pengaruh modal pemimpin lokal terhadap …repository.ub.ac.id/131042/1/skripsi_final_fix.pdf · dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODAL PEMIMPIN LOKAL TERHADAP
KEBERHASILAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEDESAAN
(Studi Kasus Pada Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
(LDPM) di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Malang)
Oleh:
APRILIA FENDI ANGGARA
MINAT KOMUNIKASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2015
PENGARUH MODAL PEMIMPIN LOKAL TERHADAP
KEBERHASILAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEDESAAN
(Studi Kasus Pada Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
(LDPM) di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Malang)
Oleh:
APRILIA FENDI ANGGARA
105040101111129
KOMUNIKASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
AGRIBISNIS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2015
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2015
Aprilia Fendi Anggara
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Kedua Orang tua tercinta serta Adikku Tersayang
Calon Istriku kelak, Pendampingku di waktu susah maupun senang
i
RINGKASAN
APRILIA FENDI ANGGARA. 105040101111129. Pengaruh Modal
Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program Pembangunan Pedesaan.
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS sebagai Pembimbing Utama,
Setiyo Yuli Handono SP., MP., MBA sebagai Pembimbing Pendamping
Keberhasilan suatu program ditentukan oleh keterlibatan pemimpin lokal.
Keterlibatan pemimpin lokal dipengaruhi oleh basis dan modal yang dimilikinya.
Modal merupakan basis dominansi yang dimiliki oleh seseorang untuk
mempengaruhi orang lain, memperjuangkan posisi atau sesuatu yang diinginkan.
Pemimpin lokal adalah individu yang mempunyai tujuan atau maksud yang
ditunjukkan dalam bentuk tindakan yang mempengaruhi masyarakat dan
sekitarnya. Besarnya pengaruh dari tindakan tersebut dipengaruhi oleh modal
yang dimiliki oleh pemimpin lokal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan pemimpin lokal yang
berpengaruh dalam masyarakat, khususnya dalam program pembangunan
pedesaan, (2) mengetahui modal yang dimiliki pemimpin lokal dan pengaruhnya
terhadap masyarakat, dan (3) menganalisis keterkaitan modal pemimpin lokal
dengan kontribusinya dalam tahapan program Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat (LDPM).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan explanatory, yang
dilakukan di desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Provinsi
Jawa Timur. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu pemimpin lokal yang
termasuk dalam pengurus Gapoktan “Makmur Santosa” dan tokoh masyarakat
desa. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan metode Snowball
Sampling. Responden dipilih berdasarkan rekomendasi dari key informan yang
tidak lain yaitu ketua Gapoktan. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dan
interview ke sejumlah responden hingga mencapai 20 responden. Data primer
diperoleh menggunakan kuesioner melalui wawancara, sedangkan data sekunder
diperoleh buku-buku, arsip, dokumen yang berhubungan dengan penelitian.
Analisa perhitungan pengaruh kepemilikan modal menggunakan Indeks Casey
untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengaruh modal pemimpin lokal dalam
masyarakat, sedangkan analisa statistik menggunakan uji regresi linear berganda
menggunakan software SPSS 18.00 for windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemimpin lokal yang
berpengaruh terhadap masyarakat khususnya dalam pelaksanaan program LDPM
(Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat). Ada empat kategori. Pertama,
pemimpin lokal FR yang merupakan pemimpin lokal yang berasal dari basis
institusi yaitu sebagai ketua Gapoktan. Kedua, pemimpin lokal PW yang berasal
dari kalangan terpelajar dan aktif di kepengurusan LDPM. Ketiga, pemimpin lokal
SK yang merupakan salah satu tokoh masyarakat yang ada di desa Watugede.
Keempat, pemimpin lokal TM yang merupakan elit agama dan sebagai ustadz di
desa Watugede.
Berdasarkan penghitungan indeks Casey, pemimpin lokal FR memiliki indeks
pengaruh yang tinggi baik modal internal maupun eksternal di dalam masyarakat.
Pengaruh FR terhadap masyarakat adalah dimana masyarakat mengikuti arahan
atau kebijakan FR pada semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pemimpin lokal PW memiliki indeks pengaruh modal internal yang lebih tinggi
ii
dibanding modal eksternal di dalam masyarakat. Pengaruh pemimpin lokal PW
terhadap masyarakat adalah masyarakat mempercayai pemimpin lokal PW dalam
teknis pelaksanaan program. Sementara pemimpin lokal TM juga memiliki indeks
pengaruh modal internal yang lebih tinggi dibandingkan modal eksternalnya di
masyarakat. Pengaruh pemimpin lokal TM terhadap masyarakat adalah TM sering
diminta pendapatnya terkait program yang akan dilaksanakan (perencanaan).
Pemimpin lokal SK memiliki indeks pengaruh modal internal yang lebih tinggi
dibandingkan modal eksternal di dalam masyarakat. Pengaruh pemimpin lokal SK
di dalam masyarakat yaitu sering dimintai pendapat dalam kegiatan evaluasi
program.
Pemimpin lokal dengan basis pemerintahan dan memiliki modal manusia dan
modal sosial yang tinggi (FR), maka pemimpin lokal tersebut cenderung akan
terlibat dalam setiap program yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pemimpin lokal dengan basis terpelajar dan memiliki modal manusia yang jauh
lebih tinggi dibandingkan modal sosial dan ekonomi (PW), cenderung terlibat
dalam tahap pelaksanaan, yaitu pada saat memberikan ide maupun terlibat
langsung dalam teknis program. Pemimpin lokal dengan basis tokoh masyarakat
dan memiliki modal sosial dan modal ekonomi yang tinggi (SK) cenderung
terlibat dalam kegiatan evaluasi program. Sedangkan pemimpin lokal dengan
basis elit agama atau kiai yang memiliki modal sosial dan ekonomi yang tinggi
dibandingkan modal manusia (TM), cenderung terlibat dalam tahapan
perencanaan program.
iii
SUMMARY
APRILIA FENDI ANGGARA. 105040101111129. The Influence of Local
Leader Capital Against the Success of Rural Development Program.
Supervised by Dr. Ir. Yayuk Yuliati , MS and Setiyo Yuli Handono
SP.,MP.,MBA
The success of a program is determined by the involvement of local leaders.
The involvement of local leaders are influenced by the base and capital. The base
is the dominance of capital owned by someone to influence other people, fight for
position or something desirable. Local leaders are individuals who have a purpose
or intent indicated in the forms of action that affect the community and
surrounding areas. The magnitude of the effects of these actions are influenced by
the capital owned by local leaders.
The purpose of this study was to: (1) describe the influential local leaders in
the community, especially in the rural development program, (2) determine the
capital owned local leaders and influence on society, and (3) analysing the
interconnectedness of local leaders with capital contributions in stages LDPM
program.
This research is descriptive and explanatory, which is carried out in the
village Watugede, Singosari, Malang, East Java Province. The unit of analysis of
this study is the individual local leaders included in Gapoktan "Makmur Santosa"
and rural community leaders. Selection of respondents in this study using
snowball sampling method. Respondents were selected based on
recommendations from key informants that Gapoktan (Farmer Group Association)
chairman. Furthermore, researchers conducted interviews and interviews to a
number of respondents to 20 respondents. The primary data obtained through
interviews using a questionnaire, while the secondary data obtained books,
records, documents related to the study. Analysis of calculation of the effect of
capital ownership Casey index while using a statistical analysis using multiple
linear regression using SPSS software for windows.
The results showed that there are local leaders who affect the society,
especially in the implementation of the program LDPM (Institute of Food
Distribution Society). There are four categories. First, local leaders FR which is a
local leader who comes from a base that is as chairman Gapoktan institutions.
Secondly, PW local leaders from among the educated and active in the
management of LDPM. Third, local leaders SK which is one of the community
leaders in the Watugede village. Fourth, local leaders TM which is a religious elite
and as a teacher at the Watugede village.
Local leaders FR has a high influence both internal and external capital in the
community. The influence of the FR on the community is where the Community
directives or policies follow FR on all stages of planning, implementation and
evaluation. A local leader of the PW has the influence of internal capital higher
than external capital in the community. The influence of local leaders is
community the PW to trust the local leaders of the PW in the technical
implementation of the program. While local leaders also has the influence of
internal capital index higher than external capital in the community. The influence
of local leaders of the TM in the community is often asked his opinion of the
associated program that will be implemented (planning). A local leader of the SK
iv
has the influence of internal capital that is higher than the external capital in the
community. The influence of local leaders in the community i.e. SK frequently
asked for opinions in the activities of the evaluation program.
Local leaders on the basis of government and has the human capital and
social capital are high (FR), then local leaders are likely to be involved in any
program is the planning, implementation and evaluation. Local leaders on the
basis of learning and human capital is much higher than the social and economic
capital (PW), tend to be involved in the implementation phase, which is when
they give an idea as well as directly involved in the technical program. Local
leaders and community leaders to base social capital and economic capital are
high (SK) tend to engage in program evaluation activities. While local leaders on
the basis of the religious elite or scholars who have social and economic capital is
higher than human capital (TM), are likely to be involved in the planning stages of
the program.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang degan rahmat dan
hidayah Nya telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Modal Pemimpin Lokal terhadap Keberhasilan Program
Pembangunan”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, kepada Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS dan Setiyo Yuli Handono SP.,
MP.,MBA selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, nasihat, arahan dan
bimbingannya kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Plt Ketua Jurusan Fitria Dina
Riana SP.,MP dan Prof. Ir. Ratya Anindita, MS.,PhD selaku dosen pembimbing
akademik atas segala nasehat dan bimbingannya kepada penulis, beserta seluruh
dosen atas bimbingan dan arahan yang selama ini diberikan serta kepada
karyawan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya atas fasilitas dan bantuan yang diberikan.
Penghargaan yang tulus penulis berikan kepada kedua orang tua dan adik atas
doa, cinta, kasih sayang, pengertian dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Juga kepada rekan-rekan Agribisnis khususnya angkatan 2010 atas bantuan,
dukungan dan kebersamaan selama ini. Penulis berharap semoga hasil dari
penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan memberikan sumbangan
pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan
Malang, Agustus 2015
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 23 April 1992 sebagai putra
pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sujiono dan Ibu Isminatun.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Janti Ponorogo pada tahun 1998
sampai tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan ke MTsN Kauman Ponorogo
pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2007. Pada tahun 2007 sampai tahun 2010
penulis studi di SMAN 3 Ponorogo. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Strata 1 Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya melalui jalur PSB (Penerimaan Siswa
Berprestasi).
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti keorganisasian baik di
dalam kampus maupun di luar kampus. Di dalam kampus penulis aktif sebagai
pengurus CADS (Center of Agriculture Development Program) pada tahun 2013-
2014 sebagai sekretaris divisi kewirausahaan. Di luar kampus penulis aktif di
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan menjabat sebagai Kepala
Departemen Penerangan pada tahun 2013-2014. Selain itu penulis juga aktif di
kegiatan kewirausahaan terutama di Online Marketing.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................... i
SUMMARY ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu ..................................................................... 6
2.2 Tinjauan Teoritis Kepemilikan Modal Pemimpin Lokal dan Program
Pembangunan ...................................................................................................... 8
2.2.1 Kepemilikan Modal dan Pengaruh Pemimpin Lokal ........................ 8
2.2.2 Kategori Pemimpin Lokal .............................................................. 12
2.2.3 Program Pembangunan ................................................................... 13
2.2.4 Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) ........... 13
III. KERANGKA KONTEKSTUAL ............................................................... 15
3.1 Konsep Kerangka Pemikiran .................................................................. 15
3.2 Hipotesis ................................................................................................. 18
3.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 18
3.4 Definisi Operasional ............................................................................... 19
3.5 Pengukuran Variabel .............................................................................. 21
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................... 35
4.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 35
4.2 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ..................................................... 35
viii
4.3 Metode Penentuan Responden ............................................................... 35
4.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 36
4.5 Metode Analisis Data ............................................................................. 37
4.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif .......................................................... 37
4.5.2 Analisis Indeks Casey ..................................................................... 38
4.5.3 Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 39
4.5.4 Regresi Linear Berganda ................................................................. 41
4.5.5 Goodness of Fit Test ....................................................................... 41
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................ 43
5.1 Keadaan Geografis Desa Watugede, Singosari ...................................... 43
5.1.1 Karakteristik Lahan dan Iklim ........................................................ 43
5.1.2 Curah Hujan .................................................................................... 43
5.1.3 Lahan Menurut Ekosistem dan Penggunaan ................................... 44
5.1.4 Komoditas Utama............................................................................ 45
5.1.5 Sumberdaya Manusia ...................................................................... 45
5.2 Implementasi Pelaksanaan Program Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat (LDPM) Di Desa Watugede .......................................................... 46
5.2.1 Profil Gapoktan “Makmur Santosa” dalam Program LDPM .......... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 50
6.1 Karakteristik Responden ........................................................................ 50
6.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .................................... 50
6.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ......................... 51
6.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama ................ 52
6.2 Pemimpin Lokal Pilihan Warga ............................................................. 53
6.2.1 Pemimpin Lokal “FR” .................................................................... 54
6.2.2 Pemimpin Lokal PW ....................................................................... 58
6.2.3 Pemimpin Lokal “SK” .................................................................... 59
6.2.4 Pemimpin Lokal “TM” ................................................................... 61
6.3 Pengaruh Modal Pemimpin Lokal dalam Program LDPM .................... 63
6.3.1 Modal Internal ................................................................................. 63
6.3.2 Modal Eksternal .............................................................................. 76
6.3.3 Modal Internal dan Eksternal .......................................................... 86
ix
6.4 Keterkaitan Modal dengan Keterlibatannya dalam Tahapan Program
LDPM. ............................................................................................................... 90
6.4.1 Pengaruh Kepemilikan Modal pada Tahapan Program .................. 90
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 96
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 96
7.2 Saran ....................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 98
x
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Indikator Modal Manusia.......................................................................
2. Indikator Modal Sosial...........................................................................
3. Indikator Modal Ekonomi......................................................................
4. Indikator Modal Institusi.......................................................................
5. Indikator Modal Simbolik......................................................................
6. Indikator Modal Budaya........................................................................
7. Indikator Modal Moral...........................................................................
8. Indikator Tahap Perencanaan.................................................................
9. Indikator Tahap Pelaksanaan..................................................................
10. Indikator Tahap Evaluasi........................................................................
11. Dasar Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi..................................
12. Luas dan irigasi lahan sawah..................................................................
13. Luas Lahan Kering.................................................................................
14. Komoditas tanaman yang ada.................................................................
15. Penduduk menurut umur........................................................................
16. Penduduk menurut pendidikan...............................................................
17. Komposisi responden berdasarkan usia.................................................
18. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan..................................
19. Pemimpin lokal menurut pilihan responden di program LDPM............
20. Nilai Indeks Modal Manusia pada Pemimpin Lokal..............................
21. Nilai Indeks Modal Sosial Pemimpin Lokal..........................................
22. Nilai Indeks Modal Ekonomi pada Pemimpin Lokal.............................
23. Nilai Indeks Modal Institusi pada Pemimpin Lokal...............................
24. Nilai Indeks Modal Simbolik Pemimpin Lokal.....................................
25. Nilai Indeks Modal Budaya pada Pemimpin Lokal...............................
26. Nilai Indeks Modal Moral pada Pemimpin Lokal..................................
27. Nilai Indeks Modal Internal pada Pemimpin Lokal...............................
28. Nilai Indeks Modal Eksternal Pada Pemimpin Lokal............................
22
23
25
26
27
27
28
30
31
33
40
44
44
45
45
46
51
52
54
64
70
74
76
80
83
85
86
88
xi
29. Total Nilai Indeks Modal dan Interpretasinya pada Pemimpin
Lokal.......................................................................................................
30. Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan
Perencanaan............................................................................................
31. Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan
Pelaksanaan............................................................................................
32. Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan Evaluasi........
90
91
93
94
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Hal.
1. Skema Hasil Kerangka Pemikiran Tentang Pengaruh Pemimpin Lokal
Terhadap Keberhasilan Program Pembangunan.........................................
2. Struktur Pengurus Gapoktan “Makmur Santosa”.......................................
3. Diagram Jenis Pekerjaan Responden.........................................................
17
49
53
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Hal.
1. Kuesioner Penelitian................................................................................
2. Data Responden.......................................................................................
3. Dokumentasi Penelitian...........................................................................
4. Statistik SPSS Hubungan Modal terhadap Tahapan Program.................
98
102
103
104
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan pemimpin lokal bagi masyarakat desa memiliki posisi strategis,
karena mereka-lah berbagai informasi dan komunikasi dapat dialirkan bagi
kepentingan masyarakat. Sosok sebagai figur panutan diperoleh seseorang melalui
berbagai cara yang secara otomatis dilekatkan oleh masyarakat setempat, seperti
karena pengaruh kewibawaan, kepandaian, kekayaan maupun dari keberanian dan
kekuasaannya. Jadi melalui figur kepemimpinan lokal tersebut berbagai program
pembangunan dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien.
Usat (2013) meneliti tentang peran kepemimpinan kepala adat dalam
pembangunan desa Kelubir Kalimantan Utara, yang mempunyai peran penting
dalam pembangunan desa baik secara fisik maupun non fisik. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kepala adat sangat berperan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Peran penting ini terlihat dari kemampuan kepala adat
dalam mengarahkan, menjelaskan, dan menggerakkan masyarakat serta memberi
motivasi dalam melaksanakan program-program pembangunan. Fungsi kepala
adat dalam pembangunan non fisik di desa Kelubir diantaranya mendorong
masyarakat agar senantiasa bekerja sama dan bergotong royong membantu sesama
dan membangkitkan kesadaran masyarakat khususnya kaum muda akan
pentingnya melestarikan nilai adat. Adapun beberapa kendala yang dialamai
kepala adat dalam menjalankan tugas dan fungsinya yaitu minim atau terbatasnya
anggaran, kualitas sumber daya manusia setempat yang relatif masih rendah dan
lokasi desa Kelubir yang terhitung cukup terpencil dari jangkauan akses
pembangunan infrastruktur pemerintah.
Penelitian tersebut juga menginformasikan bahwa kepala adat atau biasa
disebut pemimpin lokal pada hakekatnya memiliki potensi sebagai agen
pembangunan, yaitu dalam mendukung terwujudnya perencanaan dan
pelaksanaan program pembangunan serta menjaga kelestarian budaya adat
setempat.
Pengaruh pemimpin lokal dapat di ukur dengan melihat elemen-elemen
kapital atau modal yang dimilikinya. Pada umumnya semakin tinggi kualitas
maupun kuantitas elemen-elemen kapital yang dimiliki oleh pemimpin lokal maka
2
semakin besar pemimpin lokal memiliki pengaruh atau kharisma kepemimpinan
terhadap masyarakat. Elemen-elemen tersebut adalah modal manusia, modal
institusi, modal sosial, modal simbolik, modal ekonomi, modal budaya, dan modal
moral (Casey, 2008).
Mengingat peran penting kepemimpinan lokal dalam pengambilan keputusan
individu atau kelompok dalam masyarakat pedesaan, maka dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk melakukan identifikasi pemimpin lokal yang memiliki pengaruh
lebih kuat kepada masyarakat pedesaan, penelitian ini akan dimulai dengan
pengidentifikasian pemimpin lokal yang terkait program pembangunan di Desa
Watugede.
Permasalahan mendasar dalam kepemimpinan lokal di tempat penelitian desa
Watugede, kecamatan Singosari, kabupaten Malang yaitu masih rendahnya
tingkat pengaruh pemimpin lokal dalam suatu program pembangunan, khususnya
program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Program ini berupa
kegiatan pemberdayaan Gapoktan dalam rangka meningkatkan kemampuan unit
usaha yang dikelolanya yaitu melalui pengembangan unit-unit usaha distribusi /
pemasaran / pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan serta pembangunan
sarana penyimpanan sehingga meningkatkan nilai tambah produksi petani dan
mendekatkan akses terhadap sumber pangan.
Indikasi masalah terlihat dari tingkat pengaruh pemimpin lokal dalam
kontribusinya di tahapan program dipengaruhi oleh modal yang dimiliki
pemimpin lokal tersebut. Hal itu dapat dilihat dari rendahnya kontribusi pemimpin
lokal dalam program pembangunan dilihat dari tahapan program pembangunan
mulai dari perencanaan, pelaksanaaan hingga evaluasi program.
Program LDPM sudah berjalan selama 2012-2014, namun peran pemimpin
lokal dalam kontribusinya di program pembangunan masihlah belum maksimal
dilihat dari perbedaaan karakteristik modal yang dimiliki. Ada indikasi program
pembangunan di suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat kontribusi pemimpin lokal
dalam tahapan program. Sehingga ada kecenderungan semakin tinggi modal yang
dimiliki pemimpin lokal, maka semakin tinggi pula kontribusi pemimpin lokal
dalam suatu program pembangunan. Kontribusi pemimpin lokal ini selanjutnya
akan berpengaruh langsung terhadap tingkat keberhasilan dalam menjalankan
3
tahapan program. Bagaimanapun berdasarkan hipotesis di atas ada suatu
pertanyaan besar, bagaimana pengaruh modal pemimpin lokal terhadap
kontribusinya di tahapan program pembangunan sampai program tersebut bisa
dikatakan berhasil.
Penelitian ini berusaha untuk menganalisis derajat pengaruh pemimpin lokal
berdasarkan modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal. Besaran pengaruh
pemimpin lokal dapat diketahui dengan melakukan penghitungan indeks Casey.
Selanjutnya hasil dari pengaruh pemimpin lokal dikaitkan dengan tingkat
kontribusi pemimpin lokal dalam tahapan program pembangunan. Dari hasil
penelitian ini dapat diketahui sejauhmana pengaruh pemimpin lokal dan kaitannya
dalam keterlibatannya dalam tahapan program pembangunan hingga dapat
diketahui keberhasilan dari program tersebut berdasar dari keterlibatan pemimpin
lokal
1.2 Perumusan Masalah
Program pembangunan perdesaan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat yang mandiri maju dan berkeadilan. Keberadaan program
pembangunan di pedesaan merupakan wujud nyata pemerataan pembangunan
segala penjuru kawasan. Tidak terkecuali program kegiatan LDPM (Lembaga
Distribusi Pangan Masyaraat) yang merupakan program dari dinas pertanian yang
bergerak di bidang ketahanan pangan guna mewujudkan pembangunan pertanian
secara berkelanjutan. Dalam suatu program pembangunan, peran pemimpin lokal
sangat strategis dalam setiap kebijakan-kebijakan yang diambil, karena
mempengaruhi jalannya kegiatan program.
Pemimpin lokal mempunyai peranan penting dalam setiap pengambilan
keputusan masyarakat, namun setiap pemimpin lokal mempunyai derajat
pengaruh yang berbeda terhadap masing-masing individu dalam sebuah lembaga
masyarakat. Tidak adanya pemetaan atau tipologi serta pengidentifikasian yang
jelas terkait pemimpin lokal dapat menyebabkan sulitnya untuk mengidentifikasi
karakteristik dari suatu lembaga tersebut. Derajat pengaruh pemimpin lokal yang
berbeda dalam setiap individunya mengakibatkan adanya kesenjangan atau
4
perbedaan di masyarakat desa. Hasilnya adalah masyarakat desa secara alami akan
terbagi menjadi beberapa kelompok yang apabila tidak didukung kerjasama antar
pemimpin lokal akan menyebabkan terhambatnya pembangunan desa, karena
dalam pembangunan diperlukan kesamaan tujuan bersama dan apabila tidak
terjadi kolaborasi antar pemimpin lokal, maka kemungkinan akan terjadi tarik
menarik kepentingan yang menyebabkan bergesernya fungsi pemimpin lokal yang
seharusnya mempercepat proses pembangunan tetapi justru menjadi penghambat
pembangunan itu sendiri.
Dengan demikian, perlu dilihat bagaimanakah pengaruh pemimpin lokal
terhadap program dilihat dari modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal,
khususnya program pembangunan di pedesaan, karena hal ini akan mempengaruhi
arah serta jenis program yang akan masuk atau yang akan di implementasikan
dalam suatu daerah. Hal ini perlu dilihat agar saat pihak-pihak yang
berkepentingan ingin membuat suatu program, dapat disesuaikan dengan
karakteristik masyarakatnya, dilihat dari tipologi pemimpin lokal yang ada. Hal
ini akan memudahkan program untuk lebih tepat sasaran. Bagaimanapun melihat
hal itu perlu dilihat:
1. Siapa sajakah pemimpin lokal yang terlibat di dalam program LDPM?
2. Bagaimanakah modal yang dimiliki pemimpin lokal dan pengaruhnya
terhadap masyarakat petani di Desa Watugede?
3. Bagaimanakah keterkaitan modal pemimpin lokal dengan kontribusinya
dalam tahapan program pembangunan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimanakah pengaruh
pemimpin lokal terhadap program dilihat dari modal yang dimiliki oleh pemimpin
lokal. Hal ini berguna agar implementasi program dapat berjalan sesuai dengan
seharusnya. Selain itu tujuan dari penelitian ini juga untuk:
1. Mendeskripsikan profil figur pemimpin lokal yang berpengaruh dalam
masyarakat, khususnya dalam program-program pembangunan pedesaan.
2. Mengidentifikasikan modal yang dimiliki pemimpin lokal dan pengaruhnya
terhadap masyarakat.
5
3. Menganalisis keterkaitan modal pemimpin lokal dengan kontribusinya dalam
tahapan program LDPM.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan tipologi
pemimpin lokal berdasarkan modal yang dimiliki dan hubungannya dengan
tingkat pengaruh pemimpin lokal dalam tiga tahapan program. Adapun penelitian
ini memberikan manfaat untuk mahasiswa selaku pengamat dan akademisi,
masyarakat, perguruan tinggi dan pemerintah. Manfaat yang diperoleh yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini bermanfaat menjadi tambahan literatur penelitian mengenai
hubungan antara pengaruh pemimpin lokal dengan modal yang dimiliki
sehingga kedepannya dapat mempermudah dalam menganalisis terkait topik
kepemimpinan untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi
yang diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan
menjadi sumber rujukan dalam topik kepemimpinan khususnya dalam
menganalisis keberhasilan program sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
3. Bagi Pemerintah
Hasil dari penelitian ini akhirnya melahirkan suatu tipologi pemimpin
lokal yang dapat digunakan sebagai bahan referensi pemerintah maupun
pihak-pihak terkait dalam menggulirkan program ke pedesaan agar program
yang masuk terimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan rencana serta
tujuan.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
mengenai hubungan keberhasilan program dengan pemimpin yang terlibat
didalamnya.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kepemimpinan lokal dalam pembangunan bukanlah hal
yang baru. Sebelumnya telah ada beberapa kajian/penelitian tentang
kepemimpinan lokal. Pencantuman penelitian terdahulu ini bertujuan untuk
memperlihatkan pada posisi penelitian yang akan dilakukan. Penelitian
kepemimpinan disebut bidang retak tangan yang menentukan di masyarakat Jawa
yakni negara-desa yang terpisah secara tradisional (Fagg dalam Nordholt, 1987).
Ditambahkan oleh Fagg, dalam hubungan ini negara, keraton, merupakan pusat
kekuasaan yang memancarkan pengaruhnya dalam ukuran yang semakin
berkurang ke lingkaran paling jauh dari kerajaan sampai ke mancanegara.
Menurut garis hirarki, dari raja sampai petani, pengaruh kepemimpinan pejabat
dalam rangkaian pemerintahan semakin menipis. Namun banyak pejabat yang
masuk dalam lingkungan negara secara struktural akan menganggap dirinya
pemimpin. Dan setiap orang yang termasuk lingkungan desa dipandang sebagai
pengikut.
Penelitian lain yang bertolak belakang dari pemikiran Fagg adalah Nordholt
(1987) yang mengaitkan antara pemimpin dan pengikut yang dapat memberi
pandangan lebih luas tentang perkembangan yang terjadi di pedesaan Jawa.
Dalam kajiannya antara pemimpin dan pengikut apabila yang berkedudukan sosial
lebih tinggi dalam sikap dan perkataannya dengan lebih jelas memperlihatkan
bahwa dia adalah atasan, maka yang berkedudukan sosial lebih rendah itu akan
merasa begitu tertekan dan terdesak, sehingga tidak ada cara apapun yang dapat
digunakan untuk menyatakan pendapatnya yang mungkin bersifat bertentangan.
Karena atasan yang demikian itu sesungguhnya memang tidak mau tahu pendapat
yang lebih baik. Tindakan semacam itu membuat setiap informasi dari bawah
tertutup sama sekali.
Dapat dibayangkan, apabila pemimpin itu sendiri berada di bawah tekanan
untuk melaksanakan program-program dan proyek-proyek tertentu, maka ia akan
memaksakan secara kasar pelaksanaan tersebut dengan menggunakan kata-kata
yang bersifat intimidasi. Dengan demikian, ia yakin tidak akan dibantah. Sikap
pemimpin semacam itu lebih mirip dengan menipu dirinya sendiri dan tidak ada
7
hubungannya dengan eachrecognize the other as valid, and legitimate within its
own spere (Nordholt, 1987).
Di dalam buku Sosiologi Pedesaan, Sajogyo (2007) menjelaskan tentang
struktur sosial dalam masyarakat pedesaan di daerah Cibodas, salah satu peranan
dalam struktur sosial tersebut adalah pengaruh tuan tanah besar. Kelompok ini
terdiri dari sejumlah kecil keluarga yang berhubungan rapat dengan perkawinan
yang mana mereka itu adalah kalangan bangsawan desa, merekalah yang
menentukan jenis kegiatan kemasyarakatan dan memainkan peranan penting,
baik positif maupun negatif, dalam setiap kegiatan di desa itu, dalam arti
bahwa mereka selalu terlibat dalam kegiatan tersebut, sebagai pendukung atau
sebagai lawan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Mereka mempunyai
sumber modal terbesar dan mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Dan
dengan tuan tanah besar inilah, para wakil jawatan pemerintah mengadakan
hubungan-hubungan pribadi, dan sampai saat ini dari merekalah para pejabat
memperoleh informasi tentang keadaan masalah-masalah desa. Tuan tanah besar
ini juga merupakan aktor atau orang yang memainkan politik lokal. Pada kasus
Cibodas tersebut di atas menujukkan bahwa pemimpin lokal memainkan peranan
tertentu dalam pembagunan di pedesaan, walaupun setiap pemimpin lokal
memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap masyarakat maupun individu dari
masyarakat itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan Casey (2008) melalui jurnal ilmiah yang berjudul
“Defining Political Capital” menganalisis tentang pengaruh pemimpin lokal di
Amerika Serikat. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa modal politik yang
dimiliki oleh pemimpin di Amerika serikat merupakan bentuk dari pengukuran
dari elemen-elemen modal yang dimiliki pemimpin tersebut. Casey (2008)
menganalisis pengaruh pemimpin lokal dengan menggunakan indeks modal yang
dimiliki oleh pemimpin lokal di negaranya. Dalam penelitiannya disebutkan
bahwa pengaruh pemimpin lokal dapat di ukur dengan melihat elemen-elemen
kapital atau modal yang dimilikinya. Pada umumnya semakin tinggi kualitas
maupun kuantitas elemen - elemen yang dimiliki oleh pemimpin lokal maka
pemimpin lokal akan lebih memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Elemen -
elemen tersebut adalah modal manusia, modal institusi, modal sosial, modal
8
simbolik, modal ekonomi, modal budaya, dan modal moral. Adanya pengaruh dari
modal tersebut ditemukan bukti bahwa pemimpin memiliki terlibat dalam
kegiatan pengambilan kebijakan dalam pemerintahan.
Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, penulis akan menggunakan metode
analisis Casey yang mengukur pengaruh pemimpin lokal dengan melihat elemen –
elemen kapital atau modal yang dimiliki. Dengan asumsi semakin tinggi modal
yang digunakan pemimpin lokal dalam program pembangunan maka semakin
tinggi pula derajat pengaruh yang ditimbulkan pemimpin lokal dalam program
pembangunan itu sendiri.
2.2 Tinjauan Teoritis Kepemilikan Modal Pemimpin Lokal dan Program
Pembangunan
2.2.1 Kepemilikan Modal dan Pengaruh Pemimpin Lokal
Menurut Bordieu (1990) modal memiliki definisi yang sangat luas dan
mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai
atribut yang tak tersentuh, namun signifikan secara kultural, misalnya prestise,
status, dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya
(yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi).
Selain itu, Bordieu juga menambahkan bahwa modal berperan sebagai sebuah
relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini
diperluas pada segala bentuk barang-baik materil maupun simbol, tanpa
perbedaan- yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak
untuk dicari dalam sebuah formasi tertentu.
Modal juga dipandang Bordieu sebagai basis dominansi (meskipun tidak
selalu diakui demikian oleh partisipan). Beragam jenis modal dapat ditukar
dengan jenis-jenis modal lainnya-yang artinya modal bersifat ’dapat ditukar’.
Penukaran paling hebat yang telah dibuat adalah penukaran pada modal simbolik,
sebab dalam bentuk-bentuk modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai
sesuatu yang legitimit. Bordieu juga menambahkan bahwa ranah dapat dipahami
sebagai ranah kekuatan dan perjuangan posisi dan otoritas legitimit, sementara
logika yang mengatur perjuangan-perjuangan ini adalah logika modal.
9
Terkait modal di atas, Casey (2008) membagi modal menjadi tujuh bagian
yaitu modal manusia, modal institusi, modal sosial, modal simbolik, modal
ekonomi, modal budaya, dan modal moral. Pembagian modal yang dilakukan
Casey sebenarnya merujuk dari empat pembagian modal yang dilakukan oleh
Bordieu. Penjelasan pembagian modal menurut Casey adalah :
1. Modal Manusia
Modal manusia merupakan kombinasi dari kemampuan dan ketrampilan,
pengalaman serta pendidikan. Modal manusia biasanya dilihat dari dua hal yaitu
pengalaman dan pendidikan. Pengalaman dibagi menjadi dua yaitu pengalaman
pemimpin dibidangnya dan pengalaman pemimpin diluar dari bidang yang
ditekuninya.
Definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa modal manusia adalah nilai
pengetahuan, pengalaman, keterampilan, motivasi dan sikap yang dimiliki oleh
individu-individu yang relevan dengan aktivitas adopsi inovasi. Dalam konteks ini
bahwa komponen modal manusia adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
pendapatan
Pengalaman merupakan elemen yang paling banyak dimiliki oleh pemimpin
lokal yang memiliki modal manusia, hal ini dikarenakan pengalaman merupakan
elemen modal yang didapatkan dengan mengawinkan implementasi dengan
waktu. Dengan demikian, pengalaman merupakan elemen modal yang dihasilkan
bukan secara instan, oleh sebab itu secara otomatis masyarakat akan lebih percaya
pemimpin lokal yang memiliki pengalaman yang mencukupi. Selain itu hal ini
bukan berarti pendidikan dan kemampuan tidak diperhitungkan dalam
mengidentifikasi modal manusia yang dimiliki oleh pemimpin lokal.
2. Modal Institusi
Pada umumnya untuk melihat derajat modal institusi yang dimiliki oleh aktor
dapat dilihat dari tiga hal yaitu: dukungan institusi terhadap aktor, ideologi
institusi, dan pengaruh institusi kepada pemimpin lokal.
Dalam perkembangannya modal institusi dibagi menjadi tiga yaitu dukungan
institusi terhadap pemimpin lokal, ideologi institusi, dan pengaruh intitusi,
10
dukungan institusi adalah elemen modal institusi yang paling sering dimiliki oleh
para pemimpin lokal. Terlihat dari kasus-kasus ini adalah dalam kehidupan
masyarakat pedesaan cukup hanya dengan dukungan dari institusi baik berupa
pengakuan maupun keterlibatan secara langsung ternyata mempengaruhi tingkat
pengaruh aktif terhadap masyarakat
3. Modal Sosial
Modal Sosial biasanya dilihat dari tiga hal yaitu dukungan grup kolektif,
jaringan, dan reputasi. Dukungan grup kolektif biasanya diukur dari angka
statistik yang diterima oleh kandidat (jika dalam pemilihan umum), dalam kasus
ini adalah dukungan yang diberikan oleh masyarakat setempat. Jaringan berasal
dari kelompok sosial dimana sang kandidat turut terlibat, dan reputasi adalah
seberapa diketahuinya pemimpin lokal oleh masyarakat.
Umumnya jaringan lebih banyak dimiliki oleh pemimpin lokal dibandingkan
dukungan grup kolektif dan reputasi, walaupun bukan berarti kedua hal tersebut
sama sekali tidak dimiliki oleh pemimpin lokal. Hal ini dikarenakan jaringan yang
semakin luas membuat pemimpin lokal lebih banyak memiliki informasi sehingga
memudahkan pemimpin lokal dalam mengakses banyak hal maupun
mempengaruhi sesuatu keputusan karena dianggap sebagai pihak yang lebih
mengerti dibandingkan yang lain.
4. Modal Simbolik
Modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Bordieu mengemukakan
bahwa modal simbolik merupakan simbol yang melegitimasi/membuktikan
dominasi melalui strata sosial atau pembeda terhadap orang lain, sehingga hal
simbolik dapat memenuhi fungsi politik (Swartz). Modal Simbolik dapat dilihat
dari dua hal yaitu prestise yang dibawa serta gelar. Modal Simbolik sangat
bergantung pada masyarakatnya. Pengakuan dari masyarakat merupakan simbol
dimana secara tidak langsung elit informal agama memiliki prestise sendiri dan
memiliki gelar sendiri yang mana apa yang diputuskannya merupakan keputusan
yang terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa elit informal agama memiliki pengaruh
terhadap masyarakat.
11
5. Modal Ekonomi
Modal ekonomi berasal dari produksi material dan petukaran atau
perdagangan, uang, atau materi yang dihasilkan seseorang, baik dagang dan
produksi sendiri. Secara umum yang ditonjolkan adalah seberapa kuat dukungan
finansial atau kekayaan yang dimiliki kandidat atau pemimpin lokal.
Sebagai contoh adalah pada penelitian yang dilakukan Sajogyo (2007), pada
kasus masyarakat Desa Cibodas, tuan tanah besar memiliki modal, mereka dapat
memiliki kira-kira setengah dari tanah yang terdapat didesa tersebut, dan hampir
semua tanah yang dapat digolongkan mempunyai kualitas kelas satu atau kelas
dua (menurut peraturan sewa tanah kepada petani) berada ditangan mereka
sehingga mereka mempunyai sumber modal terbesar dan mendapat kepercayaan
dari para tengkulak uang. Dikarenakan mereka memiliki sumber modal terbesar di
desa tersebut, mereka mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Berkat
laba yang besar yang mereka tarik dari menanam kentang dan kubis untuk
dipasarkan, mereka sanggup mendirikan bungalow-bungalow baru di desa itu atau
di Bandung.
6. Modal Budaya
Modal budaya merupakan hasil dari praktek sosial dan pengembangan sosial
dari beberapa simbol dan arti yang termasuk kelas yang lebih tinggi untuk
melakukan kultur dominan mereka dalam siklus pengembangan kultur.
Tingkat pengaruh pemimpin lokal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
atau budaya dari lingkungan pemimpin lokal tersebut. Jika budaya telah terbentuk,
maka walaupun kemampuan pemimpin lokal tidak mencukupi, masyarakat akan
tetap mengikuti arahan dari pemimpin lokal tersebut. Hal ini terjadi khususnya di
daerah-daerah yang kelembagaan adat nya masih kental.
7. Modal Moral
Modal moral adalah dimana pemimpin informal memiliki tujuan yang jelas
dan bermanfaat untuk masyarakat. Pada umumnya modal moral dapat dilihat dari
opini publik tehadap pemimpin informal tersebut.
12
Modal moral yang dimiliki oleh seorang pemimpin lokal dapat dilihat dari
opini publik tentang dirinya, semakin baik opini publik tentang dirinya semakin
tinggi modal moral yang dimiliki pemimpin lokal tersebut. Hal ini yang akhirnya
berujung pada semakin berpengaruhnya pemimpin lokal terhadap masyarakat.
2.2.2 Kategori Pemimpin Lokal
Berdasarkan pembagian modal menurut Casey (2008) maka peneliti mencoba
mengkategorikan modal menjadi dua kategori yaitu modal internal dan modal
eksternal. Modal yang bersal dari dalam individu pemimpin lokal disebut modal
internal yang terdiri dari modal manusia (human capital), modal sosial (social
capital), modal ekonomi (economics capital).
Modal manusia termasuk dalam modal internal karena indikator yang dapat
ditemukan dalam diri seorang individu pemimpin lokal. Sedangkan modal sosial
merupakan usaha yang dilakukan oleh pemimpin lokal untuk mendapatkan
dukungan, membuat jaringan dan menciptakan serta menjaga reputasi yang baik.
Modal internal yang terakhir yaitu modal ekonomi yang biasa disebut dengan
economics capital, dalam modal ekonomi diperlukan kondisi keuangan yang
mendukung guna meningkatkan kinerja dari seorang pemimpin lokal.
Kategori modal yang kedua yaitu modal eksternal, modal ini merupakan
modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal yang berasal dari luar individu
pemimpin lokal. Modal eksternal terdiri dari modal institusi, modal simbolik,
modal budaya dan modal moral.
Modal institusi masuk dalam kategori modal eksternal karena modal ini
memberikan dampak kepada pemimpin lokal dalam setiap keterlibatannya
didalam sebuah institusi. Sedangkan modal simbolik didapatkan dari prestise dan
gelar yang diberikan oleh individu, masyarakat maupun dari institusi yang
berwenang kepada individu pemimpin lokal. Modal eksternal yang ketiga yaitu
modal budaya dan moral, modal ini diperoleh pemimpin lokal dari pendapat
masyarakat tentang tindakan, aktivitas serta kebijakan terkait dengan budaya dan
kapabilitasnya dalam memimpin.
13
Kedua kategori tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan selanjutnya
akan mempengaruhi posisi maupun keterlibatan pemimpin lokal dalam sebuah
program pembangunan.
2.2.3 Program Pembangunan
Pembangunan adalah perubahan sosial pada masyarakat secara partisipatif.
Perubahan tersebut tidak hanya dilihat dari perubahan pendapatan perkapita saja
tetapi juga perubahan sistem sosial, kapasitas individu, serta kontrol masyarakat
terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.
Nasution (1998) dalam bukunya Komunikasi Pembangunan juga
menambahkan bahwa pembangunan memiliki tujuan umum, khusus, dan target.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum (Goals) Pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-
hatapan dan ide-ide manusia, komponan-komponen dari yang terbaik yang
mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan.
2. Tujuan khusus (Objectives) Pembangunan adalah tujuan jangka pendek,
biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program
tertentu.
3. Target pembangunan adalah tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret,
dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan
sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai
2.2.4 Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM)
Kegiatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) adalah kegiatan
pemberdayaan Gapoktan dalam rangka meningkatkan kemampuan unit usaha
yang dikelolanya yaitu melalui pengembangan unit-unit usaha distribusi /
pemasaran / pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan serta pembangunan
sarana penyimpanan sehingga meningkatkan nilai tambah produksi petani dan
mendekatkan akses terhadap sumber pangan. Pemberdayaan Gapoktan dilakukan
di daerah sentra pangan selama 3 tahun untuk mewujudkan stabilisasi harga
pangan di tingkat petani dan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga (Badan
Ketahahan Pangan, 2009)
14
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat dapat dibentuk melalui Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan). Melalui kegiatan Lembaga Distribusi Pangan
(LDPM) sebagai program unggulan ternyata mampu memberdayakan bisnis
pangan bagi petani di pedesaan. Pasalnya, melalui LDPM mampu meningkatkan
akses pangan melalui pemanfaatan peluang pengembangan produk agribisnis
bernilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan (BKP, 2009).
Dukungan pemerintah melalui kegiatan Penguatan-LDPM bertujuan untuk
memperkuat Gapoktan agar:
1. Memiliki sarana penyimpanan/ gudang penyimpanan
2. Dapat menjaga stabilisasi harga gabah/ beras/ jagung di tingkat petani
3. Dapat mengembangkan usaha ekonomi di pedesaan melalui kegiatan yang
berbasis agribisnis.
4. Meningkatkan akses pangan anggota Gapoktan disaat menghadapi
paceklik melalui penyediaan cadangan pangan
Dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada Gapoktan berupa
pendampingan dan penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos). Penyaluran dana
Bansos kepada Gapoktan dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Untuk tahap
pertama, dana Bansos diberikan Rp. 150.000.000,00 digunakan untuk
pembangunan gudang, modal usaha jual-beli gabah/ beras/ jagung dan pembelian
cadangan pangan. Sedangkan pada tahap kedua dana Bansos diberikan Rp.
75.000.000,00 sebagai modal tambahan untuk jual beli dan cadangan pangan (jika
diperlukan). Pada tahun ketiga pemerintah tidak lagi menyalurkan dana Bansos,
dana tersebut harus terus dikembangkan untuk usaha agribisnis. Pemerinta akan
terus memantau perkembangan dana yang ada di Gapoktan.
15
III. KERANGKA KONTEKSTUAL
3.1 Konsep Kerangka Pemikiran
Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses dan usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi ataupun
kondisi yang lebik baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini
didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang merasa tidak puas akan kondisi atau
situasi saat ini yang dinilai belum ideal. Namun demikian pembangunan
merupakan suatu proses evolusi, sehingga masyarakat perlu melakukan prosesnya
secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki beserta masalah utama
yang sedang dihadapi.
Dalam program pembangunan pedesaan khususnya LDPM (Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat) tentu saja harus melibatkan pihak – pihak tertentu
(stakeholders) atau bisa disebut dengan pemimpin lokal (local leaders). Peran
pemimpin lokal sangat vital dalam sebuah program pembangunan karena
pemimpin lokal merupakan salah satu aset penting dalam suatu desa yang mampu
memahami kondisi di desa serta memetakan kebutuhan masyarakat yang
disesuaikan dengan karakteristik dan potensi sumber daya lokal.
Pengaruh pemimpin lokal terhadap masyarakat tidak terlepas dari
kepemilikan modal yang dimilikinya. Merujuk dari pembagian modal oleh Casey,
penulis mencoba mengkategorikan ketujuh modal tersebut menjadi dua kategori.
Kategori ini didasarkan dari asal modal tersebut. Modal yang berasal dari dalam
individu pemimpin lokal disebut modal internal yang terdiri dari modal manusia,
modal sosial, dan modal ekonomi. Kemudian modal yang berasal dari luar
individu pemimpin lokal atau dari atribut sosial pemimpin lokal termasuk dalam
modal eksternal yang terdiri dari modal institusi, modal simbolik, modal budaya,
dan modal moral.
Lebih lanjut kepemilikan modal internal dibagi menjadi 3 bagian antara lain;
(1) modal manusia yaitu nilai pengetahuan, pengalaman, keterampilan, motivasi
dan sikap yang dimiliki oleh individu - individu yang relevan dengan aktivitas
adopsi inovasi, (2) modal sosial adalah modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal
berasal dari dukungan grup kolektif, jaringan serta reputasi dari lingkungan
16
sekitar, (3) modal ekonomi, modal ekonomi adalah dukungan finansial atau
kekayaan yang dimiliki oleh pemimpin lokal.
Modal eksternal pemimpin lokal dibagi menjadi 4 bagian antara lain; (1)
modal institusi adalah modal yang berasal dari institusi tempat pemimpin lokal
mengabdikan diri, (2) modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Simbol
dari bukti dominasi dalam sebuah strata sosial, (3) modal budaya adalah hasil dari
praktek sosial dan pengembangan sosial dari beberapa simbol dan arti yang
termasuk kelas yang lebih tinggi untuk melakukan kultur dominan mereka dalam
siklus pengembangan kultur, dan (4) modal moral adalah dimana pemimpin
memiliki tujuan yang jelas dan bermanfaat untuk masyarakat.
Hasil dari kepemilikan modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal akan
berpengaruh terhadap tingkat derajat pengaruh pemimpin lokal dalam suatu
program pembangunan. Hal ini dikarenakan setiap pemimpin lokal memiliki
kharakteristik kepemilikan modal yang berbeda – beda, sehingga pengaruh yang
dihasilkan pemimpin lokal dalam suatu program pembangunan desa juga berbeda
pula.
Adanya derajat tingkat pengaruh pemimpin lokal yang berbeda berakibat
kepada kontribusi pemimpin lokal dalam suatu tahapan program pembangunan
yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Kontribusi
pemimpin lokal dalam tahapan perencanaan dapat dilihat berdasarkan
keikutsertaan pemimpin lokal dalam suatu rapat atau musyawarah yang diadakan
saat perencanaan program dan keterlibatan dalam penentuan konsep program yang
akan dilaksanakan. Dalam tahapan pelaksanaan dilihat dari keterlibatan sebagai
anggota proyek, sumbangsih pemikiran serta sumbangsih materi (uang) untuk
kelancaran program pembangunan. Sedangkan dalam tahapan evaluasi, kontribusi
pemimpin lokal dilihat berdasarkan kehadiran dalam rapat evaluasi dan kontribusi
dalam memberikan kritik dan saran guna menambah kesuksesan program pada
masa mendatang.
Dari hasil analisis kontribusi pemimpin lokal dalam program maka dapat
diketahui pula tingkat pengaruh pemimpin lokal terhadap keberhasilan program
pembangunan pedesaan. Untuk lebih jelasnya bisa melihat bagan kerangka
pemikiran pada Gambar 1.
17
Gambar 1. Skema Hasil Kerangka Pemikiran Tentang Pengaruh Pemimpin Lokal
Terhadap Keberhasilan Program Pembangun
Kepemilikan Modal Pemimpin Lokal (Casey Indeks)
Modal Internal
1. Modal Manusia o Kemampuan o Pengalaman di
bidangnya o Pengalaman di luar
bidangnya o Tingkat Pendidikan
Formal 2. Modal Sosial
o Dukungan Grup Kolektif
o Jaringan o Reputasi
3. Modal Ekonomi o Dukungan Keuangan
Modal Eksternal 1. Modal Institusi
o Dukungan Institusi o Ideologi Institusi o Pengaruh Institusi
2. Modal Simbolik o Prestise o Gelar
3. Modal Budaya o Kesesuaian
dengan Budaya 4. Modal Moral
o Opini Positif Publik
Pelaksanaan
o Sumbangsih Pemikiran
o Sumbangsih Materi o Keterlibatan dalam
Anggota Proyek
Perencanaan o Kehadiran o Konsep Program
o
Evaluasi o Kehadiran o Kritik dan Saran
Pengaruh Pemimpin Lokal
Tingkat Pengaruh Pemimpin
Lokal terhadap Keberhasilan
Program
: Indeks Pengaruh Pemimpin Lokal
: Regresi
: Saling Mempengaruhi
: Mempengaruhi
18
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu diduga besar pengaruh
modal yang dimiliki pemimpin lokal akan mempengaruhi tingkat kontribusi
pemimpin lokal dalam tahapan program LDPM.
3.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan penelitian sebagai berikut:
1. Pemimpin lokal yang diteliti terbatas kepada pemimpin yang terlibat langsung
dalam program LDPM di desa Watugede.
2. Pengaruh pemimpin lokal dilihat berdasarkan elemen-elemen modal eksternal
dan internal yang dimiliki, pembagian modal tersebut merupakan hasil dari
penelitian Casey (2008).
3. Pengaruh dari elemen-elemen modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal
dilihat berdasarkan kontribusi pemimpin lokal di dalam keberhasilan program
pembangunanan LDPM berupa kontribusi perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
19
3.4 Definisi Operasional
Agar terjadi keseragaman dalam menginterpretasi pengertian tentang
variabel-variabel yang digunakan.dalam penelitian ini, yang menjadi independen
adalah modal pemimpin lokal, sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah
tahapan program pembangunan. Perumusan definisi operasional variabel adalah
sebagai berikut:
Pemimpin lokal adalah individu yang mempunyai tujuan atau maksud yang
ditunjukkan dalam bentuk tindakan yang mempengaruhi masyarakat dan
sekitarnya dalam suatu daerah tertentu.
1. Modal adalah sesuatu atau alat yang dimiliki oleh pemimpin lokal untuk
mencapai tujuan tertentu.
1.1 Modal Internal adalah modal yang berasal dari dalam individu pemimpin
lokal
1.1.1 Modal Manusia merupakan nilai pengetahuan, pengalaman, keterampilan,
motivasi dan sikap yang dimiliki oleh individu - individu yang relevan
dengan aktivitas adopsi inovasi.
a. Kemampuan adalah sebaik apa pemimpin dapat menjalankan tugas
dan kewajibannya
b. Pengalaman dibidangnya adalah kiprah pemimpin dalam bidang yang
digelutinya.
c. Pengalaman diluar bidanag adalah kiprah pemimpin diluar bidangnya.
d. Tingkat pendidikan formal adalah tingkat kelulusan pendidikan formal
terakhir pemimpin lokal.
1.1.2 Modal Sosial adalah modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal berasal dari
dukungan grup kolektif, jaringan serta reputasi dari lingkungan sekitar.
a. Dukungan grup kolektif adalah dukungan masyarakat, kelompok,
individu kepada pemimpin lokal baik berbentuk sikap yang tidak
membantah dan mendukung kebijakan pemimpin lokal
b. Jaringan adaalah kekuatan dan keluasan jaringan yang dimiliki oleh
pemimpin lokal
c. Reputasi adalah sejauh mana pemimpin lokal dikenal atau familiar
dimasyarakat
20
1.1.3 Modal Ekonomi adalah dukungan finansial atau kekayaan yang dimiliki
oleh pemimpin lokal.
a. Dukungan keuangan adalah daya dukung keuangan yang dimiliki
pemimpin lokal dalam membiayai segala aktivitasnya
1.2 Modal Eksternal adalah modal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal
1.2.1 Modal Institusi adalah modal yang berasal dari institusi tempat pemimpin
lokal mengabdikan diri
a. Dukungan Institusi adalah dukungan yang diberikan institusi kepada
pemimpin dalam menjalankan kebijakan – kebijakan pemimpin lokal
tersebut
b. Ideologi Institusi adalah kesesuaian pemimpin lokal dlam menjalankan
kebijakan – kebijakannya dengan ideologi dari institusi tersebut
c. Pengaruh institusi adalah sejauh mana institusi memberikan pengaruh
positif kepada pemimpin lokal, baik dalam hal pengaruhnya kepada
masyarakat maupun pelaksanaan kebijakan.
1.2.2 Modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Simbol dari bukti
dominasi dalam sebuah strata social
a. Wibawa atau kehormatan yang dimiliki oleh pemimpin lokal dalam
mempengaruhi masyarakat.
b. Gelar adalah latar belakang pendidikan dilihat dari dimana/tempat
pemimpin lokal tersebut menuntut ilmu.
1.2.3 Modal budaya adalah hasil dari praktek sosial dan pengembangan sosial
dari beberapa simbol dan arti yang termasuk kelas yang lebih tinggi untuk
melakukan kultur dominan mereka dalam siklus pengembangan kultur.
a. Kesesuaian dengan budaya adalah kesesuaian segala tingkah laku,
kebijakan, dan aktivitas pemimpin lokal merupakan representasi dari
budayanya (sesuai dengan budaya setempat).
1.2.4 Modal moral adalah dimana pemimpin memiliki tujuan yang jelas dan
bermanfaat untuk masyarakat.
a. Opini positif publik adalah bagaimana tanggapan atau pandangan
masyarakat tentang pemimpin lokal.
21
2. Tahapan Program merupakan proses dimana program dijalankan mulai dari
perencanaan hingga evaluasi program
2.1 Tahap perencanaan adalah tahapan keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan dalam kegiatan
program dalam rangka pencapaian yang telah ditentukan.
a. Kehadiran adalah keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau
musyawarah yang diadakan saat perencanaan program.
b. Konsep program adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam menentukan
konsep program yang akan dilaksanakan.
2.2 Tahap pelaksanaaan adalah tahapan dimana secara umum program kegiatan
dilaksanakan.
a. Keterlibatan sebagai anggota proyek adalah keterlibatan secara aktif
pemimpin lokal dalam hal-hal teknis dilapangan.
b. Sumbangsih pemikiran adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam
menyumbangkan pemikirannya dalam mengambil kebijakan saat
pelaksanaan program.
c. Sumbangsih materi adalah kemampuan pemimpin lokal dalam
mendukung pelaksanaan program dengan materi (uang) yang
dimilikinya
2.3 Tahap evaluasi adalah tahapan pengukuran tingkat keberhasilan atau
kegagalan dari program yang telah dilaksanakan
a. Kehadiran adalah keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau
musyawarah yang diadakan saat program berakhir
b. Kritik dan Saran adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam
menyumbangkan kritik, saran, atau argumen terhadap program yang
telah dilaksanakan.
3.5 Pengukuran Variabel
Variabel adalah sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Pengukuran variabel
digunakan untuk menentukan penilaian terhadap masalah yang akan diteliti.
Variabel Independen yang akan diukur yaitu variabel modal pemimpin lokal
berupa modal internal dan modal eksternal. Sedangkan variabel dependen yang
22
akan diukur yaitu tahapan program pembangunan berupa perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Adapun pengukuran untuk tiap variabel dapat dilihat
pada tabel :
A. Tabel Pengukuran variabel X (Independen), pengukuran kepemilikan modal
pemimpin lokal menggunakan penghitungan Indeks Casey.
1. Modal Internal
1.1 Modal Manusia
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Kemampuan Sangat mampu
(Pemimpin lokal sangat mampu
menjalankan tugas dan kewajibannya
dalam program pembangunan)
Mampu
(Pemimpin lokal mampu menjalankan
tugas di program pembangunan)
Cukup mampu
(Pemimpin lokal cukup mampu
menjalankan tugasnya namun belum
maksimal)
Sedikit Mampu
(Pemimpin lokal kurang mampu menjadi
pemimpin program pembangunan)
Tidak Mampu
(Pemimpin lokal tidak mampu menjalankan
tugas dan kewajibannya di program
pembangunan)
+2
+1
0
-1
-2
Pengalaman di
bidang
kelembagaan
Sangat berpengalaman
(Pemimpin lokal sangat berpengalaman di
bidang program dan telah sukses
menjalankan program-program sejenis
sebelumnya)
Berpengalaman
(Pemimpin lokal mempunyai pengalaman
yang memadai dalam kegiatan program)
Cukup berpengalaman
(Pemimpin lokal memiliki cukup
pengalaman dalam menjalankan program
dan masih perlu belajar dalam mengontrol
organisasi kelembagaan)
Sedikit berpengalaman
(Pemimpin lokal belum berpengalaman di
bidang kelembagaan dan perlu belajar dari
pemimpin lokal yang lebih senior)
Tidak berpengalaman
(Pemimpin lokal tidak mempunyai
+2
+1
0
-1
23
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
pengalaman dalam mengontrol organisasi
kelembagaan)
-2
Pengalaman di
Luar Bidang
Sangat Berpengalaman
(Pemimpin lokal sangat berpengalaman di
luar bidang program yang digeluti saat ini
dan menjalankan kegiatan kelembagaan
lain)
Berpengalaman
(Pemimpin lokal mempunyai pengalaman
yang memadai di luar bidang kelembagaan
dan memiliki kegiatan sampingan yang
lain)
Cukup berpengalaman
(Pemimpin lokal memiliki cukup
pengalaman di luar bidang dan hanya
menjalankan satu kegiatan kelembagaan)
Sedikit Berpengalaman
(Pemimpin lokal kurang memiliki
pengalaman di bidang lain)
Tidak Berpengalaman
(Pemimpin lokal tidak memiliki
pengalaman di bidang di luar yang
digelutinya)
+2
+1
0
-1
-2
Tingkat
Pendidikan
Sarjana
Diploma
SMA
SMP
Dibawah SMP
+2
+1
0
-1
-2
1.2 Modal Sosial
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Dukungan Grup
Kolektif
Sangat mendukung
(Pemimpin lokal sangat didukung oleh
semua masyarakat petani dan selalu
mengikuti kebijakannya)
Mendukung
(Pemimpin lokal didukung oleh sebagian
besar masyarakat petani)
Cukup mendukung
(Pemimpin lokal didukung oleh sebagian
masyarakat petani, dan terkadang
kebijakannya tidak dijalankan oleh petani)
Sedikit mendukung
(Pemimpin lokal memperoleh sedikit
dukungan masyarakat dan kesulitan dalam
menjalankan kebijakannya)
Tidak mendukung
(Pemimpin lokal tidak didukung oleh
+2
+1
0
-1
-2
24
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
masyarakat petani)
Jaringan Sangat kuat
(Pemimpin lokal mempunyai jaringan yang
luas dan kekuatan memimpinnya sampai ke
kalangan di luar masyarakat petani lokal)
Kuat
(Pemimpin lokal memiliki jaringan yang
luas dan mendapat dukungan dari dinas
Pertanian)
Cukup kuat
(Pemimpin lokal memiliki jaringan yang
cukup luas dan sebatas jaringan lokal
setempat)
Sedikit kuat
(Pemimpin lokal mempunyai jaringan yang
kurang dan kesulitan dalam mengadakan
kerja sama dengan lembaga lain)
Tidak kuat
(Pemimpin lokal tidak memiliki jaringan
kelembagaan)
+2
+1
0
-1
-2
Reputasi Sangat dikenal
(Pemimpin lokal sangat dikenal oleh
masyarakat lain baik di masyarakat petani
maupun kalangan lain)
Dikenal
(Pemimpin lokal dikenal oleh sebagian
besar masyarakat petani)
Cukup dikenal
(Pemimpin lokal cukup dikenal masyarakat
dan sebagian tidak mengenalinya)
Sedikit dikenal
(Hanya masyarakat petani tertentu yang
mengenali pemimpin lokal)
Tidak dikenal
(Masyarakat petani tidak mengenali
pemimpin lokal)
+2
+1
0
-1
-2
1.3 Modal Ekonomi
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Dukungan
Keuangan
Sangat mendukung
(Pemimpin lokal memiliki dukungan
keuangan yang tinggi dan tidak mempunyai
kesulitan dalam hal ekonomi)
Mendukung
(Pemimpin lokal memiliki dukungan
keuangan untuk kegiatan program)
Cukup mendukung
(Pemimpin lokal memiliki cukup dukungan
+2
+1
0
25
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
keuangan dan membutuhkan bantuan
keuangan guna mendukung kegiatan
program)
Sedikit mendukung
(Pemimpin lokal memiliki kontribusi yang
rendah dalam hal dukungan keuangan)
Tidak mendukung
(Pemimpin lokal tidak memiliki dukungan
keuangan)
-1
-2
Kategori modal di atas merujuk modal internal yang diukur dengan
mengakumulasi jumlah skor dari modal manusia, modal sosial, dan modal
ekonomi. Adapun kategori modal internal berdasarkan pengukuran indeks Casey
sebagai berikut sebagai berikut:
Sangat Berpengaruh = > 8
(Modal internal yang terdapat dalam individu pemimpin lokal sangat berpengaruh
di dalam masyarakat)
Berpengaruh = 8 ≤ X < 0
(Modal internal yang terdapat dalam individu pemimpin lokal berpengaruh di
dalam masyarakat)
Cukup berpengaruh = 0
(Modal internal yang terdapat dalam individu pemimpin lokal cukup berpengaruh
di dalam masyarakat)
Sedikit berpengaruh = 0 < X ≤ -8
(Modal internal yang terdapat dalam individu pemimpin lokal sedikit berpengaruh
di dalam masyarakat)
Tidak berpengaruh = < -8
(Modal internal yang terdapat dalam individu pemimpin lokal tidak berpengaruh
di dalam masyarakat)
26
2. Modal Eksternal
2.1 Modal Institusi
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Dukungan
Institusi
Sangat mendukung
(Pemimpin lokal sangat didukung oleh
institusi terkait maupun oleh pemerintah
lokal setempat)
Mendukung
(Pemimpin lokal didukung oleh institusi
terkait)
Cukup mendukung
(Pemimpin lokal cukup didukung oleh
sebagian besar institusi lokal setempat)
Sedikit mendukung
(Pemimpin lokal hanya didukung oleh
sedikit institusi lokal)
Tidak mendukung
(Pemimpin lokal tidak didukung oleh
institusi terkait)
+2
+1
0
-1
-2
Ideologi Institusi Sangat sesuai
(Ideologi institusi terkait sangat sesuai
dengan kebijakan yang pemimpin lokal
jalankan)
Sesuai
(Ideologi institusi terkait sesuai dengan
sebagian besar kebijakan yang dibuat
pemimpin lokal)
Cukup sesuai
(Ideologi institusi terkait cukup sesuai
dengan kebagian kebijakan yang dibuat
pemimpin lokal)
Sedikit sesuai
(Ideologi institusi terkait sedikit sesuai
dengan kebijakan yang dibuat pemimpin
lokal
Tidak sesuai
(Ideologi institusi tidak sesuai dengan
kebijakan yang dibuat pemimpin lokal)
+2
+1
0
-1
-2
Pengaruh Institusi Sangat berpengaruh
(Institusi sangat berpengaruh positif dalam
setiap kebijakan yang dibuat pemimpin
lokal)
Berpengaruh
(Institusi berpengaruh positif pada sebagian
besar kebijakan pemimpin lokal)
Cukup berpengaruh
(Institusi memiliki cukup pengaruh positif
pada sebagian kebijakan pemimpin lokal)
Sedikit berpengaruh
(Institusi hanya berpengaruh positif yang
+2
+1
0
27
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
kecil dari kebijakan pemimpin lokal)
Tidak berpengaruh
(Intitusi tidak berpengaruh positif terhadap
kebijakan pemimpin lokal)
-1
-2
2.2 Modal Simbolik
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Wibawa Sangat terhormat
(Pemimpin lokal memiliki wibawa yang
sangat terhormat)
Terhormat
(Pemimpin lokal memiliki wibawa yang
terhormat)
Cukup terhormat
(Pemimpin lokal memiliki wibawa yang
cukup terhormat)
Sedikit terhormat
(Pemimpin lokal memiliki wibawa yang
sedikit terhormat)
Tidak terhormat
(Pemimpin lokal memiliki wibawa yang
tidak terhormat)
+2
+1
0
-1
-2
Gelar Sangat terkenal
(Pemimpin lokal memiliki gelar pendidikan
dari tempat yang sangat terkenal)
Terkenal
(Pemimpin lokal memiliki gelar pendidikan
dari tempat yang terkenal)
Cukup terkenal
(Pemimpin lokal memiliki gelar pendidikan
dari tempat yang sedikit terkenal)
Sedikit terkenal
(Pemimpin lokal memiliki gelar pendidikan
dari tempat yang sedikit terkenal)
Tidak terkenal
(Pemimpin lokal memiliki gelar pendidikan
dari tempat yang tidak terkenal)
+2
+1
0
-1
-2
2.3 Modal Budaya
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Kesesuaian
dengan Budaya
Sangat sesuai
(Aktivitas pemimpin lokal sangat sesuai
dengan budaya setempat mulai dari tingkah
laku serta kebijakannya)
Sesuai
+2
+1
28
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
(Aktivitas pemimpin lokal sesuai dengan
budaya setempat dilihat dari kebijakannya)
Cukup sesuai
(Aktivitas pemimpin lokal cukup sesuai
dengan budaya setempat dilihat dari
kebijakannya)
Sedikit sesuai
(Aktivitas pemimpin lokal kurang sesuai
dengan kebijakan yang diambil pemimpin
lokal)
Tidak sesuai
(Aktivitas pemimpin loka tidak sesuai
dengan budaya setempat)
0
-1
-2
2.4 Modal Moral
Indikator Kategori Indeks Pengaruh
Pemimpin Lokal
Opini Positif
Publik
Sangat positif
(Pemimpin lokal mendapatkan tanggapan
yang sangat positif dari setiap kebijakan
yang dijalankannya)
Positif
(Pemimpin lokal mendapat tanggapan
positif oleh sebagian besar msyarakat
petani)
Cukup positif
(Pemimpin lokal mendapat tanggapan yang
cukup positif oleh sebagian masyarakat,
selebihnya kurang mendapatkan respon)
Sedikit positif
(Pemimpin lokal mendapat tanggapan yang
sedikit positif dari masyarakat, yang
sebagian besar kurang mendapat respon
baik dari masyarakat)
Tidak positif
(Pemimpin lokal tidak mendapatkan
tanggapan positif dari masyarakat)
+2
+1
0
-1
-2
Kategori modal eksternal di atas diukur dengan mengakumulasikan jumlah
skor dari modal institusi, modal simbolik, modal budaya, dan modal moral.
Adapun kategori jumlah indeks modal eksternal berdasarkan indeks pengukuran
Casey sebagai berikut;
29
Sangat Berpengaruh = > 7
(Modal eksternal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal sangat
berpengaruh di dalam masyarakat)
Berpengaruh = 7 ≤ X < 0
(Modal eksternal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal
berpengaruh di dalam masyarakat)
Cukup berpengaruh = 0
(Modal eksternal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal cukup
berpengaruh di dalam masyarakat)
Sedikit berpengaruh = 0 < X ≤ -7
(Modal eksternal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal sedikit
berpengaruh di dalam masyarakat)
Tidak berpengaruh = < -7
(Modal eksternal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal tidak
berpengaruh di dalam masyarakat)
Kategori modal total yaitu dengan mengakumulasikan jumlah skor dari modal
internal dan eksternal. Modal yang dihitung berupa modal manusia, modal sosial,
modal ekonomi, modal institusi, modal simbolik, modal budaya, dan modal
moral. Sehingga pengaruh pemimpin lokal dilihat dari akumulasi modal yang
dimiliki secara keseluruhan dan dapat dikategorikan menjadi:
Sangat Berpengaruh = > 15
(Modal total yang dimiliki oleh pemimpin lokal sangat berpengaruh nyata di
dalam masyarakat)
Berpengaruh = 15 ≤ X < 0
(Modal total yang dimiliki oleh pemimpin lokal berpengaruh nyata di dalam
masyarakat)
Cukup berpengaruh = 0
(Modal total yang dimiliki oleh pemimpin lokal cukup berpengaruh nyata di
dalam masyarakat)
Sedikit berpengaruh = 0 < X ≤ -15
(Modal total yang dimiliki oleh pemimpin lokal sedikit berpengaruh nyata di
dalam masyarakat)
30
B. Tabel Pengukuran variabel Y (dependen), pengukuran variabel kontribusi
dalam tahapan program menggunakan penghitungan Indeks Casey sebagai
berikut;
1. Tahap Perencanan
Indikator Kategori Skor
Kehadiran Selalu hadir
(Pemimpin lokal selalu hadir dalam rapat dan
musyawarah yang diadakan saat perencanaan
program)
Sering hadir
(Pemimpin lokal sering hadir dalam rapat dan
musyawarah yang diadakan saat perencanaan
program)
Kadang – kadang hadir
(Pemimpin lokal kadang-kadang hadir dalam rapat
dan musyawarah yang diadakan saat perencanaan
program)
Jarang hadir
(Pemimpin lokal jarang hadir dalam rapat dan
musyawarah yang diadakan saat perencanaan
program)
Tidak pernah hadir
(Pemimpin lokal tidak pernah hadir dalam rapat dan
musyawarah yang diadakan saat perencanaan
program)
5
4
3
2
1
Konsep Program Selalu terlibat
(Pemimpin lokal selalu terlibat dalam menentukan
konsep program)
Sering terlibat
(Pemimpin lokal sering terlibat dalam menentukan
konsep program)
Kadang – kadang terlibat
(Pemimpin lokal kadang-kadang terlibat dalam
menentukan konsep program)
Jarang terlibat
(Pemimpin lokal jarang terlibat dalam menentukan
konsep program)
Tidak pernah terlibat
(Pemimpin lokal tidak pernah terlibat dalam
menentukan konsep program)
5
4
3
2
1
Untuk tahapan program penilaian terhadap keterlibatan pemimpin lokal pada
tahapan perencanaan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari kehadiran dan
konsep program. Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan perencanaan dapat
dikategorikan sebagai berikut:
31
Tinggi = > 8
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang tinggi di dalam tahapan
perencanaan program)
Sedang = 8 ≤ X < 6
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang sedang di dalam tahapan
perencanaan program)
Cukup = 6 ≤ X < 2
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang cukup di dalam tahapan
perencanaan program)
Rendah = 4 ≤ X < 2
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang rendah di dalam tahapan
perencanaan program)
Tidak Terlihat = ≤ 2
(Pemimpin lokal tidak terlibat di dalam tahapan perencanaan program)
2. Tahap Pelaksanaan
Indikator Kategori Skor
Keterlibatan
sebagai anggota
proyek
Selalu terlibat
(Pemimpin lokal selalu terlibat aktif dalam hal-hal
teknis di lapangan)
Sering terlibat
(Pemimpin lokal sering terlibat aktif dalam hal-hal
teknis di lapangan)
Kadang – kadang terlibat
(Pemimpin lokal kadang-kadang terlibat aktif dalam
hal-hal teknis di lapangan)
Jarang terlibat
(Pemimpin lokal jarang terlibat aktif dalam hal-hal
teknis di lapangan)
Tidak pernah terlibat
(Pemimpin lokal tidak pernah terlibat aktif dalam hal-
hal teknis di lapangan)
5
4
3
2
1
Sumbangsih
Pemikiran
Selalu terlibat
(Pemimpin lokal selalu terlibat dalam
menyumbangkan pemikirannya saat pelaksanaan
program)
Sering terlibat
(Pemimpin lokal sering terlibat dalam
menyumbangkan pemikirannya saat pelaksanaan
program)
Kadang – kadang terlibat
(Pemimpin lokal kadang-kadang terlibat dalam
5
4
3
32
Indikator Kategori Skor
menyumbangkan pemikirannya saat pelaksanaan
program)
Jarang terlibat
(Pemimpin lokal jarang terlibat dalam
menyumbangkan pemikirannya saat pelaksanaan
program)
Tidak pernah terlibat
(Pemimpin lokal tidak pernah terlibat dalam
menyumbangkan pemikirannya saat pelaksanaan
program)
2
1
Sumbangsih
Materi
Selalu terlibat
(Pemimpin lokal selalu terlibat dalam mendukung
materi (uang) untuk pelaksanaan program)
Sering terlibat
(Pemimpin lokal sering terlibat dalam mendukung
materi (uang) untuk pelaksanaan program)
Kadang – kadang terlibat
(Pemimpin lokal kadang-kadang terlibat dalam
mendukung materi (uang) untuk pelaksanaan
program)
Jarang terlibat
(Pemimpin lokal jarang terlibat dalam mendukung
materi (uang) untuk pelaksanaan program)
Tidak pernah terlibat
(Pemimpin lokal tidak pernah terlibat dalam
mendukung materi (uang) untuk pelaksanaan
program)
5
4
3
2
1
Untuk tahapan program penilaian terhadap keterlibatan pemimpin lokal pada
tahapan pelaksanaan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari keikutsertaan
dalam tekhnis, pengambilan kebijakan dilapangan, dan sumbangsih materi.
Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan pelaksanaan dapat dikategorikan
sebagai berikut:
Tinggi = > 12
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang tinggi di dalam tahapan
pelaksanaaan program)
Sedang = 12 ≤ X < 9
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang sedang di dalam tahapan
pelaksanaaan program)
Cukup = 9 ≤ X < 6
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang cukup di dalam tahapan
pelaksanaaan program)
33
Rendah = 6 ≤ X < 3
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang rendah di dalam tahapan
pelaksanaaan program)
Tidak Terlihat = ≤ 3
(Pemimpin lokal tidak terlibat di dalam tahapan pelaksanaaan program)
3. Tahapan Evaluasi
Indikator Kategori Skor
Kehadiran Selalu hadir
(Pemimpin lokal selalu hadir dalam rapat atau
musyawarah setelah program berakhir)
Sering hadir
(Pemimpin lokal sering hadir dalam rapat atau
musyawarah setelah program berakhir)
Kadang – kadang hadir
(Pemimpin lokal kadang-kadang hadir dalam rapat
atau musyawarah setelah program berakhir)
Jarang hadir
(Pemimpin lokal jarang hadir dalam rapat atau
musyawarah setelah program berakhir)
Tidak pernah hadir
(Pemimpin lokal tidak pernah hadir dalam rapat atau
musyawarah setelah program berakhir)
5
4
3
2
1
Keterlibatan dalam
Kritik dan Saran
Selalu terlibat
(Pemimpin lokal selalu terlibat dalam memberikan
kritik dan saran terhadap program yang telah
dilaksanakan)
Sering terlibat
(Pemimpin lokal sering terlibat dalam memberikan
kritik dan saran terhadap program yang telah
dilaksanakan)
Kadang – kadang terlibat
(Pemimpin lokal kadang-kadang terlibat dalam
memberikan kritik dan saran terhadap program yang
telah dilaksanakan)
Jarang terlibat
(Pemimpin lokal jarang terlibat dalam memberikan
kritik dan saran terhadap program yang telah
dilaksanakan)
Tidak pernah terlibat
(Pemimpin lokal tidak pernah terlibat dalam
memberikan kritik dan saran terhadap program yang
telah dilaksanakan)
5
4
3
2
1
Untuk tahapan program penilaian terhadap keterlibatan pemimpin lokal pada
tahapan evaluasi yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari kehadiran dan
34
kritik dan saran. Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan evaluasi dapat
dikategorikan sebagai berikut:
Tinggi = > 8
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang tinggi di tahapan evaluasi
program)
Sedang = 8 ≤ X < 6
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang sedang di dalam tahapan
evaluasi program)
Cukup = 6 ≤ X < 2
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang cukup di dalam tahapan
evaluasi program)
Rendah = 4 ≤ X < 2
(Pemimpin lokal mempunyai keterlibatan yang rendah di dalam tahapan
evaluasi program)
Tidak Terlihat = ≤ 2
(Pemimpin lokal tidak terlibat di dalam tahapan evaluasi program)
35
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian yang menggunakan jenis penelitian
explanatori (explanatory research) dimana untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal berpengaruh terhadap tingkat
keterlibatannya dalam ketiga tahapan program yang nantinya berujung pada
terbentuknya tipologi pemimpin lokal. Penelitian eksplanatori menurut
Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi (1995) merupakan penelitian yang
menjelaskan hubungan kausal antara variabel penelitian dengan pengujian
hipotesa. Di dalam penelitian eksplanatori, pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode survei, yaitu penelitian yang dilakukan untuk
memperoleh fakta-fakta mengenai fenomena-fenomena yang ada di dalam obyek
penelitian dan mencari keterangan secara aktual dan sistematis.
4.2 Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, yaitu di Desa
Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Lokasi dipilih karena
wilayah tersebut menjalankan program pembangunan pedesaan Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dan sudah berjalan selama 2 tahun mulai
2012 - 2014. Program LDPM merupakan program dari Kementerian Pertanian.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah belum banyaknya penelitian yang
berusaha untuk meneliti pengaruh pemimpin lokal dalam kontribusinya di tahapan
program pembangunan khususnya di program kegiatan LDPM.
4.3 Metode Penentuan Responden
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengambilan responden
dengan cara purposive. Menurut Arikunto (2002) teknik ini biasanya dilakukan
atas beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga dan
dana, sehingga tidak dapat mengambil tempat yang luas atau jauh. Metode
penentuan responden ditetapkan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu,
yaitu:
36
1. Desa Watugede merupakan desa yang melaksanakan Program LDPM dan
saat ini program masih berjalan, sehingga pengumpulan data dilakukan pada
petani Desa Watugede yang tergabung dalam Gapoktan “Makmur Santosa”
yang mengikuti program tersebut.
2. Responden yang dipilih berdasarkan keaktifan anggota Gapoktan dalam
mengikuti semua kegiatan Program LDPM. Keaktifan anggota Gapoktan
dilihat dari keikutsertaan anggota dalam mengikuti kegiatan penjualan hasil
pertanian dan pendampingan. Sehingga pengumpulan data dilakukan pada
anggota Gapoktan yang sampai program berakhir masih aktif dan mengikuti
semua kegiatan Program LDPM.
Berdasarkan pertimbangan diatas, informasi yang didapatkan dari key
informan atau informan kunci yaitu ketua gapoktan Desa Watugede bahwa pada
awalnya anggota Gapoktan yang mengikuti program LDPM berjumlah 90 orang
dan pada saat program berjalan ternyata hanya tersisa 20 anggota kelompok tani
yang aktif dalam semua kegiatan Program LDPM. Aktif dalam artian bahwa
anggota Gapoktan yang masih melanjutkan semua kegiatan yang ada dalam
Program LDPM dan yang tidak aktif adalah anggota Gapoktan yang tidak
melanjutkan dan tidak mengikuti semua kegiatan Program LDPM. Dari ke 20
orang responden kritis yang terkumpul, sudah dianggap mencukupi untuk
mengetahui keperpengaruhan pemimpin lokal dalam tahapan program kegiatan
LDPM.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dalam kegiatan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data dalam
melaksanakan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri dengan melakukan
pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian, hasil dari data primer penelitian
ini dapat dilihat sesuai lampiran 1. Data primer yang digunakan meliputi:
a. Wawancara
Wawancara (Sugiyono, 2010) adalah cara mendapatkan informasi
dengan cara bertanya langsung kepada responden. Wawancara dilakukan
37
dengan cara wawancara terstruktur dan wawancara mendalam (indeepth
interview).
1) Wawancara terstruktur dilakukan secara langsung pada responden
dengan berpedoman pada kuisioner atau pertanyaan untuk memperoleh
jawaban dari responden meliputi data yang berkaitan dengan
kepemimpinan lokal dalam tahapan program pembangunan.
2) Wawancara mendalam (indeepth interview) yaitu melakukan wawancara
kepada sumber-sumber yang berkompeten (key informan) untuk
mendapakan informasi secara lengkap terkait dengan penelitian.
b. Observasi
Observasi digunakan untuk mengetahui fakta yang terjadi di daerah
penelitian berdasarkan pengamatan sendiri. Pengamatan ini dilakukan secara
langsung oleh peneliti di lokasi Penelitian yaitu di Desa Watugede,
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan sebagai pendukung data primer.
Data ini diambil atau diperoleh secara langsung dari pustaka, peneliti terlebih
dahulu dan lembaga atau instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian ini.
Data ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian.
4.5 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis yang menjelaskan suatu
fenomena atau kenyataan yang ada dengan cara mendeskripsikan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah dari unit yang diteliti. Sedangkan alat
analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah pengukuran indeks
Casey dan Regresi Linear Berganda. Untuk penjabaran penggunaan deskriptif
kualitatif dan kuantitatif akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini:
4.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis diskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang latar
belakang dan karakteristik pemimpin lokal yang terlibat langsung dalam program
38
pembangunan. Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu analisis yang memaparkan
keadaan lapang dalam bentuk kalimat atau kata-kata yang menggambarkan suatu
keadaan, fenomena, dan fakta dilapangan secara alamiah, apa adanya dalam
situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya (Arikunto,2002).
4.5.2 Analisis Indeks Casey
Analisis Indeks Casey ditemukan oleh Kimberly L. Casey dalam jurnal
ilmiah yang berjudul “Defining Political Capital: A Reconsideration of
Bourdieu’s Interconvertibility Theory” pada tahun 2008. Model pengukuran
indeks Casey dengan cara mengklasifikasikan modal yang dimiliki oleh pemimpin
menjadi 7 bagian modal yaitu modal manusia, modal sosial, modal ekonomi,
modal institusi, modal simbolik, modal moral, dan modal budaya. Dari ketujuh
modal tersebut kemudian di bagi menjadi dua kategori yaitu modal internal dan
modal eksternal. Modal internal terdiri dari modal manusia, modal sosial dan
modal ekonomi. Modal eksternal terdiri dari modal institusi, modal simbolik,
modal budaya dan modal moral. Setiap modal memiliki indikator dan skala
pengukuran tertentu yng telah dijelaskan di bagian pengukuran variabel BAB 3.
Indeks Casey digunakan untuk menganalisis pengaruh modal yang dimiliki
pemimpin lokal khususnya dalam program pembangunan. Hal ini sesuai untuk
menjawab tujuan penelitian yang kedua yaitu “menganalisis modal yang dimiliki
pemimpin lokal dan pengaruhnya terhadap masyarakat, khususnya dalam program
pembangunan di pedesaan”. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Casey,
2008):
Modal Internal = Mm + Ms + Me
Keterangan:
Mm : Modal Manusia
Ms : Modal Sosial
Me : Modal Ekonomi
Modal Eksternal = Mi + Msm + Mb + Mmr
Keterangan:
Mi : Modal Institusi
Msm : Modal Simbolik
Mb : Modal Budaya
Mmr : Modal Moral
39
4.5.3 Uji Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini digunakan uji asumsi klasik sebelum menguji hipotesis
menggunakan analisis regresi berganda. Uji asumsi klasik yang akan digunakan
dalam penelitian ini meliputi:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi, variabel
dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Normal Kolmogorov
Smirnov. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan melihat angka probabilitas,
dengan ketentuan :
Probabilitas ≥ 0,05 maka data berdistribusi normal.
Probabilitas < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Apabila data tidak berditsribusi normal, ada beberapa cara untuk
menormalkan data dengan menggunakan uji transformasi data atau dengan uji
outliner data (Ghozali, 2006).
b. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model analisis regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi
ada tidaknya multikolinieritas di dalam regresi dapat dilihat dari tolerance value
dan nilai variance inflation factor (VIF). Model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai tolerance di atas 0,1 atau VIF di
bawah 10. Apabila tolerance variance di bawah 0,1 atau VIF di atas 10, maka
terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2006).
Modal Total = Mm + Ms + Me + Mi + Msm + Mb + Mmr
Keterangan:
Mm : Modal Manusia Mi : Modal Institusi
Ms : Modal Sosial Msm : Modal Simbolik
Me : Modal Ekonomi Mmr : Modal Moral
Mb : Modal Budaya
40
c. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai
berikut (Ghozali, 2006) :
Tabel 10. Dasar Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesis nol Keputus
an
Jika
Tidak ada Autokorelasi positif
Tidak ada Autokorelasi positif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada Autokorelasi positif/
negative
Tolak
No decision
Tolak
No decision
Tidak
ditolak
0 < d < dl
dl ≤ d ≤ du
4 - dl < d < 4
4 – du ≤d ≤ 4 -dl
du < d < 4- du
Sumber: Ghozali, 2006
d. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan menggunakan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Apabila nilai probabilitas
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% dan grafik scatterplot, titik-titik
menyebar di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat
disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas
(Ghozali,2006). Selain dapat dideteksi dengan menggunakan uji glejser. Uji
glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel
41
independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen maka ada
indikasi terjadi heteroskedastisitas.
4.5.4 Regresi Linear Berganda
Dalam pengolahan data peneliti menggunakan alat bantu berupa perangkat
lunak statistik (statistic software) yang dikenal dengan SPSS. Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan metode
penggabungan (pooling data) merupakan model yang diperoleh dengan
mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan data time
series. Model data ini kemudian diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least
Square (OLS). Analisis regresi linear berganda dapat menjelaskan pengaruh
antara variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Analisis ini digunakan
untuk melihat hubungan antara modal yang dimiliki pemimpin lokal dengan
keterlibatannya dalam tiga tahapan program (tahap pelaksanaan, perencanaan, dan
evaluasi). Persamaan regresi berganda akan dipakai untuk menguji hipotesis yang
telah dibangun. Adapun rumus yang digunakan untuk analisis regresi linier
berganda dalam penelitian ini, sebagai berikut (Sembiring, 1995):
4.5.5 Goodness of Fit Test
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi antara nol dan satu. Nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.
Y= B0 + B1X1 + B2X2 + E
Keterangan :
Y : Pengaruh pemimpin lokal X1 : Modal Internal
E : Error X2 : Modal Eksternal
42
Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif
rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan,
sedangkan untuk data runtut waktu (time series) biasanya mempunyai nilai
koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2006).
b. Uji Hipotesis Secara Serentak (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
atau simultan terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) menyatakan bahwa
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model tidak mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sedangkan Hi
menyatakan bahwa semua variabel independen mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
Ho diterima apabila Fhitung ≤ Ftabel
Ho ditolak apabila Fhitung ≥ Ftabel
1) Jika signifikansi F statistik < 0.05 atau F hitung ≥F tabel maka Ho ditolak
yang berarti semua variabel independen secara simultan mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2) Jika signifikansi F statistik > 0.05 atau F hitung ≤ F tabel maka Ho
diterima yang berarti semua variabel independen secara simultan tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
c. Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hipotesis dirumuskan
sebagai berikut :
Ho : Xi = 0, artinya tidak ada pengaruh secara signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
Ho : Xi ≠ 0, artinya ada pengaruh secara signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian ditetapkan sebagai berikut:
Jika nilai -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka Ho diterima
Jika nilai thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka Ho ditolak.
43
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Keadaan Geografis Desa Watugede, Singosari
Desa Watugede terletak di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang,
Propinsi Jawa Timur. Jarak desa ke kecamatan adalah 3 km yang dapat ditempuh
dengan waktu kurang lebih 10 menit dengan menggunakan sepeda motor dari
kantor Kecamatan Singosari.
Desa Watugede Kecamatan Singosari memiliki luas wilayah 315,334 ha yang
meliputi lahan sawah 88,369 ha. Pekarangan 57,8 ha dan ladang / tegalan 118,392
ha. Lain-lain 85 ha.
Batas wilayah administrasi Desa Watugede adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Taman Harjo
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Banjararum
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pagentan
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baturetno / Dengkol
5.1.1 Karakteristik Lahan dan Iklim
Sebagian besar tanah di Desa Watugede memiliki tingkat keasaman agak
asam. Hal ini disebabkan karena pemakaian pupuk anorganik seperti urea, NPK,
Ponska, KCL cukup tinggi dan penggunaan lahan yang terus-menerus . Sehingga
untuk menetralkan keasaman tanah, diperlukan pengapuran dan mengubah pola
pemupukan dari anorgank menjadi organik.
Pada umumnya di Desa Watugede merupakan tanah datar sampai landai (
kemiringan kurang dari 8% ), serta didukung adanya pengairan teknis, sangat
berpotensi untuk pengembangan komoditas padi sawah.
5.1.2 Curah Hujan
Dilihat dari topografi desa Watugede terletak pada ketinggian 50 m dpl
dengan kondisi umum agroklimat antara lain keadaan suhu rata-rata harian relatif
panas, rata-rata bulan basah ada 7 bulan dan bulan kering ada 5 bulan. Adapun
drainase tergolong baik dan lancar.
Kondisi agroklimat ini sangat cocok untuk budidaya pertanian. Baik komoditi
padi, palawija maupun komoditas lainnya. Dengan penyebaran hujan relatif
44
merata, lahan sawah di desa Watugede bisa ditanami hingga dua musim tanam per
tahun. Apabila dikelola dengan baik, maka potensi ini akan memberikan hasil
yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
5.1.3 Lahan Menurut Ekosistem dan Penggunaan
Tabel 12. Luas dan irigasi lahan sawah
No Irigasi Luas (Ha) Persentase (%)
1 Teknis 84.61 96.54
2 ½ Teknis 2.19 2.49
3 Tadah Hujan 0.84 0.958
Jumlah 87.64 100
Sumber: Diklat Alih Kelompok Angkatan III Desa Watugede (2011)
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa dari lahan sawah yang ada, sebagian
besar berpengairan / beririgasi teknis. Dengan kondisi yang demikian, lahan
sawah bisa ditanami dengan Indeks Pertanaman 200 ( IP 200 ). Artinya bahwa
dalam waktu satu tahun, lahan sawah bisa ditanami padi 2 kali musim tanam.
Dengan prasarana bangunan saluran yang sudah dapat difungsikan secara teknis,
ketersediaan air bisa dipastikan ada pada saat dibutuhkan sehingga mampu
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi secara
maksimal.
Tabel 13. Luasan Lahan kering
No. Lahan Kering Luas (ha) Persentase (%)
1 Tegal / lading 118,392 45,33
2 Pekarangan 57,800 22,13
3 Lain-lain 85,000 32,54
Jumlah 261,192 100
Sumber: Diklat Alih Kelompok Angkatan III Desa Watugede (2011)
Dari tabel 12 di atas menunjukkan bahwa lahan kering banyak difungsikan
sebagai lahan tegal. Apabila dipadukan dengan kondisi agroklimat seperti
dijelaskan di atas, lahan kering berpotensi dan sudah dikelola untuk tanaman tebu.
Komoditas tebu memberikan keuntungan bagi petani karena apabila ditanami
komoditas lain membutuhkan investasi yang lebih banyak dengan keuntungan
yang tidak menentu.
45
5.1.4 Komoditas Utama
Dari beberapa komoditas yang ditanam petani, yang paling dominan adalah
tanaman padi yang ditanam pada lahan sawah. Luas tanam per tahun seluas
175,15 ha. Produktivitas rata-rata sebesar 7,5 ton/ha sehingga estimasinya bisa
mendapatkan produksi padi sebanyak 1.313 ton. Selain padi komoditas kedua
ditempati oleh tebu dengan luas tanam mencapai 53 ha, dengan produksi 4.006
ton. Selengkapnya komoditas yang diusahakan petani tercantum pada tabel 13 di
bawah ini.
Tabel 14. Komoditas tanaman yang ada
No Jenis Komoditi Luas (ha) Produksi (ton)
1 Jagung 1 4
2 Kacang Tanah 0,8 0,5
3 Kacang Panjang 0.2 0.04
4 Padi Sawah 175,15 1.313
5 Ubi Kayu 0,7 0,5
6 Ubi Jalar 0,1 0,2
7 Cabe 0,2 0,3
8 Tomat 0,2 0,4
Sumber: Diklat Alih Kelompok Angkatan III Desa Watugede (2011)
5.1.5 Sumberdaya Manusia
Jumlah penduduk di Desa Watugede sebanyak 7.429 orang, yang terdiri dari
laki-laki 3.748 orang dan perempuan 3.681 orang dengan jumlah KK sebanyak
1458 KK dan KK Tani 869 KK.
Tabel 15. Penduduk menurut umur
No. Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 0 – 5 571 7,69
2 6 – 18 1.389 18,70
3 19 – 45 3.366 45,32
4 >45 2.103 28,28
Jumlah 7.429 100,00
Sumber: Diklat Alih Kelompok Angkatan III Desa Watugede (2011)
Dari tabel 15 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbesar pada
kelompok umur 19 – 45 tahun dengan jumlah jiwa 3.366. Hal ini juga merupakan
potensi karena kelompok umur tersebut merupakan tenaga kerja produktif.
Tentunya apabila kelompok umur ini mempunyai komitmen tinggi untuk
46
pembangunan pertanian, akan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar,
baik secara individu maupun masyarakat di lingkungannya.
Tabel 16. Penduduk menurut pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Tidak tamat sekolah 1.672 26,70
2 Tamat SD 1.806 22,45
3 Tamat SLTP 2.160 28,10
4 Tamat SLTA 1.677 20,93
5 Tamat D3 11 0,17
6 Tamat Sarjana 103 1,64
Sumber: Diklat Alih Kelompok Angkatan III Desa Watugede (2011)
Dari tabel 16 di atas menunjukkan pendidikan SLTP mendominasi jumlh
penduduk. Apabila dikaitkan dengan kegiatan Penyuluhan Pertanian, maka
inovasi yang diberikan oleh penyuluh idealnya lebih mudah diserap oleh petani.
Namun hal ini tidak bisa menjamin bahwa teknologi bisa diterapkan dengan baik.
Sebab kemampuan menerima informasi tidak dibarengi dengan kemauan untuk
menerapkan teknologi.
5.2 Implementasi Pelaksanaan Program Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat (LDPM) Di Desa Watugede
Kegiatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) adalah bagian
kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan meningkatkan
kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya (distribusi/pemasaran
dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan pangan dan memupuk
modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung dalam wadah Gapoktan.
Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat dibiayai melalui
APBN dengan mekanisme dana bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan langsung
kepada Gapoktan.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pertanian
dalam pelaksanaan Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
adalah untuk mewujudkan stabilisasi harga pangan di tingkat petani dan
ketahanan pangan di tingkat rumah tingga petani melalui pengembangan unit-unit
usaha (unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan dan pengelolaan cadangan
pangan) dan pembangunan sarana penyimpanan milik gapoktan sehingga dapat
47
meningkatkan posisi tawar petani, mengingatkan nilai tambah produksi petani dan
mendekatkan akses terhadap sumber pangan.
Kegiatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat bertujuan untuk; (1)
meningkatkan kemampuan kelembagaan Gapoktan utuk dapat mampu
mengembangkan unit usaha pengelola cadangan pangan yang mencakup
mengembangkan sarana penyimpanan (gudang) sendiri dan mampu menyediakan
cadangan pangan (gabah, beras, atau pangan pokok lokal spesifik lainnya)
minimal bagi kebutuhan anggotanya pada musim paceklik dan unit usaha
distribusi hasil pertanian yang mencakup pembelian, penyimpanan, pengolahan,
dan penjualan hasil pertanian dalam rangka mendorong stabilisasi harga pangan
strategis, (2) Mengembangkan usaha ekonomi di wilayah melalui peningkatan
usaha pembelian dan penjualan gabah atau beras, (3) Meningkatkan nilai tambah
produk petani anggotanya melalui kegiatan penyimpanan atau pengolahan atau
pengemasan. (4) memperluas jaringan kerja sama distribusi/ pemasaran yang
saling menguntungkan dengan mitra usaha, baik di dalam maupun di luar
wilayahnya.
Kegiatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat di Kabupaten Malang tahun
2012 merupakan bagian dari pengembangan lembaga usaha ekonomi pedesaan
pada program peningkatan ketahanan pangan tahun 2012 yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan gapoktan dalam mengembangkan usaha distribusi dan
pengelolaan cadangan pangan. Untuk meningkatkan Gapoktan telah dilakukan
pembinaan administrasi, pendampingan pengelolaan unit cadangan pangan dan
unit usaha distribusi/ pemasaran. Penyuluh pertanian yang mewilayahi Desa
Watugede Kecamatan Singosari sebagai petugas pendamping bersama-sama
dengan petugas Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Malang dan koordinator
pertanian kecamatan telah melakukan pembinaan diantaranya, peningkatan
kemampuan manajemen Gapoktan mencakup; perencanaan kegiatan LDPM,
pembukuan untuk kegiatan pengembangan usaha distribusi hasil pertanian atau
pemasaran dan pengolahan hasil pertanian serta pengelolaan cadangan pangan,
pelaporan kegiatan LDPM, peningkatan kemampuan teknis sesuai kebutuhan
tentang pengelolaan komoditas dalam rangka peningkatan nilai tambah.
Menyusun rencana kegiatan mengacu pada alur pikir kegiatan LDPM tentang
48
volume pembelian dan pengolahan gabah/beras dari petani anggota, volume
gabah/beras yang akan dijual dan disimpan sebagai penguatan cadangan pangan,
kegiatan penunjang (penyimpanan tempat/gudang, dan fasilitas penyimpanan,
rencana penumpukan cadangan pangan dan rencana pembiayaan). Selain itu
merencanakan pembuatan desain untuk pembangunan gudangan dengan kapasitas
30-40 ton, pengembangan jejaring kemitraan usaha distribusi hasil pertanian, dan
pembinaan administrasi gapoktan untuk kelancaran administrasi.
Gapoktan ini menjalankan distribusi hasil pertanian pada komoditas padi.
Dengan menampung gabah kering giling dari anggota maupun mitra petani
lainnya, tetapi belum digiling menjadi beras. Dalam bentuk masih berupa gabah
yang sudah dikeringkan gapoktan menjual ke mitra yang telah bekerjasama, yang
berada di daerah Malang. Adapun kendala yang dihadapi oleh gapoktan dalam
pembelian gabah adalah pasokan gabah dari petani anggota pada musim panen
tentunya jumlah sedikit, karena sebagian daerah ada yang gagal panen akibat
serangan wabah wereng.
5.2.1 Profil Gapoktan “Makmur Santosa” dalam Program LDPM
Gapoktan “Makmur Santosa” berdiri pada tanggal 21 Desember 2008 melalui
keputusan hasil musyawarah bersama 5 kelompok tani anggota. Kelompok tani
anggota ada 5 yaitu:
1. Poktan Sumber Makmur I
2. Poktan Sumber Makmur II
3. Poktan Tirta Makmur
4. Poktan Rahmad Makmur
5. Poktan Suka Makmur
Luas lahan sawah 114 Ha (padi 87 Ha dan jagung 23 Ha dengan produktivitas
tanaman padi 7 ton/ha dan jagung 6 ton/Ha). Lahan berupa tegal luasnya 127 Ha
ditanami tebu dan luas lahan pekarangan 12 Ha. Dengan berkembangnya kegiatan
Gapoktan, maka dari pendirian tersebut telah di akta notaris dengan nomer AHU-
0492.AH.02.01.2010
Adapun Pengurus Gapoktan “Makmur Santosa” pada kegiatan LDPM tahun
2012 terdiri dari:
49
Ketarangan:
: Alur masuk dana belanja bansos Program LDM
: Unit usaha penerima dana belanja bansos Program LDPM
Gambar 2. Struktur Pengurus Gapoktan “Makmur Santosa”
Dana Bansos Ketua Gapoktan
FR
Sekertaris
Yudi Purwono
Bendahara
Sholikhan
Unit Usaha
Saprodi
Ridwan
Unit
Usahatani
Nasir
Unit Usaha
Distribusi/
Pemasaran/
Pengelolahan
Agus S.
Unit
Pengelolaan
Cadangan
Pangan
Solikan Hadi
Pengawas/ pendamping
1. Suparno (Kepala Desa)
2. Moh. Zamil (Ka. UPT)
50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden
Penggambaran karakteristik responden dimaksudkan untuk memberikan
gambaran tentang kondisi responden secara umum di daerah penelitian. Data
karakteristik responden ini disajikan dari hasil data primer melalui observasi di
lapangan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, teknik yang digunakan yaitu
dengan kuisioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Karakteristik
responden merupakan ciri-ciri individu yang terdapat pada petani dan digunakan
untuk membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya yang
berpengaruh dalam pelaksanaan Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
(LDPM). Karakteristik responden meliputi umur, pendidikan dan luas lahan.
Responden dalam penelitian ini adalah anggota gapoktan “Makmur Santosa” yang
mengikuti program LDPM dengan jumlah responden sebanyak 20 orang.
Pemimpin lokal pada penelitian ini dipilih oleh responden yang merupakan
anggota dari program LDPM. Mereka merupakan responden yang cukup
mengenal pemimpin lokal dan memiliki posisi yang disegani oleh warga petani.
Beberapa responden masih memiliki hubungan kerabat dengan pemimpin lokal.
Responden ini dipilih karena merupakan orang-orang yang cukup sering
berinteraksi dengan pemimpin lokal dalam kegiatan program LDPM. Selain itu
faktor keaktifan mengikuti setiap kegiatan program LDPM juga menjadi salah
satu faktor ditentukannya pemilihan responden.
6.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan komposisi responden berdasarkan usia dapat diketahui tingkat
produktivitas responden dalam setiap mengikuti kegiatan program LDPM. Pada
usia yang lebih muda tingkat produktivitas responden akan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia responden yang lebih tua. Faktor usia juga menjadi
salah satu faktor penting yang menunjukkan keahlian petani di bidang pertanian.
51
Tabel 17. Komposisi responden berdasarkan usia
No Usia (tahun)
Jumlah (orang) Persentase (%)
1 30 – 40 3 15
2 41 – 50 7 35
3 51 – 60 8 40
4 61 – 70 2 10
Total 20 100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2014
Tabel 16 di atas menunjukkan komposisi responden berdasarkan usia,
diketahui usia terbanyak pada kisaran usia 51- 60 dengan persentase 40%.
Sedangkan jumlah usia paling sedikit pada kisaran usia 61 – 70 dengan persentase
10%. Dari hasil komposisi tabel di atas, mayoritas petani yang memiliki
produktivitas tertinggi di program LDPM terdapat pada usia 40 – 60. Hal itu
terlihat dari tingginya besaran persentase hingga 75%. Hal ini juga berkaitan
dengan pengalaman petani dalam setiap program kegiatan LDPM dan sering
berinteraksi dengan pemimpin lokal.
6.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kegiatan program LDPM. Status pendidikan mempengaruhi
cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima oleh responden. Tingkat pendidikan
yang tinggi akan membuat suatu inovasi yang diberikan oleh sumber informasi
mudah diterima dan dimengerti. Selain itu pendidikan yang tinggi jauh lebih
mempunyai pengetahuan atau wawasan yang luas dibandingkan pendidikan yang
rendah. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung sulit untuk menerima suatu
inovasi. Berikut ini disajikan pada tabel 17 mengenai karakteristik responden
menurut tingkat pendidikan :
52
Tabel 18. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di gapoktan
“Makmur Santosa”
No Tingkat
Pendidikan
Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Tidak Sekolah - -
2 SD / SR 7 35
3 SMP 4 20
4 SMA/SMK 7 35
5 Sarjana 2 10
Total 20 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan tingkat pendidikan petani di gapoktan
“Makmur Santosa” cukup baik, hal ini terlihat dari semua responden sudah
mengenyam bangku pendidikan. Dari 20 responden yang diteliti, diperoleh hasil
yang cukup baik yaitu proporsi petani yang menempuh pendidikan SMA dan SD
memiliki persentase 35%. Diikuti dengan pendidikan SMP yang hanya 20% dan
sarjana 10%.
Hasil dari tabel di atas memperlihatkan bahwa, semua responden yang diteliti
memiliki pengalaman yang cukup dalam berusaha tani. Proses penerimaan
informasi tentunya akan lebih mudah tersampaikan kepada petani, daripada petani
yang tidak menempuh bangku sekolah. Jenjang sarjana terdapat 2 orang, yang
masing-masing responden tersebut memiliki jabatan penting di gapoktan, yaitu
sebagai pemimpin lokal. Tentunya keterkaitan tingkat pendidikan seseorang
dengan posisi strategis di gapoktan pada penelitian kali ini sangat berpengaruh
penting.
6.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama
Deskripsi karakteristik responden menurut jenis pekerjaan yaitu menguraikan
atau memberikan gambaran mengenai identitas responden menurut jenis
pekerjaan responden. Dalam deskripsi karakteristik responden, dikelompokkan
menurut jenis pekerjaan responden yang dapat dilihat melalui diagram berikut ini :
53
Gambar 3. Diagram Jenis Pekerjaan Responden (Data Primer Diolah)
Berdasarkan gambar diagram di atas dapat diketahui bahwa profesi petani
menjadi persentase terbesar diikuti dengan profesi buruh pabrik yang terdiri dari 4
orang. Sedangkan persentase terkecil yaitu pedagang dan tukang ojek yang
masing-masing terdiri dari satu orang. Dari 20 responden yang diteliti semuanya
berprofesi sebagai petani, namun hanya 40% saja yang menjadikan petani sebagai
mata pencarian utama, sisanya mereka memiliki usaha lain yang menjadi prioritas
pekerjaan utama.
6.2 Pemimpin Lokal Pilihan Warga
Fokus dalam penelitian ini adalah melihat keterlibatan pemimpin lokal dalam
program LDPM. Dengan demikian pemimpin lokal dalam penelitian ini
ditentukan oleh masyarakat yang termasuk dalam kepengurusan LDPM. Oleh
sebab itu dilakukan pegambilan data dengan menanyakan pendapat kepada 20
responden yang termasuk anggota LDPM, mengenai siapakah pemimpin lokal di
Gapoktan Makmur Santosa khususnya dalam program LDPM.
Pemilihan responden berdasarkan dengan keaktifan mengikuti program
LDPM dan mengetahui secara umum kondisi di Gapoktan “Makmur Santosa”
khususnya di program LDPM. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti
pemimpin lokal yang berpengaruh di mata masyarakat petani. Dalam
pelaksanaannya, setiap responden diminta untuk memilih pemimpin lokal yang
Pedagang
5%
Penebas
10%
Petani
40%
Buruh pabrik
20%
Buruh tani
10%
Penjaga Air
10% Ojek
5%
54
secara langsung terlibat dalam kegiatan program LDPM. Hasil pendapat dari ke-
20 responden diperoleh empat pemimpin lokal yang secara langsung terlibat di
program LDPM. (lihat Tabel 19)
Tabel 19. Pemimpin lokal menurut pilihan responden di program LDPM
Kode
Resp.
Pemimpin Lokal Pilihan Responden
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
4 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
7 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
10 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
11 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
13 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
15 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
16 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
17 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
19 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
20 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 19 16 1 13 15 4 1 3 0 0 0 4 0 2 0 0 4 0 0 0
Ket: Daftar nama responden dapat dilihat di lampiran 2
Pada penelitian ini terdapat empat pemimpin lokal yang cenderung memiliki
keterlibatan yang tinggi yaitu; FR, PW, SK, dan TS. Nama tersebut merupakan
inisial yang diambil dari nama asli pemimpin lokal untuk memudahkan
pengklasifikasian.
Keempat pemimpin lokal tersebut merupakan orang yang cukup disegani dan
paling berpengaruh di lingkungan masyarakat petani Desa Watugede, Kecamatan
Singosari Malang. Selain itu latar belakang dan peran sosial yang mereka miliki
dinilai pantas untuk menjalankan amanah sebagai pemimpin lokal.
6.2.1 Pemimpin Lokal “FR”
FR merupakan warga pendatang Desa Watugede, lahir dan tinggal di Karang
Ploso Malang hingga akhirnya pindah ke Desa Watugede, Singosari untuk
mengikuti istri yang bertempat tinggalasli di Desa Watugede. Keluarga mertua FR
55
merupakan keluarga yang cukup dihormati di daerahnya, dikarenakan memiliki
lahan yang cukup luas di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu bapak mertua FR
merupakan sesepuh dan tokoh masyarakat yang disegani oleh masyarakat petani.
Saat masih berstatus pelajar (tepatnya saat masih studi di bangku SMA), FR
aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi, baik organisasi di sekolah seperti
ekstrakulikuler maupun organisasi di luar sekolah. Organisasi sekolah yang diikuti
FR saat SMA adalah Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Musyawarah Perwakilan
Kelas (MPK). Selain itu FR juga mengikuti ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja
(KIR).
Tidak hanya itu, FR juga aktif di kegiatan luar sekolah seperti Pramuka.
Setiap kegiatannya FR aktif sebagai pembimbing bagi adik kelas dalam setiap
kegiatan Kepramukaan.
Pada masa kuliah, FR mengikuti berbagai kegiatan organisasi kampus baik di
jurusan maupun fakultas. Hingga akhirnya lulus dalam waktu 3,5 tahun dengan
predikat Cumlaude. Prestasi inilah yang membawanya sekarang menjadi seorang
ketua Gapoktan “Makmur Santosa”.
Pada awalnya pemimpin lokal FR tidak terlalu aktif dalam kegiatan desa.
Walaupun FR tetap bersosialisasi atau bergaul dengan masyarakat desa,
khususnya warga di sekitar tempat tinggalnya, akan tetapi FR jarang mengikuti
kegiatan-kegiatan desa. Hal ini dikarenakan pandangan FR mengenai budaya
kebersamaan di Desa Watugede mulai luntur. Lunturnya kebudayaan ini salah
satunya dikarenakan tokoh-tokoh masyarakat yang ada semakin sedikit dan
semakin sepuh, sehingga menyebabkan semakin sedikitnya penggerak atau
pelopor yang dapat membangun kebersamaan kembali. Oleh sebab itu, FR tidak
termotivasi untuk terlalu aktif dalam kegiatan desa dan lebih memilih untuk aktif
di luar desa.
Hingga akhirnya FR mulai dikenalkan kegiatan-kegiatan di Gapoktan oleh
bapak mertuanya. Dari setiap kegiatan-kegiatan yang ada di Gapoktan, FR mulai
mempunyai komitmen untuk membangun desa melalui kegiatan di Gapoktan.
Apalagi bapak mertua secara langsung memberikan amanah kepadanya untuk
meneruskan kepemimpinannya di Gapoktan.
56
Terkait dengan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa FR memiliki
kepribadian yang kuat yang berinteraksi dengan faktor situasional yaitu
sebagaimana pendapat salah satu responden, yaitu KR:
“...Pak FR iku wonge aktif, supel, petani onok masalah mesti langsung
goleki pak FR. Asline pak FR iku pendatang, melok bojo nang kene. Tapi
kabeh yo uwes percoyo ng pak FR, urusan Gapoktan lan LDPM mesti beres
nok ditangani wonge. Ngopeni sawah sedinoan yo betah, sawahe lumayan
ombo nok kene mas...”
“...Dia itu aktif, supel, tanggung jawab juga. Disini walaupun posisinya
sebagai pendatang, dia sih aktif juga merangkap di bagian-bagian lain,
kayaknya soal LDPM itu ada di otaknya semua, maklum aja keluarganya juga
memang bagus, kayak tanahnya juga luas itu kan punya bapaknya. Tiap
kegiatan di gapoktan selalu mengikuti. Gak heran dia sekarang jadi ketua
Gapoktan..."
Merujuk pada pendapat tersebut dan jika dikaitkan dengan tiga faktor dalam
teori kepribadian dan situasi, yaitu sifat dan golongannya, kepribadian, dan
situasi, terlihat bahwa sifat FR yang supel, rajin dan berasal dari keluarga yang
memang cukup dipandang, FR juga merupakan individu berkepribadian yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Hal
ini di didukung oleh situasi yang mana warga menginginkan adanya pemimpin
yang dapat membangun desa serta dapat dipercaya. Interaksi ketiga faktor inilah
yang akhirnya dapat menyimpulkan bahwa FR termasuk pemimpin.
FR merupakan individu yang memiliki tujuan. Tujuan tersebut diwujudkan
FR dalam bentuk tindakan yang akhirnya dapat mempengaruhi masyarakat
sekitarnya. Dengan demikian, FR disebut sebagai pemimpin lokal. Pada awalnya
secara struktur desa, FR tidak memiliki jabatan struktural apapun, namun dengan
masuknya di Gapoktan “Makmur Santosa” dan menjadi Ketua di program LDPM,
FR terlibat menjadi pengurus yang dipercayai dan disetujui oleh Kepala Desa.
Selain itu LDPM merupakan program pemerintah yang terikat dengan institusi
pemerintahan, sehingga FR memiliki kekuasaan posisional, karena itulah FR
dapat digolongkan sebagai pemimpin lokal.
Ditunjang dengan kemampuannya secara organisasi menjalankan
kepengurusan Gapoktan dan program LDPM, maka tidak heran jika Gapoktan
“Makmur Santosa” menjadi salah satu Gapoktan yang maju di wilayah Malang
57
Raya. Apalagi sering mendapatkan berbagai bantuan dari dinas pertanian setempat
untuk pengadaan bibit, pupuk hingga alat pertanian.
Sikap FR yang peduli terhadap warga tanpa memandang status tersebut juga
tetap diakui oleh ketua-ketua RT dan tokoh masyarakat lainnya. Selain itu, FR
juga dapat merangkul para tokoh masyarakat setempat untuk ikut aktif berperan
dalam kegiatan-kegiatan desa. Tidak hanya itu saja, FR juga mengajak tokoh
masyarakat untuk ikut berdiskusi dalam mengambil keputusan-keputusan terkait
kebijakannya atas kegiatan program LDPM. Selain aktif di petanian, FR juga aktif
mengikuti kegiatan pada tingkat Kecamatan Singosari seperti perdagangan produk
pertanian seperti berdagang jagung dan beras
. Kartodirjo (1984) menyatakan bahwa pemimpin merupakan akibat adanya
interaksi antara orang dengan kepribadian yang kuat dengan faktor situasional.
Merujuk pendapat Kartodirjo, FR dapat digolongkan sebagai pemimpin karena
adanya interaksi kepribadian FR yang kuat. Kepribadian FR yang kuat ini
berinteraksi dengan keadaan atau situasi dimana warga menginginkan seorang
pemimpin yang peduli dengan warganya tanpa mengenal status. Hal ini oleh
Kartodirdjo juga disebut sebagai teori kepribadian dalam situasi yang secara rinci
merupakan interaksi dari tiga faktor: (1) sifat dan golongannya, (2) kepribadian,
dan (3) situasi atau kejadian. Terkait dengan faktor sifat dan golongan, FR
memiliki sifat yang ramah dan peduli, hal ini juga didukung oleh latar belakang
keluarganya yang memang berasal dari keluarga yang cukup aktif di desa. Selain
itu, jika melihat faktor kedua yaitu kepribadian, FR memiliki kepribadian yang
bertanggung jawab dalam tugasnya, baik sebagai ketua Gapoktan maupun ketua
program LDPM. Beliau juga bijak dalam mengambil keputusan maupun dalam
memberikan solusi. Terkait dengan faktor ketiga, yaitu situasi atau kejadian,
dimana masyarakat petani ingin memiliki pemimpin yang peduli dan mengerti
masalah-masalah warga. Interaksi dari ketiga faktor sebenarnya menunjukkan
bahwa FR adalah seorang pemimpin yang memiliki pengaruh.
FR merupakan pemimpin yang dapat mempengaruhi warga sekitarnya. Ini
dapat dilihat dari sikap warga yang selalu menyambut baik keputusan atau
kebijakan yang dibuat oleh FR. Oleh karena itu FR digolongkan sebagai
58
pemimpin lokal, selain statusnya sebagai ketua Gapoktan yang mempunyai
kekuasaan posisional yang oleh Etzioni (1985) disebut sebagai pemimpin formal.
6.2.2 Pemimpin Lokal PW
PW merupakan warga asli Desa Watugede dan salah satu pemimpin lokal
yang dipilih oleh masyarkat petani (responden). Sejak muda PW telah aktif dalam
kegiatan-kegiatan desa maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Keluarga PW
juga termasuk keluarga yang aktif dalam kegiatan desa, sebagai contoh paman
PW pernah menjabat sebagai Kepala Desa Watugede.
Keaktifan PW dalam segala aktivitas atau kegiatan di pertanian sudah dimulai
sejak PW masih di bangku sekolah. Adapun bentuk keaktifan tersebut dengan
keterlibatan PW dalam menyelesaikan masalah-masalah pertanian utamanya
ketika diadakan pertemuan dengan kelompok tani. Keaktifan PW di lingkungan
kelompok tani dan sifat beliau yang rajin dan peduli pada petani sekitarnya
menjadikan PW sebagai salah satu pemimpin lokal yang cukup disegani oleh
masyarakat petani.
Warga sangat menghormati PW walaupun usianya masih tergolong muda
yaitu 41 tahun. Hal ini dikarenakan beliau sangat peduli serta bertanggung jawab
dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin lokal. Setiap keterlibatannya di
masyarakat, beliau selalu mau mendengarkan keluhan-keluhan warga dan ikut
serta dalam mencari solusi. Walaupun terkadang solusi yang dberikan PW tidak
dapat membantu banyak, namun hal tersebut sudah membuktikan keseriusan
beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin lokal.
Kepemimpinan beliau sebagai pemimpin lokal di Gapokan “Makmur
Santosa” khususnya di program LDPM bukan hanya di kalangan masyarakat
petani saja, namun juga menyebar ke masyarakat lingkungan sekitar pada
umunya. Berikut ini kutipan dari salah satu responden terkait kepemimpinan PW:
“...Pak PW iki sek enom umure, ngono semangat tanine ngalah-ngalahno
wong tuo. Wonge iku sregep, saben ono acara-acara kumpul tani mesti teko.
Yen ono sing loro utawa mati mesti teko, gak mandang iku sugeh opo miskin.
Pak PW iso dadhi conto apik nang deso kene, ngajeni marang tetonggo...”
“...Bapak PW ini walaupun umurnya masih muda, namun orangnya
bertanggung jawab. Orangnya rajin sekali, setiap ada kegiatan kumpul-
kumpul petani beliau selalu datang. Kalau ada yang sakit atau meninggal pasti
59
dateng, gak peduli kaya atau miskin, kalau gak dikasih tau ada yang sakit atau
meninggal dia pasti marah. Saya ingin menjadi orang yang kaya gitu, rajin
dan peduli sesama warga sekitar...”
Selain aktif dalam kegiatan di program LDPM, PW juga memiliki kesibukan
lain seperti beternak kambing hingga membuka kios Gapoktan untuk
dimanfaaatkan oleh petani sekitar. Tentunya dengan adanya usaha kios Gapoktan,
semakin mendekatkan PW dengan petani di lingkungannya. Apalagi jika ada
bantuan dari dinas pertanian maka PW sebagai pemegang kios Gapoktan akan
menginformasikan kepada masyarakat petani. Hal ini akan semakin meningkatkan
interaksi sosial khususnya antara pemimpin lokal dengan petani.
PW memiliki kekurangan sebagai seorang pemimpin lokal, yaitu dukungan
keuangan. Di antara keempat pemimpin lokal, PW mempunyai dukungan
keuangan yang cukup rendah. Namun dari kelemahan yang beliau miliki, sosok
PW adalah seorang sosok pemimpin lokal yang rajin dan peduli kepada warganya,
walaupun PW memiliki umur yang bisa dikategorikan muda. Hal inilah yang akan
terus mendukung dan menjadi modal berharga PW untuk menjadi pemimpin lokal
yang terus dicintai oleh warganya.
6.2.3 Pemimpin Lokal “SK”
Pemimpin lokal SK merupakan warga asli Desa Watugede dan salah satu
tokoh masyarakat di desa tersebut. Selain itu, SK merupakan salah satu orang
yang paham akan sejarah desa serta karakteristik warga desanya. Karenanya
beliau sering diikut sertakan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan di
Gapoktan “Makmur Sentosa” khususnya di program LDPM.
Terkait di atas, contoh yang dapat mengilustrasikan kesepuhan SK adalah
saat adanya musyawarah Gapoktan dengan PPL ( Petugas Penyuluh Lapangan).
Saat adanya musyawarah dengan petani dan PPL untuk seksi pembelian gabah
untuk musim paceklik, ada sedikit masalah diantara petani. Adapun masalah
tersebut terkait dengan rencana pengalokasian cadangan pangan Gapoktan yang
dinilai terlalu besar oleh sebagian petani. Hingga akhirnya PPL kesulitan untuk
memberikan penjelasan kepada petani mengenai program pembelian gabah. Saat
itulah peran SK terlihat, SK diminta oleh petani tersebut untuk memberikan
60
pengarahan terkait program cadangan pangan oleh LDPM. Hal ini terkait dengan
kematangan SK dalam pengambilan keputusan serta dianggap sesepuh desa yang
tau bagaimana kondisi dan historis lapangan.
Selain itu, saat adanya kegiatan penggalangan dana masyarakat petani guna
keperluan program LDPM, SK melakukan pendekatan dengan beberapa warga
yang akhirnya warga yang bersangkutan bersedia menanggung secara swadaya,
sehingga kekurangan dana untuk keperluan program LDPM yang kurang pun
terselesaikan karena salah satu warga ada yang menghibahkan sedikit dananya
untuk keperluan Gapoktan.
Kepribadian SK yang tenang dan bijak membuat warga segan untuk
menentangnya. Selain itu, norma dan budaya yang berlaku di Desa Watugede
adalah menghormati orang yang lebih tua, terlebih lagi orang tersebut merupakan
tokoh masyarakat dan warga mematuhi norma tersebut. Saat usia SK masih
tergolong muda, SK aktif dalam kegiatan desa. Namun saat ini, SK hanya
mengikuti kegiatan kegiatan tertentu saja. Kondisi ini sebagaimana dipaparkan
oleh salah satu responden:
“...Bien iku wayah ono acara pertemuan Gapoktan, ono musyawarah
mbahas pembelian beras, wayah iku salah siji petani ono sing gak setuju,
dadine acara rembuk tani dadi mulek. Namung, sakwise pak SK turun tangan,
dadine beres. Malah pak SK sing ngajak petani kanggo urunan mbayar
kekurangane, mari ngono masalah beres. Paling nek iku pak SK gak teko mesti
masalah wingi gak beres mas...”
“...Dulu itu waktu ada pertemuan Gapoktan ada pembahasan tentang
pembelian beras, salah satu petani ada yang tidak setuju. Jadinya
pembahasannya alot. Cuma setelah pak SK turun tangan, jadinya beres.
Setelah semuanya sepakat, dananya kurang, pak SK mengajak warga petani
untuk menanggung kekurangan, akhirnya semua masalah selesai. Mungkin
kalau pak SK tidak dateng pasti kemarin pembelian beras tidak disetujui...”
Merujuk pada Teori Kartodirdjo, terlihat bahwa adanya interaksi kepribadian
SK yang bijak serta pengetahuan SK terhadap kondisi desa dengan situasi
masyarakat desa yang mulai tidak mengetahui dengan jelas silsilah maupun
sejarah desanya. Analisis lebih rinci dijelaskan dengan melihat ketiga faktor, yaitu
sifat dan golongannya, kepribadian, serta situasi atau kejadian.
Faktor sifat dan golongan menjelaskan bahwa sifat SK yang bijak serta
paham sejarah desa berinteraksi dengan faktor kepribadian yaitu SK yang
61
perhatian terhadap warganya. Ini sesuai dengan faktor ketiga yaitu situasi dimana
kondisi warga yang mulai tidak paham tentang sejarah desanya. Interaksi ketiga
faktor ini membuat SK memiliki pengaruh terhadap warganya, hal ini ditunjukkan
oleh warga yang segan dan menghormati perkataan serta kebijakan SK. Oleh
sebab itu, disimpulkan bahwa SK merupakan salah satu pemimpin lokal di Desa
Watugede.
Pemimpin menurut Etzioni (1985) terbagi menjadi dua, yaitu pemimpin
formal dan informal. SK merupakan pemimpin lokal yang tidak memiliki
kekuatan posisional dan hanya mengandalkan kekuatan pribadi yang dimilikinya,
untuk itu SK dapat disebut sebagai pemimpin informal.
6.2.4 Pemimpin Lokal “TM”
TM lahir dan tinggal di Desa Watugede yang berarti merupakan penduduk
asli Desa Watugede. TM merupakan salah satu sesepuh Desa Watugede.
Pemimpin lokal TM merupakan tokoh masyarakat yang dulu ikut membangun
desa. TM lahir dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai keagamaan, yaitu
Islam, sehingga TM dari awal telah disekolahkan di pesantren di daerah Malang.
Minat TM tidak hanya pada bidang keagamaan, tetapi juga bidang sosial dan
pertanian, akhirnya membuat TM aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Gapoktan di
daerah Watugede. Hal ini membuat TM menjadi dikenal di daerah Watugede dan
cukup disegani. Selain itu, TM juga berprofesi sebagai petani lokal yang sangat
berpengalaman di bidang pertanian.
Dengan nilai-nilai keagamaan yang tertanam dalam diri TM, membuat TM
disebut sebagai ustadz Desa Watugede dan menjadi tempat masyarakat bertanya
tentang masalah-masalah keagamaan. Selain itu TM juga ikut memberikan
pertimbangan dalam kebijakan-kebijakan yang diambil oleh ketua Gapoktan
khususnya di program LDPM. Menurut pemaparan responden, TM merupakan
ustadz yang memegang teguh nilai Islam serta aktif dan dekat dengan warga.
Sebagaimana dipaparkan oleh responden FR:
“...Ustadz TM iku mesti dukung kegiatane Gapoktan, Wonge sregep bantu
lan saben musyawarah gapoktan kerep wenehi pesan-pesan agomo mas. Yo
iku, pengalaman dadi petani wes puluhan tahun, bedo mbek wong liane sing
62
gawean petani saiki dadi panggawean sampingan. Pak TM kerep wenehi usul-
usul gawe kemajuan Gapoktan, wonge apik tenan mas nang petani...”
“..Ustadz TM itu selalu mendukung kebijakan Gapoktan, orangnya rajin
dan selalu membawa nilai-nilai relijius dalam setiap pertemuan. Dia itu sangat
berpengalaman di bidang pertanian, beliau memang sebagai petani murni
beda sama yang lain yang masih punya usaha sampingan. Kalo ada pertemuan
LDPM beliau selalu hadir dan memberikan ide-ide dan petuah...”
Selain sebagai ustadz tempat masyarakat bertanya, TM juga sebagai orang
yang menjaga ketentraman wilayah sekitarnya. Pemimpin lokal TM juga
mengawasi kelakuan dan kegiatan pemuda di daerahnya untuk mencegah hal yang
tidak diinginkan terjadi. Untuk itulah, selain segan, warga sekitar juga takut
terhadap TM.
TM juga aktif mengisi di Majelis Ta'lim maupun ceramah di mesjid-mesjid
yang ada di desa. Beliau juga mengisi perkumpulan pengajian atau ta'lim yang
diadakan secara rutin di desa Watugede. Beliau juga merupakan sosok humoris
yang terkadang membuat tersenyum masyarakat.
TM merupakan seorang sosok petani yang terhitung sukses di lingkungan
desa Watugede. Luasan lahan yang dimiliki TM cukup luas mencapai 7 hektar.
Lahan seluas itu cukup luas mengingat di desa Watugede sudah dipenuhi dengan
perkampungan dan perumahan baru. Kiprah pertaniannya juga cukup lama hingga
sekarang didaulat sebagai pemimpin lokal masyarakat.
Selain sebagai seorang ustadz di desa Watugede, TM memiliki jabatan
sebagai ketua HIPPA ( Himpunan Petani Pengguna Air) di desa Watugede. Tugas
ketua HIPPA adalah memberikan koordinasi pembagian aliran air ke sawah-
sawah petani pada musim kemarau dan musim penghujan. Selain itu mewakili
petani dalam menjajaki upaya kerjasama dengan pihak luar, termasuk pemerintah
daerah atau lembaga lain untuk kepentingan petani dan menampung masalah dan
menyalurkan aspirasi petani yang terkait dengan sumber air untuk usaha
pertanian.
Merujuk kepada teori kepribadian dalam situasi Kartodirjo, TM dapat
disebut sebagai pemimpin dikarenakan adanya interaksi kepribadian TM yang
kuat dengan nilai-nilai agama. Kepribadian TM dan pengalamannya berinteraksi
dengan keadaan (masuknya budaya modern). Oleh sebab itu, dibutuhkan
63
pemimpin yang tegas dan berpengalaman untuk membatasi tindakan serta
pergaulan warga sekitar agar tetap dalam norma-norma yang berlaku.
Hal ini dijelaskan lebih lanjut terkait tiga faktor yang diungkapkan oleh
Kartodirdjo, yaitu (1) sifat dan golongannya, (2) kepribadian, dan (3) situasi atau
kejadian, terlihat bahwa pertama, TM memiliki sifat yang tegas khususnya pada
nilai-nilai agama dan norma. Pemimpin lokal TM juga termasuk ustadz yang
dihormati di desa. Kedua, jika melihat kepribadian TM yang kuat, khususnya
dalam menangani perilaku warga maupun dalam menegakkan nilai-nilai agama,
serta ketiga, situasi dimana warga membutuhkan pemimpin yang tegas, maka
interaksi ketiga faktor ini dapat menyimpulkan bahwa TM merupakan pemimpin.
TM juga memiliki pengaruh terhadap warganya, hal ini terlihat dengan warga
yang menyambut positif kata-kata maupun kebijakan yang diambil oleh TM, oleh
sebab itu TM dapat disebut sebagai pemimpin lokal di Desa Watugede. Pemimpin
lokal TM dapat mempengaruhi warga sekitarnya didasari kekuatan pribadi yang
dimilikinya, oleh sebab itu merujuk pada pendapat Etzioni maka TM disebut
sebagai pemimpin informal.
6.3 Pengaruh Modal Pemimpin Lokal dalam Program LDPM
6.3.1 Modal Internal
Pemimpin lokal dalam penelitian ini adalah individu yang mempunyai tujuan
atau maksud yang ditunjukkan dalam bentuk tindakan yang mempengaruhi
masyarakat sekitarnya. Besarnya pengaruh tersebut sudah tentu dipengaruhi oleh
modal yang dimiliki oleh individu tersebut.
Modal internal adalah modal yang berasal dari individu pemimpin lokal.
Terdapat tiga modal yang termasuk dalam kategori modal internal, yaitu modal
manusia, modal sosial, dan modal ekonomi. Adapun kepemilikan modal internal
masing-masing pemimpin lokal dalam penelitian ini yaitu, FR, PW, SK, dan TM,
lebih jelasnya akan dibahas dalam pembahasan dibawah ini.
6.3.1.1 Modal Manusia
Modal manusia merupakan modal pertama dalam kategori modal internal.
Modal manusia ini dapat dilihat dari empat indikator, yaitu kemampuan, tingkat
64
pendidikan dan pengalaman. Pengalaman dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
yaitu pengalaman pemimpin dibidangnya dan pengalaman pemimpin diluar dari
bidang yang ditekuninya.
Keempat pemimpin lokal dalam penelitian ini memiliki nilai yang beragam
dari masing-masing indikator. Hal ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang dan
peranan sosial mereka dalam masyarakat. Perbandingan nilai indeks modal
manusia masing masing pemimpin lokal dilihat dari nilai indeks setiap indikator
(lihat Tabel 20)
Tabel 20. Nilai Indeks Modal Manusia pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Indikator Pemimpin Lokal
FR* PW SK TM
Kemampuan 1.5 1.2 0.5 0.75
Pengalaman dibidangnya 1.65 0.7 0.35 0.45
Pengalaman di luar bidangnya 0.45 1.2 1.7 0.95
Tingkat pendidikan 1.5 1.9 0.15 -0.5
Total 5.1 5.0 2.7 1,65 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Merujuk pada tabel 20 terlihat bahwa FR memiliki modal manusia yang
paling tinggi dibandingkan pemimpin lokal lainnya, yaitu sebesar 5.1. Indikator
yang paling tinggi yang dimiliki oleh FR adalah pengalaman di bidangnya yaitu
sebesar 1.65. Hal ini sama dengan pemimpin lokal berinisial PW yang sama-sama
sudah menempuh pendidikan sarjana.
Berbeda dengan ketiga pemimpin lokal lainnya, SK justru memiliki indikator
modal yang paling tinggi adalah pengalaman di luar bidangnya. Pengalaman di
luar bidang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman SK dalam
berdagang sapi hingga menjadi penebas hasil panen petani. Nilai indeks 1.7 yang
dimiliki oleh SK pada indkator ini merupakan nilai tertinggi dari variabel tersebut.
Hal ini juga terkait dengan pengalaman SK yang pada sebelumnya lebih banyak
berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan di luar pertanian.
Nilai indeks pemimpin lokal pada setiap indikator ditentukan dengan
memberikan nilai pada setiap tingkatan jawaban responden. Nilai indeks 1.5
menunjukkan FR sangat mampu menjalankan tugasnya sebagai ketua Gapoktan
“Makmur Santosa” sekaligus ketua LDPM.
Pemimpin lokal FR dikatakan sangat mampu dilihat dari kinerjanya sebagai
ketua Gapoktan yang dinilai baik oleh masyarakat petani. Hal ini dibuktikan
65
dengan warga petani yang selalu memuji ketua Gapoktan, terealisasikannya
kantor Gapoktan dan lumbung pangan dan disetujuinya program LDPM berjalan
di desa Watugede sudah cukup membuktikan kapabilitasnya pemimpin FR
sebagai pemimpin lokal. Apalagi selama ini masyarakat petani juga memiliki
kedekatan khusus dengan pemimpin FR dalam setiap mengikuti kegiatan LDPM.
Kata pujian pun juga terlontar dari PPL (Petugas Penyuluh Lapangan), berikut ini
kutipan percakapan dengan Bapak Erdi selaku PPL Desa Watugede:
“...Aku seneng mbek kerjone pak FR, wonge sregep ugo pinter ngelola
Gapoktan, masalah arsip pembukuan lengkap. Biasane ngajokne proposal
bantuan neng pemerintah kerep lolos, yo iku masalah administrasine iso
lengkap. Contone yo Koyo program LDPM iki, iso ngerawangi bantu masalah
petani. Pak FR iku kuliah oleh nilai cumlaude lho dek...”
“...Saya suka dengan kinerja pak FR, selain rajin beliau juga pintar
dalam mengelola kelembagaan, pembukuan arsipnya juga sangat lengkap.
Kami beberapa kali mengajukan proposal kegiatan Gapoktan sering kali lolos.
Sampai akhirnya ada program LDPM yang sangat membantu para petani. Dia
itu kuliah lulus dengan nilai cumlaude dek..”
Selain itu, pemimpin lokal FR juga dikenal sebagai pribadi yang ramah
kepada semua masyarakat dan peduli jika ada anggota Gapoktan yang
membutuhkan bantuan seperti pengadaan pupuk, bibit dan lain sebagainya.
Walaupun FR bukan dari penduduk asli desa Watugede namun masyarakat petani
sangat segan kepadanya, karena keputusan dan kebijakan yang diambil sangat
menguntungkan untuk petani.
Berbeda dengan pemimpin lokal FR, PW dinilai mampu dalam menjalankan
tugasnya dengan persentase responden yang menjawab sebanyak 70%. Fakta di
lapangan yang mendukung hal ini adalah terpilihnya PW sebagai pengurus tetap
Gapoktan “Makmur Santosa”. Sama halnya dengan pemimpin lokal SK dan TM.
Mereka dinilai cukup mampu oleh responden dengan nilai masing-masing 55%
dan 45%.
Pemimpin lokal SK dinilai cukup mampu yaitu melihat kemampuan
memahami memahami sejarah desa dan karakteristik petani desa Watugede. Oleh
sebab itu, SK sering diminta bantuannya untuk menyelesaikan masalah apabila
terjadi persengketaan seperti masalah ahli waris dan hal-hal lain yang terkait
dengan sejarah desa.
66
Sama halnya dengan pemimpin lokal TM. TM dinilai cukup mampu yaitu
dengan melihat kemampuan TM dalam bidang keagamaan. Hal ini terlihat dari
sikap warga yang segan terhadap TM dan meyakini bahwa keputusan maupun
kebijakan yang dikeluarkan TM merupakan hal yang tepat atau sesuai, karena
sudah tentu tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Indikator selanjutnya dari modal manusia adalah pengalaman di bidangnya,
khususnya dalam mengontrol organisasi kelembagaan. Persentase responden yang
menjawab terkait dengan indikator ini pada setiap responden menunjukkan lebih
dari setengah responden menjawab bahwa pemimpin lokal FR sangat
berpengalaman dibidangnya. Persentase responden yang menjawab hal ini adalah
70%. Hal ini terlihat dari pengalaman menjadi ketua Gapoktan terkait
keterlibatannya dalam kepengurusan LDPM.
Kapabilitas FR dalam mengontrol organisasi kelembagaan tidak perlu
dipertanyakan lagi. Semua warga petani sudah mengetahui prestasi dari FR,
sebelum FR menjabat sebagai Ketua Gapoktan “Makmur Santosa” memang masih
banyak orang yang agak meragukannya dalam mengelola kelembagaan, apalagi
FR bukanlah warga asli desa Watugede. Namun atas rekomendasi dari sesepuh
desa yang notabene juga sebagai bapak mertua FR, akhirnya FR terpilih sebagai
Ketua Gapoktan “Makmur Santosa” secara aklamasi. Kemampuan FR dalam
mengelola kelembagaan sudah terasah sejak masa SMA hingga kuliah. Selain itu,
mudahnya FR beradaptasi dengan petani desa dan juga ramah kepada semua
warga juga menjadi suatu nilai tambah yang ada dalam diri FR.
Sama halnya dengan PW, dimana sebanyak 60% responden memilih PW
sebagai orang yang berpengalaman di bidangnya, khususnya dalam hal mengelola
kelembagaan. Memang sejak masih di bangku SMA PW dikenal sebagai seorang
yang aktif di kegiatan desa, kepedulian PW dengan dunia pertanian sudah besar
mengingat orang tuanya juga berkecimpung dengan dunia pertanian.
Sedikit berbeda dengan pemimpin lokal SK dan TM. Pemimpin lokal yang
berinisial SK dan TM dipilih oleh responden sebagai pemimpin yang cukup
berpengalaman dibidangnya dalam halnya mengontrol organisasi dengan
persentase sama-sama 60%. Pemimpin lokal SK disebut cukup berpengalaman
dikarenakan SK pernah aktif di sebuah organisasi kelompok tani, namun dalam
67
hal ini SK lebih bersifat sebagai penasehat Gapoktan. Pengurus Gapoktan
“Makmur Santosa” sering meminta pertimbangan kepada SK terkait pengambilan
kebijakan strategis. Di Gapoktan memang SK ikut dalam kepengurusan, namun
posisinya bukan sebagai pengurus teras ( pengurus inti) .
Sedangkan bagi pemimpin lokal TM, disebut cukup berpengalaman
dikarenakan TM sudah sering menjadi pengurus maupun tokoh yang diminta
pendapatnya terkait dengan masalah agama dan pengalamannya bertani. Secara
pengalaman bertani, TM paling unggul di antara keempat pemimpin lokal. Namun
dari segi pengelolaan kelembagaan seperti Gapoktan dan LDPM, TM masih di
bawah ketiga pemimpin lokal lainnya.
Indikator ketiga adalah pengalaman di luar bidangnya. Indikator ini ingin
melihat seberapa besar kiprah pemimpin lokal dibidang lain selain bidang yang
ditekuninya selama ini. Presentase jawaban responden terkait indikator ini
menunjukkan sebanyak 70% responden menjawab bahwa SK sangat
berpengalaman di luar bidangnya. SK selain berkiprah di bidang pertanian, namun
juga memiliki kegiatan usaha dagang sapi dan menjadi penebas hasil produksi
petani ketika selesai panen. Secara ekonomi SK lebih banyak menghasilkan
pendapatan dari dagang sapi dan penebas. Meskipun begitu kegiatan di Gapoktan
dan LDPM juga tidak dikesampingkan. Luas lahan yang dimiliki SK pun juga
tidak bisa dibilang kecil, dengan lahan 5 hektar menjadikan SK selalu aktif di
kegiatan LDPM dan selalu terpilih sebagai pengurus tetap Gapoktan. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan responden ketika wawancara kuesioner. Berikut
ini penuturannya:
“...Pak SK iku akeh usahane, Usahane gak cuma tani, dagang sapi lan
penebas yo dilakoni. Sawahe ombo makane sugih. Tapi Sugihe yo sek tetep
sregep kumpul gawe acara Gapoktan lan LDPM. Apik wonge, ngrapyak nang
tetonggo...”
“...Pak SK itu banyak usahanya, selain bertani dia punya usaha dagang
sapi dan penebas. Lahannya juga luas. Dia itu kaya dek. Meskipun begitu dia
gak pernah absen dalam kegiatan Gapoktan dan LDPM. Saya salut sama dia,
walaupun kaya dia ramah kepada petani lain...”
Terkait hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa SK sangat berpengalaman
dalam menjalankan usahanya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa selain
68
berpengalaman menjadi pengurus Gapoktan dan LDPM, SK juga sangat
berpengalaman di luar bidang tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pemimpin lokal SK, PW dan TM juga
berpengalaman dalam kiprahnya di luar bidang yang digelutinya, khususnya
selain sebagai petani. Pemimpin lokal PW cukup besar persentase kemampuan di
luar bidang yang ditekuni. Berdasarkan pilihan responden, PW mendapat
persentase sebesar 60%. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilakukan PW selain di
bidang pertanian. PW memiliki pengalaman di bidang peternakan khususnya
dalam beternak kambing serta mempunyai usaha toko pertanian. Walaupun
penghasilan dari ternak kambing belum sebesar dari usaha di pertanian, namun
PW sudah menjalani usaha ternak kambing sejak lama.
Sama halnya dengan pemimpin lokal TM, responden menyatakan
berpengalaman dalam kiprahnya selain di bidang pertanian dengan perolehan
persentase 75%. Petani di desa Watugede sudah tidak meragukan kemampuan TM
dalam kegiatannya selain di pertanian. TM adalah sosok yang relijius serta
mengerti betul tentang agama, khususnya Islam. TM sering mengikuti kegiatan
majelis ta’lim dan menjadi penceramah di masjid atau musholla. Nilai-nilai
relijius yang tertanam dalam diri TM sangat kuat. Oleh karenanya, petani di desa
Watugede segan terhadap beliau.
Pemimpin lokal FR memperoleh persentase 55% dengan jawaban responden
cukup berpengalaman di luar bidang yang digelutinya. FR sebagai ketua Gapoktan
memang memperoleh persentase yang paling rendah di variabel ini. Hal ini
memang sudah dapat diduga sebelumnya. Berdasarkan wawancara responden, FR
memang sangat berpengalaman di bidang pertanian dan mengontrol organisasi
kelembagaan, namun untuk kegiatan di luar pertanian FR tidak begitu
berpengalaman. Terbukti dengan temuan di lapangan, FR lebih banyak
menghabiskan waktu di kegiatan pertanian.
Indikator terakhir dari modal ini adalah tingkat pendidikan. Persentase pada
setiap pemimpin lokal terkait dengan indikator tingkat pendidikan menunjukkan
bahwa sebanyak 90% responden menjawab pemimpin lokal PW telah mencapai
jenjang sarjana. Indikator ini merupakan indikator dengan nilai indeks tertinggi
yang dimiliki oleh PW. Memang sebagai warga asli desa Watugede, sepak terjang
69
PW sudah diketahui oleh semua warga petani. PW merupakan salah satu anak
petani yang melanjutkan kuliah sampai jenjang sarjana di sebuah universitas di
Malang.
Berbeda dengan PW, sebanyak 50% responden menjawab tingkat pendidikan
FR adalah Diploma. Hal ini sebenarnya kurang sesuai dengan kenyataan di
lapangan dikarenakan FR setelah lulus SMA melanjutkan pendikan ke jenjang
Sarjana di salah satu universitas di Malang. Bahkan prestasi akademiknya sangat
memuaskan, memperoleh predikat cumlaude dan IPK tertinggi ketiga pada masa
kuliahnya. Pada kenyataannya responden tidak mengetahui betul latar belakang
pendidikan FR. Hal ini memang dikarenakan FR bukan warga asli desa Watugede.
FR menjadi warga desa Watugede setelah menikah dengan istrinya yang
merupakan warga asli desa tersebut. Oleh karena itu hanya sebagian saja
responden yang tau secara persis latar belakang pendidikannya.
Pemimpin lokal selanjutnya yaitu SK, sebanyak 65% responden menjawab
tingkat pendidikan SK adalah SMA. Hasil ini memang sudah bisa diprediksi
sebelumnya. SK merupakan warga asli desa Watugede yang aktif di kegiatan
sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Responden yang notabene petani, sudah
mengetahi betul bagaimana latar belakang pendidikan SK.
Terakhir adalah pemimpin lokal TM. Sebanyak 60% responden menjawab
tingkat pendidikan yang dimiliki TM adalah SR (Sekolah Rakyat). Hal ini sesuai
fakta dilapangan mengingat TM hanya menyelesaikan pendidikan sampai SD
(Sekolah Dasar). Umur TM bisa dikatakan cukup tua, pada masanya memang
petani sekolah hanya sampai jenjang sekolah dasar. TM walaupun hanya lulusan
SR namun keilmuan agamanya tidak kalah dengan pendidikan formal seperti
sekarang. Hal ini dikarenakan TM pernah masuk di pesantren di daerahnya.
6.3.1.2 Modal Sosial
Modal berikutnya setelah modal manusia dalam kategori modal internal
adalah modal sosial. Modal sosial merupakan modal yang terdiri dari tiga
indikator, yaitu dukungan grup kolektif, jaringan, dan reputasi. Masing-masing
pemimpin lokal memiliki nilai indeks modal sosial yang berbeda, untuk melihat
70
nilai indeks total modal yang dimiliki pemimpin lokal, maka perlu dilihat nilai
indeks dari setiap indikator. (lihat Tabel 21)
Tabel 21. Nilai Indeks Modal Sosial Masing-masing Pemimpin Lokal
Indikator Pemimpin Lokal
FR* PW SK TM
Dukungan grup kolektif 1.6 1.55 1.4 1.55
Jaringan 1.5 0.95 0.95 1
Reputasi 1.75 0.2 1.6 1.4
Total 4.85 2.7 3.95 3.95 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Pada Tabel 21 dapat terlihat bahwa nilai indeks modal sosial yang paling
tinggi dimiliki oleh FR. Pemimpin lokal FR yang notabene sebagai ketua
Gapoktan dan LDPM mempunyai modal sosial yang lebih tinggi dibandingkan
ketiga pemimpin lokal lainnya, khususnya pada indikator reputasi yang mana
menjukkan bahwa FR sangat dikenal oleh warga di desa Watugede.
Sedangkan pemimpin lokal SK dan TM sama-sama memiliki modal manusia
dengan total nilai indeks 3.95. Tidak terlalu jauh dengan nilai yang dimiliki FR,
hanya yang menarik adalah pada indikator jaringan, SK memiliki nilai indeks
terendah yaitu 0,95. Walaupun nilainya rendah seperti yang dimiliki oleh PW, tapi
nyatanya SK indikator jaringan yang tinggi mencapai 1.6. Hal ini dapat dilihat di
lapangan bahwa SK memiki reputasi yang baik di mata masyarakat. Maksudnya
adalah SK dikenal oleh semua warga desa Watugede.
Nilai pada setiap indikator tentunya dipengaruhi oleh jawaban responden
terhadap tingkatan jawaban. Salah satu indikator dari modal sosial adalah
dukungan grup kolektif. Dukungan grup kolektif yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah dukungan masyarakat, kelompok, maupun individu kepada pemimpin
lokal baik berbentuk sikap yang tidak membantah dan mendukung kebijakan
pemimpin lokal. Persentase dari jawaban reponden pada kuesioner menunjukkan
bahwa responden menjawab bahwa pemimpin lokal PW, SK, dan TM memiliki
dukungan grup kolektif yang sangat mendukung kepemimpinan mereka.
Pada pemimpin lokal PW, dukungan grup kolektif yang diperoleh sebagian
besar berasal dari kalangan petani muda dan pemerintahan desa. Hal ini
ditunjukkan dari terpilihnya PW menjadi pengurus tetap Gapoktan “Makmur
Santosa”.
71
Sifat PW yang ringan tangan dan suka membantu petani ketika panen raya
atau gotong royong warga. Kepercayaan masyarakat petani kepada PW juga
ditunjukkan dengan dukungan para petani kepada PW untuk mengelola kios
Gapoktan.
Dari keempat pemimpin lokal rata-rata mendapatkan indeks dukungan grup
kolektif yang tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah indeks berurutan mulai dari FR
1.6 , PW 1.55, SK 1.4, dan TM 1.55. Dari jumlah indeks tersebut menunjukkan
bahwa tingkat dukungan yang diberikan oleh masyarakat petani kepada keempat
pemimpin lokal sangat tinggi. Dukungan tersebut muncul dari diadakannya
berbagai kegiatan Gapoktan dan program LDPM. Tanpa dukungan dari petani
tentunya LDPM tidak akan berjalan dengan baik. Pada tahun 2014 kemarin
program LDPM di desa Watugede terpilih sebagai LDPM percontohan untuk area
Malang raya. Tentu ini sangat membanggakan bagi petani dan pengurus Gapoktan
“Makmur Santosa”. Hal ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat petani di
desa tersebut.
Khusus untuk pemimpin lokal TM memperolah dukungan bukan hanya dari
masyarakat petani namun juga dari masyarakat desa Watugede pada umumnya.
Dukungan itu datang dari para elit agama di desa Watugede. Aktifnya TM di
kegiatan keagamaan membuat warga segan dan selalu mendukung setiap
perkataan beliau. Tentu saja ini karena TM membuat berbagai kebijakan
didasarkan pada sisi agamis dan kepentingan masyarakat.
Dukungan terbesar diperolah oleh pemimpin lokal FR. Hampir semua petani
desa Watugede kenal dengan FR. Sebanyak 60% responden yang menjawab
dukungan grup klolektif yang dimiliki oleh FR yaitu sangat mendukung.
Pemimpin lokal FR sebagai ketua Gapoktan dalam menjalankan tugasnya
memiliki dukungan grup kolektif yang terlihat dari sikap masyarakat petani yang
lebih cenderung setuju dengan tindakan dan kebijakan yang diambil oleh ketua,
jika terjadi persengketaan, biasanya ketua Gapoktan yang akan menyelesaikan dan
masyarakat petani menerima keputusan tersebut.
Indikator selanjutnya adalah jaringan. Jaringan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kekuatan dan keluasan jaringan yang dimiliki oleh pemimpin
lokal. Kekuatan jaringan masing-masing pemimpin lokal dapat dilihat dari
72
persentase jawaban responden. Pada pemimpin lokal FR, responden menjawab
bahwa pemimpin lokal tersebut memiliki jaringan yang kuat. Hal ini ditunjukkan
dengan persentase 55% responden menjawab jaringan yang dimiliki oleh FR
sangat kuat. Jawaban responden pada indeks ini memang sesuai dengan kenyataan
yang ada di lapangan. Pemimpin lokal FR memang mempunyai jaringan yang
luas, tidak hanya di kawasan desa Watugede namun juga sampai wilayah
Singosari. Hal ini terlihat dari dokumentasi kegiatan acara di kantor Gapoktan.
Keluasan jaringan bagi ketua Gapoktan memang mutlak dipergunakan guna untuk
mendukung kegiatan program LDPM yang pada kasusnya sering melakukan
penjualan dan pembelian produk pertanian.
Sementara untuk pemimpin lokal PW, SK dan TM memperoleh indeks luasan
jaringan sebesar 0.95, 0.95, dan 1.0. Nilai indek tersebut menunjukkan ketiga
pemimpin lokal tersebut memberi keluasan jaringan yang kuat. Berbeda dengan
FR yang memiliki luasan jaringan hingga wilayah kecamatan, ketiga pemimpin
lokal ini keluasan jaringannya hanya sekitar desa Watugede saja.
Pemimpin lokal PW dan SK memiliki jaringan di desa Watugede yang kuat.
Hal ini terlihat dari aktivitas kegiatan pertanian yang diikuti oleh kedua pemimpin
tersebut. Aktivitas jaringan sosial dari kedua pemimpin tersebut berkutat di daerah
desa Watugede seperti koordinasi antar kelompok tani dan pertemuan anggota
kelompok tani desa. Kegiatan tersebut selain sebagai tempat untuk tukar informasi
pertanian juga sebagai ajang silaturahmi antar anggota Gapoktan.
Sedikit berbeda dengan pemimpin lokal TM, beliau mempunyai luasan
jaringan tidak semata dari para petani namun juga dari warga desa Watugede. Hal
ini berkaitan dengan kegiatan dakwah di masjid hingga perkumpulan pengajian,
yasinan dan majelis ta’lim.
Indikator terakhir dari modal sosial adalah reputasi. Reputasi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah sejauh mana pemimpin lokal dikenal atau familiar
dimasyarakat. Adapun melihat persentase jawaban reponden pada kuesioner,
terlihat bahwa pada pemimpin lokal FR, SK, dan TM disebut oleh responden
sebagai pemimpin lokal yang sangat dikenal. Persentase responden yang
menjawab hal tersebut masing-masing secara berurutan pada pemimpin lokal FR,
SK, dan TM adalah 75%; 70%; dan 45%.
73
Merujuk pada persentase di atas ketahui bahwa pemimpin lokal FR memiliki
pesentase tertinggi. Hal ini karena posisi FR yang juga sebagai ketua Gapoktan.
Pemimpin lokal FR familiar dikalangan masyarakat petani. Hal ini telihat dari
kepemimpinan FR yang penuh tanggung jawab dan peduli kepada para petani.
Kegiatan FR yang sering berkunjung ke beberapa kelompok tani juga semakin
mengenalkan beliau kepada petani.
Pemimpin lokal SK juga merupakan tokoh masyarakat yang dikenal oleh
petani di desa Watugede. Selain aktif di kegiatan Gapoktan dan Poktan, beliau
juga sering membantu petani menjualkan hasil panen petani ke bagian distribusi
LDPM. Pada musim raya, SK selalu aktif mengunjungi petani-petani di sawah.
Tidak hanya itu, kegiatan SK yang sebagai pedagang sapi juga memberikan
timbal balik yang bagus dalam memperluas reputasi beliau.
Lain halnya dengan pemimpin lokal TM. Pemimpin lokal TM memiliki
reputasi yang baik dikalangan warga, meskipun TM lebih banyak dikenal
dikalangan elit agama, hal ini juga dikarenakan posisi TM sebagai ustadz.
Kegiatan TM yang bukan hanya dikenal oleh petani namun juga oleh masyarakat
yang mengikuti kegiatan majelis ta’lim.
Sedikit berbeda dengan ketiga pemimpin lokal yang disebutkan di atas,
pemimpin lokal PW mendapat persentase 80% dengan pilihan cukup dikenal.
Pilihan responden tersebut menunjukkan bahwa pemimpin lokal PW kurang
dikenal oleh masyarakat petani. Pemimpin lokal PW cukup dikenal karena
kepiawaian dan tanggung jawab dalam bekerja khususnya dalam menjadi
pengurus di Gapoktan. Sifat pemimpin lokal PW yang tidak mudah akrab dengan
berbagai kalangan warga juga merupakan salah satu indikasi kurang dikenalnya
PW di mata para petani.
6.3.1.3 Modal Ekonomi
Selanjutnya modal terakhir dalam kategori modal internal adalah modal
ekonomi. Modal Ekonomi merupakan modal yang fokus pada dukungan keuangan
yang dimiliki oleh pemimpin lokal. Dukungan keuangan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah daya dukung keuangan yang dimiliki pemimpin lokal dalam
74
membiayai segala aktivitasnya. Nilai modal ekonomi yang dimiliki oleh
pemimpin lokal masing-masing dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Nilai Indeks Modal Ekonomi pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Pemimpin Lokal Indikator
Dukungan Keuangan
FR* 0.6
PW -0.2
SK 1.65
TM 1.9 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Berdasarkan indeks dukungan keuangan seperti yang diperlihatkan di atas,
terdapat perbedaan yang cukup signifikan antar pemimpin lokal. Hal tersebut
cukup menarik untuk diulas karena selisih indek yang cukup besar ini cukup
mempengaruhi sepak terjang pemimpin lokal dalam memimpin Gapoktan dan
program LDPM.
Terlihat dari keempat pemimpin lokal di atas, PW memiliki jumlah dukungan
keuangan yang paling sedikit. Berdasarkan pilihan responden, sebanyak 60%
responden menyatakan PW memiliki cukup dukungan keuangan. Sisa dari
responden menyatakan PW memiliki dukungan keuangan yang sedikit.
Didasarkan pada kenyataan di lapangan, memang benar pemimpin lokal PW
memiliki sedikit dukungan keuangan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari PW yang banyak dihabiskan untuk beternak kambing dan jualan di kios
Gapoktan. Dilihat secara kasat mata PW memiliki sedikit kegiatan yang produktif
secara ekonomi dibandingkan dengan ketiga pemimpin lokal lain. Namun
demikian PW aktif dalam kegiatan Gapoktan khususnya di program LDPM.
Sosok PW yang rajin dan mampu mengelola kelembagaan petani menjadi salah
satu dasar terpilihnya menjadi pemimpin lokal di Gapoktan “Makmur Santosa”.
Kondisi berbeda terdapat pada pemimpin lokal TM, sebanyak 90% responden
menyatakan TM memiliki modal ekonomi yang sangat mendukung. Dukungan
tersebut berasal dari kegiatan pertaniannya yang cukup sukses. TM memiliki luas
lahan sekitar 7 hektar yang mana terbesar diantara keempat pemimpin lokal.
Berprofesi sebagai petani murni tanpa ada usaha sampingan lain, TM
mencurahkan seluruh waktunya mengelola ladang dan sawah miliknya. Kegiatan
bertani dilakukan pada siang hari, dan pada malam hari sering mengisi kegiatan
keagamaan di desanya.
75
Sesuatu hal yang menarik pada diri TM yaitu dukungan ekonomi yang
dimilikinya bukan saja untuk dirinya sendiri namun juga untuk membantu
Gapoktan dan acara keagamaan. Hal ini tentu sangat baik, TM yang notabene
sebagai sesepuh desa yang sangat disegani oleh warga petani juga bisa
memberikan contoh yang baik kepada orang lain. Kesederhanaan TM inilah yang
membuat orang percaya akan kemampuannya dalam memimpin, selain piawai
menyampaikan tausiah agama.
Kondisi hampir sama juga terjadi pada pemimpin lokal SK, sebanyak 70%
responden menyatakan SK memiliki dukungan keuangan yang sangat
mendukung. Dari hasil survey yang dilakukan di lapangan, SK memang memiliki
dukungan keuangan yang bagus. Selain sebagai petani, SK memiliki usaha di
bidang jual beli sapi yang memiliki omset hingga puluhan juga setiap kali
transaksi. Bukan hanya itu saja, sebagai petani SK juga mempunyai peran sebagai
penebas yang bertugas menjualkan hasil panen petani ke pedagang selanjutnya.
Aktivitas inilah yang sehari-hari dilakukan oleh pemimpin lokal SK. Tidak jarang
ketika ada kegiatan program LDPM yang membutuhkan dana cepat, SK
memberikan pinjaman untuk memperlancar kegiatan program.
Berbeda dengan pemimpin lokal TM dan SK yang memiliki dukungan
keuangan yang bagus, pemimpin lokal FR yang tidak lain adalah ketua Gapoktan
“Makmur Santosa” memiliki cukup dukungan keuangan. Hasil dari kuesioner
yang dibagikan, sebanyak 50% responden menyatakan bahwa FR memiliki cukup
dukungan keuangan. Berdasarkan penelitian di lapangan, pemimpin lokal FR
memiliki kesibukan yang sepenuhnya dilakukan di bidang pertanian. Kegiatan-
kegiatan FR sehari-hari yaitu mengelola program LDPM dan sebagai petani.
Waktu yang tercurahkan di kegiatan tersebut lebih besar dibandingkan usaha lain
yang dilakukan FR. Hal inilah yang dilihat responden ketika dimintai pendapatnya
tentang dukungan keuangan pemimpin lokal. Namun fakta lain menunjukkan FR
juga berprofesi sebagai pedagang pangan. Dari profesi berdagang tersebut, tidak
bisa dikatakan bahwa dukungan keuangan FR hanya cukup. Hasil pemasukan dari
aktivitas berdagang tentu bisa meningkatkan pendapatan FR.
Dari keempat pemimpin lokal yang dijelaskan di atas memiliki berbagai latar
belakang ekonomi yang berbeda. Namun dari perbedaan ekonomi yang dimiliki
76
oleh pemimpin lokal, tidak terlalu mempengaruhi pemimpin lokal dalam
mengelola kelembagaan Gapoktan dan program LDPM. Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa modal ekonomi memiliki pengaruh yang sedikit pada
kepemimpinan pemimpin lokal dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat
petani desa Watugede.
6.3.2 Modal Eksternal
Selain modal internal, modal yang berpengaruh terhadap kepemimpinan
seorang pemimpin lokal adalah modal eksternal. Modal eksternal merupakan
modal yang berasal dari luar diri pemimpin lokal tersebut.
Modal eksternal terdiri dari empat modal yaitu modal institusi, modal
simbolik, modal budaya, dan modal moral. Lebih jelasnya pembahasan masing-
masing modal akan dibahas pada pembahasan dibawah ini.
6.3.2.1 Modal Institusi
Modal institusi merupakan modal pertama dalam kategori modal eksternal.
Modal ini terdiri dari tiga indikator yaitu dukungan institusi, ideologi institusi, dan
pengaruh institusi. Masing-masing pemimpin lokal memiliki nilai indeks yang
beragam terkait dengan nilai indeks total modal institusi yang dimiliki. Total nilai
indeks modal institusi yang dimiliki masing-masing pemimpin lokal tidak terlepas
dari nilai indeks masing-masing indikator (lihat Tabel 23).
Tabel 23. Nilai Indeks Modal Institusi pada Masing-masing Pemimpin Lokal.
Indikator Pemimpin Lokal
FR* PW SK TM
Dukungan Institusi 1.45 1.5 0 0.05
Ideologi Institusi 1.8 0.75 -0.05 1.05
Pengaruh Institusi 1.65 1.4 -0.5 1.65
Total 4.9 3.65 -0.9 2.75 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Pada tabel di atas terlihat bahwa FR memiliki modal institusi yang paling
tinggi dibandingkan pemimpin yang lainnya, yaitu 4.9. Hal ini dikarenakan posisi
FR sebagai ketua Gapoktan yang langsung berkaitan dengan institusi pertanian.
Selanjutnya diikuti oleh PW sebagai pengurus Gapoktan, walaupun nilai indeks
yang dimiliki tidak terlalu tinggi, namun masih ada kaitan dengan institusi
pertanian.
77
Lain halnya dengan pemimpin lokal TM, walaupun tidak masuk dalam
kepengurusan Gapoktan “Makmur Santosa” , namun keterlibatan dengan institusi
pertanian cukup tinggi. Terlihat dari aktivitas TM dengan PPL (Penyuluh
Pertanian Lapang) untuk kegiatan-kegiatan teknis pertanian sepertian pertemuan
kelompok tani hingga aktivitas di lahan pertanian seperti pembuatan demplot dan
lainnya.
Perbedaan lain ditemukan pada pemimpin lokal SK. Dari keempat pemimpin
lokal yang diteliti, SK memiliki indeks modal institusi yang paling rendah. Hal ini
merujuk apada aktivitas SK yang lebih banyak dengan petani dan kepengurusan
Gapoktan. Posisi SK yang sering melakukan kegiatan di luar konteks pertanian
juga menjadi salah satu sebab rendahnya modal institusi yang dimiliki.
Indikator pertama dalam modal institusi adalah dukungan institusi. Dukungan
institusi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan yang diberikan
institusi kepada pemimpin dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pemimpin
lokal tersebut. Adapun jika melihat persentase jawaban responden pada kuesioner
menunjukkan bahwa pemimpin lokal FR sebagai ketua Gapoktan “Makmur
Santosa” tentunya memiliki dukungan institusi yang sangat mendukung.
Sebanyak 55% responden menjawab sangat mendukung. Hal ini merujuk dari
posisi FR sebagai ketua Gapoktan yang didukung oleh institusi formal yaitu dinas
pertanian khususnya dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Singosari. Sebagai
ketua Gapoktan, kepengurusan sendiri sudah tentu memberikan kewenangan
kepada FR untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam melaksanakan
tugasnya. Kebijakan serta keputusan ketua Gapoktan menjadi suatu keputusan
yang harus dijalankan oleh anggota Gapoktan.
Sama halnya dengan pemimpin lokal PW. Sebanyak 55% responden
menjawab dukungan institusi yang dimiliki PW adalah sangat mendukung.
Pemimpin lokal PW yang terpilih menjadi pengurus Gapoktan “Makmur Santosa”
dan LDPM sudah tentu terikat pada institusi pertanian.
Adanya legalitas dari pemerintahan desa kepada PW sebagai pengurus Gapoktan
memudahkan beliau dalam menggerakkan warga petani untuk ikut serta
membantu program LDPM.
78
Cukup berbeda dengan pemimpin lokal FR dan PW. Pemimpin lokal SK
memiliki dukungan institusi yang cukup mendukung. Hal ini didukung dengan
pernyataan responden yaitu sebanyak 70% menjawab cukup mendukung. SK
memang merupakan salah satu pengurus Gapoktan yang aktif. Namun dalam hal
dukungan institusi khususnya dari PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) hanya
sekadar pengakuan sebagai pemimpin lokal di dalam sebuah kepengurusan.
Keterlibatan SK dengan institusi cukup rendah, ini terkait dengan aktivitas SK
yang lebih banyak di kegiatan lapangan dan kurang mengikuti agenda-agenda
pertemuan dengan PPL.
Begitu pula dengan pemimpin lokal TM. Pemimpin lokal TM tidak terlalu
terlibat dengan institusi pertanian secara langsung. Sebanyak 75% responden
menjawab cukup mendukung. Hal ini menunjukkan TM dalam institusi pertanian
kurang begitu terlibat. Keterlibatan TM dalam kegiatan Gapoktan dengan institusi
pertanian hanya sebatas pertemuan rutin Gapoktan dan LDPM. Kegiatan TM yang
cenderung lebih banyak dilakukan di lahan dan acara keagamaan memang cukup
menyita banyak waktu. Keberadaan TM yang sebagai penasehat Gapoktan
menjadi nilai tambah yang beliau miliki.
Indikator berikutnya adalah ideologi institusi. Ideologi institusi adalah
kesesuaian pemimpin lokal dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya dengan
ideologi dari institusi tersebut. Sebanyak 85% responden mengatakan bahwa
ideologi yang dibawa oleh FR sangat sesuai dengan ideologi dari institusi yang
mana FR termasuk didalamnya, yaitu kelembagaan Gapoktan dan LDPM.
Pemimpin lokal FR sebagai ketua Gapoktan, sudah tentu kebijakan-kebijakannya
tidak menyimpang dari tugas dan wewenang ketua Gapoktan seharusnya,
sehingga dalam hal ini, FR tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang
berlaku dan tetap memperjuangkan aspirasi warga petani.
Tidak begitu jauh dengan pemimpin lokal PW. Responden yang menyatakan
bahwa ideologi institusi yang dibawa oleh pemimpin lokal PW sesuai sebanyak
65% yaitu lebih dari setengah responden. Hal ini sesuai dengan yang terjadi
dilapangan dimana kebijakan maupun keputusan-keputusan PW sesuai dengan
ideologi yang dibawa oleh institusi, seperti misalnya program LDPM yang
dijalankan oleh kepengurusan Gapoktan, PW menjadi salah satu orang yang rajin
79
mengikuti dalam setiap kegiatannya selain ketua Gapoktan. Sama halnya dengan
pembuatan kios Gapoktan, PW mengelola kios tersebut untuk keperluan
masyarakat petani. Ini tentu menjadi salah satu contoh kesesuaian ideologi
institusi dengan sikap yang ditunjukkan pemimpin lokal PW.
Sedikit berbeda dengan pemimpin lokal SK. Sebanyak 75% responden
menyatakan SK cukup sesuai dengan ideologi institusi. Berdasarkan fakta di
lapangan pemimpin lokal SK kurang memiliki kedekatan dengan institusi
pertanian. Aktivitas SK yang lebih banyak dihabiskan di lapang seperti di lahan
dan sawah, tentu akan mengurangi interaksi dengan institusi.
Hal sama juga berlaku dengan pemimpin lokal TM. Walaupun TM kurang
berinteraksi dengan institusi,namun setiap kebijakan yang diambil oleh FR
sebagai ketua Gapoktan selalu meminta pertimbangan kepada sesepuh desa
utamanya TM. Sebanyak 75% responden menyatakan bahwa ideologi institusi
dengan kesesuaian pemimpin lokal sudah sesuai. Ini ditunjukkan dari dukungan
yang diberikan oleh TM kepada FR untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang
ada di Gapoktan.
Indikator yang terakhir adalah pengaruh institusi. Pengaruh institusi adalah
sejauh mana institusi memberikan pengaruh positif kepada pemimpin lokal, baik
dalam hal pengaruhnya kepada masyarakat maupun dalam pelaksanaan kebijakan.
Pada pemimpin lokal FR, pengaruh institusi yang diberikan terhadap
kepemimpinan FR sangat tinggi. Sebanyak 65% responden menjawab sangat
berpengaruh. Hal ini juga terlihat dimana posisi FR sebagai ketua Gapoktan
tentunya memberikan pengaruh yang positif terhadap kepemimpinan FR, karena
dengan status yang diberikan oleh institusi ini, FR menjadi tokoh yang kebijakan
dan keputusannya dianjurkan untuk diikuti oleh masyarakat petani.
Tidak jauh berbeda dengan pemimpin lokal TM. Sebanyak 65% responden
menyatakan bahwa instutusi memiliki pengaruh yang sangat positif kepada TM.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa keputusan yang diambil oleh FR
selaku ketua Gapoktan selalu meminta pertimbangan kepada pemimpin lokal TM.
Tentu saja hal tersebut terkait dengan kesesuaian prinsip-prinsip ideologi institusi
dengan pemikiran-pemikiran TM.
80
Pemimpin lokal PW juga memperoleh pengaruh positif dari institusi
pertanian. Sebanyak 50% responden menyatakan bahwa PW memperoleh
pengaruh yang postif dari keberadaan institusi. Hasil ini sesuai dengan yang
terjadi di lapangan. Keberadaan PW yang aktif di kepengurusan Gapoktan
merupakan salah satu faktor yang membuat keberadaan institusi memberi
pengaruh positif pada diri pemimpin lokal. Satu satu contohnya yaitu kepercayaan
yang diberikan institusi pertanian (PPL) kepada PW untuk mengelola kios
Gapoktan.
Sedikit berbeda dengan ketiga pemimpin lokal lainnya. Pemimpin lokal SK
hanya mendapat pengaruh yang sedikit dari keberadaan institusi pertanian.
Sebanyak 55% respon menyatakan pemimpin lokal SK memiliki sedikit pengaruh
dari institusi. Hal ini karena pemimpin lokal SK melakukan kegiatan pertanian
berdasarkan pengalaman yang dimiliki, pengaruh yang diberikan institusi kurang
berdampak pada aktivitasnya di Gapotan.
6.3.2.2 Modal Simbolik
Modal kedua dari kategori modal eksternal adalah modal simbolik. Modal
simbolik terdiri dari dua indikator yaitu Prestise dan Gelar. Total nilai indeks
modal simbolik adalah jumlah dari kedua nilai indeks tersebut. Setiap masing
masing pemimpin lokal memiliki nilai indeks yang berbeda. Hal ini lebih jelasnya
terlihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Nilai Indeks Modal Simbolik Masing-masing Pemimpin Lokal
Indikator Pemimpin Lokal
FR* PW SK TM
Prestise / Kehormatan 1.3 0.35 1.15 1.2
Gelar 0.8 0.85 0.1 -0.3
Total 2.1 1.2 1.25 0.9 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Sama halnya dengan modal lainnya yang mana FR selalu memiliki nilai
indeks tertinggi, nilai indeks modal simbolik tertinggi juga masih dimiliki oleh FR
yaitu dengan nilai 2.1 yang kemudian diikuti oleh PW dan SK dengan nilai 1.2
dan 1.25. Pada indikator prestise selain FR yang memiliki nilai tertinggi, namun
SK dan TM juga mendapat nilai yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan SK dan
TM merupakan tokoh masyarakat dan sesepuh desa yang mana kebiasaan
81
masyarakat maupun pandangan masyarakat terhadap mereka sudah tertanam
sebagai suatu tokoh panutan. Berbeda dengan FR dan PW yang dapat
mempengaruhi masyarakat dikarenakan jabatan yang mereka miliki.
Pada indikator gelar setiap pemimpin lokal memiliki perbedaan nilai yang
cukup signifikan. Hal ini karena persepsi masyarakat terhadap kedudukan
pendidikan formal yang telah ditempuh oleh pemimpin lokal. Namun berdasarkan
fakta di lapangan, jawaban responden kurang sesuai.
Pada kenyataannya indikaor gelar yang dimiliki oleh pemimpin lokal tidak
mempengaruhi tingkat prestise atau kehormatan. Jadi pada kenyataannya indikator
gelar tidak mempengaruhi modal simbolik yang dimiliki pemimpin lokal. Modal
simbolik dari keempat pemimpin lokal ini hanya dipengaruhi oleh indikator
prestise yang dimiliki oleh pemimpin lokal.
Modal simbolik terdiri dari dua indikator yaitu Prestise dan Gelar. Prestise
adalah wibawa atau kehormatan yang dimiliki oleh pemimpin lokal dalam
mempengaruhi masyarakat. Keempat pemimpin lokal memiliki nilai yang
beragam yang dipengaruhi oleh persentase jawaban responden.
Pemimpin lokal FR disebut oleh 70% responden sebagai pemimpin lokal
yang terhormat. Hal ini dikarenakan FR merupakan ketua Gapoktan yang
memiliki kedudukan tertinggi sebagai pengambil keputusan atas segala kebijakan-
kebijakan yang diambil. Selain itu dalam setiap pengambilan keputusan FR selalu
meminta pertimbangan kepada semua pengurus, sehingga ketika keputusan sudah
dibuat semua anggota Gapoktan khususnya di program LDPM akan
menyetujuinya.
Pemimpin lokal SK dan TM juga memiliki prestise yang terhormat. Hasil dari
pengambilan data dari responden menunjukkan kedua pemimpin tersebut
memiliki persentase berturut-turut 85% dan 80% sebagai pemimpin yang
terhormat. SK merupakan salah satu tokoh masyarakat yang disegani oleh warga
petani. Sifat SK yang ringan tangan dan suka membantu petani dalam distribusi
pembelian gabah menjadi salah satu nilai tambah pada diri SK. Selain itu, SK
merupakan pemimpin yang dermawan yang gemar membantu petani ketika masa
tanam padi dimulai. Seperti contoh memberikan bantuan berupaa bibit padi untuk
tanam dengan harga yang lebih murah dan lain sebagainya.
82
Tidak begitu berbeda dengan pemimpin lokal TM. Responden menyatakan
bahwa TM merupakan sosok pemimpin yang terhormat. Hal ini dikarenakan
sebagai seorang pemimpin lokal yang berasal dari elit agama, tentunya TM sangat
dihormati oleh masyarakat disekitarnya, namun dikarenakan TM saat ini terbatas
untuk mengunjungi RT dan Kampung lain yang letaknya jauh dari daerah tempat
tinggalnya, membuat sebagian responden menjawab bahwa TM cukup terhormat,
karena mereka tidak terlalu mengenal TM. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
masyarakat tidak mengenal TM, pemimpin lokal TM tetap dihormati oleh mereka.
Nilai indeks prestise yang dimiliki TM cukup tinggi dapat dikarenakan status TM
sebagai sesepuh desa, hal ini merupakan faktor pendukung yang menyebabkan
warga petani tetap menghormati dan segan kepada TM hingga saat ini.
Selain itu pada pemimpin lokal PW sebanyak 65% responden menjawab
bahwa pemimpin lokal PW cukup terhormat dikalangan masyarakat petanu. Hal
ini terlihat di lapangan bahwa pemimpin lokal PW memiliki wibawa dimata
warganya dikarenakan beberapa warga selalu memuji dan menyebutkan bahwa
beliau adalah pemimpin yang bijak dan rajin.
Selanjutnya indikator yang kedua adalah gelar. Gelar adalah latar belakang
pendidikan dilihat dari dimana / tempat pemimpin lokal tersebut menuntut ilmu.
Ketiga pemimpin lokal yaitu FR, dan PW memperoleh jawaban yang hampir
sama. Pemimpin lokal FR, dan PW berurutan memperoleh persentase 70 dan 75%
dengan jawaban pemimpin lokal pernah menuntut ilmu di tempat yang terkenal.
Berdasarkan fakta di lapangan kedua pemimpin tersebut sama-sama sudah
menuntut ilmu sampai bangku sarjana. Tentu dengan fakta yang ada tersebut
dapat mempengaruhi responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner. Persepsi
bahwa jika sekolah tinggi sampai sarjana merupakan suatu prestasi yang
membanggakan masih ada sampai sekarang. Hasil persentase di atas juga
menjelaskan bagaimana kedekatan responden dengan kedua pemimpin lokal.
Lain halnya dengan pemimpin lokal SK. Sebanyak 60% responden menjawab
latar belakang pendidikannya cukup terkenal. Hal ini sesuai dengan fakta di
lapangan bahwa SK hanya menempuh pendidikan formal sampai SMA (Sekolah
Menengah Atas). Begitu juga dengan pemimpin lokal TM, responden menjawab
cukup terkenal terkait gelar yang mereka miliki, hal ini dikarenakan mereka tidak
83
memiliki gelar tersebut. Walaupun TM memiliki gelar ustadz, namun gelar
tersebut diberikan sendiri oleh masyarakat, bukan diberikan oleh tempat
pemimpin lokal menuntut ilmu yaitu pesantren TM.
6.3.2.3 Modal Budaya
Modal budaya merupakan modal ketiga dalam kategori modal eksternal.
Modal budaya adalah modal yang melihat kesesuaian pemimpin lokal dengan
budaya yang ada. Keseuaian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kesesuaian segala tingkah laku, kebijakan, dan aktivitas pemimpin lokal
merupakan representasi dari budayanya. Nilai indeks modal budaya pada
masingmasing pemimpin lokal dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Nilai Indeks Modal Budaya pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Pemimpin Lokal Indikator
Kesesuaian dengan budaya
FR* 0.9
PW -0.25
SK 1.25
TM 1.8 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Pada tabel 25 terlihat bahwa ada perbedaan nilai indeks pada masing-masing
pemimpin lokal. Tiga pemimpin lokal mempunyai nilai yang tidak jauh perbeda,
hal ini menunjukkan bahwa ketiga pemimpin tersebut dalam kebijakannya sesuai
dengan budaya lokal setempat. Pemimpin lokal PW memiliki nilai indeks yang
paling rendah dan yang paling jauh selisihnya dengan nilai pemimpin lokal yang
lain. Hal ini dikarenakan masyarakat yang mengenal pemimpin lokal PW adalah
yang paling sedikit sehingga nilai yang dimiliki juga rendah, bukan dikarenakan
beliau yang paling tidak sesuai dengan budaya setempat.
Nilai dari indikator tersebut tentunya dipengaruhi oleh penilaian responden
terhadap masing-masing pemimpin lokal. Persentase penilaian responden kepada
pemimpin lokal menunjukkan bahwa semua tindakan pemimpin lokal disebut
sesuai dengan budayanya. Pada pemimpin lokal FR sebanyak 60% responden
menjawab cukup sesuai dan sisanya menjawab sesuai. Hal ini memberikan nilai
yang cukup tinggi terhadap modal budaya yang dimiliki pemimpin lokal FR. Pada
dasarnya sejauh ini kebijakan yang diterapkan oleh FR tidak menyimpang dari
budaya yang ada, walaupun aktivitas dan kebijakan yang diterapkan oleh FR
84
sudah lebih mengarah kepada modernisasi, namun tidak menyimpang pada
norma-norma pada umumnya maupun norma-norma sosial.
Pemimpin lokal SK juga memiliki nilai modal budaya yang tinggi. Hal ini
dapat dilihat bahwa sebanyak 65% responden menjawab sesuai. Selama SK
beraktivitas, SK tidak menyimpang dari budaya yang ada, walaupun tidak
membiasakan kearah adat desa tapi tidak menyimpang dari norma-norma yang
ada. Selain itu SK juga memiliki tujuan untuk mengembalikan budaya gotong
royong dan swadaya pada warga petani.
Tidak jauh berbeda dengan pemimpin lokal TM. Sebagai elit agama, tentunya
hal ini juga mempengaruhi penilaian responden. Sebanyak 80% responden
menjawab sangat sesuai. Budaya Desa Watugede pada dasarnya masih
berbasiskan islam. Terkait latar belakang TM sebagai ustadz dan lulusan
pesantren, sudah tentu kebijakan maupun tindakan dari TM sesuai dengan budaya
setempat, yaitu selalu berbasiskan Agama Islam. Kebijakan maupun tindakan
yang dilakukan atau dicontohkan oleh TM bahkan terkadang dijadikan sebagai
salah contoh sikap yang diikuti oleh masyarakat.
Berikutnya adalah pemimpin lokal PW. Diantara keempat pemimpin lokal
tersebut, PW memiliki nilai indeks yang paling kecil. Sebanyak 65% responden
menjawab kebijakan dan tingkah laku dari pemimpin lokal PW cukup sesuai
dengan budaya setempat. Fakta di lapangan memang kebijakan PW tidak
bertentangan dengan budaya setempat. Namun dari hasil pengamatan kenapa hasil
nilai indeks PW paling kecil karena PW merupakan sosok yang kurang akrab
dengan warga sekitar. Walaupun PW merupakan warga asli Watugede, namun
petani kurang begitu tau kharakteristiknya. Beliau sosok yang tenang dan
berbicara jika dibutuhkan saja dan kurang menyukai basa-basi. Hal inilah yang
membuat warga petani menjawab kuesioner dengan nilai cukup sesuai.
6.3.2.4 Modal Moral
Modal Moral merupakan modal terakhir dalam pembagian modal dan dalam
kategori modal eksternal. Modal moral fokus kepada indikator opini positif
publik. Opini positif publik adalah bagaimana tanggapan atau pandangan
85
masyarakat tentang pemimpin lokal. Total nilai indeks modal moral pada
masingmasing pemimpin lokal dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Nilai Indeks Modal Moral pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Pemimpin Lokal Indikator Modal Moral
Opini Positif Publik
FR* 1.7
PW 1.3
SK 1.45
TM 1.4 *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Pada tabel 26 terlihat bahwa pemimpin lokal FR memiliki indek tertinggi
dibandingkan ketiga pemimpin lokal lainnya. Hal ini karena memang FR
merupakan ketua Gapoktan yang menjalankan program LDPM. Masyarakat petani
menilai sangat positif tentang keberadaannya. Keputusan-keputusan yang diambil
oleh FR selalu menguntungkan petani. Oleh karena itu sebagian besar responden
memberikan tanggapan positif kepada FR.
Nilai indeks modal moral dipengaruhi oleh persentase jawaban responden.
Pada pemimpin lokal FR sebanyak 70% responden menjawab sangat positif
mengenai pendapat mereka tentang pemimpin lokal FR. Petani memandang FR
adalah pribadi yang sangat baik dan perhatian. Oleh sebab itu terdapat opini
positif yang berkembang dikalangan warga petani tentang ketua Gapoktan.
Kemudian pada pemimpin lokal PW, terdapat 50% responden menjawab
positif mengenai tanggapan mereka tentang PW. Hal ini ditunjukkan dari warga
desa memandang PW merupakan pribadi yang baik, terdapat opini positif yang
berkembang tentang PW dikalangan warga. Warga menyebutkan bahwa beliau
terkenal rajin dan bertanggung jawab dalam bekerja.
Tidak jauh berbeda dengan pemimpin lokal SK. Sebanyak 50% responden
menjawab bahwa tanggapan mereka mengenai SK adalah sangat positif. Secara
keseluruhan, SK memiliki opini yang baik dikalangan masyarakat, SK dikenal
sebagai tokoh yang bijak dan paham kondisi desa dan memang saat ini beliau
cukup aktif di lapangan. Faktor lain yang membuat dukungan masyarakat petani
sangat positif yaitu SK ramah kepada semua orang dan murah senyum.
Terakhir adalah pemimpin lokal TM. Sebanyak 60% menjawab bahwa
pandangan mereka tentang TM adalah positif. TM memiliki opini positif di
kalangan masyarakat, khususnya daerah Watugede dan para elit desa seperti tokoh
86
masyarakat dan kyai lainnya. Apalagi TM merupakan tokoh masyarakat yang
disegani oleh para petani dan warga Watugede. Citra positif dari pemimpin lokal
TM tidak terbantahkan, sebagai seorang ustadz beliau sering memberikan nasehat-
nasehat di Gapoktan “Makmur Santosa” khususnya di program LDPM. Karakter
tokoh inilah yang meningkatkan citra positif dari diri TM.
6.3.3 Modal Internal dan Eksternal
Bordieu dalam Pengantar Paling komprehensif kepada Pemikiran Pierre
Bourdieu (1990) menyebutkan bahwa ranah dapat dipahami sebagai ranah
kekuatan dan perjuangan posisi dan otoritas legitimit, sementara logika yang
mengatur perjuangan-perjuangan ini adalah logika modal. Merujuk pada pendapat
ini maka pemimpin lokal dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat desa
tentunya tidak terlepas dari modal yang dimilikinya.
Terkait pembahasan sebelumnya, dapat dilihat kepemilikan kedua kategori
modal secara spesifik berdasarkan indikatornya. Namun dalam melihat apakah
modal-modal tersebut berpengaruh atau tidak terhadap kepemimpinan pemimpin
lokal maka perlu diakumulasi total nilai indeks dari setiap kategori modal. Nilai
indeks modal internal dan interpretasinya lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 27.
. Tabel 27. Nilai Indeks Modal Internal pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Pemimpin
Lokal
Modal Internal Total Interpretasi
M.Manusia M.Sosial M.Ekonomi
FR* 5.1 4.85 0.6 10.55 Sangat berpengaruh
PW 5.0 2.7 -0.2 7.5 Berpengaruh
SK 2.7 3.95 1.65 8.3 Sangat berpengaruh
TM 1.65 3.95 1.9 7.5 Berpengaruh *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Merujuk pada Tabel 27 terlihat bahwa modal internal yang dimiliki FR
memiliki nilai indeks yang paling tinggi dibandingkan dengan pemimpin lokal
yang lainnya, khususnya pada modal manusia. Hal ini menjelaskan bahwa
kemampuan, pengalaman, dan pendidikan merupakan indikator yang paling
berpengaruh dalam kepemilikian modal internal pemimpin lokal FR. Total nilai
yang dimiliki FR adalah 10.55 yang berarti dapat disimpulkan bahwa FR
merupakan pemimpin lokal yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat petani
Desa Watugede.
87
Pemimpin lokal SK menempati urutan kedua dalam total nilai modal internal
dari keempat pemimpin lokal. Berbeda halnya dengan FR, modal tertinggi yang
dimiliki SK adalah modal sosial dan yang terendah adalah modal ekonomi. Hal ini
menunjukkan bahwa modal sosial sangat berpengaruh dalam kategori modal
internal yang dimiliki oleh SK sedangkan modal ekonomi hanya memiliki
pengaruh yang sedikit. Total nilai indeks modal internal yang dimiliki SK adalah
8.3. Berdasarkan indikator yang sudah dibuat sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa SK merupakan pemimpin lokal yang sangat berpengaruh
terhadap masyarakat petani Desa Watugede.
Tidak jauh berbeda dengan FR, modal manusia yang dimiliki pemimpin lokal
PW merupakan modal yang tertinggi dibandingkan kedua modal lainnya dalam
kategori modal internal. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan, pengalaman,
dan tingkat pendidikan yang dimiliki pemimpin lokal PW merupakan indikator
yang paling berpengaruh. Total nilai indeks modal internal yang dimiliki oleh
pemimpin lokal PW adalah 7.5, hal ini dapat menyatakan bahwa PW merupakan
pemimpin lokal yang berpengaruh terhadap masyarakat petani Desa Watugede.
Sama halnya dengan pemimpin lokal SK, pemimpin lokal TM memiliki nlai
indeks sosial tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial berpengaruh
dalam kepemilikan modal internal yang dimiliki oleh TM. Modal internal yang
dimiliki pemimpin lokal TM mempunyai nilai sebesar 7.5. Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa TM merupakan pemimpin lokal yang berpengaruh terhadap
masyarakat petani Desa Watugede.
Merujuk pada penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa dari seluruh modal
dalam kategori modal internal yang paling berpengaruh adalah modal manusia
dan modal sosial. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan, pengalaman baik
dibidangnya maupun diluar bidangnya serta tingkat pendidikan merupakan
indikator yang berpengaruh dalam modal internal yang dimiliki pemimpin lokal.
Tidak hanya itu dukungan masyarakat, keluasan jaringan dan reputasi juga
merupakan salah satu kategori penting yang berpengaruh pada diri pemimpin
lokal.
Pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin lokal selain dipengaruhi oleh modal
internal, tentunya juga dipengaruhi oleh modal eskternal. Modal eksternal
88
merupakan modal yang berasal dari luar pemimpin lokal. Terkait hal tersebut
untuk melihat besar pengaruh modal eksternal pada pemimpin lokal, perlu dilihat
akumulasi dari jumlah nilai indeks modal institusi, simbolik, budaya, dan moral.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Indeks Modal Eksternal Pada Masing-masing Pemimpin Lokal
Pemimpin
Lokal
Modal Eksternal Total Interpretasi
Modal
Institusi
Modal
Simbolik
Modal
Budaya
Modal
Moral
FR 4.9 2.1 0.9 1.7 9.6 Sangat
berpengaruh
PW 3.65 1.2 -0.25 1.3 5.9 Berpengaruh
SK -0.9 1.25 1.25 1.45 3.05 Berpengaruh
TM 2.75 0.9 1.8 1.4 6.85 Berpengaruh
Tabel 28 menunjukkan bahwa pemimpin lokal FR memiliki modal eksternal
yang paling tinggi dibandingkan ketiga pemimpin lokal yang lainnya, khususnya
pada modal institusi. Terdapat selisih yang cukup jauh antara FR dengan ketiga
pemimpin lokal lainnya, baik dalam modal institusi maupun total modal eksternal.
Hal ini menunjukkan bahwa modal institusi yang dimiliki FR mempengaruhi
modal eksternal yang dimilikinya, untuk itu dapat dikatakan bahwa dukungan,
ideologi, dan pengaruh institusi adalah indikator yang paling berpengaruh dalam
kepemilikan modal eksternal FR.
Total nilai indeks modal eksternal dari akumulasi keempat modal adalah 9.6.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa modal eksternal yang dimiliki oleh
pemimpin lokal FR menyatakan bahwa FR merupakan pemimpin lokal yang
sangat berpengaruh terhadap masyarakat petani Desa Watugede.
Selanjutnya adalah pemimpin lokal TM. Beliau memiliki nilai modal
eksternal tertinggi kedua setelah FR, namun terdapat selisih nilai yang cukup jauh
antara FR dan TM, yaitu antara 9.6 dan 6.85. Merujuk dari keempat modal dalam
kategori modal eksternal, yang paling berpengaruh terhadap kepemilikan modal
eksternal TM adalah modal institusi. Hal ini menunjukkan bahwa kesesuaian
ideologi institusi dengan kebijakan TM dalam mengelola Gapoktan dan program
LDPM memberikan pengaruh yang baik dalam kepemimpinannya di desa
Watugede. Adapun total nilai indeks modal eksternal yang dimiliki oleh
pemimpin lokal TM adalah 6.85, oleh sebab itu menurut indikator dalam definisi
89
operasional dapat disimpulkan modal eksternal yang dimiliki oleh pemimpin lokal
TM menyatakan bahwa TM memiliki pengaruh yang besar terhadap warga petani
Desa Watugede.
Merujuk pada Tabel 28, pemimpin lokal SK memiliki nilai modal eksternal
yang paling rendah dibandingkan dengan ketiga pemimpin lokal lainnya. Hal ini
dikarenakan cukup rendahnya modal simbolik, modal budaya serta kurang
mendukungnya modal institusi yang dimiliki oleh SK. Walaupun begitu modal
yang paling tinggi nilainya dalam modal eksternal SK adalah modal moral. Hal ini
menunjukkan bahwa SK memiliki opini positif yang baik dikalangan warga petani
Desa Watugede. Adapun total nilai indeks modal eksternal yang dimiliki
pemimpin lokal DM adalah 3.05, hal ini menunjukkan bahwa modal eksternal
yang dimiliki oleh pemimpin lokal SK menyatakan bahwa SK berpengaruh
terhadap warga petani Desa Watugede.
Terakhir adalah pemimpin lokal PW. Pemimpin lokal PW juga memiliki
modal institusi yang paling tinggi, hal ini tidak jauh berbeda dengan FR dan TM.
Tingginya modal institusi yang dimiliki PW memiliki arti bahwa keterlibatan PW
dalam institusi pertanian berpengaruh terhadap kepemimpinannya di Gapoktan
“Makmur Santosa”. Total nilai indeks modal eksternal yang dimiliki oleh
pemimpin lokal PW adalah 5.9, oleh sebab itu berdasarkan indikator dalam
metodologi penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa modal eksternal yang
dimiliki oleh pemimpin lokal PW menyatakan bahwa PW merupakan pemimpin
lokal yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Melihat tabel di atas dapat terlihat bahwa modal institusi merupakan modal
yang memiliki nilai indeks yang cukup merata pada keempat pemimpin lokal
tersebut. Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa keterlibatan institusi
pertanian dalam setiap pengambilan keputusan pemimpin lokal merupakan salah
satu indikator yang paling sering mempengaruhi kepemilikan modal ekternal
pemimpin lokal.
Modal internal dan eksternal yang dimiliki oleh pemimpin lokal tentunya
mempengaruhi sejauh mana pengaruh yang dimilikinya terhadap masyarakat,
untuk itu perlu dilihat total akumulasi modal internal dan eksternal masing-masing
90
pemimpin lokal. Total nilai indeks modal dan interpretasinya lebih jelas dapat
dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Total Nilai Indeks Modal dan Interpretasinya pada Masing-masing
Pemimpin Lokal
Pemimpin
Lokal
Modal Total Interpretasi
Internal Eksternal
FR* 10.55 9.6 20.15 Sangat Berpengaruh
PW 7.5 5.9 13.4 Berpengaruh
SK 8.3 3.05 11.35 Berpengaruh
TM 7.5 6.85 14.35 Berpengaruh *) Nama Inisial Pemimpin Lokal
Pada Tabel 29 di atas terlihat bahwa pada seluruh pemimpin lokal, modal
internal lebih tinggi dibandingkan modal eksternal. Pada pemimpin lokal FR
memiliki nilai akumulasi modal paling tinggi yaitu 20.15, dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan kepemilikan modal pemimpin lokal FR, maka FR termasuk
pemimpin yang sangat berpengaruh. Kemudian pada pemimpin lokal PW, SK dan
TM yang memiliki total nilai modal masing-masing 13.4, 11.35 dan 14.35, maka
merujuk pada indikator pada metodologi penelitian dapat disimpulkan bahwa
modal yang dimiliki oleh pemimpin lokal PW, SK, dan TM menyatakan bahwa
ketiga pemimpin lokal tersebut berpengaruh kepada masyarakat Desa Watugede.
6.4 Keterkaitan Modal dengan Keterlibatannya dalam Tahapan Program
LDPM.
6.4.1 Pengaruh Kepemilikan Modal pada Tahapan Program
6.4.1.1 Tahapan Perencanaan
Umumnya pada sebuah program terdiri dari tiga tahapan yaitu tahapan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Salah satu cara untuk melihat peran
pemimpin lokal dalam program LDPM adalah dengan melihat keterlibatannya
dalam tahapan program tersebut. Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan
perencanaan dapat dilihat dari dua indikator yaitu kehadiran dan konsep program.
Kehadiran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keikutsertaan pemimpin
lokal dalam rapat atau musyawarah yang diadakan saat perencanaan program,
sedangkan konsep program adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam
menentukan konsep program yang dilaksanakan.
91
Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan perencanaan dipengaruhi oleh
modal yang dimilikinya. Oleh sebab itu pertama kali perlu dilihat apakah
kepemilikan modal berpengaruh terhadap keterlibatan masing-masing pemimpin
lokal pada tahap perencanaan. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Tabel 30.
Berikut disajikan hasil analisa data dengan regresi linier untuk menguji ada
tidaknya pengaruh modal internal dan modal eksternal terhadap keterlibatan
pemimpin lokal dalam tahapan perencanaan.
Tabel 30 Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan Perencanaan
Modal Pemimpin Lokal
FR PW TM SK
T Sig. t Sig. t Sig. T Sig.
Modal Internal 2.995 0.008* 2.397 0.028
* 3.406 0.003
* 2.225 0.040
*
Modal Eksternal 3.576 0.002* 2.185 0.043
* 3.119 0.006
* 2.145 0.047
*
R2 = 64.9% R
2 = 36.7% R
2 = 61.8% R
2 = 35.7%
Keterangan: t = Statistik Uji, (*) p-value < α (10%)
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa kepemilikan modal internal dan
modal eksternal setiap pemimpin lokal berpengaruh signifikan pada tahap
perencanaan (p < α = 0.100). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi modal
internal dan modal eksternal yang dimiliki maka semakin tinggi keterlibatan
pemimpin lokal dalam tahapan perencanaan.
Ditinjau dari nilai R2, diketahui bahwa pemimpin lokal FR memiliki
keterlibatan paling tinggi dalam tahap perencanaan dengan nilai R2 sebesar
64.9%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal eksternal dengan nilai
koefisien yang lebih tinggi. Hal ini ditunjang dari jawaban responden yang
menyatakan bahwa pemimpin lokal FR memiliki modal internal dan eksternal
yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap perencanaan.
Selanjutnya pemimpin lokal PW memiliki keterlibatan dalam tahap
perencanaan yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar
36.7%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal internal. Hal ini ditunjang
dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal PW memiliki
modal internal yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap
perencanaan.
Selanjutnya pemimpin lokal TM memiliki keterlibatan dalam tahap
perencanaan yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar
92
61.8%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal internal. Hal ini ditunjang
dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal TM memiliki
modal internal yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap
perencanaan.
Pada pemimpin lokal SK memiliki keterlibatan dalam tahap perencanaan
yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar 35.7%, di mana
yang paling berpengaruh adalah modal internal. Hal ini ditunjang dari jawaban
responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal SK memiliki modal internal
yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap perencanaan.
6.4.1.2 Tahapan Pelaksanaan
Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Keterlibatan pemimpin lokal
dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat dari tiga hal yaitu, sumbangsih
pemikiran,sumbangsih materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek.
Sumbangsih pemikiran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan
pemimpin lokal dalam menyumbangkan pemikirannya dalam mengambil
kebijakan saat pelaksanaan program. Sedangkan yang dimaksud dengan
sumbangsih materi adalah kemampuan pemimpin lokal dalam mendukung
pelaksanaan program dengan materi (uang) yang dimilikinya. Terakhir adalah
keterlibatan sebagai anggota proyek, yang dimaksud dengan keterlibatan sebagai
anggota proyek adalah keterlibatan secara aktif pemimpin lokal dalam hal-hal
teknis dilapangan.
Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan pelaksanaan dipengaruhi oleh
modal yang dimilikinya. Oleh sebab itu pertama kali perlu dilihat apakah
kepemilikan modal berpengaruh terhadap keterlibatan masing-masing pemimpin
lokal pada tahap pelaksanaan. Berikut adalah hasil uji statistik pada masing-
masing pemimpin lokal pada modal internal dan eksternal yang lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 30.
Berikut disajikan hasil analisa data dengan regresi linier untuk menguji ada
tidaknya pengaruh modal internal dan modal eksternal terhadap keterlibatan
pemimpin lokal dalam tahapan pelaksanaan.
93
Tabel 31. Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan Pelaksanaan
Modal Pemimpin Lokal
FR PW TM SK
T Sig. t Sig. T Sig. T Sig.
Modal Internal 2.746 0.014* 6.073 0.000
* 2.781 0.013
* 2.216 0.041
*
Modal Eksternal 4.081 0.001* 2.408 0.028
* 3.024 0.008
* 2.278 0.036
*
R2 = 67.0% R
2 = 70.7% R
2 = 56.1% R
2 = 36.9%
Keterangan: t = Statistik Uji, (*) p-value < α (10%)
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa kepemilikan modal internal dan
modal eksternal setiap pemimpin lokal berpengaruh signifikan pada tahap
pelaksanaan (p < α = 0.100). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi modal
internal dan modal eksternal yang dimiliki maka semakin tinggi keterlibatan
pemimpin lokal dalam tahapan pelaksanaan.
Ditinjau dari nilai R2, diketahui bahwa pemimpin lokal PW memiliki
keterlibatan paling tinggi dalam tahap pelaksanaan dengan nilai R2 sebesar 70.7%,
di mana yang paling berpengaruh adalah modal internal dengan nilai koefisien
yang lebih tinggi. Hal ini ditunjang dari jawaban responden yang menyatakan
bahwa pemimpin lokal PW memiliki modal internal dan eksternal yang tinggi dan
memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan.
Selanjutnya pemimpin lokal FR memiliki keterlibatan dalam tahap
pelaksanaan yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar
67.0%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal eksternal. Hal ini
ditunjang dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal FR
memiliki modal eksternal yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
tahap pelaksanaan.
Selanjutnya pemimpin lokal TM memiliki keterlibatan dalam tahap
pelaksanaan yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar
56.1%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal eksternal. Hal ini
ditunjang dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal TM
memiliki modal eksternal yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
tahap pelaksanaan.
Selanjutnya pemimpin lokal SK memiliki keterlibatan dalam tahap
pelaksanaan yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar
36.9%, di mana yang paling berpengaruh adalah modal eksternal. Hal ini
94
ditunjang dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal SK
memiliki modal eksternal yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
tahap pelaksanaan.
6.4.1.3 Tahapan Evaluasi
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi. Keterlibatan pemimpin lokal dalam
tahap evaluasi dapat dilihat dari dua hal yaitu, keterlibatan serta kritik dan saran.
Keterlibatan yang dimaksud pada tahap evaluasi dalam penelitian ini adalah
keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau musyawarah yang diadakan saat
program berakhir. Sedangkan yang dimaksud dengan kritik dan saran adalah
keterlibatan pemimpin lokal dalam menyumbangkan kritik, saran, atau argumen
terhadap program yang telah dilaksanakan.
Keterlibatan pemimpin lokal pada tahapan evaluasi dipengaruhi oleh modal
yang dimilikinya. Oleh sebab itu pertama kali perlu dilihat apakah kepemilikan
modal berpengaruh terhadap keterlibatan masing-masing pemimpin lokal pada
tahap evaluasi. Berikut adalah hasil uji statistik pada masing-masing pemimpin
lokal pada modal internal dan eksternal yang lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 32.
Berikut disajikan hasil analisa data dengan regresi linier untuk menguji ada
tidaknya pengaruh modal internal dan modal eksternal terhadap keterlibatan
pemimpin lokal dalam tahapan evaluasi.
Tabel 32. Hasil Regresi Linier Pengaruh Modal Internal dan Modal Eksternal
Terhadap Keterlibatan Pemimpin Lokal dalam Tahapan Evaluasi
Modal Pemimpin Lokal
FR PW TM SK
T Sig. T Sig. T Sig. t Sig.
Modal Internal 3.098 0.007* 2.969 0.009
* 2.522 0.022
* 2.934 0.009
*
Modal Eksternal 4.049 0.001* 3.035 0.007
* 2.480 0.024
* 3.050 0.007
*
R2 = 68.8% R
2 = 49.9% R
2 = 48.7% R
2 = 51.0%
Keterangan: t = Statistik Uji, (*) p-value < α (10%)
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa kepemilikan modal internal dan
modal eksternal setiap pemimpin lokal berpengaruh signifikan pada tahap evaluasi
(p < α = 0.100). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi modal internal dan
modal eksternal yang dimiliki maka semakin tinggi keterlibatan pemimpin lokal
dalam tahapan evaluasi.
95
Ditinjau dari nilai R2, diketahui bahwa pemimpin lokal FR memiliki
keterlibatan paling tinggi dalam tahap evaluasi dengan nilai R2 sebesar 68.8%, di
mana yang paling berpengaruh adalah modal eksternal dengan nilai koefisien
yang lebih tinggi. Hal ini ditunjang dari jawaban responden yang menyatakan
bahwa pemimpin lokal FR memiliki modal internal dan eksternal yang tinggi dan
memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap evaluasi.
Selanjutnya pemimpin lokal PW memiliki keterlibatan dalam tahap evaluasi
yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar 49.9%, di mana
yang paling berpengaruh adalah modal eksternal. Hal ini ditunjang dari jawaban
responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal PW memiliki modal eksternal
yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap evaluasi.
Selanjutnya pemimpin lokal TM memiliki keterlibatan dalam tahap evaluasi
yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar 48.7%, di mana
yang paling berpengaruh adalah modal internal. Hal ini ditunjang dari jawaban
responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal TM memiliki modal internal
yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap evaluasi.
Selanjutnya pemimpin lokal SK memiliki keterlibatan dalam tahap evaluasi
yang didukung oleh kepemilikan modal dengan nilai R2 sebesar 51.0%, di mana
yang paling berpengaruh adalah modal eksternal. Hal ini ditunjang dari jawaban
responden yang menyatakan bahwa pemimpin lokal SK memiliki modal eksternal
yang tinggi dan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam tahap evaluasi.
96
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pemimpin lokal yang berpengaruh terhadap masyarakat petani khususnya di
program LDPM terdiri dari empat orang yaitu FR, PW, SK, dan TM. FR
merupakan pemimpin lokal yang berasal dari basis institusi yang memiliki
etos kerja yang tinggi serta memiliki pengalaman mengelola kelembagaan
yang baik. PW yang berasal dari basis terpelajar merupakan sosok yang rajin
serta memiliki sifat kepedulian yang tinggi terhadap petani. Selanjutnya, SK
yang berasal dari basis tokoh masyarakat merupakan sosok yang paham
kondisi desa serta bijak dalam mengambil setiap keputusan di program
LDPM. Terakhir, TM yang berasal dari basis elit agama merupakan sosok
yang bijaksana dan kerap menyampaikan nilai-nilai relijius dalam setiap
kegiatan program LDPM.
2. Berdasarkan hasil indeks pengaruh modal pemimpin lokal diketahui FR
memiliki nilai modal tertinggi dengan nilai 20.15 yang masuk dalam kategori
sangat berpengaruh. Selanjutnya, nilai modal PW, SK dan TM masing-masing
13.4, 11.35, dan 14.35 yang masuk dalam kategori berpengaruh. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi indeks modal pemimpin lokal maka
semakin tinggi pula tingkat keterlibatan pemimpin lokal dalam tahapan
program LDPM.
3. Pemimpin lokal FR mempunyai nilai indeks modal yang tinggi baik modal
internal maupun eksternal cenderung aktif dalam setiap tahapan program
LDPM mulai perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. PW memiliki indeks
modal internal yang lebih tinggi dibanding modal eksternal yang aktif dalam
kegiatan pelaksanaan program. SK memiliki indeks modal internal yang lebih
tinggi dibanding modal eksternal yang aktif di perencanaan program. TM
memiliki indeks modal internal yang lebih tinggi dibanding modal eksternal
yang aktif di evaluasi program. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
keterlibatan pemimpin lokal dalam tahapan program LDPM dipengaruhi oleh
tingkat indeks modal yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin.
97
7.2 Saran
1. Pemimpin lokal sebaiknya juga berasal dari tokoh-tokoh yang pengalaman
dan berkompetensi di bidang kelembagaan khususnya program LDPM.
Kualitas sumber daya manusia di program LDPM masih cukup rendah,
diperlukan regenerasi kepemimpinan lokal. Hal ini penting dilakukan
mengingat keberhasilan program ditentukan oleh kemampuan pemimpin lokal
dalam menjalankan roda kebijakan.
2. Modal institusi yang berupa dukungan dinas pertanian setempat masih cukup
rendah di program LDPM, diperlukan peningkatan kerja sama yang lebih
intensif berupa pendampingan petugas pertanian lapangan (PPL) pada setiap
kegiatan program LDPM.
3. Kontribusi pemimpin lokal pada masing-masing tahapan program LDPM
masih cukup rendah, hal ini terlihat dari spesialisasi kemampuan yang
cenderung aktif di salah satu tahapan program. Sebaiknya keempat pemimpin
lokal mulai menyamakan visi dan misi pada program yang mereka jalankan.
Diperlukan kegiatan workshop dari dinas pertanian terkait untuk
meningkatkan pemahaman pemimpin lokal dalam menjalankan setiap agenda
kebijakan di program LDPM.
98
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi
Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Bordieu. 1990. Posisi Teoritis Dasar. Mahar Cheleen, Harker Richard,
Wilkes Chris (eds). Pengantar Paling komprehensif kepada Pemikiran
Pierre Bordieu. Jalasutra. Bandung
Casey, Kimberly L. 2008. Defining Politic Capital: A Reconsideration of
Bourdieu’s Interconvertibility Theory. Dalam Jurnal
Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-organisasi modern. UI-Press. Jakarta
Kartodirjo, Sartono. 1990. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial. LP3ES. Jakarta
Nasution, Zulkarimen. 1998. Komunikasi Pembangunan. Rajawali Pers. Jakarta
Nordholt, Nico Schulte. 1987. Ojo Dumeh - Kepemimpinan Lokal Dalam
Pembangunan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Sajogyo, Pudjiwati. 2007. Sosiologi Pedesaan. Gajah Mada University Press.
Yogjakarta
Sembiring, R. K., 1995. Analisis Regresi. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. PT
Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Usat, Martinus. 2013. Fungsi Kepemimpinan Kepala Adat Dalam Pembangunan
Desa Kelubir Kecamatan Tanjung Palas Utara Kabupaten Bulungan.
Dalam Jurnal Administrasi Negara.
99
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Kuesioner Penelitian
Pengaruh Modal Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program Pembangunan
( Studi Kasus Pada Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) di
Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Malang )
1. Nama : (L/P)
2. Usia :
3. Pendidikan formal terakhir :
4. Status : (Menikah/Belum Menikah/Cerai)
5. Pekerjaan :
6. Lama Bekerja : (tahun)
7. Luas Lahan :
8. Aktif Organisasi :
9. Alamat :
DAFTAR PERTANYAAN KUISIONER
1.1 Modal Manusia
1) Seberapa mampu pemimpin lokal dapat menjalankan tugas dan kewajibannya?
a. Sangat Mampu
b. Mampu
c. Cukup Mampu
d. Sedikit Mampu
e. Tidak Mampu
2) Bagaimana kiprah pemimpin lokal dalam bidang yang digelutinya, khususnya
dalam mengontrol organisasi kelembagaan?
a. Sangat Berpengalaman
b. Berpengalaman
c. Cukup Berpengalaman
d. Sedikit Berpengalaman
e. Tidak Berpengalaman
Tanggal :
No Kuesioner :
MM01
MM02
100
3) Bagaimana pengalaman dan kiprahnya di luar bidangnya, khususnya selain
pengalaman di organisasi kelembagaan LDPM?
a. Sangat Berpengalaman
b. Berpengalaman
c. Cukup Berpengalaman
d. Sedikit Berpengalaman
e. Tidak Berpengalaman
4) Apa tingkat pendidikan terakhir pemimpin lokal?
a. Sarjana
b. Diploma
c. SMA
d. SMP
e. Di Bawah SMP
1.2 Modal Sosial
5) Bagaimana dukungan masyarakat, kelompok, individu, kepada pemimpin lokal
berbentuk sikap yang tidak membantah dan mendukung kebijakan pemimpin
lokal?
a. Sangat Mendukung
b. Mendukung
c. Cukup Mendukung
d. Sedikit Mendukung
e. Tidak Mendukung
6) Seberapa kuat kekuatan dan keluasan jaringan yang dimiliki oleh pemimpin
lokal?
a. Sangat Mendukung
b. Mendukung
c. Cukup Mendukung
d. Sedikit Mendukung
e. Tidak Mendukung
7) Sejauh mana pemimpin lokal dikenal atau familiar di masyarakat?
a. Sangat Dikenal
b. Dikenal
c. Cukup Dikenal
d. Sedikit Dikenal
e. Tidak Dikenal
1.3 Modal Ekonomi
8) Bagaimana dukungan keuangan yang dimiliki pemimpin lokal dalam membiayai
segala aktivitasnya?
a. Sangat Mendukung
b. Mendukung
c. Cukup Mendukung
d. Sedikit Mendukung
e. Tidak Mendukung
1.4 Modal Institusi
9) Bagaimana dukungan yang diberikan institusi (dinas pertanian) kepada pemimpin
dalam menjalankan kebijakan – kebijakan pemimpin lokal tersebut?
a. Sangat Mendukung
b. Mendukung
c. Cukup Mendukung
d. Sedikit Mendukung
e. Tidak Mendukung
10) Bagaimana kesesuaian pemimpin lokal dalam menjalankan kebijakan –
kebijakannya dengan ideology dari institusi (dinas pertanian)?
a. Sangat Sesuai
b. Sesuai
c. Cukup Sesuai
d. Sedikit Sesuai
e. Tidak Sesuai
MM03
MM04
MS01
MS02
MS03
ME01
MI01
MI02
101
11) Sejauh mana institusi (dinas pertanian) memberikan pengaruh positif kepada
pemimpin lokal, baik dalam hal pengaruhnya kepada masyarakat maupun
pelaksanaan kebijakan?
a. Sangat Berpengaruh
b. Berpengaruh
c. Cukup Berpengaruh
d. Sedikit Berpengalaman
e. Tidak Berpengaruh
1.5 Modal Simbolik
12) Bagaimana wibawa atau kehormatan yang dimiliki oleh pemimpin lokal dalam
mempengaruhi masyarakat?
a. Sangat Terhormat
b. Terhormat
c. Cukup Terhormat
d. Sedikit Terhormat
e. Tidak Terhormat
13) Bagaimana latar belakang pendidikan pemimpin lokal dilihat dari dimana/tempat
pemimpin lokal tersebut menuntut ilmu?
a. Sangat Terkenal
b. Terkenal
c. Cukup Terkenal
d. Sedikit Terkenal
e. Tidak Terkenal
1.6 Modal Budaya
14) Bagaimana kesesuaian tingkah laku, kebijakan, dan aktivitas pemimpin lokal
dengan budaya lokal setempat?
a. Sangat Sesuai
b. Sesuai
c. Cukup Sesuai
d. Sedikit Sesuai
e. Tidak Sesuai
1.7 Modal Moral
15) Bagaimana tanggapan atau pandangan masyarakat tentang pemimpin lokal dalam
LDPM?
a. Sangat Positif
b. Positif
c. Cukup Positif
d. Sedikit Positif
e. Tidak Positif
2. Tahapan Perencanaan
16) Bagaimana kehadiran dan keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau
musyawarah yang diadakan saat perencanaan program?
a. Selalu Hadir
b. Sering Hadir
c. Kadang – kadang hadir
d. Jarang hadir
e. Tidak Pernah Hadir
17) Bagaimana keterlibatan pemimpin lokal dalam menentukan konsep program yang
akan dilaksanakan?
a. Selalu Terlibat
b. Sering Terlibat
c. Kadang – kadang Terlibat
d. Jarang Terlibat
e. Tidak Pernah Terlibat
3. Tahapan Pelaksanaan
18) Bagaimana keterlibatan pemimpin lokal dalam hal – hal teknis di lapangan?
a. Selalu Terlibat
b. Sering Terlibat
d. Jarang Terlibat
e. Tidak Pernah Terlibat
MI03
MSm01
MSm02
MB01
MMr01
TPr01
TPr02
TPl01
102
c. Kadang – kadang Terlibat
19) Bagaiamana keterlibatan dan kemampuan pemimpin lokal dalam mendukung
pelaksanaan program dengan materi (uang) yang dimilikiny?
a. Selalu Terlibat
b. Sering Terlibat
c. Kadang – kadang Terlibat
d. Jarang Terlibat
e. Tidak Pernah Terlibat
4. Tahapan Evaluasi
20) Bagaimana kehadiran dan keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau
musyawarah yang diadakan saat program berakhir?
a. Selalu Hadir
b. Sering Hadir
c. Kadang – kadang hadir
d. Jarang hadir
e. Tidak Pernah Hadir
21) Bagaimana keterlibatan pemimpin lokal dalam menyumbangkan kritik, saran,
atau argumen terhadap program yang telah dilaksanakan.
a. Selalu Terlibat
b. Sering Terlibat
c. Kadang – kadang Terlibat
d. Jarang Terlibat
e. Tidak Pernah Terlibat
TPl02
TE01
TE02
103
Lampiran 2. Data Responden
No. Nama Usia Luas
Lahan /ha
Pekerjaan Utama L/P Pendidikan
terakhir
Alamat
1 Fahrur Rozzy 40 2,5 Pedagang L S1 RT 02/RW 02 Dusun Sanan
2 Solikhan 41 5 Penebas L SMA RT 01/RW 01 Dusun Sanan
3 Khoirul Rozikin 38 2 Penebas L SMA RT 02/RW 02 Dusun Sanan
4 Purwanto 41 0,25 Petani L S1 RT 02/RW 10 Dusun Krajan
5 Tamsir 53 7 Petani L SR RT 02/RW 12 Dusun Krajan
6 Khusairi 46 0,25 Buruh Pabrik L SMP RT 02/RW 02 Dusun Sanan
7 Mustari 58 0,75 Petani L SR RT 02/RW 02 Dusun Sanan
8 H. Dulamat 61 0,5 Petani L SR RT 02/RW 02 Dusun Sanan
9 Waji 61 1,5 Petani L SR RT 02/RW 12 Dusun Krajan
10 Samun 58 3 Petani L SR RT 01/RW 03 Dusun Sanan
11 Buari – Budi 38 0,5 Buruh Pabrik L SMA RT 02/RW 03 Dusun Sanan
12 Suwondo 52 1 Petani L SMP RT 02/RW 03 Dusun Sanan
13 Bagio 55 2,5 Petani L SMA RT 02/RW 09 Dusun Krajan
14 Njoto 56 1 Buruh Tani L SR RT 02/RW 04 Dusun Krajan
15 Sakri 43 1 Waker L SMA RT 02/RW 05 Dusun Krajan
16 Ngatimin 47 0,5 Waker L SMP RT 01/RW 08 Dusun Krajan
17 Asman 47 1 Buruh Tani L SMP RT 01/RW 12 Dusun Krajan
18 Widi 41 0,75 Buruh Pabrik L SMK RT 02/RW 02 Dusun Sanan
19 Suratman 52 1,5 Buruh Pabrik L SMA RT 02/RW 02 Dusun Sanan
20 Nasipan 53 1,5 Ojek L SR RT 01/RW 12 Dusun Krajan
104
Lampiran 3. Dokumentasi atau foto terkait penelitian di Desa Watugede,
Singosari, Malang
105
Lampiran 4. Hubungan Modal Terhadap Tahapan Program
Lampiran A. Hubungan Modal Internal dan Modal Eksternal terhadap Perencanaan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
m
e
n
s
i
on
0
1 .806a .649 .608 .22935
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.656 2 .828 15.739 .000a
Residual .894 17 .053
Total 2.550 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
b. Dependent Variable: Perencanaan (FR)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.021 .387 2.642 .017
Modal Internal (FR) .780 .260 .453 2.995 .008
Modal Eksternal (FR) .802 .224 .540 3.576 .002
a. Dependent Variable: Perencanaan (FR)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
im
e
n
s
io
n0
1 .606a .367 .293 .42919
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
106
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.819 2 .909 4.936 .020a
Residual 3.131 17 .184
Total 4.950 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
b. Dependent Variable: Perencanaan (PW)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .979 .636 1.539 .142
Modal Internal (PW) 1.230 .513 .463 2.397 .028
Modal Eksternal (PW) .971 .444 .422 2.185 .043
a. Dependent Variable: Perencanaan (PW)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
m
e
ns
i
o
n0
1 .786a .618 .573 .35155
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.399 2 1.699 13.751 .000a
Residual 2.101 17 .124
Total 5.500 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
107
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.399 2 1.699 13.751 .000a
Residual 2.101 17 .124
Total 5.500 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
b. Dependent Variable: Perencanaan (SK)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.054 .401 2.627 .018
Modal Internal (SK) 1.267 .372 .524 3.406 .003
Modal Eksternal (SK) 1.300 .417 .480 3.119 .006
a. Dependent Variable: Perencanaan (SK)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
me
n
s
i
on0
1 .597a .357 .281 .25644
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .620 2 .310 4.711 .024a
Residual 1.118 17 .066
Total 1.738 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
b. Dependent Variable: Perencanaan (TM)
108
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.665 .455 3.657 .002
Modal Internal (TM) .605 .272 .433 2.225 .040
Modal Eksternal (TM) .810 .378 .417 2.145 .047
a. Dependent Variable: Perencanaan (TM)
Lampiran B. Hubungan Modal Internal dan Modal Eksternal terhadap Pelaksanaan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
im
en
s
i
o
n0
1 .819a .670 .631 .26571
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.437 2 1.219 17.261 .000a
Residual 1.200 17 .071
Total 3.638 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
b. Dependent Variable: Pelaksanaan (FR)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.878 .448 4.193 .001
Modal Internal (FR) .829 .302 .403 2.746 .014
Modal Eksternal (FR) 1.061 .260 .598 4.081 .001
109
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.878 .448 4.193 .001
Modal Internal (FR) .829 .302 .403 2.746 .014
Modal Eksternal (FR) 1.061 .260 .598 4.081 .001
a. Dependent Variable: Pelaksanaan (FR)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
di
m
e
n
s
io
n0
1 .841a .707 .672 .28294
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.277 2 1.638 20.464 .000a
Residual 1.361 17 .080
Total 4.638 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
b. Dependent Variable: Pelaksanaan (PW)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.655 .419 3.947 .001
Modal Internal (PW) 2.054 .338 .800 6.073 .000
Modal Eksternal (PW) .705 .293 .317 2.408 .028
a. Dependent Variable: Pelaksanaan (PW)
110
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
m
en
s
i
o
n0
1 .749a .561 .510 .39176
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.341 2 1.670 10.884 .001a
Residual 2.609 17 .153
Total 5.950 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
b. Dependent Variable: Pelaksanaan (SK)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.571 .447 5.751 .000
Modal Internal (SK) 1.153 .415 .458 2.781 .013
Modal Eksternal (SK) 1.405 .465 .498 3.024 .008
a. Dependent Variable: Pelaksanaan (SK)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
di
m
e
n
si
o
n0
1 .608a .369 .295 .28808
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .827 2 .413 4.981 .020a
Residual 1.411 17 .083
Total 2.238 19
111
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
b. Dependent Variable: Pelaksanaan (TM)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.945 .512 5.756 .000
Modal Internal (TM) .676 .305 .427 2.216 .041
Modal Eksternal (TM) .967 .424 .439 2.278 .036
a. Dependent Variable: Pelaksanaan (TM)
Lampiran C. Hubungan Modal Internal dan Modal Eksternal terhadap Evaluasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
di
m
en
si
o
n0
1 .829a .688 .651 .29189
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.189 2 1.595 18.716 .000a
Residual 1.448 17 .085
Total 4.637 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (FR), Modal Internal (FR)
b. Dependent Variable: Evaluasi (FR)
112
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.386 .492 2.816 .012
Modal Internal (FR) 1.027 .331 .442 3.098 .007
Modal Eksternal (FR) 1.156 .285 .577 4.049 .001
a. Dependent Variable: Evaluasi (FR)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
di
m
e
n
s
io
n0
1 .706a .499 .440 .30900
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.614 2 .807 8.454 .003a
Residual 1.623 17 .095
Total 3.237 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (PW), Modal Internal (PW)
b. Dependent Variable: Evaluasi (PW)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.129 .458 4.649 .000
Modal Internal (PW) 1.096 .369 .511 2.969 .009
Modal Eksternal (PW) .971 .320 .522 3.035 .007
a. Dependent Variable: Evaluasi (PW)
113
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
m
en
s
i
o
n0
1 .698a .487 .427 .48510
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.799 2 1.900 8.073 .003a
Residual 4.001 17 .235
Total 7.800 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (SK), Modal Internal (SK)
b. Dependent Variable: Evaluasi (SK)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.564 .554 2.824 .012
Modal Internal (SK) 1.295 .513 .450 2.522 .022
Modal Eksternal (SK) 1.426 .575 .442 2.480 .024
a. Dependent Variable: Evaluasi (SK)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
d
i
me
n
s
i
on0
1 .714a .510 .452 .25193
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
114
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.121 2 .561 8.832 .002a
Residual 1.079 17 .063
Total 2.200 19
a. Predictors: (Constant), Modal Eksternal (TM), Modal Internal (TM)
b. Dependent Variable: Evaluasi (TM)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.858 .447 6.389 .000
Modal Internal (TM) .783 .267 .498 2.934 .009
Modal Eksternal (TM) 1.132 .371 .518 3.050 .007
a. Dependent Variable: Evaluasi (TM)