pengaruh pemanasan reaktor biogas pada temperatur

14
PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR KONSTAN 37 O C TERHADAP LAJU PEMBENTUKAN BIOGAS DAN LAJU PEMANASAN Oleh: Ir. I Dewa Gede Putra Swastika, M. Erg NIP. 195511221988031003 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2017

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

KONSTAN 37 OC TERHADAP LAJU PEMBENTUKAN BIOGAS DAN LAJU

PEMANASAN

Oleh:

Ir. I Dewa Gede Putra Swastika, M. Erg

NIP. 195511221988031003

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

Page 2: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

1

PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR KONSTAN 37 O

C

TERHADAP LAJU PEMBENTUKAN BIOGAS DAN LAJU PEMANASAN

I Dewa Gede Putra Swastika

ABSTRAK

Limbah ternak sapi di pedesaan sering menimbulkan masalah, karena penanganan yang

kurang baik sehingga akan mengganggu lingkungan. Kotoran sapi sering digunakan sebagai

pupuk, namun agar lebih berdaya guna maka dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar biogas.

Biogas dibuat dengan bahan dasar kotoran sapi dan dicampur dengan air dengan

perbandingan 1:1 kemudian dimasukkan kedalam tabung reaktor sebanyak ¾ volume tabung.

Reaktor dibuat dari tabung freon dan dibungkus dengan box polysterofom. Alat pemanasan

menggunakan lampu pijar 5 watt dan thermostat sebagai pengontrol temperatur, sehingga

temperatur terjaga konstan 37OC selama 20 hari. Pada penelitian ini ada 2 perlakuan, yaitu

dengan pemanasan dan tanpa pemanasan reaktor.

Setelah 20 hari, didapat hasil dengan perlakuan panas tekanan 749253 Pa, laju

pembentukan biogas 0,28L/hari dan laju pemanasan 1,67OC/menit, sedangkan tanpa perlakuan

panas tekanan 459754 Pa, laju pembentukan biogas 0,20L/hari dan laju pemanasan

1,33OC/menit.

Kata kunci: biogas, reaktor, laju pembentukan, laju pemanasan.

PENDAHULUAN Semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak serta penanganan kotoran sapi yang

kurang baik akan menimbulkan bau yang dapat mengganggu lingkungan. Kotoran sapi yang

tidak diolah dengan semestinya dapat mencemari air dan tanah lingkungan sekitar, sehingga

dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Kotoran sapi yang langsung dimanfaatkan

sebagai pupuk kandang malah merusak kesuburan tanah karena masih terdapat materi-materi

organik tak stabil yang dapat merusak tanah dan mengurangi kandungan oksigen dalam tanah.

Salah satu teknologi yang cocok diterapkan bagi masyarakat di pedesaan untuk mengatasi

masalah bahan bakar minyak dan limbah ternak sapi adalah teknologi biogas. Biogas merupakan

gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

organik oleh bakteri anaerobic (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Untuk

pembentukan biogas, diperlukan waktu yang cukup lama karena proses fermentasi kotoran sapi

oleh bakteri pencerna dibutuhkan temperatur tertentu, seperti yang terlihat pada tabel 1.

Pembentukan biogas dilakukan oleh bakteri thermophilic di siang hari, karena bakteri ini dapat

membentuk biogas secara optimal pada temperatur 54,4oC. pada malam hari pembentukan

Page 3: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

2

dilakukan ole bakteri mesophilic dengan temperatur pembentukan biogas optimal pada

temperatur 36,7oC. Dengan bantuan pemanasan, temperatur ini akan dapat dengan cepat tercapai.

Tabel 1 temperatur, laju produksi dan periode digester biogas untuk 1000 Kg slurry

(Matthews, 2001).

Temperatur (oC) Laju Produksi (m

3/hari) Periode Digester (bulan)

15 0,15 12

25 0,60 3

35 1 2

45 2 1

Laju pembentukan biogas adalah volume biogas yang terbentuk dalam digester persatuan

waktu, dengan satuan (m3/det). Laju pembentukan biogas dihitung berdasarkan volume reservoir

yang mengembang, sedangkan tekanan biogas yang terbentuk dihitung dengan menggunakan

alat pengukuran tekanan laju pembentukan biogas sangat tergantung pada kondisi lingkungan.

Lokasi peternakan dan pertanian di Bali lingkungan kebanyakan berada di daerah

pedesaan/pegunungan yang memiliki kelembaman yang tinggi dan temperatur yang rendah.

Berdasarkan tabel 1 maka laju pembentukan biogas di daerah tersebut diprediksi akan menjadi

sangat rendah. Hasil penelitian awal menunjukan bahwa laju pembentukan biogas di daerah

dengan kelembaman tinggi dan temperatur rendah adalah sangat rendah, sehingga diperlukan

pemanasan untuk merangsang aktifnya bakteri pembentukan gas methan tersebut. Untuk

mempercepat pembentukan biogas dapat ditambahkan unit pemanas berupa lampu pijar sehingga

temperatur didalam, reaktor menjadi konstan. Selanjutnya agar temperatur didalam reaktor

konstan, maka reaktor diisolasi dengan menggunakan bahan polysterofoam. Dengan

menggunakan metode tersebut maka diharapkan pembentukan, biogas hanya dipengaruhi oleh

temperatur reaktor, dimana temperatur konstan tersebut akan dapat meningkatkan laju

pembentukan biogas.

LANDASAN TEORI Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerobik atau tidak

berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasi nya merupakan suatu reaksi oksidasi-

reduksi didalam sistem biologi yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan akseptor

elektronnya digunakan senyawa organik. Fermentasi anaerobik hanya dapat dilakukan oleh

mikroba yang dapat mengunakan molekul lain selain oksigen sebagai akseptor elektronnya

(Price, 1981).

Fermentasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri dari metana sebanyak 50-70%,

karbon dioksida 25-45%, sedikit hidrogen, nitrogen, dan hidrogen sulfida keseluruhan reaksi

pembentukan biogas dinyatakan dalam reaksi berikut:

Page 4: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

3

CH4+CO2+H2S+H2+N2

Pada mulanya biogas banyak dibuat dari kotoran hewan dan manusia namun sekarang

mulai terlihat kecenderungan menggunakan limbah pertanian dan buangan kota sebagai bahan

bakunya.

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan

menjadi bahan yang memiliki yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut

sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran sapi sangat baik untuk

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak sapi mempunyai sistem pencernaan

yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput, jerami atau hijauan berserat

tinggi. Oleh karena itu pada tinjauan ternak sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup

tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh tinja sapi mengandung:

22,59% selulosa; 18,31% hemi selulosa; 10, 20% lignin; 34,72% total karbon organik;

1,26% total nitrogen; 27,56: 1 ratio C: N; 0,73% P; dan 0,68% K (Lingalah dan Rajasekaran,

1986)

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil

fermentasi dari bahan gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi

anaerob. Gas yang dominan adalah gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Biogas

memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 Kkal/m3, untuk gas metana

murni (100%) mempunyai 8900 Kkal/m3 (Simanora, 1989).

Pada pembakaran biogas laju pemanasan yang terjadi adalah kecepatan peningkatan

temperatur oleh sistem pembakaran terhadap ruang persatuan waktu atau selang waktu tertentu

dengan rumus sebagai berikut:

Laju pemanasan =

=

Dimana:

Page 5: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

4

METODOLOGI PENELITIAN

Proses pembuatan biogas memerlukan bahan-bahan sebagai berikut:

Bahan-bahan:

Kotoran Sapi dan air dengan perbandingan 1:1

Peralatan yang digunakan:

Thermometer : 2 buah

Thermostat : 1 buah

Lampu Pijar 5 watt : 1 buah

Pressure Gauge : 1 buah

Tabung reaktor 15 liter : 1 buah

Stopwatch : 1 buah

Kantong Plastik : 1 buah

Rancangan Reaktor Biogas.

Gambar 1 Reaktor Biogas Dengan Pemanasan

Proses pembuatan biogas dilakukan sebagai berikut:

1. Identifikasi kotoran sapi dan kemudian dicampur air dengan perbandingan 1:1 sebanyak

15 liter

2. Masukkan campuran kotoran sapi dan air (slurry) kedalam reaktor biogas sebanyak ¾

volume reaktor (11,25 liter)

Page 6: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

5

3. Lakukan pengamatan pada reaktor tanpa pemanasan selama 20 hari, data yang diamati

dan dicatat temperatur reaktor, temperatur lingkungan, tekanan biogas dan volume biogas

yang terbentuk.

4. Pada reaktor dengan pemanasan, lakukan langkah 1 dan 2.

5. Lakukan pengamatan selama 20 hari, catat data yang diamati meliputi temperatur reaktor,

temperatur lingkungan, tekanan biogas dan volume biogas.

6. Dari data yang dihasilkan dapat diketahui laju pembentukan biogas dan untuk laju

pemanasan dilakukan pengujian dengan memanaskan air 500ml.

Dari hasil pengamatan diperoleh data-data seperti pada tabel 2 dan tabel 3. Selanjutnya

dari tabel 2 dan tabel 3 dapat di plot grafik perbandingan volume biogas yang terbentuk antara

reaktor yang menggunakan pemanas dan yang tanpa pemanasan seperti pada gambar 3.

Sedangkan grafik perbandingan tekanan yang terbentuk antara reaktor yang menggunakan

pemanas dan yang tanpa pemanasan dapat dilihat pada gambar 2.

Tabel 2 Reaktor dengan volume 15 liter diisi dengan slurry sebanyak 11,25 liter (3/4 volume

reactor), tanpa pemanasan

Page 7: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

6

Tabel 3 Reaktor dengan volume 15 liter diisi dengan slurry sebanyak 11,25 liter (3/4 volume

reactor), dengan pemanasan

Page 8: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

7

Gambar 2 Grafik perbandingan tekanan biogas antara yang menggunakan pemanasan dan yang

tanpa pemanasan

Gambar 3 Grafik perbandingan volume biogas antara yang menggunakan pemanasan dan yang

tanpa pemanasan

Page 9: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

8

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pada Grafik gambar 2 dan gambar 3, laju pembentukan biogas dalam reactor

mula – mula akan mengalami kenaikan hingga mencapai kecepatan maksimum dan akhirnya

akan konstan ketika sejumlah besar bahan telah dirombak. Hal ini sesuai dengan semua teori

tentang terbentuknya biogas, sehingga pemanasan pada temperatur konstan ternyata efektif untuk

menaikkan temperature limbah dan mendorong laju produksi biogas hingga kondisi

maksimumnya.

Pemanasan akan berpengaruh terhadap proses penguraian lignin dan selulosa dari slurry.

Pada tahap hidrolisis limbah akan melepaskan energy dari zat – zat organik ke lingkungannya

(reaksi eksotermis) sehingga temperature limbah secara berangsur – angsur meningkat. Pada

tahap pengasaman reaksi adalah endotermis, yakni energi mengalir dari lingkungan menuju

slurry, sehingga temperature mengalami penurunan. Hal ini terus berlanjut hingga proses

metanogenik dimana temperature slurry akan cenderung menurun.

Meskipun secara teori disampaikan bahwa pada suhu yang lebih tinggi kecepatan

produksi biogas akan lebih besar, namun hal tersebut harus diberi perlakuan dengan

menambahkan kapur atau abu untuk menjaga kondisi limbah agar tidak terlalu asam. Berhubung

aplikasi biogas ini adalah untuk para petani, maka temperature libah haruslah rendah sehingga

para petani tidak lagi memberikan perlakuan untuk menetralisir tingkat keasaman di dalam

reaktor.

Apabila ditinjau dari temperatur biogas, maka semakin tinggi temperatur pemanasan

maka akan menaikkan temperatur slurry. Akan tetapi, semakin tinggi temperatur secara tidak

langsung diduga akan menjadi penghalang bagi perubahan struktur bentuk primer menjadi

bentuk monomer di slurry. Sehingga semakin tinggi temperatur diduga akan menurunkan laju

produksi biogas itu sendiri.

Berdasarkan pada tekanan reaktor, maka jelas terlihat bahwa tinggi pemanasan maka

temperatur biogas juga akan semakin tinggi. Apabila temperatur biogas terjadi pada suhu tinggi,

maka dipastikan tekanan biogas yang dihasilkan juga akan tinggi. Akan tetapi, apabila

temperatur biogas terjadi pada temperatur di atas 50 °C, maka perlu perlakuan tambahan zat

alkali untuk mengurangi tingkat keasaman slurry agar jangan sampai membunuh bakteri itu

sendiri, yang akhirnya akan menurunkan pruduktivitas biogas.

Tujuan daripada pemanasan pada temperatur konstan adalah untuk mempercepat proses

pembentukan gas metan yakni dengan jalan merombak unsur – unsur organik yang ada.

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap,

yaitu tahap hidrolis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolis terjadi

pelarutan bahan – bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek

menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer.

Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap

hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula –

gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, lakrat, alkohol, dan

Page 10: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

9

sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen, dan amonia. Pada tahapan ini justru reaksi adalah

endotermis, yakni energi mengalir dari lingkungan menuju limbah, sehingga secara pada saat

inilah terjadi reaksi perombakan tersebut. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses

pembentukan gas metan. Pada tahap gasifikasi ini, maka secara teori adalah reaksi oksidasi,

sehingga secara teori temperatur limbah harusnya mengalami penurunan. Apabila dalam

penelitian dipasang thermostat untuk mengukur temperatur limbah, maka akan terlihat adanya

penurunan temperatur pada slurry tersebut.

Laju pemanasan

Tabel 4 Data laju pemanasan 0.5 liter air

Biogas yang diuji adalah dari pembentukan biogas yang terdapat pada tabung reaktor dan

menggunakan stang las asetelin sebagai alat pembakarannya. Setelah api menyala pada stang las

asetelin dengan menggunakan korek gas maka langsung dipergunakan untuk memanaskan

setengah liter air dalam tungku masakan.

Page 11: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

10

Gambar 4 Perbandingan temperatur terhadap waktu antara reaktor dengan pemanasan dan

reaktor tanpa pemanasan

Berdasarkan pada tabel 4 dan gambar 4 di atas terlihat bahwa dengan pemanasan selain

meningkatkan produktivitas gas metan juga meningkatkan laju pemanasan. Semakin tinggi

produktivitas biogas akan berakibat pada semakin meningkatnya laju pemanasan yang

dihasilkan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Sihombing, 2006) dimana laju

pemanasan adalah berbanding lurus dengan produktivitas biogas. Dengan demikian pemanasan

reaktor berpengaruh terhadadp temperatur biogas, menaikkan tekanan biogas dan menaikkan laju

produktivitas biogas serta menaikkan laju pemanasan gas metan yang dihasilkan.

Dari tabel di atas bisa dicari seberapa besar laju pemanasannya dengan rumus sebagai

berikut:

- Reaktor tanpa pemanasan:

Data yang didapat: T2 air = 56 °C

T1 air = 52 °C

∆t = 3 menit

Laju pemanasannya: T2 – T1 / ∆t = (56 – 52) °C / 3 menit

= 1.33 °C / menit

Page 12: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

11

- Reaktor dengan pemanasan:

Data yang didapat: T2 air = 58 °C

T1 air = 53 °C

∆t = 3 menit

Laju pemanasannya: T2 – T1 / ∆t = (58 – 53) °C / 3 menit

= 1.67 °C / menit

Tabel 5 Laju pemanasan

Gambar 5 Perbandingan laju pemanasan antara kondisi reaktor dengan pemanasan dan reaktor

tanpa pemanasan

Page 13: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

12

KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pemanasan reaktor biogas

dengan temperatur konstan 37 oC sangat efektif untuk meningkatkan laju pembentukan biogas,

tekanan biogas dan laju pemanasan yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktor tanpa

pemanasan.

Page 14: PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR

DAFTAR PUSTAKA Anonimus, (1977), Methane Generation From Human, Animal and Agric Wastes,NAS,

Washington DC.

Anonimus, (1981), First Asean Seminar Work Shop and Biogas Techn, ASST, Philipiness.

Dissanayake, M.G (1977), Biogas Production by Anaerobic Digestio, (Thesis), AIT, Bangkok.

Matthews, E.G. (2001), Biogas for Overseas Volunteers, Wimborne Energy Consultancy.

Palz, Chatier and Hall, (1980), Energy from biomass, Applied Science Pub, London.

Pfeffer, JT, (1974), Temperatu Effect an Anaerobic Fermentation of Domestic Refuse, Biotach

avel Bioeng. 16 : 771 – 787.

Price, Ec and Pul, NC, (1981), Biogas Production and Utilization, AnArbor Science, Mich.

Simamora S, (1989), Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal waste Management), Teknologi

Energi Biogas, Fakultas Politeknik Pertanian IPB, Bekerjasama dengan Direktorat

Pendidikan Menegah Kejuruan, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P

dan K.

Wiloso, EI (1983), Studi tentang Metode Produksi Optimal dan Kelayakan Limbah Tapioka

Sebagai Bahan Dasar Biogas. Skripsi Jurusan TIN, FATETA IPB, Bogor.

Silhombing B, (2006), Pembuatan Biogas Dari Limbah Ternak Sapi Dengan Penambahan Sekam

Padi, Skripsi Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana, Bali.