bab ii landasan teori - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/0819351010-3-bab...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-
bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah
tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
2.2 Perkembangan Biogas
Sejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di benua Eropa. Biogas yang
merupakan hasil dari proses anaerobik digestion ditemukan seorang ilmuan bernama
Alessandro Volta yang melakukan penelitian terhadap gas yang dikeluarkan rawa-rawa pada
tahun 1770. Gas dari rawa tersebut teridentifikasi sebagai gas methana. Pada
perkembangannya, pada tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari
proses anaerobik digestion. Selanjutnya, tahun 1884 seorang ilmuwan lainnya bernama
Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan mediasi kotoran hewan.
Perkembangan biogas mengalami pasang surut, seperti pada akhir abad ke-19 tercatat Jerman
dan Perancis memanfaatkan limbah pertanian menjadi beberapa unit pembangkit yang berasal
dari biogas. Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa lainnya yang
membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas. Namun, dalam perkembangannya karena
harga BBM semakin murah dan mudah diperoleh, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di
Eropa mulai ditinggalkan, dan pada saat ini ditengah keterbatasan persediaan fosil, biogas
kembali dikembangkan. Selain itu disamping persediaan bahan baku yang cukup melimpah,
gas hasil dari pembakaran biogas sangat ramah lingkungan oleh karena itu masyarakat mulai
mengembangkan biogas sebagai bahan bakar alternatif (KESDM,2010).
2.3 Proses Pembentukan Biogas
Proses pencernaan anaerob merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu pemecahan
bahan organik oleh aktivasi bakteri metanogenik dan bakteri asidogenetik pada kondisi tanpa
udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik sepeti
kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Pembentukan biogas oleh
mikroba pada kondisi anaerob meliputi tiga tahap proses (Haryati, 2006), yaitu:
a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur
bentuk polimer menjadi bentuk monomer.
b. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang
terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk
asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat,
propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen
dan amonia.
c. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri
pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen
sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.
Bakteri metanogenik tidak aktif pada temperatur yang sangat tinggi atau rendah.
Temperatur optimumnya yaitu 35° C. Jika temperaturnya turun menjadi 10°C maka produksi
biogas akan berhenti. Produksi yang ideal berada pada daerah mesofilk yaitu antara 25-30° C.
Biogas yang dihasilkan diluar kondisi tersebut mempunyai kandungan karbon yang lebih
tingi.Untuk mendapatkan biogas dengan memanfatkan kotoran ternak diperlukan suatu
ruangan yang kedap udara seperti tangki ataubangunan yang berfungsi sebagai tempat
pencerna atau tempat terjadinya fermentasi, tempat ini disebut digester. Dalam proses
fermentasi bakteri juga menghasilkan gas sebagai akibat dari pembongkaran substrat yang
berlangsung oleh aktivitas bakteri.
2.4 Faktor-Faktor Pembentuk Biogas
Keberhasilan proses pencernaan dalam digester sangat ditentukan oleh desain dan
pengaturan digester itu sendiri, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian
digester yaitu:
a. Pengadukan
Proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak diaduk solid akan
mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan
menyulitkan keluarnya gas. Masalah tersebut terjadi lebih besar pada proses yang
menggunakan bahan baku limbah sayuran dibandingkan yang menggunakan kotoran ternak.
Pada sistem kontinyu masalah ini lebih kecil karena pada saat bahan baku dimasukkan akan
memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi pengadukan.
b. Temperatur
Temperatur digester yang tinggi akan lebih rentan terhadap kerusakan karena fluktuasi
temperatur, untuk itu diperlukan pemfeliharaan yang seksama. Pada daerah panas,
penggunaan atap akan membantu agar temperatur berada pada kondisi yang ideal, tetapi pada
daerah dingin akan menyebabkan masalah. Langkah yang umumnya diambil yaitu dengan
melapisi tangki dengan tumpukan jerami atau serutan kayu dengan ketebalan 50 sampai 100
cm, lalu dilapisi dengan bungkus tahan air, jika masih kurang maka digunakan koil pemanas
(Haryati, 2006).
c. Waktu retensi
Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu waktu retensi, faktor ini sangat dipengaruhi
oleh temperatur, pengenceran, laju pengadukan bahan dan lain sebagainya. Pada temperatur
yang tinggi laju fermentasi berlangsung dengan cepat, dan menurunkan waktu proses yang
diperlukan. Pada kondisi normal fermentasi kotoran berlangsung antara dua sampai empat
minggu.
d. Derajat Keasaman (pH)
Pada dekomposisi anaerob faktor pH sangat berperan, karena pada rentang pH yang
tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimal dan bahkan dapat menyebabkan
kematian yang menghambat perolehan gas metana. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester
adalah antara 6, 2-8 (Allo., et., all, 2011).
e. Kandungan Air
Bentuk bubur hanya dapat diperoleh apabila bahan yang dihancurkan mempunyai
kandungan air yang tinggi. Apabila sampah tersebut memiliki kandungan air yang sedikit
maka bisa ditambahkan air supaya pembentukan biogas bisa optimal.
f. Bahan Isian
Bahan baku isian pada biogas terdiri dari bahan – bahan seperti: kotoran ternak, limbah
pertanian, sampah organik rumah tangga dan janur. Bahan baku isian harus terhindar dari
bahan anorganik karena bakteri anaerob hanya mudah mencerna bahan baku organik untuk
menghasilkan biogas.
g. Rasio Karbon Nitrogen
Unsur nitrogen adalah unsur yang paling penting, disamping adanya selulosa sebagai
sumber karbon. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat dari pada
nitrogen. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan
memiliki C/N ratio 15 berbanding 1, C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30
kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimal,
bila kondisi yang lain juga mendukung (Allo., et., all, 2011).
h. Bahan baku pembentuk biogas
Secara umum biogas masih menggunakan limbah yang berasal dari kotoran hewan
saja, sedangkan dalam perkembangan biogas saat ini telah banyak bahan – bahan organik
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penghasil biogas dengan penambahan kotoran hewan
sebagai starter (bakteri biogas) dalam pembentukan biogas. Bahan-bahan organik yang dapat
dipergunakan sebagai substrat dalam pembentukan biogas meliputi limbah pertanian, sampah
organik rumah tangga, dan janur.
2.5 Kandungan Gas
Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan
hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas
metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan
ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh
memuaskan. Perbandingan kisaran komposisi gas dalam biogas antara kotoran sapi dan
campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak
dengan sisa pertanian
Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran ternak dan sisa
pertanian
Metan (CH4) 65,7 54-70
Karbodioksida (CO2) 27,0 27-45
Nitrogen (N2) 2,3 0,5-3,0
Karbonmonoksida (CO) 0,0 0,1
Oksigen (O2) 0,1 6,0
Propen (C3H8) 0,7 -
Hidrogen Sulfida (H2S) Tidak terukur Sedikit sekali
Nilai Kalor (kkal/m3) 6.513 4.800-6.700
(Sutarno., et., all, 2007)
Proses pembentukan biogas merupakan prinsip pencernaan anaerob dengan
bantuan bakteri yang disebut sebagai bakteri penghasil biogas terdiri dari beberapa jenis
bakteri, yaitu bakteri penghasil gas metana dan bakteri asam. Interaksi antara beberapa group
bakteri diaplikasikan dalam anaerobic digestion. Berikut proses pembentukan biogas secara
umum.
Bahan Organik CH4+CO2+H2+NH3+H2S
Proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut:
• Tahap Hidrolisis
Bahan organik diuraian secara eksternal oleh enzim ekstraseluler (selulose,
amylase, protease, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang
karbohidrat kompleks, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai contoh
polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptide dan
asam amino. Berikut reaksi perubahannya:
(C6H10O5) n + n H2O n (C6H12O6)
(selulosa) (air) (glukosa)
• Tahap Asidifikasi (Pengasaman)
Senyawa sederhana (komponen monomer) yang terbentuk dari tahap hidrolisis
dijadikan sumber energi bagi bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut menghasilkan
senyawa asam, seperti asam asetat, asam propinat, asam butirat, dan asam laktat, serta produk
sampingan berupa alkohol, karbon dioksida, hidrogen, dan amonia. Berikut reaksinya:
a). n(C6H12O6) 2n(C2H5OH)+2nCO2(g)+kalor
(glukosa) (etanol) (karbon dioksida)
b). 2n (C2H5OH)(aq) + n CO2(g)
(etanol) (karbon dioksida)
2n (CH3COOH) (aq) + n CH4(g)
(asam asetat) (metana)
• Tahap Pembentukan Gas Metana
Tahap bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul
rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Bakteri penghasil asam membentuk
keadaan atmosfer yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk
gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam.
Reaksinya:
2n (CH3COOH) 2n CH4(g) + 2n CO2(g)
(asam asetat) (gas metana) (karbon dioksida)
(Lazuardy, Indra, 2007)
2.6 Reaktor Biogas
Reaktor biogas merupakan alat yang kedap udara dengan bagian – bagian pokok
terdiri atas pencerna (digester), inlet bahan penghasil biogas dan outlet lumpur sisa hasil
pencernaan (slurry) dan pipa penyalur biogas yang telah terbentuk. Ada dua jenis digester
yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya, yaitu fixed dome dan floating drum
(Haq., et., all., 1978).
a. Digester fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga
produksi biogas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Biaya yang dikeluarkan
sebagai operasional digester fixed dome ini dapat dikatakan rendah, karena digester
dengan tipe seperti ini berupa bangunan permanen tidak berkarat dan dapat bertahan
sampai 20 tahun. Bangunan ini biasanya terletak di bawah tanah, sehingga dapat
terhindar dari kerusakan fisik. Selain itu proses pembentukan biogas yang terjadi di
dalam tanah dapat terhindar dari suhu rendah pada malam hari, sedangkan pada siang
hari sinar matahari dapat meningkatkan proses pembentukan biogas. Digester fixed dome
terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah tertutup. Di dalam digester terdapat
ruang penampung gas dan removal tank. Biogas yang telah terbentuk disimpan dalam
penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan untuk memproduksi biogas
dialirkan menuju removal tank. Tekanan gas di dalam digester akan meningkat seiring
dengan meningkatnya volume gas di dalam penampung gas. Berikut adalah kelebihan
dan kekurangan dari digester fixed dome :
Kelebihan dari reaktor ini adalah :
- Biaya perawatan murah.
- Umur reaktor lama.
- Lebih stabil dan tidak mudah berkarat.
- Menghemat tempat karena dibangun dalam tanah sehingga suhu dalam reaktor lebih
stabil.
Kekurangan dari reaktor ini adalah :
- Bila terjadi sedikit kebocoran pada reaktor akan mengakibatkan kehilangan gas yang
cukup besar sehingga dibutuhkan pembuat reaktor yang telah terlatih.
- Tekanan gas berfluktuasi tergantung dari gas yang dihasilkan.
- Suhu dalam reaktor relatif dingin.
Gambar 2.1 Skema Digester Biogas Tipe Fixed Dome
b. Floating drum
Pada floating drum terdapat bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk
menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut
menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas. Floating drum
terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah atau silinder yang dapat bergerak,
penahan gas atau drum. Pergerakan penahan gas dipengaruhi oleh proses fermentasi dan
pembentukan gas. Bagian drum sebagai tempat penampung atau penyimpan gas yang
terbentuk mempunyai rangka pengarah agar pergerakan drum stabil. Apabila digester
sedang memproduksi biogas drum akan terangkat. Jika biogas sedang dikonsumsi, drum
akan turun. Bahan yang digunakan untuk drum adalah baja. Lembaran baja yang
digunakan untuk kedua sisi drum berukuran 2,5 mm, sedangkan untuk bagian atas drum
berukuran 2 mm. Drum harus dijaga agar tidak berkarat. Untuk mencegah drum berkarat
dapat digunakan cat minyak, cat sintetik maupun aspal. Produksi gas dapat meningkat
apabila drum dicat dengan warna merah karena suhu dalam tangki pencerna akan
meningkat ketika terkena sinar matahari. Bagian atas drum sebaiknya dibuat miring. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah air hujan masuk ke dalam drum, sehingga drum dapat
mengalami korosi atau berkarat. Digester tipe floating drum tidak selalu menggunakan
bahan dari baja. Bahan lain yang dapat digunakan untuk reaktor ini adalah plastik
polyethilen. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat digester dengan bahan
polyethilen lebih besar daripada menggunakan bahan baja. Berikut adalah kelebihan
Kelebihan dari reaktor ini adalah :
- Mudah dipahami dan dioperasikan.
- Volume gas yang terbentuk dapat dilihat dengan mudah.
- Tekanan gas yang dihasilkan relatif konstan.
- Pembuatannya mudah dan bila ada sedikit kesalahan dalam pembuatannya tidak
terlalu menyebakan masalah yang besar dalam pengoperasiannya.
Kekurangan dari reaktor ini adalah :
- Korosi pada drum.
- Biaya perawatan cukup mahal.
- Umur reaktor lebih pendek daripada fixed dome.
Gambar 2.2 Skema Digester Biogas Tipe Floating Drum
2.7 Alat Ukur Tekanan Biogas
Tekanan gas dapat dihitung degan menggunakan pressure gauge digital seperti terlihat
pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Pressure Gauge Digital
2.8 Karakteristik Sampah
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di
Provinsi Bali, mengakibatkan terjadinya peningkatan timbunan sampah yang semakin cepat.
Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan semakin sulitnya mencari lokasi untuk Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah, sehingga semakin banyaknya permasalahan sampah yang
harus dihadapi. Pemerintah Daerah membuat kesepakatan untuk menerapkan sistem
pengelolaan sampah secara terpusat dengan aplikasi teknologi pengolahan sampah terpadu
yang disebut dengan IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu). Dari hasil penelitian
setelah dilakukan penelitian selama (8) delapan hari berturut-turut di TPA masing-masing
kabupaten/kotamadya di wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA),
diperoleh jumlah volume timbunan sampah yang terangkut ke TPA Suwung sebanyak
1.803,19 m3/hari, TPA Temesi sebanyak 323,63 m
3/hari, dab TPA Sembung Gede sebanyak
162,19 m3/hari (Widyasarsana, 2004).
Meningkatnya jumlah sampah setiap tahunnya menyebabkan pelayanan pengangkutan
sampah di daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA) baru 60%
sampah yang bisa terangkut ke TPA. Sisanya masih tercecer diberbagai tempat seperti di
jalanan, taman kota, dan pasar. Pada dasarnya secara teknologi, sampah dapat diolah menjadi
berbagai macam produk seperti kompos, pakan ternak, dan energi (listrik), biogas. Pemilihan
teknologi mempertimbangkan ketersediaan dana, sumberdaya manusia, kecocokan teknologi
dengan karakteristik sampah, dampak lingkungan, dan yang paling penting adalah
keberlanjutan dari teknologi tersebut. Atas berbagai pertimbangan tersebut, maka Pemda
Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA) telah menetapkan untuk
bekerjasama dengan investor yang mengolah sampah menjadi listrik dengan menggunakan
teknologi sistem GALFAD (Gasification, Landfill dan Anaerobic Digestion). Gasifikasi
adalah proses konversi biomassa menjadi gas (gas karbon dioksida, metan dan hidrogen).
Teknologi dengan sistem pembakaran tanpa oksigen ini diperuntukkan untuk sampah organik
kering (dry organic), sedangkan untuk sampah organik basah (wet organic) mempergunakan
teknologi anaerobic digestion (AD). Proses AD adalah proses fermentasi yang
mempergunakan bakteri untuk penghancuran sampah dan berlangsung dalam suasana
lingkungan yang bebas oksigen (anaerob) sehingga bakteri fermentasi dapat bekerja secara
optimal. Biogas hasil proses fermentasi ini merupakan campuran dari berbagai jenis gas yang
didominasi oleh gas karbon dioksida dan methan, serta sejumlah gas-gas lainnya dalam
jumlah yang lebih kecil seperti nitrogen, hidrogen, amoniak, dan hidrogen
Di Bali kegiatan upacara keagamaan sangatlah banyak dan timbunan sampah yang
dihasilkan dari kegiatan keagamaan hanya sedikit yang diangkut dan dibuang ke TPA,
dimana masih banyak sampah janur yang berceceran dan menumpuk di sudut-sudut pura.
Kurangnya perhatian masyarakat untuk menanggulangi tumpukan sampah janur masih
terlihat jelas, padahal tumpukan sampah janur sangat berdampak mencemari lingkungan serta
mengurangi aura kesucian pura. Sampah-sampah tersebut belum diproses dan dimanfaatkan
agar menjadi sesuatau yang bemanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Potensi yang
dihasilkan oleh sampah canang sangatlah besar dan dapat diolah menjadi bahan baku biogas
yang ramah lingkungan dimana saya sebagai peneliti ingin mengembangkan potensi tersebut
sebagai salah satu sumber bahan baku alternatif dan campuran kotoran hewan digunakan
hanya sebagai stater (bakteri organik) dalam pembentukan biogas.
Gambar 2.4 Sampah sisa hasil Upacara Keagamaan di |Bali pada TPA Suwung Denpasar
TPA suwung memiliki luas wilayah sekitar 25 hektar, dimana penumpukan sampah
setiap harinya bisa mencapai 800 ton. Sampah-sampah yang di buang ke TPA Suwung tidak
hanya dari wilayah Denpasar saja melainkan sampah-sampah dari Gianyar, Badung dan
Tabanan juga di buang ke TPA Suwung. Laju peningkatan tumpukan sampah di TPA
Suwung sangtlah cepat, dimana peningkatan jumlah sampah ini akan mempengaruhi luas
wilayah yang sangat sempit, dan akan berdampak pada lingkungan sekitar. Peranan
pemerintah dan masyarakat sangatlah penting untuk mengolah tumpukan sampah di TPA
Suwung agar bermanfaat dan dapat menghasilkan energi alternatif. Seperti cotohnya : limbah
sampah organik dapat dijadikan kompos, sebagai bahan gasifikasi dan biogas. sedangkan
bahan-bahan plastik dapat di daur ulang kembali agar menjadi bahan yang tepat guna.
Limbah sampah organik seperti upacara sampah keagamaan di TPA Suwung sangatlah
berpotensi besar, dimana setiap harinya ada saja tumpukan limbah upacara keagamaan seperti
janur yang dibung ke TPA. Saya sebagai peneliti ingin mengembangkan potensi biogas dari
bahan baku janur sebagai substrat dengan campuran kotoran hewan sebagai starter dalam
pembentukan biogas.
2.9 Parameter yang Penting dalam Pembentukan Biogas
2.9.1 Volume Gas
Perhitungan untuk memperoleh nilai Volume gas dapat dicari dengan menggunakan
persamaan ( Daniel., et., all, 2013) :
( ) ( )
Keterangan:
Vb = Volume biogas (mL)
Hv = Head volume = Volume digester – volume slurry (mL)
Pd = Tekanan dalam digester (bar)
TS = Temperatur luar digester (0C)
Ps = Tekanan atmosfer (1 atm = 0,013 bar)
2.9.2 Total Solids (TS)
Total solids adalah jumlah % nilai kering dari bahan baku. Pencarian nilai dry matter
bertujuan untuk mengetahui kadar air dari suatu bahan organik. Total solids dapat dicari
dengan cara memanaskan bahan bahan baku menggunakan alat yaitu TGA 701.setelah
didapatkan data moisture pada TGA maka persentase TS dicari menggunakan persamaan
berikut:
( )
Keterangan :
dengan asumsi : berat bahan baku dianggap 100 % dan
Moisture = Berat air (%)
Setelah didapatkan persentase total solids maka untuk mencari jumlah massa substrat yang
diperlukan untuk masing-masing digester, dinyatakan dalam persamaan berikut:
( ) ( )
( )
Keterangan :
Massa akhir (TS) = jumlah variasi total solids (gram)
% TS = Jumlah % nilai kering dari bahan baku.
2.9.3 Volume Spesifik Biogas
Volume spesifik biogas berfungsi untuk mengetahui berapa liter biogas yang
dihasilkan per kg TS. Volume spesifik biogas merupakan perbandingan jumlah biogas yang
dihasilkan dengan satuan berat Total solids yang dimasukkan ke dalam masing-masing
digester dapat ditentukan dengan cara :
( )