bab ii landasan teori - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/0819351010-3-bab...

15
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan- bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ). 2.2 Perkembangan Biogas Sejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di benua Eropa. Biogas yang merupakan hasil dari proses anaerobik digestion ditemukan seorang ilmuan bernama Alessandro Volta yang melakukan penelitian terhadap gas yang dikeluarkan rawa-rawa pada tahun 1770. Gas dari rawa tersebut teridentifikasi sebagai gas methana. Pada perkembangannya, pada tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Selanjutnya, tahun 1884 seorang ilmuwan lainnya bernama Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan mediasi kotoran hewan. Perkembangan biogas mengalami pasang surut, seperti pada akhir abad ke-19 tercatat Jerman dan Perancis memanfaatkan limbah pertanian menjadi beberapa unit pembangkit yang berasal dari biogas. Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa lainnya yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas. Namun, dalam perkembangannya karena harga BBM semakin murah dan mudah diperoleh, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa mulai ditinggalkan, dan pada saat ini ditengah keterbatasan persediaan fosil, biogas kembali dikembangkan. Selain itu disamping persediaan bahan baku yang cukup melimpah, gas hasil dari pembakaran biogas sangat ramah lingkungan oleh karena itu masyarakat mulai mengembangkan biogas sebagai bahan bakar alternatif (KESDM,2010). 2.3 Proses Pembentukan Biogas

Upload: trinhnga

Post on 20-Jun-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-

bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah

tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).

2.2 Perkembangan Biogas

Sejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di benua Eropa. Biogas yang

merupakan hasil dari proses anaerobik digestion ditemukan seorang ilmuan bernama

Alessandro Volta yang melakukan penelitian terhadap gas yang dikeluarkan rawa-rawa pada

tahun 1770. Gas dari rawa tersebut teridentifikasi sebagai gas methana. Pada

perkembangannya, pada tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari

proses anaerobik digestion. Selanjutnya, tahun 1884 seorang ilmuwan lainnya bernama

Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan mediasi kotoran hewan.

Perkembangan biogas mengalami pasang surut, seperti pada akhir abad ke-19 tercatat Jerman

dan Perancis memanfaatkan limbah pertanian menjadi beberapa unit pembangkit yang berasal

dari biogas. Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa lainnya yang

membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas. Namun, dalam perkembangannya karena

harga BBM semakin murah dan mudah diperoleh, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di

Eropa mulai ditinggalkan, dan pada saat ini ditengah keterbatasan persediaan fosil, biogas

kembali dikembangkan. Selain itu disamping persediaan bahan baku yang cukup melimpah,

gas hasil dari pembakaran biogas sangat ramah lingkungan oleh karena itu masyarakat mulai

mengembangkan biogas sebagai bahan bakar alternatif (KESDM,2010).

2.3 Proses Pembentukan Biogas

Proses pencernaan anaerob merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu pemecahan

bahan organik oleh aktivasi bakteri metanogenik dan bakteri asidogenetik pada kondisi tanpa

udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik sepeti

kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Pembentukan biogas oleh

mikroba pada kondisi anaerob meliputi tiga tahap proses (Haryati, 2006), yaitu:

a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan

pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur

bentuk polimer menjadi bentuk monomer.

b. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang

terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk

asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat,

propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen

dan amonia.

c. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri

pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen

sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.

Bakteri metanogenik tidak aktif pada temperatur yang sangat tinggi atau rendah.

Temperatur optimumnya yaitu 35° C. Jika temperaturnya turun menjadi 10°C maka produksi

biogas akan berhenti. Produksi yang ideal berada pada daerah mesofilk yaitu antara 25-30° C.

Biogas yang dihasilkan diluar kondisi tersebut mempunyai kandungan karbon yang lebih

tingi.Untuk mendapatkan biogas dengan memanfatkan kotoran ternak diperlukan suatu

ruangan yang kedap udara seperti tangki ataubangunan yang berfungsi sebagai tempat

pencerna atau tempat terjadinya fermentasi, tempat ini disebut digester. Dalam proses

fermentasi bakteri juga menghasilkan gas sebagai akibat dari pembongkaran substrat yang

berlangsung oleh aktivitas bakteri.

2.4 Faktor-Faktor Pembentuk Biogas

Keberhasilan proses pencernaan dalam digester sangat ditentukan oleh desain dan

pengaturan digester itu sendiri, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian

digester yaitu:

a. Pengadukan

Proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak diaduk solid akan

mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan

menyulitkan keluarnya gas. Masalah tersebut terjadi lebih besar pada proses yang

menggunakan bahan baku limbah sayuran dibandingkan yang menggunakan kotoran ternak.

Pada sistem kontinyu masalah ini lebih kecil karena pada saat bahan baku dimasukkan akan

memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi pengadukan.

b. Temperatur

Temperatur digester yang tinggi akan lebih rentan terhadap kerusakan karena fluktuasi

temperatur, untuk itu diperlukan pemfeliharaan yang seksama. Pada daerah panas,

penggunaan atap akan membantu agar temperatur berada pada kondisi yang ideal, tetapi pada

daerah dingin akan menyebabkan masalah. Langkah yang umumnya diambil yaitu dengan

melapisi tangki dengan tumpukan jerami atau serutan kayu dengan ketebalan 50 sampai 100

cm, lalu dilapisi dengan bungkus tahan air, jika masih kurang maka digunakan koil pemanas

(Haryati, 2006).

c. Waktu retensi

Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu waktu retensi, faktor ini sangat dipengaruhi

oleh temperatur, pengenceran, laju pengadukan bahan dan lain sebagainya. Pada temperatur

yang tinggi laju fermentasi berlangsung dengan cepat, dan menurunkan waktu proses yang

diperlukan. Pada kondisi normal fermentasi kotoran berlangsung antara dua sampai empat

minggu.

d. Derajat Keasaman (pH)

Pada dekomposisi anaerob faktor pH sangat berperan, karena pada rentang pH yang

tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimal dan bahkan dapat menyebabkan

kematian yang menghambat perolehan gas metana. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester

adalah antara 6, 2-8 (Allo., et., all, 2011).

e. Kandungan Air

Bentuk bubur hanya dapat diperoleh apabila bahan yang dihancurkan mempunyai

kandungan air yang tinggi. Apabila sampah tersebut memiliki kandungan air yang sedikit

maka bisa ditambahkan air supaya pembentukan biogas bisa optimal.

f. Bahan Isian

Bahan baku isian pada biogas terdiri dari bahan – bahan seperti: kotoran ternak, limbah

pertanian, sampah organik rumah tangga dan janur. Bahan baku isian harus terhindar dari

bahan anorganik karena bakteri anaerob hanya mudah mencerna bahan baku organik untuk

menghasilkan biogas.

g. Rasio Karbon Nitrogen

Unsur nitrogen adalah unsur yang paling penting, disamping adanya selulosa sebagai

sumber karbon. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat dari pada

nitrogen. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan

memiliki C/N ratio 15 berbanding 1, C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30

kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimal,

bila kondisi yang lain juga mendukung (Allo., et., all, 2011).

h. Bahan baku pembentuk biogas

Secara umum biogas masih menggunakan limbah yang berasal dari kotoran hewan

saja, sedangkan dalam perkembangan biogas saat ini telah banyak bahan – bahan organik

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penghasil biogas dengan penambahan kotoran hewan

sebagai starter (bakteri biogas) dalam pembentukan biogas. Bahan-bahan organik yang dapat

dipergunakan sebagai substrat dalam pembentukan biogas meliputi limbah pertanian, sampah

organik rumah tangga, dan janur.

2.5 Kandungan Gas

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan

hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas

metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan

ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh

memuaskan. Perbandingan kisaran komposisi gas dalam biogas antara kotoran sapi dan

campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak

dengan sisa pertanian

Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran ternak dan sisa

pertanian

Metan (CH4) 65,7 54-70

Karbodioksida (CO2) 27,0 27-45

Nitrogen (N2) 2,3 0,5-3,0

Karbonmonoksida (CO) 0,0 0,1

Oksigen (O2) 0,1 6,0

Propen (C3H8) 0,7 -

Hidrogen Sulfida (H2S) Tidak terukur Sedikit sekali

Nilai Kalor (kkal/m3) 6.513 4.800-6.700

(Sutarno., et., all, 2007)

Proses pembentukan biogas merupakan prinsip pencernaan anaerob dengan

bantuan bakteri yang disebut sebagai bakteri penghasil biogas terdiri dari beberapa jenis

bakteri, yaitu bakteri penghasil gas metana dan bakteri asam. Interaksi antara beberapa group

bakteri diaplikasikan dalam anaerobic digestion. Berikut proses pembentukan biogas secara

umum.

Bahan Organik CH4+CO2+H2+NH3+H2S

Proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut:

• Tahap Hidrolisis

Bahan organik diuraian secara eksternal oleh enzim ekstraseluler (selulose,

amylase, protease, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang

karbohidrat kompleks, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai contoh

polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptide dan

asam amino. Berikut reaksi perubahannya:

(C6H10O5) n + n H2O n (C6H12O6)

(selulosa) (air) (glukosa)

• Tahap Asidifikasi (Pengasaman)

Senyawa sederhana (komponen monomer) yang terbentuk dari tahap hidrolisis

dijadikan sumber energi bagi bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut menghasilkan

senyawa asam, seperti asam asetat, asam propinat, asam butirat, dan asam laktat, serta produk

sampingan berupa alkohol, karbon dioksida, hidrogen, dan amonia. Berikut reaksinya:

a). n(C6H12O6) 2n(C2H5OH)+2nCO2(g)+kalor

(glukosa) (etanol) (karbon dioksida)

b). 2n (C2H5OH)(aq) + n CO2(g)

(etanol) (karbon dioksida)

2n (CH3COOH) (aq) + n CH4(g)

(asam asetat) (metana)

• Tahap Pembentukan Gas Metana

Tahap bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul

rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Bakteri penghasil asam membentuk

keadaan atmosfer yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk

gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam.

Reaksinya:

2n (CH3COOH) 2n CH4(g) + 2n CO2(g)

(asam asetat) (gas metana) (karbon dioksida)

(Lazuardy, Indra, 2007)

2.6 Reaktor Biogas

Reaktor biogas merupakan alat yang kedap udara dengan bagian – bagian pokok

terdiri atas pencerna (digester), inlet bahan penghasil biogas dan outlet lumpur sisa hasil

pencernaan (slurry) dan pipa penyalur biogas yang telah terbentuk. Ada dua jenis digester

yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya, yaitu fixed dome dan floating drum

(Haq., et., all., 1978).

a. Digester fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga

produksi biogas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Biaya yang dikeluarkan

sebagai operasional digester fixed dome ini dapat dikatakan rendah, karena digester

dengan tipe seperti ini berupa bangunan permanen tidak berkarat dan dapat bertahan

sampai 20 tahun. Bangunan ini biasanya terletak di bawah tanah, sehingga dapat

terhindar dari kerusakan fisik. Selain itu proses pembentukan biogas yang terjadi di

dalam tanah dapat terhindar dari suhu rendah pada malam hari, sedangkan pada siang

hari sinar matahari dapat meningkatkan proses pembentukan biogas. Digester fixed dome

terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah tertutup. Di dalam digester terdapat

ruang penampung gas dan removal tank. Biogas yang telah terbentuk disimpan dalam

penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan untuk memproduksi biogas

dialirkan menuju removal tank. Tekanan gas di dalam digester akan meningkat seiring

dengan meningkatnya volume gas di dalam penampung gas. Berikut adalah kelebihan

dan kekurangan dari digester fixed dome :

Kelebihan dari reaktor ini adalah :

- Biaya perawatan murah.

- Umur reaktor lama.

- Lebih stabil dan tidak mudah berkarat.

- Menghemat tempat karena dibangun dalam tanah sehingga suhu dalam reaktor lebih

stabil.

Kekurangan dari reaktor ini adalah :

- Bila terjadi sedikit kebocoran pada reaktor akan mengakibatkan kehilangan gas yang

cukup besar sehingga dibutuhkan pembuat reaktor yang telah terlatih.

- Tekanan gas berfluktuasi tergantung dari gas yang dihasilkan.

- Suhu dalam reaktor relatif dingin.

Gambar 2.1 Skema Digester Biogas Tipe Fixed Dome

b. Floating drum

Pada floating drum terdapat bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk

menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut

menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas. Floating drum

terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah atau silinder yang dapat bergerak,

penahan gas atau drum. Pergerakan penahan gas dipengaruhi oleh proses fermentasi dan

pembentukan gas. Bagian drum sebagai tempat penampung atau penyimpan gas yang

terbentuk mempunyai rangka pengarah agar pergerakan drum stabil. Apabila digester

sedang memproduksi biogas drum akan terangkat. Jika biogas sedang dikonsumsi, drum

akan turun. Bahan yang digunakan untuk drum adalah baja. Lembaran baja yang

digunakan untuk kedua sisi drum berukuran 2,5 mm, sedangkan untuk bagian atas drum

berukuran 2 mm. Drum harus dijaga agar tidak berkarat. Untuk mencegah drum berkarat

dapat digunakan cat minyak, cat sintetik maupun aspal. Produksi gas dapat meningkat

apabila drum dicat dengan warna merah karena suhu dalam tangki pencerna akan

meningkat ketika terkena sinar matahari. Bagian atas drum sebaiknya dibuat miring. Hal

ini dimaksudkan untuk mencegah air hujan masuk ke dalam drum, sehingga drum dapat

mengalami korosi atau berkarat. Digester tipe floating drum tidak selalu menggunakan

bahan dari baja. Bahan lain yang dapat digunakan untuk reaktor ini adalah plastik

polyethilen. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat digester dengan bahan

polyethilen lebih besar daripada menggunakan bahan baja. Berikut adalah kelebihan

Kelebihan dari reaktor ini adalah :

- Mudah dipahami dan dioperasikan.

- Volume gas yang terbentuk dapat dilihat dengan mudah.

- Tekanan gas yang dihasilkan relatif konstan.

- Pembuatannya mudah dan bila ada sedikit kesalahan dalam pembuatannya tidak

terlalu menyebakan masalah yang besar dalam pengoperasiannya.

Kekurangan dari reaktor ini adalah :

- Korosi pada drum.

- Biaya perawatan cukup mahal.

- Umur reaktor lebih pendek daripada fixed dome.

Gambar 2.2 Skema Digester Biogas Tipe Floating Drum

2.7 Alat Ukur Tekanan Biogas

Tekanan gas dapat dihitung degan menggunakan pressure gauge digital seperti terlihat

pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.3 Pressure Gauge Digital

2.8 Karakteristik Sampah

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di

Provinsi Bali, mengakibatkan terjadinya peningkatan timbunan sampah yang semakin cepat.

Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan semakin sulitnya mencari lokasi untuk Tempat

Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah, sehingga semakin banyaknya permasalahan sampah yang

harus dihadapi. Pemerintah Daerah membuat kesepakatan untuk menerapkan sistem

pengelolaan sampah secara terpusat dengan aplikasi teknologi pengolahan sampah terpadu

yang disebut dengan IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu). Dari hasil penelitian

setelah dilakukan penelitian selama (8) delapan hari berturut-turut di TPA masing-masing

kabupaten/kotamadya di wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA),

diperoleh jumlah volume timbunan sampah yang terangkut ke TPA Suwung sebanyak

1.803,19 m3/hari, TPA Temesi sebanyak 323,63 m

3/hari, dab TPA Sembung Gede sebanyak

162,19 m3/hari (Widyasarsana, 2004).

Meningkatnya jumlah sampah setiap tahunnya menyebabkan pelayanan pengangkutan

sampah di daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA) baru 60%

sampah yang bisa terangkut ke TPA. Sisanya masih tercecer diberbagai tempat seperti di

jalanan, taman kota, dan pasar. Pada dasarnya secara teknologi, sampah dapat diolah menjadi

berbagai macam produk seperti kompos, pakan ternak, dan energi (listrik), biogas. Pemilihan

teknologi mempertimbangkan ketersediaan dana, sumberdaya manusia, kecocokan teknologi

dengan karakteristik sampah, dampak lingkungan, dan yang paling penting adalah

keberlanjutan dari teknologi tersebut. Atas berbagai pertimbangan tersebut, maka Pemda

Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA) telah menetapkan untuk

bekerjasama dengan investor yang mengolah sampah menjadi listrik dengan menggunakan

teknologi sistem GALFAD (Gasification, Landfill dan Anaerobic Digestion). Gasifikasi

adalah proses konversi biomassa menjadi gas (gas karbon dioksida, metan dan hidrogen).

Teknologi dengan sistem pembakaran tanpa oksigen ini diperuntukkan untuk sampah organik

kering (dry organic), sedangkan untuk sampah organik basah (wet organic) mempergunakan

teknologi anaerobic digestion (AD). Proses AD adalah proses fermentasi yang

mempergunakan bakteri untuk penghancuran sampah dan berlangsung dalam suasana

lingkungan yang bebas oksigen (anaerob) sehingga bakteri fermentasi dapat bekerja secara

optimal. Biogas hasil proses fermentasi ini merupakan campuran dari berbagai jenis gas yang

didominasi oleh gas karbon dioksida dan methan, serta sejumlah gas-gas lainnya dalam

jumlah yang lebih kecil seperti nitrogen, hidrogen, amoniak, dan hidrogen

Di Bali kegiatan upacara keagamaan sangatlah banyak dan timbunan sampah yang

dihasilkan dari kegiatan keagamaan hanya sedikit yang diangkut dan dibuang ke TPA,

dimana masih banyak sampah janur yang berceceran dan menumpuk di sudut-sudut pura.

Kurangnya perhatian masyarakat untuk menanggulangi tumpukan sampah janur masih

terlihat jelas, padahal tumpukan sampah janur sangat berdampak mencemari lingkungan serta

mengurangi aura kesucian pura. Sampah-sampah tersebut belum diproses dan dimanfaatkan

agar menjadi sesuatau yang bemanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Potensi yang

dihasilkan oleh sampah canang sangatlah besar dan dapat diolah menjadi bahan baku biogas

yang ramah lingkungan dimana saya sebagai peneliti ingin mengembangkan potensi tersebut

sebagai salah satu sumber bahan baku alternatif dan campuran kotoran hewan digunakan

hanya sebagai stater (bakteri organik) dalam pembentukan biogas.

Gambar 2.4 Sampah sisa hasil Upacara Keagamaan di |Bali pada TPA Suwung Denpasar

TPA suwung memiliki luas wilayah sekitar 25 hektar, dimana penumpukan sampah

setiap harinya bisa mencapai 800 ton. Sampah-sampah yang di buang ke TPA Suwung tidak

hanya dari wilayah Denpasar saja melainkan sampah-sampah dari Gianyar, Badung dan

Tabanan juga di buang ke TPA Suwung. Laju peningkatan tumpukan sampah di TPA

Suwung sangtlah cepat, dimana peningkatan jumlah sampah ini akan mempengaruhi luas

wilayah yang sangat sempit, dan akan berdampak pada lingkungan sekitar. Peranan

pemerintah dan masyarakat sangatlah penting untuk mengolah tumpukan sampah di TPA

Suwung agar bermanfaat dan dapat menghasilkan energi alternatif. Seperti cotohnya : limbah

sampah organik dapat dijadikan kompos, sebagai bahan gasifikasi dan biogas. sedangkan

bahan-bahan plastik dapat di daur ulang kembali agar menjadi bahan yang tepat guna.

Limbah sampah organik seperti upacara sampah keagamaan di TPA Suwung sangatlah

berpotensi besar, dimana setiap harinya ada saja tumpukan limbah upacara keagamaan seperti

janur yang dibung ke TPA. Saya sebagai peneliti ingin mengembangkan potensi biogas dari

bahan baku janur sebagai substrat dengan campuran kotoran hewan sebagai starter dalam

pembentukan biogas.

2.9 Parameter yang Penting dalam Pembentukan Biogas

2.9.1 Volume Gas

Perhitungan untuk memperoleh nilai Volume gas dapat dicari dengan menggunakan

persamaan ( Daniel., et., all, 2013) :

( ) ( )

Keterangan:

Vb = Volume biogas (mL)

Hv = Head volume = Volume digester – volume slurry (mL)

Pd = Tekanan dalam digester (bar)

TS = Temperatur luar digester (0C)

Ps = Tekanan atmosfer (1 atm = 0,013 bar)

2.9.2 Total Solids (TS)

Total solids adalah jumlah % nilai kering dari bahan baku. Pencarian nilai dry matter

bertujuan untuk mengetahui kadar air dari suatu bahan organik. Total solids dapat dicari

dengan cara memanaskan bahan bahan baku menggunakan alat yaitu TGA 701.setelah

didapatkan data moisture pada TGA maka persentase TS dicari menggunakan persamaan

berikut:

( )

Keterangan :

dengan asumsi : berat bahan baku dianggap 100 % dan

Moisture = Berat air (%)

Setelah didapatkan persentase total solids maka untuk mencari jumlah massa substrat yang

diperlukan untuk masing-masing digester, dinyatakan dalam persamaan berikut:

( ) ( )

( )

Keterangan :

Massa akhir (TS) = jumlah variasi total solids (gram)

% TS = Jumlah % nilai kering dari bahan baku.

2.9.3 Volume Spesifik Biogas

Volume spesifik biogas berfungsi untuk mengetahui berapa liter biogas yang

dihasilkan per kg TS. Volume spesifik biogas merupakan perbandingan jumlah biogas yang

dihasilkan dengan satuan berat Total solids yang dimasukkan ke dalam masing-masing

digester dapat ditentukan dengan cara :

( )