementara Nâfi’ dan Ibnu

9 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, Jilid III,

(Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 147. 10

Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, h. 147.

Page 20: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

5

Dzakwân membaca dengan meng-idhâfah-kan kalimat ( ي ةالف (د , dan memilih

bentuk jamak pada kalimat (ر ك ي (م س , yaitu menjadi ( ي ة اس م ط ع ام ف د ك ي ).11

Lafadz ( ي ة (ف د yang dibaca tanwîn, mempunyai makna badal, bahwa

pemberian makanan merupakan bentuk fidyah sebagai ganti dari puasa yang

ditinggalkan. Adapun lafadz ( ي ة (ف د yang di-idhâfah-kan, mempunyai makna

takhsîsh yaitu bahwa terdapat pengkhususan kalimat dalam susunan idhâfah

tersebut, yaitu kalimat yang pertama ( ي ة dijelaskan oleh kalimat berikutnya (ف د

Karena fidyah dijelaskan dalam ukuran (kadar) tertentu yaitu .(ط ع ام)

pemberian makan kepada orang miskin. Kalimat (ط ع ام) berfungsi men-

takhsîsh kalimat (ي ة (ف د .12

Berbeda dengan ath-Thabarî, dalam hal ini Abû Hayyân tidak

cenderung kepada salah satu pendapat, karena kedua qirâ`ât tersebut

mutawâtir.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan qirâ`ât

mutawâtirah pada penafsiran ath-Thabarî adalah tidak berpengaruh terhadap

istinbath hukum tetapi berpengaruh kepada perubahan lafadz ayat tanpa

mengubah maksud kandungan ayat. Kedua qirâ`ât tersebut bermakna bahwa

bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa maka wajib membayar

fidyah, akan tetapi bentuk fidyah tersebut berbeda, yaitu berupa pemberian

makan jika dibaca tanwîn, dan berupa pemberian selain makanan (dalam

bentuk lain yang seukuran dengannya) jika dibaca idhâfah.

Berbeda dengan ath-Thabarî , pada penafsiran Abû Hayyân kedua

qirâ`ât tersebut tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum dan perubahan

lafadz ayat. Abû Hayyân memberikan kesimpulan yang sama atas dua ragam

qirâ`ât yang di-idhâfah-kan dan di-tanwîn-kan, meskipun dengan memakai

penjelasan yang berbeda tapi maknanya sama. Kedua qirâ`ât tersebut

bermakna bahwa bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa maka

wajib membayar fidyah, fidyah tersebut bentuknya adalah berupa pemberian

makan kepada orang miskin.

11

Abû Hayyân al-Andalûsî, al-Bahr al-Muhîth, Juz II, (tt.p.: Dâr al-Fikr, 2005), h.

191. 12

Abû Hayyân al-Andalûsî, al-Bahr al-Muhîth, h. 191.

Page 21: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

6

Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî ialah seorang

muhaddits, mufassir, Qâri dan faqîh. Kitab tafsirnya adalah Jâmi’ al-Bayân fî

Ta’wîl Al-Qur’ân, kitab ini sangat terkenal di kalangan mufassir yang datang

sesudahnya karena kitab tersebut menjadi rujukan pertama, terutama dengan

adanya penafsiran naqli (berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah

saw).13

Jâmi’ al-Bayân merupakan tafsir klasik yang ditulis oleh ath-

Thabârî. Tafsir ini mencakup berbagai aspek dengan metode yang berbeda

dari mufassir lain, yaitu menafsirkan Al-Qur’an ayat per ayat dan kalimat per

kalimat, dengan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadits, ayat dengan

ucapan para sahabat, tâbi’în dan berijtihad sesuai teori yang ada atau

dibutuhkan.14

Kajian penafsirannya berpedoman kepada pendapat dan pandangan

para sahabat, tâbi’în, dan tâbi’ at-tâbi’în melalui hadits yang mereka

riwayatkan, serta pendapat para ulama Nahwu dari Kufah dan Bashrah,

menyebutkan versi qirâ’ah, nâsikh dan mansûkh, serta menyebutkan

perbedaan hukum-hukum.15

Kitab tafsir ini mempunyai nilai yang tinggi dan diakui

keunggulannya oleh ulama sepanjang zaman karena keluasan ilmu dan

wawasan yang ditampilkannya. Karena banyak mengutip hadits Nabi SAW

dan keterangan sahabat serta tâbi’în, maka kitab tafsir Jâmi’ al-Bayân

dikelompokkan dalam kitab tafsîr bil ma’tsûr.16

Adapun metode yang

digunakan dalam tafsir ini yaitu metode tahlîlî karena menafsirkan ayat

berdasarkan susunan mushâfî. 17

Kesempurnaan Jâmi’ al-Bayân juga dikatakan oleh Imam an-Nawâwî (w. 676 H) dalam kitab at-Taqrîb at-Tahdzîb, tidak ada seorang pun

yang dapat menyamai kitab Ibn Jarîr dalam tafsirnya. Ketenaran tafsirnya

pun dapat diamati dari ungkapan Abû Hamîd al-Isfirayaini, salah seorang

13

Muhammad Ibrâhîm ‘Alî Ismâ’îl, Ilmu al-Qirâ`ât, (Riyâdh: Maktabah at-Taubah,

2000), h. 330. 14

Muhammad Abû Bakar Ismâ’îl, Ibn Jarîr ath-Thabarî wa Manhajuhû fî at-Tafsîr,

(Kairo: Dâr al-Manâr, 1991), cet.I, h. 32. 15

Ahmad Muhammad al-Hûfî, Ath-Thabarî, (Mesir: al-Muassasah al-Mishriyyah,

t.th), h. 117. 16

Dikatakan dalam sumber lain bahwa orientasi yang digunakan dalam tafsir ini

adalah orientasi gabungan karena tafsir ini menggabungkan orientasi penafsiran bil ma’tsûr

dan orientasi penafsiran bi ar-ra’yi. Baca: Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât

Dalam Tafsîr ath-Thabarî dan Tafsîr Ibnu Katsîr, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 66. 17

Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât Dalam Tafsîr ath-Thabarî dan

Tafsîr Ibnu Katsîr, h. 66.

Page 22: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

7

guru dari mazhab syâfi’î mengatakan, jika seseorang pergi ke Cina, ia akan

menemukan tafsir Ibn Jarîr yang berbeda dengan ahli tafsir sebelumnya.18

Ath-Thabarî merupakan seorang qâri yang sanadnya bersambung

dengan Hamzah dan Ibn ‘Âmir, dalam tafsirnya beliau banyak memaparkan

qirâ`ât mutawâtirah. Jika qirâât tersebut berlawanan dengan tafsirnya maka

ia men-tarjih-nya dan mengunggulkan diantara dua qirâ`ât tersebut. 19

Selain Jâmi’ al-Bayân, tafsir Bahr al-Muhîth juga banyak

memaparkan qirâ`ât baik itu qirâ`ât mutawâtirah maupun syadzdzah.20

Kajian penafsirannya meliputi makna-makna mufradat, menyebutkan sabab

an-Nuzul jika ada, nâsikh dan mansûkh, perbedaan qirâ`ât, aspek balâghah,

dan hukum-hukum fiqih pada ayat-ayat hukum.21

Abû Hayyân banyak mengutip kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh

mufassir sebelumnya dari berbagai corak, diantaranya tafsir Jâmi’ al-Bayân

karya Ath-Thabarî. Namun demikian Adz-Dzahabî mengelompokkan tafsir

Abû Hayyân ke dalam tafsir bil ra’yi al-Mahmûd, karena dalam tafsirnya

banyak menukil tafsir Zamakhsyarî dan tafsir Ibnu ‘Atiyah khususnya dalam

masalah nahwu dan bentuk-bentuk I’râb (perubahan kata).22

Dengan adanya berbagai penafsiran akibat adanya perbedaan qirâ`ât

terhadap ayat-ayat ahkam, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dalam masalah ini. Dan atas dasar persamaan dalam menggunakan perbedaan

qirâ`ât dalam penafsiran pada tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir Bahr al-

Muhîth serta perbedaan corak tafsir keduanya yaitu tafsir bil ma’tsûr dan

tafsir bil ra’yi al-Mahmûd maka penulis akan mencoba melakukan studi

komparatif pada kedua tafsir ini, namun penelitian akan difokuskan pada

qirâ`ât mutawâtirah yang ditampilkan ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam

masing-masing tafsirnya terhadap ayat-ayat ahkam pada surat al-Baqarah.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada pokok pemikiran di atas dapat diidentifikasi

beberapa pokok permasalahan yang dapat dijadikan bahan penelitian yaitu

bahwa perbedaan qirâ`ât dalam Al-Qur’an akan mempengaruhi istinbath

18

Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, h. 182 dan

Yâqût al-Himawî, Mu’jam al-Udabâ`, Jilid V, (Beirut : Dâr al-Gharb al-Islamy, 1993), h.

2442. 19

Muhammad Ibrâhîm ‘Alî Isma’îl, ‘Ilmu al-Qirâ`ât, h. 331. 20

Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn,( Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005), h. 273. 21

Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, h. 272. 22

Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, h. 274.

Page 23: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

8

hukum dan di dalam Al-Qur’an setidaknya terdapat sekitar 500 ayat yang

menjelaskan tentang hukum dan mayoritas tersebar dalam ada surat al-

Baqarah, an-Nisâ, al-Mâidah dan al-An’âm hanya saja menurut Ibnu

Qutaibah perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perbedaan pengertian

yang masih dalam batas-batas kebenaran yang dibenarkan oleh Al-Qur’an.

Beberapa kitab tafsir mengemukakan perbedaan qirâ`ât baik yang

mutawâtirah maupun syâdzdzah ketika menafsirkan ayat-ayat hukum antara

lain kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî, al-Bahr al-Muhîth karya Abû

Hayyân al-Andalûsî, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhîm karya Ibnu Katsîr, Tafsir al-

Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân karya al-Qurthubî, Mafâtih al-Ghaîb karya

Fakhrudin ar-Râzî dan beberapa kitab tafsir lainnya.

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini tidak mengkaji semua permasalahan di atas, mengingat

jumlah ayat-ayat ahkâm di dalam Al-Qur’an sangatlah banyak, dan

banyaknya para mufassir yang menggunakan ragam qirâ’ât dalam

menafsirkan ayat-ayat hukum, serta ragam qirâ’ât yang digunakan tidak

sama.

Oleh karena itu penulis akan membatasi penelitian ini pada qirâ’ât

mutawâtirah yang digunakan dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr

al-Muhîth dalam menafsirkan 8 ayat ahkâm pada surat al-Baqarah yaitu ayat

184, 222, 236, 240, 245, 271, 282 dan 283

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian

ini yaitu: “Bagaimana pengaruh perbedaan qirâ’ât pada 8 ayat hukum

surat al-Baqarah dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân?”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Kegiatan penelitian di bidang qirâ`ât Al-Qur’an ini mempunyai

beberapa tujuan, antara lain:

a. Memaparkan bahwa ilmu qirâ`ât bukan hanya sebatas ilmu untuk

membaca Al-Qur’an saja, melainkan ilmu ini juga dapat digunakan

untuk menafsirkan Al-Qur’an.

b. Mengungkap qirâ`ât mutawâtirah yang dipakai ath-Thabarî dan

Abû Hayyân dalam penafsirannya.

c. Mengkaji pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap ayat-ayat ahkam

dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam surat al-

Baqarah.

Page 24: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

9

2. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Sumber diskusi para mahasiswa khususnya di bidang ilmu tafsir dan

lebih spesifik bidang qirâ`ât.

b. Khazanah dunia pustaka, khususnya pada kajian ilmu Al-Qur’an dan

tafsir

c. Penelitian ini menjadi prasarat bagi penulis untuk menyelesaikan

studi pasca sarjana.

D. Kajian Kepustakaan

Penelitian tentang tema qirâ`ât sudah banyak dilakukan. Diantaranya

adalah tesis dan disertasi yang penulis temukan di perpustakaan sekolah

pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, antara lain:

1. Hasanuddin AF dalam disertasi yang berjudul “Perbedaan Qirâ`ât dan

Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an”.

Disertasi ini telah dicetak oleh percetakan PT Raja Grafindo Persada tahun

1995, mengkaji tentang pengaruh qirâ`ât dalam istinbath hukum. Qirâ`ât

yang diaangkat dalam tulisan tersebut meliputi qirâ`ât mutawâtirah dan

syâdzdzah. Kesimpulannya adalah tidak semua qirâ`ât baik itu qirâ`ât

mutawâtirah atau qirâ`ât syadzdzât memiliki dampak atau pengaruh

terhadap istinbath hukum dalam Al-Qur’an, dan jumlahnya memang

relatif kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah ayat Al-Qur’an

yang tidak kurang dari enam ribu ayat itu. Namun demikian adanya

perbedaan qirâ`ât tersebut ternyata dapat menambah keluasan serta

wawasan dalam memperkaya dan menambah alternatif hukum islam

dalam muatan Al-Qur’an. Perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh terhadap

istibath hukum, adakalanya hanya berpengaruh terhadap cara istinbath

hukum yang dilakukan oleh para ulama, tanpa menimbulkan perbedaan

ketentuan hukum yang di-istinbath-kan oleh mereka. Dan adakalanya

sekaligus berpengaruh balik terhadap cara istinbath hukum maupun

ketentuan hukum yang di-istinbat-kan timbulnya perbedaan istinbath

hukum dengan adanya versi bacaan qirâ`ât sab’ah, karena akibat adanya

substansi lafadz yang berbeda dengan makna yang berbeda pula.23

2. Ekawati dengan disertasi berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap

Makna Ayat dalam tafsir Ibnu Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah

bahasa Arab)”.

23

Hasanuddin AF , Perbedaan Qirâ`ât dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum

dalam Al-Qur’an, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

1994. h. 318-319.

Page 25: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

10

Kesimpulannya, pertama, perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an lebih banyak

ditemukan pada pembahasan tafsir bila dibandingkan dengan pembahasan

fiqh, kedua, perbedaan qirâ`ât dalam hubungannya dengan makna ayat,

dapat dibagi dua, yaitu: 1) perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada

perubahan lafadzh tapi tidak pada makna ayat, 2) perbedaan qirâ`ât yang

berpengaruh pada perubahan lafadzh dan makna sekaligus, ketiga,

perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada perubahan lafadzh dan makna

ayat dapat dibagi tiga, yaitu: (1) perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada

makna lafadzh (makna sharfi) ayat, (2) perbedaan qirâ`ât yang

berpengaruh pada kandungan makna ayat (makna nahwi), (3) perbedaan

qirâ`ât yang berpengaruh pada makna lafadzh dan kandungan ayat

sekaligus. Keempat, bagi perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh terhadap

makna lafadzh dan kandungan ayat, ada dua kemungkinan, yaitu: (1)

perbedaan makna yang bisa digabungkan atau dikompromikan

(memperkuat dan memperjelas), (2) perbedaan makna yang tidak bisa

digabungkan atau dikompromikan, namun perbedaan itu bukan karena

bertentangan atau berlawanan, tapi sebagai bentuk alternatif atau pilihan,

artinya kedua makna bisa berlaku untuk dua situasi atau kondisi yang

berbeda .24

3. Yufni Faisol dalam disertasi yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât

Terhadap Makna Ayat: suatu tinjauan Qawâid Bahasa”.

Karya ini menyoroti tentang beberapa segi perbedaan qirâ`ât ditinjau dari

segi qawâid bahasa yang ada pengaruhnya terhadap makna ayat, penelitian

ini masih bersifat umum belum menjangkau aspek penafsiran yang

berkaitan dengan ayat-ayat ahkamnya. Kesimpulannya perbedaan qirâ`ât

dilihat dari sudut bahasan qawâid bahasa arab dapat dibagi dua, pertama,

perbedaan qirâ`ât yang tidak berpengaruh kepada makna, seperti

perubahan sebagian wazn fi’il, I’râb, ibdah huruf dan harakah bina,

taqdîm dan ta’khîr huruf, serta perubahan dialek berupa idghâm dan

takhfîf huruf. Kedua, perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada perubahan

makna ayat, hampir semua segi perbedaan qirâ`ât di atas berbeda makna

kecuali dialek, bentuk pengaruh perbedaan qirâ`ât tersebut ada tiga

macam, yaitu: (1) Perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh kepada lafadzh

(makna sharfi) ayat, (2) perbedaan qirâ`ât yang mengubah maksud atau

kandungan (makna nahwi) ayat, (3) perbedaan qirâ`ât yang mengubah

makna lafadzh dan kandungan ayat sekaligus, dan ini ada dua

kemungkinan, kemungkinan yang pertama bisa jadi perbedaan makna

tersebut digabungkan atau dikompromikan, sebagai bentuk perluasan atau

24

Ekawati, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat dalam tafsir Ibnu

Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah bahasa Arab), sebuah disertasi Sekolah Pasca

Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 256.

Page 26: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

11

penjelasan atau perincian bagi makna qirâ`ât yang berbeda, dan

kemungkinan yang kedua perbedaan makna yang tidak bisa digabungkan

atau dikompromikan, tetapi perbedaan itu tidak bertentangan atau

berlawanan, bentuknya sebagai alternatif (المبادلة) artinya adalah kedua

makna bisa berlaku untuk dua situasi atau kondisi yang berbeda.25

4. Ali Fahruddin dalam tesis yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât

dalam Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Relasi Gender”.

Tesis ini mengungkapkan pentingnya pengaruh qirâ`ât dalam penafsiran,

dan berusaha meng-istinbath-kan (mengeluarkan) hukum yang berkenaan

dengan wanita dari ayat-ayat yang memiliki perbedaan qirâ`ât terutama

dalam masalah-masalah tertentu seperti: hukum seputar rumah tangga,

perceraian, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pembagian

warisan. Kesimpulannya adalah ayat-ayat tentang relasi gender yang

terdapat perbedaan qirâ`ât memberikan pengaruh positif terhadap

penafsiran Al-Qur’an. Pengaruh tersebut tidak ada yang kontradiksi,

melainkan “pilihan hukum” yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan

kondisi masyarakat.26

Penelitian terhadap tafsir Ath-Thabârî sudah pernah dilakukan oleh

Malih Laila Najihah dalam tesis yang berjudul “Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah

Dalam Penafsiran (Telaah kritis terhadap Kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-

Thabarî)”. Akan tetapi tesis ini hanya membahas qirâ`ât syâdzdzah saja.

Kesimpulannya adalah menurut ath-Thabarî qirâ`ât syâdzdzah yaitu qirâ`ât

yang apabila berbeda dengan qirâ`ât mayoritas qurrâ’, ath-Thabarî sering

menggunakan qirâ`ât syâdzdzah yang dapat berimplikasi terhadap

penafsirannya, sedangkan implikasi qirâ`ât syâdzdzah dalam penafsiran ath-

Thabarî dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu qirâ`ât syâdzdzah sebagai

penjelas, menghukumi syâdzdzah di antara qirâ`ât mutawâtir dan qirâ`ât

syâdzdzah tidak dapat dipakai hujjah. 27

Sementara yang membahas qirâ`ât mutawâtirah dalam tafsir ath-

Thabarî pun sudah pernah dilakukan oleh Muthmainnah dengan judul

“Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâât Nâfi’ Riwayat Qâlûn dan Qirâ`ât

‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah dan Q.S. al-Baqarah)”,

25

Yufni Faisol, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: suatu tinjauan

Qawâ’id Bahasa, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2003, h. XV 26

Ali Fahruddin, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât dalam Penafsiran Ayat-Ayat Tentang

Relasi Gender, sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006, h.

222. 27

Malih Laila Najihah, Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Penafsiran (Telaah kritis terhadap Kitâb Jâmi’ al-Bayân karya th-Thabarî ), sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. h. 153.

Page 27: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

12

Tesis ini difokuskan pada ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah aqidah

dan hukum yang terdapat dalam surat al-Fatihah dan al-Baqarah.

Kesimpulannya adalah perbedaan qirâ`ât baik dalam masalah akidah atau

pun masalah hukum tidak bertentangan dengan konsep orisinalitas Al-

Qur’an, masih bisa dikompromikan atau digabungkan penafsirannya. 28

Begitupun penelitian terhadap tafsir al-Bahr al-Muhîth sudah pernah

dilakukan oleh Romlah Widayati dalam disertasi yang berjudul , Qirâ`ât

Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth. Disertasi ini hanya membahas

qirâ`ât Syâdzdzah saja. Kesimpulannya adalah Abû Hayyân menjadikan

qirâ`ât Syâdzdzah sebagai hujjah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an,

penafsiran Abû Hayyân terhadap ayat-ayat hukum yang di dalamnya di bahas

Qirâ`ât Syâdzah disimpulkan bahwa:

Pertama, perbedaan antara qirâ`ât mutawâtirah dengan qirâ`ât Syâdzdzah sebagian tidak membawa pengaruh terhadap perbedaan makna maupun

penafsiran, perbedaan ini biasanya terjadi dikarenakan perbedaan qirâ`ât

yang berkaitan dengan dialek (lahjah).

Kedua, perbedaan qirâ`ât mutawâtirah dengan syâdzdzah sebagian

membawa pengaruh makna, qirâ`ât syâdzdzah berperan sebagai penjelas

atau menafsirkan makna lafadzh yang tidak lain adalah qirâ`ât mutawâtirah.

Ketiga, perbedaan qirâ`ât di antara mutawâtirah dengan syâdzdzah sebagian

membawa implikasi terhadap produk hukum hasill ijtihad yang berbeda,

namun dalam kesempatan lain posisi qirâ`ât syâdzdzah terkadang

mendukung salah satu qirâ`ât mutawâtirah yang terjadi perbedaan, dan di

lain kesempatan Abû Hayyân mengkompromikan antara dua qirâ`ât

mutawâtirah yang berbeda bacaan.29

Adapun penelitian dengan membandingkan dua kitab tafsir

terhadap tafsir ath-Thabarî dan Abû Hayyân dengan menggunakan qirâ`ât

mutawâtirah belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini

akan membandingkan tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr al-Muhîth

dalam surat al-Baqarah yang berkaitan dengan qirâ`ât mutawâtirah yang

ditampilkan ath-Thabarî dan Abû Hayyân, dan menjelaskan pengaruhnya

terhadap penafsiran ayat-ayat ahkam.

28

Muthmainnah , “Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâ`ât Nâfi’ Riwayat Qâlûn

dan Qirâât ‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah dan Q.S. al-Baqarah), sebuah tesis Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta 2011. h. 182.

29 Romlah Widayati , Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth, sebuah

disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. h. 328-329.

Page 28: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

13

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research),

dengan subjek kitab tafsir. Sumber penelitian ini terdiri atas data primer dan

sekunder, yaitu:

a. Sumber primer, yaitu kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan

kitab al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân al-Andalûsî.

b. Sumber sekunder, yaitu berupa literatur tafsir lain yang ada

relevansinya dengan metode penggunaan qirâ`ât yang didapat dari

karya-karya ulama lain sebagai bahan perbandingan, diantaranya:

Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhîm karya Ibnu Katsîr, Tafsir al-Jâmi’ Li

Ahkâm Al-Qur’ân karya al-Qurthubî, Mafâtih al-Ghaîb karya

Fakhrudin ar-Râzî dan sebagainya.

Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang bersifat deskriptif-

analistis, yaitu dengan cara memaparkan metode yang digunakan ath-Thabarî

dan Abû Hayyân dalam menafsirkan ayat-ayat ahkam dalam menggunakan

qirâ`ât mutawâtirah dan membandingkan diantara kedua kitab tersebut, dan

akhirnya dibuatlah suatu kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji.

2. Metode Pengumpulan Data

Penelusuran terhadap metode ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam

menggunakan perbedaan qirâ`ât khususnya qirâât mutawâtirah, digunakan

beberapa langkah yang akan ditempuh oleh penulis melalui analisa literatur

yaitu:

a. Mengumpulkan qirâ`ât mutawâtirah yang dipakai ath-Thabarî dan

Abû Hayyân dalam penafsiran ayat-ayat ahkam yang terdapat dalam

surat al-Baqarah.

b. Menjelaskan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran ayat-

ayat ahkam dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr al-

Muhîth.

c. Membandingkan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran

ayat-ayat ahkam antara tafsir Jâmi’ al-Bayân dengan al-Bahr al-

Muhîth.

d. Membuat kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji.

Page 29: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

14

Teknik penulisan tesis ini merujuk kepada buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, yang diterbitkan oleh Intsitut

Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta Tahun 2011.

F. Sistematika Penulisan

Dalam tesis ini penulis membagi objek kajian menjadi lima bab, yang

di dalamnya akan memuat beberapa sub bahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, identifikasi,

rumusan dan batasan Masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

kajian kepustakaan, metode penelitian dan teknik penulisan yang

meliputi: jenis dan metode penelitian, metode pengumpulan data,

dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

BAB II Membahas qirâât dan ayat ahkâm, yaitu suatu pemaparan tentang

Al-Qur’an dan Sab’atu Ahruf, definisi qirâ`ât, sejarah

perkembangan qirâ`ât, macam-macam qirâ`ât, qirâ`ât mutawâtir ,

dan hikmah perbedaan qirâ`ât. Dilanjutkan dengan pembahasan

tentang ayat ahkâm yang meliputi pengertian ayat-ayat hukum,

jumlah ayat hukum dan aspek-aspek ayat hukum, serta sejarah

singkat penafsiran ayat-ayat hukum.

BAB III Membahas tentang biografi singkat ath-Thabarî, karya-karya ath-

Thabarî, pandangan ath-Thabâri tentang Qirâ`ât, latar belakang

penulisan kitab Jâmi’ al-Bayân dan metode penulisannya,

dilanjutkan dengan pembahasan tentang biografi singkat Abû

Hayyân, karya-karya Abû Hayyân, latar belakang penulisan kitab

al-Bahr al-Muhîth dan metode penulisannya.

BAB IV Membahas tentang perbedaan qirâ`ât dalam surat al-Baqarah dan

implikasi penafsirannya terhadap ayat-ayat ahkâm. Dalam bab ini

akan ditampilkan berbagai macam qirâ`ât mutawâtirah yang

dipakai oleh ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam penafsiran ayat-

ayat ahkam yang terdapat dalam surat al-Baqarah, yaitu Q.S. al-

Baqarah [2] : 184, Q.S. al-Baqarah [2] : 222, Q.S. al-Baqarah [2]

: 236, Q.S. al-Baqarah [2] : 240, Q.S. al-Baqarah [2] : 245, Q.S.

al-Baqarah [2] : 271, Q.S. al-Baqarah [2] : 282, dan Q.S. al-

Baqarah [2] : 283.

BAB V Bab Penutup, yang menampilkan kesimpulan dari hasil penelitian

serta saran-saran.

Page 30: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

147

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan studi perbandingan antara kitab tafsir Jâmi’ al-

Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân karya Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî dengan

corak tafsir bil Ma`tsûr dengan kitab tafsir al-Bahr al-Muhîth karya Abû

Hayyân al-Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd, terhadap

perbedaan qirâ`ât mutawatirâh pada ayat-ayat hukum yang terdapat dalam

surat Al-Baqarah dapat disimpulkan bahwa perbedaan qirâ`ât tersebut tidak

seluruhnya berpengaruh pada istinbath hukum.

Adapun pengaruh atas perbedaan qirâ’ât pada 8 ayat-ayat hukum

surat al-Baqarah dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân adalah:

a. Perbedaaan qirâ`ât tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum

sebagaimana terdapat pada ayat 184, 236 , 245, 271 dan 283:

1) Ayat 184 : ( فدية طعام مسكين ) Pada ayat ini terdapat 3 cara membaca lafadz tersebut, namun tidak

berpengaruh terhadap istinbath hukum. Kedua qirâ`ât tersebut (tanwîn dan

idhafâh) bermakna bahwa bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa

maka wajib membayar fidyah, akan tetapi bentuk fidyah tersebut berbeda,

yaitu berupa pemberian makan jika dibaca tanwîn, dan berupa pemberian

selain makanan (dalam bentuk lain yang seukuran dengannya) jika dibaca

idhâfah. Selanjutnya fidyah tersebut diberikan kepada orang miskin dengan

qirâ`ât yang dibaca tunggal, karena bentuk tunggal dapat menjadi pengganti

bentuk jamak, dan tidak sebaliknya.

2) Ayat 236 : ( .( تـمسوهن

Dalam ayat ini terdapat dua bentuk qirâ`ât dalam bacaan pada lafadz

tersebut. Adapun dari sisi makna ayat, perbedaan cara membaca tidak

menyebabkan perbedaan makna pada kedua cara membaca tersebut,

sebagaimana dijelaskan dalam ath-Thabarî bahwa kedua bacaan tersebut

benar dari sisi makna dan penakwilan, meskipun pada salah satu bacaan

terdapat tambahan makna namun tidak berbeda hukum dan pengertiannya.

Hal itu bisa dipahami oleh siapapun jika dikatakan: “aku menyentuh istriku,”

bahwa persentuhan itu akan melekatkan dua tubuh selama mereka dalam

posisi bersentuhan.

Page 31: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

148

3) Ayat 245: فـيضاعفه dan ه فـيضاعف

Dalam kitab tafsir ath-Thabarî dan Abû Hayyân dijelaskan bahwa

perbedaan qirâ`ât pada ayat ini tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum,

akan tetapi berpengaruh dalam kedudukan tata bahasa arab. Dalam kitab

tafsir ath-Thabarî dijelaskan bahwa jika dibaca dengan rafa’ ( ه فـيضاعف ),

maka bermakna “alladzi” (isim maushul) yaitu barang siapa memberikan

pinjaman yang baik lalu akan dilipatgandakan baginya. Dan jika dibaca

dengan nashab ( فـيضاعفه ), maka akan bermakna istifhâm (pertanyaan),

“siapakah yang memberikan pinjaman yang baik pada Allah? maka akan

dilipatgandakan baginya.” kalimat ( فـيضاعفه ) sebagai jawaban dari

pertanyaan tersebut. Sementara Abû Hayyân menjelaskan bahwa qirâ`ât

yang dibaca dengan rafa’ ( ه فـيضاعف ) akan bermakna sebagai ‘athaf dari

lafadzh ( يـقرض ). Dan qirâ`ât dibaca dengan nashab ( فـيضاعفه ) akan

bermakna istifhâm (pertanyaan), yaitu apakah ada seseorang yang akan

meminjamkan hartanya kepada Allah swt? maka dia akan

melipatgandakannya. Ibnu Jarîr ath-Thabâri dan Abû Hayyân cenderung

memilih qirâ`ât yang dibaca marfu’ ( فـيضاعفه), karena di dalam Firman Allah

swt: (من ذا ال ذي يـقرض لله قـرضا حسنا ) terkandung makna ganjaran,

sedangkan ganjaran jika dalam jawaban ada huruf fa maka pasti jawabannya

rafa’.

4) Ayat 271: نكفر , يكفر dan نكفر. a) Qirâ`ât yang dibaca dengan huruf (ي) pada awal kata. Dalam

penafsiran ath-Thabarî qirâ`ât dengan huruf ya berimplikasi makna

sedekahlah yang akan menghapus kesalahan. Sementara dalam

penafsiran Abû Hayyân qirâ`ât dengan huruf ya akan berimplikasi

Allah swt yang menghapus sebagian dosa atau kesalahan, dan juga

sedekah yang dilakukan secara sembunyi yang menyebabkan

terhapusnya sebagian dosa dan kesalahan. Pendapat Abû Hayyân

didukung oleh al-Qurthubi yang mengatakan bahwa qirâ`ât yang

menggunakan huruf ya pada awal kata, akan berimplikasi Allah swt

lah yang menjadi penghapus kesalahan-kesalahan tersebut, dan

Page 32: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

149

sedekah yang dilakukan dengan menyembunyikannya juga

menghapuskan kesalahan;

b) Qirâ`ât yang dibaca dengan (ن) dan (ر) dhammah. Ath-Thabarî

menafsirkan ganjaran sedekah yang menghapus kesalahan, Abû

Hayyân menafsirkan Allahlah yang menghapus kesalahan-

kesalahan, baik sedekah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi

atau pun terang-terangan; c) Qirâ`ât yang dibaca nun dengan ra

sukun. Keduanya menafsirkan Allah swt yang menghapus

kesalahan-kesalahan tersebut, karena akibat amal sedekah yang

dilakukan secara sembunyi. Inilah qirâ`ât yang dipilih oleh Ibnu

Jarîr ath-Thabarî dan Abû Hayyân .

5) Ayat 283 : ( فرهان)

Pada ayat ini terdapat dua versi qirâ`ât pada lafadz tersebut, namun

tidak menimbulkan perbedaan makna. Ibnu Jarîr ath-Thabarî lebih cenderung

memilih qirâ`ât ( فرهان مقبضة) dengan alasan bahwa lafadz tersebut lebih

dikenal, adapun qirâ`ât yang lain dianggap terdapat sedikit cacat dari sisi tata

bahasa perubahan dari lafadz mufrad (tunggal) menjadi bentuk jamak.

Sedangkan Abû Hayyân tidak memilih salah satu versi qirâ`ât.

b. Perbedaaan qirâ`ât berpengaruh terhadap istinbath hukum, akan tetapi

perbedaan tersebut hanya membawa pengaruh terhadap perbedaan

pengertian yang masih dalam batas-batas kebenaran yang dibenarkan oleh

Al-Qur’an. Seperti terdapat pada ayat 240 dan 282:

1) Ayat 240 : ( وصي ة ). Terdapat dua cara membaca lafadz tersebut, yaitu

dengan cara nashab atau rafa’. Jika kalimat ( وصي ة ) dihukumi nashab,

maka akan berimplikasi bahwa suami wajib berwasiat bagi istrinya

yang ditinggalkan agar diberikan nafkah serta tidak dikeluarkan dari

rumah tempat tinggalnya selama satu tahun. Dengan demikian hak

istri untuk mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama satu tahun

tergantung kepada wasiat suami, jika suami tidak berwasiat maka istri

tidak mendapatkan haknya dan ahli waris boleh untuk tidak

memberikan nafkah kepadanya serta mengusirnya, dan suami berdosa

karena tidak berwasiat. Adapun pada qirâ`ât kedua yang membacanya

dengan i’râb rafa’ ( وصي ة), maka akan berimplikasi bahwa suami

hanya sebatas dianjurkan (tidak wajib) berwasiat karena Allah swt

Page 33: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

150

sudah menetapkan bagi para istri yang ditinggalkan oleh suaminya

(meninggal) untuk diberikan nafkah selama satu tahun penuh dan

diperkenankan menempati rumah yang ditempati bersama suami

semasa hidupnya. Dengan demikian tanpa suami berwasiat pun

seorang istri akan mendapatkan nafkah dan menempati rumah

suaminya selama setahun penuh karena itu sudah merupakan hak istri

sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah swt. Inilah qirâ`ât yang

dipilih oleh Ibnu Jarîr ath-Thabarî.

2) Ayat 282 ( آر ول يض) . Dalam penafsiran Ibnu Jarîr ath-Thabarî

dijelaskan bahwa larangan yang terkandung pada ayat ini ditujukan

bagi orang yang memiliki hak dalam transaksi muamalah yang

dilakukan, yaitu orang yang meminta ditulis dan disaksikan

transaksinya dilarang untuk menyulitkan penulis dan saksi jika

keduanya berhalangan. Sementara dalam penafsiran Abû Hayyân

memiliki dua makna:

Pertama, ditujukan kepada orang yang mencatat dan yang menjadi

saksi, bahwa mereka tidak boleh menyulitkan seseorang dalam

membantu mencatat dan memberikan persaksian;

Kedua, ditujukan kepada orang yang bermu’amalah, bahwa mereka

dilarang untuk menyulitkan penulis dan saksi yang berhalangan.

c. Perbedaaan qirâ`ât berpengaruh terhadap istinbath hukum, akan tetapi

perbedaan tersebut dapat digabungkan atau dikompromikan. Terdapat

pada ayat 222 ( حت يطهرن ) .

Terdapat dua qirâ`ât cara membaca lafadz pada ayat tersebut, yaitu

dengan tasydid huruf tha atau dengan takhfif. Perbedaan versi qirâ`ât

mutawâtirah pada penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân adalah sama-

sama berpengaruh terhadap istinbath hukum, jika dibaca takhfîf maka dapat

dimaknai bahwa suami boleh menggauli istri setelah darah haidnya berhenti

walaupun belum mandi, dan jika dibaca tasydîd maka akan berimplikasi

bahwa suami boleh menggauli istri setelah darah haidnya berhenti dan mandi.

Perbedaan istinbath hukum tersebut tidak memungkinkan untuk membuang

atau memilih salah satu dari keduanya, justru akan lebih sempurna apabila

kedua hukum tersebut digabungkan. Sebagaimana pendapat Imam Syâfi’î,

bahwa qirâ`ât mutawâtirah dapat dijadikan hujjah secara ijma’. Oleh karena

itu apabila ada dua versi qirâ`ât mutawâtirah dan keduanya dapat

digabungkan dari segi kandungan hukumnya, maka kita wajib

menggabungkan hukumnya. Qirâ`ât yang dibaca takhfîf mengandung arti

sampai darah haidnya berhenti, dan qirâ`ât yang dibaca tasydid mengandung

Page 34: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

151

arti sampai mereka bersuci dengan air (mandi). Kedua ketentuan tersebut

dapat digabungkan, sehingga mengandung hukum wajib darahnya berhenti

dan mandi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat terlihat bahwa corak

tafsir bil Ma`tsûr pada Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân lebih tegas dalam

menentukan istinbath hukum pada ayat-ayat yang memiliki perbedaan qirâ`ât

mutawâtirah dibandingkan dengan al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân al-

Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd.

Demikian kesimpulan dari studi komparatif atas penafsiran ath-

Thabarî dan Abû Hayyân mengenai pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap 8

ayat-ayat hukum. Wallahu a’lam.

B. Saran-Saran

Setelah menyimpulkan hasil penelitian ini, maka perlu kiranya untuk

memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perbedaan hukum yang terjadi di masyarakat hendaknya disikapi

dengan bijaksana, karena perbedaan tersebut dapat menambah

keluasan serta wawasan dalam memperkaya dan menambah alternatif

hukum islam dalam muatan Al-Qur’an. Perbedaan hukum ini

merupakan bukti kemu’jizatan Al-Qur’an.

2. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih luas dan mendalam tentang

pengaruh perbedaan qirâ`ât mutawâtirah pada ayat-ayat hukum, maka

hendaknya penelitian terhadap ayat-ayat hukum yang menggunakan

perbedaan qirâ`ât mutawâtirah ini perlu ditingkatkan baik itu pada

kitab-kitab tafsir klasik maupun kontemporer, untuk menambah

khazanah pengetahuan.

3. Hendaknya Program Pasca Sarjana memberikan tambahan jam pada

mata kuliah ilmu qirâ`ât di konsentrasi ulumul qur’an dan ulumul

hadits.

Demikian beberapa saran yang dapat penulis sampaikan. Tentunya

hasil penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu kiranya untuk

ditindaklanjuti. Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat dan dapat

dijadikan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, dan semoga dengan

penelitian ini akan menambah kecintaan kita terhadap Al-Qur’an dan kita

semua dapat mengamalkannya dalam kehidupan nyata sehingga misi Al-

Qur’an sebagai pedoman hidup tercapai dengan sempurna. Wallahu a’lam.

Page 35: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

153

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karîm

Abadi, Fairus, al-Qâmus al-Muhîth, Jilid 3, Kairo : Hay`ah al-Mishriyyah

al’Ammah lil-Kitâb, 1301 H, cet. III.

Abû Zahrah, Muhammad, Ushûl al-Fiqh, tt.p.: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, t.t.

________, Ushûl al-Fiqh, terj. Saefullah Ma’shûm, Jakarta: Pustaka Firdaus,

1999.

Ahmad, Abu al-Husain bin Fâris bin Zakariyyâ, Mu’jam Maqâyis al-Lughah,

Beirut : Dâr Ihyâ at-Turâts, 2001, cet. I.

Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-lmu Al-Qur’ân (1), Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2000.

al-Andalûsî, Abû Hayyân, al-Bahr al-Muhîth, tt.p. :Dâr al-Fikr, 2005.

al-‘Asqalânî, Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Mesir: Dâr al-Mishry li ath-Thibâ’ah,

2001 M/1421 H.

al-Asyqar, ‘Umar Sulaimân, Târîkh al-Fiqh al-Islâmî, Kuwait: Maktabah al-

Falâh, 1982.

‘Athiyyah, Ibnu, al-Muharrar al-Wajiz, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1993.

Al-Baihaqî, Sunan al-Shaghir, Beirut : Dâr al-Fikr, 1993.

bin Anas, Mâlik, al-Muwaththa’, tt.p: Maktabah Taifiiqiyyâh, t.t.

Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, Beirut: Dâr al-Bayân al-Arabiy, 2005

M/1426 H.

Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn,Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005.

Anwar, Rosihon, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât Dalam Tafsîr ath-Thabarî

dan Tafsîr Ibnu Katsîr, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Page 36: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

154

Ekawati, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat dalam tafsir

Ibnu Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah bahasa Arab), sebuah

disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Fahruddin, Ali, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât dalam Penafsiran Ayat-Ayat

Tentang Relasi Gender, sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2006.

Faisol, Yufni, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: suatu

tinjauan Qawâ’id Bahasa, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

Fathoni, Ahmad, Kaidah Qirâ’ât Tujuh menurut Tharîq Syâthibiyyah,

Jakarta: Institut PTIQ & IIQ dan Dâr al-‘Ulûm Press, 2010.

Al-Ghalayini, Syeikh Mushthafa, Jâmi’ ad-Durûs al-‘Arabiyah, Beirut:

Maktabah al-‘Ashriyah, 2003.

Ghofur, Saipul Amin, Profil Para mufassir Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka

Insan Madani, 2008.

Habsy, Muhammad, asy-Syâmil f î al-Qirâ`ât al-Mutawâtirah, Beirut: Dâr al-

Kalâm ath-Thayyib, 2001 M/1422 H.

al-Hariri, Muhammad ‘Arif Musa, al-Qirâ`ât al-Mutawâtirah allatî

Ankarahâ Ibnu Jarîr ath-Thabârî fi Tafsîrihî wa ar-Rad ‘alaih, Riyâdh:

t.p., t.t.

Haroen, Nasroen, Ushul Fiqh I, Jakarta: Logos, 1996.

Hasan, Amirul dan Muhammad Halabi, ‘Ulûmul Qur’ân : Studi Kompleksitas

Al-Qur’an, , Judul asli Dirâsât fi Ulum Al-Qur’ân karya Fahd bin

Abdirrahmân ar-Rûmî Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.

Hasanuddin AF , Perbedaan Qirâ`ât dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath

Hukum dalam Al-Qur’an, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1994.

al-Hûfî, Ahmad Muhammad, ath-Thabarî, Mesir: al-Muassasah al-

Mishriyyah, t.t.

al-Himawî, Yâqût, Mu’jam al-Udabâ`, Beirut: Dâr al-Gharb al-Islâmy, 1993.

Page 37: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

155

Isma’îl, Muhammad Ibrâhîm ‘Alî, Ilmu al-Qirâ`ât, Riyâdh: Maktabah at-

Taubah, 2000.

Isma’îl, Muhammad Bakr, Ibnu Jarîr ath-Thabarî wa manhajuhû fî at-Tafsîr,

Kairo: Dâr al-Manâr, 1991.

Jauzî, Ibnu, Nawâsikh Al-Qur’ân: an-Nâsikh wa al-Mansûkh, Terj. Wawan

Djunaidi Soffandi, Jakarta: Pustaka Azam, 2002.

Ibnu al-Jazarî, an-Nasyr fî al-Qirâ`ât al-‘Asyr, Beirut : Dâr al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, t.t.

______, Taqrîb an-Nasyr fî al-Qirâât an-‘Asyr, tt.p.: Dâr al-Hadîts, t.t.

______, Munjid al-Muqri’în wa Mursyid ath-Thâlibîn, Beirut: Dâr al-Kutub

al-Islâmiyah, t.t.

Jibrîl, Muhammad Sayyid, Madkhal ilâ Manâhij al-Mufassirûn, Kairo: ar-

Risâlah, 1987 H.

al-Juwainî, Musthafâ ash-Shâwi, Manâhij fî at-Tafsîr, tt.p.: al-Ma’ârif, t.t.

Katsîr, Ibnu, Tafsîr Al-Qur’ânul Adzhîm, tt.p.: Dâr al-Mukhtâr al-‘Arabiy,

2010.

Khallaf, ‘Abdul Wahhab, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum

Islam, Penyadur: Wajidi Sayadi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

______, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilmu Ushûl al-Fiqh, tt.p.: Dar al-Kuwaitiyah,

1968.

______, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilmu al-Ushûl, Jakarta: al-Da’wah al-Islâmiyah,

1972.

Kurayyim, Muhammad, al-Qirâ’ât al-‘Asyr al-Mutawâtirah min Tharîq asy-

Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Madînah: Dâr al-Muhâjir, 1994 M/1414

H.

Mahmûd, Manî’ Abdul Halîm; Penerjemah, Faisal Saleh dan Syahdianor,

Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Mandzhûr, Ibnu, Lisân al-‘Arab, Kairo: Dâr al-Hadits, 2003.

Page 38: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

156

al-Ma’sharawî, Ahmad ‘Îsa, al-Qirâ`ât al-Wâridah fi as-Sunnah, Kairo: Dâr

as-Salâm, 2006.

Muhammad Ismâil, Sya’bân, al-Qirâ`ât Ahkamuhâ wa Mashdâruhâ, tt.p.:

Dâr as-salâm, t.t.

Mukhtar Yahya, Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh

Islam, Bandung: PT al-Ma’arif, t.t.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997.

Musthafâ, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasîth, tt.p.: Majma’ al-Lughah al-

Arabiyyah, t.t.

Muthahhari, Murtadha, dan M. Baqir ash-Shadr, Pengantar Ushûl Fiqh dan

Ushûl Fiqh Perbandingan, diterjemahkan dari A Short History of Ilmul

Ushûl, penerjemah: Satrio Pianndito dan Ahsin Muhammad, Jakarta:

Pustaka Hidayah, 1993.

Muthmainnah , “Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâ`ât Nâfi’ Riwayat

Qâlûn dan Qirâât ‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah

dan Q.S. al-Baqarah), sebuah tesis Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta

2011.

Najihah, Malih Laila, Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Penafsiran

(Telaah kritis terhadap Kitâb Jâmi’ al-Bayân karya th-Thabarî ),

sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009.

an-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairi, Shahîh Muslim, Kairo: Dâr

al-Hadîts, t.t.

an-Nasâ’î, Sunan an-Nasâ’î, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1999.

Pustaka STAINU, Sejarah Qirâ`ât Al-Qur’ân di Nusantara, Jakarta: Pustaka

STAINU, 2010.

al-Qâdhi, Abdul Fattâh, al-Wâfi fi asy-Syarh al-Syâtibiyah, Kairo: Dâr as-

Salâm, 2003.

al-Qaisî, Abî Muhammad Makkî bin Abî Thâlib, Ibânah ‘an Ma’âni al-

qirâ`ât, Dimasyq: Dâr al-Ma’mûn li at-Turâts, t.t.

Page 39: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

157

al-Qaththân, Mannâ’ Khalîl, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Riyâdh: Dâr al-

Rasyîd, t.t.

al-Qurthubî, al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2002.

ar-Râzî, Fakhr, Mafâtih al-Ghaib, tt.p.: Dâr al-Fikr, 1985.

ar-Rifâ’i, Sabrah al-Husaini Mursi, Mabâhits Fi‘Ulum Al-Qur’ân, Kairo: t.p,

2000.

Rusyd, Ibnu, Bidâyatul Mujtahid wa Nihâyatul Muqtashid, Semarang:

Maktabah Usaha Keluarga, t.t.

ash- Shâbûnî, Muhammad ‘Alî, at-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Kairo: Dâr

ash- Shâbûnî, 1999.

Salîm Muhaisin, Muhammad, al-Mughna fî Taujîh al-Qirâ`ât al-‘Asyr al-

Mutawâtirah, Beirut: Dâr al-Jail, 1993.

______, al-Irsyâdât al-Jaliyyah fi al-Qirâ’ah as-Sab’ min Thariq as-

Syâtibiyyah, Kairo: Maktabah al-Kulliyah al-Azhar, t.t.

ash-Shâlih, Subhi, Mabâhits Fî ‘ulûm Al-Qur’ân, Beirût: Dâr al-‘Ilm lil

Malâyin, 1988.

ash-Shiddieqy, Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’ân, Jakarta: PT Bulan Bintang,

1993.

Sulaiman, Abû Daûd , Sunan Abi Daûd, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1999.

As-Suyûthî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah,

2000.

Syarifuddin, Amir, Ushûl Fiqh, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.

ath-Thabarî, Muhammad bin Jarîr, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân,

Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999.

Widayati, Romlah, Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth,

sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2009.

Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995.

Page 40: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

158

Az-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-kutub al-

‘Ilmiyyah, 1988.

Az-Zarqâni, Muhammad Abdul ‘Azîm, Manâhilul Irfân, Beirut: Dâr al-

Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996.

az-Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islâm wa Adillatuhû, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1985.

Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Hukum Syariah, Jakarta: PT Toko Gunung

Agung, 1995.

Page 41: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

159

Lampiran Tabel

GAMBARAN PERBEDAAN QIRÂ`ÂT PADA AYAT-AYAT AHKÂM DALAM SURAT AL-BAQARAH DAN

IMPLIKASI PENAFSIRANNYA PADA KITAB JÂMI’ AL-BAYÂN DAN KITAB AL-BAHR AL-MUHÎTH

No Ayat Qirâ`ât Mutawâtirah Implikasi Makna Pada Tafsir Jâmi’

al-Bayân

Implikasi Makna Pada Tafsir

al-Bahr al-Muhîth

Implikasi dalam Istinbath

Hukum

1. 184 a. فدية طعام مساكي - Susunan kalimat dalam

bentuk idhafah; dan

- Kalimat ( مساكي)

dalam bentuk Jama’

- Ketentuan fidyah dapat berupa

makanan atau dalam bentuk

lainnya; dan

- fidyah diperuntukkan bagi orang-

orang miskin untuk satu bulan

jika ia berbuka selama satu

bulan.*

Ketentuan membayar fidyah yaitu

berupa pemberian makan kepada

satu orang miskin dari setiap

puasa yang ditinggalkan

Tidak ada

b. مساكي فدية طعام - Susunan kalimat dalam

bentuk badal - Kalimat ( مساكي)

dalam bentuk Jama’

- Ketentuan fidyah dibatasi hanya

berupa pemberian makan bagi

orang-orang miskin; - Diperuntukkan bagi orang-orang

miskin untuk satu bulan jika ia

berbuka selama satu bulan

Idem Tidak ada

c. فدية طعام مسكين - Susunan kalimat dalam

bentuk badal; - Kalimat ( مسكين)

dalam bentuk tunggal

- Fidyah diperuntukkan kepada satu

orang miskin. Ketentuan fidyah yaitu berupa

pemberian makan kepada satu

orang miskin dari setiap satu hari

puasa yang ditinggalkan

Tidak ada

Page 42: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

160

2. 222 a. حتى يطىهىرن Batas akhir masa haidh dan

diperbolehkan untuk digauli

ditandai dengan berhentinya darah

haid berhenti dan sudah bersuci

dengan cara mandi menggunakan

air

Batas akhir masa haidh dan

diperbolehkan untuk digauli

ditandai dengan berhentinya darah

haid berhenti dan sudah bersuci

dengan cara mandi menggunakan

air atau bersuci dalam bentuk

lainnya sesuai yang disyariatkan.

Halal hukumnya menggauli

istri setelah berhenti darah

haidh dan sudah bersuci

dengan mandi

b. حتى يطهرن Sucinya seorang wanita dari haidh

ditandai dengan berhentinya darah

haidh dan istri membersihkan bekas

darah haidhnya tanpa harus mandi.

Sucinya seorang wanita dari haidh

ditandai dengan berhentinya darah

haidh dan istri sudah boleh digauli

meskipun belum bersuci dengan

mandi

Halal hukumnya menggauli

istri setelah berhenti darah

haidh meskipun sang istri

belum bersuci dengan mandi

3. 236 a. ما ل تـمآسوهنى sebelum kalian bercampur dengan

mereka sebelum kalian bercampur dengan

mereka Tidak ada

b. ما ل تـمسوهنى sebelum kalian bercampur dengan

mereka sebelum kalian bercampur dengan

mereka Tidak ada

4. 240 a. وصيى ة ل ز و اج ه م suami wajib berwasiat bagi istrinya

yang ditinggalkan berupa nafkah serta

tempat tinggal selama satu tahun

Tidak menjelaskan

b. وصيى ة ل ز و اج ه م Sudah menjadi ketetapan Allah swt

bahwa hak seorang istri yang

ditinggalkan oleh suaminya berupa

nafkah dan tempat tinggal selama

satu tahun penuh

Tidak menjelaskan

5 245 a. فـيضاعفه Maka akan melipatgandakan (harta

yang dikeluarkan di jalan Allah lebih

dari dua kali kelipatan

bermakna istifhâm (pertanyaan),

yaitu apakah ada seseorang yang

akan meminjamkan hartanya

kepada Allah swt? maka dia akan

melipatgandakannya.

b. فـيضعفه Maka barang siapa memberikan

pinjaman yang baik lalu akan

Tidak menjelaskan

Page 43: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

161

dilipatgandakan sebanyak dua kali

c. فـيضعفه Maka siapakah yang memberikan

pinjaman yang baik pada Allah ? maka

akan dilipatgandakan baginya

sebanyak dua kali

Tidak menjelaskan

d. ه فـيضاعف Maka barang siapa memberikan

pinjaman yang baik lalu akan

dilipatgandakan baginya lebih dari

dua kali.

bermakna sebagai ‘athaf dari

lafadzh (ي قرض )

6 271 a. ونكفر jika merahasiakan sedekah maka

balasannya adalah Allah swt akan

menghapus kesalahan kalian.

Allah swt memberikan balasan

kepada muslim yang

bersedekah secara sembunyi

dengan menghapus kesalahan.

Keduanya menafsirkan Allah

swt yang menghapus

kesalahan.**

b. ونكـــــــفـر

Allah swt akan membalas sedekah

yang dirahasiakan dengan menghapus

kesalahan hamba-Nya yang beriman,

yakni ganjaran sedekahlah yang

menghapus kesalahan.

Allah swt memberikan balasan

karena amal sedekah seorang

muslim secara umum baik yang

dilakukan dengan terang-terangan

maupun sembunyi. Yakni

Allahlah yang menghapus

kesalahan-kesalahan tersebut.

a. Ath-Thabarî menafsirkan:

ganjaran sedekah yang

menghapus kesalahan

b. Abû Hayyân menafsirkan

Allahlah yang menghapus

kesalahan-kesalahan, baik

sedekah itu dilakukan

secara sembunyi-sembunyi

atau pun terang-

terangan.**

c. ويكـــــــفـر

Allah akan menghapus kesalahan

kalian dengan sedekah kalian.

sedekahlah yang menghapus

kesalahan-kesalahannya.

a. Allah swt yang menghapus

sebagian dosa atau kesalahan

karena kebaikan dan amalan

yang dilakukan oleh seorang

muslim berupa sedekah yang

dilakukan secara sembunyi. b. Yaitu menyembunyikan

sedekah menyebabkan

terhapusnya sebagian dosa dan

a. ath-Thabarî menafsirkan

sedekahlah yang akan

menghapus kesalahan

b. Abû Hayyân menafsirkan

Allah swt yang menghapus

sebagian dosa atau

kesalahan, dan juga

sedekah yang dilakukan

secara sembunyi yang

Page 44: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

162

kesalahan. menyebabkan terhapusnya

sebagian dosa dan

kesalahan.**

7 282 a. ( لى هو لى هو -ان ي (ان ي

Tidak menjelaskan Tidak menjelaskan

b. ( ن تضلى ا -ان تضلى)

1) harakat fathah pada alif (أن) dan

me-nashab-kan ( ,(تذكر) dan (تضل maka akan berimplikasi

bahwasanya jika tidak terdapat

dua orang yang bisa menjadi

saksi, maka cukup dengan satu

orang laki-laki disertai dua

orang perempuan dengan tujuan

agar salah satunya dapat

mengingatkan yang lain

manakala terdapat kealpaan.

2) Jika dibaca dengan lafadz ( تذكر) yakni dengan memberi harakat

sukun pada huruf dzal dan

menghilangkan tasydîd pada huruf

kâf. Akan berimplikasi bahwa

dengan bergabungnya dua orang

perempuan dalam hal persaksian

menjadikannya memiliki

kedudukan yang sama dengan

persaksian seorang laki-laki.

3) Jika dibaca dengan harakat kasrah

pada huruf alif (إن) dan i’râb rafa’

pada lafadz ( ر ك ذ ت ف ـ ) , akan

berimplikasi bahwa: “hendaklah

1) membaca ( إن تضلى) dengan

kasrah kedudukannya sebagai

huruf syarat dan ( ر dengan (فتذك

memberikan harakat dhammah

pada huruf râ` sebagai jawab

syarat.

2) harakat fathah pada huruf

hamzah ( أن تضلى ) merupakan

‘âmil nâshibah (huruf yang

menashabkan fi’il) dan lafadzh

ر ) dengan memberikan ( فتذك

harakat fathah pada huruf râ`

merupakan ‘athaf dari ( أن تضلى )

c. (ر ك ذ ت ف ـ -تذكر ف ـ -تذكر ف ـ)

Page 45: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

163

dua orang laki-laki dari kalian

menjadi saksi, namun jika tidak

ada (dua orang laki-laki, pen.)

maka boleh satu orang laki-laki

disertai dua orang wanita yang

kalian terima persaksiannya. Jika

salah seorang dari dua wanita

tersebut lupa, maka yang lain

dapat memberikan peringatan.”

d. ( تارة -حاضرة تارة

(حاضرة

- Jika dibaca rafa’ maka kalimat

( مكني ب اهن وري دت ) sebagai khabar

( انك ), dan ( حاضرة تجارة )

berfungsi sebagai isim ( انك ).

- Jika dibaca nashab lafadz nakirah

yang jatuh setelah ( ان ك ) yang

dhamir-nya majhul.

- lafadzh ( تارة) dan ( حاضرة)

dengan i’râb nashab

dengan alasan bahwa

keduanya merupakan

khabar ( sebagai fi’il ( تكون

nâqish.

- i’râb rafa’ dan

mendudukkannya sebagai

fâ’il dari ( تكون) dan

kedudukannya sebagai fi’il

yang sempurna (tâm).

lafadzh ( تارة) dan ( ( حاضرة

dibaca rafa’ sebagai isim

dari lafadz ( تكون) dan

khabarnya adalah susunan

kalimat ( م ك ن ي ـب ـ اه ن ـو ر ي ـد ت ).

Page 46: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …

164

e. ( ول يضآر -آرى ول يض ) Lafadz ولايضار bermakna

seseorang dilarang menyulitkan

orang lain dengan memintanya

dengan cara memaksa untuk

mencatat transaksi muamalah yang

dilakukannya ataupun menjadi

saksinya manakala keduanya

sedang memiliki keperluan lainnya

yang tidak bisa ditinggalkan

- Lafadzh ( آرى ول يض)

kedudukan fi’il mudhâri

tersebut sebagai fi’il mabni lil

fâ’il yang bermakna bahwa

orang yang mencatat dan

yang menjadi saksi tidak

boleh menyulitkan seseorang

dalam membantuk mencatat

dan memberikan persaksian,

kedudukan fi’il mudhâri’

tersebut sebagai mabni lil

maf’ûl

- Lafadz ( آر ول يض) dengan

menjazamkan ra` pendapat

ini dianggap lemah karena

mentakdirkan berhimpunnya

tiga huruf

8 283 a. فـرهن bentuk jamak dari lafadz ( رهن) bentuk jamak dari lafadz ( رهن) Tidak ada

b. فرهان bentuk jamak dari lafadz ( رهان)

atau dalam tata bahasa arab disebut

jam’ul jam’i

bentuk jamak dari lafadz ( رهان)

atau dalam tata bahasa arab

disebut jam’ul jam’i

Tidak ada

Keterangan: 1. Implikasi makna yang dicetak tebal adalah merupakan qirâ`ât yang dipilih

2. *at-Thabarî memilih qirâ`ât ya ng dibaca dengan bentuk idhâfah dan bentuk tunggal ( فدية طعام مسكين) 3. ** perubahan makna lafadz ayat tanpa mengubah maksud kandungan ayat dan tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum