biogas tltg

Upload: gunadi-p

Post on 16-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

teknologi lingkunganbiogas

TRANSCRIPT

  • 159

    REKOMENDASI TEKNOLOGI INSTALASI BIOGAS DRUM SKALA RUMAH TANGGA

    Muryanto, Agus Hermawan, Muntoha, dan Widagdo

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Di Indonesia, program pengembangan biogas mulai digalakkan pada awal

    tahun 1970. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan limbah

    dan biomassa lainnya dalam rangka mencari sumber energi lain di luar kayu

    bakar dan minyak tanah (Suriawiria, 2005). Program tersebut tidak berkembang

    meluas di masyarakat, hal ini disebabkan karena masyarakat pada waktu itu

    masih mampu membeli minyak tanah dan gas, adanya kebijakan subsidi dari

    pemerintah, disamping itu sumber energi lain seperti kayu bakar masih banyak

    tersedia di lapangan.

    Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah

    maupun masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam

    mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM sampai 100

    % , bahkan untuk minyak tanah sampai 125 % per 1 Oktober 2005.

    Pada tahun ini pengembangan biogas semakin penting disebabkan karena

    minyak tanah menjadi langka dan mahal (Rp. 4.000/ltr), BBM dan LPG mahal

    (Rp. 81.000/12 kg), pupuk langka dan mahal. Mahalnya BBM dapat memicu

    kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfir), sedangkan kelangkaan pupuk

    dapat menyebabkan menurunnya kesuburan lahan. Oleh karena itu

    pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka

    mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya konservasi.

    Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik

    baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian,

    kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk

    dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan

    yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik.

  • 160

    Dengan mengembangan biogas, akan diperoleh manfaat baik secara

    langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan

    adalah mendapatkan sumber energi alternatif berupa gas bio yang dapat

    digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan sebagai bahan

    bakar mesin disel. Selain itu, manfaat lain yang secara lansung dapat dinikmati

    dari pengembangan biogas adalah, menyediakan pupuk organik siap pakai.

    Oleh karena produk utama dari pengembangan biogas ini adalah gas bio

    dan pupuk organik, maka secara tidak langsung akan berpengaruh positif

    terhadap lingkungan, diantaranya membantu program pelestarian hutan, tanah

    dan air, mengurangi polusi udara, meningkatkan sanitasi lingkungan dan

    mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan subsidi BBM. Disamping

    itu pengembangan biogas secara tidak langsung mendukung program

    internasional yaitu mengurangi dampak negatif dari efek gas rumah kaca.

    Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan

    gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan

    terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal

    dengan mengembangkan biogas dapat berperan positif dalam upaya

    penyelesaian permasalahan global efek rumah kaca, sehingga upaya ini dapat

    diusulkan sebagai bagian dari program Internasional Mekanisme Pembangunan

    Bersih (Clean Development Mechanism). Pemanfaatan gas bio dalam mengurangi

    efek rumah kaca melalui tiga cara, pertama gas bio memberikan substitusi dari

    bahan bakar fosil untuk memasak dan penerangan. Kedua melalui proses

    fermentasi, methan dirubah menjadi CO2, sehingga mengurangi jumlah methan

    yang ada di udara. Ketiga penerapan biogas akan berdampak pada lestarinya

    hutan, karena penebangan dapat dikurangi. Dengan lestarinya hutan, maka CO2

    yang ada di udara akan diserap oleh hutan dan diproses melalui fotosintesis

    menghasilkan oksigen yang berperan melawan efek rumah kaca (Anonymous,

    1998).

    Untuk dapat membangun satu unit biogas, diperlukan 3 tabung yaitu,

    tabung penampung bahan baku atau inlet, tabung pemroses/pencerna atau

    digester dan tabung penampung sisa hasil pemrosesan atau outlet. Dari ketiga

    tabung tersebut yang paling utama adalah digester, hal ini disebabkan karena

    tabung ini merupakan tempat terjadinya proses fermentasi bakteri anaerob yang

  • 161

    kedap udara. Terdapat 2 model digester, yaitu model fixed dome atau kubah dan

    model floating (mengapung).

    Ketiga tabung tersebut dihubungkan dan ditempatkan pada posisi

    tertentu sehingga menjadi satu rangkaian atau satu unit instalasi biogas.

    Pembuatan instalasi biogas berdasarkan bahan pembuatnya dapat dibedakan

    menjadi 4, yaitu instalasi model bata (fixed dome), plastik, drum plastik dan bis

    beton. Pilihan model instalasi biogas yang akan dibangun dapat disesuai

    berdasarkan kondisi lokasi, anggaran dan adanya muatan pemberdayaan

    masyarakat.

    Instalasi model bata, mempunyai kelebihan, tahan sampai 20 tahun

    bahkan lebih, namun mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan biaya tinggi

    (Rp. 17 juta/unit/9m3), pembuatannya lama (+ 15 hari) dan memerlukan

    keahlian tertentu, sehingga sulit diadopsi petani. Disamping itu, instalasi ini bila

    diterapkan pada lahan yang labil, dapat retak, sehingga menambah biaya lagi

    untuk menopang agar tidak mudah goyah. Instalasi model drum plastik

    mempunyai kelebihan yaitu lebih praktis, dapat diproduksi oleh pabrik, mudah

    diangkut, dapat dipindahkan, pemasangannya singkat 1 2 hari dan sesuai

    diterapkan disemua lokasi baik pada lahan labih maupun stabil. Instalasi model

    drum kapasitas digesternya terbatas yaitu 4,6 m3, sehingga apabila ingin dibuat

    yang lebih besar, dapat dimodifikasi dengan menggabungkan beberapa digester

    menjadi satu kesatuan digester, sehingga kapasitasnya besar.

    Dengan penjelasan kelebihan dan kelemahan tersebut, maka digester

    model drum plastik sesuai dikembangkan untuk skala rumah tangga petani. Hal

    ini sangat berkaitan dengan kapasitas digesternya sekitar 5 m3, yang

    membutuhkan bahan baku kotoran ternak dari 3 4 ekor sapi. Disamping itu,

    instalasi model ini dapat dikembangkan dengan jumlah banyak karena dapat

    diproduksi secara pabrikan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan

    penelitian/pengkajian instalasi biogas model drum plastik.

  • 162

    II. GAMBARAN WILAYAH PENGADOPSI

    2.1. Kondisi Umum

    Pengembangan biogas sangat sesuai bila dikembangkan di wilayah yang

    populasi ternak sapinya padat. Kepadatan populasi ini sangat berkaitan dengan

    potensi pengembangan biogas. Semakin padat populasi sapi, maka potensi untuk

    dikembangkan biogas semakin baik. Ternak sapi potong dan sapi perah di Jawa

    Tengah, populasinya tersebar di 35 kabupaten/kota (Tabel 1). Total populasi

    sapi potong dan sapi perah di Jawa Tengah adalah 1.504.324 ekor, sapi-sapi

    tersebut akan menghasilkan kotoran sebanyak 30.086.480 kg/hari (produksi

    kotoran sapi rata-rata/hari 20 kg).

    Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor

    sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 30 kg, berpotensi

    menghasilkan 0,36 m3 biogas, atau setara dengan 0.75 lt minyak tanah. Bila

    total produksi kotoran sapi di Jawa Tengah diproses melalui fermentasi biogas,

    maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 541.557 m3, atau bila gas

    bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat

    disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 1.128.243 lt per hari.

    Dari produksi biogas yang disetarakan dengan minyak tanah tersebut bila

    dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, maka akan terpenuhi

    sebanyak 376.081 keluarga, dengan asumsi setiap keluarga menghabiskan

    minyak tanah 3 lt per hari. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka potensi

    ketersediaan sumber energi dengan memanfaatkan kotoran ternak sapi di Jawa

    Tengah cukup besar yaitu 1.128.243 lt per hari atau 33.847.290 lt/bulan atau

    406.167.480 lt/tahun.

    Potensi pengembangan biogas lebih sesuai dikembangkan di daerah

    kabupaten/kota yang padat populasi sapinya. Dari Tabel 1 ditunjukkan bahwa

    terdapat 4 kabupaten yang populasi sapinya lebih dari 100.000 ekor yaitu

    Kabupaten Blora, Boyolali, Wonogiri dan Grobogan, dua puluh kabupaten lainnya

    mempunyai populasi antara 11.300 97.172 ekor, sedang jumlah

    kabupaten/kota yang mempunyai populasi sapi kurang dari 10.000 ekor adalah

    11 kabupaten/kota. Namun demikian, pengembangan biogas memerlukan sapi

    minimal 4 ekor agar dapat diproduksi gas untuk kepentingan rumah tangga.

  • 163

    Sehingga aplikasi pengembangannya harus disesuaikan dengan tingkat pemilikan

    sapi di suatu daerah.

    Berdasarkan pengamatan di lapangan di Kabupaten Magelang dan

    Rembang, tingkat pemilikan sapi di desa-desa yang padat populasi sapinya rata-

    rata 2 ekor per keluarga. Dengan tingkat pemilikan tersebut, maka

    pengembangan biogas dapat dilakukan dengan beberapa alternatif : (1)

    menggabungkan produksi kotaran sapi dari 2 keluarga, produksi biogasnya

    digunakan secara bergantian; (2) menambah sapi menjadi 4 ekor/keluarga

    dengan cara petani mendapat bantuan pinjaman lunak dari pemerintah/instansi

    terkait/LSM, biogas yang diproduksi digunakan untuk keluarga tersebut; (3)

    menampung kotoran dari sistem pemeliharaan sapi dengan kandang komunal,

    biogas yang diproduksi dibagi kepada beberapa rumah tangga. Alternatif ini perlu

    disesuaikan antara jumlah sapi dengan kapasitas digester, semakin banyak sapi

    maka digester yang dibangun semakin besar, atau jumlah digesternya

    diperbanyak.

    Dari tiga alternatif tersebut penerapannya disesuaikan dengan kondisi

    pemilikan sapi di masing-masing wilayah. Namun alternatif ketiga mempunyai

    prospek yang lebih baik dibandingkan alternatif 1 dan 2. Hal ini disebabkan

    karena dampak dari pengembangan biogas akan berpengaruh positif beberapa

    hal diantaranya, dapat menyediakan pupuk organik siap pakai dan sanitasi

    lingkungan menjadi lebih sehat.

    Manfaat langsung selain gas bio dari pengembangan biogas adalah pupuk

    organik siap pakai. Produksi pupuk organik dapat diprediksi dari jumlah kotoran

    ternak sapi yang digunakan sebagai bahan baku. Kotoran sapi terdiri dari bahan

    padat dan cair, Junus (1987) menyatakan kandungan Bahan Kering (BK) sapi

    potong dan sapi perah adalah 12 % dan 14 % (Tabel 2), sedang proses

    fermentasi biogas dalam degester akan berlangsung baik apabila bahan bakunya

    mengandung Bahan Kering (BK) 7 9 % dan harus homogen. Persentase bahan

    kering ini apabila digunakan sebagai acuan oleh petani maka akan menyebabkan

    kesulitan karena sulit perhitungannya, disamping itu nilai rata-rata bahan kering

    dari beberapa kotoran hewan berkisar dari 9 26 % (Indriyati, 2002 dan Junus,

    1987).

  • 164

    Tabel 1. Potensi Produksi Biogas dari Kotoran Sapi dan Potensi Mencukupi Kebutuhan Rumah Tangga di Jawa Tengah.

    NO KAB/KOTA Sapi Potong (Ekor)

    Sapi Perah (Ekor)

    Jumlah (Ekor)

    Potensi Produksi

    Biogas (m3)

    Setara Minyak Tanah

    (ltr/hari)

    Memenuhi kebutuhan Keluarga

    (KK) 1 Kab. Blora 217.497 29 217.526 78.309 163.145 54.382

    2 Kab. Boyolali 88.527 58.792 147.319 53.035 110.489 36.830 3 Kab. Wonogiri 143.995 - 143.995 51.838 107.996 35.999 4 Kab. Grobogan 106.155 414 106.569 38.365 79.927 26.642 5 Kab. Semarang 65.284 31.888 97.172 34.982 72.879 24.293 6 Kab. Rembang 97.057 7 97.064 34.943 72.798 24.266

    7 Kab. Klaten 80.925 5.859 86.784 31.242 65.088 21.696

    8 Kab. Sragen 77.225 19 77.244 27.808 57.933 19.311

    9 Kab. Magelang 69.964 1.845 71.809 25.851 53.857 17.952

    10 Kab. Pati 63.813 194 64.007 23.043 48.005 16.002

    11 Kab. Karanganyar 47.559 231 47.790 17.204 35.843 11.948

    12 Kab. Banjarnegara 37.110 45 37.155 13.376 27.866 9.289

    13 Kab. Temanggung 35.002 147 35.149 12.654 26.362 8.787

    14 Kab. Wonosobo 34.012 161 34.173 12.302 25.630 8.543

    15 Kab. Kebumen 32.838 26 32.864 11.831 24.648 8.216

    16 Kab. Sukoharjo 25.106 609 25.715 9.257 19.286 6.429

    17 Kab. Jepara 24.583 28 24.611 8.860 18.458 6.153

    18 Kab. Banyumas 18.245 2.023 20.268 7.296 15.201 5.067

    19 Kab. Brebes 20.218 20 20.238 7.286 15.179 5.060

    20 Kab. Purbalingga 17.435 97 17.532 6.312 13.149 4.383

    21 Kab. Kendal 16.144 41 16.185 5.827 12.139 4.046

    22 Kab. Batang 13.967 76 14.043 5.055 10.532 3.511

    23 Kab Purworejo 13.130 91 13.221 4.760 9.916 3.305

    24 Kab. Pekalongan 11.146 154 11.300 4.068 8.475 2.825

    25 Kota Salatiga 1.567 7.721 9.288 3.344 6.966 2.322

    26 Kab. Cilacap 8.724 - 8.724 3.141 6.543 2.181

    27 Kab. Kudus 7.603 233 7.836 2.821 5.877 1.959

    28 Kab. Pemalang 5.421 12 5.433 1.956 4.075 1.358

    29 Kab. Tegal 4.874 333 5.207 1.875 3.905 1.302

    30 Kota Semarang 1.473 2.409 3.882 1.398 2.912 971

    31 Kab. Demak 1.897 62 1.959 705 1.469 490

    32 Kota Surakarta 1.159 204 1.363 491 1.022 341

    33 Kota Pekalongan 291 268 559 201 419 140

    34 Kota Magelang 221 10 231 83 173 58

    35 Kota Tegal 41 68 109 39 82 27

    JUMLAH 1.390.208 114.116 1.504.324 541.557 1.128.243 376.081

    Keterangan :

    Data diolah dari Dinas Peternakan Prov.Jateng (2006);Sembiring (2005); Muryanto (2006); Satu ekor sapi memproduksi limbah/kotoran (10 -30 kg/hari), berpotensi menghasilkan 0,36 m3 biogas setara dengan 0,75 lt minyak tanah; Satu keluarga dengan 4 anggota keluarga membutuhkan minyak tanah 2,25 ltr/hari, atau setara dengan 1,44 m3 biogas, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan mengolah limbah dari 4 ekor sapi menjadi biogas.

  • 165

    Tabel 2. Kandungan Bahan Kering (BK) dari Ternak

    No Ternak Bobot (kg)

    Bobot Kotoran basah ( kg )

    Bahan Kering ( % )

    Bobot Kering (kg)

    1

    2

    Sapi pedaging

    Sapi perah

    520

    640

    29

    50

    12

    14

    3.48

    7.00

    Sumber : M. Junus (1987).

    Oleh karena kandungan BK yang berbeda-beda dan dipersyaratkan bahan

    baku tersebut harus homogen, maka perlu penambahan air untuk mengencerkan

    kotoran dari masing-masing ternak juga berbeda-beda. Hal ini dilakukan agar

    diperoleh kandungan bahan kering yang optimal yaitu antara 7 9 %. Sehingga

    untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan khususnya untuk kotoran ternak

    sapi, maka digunakan perbandingan rata-rata antara bobot kotoran dengan air

    yang ditambahkan yaitu 1 : 1 dan harus diaduk agar homogen. Dasar

    perhitungan perbandingan ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut.

    - Bobot kotoran dari sapi potong, bobot badan 520 kg : 29 kg

    - Bahan Kering (BK) kotoran : 12 %

    - Jadi bobot kering kotoran = 12/100 x 29 : 3,48 kg

    - Bobot air dalam kotoran = 29 - 3,48 : 25,52 kg

    - Air yang dibutuhkan agar BK 7 % = 100/7x 3,48 : 49,71 kg

    - Air yang ditambahkan = 49,71 - 25,52 : 24,19 kg

    - Jadi bobot total air dan kotoran : 53,19 kg

    Berdasarkan contoh perhitungan tersebut, ditunjukkan bahwa bobot

    kotoran sapi adalah 29 kg, sedang air yang ditambahkan adalah 24,19 kg. Oleh

    karena selisih antara 29 kg dengan 24,19 kg tidak terlalu besar, maka dianggap

    sama, sehingga perbandingan antara kotoran dan air yang ditambahkan adalah

    1 : 1.

    Dari perhitungan tersebut juga ditunjukkan bahwa total kotoran dan air

    untuk 1 ekor sapi adalah 53,19 kg, terdiri dari 3,48 kg bahan kering dan sisanya

    49.71 kg dalam bentuk cair. Hal ini berarti pupuk organik yang diproduksi setiap

    ekor sapi 3,48 kg berupa pupuk padat dan 49,71 kg dalam bentuk pupuk cair.

  • 166

    Sehingga potensi produksi pupuk organik yang diproduksi di Jawa Tengah

    dengan populasi sapi 1.504.324 ekor, adalah 5.235.048 kg pupuk organik dalam

    bentuk padat dan 74.779.946 kg dalam bentuk cair (Tabel 3). Produksi pupuk

    organik tersebut sangat bermanfaat untuk mengembalikan atau menyuburkan

    tanah sekaligus memenuhi kebutuhan pupuk organik baik untuk tanaman pangan

    (padi dan jagung) maupun hortikultura. Sehingga pengembangan biogas di suatu

    wilayah akan membantu upaya konservasi lahan di wilayah tersebut.

    Pupuk organik siap pakai baik dalam bentuk padat atau cair kaya akan

    unsur Nitrogen (N), hal ini dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang terdapat pada

    bahan baku yang digunakan. Bahan baku biogas dalam hal ini kotoran ternak

    sapi, merupakan bahan organik yang mempunyai kandungan Nitrogen (N) tinggi

    disamping unsur C, H dan O. Selama proses pembuatan biogas unsur-unsur C, H,

    dan 0 akan membentuk CH4 dan CO2, sedangkan kandungan N yang ada masih

    tetap bertahan dalam sisa bahan setelah diproses, yang akhirnya akan menjadi

    sumber N bagi pupuk organik (Suriawiria, 2005).

  • 167

    Tabel 3. Potensi Produksi Pupuk Organik Padat dan Cair dari Pengembangan Biogas dengan Bahan Baku Limbah Ternak Sapi di Jawa Tengah.

    NO KAB/KOTA Sapi Potong

    (Ekor)

    Sapi

    Perah

    (Ekor)

    Jumlah

    (Ekor)

    Potensi Prod.

    Pupuk

    Padat (kg)

    Potensi

    Prod.

    Pupuk

    Cair (kg)

    1 Kab. Blora 217,497 29 217,526 756,990 10,813,217

    2 Kab. Boyolali 88,527 58,792 147,319 512,670 7,323,227

    3 Kab. Wonogiri 143,995 - 143,995 501,103 7,157,991

    4 Kab. Grobogan 106,155 414 106,569 370,860 5,297,545

    5 Kab. Semarang 65,284 31,888 97,172 338,159 4,830,420

    6 Kab. Rembang 97,057 7 97,064 337,783 4,825,051

    7 Kab. Klaten 80,925 5,859 86,784 302,008 4,314,033

    8 Kab. Sragen 77,225 19 77,244 268,809 3,839,799

    9 Kab. Magelang 69,964 1,845 71,809 249,895 3,569,625

    10 Kab. Pati 63,813 194 64,007 222,744 3,181,788

    11 Kab. Karanganyar 47,559 231 47,790 166,309 2,375,641

    12 Kab. Banjarnegara 37,110 45 37,155 129,299 1,846,975

    13 Kab. Temanggung 35,002 147 35,149 122,319 1,747,257

    14 Kab. Wonosobo 34,012 161 34,173 118,922 1,698,740

    15 Kab. Kebumen 32,838 26 32,864 114,367 1,633,669

    16 Kab. Sukoharjo 25,106 609 25,715 89,488 1,278,293

    17 Kab. Jepara 24,583 28 24,611 85,646 1,223,413

    18 Kab. Banyumas 18,245 2,023 20,268 70,533 1,007,522

    19 Kab. Brebes 20,218 20 20,238 70,428 1,006,031

    20 Kab. Purbalingga 17,435 97 17,532 61,011 871,516

    21 Kab. Kendal 16,144 41 16,185 56,324 804,556

    22 Kab. Batang 13,967 76 14,043 48,870 698,078

    23 Kab Purworejo 13,130 91 13,221 46,009 657,216

    24 Kab. Pekalongan 11,146 154 11,300 39,324 561,723

    25 Kota Salatiga 1,567 7,721 9,288 32,322 461,706

    26 Kab. Cilacap 8,724 - 8,724 30,360 433,670

    27 Kab. Kudus 7,603 233 7,836 27,269 389,528

    28 Kab. Pemalang 5,421 12 5,433 18,907 270,074

    29 Kab. Tegal 4,874 333 5,207 18,120 258,840

    30 Kota Semarang 1,473 2,409 3,882 13,509 192,974

    31 Kab. Demak 1,897 62 1,959 6,817 97,382

    32 Kota Surakarta 1,159 204 1,363 4,743 67,755

    33 Kota Pekalongan 291 268 559 1,945 27,788

    34 Kota Magelang 221 10 231 804 11,483

    35 Kota Tegal 41 68 109 379 5,418

    JUMLAH 1.390.208 114.116 1.504.324 5.235.048 74.779.946

  • 168

    III. SPESIFIKASI INSTALASI BIOGAS

    3.1. Bahan

    Instalasi boiogas drum terdiri dari 3 tabung, masing-masing tabung

    penampung bahan baku (inlet), tabung pemroses atau digester dan tabung

    penampung sisa pemrosesan (outlet). Tabung inlet dan outlet dibuat dari bahan

    serat fiber, sedang digester dibuat dari bahan plastik polithylene.

    3.2. Design Instalasi

    Design instalasi biogas merupakan rangkaian dari 3 tabung yaitu inlet,

    digester dan outlet menjadi satu kesatuan unit instalasi (Gb. 1) Tipe digester

    yang dibuat adalah tipe terapung (floating) dengan kapasitas 4,6 m3.

    Penempatan digester disesuaikan dengan letak/tinggi kandang.

    Dimensi Instalasi Biogas :

    1. Inlet

    - panjang : 1,0 m

    - lebar : 0,7 m

    - tinggi : 0,7 m

    2. Digester

    - panjang : 2,67 m

    - lebar : 1,48 m

    - tinggi : 1,48 m

    3. Outlet

    - panjang : 2,0 m

    - lebar : 2,0 m

    - tinggi : 0,5 m

    Gb. 1. Dimensi Instalasi Biogas

    Ketiga tabung tersebut dibuat dengan sistem knock down yang sederhana,

    sehingga pemasangannya dapat dilakukan di tempat atau lokasi dekat kandang

    sapi dengan cara yang mudah. Pada tabung inlet dan outlet dibuat dengan

  • 169

    bagian atas terbuka, sehingga apabila terjadi hujan perlu diberi naungan agar air

    hujan tidak masuk. Digester dibuat dengan bentuk elip dan dibelah menjadi dua

    yaitu setengah bagian atas dan setengah bagian bawah. Apabila digester akan

    dipasang, maka bagian atas dan bawah tersebut direkatkan dan dikunci

    menggunakan skrup yang sudah disediakan.

    3.3. Kinerja

    Kinerja instalasi biogas diperoleh dari pengujian menggunakan bahan baku

    kotoran sapi dengan prosedure sebagai berikut :

    Cara kerja untuk menghasilkan biogas setidaknya melalui 3 tahap yaitu,

    1) penampungan, pengenceran dan pengadukan dan pemasukkan bahan baku,

    2) pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas dan 3) pengambilan sisa

    limbah setelah diambil gasnya. Ketiga tahap tersebut merupakan suatu alur kerja

    yang terus-menerus yang terjadi pada 3 tabung yang tersedia yaitu tabung

    penampung, tabung pencerna/pemroses dan tabung penampung sisa limbah

    tabung pengeluaran. Secara rinci tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan

    sebagai berikut,

    a. Tahap penampungan, pengenceran, pengadukan dan pemasukkan bahan baku

    Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam tabung penampung,

    kemudian diencerkan dengan menambah air hingga perbandingan antara bahan

    padat dan cair 1 : 1, selanjutnya dilakukan pengadukan sampai merata. Bahan-

    bahan yang tidak berguna dan diperkirakan mengganggu proses pembuatan

    biogas (seperti kayu, batu dan bahan-bahan yang keras) diambil. Kemudian

    bahan tersebut dimasukkan kedalam tabung pemroses atau digester.

    b. Tahap Pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas

    Tahap ini berlangsung pada tabung pencerna/pemroses atau Digester.

    Bahan baku yang sudah diencerkan dan sudah dibersihkan dari bahan-bahan

    yang diperkirakan mengganggu proses terjadinya biogas, dimasukkan kedalam

    tabung Digester. Untuk pertama kali memasukkan bahan baku kedalam digester

    sampai penuh. Gas yang pertama diproduksi membutuhkan waktu antara 4

    sampai 15 hari.

  • 170

    c. Tahap pengambilan sisa limbah setelah diambil gasnya

    Sisa limbah diperoleh dari melubernya kotoran yang bercampur air dari

    tabung penampung sisa limbah. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari

    limbah yang telah diambil gasnya oleh bakteri methan atau bakteri biogas,

    bentuknya seperti lumpur atau disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai

    kandungan N tinggi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahan pembuat

    biogas misalnya kotoran ternak merupakan bahan organik yang mempuyai

    kandungan nitrogen (N) tinggi disamping C, H dan O. Kemudian selama

    berlangsungnya proses pembuatan biogas, unsur-unsur yang digunakan adalah

    unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan CO2, sedangkan unsur nitrogen-

    nya tetap bertahan dalam sisa bahan.

    Dengan prosedur tersebut diketahui kinerja dari instalasi biogas sebagai

    berikut :

    - Volume digester : 4,60 m3

    - Berat digester : 100 kg

    - Kapasitas kotoran sapi : 3 4 ekor

    - Produksi gas bio : 1,08 m3 (+ minyak tanah: 2,25 ltr/hari)

    - Penggunaan gas untuk masak /hari : 2 3 jam

    - Penggunaan gas untuk lampu/hari : 2 jam

    - Produksi pupuk padat/ hari : 9,6 kg

    - Produksi pupuk cair/hari : 150,4 kg

    3.4. Harga dan Kelayakan Ekonomis

    Harga satu unit instalasi biogas model drum plastik Rp. 6.500.000,-

    sampai lokasi untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Instalasi ini dapat

    dimodifikasi pada bagian inlet dan outlet-nya, sehingga masyarakat dapat

    membeli digesternya saja seharga Rp. 5.000.000,-/unit, sedang inlet dan outlet

    dapat dibuat sendiri menggunakan bahan bata merah atau tabung plastik bekas.

    Kelayakan ekonomis dari instalasi ini dapat diperhitungkan dengan

    analisis finasial dari introduksi biogas pada perbibitan dan penggemukan ternak

    sapi. Pada usaha perbibitan ternak sapi, kelayakan ekonomis ini diperhitungakan

    dari anak sapi yang dihasilkan, peningkatan harga jual induk sapi, produksi gas

    bio yang disetarakan dengan minyak tanah dan produksi pupuk organik. Secara

    keseluruhan kebutuhan investasi untuk usaha perbibitan sapi adalah 4 ekor sapi

  • 171

    dengan satu unit biogas dibutuhkan modal awal Rp. 55.340.000,-. Biaya tersebut

    belum dapat dibayarkan pada usaha perbibitan periode I. Hal ini disebabkan

    pendapatan yang didapat lebih rendah dari investasi awal yaitu sebanyak Rp.

    51.911.000,-. Namun pada periode penggemukan ke II, ke III, ke IV dan

    seterusnya biaya yang dikeluarkan sama yaitu Rp. 13.040.000,-, sehingga mulai

    periode perbibitan ke II sudah didapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut

    terus meningkat pada periode-periode berikutnya. Perhitungan selengkapnya

    terdapat pada Tabel 4.

    Pada usaha penggemukan sapi, investasi awal yang dibutuhkan sebanyak

    Rp. 40.140.000,- yang digunakan untuk pembelian sapi jantan 4 ekor, biogas 1

    unit termasuk pembuatan kandang. Biaya tersebut belum dapat dibayarkan pada

    usaha penggemukan periode I (6 bulan). Hal ini disebabkan karena pendapatan

    kotornya Rp. 32.640.000,-. Namun pada periode penggemukan ke II, ke III, ke

    IV dan seterusnya biaya yang dikeluarkan sama yaitu Rp. 25.840.000,-, sehingga

    mulai periode penggemukan yang ke II sudah didapatkan keuntungan dan

    keuntungan tersebut terus meningkat pada periode-periode berikutnya.

    Perhitungan selengkapnya tedapat pada Tabel 5.

  • 172

    Tabel 4. Cash Flow Introduksi Biogas pada Usaha Perbibitan Ternak Sapi Biogas Drum 4,6 m3 NO URAIAN UNIT/ @ Rp. J U M L A H P E R T A H U N

    BUAH (000) TH 1 TH 2 TH 3 TH 4 TH 5 TH 6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

    OUTFLOW/INVESTASI :1 Sapi induk 4 7,000 28,000 2 Kandang (kap 4 ekr/kand) 1 7,500 7,5003 Pakan (2 %/bobot badan x 1 th) 8,640 1 8,640 8,640 8,640 8,640 8,640 8,6404 Obat, vaksin, IB 4 50 200 200 200 200 200 2005 Perlengkapan kandang 1 300 300 6 Tenaga kerja (Rp. 10000/org/hr) 1 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,6007 Instalasi Biogas 1 6,500 6,5008 Lain-lain/th (rp. 50000/bl) 12 50 600 600 600 600 600 600

    9 Total Outflow (1 s/d 8) 55,340 13,040 13,040 13,040 13,040 13,04010 Total Outflow kumulatif 55,340 68,380 81,420 94,460 107,500 120,540

    INFLOW :11 Penjualan anak sapi 4 4,000 0 16,000 16,000 16,00012 Peningkatan harga induk 4 7,250 29,000 29,000 29,000 29,000 29,000 29,00013 Produksi biogas (setara minyak tnh;2.25 lt/hr) 810 4 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240 3,24014 Produksi pupuk organik padat 5,011 0.3 1,503 1,503 1,503 1,503 1,503 1,50315 Produksi pupuk organik cair 71,582 0.1 7,158 7,158 7,158 7,158 7,158 7,158

    16 Total Inflow (11 s/d 15) 40,902 56,902 40,902 56,902 40,902 56,90217 Total Inflow kumulatip 40,902 97,803 138,705 195,606 236,508 293,41018 Net Cash Flow/bl (16 - 9) (14,438) 43,862 27,862 43,862 27,862 43,86219 Net Cash Flow/bl kumulatip (17 - 10) (14,438) 29,423 57,285 101,146 129,008 172,87020 B/C Rasio per bl (kumulatif) 0.74 1.43 1.70 2.07 2.20 2.43

    Keterangan : *) bobot sapi PO > 300 kg/ekor

  • 173

    Tabel 5. Cash Flow Usaha Penggemukan Sapi dengan Introduksi Biogas Drum 4,6 m3 NO URAIAN UNIT/ @ Rp. JUMLAH PER PERIODE PENGGEMUKAN (6 BULAN)

    BUAH (000) I II III IV V VI (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

    OUTFLOW/INVESTASI :1 Sapi ( 4 ekor/6 bl) *) 4 5,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,0002 Kandang (kap 6 ekr/kand) 1 7,500 7,5003 Pakan (1.5 %/bobot badan) 3,240 1 3,240 3,240 3,240 3,240 3,240 3,2404 Obat & vaksin 4 50 200 200 200 200 200 2005 Perlengkapan kandang 1 300 3006 Tenaga kerja (Rp. 10000/org/hr) 1 1,800 1,800 1,800 1,800 1,800 1,800 1,8007 Instalasi Biogas 1 6,500 6,5008 Lain-lain/th 9Rp. 50000/bl 12 50 600 600 600 600 600 600

    9 Total Outflow (1 s/d 8) 40,140 25,840 25,840 25,840 25,840 25,84010 Total Outflow kumulatif 40,140 65,980 91,820 117,660 143,500 169,340

    INFLOW :11 Penjualan sapi 4 7,500 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,00012 Produksi biogas (setara minyak tnh;2.25 lt/hr) 405 4 1,620 1,620 1,620 1,620 1,620 1,62013 Prod. pupuk organik padat (3.48 kg/ekr) 2,506 0.3 752 752 752 752 752 75214 Prod. pupuk organik cair (49.7kg/ekr) 2,684 0.1 268 268 268 268 268 268

    15 Total Inflow (11 s/d 14) 32,640 32,640 32,640 32,640 32,640 32,64016 Total Inflow kumulatip 32,640 65,280 97,920 130,560 163,201 195,84117 Net Cash Flow/bl (15- 9) (7,500) 6,800 6,800 6,800 6,800 6,80018 Net Cash Flow/bl kumulatip (16 - 10) (7,500) (700) 6,100 12,900 19,701 26,50119 B/C Rasio per bl (kumulatif; 16 / 10) 0.81 0.99 1.07 1.11 1.14 1.16

    Keterangan : *) bobot sapi PO > 300 kg/ekor

  • 174

    III. Penyusunan, Diseminasi dan Adopsi Paket Teknologi

    3.1. Proses Penyusunan Paket Teknologi

    Proses penyusunan paket teknologi melalui beberapa tahap, pertama

    mempelajari design instalasi biogas, kedua merekayasa design dengan bahan

    utama drum palstik, ketiga membuat cetakan design instalasi biogas.

    a. Mempelajari Proses terbentuknya gas bio di dalam digester

    Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses degradasi

    limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia atau

    campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang

    tertutup atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan

    anaerob ini dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai

    tempat terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi

    anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan

    bermaca-macam bentuk dan bahan yang digunakan.

    Gas bio (methan) sebagai produk utama dari instalasi biogas merupakan

    campuran dari berbagai jenis gas dan gas methan merupakan kandungan yang

    paling besar. Nilai kalor gas metana murni (100%) adalah 8.900 kkal/m3.

    Pembuatan gas bio dengan bahan baku kotoran sapi, nilai kalor yang diperoleh

    antara 4800 6700 kkal/m3 yang akan mengahasilkan biogas dengan komposisi

    54 - 70% metana, 27 - 45% karbondioksida, 0,5 - 3,0% nitrogen, 0,1%

    karbonmonoksida, 0,1% oksigen, dan sedikit sekali hidrogen sulfida, amoniak

    dan nitrogen oksida (Karsini, 1981 dan Harahap dan Ginting. 1984).

    Bahan baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan

    nitrogen, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan

    pertumbuhan mikroorganisme melalui tiga tahap reaksi kimia (proses

    dekomposisi anaerob; Noegroho Hadi, 1980, Saubolle, 1978 dan Anonymous,

    1977), hingga terbentuk gas bio yaitu :

    1) Tahap pelarutan bahan-bahan organik, pada tahap ini bahan padat yang

    mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik

    yang larut.

    2) Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asam-

    asam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri.

  • 175

    3) Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel

    mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan.

    Bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester kedap udara akan

    dicerna/diproses oleh bakteri anaerob menghasilkan gas yang kemudian disebut

    biogas. Biogas merupakan gabungan antara gas metan (CH4) dengan CO2 atau

    gas karbondioksida dengan perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul

    di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju

    tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.

    Agar proses terbentuknya biogas berjalan sesuai yang diharapkan,

    artinya dapat menghasilkan gas methan, maka diperlukan persyaratan-

    persyaratan tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati, 2003;

    Saubolle, 1978) diantaranya,

    1. C/N Rasio, kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal

    dengan C/N Rasio antara 20 25.

    2. Kandungan air, bahan baku yang paling baik untuk menghasilkan biogas

    adalah bahan yang mengandung 7 9 % bahan kering (BK) atau kandungan

    airnya 93 99 % air.

    3. Jasad renik/mikro organisma, Bakteri pembentuk asam antara lain:

    Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang

    mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam-

    asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas

    methan oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina,

    dan Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983).

    4. Udara (oksigen), persyaratan yang penting dalam proses pembuatan

    biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama sekali (anaerob).

    5. Temperatur, proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung pada kisaran

    5oC sampai 55oC, sedangkan temperatur optimumnya 35oC.

    6. Derajat Keasaman (pH), kondisi pH paling optimal untuk aktivitas bakteri

    ini berkisar antara 6,8 sampai 8.

    7. Pengadukan, maksud pengadukan adalah agar bahan baku menjadi

    homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang sukar dicerna,

    seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan, lapisan

    ini dapat dipecah dengan alat pengaduk.

  • 176

    8. Bahan penghambat, bahan yang menghambat pertumbuhan

    mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga, cadmium, dan

    kromium. Selain itu desinfektan, deterjen dan antibiotik.

    b. Merekayasa instalasi biogas.

    Rekayasa instalasi biogas meliputi inlet , digester dan outlet.

    Rekayasa Inlet :

    Rekayasa pada inlet tidak membutuhkan keahlian yang khusus,

    karena fungsi dari inlet hanya untuk menampung, mengaduk dan

    mengenerkan bahan baku. Pada awalnya inlet dibuat dengan bahan baku

    bata merah dan semen dengan ukuran dimensi yang bervariasi, kemudian

    direkayasa menggunakan bahan serat fiber (Gb. 2 dan 3)

    Gb 2. Inlet dengan bahan bata merah Gb 3. Rekayasa inlet dengan bahan serat fiber

    Rekayasa Digester :

    Pada awalnya digester dibuat dengan teknik yang sederhana yaitu

    mengunakan drum tangki air yang dibuat dari bahan plastik polyethilin kapasitas

    1.000 liter. Digester dibuat dengan menyambung 2 drum dan 4 drum.

    Penyambungan dilakukan dengan lem plastik dan skrup. Kemudian dilakukan

    modifikasi dengan menggunakan 2 drum tangki air kapasitas 2.000 liter

    disambung teknik yang sama (Gb. 4, 5, 6 dan 7).

  • 177

    Semua rekayasa pembuatan digester tersebut dapat bekerja dengan

    baik dan menghasilkan gas bio yang dapat digunakan untuk memasak dan

    penerangan. Sehingga rakayasa digester yang terakhir adalah dengan membuat

    digester dari bahan Polyethylin (PE) dengan kapasitas 4,6 m3. Digester tersebut

    sudah dibuat dengan menggunakan cetakan dari baja (moulding), sehingga

    dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Gb 8).

    Gb 4. Digester 2 drum masing-masing kapasitas 1000 ltr

  • 178

    Gb 5. Digester 4 drum masing-masing kapasitas 1000 ltr

    Gb 6. Digester 1 drum kapasitas 2000 ltr

  • 179

    Gb 7. Digester 2 drum kapasitas masing-masing 2000 ltr

    Gb 8. Digester drum kapasitas masing-masing 4,6 m3

    Rekayasa Outlet :

  • 180

    Rekayasa pada outlet sama seperti pada inlet, tidak membutuhkan

    keahlian yang khusus, karena fungsi dari outlet untuk menampung sisa limbah

    setelah diproses didalam digester. Pada awalnya outlet dibuat dengan bahan

    baku bata merah dan semen dengan ukuran dimensi yang bervariasi, kemudian

    dikembangkan menggunakan bahan serat fiber (Gb. 9 dan 10).

    Gb 9. Outlet Dengan Bahan Bata Merah

    Gb 10. Outlet Dengan Bahan Serat Fiber

  • 181

    c. Merangkai design instalasi biogas siap pakai

    Sebagai upaya agar instalasi biogas dapat siap langsung dipasang, maka

    masing-masing tabung harus dicetak agar didapatkan ukuran yang sama dan

    dapat dirangkai menjadi satu unit instalasi biogas.

    Design ini terus dievaluasi dan dikembangkan menjadi suatu rangkaian

    instalasi yang dapat mengahasilkan biogas dengan harga yang terjangkau.

    Sampai saat ini telah mengalami 2 kali penyempurnaan (redesign) masing-

    masing pada digester dan outlet. Secara rinci rangkaian instalasi biogas dapat

    dilihat pada gambar dibawah ini (Gb 11).

  • 182

    Gb 11. Rangkaian Instalasi Siap Pakai

    3.2. Manajemen Diseminasi Paket Teknologi

    Diseminasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Diseminasi

    secara langsung dilakukan melalui pertemuan, tatap muka, pelatihan dan praktek

    pembuatan instalasi biogas sederhana dan berpartisipasi dalam kegiatan

    pameran seperti Soropadan Agroekspo (Juni, 2007), Pameran Teknologi Tepat

    Guna (TTG, Nopember 2008). Disamping itu, diseminasi secara langsung juga

    dilakukan atas permintaan instansi tertentu seperti :

    - Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Pemalang ( Desember 2007)

    - Dinas Pertanian Kab. Batang (Maret 2008)

    - Dinas Pertanian Kab. Tegal (Pebruari 2008)

    - Kelompok Jabatan Fungsional Kab. Batang (Juni 2008)

    - Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jateng (Mei 2008)

    - Badan Ketahahan Pangan Prov. Jateng (September dan Nopember 2008)

    - Bank Indonesia Semarang (Juli 2008)

    - Badan Lingkungan Hidup (September 2008)

    - Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Blora (1 2 Desember 2008)

    - Berpartisipasi pada Pameran Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional di

    Semarang (23 27 Oktober 2008)

    Diseminasi secara tidak langsung dilakukan melalui pembuatan brosur /

    leaflet, buku petunjuk pemeliharaan, publikasi di majalah dan siaran langsung

    (interaktif) RRI Semarang, peliputan oleh TVRI dan TV swasta.

  • 183

    Gb. 12. Partisipasi pada Soropadan Agroekspo 2007

    Gb. 13. Partisipasi pada Pameran Nasional Teknologi Tepat Guna,

    Semarang Nop. 2008

    3.2. Komersialisasi Paket Teknologi dan Perlindungan Hak Intelektual

  • 184

    Komersialisasi paket teknologi instalasi biogas dilakukan untuk

    mempersiapkan pemasaran pada skala nasional. Untuk itu, telah dibentuk tim

    marketing yang terbagi 2 level. Level pertama dibentuk dengan tujuan

    melakukan penetrasi pasar baik secara langsung (kepada konsumen akhir)

    maupun tidak langsung (perantara), sedangkan level kedua merupakan

    kepanjangan dari bagian pertama yang melakukan penetrasi pasar secara tidak

    langsung. Oleh karena itu, tim marketing level kedua sifatnya dinamis dan tidak

    terbatas.

    Dalam upaya melindungi hak intelektual terhadap instalasi biogas drum,

    maka sedang dilakukan persiapan teknis dan persyaratan untuk mengajukan hak

    intelektual kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaaan Intelektual, Departemen

    Hukum HAM RI. Instalasi biogas yang akan dilindungi HaKi-nya adalah bagian

    digester yang masuk pada katagori Design industri dan Sirkuit Terpadu.

    3.3. Faktor-faktor Kesuksesan

    Faktor-faktor kesuksesan dari paket teknologi instalasi biogas drum adalah

    :

    a. Kondisi ketersediaan sumber energi

    Ketersediaan sumber energi saat ini langka dan mahal, seperti minyak

    tanah sulit dicari dan harganya mahal Rp. 4.000/ltr Rp. 10.000, BBM dan LPG

    mahal. Disamping itu, permasalahan distribusi pupuk yang menybabkan sulitnya

    membeli pupuk di lapangan dan adanya isu pemanasan global serta kerusakan

    lingkungan, menjadi faktor pemicu keberhasilan pembuatan instalasi biogas

    drum.

    b. Design inslatasi

    Design instalasi biogas drum dibuat secara pabrikan, artinya dapat

    diproduksi dalam jumlah banyak. Saat ini kapasitas produksinya 3 4 unit per

    hari, disesuaikan dengan pangsa pasar. Apabila pangsa pasar meningkat, maka

    kapasitas produksinya akan ditingkatkan sesuai permintaan pasar.

    c. Kepraktisan

    Instalasi biogas ini dibuat sedemikian rupa sehingga siap untuk dipasang.

    Pemasangan instalasi disesuaikan dengan lokasi, apabila lokasi berlereng maka

    instalasi siap untuk dipasang, namun bila lokasinya datar, maka tanah perlu

    digali untuk meletakkan instalasi biogas. Pemasangan instalasi ini hanya

  • 185

    memerlukan 2 orang tenaga dengan waktu pemasangan singkat yaitu 1 2

    hari/unit. Sebagai perbandingan pada pembuatan instalasi biogas dengan

    konstruksi bata (fixed dome) kapasitas 6 m3, memerlukan tenaga 3 orang

    dengan waktu minimal 15 hari.

    d. Dapat dipindahkan

    Instalasi ini dibuat secara terpisah-pisah antara inlet, digester dan outlet,

    sehingga pemasangannya dapat dilakukan dengan merakit antara bagian-nagian

    tersebut (knock down). Dengan demikian apabila ingin dipindahkan, maka

    rakitan tersebut dapat dilepas dan dipasang kembali di lokasi lain.

    e. Harga Terjangkau

    Harga instalasi ini Rp. 6.500.000,- (Enam juta lima ratus ribu rupiah) per

    unit, diluar biaya pemasangan. Satu unit instalasi biogas drum terdiri dari inlet,

    digester, outlet, kompor gas yang dimodifikasi, pengukur tekanan gas

    (manometer), pralon 4 inci sepanjang 2 m, prlon 6 inci sepanjang 2 m dan pralon

    0,5 inci 5 batang (20 m).

    IV. Adopsi dan Dampak Paket Teknologi

    Sejalan dengan upaya pemasyarakatan teknologi melalui kegiatan

    desiminasi baik langsung maupun tidak langsung, telah berdampak positif

    terhadap adopsi teknologi yaitu diadopsinya design instalasi biogas oleh CV.

    Prima Utama Semarang. Perusahaan ini salah satu divisinya bergerak dibidang

    pembuatan drum tangki air, sehingga dapat menangkap peluang pengembangan

    biogas dengan cara melakukan kerjasama dalam mengembangkan instalasi

    biogas drum secara komersial.

    Kerjasama diawali dengan pembuatan design inlet, digester dan outlet,

    kemudian dibuat mesin pencetaknya. Dengan kerjasama ini, maka instalasi

    biogas dapat diproduksi dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.

    Dari kerjasama ini sudah didapat 2 prototipe digester dan outlet. Prototipe ini

    terus dievaluasi dan disempurnakan dengan memasukkan inovasi baru yang

    didasarkan atas permasalahan di lapangan. Sampai saat ini sudah diproduksi

    sekitar 69 unit yang tersebar di wilayah Jawa Tengah, sedang 3 unit di Lombak

    Timur dan 3 unit di Marauke.

  • 186

    Pengembangan instalasi biogas drum ini dalam skala besar dapat tersedia

    sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk memasak, penerangan,

    bahan bakar disel dan menyediakan pupuk organik padat dan cair yang siap

    pakai. Aplikasi pengembangan biogas di lapangan dapat mendorong cabang-

    cabang usaha lain seperti usaha pupuk organik baik padat maupun cair dan pada

    akhirnya dapat berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan petani serta

    peningkatan kesuburan lahan.

    Tabel 6. Penyebaran Instalasi Biogas Drum (Nopember 2008).

    No Lokasi Jumlah Keterangan

    1 Desa Banyuroto, Kec. Sawangan, Kab. Magelang 1

    2 Desa Meteseh, Kec. Kaliori, kab. Rembang 1

    3 KT Sapi Potong Sragen / Disnak Prov. Jateng 10

    4 Desa Tulakan, Kec. Keling kab. Jepara 8

    5 Dinas Peternakan Kab. Semarang 4

    6 Dinas Peternakan Prov. Jateng 20

    7 BRI Cabang Ungaran 2 proses

    8 Desa Sumberejo, Kec. Jatisrono, Kab. Wonogiri 1

    9 Dinas Lingkungan Hidup Pekalongan 2

    10

    Desa Candi, Kec. Bandungan, Kab. Semarang

    (LP3) 10 proses

    11 Bappeda Lombok Timur, NTT 3 proses

    12 Pemda Marauke, Papua Barat 3

    13 Desa Kedawung, Kecamatan Bojong, Kab. Tegal 1

    14 Dinas Pertanian Kab. Demak 3

    Jumlah 69

    V. PENUTUP

  • 187

    Demikian penjelasan paket tenologi instalasi biogas drum dengan

    harapan dapat memberi sumbangan bagi pembangunan pertanian, khususnya

    pada penyediaan sumber enegi alternatif dan sumber pupuk organik. Saran,

    masukan dan kritik mebangun tetap diharapkan agar paket teknologi ini lebih

    bermanfaat.

    DAFTAR BACAAN

    Amaru,K., M. Abimayu, DY. Sari, dan I. Kamelia, 2004. Teknologi Digester Gas Bio Skala Rumah Tangga. http://www. Pikiran Rakyat Cyber Media.

    Anonymous, 1977. Digester Gas Bio, Program Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia, Departemen Tenaga Kerja, Bandung.

    Anonymous, 1998. Majalah Kampus Genta, Edisi 117, Thn XXXIII /27 Maret 1998 halaman 35-38. http://www.petra.ac.id/ science/applied_technology/biogas98/biogas5.htm

    Anonymous, 2003. Biogas Production. The Methane Digester for Biogas. http://habmigern.2003.info/methane-digester.

    Anonymous, 2005. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi untuk Biogas, Pakan Ikan dan Pupuk . http://www_properlinkdarma_or_id

    Dikshie, 2004. Proyekers [PROYEKERS] Sapi & K-prosperity (inkubasi industri Reaktor Biogas & Kompos)]. http://ipv6.ppk.itb.ac.id/ mailman/listinfo/proyekers

    FAO. 1981. The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia.

    Fry, C.J. dan R. Mevil, 1973. Methane Digester for Fuel Gas and Fertilizer, Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya.

    Hadi, Asmara, dan Ariono, 1982. Prarencana Pabrik Biogas dari Kotoran Sapi, Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya.

    Harahap, F. dan S. Ginting, 1984, Pusat Teknologi Pembangunan, ITB, Bandung.

    Indriyati, 2002. Pengaruh Waktu Tinggal Substrat Terhadap Efisiensi Reaktor Tipe Totally Mix. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.4, No.4. 2002, hal. 67-71. BPPT.Jakarta. http://www. IPTEKnet.htm

    Junus Muhamad, 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatakan Unit Gas Bio. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

    Kadarwati, S., 2003. Studi pembuatan biogas dari kotoran kuda dan sampah organik skala laboratorium. P3TEK Vol2, No.1. April 2003. page 3-10.

    Karsini, 1981. Biogas dari Limbah. Departemen Perindustrian Balitbang Industri Proyek Balai Pendidikan Industri, Jakarta.

  • 188

    Muryanto, 2006. Petunjuk Usahatani Sapi Terpadu. Prima Tani Kab. Magelang. BPTP Jawa Tengah.

    Muryanto, J. Pramono, Suprapto, Ekaningtyas dan Sudaiyono. 2006. Biogas, Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan. BPTP Jawa Tengah.

    Muryanto. 2008. Pengembangan biogas pada usaha ternak sapi sebagai pendukung konsevasi lahan di Jawa Tengah. Makalah Seminar ENAFE. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

    Muryanto, Agus Hermawan, Ulin Nuscahti, Sarjana dan Sri Catur. 2008. Introduksi biogas pada usaha penggemukan ternak sapi. Makalah Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Balai Besar Mekanisasi Pertanian. Bogor.

    Noegroho Hadi Hs., 1980, Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan Pengembangan Desa, LPL, No. IV tahun XIII, LEMIGAS, Jakarta.

    Rahman,B., 2005. Biogas, Sumber Energi Alternatif http://www. kimianet.lipi.go.id. Kompas (8 Agustus 2005).

    Sahidu dan Sirajuddin, 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi, PT. Dewaruci Press, Jakarta.

    Saubolle, S.J., 1978. Fuel Gas from Cowdung, UNICEF, Sahayogi Press, Kathmandu, Nepal.

    Sembiring Iskandar, 2005. Biogas, Alternatif Ketika BBM Menipis http://BIOGAS\Waspada.co.id Seni & budaya Biogas, Alternatif Ketika BBM Menipis.htm

    Sihombing, D.T.H., 1980, Prospek Penggunaan Bio Gas untuk Energi Pedesaan di Indonesia, LPL, No.II tahun XIV, LEMIGAS, Jakarta.

    Suriawiria,UH. 2005. Menuai Biogas dari Limbah http://www. Pikiran Rakyat Cyber Media.