pengaruh penggunaan kursi ergonomis...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGGUNAAN KURSI ERGONOMIS TERHADAP
KENYAMANAN POSISI DUDUK PADA IBU MENYUSUI
BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN
PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
OLEH :
SRI LISDIANA
NIM : 108101000045
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M
1434H
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2012 – Juli 2013
Sri Lisdiana, NIM : 108101000045
Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada
Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
xxii + 135 halaman, 26 tabel, 28 gambar, 3 bagan, 6 lampiran
ABSTRAK
Kecenderungan posisi duduk ibu saat menyusui adalah tanpa sandaran, leher dan
punggung membungkuk dengan membentuk posisi yang statis dan monoton. Hal ini tidak
dibenarkan karena dapat menimbulkan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui. Oleh
karena itu, penelitian ini bermaksud untuk meminimalisasi ketidaknyamanan dengan
penggunaan kursi ergonomis saat menyusui dengan harapan ibu dapat melakukan aktivitas
menyusui dengan posisi duduk yang benar.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretest-posttest
control group design dengan jumlah sampel 34 orang yang dibagi menjadi Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing sebanyak 17 responden. Pada
Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat
menyusui sedangkan pada Kelompok Kontrol melakukan aktivitas menyusui seperti
biasanya. Skor kenyamanan diperoleh dari skor ketidaknyamanan pada lembar Body Part
Discomfort Scale. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test dan Mann-
Whitney Test.
Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menyatakan bahwa pada p-value 0,015 diketahui
terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan
setelah pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada uji yang sama, dengan p-value 0,977
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor ketidaknyamanan antara
sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Adapun uji Mann-Whitney menunjukkan
dengan p-value 0,046, berarti terdapat beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
Simpulan diperoleh bahwa penerapan kursi ergonomis dapat meningkatkan skor
kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sehingga, diharapkan para ibu dapat menerapkan
posisi duduk yang baik dan benar selama menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis.
Kata Kunci: Kursi Ergonomis, Kenyamanan Posisi Duduk, Ibu Menyusui
Daftar bacaan : 49 (tahun 1989-2011)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY DAN HEALTH
Undergraduate Thesis, July 2012 – July 2013
Sri Lisdiana, NIM : 108101000045
Influence the Use of Ergonomic Chair toward Comfort Seating Position to
Breastfeeding Mothers of Infants Aged up to Six Months in Kelurahan Pisangan,
Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 2013
xxii + 135 pages, 26 tables, 28 pictures, 3 charts, 6 appendicies
ABSTRACT
Tendency sitting position when breastfeeding mothers are without backrest, neck and
back bent by forming a static position and monotonously. It is not justified because it can
cause a sensation of discomfort while breastfeeding. Therefore, this study intends to
minimize the discomfort to the use of ergonomic chairs while breastfeeding and the hope of
breastfeeding mothers can do activities with proper seating.
This study used an experimental method with a pretest-posttest control group design
with 34 samples, divided into experiment group and control group, respectively by 17
respondents. In the experiment group was given treatment by means of using ergonomic
chair while breastfeeding, while in the control group with breastfeeding activities as usual.
The comfort score was obtained from the discomfort score sheet of Body Part Discomfort
Scale. Data were analyzed with the Wilcoxon Signed-Rank Test and Mann-Whitney Test.
The result of Wilcoxon Signed-Rank Test suggest that the p-value 0.015, it is evident
that the average difference between the discomfort scores were significantly before and
after in the experiment group. While at the same test, with p-value 0.977 showed no
significant difference between the discomfort scores before and after in the control group.
The Mann-Whitney test shows the p-value 0.046, means that there is an average difference
of discomfort scores between the Experiment Group and Control Group.
The conclusion is obtained that the application of ergonomic chair can improve comfort
score to breastfeeding mothers seating position. Thus, mothers are expected to apply of
posture during breastfeeding properly and correctively by using an ergonomic chair.
Keyword: Comfort seating position, Ergonomic chair, Breastfeeding mothers
References : 49 (1989-2011)
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Lisdiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Brebes/
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jln. Lombok Gg. Kakak Tua RT. 01/02 Desa Kemurang
Kulon Kecamatan Tanjung 52254, Kabupaten Brebes
Jawa Tengah
No. HP : +628-567-050-382
e-mail : [email protected]
Pendidikan
1996 – 2002 : SD Negeri 01 Kemurang Kulon
2002 – 2005 : SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008 : SMA Negeri 01 Brebes
2008 – sekarang : S1 – Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Pengalaman Organisasi
2002 – 2003 & 2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 01 Tanjung
2002 – 2004 : Pramuka SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008 : ROHIS SMA Negeri 1 Brebes
2009 : Div. Konsumsi FKIK Gathering
2010 : IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah)
2010 – sekarang : FLP Ciputat
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya dalam wujud Iman, Islam, dan Ihsan sehingga skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
saw, karena beliau telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah yang buta akan ilmu
menuju zaman cahaya yang bersinar dengan ilmu seperti sekarang ini.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
memberikan ungkapan terima kasih kepada:
1. Allah swt yang telah memberikan nikmat hidup tiada kira dan kekasih-Nya, Baginda
Rasulullah Muhammad saw yang senantiasa menginspirasi.
2. Yang tercinta, orang tua beserta keluarga atas dukungannya baik materi maupun non-
materi yang tak dapat dikalkulasi secara matematis. Terima kasih kakak2ku untuk
support yang luar biasa dan doa2 yang senantiasa terpanjatkan tiada hentinya.
3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Prof. Dr. (hc) dr. M.K.
Tadjudin, Sp. And.
4. Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ir. Febrianti, M.Si.
5. Yang terkasih, Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. selaku Pembimbing I,
untuk saran serta nasihat yang membangun, dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku
Pembimbing II dan sekaligus sebagai peneliti utama terkait aplikasi ergonomi pada ibu
ix
menyusui, yang dengan penuh keikhlasan dalam memberikan bimbingan dan motivasi.
Terima kasih Bu Yuli untuk ide penelitiannya yang brilian dan menginspirasi, semoga
bermanfaat dan barokallah.
6. Tim penguji skripsi: Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA; Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid,
MKKK; Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D yang telah memberikan saran dan masukan
berarti dalam penelitian ini.
7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai salah satu dosen K3 yang telah berbagi ilmu
dan pengalaman serta saran yang membangun dalam penelitian ini.
8. Ibu Eni, salah satu dosen Prodi Keperawatan FKIK dengan keramahannya dalam
berdiskusi terkait Kenyamanan.
9. Pak Ghazali, staf Kesmas terrrrrrrbaik deh Pak. Terimaksih Pak, ‘tuk kemudahan2nya.
10. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang telah membantu memberikan
informasi terkait ibu menyusui khususnya ibu menyusui bayi usia ≤6 bulan.
11. Para responden penelitian ini, ibu-ibu menyusui bayi yang usianya ≤6 bulan atas
keramahan dan keterbukaannya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.
12. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan
kemudahan yang telah diberikan tanpa pamrih.
13. Chingudeul Tim Penelitian Ergonomi: Nadya, Iqbal, Titi, Mba Lia, n Dhevy buat
kebersamaannya dalam pengerjaan penelitian ini. Gamsahamnida…..
14. Chingudeul Stoopelth 2008 yang kompak dan saling menyemangati. Sukses selalu.
15. Irmaaaaaa aka Irmayanti Hayat, gomaweoyo buat tengah malam di angka 30072013.
x
16. Kosanku dulu 5A aw aw dengan doa2+spirit: Eka eonni multihelper-nya, T’echa-ssi
buat kepolosan n kecerdasannya, Dhepy-ssi buat masukan2nya, Tiwi-ssi my roommate
buat rasa berbagi dan kebersamaan dalam menghabiskan semangat dan malas, n Nyai
Any-ssi ‘tuk ke-gajebo-an yang menceriakan sehari-hari. Yeoribbeun, gomaweoyo…
17. Kosan Mba2 yuuu yang menenangkan dengan personil: Kak Ayuuu, Memyuuuu, n
Dasyuuu (Li2z gag mo ikut marga yuu lho…!!!hhaha). Jinjja jinjja jinjja gomaweo…
18. Compass One Heart, dalam satu hati mengurai tulusnya doa untuk setiap anggotanya.
Sukses dan senantiasa sehat selalu kawan.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu dalam lembaran putih ini.
20. Spesial untuk yang tak diundang tapi hampir selalu ada menemani: sunyi, sepi, malas,
dan sakit. Dan, dari Love Rain hingga I Hear your Voice, geunyang areumdaun.
Banyak hikmah dari keberadaan kalian…!!!
Besar harapan penulis akan kemanfaatan skripsi ini untuk semua pembaca, khususnya
civitas akademika yang concern akan aplikasi ilmu K3. Kesempurnaan adalah mutlak
milik-Nya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun
demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, Juli 2013
Sri Lisdiana
xi
KEYNOTE
Benar, setidaknya bagiku.
Bahwa hidup akan terus berputar meski kau menderita di tengah bahagianya yang lain. Hidup tak menuntunmu pada bahagia.
Bahwa hidup akan terus berputar meski kau merasakan sepi dan sunyi di tengah ramainya dunia yang lain. Hidup tak selalu menjadi temanmu.
Bahwa sejatinya hidup itu tak memihak siapapun. Ia punya cara sendiri ‘tuk menunjukkan keniscayaannya hingga Sang Penguasa menutupnya.
Karena itu, belajarlah percaya akan diri sendiri. Dan ingatlah, hanya ada satu manusia yang kepadanya kamu bisa bergantung dan setia menemanimu. Manusia itu adalah dirimu sendiri.
Jakarta, 02032013 @12:26 pm
#LD_joker
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ................................................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vii
LEMBAR KEYNOTE ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xix
DAFTAR BAGAN ............................................................................................................. xxi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xxii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 6
C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 7
D. Tujuan .................................................................................................................. 8
1. Tujuan Umum ................................................................................................ 8
2. Tujuan Khusus ............................................................................................... 8
xiii
E. Manfaat ................................................................................................................ 10
1. Bagi Ibu Menyusui ......................................................................................... 10
2. Bagi Mahasiswa ............................................................................................. 10
3. Bagi Keilmuan K3 ......................................................................................... 10
D. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 12
A. Konsep Ergonomi ................................................................................................ 12
1. Definisi Ergonomi ......................................................................................... 12
2. Tujuan Ergonomi ........................................................................................... 13
3. Program Ergonomi ........................................................................................ 14
B. Konsep Menyusui ................................................................................................ 17
1. Proses Laktasi dan Menyusui ........................................................................ 17
2. Frekuensi dan Lama Menyusui ...................................................................... 18
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui .................................................................... 18
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ....................................................... 20
5. Manfaat Menyusui ......................................................................................... 25
C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk ............................................. 26
1. Definisi Kenyamanan (Comfort) ................................................................... 26
2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) ....................................................... 29
3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi (Discomfort) ................................... 30
4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk ........................................................ 31
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat
Menggunakan Kursi Ergonomis .......................................................................... 56
xiv
1. Karakteristik Tempat Duduk ......................................................................... 56
2. Karakteristik Individu .................................................................................... 58
3. Karakteristik Pekerjaan .................................................................................. 59
4. Persepsi Tempat Duduk ................................................................................. 60
E. Konsep Kursi Ergonomis ..................................................................................... 62
F. Kerangka Teori .................................................................................................... 65
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ..................................................................................................................... 66
A. Kerangka Konsep ................................................................................................ 66
B. Definisi Operasional ............................................................................................ 70
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................................... 73
A. Disain Penelitian .................................................................................................. 73
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 74
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 75
D. Pengumpulan Data ............................................................................................... 78
E. Instrumen Penelitian ............................................................................................ 79
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... 80
G. Validitas Data ...................................................................................................... 86
H. Etika Penelitian .................................................................................................... 87
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 88
A. Gambaran Profil dingkat Kelurahan Pisangan .................................................... 88
B. Hasil Penelitian Utama ........................................................................................ 89
xv
1. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
pada Kelompok Eksperimen .......................................................................... 90
2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
pada Kelompok Kontrol ................................................................................ 90
3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada
Kelompok Eksperimen .................................................................................. 91
4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada
Kelompok Kontrol ......................................................................................... 91
5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk
Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .................. 92
6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi
Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ................................................... 92
7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan
Posisi Duduk saat Menyusui .......................................................................... 97
C. Hasil Penelitian Pendukung ................................................................................. 100
1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ........................................................... 100
2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk .......................... 102
3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui ............................... 103
4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Studi Kualitatif ................................ 103
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................. 108
A. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 108
B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis ........... 109
C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis ........... 112
D. Faktor yang Diduga Confounder ......................................................................... 117
1. Usia Ibu .......................................................................................................... 117
2. IMT Ibu .......................................................................................................... 118
xvi
3. Frekuensi Menyusui dan Durasi Menyusui ................................................... 119
4. Berat Badan Bayi ........................................................................................... 119
5. Tingkat Kebisingan ........................................................................................ 120
6. Suhu Lingkungan ........................................................................................... 121
7. Tingkat Pencahayaan ..................................................................................... 122
E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ................................................................. 123
1. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis .............................................................. 123
2. Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ............................................... 124
BAB VII PENUTUP .......................................................................................................... 128
A. Simpulan ............................................................................................................ 128
B. Saran ................................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 131
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander & Zhang, 2007 dalam
Karwowski dan Marras, 2003) ......................................................................... 29
Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) .......................................................... 46
Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) ...................................................... 47
Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) ....................................................... 48
Tabel 2.5 Skor Postur A ..................................................................................................... 49
Tabel 2.6 Skor Aktifitas ...................................................................................................... 49
Tabel 2.7 Skor Beban ......................................................................................................... 50
Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) .................................................................................. 51
Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) ................................................................... 51
Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) .................................................................................. 52
Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B) ................................................................................... 52
Tabel 2.12 Skor Aktifitas .................................................................................................... 53
Tabel 2.13 Skor beban ........................................................................................................ 53
Tabel 2.14 Tabel C ............................................................................................................. 53
Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil
Analisis RULA ................................................................................................... 54
Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan ............................................................ 55
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................................... 70
Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan .................................................. 89
Tabel 5.2 Gambaran Skor Ketidaknyamanan Ibu sebelum dan setelah Menggunakan
Kursi Ergonomis ................................................................................................ 89
xviii
Tabel 5.3 Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ................................................. 92
Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap
Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ......................................................... 93
Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk
Ibu Menyusui ..................................................................................................... 94
Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis ....................... 99
Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis .................................................... 101
Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui ............................... 102
Tabel 5.9 Distribusi Penggunaan Peralatan Bantu pada Ibu Menyusui Bayi ..................... 103
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui ................................................................... 19
Gambar 2.2 Posisi Menyusui Balita pada Posisi Normal ................................................... 19
Gambar 2.3 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan .............. 19
Gambar 2.4 Posisi Menyusui Bayi bila ASI Penuh ............................................................ 19
Gambar 2.5 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan .......................................... 19
Gambar 2.6 Cara Meletakkan Bayi .................................................................................... 21
Gambar 2.7 Cara Memegang Payudara .............................................................................. 21
Gambar 2.8 Cara Merangsang Mulut Bayi .......................................................................... 21
Gambar 2.9 Teknik Menyusui yang Benar ......................................................................... 21
Gambar 2.10 Perlekatan Benar ........................................................................................... 22
Gambar 2.11 Perlekatan Salah ............................................................................................ 22
Gambar 2.12 Transisi comfort menjadi discomfort ............................................................ 31
Gambar 2.13 Single Noun Scale ......................................................................................... 34
Gambar 2.14 Multiple Noun Scale ..................................................................................... 34
Gambar 2.15 Visual Analog Scale ...................................................................................... 35
Gambar 2.16 Numeric Rating Scale ................................................................................... 36
Gambar 2.17 Graphic Rating Scale .................................................................................... 37
Gambar 2.18 Body Map for Reporting Discomfort Location ............................................. 38
Gambar 2.19 General Comfort Scale ................................................................................. 39
Gambar 2.20 General Body Visual Analogue Discomfort Scale ........................................ 40
xx
Gambar 2.21 Body Part Discomfort for High and Low Carry Tasks ................................. 40
Gambar 2.22 Postur Lengan Atas (Upper Arm) ................................................................. 46
Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) ............................................................. 47
Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) .............................................................. 48
Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) ...................................................................................... 50
Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) ....................................................................... 51
Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen ............................................ 96
Gambar 5.2 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Kontrol ................................................... 96
xxi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA .............................................. 54
Bagan 2.2 Kerangka Teori .................................................................................................. 65
Bagan 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................................. 69
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lapmiran I : Form Pernyataan Persetujuan Responden
Lampiran II : Instrumen Penelitian
Lampiran III : Lembar Body Part Discomfort Scale
Lampiran IV : RULA
Lampiran V : Data Kursi Ergonomis
Lampiran VI : Hasil Output Analisa Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyusui merupakan salah satu aktivitas sehari-hari secara alami yang dilakukan
para ibu dan bersifat berulang selama masa menyusui, bisa enam bulan (eksklusif)
atau lebih, biasanya hingga usia anak dua tahun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada
bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak
dini. ASI menjadi makanan paling sempurna bagi bayi. Menurut Pusat Kesehatan
Kerja Departemen Kesehatan RI (2005), pemberian ASI berarti memberikan zat-zat
gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf
dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit, dan
mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.
Mengingat begitu pentingnya ASI bagi bayi, maka WHO (World Health
Organization) dan UNICEF (the United Nations Children’s Fund) sejak dasa warsa
yang lalu telah menyerukan kepada ibu-ibu di seluruh dunia tentang perlunya
pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6 bulan pertama setelah kelahiran (Grant,
1993 dalam Suyatno, 1997). Hal ini membuktikan bahwa perihal ASI telah mendapat
perhatian dan sorotan secara global.
Besarnya perhatian dunia terkait ASI, memicu para ahli untuk mencermati
keberhasilan para ibu dalam aktivitas menyusui. Faktor keberhasilan dalam
menyusui yaitu menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif
(Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2005). Afifah (2007) juga
2
mengemukakan hal yang hampir senada tentang faktor keberhasilan dalam menyusui
yaitu (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini, (3) posisi
menyusui yang benar untuk ibu dan bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi, dan (5)
diberikan secara eksklusif. Sementara Perinasia (1994) dalam Listya (2008)
menambahkan teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada
bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Selanjutnya, Saleha
(2009) menambahkan bahwa salah satu faktor penyebab lecetnya puting ibu adalah
kesalahan dalam teknik menyusui karena bayi tidak menyusui sampai areola tertutup
oleh mulut bayi. Puting lecet ini menjadi salah satu penyebab timbulnya peradangan
pada payudara ibu. Dari faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa posisi menyusui
memegang peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui.
Setiap ibu menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi
nyaman karena akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Fahma, dkk
(2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses
menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang
harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu
harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi.
Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses
menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30
menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali
(sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan,
bisa enam bulan (ASI eksklusif) atau lebih. Kondisi yang demikian akan
3
menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya
akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut.
Secara umum, banyak cedera muskuloskeletal berawal dari ketidaknyamanan.
Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan menjadi faktor risiko untuk
memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini
akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders/MSDs (Stanton, et.
al, 2005). Ia menambahkan bahwa sensasi ketidaknyamanan ini merupakan tanda
peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah.
Dalam ilmu ergonomi, ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu
masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003).
Munculnya sensasi ketidaknyamanan pada posisi saat menyusui diperkirakan
karena prinsip ergonomi belum diterapkan. Salah satu penyelesaian masalah
ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa
kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam
penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan
peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu
penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap.
Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk
memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis
dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan
lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan
ilmu ergonomi dalam aktivitas menyusui.
4
Menurut Suma’mur (1989), ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha
untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ia menambahkan
pengembangan penerapan ergonomi meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya
Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13 – 16 Juli 1978. Pengembangan
penerapan ergonomi dapat melingkupi berbagai bidang, dari sektor formal yang
meliputi instansi dan perusahaan hingga sektor informal termasuk di dalamnya
adalah penerapan ergonomi dalam aktivitas sehari-hari seperti kegiatan menyusui,
sehingga diharapkan terjadi peningkatan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi kerja.
Dalam penelitiannya mengenai kenyamanan setelah penggunaan peralatan
ergonomis di sebuah perusahaan pembuat sapu ijuk, Kalsum (2007) menyatakan
terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi
dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis
(13,60). Sementara untuk penelitian penerapan ergonomi pada ibu menyusui, Fahma,
dkk (2010) mengemukakan hasil penelitiannya berupa diperolehnya rancangan kursi
ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan antropometri penggunanya. Adanya
penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan kenyamanan penggunaan kursi
ergonomis pada ibu menyusui khususnya di Kelurahan Pisangan dan pada umumnya
untuk para ibu menyusui di tempat lainnya, karena posisi ibu menyusui cenderung
sama di semua tempat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui kurang
dari enam bulan di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa 80% ibu lebih sering
5
menggunakan posisi duduk saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan
duduk tanpa menggunakan kursi seperti duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa
alas duduk (75%). Dari hasil observasi ditemukan bahwa ibu yang duduk
menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan
sandaran tangan yang ada. Selain itu, ditemukan pula bahwa postur tubuh ibu saat
menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.
Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb
Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada
pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.
Adapun hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale yang telah diisi oleh ibu
setelah menyusui, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu
yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu
leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan
bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui terutama kaitannya dengan
aspek ergonomi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aktivitas menyusui
dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa
menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses
bekerja.
6
Dari studi literatur yang telah dilakukan, belum ditemukan adanya penelitian
terdahulu mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan
posisi duduk pada ibu menyusui. Namun sebelumnya, penelitian lain hanya
membahas mengenai perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan
antropometri di ruang laktasi rumah sakit dan hasilnya diperoleh rancangan kursi
yang ergonomis untuk ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan
posisi duduk pada ibu menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Aktivitas menyusui dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama
10 – 15 menit per payudara berkali-kali setiap harinya) dan cenderung berulang
sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan
bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan, sehingga ibu dipaksa berada pada
posisi tertentu yang akhirnya memicu sensasi ketidaknyamanan yang cenderung
dibiarkan karena naluri keibuannya. Jika ketidaknyamanan ini terus dipertahankan,
sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ergonomi seperti gangguan hingga
cedera musculoskeletal pada ibu. Selain itu, kesalahan teknik menyusui dapat
menyebabkan puting lecet pada ibu yang menjadi salah satu penyebab timbulnya
radang payudara. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu bahkan menghambat
proses kelancaran dalam pemberian ASI. Oleh karena itu, para ibu menyusui
hendaknya mengetahui teknik posisi dan postur tubuh yang ergonomis dimana salah
satunya dengan menggunakan kursi ergonomis.
7
Dari hasil studi pendahuluan, 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk
saat menyusui. Setelah dianalisis dengan metode RULA, diperoleh 75% postur
duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level
risiko sedang. Selanjutnya, ketika dinilai kenyamanan pada posisi duduknya ada
75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari
hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat
menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada,
artinya ada ketidaksesuaian kursi dengan ibu menyusui. Hal ini mengindikasikan
bahwa prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan dalam aktivitas menyusui.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Eksperimen?
b. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Kontrol?
c. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen?
d. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Kontrol?
e. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol?
f. Bagaimana gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi menyusui, durasi/lama
8
menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan
(kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam
bulan?
g. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan?
h. Apakah ada hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi
menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?
i. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan?
j. Bagaimanakah peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara
penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap
kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di
Kelurahan Pisangan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Eksperimen.
9
b. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Kontrol
c. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen.
d. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Kontrol.
e. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
f. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (lama menyusui, berat badan
bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.
g. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT) dari ibu yang menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan
kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi
menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi
usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
i. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan.
10
j. Diketahuinya peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara
penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat
menyusui.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu Menyusui
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk
menerapkan posisi duduk yang benar dan ergonomis demi terciptanya
kenyamanan saat menyusui, sehingga risiko kesehatan seperti kelelahan otot
dan MSDs dapat dikurangi bahkan dihindari.
b. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi ibu menyusui dari sisi
ilmu ergonomi.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat menerapkan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya
terkait penerapan ergonomi dalam lingkungan masyarakat.
b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti saat menyelesaikan
salah satu permasalahan ergonomi pada posisi duduk ibu menyusui.
3. Bagi Keilmuan K3
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang lingkup
penerapan ilmu ergonomi di masyarakat umum (ibu menyusui).
b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain, khususnya yang
berkaitan dengan kursi ergonomis untuk ibu menyusui.
11
c. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi instansi yang menerapkan
ilmu K3, khususnya terkait kenyamanan ibu menyusui di tempat kerja.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang pengaruh penggunaan kursi
ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk yang dilakukan pada ibu menyusui
bayi yang usianya sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Waktu
penelitian dilakukan antara Juli 2012 – Juli 2013. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan disain eksperimen yang didukung oleh studi kualitatif
tentang kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Ergonomi
1. Definisi Ergonomi
Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang
atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama,
yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk
faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002).
Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting
the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO)
antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya
dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan
kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat
Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004).
Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia
menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup
Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja
secara timbal-balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.
13
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi.
2. Tujuan Ergonomi
Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah
untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan
dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai
dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin
sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya.
Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo
(2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu:
meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain
dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan,
mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai
kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan
kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan
memperbaiki kualitas kehidupan.
Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat
multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi,
14
higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di
dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka
mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak
sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.
3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional
antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.
3. Program Ergonomi
Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita
III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai
meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada
tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989).
Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas,
diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri
maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas.
Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang
penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada kelompok-
kelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang
keberhasilannya diukur dari sejauh mana teknik-teknik ergonomi diterapkan.
15
Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster,
slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya.
b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui
kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan
penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan alternatif-
alternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan
analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim
yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan,
diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu
didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya
rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan.
c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya
dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan
dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat
dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka
mendukung produktivitas.
Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap
dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya
program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan.
Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut
dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan
formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang
dilakukan dalam bidang ergonomi antara lain berupa menyesuaikan ukuran
16
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor
ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan
lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatif kuratif
Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang
berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses
yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan
lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang
terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
b. Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat
efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan
dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-
prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan
kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik
ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika
dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara
konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan mengetahui
17
kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya,
pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.
B. Konsep Menyusui
1. Proses Laktasi dan Menyusui
Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita
dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Proses ini dikenal juga dengan istilah
inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta
lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta)
yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta
tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2
– 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk
kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan
antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan otak manusia dimulai sejak dalam
kandungan sampai dengan periode yang dikenal sebagai golden periode atau
“periode emas”, yaitu periode di dalam rahim sampai bayi berusia 2 tahun
(Perinasia, 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi
bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama
enam bulan pertama kehidupan bayi. Selanjutnya, ASI telah disepakati seluruh
ahli dan seluruh dunia merupakan nutrisi yang paling optimal dan paling baik
untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan sebagai makanan tunggal yang
dikenal dengan pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif serta proses
18
menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk
membangun SDM yang berkualitas.
2. Frekuensi dan Lama Menyusui
Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin
sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan
akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Selain itu, dalam buku An
Easy Guide to Breastfeeding disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2
jam sekali, namun juga tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering
bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih
banyak ASI.
Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 – 30 menit pada beberapa
minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa
setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara
secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20
menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara,
sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Ia
menambahkan bahwa semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi
terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi
ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi.
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui
Terdapat berbagai macam posisi ketika ibu menyusui. Saleha (2009)
menyebutkan cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan
duduk, berdiri, atau berbaring.
19
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca
operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas.
Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila
disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala
bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak.
Gambar 2.4 Posisi
menyusui balita
pada kondisi normal
(Perinasia, 1994)
Gambar 2.3 Posisi menyusui bayi
baru lahir yang benar di ruang
perawatan (Saleha, 2009)
Gambar 2.4 Posisi menyusui bayi bila
ASI penuh (Saleha, 2009)
Gambar 2.5 Posisi menyusui bayi kembar
secara bersamaan (Saleha, 2009)
Gambar 2.2 Posisi menyusui balita
pada kondisi normal (Saleha, 2009)
20
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat
menyusui, yaitu:
a. Berbaring miring. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali
atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.
b. Duduk. Hal yang penting diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan
memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya
tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini mungkin dapat dilakukan
dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi.
Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang)
memaksimalkan bentuk payudara dan memberi ruang untuk menggerakkan bayi
ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan
mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit
ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala
yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari
tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
Menurut Saleha (2009), langkah-langkah menyusui yang benar yaitu:
a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di
sekitar puting, kemudian duduk dan berbaring dengan santai.
b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh
bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja. Kepala dan tubuh bayi lurus,
hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting
21
susu. Dekatkan tubuh bayi ke tubuh ibu, sentuh bibir bayi ke puting susunya,
dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah
bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar
yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir
bawah bayi membuka lebar.
Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-
tanda sebagai berikut.
a. Bayi tampak tenang.
b. Badan bayi menempel pada perut ibu.
c. Mulut bayi terbuka lebar.
d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
Gambar 2.6 Cara meletakkan bayi
(Saleha, 2009)
Gambar 2.7 Cara memegang payudara
(Saleha, 2009)
Gambar 2.8 Cara merangsang mulut
bayi (Saleha, 2009)
Gambar 2.9 Teknik menyusui yang benar
(Saleha, 2009)
22
e. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang
masuk.
f. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan.
g. Puting susu tidak terasa nyeri.
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
i. Kepala bayi agak menengadah
Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009) Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)
Latch-On
Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses
menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara
ke tengah-tengah bibir bayi. Hal ini akan menstimulasi bayi untuk membuka
mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju
puting susu (ripple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu).
Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian dari areola akan
masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling
areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting
untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.
23
Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga
payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi
menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan letakkan ibu
jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara
dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang
areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi.
Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik
(tugging sensation). Jika menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses
latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara
memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi,
reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar:
a. Aliran ASI lebih lancar.
b. Mencegah lecet pada puting susu ibu.
c. Menjaga bayi agar puas dalam menyusui.
d. Menstimulasi produksi ASI yang kuat.
e. Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.
Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara.
Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan
mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap
yang baik ditandai dnegan ciri-ciri berikut:
a. Lidah bayi berada di bawah puting susu.
b. Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses
menelan yang dapat dilihat dan didengar.
24
c. Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat
selama proses menyusui berlangsung.
Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan posisi yang
tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui
berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula,
formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI
secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan.
Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting”
pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui.
Let-Down
Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita
lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan geli atau sedikit nyeri pada
payudara atau ASI keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui.
Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down.
Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena
hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI
juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui
membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses
kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses
menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya.
Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara:
a. Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong
punggung dan lengan ibu.
25
b. Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).
c. Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk
ibu selama proses menyusui.
d. Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam
proses menyusui.
e. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama
proses menyusui berlangsung.
5. Manfaat Menyusui
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2005), manfaat pemberian ASI
dapat meliputi:
a. Bagi Ibu
1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan
mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia)
2) Memperpanjang kehamilan berikutnya
3) Menghemat waktu
b. Bagi bayi
1) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi
2) Imunitas (mengurangi risiko diare, infeksi jalan nafas, alergi dan infeksi
lainnya)
3) Aspek psikologis (mempererat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan
status mental dan intelektual).
c. Bagi keluarga
1) Peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan bayinya
26
2) Penghematan biaya
d. Bagi masyarakat
1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi
2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll)
3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan
4) Berkontribusi dalam penghematan devisa negara
C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk
1. Definisi Kenyamanan (Comfort)
Kolcaba (2001) menyatakan kenyamanan (comfort) secara teoritis
didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam
kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human
needs for ease, relief, and transcendence). Sedangkan kenyamanan dalam bahasa
Inggris kontemporer memiliki empat makna, yaitu (Kolcaba, 1991):
a. Kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya
ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of
relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort).
b. Kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan
kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment).
c. Kenyamanan adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from
discomfort).
d. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman
(comfort is whatever makes life easy or comfortable).
27
Adapun secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.
Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi
tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam
Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan
pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang
kompleks secara umum.
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan,
terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif
individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan
secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat
ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Sementara Branton (1972) dalam Oborne
(1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan
tidak nyaman. Ia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu
kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, tetapi
kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman
sampai dengan penderitaan yang tak tertahankan.
Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) menggambarkan
konsep kenyamanan berupa suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada
orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan
observasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan
pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-
28
istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau
mengkhawatirkan.
Dalam penelitian Tan, et al. (2008), Hertzberg (1972) mendeskripsikan
comfort sebagai absence of discomfort. Kenyamanan adalah istilah yang sifatnya
umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan
berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis
(Shen dan Parsons, 1997). De Looze dan Kuijt (2003) menyatakan bahwa banyak
peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi
yang didefinikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a
subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari
faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort
is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological));
dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a
reaction to the environment).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan
suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman
akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan
penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena
sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus
menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan
yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu
belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya.
29
2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort)
Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan
merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk
mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang
mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot,
saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama,
perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan
kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia
parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan
peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi
dan sosial.
Menurut Karwowski dan Marras (2003), Perasaan ketidaknyamanan,
sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997), diakibatkan oleh
faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa
ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam
Karwowski dan Marras, 2003)
Karwowski dan Marras (2003) menambahkan ketidaknyamanan diduga
sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang
30
berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi
secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical
modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh).
Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang
menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan
tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan.
Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak
langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008).
Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita
khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak
jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan
dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan
tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain.
Ketidaknyamanan ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas
atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa
perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain.
Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu
singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan
lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit.
3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort)
Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort
sebagaimana ditampilkan pada gambar:
31
Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort
Menurut Tan et. al. (2008), Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti
setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama,
rasa nyaman akan berkurang. Artinya, biomekanik yang baik mungkin tidak akan
meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada biomekanik yang
kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman.
4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk
a. Cara Mengukur Kenyamanan
Seperti yang telah diuraikan dalam definisi kenyamanan bahwa menurut
Oborne (1995), kenyamanan sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian
kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif individu dan
kenyamanan cenderung diukur berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu
juga menurut Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa
kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang
yang mengalami situasi tersebut. Dengan demikian, kita harus menanyakan
pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri
mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak
nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.
32
Karwowski dan Marras (2003) mendeskripsikan ketidaknyamanan secara
kuat dengan melihat empat aspek: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode
waktu. Misalnya, duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan
mengakibatkan ketidaknyamanan yang intensitasnya tergolong rendah hingga
menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat
selama satu jam pertama kemudian berada di level konstan, ketidaknyamanan
akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.
a. Intensitas
Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan
menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan
melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang
digunakan yaitu: verbal rating scales, visual analog scales, numeric
rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya mempunyai angka-
angka yang lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan.
Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku
(menggunakan behaviour rating scales) atau perubahan hubungan
biomekanikal dan fisiologikal. Penjelasan lengkap tentang cara mengukur
intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:
1) Biomechanical and Physiological Correlates
Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik
(mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa
analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical
modeling. Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena
33
adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat
digunakan sebagai alat penialain objektif. Ukuran yang lain dapat
digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan,
hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh.
Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan
pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan
(discomfort). Sedangkan kekurangannya adalah indikator biomekanik
maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan
adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab lain yang
memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan
fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan
pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan, seperti
kebudayaan barat yaitu memahami bahwa nyaman sama dengan
keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot.
2) Behaviour Rating Scales
Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas
ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku
yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya
ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Misalnya, Branton (1969)
menyebutkan bahwa ketidaknyamanan dalam posisi duduk dapat
dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi
duduknya, menunjukkan bahwa ia semakin merasa tidak nyaman.
34
Shackel et. al (1969) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu
perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan
untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Adapun sekarang ini
telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan
digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk.
Keuntungan dari metode behavioral scale assessment adalah tidak
tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk
mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. Sedangkan
kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan
posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja.
Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya
mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi
statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi.
3) Verbal Rating Scales
Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana
menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple
noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang
menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.
Gambar 2.13
Single Noun Scale
Gambar 2.14
Multiple Noun Scale
35
Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya diisi
oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai dengan
yang dirasakan oleh pekerja. Analisis datanya menggunakan
distribusi frekuensi dan rank order nonparametic statistics.
Kelebihan dari metode ini adalah terdiri dari tingkatan-tingkatan
ketidaknyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja.
Sedangkan kekurangannya, pilihan yang ditunjukkan terbatas dan
intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan lainnya
adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman
dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun
scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya,
pekerja merasakan mati rasa yang diinterpretasikan memiliki
intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kaku, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikan sebaliknya.
4) Visual Analog Scales
Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan dapat
berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya
sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.15
Visual Analog Scale
36
Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan, pekerja memberi tanda
pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan jarak dari
ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah ditandai
oleh pekerja. Hasil ukurnya dalam satuan mm, skalanya mempunyai
sekitar 101 tingkat discomfort.
Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan dalam adminsitrasi,
sensitivitas dalam analisis statistik. Kekurangannya adalah beberapa
pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempersepsikan
intensitas atau tingkat rasa tidak nyaman pada garis.
5) Numeric Rating Scales
Numeric rating scale hampir sama dengan visual analog scale.
Perbedaannya hanya pada numeric rating scale terdapat nomor dari
kategori tingkatan discomfort, sebagaimana terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.16
Numeric Rating Scale
Cara pengisiannya adalah pekerja akan menandai nomor yang
tersedia sesuai dengan tingkat “tidak nyaman” yang dirasakan.
Kelebihan dari metode ini adalah sederhana dan skala verbal dapat
digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari faktor
postur. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah titik 0 sampai
10 mempunyai sensitivitas yang terbatas, pekerja lebih sering
terekspos dengan skala 1 sampai 100.
37
6) Graphic Rating Scales
Graphic rating scale merupakan kombinasi dari visual analog scale
dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari garis
vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau keterangan
di sepanjang garisnya, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.17 Graphic Rating Scale
Cara pengisiannya adalah pekerja akan memberi tanda pada garis
yang mewakili tingkat tidak nyaman yang dirasakannya.
Kelebihan metode ini adalah mempunyai “ekstra label” yang
mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang
mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Sedangkan
kekurangan metode ini terletak pada pengelompokan keterangan
(label) pada garis.
b. Kualitas
Kualitas ketidaknyamanan hanya dapat dinilai dengan membiarkan
deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan
oleh pekerja. Deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan
tersebut antara lain: tingling, burning, searing, numbness, coldness,
stiffness, heat, cramping, prickling, stabbing, dan gnawing. Meskipun
kualitas sakit secara luas digunakan pada penilaian kesehatan, kualitas
38
ketidaknyamanan belum digunakan secara umum oleh ahli ergonomi. Hal
ini mungkin dikarenakan implikasi dari perbedaan kualitas yang belum
jelas, tetapi implikasi intensitas, lokasi, dan periode waktu telah jelas.
c. Lokasi
Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan biasanya digunakan peta
tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh
(body part). Pada saat pengukuran dengan body map, biasanya sudah
sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan
periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Dengan
menunjukkan gambar bagian-bagian tubuh, pekerja akan lebih mudah
menunjukkan pada bagian tubuh mana saja ia mengalami
ketidaknyamanan. Pekerja akan memberi tanda pada bagian tubuh yang
dirasakan ada ketidaknyamanan.
Gambar 2.18
Body Map for reporting discomfort location
39
Gambar 2.19
General Comfort Scale (Dari Shackel, B., Chidsey, K.D., and Shipley, P. (1969)
The assessment of chair comfort
d. Periode Waktu
Pengukuran periode waktu ketidaknyamanan biasanya dilakukan pada
waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan investigasi
ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda menurut
menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Pengumpulan data yang
berulang ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan
data yang berbeda (untuk menjaga agar pekerja tidak terpengaruh dengan
pengumpulan data sebelumnya) atau dengan lembar pengumpulan data
yang sama (yang memungkinkan pekerja untuk membandingkan dengan
pengumpulan data sebelumnya).
Ada hubungan waktu yang penting antara waktu pekerja mengalami
ketidaknyamanan dengan waktu pengumpulan data. Branton (1969)
menyarankan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan
bergantung pada memori kinestetik, maka informasi ketidaknyamanan
sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami
ketidaknyamanan.
Berikut ini beberapa contoh instrumen penilaian ketidaknyamanan yang
sering digunakan pada banyak penelitian, antara lain sebagai berikut:
40
Gambar 2.18
General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994)
digunakan untuk mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6
waktu berbeda (saat baru dating ke tempat kerja, morning break, sebelum
istirahat makan siang, setelah istirahat makan siang, mid afternoon, dan
setelah selesai bekerja)
Gambar 2.21
Body part discomfort for high and low carry tasks (Straker et al. (1997))
Gambar 2.20
General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser and Straker (1994) digunakan untuk
mengukur ketidaknyamanan pada dokter gigi dalam 6 waktu berbeda (saat baru dating
ke tempat kerja, morning break, sebelum istirahat makan siang, setelah istirahat makan
siang, mid afternoon, dan setelah selesai bekerja)
41
b. Penentuan Cara Mengukur Kenyamanan Posisi Duduk Menggunakan
Kursi Ergonomis
Penilaian ketidaknyamanan (discomfort) haruslah memliki utilitas,
validitas, dan sensitivitas yang tinggi. Utilitas yang tinggi dapat diperoleh
melalui dua tahap, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Utilitas yang
tinggi pada pengumpulan data memerlukan alat yang mudah untuk digunakan
pekerja secara tepat, cepat, dan dapat meminimalisasi gangguan
(interference) dengan performance pekerja pada pekerjaannya. Satu aspek
yang dapat memudahkan pekerja adalah alat yang tidak membutuhkan
banyak skill bahasa (minimal language skills). Kemudahan dalam
menggunakan alat untuk mengukur ketidaknyamanan juga akan
meminimalisasi eror.
Utilitas yang tinggi dari analisis data memerlukan data yang siap untuk
diolah dengan analisis statistik dan penyajian dengan grafik. Sedangkan
validitas data adalah suatu hal yang kritis. Data yang tidak valid berarti tidak
memiliki arti apa-apa. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
pengukuran valid hanya dapat diperoleh dari orang yang mengalami
ketidaknyamanan itu sendiri.
Secara umum karena dalam ilmu ergonomi ketidaknyamanan digunakan
untuk menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan,
hubungan yang kuat antara ketidaknyamanan dengan indikator risiko
biomekanikal dan fisiologikal seperti perputaran sendi, maka
42
electromyography adalah alat yang tepat untuk mengukur ketidaknyamanan
secara valid.
Reliabilitas merupakan faktor yang penting untuk mengecek validitas.
Van der Grinten (1991) memberikan dasar alasan reliabilitas alat penilaian
ketidaknyamanan yang merupakan satu-satunya studi yang menemukan
tentang reliabilitas alat penilaian ketidaknyamanan. Terakhir, sensitivitas
dibutuhkan untuk penilaian ketidaknyaman yang tepat untuk membedakan
kemampuan pekerja dan tujuan penilaian.
Selain alat penilaian ketidaknyamanan yang telah diuraikan di atas,
menurut Pheasant (2003) ada cara lain yang dapat digunakan untuk melihat
adanya ketidaknyamanan, yaitu tingkat kegelisahan. Menurut Pheasant
(2003), secara umum kita mungkin berpikir bahwa gelisah merupakan
pertahanan tubuh kita melawan postural stress. Mekanisme ini bekerja pada
tingkat bawah sadar, biasanya kita merasa gelisah sebelum kita menyadari
akan adanya ketidaknyamanan.
Tingkat gelisah dapat digunakan sebagai indeks kenyamanan tempat
duduk kita. Semakin kita gelisah, maka semakin kita merasa kurang nyaman
dengan tempat duduk kita. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat kegelisahan kita. Beberapa orang mungkin gelisah lebih dari orang
lain, dan kita akan menjadi lebih gelisah ketika kita mempunyai beban
mental yang lebih. Hal ini dapat menutup rangsangan sensorik sehingga
menyebabkan gelisah (meningkatkan ambang ketidaknyamanan kita).
43
Berdasarkan uraian di atas, maka dipilih alat untuk mengukur
kenyamanan yang dianggap sesuai pada penelitian ini yaitu untuk mengukur
intensitas ketidaknyamanan menggunakan behaviour rating scale karena
perubahan posisi lebih mudah diamati dan tidak tergantung pada pengakuan
responden tentang ketidaknyamanan yang dirasakannya. Pengukuran kualitas
dan lokasi menggunakan Body Part Discomfort Scale. Untuk mengukur
periode waktu, pengukuran akan dilakukan dalam beberapa hari hingga
diperoleh kejenuhan data.
Selain kedua metode tersebut, peneliti juga menggunakan pendekatan
kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terkait kenyamanan yang
dirasakan ibu menyusui saat menggunakan kursi ergonomis. Hal ini
berdasarkan pendapat Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan
bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung
pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga kita harus menanyakan
pada orang tersebut untuk menjelaskan seberapa nyaman diri mereka.
Pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu menyusui saat menggunakan kursi
ergonomis dilakukan pada saat ibu sedang melakukan kegiatan menyusui
dengan menggunakan kursi ergonomis yang direkomendasikan peneliti. Hal
ini sejalan dengan Branton (1969) yang menyarankan bahwa informasi
ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami
ketidaknyamanan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan
bergantung pada memori kinestetik.
44
Selain behaviour rating scale dan body part discomfort scale serta
metode studi kualitatif, penelitian ini menggunakan metode RULA (Rapid
Upper Limb Assessment) untuk mengukur postur ibu menyusui saat
menggunakan kursi ergonomis. Adanya pengukuran dengan metode RULA
ini bukan digunakan untuk mengukur kenyamanan posisi duduk secara
langsung, tetapi untuk mendukung kenyamanan posisi duduk saat
menggunakan kursi ergonomis, sehingga dapat diperoleh posisi duduk yang
nyaman secara ergonomis. Berikut ini penjelasan mengenai RULA.
RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
Menurut Marras dan Karwowski (2006), RULA dikembangkan lebih
dahulu (McAtamney dan Corlett, 1993) untuk memfasilitasi penilaian
objektif terhadap risiko muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan
yang menetap (sedentary work) di mana terjadi pembebanan yang tinggi pada
tubuh bagian atas. Kedua alat tersebut menghasilkan skor tingkat risiko mulai
dari risiko yang dapat diabaikan hingga risiko yang paling tinggi.
Mereka menambahkan, RULA secara umum digunakan ketika seseorang
berada dalam posisi duduk, berdiri, atau yang lainnya dengan posisi menetap
dan lebih banyak menggunakan tubuh bagian atas (upper body) dan tangan
untuk bekerja, seperti halnya pada aktivitas menyusui. Selain pekerjaan
tersebut, maka sebaiknya analisisnya menggunakan REBA (Rapid Entire
Body Assesment).
Marras dan Karwowski (2006) menyebutkan bahwa RULA
dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur dimana pekerjaan tersebut
45
mempunyai beban fisik pada punggung, leher, dan anggota tubuh bagian atas.
RULA menilai postur, tenaga, dan perpindahan yang berkaitan dengan
pekerjaan menetap seperti pekerjaan operator komputer atau pekerjaan
lainnya yang membutuhkan posisi duduk atau berdiri tanpa
pergerakan/perpindahan.
Mereka menambahkan empat aplikasi utama RULA yaitu untuk:
1. Mengukur risiko muskuloskeletal, biasanya menjadi bagian dari
investigasi ergonomi.
2. Membandingkan antara beban musculoskeletal saat ini dan modifikasi
desain tempat kerja.
3. Mengevaluasi outcome seperti produktivitas atau ketepatan peralatan
yang digunakan dalam bekerja.
4. Memberikan pendidikan kepada pekerja tentang risiko muskuloskeletal
karena perbedaan postur kerja.
Prosedur penggunaan RULA terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Observasi dan memilih postur yang akan dianalisis.
2. Merekam dan memberikan skor pada postur menggunakan lembar
scoring, diagram bagian tubuh, dan tabel.
3. Mengkoreksi skor dengan tingkat aktivitas (action level).
Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka dalam metode ini
tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
46
1. Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah
(lower arm), pergelangan tangan (wrist), dan putaran pergelangan tangan
(wrist twist).
a) Lengan Atas (Upper Arm)
Penilaian lengan atas dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan
atas pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh
lengan atas diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur
lengan atas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.22
Postur Lengan Atas (Upper Arm)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.2
Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
20o (ke depan maupun ke belakang
tubuh) 1
+1 Jika bahu naik.
+1 Jika lengan
berputar/bengkok.
-1 Jika terdapat sanggahan
pada lengan/dalam posisi
bersandar.
>20o (ke belakang) atau 20
o-45
o 2
45o-90
o 3
>90o
4
47
b) Lengan Bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah dilakukan terhadap sudut yang
dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut
yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang
tubuh. Adapun postur lengan bawah dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2.23
Postur Lengan Bawah (Lower Arm)
Skor penilaian untuk lengan bawah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3
Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
60o-100
o 1 +1 Jika lengan bawah bekerja melewati
garis tengah atau keluar dari sisi tubuh.
+1 Jika lengan bawah bekerja melewati
garis tengah.
<60o atau 100
o 2
c) Pergelangan Tangan (Wrist)
Penilaian pergelangan tangan dilakukan terhadap sudut yang dibentuk
oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut
yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan
bawah. Adapun postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada
gambar berikut:
48
Gambar 2.24
Postur Pergelangan Tangan (Wrist)
Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.4
Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi netral 1
+1 jika pergelangan
tangan putaran
menjauhi sisi tengah
0o-15
o (ke atas
maupun ke bawah)
2
>15o (ke atas
maupun ke bawah)
3
d) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan postur netral diberi skor:
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan, dan putaran pergelangan tangan dimasukkan ke dalam tabel
postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti yang terlihat
pada tabel berikut:
49
Tabel 2.5
Skor Postur A
e) Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A, maka hasil
skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor
aktivitas berdasarkan kategori dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.6
Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statis +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih
dari 4 kali per menit.
f) Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk
postur tubuh grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan
50
skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori
yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.7
Skor Beban
Beban Skor Keterangan
<2 kg 0 -
2 kg-10 kg 1 +1 jika postur statis dan
dilakukan berulang-ulang
>10 kg 3 -
2. Penilaian Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan
kaki (legs).
a) Leher (Neck)
Penilaian leher dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan
aktivitas kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi
atau fleksi dengan sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 2.25
Postur Leher (Neck)
Skor penilaian untuk leher dapat dilihat pada tabel berikut:
51
Tabel 2.8
Skor Bagian Leher (Neck)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0o-10
o 1 +1 jika leher berputar.
+1 leher menekuk. 10o-20
o 2
>20o
3
Ekstensi 4
b) Batang Tubuh (Trunk)
Merupakan penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang
tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah
diklarifikasikan. Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh saat
melakukan aktivitas kerja dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.26
Postur Batang Tubuh (Trunk)
Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada tabel:
Tabel 2.9
Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal
1 +1 jika batang tubuh
berputar.
+1 jika batang tubuh
bungkuk.
0o-20
o 2
20o-60
o 3
>60o 4
c) Kaki (Legs)
Merupakan penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki pada saat
melakukan aktivitas kerja apakah operator bekerja dengan posisi
52
normal/seimbang atau bertumpu pada satu kaki lurus. Adapun
penilaian posisi kaki dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.10
Skor Bagian Kaki (Legs)
Pergerakan Skor
Posisi normal
1
Tidak seimbang
2
Nilai dari skor postur tubuh bagian leher, batang tubuh, dan kaki
dimasukkan ke dalam tabel B berikut:
Tabel 2.11
Skor Postur B (Tabel B)
d) Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B, maka hasil
skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor
aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
53
Tabel 2.12
Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statis +1 Satu atau lebih
bagian tubuh
statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan
berulang-ulang lebih
dari 4 kali per menit.
e) Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk
postur tubuh grup B, maka hasik skor tersebut ditambahkan dengan
skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori
yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13
Skor Beban
Beban Skor Keterangan
<2 kg 0 -
2 kg-10 kg 1 +1 jika postur statis dan
dilakukan berulang-ulang
>10 kg 3 -
Untuk memperoleh skor akhir (final score), skor yang diperoleh
untuk postur tubuh grup A dan grup B dikombinasikan ke tabel C:
Tabel 2.14
Tabel C
Skor postur grup B
Skor postur grup A
54
Hasil skor dari tabel C di atas diklasifikasikan ke dalam beberapa
kategori level risiko, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.15
Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari
Hasil Analisis RULA
Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan
1-2 Minimum Aman
3-4 Kecil Diperlukan beberapa
waktu ke depan
5-6 Sedang Tindakan dalam waktu
dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga
Di bawah ini diperlihatkan bagan prosedur menggunakan metode
RULA (untuk keterangan lengkap lihat Lampiran 4).
Bagan 2.1
Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA
55
Tabel 2.16
Metode Pengukuran Ketidaknyamanan
Sumber: Marras & Karwowski (2003)
No. Aspek
Pengukuran
Ketidaknya-
manan
Jenis/cara
Penggunaan
Kelebihan
Kekurangan
Penentuan Alat
ukur yang
digunakan
1. Intensitas a. Biomechanical
and
physiological
correlates
b. Behaviour
rating scales
c. Verbal rating
scales
d. Visual analog
scales
e. Numeric rating
scales
f. Graphic rating
scales
Tidak tergantung
pengakuan pekerja tentang
ketidaknyamanan.
Tidak tergantung
pengakuan verbal rasa
tidak nyaman.
Tingkatan
ketidaknyamanan
berurutan & mudah
dipahami.
Ketepatan administrasi,
sensitivitas dalam analisis
statistik.
Sederhana.
Punya ekstra label yang
mempermudah pengisian.
Indikator biomekanik &
fisiologi belum tentu
menunjukkan
ketidaknyamanan.
Asumsi perubahan posisi
dilakukan untuk
kenyamanan.
Pilihan terbatas, hanya
intensitas ketidaknyamanan
yang terdeteksi.
Kesulitan persepsi dari
tingkat rasa
ketidaknyamanan.
Sensitivitas 1 – 10 terbatas.
-
Pengamatan
perubahan posisi
duduk.
-
-
-
-
2. Kualitas Deskripsi
discomfort:
tingling, burning,
searing,
numbness,
coldness, stiffness,
heat, cramping,
prickling,
stabbing, gnawing
Belum umum digunakan
para ahli ergonomi karena
implikasi perbedaan
kualitas belum jelas.
Menggunakan Body
Part Discomfort
Scale (di dalamnya
terdapat tingkatan
rasa tidak nyaman).
3. Lokasi Body map atau
body part
Mempermudah dalam
menunjukkan gambar
bagian tubuh yang tidak
nyaman.
Menggunakan Body
Part Discomfort
Scale.
4. Periode
Waktu
Pakai periode
waktu:
menit/jam/hari
atau yang lebih
lama lagi.
Pengukuran post
pada Kelompok
Eksperimen
dilakukan 2 kali
(hari ke-3 dan ke-6).
56
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Penggunaan Kursi
Ergonomis
Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan kerja, yaitu karakteristik
individu, pekerjaan, dan persepsi (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; dan Puswiartika,
2008). Ketika seseorang dalam posisi duduk, karakteristik tempat duduk juga ikut
berpengaruh. Selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Karakteristik Tempat Duduk
Tempat duduk merupakan salah satu sarana penunjang utama dalam bekerja
yang berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang ketika bekerja atau
beraktivitas. Seperti yang dikemukakan Sutanto, dkk. (1999) dalam Puswiartika
(2008) tempat duduk harus dapat memberikan kenyamanan bagi pemakainya
sehingga dapat mengurangi kelelahan orang yang duduk pada saat orang tersebut
bekerja.
Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) menngatakan bahwa
tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para
karyawan. Dalam studi yang dilakukan di Eastman Kodak Company New York,
telah ditemukan bahwa 35% dari pekerja yang duduk terus menerus selama
bekerja, mengunjungi bagian kesehatan dengan keluhan sakit punggung selama
periode 10 tahun. Seseorang dengan sakit punggung yang menetap ini tidak
dapat bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari kerja.
Akibatnya pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas
kerjanya menurun (Bridger, 1995 dalam Puswiartika, 2008).
57
Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka
kelelahan kerja baik kelelahan fisik (sakit atau nyeri pada sistem kerangka otot
manusia) maupun kelelahan psikis (rasa jemu atau bosan terhadap pekerjaan
yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998 dalam Puswiartika, 2008).
Apabila kelelahan kerja berkurang, maka tidak akan banyak terjadi kesalahan
kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja pun akan
meningkat, sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat
atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan
pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.
Sedangkan menurut Pheasant (2003), karakteristik tempat duduk yang
mempengaruhi kenyamanan pada saat bekerja dengan posisi duduk antara lain
dimensi kursi, sudut kursi (seat angle), bentuk kursi, dan bahan/pelapis/bantalan
kursi. Dimensi kursi yang dapat diukur antara lain tinggi dudukan, lebar alas
duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran, lebar sandaran, sudut sandaran,
tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran tangan.
Kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya akan
menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk
tersebut. Tidak cukup hanya kesesuaian dimensi tempat duduk dengan
penggunanya, posisi seseorang dalam duduk juga menentukan kenyamanan
selama duduk. Hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam
tubuh akibat posisi duduk tersebut. Kenyamanan akan meningkat jika didukung
58
oleh misalnya seperti adanya gundukan bantal, atau hal lain yang mendukung
untuk dilakukannya perubahan postur/posisi selama duduk.
2. Karakteristik Individu
Menurut Pheasant (2003), karakteristik individu yang mempengaruhi
kenyamanan selama bekerja antara lain kondisi tubuh seperti nyeri atau adanya
sakit pada tubuh, sirkulasi atau peredaran darah, dan kondisi pikiran atau tingkat
stres. Ia menambahkan, saat seseorang bekerja dengan posisi duduk, maka
dimensi tubuh juga akan mempengaruhi kenyamanan seseorang selama duduk.
Dimensi tubuh yang diukur untuk posisi duduk antara lain sitting height, sitting
shoulder height, sitting elbow height, thigh thickness, buttock-knee length, knee
height, popliteal height, shoulder breadth (bideltoid dan biacromial), hip
breadth, chest depth, abdominal depth, shoulder-elbow length, dan elbow-
fingertip length.
Menurut hasil penelitian Tan et.al (2010) yang dilakukan pada sopir truk di
Belanda, faktor umur, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) mempunyai
hubungan signifikan dengan kenyamanan. Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa sopir truk yang umurnya lebih tua, lebih sering merasakan
ketidaknyamanan pada bahu kanan dibandingkan dengan sopir truk yang lebih
muda. Sopir truk dengan tinggi badan lebih, jarang merasakan ketidaknyamanan
pada kepala dan leher. Adapun sopir truk dengan IMT lebih tinggi, lebih sering
merasakan ketidaknyamanan pada betis kanan setelah satu jam bekerja.
59
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kenyamanan selama bekerja
menurut Pheasant (2003) terdiri dari durasi, beban visual, beban fisik, beban
mental dan sosial. Kumar (1999) menambahkan kondisi lingkungan, waktu
istirahat dan aktivitas pada waktu istirahat juga ikut mempengaruhi kenyamanan
seseorang dalam bekerja.
Durasi menunjukkan jumlah waktu seseorang yang secara terus-menerus
terpapar oleh faktor risiko. Pekerjaan yang membutuhkan otot yang sama atau
pergerakan untuk durasi yang panjang meningkatkan kemungkinan kelelahan
lokal dan umum (Cohen et. al, 1997 dalam Rahmawati, 2010). Risiko tinggi juga
telah ditemukan ketika duduk untuk waktu yang lama, terutama di kendaraan
(Kelsey, 1975 & Mangora, 1972 dalam Kumar, 1999).
Menurut Kumar (1999), beban visual terdiri dari jarak dan arah pandang,
ukuran objek yang dilihat, warna, tekstur, dan waktu. Sedangkan beban fisik
terdiri dari ukuran objek kerja (massa, bentuk, dan posisi), penggunaan tenaga,
postur, perpindahan (tidak statis), dan waktu. Beban mental dan sosial terdiri dari
pembuatan keputusan, konsentrasi, tekanan waktu, komunikasi dan interaksi
sosial. Waktu dan aktivitas istirahat terdiri dari stabilitas selama istirahat,
kemampuan untuk relaks, bergerak bebas, dan mengubah postur. Sedangkan
kondisi lingkungan terdiri dari pencahayaan (tingkat pencahayaan, kontras, silau,
dan sumber cahaya), kebisingan, iklim, bahan kimia, dan getaran.
Ramadhani (2003) dalam Rusdjijati dan Widodo (2008) menambahkan
bahwa dari faktor lingkungan, selain faktor-faktor tersebut di atas, juga ada
60
faktor kimia dan biologi. Faktor kimia selain bahan kimia, gas, uap, dan debu
juga mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam bekerja. Faktor biologi seperti
bakteri, jamur, virus, dan cacing penyebab penyakit. Rusdjijati dan Widodo
(2008) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan
kondisi yang nyaman apabila tidak melebihi Nilai Ambang Batas yang telah
ditetapkan atau melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang
Rumah, kadar yang diisyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah antara 18-
30oC dan pencahayaan minimal 60 Lux. Sedangkan menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Kebisingan,
tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk kawasan perumahan dan
pemukiman adalah tidak lebih dari 55 dB.
4. Persepsi Tempat Duduk
Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima stimulus atau
rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari
lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh
individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna terhadap
stimulus itu dinamakan proses persepsi (Suprani, 2010).
Banyak pengertian mengenai persepsi. Persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti
luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorsng memandang
atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978 dalam Arifin, 2011). Menurut Robbins
61
(1999) dalam Suprani (2010), persepsi adalah suatu proses dimana individu
mengaorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk
memberikan makna terhadap lingkungan. Stephen P. Robbins (1998) dalam
Arifin (2011) mengatakan persepsi adalah sebuah proses dimana individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan rangsangan/stimulus yang
bermakna dengan tujuan untuk memberikan arti kepada lingkungan manusia.
Dalam Arifin (2011) pula, Morgan (1986) menyatakan persepsi sebagai segala
sesuatu yang dialami manusia di dunia melalui penglihatan, pendengaran,
perabaan, pengecapan, dan penciuman.
Secara umum persepsi dapat diartikan sebagai suatu pandangan, pendapat,
dan penilaian seseorang dalam menafsirkan, memandang atau mengartikan
kesan-kesan terhadap stimulus yang diterima panca indera mereka, sehingga
menjadi bermakna. Sedangkan arti dari persepsi tempat duduk ialah penilaian
seseorang dalam menafsirkan kesan terhadap tempat duduk menurut panca
ineranya, sehingga (dalam penelitian ini) dapat digambarkan kenyamanan posisi
duduk ibu menyusui saat menggunakan tempat duduk (kursi ergonomis) tersebut.
Karena berhubungan dengan panca indera manusia, persepsi tempat duduk
terkait kenyamanan yang dirasakan akan cenderung berbeda antara individu yang
satu dengan lainnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan Puswiartika (2008) yaitu
persepsi individu terhadap tempat duduk mempengaruhi kenyamanan duduk
seseorang dalam bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan
terhadap tempat duduk, karena adanya perbedaan masing-masing individu dalam
menerima, menyeleksi dan mengorganisasi, dan menginterpretasikan tempat
62
duduk. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk
menurut seseorang mungkin keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras
(Kantowitz dan Sorkin, 1996 dalam Puswiartika, 2008).
E. Konsep Kursi Ergonomis
Oborne (1987) dalam Sarimurni & Murtopo (2004) mengatakan sikap duduk
tergantung pada kondisi kursi duduk, karena itu harus ada perancangan kursi
duduk yang baik. Pada aktivitas ibu menyusui yang dapat diasumsikan sebagai
suatu proses kerja, adanya rancangan kursi duduk diharapkan dapat memberikan
kenyamanan ibu ketika menyusui, sehingga akhirnya membantu proses
kelancaran pemberian ASI.
Dalam penelitiannya mengenai ergonomi, Sarimurni & Murtopo (2004)
mengemukakan adanya beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam
perancangan kursi yaitu tipe dan dimensi dari kursi berkaitan dengan alasan
duduk dan antropometri orang yang duduk, memberikan dukungan dan stabilitas
bagi orang yang duduk, memberikan kesempatan kepada pengguna untuk
mengubah sikap duduknya, sandaran punggung, khususnya yang menonjol di
daerah pinggang akan mengurangi tekanan pada bagian tulang punggung.
Sementara itu, Wickens (1992) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan
prinsip-prinsip umum desain tempat duduk antara lain:
a. Tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang.
b. Tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat
diminimalkan.
63
c. Postur yang tetap dapat dikurangi.
d. Tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah.
e. Ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai.
f. Kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai.
g. Perlu ada bantalan tempat duduk.
1. Sikap Kerja Duduk
Dalam ergonomi selalu dianjurkan bahwa pekerjaan sedapat mungkin
dilaksanakan dalam sikap duduk. Alasan tersebut dikemukakan karena bekerja
sambil duduk mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut (Dwiyati,
2010):
a) Kurangnya kelelahan pada kaki
b) Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah
c) Berkurangnya pemakaian energi
d) Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah
Namun demikian terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja
sambil duduk, yaitu:
a) Melembekkan otot-otot perut
b) Melengkungnya punggung
c) Tidak baik bagi alat-alat dalam khususnya peralatan pencernaan jika posisi
dilakukan secara membungkuk
Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan
dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang
dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai
64
dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat. Dengan sikap demikian, otot-
otot punggung akan terasa enak.
Untuk mengetahui tepat tidaknya kursi, perlu dipelajari keluhan-keluhan
yang dirasakan seperti: keluhan pada kepala, leher dan bahu, pinggang, pantat,
lengan dan tungkai, lutut dan kaki, dan paha.
65
F. Kerangka Teori
berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan kerangka teori penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Kenyamanan Posisi
Duduk
Karakteristik Tempat Duduk:
1. Dimensi Kursi/Tempat Duduk
2. Sudut Dudukan
3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk
4. Bahan Pelapis atau Bantalan
Kursi/Tempat Duduk
Karakteristik Individu:
1. Dimensi Tubuh (Termasuk
Tinggi Badan)
2. Kondisi Tubuh
3. Sirkulasi atau Peredaran Darah
4. Kondisi Pikiran atau Tingkat
Stres
5. Usia
6. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Karakteristik Pekerjaan:
1. Durasi
2. Beban Visual
3. Beban Fisik
a. Ukuran Objek (Massa,
Bentuk, dan Posisi)
b. Penggunaan Tenaga
c. Postur
d. Pergerakan
4. Beban Mental dan Sosial
5. Kondisi Lingkungan
6. Waktu Istirahat
7. Aktivitas pada Waktu Istirahat
Persepsi terhadap Kenyamanan
Posisi Duduk
Bagan 2.2
Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003;
Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008;
dan Puswiartika, 2008)
66
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap
kenyamanan posisi duduk ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain karakteristik
individu, karakteristik pekerjaan atau aktivitas menyusui, dan karakteristik
lingkungan. Adapun data karakteristik tempat duduk (kursi ergonomis) penelitian ini
yang meliputi dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk, dan bantalan kursi yang
digunakan dimana deskripsinya tercantum dalam Lampiran V. Sedangkan faktor
karakteristik individu yang akan diukur yaitu usia ibu, dan Indeks Massa Tubuh
(IMT) ibu. Untuk karakteristik pekerjaan yang akan diukur yaitu durasi, ukuran
objek, dan postur. Sementara karakteristik lingkungan yang diukur meliputi tingkat
kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan.
Adapun faktor dimensi tubuh atau ukuran antropometri ibu tidak diukur karena
kursi ergonomis pada penelitian ini telah dirancang sesuai ukuran antropometri.
Faktor kondisi tubuh, sirkulasi atau peredaran darah, kondisi pikiran atau tingkat
stres, dan faktor beban mental dan sosial tidak diukur karena keterbatasan peneliti.
Faktor-faktor tersebut secara teori dapat mempengaruhi kenyamanan.
Kondisi lingkungan yang diukur hanya lingkungan fisik yang meliputi
kebisingan, suhu, dan pencahayaan. Kondisi lingkungan kimia dan biologi tidak
diukur karena mempertimbangkan keterbatasan peneliti, dimana untuk mengukur
67
kondisi lingkungan kimia dan biologi memerlukan analisis laboratorium lebih lanjut
seperti kadar debu, jumlah mikroorganisme, dan sebagainya.
Faktor beban visual tidak diukur karena aktivitas menyusui tidak berkaitan
dengan beban visual. Penggunaan tenaga tidak diukur karena keterbatasan peneliti.
Faktor pergerakan tidak diukur karena aktivitas menyusui merupakan aktivitas yang
statis. Pergerakan yang mungkin terjadi adalah perubahan posisi duduk ibu.
Faktor waktu istirahat tidak diukur karena berdasarkan hasil studi pendahuluan
yang telah dilakukan, jeda atau selang aktivitas menyusui tidak jauh berbeda sekitar
2-3 jam, artinya ibu menyusui bayi rata-rata 2-3 jam sekali. Waktu istirahat di sini
diartikan sebagai waktu dimana ibu sedang tidak melakukan aktivitas menyusui.
Adapun faktor aktivitas saat sedang tidak menyusui tidak diukur karena aktivitas
tersebut cenderung homogen, yaitu termasuk aktivitas rumah tangga pada umumnya.
Pada penelitian ini, variabel independennya adalah Penggunaan Kursi Ergonomis
yang datanya diperoleh dari Kelompok Kontrol, yaitu kelompok tanpa menggunakan
kursi ergonomis dan Kelompok Eksperimen, yaitu kelompok yang menggunakan
kursi ergonomis. Pengukuran posttest pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen dilakukan 1 – 2 bulan setelah pretest. Adapun variabel dependennya
adalah Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui yang selain diukur secara
kuantitatif melalui lembar Body Part Discomfort, juga diukur secara kualitatif
melalui wawancara mendalam untuk mendukung hasil kuantitatif. Hal ini
dikarenakan Lembar Body Part Discomfort Scale mengukur keluhan fisik dari ibu
menyusui yang merupakan indikasi adanya peningkatan rasa ketidaknyamanan.
68
Dengan demikian, peneliti dapat mengukur rasa kenyamanan berdasarkan keluhan
fisik ibu menyusui.
Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya
rasa tidak nyaman akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia,
merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara
pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga
harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan
yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu belum
tentu sama dirasakan oleh individu lainnya. Adapun aspek kenyamanan yang diukur
adalah perasaan ibu menyusui terkait kenyamanan posisi duduk menyusui yang
dapat ditunjukkan melalui keluhan fisik ibu saat menyusui pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dimana diharapkan terdapat hubungan sebab
akibat dari keberadaan kursi ergonomis tersebut. Sehingga, pada akhirnya
keberadaan kursi ergonomis dapat menjadi salah satu solusi dalam membantu
kelancaran proses menyusui.
Kursi dalam penelitian ini dapat dikatakan sebagai kursi ergonomis dikarenakan
kursi tersebut telah dirancang berdasarkan ukuran tubuh (antropometri)
penggunanya, yaitu ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Adapun terkait
karakteristik kursi ergonomis yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
modifikasi penggabungan data Antropometri Orang Indonesia dan Singapura
menurut Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar (2010) dengan data
antropometri ibu menyusui di Kelurahan Pisangan dimana deskripsinya tercantum
dalam Lampiran V.
69
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Dependen:
Kenyamanan Posisi
Duduk saat
Menyusui Variabel Confounder:
Faktor yang Ikut Mempengaruhi (selain
Kursi Ergonomis):
1. Karakteristik Individu:
a. Usia
b. Indeks Massa Tubuh (IMT)
2. Karakteristik Pekerjaan (Aktivitas
Menyusui)
a. Frekuensi dan Durasi/ Lama
Menyusui
b. Ukuran Objek (Berat Badan Bayi)
c. Postur Menyusui
3. Karakteristik Lingkungan:
a. Kebisingan
b. Suhu
c. Pencahayaan
Variabel
Independen:
Penggunaan
Kursi Ergonomis
70
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil Ukur Skala
Ukur
Kursi
ergonomis
Suatu penerapan ergonomi dalam
pembuatan kursi yang dimaksudkan
untuk mendapatkan sikap tubuh yang
ergonomis pada saat bekerja dan
beraktivitas (Meilia, 2011).
Kuesioner,
observasi
Kuesioner,
lembar
observasi
1. Kelompok kontrol:
Kelompok yang
melakukan aktivitas
menyusui seperti
biasanya, tanpa kursi
ergonomis.
2. Kelompok
Eksperimen:
Kelompok yang
melakukan aktivitas
menyusui
menggunakan kursi
ergonomis.
Ordinal
Kenyamanan
posisi duduk
Kondisi perasaan ibu dimana terbebas
dari rasa tidak nyaman atau tidak
adanya sensasi dari tubuh ibu yang
tidak menyenangkan saat posisi duduk
sedang menyusui.
Kuesioner
dengan
didukung
wawancara
Lembar Body
Part
Discomfort
Scale,
Pedoman
wawancara
terstruktur,
recorder
Skor ketidaknyamanan
saat menyusui:
0. Tidak
1. Ya
Dengan frekuensi:
1. Kadang-kadang
2. Sering
3. Selalu
Dengan intensitas:
1. Tidak nyaman
2. Sakit
3. Sangat sakit
Ordinal
Faktor-faktor yang akan diteliti Ikut Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui (selain kursi ergonomis):
Variabel Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil Ukur Skala
Ukur
Usia Lama masa hidup ibu terhitung sejak
dilahirkan hingga saat pengumpulan
data penelitian ini dilakukan.
Kuesioner Kuesioner Usia dalam tahun Ratio
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Ukuran status gizi ibu berdasarkan
tinggi badan dan berat badan.
Perhitungan
BB (kg)/TB2
(m)
Pengukur TB,
timbangan
digital, dan
kalkulator
1. Kurus: < 18,5
2. Normal: 18,5-25,0
3. Gemuk: >25,0
(Depkes, 1994 dalam
Almatsier, 2004)
Ordinal
Frekuensi
Menyusui
Durasi
Menyusui
Banyaknya (berapa kali) aktivitas
menyusui dalam sehari.
Lama waktu yang biasa dibutuhkan ibu
untuk menyusui bayinya (untuk dua
payudara).
Kuesioner Kuesioner 1. <12 kali
2. ≥12 kali
1. < 10 menit
2. 10-15 menit
3. 20-30 menit
4. > 30 menit
Ordinal
Ukuran
Objek
Berat badan bayi pada saat dilakukan
pengumpulan data penelitian ini.
Pengukuran
langsung
Timbangan
berat badan
untuk bayi
Berat badan dalam
kilogram (kg)
Rasio
Sumber: Data Sekunder
71
Variabel Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil Ukur Skala
Ukur
Postur Kondisi relatif tubuh ibu pada
ruang/tempat tertentu. (Pheasant, 2003)
Analisis
Postur
Tubuh
dengan
metode
Rapid Upper
Limb
Assessment
(RULA)
Kamera video,
penggaris,
busur derajat,
timbangan
berat badan
bayi untuk
mengukur
beban objek
Skor RULA dengan
klasifikasi menurut
level risiko:
1. Minimum: Skor 1-2
2. Kecil: Skor 3-4
3. Sedang: Skor 5-6
4. Tinggi: Skor 7
Ordinal
Kondisi
Lingkungan:
1. Kebisingan
2. Suhu
3. Pencahaya-
an
Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan. (KEPMENLH
No. 48 Tahun 1996).
Ukuran panas atau dinginnya suatu
benda atau lingkungan.
Jumlah penyinaran pada suatu bidang
kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif.
(KepMenkes RI No.
1405/MENKES/SK/XI/2002)
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Sound Level
Meter
Termometer
Lux Meter
1. < 55 dB
2. > 55dB
(KepMenLH
No.48/1996)
1. 18-30oC
2. < 18oC
3. > 30
(Permenkes/1077/2011)
1. > 60 lux
2. < 60 lux
(Permenkes
No.1077/2011)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Sumber: Data Sekunder
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
Hipotesis Null (H0)
1. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Eksperimen.
2. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Kontrol.
3. Ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan
Kelompok Eksperimen.
72
Hipotesis Alternatif (Ha)
1. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada
Kelompok Eksperimen.
2. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada
Kelompok Kontrol.
3. Tidak ada beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan
Kelompok Eksperimen.
73
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan disain eksperimen jenis
Pretest-Posttest Control Group Design. Menurut Sugiyono (2008), dalam rancangan
tersebut terdapat kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest
untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, setelah randomisasi sampel yang diambil
lalu sampel tersebut dibagi atas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat
menyusui, sedangkan pada Kelompok Kontrol tetap melakukan aktivitas menyusui
seperti biasanya.
Sugiyono (2008) menambahkan, hasil pretest yang baik apabila nilai kelompok
eksperimen tidak berbeda secara signifikan. Pengaruh perlakuan = (O2 – O1) – (O4 –
O3). Rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
R : Sampel random
X : Eksperimen
O1 dan O3 : Kelompok pretest
R O1 X O2
R O3 O4
74
O2 dan O4 : Kelompok posttest dengan O2 sebagai Kelompok Kontrol dan O4
sebagai Kelompok Eksperimen
Penelitian kuantitatif ini didukung oleh pendekatan kualitatif melalui observasi
dan wawancara mendalam untuk menganalisa kenyamanan posisi duduk saat
menggunakan kursi ergonomis pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan
dengan melihat faktor-faktor selain kursi ergonomis yang mempengaruhi
kenyamanan tersebut.
Dalam karakteristik identifikasi masalah penelitian, Emzir (2011) menyatakan
penelitian kuantitatif cenderung mengarahkan permasalahan penelitian yang
memerlukan suatu deskripsi tentang kecenderungan atau suatu penjelasan hubungan
antarvariabel. Sedangkan penelitian kualitatif cenderung mengarahkan masalah-
masalah penelitian yang memerlukan eksplorasi mendalam terhadap hal yang sedikit
diketahui atau dipahami dan detail pemahaman tentang suatu fenomena sentral.
Permasalahan penelitian ini tentang kenyamanan yang berkaitan dengan perasaan
seseorang atau bersifat subjektif. Sugiyono (2008) menyatakan perasaan orang sulit
dimengerti jika tidak diteliti dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam
dan observasi. Sehingga, diharapkan akan diperoleh kondisi mendalam terkait
kenyamanan posisi duduk saat menggunakan kursi ergonomis pada ibu menyusui.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan pada rentang Juli 2012 – Juli 2013.
75
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan
(≤6 bulan) dengan data kelahiran terakhir pada Januari 2013 yang tercatat di
sejumlah posyandu di Kelurahan Pisangan, yakni berjumlah 43 orang. Sedangkan
sampel penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
⁄
Keterangan:
n : Besar sampel
Z1-α/2 : Harga kurva normal sesuai α (dalam penelitian ini digunakan α = 0,05
sehingga nilai Z1-α/2 = 1,96)
p : Proporsi kejadian (karena tidak ditemukan pada literatur atau penelitian
terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan nilai p berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang sudah dilakukan oleh peneliti di Kelurahan
Pisangan yaitu sebesar p = 0,75)
q : 1-p
d : Beda antara proporsi di sampel dengan di populasi (presisi). Dalam
penelitian ini ditetapkan sebesar 10% = 0,1.
Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka besar sampel
minimal dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut:
Jadi, besar sampel minimal penelitian ini sebanyak 73 ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan.
76
Namun demikian, data jumlah populasi ibu menyusui bayi usia sampai enam
bulan yang telah terkumpul sebanyak 43 responden. Jumlah ini diperoleh sebelum
dilakukan pretest, sedangkan pengukuran pretest mulai dilakukan pada akhir
Februari hingga pertengahan Maret, lalu dua bulan kemudian baru dilakukan
pengukuran post selama seminggu untuk penggunaan kursi ergonomis pada
Kelompok Eksperimen. Sehingga, ketika akan dilakukan pengukuran posttest jumlah
populasi yang memenuhi menjadi 34 orang dimana jumlah inilah yang digunakan
sebagai subyek penelitian ini. Sedangkan 9 orang lainnya tidak memenuhi karena
usia bayinya sudah lebih dari 6 bulan. Dari 34 orang tersebut dibagi menjadi 2
kelompok, yakni Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing
dengan jumlah yang sama sebanyak 17 orang.
Namun demikian, peneliti mengasumsikan dengan 34 sampel hasil penelitian ini
diharapkan sudah dapat menggambarkan kondisi kenyamanan ibu menyusui pada
umumnya. Hal ini dikarenakan di manapun lokasinya, karakteristik posisi duduk
pada populasi ibu menyusui mempunyai kecenderungan bersifat homogen dan
universal, yaitu duduk di kursi dan bukan kursi. Dalam penelitian ini, aspek posisi
duduk ibu menyusui yang menjadi fokus penelitian.
Memang dapat dimungkinkan untuk menambah jumlah sampel yang telah ada
dengan sampel yang baru, yaitu menunggu data kelahiran baru. Akan tetapi, selama
masa menunggu tersebut kemungkinan juga dapat mengurangi jumlah sampel yang
telah diperoleh sebelumnya. Hal ini disebabkan usia bayi juga ikut bertambah selama
menunggu sampel baru atau mungkin sampel yang telah bersedia tersebut tiba-tiba
77
drop out mengundurkan diri. Di samping itu, terkait informed consent calon sampel
yang baru juga belum tentu mudah diperoleh.
Sementara untuk penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik Simple
Random Sampling, karena responden penelitian cenderung homogen dan memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Sampel random dipilih
sebelum dilakukan tahap pretest. Cara untuk mengambil sampel penelitian ini yaitu
secara random atau acak melalui undian. Peneliti terlebih dahulu memberi nomor
pada setiap anggota populasi ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Karena
setiap anggota mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel, maka ketika
satu nomor sampel keluar akan dikembalikan lagi ke dalam populasi. Jika tidak
dikembalikan lagi, maka peluangnya menjadi tidak sama. Kemudian bila yang telah
diambil keluar lagi, maka dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi. Selanjutnya
berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya, peneliti
dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data
lebih lengkap (Sugiyono, 2008).
Adapun kriteria sampel penelitian ini berupa ibu menyusui bayi yang usianya
kurang dari atau sama dengan enam bulan dan cenderung sering menggunakan posisi
duduk saat menyusui, mau menggunakan kursi ergonomis saat melakukan aktivitas
menyusui untuk sampel Kelompok Eksperimen, dan tidak bekerja atau hanya
sebagai ibu rumah tangga. Pertimbangan responden menggunakan ibu menyusui
bayi usia sampai enam bulan atau ASI Eksklusif yaitu karena ketika masa menyusui
ASI Eksklusif tersebut aktivitas ibu cenderung fokus pada kegiatan menyusui dan
jika lebih dari enam bulan aktivitas harian ibu cenderung normal seperti biasanya.
78
Tujuannya, untuk mengurangi bias dan memastikan jika muncul sensasi
ketidaknyamanan yang dirasakan cenderung disebabkan oleh aktivitas menyusui.
Selain itu, dari hasil analisa data pre diperoleh bahwa dari 73 sampel (bayi usia ≤6
bulan=39; bayi >6 bulan=34) sebanyak 89,7% ketidaknyamanan posisi duduk
menyusui dirasakan oleh ibu menyusui dengan bayi ≤6 bulan.
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer yang digunakan yaitu data hasil pengisian kuesioner, data hasil
observasi dan wawancara, data pengukuran kondisi kingkungan dan
antropometri. Pengisian kuesioner berasal dari Lembar Body Part Discomfort
Scale untuk mengetahui informasi adanya keluhan ketidaknyamanan saat
menyusui. Observasi dilakukan untuk memperoleh posisi dan postur tubuh ibu
menyusui saat posisi duduk. Sedangkan wawancara dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai kenyamanan posisi duduk menyusui sebagai pendukung
hasil kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi data ibu
menyusui dari seluruh posyandu di Kelurahan Pisangan hingga Januari 2013
serta data karakteristik kursi ergonomis yang direkomendasikan untuk digunakan
dalam penelitian ini.
79
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi,
perekam video, kamera, recorder (perekam suara), lembar Body Part Discomfort
Scale, RULA, alat pengukur tinggi badan (stand body measurement), timbangan
berat badan digital untuk dewasa, timbangan berat badan khusus untuk bayi, sound
level meter, termometer, lux meter, penggaris, busur derajat, dan kalkulator.
Instrumen tersebut digunakan sejak dilakukannya pengukuran pretest.
Lembar observasi digunakan untuk mengamati segala sesuatu yang tak bisa
diamati secara kuantitatif. Perekam video digunakan untuk mendokumentasi posisi
ibu saat menyusui dimana hasilnya akan dibuat menjadi gambar postur yang sesuai
dengan perubahan posisi ibu ketika menyusui kemudian dilakukan analisis
perhitungan dengan metode RULA untuk diperolehnya postur tubuh, baik saat ibu
menyusui dengan posisi duduk pada umumnya maupun saat menggunakan kursi
ergonomis untuk Kelompok Eksperimen. Sedangkan lembar Body Part Discomfort
Scale digunakan untuk mengetahui keluhan ketidaknyamanan pada beberapa bagian
tubuh ibu menyusui saat posisi duduk yang dilihat berdasarkan lokasi, intensitas, dan
frekuensinya.
Pada Body Part Discomfor Scale, tubuh dibagi menjadi 12 bagian, yaitu leher,
bahu (kanan dan kiri), punggung bagian atas, punggung bagian bawah, siku-siku
(kanan dan kiri), lengan bawah (kanan dan kiri), pergelangan tangan (kanan dan
kiri), pinggul (kanan dan kiri), paha (kanan dan kiri), lutut (kanan dan kiri), betis
(kanan dan kiri), dan tumit (kanan dan kiri). Selain responden akan memberikan
tanda pada bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan, juga ditanyakan
80
frekuensi (seberapa sering) dan intensitas (seberapa parah) responden mengalami
ketidaknyamanan pada bagian tubuh yang ditandai tersebut. Frekuensinya terdiri
dari: 1) Kadang-kadang, 2) Sering, 3) Selalu. Sedangkan Intensitasnya terdiri dari: 1)
Tidak nyaman, 2) Sakit, 3) Sangat sakit. Hasil dari pengisian lembar Body Part
Discomfort Scale ini akan didukung oleh hasil observasi dan wawancara mendalam
terkait kenyamanan posisi duduk menyusui.
Penggaris dan busur derajat digunakan untuk melakukan analisis RULA
berdasarkan hasil observasi untuk menentukan kemiringan tubuh atau gerakan tubuh
pada saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu tubuh bagian lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan, leher, batang tubuh, dan kaki.
Alat pengukur tinggi badan digunakan untuk mengukur tinggi badan ibu dan
timbangan berat badan digital digunakan untuk mengukur berat badan ibu. Begitu
juga dengan timbangan berat badan khusus untuk bayi digunakan untuk mengukur
berat badan bayi saat itu. Sound Level Meter digunakan untuk mengukur tingkat
kebisingan, Termometer untuk mengukur suhu, dan Lux Meter untuk mengukur
tingkat pencahayaan di lingkungan tempat ibu melakukan aktivitas menyusui.
Sedangkan kalkulator digunakan untuk menghitung IMT ibu berdasarkan berat
badan dan tinggi badan ibu.
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1. Pendekatan Kuantitatif
a. Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian dilakukan melalui beberapa proses berikut:
81
1) Editing, tahap ini merupakan kegiatan penyutingan data yang telah
terkumpul dengan cara memeriksa kelengkapan data dan kesalahan
pengisian instrumen penelitian untuk memastikan data yang diperoleh
telah lengkap dapat dibaca dengan baik, relevan, dan konsisten.
2) Coding, melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden sebelum
diolah dengan komputer untuk memudahkan dalam analisa data.
Pengkodean data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a) Adanya ketidaknyamanan pada bagian tubuh : 0. Tidak
1. Ya
(1) Dengan frekuensi : 1. Kadang-kadang
2. Sering
3. Selalu
(2) Dengan Intensitas : 1. Tidak nyaman
2. Sakit
3. Sangat Sakit
b) Skor analisis RULA berdasarkan level risiko : 1. Minimum: Skor 1-2
2. Kecil: Skor 3-4
3. Sedang: Skor 5-6
4. Tinggi: Skor 7
c) Indeks Massa Tubuh (IMT) : 1. Kurus: < 17,0 atau 17,0-18,5
2. Normal: 18,5-25,0
3. Gemuk: 25,0-27,0 atau > 27,0
82
d) Durasi menyusui : 1. < 10 menit
2. 10-15 menit
3. 20-30 menit
4. > 30 menit
e) Kebisingan : 1. < 55 dB
2. > 55 dB
f) Suhu : 1. 18-30oC
2. < 18oC
3. > 30oC
g) Pencahayaan : 1. > 60 lux
2. < 60 lux
3) Data structure, dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan
dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan.
4) Entry data, tahap ini merupakan proses memasukkan data ke dalam
komputer untuk kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak
komputer.
5) Cleaning, proses pengecekan kembali dan pemeriksaan kesalahan pada
data yang telah di-entry untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan data
yang telah dikumpulkan.
b. Analisis Data
Setelah data diolah, kemudian dilakukan analisis data dengan perhitungan
statistik yang meliputi:
83
1) Analisis univariat, dilakukan terhadap setiap variabel pada penelitian ini
yang menyajikan data secara deskriptif dengan menghitung distribusi
dari: skor kenyamanan sebelum dan setelah menggunakan kursi
ergonomis, skor kenyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol, karakteristik individu (usia, dan
Indeks Massa Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi
menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi, dan postur
menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan).
2) Analisis bivariat, dilakukan melalui tiga uji statistik.
a) Untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor ketidaknyamanan
sebelum dan setelah (pre dan post) masing-masing pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok Eksperimen. Teknik statistik yang digunakan
t-test dependent atau uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk data yang
tidak berdistribusi normal.
Adapun keputusan diambil jika p-value < 0,05 artinya Ho diterima
atau Ha ditolak, sedangkan jika p-value > 0,05 Ho ditolak atau Ha
diterima.
b) Untuk mennguji hipotesis bahwa “Ada perbedaan rata-rata skor
ketidaknyamanan antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok
Eksperimen.” Dengan kalimat lain, penggunaan kursi ergonomis akan
meningkatkan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan. Teknik statistik yang
digunakan adalah t-test independent atau uji Wilcoxon Mann-Whitney
84
Test untuk data yang tidak berdistribusi normal. Adapun keputusan
diambil jika p-value < 0,05 artinya Ho diterima atau Ha ditolak,
sedangkan jika p-value > 0,05 Ho ditolak atau Ha diterima.
c) Analisis bivariat untuk faktor-faktor selain kursi ergonomis yang
diduga sebagai confounding dimana masing-masing faktor tersebut
dihubungkan dengan kenyamanan posisi duduk. Jika diperoleh hasil
yang berhubungan, maka analisa dapat dilanjutkan pada analisis
multivariat.
3) Analisis multivariat, dilakukan karena penelitian ini ingin mengetahui
hubungan penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan posisi
duduk ibu menyusui. Sedangkan masih terdapat faktor lain yang
mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu menyusui, antara lain: usia
ibu, IMT ibu, frekuensi dan lama ibu menyusui, berat badan bayi, tingkat
kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan. Jika faktor-faktor tersebut
terbukti berhubungan dalam analisis bivariat, maka dapat dilakukan uji
statistik lebih lanjut, yaitu menggunakan analisis Regresi Logistik
Berganda Model Faktor Risiko.
4) Pendekatan Kualitatif
Model analisa data yang digunakan yaitu model Miles dan Huberman (1984).
Dalam Sugiyono (2008), model ini mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-
menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Langkah-langkah dalam analisis
data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
85
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, jumlah data
akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Maka, perlu dilakukan reduksi
data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Sehingga,
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas,
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencarinya bila diperlukan.
Dalam penelitian ini, data kualitatif yang akan diperoleh antara lain berupa
hasil wawancara mendalam, hasil observasi, dan dokumentasi. Hasil
wawancara mendalam yang telah direkam kemudian dibuat transkrip
wawancara. Selanjutnya keseluruhan data tersebut dikumpulkan dan
direduksi sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Penyajian Data (Data Display)
Dengan menyajikan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami. Dalam menyajikan data, selain menggunakan teks naratif, juga
disarankan dengan grafik, matriks, network (jejaring kerja) dan chart. Dalam
penelitian ini, hasil wawancara disajikan dalam bentuk teks naratif.
c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang telah dirumuskan, tetapi mungkin juga tidak, karena rumusan
86
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Dalam penelitian ini, hasil
wawancara dan observasi kemudian disimpulkan untuk mendukung data
kuantitatif yang diharapkan dapat menjawab rumusan masalah penelitian ini.
G. Validitas Data
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data yang valid pada data kuantitatif
dilakukan melalui uji kuesioner. Sedangkan pada data kualitatif dilakukan triangulasi
teknik dan triangulasi waktu.
Triangulasi teknik merupakan uji validitas data dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2008). Dalam
penelitian ini, triangulasi teknik dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Sementara triangulasi waktu dilakukan dengan pengisian ulang
Lembar Body Part Discomfort Scale kepada responden Kelompok Eksperimen untuk
konsistensi pengukuran yang dilakukan pada hari ke-3 dan ke-6 saat menggunakan
kursi ergonomis. Diharapkan dengan triangulasi waktu ini dapat mengurangi bias
informasi dari responden.
H. Etika Penelitian
Etika penelitian ini meliputi:
1. Informed Consent, merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
yang dapat berupa lembar persetujuan. Dalam penelitian ini, ketika pengukuran
pretest persetujuan yang dilakukan antara peneliti dengan responden berbentuk
87
lisan. Sedangkan ketika akan dilakukan pengukuran posttest, khusus untuk
Kelompok Eksperimen, persetujuan antara peneliti dengan responden berbentuk
lembaran bermaterai yang berisi judul penelitian penulis, data dan informasi
yang akan diminta peneliti kepada responden yang bersangkutan termasuk di
dalamnya kesanggupan responden untuk menggunakan kursi ergonomis selama
penelitian berlangsung.
2. Confidentiality, yaitu bahwa data dan informasi yang telah dikumpulkan dari
responden akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
88
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Profil Singkat Kelurahan Pisangan
Kelurahan Pisangan merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Batas wilayah Kelurahan Pisangan adalah
sebagai berikut:
1. Sebelah utara : Cireundeu, Ciputat Timur
2. Sebelah selatan : Pondok Cabe Ilir, Pamulang
3. Sebelah timur : Cinere, Limo
4. Sebelah barat : Cempaka Putih, Ciputat Timur
Profil Kelurahan Pisangan (2012) mencatat luas wilayahnya sebesar 405 ha/m2
dengan luas pemukiman 380 ha/m2. Penduduk di Kelurahan Pisangan berjumlah
29.779 orang yang terdiri dari 15.035 penduduk laki-laki (50,49%) dan 14.744
penduduk perempuan (49,51%). Kelurahan Pisangan terbagi menjadi 18 RW dengan
108 RT.
Sedangkan kondisi lingkungan di Kelurahan Pisangan antara lain yaitu
Kelurahan Pisangan mempunyai suhu rata-rata harian sekitar 24-34oC dan memiliki
tingkat kebisingan yang tergolong tingkat kebisingan ringan.
Kelurahan Pisangan mempunyai posyandu yang aktif dengan jumlah 23
posyandu. Daftar posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan dapat dilihat pada Tabel
5.1 berikut.
89
Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan
No. Nama Posyandu Alamat
1. Melati I Jl. Lurah Disah RT 02 RW 01
2. Melati II Jl. Legoso Raya RT 03 RW 07
3. Melati III Jl. Legoso Raya RT 06 RW 01
4. Mawar I Jl. H. Muri Salim RT 02 RW 02
5. Mawar II Jl. Puri Intan RT 04 RW 17
6. Mawar III Jl. Purnawarman RT 03 RW 02
7. Anggrek Jl. Legoso Gg. Gandaria RT 01 RW 02
8. Tulip Komplek Telkom
9. Nirwana Jl. Legoso Raya RT 04 RW 11
10. Wijaya Kusuma Jl. Legoso RT 04 RW 01
11. Kenanga Ciputat Molek RT 05 RW 07
12. Bugenvil Jl. Jambu II RT 01 RW 11
13. Nusa Indah I Jl. Kertamukti RT 04 RW 08
14. Flamboyan I Jl. Bungur RT 05 RW 08
15. Flamboyan II Jl. Sedap Malam RT 08 RW 08
16. Melon Jl. Tarumanegara RT 03 RW 10
17. Cempaka I Jl. Cirendeu Indah I RT 05 RW 03
18. Cempaka II Jl. Lebak Hijau Pemancingan RT 05 RW 05
19. Cempaka III Jl. Gelagah RT 02 RW 03
20. Dahlia Jl. Pluto Dalam RT 05 RW 04
21. Peruri Komplek Peruri RT 08 RW 02
22. Soka Jl. Pondok Hijau RW 09
23. Teratai Masjid Al Mabrur RT 01 RW 01
Sumber: Data Posyandu Kelurahan Pisangan, 2012
B. Hasil Penelitian Utama
Hasil penelitian utama diperoleh berdasarkan tujuan penelitian. Untuk
mengetahui skor pre-post dan perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk ibu
menyusui, digunakan uji Wilcoxon Signed Ranks karena data tidak berdistribusi
normal. Hasil penelitian uji statistik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.2 Gambaran Skor Ketidaknyamanan Ibu Sebelum (Pre) dan Setelah
(Post) Menggunakan Kursi Ergonomis
Kelompok
Pre Post
z
p-
value
n Mean SD Min-Max Mean SD Min-Max
Eksperimen 42,47 48,744 0-140 10,82 24,600 0-100 -2,433 0,015 17
Kontrol 23,18 32,195 0-120 24,18 34,244 0-140 -0,028 0,977 17
Sumber: Data Primer, 2013
90
Adapun interpretasi dari tabel di atas, yaitu:
1. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
pada Kelompok Eksperimen
Responden pada Kelompok Eksperimen sebanyak 17 responden. Untuk
menggambarkan kenyamanan responden dapat diketahui melalui tingkat
ketidaknyamanannya. Sehingga, skor kenyamanan posisi duduk saat menyusui
dapat dilihat dari hasil skor ketidaknyamanan. Penghitungan skor
ketidaknyamanan diperoleh melalui kuesioner Body Part Discomfort Scale
berdasarkan pada Frekuensi (Kadang-kadang = 1; Sering = 2; Selalu = 3) dan
Intensitas (Tidak nyaman = 1; Sakit = 2; Sangat sakit = 3). Perhitungannya yaitu
dari hasil perkalian pada jumlah skor frekuensi dan jumlah skor intensitas.
Interpretasi hasil skor ketidaknyamanan berbanding terbalik terhadap tingkat
kenyamanan. Semakin besar skor ketidaknyamanan menunjukkan bahwa tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh responden semakin rendah, begitupun
sebaliknya.
Dari Tabel 5.2 di atas diketahui bahwa pada Kelompok Eksperimen, nilai
rata-rata skor pre ketidaknyamanan adalah 42,47 dengan standar deviasi 48,744
dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 140. Sementara rata-
rata skor post ketidaknyamanan ibu menyusui yaitu 10,82 dengan standar deviasi
24,600 dimana skor terendah adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 100.
2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
pada Kelompok Kontrol
Sama halnya dengan jumlah responden yang menjadi Kelompok Eksperimen,
jumlah responden untuk Kelompok Kontrol dalam penelitian ini juga sebanyak
91
17 ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan. Sehingga, responden pada
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen adalah orang yang berbeda.
Tabel 5.2 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata skor pre ketidaknyamanan
adalah 23,18 dengan standar deviasi 32,195 dimana skor terendah adalah 0 dan
skor paling tinggi yaitu 120. Sementara rata-rata skor post ketidaknyamanan ibu
menyusui yaitu 24,18 dengan standar deviasi 34,244 dimana skor terendah
adalah 0 dan skor paling tinggi yaitu 140.
3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada
Kelompok Eksperimen
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, diketahui bahwa rata-rata skor pre
ketidaknyamanan adalah 42,47 dengan standar deviasi 48,744. Sedangkan rata-
rata skor post ketidaknyamanan yaitu 10,82 dengan standar deviasinya 24,6. Dari
hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,015 yang berarti
pada α = 5% terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan
sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen.
4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada
Kelompok Kontrol
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, diketahui rata-rata skor pre ketidaknyamanan
pada Kelompok Kontrol adalah 23,83 dengan standar deviasi 32,195. Sedangkan
rata-rata skor post ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol yaitu 24,18 dengan
standar deviasinya 34,244. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-
value) sebesar 0,977 yang berarti pada α = 5% tidak terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Kontrol.
92
5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui
Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Untuk mengetahui hasil perubahan skor ketidaknyamanan pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, dilakukan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test
karena data skor ketidaknyamanan tidak berdistribusi normal. Hasil uji
statistiknya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.3 Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013
Skor Delta (Δ) Mean Mean Rank SD z p-value n
Perlakuan
-2,000
1 (Kelompok Eksperimen) -15,32 14,09 52,734 0,046 17
2 (Kelompok Kontrol) 1,50 20,91 0,508 17
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Interpretasi dari hasil uji Mann-Whitney di atas, yaitu bahwa rata-rata skor Δ
ketidaknyamanan responden pada Kelompok Eksperimen adalah -15,32 dengan
standar deviasi 52,734. Sedangkan rata-rata skor Δ ketidaknyamanan responden
pada Kelompok Kontrol yaitu 1,50 dengan standar deviasi 0,508. Adapun nilai
probabilitas hasil uji ini yaitu sebesar 0,046 yang berarti pada α = 5% terdapat
perbedaan rata-rata skor Δ ketidaknyamanan responden pada Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi
Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
Faktor-faktor selain kursi ergonomis yang diteliti diduga berhubungan
dengan kenyamanan posisi duduk ibu menyusui meliputi: usia ibu, IMT ibu,
frekuensi menyusui, durasi menyusui, berat badan bayi, postur RULA, tingkat
kebisingan, suhu, dan tingkat pencahayaan. Selain IMT ibu dan postur RULA,
93
hasil analisa univariat dan bivariat dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder
terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan
Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean SD Min-Max r
(Koefisien Korelasi)
p-value
Usia Ibu (tahun) 27,38 6,679 17 – 43 0,252 0,150
Frekuensi (kali) 9,28 3,714 4 – 20 -0,166 0,429
Durasi (menit) 27,03 21,534 3 – 90 -0,94 0,604
BB bayi (kg) 6,2916 1,10069 3,88 – 8,10 -0,205 0,245
Kebisingan (dB) 63,712 7,0534 42,7 – 72,8 0,040 0,820
Suhu (0C) 32,603 1,7955 30 – 37 0,245 0,162
Pencahayaan (lux) 109,544 129,1268 12,0 – 558,0 -0,033 0,854
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Interpretasinya:
a. Usia Ibu
Dari Tabel 5.4 diketahui rata-rata usia ibu menyusui bayi umur sampai
enam bulan adalah 27,38 tahun dengan standar deviasi 6,679 tahun dan nilai
tengah 24,50 tahun. Adapun usia ibu paling muda yaitu 17 tahun dan usia
tertuanya adalah 43 tahun.
b. Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu
IMT ibu diperoleh dari perbandingan antara berat badan ibu dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan ibu dalam satuan meter, kemudian
dikategorikan menjadi kurus, normal, dan gemuk.
94
Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan
Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan Di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Status IMT n % CI95% p-value
Kurus 2 5,9% -31,41-19,41
0,964 Normal 15 44,1% 148,26-14,26
Gemuk 17 50% -42,79-12,91
Total 34 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel di atas, diketahui setengah dari 34 responden penelitian ini
mempunyai status IMT gemuk, yaitu sebesar 50%. Sedangkan persentase
status IMT kurus dan normal masing-masing adalah 5,9% dan 44,1%.
c. Masa Kerja (Frekuensi dan Durasi Menyusui)
Masa kerja ibu menyusui menunjukkan frekuensi menyusui dalam sehari
dan durasi/lamanya ibu melakukan aktivitas menyusui setiap satu kali
menyusui setiap harinya. Dari Tabel 5.4 diketahui rata-rata frekuensi
menyusui ibu adalah 9,28 kali dengan standar deviasi 3,714 kali dimana
frekuensi menyusui terendah sebanyak 4 kali dan frekuensi tertinggi ketika
menyusui sebanyak 20 kali. Sedangkan rata-rata durasi menyusui adalah
27,03 menit dengan standar deviasi selama 21,534 menit dimana durasi
tercepat menyusui selama 3 menit dan durasi terlama ketika menyusui selama
90 menit.
d. Beban Kerja Ibu (Berat Badan Bayi)
Beban kerja ibu menyusui adalah berat badan bayi yang ditopangnya
ketika melakukan aktivitas menyusui. Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa
rata-rata berat badan bayi yang menjadi beban kerja ibu ketika menyusui
95
adalah 6,2916 kg dengan standar deviasi 1,10069 kg. Adapun berat badan
bayi paling rendah adalah 3,88 kg dan paling tinggi 8,10 kg.
e. Postur Ibu Menyusui Menurut Level Skor RULA
Level skor RULA diperoleh berdasarkan bentuk postur dan posisi tubuh
ibu ketika sedang melakukan aktivitas menyusui saat pengumpulan data.
Hasil analisa RULA menunjukkan bahwa baik pada Kelompok Eksperimen
maupun Kontrol, kategori tindakan berada pada nilai 6 – 7 atau termasuk
pada level risiko ergonomi sedang hingga tinggi. Sehingga, tindakan yang
perlu dilakukan yaitu dibutuhkan tindakan dalam waktu dekat atau tindakan
dilakukan sekarang juga.
Berikut ini adalah beberapa gambar posisi duduk ibu menyusui saat
pengumpulan data.
a) Sebelum Perlakuan b) Setelah Perlakuan
96
Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen (Pre-Post)
Gambar 5.2 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Kontrol
f. Tingkat Kebisingan Lingkungan Ibu Menyusui
Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kebisingan
lingkungan ibu menyusui adalah sebesar 63,712 dB dengan standar deviasi
97
7,0534 dB. Adapun tingkat kebisingan terendah yaitu sebesar 47,2 dB dan
tingkat kebisingan tertingginya sebesar 72,8 dB.
g. Suhu Lingkungan Ibu Menyusui
Dari Tabel 5.4 di atas, diketahui rata-rata suhu di lingkungan ibu
menyusui adalah 32,6030C dengan standar deviasi sebesar 1,7955
0C.
Sedangkan suhu terendah adalah 300C dan suhu tertinggi sebesar 37
0C.
h. Tingkat Pencahayaan Tempat Ibu Menyusui
Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencahayaan
tempat ibu menyusui adalah 109,544 lux dengan standar deviasi 109,544 lux.
Sementara tingkat pencahayaan minimalnya adalah 12 lux dan tingkat
pencahayaan maksimalnya sebesar 558 lux.
7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan
Posisi Duduk saat Menyusui
Sebagaimana dijelaskan pada kerangka konsep bahwa faktor-faktor selain
kursi ergonomis yang ikut mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu
menyusui termasuk dalam variabel confounding. Untuk mengetahui bahwa kursi
ergonomis-lah yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu menyusui,
maka digunakan uji statistik Regresi Logistik Berganda Model Faktor Risiko.
Sebelum melakukan uji statistik Regresi Logistik Berganda, setiap variabel akan
dianalisis bivariat terlebih dahulu.
98
a. Usia Ibu
Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu dengan ketidaknyamanan
dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi
antara usia ibu dengan skor ketidaknyamanan tergolong tidak signifikan dengan
p-value = 0,150, sehingga variabel usia ibu tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
b. IMT Ibu
Untuk mengetahui hubungan antara IMT ibu dengan ketidaknyamanan
dilakukan uji anova. Dari Tabel 5.5 di atas diketahui bahwa rata-rata skor
ketidaknyamanan pada ibu menyusui yang memiliki status IMT kurus adalah -6
dengan standar deviasi 2,828. Rata-rata skor ketidaknyamanan ibu menyusui
yang memiliki status IMT normal adalah -17 dengan standar deviasi 56,445.
Rata-rata skor ketidaknyamanan ibu menyusui yang memiliki status IMT gemuk
adalah -14,94 dengan standar deviasi 54,163. Dari hasil uji statistik diperoleh
nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,964. Artinya, pada α = 5% tidak terdapat
perbedaan skor ketidaknyamanan antara status IMT kurus, normal, dan gemuk.
c. Frekuensi Ibu Menyusui
Untuk melihat hubungan antara frekuensi ibu menyusui dengan kenyamanan
dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa korelasi
antara frekuensi ibu menyusui dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak
signifikan dengan p-value = 0,429, sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
d. Durasi Ibu Menyusui
Untuk memperoleh hubungan antara durasi ibu menyusui dengan
kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas,
99
diketahui bahwa korelasi antara durasi ibu menyusui dan skor ketidaknyamanan
tergolong tidak signifikan dengan pvalue = 0,604, sehingga variabel durasi ibu
menyusui tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
e. Berat Badan Bayi
Untuk memperoleh hubungan antara berat badan bayi ibu menyusui dengan
kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, diketahui
bahwa korelasi antara berat badan bayi dan skor ketidaknyamanan tergolong
tidak signifikan dengan pvalue= 0,245, sehingga variabel berat badan bayi tidak
dapat dianalisis lebih lanjut.
f. Tingkat Kebisingan
Untuk memperoleh hubungan antara tingkat kebisingan dengan kenyamanan
dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa
korelasi antara tingkat kebisingan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak
signifikan dengan pvalue= 0,820, sehingga variabel tingkat kebisingan tidak
dapat dianalisis lebih lanjut.
g. Suhu Lingkungan
Untuk memperoleh hubungan antara suhu lingkungan dengan kenyamanan
dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa
korelasi antara suhu lingkungan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak
signifikan dengan pvalue = 0,139, sehingga variabel suhu lingkungan tidak dapat
dianalisis lebih lanjut.
100
h. Tingkat Pencahayaan
Untuk memperoleh hubungan antara tingkat pencahayaan dengan
kenyamanan dilakukan uji korelasi. Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa
korelasi antara tingkat pencahayaan dan skor ketidaknyamanan tergolong tidak
signifikan dengan pvalue = 0,854, sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut.
C. Hasil Penelitian Pendukung
Hasil penelitian pendukung diperoleh dari data kualitatif melalui wawancara
mendalam dan observasi mengenai kenyamanan posisi duduk ibu menyusui.
Dikatakan hasil penelitian pendukung karena hasil penelitian ini digunakan untuk
mendukung hasil penelitian kuantitatif pada hasil penelitian utama.
1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis
a. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis
Pada Kelompok Eksperimen, responden diharuskan mau menggunakan
kursi ergonomis ini selama penelitian berlangsung. Selama itu, responden
juga diharuskan mengisi Lembar Checklist dan Intensitas Penggunaan Kursi
Ergonomis untuk mengetahui frekuensi dan lamanya responden
menggunakan kursi tersebut. Berikut ini merupakan gambaran frekuensi dan
lama penggunaan kursi ergonomis oleh responden.
Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi
Ergonomis oleh Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean SD Median Minimum Maximum
Frekuensi (kali) 6,47 3,710 6,00 1 13
Durasi (menit) 13,76 7,595 12,00 3 36
Sumber: Data Primer Tahun 2013
101
Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi penggunaan kursi
ergonomis oleh ibu saat menyusui adalah sebanyak 6,47 kali dengan standar
deviasi 3,71 kali dan nilai tengahnya 6 kali dimana frekuensi paling sedikit
adalah sekali dan terbanyak adalah 13 kali. Sedangkan rata-rata durasi atau
lama penggunaannya selama 13,76 menit dengan standar deviasi 7,595 menit
dan nilai tengahnya 12 menit dimana durasi tercepat selama 3 menit dan
durasi terlamanya 36 menit.
b. Kekurangan dan Kelebihan
Kursi ergonomis dalam penelitian ini belum pernah digunakan atau diuji
coba sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesesuaian disain kursi
ergonomis ini dengan pemakainya yang adalah responden penelitian ini,
maka tabel berikut akan memaparkan rekomendasi terhadap disain kursi ini
dari segi kekurangan dan kelebihannya.
Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis yang telah Diuji
Coba di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Kekurangan n (%) Kelebihan
1 Sandaran tangan perlu adjustment
agar mudah penyesuaian usia bayi
41,18 Sandaran punggung panjang dan sangat
nyaman
2 Busa pada sandaran tangan kurang
lebar
17,65 Cukup kuat dan kokoh
3 Pijakan kaki perlu adjustment agar
dapat sedikit untuk selonjoran
52,94 Busa sandaran punggung cukup
nyaman
4 Alas pijakan kaki perlu dilebarkan
minimal sepanjang telapak kaki
35,29 Sandaran tangan membantu
bersandarnya tangan yang menopang
bayi
5 Busa dudukan kursi kurang tebal 17,65 Pijakan kaki membuat posisi bayi lebih
tinggi ketika menyusui
6 Mur yang terlihat di bawah sandaran
tangan, tidak aman untuk bayi
23,53 Membuat menyusui lebih santai
7 Kaki kursi depan kurang aman 11,76
Sumber: Data Primer Tahun 2013
102
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari 17 ibu menyusui yang
menggunakan kursi ergonomis, sebanyak 52,94% ibu menyusui paling banyak
mengeluhkan kekurangan kursi ergonomis pada pijakan kaki kursi yang menurut
ibu terlalu tinggi/rendah, sehingga diperlukan adjustment. Sedangkan sebanyak
11,76% dari 17 ibu menyusui menyatakan bahwa kekurangan kursi ergonomis
terletak pada kaki kursi bagian depan yang tidak aman karena dapat membuat
mereka tersandung (tidak sampai jatuh).
2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk
Hasil penelitian pada bagian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran di mana
saja posisi duduk ibu saat melakukan aktivitas menyusui yang meliputi duduk di
atas kursi atau tempat duduk lain yang bukan kursi. Adapun pengukurannya
dilakukan saat pretest yang gambarannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui Bayi
Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Tempat Duduk saat Menyusui n %
Kursi 11 32,4%
Bukan Kursi 23 67,6%
Total 34 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran posisi duduk ibu saat menyusui
yaitu paling banyak duduk di tempat duduk yang bukan kursi dengan persentase
67,6% sedangkan ibu yang menyusui di atas kursi sebanyak 32,4%. Adapun
rincian tempat duduk bukan kursi yang biasanya ibu lakukan saat menyusui yaitu
duduk di atas lantai, di atas kasur, di atas tempat tidur, ataupun bangku panjang.
103
3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui
Tujuan penggunaan peralatan bantu saat menyusui yaitu untuk mencapai
ketepatan posisi mulut bayi dengan payudara ibu, sehingga diharapkan ibu tidak
cenderung membungkuk saat menyusui. Berikut adalah tabel sebarannya.
Tabel 5.9 Distribusi Penggunaan Peralatan Bantu pada Ibu Menyusui Bayi
Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui n %
Ya 12 35,3%
Tidak 22 64,7%
Total 34 100%
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Dari tabel tersebut diketahui bahwa sebaran penggunaan bantu saat ibu
menyusui yaitu paling banyak tidak menggunakan peralatan bantu sebanyak
64,7%, sisanya 35,3% ibu menggunakan peralatan bantu saat menyusui. Adapun
macam peralatan bantu yang digunakan diantaranya bantal dan kain atau selimut
bayi. Sedangkan menurut penuturan ibu, tujuan penggunaan peralatan bantu saat
menyusui yaitu supaya terasa nyaman, posisi bayi lebih tinggi sehingga tepat
menjangkau payudara ibu, dan punggung ibu tidak membungkuk.
4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Menurut Data Kualitatif
Gambaran kenyamanan posisi duduk menurut data kualitatif diperoleh
melalui wawancara mendalam dan observasi kepada ibu menyusui di Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol dengan jumlah informan masing-masing 7
orang dan 4 orang.
104
a. Kelompok Eksperimen
Kenyamanan ibu saat menyusui menggunakan kursi ergonomis dapat
langsung dirasakan perbedaannya dibandingkan posisi menyusui dengan
duduk seperti biasanya. Seperti kutipan hasil wawancara berikut:
“…rasanya enak, nyaman. Apalagi udah ada sandaran tangan yang bisa
nahan tangan terus pijakan kakinya bisa ninggiin posisi bayi, dan sandaran
punggungnya juga empuk engga kaya nyender di tembok yang keras…”
“…sandaran punggungnya nyaman Mbak, bisa sampai kepala, jadi kan bisa
lebih nyantai dan rilex pas nyusui.”
“…enakan kursi ini sih dibandingin kursi biasa atau duduk di lantai, bikin
saya juga engga cepet capek pas nyusui malahan nyusuinya jadi lebih lama
gitu.”
“…bagus sih ada kursi ini, membantu ibu-ibu. Karena selain anak dapat ASI
ibu juga bisa jadi nyaman. Nah, karena nyaman itu bikin nyusui juga lebih
lama jadi juga bikin ibu engga males kasih ASI ke anak. Jadinya engga mau
deh kasih sufor (susu formula).”
“…sandaran punggungnya juga enak nih sampai kepala, jadi kalau capek
terus pengen nyender enak lah.”
Kenyamanan tersebut juga membuat ibu ingin lebih lama dan sering saat
menyusui di kursi ergonomis. Namun, terkadang mood bayi cenderung ingin
berbaring saat disusui atau ibu terpaksa melakukan posisi berbaring karena
bayinya cenderung aktif dan banyak gerak saat menyusui di kursi ergonomis,
seperti kutipan:
105
“Sebenernya enak, cuma kadang mesti ngikutin moodnya bayi. Jadi kadang
saya baru bisa nyusui di kursi itu kalau bayinya mau. Abis, dia aktif banget
dan engga mau diem kalau nyusui duduk.”
“….bayinya gerak mulu, makanya kadang juga milih sambil baring gitu.”
Meskipun ibu merasa nyaman menyusui di kursi ergonomis, tetapi masih
terdapat ibu yang menyusui dengan postur janggal. Misalnya, leher
cenderung menunduk atau punggungnya lebih nyaman kalau duduk tidak
bersandar. Pada postur leher, bukan tanpa alasan ibu melakukan
kecenderungan untuk menunduk, bahkan hal ini sudah menjadi kealamiahan
ibu saat sedang menyusui (lihat Gambar 5.1). Menurutnya, menyusui itu
harus sambil melihat bayinya sebagai salah satu bentuk kasih saying ibu
terhadap anak dan hal ini juga dapat menciptakan ikatan emosional ibu dan
anak. Seperti kutipan berikut:
“…saya emang biasanya engga nyender Mba kalau nyusuin, udah biasa gitu.
Leher juga nunduk gitu biar bisa lihat bayi.”
“…seneng aja Mba pas nyusuin sambil lihat bayi, jadi tenang dan nyaman.”
“…saya kira leher nunduk itu udah alami ibu pas nyusu. Kan ibu juga jadi
bisa sambil ngobrol ke bayi, biar lebih deket kaya ikatan batin gitu.”
Simpulan dari hasil wawancara, diketahui bahwa keberadaan kursi ergonomis
sangat membantu ibu saat menyusui. Ibu mendapatkan sensasi kenyamanan
yang lebih dibandingkan posisi duduk biasanya, sehingga memicu ibu untuk
terus memberikan ASI dan menghindarkan pemberian susu formula lebih
dini.
106
b. Kelompok Kontrol
Adapun gambaran kenyamanan untuk Kelompok Kontrol cenderung berbeda
dibandingkan Kelompok Eksperimen. Posisi duduk yang biasa dilakukan
oleh ibu menyusui dapat menimbulkan pegal-pegal dan kesemutan di bagian
tubuh ibu. Selain itu, terkadang posisi duduk yang biasa ibu lakukan saat
menyusui dapat membuat ibu mengalami kesulitan memposisikan bayi
dengan tepat agar mulut bayi dapat menjangkau payudara ibu. Berikut ini
kutipannya:
“Nyusuin di atas kasur itu engga nyaman Mba. Saya susah ngimbangin
posisi bayinya biar bisa nyampe ke puting. Jadi kadang ya mesti bungkuk,
kan capek juga…”
“…sebenernya enak aja sih. Cuma pegel-pegel di punggung terus juga siku
tangan yang nahan bayi kadang kesemutan, kaki juga kesemutan.”
“…engga nyaman karena punggungnya pegel, kepala juga kadang pusing,
capek juga. Malah kadang takut masuk angin juga Mba, kan duduk di lantai
itu dingin.”
Namun, dibandingkan posisi menyusui yang lainnya, posisi duduk saat
menyusui lebih santai dan nyaman. Bahkan cenderung aman untuk bayi yang
baru lahir karena terhindar dari risiko tertutupnya hidung bayi oleh payudara
ibu ketika menyusui atau risiko bayi tersedak. Seperti kutipan berikut:
“…kalau sambil duduk rasanya enak, seneng, bahagia. Capek atau pegelnya
mungkin karena beratnya terus nambah, tapi biasa lah. Dibawa enak aja,
jangan dijadiin beban.”
107
“…lebih bagus sih sambil duduk biar bayinya engga kesedak. Ibunya juga
bisa lebih santai lah.”
“…saya takut Mba kalau sambil baringan. Takut hidung bayi ketutup sama
payudara. Enakan duduk, jadi bisa ngontrol.”
Simpulan dari hasil wawancara pada Kelompok Kontrol, diketahui bahwa
posisi duduk yang seperti biasa dilakukan ibu cenderung menimbulkan
sensasi ketidaknyamanan seperti pegal-pegal dan kesemutan. Dari hasil
wawancara tersirat bahwa meskipun ibu merasakan sensasi ketidaknyamanan
saat menyusui posisi duduk, tetapi ibu cenderung menahannya demi
kesinambungan pemberian ASI kepada bayinya selama proses menyusui.
108
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini berkaitan langsung dengan aktivitas ibu saat sedang menyusui,
sehingga dalam pengumpulan datanya terdapat beberapa keterbatasan penelitian,
yaitu:
1. Tidak semua ibu bersedia menunjukkan aktivitas menyusuinya di depan orang
lain. Hal ini mempengaruhi proses observasi ketika pengumpulan data terutama
yang berkaitan dengan postur dan posisi saat menyusui.
2. Terdapat ibu menyusui dengan proses yang tidak alamiah ketika bersedia
menunjukkan aktivitas menyusuinya. Hal ini akan mempengaruhi keakuratan
ketika pengukuran dilakukan. Sehingga, terkadang observasi dapat dilakukan 1 –
2 kali pada setiap responden.
3. Hari pengumpulan data setiap responden tidak dilakukan sesuai jadwal yang
telah ditentukan oleh peneliti, karena setiap responden yang sekaligus seorang
ibu rumah tangga memiliki aktivitas dan keperluan lainnya yang terkadang
bersamaan dengan jadwal pengukuran. Sehingga, peneliti tidak mengetahui
gambaran kenyamanan di hari yang telah dijadwalkan, tetapi diperoleh di hari
lain yang mungkin saja respon ibu berbeda ketika dilakukan observasi atau
wawancara.
109
B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama
dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu.
Kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar hilangnya
rasa tidak nyaman, tetapi merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk
didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami
situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman individu, dan harus
menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang
dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang dirasakan oleh individu satu
belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya (Sanders dan McCormick, 1993;
Oborne, 1995; Branton dalam Oborne, 1995). Seseorang tidak dapat mendefinisikan
atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan
berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Jadi, untuk mengukur tingkat
kenyamanan seseorang dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat
ketidaknyamanannya, karena konsep keduanya mempunyai makna yang berlawanan.
Jika tingkat kenyamanan seseorang meningkat, maka tingkat ketidaknyamanannya
cenderung menurun.
Responden dalam penelitian ini cenderung dominan dan paling sering
menggunakan posisi duduk ketika menyusui yaitu duduk bukan di kursi (lihat Tabel
5.8) yang meliputi duduk di lantai, di atas tempat tidur atau di atas kasur, duduk di
bangku panjang. Dari hasil observasi pada pengukuran pre (lihat Gambar 5.1 dan
Gambar 5.2), diketahui bahwa kecenderungan posisi duduk ibu menyusui adalah
membungkuk, punggung tidak bersandar atau posisi tidak tegak lurus dengan
110
pangkuannya. Posisi cenderung membungkuk dikarenakan ibu ingin mendapatkan
posisi yang tepat antara mulut bayi dan payudara ibu, sehingga beberapa ibu bahkan
menggunakan peralatan bantu seperti bantal atau kain/selimut bayi (lihat Tabel 5.9).
Kecenderungan pada posisi tersebut tidak dianjurkan karena dapat memicu sensasi
ketidaknyamanan.
Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan
merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk
mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Mereka menambahkan, ketidaknyamanan
diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang
berakibat pada otot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor ketidaknyamanan posisi
duduk ibu menyusui sebelum menggunakan kursi ergonomis pada Kelompok
Eksperimen sebesar 42,47 dan pada Kelompok Kontrol sebanyak 23,18. Artinya,
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu cenderung tinggi pada kedua kelompok
dan mengindikasikan posisi duduk menyusui ibu memang tidak dibenarkan.
Fahma, dkk (2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam
proses menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh
yang harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui
biasanya ibu harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup
untuk bayi. Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar
proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama
20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-
kali (sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa
111
bulan, bisa enam bulan (ASI eksklusif) atau lebih. Kondisi yang demikian akan
menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya
akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut.
Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita
khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak jangka
panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan dapat
mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat
kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Sedangkan
dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot
maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan
adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin
ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan
proses penyakit.
Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak yang lebih serius dari timbulnya
ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk, sebaiknya para ibu
menerapkan posisi duduk menyusui yang benar. Bahiyatun (2009) menyarankan
salah satu posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu dengan posisi duduk.
Dia menambahkan, hal yang penting untuk diperhatikan dalam posisi duduk yaitu
dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dan dalam posisinya
tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.
112
C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis
Menurut Kolcaba (1991), salah satu definisi kenyamanan adalah keadaan dimana
ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan. Hal inilah yang ingin dicapai oleh ibu
ketika melakukan aktivitas menyusui. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa
menyusui merupakan proses alamiah seorang ibu setelah melahirkan yang dilakukan
dengan intensitas lebih sering (umumnya selama 10 – 15 menit per payudara berkali-
kali setiap harinya) dan cenderung berulang sampai masa menyusui berakhir. Selama
menyusui, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar tercipta
kenyamanan. Dengan frekuensi dan durasi menyusui tersebut, akan membuat posisi
menyusui cenderung menjadi statis dan monoton. Pada hasil wawancara dan
observasi terlihat kebanyakan ibu cenderung tidak dalam posisi yang sesuai saat
menyusui (lihat Gambar 5.1 dan Gambar 5.2). Punggung ibu cenderung
membungkuk untuk memposisikan dengan tepat antara mulut bayi dan payudaranya,
lehernya cenderung menunduk karena rasa kasih sayang untuk ingin selalu melihat
bayinya selama menyusui. Menurutnya, kenyamanan bayi harus diutamakan karena
bayi tak bisa mengekspresikan keluhan yang dirasakan.
Dalam kaitannya dengan posisi menyusui, Bahiyatun (2009) menyarankan salah
satu posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu dengan posisi duduk. Dia
menambahkan, hal yang penting untuk diperhatikan dalam posisi duduk yaitu
dengan memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya
tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini dimungkinkan dapat dilakukan
dengan duduk di kursi. Dengan posisi duduk yang benar, diharapkan akan
menimbulkan kenyamanan baik bagi ibu maupun bayi.
113
Dalam hasil penelitian ini, rata-rata skor ketidaknyamanan saat pengukuran post
diperoleh skor sebesar 10,82 pada Kelompok Eksperimen dan 24,18 pada Kelompok
Kontrol yang mengindikasikan keduanya masih terjadi ketidaknyamanan.
Adapun perubahan rata-rata skor pre-post pada Kelompok Eksperimen yaitu
42,47 menjadi 10,82 dengan nilai probabilitas 0,015. Artinya, terdapat perbedaan
rata-rata signifikan skor ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen. Kelompok
eksperimen dalam penelitian ini mendapat perlakuan berupa penggunaan kursi
ergonomis saat menyusui yang dilakukan setelah pengukuran pre. Lama pakai kursi
tersebut selama seminggu dengan pengukuran yang dilakukan dua kali, yakni pada
hari ke-3 dan ke-6.
Sedangkan Kelompok Kontrol yaitu responden yang melakukan aktivitas
menyusui seperti biasanya tanpa penggunaan kursi ergonomis. Hasil penelitian
perubahan rata-rata skor pre-post ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol yaitu
dari 23,18 menjadi 24,18 atau meningkat 1 skor ketidaknyamanan. Adapun nilai
probabilitas (p-value) pada α = 5% yaitu 0,977 yang berarti tidak terdapat beda rata-
rata secara signifikan skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Kontrol. Hal ini berbeda pada Kelompok Eksperimen dengan perubahan skor
ketidaknyamanan yang cenderung menurun setelah menggunakan kursi ergonomis.
Peningkatan 1 skor ketidaknyamanan pada Kelompok Kontrol dapat dikarenakan
beban kerja ibu saat menyusui yaitu berat badan bayi yang cenderung bertambah
seiring dengan bertambahnya usia, sedangkan selisih pengukuran pre-post adalah
sekitar 1-2 bulan. Hal ini juga menimbulkan beban kerja ibu bertambah sementara
posisi ketika menyusui cenderung statis dan monoton dengan frekuensi sering setiap
114
harinya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas
dan kelelahan (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008). Pheasant (2003) menambahkan
bahwa keadaan kerja yang ketat dan membatasi kita khususnya postur dan mencegah
perubahan postural, akan membawa dampak timbulnya ketidaknyamanan.
Sementara itu, hasil uji Mann-Whitney memaparkan bahwa pada nilai
probabilitas 0,046 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rata-rata skor
ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Skor
ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen (-15,32) lebih rendah dibandingkan
dengan Kelompok Kontrol (1,50). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
penelitian Kalsum (2007) yang menyatakan terjadi penurunan rata-rata skor
ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi dan meja ergonomis (34,00)
hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis (13,60); hasil penelitian
Jasman (2003), yaitu bahwa penggunaan kursi dan meja kerja yang ergonomis dapat
mengurangi ketidaknyamanan sebesar 65,35 % dan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sebesar 77,13 % dibanding posisi kerja tradisional.
Perbedaan skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol pada hasil penelitian ini tidak signifikan. Hal ini dapat dikarenakan
frekuensi penggunaan kursi ergonomis saat menyusui yang belum optimal (lihat
Tabel 5.6). Pada Tabel 5.6, diketahui frekuensi terendah penggunaan kursi
ergonomis sebanyak sekali setiap harinya. Selain itu, dapat dilihat pula dengan
memperhatikan Gambar 5.1 yang menunjukkan bahwa meskipun punggung telah
bersandar saat menggunakan kursi ergonomis, tetapi masih terdapat posisi janggal
pada leher yang tetap cenderung menunduk atau bahkan terdapat responden dengan
115
punggung tetap tidak bersandar baik saat sebelum perlakuan maupun setelah
perlakuan. Sehingga, ketika dilakukan analisis RULA menunjukkan bahwa posisi
demikian tergolong dalam level risiko ergonomi yang sedang hingga tinggi. Jadi,
masih terdapat faktor perilaku atau kebiasaan ibu saat menyusui dengan
mengabaikan posisi duduk yang benar meskipun saat menggunakan kursi ergonomis.
Dalam artikelnya, Chamdany (2009) dalam Meilia (2011) menuliskan bahwa
banyak orang sering mengabaikan apa yang dinamakan cara duduk yang benar di
sebuah tempat duduk. Padahal, hal ini sangatlah penting sebagai dasar pola posisi
ergonomis dimana banyak aktivitas kerja dilakukan dalam keadaan duduk. Misalnya
posisi duduk ketika aktivitas menyusui yang cenderung statis dan monoton, sehingga
terkadang para ibu perlu melakukan perubahan sikap dan posisi tubuhnya saat
menyusui yang mengindikasikan telah terjadi ketidaknyamanan.
Dari hasil observasi, pada umumnya ibu akan cenderung membungkuk ketika
menyusui dalam posisi duduk untuk menyesuaikan posisi payudara ibu dan mulut
bayi dengan tepat. Belum lagi posisi kaki yang cenderung berpotensi menimbulkan
kesemutan hingga kram, sama halnya pada posisi tangan yang harus menopang bayi
dengan berat sampai mencapai 8 kg. Intensitas aktivitas menyusui yang berulang dan
sering hingga berhentinya masa menyusui inilah yang berpotensi terhadap timbulnya
risiko ergonomi. Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan
faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja
dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.
Adanya kursi ergonomis pada penelitian ini diharapkan dapat mengurangi
sensasi ketidaknyamanan ibu saat menyusui. Hal ini dikarenakan kursi ergonomis
116
telah didisain untuk meminimalisasi posisi dan postur janggal saat menyusui.
Sehingga, dapat mengurangi kesemutan, perasaan nyeri, mati rasa, atau kram yang
biasa timbul ketika menyusui. Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor
biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan
sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya
tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi
ketidaknyamanan, tetapi tidak langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996
dalam Tan et. al, 2008). Artinya, timbulnya kenyamanan juga tak terjadi secara
signifikan, mengingat juga masa penggunaan kursi ergonomis oleh responden hanya
seminggu.
Meskipun demikian, perlakuan berupa menggunakan kursi ergonomis ketika
menyusui pada Kelompok Eksperimen dapat memberikan pengaruh penurunan
sensasi ketidaknyamanan ibu ketika melakukan aktivitas menyusui dan
mengindikasikan bahwa dengan menggunakan kursi ergonomis dapat memberikan
efek positif terhadap kenyamanan ibu menyusui. Dengan kata lain, salah satu
penyelesaian masalah ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya
peralatan ergonomis berupa kursi menyusui.
Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam penelitian
Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan peralatan
yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu
penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap.
Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk
memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis
117
dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan
lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Suma’mur (2009) menambahkan,
ditinjau dari sudut pandang ergonomi, tempat duduk dapat memfasilitasi postur kerja
sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan dalam
melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan.
Namun demikian, kepemilikan akan kursi ergonomis sangat berkaitan dengan
kondisi ekonomi keluarga. Sementara itu, keberadaan kursi ergonomis untuk ibu
menyusui yang kebanyakan telah ada cenderung diperuntukkan untuk golongan
ekonomi menengah ke atas. Sehingga, untuk ke depannya agar lebih diperhatikan
keberadaan kursi menyusui yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
D. Faktor yang Diduga Confounder
1. Usia Ibu
Hasil distribusi rata-rata usia ibu menyusui bayi umur sampai enam bulan
adalah 27,38 tahun dengan usia ibu paling muda yaitu 17 tahun dan usia
tertuanya adalah 43 tahun. Sedangkan hasil uji korelasi menunjukkan hubungan
yang tidak signifikan, sehingga tak dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Hal ini mengindikasikan bahwa seiring bertambahnya usia ibu tidak
berpengaruh terhadap ketidaknyamanan yang dirasakan saat melakukan aktivitas
menyusui dengan posisi duduk. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
Tan et. al (2010) yang dilakukan pada sopir truk di Belanda, sopir truk yang
umurnya lebih tua lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada bahu kanan
dibandingkan dengan sopir truk yang lebih muda.
118
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu
Hasil status IMT menunjukkan bahwa setengah dari 34 responden penelitian
ini atau paling banyak mempunyai status IMT gemuk, yaitu sebesar 50%.
Sedangkan persentase status IMT kurus dan normal masing-masing adalah 5,9%
dan 44,1%. Hal ini cukup wajar, mengingat masa menyusui merupakan masa
yang sangat membutuhkan asupan makanan dan nutrisi yang lebih banyak
daripada kondisi umumnya, sehingga peningkatan berat badan ibu cenderung
meningkat pula yang dapat mempengaruhi status IMT-nya.
Melalui uji anova, status IMT tidak berhubungan dengan ketidaknyamanan
posisi duduk pada ibu menyusui. Sedangkan menurut hasil penelitian Tan et. al
(2010) yang dilakukan pada supir truk di Belanda, sopir truk yang memiliki IMT
lebih tinggi (cenderung gemuk), lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada
betis kanan setelah satu jam bekerja.
Pada proses menyusui, work station ibu terletak di atas pangkuannya, yakni
posisi keberadaan bayinya yang dinamis. Artinya, baik ibu dengan status IMT
kurus, normal, atau gemuk, ibu dapat menyesuaikan posisi duduknya dan posisi
keberadaan bayinya saat menyusui. Misalnya, ketika ibu ingin menyusui dengan
posisi duduk di atas lantai sambil selonjoran, ibu dapat mengatur ketinggian
posisi bayinya agar mulut bayi dapat menjangkau payudara ibu dengan
mengangkat satu kaki di atas kaki lainnya. Begitu pula saat menyusui di atas
kursi, ibu dapat mengatur posisi ketinggian bayinya dengan kaki ibu berada di
atas pijakan kaki.
119
Lain halnya pada aktivitas menyetir truk, work station memang dirancang
statis/tetap pada posisinya, sehingga para supirlah yang harus menyesuaikan
posisi tubuhnya dalam mengendalikan kemudi stirnya. Dengan demikian, postur
tubuh supir dapat mempengaruhi ketidaknyamanannya saat menyetir truk.
Menurut Pheasant (2003), postur kerja dipengaruhi oleh hubungan antara
dimensi tubuh dan stasiun kerjanya (work station). Misalnya, tempat kerja yang
terlalu tinggi untuk pekerja yang memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja
yang terlalu rendah untuk pekerja dengan tinggi badan lebih.
3. Masa Kerja (Frekuensi dan Durasi Menyusui)
Hasil analisis univariat menunjukkan rata-rata frekuensi menyusui ibu adalah
9,28 kali dimana frekuensi menyusui terendah sebanyak 4 kali dan frekuensi
tertinggi ketika menyusui sebanyak 20 kali. Sedangkan rata-rata durasi menyusui
adalah 27,03 menit dimana durasi tercepat menyusui selama 3 menit dan durasi
terlama ketika menyusui selama 90 menit.
Sedangkan hasil uji korelasi diketahui bahwa baik frekuensi menyusui
maupun durasi menyusui menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
dengan ketidaknyamanan posisi duduk ibu menyusui. Artinya, frekuensi dan
durasi menyusui tidak mempengaruhi kenyamanan posisi duduk saat ibu
menyusui.
4. Beban Kerja Ibu (Berat Badan Bayi)
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata berat badan bayi yang menjadi beban
kerja ibu ketika menyusui adalah 6,2916 kg dengan standar deviasi 1,10069 kg
120
dan nilai tengah 6,26 kg. Adapun berat badan bayi paling rendah adalah 3,88 kg
dan paling tinggi 8,10 kg.
Sedangkan pada uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara berat badan bayi dengan ketidaknyamanan posisi duduk.
Padahal, seiring dengan berjalannya masa menyusui, berat badan bayi akan
cenderung bertambah. Sehingga, saat menyusui ada penekanan yang lebih
terutama pada bagian tubuh di paha ibu dan tangan yang menopang bayi.
Namun, dari hasil wawancara menurut ibu hal ini menjadi salah satu proses
alamiah juga dalam proses menyusui, dan ibu sudah mengantisipasi untuk
menyesuaikan perkembangan tersebut.
5. Tingkat Kebisingan Lingkungan Ibu Menyusui
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kebisingan lingkungan ibu
menyusui adalah sebesar 63,581 dB dengan standar deviasi 7,0826 dB dan nilai
tengah 65,250 dB. Adapun tingkat kebisingan terendah yaitu sebesar 47,2 dB dan
tingkat kebisingan tertingginya sebesar 74 dB. Artinya, tingkat kebisingan di
lingkungan ketika ibu menyusui berada di atas ambang batas yang telah
ditentukan oleh KepMen LH No.48/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan.
Tingginya tingkat kebisingan didukung oleh situasi dan kondisi di sekitar
rumah responden yang sebagian besar terletak dekat dengan jalanan umum
dengan lalu lalang kendaraan yang melintas setiap waktunya. Namun, dari hasil
uji korelasi menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat
kebisingan di tempat ibu menyusui dengan ketidaknyamanan posisi duduk.
Artinya, ibu cenderung dapat lebih fokus dan mengabaikan keadaan sekitar
121
ketika sedang menyusui. Sejalan dengan hasil wawancara bahwa menyusui
hendaknya dilakukan dengan senang dan bahagia, dalam kondisi tenang dan
tidak mengkhawatirkan apapun karena baginya hal ini akan mempengaruhi bayi.
Hal inilah yang membuat ibu lebih sering untuk selalu melihat bayinya ketika
menyusui daripada memilih menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi.
6. Suhu Lingkungan Ibu Menyusui
Hasil menunjukkan rata-rata suhu di lingkungan ibu menyusui adalah
32,7500C dengan standar deviasi sebesar 1,8515
0C dan nilai tengah 32,5
0C.
Sedangkan suhu terendah adalah 300C dan suhu tertingginya sebesar 36
0C.
Menurut Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara dalam Ruang Rumah, kadar suhu lingkungan tempat ibu menyusui
melebihi dari kadar yang ditentukan. Hal ini dikarenakan ketika pengukuran saat
pengumpulan data kondisi di Indonesia khususnya di sekitar Jakarta sedang
memasuki masa akhir musim kemarau.
Sedangkan pada uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan antara
suhu di tempat ibu menyusui dengan ketidaknyamanan posisi duduk. Padahal,
menurut Purnomo & Rizal (2000), pada lingkungan yang panas, keseimbangan
panas tubuh dapat diperoleh dengan meningkatkan aliran darah menuju kulit atau
melalui pengeluaran keringat. Pengeluaran keringat sendiri dapat menimbulkan
ketidaknyamanan apalagi jika intensitasnya lebih sering.
Dari hasil observasi ketika ibu melakukan aktivitas menyusui, terdapat ibu
yang sering mengelap keringat pada dahinya dan pada dahi bayinya atau
mengipaskan jari-jari tangannya. Hal ini menunjukkan adanya ketidaknyamanan.
122
Namun, setelah ibu menyalakan kipas angin, tidak terlihat lagi gerakan ibu
mengelap keringat ketika menyusui. Dengan demikian, peningkatan suhu tempat
ibu menyusui masih dapat diatasi dengan pendinginan melalui kipas angin,
sehingga tak akan mempengaruhi proses ibu menyusui. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Purnomo & Rizal (2000) bahwa untuk membantu menurunkan suhu
lingkungan, dapat dilakukan dengan menyalakan kipas angin untuk mengganti
aliran udara yang panas di sekitar tubuh manusia (yang berasal dari panas tubuh)
dengan udara yang lebih dingin yang berasal dari bagian lain ruangan.
7. Tingkat Pencahayaan Tempat Ibu Menyusui
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencahayaan
tempat ibu menyusui adalah 90,085 lux dengan standar deviasi 96,9571 lux dan
nilai tengahnya sebesar 55 lux. Sementara tingkat pencahayaan minimalnya
adalah 12,5 lux dan tingkat pencahayaan maksimalnya sebesar 427,1 lux.
Menurut Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara dalam Ruang Rumah, kadar tingkat pencahayaan lingkungan tempat ibu
menyusui melebihi dari batas minimal yang ditentukan, yaitu sebesar 60 lux.
Artinya, tingkat pencahayaan rumah ibu menyusui sudah baik untuk melakukan
aktivitasnya di rumah, termasuk menyusui.
Hasil uji korelasi menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pencahayaan dengan ketidaknyamanan. Hal ini karena memang rata-rata
tingkat pencahayaan di tempat saat ibu melakukan aktivitas menyusui termasuk
normal dan sesuai aturan Permenkes Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, seperti yang telah dijelaskan
123
sebelumnya. Menurut Kurniawan & Cahyadi (2000), pencahayaan yang baik
memungkinkan pekerja untuk dapat melihat objek kerja secara jelas tanpa ada
upaya pemaksaan konsentrasi mata untuk melihat objek tersebut.
E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis
1. Masa penggunaan kursi ergonomis
a. Frekuensi penggunaan kursi ergonomis selama menyusui
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi penggunaan kursi ergonomis
oleh ibu saat menyusui adalah sebanyak 6,47 kali dengan standar deviasi 3,71
kali dan nilai tengahnya 6 kali dimana frekuensi paling sedikit adalah sekali
dan terbanyak adalah 13 kali. Artinya, setengah frekuensi ibu menyusui
dilakukan di kursi ergonomis. Namun, pada nilai minimal penggunaan kursi
yang dilakukan selama sekali menunjukkan bahwa ada kekurangan pada
kursi ergonomis (lihat Tabel 5.7) dalam penelitian ini yang membuat ibu
enggan untuk lebih sering menggunakannya. Hal ini dapat mempengaruhi
efek penggunaan kursi ergonomis terhadap timbulnya ketidaknyamanan.
b. Durasi penggunaan kursi ergonomis selama menyusui
Sedangkan rata-rata durasi atau lama penggunaan kursi ergonomis oleh ibu
saat menyusui selama 13,76 menit dengan standar deviasi 7,595 menit dan
nilai tengahnya 12 menit dimana durasi tercepat selama 3 menit dan durasi
terlamanya 36 menit. Adapun pada durasi tercepat selama 3 menit yang
menurut penuturan ibu karena kemauan bayi sendiri menyusui dengan waktu
124
yang cepat. Namun, menurutnya dengan durasi yang cepat ini juga membuat
bayi menjadi lebih sering menyusui.
2. Kekurangan dan kelebihan kursi ergonomis
1. Kekurangan
a. Sandaran tangan
Menurut responden, sandaran tangan perlu adjustment agar dapat
disesuaikan dengan usia bayi. Misalnya, ketika usia bayi masih kurang
dari 3 bulan ibu dapat meninggikan sandaran tangan untuk menempatkan
posisi yang tepat antara mulut bayi dan payudara ibu. Kemudian ketika
usia bayi bertambah ibu dapat menurunkan sandaran tangan, karena
seiring dengan usia yang bertambah bentuk fisik bayi juga ikut
mengalami perubahan. Sebanyak 41,18% atau 7 ibu mengeluhkan hal
tersebut. Tidak adanya adjustment terkadang membuat beberapa ibu
enggan menggunakan kursi ergonomis saat menyusui dengan keluhan
sandaran tangan terlalu tinggi sementara usia dan bentuk fisik anak
cenderung membesar.
Selain perlunya adjustment, ibu juga menuturkan perlunya tambahan busa
pada sandaran tangan agar lebih lebar. Sebanyak 17,,65 atau 3 ibu
menginginkan hal tersebut. Mereka menambahkan, karena ketika
menyusui dengan kursi tersebut bagian tangan yang bertumpu adalah siku
hingga setengah lengan bawahnya, sehingga ketika menyusui terkadang
siku atau setengah dari lengan bawah ibu tidak bertumpu dengan
sempurna di sandaran tangan. Namun, sebagian besar ibu merasa nyaman
125
dengan sandaran tangan yang ada. Sehingga, dapat dikatakan keluhan
tersebut bersifat subyektif ibu.
b. Pijakan kaki
Adapun pijakan kaki yang menurut responden perlu adanya adjustment
agar dapat melakukan peregangan otot kaki saat menyusi (selonjoran).
Ada 52,94 % atau 9 ibu yang menyatakan keluhan tersebut. Hal ini terjadi
karena tinggi badan ibu yang bervariasi, sehingga menurut sebagian ibu
tinggi pijakan kaki yang ada telah sesuai dan sebagian yang lain
mengeluhkan terlalu tinggi/rendah.
Kemudian, alas pijakan kaki terlalu sempit sehingga telapak kaki ibu
tidak berpijak sempurna. Sebanyak 35,29% atau 6 ibu mengeluhkan hal
tersebut. Menurut ibu, lebar alas pijakan kaki minimal selebar telapak
kaki sehingga telapak kaki dapat berpijak dengan sempurna.
c. Busa dudukan
Busa dudukan kursi ergonomis ini menurut ibu kurang tebal karena
beberapa ibu masih merasakan rangka kursi yang keras. Hal ini tentu
dapat mengurangi kenyamanan ketika duduk menyusui. Sebanyak
17,65% atau 3 ibu mengeluh hal tersebut. Dari hasil observasi, keluhan
tersebut cenderung dialami oleh ibu dengan berat badan yang lebih
dibandingkan ibu lainnya, tetapi saat dalam posisi duduk menyusui
terlihat bahwa posisi duduk ibu belum sempurna, seperti punggung tidak
bersandar dan ibu duduk hanya pada sebagian dudukan kursi. Oleh
karena itu, dapat dikatakan keluhan tersebut masih bersifat subyektif ibu.
126
d. Keamanan
Pada disain kursi ergonomis ini, terdapat mur-mur yang menonjol di
bawah sandaran tangan. Hal ini menimbulkan sedikit kekhawatiran bagi
ibu dengan usia bayi mendekati atau sampai enam bulan karena panjang
bayi yang bertambah dan keaktifan dalam gerak. Ketika menyusui di
kursi tersebut, kedua kaki bayi berada di bawah sandaran tangan dan bayi
juga cenderung menggerak-gerakkan kakinya, sehingga ibu khawatir kaki
bayinya akan terkena mur-mur tersebut. Hal ini terkadang membuat ibu
cenderung untuk enggan atau sesekali menggunakan kursi ergonomis.
Menurutnya sebenarnya kursi tersebut nyaman untuk digunakan, tetapi
kurang aman untuk bayinya. Dari 17 ibu menyusui, hanya 23,53% atau
ada 4 ibu yang mengeluh terkait mur yang menonjol. Dengan demikian,
hal ini tidak bermasalah bagi ibu menyusui dengan usia bayi yang belum
mendekati enam bulan.
Selain mur, kurang amannya kursi tersebut ditunjukkan pada kaki kursi
bagian depan yang cenderung terlalu ke depan sehingga, membuat
beberapa ibu tersandung (tidak sampai jatuh) ketika sesaat berdiri setelah
selesai menyusui. Namun, hanya 11,76% atau dua ibu yang mengeluhkan
hal tersebut. Dari hasil observasi, keluhan tersebut dialami oleh ibu
dengan penempatan kursi yang tidak sesuai, seperti di teras pinggiran
jalan keluar masuk rumah. Sehingga, dimungkinkan keluhan tersebut
cenderung bersifat subyektif ibu.
127
2. Kelebihan
a. Sandaran punggung
Menurut responden, kelebihan paling besar dari kursi ergonomis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sandaran punggungnya yang
panjang (dapat menjangkau kepala ibu untuk bersandar ketika ingin
melakukannya) dan cukup empuk untuk bersandar. Selain itu, kursi
tersebut juga kuat dan kokoh sehingga, dapat terjangkau oleh responden
dengan berat badan lebih tanpa kekhawatiran kursi akan patah atau terjadi
perubahan bentuk pada kursi.
b. Sandaran tangan
Adanya sandaran tangan menurut responden sangat membantu tangan
yang menopang kepala bayi untuk bersandar, sehingga mengurangi
pegal-pegal atau lelah di tangan tersebut.
c. Pijakan kaki
Adanya pijakan kaki sangat membantu ibu dalam memposisikan
ketinggian bayi, sehingga posisi mulut bayi tepat dengan payudara ibu.
d. Kenyamanan
Bagi responden adanya kursi menyusui dapat membuat posisi duduk
menyusui ibu lebih santai dan nyaman saat menyusui. Dengan posisi
yang nyaman dapat membuat intensitas menyusui lebih sering dan bisa
lebih lama, sehingga menghambat keinginan untuk memberikan susu
formula kepada bayi lebih dini.
128
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
a. Skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok
Eksperimen menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor pre dan post
ketidaknyamanan pada Kelompok Eksperimen secara berturut-turut adalah 42,47
dan 10,82 atau terjadi penurunan skor ketidaknyamanan.
b. Skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat menyusui pada Kelompok
Kontrol menyatakan bahwa rata-rata skor ketidaknyamanan sedikit meningkat
dari 23,18 pada pre menjadi 24,18 pada pengukuran post-nya.
c. Perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok
Eksperimen yaitu dari 42,47 menjadi 10,82. Sedangkan hasil uji statistik
diperoleh p-value sebesar 0,015 yang berarti pada α = 5% terdapat perbedaan
signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada Kelompok
Eksperimen.
d. Perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada Kelompok
Kontrol yaitu dari 23,83 menjadi 24,18. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai
probabilitas (p-value) sebesar 0,977 yang berarti pada α = 5% tidak terdapat
perbedaan signifikan rata-rata skor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pada
Kelompok Kontrol.
129
e. Hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai α < 5% yang menunjukkan terdapat
perbedaan skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol. Artinya, penggunaan kursi ergonomis terbukti dapat mengurangi
ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.
f. Gambaran faktor-faktor selain kursi ergonomis yang ikut mempengaruhi
kenyamanan posisi duduk meliputi: (1) karakteristik responden, yaitu rata-rata
usia 27,38 tahun dan status IMT (Kurus, Normal, Gemuk) paling banyak yaitu
gemuk dengan persentase 50%; (2) karakteristik aktivitas menyusui, yaitu
memiliki rata-rata frekuensi menyusui sebanyak 9,28 kali dan lama menyusui
selama 27,03 menit; dan rata-rata berat badan bayi sebesar 6,2916 bulan; (3)
kondisi lingkungan, yaitu rata-rata kebisingan 63,581 dB, suhu sebesar 32,7500C,
dan tingkat pencahayaan sebesar 90,085 lux. Di antara kondisi lingkungan, hanya
tingkat pencahayaan yang sudah memenuhi aturan Permenkes Nomor 1077 tahun
2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
g. Pada hasil analisa bivariat dari faktor-faktor selain kursi ergonomis terhadap
kenyamanan posisi duduk ibu menyusui diketahui bahwa faktor-faktor tersebut
tidak menunjukkan adanya hubungan secara statistik. Artinya, tidak ditemukan
faktor confounder terhadap kenyamanan posisi duduk menyusui. Sehingga,
penurunan ketidaknyamanan dalam penelitian ini dikarenakan oleh adanya
penggunaan kursi ergonomis saat menyusui.
130
B. Saran
1. Penggunaan kursi ergonomis dalam penelitian ini terbukti dapat menurunkan
skor ketidaknyamanan dan meningkatkan skor kenyamanan pada Kelompok
Eksperimen. Sehingga bagi Ibu menyusui, sebaiknya para ibu menggunakan
kursi ini ketika menyusui disertai dengan menerapkan posisi duduk menyusui
yang benar seperti punggung bersandar dalam posisi tegak lurus dengan
pangkuan bayinya.
2. Bagi penelitian selanjutnya, hendaknya dapat memodofikasi kursi ergonomis ini
yang meliputi: perlu adanya adjustment pada sandaran tangan dan pijakan kaki,
pelebaran sandaran tangan dan pijakan kaki, pemberian busa yang lebih empuk,
dan mur-mur yang dibuat agar tidak terlihat demi keamanan bayi. Tujuannya,
agar ibu lebih termotivasi untuk menggunakan kursi, sehingga dapat
meminimalisasi ketidaknyamanan yang lebih baik lagi.
3. Kepemilikan kursi ergonomis sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi
keluarga. Subyek penelitian ini berkecenderungan berstatus ekonomi menengah
ke bawah yang tidak dengan mudah menjangkau untuk memiliki kursi menyusui.
Sementara itu, keberadaan kursi ergonomis untuk ibu menyusui yang
kebanyakan telah ada cenderung diperuntukkan untuk golongan ekonomi
menengah ke atas. Sehingga, untuk ke depannya agar lebih diperhatikan
keberadaan kursi menyusui yang terjangkau bagi masyarakat menengah ke
bawah.
131
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Diana Nur. 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian
ASI Eksklusif (Studi Kualitatif di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang Tahun
2007).
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet. IV. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ardiana, Lintang. 2007. Persepsi Ketidaknyamanan Lingkungan di Kehidupan
Perkotaan (Suatu Studi Deskriptif pada Warga Kota Bogor). Skripsi. Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Available on:
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124448-155.942%20ARD%20p%20-
%20Persepsi%20ketidaknyamanan-Literatur.pdf. Diakses: Senin, 17 September
2012 pukul 10.12 WIB.
Arifin, Mohamad Zainal. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi
tentang Keselamatan Berkendara pada Civitas Akademika Pengendara Motor di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2009. ASI dan Ketahanan Pangan. Available on:
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/ASI-dan-Ketahanan-
Pangan12.pdf Diakses: Sabtu, 30 Juni 2012 pukul 16.11 WIB.
Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health. 2006. An Easy
Guide to Breastfeeding. U.S.: Departement of Health and Human Services
Office on Woman’s Health.
Dwiyati, Yuni Feri. 2010. Hubungan antara Ukuran Meja dan Kursi Belajar dengan
Kelelahan Siswa SDN Rembes II Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
Undergraduate Theses from JTPTUNIMUS (Universitas Muhammadiyah
Semarang).
Effendi, Fikri. 2002. Ergonomi bagi Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia Kedokteran
No. 136, 2002. Jakarta: Grup PT Kalbe Farma.
Emzir. 2011. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
132
Fahma, Fakhrina, dkk. 2010. Perancangan Kursi untuk Ibu Menyusui berdasarkan
Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah Sakit XYZ).
National Conference on Applied Ergonomics 2010.
Fredregill, Suzanne and Ray Fredregill. 2010. The Everything Breastfeeding Book.
Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc.
Jasman. 2003. Pengaruh Penggunaan Kursi dan Meja Kerja yang Ergonomis terhadap
Kenyamanan dan Produktivitas Tenaga Kerja Industri Pembuatan Emping
Melinjo Di Padang Pariaman. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gajah
Mada Yogyakarta. Available on:
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&
typ=html&file=(0188-H-2004).pdf&ftyp=4&id=23122 25 April 2013 pukul
13.40 WIB.
Kalsum. 2007. Kenyamanan dan Produktivitas Pembuat Sapu Ijuk Ditinjau dari Aspek
Ergonomis Di Desa Medan Sinembah, Tanjung Morawa. Info Kesehatan
Masyarakat Volume XI, Nomor 1, Juni 2007.
Karwowski, Waldemar dan William S. Marras. Ed. 2003. Principles and Application in
Engineering Series Occupational Ergonomics Engineering and Administrative
Controls. Florida: CRC Press.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004
Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang: Baku Mutu
Kebisingan.
Kolcaba, Katharine. 1991. A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE:
Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4.
_______________. 1992. Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A Nurse-
Sensitive Outcome. Advance in Nursing Science.
_______________. 2001. Evolution of The Mid Range Theory of Comfort for Outcomes
Research. Nursing Outlook 2001 Vol. 49.
Kumar, Shrawan. Ed. 1999. Biomechanics in Ergonomics. London: Taylor & Francis.
Kurniawan, Andri dan Dwi Cahyadi. 2000. Pengukuran Lingkungan Fisik Kerja dan
Workstation di Kantor Pos Pusat Samarinda. Available on:
http://karyailmiah.polnes.ac.id/Download-PDF/EKSIS-VOL.07-NO.2-
AGUSTUS-2011/NO-%20014%20-%20dwi%20-
%20PENGUKURAN%20LINGKUNGAN%20FISIK%20KERJA%20DAN%20W
133
ORKSTATION%20DI%20KANTOR%20POS%20PUSAT%20SAMARINDA.pdf
Diakses: Sabtu, 10 Mei 2013 pukul 10.13 WIB.
Listya, Widya. 2008. Teknik Menyusui yang Benar. Available on:
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/teknik-menyusui-yang-benar-2/ (18
April 2008). Diakses: Minggu, 26 Agustus 2012 pukul 23.10 WIB.
Meilia, Ike Harda. 2011. Hubungan antara Kenyamanan Sikap Duduk dengan Stres
Kerja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Available on:
http://eprints.unika.ac.id/3711/1/07.40.0143_Ike_Harda_Meilia.pdf Diakses: 22
April 2013 pukul 13.45 WIB.
Nurfajriah dan Lilik Zulaihah. 2010. Perancangan Kursi Kuliah yang Ergonomis di
Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Bina
Teknika, Volume 6 Nomor 1, Desember 2010.
Oborne, David J., 1995. Ergonomic at Work: Human Factors in Design and
Development. Third Edition. England: John Wiley & Sons.
Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. Kedua. Bandung: Alfabeta
Perinasia. 2011. Mempersiapkan Anak Cerdas dan Sehat. Buletin Perinasia – Tahun
XVII, Nomor 2, Edisi Juli 2011. Available on:
http://perinasia.com/down/3/20110701-
000000abae0b460da1e3c05a211aa2c1a4532d.pdf Diakses: Minggu, 26 Agustus
2012 pukul 00.47 WIB.
Pheasant, Stephen. 2003. Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of
Work. Second Edition. London: Taylor & France.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2004. Ergonomi. Jakarta: Depkes RI.
Purnomo, Hari & Rizal. 2000. Pengaruh Kelembaban, Temperatur Udara dan Beban
Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia. LOGIKA, Volume 4, Nomor 5,
2000.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2005. Kebijakan Departemen
Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita.
Available on:
http://www.akbideub.ac.id/files/download/public/Kebijakan_asi.pdf Diakses:
Sabtu, 30 Juni 2012 pukul 16.20 WIB.
134
Puswiartika, Dhevy. 2008. Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja.
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1, April 2008.
Rahmawati, Suci. 2009. Analisis Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Aktivitas Pekerjaan Di Unit Produksi Donat PD. Safari Donat
Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Rijanto, B. Boedi. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda.
Rusdjijati, Retno dan Eko Muh Widodo. 2008. Pengaruh Paparan Getaran Tempat
Duduk Pengemudi Bis terhadap Kenyamanan Kerja. J@TI UNDIP, Vol. III, No.
3.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Sarimurni dan Ichwan Murtopo. 2004. Analisa Penggunaan Kursi Ergonomi terhadap
Menurunnya Angka Kelelahan Perajin Batik Tulis. Jurnal Teknik Gelagar Vol.
15, No. 01, April 2004: 51 – 58.
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stanton, Neville et. al. 2005. Handbook of Human Factor dan Ergonomics Methode.
CRC Press Taylor & Francis Group.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet. keempat.
Bandung: Alfabeta.
Suma’mur. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung.
_________. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV
Sagung Seto.
Sundari, Komang Nelly. 2010. Tinjauan Ergonomi terhadap Sikap Kerja Petani di
Banjar Tengah, Desa Peguyangan, Denpasar Utara. Metris, Vol. 11 No. 2,
September 2010: 71 – 76. ISSN: 1411 – 3287.
Suprani, Budi. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot
(Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor tentang Keselamatan Berkendara di
Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
135
Suyatno. 1997. Pemberian ASI Eksklusif dan Pertumbuhan Bayi Usia 0 – 3 Bulan Studi
Kasus pada Bayi yang Dilahirkan di 4 Rumah Sakit Bersalin di Kota Semarang.
Makalah Ilmiah yang Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian OPF
1996/1997 di FKM – UNDIP Semarang tanggal 19 Mei 1997.
Tan, CheeFai et. al. 2008. Subjective and Objective Measurements for Comfortable
Truck Driver’s Seat.
_______________. 2010. Seat Discomfort of Dutch Truck Driver Seat: A Survey Study
and Analysis.
Lampiran I: Form Pernyataan Persetujuan Responden
PENGARUH PENGGUNAAN KURSI ERGONOMIS
TERHADAP KENYAMANAN POSISI DUDUK PADA IBU
MENYUSUI BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI
KELURAHAN PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
PENELITI
NAMA: SRI LISDIANA
NIM : 108101000045
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang
melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap
Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di
Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”.
Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat kelengkapan untuk menempuh ujian
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Untuk itu, saya meminta kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat Saya,
SRI LISDIANA
SURAT PERNYATAAN PESETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Pada penelitian ini, responden akan menggunakan kursi ergonomis yang
direkomendasikan oleh peneliti ketika melakukan aktivitas menyusui sampai waktu yang
telah ditentukan. Selanjutnya, dilakukan tanya jawab, wawancara, dan observasi terkait
kenyamanan posisi duduk saat menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis. Segala
informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiaannya.
“Setelah membaca pernyataan di atas, saya yang bertanda tangan di bawah ini
bersedia menjadi responden pada penelitian ini dan akan memberikan data dan informasi
yang diperlukan dengan sebenar-benarnya”.
Nama Informan,
Tanda Tangan Tanggal
Diketahui oleh:
Nama Peneliti
Tanda tangan Tanggal
Lampiran II: Instrumen Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Pertanyaan Pre Post
(Kontrol)
Post (Eksperimen)
Hari ke-3 Hari ke-6
A. Informasi Umum Responden
A.1 Posisi yang digunakan ibu saat menyusui:
1. Duduk (Lanjut) 2. Berbaring (Selesai)
A.2 Apakah saat ini ibu bekerja?
1. Ya (Selesai) 2. Tidak (Lanjut)
A.3 Nama Ibu : _______________________________
A.4 Tanggal Lahir Ibu : __ __ / __ __ / __ __ __ __
A.5 Tanggal Lahir Bayi : __ __ / __ __ / __ __ __ __
A.6 Bayi adalah anak ke- : __
A.7 Alamat : _________________________________
_________________________________
A.8 No. Telp./Hp : ________________________
A.9 Proses persalinan bayi:
0) Caesar 1) Normal
B. Informasi Aktivitas Menyusui
B.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu
B.2 Jika saat ini, sudah berapa kali Ibu menyusui? __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu
B.3 Bberapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui: __ __ menit
C. Penilaian Penggunaan Tempat Duduk saat Menyusui
C.1 Tempat duduk yang digunakan Ibu saat menyusui adalah:
1) Kursi, sebutkan _______________ 2) Bukan kursi, sebutkan ______________
C.2 Apakah Ibu menggunakan peralatan bantu seperti bantal saat menyusui?
1) Ya 2) Tidak pertanyaan D1
C.3 Jika Ya, mengapa Ibu menggunakannya? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari
yang sesuai dengan jawaban ibu)
No. Alasan Ya Tidak
C.3.a Supaya nyaman 1 2
C.3.b Supaya lebih rileks 1 2
C.3.c Mempermudah proses menyusui 1 2
C.3.d Supaya tidak lelah/pegal 1 2
C.3.e Supaya posisi bayi lebih tinggi dan tepat untuk
menyusu 1 2
C.3.f Supaya ibu tidak membungkuk ketika menyusui 1 2
C.3.g Supaya ada sandaran pada tangan 1 2
C.3.h Supaya ada sandaran pada kepala 1 2
C.3.i Supaya ada sandaran pada punggung 1 2
C.3.j Supaya ada sandaran pada kaki 1 2
C.3.k Supaya tidak sakit 1 2
C.3.l Supaya bisa menyusui lebih lama 1 2
A1 ( )
A2 ( )
A3 ( )
A4 ( )
A5 ( )
A5 ( )
A9 ( )
B1 ( )
B2 ( )
B3 ( )
C1 ( )
C2 ( )
C3a ( )
C3b ( )
C3c ( )
C3d ( )
C3e ( )
C3f ( )
C3g ( )
C3h ( )
C3i ( )
C3j ( )
C3k ( )
C3l ( )
B1 ( )
B2 ( )
B2 ( )
C1 ( )
C2 ( )
C3a ( )
C3b ( )
C3c ( )
C3d ( )
C3e ( )
C3f ( )
C3g ( )
C3h ( )
C3i ( )
C3j ( )
C3k ( )
C3l ( )
B2 ( )
C2 ( )
C3a ( )
C3b ( )
C3c ( )
C3d ( )
C3e ( )
C3f ( )
C3g ( )
C3h ( )
C3i ( )
C3j ( )
C3k ( )
C3l ( )
B2 ( )
C2 ( )
C3a ( )
C3b ( )
C3c ( )
C3d ( )
C3e ( )
C3f ( )
C3g ( )
C3h ( )
C3i ( )
C3j ( )
C3k ( )
C3l ( )
No. Responden: _____
C.3.m Lainnya, sebutkan ________________ 1 2
D. Penilaian Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
D.1 Apakah Ibu merasakan kenyamanan saat menyusui menggunakan kursi ergonomis?
0) Ya 1) Tidak pertanyaan F2
D.2 Berapa lama Ibu merasakan kenyamanan saat menyusui menggunakan kursi
ergonomis:
__ __ menit
D.3 Apakah Ibu merasakan ketidaknyamanan (pegal/kram/kesemutan/mati rasa/kaku)
pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk?
0) Tidak pertanyaan G4 1) Iya
D.4 Jika Ya, pada bagian tubuh mana saja Ibu merasakan ketidaknyamanan tersebut?
(Perlihatkan gambar 1)
D.4.1 Frekuensi (Jawaban boleh lebih dari satu)
No. Bagian Tubuh Kadang Sering Selalu
D.4.1.a Leher 1 2 3
D. 4.1.b Bahu Kanan 1 2 3
D. 4.1.c Bahu Kiri 1 2 3
D. 4.1.d Siku-siku Kanan 1 2 3
D. 4.1.e Siku-siku Kiri 1 2 3
D. 4.1.f Lengan Bawah Kanan 1 2 3
D. 4.1.g Lengan Bawah Kiri 1 2 3
D. 4.1.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan 1 2 3
D. 4.1.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri 1 2 3
D. 4.1.j Punggung Bagian Atas 1 2 3
D. 4.1.k Punggung Bagian Bawah Kanan 1 2 3
D. 4.1.l Punggung Bagian Bawah Kiri 1 2 3
D.4.1.m Pinggul Kanan 1 2 3
D. 4.1.n Pinggul Kiri 1 2 3
D. 4.1.o Paha Kanan 1 2 3
D. 4.1.p Paha Kiri 1 2 3
D. 4.1.q Lutut Kanan 1 2 3
D. 4.1.r Lutut Kiri 1 2 3
D. 4.1.s Betis Kanan 1 2 3
D. 4.1.t Betis Kiri 1 2 3
D. 4.1.u Tumit Kanan 1 2 3
D. 4.1.v Tumit Kiri 1 2 3
D.4.2 Intensitas (Jawaban boleh lebih dari satu)
No. Bagian Tubuh Tidak
Nyaman Sakit
Sangat
Sakit
D.4.2.a Leher 1 2 3
D.4.2.b Bahu Kanan 1 2 3
D.4.2.c Bahu Kiri 1 2 3
D.4.2.d Siku-siku Kanan 1 2 3
D.4.2.e Siku-siku Kiri 1 2 3
D.4.2.f Lengan Bawah Kanan 1 2 3
D.4.2.g Lengan Bawah Kiri 1 2 3
D.4.2.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan 1 2 3
D.4.2.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri 1 2 3
D.4.2.j Punggung Bagian Atas 1 2 3
C3m ( )
D3 ( )
D4.1a ( )
D4.1b ( )
D4.1c ( )
D4.1d ( )
D4.1e ( )
D4.1f ( )
D4.1g ( )
D4.1h ( )
D4.1i ( )
D4.1j ( )
D4.1k ( )
D4.1l ( )
D4.1m ( )
D4.1n ( )
D4.1o ( )
D4.1p ( )
D4.1q ( )
D4.1r ( )
D4.1s ( )
D4.1t ( )
D4.1u ( )
D4.1v ( )
D4.2a ( )
D4.2b ( )
D4.2c ( )
D4.2d ( )
D4.2e ( )
D4.2f ( )
D4.2g ( )
D4.2h ( )
D4.2i ( )
D4.2j ( )
C3m ( )
D3 ( )
D4.1a ( )
D4.1b ( )
D4.1c ( )
D4.1d ( )
D4.1e ( )
D4.1f ( )
D4.1g ( )
D4.1h ( )
D4.1i ( )
D4.1j ( )
D4.1k ( )
D4.1l ( )
D4.1m ( )
D4.1n ( )
D4.1o ( )
D4.1p ( )
D4.1q ( )
D4.1r ( )
D4.1s ( )
D4.1t ( )
D4.1u ( )
D4.1v ( )
D4.2a ( )
D4.2b ( )
D4.2c ( )
D4.2d ( )
D4.2e ( )
D4.2f ( )
D4.2g ( )
D4.2h ( )
D4.2i ( )
D4.2j ( )
C3m ( )
D1 ( )
D2 ( )
D3 ( )
D4.1a ( )
D4.1b ( )
D4.1c ( )
D4.1d ( )
D4.1e ( )
D4.1f ( )
D4.1g ( )
D4.1h ( )
D4.1i ( )
D4.1j ( )
D4.1k ( )
D4.1l ( )
D4.1m ( )
D4.1n ( )
D4.1o ( )
D4.1p ( )
D4.1q ( )
D4.1r ( )
D4.1s ( )
D4.1t ( )
D4.1u ( )
D4.1v ( )
D4.2a ( )
D4.2b ( )
D4.2c ( )
D4.2d ( )
D4.2e ( )
D4.2f ( )
D4.2g ( )
D4.2h ( )
D4.2i ( )
D4.2j ( )
C3m ( )
D1 ( )
D2 ( )
D3 ( )
D4.1a ( )
D4.1b ( )
D4.1c ( )
D4.1d ( )
D4.1e ( )
D4.1f ( )
D4.1g ( )
D4.1h ( )
D4.1i ( )
D4.1j ( )
D4.1k ( )
D4.1l ( )
D4.1m ( )
D4.1n ( )
D4.1o ( )
D4.1p ( )
D4.1q ( )
D4.1r ( )
D4.1s ( )
D4.1t ( )
D4.1u ( )
D4.1v ( )
D4.2a ( )
D4.2b ( )
D4.2c ( )
D4.2d ( )
D4.2e ( )
D4.2f ( )
D4.2g ( )
D4.2h ( )
D4.2i ( )
D4.2j ( )
D.4.2.k Punggung Bagian Bawah Kanan 1 2 3
D.4.2.l Punggung Bagian Bawah Kiri 1 2 3
D.4.2.m Pinggul Kanan 1 2 3
D.4.2.n Pinggul Kiri 1 2 3
D.4.2.o Paha Kanan 1 2 3
D.4.2.p Paha Kiri 1 2 3
D.4.2.q Lutut Kanan 1 2 3
D.4.2.r Lutut Kiri 1 2 3
D.4.2.s Betis Kanan 1 2 3
D.4.2.t Betis Kiri 1 2 3
D.4.2.u Tumit Kanan 1 2 3
D.4.2.v Tumit Kiri 1 2 3
D.5 Apa yang biasa Ibu lakukan ketika merasakan ketidaknyamanan tersebut?
1) Berhenti menyusui saat itu juga
2) Tetap meneruskan menyusui sampai bayi melepaskan sendiri puting susu Ibu
3) Berhenti menyusui sebentar lalu meneruskan menyusui lagi
4) Mengubah posisi dengan tetap menyusui
5) Mengubah posisi dan berhenti menyusui
6) Lainnya, sebutkan _______________________________________________
D.6 Berapa lama Ibu merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk
tersebut? _ _ menit.
D.7 Setelah Ibu selesai menyusui, apakah Ibu masih merasakan ketidaknyamanan
tersebut?
0) Tidak 1) Ya
D.8 Apa saja kendala Ibu saat menyusui dengan kursi ergonomis? (Jawaban jangan
dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu)
No. Kendala Ya Tidak
D.8.a Tidak ada kendala 1 2
D.8.b Tangan pegal 1 2
D.8.c Duduk tidak nyaman 1 2
D.8.d Membutuhkan sandaran 1 2
D.8.e Pantat pegal atau kram 1 2
D.8.f Betis sakit atau kram 1 2
D.8.g Pinggul pegal 1 2
D.8.h Leher pegal 1 2
D.8.i Punggung pegal 1 2
D.8.j Kaki pegal/kesemutan 1 2
D.8.k Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
D4.2k ( )
D4.2l ( )
D4.2m ( )
D4.2n ( )
D4.2o ( )
D4.2p ( )
D4.2q ( )
D4.2r ( )
D4.2s ( )
D4.2t ( )
D4.2u ( )
D4.2v ( )
D5 ( )
D6 ( )
D7 ( )
D8a ( )
D8b ( )
D8c ( )
D8d ( )
D8e ( )
D8f ( )
D8g ( )
D8h ( )
D8i ( )
D8j ( )
D8k ( )
D4.2k ( )
D4.2l ( )
D4.2m ( )
D4.2n ( )
D4.2o ( )
D4.2p ( )
D4.2q ( )
D4.2r ( )
D4.2s ( )
D4.2t ( )
D4.2u ( )
D4.2v ( )
D5 ( )
D6 ( )
D7 ( )
D8a ( )
D8b ( )
D8c ( )
D8d ( )
D8e ( )
D8f ( )
D8g ( )
D8h ( )
D8i ( )
D8j ( )
D8k ( )
D4.2k ( )
D4.2l ( )
D4.2m ( )
D4.2n ( )
D4.2o ( )
D4.2p ( )
D4.2q ( )
D4.2r ( )
D4.2s ( )
D4.2t ( )
D4.2u ( )
D4.2v ( )
D5 ( )
D6 ( )
D7 ( )
D8a ( )
D8b ( )
D8c ( )
D8d ( )
D8e ( )
D8f ( )
D8g ( )
D8h ( )
D8i ( )
D8j ( )
D8k ( )
D4.2k ( )
D4.2l ( )
D4.2m ( )
D4.2n ( )
D4.2o ( )
D4.2p ( )
D4.2q ( )
D4.2r ( )
D4.2s ( )
D4.2t ( )
D4.2u ( )
D4.2v ( )
D5 ( )
D6 ( )
D7 ( )
D8a ( )
D8b ( )
D8c ( )
D8d ( )
D8e ( )
D8f ( )
D8g ( )
D8h ( )
D8i ( )
D8j ( )
D8k ( )
PANDUAN WAWANCARA
(untuk Kelompok Kontrol dan Pengukuran Pre Kelompok Eksperimen)
1. Bagaimana perasaan Ibu saat menyusui dengan posisi duduk yang seperti biasanya
sering dilakukan? ____________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________________________________
2. Bagaimana kenyamanan yang dirasakan saat ibu menyusui dengan posisi duduk
tersebut? (Minta ibu untuk menjelaskan secara lebih luas dan rinci tentang
kenyamanan yang dirasakan.) __________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________________________________
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang posisi duduk tersebut dalam hubungannya dengan
kelancaran proses menyusui? ___________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________________________________
4. Menurut Ibu, bagaimanakah posisi duduk yang baik dan benar saat menyusui?
(Minta ibu untuk mempraktikkan posisi duduk yang baik dan benar) ____________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
__________________________________________________
PANDUAN WAWANCARA
(Pengukuran Post Kelompok Eksperimen)
1. Bagaimana perasaan Ibu saat duduk menyusui menggunakan kursi ergonomis?
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
______________________________________________
2. Bagaimana kenyamanan yang dirasakan saat ibu menyusui menggunakan kursi
ergonomis? (Minta ibu untuk menjelaskan secara lebih luas dan rinci tentang
kenyamanan yang dirasakan.) ________________________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang adanya kursi ergonomis tersebut dalam
hubungannya dengan aktivitas menyusui? _______________________________
_________________________________________________________________
___________________________________________________________
4. Apakah Ibu setuju jika kursi ergonomis tersebut menjadi salah satu program
dalam mendukung keberhasilan proses menyusui?
1. Setuju 2. Tidak setuju (Lanjut ke No. 8)
5. Mengapa Ibu setuju dengan hal tersebut? _______________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
_______________________________
6. Menurut Ibu, apa saja kriteria atau syarat untuk kursi ergonomis agar dapat
diproduksi massal atau dijual secara meluas? ____________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
________________________________________________________
7. Menurut Ibu, apakah adanya kursi ergonomis ini dapat menjadi salah satu solusi
dalam membantu memperlancar proses menyusui?
1. Ya 2. Tidak (Lanjut ke No. 11)
8. Mengapa demikian? ________________________________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
________________________________________________________
9. Menurut Ibu, apa saja kekurangan dan kelebihan kursi ergonomis ini?
No. Kekurangan Kelebihan
1
2
3
4
5
10. Menurut Ibu, bagaimana posisi duduk di kursi ergonomis ini yang baik dan
benar? ___________________________________________________________
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
________________________________________________________
LEMBAR CHECKLIST PEMANTAUAN FREKUENSI & LAMA MENYUSUI
MENGGUNAKAN KURSI ERGONOMIS*
Menyusui
ke-
Hari 1 Lama
Menyusui
(menit)
Hari 2 Lama
Menyusui
(menit)
Hari 3 Lama
Menyusui
(menit) Pakai Kursi
( √ )
Pakai Kursi
( √ )
Pakai Kursi
( √ )
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Total
Menyusui
Hari 1 =
kali
Hari 2 =
kali
Hari 3 =
kali
LEMBAR CHECKLIST PEMANTAUAN INTENSITAS & LAMA MENYUSUI
MENGGUNAKAN KURSI ERGONOMIS*
Menyusui
ke-
Hari 4 Lama
Menyusui
(menit)
Hari 5 Lama
Menyusui
(menit)
Hari 6 Lama
Menyusui
(menit)
Hari 7 Lama
Menyusui
(menit) Pakai Kursi
( √ )
Pakai Kursi
( √ )
Pakai Kursi
( √ )
Pakai Kursi
( √ )
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Total
Menyusui
Hari 4 =
kali
Hari 5 =
kali
Hari 6 =
kali
Hari 7 =
kali
*Lembar checklist ini digunakan untuk mengetahui frekuensi dan durasi/lama
penggunaan kursi ergonomis setiap harinya selama satu (1) minggu pemakaian kursi.
1. Total durasi menyusui setiap sekali menyusui:
∑
∑
2. Total frekuensi menyusui setiap hari selama seminggu:
∑
3. Rata-rata durasi menyusui saat menggunakan kursi ergonomis setiap sekali
menyusui:
∑
∑ (∑ )
4. Rata-rata frekuensi menyusui saat menggunakan kursi ergonomis setiap hari selama
seminggu penggunaan:
∑ (∑ )
LEMBAR OBSERVASI
1. Rekam dengan video posisi atau sikap tubuh ibu saat menyusui.
2. Untuk pengukuran post pada Kelompok Eksperimen, isi tabel berikut dengan
memberi tanda checklist ( √ ) sesuai dengan hasil pengamatan.
No.
Tanda-tanda Menyusui yang Benar
Hasil Pengamatan ( √ )
Ya Tidak
1 Punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2 Posisi punggung tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.
3 Bayi tampak tenang.
4 Badan bayi menempel pada perut ibu.
5 Mulut bayi terbuka lebar.
6 Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
7 Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih
banyak yang masuk.
8 Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan.
9 Puting susu tidak terasa nyeri (tanyakan pada Ibu).
10 Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
11 Kepala bayi agak menengadah.
12 Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta
menelan ASI-nya.
Sumber: Bahiyatun (2009) dan Saleha (2009)
HASIL PENGUKURAN LANGSUNG
Faktor yang Diukur Hasil
Pengukuran
Tinggi Badan Ibu (cm)
Berat Badan Ibu (kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu
Berat Badan Bayi (kg)
Kebisingan (dB)
Suhu (oC)
Pencahayaan (Lux)
Punggung Bagian Bawah: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Pinggul: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Lutut: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Tumit: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Betis: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Paha: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Tangan/Pergelangan Tangan: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Lengan Bawah: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Leher:
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Bahu: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Punggung Bagian Atas:
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Siku-Siku: Kanan Kiri
Seberapa sering: Seberapa parah:
Kadang-Kadang Tidak Nyaman
Sering Sakit
Selalu Sangat sakit
Lampiran III
Lembar Body Part Discomfort Scale
Lampiran V
Data Kursi Ergonomis
Gambar Bentuk Kursi Ergonomis:
Tampak Depan samping Kanan Tampak Depan samping Kiri
Tampak Depan Tampak Belakang
Tampak samping Kiri Tampak samping Kanan
Data Dimensi Kursi Ergonomis
Gambar 5.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kiri dengan rincian:
a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran
tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi.
Gambar 5.6 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kanan dengan rincian:
a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran
tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi
1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Table C
SCORESTable A
RULA Employee Assessment Worksheet
Subject: Date: / /Company: Department: Scorer:
Step 1a: Adjust�
Step 1: Locate Upper Arm PositionA. Arm & Wrist Analysis B. Neck, Trunk & Leg Analysis
20o+
Step 13: Add Muscle Use Score
Step 14: Add Force/load Score
Step 15: Find Column in Table C
+=
+
Step 9: Locate Neck Position
Step 9a: Adjust�
If legs & feet supported and balanced: +1;If not: +2
If trunk is twisted: +1; If trunk is side-bending: +1
If neck is twisted: +1; If neck is side-bending: +1
Use values from steps 8,9,& 10 to locate Posture Score inTable B
If posture mainly static or;If action 4/minute or more: +1
If load less than 2 kg (intermittent): +0;If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1;If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2;If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3= Force/load Score
= Final Neck, Trunk & Leg Score
= Muscle Use Score
= Posture B Score
= Final LegScore
= Final Trunk Score
Table B
10o to 20o0o to 10o
in extension
Complete this worksheet following the step-by-step procedure below. Keep a copy in the employee's personnel folder for future reference.
+1 +2 +3 +4
+1 +2
20o to 60o
+3
+4
60o+
0o to 10o 0o to 20o
standingerect
seated- 20o
1 also iftrunk iswellsup-portedwhileseated;2 if not
Step 10: Locate Trunk Position
Step 10a: Adjust�
Step 11: Legs
Final Score=
Step 2: Locate LowerArm Position
Final Lower Arm Score =
+
If wrist is bent from the midline: +1
Step 6: Add Muscle Use Score
Step 7: Add Force/load ScoreIf load less than 2 kg (intermittent): +0;If 2 kg to 10 kg (intermittent): +1;If 2 kg to 10 kg (static or repeated): +2;If more than 10 kg load or repeated or shocks: +3 =The completed score from the Arm/wristanalysis is used to find the row on Table C Final Wrist & Arm Score =
Step 3: Locate Wrist Position
Step 3a: Adjust�
+1 +1
+1 +1
+1+1 +1+3
+2 +2
15o+0o to 15o
+315o+
0o to 15o
Step 2a: Adjust�If arm is working across midline of the body: +1;If arm out to side of body: +1
Final Upper Arm Score =
+20o to 45o> -20o
+2+1
+45o to 90o 90o+
+3 +4+2
Final Wrist Score =
Wrist Twist Score =
Upper Lower
Wrist
Arm Arm
1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 2 3 3 3 4 4
2 1 2 2 2 3 3 3 4 4
2 2 2 2 3 3 3 4 4
3 2 3 3 3 3 4 4 5
3 1 2 3 3 3 4 4 5 5
2 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 3 3 4 4 4 5 5
4 1 3 4 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 3 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 7 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Upper LowerArm Arm
Step 5: Look-up Posture Score in Table A
Step 4: Wrist TwistIf wrist is twisted mainly in mid-range =1;If twist at or near end of twisting range = 2
+Posture Score A =
Force/load Score =
FINAL SCORE: 1 or 2 = Acceptable; 3 or 4 investigate further; 5 or 6 investigate further and change soon; 7 investigate and change immediately
If shoulder is raised: +1;If upper arm is abducted: +1;If arm is supported or person is leaning: -1
If posture mainly static (i.e. held for longer than 1 minute) or;If action repeatedly occurs 4 times per minute or more: +1
Step 8: Find Row in Table C
Muscle Use Score =
=Final Neck Score
The completed score from the Neck/Trunk & Leganalysis is used to find the column on Chart C
Step 12: Look-up Posture Score in Table B
erocSerutsoPknurT
1 2 3 4 5 6
sgeL sgeL sgeL sgeL sgeL sgeL
kceN 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Source: McAtamney, L. & Corlett, E.N. (1993) RULA: a survey method for the investigation of work-related upper limb disorders, Applied Ergonomics, 24(2) 91-99.© Professor Alan Hedge, Cornell University. Feb. 2001
-20o to +20o
0o
Use values from steps 1,2,3 & 4 to locate Posture Score intable A
-60o to 100o
+1
100o+0-60o
+2
+2
Lampiran VI
Output Hasil Analisis Statistik
A. Uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
bb_bayi bising suhu cahaya
umuribu2 Usia Ibu: skor_delta
B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari:
B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:
N 34 34 34 34 34 34 25 33
Normal Parametersa Mean 6.2916 63.712 32.603 109.544 27.38 -15.32 9.28 27.03
Std. Deviation 1.10069 7.0534 1.7955 1.2913E2 6.679 52.734 3.714 21.534
Most Extreme Differences Absolute .113 .169 .167 .319 .198 .209 .152 .233
Positive .070 .099 .167 .319 .198 .157 .152 .233
Negative -.113 -.169 -.164 -.225 -.093 -.209 -.137 -.132
Kolmogorov-Smirnov Z .658 .984 .973 1.859 1.155 1.219 .760 1.339
Asymp. Sig. (2-tailed) .779 .287 .300 .002 .138 .102 .611 .056
a. Test distribution is Normal.
B. Analisis Univariat
1. Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Eksperimen
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
skor_pre 17 42.47 48.744 0 140
skor_post 17 10.82 24.600 0 100
2. Skor pre-post ketidaknyamanan Kelompok Kontrol
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
skor_pre 17 23.18 32.195 0 120
skor_post 17 24.18 34.244 0 140
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan (diduga confounder)
C. Analisis Bivariat
1. Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen
2. Perubahan skor pre-post ketidaknyamanan pada kelompok kontrol
3. Perubahan skor ketidaknyamanan pada kelompok eksperimen dan kelompok control
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
bb_bayi 34 6.2916 1.10069 3.88 8.10
bising 34 63.712 7.0534 47.2 72.8
suhu 34 32.603 1.7955 30.0 37.0
cahaya 34 109.544 129.1268 12.0 558.0
umuribu2 Usia Ibu: 34 27.38 6.679 17 43
skor_delta 34 -15.32 52.734 -136 125
B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: 25 9.28 3.714 4 20
B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:
33 27.03 21.534 3 90
Test Statisticsb
skor_post - skor_pre
Z -.028a
Asymp. Sig. (2-tailed) .977
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Test Statisticsb
skor_post - skor_pre
Z -2.433a
Asymp. Sig. (2-tailed) .015
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Test Statisticsb
skor_delta
Mann-Whitney U 86.500
Wilcoxon W 239.500
Z -2.000
Asymp. Sig. (2-tailed) .046
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .045a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan
4. Hubungan faktor-faktor yang diduga confounder:
a. Uji korelasi usia ibu dan skor ketidaknyamanan
b. Uji anova status IMT dan skor ketidaknyamnanan
Correlations
umuribu2 Usia Ibu: skor_delta
Spearman's rho umuribu2 Usia Ibu: Correlation Coefficient 1.000 .252
Sig. (2-tailed) . .150
N 34 34
skor_delta Correlation Coefficient .252 1.000
Sig. (2-tailed) .150 .
N 34 34
Descriptives
skor_delta
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
kurus 2 -6.00 2.828 2.000 -31.41 19.41 -8 -4
normal 15 -17.00 56.445 14.574 -48.26 14.26 -136 125
gemuk 17 -14.94 54.163 13.137 -42.79 12.91 -119 75
Total 34 -15.32 52.734 9.044 -33.72 3.08 -136 125
ANOVA
skor_delta
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 218.500 2 109.250 .037 .964
Within Groups 91550.941 31 2953.256
Total 91769.441 33
Multiple Comparisons
skor_delta Bonferroni
(I) imt2 (J) imt2 Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kurus normal 11.000 40.909 1.000 -92.54 114.54
gemuk 8.941 40.624 1.000 -93.88 111.76
normal kurus -11.000 40.909 1.000 -114.54 92.54
gemuk -2.059 19.251 1.000 -50.78 46.66
gemuk kurus -8.941 40.624 1.000 -111.76 93.88
normal 2.059 19.251 1.000 -46.66 50.78
c. Uji korelasi frekuensi menyusui dan skor ketidaknyamanan
Correlations
B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: skor_delta
Spearman's rho B.1.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari:
Correlation Coefficient 1.000 -.166
Sig. (2-tailed) . .429
N 25 25
skor_delta Correlation Coefficient -.166 1.000
Sig. (2-tailed) .429 .
N 25 25
d. Uji korelasi durasi/lama menyusui dan skor ketidaknyamanan
Correlations
B.3.1 Berapa lama Ibu
menyusui dalam sehari per menyusui: skor_delta
Spearman's rho B.3.1 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:
Correlation Coefficient 1.000 -.094
Sig. (2-tailed) . .604
N 33 33
skor_delta Correlation Coefficient -.094 1.000
Sig. (2-tailed) .604 .
N 33 33
e. Uji korelasi BB bayi dan skor ketidaknyamanan
Correlations
bb_bayi skor_delta
bb_bayi Pearson Correlation 1 -.205
Sig. (2-tailed) .245
N 34 34
skor_delta Pearson Correlation -.205 1
Sig. (2-tailed) .245
N 34 34
f. Uji korelasi kebisingan dan skor ketidaknyamanan
Correlations
bising skor_delta
Spearman's rho bising Correlation Coefficient 1.000 .040
Sig. (2-tailed) . .820
N 34 34
skor_delta Correlation Coefficient .040 1.000
Sig. (2-tailed) .820 .
N 34 34
g. Uji korelasi suhu dan skor ketidaknyamanan
Correlations
suhu skor_delta
Spearman's rho suhu Correlation Coefficient 1.000 .245
Sig. (2-tailed) . .162
N 34 34
skor_delta Correlation Coefficient .245 1.000
Sig. (2-tailed) .162 .
N 34 34
h. Uji korelasi pencahayaan dan skor ketidaknyamanan
Correlations
cahaya skor_delta
Spearman's rho cahaya Correlation Coefficient 1.000 -.033
Sig. (2-tailed) . .854
N 34 34
skor_delta Correlation Coefficient -.033 1.000
Sig. (2-tailed) .854 .
N 34 34