pengaruh pemberian ekstrak etanolik daun mimba … filepengaruh pemberian ekstrak etanolik daun...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOLIK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP PENINGKATAN KADAR
ANTIBODI DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Maria Amarylis Illona Muda
NIM : 058114083
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
ii
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOLIK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP PENINGKATAN KADAR
ANTIBODI DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Maria Amarylis Illona Muda
NIM : 058114083
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
iii
iv
v
Berusahalah dahulu hingga kau pantas
menjadi pemberi, dan sebuah alat
untuk membagi.
Sebab sesungguhnya, kehidupanlah
yang memberi pada kehidupan. (Kahlil Gibran)
Karya ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus yang selalu menjadi jalan hidupku
Mama, Papa, Lora Almamaterku
vi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh
Pemberian Ekstrak Etanolik Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap
Peningkatan Kadar Antibodi Darah pada Tikus Jantan Galur Wistar”. Skripsi ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Drs. A. Yuswanto, S.U., Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing, yang
telah memberikan inspirasi kepada penulis serta selalu memberikan
semangat, dukungan, bimbingan, dan saran selama penyusunan skripsi.
2. Rm. Sunu Hardiyanta, M.Sc., S.J., selaku dosen penguji yang telah
berkenan menguji dan banyak memberikan masukan dan pengetahuan
yang berkaitan dengan skripsi ini, terutama dalam analisis statistik.
3. dr. Fenty, M.Kes., Sp.P.K., selaku dosen penguji yang telah berkenan
menguji dan memberikan masukan dan saran.
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dekan fakultas farmasi Universitas
Sanata Dharma.
5. Mas Heru, Mas Kayat, Mas Parjiman, Mas Wagiran, Mas Andri, Mas
Yuwono, segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan bantuan.
viii
6. Mbak Yuli, Pak Yudhi, Bu Arsi, segenap karyawan LPPT dan PAU
UGM yang telah banyak membantu dan menemani selama penelitian
skripsi ini.
7. Papa, Mama, dan Lora, yang menjadi pelita dan motivasi bagi penulis.
Untuk setiap doa dan kasih sayang yang tak tertandingi.
8. Anna, Rias, Ika, Yesika, atas kerjasama, diskusi, senyum, tawa, dan
keluh kesah selama penelitian dan penyusunan skripsi.
9. Tami, Nolen, Sekar, Lina Boy, Paulina, Siska, Jovan, teman-teman 2005
FST dan FKK atas persahabatan, dukungan, masukan, dan kebersamaan
selama ini.
10. Tim penelitian Steviosida (Retha, Tyas, Diana, Nia, Ferry) atas keceriaan
yang telah dibagikan.
11. Komunitas pendamping PIA Maguwo atas persahabatan dan keriangan
yang selalu menyegarkan.
12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran atas skripsi ini. Penulis berharap tulisan ini dapat berguna bagi kepentingan
ilmu kefarmasian.
Penulis
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 Januari 2009
Penulis
Maria Amarylis Illona Muda
x
INTISARI
Sistem imun merupakan sistem pertahanan yang melindungi tubuh dari suatu penyakit. Tanaman mimba merupakan tumbuhan obat tradisional yang dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa ekstrak air daun dan batang mimba memiliki aktivitas imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun mimba terhadap peningkatan kadar antibodi dan berapa besar persentase peningkatan kadar antibodi.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tikus jantan galur Wistar diberi perlakuan ekstrak etanolik daun mimba dan diinduksi dengan antigen vaksin Hepatitis B. Uji peningkatan kadar antibodi dilakukan dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Data hasil uji dianalisis secara statistik menggunakan uji Kruskal Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik daun mimba dengan dosis 35;70;140 mg/kg BB tidak memberikan efek imunostimulan dengan meningkatkan kadar antibodi darah. Kata kunci: peningkatan kadar antibodi, tikus jantan, ekstrak etanolik, daun
mimba
xi
ABSTRACT
Immune System protects the body from many diseases. Neem plant is one of traditional herbal drug that can be used as alternative medicine for healing many diseases. Various researches had been done previously showed that water extract of neem’s leaf and bark had the immunostimulant activity. The purposes of this research are to know the effect of ethanolic extract of neem’s leaf on the increase of antibody concentration and to determine the percentage of the increase of antibody concentration.
This research is a pure experimental research with the one way pattern complete random design. Male Wistar rats were given ethanolic extract of neem’s leaf and induced by Hepatitis B vaccine. Increase of antibody concentration was measured by using ELISA method (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). The result was statistically analyzed by using Kruskal-Wallis test.
The result indicates that ethanolic extract of neem’s leaf at the dose of 35;70;140 mg/kgBB does not show immunostimulant activity to the increase of antibody concentration.
Key words: increase of antibody concentration, male rat, ethanolic extract, neem’s leaf
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………… v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
PRAKATA……………………………………………………...…….. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………… ix
INTISARI………………………………………………………..…… x
ABSTRACT………………………………………………...………….. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………...……... xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………...... xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. xvii
BAB I PENGANTAR………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……...…………………………………………... 1
1. Rumusan masalah……..…………………………………. 2
2. Keaslian penelitian………...……………………………... 2
3. Manfaat penelitian…………...…………………………… 3
B. Tujuan Penelitian……………………...………………………... 3
1. Tujuan umum……………………..……………………… 3
2. Tujuan khusus……………………..……………………... 4
xiii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………………… 5
A. Azadirachta indica A. Juss…………………………………....... 5
B. Sistem Imun…………………………………………………….. 7
C. Imunomodulator………………………………………………... 8
D. Antibodi……………………………………………………….... 9
E. Antigen…………………………………………………………. 11
1. Vaksin Hepatitis B……………………………………….. 12
2. Hepavax-Gene®………………………………………….. 12
F. Ekstraksi………………………………………………..………. 13
G. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)……………...... 14
1. ELISA langsung………………………………………….. 15
2. ELISA tak langsung……………………………………… 15
3. ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich……….. 16
4. ELISA penangkap antibodi………………………………. 16
5. ELISA kompetitif atau ELISA pemblok…………………. 16
H. Kerangka Pemikiran……………………………………………. 17
I. Hipotesis………………………………………………..………. 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………….. 19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………… 19
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……………..…… 19
1. Variabel penelitian……………………………………..… 19
2. Definisi operasional……………………………………… 20
xiv
C. Alat dan Bahan Penelitian……………………………………… 20
1. Alat penelitian……………………………………………. 20
2. Bahan penelitian………………………………………….. 20
D. Tatacara Penelitian……………………………………………... 21
1. Determinasi tumbuhan…………………………………… 21
2. Pengumpulan daun mimba……………………………….. 22
3. Pengeringan daun mimba………………………………… 22
4. Pembuatan serbuk daun mimba………………………….. 22
5. Pembuatan ekstrak etanolik daun mimba………………… 22
6. Perlakuan hewan percobaan……………………………… 23
7. Metode ELISA…………………………………………… 23
E. Analisis Hasil…………………………………………………… 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………... 25
A. Pengumpulan Daun Mimba dan Pembuatan Simplisia………… 25
B. Hasil Ekstraksi………………………………………………….. 26
C. Hasil Perlakuan terhadap Hewan Uji…………………………… 26
D. Hasil Pengamatan Titer Antibodi………………………………. 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………. 34
A. Kesimpulan……………………………………………………... 34
B. Saran……………………………………………………………. 34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 36
LAMPIRAN………………………………………………………….. 39
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………... 53
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Data Rata-rata Absorbansi Titer Antibodi Setelah
Perlakuan………………………………………………
32
Tabel II. Profil Berat Badan Tikus Hasil Rata-rata Mingguan
Selama Masa Perlakuan………………………………..
42
Tabel III. Hasil Uji Peningkatan Titer Antibodi secara ELISA….. 43
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pengenalan Antigen dan Respon Imun Tubuh………... 8
Gambar 2. Profil Rata-rata Berat Badan Tikus Setiap Minggu
Selama Masa Perlakuan………………………………..
28
Gambar 3. Foto histologi hepar………………………………….... 29
Gambar 4. Skema ikatan yang terjadi dalam plat ELISA………… 31
Gambar 5. Reaksi substrat NPP dengan enzim alkalin fosfatase…. 31
Gambar 6. Grafik Rata-rata Absorbansi Kelompok Kontrol dan
Perlakuan………………………………………………
32
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Dosis…………………………………..... 40
Lampiran 2. Rata-rata Berat Badan Tikus per Minggu……………. 42
Lampiran 3. Data Absorbansi Peningkatan Titer Antibodi………... 43
Lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Deskriptif…………………… 43
Lampiran 5. Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro-Wilk dan
Uji Homogenitas Data……………………………….. 45
Lampiran 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis……...……………………... 46
Lampiran 7. Uji Kruskal-Wallis untuk Kelompok yang Mendapat
Perlakuan Daun Mimba……………………………… 47
Lampiran 8. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A.Juss)………. 48
Lampiran 9. Daun Mimba (Azadirachta indica A.Juss)…………... 49
Lampiran 10. Serbuk Daun Mimba…………………………………. 50
Lampiran 11. Ekstrak Etanolik Daun Mimba………………………. 50
Lampiran 12. 96 well plate (Nunc)…………………………………. 51
Lampiran 13. ELISA reader SLT 340 ATC………………………... 51
Lampiran 14. Hasil Histologi Hepar………………………………... 52
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Berbagai penyakit yang timbul dewasa ini berakar pada permasalahan
sistem imun. Sistem imun merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap zat
asing (misalnya penyebab infeksi). Imunitas yang lemah memudahkan terjadinya
infeksi mikroorganisme patogen. Imunitas dapat bersifat alami maupun diperoleh
(adaptif). Imunitas alami adalah imunitas yang dimiliki sejak lahir dan bersifat
nonspesifik, sedangkan imunitas adaptif adalah imunitas yang diperoleh karena
adanya paparan suatu penyebab infeksi, bersifat spesifik dan diperantarai oleh
antibodi atau sel limfoid.
Pemeliharaan kesehatan yang ideal adalah yang berawal dari
pemeliharaan sistem imun. Dengan sistem imun yang kuat dan berfungsi baik,
tubuh dapat terhindar dari berbagai penyakit. Pemeliharaan sistem imun dapat
dilakukan melalui berbagai cara seperti cukup beristirahat, berolahraga,
mengonsumsi makanan yang memberikan asupan gizi seimbang dan suplemen
yang mengandung komponen yang dapat meningkatkan imunitas tubuh.
Senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan imunitas tubuh disebut
sebagai imunostimulan. Semakin tingginya tingkat resiko paparan penyakit yang
bersumber pada kelemahan sistem imun menyebabkan permintaan akan
imunostimulan di masyarakat juga semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan ini
mendorong pencarian sumber-sumber imunostimulan dari alam yaitu tumbuhan.
2
Salah satu tumbuhan yang diketahui memiliki potensi sebagai
imunostimulan adalah mimba (Azadirachta indica A. Juss). Berbagai penelitian
yang dilakukan terhadap tumbuhan ini menunjukkan bahwa mimba memiliki
aktivitas antiinflamasi, antipiretik, analgesik, hipoglikemik, antiulcer,
antifertilitas, antimalaria, antifungi, antibakteri, antivirus, antikarsinogenik,
hepatoprotektif, antioksidan, dan imunostimulan (kulit batang pohon mimba)
(Biswas, 2002). Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak air daun mimba juga
memiliki aktivitas imunostimulan (Ray, 1996).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak
etanolik daun mimba dalam peningkatan produksi antibodi yang merupakan
molekul komponen sistem imun. Penelitian dilakukan secara in vivo pada hewan
uji dan perbedaan kadar antibodi diukur dengan metode ELISA.
Penelitian ini diharapkan dapat memunculkan suatu pengembangan
sediaan herbal yang mampu meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga tubuh
selalu dalam keadaan siap menghadapi penyakit.
1. Rumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanolik daun mimba dapat meningkatkan kadar antibodi
dalam darah pada tikus jantan galur Wistar?
b. Berapa persen peningkatan kadar antibodi darah pada tikus jantan galur
Wistar dengan pemberian ekstrak etanolik daun mimba?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian
tentang pengaruh ekstrak etanolik daun mimba dalam peningkatan kadar antibodi
3
dalam darah pada tikus jantan galur wistar. Penelitian yang pernah dilakukan
terkait efek imunostimulan mimba antara lain: Efek Imunomodulator dari Minyak
Mimba (Azadirachta indica A.Juss) (Upadhyay, 1992); Modulasi respon imun
humoral dan seluler oleh Azadirachta indica (Mimba) pada mencit (Ray, 1996);
Efek Imunomodulator NIM-76, suatu Fraksi Menguap dari Minyak Mimba
(Sairam, 1997); Daun mimba Meningkatkan Aktivasi Imun yang Menghambat
Perkembangan Murine Erlich Carcinoma dan B16 Melanoma (Baral, 2004);
Preparat mimba meningkatkan respon imun tipe Th1 dan imunitas anti tumor
melawan antigen tumor payudara (Mandal, 2007).
3. Manfaat Penelitian
Penelitian pengaruh ekstrak etanolik daun mimba terhadap peningkatan
kadar antibodi ini diharapkan bermanfaat antara lain:
a. manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan eksplorasi tanaman yang dapat meningkatkan sistem
imun tubuh dengan peningkatan kadar antibodi dalam darah
b. manfaat praktis penelitian ini adalah daun mimba dapat digunakan sebagai
suplemen peningkat sistem imun.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun mimba (Azadirachta
indica A. Juss.) mempunyai efek imunomodulator
4
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun mimba dapat
meningkatkan kadar antibodi dalam darah tikus jantan galur Wistar.
b. Untuk mengetahui berapa persen peningkatan kadar antibodi dalam darah
tikus jantan galur Wistar dengan pemberian ekstrak etanolik daun mimba.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Azadirachta indica A. Juss
Pohon mimba (Azadirachta indica) merupakan tumbuhan asli Asia
Tenggara. Tumbuhan ini cepat tumbuh, dapat bertahan di tanah yang buruk dan
kekurangan nutrisi, serta tetap berdaun sepanjang tahun. Pohon mimba dapat
mencapai 30 meter, dengan cabang-cabang berdaun yang menyebar (Anonim,
1998). Sistematika tumbuhan mimba adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Meliales
Suku : Meliaceae
Marga : Azadirachta
Jenis : Azadirachta indica A. Juss
(Hutapea, 1993)
Deskripsi tanaman pohon dengan tinggi 10-15 m; Batang tegak, berkayu,
bulat, permukaan kasar, simpodial, coklat; Daun majemuk, berhadapan, lonjong,
melengkung, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan
menyirip; Bunga majemuk, berkelamin dua, di ujung cabang, tangkai silindris;
Buah buni, bulat telur, hijau ; biji bulat, diameter ±1 cm, putih; Akar tunggang,
coklat (Hutapea, 1993).
6
Tumbuhan mimba memiliki banyak kegunaan. Salah satu kegunaannya
yang paling dikenal adalah sebagai biopestisida. Hampir seluruh bagian mimba
memiliki fungsi dan kegunaan yang dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai
repelan, penyubur, makanan diabetik, pakan ternak, kayu bakar, bahan dasar batu
bara, tanaman peneduh, bahan tambahan pada media pertumbuhan tanaman, dan
penurun keasaman tanah (Anonim, 1998).
Ekstrak mimba digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.
Mandi dengan air rendaman mimba dipercaya dapat menyembuhkan ruam panas
dan bisul. Minyak mimba digunakan untuk mengatasi ulcer perut dan rematik.
Batang mimba mengandung antiseptik kuat dan mimba digunakan untuk membuat
sabun dan pasta gigi. Ranting mimba digunakan untuk membersihkan gigi
(Anonim, 1998). Selain kegunaan-kegunaan tersebut, daun Azadirachta indica
juga berkhasiat sebagai obat demam dan untuk menguatkan badan (Hutapea, dkk,
1993).
Komponen mimba dapat dibagi ke dalam dua golongan, yakni isoprenoid
dan nonisoprenoid. Golongan isoprenoid termasuk diterpenoid dan triterpenoid
mencakup protomeliasin, limonoid, azadiron dan derivatnya, gedunin dan
derivatnya, komponen tipe vilasinin, dan Csecomeliasin seperti nimbin, salanin,
dan azadirachtin. Golongan nonisoprenoid termasuk protein dan karbohidrat,
senyawa sulfur, polifenolik seperti flavonoid dan glikosidanya, dihidrokalkon,
kumarin dan tannin, senyawa alifatik, dan sebagainya (Biswas, 2002). Daun dan
kulit Azadirachta indica mengandung saponin, di samping itu daunnya juga
mengandung flavonoida dan tanin (Hutapea, dkk, 1993).
7
B. Sistem Imun
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi
(Bratawidjaja, 2004). Imunitas bersifat alami (bawaan) dan didapat (adaptif).
Imunitas yang alami adalah imunitas yang tidak diperoleh melalui kontak dengan
suatu antigen dan bersifat non spesifik, sedangkan imunitas didapat adalah
imunitas yang diperoleh setelah pemaparan terhadap suatu penyebab infeksi,
bersifat khusus dan dapat diperantarai oleh antibodi atau sel limfoid. Masuknya
zat asing dalam tubuh akan menimbulkan berbagai macam reaksi yang bertujuan
untuk mempertahankan keutuhan dirinya (Gan, 1991). Gabungan sel, molekul dan
jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun, dan
reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan
lainnya disebut respons imun (Bratawidjaja, 2004).
Respons imun merupakan serangkaian proses yang saling berkaitan dan
diatur oleh suatu sistem yang saling menunjang. Dalam keadaan optimal atau
dalam keadaan sehat sistem ini berfungsi secara efisien sehingga seseorang dapat
terhindar dari dampak yang tidak menguntungkan akibat masuknya substansi
asing (antigen). Setelah terjadi respon imun, sel-sel yang spesifik terhadap antigen
bersangkutan bertambah banyak, dan sel-sel efektor beraksi untuk menyingkirkan
antigen (Kresno, 1996).
Antigen yang masuk dalam tubuh akan mengaktifkan makrofag atau
monosit. Makrofag akan mempengaruhi sel imunokompeten yaitu sel limfoid dari
sistem retikuloendotelial. Antigen yang telah diaktifkan oleh plasma sel akan
merangsang sel limfoid dalam proses imunologik selanjutnya. Sel limfosit terdiri
8
dari dua jenis sel, yaitu sel B dan sel T. Pada kontak pertama, di bawah pengaruh
antigen, sel B akan berdiferensiasi dan berproliferasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi, sedangkan sel T (thymus derived) akan tersensitisasi
menjadi sensitized T cells menghasilkan limfokin, reaksi imun seluler. Disamping
itu, diferensiasi dan proliferasi sel B dan sel T menghasilkan sel memori. Pada
kontak ulang, sel memori tersebut akan lebih cepat berproliferasi menjadi sel
plasma dan sensitized T cells (gambar 1). Memori imunologik dapat berada dalam
bentuk memori pasif jangka pendek dan memori aktif jangka panjang (Gan,
1991).
Gambar 1. Pengenalan Antigen dan Respon Imun Tubuh (Anonim, 2008a)
C. Imunomodulator
Imunomodulator dapat didefinisikan sebagai substansi biologi atau
sintetis yang mampu menstimulasi, menekan, atau memodulasi komponen-
komponen pada sistem imun. Fungsi utama sistem imun adalah melindungi
individu dalam menghadapi agen infeksi dan potensial patogen. Hal ini
9
menempatkan sistem imun pada posisi vital yaitu antara kondisi sehat dan sakit
(Juyal, 2003). Imunomodulator juga dideskripsikan sebagai suatu agen kimia yang
memodifikasi respon atau fungsi sistem imun, baik dengan stimulasi pembentukan
antibodi atau penghambatan aktivitas sel darah putih (Anonim, 2008b).
Imunomodulator dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
imunorestorasi, imunosupresan, dan imunostimulan. Imunorestorasi adalah
pengembalian fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai
komponen sistem imun, seperti imunoglobulin (Baratawidjaja, 2004).
Imunostimulan adalah senyawa dari luar yang dapat membantu meningkatkan
resistensi tubuh terhadap antigen yang masuk (Juyal, 2003). Imunosupresi adalah
suatu penekanan sistem imun (Baratawidjaja, 2004).
Senyawa-senyawa yang bersifat sebagai imunomodulator antara lain:
rutin, saponin, polisakarida, artemisin, ginsenosid, inosin, limonen, asam linoleat,
asam oleanolik, ursolic acid. Sedangkan senyawa yang bersifat imunostimulan
antara lain: phosphorus (Duke, 1996).
D. Antibodi
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang
mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan larut tersebut mengandung
molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan
sekarang disebut imunoglobulin. Dua cirinya yang penting adalah spesifisitas dan
aktivitas biologik. Antibodi diinduksi oleh infeksi subklinis (antara lain flora
normal) dan oleh komponen dalam diit yang imunogenik (Bratawidjaja, 2004).
10
Imunoglobulin merupakan salah satu sistem genetik yang paling
menarik. Kemampuannya untuk mengikat antigen yang spesifik memberikan
dasar imunitas humoral (Korsmeyer, 1991). Antibodi pertama kali dikenal sebagai
protein Bence Jones pada tahun 1874, dan dideskripsikan sebagai senyawa baru
yang tidak diketahui spesifisitasnya yang terdapat dalam urin pasien dengan
‘Mollities Ossium’ (Dasgupta, 1992).
Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai
molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme
penyebab infeksi. Molekul ini disintesis oleh sel B dalam 2 bentuk berbeda, yaitu
sebagai reseptor permukaan (untuk mengikat antigen), dan sebagai antibodi yang
disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler. Antibodi yang disekresikan dapat
berfungsi sebagai adaptor yang mengikat antigen melalui binding-sites-nya yang
spesifik, sekaligus merupakan jembatan yang menghubungkan antigen dengan sel-
sel imun atau mengaktivasi komplemen (Kresno, 2001). Adaptor mempunyai
bagian pengenalan komplementer bentuk terhadap mikroorganisme dan
selanjutnya dapat terikat secara kuat (Roitt, 2003).
Terdapat 5 kelas imunoglobulin dalam serum manusia yaitu IgG, IgA,
IgM, IgD, dan IgE. Perbedaan di antara kelima kelas tersebut didasarkan pada tiga
karakteristik utama: antigenisitas, sifat fisik, dan aktivitas biologis dari molekul
antibodi (Dasgupta, 1992).
Imunoglobulin G (IgG)
IgG merupakan tipe antibodi yang paling umum, mencakup tiga per
empat gamaglobulin total dalam serum normal. Produksi IgG relatif lebih
11
tergantung pada sel T dibandingkan IgM. Dalam respon terhadap stimulus
antigen, molekul imuoglobulin ini muncul segera setelah antibodi IgM. IgG dapat
dengan segera berdifusi ke dalam rongga ekstravaskuler serta meningkatkan
fagositosis dan membantu netralisasi toksin. Makrofage memiliki reseptor untuk
bagian fragmen crystalline (Fc, yaitu bagian yang mudah terkristalkan dari
molekul IgG dan tidak memiliki kemampuan untuk berikatan dengan antigen) dari
molekul IgG tertentu. Sel lain yang memiliki reseptor permukaan yang mampu
berikatan dengan Fc adalah sel B dan sel K. IgG mampu menembus plasenta dan
memproteksi bayi dalam minggu-minggu hingga bulan-bulan pertama
kehidupannya (Dasgupta, 1992).
E. Antigen
Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang
sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi
antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten
(Bratawidjaja, 2004).
Substansi dengan berat molekul rendah bila diikat pada protein yang
imunogenik akan membentuk suatu kompleks yang dapat merangsang sistem
imun untuk memproduksi antibodi terhadap molekul tersebut. Substansi tersebut
disebut hapten. Istilah epitop adalah bagian dari antigen yang bereaksi dengan
antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit T (Kresno, 2001).
12
1. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B terdiri atas partikel antigen permukaan hepatitis B
yang diinaktifkan (HbsAg) dan diabsorpsi dengan tawas, dimurnikan dari
plasma manusia/karier hepatitis. Vaksin rekombinan HbsAg (rHBsAg)
diproduksi dengan rekayasa genetik galur Saccharomyces cerevisae yang
mengandung plasmid/gen untuk antigen HbsAg (Bratawidjaja, 2004).
2. Hepavax-Gene®
Hepavax-Gene® adalah suatu vaksin rekombinan hepatitis B.
Komponen imunogenik yang terkandung, yaitu rekombinan antigen
permukaan hepatitis B (HbsAg), diproduksi dengan modifikasi yeast
menggunakan Crucell’s propietary Hansenula polymorpha expression system.
1 ml vaksin mengandung 20 mcg HbsAg yang diabsorbsikan pada 0,5 mg
alumunium hidroksida. Hepavax-Gene® adalah salah satu vaksin yang
kualitasnya diakui WHO untuk imunisasi aktif melawan virus Hepatitis B
(Anonim, 2008c). Vaksin ini diproduksi oleh Berna Biotech Korea
Corporation.
F. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang terlarut
supaya terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut dalam cairan penyari (Anonim, 2000).
13
Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran
etanol dan air. Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran
etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan
eter dilakukan dengan cara perkolasi (Anonim, 1979).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke
luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa
air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan
maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan (Anonim, 1986).
G. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji imunologi dengan bantuan enzim secara luas dikenal sebagai ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assays). Enzim digunakan untuk melabeli antigen
yang akan diukur kadarnya menggunakan reaksi enzim yang sesuai. Dalam
tekhnik ini aktivitas enzim biasanya dihambat oleh reaksi imunokimia dan
penurunan aktivitas dapat diukur dalam sistem uji imunologi yang homogen
(Christian, 2004).
14
Quinn et al (2004) menyebutkan bahwa metode ELISA yang memenuhi
persyaratan memiliki Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification
(LOQ) untuk sampel serum yang mengandung IgG masing-masing sebesar 0,09
µg/ml dan 3,0 µg/ml. Sensitivitas metode ini adalah sebesar 97,8%, sedangkan
spesifisitasnya 97,6%.
Prinsip teknik ELISA sama dengan teknik RIA (radioimmunoassay),
yaitu dengan mereaksikan antigen (Ag) yang tidak dilabel dan terdapat dalam
spesimen, bersama antigen yang dilabel (Ag*) dengan antibodi (Ab) spesifik,
sehingga antigen berlabel dan antigen dalam spesimen akan berkompetisi untuk
mengikat antibodi dan membentuk kompleks Ag*-Ab-Ag. Apabila kadar Ag*
sebelum reaksi diketahui, maka sisa Ag* yang tidak bereaksi atau yang terikat
pada kompleks dapat diukur. Pada teknik ELISA indikator yang digunakan adalah
enzim. Kelebihan teknik ELISA adalah: cukup sensitif, reagen mempunyai half
life yang lebih panjang dibanding reagen RIA, dapat menggunakan
spektrofotometer biasa dan mudah dilakukan, serta tidak mengandung bahaya
radioaktif (Kresno, 1996).
Bergantung pada apa yang ingin diuji, pada teknik ELISA harus ada
antibodi atau antigen yang dikonjugasikan dengan enzim dan substrat yang sesuai.
Enzim yang paling disukai adalah fosfatase alkali (AP) dan horseradish
peroxidase (HRP), sedangkan substrat yang paling sering digunakan adalah o-
phenylenediamine (OPD), dan tetramethylbenzidine (TMB). Substrat para-
nitrophenylphosphate (pNPP) dapat dipilih apabila enzim yang digunakan adalah
fosfatase alkali. Hidorlisis substrat oleh enzim biasanya berlangsung dalam waktu
15
tertentu dan reaksi dihentikan dengan penambahan asam atau basa kuat. Karena
banyaknya antibodi berlabel enzim (AbE) yang terikat pada kompleks Ag-AbE
sesuai dengan kadar Ag dalam spesimen, maka banyaknya enzim yang terikat
pada kompleks dan intensitas warna yang timbul setelah substrat dihidrolisis oleh
enzim yang terikat pada kompleks Ag-AbE merupakan ukuran untuk kadar Ag
yang diuji (Kresno, 1996).
ELISA telah banyak mengalami perubahan sejak teknik ini pertama kali
dipublikasikan. Keragaman terbesar dalam ELISA dapat dilihat dari pemilihan
konjugat dan substratnya. Keragaman lain terdapat pada konfigurasinya.
Konfigurasi paling sederhana adalah ELISA langsung, sedangkan konfigurasi lain
adalah ELISA tak langsung, ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich,
ELISA penangkap antibodi, dan ELISA kompetitif atau ELISA pemblok
(Burgess, 1995).
1. ELISA langsung
Ini merupakan konfigurasi paling sederhana. Antigen secara langsung
diadsorbsikan ke suatu substrat padat. Permukaan substrat dicuci dan antibodi
yang ditempeli enzim digunakan untuk menunjukkan adanya antigen.
Konfigurasi ini memerlukan antiserum yang dikonjugasikan pada enzim dan
bersifat sesifik untuk antigen yang dimaksud. Terapannya meliputi skrinning
antigen seperti imunoglobulin pada serum janin sapi (Burgess, 1995).
2. ELISA tak langsung
Metode ini merupakan konfigurasi paling sederhana yang dapat
digunakan untuk mengukur titer antibodi. Antigen teradsorbsi pada substrat
16
padat. Antibodi primer diperoleh dari serum atau bermacam cairan tubuh
lainnya. Antibodi sekunder terikat pada enzim yang sesuai, dan biasanya
disebut sebagai konjugat. Hasil akan tampak bila ditambahkan substrat. Cara
ini juga digunakan untuk identifikasi antigen dan untuk skrining Hibridoma
(Burgess, 1995).
3. ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich
Konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat
untuk menangkap antigen secara spesifik. Konfigurasi sisanya serupa dengan
ELISA tidak langsung. Antibodi penangkap, antigen dan sistem indikator
dibuat konstan dan yang berubah adalah titer antibodi primer untuk antigen
spesifik (Burgess, 1995).
4. ELISA penangkap antibodi
Konfigurasi ini menggunakan antiglobulin yang terikat pada substrat
padat. Antibodi sampel yang diuji ditangkap dan sistem indikator menempeli
antigen berlabel (Burgess, 1995).
5. ELISA kompetitif atau ELISA pemblok
Pengujian kompetisi antibodi membutuhkan antigen untuk ditangkap
antibodi secara langsung maupun lewat antibodi spesifik ke substrat padat.
Antibodi yang telah dikenal bersaing dengan antibodi yang tidak dikenal untuk
mendapatkan tempat penempelan pada antigen. Antibodi yang telah diketahui
dapat dilabel atau dapat dideteksi menggunakan antibodi antispesiesnya
(Burgess, 1995).
17
H. Kerangka Pemikiran
Sistem imun merupakan suatu sistem pertahanan tubuh yang berfungsi
untuk menolak segala substansi asing yang dapat memberikan efek buruk bagi
tubuh. Salah satu substansi yang berperan dalam imunitas tubuh adalah antibodi.
Substansi ini bertugas melindungi tubuh dari zat asing yang masuk ke tubuh, yang
dikenal sebagai antigen. Karena peranan yang sangat penting, yaitu mencegah
serangan penyakit dan menjaga kesehatan tubuh, maka sistem imun harus selalu
dalam kondisi baik dan kuat. Salah satu cara meningkatkan kekuatan sistem imun
adalah dengan pemberian suplemen.
Daun mimba, salah satu tanaman obat tradisional Indonesia, telah banyak
dipercaya sebagai sarana untuk menyehatkan tubuh, salah satunya dengan
memperkuat tubuh (Hutapea, 1993). Tumbuhan mimba mengandung berbagai
senyawa kimia, di antaranya adalah flavonoid, rutin, tanin, dan senyawa fosforus
yang memiliki aktivitas imunostimulan. Beberapa bagian tumbuhan mimba telah
diteliti berkaitan dengan aktivitas imunomodulator. Dari penelitian-penelitian
tersebut diketahui bahwa ekstrak air dari batang dan daun mimba memiliki
aktivitas imunostimulan baik secara humoral maupun seluler (Biswas, 2002). Pada
uji respon imun humoral, tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun mimba (100
mg/kg) memiliki level IgG dan IgM serta titer antibodi anti-ovalbumin yang lebih
tinggi daripada kelompok kontrol (Ray, 1996).
18
I. Hipotesis
Ekstrak etanolik daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dapat berefek
sebagai imunomodulator dengan peningkatan kadar antibodi dalam darah.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian jenis eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Dosis ekstrak etanolik daun mimba yaitu 35 mg/kg BB tikus, 70 mg/kg BB
tikus, dan 140 mg/kg BB tikus.
b. Variabel tergantung
Titer antibodi dalam darah pada tikus pada tiap perlakuan dalam jangka waktu
7 hari setelah setiap pemberian antigen.
c. Variabel pengacau terkendali
1) Waktu pengambilan darah dilakukan setiap 7 hari setelah pemberian
antigen.
2) Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur wistar berusia 3 bulan
dengan berat badan 150-250 g.
3) Pemanenan daun mimba dilakukan satu kali pada tempat dan waktu yang
sama.
20
d. Variabel pengacau tak terkendali
Kondisi patofisiologis hewan uji.
2. Definisi Operasional
a. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur wistar yang diperoleh dari
Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan (UPHP) UGM berumur 3 bulan.
b. Ekstrak etanolik daun mimba merupakan hasil penyarian serbuk daun mimba
secara maserasi dengan penyari etanol 70%.
c. Imunostimulan adalah senyawa yang menyebabkan peningkatan sistem imun
tubuh antara lain dengan peningkatan kadar antibodi.
d. Antibodi yang terukur adalah subkelas imunoglobulin G (IgG).
e. Titer antibodi merupakan besaran konsentrasi antibodi yang dinyatakan dalam
absorbansi atau optical density (OD).
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas,
blender, maserator, vacuum rotary evaporator, oven, desikator, alumunium
foil, timbangan analitik (Sartorius), alat injeksi (Terumo), magnetic stirrer,
tabung sentrifuge (Nunc), swing rotor sentrifuge, lemari pendingin,
mikropipet, volume repeator, 96-well plate (Nunc), ELISA reader (SLT 340
ATC), tissue (Nice), sarung tangan, masker.
2. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
21
a. Daun mimba segar yang diambil dari Desa Gayamharjo, Sleman, Yogyakarta
b. Hewan uji: tikus jantan galur Wistar yang berusia 3 bulan dengan berat badan
150-250 gram
c. Etanol teknis 70%
d. Aquades
e. Antigen: vaksin hepatitis B (Hepavac-gene®)
f. Bahan untuk metode ELISA:
1) Larutan phosphate-buffered saline (PBS): Natrium Klorida (E-Merck),
Natrium dihidrogen fosfat (E-Merck), Natrium 2-dihidrogen fosfat (E-
Merck), Tween 20 (E-Merck)
2) Reagen pem-blok: bovine serum albumin (BSA) (Gibco)
3) Natrium hidrogen karbonat (E-Merck)
4) Natrium karbonat (E-Merck)
5) Antibodi sekunder: konjugat anti-mouse IgG Alkaline Phosphatase
6) Substrat: 4-nitrofenil fosfat (NPP) (E-Merck)
7) Reagen stopper: asam Sulfat (E-Merck)
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tumbuhan
Determinasi pohon mimba dilakukan dengan menggunakan buku Flora of
Java volume I dan II (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965).
22
2. Pengumpulan daun mimba
Daun mimba yang diambil dari pohon mimba yang tumbuh di Desa
Gayamharjo, Sleman, Yogyakarta, pada bulan Mei 2008, yang dipilih adalah
daun yang sudah tua dan berwarna hijau tua. Daun disortir dan dicuci dengan
air mengalir.
3. Pengeringan daun mimba
Daun mimba diratakan, ditata setipis mungkin agar cepat kering bila
dikeringkan di bawah sinar matahari, dengan ditutup kain hitam. Penjemuran
dilakukan sampai daun mimba kering, yang ditandai dengan mudah
dipatahkannya daun tersebut dengan tangan. Pengeringan dijaga agar jangan
sampai daun menjadi coklat karena dikhawatirkan kandungan senyawa
mungkin rusak.
4. Pembuatan serbuk daun mimba
Setelah kering, daun mimba dibuat serbuk dengan cara diremas-remas,
kemudian diblender sampai halus dan diayak dengan ayakan tepung yang
mempunyai 132 lubang per 1 cm2.
5. Pembuatan ekstrak etanolik daun mimba
50 gram serbuk daun mimba dimaserasi dengan etanol 70% sebanyak 250
ml. Proses maserasi dilakukan secara kinetik, yaitu dengan penggojogan
selama 24 jam terus-menerus dengan bantuan alat maserator (shaker). Serbuk
yang telah dimaserasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat atau
maseratnya. Filtrat kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator
dan dikeringkan dengan desikator.
23
6. Perlakuan hewan percobaan
Tikus diinduksi dengan ekstrak etanolik daun mimba sesuai dengan tiga
kelompok perlakuan kadar setiap hari selama 2 minggu. Tikus diimunisasi
dengan antigen vaksin Hepatitis B, secara intraperitonial. Imunisasi diulang
setiap 2 minggu hingga 3 kali pemberian antigen. Tikus diambil darahnya satu
kali sebelum dimulai perlakuan dan tiga hari setelah imunisasi terakhir.
Sampel serum dianalisis dengan metode ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) untuk mengetahui jumlah antibodi yang dihasilkan
terhadap antigen vaksin hepatitis B.
7. Metode ELISA
Mikroplet dilapisi dengan antigen vaksin Hepatitis B kadar 5 µg/ml dalam
PBS sebanyak 100 µl per sumuran, kemudian diinkubasi semalam pada suhu
370C. Cuci 3 kali dengan PBST20 0,05%. Blok dengan BSA 0,5% dalam PBS
sebanyak 100 µl per sumuran, diinkubasikan selama 1 jam pada 370C. Serum
dilarutkan dalam PBS dengan perbandingan 1:50, kemudian dimasukkan ke
dalam mikroplet sebanyak 100 µl per sumuran. Mikroplet kemudian
diinkubasikan pada 370C selama 2 jam. Cuci 3 kali dengan PBST20 0,05%.
Goat antimouse IgG dimasukkan ke dalam sumuran sebanyak 100 µl per
sumuran, inkubasikan selama 1 jam pada 370C, kemudian cuci 3 kali dengan
PBST20 0,05%. Substrat NPP dimasukkan ke dalam sumuran sebanyak 100 µl
per sumuran. Mikroplet diinkubasikan pada temperatur kamar selama 15
menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2,5M H2SO4 sebanyak 50 µl per
sumuran. Hasil dibaca serapannya pada ELISA reader λ 405 nm.
24
E. Analisis Hasil
Untuk menganalisis signifikansi antara perlakuan dan kontrol dilakukan
pengolahan data secara statistik. Data diuji normalitasnya, apabila distribusi data
normal, uji statistik yang dilakukan adalah uji parametrik dengan ANOVA satu
arah. Apabila distribusi data tidak normal, dilakukan uji non parametrik dengan
Kruskal-Wallis.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Daun Mimba dan Pembuatan Simplisia
Daun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanaman
Azadirachta indica (A. Juss). Daun segar diambil dari Desa Gayamharjo, Sleman,
Yogyakarta, pada bulan Mei tahun 2008. Bahan yang digunakan berasal dari satu
pohon dan dikumpulkan dalam satu waktu yang sama untuk mengurangi variabel
pengacau seperti umur tanaman dan kondisi lingkungan saat daun dipetik, yang
akan mempengaruhi kandungan kimia dalam daun. Daun yang dipilih adalah yang
umurnya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua agar senyawa kimia yang
dikandung optimal. Setelah dipetik, dilakukan pemisahan antara daun dengan ibu
tangkai daun dan bahan-bahan asing lainnya, kemudian dicuci dengan air bersih
mengalir. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan pengotor dari permukaan
daun.
Daun yang telah dibersihkan selanjutnya dikeringkan dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari dan ditutup dengan kain hitam untuk mencegah
kerusakan senyawa. Setelah daun cukup kering dilanjutkan dengan pengeringan
menggunakan oven bersuhu 40-600 C selama 24 jam sampai daun mudah
dihancurkan. Selanjutnya daun diserbuk dengan bantuan blender, dan diayak
dengan saringan yang memiliki 154 lubang per 1 cm2. Serbuk yang diperoleh
disimpan sebagai serbuk simplisia kering.
26
B. Hasil Ekstraksi
Serbuk simplisia yang telah diperoleh diekstraksi dengan pelarut etanol
teknis 70%. Pelarut akan menembus dinding sel simplisia dan melarutkan
senyawa dengan kepolaran yang sesuai. Perbedaan konsentrasi senyawa di dalam
dan di luar sel akan menimbulkan gradien konsentrasi sehingga senyawa di dalam
sel akan terdesak keluar. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dengan
pengadukan secara kontinu selama 24 – 48 jam. Metode maserasi dipilih karena
mudah, sederhana, tidak memerlukan panas tinggi dan dapat menyari secara
efektif.
Hasil maserasi disaring kemudian dipekatkan menggunakan vaccum
rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 40 – 600 C sampai diperoleh ekstrak kering.
Untuk keperluan pembuatan ekstrak etanolik daun mimba diperlukan 1100 gram
serbuk simplisia, dan diperoleh 72,36 gram ekstrak kering berwarna hitam.
C. Hasil Perlakuan terhadap Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur wistar berusia ± 12 minggu. Pada usia tersebut sistem organ tubuh tikus
telah terbentuk secara sempurna. Pemilihan hewan uji tikus berdasarkan pada
kemiripan profil ADME (absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) dengan
manusia. Tikus juga merupakan hewan yang mudah diperoleh dalam jumlah besar
dan mudah perawatannya. Sistem imun tikus jantan lebih sedikit dipengaruhi oleh
27
hormon resproduksi dibandingkan tikus betina, sehingga dapat meminimalisasi
variasi data.
Dalam penelitian menggunakan hewan uji penting untuk memperhatikan
kondisi pemeliharaan hewan, seperti makanan, minuman, kebersihan, cahaya dan
sirkulasi udara di tempat pemeliharaan. Hal-hal tersebut penting karena dapat
mempengaruhi kesahihan penelitian. Peningkatan titer antibodi diinduksi dengan
pemejanan antigen, yaitu vaksin Hepatitis B. Oleh karena itu faktor-faktor lain
yang dapat menginduksi peningkatan titer antibodi perlu diminimalisir. Tikus
diberi perlakuan ekstrak etanolik daun mimba selama 48 hari dengan dosis 35
mg/kg BB, 70 mg/kg BB, dan 140 mg/kg BB. Pemberian dosis tersebut mengacu
pada penelitian yang menyebutkan bahwa ekstrak air daun mimba dengan dosis
100 mg/kg BB dapat meningkatkan respon imun secara humoral dan seluler (Ray,
1996). Pemejanan ekstrak dilakukan melalui rute oral karena rute tersebut
merupakan rute administrasi yang digunakan oleh manusia.
Pemantauan kondisi kesehatan hewan uji dilakukan dengan mengamati
perubahan berat badan setiap harinya. Tikus yang memiliki kondisi patologis
buruk cenderung mengalami penurunan berat badan secara drastis. Penurunan
berat badan tersebut dapat menjadi peringatan untuk memberikan perlakuan
khusus. Selain untuk pemantauan kesehatan, pengamatan berat badan setiap
harinya digunakan untuk mengukur volume larutan ekstrak etanolik daun mimba
dan vaksin yang diberikan sehingga sesuai dengan dosis yang diberikan.
28
Gambar 2. Profil Rata-rata Berat Badan Tikus Setiap Minggu Selama Masa Perlakuan
Pemberian ekstrak etanolik dengan dosis 140 mg/kg BB menyebabkan
perubahan pada feses hewan uji menjadi berwarna hitam dan konsistensinya lebih
keras. Perubahan tersebut dapat mengindikasikan adanya kerusakan pada organ
hepar. Dari penelitian mengenai toksisitas akut ekstrak etanolik daun mimba
diketahui bahwa ekstrak etanolik daun mimba memiliki tingkat ketoksikan praktis
tidak akut (5-15 g/kgBB), namun menyebabkan terjadinya perubahan
histopatologi hepar (Apriyanto, 2002). Sel-sel hepar menghasilkan cairan empedu
yang salah satu komposisinya adalah garam bikarbonat. Ion-ion bikarbonat yang
distimulasi oleh sekretin berfungsi menetralkan asam lambung yang masuk ke
duodenum. Ketidakmampuan sel epitelial yang mengitari saluran empedu pada
hepar untuk memproduksi larutan garam bikarbonat dapat memungkinkan cairan
empedu tidak dapat menetralkan larutan asam yang keluar dari lambung menuju
ke duodenum. Suasana asam dapat menimbulkan luka pada dinding usus halus
dan mempengaruhi warna feses yang dikeluarkan, yaitu berwarna hitam. Dari
pengamatan histopatologi hepar hewan uji kelompok perlakuan dosis paling besar
(140 mg/kg BB) diketahui bahwa terjadi penebalan dan muncul vakuola pada
29
kapsula Glissoni (selaput pembungkus hepar), inflamasi, pelebaran sinusoid,
hemorraghi pada daerah di sekitar kapsula Glissoni, namun hepatosit normal.
Perubahan-perubahan tersebut bersifat reversibel karena sel hepatosit tetap
normal.
(a) (b) Gambar 3. (a) Histologi Hepar Tanpa Perlakuan Ekstrak Etanolik Daun Mimba
(Perbesaran 400x) (b) Histologi Hepar dengan Perlakuan Ekstrak Etanolik Daun Mimba Dosis 140mg/kgBB (perbesaran 400x) (i) hepatosit (ii) sinusoid (iii) kapsula glissoni (iv) vakuola (v) sel radang
D. Hasil Pengamatan Titer Antibodi
Serum hewan uji diperoleh dengan pengambilan sampel darah sebelum
mulai diberi perlakuan ekstrak etanolik daun mimba dan setelah perlakuan
berakhir. Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay). Konfigurasi yang dipilih adalah ELISA tak
langsung. Pemilihan tersebut dikarenakan ELISA tak langsung merupakan metode
paling sederhana untuk pengukuran titer antobodi. Dalam metode ini digunakan
antibodi anti IgG tikus yang dikonjugasi dengan enzim alkaline phosphatase, dan
dengan substrat NPP dapat bereaksi membentuk kompleks warna sehingga dapat
diukur absorbansinya dengan metode spektrofotometri visibel.
30
Untuk pengukuran digunakan mikroplet dengan 96 sumuran. Mikroplet
dilapisi antigen vaksin Hepatitis B yang dilarutkan dalam medium Phosphate-
Buffered Saline. Selanjutnya ditambahkan larutan BSA yang berfungsi sebagai
pemblok untuk mempertahankan lapisan pertama agar tetap menempel pada
dinding sumuran. Pemblokan substrat padat juga bertujuan untuk menghambat
terjadinya reaksi pengikatan non-spesifik yang dapat mengganggu pengukuran.
BSA mengisi tempat-tempat kosong yang tertinggal pada substrat padat sehingga
menghambat pengikatan non-spesifik. Serum yang diperoleh dari hewan uji
kemudian dimasukkan ke dalam mikroplet dan diinkubasi selama 2 jam. Setelah
inkubasi, mikroplet dicuci dengan medium PBST20 untuk menghilangkan
imunoglobulin yang tidak berikatan dengan antigen (imunoglobulin sisa). Goat
anti-mouse IgG yang terkonjugasi enzim ditambahkan sebagai antibodi sekunder
untuk mendeteksi IgG hewan uji yang berikatan dengan antigen dalam mikroplet.
Setelah diinkubasi selama 2 jam, mikroplet kembali dicuci dengan medium
PBST20 untuk menghilangkan sisa antibodi sekunder yang tidak berikatan dengan
IgG hewan uji. Substrat NPP dimasukkan ke dalam mikroplet agar bereaksi
dengan enzim yang terkonjugasi pada antibodi sekunder dan membentuk senyawa
4-nitrofenolat yang berwarna kuning. Reaksi pembentukan kompleks warna
dihentikan dengan penambahan H2SO4 2,5M. Hasil reaksi dibaca serapannya pada
ELISA reader dengan prinsip spektrofotometri visibel pada panjang gelombang
405 nm (panjang gelombang yang sesuai untuk warna kuning).
31
Ganbar 4. Skema ikatan yang terjadi dalam plat ELISA (Anonim, 2008d)
Gambar 5. Reaksi substrat NPP dengan enzim alkalin fosfatase
Data yang diperoleh dari pengukuran ini berupa absorbansi kompleks
warna yang kemudian diolah secara statistik untuk mengetahui apakah ada
perbedaan karena perlakuan dengan ekstrak etanolik daun mimba.
32
Tabel I. Data Rata-rata Absorbansi Titer Antibodi Setelah Perlakuan
KELOMPOK MEAN ± SD
K 0.054 ± 0.001
D1 0.053 ± 0.002
D2 0.052 ± 0.001
D3 0.054 ± 0.001
Grafik Rata-rata Absorbansi Kelompok Kontrol dan Perlakuan
0.05
0.051
0.052
0.053
0.054
0.055
Kontrol Aquades Dosis 1(35mg/kgBB)
Dosis 2(70mg/kgBB)
Dosis 3(140mg/kgBB)
Kelompok Perlakuan
Abs
orba
nsi
Gambar 6. Grafik Rata-rata Absorbansi Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar kelompok perlakuan
dilakukan uji statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Uji yang digunakan adalah
uji Kruskal Wallis menggunakan program SPSS 12.0. Uji Kruskal Wallis dipilih
karena distribusi data tidak normal dan data tidak homogen. Hasil uji Kruskal
Wallis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan
(P<0,050).
Pada kelompok perlakuan dengan ekstrak daun mimba tampak terjadi
penurunan rata-rata titer antibodi pada dosis pertama dan kedua bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Kemudian pada kelompok dosis ketiga rata-rata titer
antibodi naik kembali sehingga setara dengan kelompok kontrol.
33
Mimba memiliki kandungan senyawa imunomodulator, baik yang
beraktivitas sebagai imunostimulan maupun imunosupresan. Hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian pengaruh ekstrak etanolik daun mimba
terhadap proliferasi sel limfosit (belum dipublikasi) di mana ekstrak etanolik daun
mimba pada dosis 35; 70; 140 mg/kg BB mampu meningkatkan proliferasi sel
limfosit dibandingkan kelompok kontrol aquades. Dari perbandingan hasil ini
diketahui bahwa ekstrak etanolik daun mimba mampu meningkatkan proliferasi
sel limfosit namun juga dapat menurunkan produksi antibodi. Perbedaan hasil
tersebut dimungkinkan terjadi karena dalam ekstrak etanolik daun mimba terdapat
flavonoid. Dalam suatu penelitian mengenai efek imunomodulasi flavonoid
disebutkan bahwa flavonoid dapat menghambat proliferasi PBMC (human
peripheral blood mononuclear cells) dan berakibat pada penghambatan produksi
interleukin-2 dan interferon-γ (Yuh-Chi, 2004). IL-2 merupakan salah satu sitokin
yang menstimulasi sel B untuk berproliferasi dan mensekresi imunoglobulin
(Punturee, 2005).
Untuk mengetahui secara pasti senyawa-seyawa yang berperan dalam
aktivitas imunomodulasi (terutama imunostimulasi) ekstrak etanolik daun mimba
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, serta optimasi kadar masing-masing
komponen agar dapat memberikan efek imunostimulan yang baik.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanolik daun mimba pada dosis 35 mg/kg BB, 70 mg/kg BB, dan 140
mg/kg BB yang dipejankan pada tikus jantan galur Wistar tidak memberikan
efek imunostimulan dengan peningkatan kadar antibodi.
2. Pada pemberian ekstrak etanolik daun mimba dosis 35 mg/kg BB dan 70
mg/kg BB cenderung terjadi penurunan kadar antibodi (imunosupresan).
3. Hasil histologi hepar menunjukkan adanya perubahan pada organ hepar
setelah pemejanan 140 mg/kgBB ekstrak etanolik daun mimba, yaitu terjadi
hemorraghi, inflamasi, pelebaran sinusoid dan penebalan kapsula glissoni.
Perubahan ini masih reversibel selama sel hepatosit masih normal.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa yang
bertanggung jawab terhadap efek imunostimulan dan imunosupresan dalam
daun mimba. Penelitian dapat dilakukan dengan cara memfraksinasi dan
mengisolasi senyawa-senyawa dalam ekstrak etanolik daun mimba, kemudian
dilakukan uji peningkatan kadar antibodi.
2. Perlu dilakukan penelitian ulang dengan dosis ekstrak etanolik yang lebih
besar untuk melihat pola peningkatan kadar antibodi lebih lanjut.
35
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengoptimasi kadar senyawa dalam ekstrak
etanolik daun mimba agar memberikan efek peningkatan kadar antibodi yang
optimal.
36
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 9, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1986, Sediaan Galenika, 10-16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1998, The Neem Tree, HDRA-The Organic Organisation, http://www.gardenorganic.org.uk/pdfs/international_programme/NeemTree.pdf, diakses tanggal 20 Desember 2008.
Anonim, 2000, Parameter standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan 1, 1-6, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2008a, immune respons, http://www.biol.sc.edu/courses/bio102/f97-39.html, diakses tanggal 3 November 2008
Anonim, 2008b, Immunomodulator, http://medical.merriam-webster.com/medical/immunomodulator, diakses tanggal 8 Mei 2008.
Anonim, 2008c, Product-Hepavax-Gene, http://www.crucell.com/Products-Hepavax-Gene, diakses tanggal 16 Oktober 2008.
Anonim, 2008d, Plant Virus, http://www.apsnet.org/education/IntroPlantPath/PathogenGroups/plantViruses/text/fig27.htm, diakses tanggal 7 Januari 2009.
Apriyanto, A., 2002, Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit, Skripsi, xvi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Baral, R., Chattopadhyay, U., 2004, Neem (Azadirachta indica) Leaf Mediated Immune Activation Causes Prophylactic Growth Inhibition of Murine Erlich Carcinoma and B16 Melanoma, Int. Immunopharmacol Mar;4(3):355-66, http://www.researchneem.com/research/IMMUNESYS TEM.pdf, diakses tanggal 10 Mei 2008
Burgess, G. W., 1995, Prinsip Dasar ELISA dan Variasi Konfigurasinya, dalam Burgess, G. W., (Ed.), Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian, 51-60, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Biswas, K., Ishita C., Ranajit K. B. and Uday B., 2002, Biological Activities and Medicinal Properties of Neem (Azadirachta indica), Current Science, vol.
37
82, no. 11, 10 june 2002, www.ias.ac.in/currsci/jun102002/1336.pdf, diakses tanggal 3 Januari 2009.
Bratawidjaja, K. G., 2004, Imunologi Dasar, edisi ke-6, 7, 73, 77, 450, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Christian, G. D., 2004, Analytical Chemistry, 689-691, John Wiley and Sons, Inc., USA.
Dasgupta, 1992, Modern Immunology, 77, 79 Jaypee Brothers, New Delhi.
Duke, J., 1996, Dr. Duke’s Phytochemical and Ethnobotanical Databases, Azadiractha indica A. Juss Activities, http://sun.ars-grin.gov:8080/npgspub/xsql/duke/plantdisp.xsql?taxon=146, diakses tanggal 13 Mei 2008
Gan, V.H.S., dan Handoko, T., 1991, Farmakologi dan Terapi ed 3, 639 – 641, Gaya Baru, Jakarta.
Hutapea, J. R., dkk, 1993, Inventaris Tanaman Obat Indonesia II, 67, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Juyal, P.D., Singla L.D., 2008, Herbal Immunomodulatory and Therapeutics Approaches to Control Parasitic Infection in Lifestock, http://hillagric.ernet.in/education/covas/vpharma/winter%20school/lectures/24%20Herbal%20immunomodulatory%20approaches%20parasitic.pdf, diakses tanggal 25 April 2008
Korsmeyer, S. J., 1991, Immunoglobulin : Protein and Genes, in Schwartz, B. D., (Ed.), Immunology, 11, Upjohn Company, Kalamazoo.
Kresno, S. B., 1996, Imunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, edisi pertama, 16, 65, 71, 413-414, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Mandal, I., Chattopadhyay, U., and Baral R., 2007, Neem Preparation Enhances Th1 Type Immune Response and Anti-tumor Immunity Against Breast Tumor Associated Antigen, Cancer Immunity vol 7, p.8, http://www.cancerimmunity.org/v7p8/070308.htm, diakses tanggal 10 Mei 2008
Punturee, K., Wild, C.P., Kasinrerk, W., Vinitketkumnuen, U., 2005, Immunomodulatory Activites of Centella asiatica and Rhinacanthus nasutus Extracts, Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, vol 6, p.399, www.apocp.org/cancer_download/Vol6_No3/Khanittha%20Punturee.pdf, diakses tanggal 27 Februari 2009.
38
Quinn, C. P., Semenova, V. A., Elie, C. M., Romero-Steiner, S., Greene, C., Li, H., et al., 2002, Specific, Sensitive, and Quantitative Enzyme-Linked Immunosorbent Assay for Human Immunoglobulin G Antibodies to Anthrax Toxin Protective Antigen, http://www.cdc.gov/NCIDOD/eid/vol8no10/pdf/02-0380.pdf, diakses tanggal 5 Mei 2008
Ray, A., Banerjee B.D., Sen P., 1996, Modulation of humoral and cell-mediated immune responses by Azadirachta indica (Neem) in mice, Indian J Exp Biol. 1996 Jul ;34 (7):698-701 8979510, http://lib.bioinfo.pl/pmid:8979510 biobank, diakses tanggal 10 Mei 2008
Roitt, I. M., 2003, Immunologi Essential Immunology, edisi ke-8, diterjemahkan oleh Harahap, A., Kurniawan, L., Djauzi, S., Kresno, S. B., Dachlan, Y. P., 21-22, Widya Medika, Jakarta.
Sairam M, Sharma S.K., Ilavazhagan G., Kumar D., Selvamurthy W., 1997, Immunomodulatory Effect of NIM-76, A Volatile Fraction from Neem Oil, J Ethnopharmacol, Jan; 55(2) :133-9, http://www.researchneem.com/research/IMMUNESYSTEM.pdf, diakses tanggal 10 Mei 2008
Upadhyay SN, Dhawan S, Garg S, and Talwar GP, 1992, Immunomodulatory effects of neem (Azadirachta indica) oil, Int J Immunopharmacol Oct;14(7) : 1187-93, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8979510?Dopt =Abstract, diakses tanggal 10 Mei 2008
Wang, C., 2001, Soluble CD4 Suppresses T-dependent IgG2a Antibody Response of CD4 Loosing Mice by Inhibiting IFNγ Production, J Microbiol Immunol Infect, 34, 36.
Yuh-Chi, K., Li-Ming, Y., Lie-Chwen, L., 2004, Isolation and immunomodulatory effect of flavonoids from Syzygium samarangense, Planta medica, vol 70, p.1237, http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=16385138, diakses tanggal 29 Februari 2009
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1. Perhitungan Dosis
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Ray (1996), ekstrak air
daun mimba pada dosis 100 mg/kgBB mencit mempunyai efek peningkatan titer
antibodi. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ½ x, 1x, dan 2x dosis
acuan.
Konversi dosis dari mencit 20 g ke tikus 200 g = 7,0
Dosis I : ½ x 100 mg/kgBB mencit = 50 mg/kgBB
Dosis pada mencit 20 g = x 50 mg/kgBB = 1 mg/20 g
Dosis pada tikus 200 g = 1 mg/20 g x 7,0 = 7 mg/200 g
Dosis per kgBB tikus = 7mg/200g x = 35 mg/kgBB
Dosis II : 100 mg/kgBB mencit = 100 mg/kgBB
Dosis pada mencit 20 g = x 100 mg/kgBB = 2 mg/20 g
Dosis pada tikus 200 g = 2 mg/20 g x 7,0 = 14 mg/200 g
Dosis per kgBB tikus = 14 mg/200g x = 70 mg/kgBB
Dosis III : 2 x 100 mg/kgBB mencit = 200 mg/kgBB
Dosis pada mencit 20 g = x 200 mg/kgBB = 4 mg/20 g
Dosis pada tikus 200 g = 4 mg/20 g x 7,0 = 28 mg/200 g
Dosis per kgBB tikus = 28 mg/200g x = 140 mg/kgBB
Kelompok kontrol aquades :
Volume pemberian per oral untuk tikus 200 g = 0,5 ml
41
Perhitungan dosis antigen
Antigen yang digunakan adalah Hepavax-Gene® dengan dosis 20 µg
digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan asumsi berat badan 50 kg.
Konsentrasi antigen adalah 20 µg/ml
Konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018
Dosis untuk manusia 70 kg = x 20 µg = 28 µg
Dosis antigen untuk tikus 200g = 0,018 x 28 µg = 0,504 µg/200 g
Volume pemberian intraperitoneal = 2,5 ml
Konsentrasi yang dibuat = = 0,202 µg/ml ~ 0,2 µg/ml
Pengenceran dilakukan 100 x
42
Lampiran 2. Rata-rata Berat Badan Tikus per Minggu
Tabel II. Profil Berat Badan Tikus Hasil Rata-rata Mingguan Selama Masa Perlakuan
Profil Berat Badan Tikus Selama Masa Perlakuan
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
Minggu VI
Minggu VII
191,8 215,5 230,4 262,8 276,0 289,3 281,3 171,4 200,2 211,7 243,6 255,1 265,7 259,1 195,8 224,8 236,0 271,6 281,7 299,3 284,1 168,9 202,5 215,5 256,5 278,2 292,0 286,8 186,6 197,1 210,1 229,9 245,2 255,8 262,1 164,0 184,8 198,1 230,8 240,1 249,0 237,4
Kontrol Aquades
183,5 208,1 215,0 242,1 254,9 263,5 262,0 Rata rata 180,3 204,7 216,7 248,2 261,6 273,5 267,5
150,2 170,3 183,3 207,7 219,3 228,7 219,7 174,8 188,6 202,5 216,6 227,1 246,9 247,4 191,9 216,4 238,3 262,2 264,7 274,6 270,3 158,9 181,2 199,0 213,0 220,8 223,2 213,0 153,0 165,0 181,5 207,7 220,3 232,7 229,7 180,1 199,4 210,4 221,0 231,1 243,2 240,8
Perlakuan Dosis 1
(35 mg/kgBB)
161,3 180,2 199,8 226,1 236,5 243,4 241,3 Rata rata 167,2 185,9 202,1 222,0 231,4 241,8 237,5
211,5 242,8 266,7 306,3 328,4 343,8 341,1 189,2 211,1 227,9 249,2 256,4 257,8 252,2 164,9 178,0 191,6 224,4 243,0 250,3 241,0 164,8 186,5 207,2 220,0 228,8 239,2 233,3 155,0 169,4 190,5 211,4 222,3 231,2 237,4 167,9 184,0 206,3 232,6 248,5 256,8 254,7
Perlakuan Dosis 2
(70 mg/kgBB)
179,1 212,3 239,5 276,5 302,7 318,2 311,1 Rata rata 176,1 197,7 218,5 245,8 261,4 271,0 267,3
153,8 193,3 209,7 233,0 248,7 257,5 256,4 184,5 211,9 214,5 234,4 246,3 253,3 246,8 155,7 187,6 211,4 243,4 251,3 259,4 256,3 140,9 158,9 164,2 186,6 211,7 223,1 233,4 164,8 183,9 197,2 224,8 246,9 244,7 239,7 187,7 175,5 195,0 225,7 247,9 249,5 240,6
Perlakuan Dosis 3
(140 mg/kgBB)
157,0 213,1 231,7 258,8 264,3 289,2 281,6 Rata rata 163,5 189,2 203,4 229,5 245,3 253,8 250,7
43
Lampiran 3. Data Absorbansi Peningkatan Titer Antibodi
Tabel III. Hasil Uji Peningkatan Titer Antibodi secara ELISA
Lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total Kelompok N Percent N Percent N Percent
kontrol 9 100.0% 0 .0% 9 100.0%D1 11 100.0% 0 .0% 11 100.0%D2 8 100.0% 0 .0% 8 100.0%
Absorbansi
D3 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
Absorbansi Hewan
Uji Kelompok
Kontrol
Aquades
Kelompok
Dosis I
(35 mg/kg BB)
Kelompok
Dosis II
(70 mg/kg BB)
Kelompok
Dosis III
(140 mg/kg BB) 1 0.054 0.054 0.052 0.053
2 0.054 0.054 0.051 0.052
3 0.056 0.056 0.051 0.055
4 0.054 0.055 0.052 0.055
5 0.052 0.054 0.053 0.054
6 0.052 0.055 0.051 0.054
7 0.054 0.053 0.051 0.053
8 0.053 0.051 0.053 -
9 0.054 0.051 - -
10 - 0.051 - -
11 - 0.051 - -
44
Descriptives Kelompok Statistic Std. Error
Mean .05367 .000408Lower Bound .05273 95% Confidence
Interval for Mean Upper Bound .05461
5% Trimmed Mean .05363 Median .05400 Variance .000 Std. Deviation .001225 Minimum .052 Maximum .056 Range .004 Interquartile Range .002 Skewness .292 .717
kontrol
Kurtosis .825 1.400Mean .05318 .000569
Lower Bound .05191 95% Confidence Interval for Mean Upper Bound
.05445
5% Trimmed Mean .05315 Median .05400 Variance .000 Std. Deviation .001888 Minimum .051 Maximum .056 Range .005 Interquartile Range .004 Skewness -.100 .661
D1
Kurtosis -1.613 1.279Mean .05175 .000313
Lower Bound .05101 95% Confidence Interval for Mean Upper Bound
.05249
5% Trimmed Mean .05172 Median .05150 Variance .000 Std. Deviation .000886 Minimum .051 Maximum .053 Range .002 Interquartile Range .002 Skewness .615 .752
Absorbansi
D2
Kurtosis -1.481
1.481
45
Mean .05371 .000421Lower Bound .05269 95% Confidence
Interval for Mean Upper Bound .05474
5% Trimmed Mean .05374 Median .05400 Variance .000 Std. Deviation .001113 Minimum .052 Maximum .055 Range .003 Interquartile Range .002 Skewness -.249 .794
D3
Kurtosis -.944 1.587
Lampiran 5. Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro-Wilk dan Uji Homogenitas Data
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Absorbansi .187 26 .020 .890 26 .009
a Lilliefors Significance Correction
Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data
tidak terdistribusi normal (p<0,05).
Test of Homogeneity of Variances
Absorbansi
Levene Statistic df1 df2 Sig. 3.315 3 31 .033
Hasil signifikansi tes homogenitas varians menunjukkan angka 0,033
(p<0,05) sehingga ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok yang
mempunyai varian data yang berbeda secara bermakna sehingga data menjadi
tidak homogen.
46
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka uji hipotesis yang
digunakan adalah uji nonn-parametrik (uji Kruskal-Wallis).
Lampiran 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis
Kruskal-Wallis Test
Ranks Kelompok N Mean Rank
kontrol 9 21.72D1 11 18.68D2 8 9.13D3 7 22.29
Absorbansi
Total 35 Test Statistics(a,b) Absorbansi Chi-Square 8.852 df 3 Asymp. Sig. .031
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Kelompok Hasil uji Kruskal-Wallis: terdapat perbedaan signifikan antar kelompok (p<0,05).
47
Lampiran 7. Uji Kruskal-Wallis untuk Kelompok yang Mendapat Perlakuan Daun Mimba
Kruskal-Wallis Test Ranks Kelompok N Mean Rank
D1 11 14.73D2 8 8.25D3 7 17.57
Absorbansi
Total 26 Test Statistics(a,b) Absorbansi Chi-Square 6.335 df 2 Asymp. Sig. .042
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Kelompok
Hasil uji Kruskal-Wallis: terdapat perbedaan signifikan antar kelompok perlakuan
(p<0,05).
48
Lampiran 8. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A.Juss)
49
Lampiran 9. Daun Mimba (Azadirachta indica A.Juss)
50
Lampiran 10. Serbuk Daun Mimba Lampiran 11. Ekstrak Etanolik Daun Mimba
51
Lampiran 12. 96 well plate (Nunc) Lampiran 13. ELISA reader SLT 340 ATC
52
Lampiran 14. Hasil Histologi Hepar
53
BIOGRAFI PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Maria Amarylis Illona
Muda lahir di Musirawas, Sumatra Selatan pada
tanggal 30 Desember 1987. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Andreas Keso Muda dan Ibu Agnes Sukarmi. Tahun
1991 hingga 1993 menempuh pendidikan taman kanak-
kanak di TK Mater Dei Marsudirini Yogyakarta. Tahun
1993-1999 menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Marsudirini Yogyakarta,
dilanjutkan dengan menempuh pendidikan sekolah menegah pertama di SLTP
Stella Duce 1 Yogyakarta pada tahun 1999-2002. Tahun 2002-2005 menempuh
pendidikan sekolah menengah atas di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Tahun
2005 penulis memperoleh kesempatan menempuh studi S1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama masa studi penulis aktif di
beberapa kepanitiaan dan pernah menjadi asisten praktikum FTS Solid dan
Biofarmasetika.