analisis peran modal sosial pada kelompok ...repository.ub.ac.id/7839/1/erlina nur fadila.pdfsosial...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL PADA KELOMPOK NELAYAN DAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI DESA KALIBUNTU
KECAMATAN KRAKSAAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh:
ERLINA NUR FADILA NIM. 135080401111016
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL PADA KELOMPOK NELAYAN DAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI DESA KALIBUNTU
KECAMATAN KRAKSAAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
ERLINA NUR FADILA NIM. 135080401111016
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PPERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Desember, 2017
Judul : ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL PADA KELOMPOK
NELAYAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DI DESA KALIBUNTU KECAMATAN
KRAKSAAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA
TIMUR
Nama Mahasiswa : ERLINA NUR FADILA
NIM : 135080401111016
Program Studi : Agrobisnis Perikanan
Penguji Pembimbing :
Pembimbing 1 : DR. IR. ANTHON EFANI, MP
Pembimbing 2 : TIWI NURJANNATI UTAMI, S.PI, MM
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :
Dosen Penguji 1 : DR. IR EDI SUSILO, MS
Dosen Penguji 2 : MOCHAMMAD FATTAH, S.PI, M.SI
Tanggal Ujian : 14 Desember 2017
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penulisan Laporan Skripsi ini
mengenai “Analisis Peran Modal Sosial pada Kelompok Nelayan dan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan
Kabupaten Probolinggo Jawa Timur” adalah benar-benar merupakan hasil karya
sendiri dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya maupun pendapat
yang pernah ditulis ataupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang telah tertulis
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti ataupun dapat dibuktikan bahwa laporan
Skripsi ini hasil dari penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, Juni 2017
Mahasiswi
Erlina Nur Fadila
NIM. 135080401111016
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jalan Veteran Malang – 65145, Indonesia
Telp. +62-0341-553512, Fax. +62-0341-557837
E-mail : [email protected] http://www.fpik.ub.ac.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Erlina Nur Fadila
NIM : 135080401111016
Tempat / Tgl Lahir : Probolinggo, 19 September 1995
No. Tes Masuk P.T. : 4130684430
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
/ Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Agrobisnis Perikanan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Perum Taman Bandara Regency Blok D-1 Kelurahan Asrikaton Kab. Malang
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2001 2007 LULUS
2 S.L.T.P 2007 2010 LULUS
3 S.L.T.A 2010 2013 LULUS
4 Perguruan Tinggi Universitas Brawijaya 2013 2017 LULUS
5 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2013 2017 LULUS
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan saya sanggup menanggung segala akibatnya.
Malang, 04 Desember 2017
Hormat kami
(Erlina Nur Fadila)
*) Coret yang tidak perlu NIM. 135080401111016
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jalan Veteran Malang – 65145, Indonesia
Telp. +62-0341-553512, Fax. +62-0341-557837
E-mail : [email protected] http://www.fpik.ub.ac.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Erlina Nur Fadila
NIM : 135080401111016
Tempat / Tgl Lahir : Probolinggo, 19 September 1995
No. Tes Masuk P.T. : 4130684430
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
/ Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Agrobisnis Perikanan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Perum Taman Bandara Regency Blok D-1 Kelurahan Asrikaton Kab. Malang
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2001 2007
2 S.L.T.P 2007 2010
3 S.L.T.A 2010 2013
4 Perguruan Tinggi Universitas Brawijaya 2013 2017
5 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2013 2017
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan saya sanggup menanggung segala akibatnya.
Malang, 04 Desember 2017
Hormat kami
(Erlina Nur Fadila)
*) Coret yang tidak perlu NIM. 135080401111016
vi
RINGKASAN
ERLINA NUR FADILA. Analisis Peran Modal Sosial pada Kelompok Nelayan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo Jawa Timur (dibawah bimbingan Dr. Ir. Anthon Efani, MP dan Tiwi Nurjannati Utami, S.Pi, MM).
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu wilayah Indonesia yang
memiliki potensi sektor perikanan berlimpah dan dapat menjadi sumber pendapatan yang baik apabila dimanfaatkan atau dikelola secara maksimal oleh masyarakatnya. Adanya sumberdaya perikanan yang berlimpah, maka perlu dilakukannya pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan baik dan bijak, agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat nelayan dan dapat dinikmati secara berkesinambungan. Peran pemerintah dan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan serta pengelolaannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan diterapkan adalah dengan adanya kebijakan dalam penangkapan ikan di laut, contohnya larangan dalam penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem yang ada di laut serta penerapan standar ukuran ikan yang boleh ditangkap dan membatasi dalam penangkapan ikan agar tidak terjadi overfishing. Keberlangsungan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat terjadi apabila hubungan yang terjalin antar sesama masyarakat nelayan berjalan dengan baik. Maka dari itu perlu adanya analisis mengenai aspek sosial dalam masyarakat nelayan untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial yang terjalin antar sesama masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dan tetap menjaga kelestarian ekosistem yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan komponen modal sosial yang ada pada Kelompok Nelayan di Desa Kalibuntu yang meliputi kepercayaan, pranata sosial dan jaringan sosial serta untuk mengetahui dan menganalisis peran modal sosial pada Kelompok Nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Fokus penelitian digunakan peneliti agar supaya lebih mudah dalam memperoleh gambaran umum dan menyeluruh mengenai peran modal sosial pada kelompok nelayan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh secara langsung dengan melakukan pengamatan dan pencatatan dari hasil wawancara dan observasi. Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini meliputi penelitian terdahulu mengenai Modal Sosial serta profil Desa Kalibuntu. Data tersebut didapat dari kantor Kepala Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan. Metode pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan informan adalah dengan purposive sampling dan snowball sampling. Kemudian analisis data yang digunakan adalah menggunakan pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions: drawing/verifying). Setelah itu menentukan variabel, indikator dan item indikator dalam menentukan sifat atau nilai dari seseorang, objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian dapat ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai Kepercayaan dapat dilihat dari adanya kejujuran antar anggota kelompok dan ketua kelompok nelayan dalam
vii
penggunaan dana kelompok yang didapatkan dari pemerintah, kewajaran dalam pembagian hasil tangkapan antar anggota kelompok nelayan dengan pemilik kapal, egaliter merupakan sikap yang tidak membeda-bedakan, antara ketua kelompok dengan anggota kelompok lainnya, toleransi, tidak ada toleransi yang diberikan terhadap setiap anggota kelompok nelayan yang melanggar mengenai alat tangkap yang digunakan, serta kemurahan hati yang dinilai dari sikap berbaik hati antar sesama, kepedulian seseorang untuk menolong antar sesama nelayan maupun tidak, pada saat mengalami kesulitan keuangan. Pranata dapat dilihat dari adanya nilai-nilai yang dianut oleh anggota kelompok nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan serta tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Desa Kalibuntu, norma-norma dan sanksi-sanksi yang diberikan kepada setiap anggota yang melanggar peraturan serta aturan tertulis mengenai pemanfaatan sumberdaya perikanan, berikutnya aturan-aturan mengenai larangan terhadap setiap anggota kelompok nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan serta aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam Kelompok nelayan, aturan yang telah dibuat dan disepakati secara bersama-sama. Jaringan sosial yang meliputi partisipasi anggota Kelompok dalam setiap perkumpulan yang diadakan, pertukaran timbal balik mengenai transaksi jual beli yang dilakukan oleh nelayan di Desa Kalibuntu, solidaritas merupakan bentuk kepedulian antar sesama anggota maupun tidak apabila menemukan nelayan lain dalam kesulitan dilaut serta rasa kesetiakawanan dalam meringankan beban musibah yang dialami oleh teman, maupun kerabatnya, bentuk kerjasama yang terjalin antar ketua maupun anggota terjalin dengan baik dan pengaruh kerjasama tersebut dalam mencapai tujuan bersama, dan yang terakhir hubungan sosial, hubungan sosial dilihat dari seberapa sering masyarakat nelayan di Desa Kalibuntu menghabiskan waktu bersama untuk sekedar berinteraksi dengan sesama. Komunikasi merupakan sebuah alat yang digunakan oleh seseorang untuk dapat berinteraksi dengan baik antar sesama dan menjalin hubungan sosial yang baik antar sesama demi mencapai tujuan bersama. Bentuk hubungan sosial dapat dinilai dari komunikasi yang terjalin dengan baik antar sesama anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu.
Peran modal sosial dalam kelompok nelayan baik secara mengikat (bonding), menjembatani (bridging), dan mengaitkan (lingking) dapat mempererat hubungan sosial yang terjalin antar masyarakat nelayan sekitar perairan Desa Kalibuntu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada, hanya saja kurangnya organisasi ataupun perkumpulan antar setiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dikhawatirkan akan membuat kekompakan antar setiap kelompok yang ada menjadi renggang.
Dari hasil penelitan dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen modal sosial yang terbentuk dalam Kelompok nelayan di Desa Kalibuntu meliputi 3 prameter yaitu : Kepercayaan, Pranata dan Jaringan Sosial. Peran modal sosial dalam Kelompok nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, dilihat dari penggunaan alat tangkapnya. Adanya larangan dalam penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan membuat Kelompok nelayan di Desa Kalibuntu mematuhi peraturan tersebut. Hal itu didukung dengan adanya komponen modal sosial yang terbentuk dalam kelompok nelayan di Desa Kalibuntu.
Beberapa saran yang dapat peneliti berikan, mengenai perlu adanya organisasi kelompok nelayan yang mengumpulkan beberapa kelompok yang ada di Desa Kalibuntu agar kekerabatan dan keakraban yang terjalin antar kelompok nelayan semakin kuat. Dan diharapkan agar supaya kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dapat menjaga modal sosial yang sudah terbentuk agar lebih mudah untuk mencapai tujuan bersama.
viii
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian serta menyelesaikan
laporan Skripsi ini. Dan tak lupa pula, pada kesempatan kali ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Anthon Efani, MP selaku dosen pembimbing I dan Ibu Tiwi
Nurjannati Utami, S.Pi, MM selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan serta arahannya selama proses penyusunan laporan
skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Edi Susilo, MS dan Bapak Mochammad Fattah, S.Pi, M.Si
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran bagi penulis.
3. Terimaksih penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Bapak Humaidi
dan Ibu Siti Romlah, serta Kakak (Lutfi Anshori dan Iskandar Zulkarnain)
beserta keluarga besar yang senantiasa selalu memberikan doa serta
dukungan yang luar biasa kepada penulis.
4. Kepada Kepala Desa Kalibuntu yang telah menerima dan memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk dapat melakukan penelitian di Desa
Kalibuntu serta kepada masyarakat nelayan yang telah membantu dalam
tersusunnya laporan skripsi.
5. Terimakasih penulis juga persembahkan kepada Ibu Mudawwamah dan
Bapak Adi Sutikno yang sudah penulis anggap sebagai orang tua sendiri,
terimakasih atas kesabarannya dalam menemani pada saat proses penelitian
berlangsung.
6. Terimakasih penulis juga persembahkan kepada Mbak Lailatus Saidah dan
Mas Sanda Isyfiarga yang selalu menyemangati, memotivasi serta selalu
ix
memberikan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan
laporan skripsi berlangsung hingga selesai.
7. Kepada Wardatul Millatir R. yang telah menemani peneliti dalam setiap suka
duka proses skripsi berlangsung dan yang selalu memberi semangat serta
bantuan terhadap peneliti.
8. Teman-teman seperjuangan program studi Agrobisnis Perikanan 2013 untuk
semua dukungannya.
9. Dan untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam hasil
penelitian skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil Skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Malang, Juni 2017
Mahasiswi
Erlina Nur Fadila
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya. Shalawat dan salam selalu tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Analisis Peran Modal Sosial Pada Kelompok Nelayan Dan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan”. Skripsi ini
disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya..
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam hasil
penelitian skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil Skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Malang, Juni 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI .............................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 6
2.2 Pengertian Modal Sosial ................................................................................. 9
2.3 Komponen Modal Sosial ............................................................................... 11
2.3.1 Kepercayaan (Hubungan Saling Percaya) ......................................... 11
2.3.2 Pranata ..................................................................................................... 12
2.3.3 Jaringan Sosial ....................................................................................... 13
2.4 Tipologi Modal Sosial ..................................................................................... 14
2.5 Status dan Peran ............................................................................................ 15
2.5.1 Status (Kedudukan) ............................................................................... 15
2.5.2 Peran ........................................................................................................ 17
2.6 Kawasan Pesisir Pantai ................................................................................. 17
2.7 Nelayan ............................................................................................................ 18
2.8 Komunitas Nelayan ........................................................................................ 20
xii
2.9 Kelompok Nelayan ......................................................................................... 20
2.10 Sumberdaya Perikanan ................................................................................. 21
2.11 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan ........................................................ 22
2.12 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 22
3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 26
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 26
3.2 Jenis dan Metode Penelitian ........................................................................ 26
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 27
3.3.1 Jenis Data ................................................................................................ 27
3.3.2 Sumber Data ........................................................................................... 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 29
3.4.1 Wawancara ............................................................................................. 29
3.4.2 Observasi ................................................................................................. 31
3.4.3 Dokumentasi ........................................................................................... 31
3.5 Metode Pengambilan Sampel ...................................................................... 32
3.6 Analisis Data ................................................................................................... 33
3.6.1 Pengumpulan Data ................................................................................ 34
3.6.2 Reduksi Data ........................................................................................... 34
3.6.3 Penyajian Data ....................................................................................... 35
3.6.4 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi .................................................. 35
3.7 Variabel, Indikator, dan Item Indikator ........................................................ 38
4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................................... 41
4.1 Letak Geografis dan Topografi Desa Kalibuntu ........................................ 41
4.2 Gambaran Umum Kawasan Pesisir Pantai Desa Kalibuntu .................... 42
4.3 Keadaan Penduduk Desa Kalibuntu ........................................................... 45
4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 45
4.3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama .......................................... 46
4.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................... 46
4.3.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur ............................................. 47
4.3.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ...................... 48
4.4 Keadaan Umum Perikanan Desa Kalibuntu .............................................. 49
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 51
5.1 Kelompok Nelayan di Desa Kalibuntu ......................................................... 51
xiii
5.1.1 Kelompok 1 ............................................................................................. 52
5.1.2 Kelompok 2 ............................................................................................ 53
5.1.3 Kelompok 3 ............................................................................................. 54
5.2 Komponen Modal Sosial pada Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu ....... 57
5.2.1 Kepercayaan ........................................................................................... 57
5.2.2 Pranata ..................................................................................................... 72
5.2.3 Jaringan Sosial ....................................................................................... 78
5.3 Peran Modal Sosial pada Kelompok Nelayan dalam Memanfaatkan
Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan di Desa Kalibuntu ......................... 92
5.4 Proposisi .......................................................................................................... 93
6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 95
6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 95
6.2 Saran ................................................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 97
LAMPIRAN ........................................................................................................ 99
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Variabel, Indikator dan Item Indikator ..................................................................... 39
2. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 45
3. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Agama ......................................... 46
4. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................... 47
5. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Usia .............................................. 47
6. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Mata Pencaharian ..................... 48
7. Data Rincian Hasil Produksi Ikan ............................................................................ 50
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................................................ 25
2. Komponen Dalam Analisis Data (Sugiyono,2015) ............................................... 36
3. Kawasan Desa Kalibuntu ......................................................................................... 42
4. Rumah di Desa Kalibuntu sebelum di cat .............................................................. 44
5. Rumah di Desa Kalibuntu sesudah di cat .............................................................. 44
6. Perbaikan Jaring ........................................................................................................ 52
7. Kapal Nelayan Desa Kalibuntu ................................................................................ 56
8. Perbaikan Jaring Rusak ............................................................................................ 65
9. Jaring yang biasa digunakan oleh Nelayan di Desa Kalibuntu........................... 67
10. Tradisi Petik Laut di Desa Kalibuntu tahun 2016 ................................................ 74
11. Bentuk Kerjasama Nelayan di Desa Kalibuntu ................................................... 88
12. Kebiasaan Nelayan di Waktu Senggang ............................................................. 91
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................................... 99
2. Dokumentasi Penelitian .......................................................................................... 100
3. Pedoman Wawancara Penelitian .......................................................................... 104
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dan merupakan salah satu
negara yang memiliki wilayah perairan laut terluas di dunia. Luas wilayah lautnya
melebihi luas wilayah daratannya yaitu seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,7
juta km2 perairan nusantara dan 3,1 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
sehingga luas total keseluruhan perairan Indonesia mencapai 70 % dari seluruh
luas wilayah Indonesia (Dahuri, 2001). Dengan luasnya perairan yang dimiliki
oleh Indonesia maka perlu adanya pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya
perikanan secara maksimal agar dapat dinikmati secara berkesinambungan serta
memperoleh manfaat ekonomi dari sumberdaya yang ada.
Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi sektor perikanan
berlimpah dan dapat menjadi sumber pendapatan yang baik apabila
dimanfaatkan atau dikelola secara maksimal oleh masyarakat adalah Kabupaten
Probolinggo. Kabupaten Probolinggo merupakan Kabupaten yang terletak di
Propinsi Jawa Timur. Secara geografis Kabupaten Probolinggo terletak pada
posisi 111º 50’ s/d 113º 30’ Bujur timur dan 7º 40’ s/d 8º 10’ Lintang selatan,
dengan panjang pantai ± 72 km yang membentang sepanjang pantai utara mulai
dari Kecamatan Tongas sampai Kecamatan Paiton. Kondisi tersebut juga
didukung dengan luasan tangkapan ikan dilaut yang mencapai 120.000 km
dengan panjang garis pantai 1.331 km ditambah lagi dengan perairan nusantara
dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). (DKP Probolinggo, 2015)
Dengan adanya sumberdaya perikanan yang melimpah maka perlu
dilakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan baik dan bijak agar dapat
dimanfaatkan secara optimal dan bisa dinikmati secara berkesinambungan dari
generasi ke generasi. Peran pemerintah dan masyarakat khususnya masyarakat
2
nelayan sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan serta
pengolahannya. Salah satu upaya yang dapat diterapkan adalah dengan adanya
kebijakan dalam penangkapan ikan dilaut, contohnya larangan dalam
menggunakan alat tangkap berupa bom ikan dan trawl, karena hal yang demikian
dapat merusak ekosistem yang ada di laut serta penerapan standar ukuran ikan
yang boleh ditangkap dan membatasi dalam penangkapan ikan agar tidak terjadi
overfishing, dengan begitu masyarakat nelayan tetap dapat mengambil manfaat
ekonomi dari sumberdaya perikanan yang ada di laut serta manfaat lain yang
dapat dirasakan oleh masyarakat nelayan yaitu dapat menjaga kelestarian
ekosistem dengan tidak merusak ekosistem yang ada.
Keberlangsungan dalam pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya
perikanan dapat terjadi apabila hubungan yang terjalin antar sesama masyarakat
nelayan berjalan dengan baik. Maka dari itu perlu adanya analisis mengenai
aspek sosial dalam masyarakat nelayan untuk mengetahui bagaimana hubungan
sosial yang terjalin antar sesama masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan dan tetap menjaga kelestarian ekosistem yang
ada.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dapat dilakukan
dengan cara memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat nelayan,
melalui pendekatan terhadap masyarakat nelayan serta menggali informasi dari
masyarakat nelayan mengenai beberapa hal yang termasuk dalam modal sosial.
Modal sosial antara lain nampak dalam hubungan saling percaya (kepercayaan)
yang dibangun antar sesama masyarakat nelayan maupun kelompok, jaringan
sosial yang terbentuk dalam masyarakat nelayan maupun kelompok nelayan
serta nilai dan norma yang dimiliki oleh masyarakat nelayan tersebut dalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan.
3
Menurut Putnam (1993) dalam Field (2003), mendefinisikan bahwa modal
sosial sebagai bagian dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan
jaringan, yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
tindakan terkoordinasi. Dapat disimpulkan bahwa modal sosial merupakan unsur
yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat khususnya masyarakat sekitar
pesisir pantai untuk dapat mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang berkelanjutan.
Berdasarkan dari uraian di atas maka peneliti berminat untuk melakukan
penelitian mengenai modal sosial yang terbentuk di masyarakat nelayan Desa
Kalibuntu yang mengambil tema tentang Analisis Peran Modal Sosial Pada
Kelompok Nelayan Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Desa
Kalibuntu.
1.2 Rumusan Masalah
Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang ada di Kabupaten
Probolinggo tepatnya di Desa Kalibuntu dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitar pantai, apabila dapat dikelola dengan baik dan tentunya tidak
merusak ekosistem yang sudah ada melainkan dapat menjaga kelestarian
ekosistem yang ada agar tetap terjaga keasliannya.
Peran modal sosial sendiri sangat diperlukan dalam kelompok nelayan.
Hubungan kerjasama yang baik antar nelayan dapat menciptakan kerukunan
antar sesama nelayan, dan kemungkinan besar adanya konflik antar nelayan
semakin berkurang dengan adanya modal sosial tersebut. Terbentuknya
hubungan sosial yang baik antar Kelompok maupun masyarakat sekitar, akan
melahirkan rasa saling memiliki satu sama lain serta kepedulian terhadap
lingkungan sekitar, dengan tetap menjaga dan melestarikan sumberdaya
4
perikanan yang ada agar tetap terjaga dengan baik dan dapat dirasakan oleh
generasi yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan pada penelitian dengan tema Analisis Peran Modal
Sosial Pada Kelompok Nelayan Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
di Desa Kalibuntu, yaitu:
1. Bagaimana komponen modal sosial yang terbentuk dalam Kelompok Nelayan
di Desa Kalibuntu?
2. Bagaiman peran modal sosial Kelompok nelayan dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Desa Kalibuntu?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk :
1. Mengetahui komponen modal sosial yang terbentuk dalam Kelompok
Nelayan di Desa Kalibuntu?
2. Mengetahui dan Menganalisis peran modal sosial pada Kelompok nelayan
dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Desa
Kalibuntu
5
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Lembaga Akademisi dan Non Akademisi
Sebagai bahan informasi keilmuwan untuk menambah wawasan
pengetahuan dan ketrampilan serta sebagai bahan informasi dan
pedoman untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, sebagai bahan
perbandingan atas langkah-langkah yang telah atau sedang dijalankan
instansi untuk mencapai suatu tujuan.
2. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
terkait modal sosial dalam masyarakat nelayan dalam upaya
pemanfaatan sumberdaya perikanan.
3. Peneliti
Sebagai informasi keilmuan digunakan untuk menambah wawasan
pengetahuan dan keterampilan. Serta teori – teori yang diperoleh selama
berada dalam perkuliahan sebagai gambaran untuk bahan studi
perbandingan dengan kesesuaian fakta yang ada dilapangan serta
sebagai pedoman peneliti untuk mengerjakan tugas.
4. Bagi Masyarakat Lingkungan Pesisir Pantai Desa Kalibuntu
Sebagai bahan informasi untuk menambah wawasan dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian dari Rokhani (2012), yang mengangkat tema
tentang Penguatan Modal Sosial Dalam Penanganan Produk Olahan Kopi Pada
Komunitas Petani Kopi Di Kabupaten Jember. Hasil dari penelitian diatas
menyimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan oleh peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dimana peneliti menggunakan teknik wawancara secara
mendalam terhadap stekholder yang dituju serta diskusi kelompok yang terarah.
Data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder. Metode analisis data yang digunakan dengan metode analisis
deskriptif dimana menjelaskan tentang fenomena-fenomena yang terjadi dan
yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dalam
penelitian ini peneliti mengidentifikasi kondisi modal sosial melalui berbagai
variabel. Sehingga modal sosial dapat dipahami dalam berbagai hubungan sosial
yang ada dimasyarakat. Modal sosial yang kuat dapat dijadikan sebagai modal
untuk dapat mengembangkan diversifikasi produk olahan kopi sedangkan modal
sosial yang masih lemah harus dilakukan penguatan kembali terhadap
masyarakat ataupun komunitas petani kopi di Kabupaten Jember.
Disisi lain hasil penelitian Maulana (2009) yang mengangkat tema tentang
Pemanfaatan Modal Sosial Masyarakat Pada Program Pembangunan Gempong
(PPG) Kecamatan Baktiya Barat Kabupaten Aceh Utara. Hasil dari penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa yang pertama, masyarakat Kecamatan Baktiya
Barat percaya bahwa Program Pembangunan gampong (PPG) dapat
memberikan kehidupan ekonomi yang lebih baik untuk masa yang akan datang,
serta modal sosial dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang aman untuk
7
menuju pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Kedua, jaringan sosial
yang terjalin antar masyarakat Kecamatan Baktiya Barat cukup kuat untuk
mendukung terwujudnya Program Pembangunan Gempong (PPG) di Kecamatan
Baktiya Barat, serta adanya unsur pranata sosial yang masih sangat kuat terjalin
antar masyarakat untuk dapat menciptakan keadaan yang kondusif pada
masyarakat Kecamatan Baktiya Barat Kabupaten Aceh Utara.
Dan berdasarkan hasil penelitian dari Bancin (2005), Yang mengangkat
tema tentang Dinamika Modal Sosial Masyarakat Pesisir dalam pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan (Studi Kasus pada Desa-Desa Pesisir
Kabupaten Asahan). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta ketidak pahaman
masyarakat mengenai arti pentingnya sumberdaya pesisir dan lautan dapat
menjadi penghambat pencapaian pembangunan dalam sektor perikanan dan
kelautan. Kekuatan modal sosial yang terkuat dalam lokasi penelitian adalah
dalam bidang keagamaan. Namun, kekuatan modal sosial tersebut tidak dapat
dijadikan dasar untuk dapat mengeneralisir kekuatan modal sosial masyarakat
desa dalam lokasi penelitian secara menyeluruh.
Setelah melihat beberapa uraian penelitian yang dilakukan oleh Rokhani
(2012), Maulana (2009) dan Bancin (2005) yang berkaitan dengan modal sosial
diketahui ada beberapa perbedaan dan kelebihan dari penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu, sebagai berikut :
Penelitian mengenai analisis peran modal sosial pada komunitas nelayan
terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan di Desa Kalibuntu Kecamatan
Kraksaan Kabupaten Probolinggo Jawa Timur yang sebelumnya belum pernah
dilakukan penelitian mengenai modal sosial di Desa Kalibuntu, sehingga menarik
perhatian penulis untuk melakukan penelitian dengan terjun langsung ke daerah
pesisir pantai Desa Kalibuntu untuk mendapatkan gambaran secara umum
8
mengenai kondisi yang ada di wilayah pesisir tersebut dengan menggunakan
pedoman wawancara yang ditujukan langsung terhadap nelayan yang ada di
kawasan pesisir pantai Desa Kalibuntu. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rokhani (2012) sama-sama menggunakan
pendekatan kualitatif dimana peneliti menggunakan teknik wawancara secara
mendalam terhadap stekholder yang dituju, namun perbedaan dari penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rokhani (2012) adalah lebih
memfokuskan pada penguatan modal sosial untuk penanganan produk olahan
kopi pada komunitas petani kopi di Jember, sedangkan penelitian ini lebih
memfokuskan modal sosial terhadap kelompok nelayan untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dengan mengkaji
beberapa komponen modal sosial yang termasuk didalamnya hubungan saling
percaya, pranata sosial dan jaringan sosial.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2009), bahwasanya metode
pengumpulan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode FGD
(Focuss Group Disscussion), yaitu dengan melaksanakan sebuh diskusi grup
pada para elemen-elemen yang terkait dengan penelitian yang dimulai dari
lapisan bawah yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan pendapat dan ide
bagi perumusan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya modal di lokasi
penelitian. Dan untuk metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi untuk
memperoleh data yang dibutuhkan pada saat penelitian berlangsung.
Perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bancin (2005) bahwasannya penelitian ini menggunakan metode
kualitatif saja sedangkan penelitian terdahulu menggunakan dua metode yakni
metode kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian yang dilakukan Bancin (2005)
memfokuskan pada dinamika modal sosial masyarakat pesisir dalam
9
pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan dengan mengkaji beberapa elemen
yang termasuk dalam modal sosial yaitu sisi kepercayaan yang disebutkan dalam
penelitian tersebut bahwasannya kepercayaan terhadap pemerintah melemah,
dan disisi lain mengenai pemahaman terhadap arti penting sumberdaya pesisir
dan laut juga rendah. Sedangkan hasil dari penelitian ini memfokuskan pada
peran modal sosial terhadap kelompok nelayan dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan yang ada.
2.2 Pengertian Modal Sosial
Modal sosial adalah kemampuan masyarakat dalam suatu etnis atau
kelompok untuk dapat bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai
suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi
yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat.
Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung dengan oleh semangat proaktif
membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip timbal balik, saling
menguntungkan dan dibangun diatas kepercayaan (Hasbullah, 2006).
Yuliarmi (2011) berpendapat bahwa modal sosial memiliki cakupan
dimensi yang sangat luas dan kompleks. Para ahli memberikan pengertian
tentang modal sosial sangat bervariasi, sesuai dengan sudut pandang serta
dimensi yang disajikan sebagai rujukan untuk memaknai modal sosial. Berbeda
dengan modal manusia, yang lebih merujuk ke dimensi individu terkait dengan
daya serta keahlian yang dimiliki seorang individu. Pada modal sosial lebih
menekankan pada potensi individu maupun kelompok dan hubungan antar
kelompok dalam suatu jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar
sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.
Menurut Putnam (1993) dalam Field (2003), Modal sosial sebagai bagian
dari organisasi sosial, seperti adanya kepercayaan, norma dan jaringan, yang
10
dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan
terkoordinasi.
Modal Sosial merupakan kemampuan yang timbul dari adanya hubungan
saling percaya (trust) dalam sebuah komunitas maupun kelompok. Modal Sosial
juga diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan
kebersamaan antar sesama. Hubungan antar individu dengan kelompok maupun
kelompok dengan sesama kelompok ditopang dengan adanya jaringan, nilai-nilai
kebudayaan serta hubungan saling percaya yang dapat memungkinkan
terjalinnya kerjasama yang baik agar dapat mencapai tujuan bersama.
Analisis modal sosial salah satunya dapat digunakan untuk mencermati:
1. Hubungan sosial, yang merupakan bentuk komunikasi bersama melalui hidup
berdampingan sebagai interaksi antar individu.
2. Adat dan nilai budaya lokal yang menjunjung tinggi kebersamaan, kerjasama
dan hubungan sosial dalam masyarakat.
3. Toleransi merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan setiap
orang ketika berada/ hidup bersama orang lain.
4. Kesediaan untuk mendengar berupa sikap menghormati pendapat orang lain.
5. Kejujuran menjadi salah satu hal pokok dari keterbukaan/ transparansi untuk
kehidupan lebih demokratis.
6. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal sebagai pendukung nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat.
7. Jaringan sosial dan kepemimpinan sosial yang terbentuk berdasarkan
kepentingan/ ketertarikan individu secara prinsip/ pemikiran di mana
kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi, hubungan personal atau
keagamaan.
8. Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa
percaya dan rasa memiliki bersama.
11
9. Kebersamaan dan kesetiaan berupa perasaan ikut memiliki dan perasaan
menjadi bagian dari sebuah komunitas.
10. Tanggungjawab sosial merupakan rasa empati masyarakat terhadap upaya
perkembangan lingkungan masyarakat.
11. Partisipasi masyarakat berupa kesadaran diri seseorang untuk ikut terlibat
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan diri dan lingkungan.
12. Kemandirian berupa keikut sertaan masyarakat dalam pengambilan
keputusan.
2.3 Komponen Modal Sosial
Menurut Nopianti dan Nia (2011), Modal sosial Kelompok nelayan baik
pada tataran konsepsi maupun praksis kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas
dari tiga elemn utama, yaitu :kepercayaan, pranata dan jaringan sosial
2.3.1 Kepercayaan (Hubungan Saling Percaya)
Menurut Shaw (1997) dalam Maulana (2009), kata “trust” berasal dari
bahasa German “trost” yang berarti kenyamanan (comfort). Dalam sebagian
besar kasusu, seseorang percaya kepada orang yang menunjukkan bahwa dia
layak untuk mendapatkan kepercayaan. Sekalipun begitu kepercayaan tidak
selalu berasal dari pengalaman masa lalu dengan orang lain. Dan kepercayaan
berbeda dari percaya diri. Percaya diri berasal dari hasil pengetahuan yang
dibangun dari alasan dan fakta. Sebaliknya, kepercayaan merupakan bagian dari
keyakinan (faith). Kepercayaan lebih mudah retak atau rapuh dari pada
keyakinan. Dalan suatu hubungan diperlukan adanya kepercayaan. Kepercayaan
menjadi dasar sebagai jaminan awal dari suatu hubungan dua orang atau lebih
dalam bekerjasama.
Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial
yang merupakan sikap salah satu dasar bagi lahirnya sikap saling percaya yang
12
terbangun antar beberapa golongan komunitas dan merupakan dasar bagi
munculnya keinginan untuk membentuk jaringan sosial (networks) yang pada
akhirnya di mapankan dalam wujud pranata (institution). Dari beberapa definisi
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan untuk menjalin sebuah hubungan yang baik dengan masyarakat.
Karena itu sikap saling percaya (trust) meliputi adanya unsur kejujuran
(honesty), kewajaran (fainerss), toleransi (tolerance), dan kemurahan hati
(generosity) (Badaruddin, 2005).
2.3.2 Pranata
Soekanto (1990) dalam Maulana (2009) mengemukakan institusi atau
lembaga/pranata sebagai seperangkat aturan yang terinstitusionalisasi
(instituteonalized), yakni: (1) telah diterima sejumlah besar anggota sistem sosial;
(2) ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalized); dan (3) diwajibkan dan
terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu. Secara ringkas, pranata sosial
adalah sistem norma khusus yang menjadi wahana atau menata suatu rangkaian
tindakan yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut
pola-pola resmi. Pranata sosial merupakan salah satu elemen penting dari modal
sosial selain dari kepercayaan dan jaringan sosial. Pranata (institutions), yang
meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan
sanksi-sanksi (norms and sanctions), dan aturan-aturan (rules) (Badaruddin,
2005).
Koentjaraningrat (1990) mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu
sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas
untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam
sebuah pranata sosial terdapat dua hal yang utama, yakni aktivitas untuk
13
memenuhi kebutuhan dan norma yang mengatur aktivitas tersebut. Di dalam
pranata sosial terdapat seperangkat aturan yang berpedoman pada kebudayaan.
Oleh karena itu, pranata sosial bersifat abstrak, karena merupakan seperangkat
aturan. Adapun wujud dari pranata sosial adalah berupa lembaga (institute).
Pranata dan lembaga memiliki makna yang berbeda. Pranata sosial merupakan
sistem norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang
khusus, sedangkan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang
melaksanakan aktivitas itu.
2.3.3 Jaringan Sosial
Dalam sistem Jaringan sosial aspek vital dari modal sosial adalah
keterkaitan (connectedness), jaringan (networks) dan kelompok (groups).
Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal, maupun
di tingkat yang lebih tinggi. Adanya jaringan hubungan antar individu, norma-
norma dan kepercayaan, sebagai bagian dari modal sosial memberikan manfaat
dalam konteks terbentuknya kerja sama kolektif dalam menghadapi dan
memecahkan persoalan bersama komunitas masyarakat kecil secara kolektif
yang akan memperkuat posisi tawar mereka terhadap kekuatan-kekuatan
struktural, seperti pasar dan nelayan pemilik yang senantiasa berupaya
mengeksploitasikan mereka melalui penentuan harga secara sepihak dan system
bagi hasil yang tidak setara dan adil. Menurut Badaruddin (2003), jaringan
(networks) meliputi adanya unsur partisipasi (participations), pertukaran timbal
balik (reciprocity), solidaritas (solidarity), kerja sama (cooperation), dan keadilan
(equity).
Faturrochman (2002) mengatakan Keadilan digambarkan sebagai situasi
sosial ketika norma-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi. Situasi sosial
berkeadilan ini bisa tercapai jika empat jenis keadilan yang ada berlaku, yaitu
14
keadilan distributif, keadilan prosedur, keadilan interaksional, dan keadilan
sistem. Keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-norma tentang
hak dan kelayakan dipenuhi.
2.4 Tipologi Modal Sosial
Michael Woolcock membuat pemisahan modal sosial ke dalam tiga tipe.
Pertama, modal sosial yang mengikat, yaitu ikatan antar individu dalam situasi
yang sama, seperti keluarga dekat, teman akrab dan rukun tetangga. Tipe kedua,
yaitu modal sosial yang menjembatani, yang memiliki arti mencakup ikatan yang
lebih luas dari beberapa orang, seperti teman jauh dan rekan kerja. Sedangkan
tipe ketiga adalah modal sosial yang menghubungkan, yang mana menjangkau
orang-orang yang berbeda pada situasi berbeda, seperti mereka yang
sepenuhnya berada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya
memanfaatkan lebih banyak sumber daya (Field, 2003).
Sebagaimana pengelompokan modal sosial oleh Woolcock, Vipriyanti
(2011), menjelaskan pula bahwa modal sosial dikelompokkan dalam tiga
kelompok yang berbeda, yaitu modal sosial yang bersifat bonding, bridging dan
linking. Bonding social capital dicirikan oleh kuatnya ikatan (pertalian) seperti
antar anggota keluarga atau antar anggota dalam kelompok etnis tertentu.
Bridging social capital dicirikan oleh semakin banyaknya ikatan antar kelompok
seperti, asosiasi bisnis, kerabat, teman dari berbagai kelompok etnis berbeda.
Sedangkan linking dicirikan oleh hubungan antara berbagai tingkat kekuatan dan
status sosial yang berbeda seperti keterkaitan antar elit politik atau antar individu
dari berbagai kelas yang berbeda.
Putnam (2000) dalam Field (2003) menjelaskan, modal sosial yang
mengikat adalah sesuatu yang baik untuk menopang resiprositas spesifik dan
memobilisasi solidaritas, sambil pada saat yang sama menjadi semacam perekat
15
terkuat sosiologi dalam memelihara kesetiaan yang kuat di dalam kelompok dan
memperkuat identitas - identitas spesifik. Hubungan - hubungan yang
menjembatani lebih baik dalam menghubungkan aset eksternal dan bagi
persebaran informasi. Isham et al, (2002) menyebutkan, Bonding dan bridging
adalah metafora horisontal: mereka menyiratkan hubungan yang ketat atau
longgar di antara orang-orang. Modal sosial juga memiliki dimensi vertikal, yang
bisa disebut linking. Kapasitas untuk memanfaatkan sumber daya, ide, dan
informasi dari akademik lembaga resmi lembaga formal di luar masyarakat,
terutama negara, merupakan fungsi utama dari modal sosial linking.
2.5 Status dan Peran
Setiap manusia dalam suatu masyarakat senantiasa mempunyai status
atau kedudukan dan peran. Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur
baku dalam lapisan sosial yang mmempunyai arti penting dalam sistem sosial.
Dimana sistem sosial tersebut merupakan pola-pola yang mengatur hubungan
timbal-balik antar individu, dan antar individu dengan masyarakat serta tingkah
laku individu-individu tersebut. Sehingga dalam hal ini hubungan yang baik dalam
suatu masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan
individu tersebut (Soekanto, 1990). Adapun pengertian dan konsep kedaunya
dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.5.1 Status (Kedudukan)
Secara abstrak, status berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu. Dengan demikian, seseorang yang ikut dalam berbagai pola kehidupan
dapat dikatakan mempunyai beberapa kedudukan. Pengertian tersebut
menunjukkan kedudukannya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara
menyeluruh (Soekanto, 1990).
16
Sesorang dapat mempunyai beberapa status sekaligus, baik yang bersifat
tetap maupun temporer atau sementara. Seseorang dengan statusnya sebagai
kepala rumah tangga, seorang ayah, dan pegawai negeri secara relatif
merupakan status tetap, akan tetapi statusnya sebagai ketua rukun tetangga,
dan kepala sekolah secara relatif bersifat sementara. Kemudian, di antara
banyak status yang dimiliki seseorang, salah satu statusnya yang tertinggi (atau
dianggap teringgi oleh masyarakat merupakan ciri identitas sosialnya yang
terpokok. Dengan demikian, pada masyarakat tradisional, status yang menonjol
dianggap sebagai unsur yang mempertahankan stabilitas sosial (Soekanto,
1985).
Terdapat dua macam kedudukan yang berkembang dalam masyarakat
pada umumnya. Pertama, Ascribed-Status, yaitu kedudukan seseorang dalam
masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya
kedudukan anak seorang bangsawan adalah seorang bangsawan pula. Seorang
warga kasta Brahmana di India memperoleh kedudukan demikian karena orang
tuanya tergolong dalam kasta yang bersangkutan. Kedua, Achieved-Status, yaitu
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka
bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar
serta mencapai tujuan-tujuannya. misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim
asalakan memenuhi persyaratan tertentu. demikian pula setiap orang dapat
menjadi guru dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang
kesemuanya terserah kepada usaha-usaha dan kemampuan yang bersangkutan
untuk menjalaninya (Soekanto, 1990).
2.5.2 Peran
17
Sebagaimana dinyatakan sebelumya, peranan juga mempunyai arti
penting dalam suatu sistem sosial. Peranan atau peran merupakan pola
perikelakuan yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Ke duanya tak dapat
dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
Yang mana tak ada peran tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran
(Soekanto, 1990).
Peranan mempunyai beberapa unsur sebagai pola perikelakuan, antara
lain peran ideal, peranan yang dianggap oleh diri sendiri, dan peranan yang
dilaksanakan atau dikerjakan. Peranan ideal sebagaimana dirumuskan atau
diharapkan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada status
tertentu. Selanjutnya, yang dimaksud peranan yang dianggap oleh diri sendiri
artinya, seorang individu menganggap, bahwa dalam situasi-situasi tertentu
(yang dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan tertentu;
Sedangkan, peran yang dilaksanakanmerupakan peranan yang sesungguhnya
dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud dalam
perikelakuan yang nyata. Peranan ini senantiasa dipengaruhi oleh sistem
kepercayaan, harapan-harapan, persepsi dan juga oleh kepribadian individu
yang bersangkutan (Soekanto, 1985).
2.6 Kawasan Pesisir Pantai
Menurut Stanis (2005) Kawasan pesisir merupakan wilayah perairan
antara daratan dan perairan laut. Secara fisiologi didefinisikan sebagai wilayah
antara garis pantai hingga kearah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut
air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut,
serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas dan
kadang materinya berupa kerikil. Ruang kawasan pesisir merupakan ruang
wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan.
18
Ruang daratan merupakan ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan
daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis terendah. Ruang lautan
adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai sisi laut
pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya.
Menurut para ahli di Indonesia dalam Tuwo (2011) batasan wilayah
pesisir sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas diaratan
meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun tidak tergenang air yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan
intrusi air laut. Sedangkan batas dilaut adalah sampai pada daerah laut yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses alam didaratan seperti sedimentasi dan
titik terjauh aliran air tawar kelaut, serta daerah-daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia didaratan.
Kondisi masyarakat pesisir yang sangat tergantung pada sumberdaya
alam yang common property (sumberdaya milik bersama) mengakibatkan
terbentuknya komunitas-komunitas atau lembaga yang didalamnya terdapat
beberapa aturan-aturan yang harus dipatuhi sebagai sesame anggota dari
komunitas tersebut. Aturan-aturan itu dibuat dengan sendirinya akan mengikat
dan sifatnya terbentuk secara bertahap dengan sendirinya akibat dari adanya
interaksi sosial yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
2.7 Nelayan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1990
(15/90) Tentang Usaha Perikanan, bahwa nelayan didefinisikan sebagai orang
yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan
perikanan perairan umum, nelayan didefinisikan sebagai orang yang secara aktif
melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan
pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke
19
dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor,
tidak dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2002).
Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan
alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau
mengawetkannya. Usaha perikanan yang bekerja di bidang penangkapan
tercakup dalam kegiatan perikanan tangkap.
Pada umumnya dalam pengusaha perikanan laut terdapat tiga jenis
nelayan, yaitu: nelayan pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh.
Nelayan pengusaha yaitu pemilik modal yang memusatkan penanaman
modalnya dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan campuran yaitu seseorang
nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang lain di samping pekerjaan
pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh ialah golongan nelayan
yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan memakai peralatan lama
atau tradisional. Namun demikian Mubyarto (2002:18) menyatakan bahwa
apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari perikanan (darat dan
laut) mereka disebut sebagai nelayan.
Nelayan sendiri merupakan kelompok masyarakat yang kehidupannya
bergantung dari hasil laut, baik dengan cara melakukan kegiatan penangkapan,
pengolahan maupun pemasaran ikan.
Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang
hidup, tumbuh, dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi
antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009:27). Sedangkan menurut M. Khalil
Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam hal ini bukan berarti
mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk
menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam
20
lingkungan itu. Masyarakat nelayan dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat
yang tinggal menetap didaerah pinggir pantai dan bermata pencaharian sebagai
nelayan yakni dengan menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat tangkap
seperti jaring, pancing,dan lain-lain.
2.8 Komunitas Nelayan
Bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang
heterogen dan homogen. Masyarakat nelayan yang heterogen adalah mereka
yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat.
Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya
menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitasnya
juga kecil dan sulit melakukan pemasaran. Kesulitan mereka akan transportasi
untuk mengangkut hasil tangkapan ke pasar juga akan menjadi penyebab
rendahnya harga hasil laut di daerah mereka (Sastrawidjaya, 2002).
Komunitas nelayan merupakan kumpulan masyarakat nelayan yang
tergolong dalam satu komunitas yang saling bekerjasama untuk dapat mencapai
tujuan bersama. Setiap komunitas memiliki elemen pembentuk yang saling
berhubungan antar satu dengan yang lainnya yang terikat melalui suatu jaringan
sosial. Jaringan sosial pada masyarakat menunjukkan berbagai tipe hubungan
sosial atas dasar identitas kekerabatan, ras, etnis, pertemanan, ketetanggaan
maupun atas dasar kepentingan tertentu.
2.9 Kelompok Nelayan
Menurut Charles 2001 dalam Widodo 2006 kelompok nelayan terbagi
dalam empat kelompok, yaitu:
1. Nelayan Subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap
ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
21
2. Nelayan Asli, yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang
sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk
melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat
kecil.
3. Nelayan Rekreasi, yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan
kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau
berolahraga.
Nelayan Komersial, yaitu nelayan yang menangkap ikan untuk tujuan
komersial atau dipasarkan, baik untuk pasar domestic maupun pasar ekspor,
Dalam nelayan komersial dibagi menjadi dua, yaitu kelompok nelayan skala kecil
dan skala besar.
2.10 Sumberdaya Perikanan
Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari
ekosistem perikanan yang berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan
untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa
mendatang. Menurut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia No. KEP.18/MEN/2011 mengenai potensi sumberdaya perikanan
Indonesia sebesar 6,4 juta ton per tahun. Produksi perikanan tangkap di laut
sekitar 4,7 juta ton per tahun, dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
maksimum 5,2 juta ton per tahun.
Sumberdaya perikanan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai
memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Sumberdaya
perikanan tersebut tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004).
Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang terdapat dalam
wilayah atau lingkungan pesisir laut yang dapat dimanfaatkan secara
22
berkelanjutan oleh masyarakat sekitar, karena memang sumberdaya kelautan
yang bersifat open access bagi siapapun yang mau atau ingin memanfaatkan
sumberdaya tersebut.
2.11 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Pengelolaan suatu sumber daya akan tergantung pada bagaimana akses
terhadap sumberdaya tersebut ditetapkan atau dipraktekkan. Salah satu elem
yang mempengaruhi akses adalah kepemilikan dan penguasaan sumberdaya
alam atau property regimes, yang didefinisikan sebagai suatu hak, kewenangan
dan tanggungjawab pribadi pemilik dalam hubungannya dengan pribadi pihak
lain terhadap pemanfaatan suatu semberdaya alam (Bromley & Carnea 1989).
Pemanfaatan sumberdaya di dasarkan pada aturan main yang ditetapkan
oleh pihak yang tergabung (Ruddle et al. 1992, Ginting 1998). Bentuk lain dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan laut adalah melalui kepemilikan masyarakat
atau kepemilikan komunal (communal property) yaitu kepemilikan sekelompok
masyarakat yang telah melembaga, dengan ikatan norma-norma atau hukum
adat yang mengatur pemanfaatan sumberdaya dan dapat melarang pihak lain
untuk mengeksploitasinya.
2.12 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaiman teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis
pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan
hubungan antar variabel variabel independen dan dependen. Apabila dalam
penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan,
mengapa variabel tersebut ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar
variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian.
23
Oleh karena itu ada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan
pada kerangka berpikir (Sugiyono, 2015).
Desa Kalibuntu merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di
Kabupaten Probolinggo, tepatnya terletak di Kecamatan Kraksaan. Sebagian
besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Masyarakat di desa tersebut lebih
mengandalkan penghasilannya dari mencari ikan di laut dan menjadi buruh di
pasar. Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomi masyarakat nelayan membuat masyarakat didesa tersebut lebih
cenderung mengandalkan hasil tangkapan ikannya. Pentingnya untuk membahas
modal sosial yang ada di Desa tersebut untuk mengetahui seberapa besar modal
sosial yang terbentuk dalam masyarakat maupun kelompok untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di Desa tersebut.
Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat dalam suatu etnis atau
kelompok untuk dapat bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai
suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi
yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat.
Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung dengan adanya semangat
proaktif membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip timbal balik, saling
menguntungkan dan dibangun diatas kepercayaan (Hasbullah, 2006).
Peran modal sosial pada masyarakat khususnya masyarakat desa
Kalibuntu memang sangat penting untuk diterapkan dalam kegiatan sehari-hari
masyarakat. Adanya peran modal sosial yang kuat dalam masyarakat dapat
memberikan dampak positif bagi desa tersebut. Peran modal sosial sendiri
dalam kelompok nelayan apabila diterapkan akan menghasilkan : 1. Hubungan
saling percaya antar sesama kelompok nelayan. Dalam kegiatan usaha yang
dilakukan secara bersama-sama di masyarakat untuk mencapai suatu tujuan
bersama, mereka tidak hanya dituntut untuk saling mengenal satu sama lain,
24
melaikan perlu adanya saling percaya antar sesama anggota dan berharap
apabila mereka bekerja sama maka mereka tidak akan di eksploitasi atau ditipu.
2. Jaringan sosial merupakan keterlibatan seseorang maupun kelompok dalam
kegiatan sosial tertentu. Contohnya seperti adanya musyawarah masyarakat
yang merupakan media komunikasi serta informasi untuk membuat kebijakan
kelompok dalam rangka mencapai tujuan ataupun kepentingan bersama.3.
Norma dan Nilai. Norma merupakan suatu aturan atau patokan berprilaku yang
pantas. Sedangkan Nilai adalah nilai-nilai yang dianut bersama yang mengacu
pada cita-cita dan tujuan bersama.
Menurut Putnam (1993) dalam Field (2003), yang mendefinisikan modal
sosial sebagai bagian dari organisasi sosial, seperti adanya kepercayaan, norma
dan jaringan sosial, yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan
memfasilitasi tindakan terkoordinasi.
Adanya peran modal sosial dalam masyarakat Desa Kalibuntu akan
menciptakan hubungan sosial yang baik antar sesama kelompok nelayan
maupun masyarakat sekitar. Dengan adanya hubungan sosial yang baik antar
kelompok nelayan dapat menumbuhkan rasa saling memiliki satu sama lain,
sehingga dalam melakukan kegiatan penangkapan, kelompok nelayan lebih
memperhatikan ekosistem yang ada, dengan tidak menggunakan alat tangkap
yang dapat membahayakan keberadaan ekosistem yang ada di laut. Hal itu
dapat terbentuk dari adanya rasa saling memiliki untuk tetap dapat menjaga dan
melestarikan sumberdaya perikanan yang ada agar tetap terjaga dengan baik
dan manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar, dapat terus
mengelola serta memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan
sehingga dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang. Kerangka pemikiran
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
25
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Komponen Modal
Sosial Dalam
Masyarakat Desa
Kalibuntu
Kelompok
Nelayan
Kepercayaan Jaringan Sosial Pranata
Peran Modal Sosial
Mengikat
(Bonding) Menjembatani
(Bridging)
Mengaitkan
(Lingking)
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan
Berkelanjutan
Alat Tangkap
Ramah
Lingkungan
26
3. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan
Kabupaten Probolinggo. Alasan utama dipilihnya Desa Kalibuntu sebagai tempat
penelitian adalah karena wilayah ini merupakan kawasan pesisir pantai yang
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Usaha
perikanan yang lebih dominan di Desa Kalibuntu adalah perikanan tangkap dan
pengolahan hasil perikanan dalam skala kecil. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juni sampai dengan bulan Juli 2017.
Kondisi alam yang didominasi oleh wilayah perairan pantai
mengakibatkan sebagian besar penduduk di Desa Kalibuntu bermata
pencaharian sebagai nelayan dan sebagian besar penduduknya
menggantungkan hidupnya terhadap potensi perikanan yang ada disekitar Desa
Kalibuntu.
3.2 Jenis dan Metode Penelitian
Jenis dan metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara
terperinci mengenai fenomena tertentu. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010),
Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-
fakta saat ini dari suatu populasi yang meliputi kegiatan penilaian sikap atau
pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
27
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2015).
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada jenis data kualitatif
dan jenis data kuantitatif, sedangkan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi data primer dan data skunder.
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
dua jenis, yaitu :
1. Data Kualitatif, merupakan data yang bukan berupa angka/bilangan. Tidak
dapat dilakukan operasi matematik seperti penambahan, pengurangan,
perkalian, pembagian dll. Data kualitatif juga disebut data atribut (Harinaldi,
2010). Data kualitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang
terkait dengan peran modal sosial yang terbentuk dalam kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu yang mencakup hubungan saling percaya (kepercayaan),
pranata dan jaringan sosial dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
yang ada di Desa Kalibuntu.
2. Data Kuantitatif, merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan.
Dalam data kuantitatif juga umumnya dapat dilakukan operasi-operasi
matematik (Harinaldi, 2010). Data kuantitatif dalam penelitian ini meliputi data
keadaan penduduk, seperti jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin,
jumlah penduduk berdasarkan agama, tingkat pendidikan, umur serta data
jumlah produksi perikanan tangkap yang ada di Desa Kalibuntu.
28
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer dan data sekunder yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui perantara siapapun). Data primer dapat berupa opini
subjek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu
benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Kelebihan bagi peneliti
menggunakan data primer adalah peneliti dapat mengumpulkan data sesuai
dengan yang diinginkan karena data yang tidak relevan dapat dieliminasi atau
setidaknya dikurangi (Sangadji dan Sopiah, 2010). Data ini diperoleh secara
langsung dengan melakukan pengamatan dan pencatatan dari hasil wawancara
dan observasi. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan
observasi terhadap tempat yang secara langsung peneliti dapat mengamati
keadaan sebenarnya dari objek penelitian sehingga peneliti mendapat data yang
valid, akurat dan benar- benar dibutuhkan dalam penelitian.
Adapun yang menjadi sumber dalam penelitian ini merupakan :
Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu Kabupaten Probolinggo
Masyarakat sekitar Desa Kalibuntu Kabupaten Probolinggo
Kantor Balai Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo
Adapun data yang diambil dalam penelitian ini antara lain meliputi :
Profil Desa Kalibuntu Kabupaten Probolinggo
Bentuk Modal Sosial yang ada di Desa Kalibuntu
Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan
29
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang didapatkan
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicacat oleh pihak
yang lain). Data sekunder umumnya berupa data lembaga pemerintah, riset
terdahulu, catatan pribadi, dan sejarah yang telah tersusun di dalam arsip berupa
data dokumenter yang dipublikasikan maupun data dokumenter yang tidak
dipublikasikan (Widi, 2010).
Adapun data sekunder yang diambil dalam penelitian ini antara lain,
meliputi :
Penelitian terdahulu mengenai modal sosial kelompok maupun kelompok
nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
Data penduduk Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo
Propinsi Jawa Timur
Peta lokasi penelitian
Keadaan umum lokasi penelitian
Letak geografis dan topografis lokasi penelitian
Keadaan masyarakat sekitar pesisir pantai Desa Kalibuntu Kabupaten
Probolinggo
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
3.4.1 Wawancara
Pengumpulan data dalam penelitian dapat menggunakan metode
wawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan suatu data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
30
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-
hal dari responden yang lebih mendalam dan apabila respondennya berjumlah
sedikit/kecil. Wawancara dibagi menjadi 2 yaitu wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan setelah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu peneliti biasanya sudah menyiapkan pertanyaan- pertanyaan tertulis
yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Sedangkan wawancara tidak
terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya pada wawancara
tidak terstruktur yang digunakan hanya berupa garis – garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan. (Sugiyono, 2015).
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua belah pihak,
yaitu pihak pertama adalah pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan kepada yang diwawancarai dan pihak yang kedua yaitu
terwawancara (interviewer) yang memberikan informasi atas pertanyaan yang
diajukan oleh pewawancara (Herdiyansah, 2010).
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan yakni terhadap Kepala
Desa Kalibuntu untuk mendapatkan informasi mengenai profil dan sejarah
daerah atau lokasi penelitian dan juga terhadap nelayan yang ada di Desa
Kalibuntu sebagai responden utama untuk dapat menggali informasi mengenai
data yang berhubungan dengan modal sosial yang terbentuk dalam Kelompok
Nelayan Desa Kalibuntu dengan bertatap muka antar pewawancara dengan
responden atau orang yang diwawancarai. Tujuan dari wawancara yang
dilakukan oleh peneliti untuk menyajikan informasi yang saat ini terjadi mengenai
aktivitas, pribadi, perasaan, peristiwa dan organisasi.
31
3.4.2 Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila objek
penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, beupa fenomena alam
(kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan
responden kecil (Riduwan, 2009).
Obsevasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data
apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara
sistematis, serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan kesalahannya
(validitasnya). Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari
proses biologis dan psikologis. Dalam mengunakan teknik observasi yang
terpenting ialah mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti (Usman dan
Akbar, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengambilan data
dengan melakukan observasi untuk mengamati secara langsung kondisi lokasi
penelitian serta mencatat seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan di Desa
Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
3.4.3 Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk
karya misalanya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.
32
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2015).
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari tempat penelitian, yang meliputi buku-buku
relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data
yang relevan (Riduwan, 2009).
Dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan data dengan
melakukan dokumentasi yakni dengan cara mengambil foto setiap kegiatan mulai
dari keadaan sekitar kawasan daerah pesisir pantai Desa Kalibuntu, serta proses
wawancara yang dilakukan di Kantor Kepala Desa Kalibuntu.
3.5 Metode Pengambilan Sampel
Dalam pelaksanaan penelitian ini metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah dengan Nonprobability Sampling. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan metode Nonprobability Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang
merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Ditujukan
kepada orang yang benar-benar mengerti tentang keadaan sekitar lokasi
penelitian. Sehingga untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka diperlukan
teknik purposive sampling untuk mengetahui keadaan sekitar daerah pesisir
pantai Desa Kalibuntu. Adapun yang dipilih menjadi narasumber adalah Kepala
Desa Kalibuntu, anggota kelompok nelayan Desa Kalibuntu, Ketua kelompok
nelayan Desa Kalibuntu, serta Ketua organisasi yang ada di Desa Kalibuntu.
Tidak hanya itu, dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan untuk
menentukan narasumber dengan menggunakan teknik snowball sampling.
33
Dimana Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data,
yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini
dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit belum mampu untuk
memberikan data yang memuaskan maka dari itu perlu adanya penambahan
terhadap responden ketika data yang di dapat kurang dalam memenuhi informasi
mengenai kondisi yang ada dilapang. (Sugiyono, 2015)
Menurut Devers dan Richard (2000) yaitu: Snowball sampling digunakan
apabila peneliti ingin mengumpulkan data informasi dalam salah satu lokasi,
namun peneliti belum tahu siapa yang tepat untuk dipilih, sebab belum mengerti
keadaan dan struktur masyarakat di lokasi tersebut, sehingga belum bisa
merencanakan pengumpulan data secara pasti, maka dari itu peneliti dapat
melakukan secara langsung datang ke lokasi dan bertanya mengenai informasi
yang dibutuhkan kepada siapapun yang pertama kali ditemui.
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain. (Sugiono, 2015)
Analisis data merupakan kegiatan dalam mengolah data menjadi sebuah
informasi, sehingga dengan begitu sifat data yang telah didapatkan akan lebih
mudah untuk dipahami dan bermanfaat guna menjawab masalah yang berkaitan
dengan penelitian. Teknik analisis data merupakan hal yang sangat penting
dilakukan dalam menentukan penelitian, yang berfungsi untuk menyimpulkan
hasil dari penelitian. Tahapan dalam menganalisis data antara lain yakni,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan laporan.
34
Pada analisis data ini peneliti menggunakan analisis kualitatif model Miles
dan Huberman (Sugiyono, 2015) yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data ini terdiri dari 4 hal utama,
yaitu:
3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengambilan data yang dilakukan
di lapang atau tempat penelitian. Dan data yang diperoleh menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Pada tahap observasi data yang dikumpulkan adalah dengan cara
mengamati secara langsung kondisi yang terjadi dilapang. Dan pada tahap
wawancara yakni dengan melakukan wawancara kepada Kepala Desa Kalibuntu
serta pada kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dengan menggali
informasi mengenai tujuan dari penelitian. Sedangkan untuk dokumentasi yang
dilakukan berupa gambar, yang berguna untuk mendukung kebutuhan data
penelitian serta sebagai bukti dari peneliti. Data yang berupa dokumen
dikumpulkan sesuai yang dibutuhkan dalam penelitian yang bersumber dari
dokumen resmi Kantor Kepala Desa Kalibuntu.
3.6.2 Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa, sehingga dapat ditarik
kesimpulan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
35
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
(Sugiyono, 2015)
Dari hasil wawancara, observasi serta dokumentasi yang didapatkan oleh
peneliti dengan pihak-pihak yang terkait, maka data yang terkumpul dirangkum
dengan tujuan agar dapat mempermudah dalam pembuatan laporan penelitian
tanpa menghilangkan data yang didapatkan.
3.6.3 Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang sudah tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta
pengambilan tindakan. Penyajian data juga dapat dilakukan dalam bentuk matrik,
grafik maupun tabel agar data yang di dapatkan tersusun dan terorganisasikan
dengan baik, sehingga akan semakin mudah untuk dipahami.
Penyajian data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yang pertama
gambaran umum. Dalam gambaran umum penelitian berisikan gambaran terkait
lokasi penelitian serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan yang
kedua menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola
hubungan. Dari seluruh data yang sudah didapatkan, dipahami satu persatu
kemudian disatukan lalu diinterpretasikan sesuai dengan rumusan masalah.
3.6.4 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan menetapkan simpulan
terhadap hasil penafsiran dan evaluasi, serta usaha untuk memahami alur sebab
akibat yang nantinya akan mengambil kesimpulan secara terbuka.
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk
pernyataan singkat mengenai peran modal sosial pada kelompok nelayan dalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan mengacu pada tujuan dari
penelitian.
36
Dibawah ini merupakan gambar mengenai komponen dalam analisis data
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 1. Komponen Dalam Analisis Data (Sugiyono,2015)
Dapat disimpulkan, bahwa analisis data merupakan proses pencarian
data dengan menyususn secara sistematis data yang didapatkan dari hasil
observasi, wawancara, maupun dokumentasi dengan cara mengelompokan data
ke dalam kategori, serta memilih mana yang penting dan membuat kesimpulan
sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami.
Gambar 2 menunjukkan awal mula pengumpulan data lampang. Data
yang sudah terkumpul akan dituangkan menurut kriteria dengan menggunakan
reduksi data. Apabila data yang sudah tereduksi belum sesuai dengan kriteria
yang dibutuhkan maka diulangi lagi proses reduksi datanya, akan tetapi apabila
data yang telah direduksi susadh sesuai makan kriteria akan dilanjutkan sampai
pada penarikan kesimpulan.
Berdasarkan model pendekatan interaktif dapat dijelaskan lebih dalam
yaitu :
Mempersiapkan data yang akan dianalisis. Dan langkah pertama yang
harus dilakukan yaitu dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi
serta dokumen yang diperlukan dan yang berkaitan dengan penelitian. Tahap
37
wawancara dilakukan kepada Kepala Desa Kalibuntu, Anggota Kelompok
Nelayan Desa Kalibuntu, Ketua Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu, serta
masyarakat Desa Kalibuntu.
1. Dokumentasi
Dokumentasi yang diambil berupa gambar yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan penelitian, dan sekaligus sebagai bukti validitas dari peneliti. Data
yang berupa dokumentasi dikumpulkan berdasarkan kebutuhan penelitian
yang bersumber dari dokumen resmi Kantor Kepala Desa Kalibuntu serta
Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu.
2. Penyajian Data
Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk teks
naratif. Peneliti menyajikan data penelitian yang telah dilalui berdasarkan
hasil reduksi data. Data yang dikumpulkan berupa gambaran umum
mengenai lokasi penelitian yaitu dari Kantor Kepala Desa Kalibuntu,
Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu..
3. Penarikan Kesimpulan
Perlunya verifikasi dalam tahap penarikan kesimpulan selama penelitian,
sehingga data yang didapat harus diuji kebenarannya. data yang telah
disajikan akan dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif. Data yang
dianalisis meliputi peran modal sosial yang terbentuk dalam kelompok
nelayan di Desa Kalibuntu, peran modal sosial dalam kelompok nelayan
dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di Desa Kalibuntu,
serta bagaimana hubungan antar setiap kelompok nelayan agar dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Desa Kalibuntu.
38
3.7 Variabel, Indikator, dan Item Indikator
Menurut Sugiyono (2015), variabel merupakan sifat atau nilai dari
seseorang, objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut,
kemudian dapat ditarik kesimpulan. Variabel memiliki fungsi untuk pengujian
hipotesis, mempersiapkan metode dalam analisis data, serta mempersiapkan
alat dalam pengumpulan data. Dalam penerapannya variabel terdiri dari variabel
independen dan dependen. Dimana variabel independen merupakan variabel
bebas yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Sedangkan variabel dependen merupakan variabel
terikat yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
independen (bebas).
Di bawah ini merupakan bentuk variabel, indikator dan item indikator
dalam penelitian dengan menggunakan deskriptif kualitatif dapat dilihat pada
Tabel 1.
39
Tabel 1. Variabel, Indikator dan Item Indikator
Variabel Indikator Item
Kepercayaan Kejujuran (Nopianti dan Nia, 2009).
- Transparasi dalam pelaporan keuangan kelompok
- Ketepatan antara pelaporan keuangan dengan data/ fakta
Kewajaran (Nopianti dan Nia, 2009).
- Hasil tangkapan dibagi sesuai dengan pengorbanan atau upaya masing-masing anggota
- Harga jual tangkapan nelayan di bagi rata kepada setiap kelompok
Egaliter (nopianti dan Nia, 2011)
- Tidak membeda-bedakan seseorang
- Sikap antar ketua kelompok dengan anggota kelompok
Toleransi (Nopianti dan Nia, 2009).
- Toleransi terhadap penggunaan alat tangkap yang berbeda pada setiap kelompok
- Hal yang dilakukan oleh anggota dalam menjaga sumberdaya yang ada
Kemurahan hati (Nopianti dan Nia, 2009).
- Sikap berbaik hati terhadap sesama manusia
- Kepedulian seseorang untuk menolong antar sesama nelayan maupun tidak, pada saat mengalami kesulitan keuangan
Pranata Nilai-nilai yang dianut (Nopianti dan Nia, 2009)
- Nilai yang dianut oleh anggota kelompok nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan
- Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kalibuntu
Norma-norma dan Sanki-sanksi (Nopianti dan Nia, 2009).
- Sanksi yang diberikan kepada anggota yang melanggar peraturan
- Aturan tertulis mengenai pemanfaatan sumberdaya perikanan
Aturan-aturan (Nopianti dan Nia, 2009)
- Larangan terhadap setiap kelompok dalam melakukan kegiatan penangkapan
- Peraturan yang harus dipatuhi dalam Kelompok nelayan
Jaringan Sosial
Partisipasi (Nopianti dan Nia, 2009)
- Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan organisasi
- Setiap anggota kelompok memberikan uang kas dengan jumlah yang sama
40
Lanjutan Tabel 1. Variabel, Indikator dan Item Indikator
Variabel Indikator Item
Pertukaran timbal balik (Nopianti dan Nia, 2009)
- Transaksi jual beli ikan yang dilakukan
- Pergantian dalam kepengurusan kelompok nelayan
Solidaritas (Nopianti dan Nia, 2009)
- Perilaku nelayan ketika menemukan nelayan lain dalam kesulitan
- Rasa kesetiakawanan dalam meringankan beban musibah
- Kemauan pengurus dan anggota kelompok untuk berkorban demi kepentingan kelompok
Kerjasama (Nopianti dan Nia, 2009)
- Kerjasama yang terjalin antar atasan dengan bawahan
- Kerjasama yang terjalin antar sesama anggota kelompok
- Pengaruh kerjasama dalam mencapai tujuan bersama (memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan)
Keadilan (Nopianti dan Nia, 2009)
- Ketua kelompok nelayan mengambil keputusan yang bijak kepada anggota kelompok yang melakukan pelanggaran
- Menjatuhkan sanksi tanpa pilih kasih
41
4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis dan Topografi Desa Kalibuntu
Desa Kalibuntu merupakan salah satu desa yang berada di kawasan
pesisir pantai Kabupaten Probolinggo tepatnya di Kecamatan Kraksaan dengan
luas wilayah Desa Kalibuntu sebesar 100.010 Ha. Yang mana luas wilayah
tersebut terbagi atas penggunaanya sebagai tanah sawah sebesar 1,000 Ha,
tanah kering yang termasuk didalamnya adalah pemukiman warga sekitar yaitu
sebesar 28,000 Ha, serta tanah basah yang dipergunakan sebagai tambak yaitu
sebesar 66,000 Ha. (Kantor Kepala Desa Kalibuntu, 2015) . Adapun batas-batas
wilayah Desa Kalibuntu dapat dilihat sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Madura
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Patokan
Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Kebonagung
Sebelah Barat : dan berbatasan dengan Desa Asembagus
Jarak Desa Kalibuntu ke Ibu Kota Kecamatan terdekat dengan
menggunakan kendaraan bermotor adalah 7 km dengan lama jarak tempuh
sekitar ¼ jam, Sedangkan jarak dari Ibu kota kabupaten jika ditempuh dengan
menggunakan kendaraan bermotor adalah 25 km dengan jarak tempuh sekitar 1
jam. Secara topografi Desa Kalibuntu merupakan daerah pesisir pantai yang
padat penduduknya. Di Desa Kalibuntu juga terdapat lahan tambak yang cukup
luas. Desa Kalibuntu sendiri dapat dikategorikan sebagai kawasan pesisir pantai
karena memang daerah tersebut merupakan daerah pemukiman yang dekat
dengan laut. Desa ini memiliki iklim tropis dan terbagi menjadi 2 musim, yaitu
musim penghujan dan musim kemarau dengan ketinggian tempat dari
permukaan laut 0-25 (mdl) meter. Rata-rata suhu udara harian 36-39 oC serta
42
curah hujan 200 mm per tahun. Tekstur tanah yang ada di Desa Kalibuntu
berupa pasiran yang berwarna abu-abu. (Kantor Kepala Desa Kalibuntu, 2015)
4.2 Gambaran Umum Kawasan Pesisir Pantai Desa Kalibuntu
Kawasan pesisir pantai Desa Kalibuntu terletak di Kabupaten Probolinggo
tepatnya di Kecamatan Kraksaan yang terdiri dari daratan dan perairan laut.
Terdapat 6 (enam) desa di Kecamatan Kraksaan yang berbatasan langsung
dengan pantai, seperti Desa Asembagus, Kelurahan Patokan, Desa Kalibuntu,
Desa Sidopekso, Desa Kebonagung dan Desa Asembakor. Dari ke-enam desa
tersebut Desa Kalibuntu merupakan daerah yang terkenal sebagai Desa Nelayan
atau kampung nelayan. Hal ini dikarenakan Desa Kalibuntu memiliki jumlah
penduduk terbanyak diantara desa-desa yang lain di Kecamatan Kraksaan. Dan
sebagian besar penduduk yang tinggal di Desa Kalibuntu bermata pencaharian
sebagai nelayan.
Gambar 1. Kawasan Desa Kalibuntu
Kawasan pesisir pantai yang identik dengan kawasan yang kumuh dan
kotor membuat orang engga untuk mendatangi wilayah tersebut. namun lain
halnya dengan Desa Kalibuntu, desa yang dijuluki sebagai desa nelayan atau
kampung nelayan ini banyak mengalami perubahan, yang sebelumnya di desa ini
terkenal dengan lingkungan kumuh, karena banyaknya sampah yang berserakan
dibiarkan begitu saja tidak dibuang pada tempatnya membuat pemandangan
43
Desa Kalibuntu menjadi kumuh dan kotor. Menurut penelitian Wulandari (2013)
mengenai Rasionalitas Kelompok Sasaran Program MCK Lingkungan Pesisir
Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo menyebutkan
bahwa masyarakat Desa Kalibuntu memiliki gaya hidup yang acuh terhadap
lingkungan sekitarnya sehingga membuat lingkungan sekitar tempat tinggal
mereka menjadi kotor dan kumuh. Dalam penelitiannya juga menyebutkan
bahwa salah satu bentuk gaya hidup mereka yang kotor adalah dengan buang
air besar di tambak dikarenakan jarak rumah dengan tambak sangat dekat.
Dampaknya timbul penyakit seperti diare, typhus, muntaber, dll. Hal tersebut
dikarenakan tingkat pendapatan nelayan yang rendah sehingga tidak mampu
untuk membangun sarana MCK sendiri serta kebiasaan penduduk desa yang
sering buang air di sungai, tambak maupun laut tanpa harus membayar.
Namun lain halnya sekarang, Dengan adanya kegiatan Festival
Wirakarya Kampung Kelir yang melibatkan 1.000 orang anggota Pramuka dari
Probolinggo dan Pasuruan yang dilakukan selama 4 hari dari mulai tanggal 1 s/d
4 Mei 2017 mengubah Desa Kalibuntu menjadi kawasan yang indah dipandang,
rumah-rumah penduduk di Desa Kalibuntu berubah menjadi penuh warna, tak
hanya sekedar di cat warna-warni, pada beberapa bagian juga nampak gambar
yang sudah di desain sebelumnya. Hal tersebut dilakukan untuk menumbuhkan
rasa kepedulian masyarakat pesisir pantai Desa Kalibuntu agar peduli terhadap
lingkungan sekitarnya. Dibawah ini merupakan gambar rumah yang ada di Desa
Kalibuntu sebelum dan sesudah di cat, dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.
44
Gambar 2. Rumah di Desa Kalibuntu sebelum di cat
Gambar 3. Rumah di Desa Kalibuntu sesudah di cat
Pada gambar 4 dan 5 terlihat jelas perbedaan antar rumah
penduduk yang ada di Desa Kalibuntu sebelum dan sesudah di cat. Tampak
rumah penduduk sebelum di cat terlihat kurang berwarna, namun hasil dari
adanya kegiatan Festival Wirakarya Kampung Kelir yang melibatkan 1.000 orang
anggota Pramuka dari Probolinggo dan Pasuruan membuat rumah penduduk
yang ada di Desa Kalibuntu menjadi penuh dengan warna. Tak dapat dipungkiri
bahwasannya kawasan pesisir pantai Kalibuntu yang dulunya terkenal dengan
pemukiman kumuh, dan yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungannya,
sekarang berubah menjadi Kampung yang indah di pandang.
45
4.3 Keadaan Penduduk Desa Kalibuntu
Jumlah penduduk di Desa Kalibuntu berdasarkan hasil registrasi
penduduk akhir tahun 2015 yakni sebanyak 8.499 jiwa yang terdiri dari 4.216
jumlah penduduk laki-laki dan 4.283 jumlah penduduk perempuan. Desa
Kalibuntu merupakan wilayah di Kecamatan Kraksaan yang memiliki penduduk
terbanyak. Sedangkan Desa dengan jumlah penduduk terkecil berada pada Desa
Tamansari yakni hanya sebanyak 1.094 jiwa. Dengan luas wilayah Desa
Kalibuntu 100.010 Ha yang terdiri dari tanah sawah 1.000 Ha, tanah kering
28,000 Ha serta tanah basar 66,000 Ha yang dihuni oleh 8.499 jiwa yang terdiri
dari penduduk laki-laki dan perempuan.
4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data yang didapat dari Kantor Kepala Desa Kalibuntu pada
saat penelitian berlangsung, data jumlah penduduk Desa Kalibuntu pada tahun
2016 berjumlah 8.473 jiwa. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat
Desa Kalibuntu adalah bahasa Madura, karena sebagian besar penduduk Desa
Kalibuntu berasal dari Madura. Jumlah penduduk desa tersebut terdiri dari 4.198
jumlah penduduk laki-laki dan 4.275 jumlah penduduk perempuan. Jumlah
penduduk Desa Kalibuntu di dominasi oleh penduduk perempuan. Berikut adalah
tabel rincian jumlah penduduk Desa Kalibuntu berdasarkan jenis kelamin, dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Laki-laki 4.198 49.6%
2. Perempuan 4.275 50.4%
Jumlah Total 8.473 100 %
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
46
4.3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Kalibuntu
Keadaan penduduk menurut Agama yang dianut oleh masing-masing penduduk
di Desa Kalibuntu diketahui bahwa seluruh penduduk yang berada di Desa
Kalibuntu beragama Islam. Berikut adalah tabel rincian penduduk berdasarkan
agama yang dianut, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Islam 8.473 100% 2. Kristen - - 3. Katholik - - 4. Hindu - - 5. Budha - -
6. Khonghucu - - 7. Aliran Kepercayaan lainnya - -
Jumlah Total 8.473 100%
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
4.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kemajuan dari suatu wilayah dapat mempengaruhi kualitas serta
kuantitas dari penduduk pada wilayah itu sendiri. Salah satunya dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk pada Desa tersebut. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Kantor Kepala Desa Kalibuntu tingkat pendidikan penduduk
terbanyak didominasi oleh tamatan SD/ sederajat. Hal tersebut menunjukkan
bahwasannya kesadaran masyarakat Desa Kalibuntu akan pentingnya tingkat
pendidikan masih rendah, sehingga membuat penduduk yang ada di Desa
Kalibuntu susah untuk mendapatkan pekerjaan. Berikut ini merupakan tabel
rincian tingkat pendidikan penduduk di Desa Kalibuntu, dapat dilihat pada Tabel
4.
47
Tabel 3. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Belum/ Tidak Sekolah 3.064 36,16 % 2. Tamat SD/ sederajat 3.181 37,54 % 3. Tamat SLTP/ sederajat 1.183 14,0 % 4. Tamat SLTA/ sederajat 915 10,8 % 5. Tamat D1 5 0,05 % 6. Tamat D2 9 0,10 % 7. Tamat D3 5 0,05 % 8. S1 111 1,3 %
Jumlah Total 8.473 100%
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
4.3.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Kalibuntu,
keadaan penduduk menurut usia didominasi oleh penduduk usia 1-10 tahun yaitu
sebesar 1.721 jiwa (20,24%). Pada usia 1-10 tahun merupakan usia anak-anak,
sehingga dapat diketahui bahwa penduduk Desa Kalibuntu mengalami
pertumbuhan yang didominasi oleh penduduk anak-anak. Berikut ini merupakan
tabel rincian keadaan penduduk berdasarkan usia, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Usia
No. Usia (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. 0-12 bulan 110 1,30 % 2. 1-10 1.721 20,30 % 3. 11-20 1.367 16,13 % 4. 21-30 1.619 19,10 % 5. 31-40 1.376 16,23 % 6. 41-50 970 11,44 % 7. 51-60 652 7,70 % 8. 61-75 617 7,30 % 9. >=75 41 0,5 %
Jumlah Total 8.473 100%
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
48
4.3.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian yang didapatkan
pada saat penelitian berlangsung adalah bekerja sebagai buruh lain-lain yang
tidak disebutkan merupakan jenis pekerjaan campuran yang dikelompokkan
kedalam buruh lainnya yaitu sebesar 3.550 penduduk dengan nilai persentase
41,77%. Sedangkan jenis pekerjaan yang menempati posisi kedua adalah
bekerja sebagai nelayan, karena pada dasarnya Desa Kalibuntu merupakan
daerah pesisir pantai yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai nelayan. Dilihat dari tingkat pendidikan yang masih rendah,
menyebabkan masyarakat di Desa Kalibuntu susah untuk mendapatkan
pekerjaan, sehingga hal tersebut membuat kebanyakaan penduduk Desa
Kalibuntu bekerja sebagai nelayan. Berikut adalah tabel rincian penduduk Desa
Kalibuntu berdasarkan mata pencahariannya, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5.Data Penduduk Desa Kalibuntu Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Tidak bekerja 3.164 37,34 % 2. Petani 143 1,7 % 3. Buruh tani 140 1,65 % 4. Buruh migran 121 1,42 % 5. Pegawai Negeri Sipil 9 0,10 % 6. Pengrajin Industri Rumah Tangga 10 0,12 % 7. Pedagang Keliling 76 0,90 % 8. Peternak 16 0,19 % 9. Nelayan 1.244 14,7 %
10. Buruh Lain-lain 3.550 42 %
Jumlah Total 8.473 100%
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
49
4.4 Keadaan Umum Perikanan Desa Kalibuntu
Dari ke 18 desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Kraksaan ada 6
desa yang merupakan daerah pesisir karena berbatasan langsung dengan laut.
Salah satunya adalah Desa Kalibuntu. Desa Kalibuntu merupakan desa yang
terkenal sebagai kampung nelayan atau desa nelayan, karena sebagian besar
penduduk di Desa Kalibuntu bekerja sebagai nelayan. Pemanfaatan sumberdaya
perikanan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi masyarakat nelayan
membuat masyarakat didesa tersebut lebih cenderung mengandalkan hasil
tangkapan ikan. Karakteristik Desa Kalibuntu merupakan kawasan atau daerah
pemukiman nelayan dengan kegiatan perikanan sebagai aktivitas yang paling
dominan bagi daerah yang terletak disepanjang pantura.
Produksi ikan hasil tangkapan yang ada di Desa Kalibuntu terdiri dari
beberapa jenis ikan. Jenis ikan hasil tangkapan yang ada di Desa Kalibuntu
terdiri dari ikan Tuna, ikan Tongkol/ cakalang, ikan Kakap, ikan Tenggiri, ikan
Jambal, ikan Pari, ikan Kuwe, ikan Belanak, Cumi, Gurita, Sarden, Bawal,
Baronang, Kembung dan ikan Ekor Kuning. Dari beberapa jenis ikan diatas
didominasi oleh ikan Tongkol/ cakalang, dimana berdasarkan data hasil produksi
pada tahun 2015 Desa Kalibuntu, produksi ikan Tongkol/ cakalang sebesar 4.000
ton/tahun. Selanjutnya disusul oleh ikan Cumi yaitu sebesar 2.000 ton/tahun dan
pada posisi ketiga ada ikan ekor kuning yaitu sebesar 1.500 ton/tahun.
Sedangkan untuk hasil produksi ikan paling sedikit adalah ikan tuna yaitu
sebanyak 0,5 ton/tahun. Berikut ini merupakan rincian tabel hasil produksi ikan
menurut jenisnya di Desa Kalibuntu, dapat dilihat pada Tabel 7.
50
Tabel 6. Data Rincian Hasil Produksi Ikan
No. Jenis Ikan Hasil Produksi Ikan (Ton/ tahun)
1. Tuna 0,5 2. Tongkol/ cakalang 4.000 3. Kakap 200 4. Tenggiri 50 5. Jambal 5 6. Pari 30 7. Kuwe 10 8. Belanak 100 9. Cumi 2.000 10. Gurita 10 11. Sarden 1.000 12. Bawal 10 13. Baronang 2 14. Kembung 20 15. Ikan Ekor Kuning 1.500
Total 8.937,5
Sumber : Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan, 2017
51
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelompok Nelayan di Desa Kalibuntu
Kelompok nelayan merupakan kumpulan masyarakat nelayan yang
tergolong dalam satu kelompok yang saling bekerjasama untuk dapat mencapai
tujuan bersama. Berdasarkan hasil penelitian yang berlangsung pada bulan juni
2017, bahwasannya di Desa Kalibuntu sendiri tidak ada komunitas nelayan,
masyarakat nelayan di Desa Kalibuntu terbagi atas beberapa kelompok saja, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu masyarakat nelayan Desa
Kalibuntu yang ditemui dan yang diwawancarai pada saat proses penelitian
berlangsung. Berikut penuturan Bapak SM mengenai kelompok nelayan yang
ada di Desa Kalibuntu:
”Perkumpulan nelayan sendiri ndak ada dek, dulunya itu disini sempat ada yang khusus
untuk kelompok-kelompok nelayan dijadikan satu, tapi ndak bertahan lama de, ya itu dah,
karna punya kesibukan sendiri-sendiri, makanya sekarang sudah dihapus itu dek, adanya
ya kelompok-kelompok biasa dalam satu kapal itu dah, kalo untuk keseluruhan kelompok
ndak ada dek”. (W/70717/Info1/Jaringan Sosial/SM)
Dapat dikatakan bahwasannya dari pernyataan Bapak SM untuk saat ini
tidak ada perkumpulan komunitas nelayan di Desa Kalibuntu dikarenakan
kurangnya partisipasi antar setiap kelompok nelayan, sehingga dibubarkannya
perkumpulan antar setiap kelompok yang ada di Desa Kalibuntu, hal tersebut
disebabkan karena kesibukan masing-masing setiap kelompok nelayan Desa
Kalibuntu. adanya perkumpulan hanya antar tiap satu kelompok nelayan yang
terdiri dari satu kapal saja. Kelompok masyarakat nelayan di Desa Kalibuntu
saling bekerjasama untuk dapat mencapai tujuan bersama yaitu dalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada secara berkelanjutan.
Kerjasama yang terjalin antar anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu
selain dalam kegiatan penangkapan, salah satunya adalah dengan adanya
52
perbaikan jaring yang rusak, perbaikan tersebut dilakukan secara bersama-sama
antar setiap anggota kelompok nelayan dalam satu kapal, keakraban yang
terjalin antar anggota kelompok nelayan sangat baik, tidak ada jarak antar
anggota dengan pemilik kapal, semua ikut andil dalam memperbaiki jaring,
seperti yang terlihat pada gambar 6.
Gambar 1. Perbaikan Jaring
Pada gambar 6 nampak jelas bahwa kerjasama yang dilakukan oleh
anggota nelayan terjalin dengan baik. Kekompakan yang terlihat antar ketua
kelompok nelayan atau pemilik kapal dengan anggota kelompok nelayan dinilai
dapat menumbuhkan rasa saling memiliki satu sama lain.
Pada saat penelitian berlangsung ada 3 kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu yang di wawancarai sebagai narasumber dalam melengkapi data
penelitian. Berikut ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan pada saat
penelitian berlangsung :
5.1.1 Kelompok 1
Kelompok 1 yang di ketuai oleh Bapak AT yang juga sebagai pemilik
kapal yang biasa digunakan untuk keperluan melaut. Beliau mengungkapkan
bahwasannya awal mula terbentuknya anggota kelompok nelayan yang diketuai
oleh beliau sendiri sebagai pemilik kapal adalah secara kekeluargaan, tidak ada
batasan dalam pemilihan anggota kelompok tersebut, beliau menerima secara
53
terbuka bagi siapa saja, tetangga maupun kerabat yang ingin menjadi bagian dari
anggota kelompok nelayan yang diketuai oleh Bapak AT. Berikut pernyataan
Bapak AT mengenai awal mula terbentuknya anggota kelompok nelayan.
”Neng kak anjeh tak le mele buk, gi se gelem alakoah norok peraoh kuleh, gi alakoh bik
kuleh, sera’ah beih pon se gellem aloah norok peraoh kuleh gi toreh, kuleh tak matesen
ten buk, pokok alakoh gu onggu buk, sera’ah beih pon, tetanggeh, tretan pokok sera’ah
beih gi toren mon gellem, delem satu peraoh kuleh kaksak cumak sekunik buk
anggotanah, neng lemabeles oreng, tak benyak ten, tak pasteh ten buk delem satu
peraoh kakruah bedeh se dupolo oreng paling benyak gi sampek telopoloan oreng buk”.
“Disini tidak milih-milih buk, ya yang mau bekerja ikut perahu saya, ya bekerja sama
saya, siapa saja yang mau bekerja ikut perahu saya ya silahkan, saya tidak membatasi
buk, pokok bekerja sungguh-sungguh, siapa saja, tetangga, sodara pokok siapa saja ya
silahkan kalau mau, dalam satu perahu saya itu cuma sedikit buk anggotanya, cuma 15
orang, ndak banyak, tidak pasti juga buk dalam satu perahu itu ada yang 20 orang paling
banyak ya sampek 30 an orang buk”. (W/290617/AT)
Jadi dapat disimpulkan dari pernyataan Bapak AT bahwasannya awal
mula terbentuknya anggota kelompok nelayan yaitu secara kekeluargaan, beliau
tidak membatasi dalam pemilihan anggota kelompok nelayan yang ingin
bergabung, menurut pernyataannya siapa saja yang ingin bergabung, tetangga
maupun saudara, beliau terima, asalkan benar-benar bekerja tidak aneh-aneh.
Dan untuk anggota kelompok yang diketuai oleh Bapak AT tersebut hanya
beranggotakan 15 orang, jadi menurut beliau dalam satu kapal tidak sama
banyaknya anggota kelompok yang ikut melaut.
5.1.2 Kelompok 2
Kelompok 2 yang diketuai oleh Bapak SM, beliau menjelaskan
bahwasannya awal mula terbentuknya anggota kelompok nelayan yang diketuai
oleh Bapak SM adalah secara sukarela, tidak ada tuntutan dari beliau bagi siapa
saja yang ingin bekerja dan bergabung dengan anggota kelompok nelayan yang
54
beliau ketuai, pernyataan tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan yang di
ungkapkan oleh Bapak AT. Berikut pernyataan Bapak SM mengenai awal mula
terbentuknya anggota kelompok yang diketuai oleh beliau sendiri :
“Awal terbentuknya anggota kelompok ini ndak ada syarat khusus buat jadi anggota
kelompok saya, maksudnya jadi ABK saya. Disini itu seperti itu, tidak pilih-pilih, yang
ingin bekerja dengan saya ya bergabung dengan kapal saya dek. Yang penting itu
waktunya kerja ya kerja, masalahnya kan saya butuh tenaganya, kalok selalu ndak ikut
kerja, kan kayaknya kapal itu ndak bisa bekerja, kekurangan tenaga gitu dek, jadi harus
bekerja sungguh-sungguh lah istilahnya gitu dek. Saya punya 2 kapal dek yang satu
dipegang anak saya, dan satunya lagi saya sendiri yang pegang, anggota nya lumayan
banyak dek sekitar 30 an itu dikapal saya”. (W/070717/SM)
Jadi pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak SM bahwasannya tidak
ada syarat khusus untuk masuk dan ikut bergabung dengan anggota kelompok
yang di ketuai oleh beliau. Asalkan anggota yang ingin bergabung bekerja
sungguh-sungguh. Anggota kelompok nelayan yang diketuai oleh Bapak SM
lumayan banyak yaitu ada sekitar 30 an orang, berbeda dengan anggota
kelompok nelayan yang di ketuai oleh Bapak AT yang hanya 15 anggota saja.
Seperti yang sudah Bapak AT sampaikan bahwasannya banyaknya anggota
dalam setiap kapal tidak sama.
5.1.3 Kelompok 3
Sedangkan kelompok ketiga yang diketuai oleh Bapak MB, beliau
menjelaskan bahwasannya awal mula beliau merekrut anggota kelompok
nelayan yang diketuainya adalah secara terbuka bagi siapa saja yang ingin
bergabung menjadi anggota kelompok yang diketuai oleh beliau. Beliau juga
mengutarakan bahwasannya kebanyakan anggota kelompok yang ikut bekerja
kepada beliau adalah kerabatnya sendiri. Dalam satu kapal yang diketuai oleh
Bapak MB ada sekitar 30 an anggota kelompok nelayan ikut yang bergabung.
Menurut penuturan beliau, tidak ada syarat khusus untuk masuk dan ikut
55
bergabung dengan kapal beliau. Berikut pernyataan yang dikemukakan oleh
Bapak MB pada saat wawancara berlangsung :
“Sistemnya kalo disini ya gitu dah dek biasa, siapa saja yang mau ikut gabung dengan
kapal saya, ya kerjanya sama saya. Saya tidak melarang siapapun yang ingin ikut
bergabung dengan kelompok saya dek, di kapal saya itu ada sekitar 30 an orang dek
yang gabung, tapi ya gitu kebanyakan yang bekerja sama saya itu sodara sendiri dek.
Dan saya sebagai pemilik kapal juga ndak ngasih syarat khusus buat yang pengen
gabung dengan kapal saya dek, ya pokok intinya bisa kerja bener-bener ya ayok gitu dah
dek”. (W/050717/MB)
Jadi menurut pernyataan dari Bapak MD beliau menjelaskan
bahwasannya untuk menjadi anggota kelompok yang diketuai oleh beliau tidak
ada syarat khusus yang harus dipatuhi oleh setiap anggota yang ingin bergabung
dengan kapal beliau.
Dari ketiga kelompok yang dijadikan sebagai narasumber pada saat
penelitian berlangsung mengenai awal mula terbentuknya kelompok nelayan
yang ada di Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo adalah
secara terbuka, dari ketiga kelompok nelayan tersebut kompak menyebutkan
bahwasannya tidak ada syarat khusus untuk masuk dan ikut bergabung menjadi
bagian dari anggota kelompok nelayan, hanya saja banyaknya anggota dalam
setiap kapal yang diketuai oleh pemilik kapal tersebut tidak sama, hal tersebut
dilihat dari besarnya kapasitas kapal menampung banyaknya anggota kelompok
dalam satu kapal.
Berikut ini merupakan gambar kapal yang ada di kawasan pesisir pantai
Desa Kalibuntu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
56
Gambar 2. Kapal Nelayan Desa Kalibuntu
Seperti yang terlihat pada gambar 7 bahwasannya ukuran kapal yang ada
di Desa Kalibuntu tidak terlalu besar, kapal tersebut dapat menampung sekitar
20-30 an ABK (Anak Buah Kapal). Sangat berbeda dengan kapal yang ada di
perairan mayangan, kapal yang ada di daerah tersebut beragam dari yang
terkecil sampai kapal terbesar juga ada, karena alat tangkap yang digunakan di
kawasan pesisir mayangan tiap kapalnya tidak sama, ada yang menggunakan
pukat harimau, jaring, cantrang dan masih banyak lagi alat tangkap lainnya yang
digunakan di kawasan perairan mayangan, maka dari itu kapasitas kapal yang
diperlukan oleh nelayan di mayangan juga berbeda sesuai dengan alat tangkap
yang digunakan. Namun lain halnya dengan nelayan yang ada di Desa
Kalibuntu, jenis alat tangkap yang digunakan masih sangat tradisional yaitu
menggunakan jaring apung. Seluruh kapal yang ada di kawasan pesisir Desa
Kalibuntu rata menggunakan alat tangkap berupa jaring. Masyarakat Desa
Kalibuntu juga memastikan bahwasannya alat tangkap yang digunakan tidak
sampai merusak rumpon atau yang biasa disebut rumah ikan dan ekosistem
yang ada di dasar laut.
57
5.2 Komponen Modal Sosial pada Kelompok Nelayan Desa Kalibuntu
Modal sosial merupakan bagian dari organisasi sosial yang didalamnya
terdapat kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat mendorong masyarakat
untuk ikut berpartisipasi dalam mencapai tujuan bersama (Putnam,1993 dalam
Field, 2003). Modal sosial juga merupakan kemampuan yang timbul dari adanya
hubungan saling percaya (trust) dalam sebuah kelompok maupun kelompok.
Modal sosial juga diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam
menggerakkan kebersamaan antar sesama. Hubungan antar individu dengan
kelompok maupun kelompok dengan sesama kelompok ditopang dengan adanya
jaringan, nilai-nilai kebudayaan serta hubungan saling percaya yang dapat
memungkinkan terjalinnya kerjasama yang baik agar dapat mencapai tujuan
bersama. Dalam penelitian ini komponen modal sosial difokuskan pada
kepercayaan (Hubungan saling percaya), pranata dan jaringan sosial. Dimana
hasil penelitian dijelaskan sebagai berikut :
5.2.1 Kepercayaan
Salah satu komponen modal sosial yang ada di Kelompok Nelayan Desa
Kalibuntu adalah dengan adanya kepercayaan yang terjalin antar setiap anggota
kelompok baik pemilik kapal maupun ABK. Pentingnya sebuah kepercayaan agar
masyarakat dapat bekerjasama dengan baik dan melahirkan kehidupan sosial
yang harmonis. Dalam modal kepercayaan ada beberapa indikator yang
termasuk didalamnya seperti adanya kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi
serta kemurahan hati. Dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
dirumuskan bahwa bentuk kepercayaan kelompok nelayan di Desa Kalibuntu
dilihat dari adanya kejujuran, kewajaran, toleransi serta kemurahan hati.
58
1. Kejujuran
Menurut Nopianti dan Nia (2011), nilai kejujuran dikonsepsikan sebagai
sebuah hubungan diantara anggota dan kelompok nelayan yang dilakukan
secara tulus dan ikhlas tanpa kecurangan berdasarkan pada standar nilai yang
disepakati bersama. Individu maupun kelompok yang berprilaku diluar standar
nilai yang disepakati tersebut dipandang telah melakukan ketidakjujuran. Dalam
kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu, bentuk dari kejujuran tersebut
adalah dengan adanya :
a. Transparansi dalam pelaporan keuangan yang dimiliki oleh setiap kelompok
Salah satu bentuk kepercayaan yang ada di Kelompok masyarakat
nelayan di Desa Kalibuntu adalah dengan adanya nilai kejujuran yang terbentuk.
Nilai kejujuran tersebut digambarkan dengan adanya transparansi dalam
pelaporan keuangan atau dana kelompok yang digunakan. Setiap dana
kelompok yang keluar akan dilaporkan kepada setiap anggota kelompok nelayan,
walaupun dalam pelaporan tersebut tidak adanya laporan tertulis mengenai dana
yang digunakan sebagai modal untuk melaut dan juga sebagai simpanan apabila
sewaktu-waktu terjadi kerusakan pada perahu/ kapal. Anggota kelompok nelayan
mempercayakan sepenuhnya terhadap pengelola maupun pemilik kapal
mengenai dana bantuan yang diperoleh. Nilai kejujuran yang terbentuk dalam
kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dapat mengatasi permasalahan
modal yang dihadapi oleh anggota kelompok nelayan dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan yang ada. Nilai kejujuran antara anggota kelompok
dengan ketua kelompok maupun pemilik kapal, dirasa dapat menumbuhkan rasa
saling percaya, hal tersebut dapat menciptakan hubungan sosial yang baik antar
sesama anggota kelompok satu dengan yang lainnya. Berikut adalah kutipan
wawancara yang dilakukan kepada bapak HR yang mengungkapkan bahwa :
59
“Untuk uang kas dan iuran kelompok perbulan itu tidak ada dek, tapi kalau keuangan
kelompok dalam satu kapal nelayan sendiri ada dek, jadi seumpama butuh uang untuk
keperluan melaut atau yang lainnya itu sudah di urus atasan dek, yang dimaksud
keuangan kelompok disini itu ya dari bantuan pemerintah itu dek, jadi setiap pemiliki
kapal itu dapat bantuan dari pemerintah, nah itu dah dek yang dipakai untuk keperluan
melautanya, jadi sistemnya disini itu ndak pakek uang kas maupun iuran dek, uang
bantuan yang diperoleh dari pemerintah itu yang mengelola pemilik kapalnyanya dek, jadi
semua kebutuhannya ditanggung sama pemilik kapal dek, semisal ada kerusakan kapal,
kayak kerusakan mesinnya ya itu dah dek, pakai uang bantuan yang dapat dari
pemerintah, dapatnya juga ndak mesti dek, sedapatnya bantuan dari pemerintah lah,
kadang bantuannya itu juga kayak perlengkapan melaut gitu dek”.
(W/050717/info1/Kepercayaan/HR)
Bapak HR juga mengungkapakan bahwa dana yang didapatkan dari
pemerintah dikelola oleh ketua kelompok atau pemilik kapal dan tidak ada
pelaporan khusus dalam artian tidak ada laporan tertulis dalam setiap
penggunaan dana kelompoknya, hanya melalui pembicaraan antar setiap
anggota kelompok, jadi tidak ada yang disembunyikan. Anggota sangat percaya
terhadap ketua kelompok, karena mereka tahu bahwa apabila terjadi kerusakan
pada kapal maupun mesin kapal, biaya perawatannya tidak murah, maka dari itu
nelayan di Desa Kalibuntu menyerahkan seutuhnya kepada pemilik kapal.
Bapak HR juga menjelaskan bahwasannya uang bantuan yang
didapatkan dari pemerintah tidak pasti kapan datangnya, yang pasti nelayan di
Desa Kalibuntu masih mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat yang
dipergunakan untuk keperluan melaut. Bantuan yang didapat juga tidak hanya
berupa uang, ada juga yang berupa alat tangkap maupun keperluan melaut
lainnya.
Selain Bapak HR, Bapak MT juga menjelaskan bahwa tidak ada uang kas
maupun iuran dalam kelompok nelayan di Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan
wawancara yang dilakukan kepada Bapak MT.
60
“Soal dana kelompok itu masalah anggota itu ya dek, oh disini ndak ada dek kaya iuaran
uang kas itu ndak ada, jika tiba-tiba membutuhkan uang buat kerusakan mesin itu
biasanya kalau kita dapat hasil melaut itu disimpan sebagian oleh pemilik kapal dan itu
untuk keperluan jika tiba-tiba terjadi kerusakan pada kapalnya mbak. Sama ini dek,
kelompok nelayan disini juga dapat dana dari pemerintah, ya itu juga dah dek yang
dibuat untuk jaga-jaga kalau ada kerusakan sama kapal”.
(W/050717/Info1/Kepercayaan/MT)
Kutipan wawancara dari Bapak HR dan Bapak MT yang menjelaskan
bahwasannya tidak ada uang kas maupun iuaran dalam Kelompok Nelayan di
Desa Kalibuntu. Dan juga tidak ada pelaporan khusus untuk dana kelompok yang
digunakan, dalam artian tidak ada pelaporan secara tertulis, melainkan dengan
pembicaraan serta persetujuan antar setiap anggota kelompok. Apabila sewaktu-
waktu membutuhkan dana untuk perawatan kapal maupun mesin kapal
menggunakan uang bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan juga biasanya
menggunakan uang hasil melaut yang disimpan sebagian oleh pemilik kapal, hal
tersebut sudah melalui persetujuan setiap anggota kelompok nelayan, jadi tidak
ada yang disembunyikan, tetap ada pelaporan walaupun tidak dalam bentuk
tertulis.
b. Penggunaan alat tangkap oleh kelompok nelayan di Desa Kalibuntu
Nilai kejujuran juga dapat dilihat dari seberapa besar masyarakat nelayan
sekitar peduli terhadap lingkungan sekitarnya, dengan tetap menggunakan alat
tangkap ramah lingkungan merupakan salah satu cara agar dapat menjaga
sumberdaya perikanan tetap terjaga dengan baik. Letak nilai kejujuran dalam
penggunaan alat tangkap oleh kelompok nelayan di Desa Kalibuntu dilihat dari
tidak melanggarnya setiap kelompok yang ada di Desa Kalibuntu mengenai
penggunaan alat tangkap yang harus digunakan dalam perairan Desa Kalibuntu.
Hal tersebut didukung dengan adanya penuturan dari Bapak SM, mengenai
61
penggunaan alat tangkap yang boleh dan tidak boleh digunakan di perairan Desa
Kalibuntu.
”larangannya kepada setiap kelompok mengenai alat tangkap yang dipakek untuk melaut
itu dah, kayak ndak boleh pakai alat tangkap yang bisa merusak lingkungan, ya seperti
itu dah larangannya mbak, kalok aturan yang harus dipatuhi itu, ya kayak itu dek adanya
larangan terhadap penggunaan alat tangkap, dan saya yakin juga kalo semua kapal
disini itu pakenya alat tangkap tradisional, alat tangkap yang sama dek”.
(W/070717/Info5/Pranata/SM)
Penggunaan alat tangkap yang digunakan di perairan Desa Kalibuntu
masih sangat tradisional, dan jika dilihat dari penuturan Bapak SM beliau percaya
bahwasannya seluruh kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu
menggunakan alat tangkap yang sama dengan yangbiasa beliau gunakan untuk
keperluan melaut.
Selain Bapak SM ada juga penuturan dari Bapak MB, mengenai penggunaan alat
tangkap yang digunakan di perairan Desa Kalibuntu. Berikut penuturan oleh Bapak MB :
“Alat tangkapnya disini itu masih tradisional mbak, pakeknya jaring, dilarang disini mbak
untuk penggunaan alat tangkapnya selain jaring, semuanya pakek jaring mbak, soalnya
dari atasan sendiri itu ndak diperbolehkan mbak, kalo di Desa Kalibuntu ini semuanya
merata pakek jaring, baru kalo di sana itu daerah probolinggo kota itu biasanya pakek
alat tangkap yang ndak sama antar tiap kapalnya. Kalo untuk sumberdaya nya ya mbak
ya, ya itu mbak kayak saya sebagai nelayan sama anggota kelompok nelayan lain itu
patuh sama aturan yang sudah dibuat, kayak adanya larangan penggunaan alat tangkap
selain jaring”. (Wawancara dilakukan pada tanggal 05 Juli 2017/ Info5/ Kepercayaan/ MB)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM dan
Bapak MB nilai kejujuran jika dikaitkan dengan pemanfaatan sumberdaya
perikanan, maka dapat disimpulkan bahwasannya alat tangkap yang digunakan
untuk melaut oleh nelayan di Desa Kalibuntu masih sangat tradisional. Bapak MB
dan Bapak SM juga meyakini bahwasannya nelayan Desa Kalibuntu hanya
menggunakan alat tangkap jaring yang cara kerjanya atau operasinya pada saat
malam hari, beliau juga meyakini bahwa setiap nelayan di Desa Kalibuntu tidak
62
ada yang melanggar peraturan mengenai alat tangkap yang digunakan, Bapak
MB dan Bapak SM percaya bahwasannya alat tangkap yang digunakan di Desa
Kalibuntu oleh seluruh nelayan yang ada mayoritas sama yaitu menggunakan
jaring apung.
2. Kewajaran
Menurut Nopianti dan Nia (2011), kewajaran dikalangan kelompok
nelayan dapat dilihat dari cara penerapan aturan ataupun dijatuhkannya sanksi
yang tegas oleh ketua kelompok nelayan kepada anggota begitupun sebaliknya.
a. Pembagian hasil tangkapan sesuai dengan pengorbanan masing-masing anggota kelompok Nilai Kewajaran yang ada di kelompok masyarakat nelayan di Desa
Kalibuntu dinilai dari adanya hasil tangkapan yang dibagikan sesuai dengan
pengorbanan yang dilakukan oleh tiap masing-masing angota. Pembagian hasil
tangkapan yang diperoleh tidak dibagikan secara rata, hal tersebut sudah
menjadi hal yang biasa karena pemilik kapal lebih berhak untuk mendapatkan
hasil lebih banyak, hal tersebut dilakukan karena tidak adanya uang kas dalam
kelompok jadi apabila sewaktu-waktu membutuhkan dana untuk kerusakan
kapal, uang yang digunakan adalah uang hasil dari dana bantuan pemerintah
dan sebagian uang hasil melaut yang telah dibagi oleh ketua kelompok nelayan
atau pemilik kapal. Jadi dalam satu kapal tidak ada rasa iri hati mengenai
pembagian hasilnya, karena menurut mereka pembagian dalam hasil tangkapan
sudah dirasa wajar, sesuai dengan pengorbanan atau upaya yang dilakukan oleh
masing-masing anggota kelompok. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Bapak MT. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak MT
menjelaskan bahwa :
63
”Hasil tangkapan yang didapat disini itu ndak dibagi rata dek, tetap yang punya kapal
yang lebih banyak dapat uangnya, karna apa dek, misalkan ada kerusakan kayak mesin
kapal rusak gitu, pastinya pemilik kapal yang repot, sama ini dek pemilik kapal yang
banyak mengeluarkan modal juga. Jadi seumpama hasil melautnya itu dapat uang,
katakanlah 9,5 juta lalu dipotong bahan bakar 500 ribu, tinggal 9 juta, nanti 3 juta nya
diambil oleh pemilik kapal, terus sisanya kan 6 juta baru itu yang dibagikan sama
anggota dek, seumpama dalam satu kapal itu ada 12 orang jadi ya 6 juta tadi itu
dibagikan ke 12 orang itu dek”. (W/050717/Info2/Kepercayaan/MT)
Selain Bapak MT ada juga ada Bapak SM yang menjelaskan bahwa
setiap hasil tangkapan yang diperoleh itu tidak dibagi secara rata. Berikut kutipan
wawancara dengan Bapak SM.
“Endak dek hasil tangkapan ikan disini itu ya dibaginya gini dek, pemilik kapal itu
dapatnya lebih banyak dari pada anggotanya dek, baru setelah itu dibagikan rata sama
anggota dek, yang jelas yang punya kapal itu ambil terlebih dulu dek, ya itu tadi dek
sebagian disimpan untuk keperluan kalau sewaktu watu ada kebutuhan mendadak,
kayak kerusakan itu dah”. (W/070717/Info3/Kepercayaan/SM)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak MT dan Bapak SM beliau
menjelaskan bahwasannya hasil tangkapan yang diporoleh oleh nelayan di Desa
Kalibuntu tidak dibagikan secara rata, tetap pemilik kapal yang paling banyak
menerima hasil dari tangkapan tersebut, baru setelah itu dibagikan secara rata
kepada ABK (Anak Buah Kapal). Hal tersebut merupakan hal yang wajar bagi
setiap anggota kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu. Pasalnya, modal
dari anggota sendiri untuk melaut hanyalah bekerja, dan yang mengeluarkan
modal diawal untuk melaut adalah pemilik kapal, jadi anggota nelayan yang ada
di Desa Kalibuntu menyadari bahwa hal tersebut wajar dilakukan oleh pemilik
kapal, karena merekalah yang mengeluarkan modal paling banyak untuk
keperluan melaut.
64
3. Egaliter
Menurut Nopianti dan Nia (2011), sikap egaliter ditunjukkan dari adanya
kerjasama yang baik antara juragan dan buruh atau kata lain juragan turun
langsung ke laut dan tidak hanya memerintah saja.
a. Tidak adanya perbedaan antara ketua kelompok dengan anggota kelompok dalam pekerjaan tertentu Nilai egaliter yang tercermin pada anggota kelompok nelayan yang ada di
Desa Kalibuntu yaitu tidak adanya perbedaan antara anggota kelompok maupun
ketua kelompok dalam perkerjaan tertentu. Contohnya sifat gotongroyong dalam
memperbaiki jaring yang biasa digunakan untuk mencari ikan dilaut, semua ikut
andil dalam memperbaiki jaring yang rusak, antara ketua kelompok dengan
anggota turut bekerjasama dalam memperbaiki jaring. Tidak ada jarak antar
ketua/ pemilik kapal dengan ABK (Anak Buah Kapal). Kedekatan tersebut dapat
mempererat hubungan yang sudah terbentuk sebelumnya menjadi lebih baik lagi,
dan hal tersebut juga dapat digunakan sebagai modal antar anggota kelompok
maupun pemilik kapal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di
kawasan pesisir pantai Desa Kalibuntu. Walaupun dari nilai kewajaran,
pembagian hasil tangkapan yang diperoleh di bagi tiga, namun pada saat masuk
dan bergabung menjadi anggota kelompok nelayan, maka status sosial yang
dimiliki oleh setiap anggota kelompok ditinggalkan, demi mencapai tujuan
bersama.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan Kepada Bapak AT,
beliau menjelaskan bahwa sikap egaliter yang diterapkan di Desa Kalibuntu
adalah sebagai berikut :
“Kerjasama antar nelayan neng kak anjeh gi baik buk, soalah napah mon tak baik,
peraoh kaksak tak bisah ajelen buk, karna kekorangan oreng, gi dek remah caranah
sopajeh antar nelayan kaksak tadek masalah, contoh kerjasamanah buk, mon jering nek
delem satu peraoh rosak, gi ebecek reng bereng buk, antar anggota bik ketua kelompok
65
nelayannah, sek endik geduen peraoh nikah gi norok mecek buk, mecek reng-bereng
jeringeh mon tak senikah gi tak bisah nyareh jukok buk”.
“Kerjasama antar nelayan disini itu baik buk, karena kalo tidak baik, perahu itu tidak bisa
berjalan, karena kekurangan orang, ya bagaimana caranya supaya antar nelayan itu
tidak ada masalah, contoh kerjasamanya buk, kalau jaring dalam satu perahu itu rusak,
ya diperbaiki sama-sama buk, antar anggota sama ketua kelompok nelayan, atau yang
punya perahu itu ya juga ikut bantu memperbaiki, jadi diperbaiki sama-sama kalau ada
jaring yang rusak buk, kalau tidak begitu ya tidak bisa cari ikan buk”.
(W/290617/Info4/Kepercayaan/AT)
Gambar 3. Perbaikan Jaring Rusak
Menurut penuturan dari Bapak AT yang menjelaskan bahwasannya
kerjasama yang terjalin antar anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu
terjalin dengan baik. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, Contoh hal kecil
yang menggambarkan kerjasama yang baik antar nelayan di Desa Kalibuntu
dengan ikut sertanya ketua kelompok nelayan atau pemilik kapal memperbaiki
jaring bersama dengan anggota kelompok nelayan lainnya. Hal tersebut
dilakukan agar supaya anggota kelompok nelayan dapat mencari ikan dilaut.
Seperti itulah penuturan dari Bapak AT.
Bentuk dari sikap egaliter yang tergambarkan pada gambar diatas
merupakan hal yang biasa dilakukan oleh anggota kelompok nelayan dengan
pemilik kapal, apabila jaring yang biasanya digunakan untuk melaut sudah rusak.
66
Adanya kerjasama atar nelayan tersebut dapat menumbuhkan rasa kepercayaan
antar sesama anggota kelompok nelayan maupun dengan ketua kelompok
nelayan.
4. Toleransi
Menurut Nopianti dan Nia (2011), secara konseptual, toleransi identik
dengan sikap menahan diri terhadap pihak lain yang tidak disetujui. Toloransi
juga seringkali berupa pengecualian bagi seseorang yang tidak bisa mematuhi
aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
a. Tidak adanya toleransi terhadap penggunaan alat tangkap yang berbeda pada setiap kelompok
Sikap toleransi yang ada di Desa Kalibuntu, tidak adanya toleransi
terhadap penggunaan alat tangkap yang berbeda di Desa Kalibuntu. Larangan
mengenai alat tangkap yang harus di gunakan di perairan Desa Kalibuntu
membuat kelompok nelayan patuh terhadap adanya larangan tersebut.
Contohnya sampai saat ini nelayan di Desa Kalibuntu tetap menggunakan alat
tangkap yang masih sangat tradisional yaitu berupa jaring. Tumbuhnya
kesadaran diri masyarakat Desa Kalibuntu akan pentingnya sumberdaya alam
yang ada dengan tidak menggunakan alat tangkap yang dapat merusak
lingkungan juga sebagian dari peran modal sosial yang terbentuk dalam
kelompok nelayan, untuk tetap dapat menjaga serta memanfaatkan sumberdaya
perikanan di Desa Kalibuntu tanpa harus merusak sumberdaya yang ada.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan Kepada Bapak MB,
beliau menjelaskan bahwa sikap toleransi yang diterapkan di Desa Kalibuntu
adalah sebagai berikut :
“Alat tangkapnya disini itu masih tradisional mbak, pakeknya jaring, dilarang disini mbak
untuk penggunaan alat tangkapnya selain jaring, semuanya pakek jaring mbak, soalnya
dari atasan sendiri itu ndak diperbolehkan mbak, kalo di Desa Kalibuntu ini semuanya
67
merata pakek jaring, baru kalo di sana itu daerah probolinggo kota itu biasanya pakek
alat tangkap yang ndak sama antar tiap kapalnya. Kalo untuk sumberdaya nya ya mbak
ya, ya itu mbak kayak saya sebagai nelayan sama anggota kelompok nelayan lain itu
patuh sama aturan yang sudah dibuat, kayak adanya larangan penggunaan alat tangkap
selain jaring”. (W/050717/Info5/Kepercayaan/MB)
Penuturan tersebut juga didukung dengan penuturan Bapak SM yang
merupakan pemilik kapal serta ketua kelompok nelayan yang ada di Desa
Kalibuntu. Bapak SM juga menjelaskan bahwasannya alat tangkap yang
digunakan di Desa Kalibuntu masih sangat tradisional dan beliau juga menyakini
bahwa setiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu seluruhnya
menggunakan alat tangkap berupa jaring, beliau juga mengungkapkan bahwa
nelayan di Desa Kalibuntu sangat mematuhi aturan mengenai alat tangkap yang
harus dioperasikan di perairan Desa Kalibuntu. Berikut penuturan Bapak SM :
”Kalau alat tangkap itu, saya percaya semua kapal disini itu pakainya jaring, saya
sebagai ketua kelompok nelayan yang juga pemilik kapal belum pernah menemukan
nelayan yang melanggar peraturan tentang alat tangkap, karna disini itu rata dek semua
pakainya alat tangkap yg masih tradisional, kalau menurut saya semua nelayan disini itu
patuh sama aturan dek, mereka ndak pakai alat tangkap yang buat lingkungannya rusak,
beda sama nelayan yang di probolinggo kota dek, kalo disana alat tangkapnya
bermacam macam dek, ada pukat harimau ada cantrang, dan untuk cara kerjanya atau
operasinya nelayan disini sama nelayan di mayangan itu mayoritas sama, sekitar jam 1-2
siang berangkat melaut, terus pulangnya kadang-kadang tengah malam, sekitar jam 2
malam gitu dek”. (W/070717/Info5/Kepercayaan/SM)
Gambar 4. Jaring yang biasa digunakan oleh Nelayan di Desa Kalibuntu
68
Seperti yang terlihat pada gambar 9, dari hasil wawancara terhadap
Bapak MB dan Bapak SM yang menjelaskan bahwa alat tangkap yang digunakan
untuk melaut oleh nelayan di Desa Kalibuntu masih sangat tradisional. Bapak MB
dan Bapak SM juga meyakini bahwasannya nelayan Desa Kalibuntu hanya
menggunakan alat tangkap jaring yang cara kerjanya atau operasinya pada saat
malam hari, beliau juga meyakini bahwa setiap nelayan di Desa Kalibuntu tidak
ada yang melanggar peraturan mengenai alat tangkap yang digunakan, Bapak
MB dan Bapak SM percaya bahwasannya alat tangkap yang digunakan di Desa
Kalibuntu oleh seluruh nelayan yang ada mayoritas sama yaitu menggunakan
jaring apung. Dan cara nelayan di Desa Kalibuntu untuk menjaga sumberdaya
yang ada, yaitu dengan mematuhi aturan yang berlaku atau yang sudah
ditetapkan dengan tidak menggunakan alat tangkap yang dapat merusak
lingkungan. Seperti itulah cara nelayan di Desa Kalibuntu menjaga sumberdaya
alam yang ada agar tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
b. Tidak saling berebut wilayah dalam hal penangkapan
Sikap toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat nelayan atau kelompok
nelayan di Desa Kalibuntu salah satunya adalah dengan tidak adanya perebutan
wilayah dalam hal penangkapan. Setiap kelompok yang ada di Desa Kalibuntu
melakukan kegiatan penangkapan diperairan Desa Kalibuntu, tidak ada sikap iri
hati terhadap hasil tangkapan yang diperoleh oleh kelompok lain, bahkan saling
memberikan informasi satu sama lain antar setiap kelompok apabila salah satu
dari kelompok tersebut mendapatkan hasil tangkapan yang lumayan banyak. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bapak AT. Berikut penuturan Bapak AT :
”Neng kak anjeh gi buk, tak pernah arebuken kenengan nangkep jukok, kabbi sebedenah
tiap kelompok kelompok neng kak anjeh megek jukoen neng perairan kak anjeh buk, gun
biasanah mon bedeh nelayan laen, mksudteh engak lambek bedeh nelayan derih pulau
gilih probolinggo kaksak buk nangkep jukok neng kakanjeh gi tak eparengagih buk,
69
jekrengan pon endik begien beng sebeng, gik entar ka selaen.Mon nelayan kak anjeh gi
tersera buk, kan kebesanah nelayan kak anjeh detdih tak arebuken buk, mala mon
ollenah melaut bedeh se benyak, kelompok laenah kak ruah biasanah epareng oning
buk, jek mon ning perairan kak sak benyak jukoken, senekah pon”.
“Disini itu buk, ndak pernah berebutan tempat untuk nangkap ikan, semua kelompok-
kelompok disini nangkap ikan diperairan sini buk, cuma biasanya kalo ada nelayan lain,
maksudnya kayak dulu ada nelayan dari pulau gili probolinggo itu buk nangkap ikan di
sini, ya ndak diperbolehkan buk, sudah punya bagian masing-masing masih mau ambil
punya orang lain. Kalo nelayan sini sendiri ya terserah buk, kan ini sudah kuasanya jadi
ndak ada rebutan buk, malah kalo ada yang melaut dapatnya banyak, biasanya
kelompok lainnya itu diberi tahu buk, kalo diperairan sana banyak ikannya, gitu buk”.
(W/290617/Info5/Kepercayaan/AT)
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak MT yang menjelaskan
bahwasannya nelayan di Desa Kalibuntu tidak saling berebut wilayah dalam hal
penangkapan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak MT :
”Alhamdulillah dek, selama ini tiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu ndak
ada yg saling berebut wilayah untuk nangkap ikan dilaut, Cuma itu biasanya nelayan luar
yang masuk ke perairan Desa Kalibuntu dek, kayak nelayan pulau gili kemaren yang
masuk ke perairan sini dek, ya gitu dah dek kalo sama nelayan sini Alhamdulillah belum
pernah ada rebutan tempat nangkap ikan itu, ya karna semuanya kelompok nelayan
Desa Kalibuntu ber hak dek untuk nangkap ikan di perairannya sendiri”.
(W/050717/Info5/Kepercayaan/MT)
Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak AT dan
Bapak MT, bahwasannya sikap toleransi yakni dengan tidak adanya perebutan
wilayah dalam hal penangkapan menunjukkan adanya hubungan sosial yang
erat antar setiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu, karena sampai
saat ini antar tiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu belum pernah
ada konflik mengenai perebutan wilayah penagkapan, malah justru apabila salah
satu dari kelompok lain mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak dari
biasanya, maka hal tersebut akan di informasikan kepada kelompok nelayan lain
mengenai wilayah tangkapan tersebut.
70
5. Kemurahan Hati
Menurut Nopianti dan Nia (2011), kemurahan hati merupakan sikap untuk
berbuat baik terhadap sesama manusia. Bentuk kemurahan hati nelayan dapat
dilihat dari kerelaan untuk menolong sesama nelayan dan atau bukan nelayan
yang mengalami musibah dilaut. Bentuk kemurahan hati ditunjukkan oleh
kesediaan para nelayan mengorbankan tenaga, waktu dan bahkan biaya untuk
menolong orang lain yang mengalami kesulitan keuangan.
a. Utang-piutang
Sikap kemurahan hati yang terbentuk dalam kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu adalah dengan adanya kepedulian antar sesama. Bentuk kepedulian
yang tergambarkan dalam kehidupan sehari-hari di Desa Kalibuntu seperti
apabila ada tetangga yang mengalami kesulitan keuangan, mereka tidak segan
untuk meminjamkan uang, selama masih memiliki simpanan uang. Mereka
percaya sepenuhnya bahwa uang yang dipinjam pasti akan dikembalikan.
Seperti itulah kepercayaan yang terbentuk antar kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu. Dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari yang namanya
kehidupan sosial, berkelompok, yang pasti membutuhkan bantuan dari orang
lain, tidak bisa hidup sendiri. Sebagai bentuk kepercayaan masyarakat pesisir
pantai Desa Kalibuntu, pinjam meminjam uang merupakan hal yang biasa dan
wajar dilakukan oleh masyarakat sekitar apabila sangat membutuhkan. Hal
tersebut merupakan bentuk modal sosial yang ada di Desa Kalibuntu. Dengan
adanya nilai kepercayaan antar sesama dapat mempermudah seseorang untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak MT
mengenai sikap berbaik hati yang terbentuk terhadap sesama nelayan di Desa
Kalibuntu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak MT :
71
”Ya seumpama saya butuh uang untuk keperluan anak saya sekolah, kebetulan saya
ndak punya simpanan uang, nah itu biasanya pinjamnya sama tetangga ya punya dek,
dan biasanya dipinjami dek, tapi nanti uangnya itu harus diganti dek, supaya nanti kalok
mau pinjam lagi itu dikasih dek, pasti ada yang mau minjami dek, asalkan juga tepat janji
ngembaliknya”. (W/050717/Info7/Kepercayaan/MT)
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak HR yang menjelaskan
bahwasannya sikap berbaik hati dan kepedulian antar sesama di Desa Kalibuntu
sangat tinggi, berikut kutipan wawancara dengan Bapak HR :
”Biasanya gini dek, kalok seumpama ada tetangga yang butuh pertolongan seperti mau
pinjam uang gitu, ya kalo saya ada uang ya saya kasih pinjam dek, tapi nanti itu uang
pinjamannya harus dikembalikan kesaya dek kalo sudah punya uang, tapi kalok saya lagi
ndak punya uang biasanya ya pinjamnya sama pak juragan itu atau pemilik perahu itu
dek, tapi pasti dikasih kok dek, ndak mungkin ndak dikasih, kan nanti uangnya juga pasti
diganti gitu dek”. (W/050717/Info7/Kepercayaan/HR)
Berdasarkan hasil wawancara dari Bapak MT dan Bapak HR, dapat
dilihat bentuk kemurahan hati dan kepedulian antar sesama nelayan di Desa
Kalibuntu sangat tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak MT bahwasannya
apabila Bapak MT mengalami kesulitan keuangan seperti yang telah dijelaskan
oleh Bapak MT tetangga sekitar tidak segan untuk memberikan pinjaman uang
kepada Bapak MT. Penuturan lain datang dari Bapak HR yang menjelaskan
bahwasannya bentuk kemurahan hati juga berupa kepedulian terhadap sesama,
apabila ada tetangga yang sedang dalam kesulitan keuangan seperti ada
tetangga yang sakit mereka tidak segan untuk membantu meminjamkan uang
terhadap yang membutuhkan, selagi masih memiliki simpanan uang, menurut
penuturan Bapak HR pasti akan dipinjami. Namun pinjaman tersebut tidak cuma-
cuma mereka harus membayar apabila sudah memiliki uang. Begitulah
pernyataan yang diutarakan oleh Bapak MT dan Bapak HR.
72
5.2.2 Pranata
Menurut Soekanto (1990) dalam Maulana (2009), secara ringkas, pranata
sosial adalah sistem norma khusus yang menjadi wahana atau menata suatu
rangkaian tindakan yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi
menurut pola-pola resmi. Menurut Nopianti (2011) Dalam pranata sosial ada
beberapa indikator yang termasuk didalamnya seperti adanya nilai-nilai yang
dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi serta aturan-aturan. Dari
kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dirumuskan bahwa bentuk
pranata yang ada dalam kelompok nelayan di Desa Kalibuntu dapat dilihat dari
adanya nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi serta
aturan-aturan yang sudah ada.
1. Nilai-nilai Yang Dianut Bersama
Menurut Nopianti dan Nia (2011), nilai bersama dikonsepsikan sebagai
nilai-nilai yang dianut bersama yang mengacu kepada cita-cita dan tujuan
bersama.
a. Penyelesaian konflik melalui pendekatan sosial
Nilai-nilai yang dianut bersama oleh anggota kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu meliputi sikap kebersamaan yang ditunjukkan pada saat terjadi konflik
antar sesama anggota nelayan diselesai dengan cara kekeluargaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak AT
mengenai nilai-nilai yang dianut antar sesama anggota kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak AT :
”Disini itu dinilai dari kebersamaannya dek, contohnya itu pas memecahkan masalah
misalnya kalo ada konflik atau masalah ya biasanya diselesaikan secara kekeluargaan
saja dek, tidak yang dibesar-besarkan, gimana caranya supaya disini itu bisa hidup rukun
sama tetangga. Ada juga dek seperti pas kalok pergi melaut itu, seumpama kelompok
73
nelayan A itu dapat ikannya banyak, nah gitu itu bisanya diinformasikan dek sama
kelompok nelayan yang lainnya”. (W/290617/Info1/Pranata/AT)
Dari pernyataan Bapak AT, nilai-nilai yang dianut bersama oleh anggota
nelayan Desa Kalibuntu meliputi kebersamaan yang ditunjukkan pada saat terjadi
konflik antar sesama anggota kelompok nelayan, cara penyelesaian masalahnya
secara kekeluargaan, masyarakat Desa Kalibuntu tidak ingin kebersamaan yang
terjalin antar sesama anggota maupun tetangga jadi merenggang, hal tersebut
sesuai dengan pernyataan yang diutarakan oleh Bapak AT.
b. Tradisi petik laut yang ada di Desa Kalibuntu
Tradisi yang ada di Desa Kalibuntu seperti adanya petik laut yang
dilakukan setiap satu tahun sekali pada saat musim paceklik. Kegiatan tersebut
dilakukan sebagai bentuk tasyakuran desa supaya diberi keselamatan pada saat
mencari ikan dilaut dan tradisi tersebut juga diyakini sebagai bentuk
pengharapan agar dapat meningkatkan hasil tangkapan dari sebelumnya,
dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap pemilik alam semesta. Seperti
itulah bentuk kebersamaan dan kekompakan yang terjalin antar sesama anggota
kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu, dengan menilai tinggi nilai
kebersamaan dan kekompakan. Sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan
oleh Bapak AT :
” Kalok masalah tradisi disini itu iya ada dek istilahnya petik laut kalok disini dek, itu
biasanya dilakukan satu tahun satu kali, ya kayak gitu dah dek tradisi yang ada di Desa
Kalibuntu, kegiatan itu juga ndak pasti tanggal nya dek”. (W/290617/Info2/Pranata/AT)
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak MT yang menjelaskan
bahwasannya tradisi yang ada di Desa Kalibuntu adalah sebagai berikut :
”Tradisi disini ya ada dek, kayak petik laut itu biasanya diadakan satu tahun satu kali,
biasanya kalo pas lagi musim paceklik ikan. Kegiatan petik laut itu semacam tasyakuran
74
desa dek, supaya nelayan disini itu selamat cari ikan di laut sama ini dek supaya bisa
dapat hasil tangkapan yang lebih banyak lagi dek”. (W/050617/Info2/Pranata/MT)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak AT dan Bapak MT
bahwasannya tradisi yang ada di Desa Kalibuntu yaitu seperti petik laut yang
biasa dilakukan satu tahun satu kali yaitu pada saat musim paceklik. Kegiatan
petik laut sendiri diyakini sebagai tasyakuran desa agar supaya nelayan di Desa
Kalibuntu mendapat keselamatan pada saat mencari ikan dilaut dan juga diyakini
sebagai bentuk pengharapan agar dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak MT.
Seperti yang terlihat pada gambar 10, tradisi petik laut di Desa Kalibuntu
yang dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2016 kemarin. Dapat dilihat
pada gambar tersebut bahwasannya pada tradisi petik laut sekaligus tradisi
karnaval perahu hias yang diadakan oleh nelayan di Desa Kalibuntu,
menyediakan miniatur perahu hias yang berisikan sesajen.
Gambar 5. Tradisi Petik Laut di Desa Kalibuntu tahun 2016 (Sumber : Google Image, 2017)
2. Norma-norma dan Sanksi-sanksi
Menurut Nopianti dan Nia (2011), norma dan sanksi dikonsepsikan
sebagai suatu aturan sosial atau patokan berprilaku yang pantas. Sementara
75
sanksi merupakan konsekuensi dari hukuman terhadap penyimpangan norma
atau berprilaku tidak pantas berdasarkan ukuran lingkungan sosialnya.
a. Sanksi yang diberikan kepada setiap anggota kelompok yang tidak mematuhi aturan
Sanksi yang diberikan kepada setiap anggota kelompok nelayan yang
melanggar peraturan akan diperingati terlebih dahulu oleh pemilik kapal atau
ketua kelompok nelayan, jika diperingati juga tetap melakukan pelanggaran,
maka jalan terakhirnya anggota tersebut akan diberhentikan dari keanggotaan.
Hal tersebut dilakukan agar supaya setiap anggota kelompok patuh terhadap
peraturan yang telah dibuat oleh setiap ketua kelompok yang ada dan disepakati
bersama oleh anggota.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM
mengenai sanksi yang diberikan kepada anggota nelayan di Desa Kalibuntu yang
melanggar peraturan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak SM :
”Sanksi nya kalo ada anggota nelayan yang melanggar ya dimarahi, diperingati,
masalahnya kan saya butuh tenaganya, kalo selalu ndak ikut kerja akhirnya kapalnya kan
juga ndak bisa bekerja, kekurangan tenaga kan gitu, jadi diperingati dibalik itu ya
dimarahi lagi, kalok sudah susah, diperingati gak mempan, dimarahi juga sudah ndak
mempan, ya sudah diberhentikan, itu sudah jalan terakhirnya dek”.
(W/070717/Info3/PranataSM)
Menurut kutipan wawancara dari Bapak SM, bahwasannya sanksi yang
diberikan terhadap anggota kelompok nelayan yang melanggar peraturan,
awalnya hanya diperingati dan dimarahi saja, namun apabila sudah keterlaluan
baru akan di berhentikan dari keanggotaan.
Berdasarkan hasil penuturan dari Bapak SM mengenai norma dan sanksi
yang ada di Desa Kalibuntu, apabila ada nelayan yang melanggar peraturan
yang telah ditetapkan maka akan diperingati oleh pemilik perahu atau ketua
kelompok nelayan, namun apabila diperingati juga tidak bisa, maka jalan
76
terakhirnya anggota nelayan yang melanggar tersebut akan dikeluarkan dari
keanggotaan kelompok. Sedangkan untuk aturan tertulis mengenai pemanfaatan
sumberdaya perikanan, menurut penuturan Bapak AT bahwasannya aturan
tertulis pasti ada, contohnya seperti larangan dalam penggunaan alat tangkap
pukat harimau tidak diperbolehkan, hal tersebut dikarenakan agar perairan di
Desa Kalibuntu tetap terjaga dengan baik sumberdaya alamnya.
b. Ketua kelompok mengambil keputusan yang bijak dalam menangani anggota kelompok yang melanggar
Sikap adil yang di terapkan di Desa Kalibuntu adalah dengan tidak
membeda-bedakan antar setiap anggota kelompok yang ada, semua
diberlakukan sama, Ketua kelompok juga mengambil keputusan yang bijak
dalam menangani anggota kelompok yang melanggar. Apabila ada yang
melanggar peraturan yang telah disepakati bersama, maka ketua kelompok
meberikan sanksi berupa peringatan terhadap anggota yang telah melanggar.
Hal tersebut berlaku untuk seluruh anggota kelompok yang ada. Jelas terlihat
bahwasannya bentuk keadilan yang tergambarkan pada kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu dengan tidak membeda-bedakan antar sesama anggota
kelompok nelayan yang ada.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM
mengenai keadilan antar sesama anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak SM :
“Kalok masalah pengambilan keputusan sama anggota kelompok yang melanggar ya iya
dek, dijatuhkan sanksi ndak pilih kasih dek, saya sebagai ketua kelompok nelayan, yg
juga biasanya ikut melaut ya kalok nemuin anggota yang melanggar contohnya, mereka
sering ndak ikut kerja gitu ya dimarahi dek, dimarahi dulu baru setelah itu kalo masih
tetap ya di peringati dek, karna apa dek saya kan juga butuh tenaganya, ndak mungkin
kan perahu ini saya bawa sendiri ke tengah laut, kita hidup itu kan butuh yang namanya
kerjasama, ndak bisa kalo saya sendirian ambil ikan dilaut itu dek, jadi ya kita saling
77
membutuhkan lah istilahnya, kalo ada yg melanggar ya itu tadi dek dimarahi dulu baru
setelah itu diperingati dek. Saya juga sebagai ketua kelompok nelayan itu ndak padang
siapa siapa dek, pokok yang melakukan kesalahan pasti saya tindak lanjuti dek”.
(W/070717/Info4/Pranata/SM)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Bapak MB selaku pemilik kapal
yang juga sebagai ketua kelompok nelayan. Berikut kutipan wawancara kepada
Bapak MB :
“Sanksi bagi anggota nelayan yang melanggar pasti ada dek, ndak cuma hanya kepada
anggotanya, disini tidak pandang siapa-siapa dek, yang melakukan pelanggaran ya itu
yang diberi sanksi lah dek, saya sebagai pemilik kapal juga harus tegas terhadap
anggota saya dek, kalok ndak gitu dibuat mainan nanti dek, waktunya kerja nantik malas-
malasan, tegas dalam artian yang sewajarnya lah, tidak sampek anggota itu takut atau
sungkan sama saya dek, kalok kayak gitu kan kelihatan ada jarak nantik, ndak enak juga,
nantik takutnya itu pengaruh sama kerjanya dek, jadi sebisa mungkin saya bersikap adil
terhadap setiap anggota nelayan saya dek, tidak membeda-bedakan”.
(W/050717/Info3/Pranata/MB)
Berdasarkan pernyataan dari Bapak SM dan Bapak MB mengenai sikap
adil yang diterapkan oleh ketua kelompok terhadap anggotanya di Desa
Kalibuntu yaitu dengan tidak membeda-bedakan antar setiap anggota kelompok
yang ada, semua diberlakukan sama, apabila ada yang melanggar peraturan
yang telah ditetapkan oleh kelompok maka akan di beri peringatan terhadap
anggota kelompok yang melanggar peraturan tersebut. Serta ketua kelompok
nelayan mengambil keputusan yang bijak kepada setiap anggotanya apabila ada
yang melakukan pelanggaran. Jelas terlihat bentuk keadilan dalam setiap
kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dengan tidak membeda-bedakan
antar sesama anggota nelayan.
3. Aturan-aturan Yang Ada
Menurut Nopianti dan Nia (2011), aturan yang menonjol dalam kelompok
nelayan adalah sistem bagi hasil yang berlaku bagi semua juragan dan anak
78
buah. Aturan tersebut berkembang sejak lama dan disepakati sebagai sebuah
pedoman untuk melakukan aktifitas tangkap dan penjualannya.
a. Larangan dalam penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM
mengenai aturan-aturan yang ada di Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan Bapak SM :
“Aturan tertulisnya pasti ada dek, kayak kalo kita pakek alat tangkap pukat harimau,
istilahnya di perairan Kalibuntu itu kan tidak boleh, itu juga untuk kebaikan nelayan disini
dek, supaya sumberdayanya tetap terjaga, Ya itu tadi dah dek larangannya kepada
setiap kelompok mengenai alat tangkap yang dipakek untuk melaut itu dah, kayak ndak
boleh pakai alat tangkap yang bisa merusak lingkungan, ya seperti itu dah larangannya
mbak, kalok aturan yang harus dipatuhi itu, ya kayak itu dek adanya larangan terhadap
penggunaan alat tangkap sama kalok waktunya untuk bekerja ya harus datang dek harus
ikut bekerja”. (W/070717/Info5/Pranata/SM)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak SM, mengenai aturan
tertulis tentang larangan bagi setiap anggota kelompok yaitu penggunaan alat
tangkap selain jaring sangat dilarang untuk digunakan dalam perairan Desa
Kalibuntu, hal tersebut dilakukan agar supaya perairan Desa Kalibuntu tetap
terjaga sumberdayanya. Dengan penggunaan alat tangkap yang masih sangat
tradisional justru dapat membuat keuntungan tersendiri bagi nelayan di perairan
Desa Kalibuntu, meskipun hasil tangkapan yang diperoleh tidak banyak, jika
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, namun hal tersebut dapat menjaga
keutuhan sumberdaya di perairan Desa Kalibuntu.
5.2.3 Jaringan Sosial
Menurut Badaruddin (2003), jaringan (networks) meliputi adanya unsur
partisipasi (participations), pertukaran timbal balik (reciprocity), solidaritas
(solidarity), kerjasama (cooperation) dan keadilan (equity). Menurut Nopianti
(2011), dalam variabel jaringan sosial ada beberapa indikator yang termasuk
79
didalamnya seperti adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas,
kerjasama dan keadilan. Dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti dirumuskan bahwa bentuk jaringan sosial antar kelompok nelayan yang
ada di Desa Kalibuntu dilihat dari adanya partisipasi, pertukaran timbal balik,
solidaritas, kerjasama dan hubungan sosial.
1. Partisipasi
Menurut Nopianti dan Nia (2011), partisipasi diartikan sebagai
keterlibatan seseorang dan atau kelompok dalam suatu proses komunikasi atau
kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu.
a. Keterlibatan anggota POKMAWAS dalam kegiatan organisasi
Bentuk partisipasi dilihat dari seberapa sering masyarakat nelayan ikut
terlibat dalam setiap perkumpulan atau organisasi yang terbentuk, namun lain
halnya di Desa Kalibuntu, karena tidak adanya pertemuan yang dijadwalkan
khusus antar setiap kelompok nelayan yang ada membuat partisipasi antar
sesama kelompok nelayan kurang, serta kurangnya organisasi yang terbentuk di
Desa Kalibuntu membuat keterlibatan antar sesama nelayan tidak berjalan
dengan baik. Seperti yang telah diungkapkan oleh Bapak SM, bahwasannya di
Desa Kalibuntu ada organisasi POKMASWAS namun jika dilihat dari penuturan
beliau, organisasi tersebut hanya digunakan untuk menjembatani antar nelayan
dengan pemerintah setempat saja. Beliau juga sempat menuturkan
bahwasannya dulu sempat ada perkumpulan antar setiap kelompok nelayan,
namun hal tersebut tidak berjalan lama, karena kurangnya partisipasi dari
masyarakat sekitar. Adanya pertemuan rutin hanya setiap anggota kelompok
dalam satu kapal saja, selebihnya belum ada.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM selaku
ketua organisasi yang ada di Desa Kalibuntu mengenai partisipasi dalam
80
anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu terhadap organisasi yang ada di
Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak SM.
“Organisasi kayak perkumpulan nelayan sendiri ndak ada dek, dulunya itu disini sempat
ada yang khusus untuk kelompo-kelompok nelayan, sekarang juga ada namanya
POKMASWAS itu istilahnya yang jadi jembatan antar nelayan sama pemerintah dek, tapi
tidak semuanya nelayan ikut berkumpul dek, sampai sekarangpun masih berjalan
organisasinya, anggotanya hanya 6 orang, sering disini ada rapat, hasil rapatnya nanti
disampaikan ke desa dek, dan nanti diadakan pertemuan antar nelayan didesa itu dek,
ya itu untuk bahas hasil rapatnya. Biasanya yang kumpul dari anggota POKMASWAS
hanya beberapa orang saja, dan itupun sesuai dengan permintaan dinas. Kalo ditanya
seberapa seringnya anggota itu ikut kumpul ya ndak mesti dek, kadang saya sendirian,
kadang berdua, paling banyak ya berempat gitu dah dek, ya itulah dek sesuai sama
permintaan dinas, dinas mintanya berapa ya itu yang berangkat dek, untuk rapat-rapat.
Kalok uang kas disini itu ndak ada dek, masalahnya kan organisasi untuk nelayan-
nelayan sendiri ndak ada dek, adanya itu tadi POKMASWAS kebetulan saya yg
mengetuai disini itu dan anggota saya cuma 6 orang dek”.
(W/070717/Info1/JaringanSosial/SM)
Dari hasil penuturan Bapak SM mengenai partisipasi anggota kelompok
nelayan terhadap organisasi yang ada di Desa Kalibuntu dijelaskan
bahwasannya oragnisasi untuk perkumpulan nelayan-nelayan sendiri tidak ada,
adanya hanya POKMASWAS yang diketuai oleh Bapak SM sendiri, sampai saat
ini organisasi tersebut masih berjalan, namun anggota dari POKMASWAS hanya
ada 6 orang, dan untuk keterlibatan anggota dalam organisasi tersebut sesuai
dari permintaan dinas setempat. POKMASWAS sendiri digunakan sebagai alat
untuk menjembatani antar nelayan dengan pemerintahan setempat, biasanya
hasil rapat yang didapatkan pada saat berlangsungnya pertemuan, disampaikan
oleh anggota yang mengikuti rapat tersebut kepada desa, baru setelah itu
diadakannya perkumpulan untuk membahas hal yang dirapatkan dengan
nelayan-nelayan yang ada di Desa Kalibuntu.
81
Pada saat melakukan wawancara kepada Bapak MT mengenai
keterlibatan anggota kelompok nelayan terhadap organisasi yang ada di Desa
Kalibuntu, berikut pernyataan dari Bapak MT :
”Ndak ada dek kalok yang semacam itu, kalok perkumpulan nelayan ada dek biasanya itu
kalok pas padang bulan seperti ini, sekitar tanggal 12-13, kayak membersihkan jaring
apa gitu banyak anggota-anggota disini dek yang ikut, kayak jaring dinaikkan lalu
diturunkan lagi, ya semacam itulah perkumpulannya dek. Kalok uang kas sendiri disini itu
ndak ada dek, adanya ya dana kelompok yang dapat dari pemerintah itu dah, kalok dari
nelayannya sendiri ndak pernah ada uang kas dek”. (W/050717/Info1/JaringanSosial/MT)
Hal yang sama juga di jelaskan oleh Bapak HR, bahwasannya setahu
beliau di Desa Kalibuntu sendiri tidak ada organisasi, berikut penuturan dari
Bapak HR :
“Organisasi apa itu ndak ada dek kalok disini, setau saya ya cuma kalo ada kegiatan
kegiatan kayak bersih-bersih jaring, benahin jaring kalo sudah bolong-bolong ya ada dek,
tapi itukan biasanya cumak sesama anggota kelompok saja, ndak yang keseluruhan
dek”. (W/050717/Info1/JaringanSosial/HR)
Ada pula pernyataan dari Bapak AT yang menyebutkan bahwasannya
ada pertemuan namun hanya diikuti oleh satu anggota kelompok kapal saja,
berikut penuturan dari Bapak AT :
“Pertemuan rutinan khusus ben bulen sobung nek ka’anjeh, bisah pertemuan nikah, gi
mon eanggep rutinen segeduen, segeduen perahoh nikah pon baru poron, be mon kabhi
tak bisah, karnah pancen sobung pertemuan keseluruhan nelayan gi pon tak ajelen pole,
deddih pertemuan dhibik pon bengsebeng kelompok peraoh nikah, biasanah mon
pertemuan segeduen peraoh nikah ben tiap malem jumaat”
“Pertemuan rutinan khusus setiap bulan disini tidak ada, bisa diadakannya pertemuan,
namun hanya satu kelompok perahu saja, hanya satu kelompok perahu saja, kalau
keseluruhan tidak ada, karena memang sudah tidak pernah ada pertemuan keseluruhan
dari nelayan sudah tidak berjalan lagi, jadi diadakan pertemuan sendiri-sendiri antar
kelompok perahu yang ada, biasanya pertemuan satu kelompok perahu diadakan setiap
malam jum’at”. (W/290717/Info1/JaringanSosial/AT)
82
Dari pernyataan Bapak MT, Bapak HR dan Bapak AT, bahwasannya di
Desa Kalibuntu sendiri tidak ada organisasi yang di khususkan untuk nelayan-
nelayan. Menurut penuturan Bapak MT, Bapak HR dan Bapak AT, ada
perkumpulan nelayan tapi hanya dalam satu kelompok perahu saja, tidak secara
keseluruhan. Biasanya hal yang dibahas atau yang dilakukan pada saat
berkumpul karena adanya kegiatan seperti contohnya bersih-bersih jaring,
memperbaiki jaring dan membahas tentang pekerjaan. Jadi seperti itulah
penuturan dari kutipan wawancara kepada Bapak MT, Bapak HR dan Bapak AT.
Ada juga pernyataan dari Bapak SM yang menjelaskan bahwasannya ada
organisasi seperti POKMASWAS di Desa Kalibuntu yang mana organisasi
tersebut digunakan untuk menjembatani antar nelayan dengan pemerintah
setempat. Jadi hanya beberapa orang saja yang dipercaya untuk menjadi bagian
dari anggota organisasi tersebut. Dan nanti hasil rapat yang dilakukan di
sampaikan kepada nelayan-nelayan yang ada di Desa Kalibuntu melalui desa,
hal tersebut sesuai dengan penuturan dari Bapak SM.
2. Pertukaran Timbal Balik
Menurut Nopianti dan Nia (2011), pertukaran timbal balik dikonsepsikan
sebagai hubungan timbal balik antar dua pihak yang sama-sama memiliki hak
dan kewajiban. Pada tataran kelompok nelayan, kasus timbal balik ini sangat
jelas jual beli hasil tangkapan diantara pelaku transaksi tersebut.
a. Hasil Transaksi Jual Beli Ikan dibagikan sesuai dengan pengorbanan tiap masing-masing anggota
Pertukaran timbal balik yang ada di Desa Kalibuntu mengenai transaksi
jual beli yang dilakukan oleh anggota kelompok nelayan. Transaksi jual beli
dilakukan di TPI Paiton karena Desa Kalibuntu tidak memiliki pelabuhan sendiri
untuk mendaratkan hasil tangkapan ikannya, jadi apabila hasil tangkapan
83
ikannya banyak maka akan dijual di TPI Paiton, uang dari hasil penjualan ikan
tersebut langsung di bagikan kepada ABK (Anak Buah Kapal) sesuai dengan
pengorbanan atau upaya yang telah dilakukan oleh masing-masing anggota
kelompok. Namun apabila hasil tangkapan yang diperoleh sedikit, maka yang
akan dibagikan kepada setiap anggota nelayan berupa ikannya. Bentuk timbal
balik dalam kelompok nelayan di Desa Kalibuntu dapat dilihat dari pengorbanan
serta upaya yang dilakukan oleh tiap masing-masing anggota. Yang lebih banyak
mengeluarkan modal, maka itulah yang mendapatkan hasil lebih banyak pula
dari tangkapan yang diperoleh.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak HR
mengenai pertukaran timbal balik, mengenai transaksi jual beli ikan yang
dilakukan oleh setiap kelompok nelayan di Desa Kalibuntu. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan Bapak HR :
“Kalok banyak hasil tangkapannya ikan sini ya dijual disana, paiton situ dek, kalok hanya
dapat satu keranjang, 2 keranjang baru di masukkan kesini (tidak dijual) dibagi ikannya
sama anggota nelayan, kalo pembagian nya sendiri tetep yang punyak perahu lebih
banyak itu dek. Ikan yang biasanya sering ketangkap itu ya ikan tongkol, ikan marnying,
ikan sorban atau ikan meddeih kalok kata orang Madura nya dek”.
(W/050717/Info3/JaringanSosial/HR)
Dari pernyataan Bapak HR mengenai pertukaran timbal balik yang ada di
Desa Kalibuntu menyebutkan bahwasannya karna tidak adanya pelabuhan TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) di Desa Kalibuntu maka dari itu hasil tangkapan nya
biasa di jual di TPI Paiton, untuk pembagian hasilnya, pemilik perahu tetap
mendapatkan lebih banyak keuntungan. Namun apabila hasil tangkapan yang
diperoleh sedikit maka yang dibagikan kepada anggota kelompok nelayan hanya
beupa ikannya saja. Serupa dengan pernyataan Bapak HR, Bapak MT juga
menjelaskan bahwasannya pertukaran timbal balik yang ada di Desa Kalibuntu
mengenai transaksi jual beli ikan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
84
“Hasil tangkapan iya dijual langsung, tapi ndak masuk sini, karna disini ndak ada
pelabuhan, dijualnya langsung ke paiton sana lapangan tembak, kalok disini seperti
disana ada pelabuhannya itu enak bisa langsung dijual disini, kalok nelayan disini itu
dapat ikan langsung dibawak kesana, karna yang mikul itu kalok dapat ikan nya itu jauh
dari sana, jadi kalo ada pelabuhannya enak ndak perlu mikul jauh-jauh, katanya
sekarang ini mau dikasih, biar nelayan disini itu ndak sampai sana lapangan tembak,
kalok untuk pembagian hasilnya tetap pemilik kapal lebih banyak nerima uangnya dek”.
(W/050717/Info3/JariganSosial/MT)
Berdasarkan hasil wawancara dari Bapak HR dan Bapak MT,
bahwasannya transaksi jual beli ikan di lakukan di TPI Paiton atau lapangan
tembak Paiton, hal ini dikarenakan perairan Desa Kalibuntu tidak memiliki
Pelabuhan sendiri untuk mendaratkan hasil tangkapan ikannya, jadi harus
dibawa dulu ke daerah Paiton untuk dapat dijual, setelah itu pembagian hasilnya
tetap pemilik kapal atau perahu yang mendapatkan hasil lebih banyak dari
tangkapan tersebut, kemudian dibagikan secara rata kepada setiap anggota
kelompok nelayan.
3. Solidaritas
Menurut Nopianti dan Nia (2011), sikap solidaritas akan nampak tinggi
manakala menemukan nelayan lain dalam kesulitan dilaut. Solidaritas nelayan
akan nampak tinggi ketika melihat teman senasibnya mengalami musibah. Rasa
kesetiakawanan ditunjukkan dengan cara melakukan hal-hal yang sekiranya
dapat meringankan beban ahli musibah.
a. Rasa Kepedulian yang tinggi terhadap sesama nelayan pada saat mengetahui nelayan lain mengalami musibah
Solidaritas yang terjalin antar setiap anggota kelompok nelayan yang ada
di Desa Kalibuntu dinilai dari bentuk kesetiakawanan antar sesama nelayan
apabila melihat nelayan lain mengalami musibah, menurut penuturan Bapak MT
yang telah dijelaskan bahwasannya beliau tidak segan untuk membantu sesama
nelayan dengan mengorbankan tenaga dan waktunya untuk membantu nelayan
85
lain yang mengalami musibah. Bentuk kesetiakawanan antar setiap anggota
kelompok terhadap anggota kelompok lainnya dapat dilakukan dengan cara
meringankan beban yang dialami oleh teman maupun kerabatnya yang sedang
mengalami musibah.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak MT
mengenai solidaritas yang terjalin antar sesama anggota kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu apabila menemukan nelayan lain dalam kesulitan. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan Bapak MT :
”Misalnyakan kalok kerja disini itu kebanyakan di gigit ular dek, jadi kalok dibawa ke
rumah sakit, uang yang biasanya dipakai itu dek uang hasil melautnya, ya kalo hasil
bagiannya itu dipotong dek buat bayar rumah sakit, tapi kalok endak biasanya dipinjami
dulu sama yang ada misalnya dipinjami sama pemilik kapal, atau saya punya uang lebih
ya saya pinjami dulu dek”. (W/050717/Info5/JaringanSosial/MT)
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak HR yang menjelaskan
bahwasannya sikap solidaritas dan kepedulian antar sesama di Desa Kalibuntu
sangat tinggi, berikut kutipan wawancara dengan Bapak HR :
”Seumpama gini dek, saya ini kan sebagai nelayan, kalok liat teman sesama nelayan
kena musibah ya saya bantu dek sebisa saya, kayak kemaren ada nelayan dari sini yg
meninggal, karna tenggelam dilaut itu dek, sampek kapalnya ndak ketemu, ya saya
sebagai tetangganya ikut sedih dek, ya saya bantu sebisa saya dek, kalok ada orang
meninggal disini itu kayak istilahnya nyelawat gitu mbak, biasanya yg dibawa seperti
beras, mie kayak gitu dek diserahkan ke keluarganya, sama saya ikut bantu doa dek, ada
pengajiannya juga, ya seperti itulah dek kalok disini”. (W/050717/Info6/JaringanSosialHR)
Ada juga kutipan wawancara dengan Bapak SM yang mejelaskan bahwa
bentuk kepedulian antar sesama nelayan pada saat melaut yaitu sebagai berikut:
“Kesulitan-kesulitan pada saat melaut itu pasti ada, contohnya kalo ada angin kencang
sama ada gelombang besar, ya itu dengan menenangkan diri sendiri dulu, karna
masalahnya pada saat itu gak bisa bergerak, kalo sampai bergerak bisa jatuh sampek
tenggelam kapalnya. Kemaren disini ada kejadian dek, ada kapal yang tenggelam
sampai ada korban satu ABK nya meninggal, ya kapalnya juga sampek sekarang ndak
86
ketemu, masalahnya waktu anginnya kencang itu sesungguhnya kapal sudah tidak
bergerak tidak jalan, cumak nyandar lah, tapi gelombangnya terlalu besar, jadi air laut itu
naik sampai kapalnya tenggelam, jadi nelayan lainnya waktu itu ndak berani buat bantu,
karna kalo waktu itu bantu ya jelas juga ikut celaka, jadi menenagkan diri masing-masing
dulu, tapi kalo sudah agak mendingan gelombangnya baru kita bisa menolong dek, ya
sebenarnya kasihan kemaren lihat kejadian seperti itu, tapi ya mau gimana lagi ya dek
ya, bukannya tidak mau nolong, tapi lihat keadaan waktu itu ndak memungkinkan buat
nolong, jadi saya dengan nelayan-nelayan yang lain itu ndak berani buat nolong, hanya
bisa menenangkan diri masing-masing”. (W/070717/Info6/JaringanSosial/SM)
Berdasarkan hasil wawancara dari Bapak MT, Bapak HR, dan Bapak SM,
dapat dilihat bentuk kesetiakawanan antar sesama nelayan di Desa Kalibuntu
sangat tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak MT bahwasannya apabila
ada nelayan lain yang mengalami musibah seperti yang telah dijelaskan oleh
Bapak MT mereka tidak segan untuk membantu sesama dengan mengorbankan
tenaga dan waktunya untuk membantu nelayan lain yang sedang mengalami
musibah. Penuturan lain datang dari Bapak HR yang menjelaskan bahwasannya
bentuk solidaritas juga berupa kepedulian terhadap sesama, apabila ada
tetangga yang sedang dalam kesulitan keuangan mereka tidak segan untuk
membantu meminjamkan uang terhadap yang membutuhkan, selagi masih
memiliki simpanan uang, menurut penuturan Bapak HR pasti akan dipinjami.
Selain itu ada juga kutipan wawancara dengan Bapak SM yang menjelaskan
bahwasannya apabila ada nelayan lain yang membutuhkan pertolongan ditengah
laut mereka juga tidak segan untuk menolong, selama keadaannya
memungkinkan untuk ditolong, terlihat jelas dari kutipan Bapak SM yang
menyebutkan pada saat tak bisa berbuat apa-apa melihat temannya yang
tenggelam dilaut, karna besarnya gelombang air laut pada saat itu sehingga tidak
memungkinkannya beliau dan teman-teman yang lain untuk membantu
menolong, terlihat jelas kekecewaan yang dirasakan oleh Bapak SM dengan
teman-teman yang lainnya. Seperti itulah bentuk kesetiakawanan serta
87
kepedulian antar sesama nelayan yang didapatkan pada saat proses wawancara
berlangsung.
4. Kerjasama
Kerjasama merupakan sebuah usaha bersama yang dilakukan antara
individu dengan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama juga
sebagai interaksi yang penting, karena pada hakikatnya manusia tidaklah bisa
hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain.
a. Kegiatan saling membantu yang dilakukan oleh Ketua Kelompok dengan Anggota Kelompok
Kerjasama yang terbentuk dalam kelompok nelayan yang ada di Desa
Kalibuntu. Menurut penyataan dari Bapak SM bahwasanya kerjasama yang
terjalin atar ketua kelompok nelayan dengan anggota kelompok nelayan baik.
Menurut penuturan beliau anggota nelayan patuh terhadap ketua kelompok,
karena modal dari ABK sendiri hanyalah bekerja, sedangkan apabila terjadi
kerusakan pada perahu atau kapal yang menanggung adalah pemilik kapal atau
ketua kelompok nelayan. Bentuk kerjasama juga digambarkan pada saat jaring
rusak, antara ketua kelompok nelayan atau pemilik kapal dengan anggota
kelompok nelayan juga ikut serta dalam memperbaiki jaring yang rusak tadi.
Jelas terlihat bahwa bentuk kerjasama yang terjalin antar atasan dengan
bawahan dapat dikatakan baik, karena tidak ada jarak antar ketua kelompok
maupun dengan anggotanya.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM
mengenai kerjasama yang terjalin antar sesama anggota kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak SM :
“Kerjasama disini antar anggota sama ketua kelompok, oh iya baik dek, masalahnya ABK
itu ya ndak bisa berbuat apa-apa, cumak disana itu modalnya bekerja tok, masalahnya
ada resiko, kapal rusak, jaring rusak, mesin rusak itu dia itu ndak mau resiko tanggung
88
penanggung jawab itu semua (ketua kelompok nelayan), mangkanya dana yang dapat
dari pemerintah itu disepertiga, sebagian untuk penanggung jawab itu disimpan sewaktu-
waktu ada kerusakan kapal, dimasukkan kedalam dana pemeliharaan”.
(W/070717/Info8/JaringanSosial/SM)
Dari pernyataan yang dijelaskan oleh Bapak SM bahwasannya kerjasama
yang terjalin antar nelayan di Desa Kalibuntu baik. Menurut penuturan Bapak
SM, ABK (Anak Buah Kapal) patuh terhadap ketua kelompok nelayan ataupun
pemilik kapal, karena jika sewaktu-waktu terjadi kerusakan, ABK tidak
menanggung resiko apapun, modal ABK sendiri hanya bekerja, dan jika terjadi
kerusakan seluruhnya ditanggung oleh pemilik kapal, dengan dana yang
digunakan untuk memperbaiki kerusakan tersebut yang didapatkan dari
pemerintah. Dibawah ini merupakan bentuk kerjasama antar anggota kelompok
nelayan dengan ketua kelompok nelayan dalam meperbaiki jaring yang rusak,
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 6. Bentuk Kerjasama Nelayan di Desa Kalibuntu
Ada juga kutipan wawancara dengan Bapak AT yang mejelaskan bahwa
bentuk kerjasama antar sesama nelayan di Desa Kalibuntu yaitu sebagai berikut:
“Kerjasama antar nelayan neng kak anjeh gi baik buk, soalah napah mon tak baik,
peraoh kaksak tak bisah ajelen buk, karna kekorangan oreng, gi dek remah caranah
sopajeh antar nelayan kaksak tadek masalah, contoh kerjasamanah buk, mon jering nek
89
delem satu peraoh rosak, gi ebecek reng bereng buk, antar anggota bik ketua kelompok
nelayannah, sek endik geduen peraoh nikah gi norok mecek buk, mecek reng-bereng
jeringeh mon tak senikah gi tak bisah nyareh jukok buk”
”Kerjasama antar nelayan disini itu baik buk, karena kalo tidak baik, perahu itu tidak bisa
berjalan, karena kekurangan orang, ya bagaimana caranya supaya antar nelayan itu
tidak ada masalah, contoh kerjasamanya buk, kalau jaring dalam satu perahu itu rusak,
ya diperbaiki sama-sama buk, antar anggota sama ketua kelompok nelayan, atau yang
punya perahu itu ya juga ikut bantu memperbaiki, jadi diperbaiki sama-sama kalau ada
jaring yang rusak buk, kalau tidak begitu ya tidak bisa cari ikan buk”.
(W/290617/Info9/JaringanSosial/AT)
Menurut penuturan dari Bapak AT yang menjelaskan bahwasannya
kerjasama yang terjalin antar anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu
terjalin dengan baik. Contoh hal kecil yang menggambarkan kerjasama yang baik
antar nelayan di Desa Kalibuntu dengan ikut sertanya ketua kelompok nelayan
atau pemilik kapal memperbaiki jaring bersama dengan anggota kelompok
nelayan lainnya. Hal tersebut dilakukan agar supaya anggota kelompok nelayan
dapat mencari ikan dilaut. Seperti itulah penuturan dari Bapak AT.
5. Hubungan Sosial
Menurut Bourdieu (1977) dalam Field (2003), modal hubungan sosial
yang jika diperlukan akan memberikan “dukungan-dukungan” bermanfaat : modal
harga diri dan kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang ingin menarik
para klien kedalam posisi-posisi yang penting secara sosial, dan yang bisa
menjadi alat ukur, misalnya dalam karier politik. Dengan membangun hubungan
sesama dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang
mampu untuk bekerja bersama-sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak
dapat mereka lakukan sendiri, atau yang dapat mereka capai, namun dengan
susah payah. Secara umum, semakin banyak anda mengenal orang dan
90
semakin banyak anda memiliki kesamaan cara pandang dengan mereka, maka
semakin kaya modal sosial yang dimiliki.
a. Hubungan antar sesama nelayan maupun dengan tetangga
Hubungan sosial dilihat dari seberapa sering masyarakat nelayan di Desa
Kalibuntu menghabiskan waktu bersama untuk sekedar berinteraksi dengan
sesama. Komunikasi merupakan sebuah alat yang digunakan oleh seseorang
untuk dapat berinteraksi dengan baik antar sesama dan menjalin hubungan
sosial yang baik antar sesama demi mencapai tujuan bersama. Bentuk hubungan
sosial dapat dinilai dari komunikasi yang terjalin dengan baik antar sesama
anggota kelompok nelayan di Desa Kalibuntu.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Bapak SM
mengenai komunikasi yang terjalin antar sesama anggota kelompok nelayan di
Desa Kalibuntu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak SM :
“Oh iya itu pasti dek, sering habiskan waktu bersama kayak duduk-duduk gini omong-
omongan dah, komunikasi yang terjalin kayak saya sebagai pemilik perahu kepada
anggota ya baik dek, masalahnya gini dek kita kan sama-sama saling membutuhkan, ya
diusahakan lah gimana caranya supaya hubungannya itu tetap baik dek. Biasanya kalok
kumpul itu ya, yang dibahas, kayak bulan depan nantik insyaallah ikan itu berada di
daerah mana, disekitar mana mau melaut, ya gitu dah yang dibahas tentang kerjaan dek,
itu pokok bahasan yang harus dibahas duluan kalok lagi omong-omongan sama nelayan
lainnya dek, istilahnya bahasan paling penting lah dek”. (W/070717/Info1/Hubungan
Sosial/SM)
Dari pernyataan Bapak SM, ada juga pernyataan serupa dari Bapak MT
mengenani komunikasi yang terjalin antar sesama nelayan di Desa Kalibuntu.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak MT :
“Kalo ngobrol itu pastinya sering dek, habis melaut ya biasanya kalo urusan dikapal
sudah selesai nelayan-nelayan disini itu duduk-duduk sambil ngobrol-ngobrol gitu dek,
biasanya yang diomongin itu banyak, tapi yang paling sering itu tentang kerjaan dek,
ndak ada lagi dah”. (W/050717/Info3/HubunganSosial/MT)
91
Berdasarkan kutipan wawancara dari Bapak SM dan Bapak MT,
bahwasannya komunikasi yang terjalin antara anggota kelompok nelayan dengan
pemilik kapal, maupun antara sesama nelayan terjalin dengan baik. Hal yang
biasanya sering dibahas dalam komunikasi tersebut kebanyakan adalah
mengenai pekerjaan. Menurut penuturan Bapak SM, masalah pekerjaan yang
paling utama yang biasanya beliau bahas dengan anggota kelompok nelayan
lainnya. Karna masalah tersebut menyangkut kebutuhan bersama yang harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 11, pada saat selesai meperbaiki
jaring yang rusak, anggota kelompok nelayan maupun pemilik kapal tidak
langsung pulang, melainkan menyempatkan diri untuk sekedar berkomunikasi
satu sama lain, yang biasa mereka lakukan setiap hari pada saat setelah selesai
melaut maupun pada saat waktu senggang. Hal yang sering anggota kelompok
nelayan maupun ketua kelompok nelayan bahas ketika sedang berkumpul
bersama seperti yang terlihat pada gambar 11 tidak lain mengenai masalah
pekerjaan. Karena hal tersebut merupakan hal yang utama yang sering anggota
maupun ketua kelompok nelayan bahas ketika sedang berkomunikasi, seperti
yang tergambarkan pada gambar 12.
Gambar 7. Kebiasaan Nelayan di Waktu Senggang
92
5.3 Peran Modal Sosial pada Kelompok Nelayan dalam Memanfaatkan
Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan di Desa Kalibuntu
Modal sosial memiliki peran penting terhadap pemanfaatan sumberdaya
perikanan di Desa Kalibuntu. Dari penelitian yang telah dilakukan dengan adanya
modal sosial tersebut diketahui dapat mewujudkan hubungan sosial yang baik
dalam bentuk kerjasama antar setiap kelompok yang ada di Desa Kalibuntu
dalam mengakses sumberdaya perikanan yang ada, sehingga nantinya dapat
dirasakan oleh generasi yang akan datang. Modal Sosial pada kelompok nelayan
di Desa Kalibuntu sendiri, yaitu mengikat (bonding), menjembatani (bridging) dan
mengaitkan (lingking).
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peran modal sosial
baik secara mengikat (bonding), menjembatani (bridging) dan mengaitkan
(lingking), dapat mempererat hubungan sosial yang terjalin antar masyarakat
nelayan sekitar perairan Desa Kalibuntu dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan yang ada di Desa Kalibuntu sehingga dapat meminimaliris adanya
konflik yang terjadi antar sesama kelompok nelayan yang ada. Modal sosial
secara Mengikat (bonding) yang terjadi di dalam kelompok nelayan Desa
Kalibuntu tercermin pada sikap kemurahan hati melalui sikap berbaik hati
terhadap sesama serta kepedulian seseorang untuk menolong antar sesama
nelayan maupun bukan nelayan pada saat mengalami kesulitan keuangan, hal
tersebut merupakan ciri dari desa yang masih sangat mementingkan unsur sosial
kemasyarakatan dengan tidak membeda-bedakan antar nelayan yang ada.
Selain itu hal tersebut juga terlihat dari adanya solidaritas yakni, apabila
menemukan nelayan lain dalam kesulitan mereka tidak segan untuk membantu
nelayan lain dengan mengorbankan tenaga dan waktunya serta bentuk
kesetiakawanan yang dilakukan dengan cara meringankan beban musibah yang
dialami oleh teman maupun kerabatnya. Selanjutnya modal sosial secara
93
Bridging (menjembatani) di Desa Kalibuntu sendiri masih sangat kurang
organisasi ataupun perkumpulan antar setiap kelompok yang ada sehinggga
sangat kurang dalam memperluas informasi. Sedangkan modal sosial secara
lingking (mengaitkan) dengan adanya jaringan sosial hubungan antar masyarakat
nelayan dengan pemerintah setempat dirasa cukup baik. Hal tersebut didukung
dengan adanya organisasi POKMASWAS yang digunakan untuk menjembatani
antar masyarakat nelayan di Desa Kalibuntu dengan pemerintah setempat agar
supaya hubungan kerjasama yang terjalin antar masyarakat dengan pemerintah
tetap berjalan dengan baik, serta dapat lebih mudah untuk memberikan
sosialisasi kepada masyarakat nelayan mengenai pentingnya dalam menjaga
dan melestarikan sumberdaya yang ada dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan
dalam melakukan kegiatan penangkapan dilaut.
Dari ketiga peran modal sosial yang terbentuk dalam masyarakat nelayan
Desa Kalibuntu, upaya pemerintah setempat dan masyarakat nelayan sekitar
untuk dapat mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan dapat terealisasikan melalui penerapan kebijakan dalam
melakukan kegiatan penangkapan mengenai larangan dalam penggunaan alat
tangkap yang dapat merusak lingkungan serta pelestarian sumberdaya perairan
yang ada, salah satunya dengan tetap menggunakan alat tangkap tradisional
agar tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan secara berkelanjutan.
5.4 Proposisi
Proposisi yang dihasilkan dalam penelitian ini, adalah :
1. Kepercayaan akan berjalan seiring dengan pranata atau norma yang ada.
Ketika kerjasama yang dilakukan antar satu kelompok berjalan dengan
baik, maka untuk dapat mengatur kelompok tersebut akan lebih mudah.
94
2. Kerjasama yang baik dengan kepercayaan serta pranata atau norma
yang kuat akan menguatakan hubungan sosial. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan kepercayaan antar individu maupun dengan kelompok
dan dengan norma yang kuat akan berpengaruh pada keberlangsungan
usaha dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Sehingga hal
tersebut dapat mempengaruhi eratnya hubungan yang terjalin.
3. Apabila suatu organisasi yang terbentuk kuat maka akan mempengaruhi
kuatnya jaringan dengan instansi. Organisasi yang kuat akan dapat
membentuk kerjasama yang baik didalamnya. Kerjasama yang dilakukan
bertujuan untuk dapat mewujudkan tujuan bersama. Sehingga untuk
memenuhi tujuan tersebut maka seseorang akan berupaya untuk dapat
membangun jaringan yang kuat dengan instansi maupun lembaga lain
dalam memperoleh manfaat tersebut.
95
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran modal sosial pada
Kelompok Nelayan dalam Menafaatkan Sumberdaya Perikanan di Desa
Kalibuntu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Komponen modal sosial yang terbentuk dalam kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu dilihat melalui tiga parameter meliputi, kepercayaan, pranata dan
jaringan sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bentuk
kepercayaan yang terbentuk antar sesama kelompok nelayan di Desa
Kalibuntu meliputi nilai kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi serta
kemurahan hati. Sedangkan bentuk pranata yang terbentuk di Desa
Kalibuntu meliputi nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-
sanksi serta aturan-aturan yang ada. Kemudian bentuk jaringan sosial yang
terbentuk antar kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu meliputi,
partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas, kerjasama dan hubungan
sosial. Dari adanya beberapa komponen didalamnya secara bersama-sama
dapat membangun hubungan sosial yang baik antar kelompok nelayan yang
ada di Desa Kalibuntu, khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan yang berkelanjutan.
2. Peran modal sosial dalam kelompok nelayan baik secara mengikat (bonding),
menjembatani (bridging), dan mengaitkan (lingking) dapat mempererat
hubungan sosial yang terjalin antar masyarakat nelayan sekitar perairan
Desa Kalibuntu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada,
hanya saja kurangnya organisasi ataupun perkumpulan antar setiap
96
kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu dikhawatirkan akan membuat
kekompakan antar setiap kelompok yang ada menjadi renggang. .
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan ada beberapa saran
yang dapat diberikan oleh peneliti :
1. Saran Praktis
a. Bagi masyarakat nelayan di Desa Kalibuntu Perlu adanya organisasi atau
perkumpulan antar setiap kelompok nelayan di Desa Kalibuntu agar
kekerabatan dan keakraban yang terjalin antar kelompok nelayan
semakin kuat.
b. Bagi setiap kelompok nelayan yang ada di Desa Kalibuntu, agar supaya
dapat menjaga modal sosial yang sudah terbentuk agar lebih mudah
untuk mencapai tujuan bersama. Baik hubungan dengan sesama
masyarakat nelayan maupun dengan pemerintah setempat.
c. Diharapkan bagi pemerintah setempat untuk terus mendukung serta
memberikan penyuluhan terhadap kelompok nelayan yang ada di Desa
Kalibuntu mengenai pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada, agar
tetap terjaga kelestarian sumberdaya alamnya.
2. Saran Akademis
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan proposisi
yang dihasilkan pada penelitian ini :
a. Kepercayaan akan berjalan seiring dengan pranata atau norma yang ada
b. Kerjasama yang baik dengan kepercayaan serta pranata atau norma
yang kuat akan menguatakan hubungan sosial.
c. Apabila suatu organisasi tersebut kuat maka akan mempengaruhi
kuatnya jaringan dengan instansi.
97
DAFTAR PUSTAKA
Badaruddin, 2003, Modal Sosial dan Reduksi Kemiskinan Nelayan di Sumatera Utara, Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, DIKTI.
Badaruddin, Nasution, M. Arif, dan Subhilhar, 2005, “Isu-isu Kelautan: Dari
Kemiskinan hingga Bajak Laut”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bancin, M. B. 2005. Dinamika Modal Sosial Masyarakat Pesisir Pantai dalam
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Bromley, D. W. & M.M. Carnea. 1989. The Management of Common Property
Natural Resources: some conceptual and operational fallacies. World Bank Discussion Papers (57). Washington, D.C.: The Word Bank.
Dahuri, R. 2001. Kebijakan Penertiban Izin Kapal Asing Di Perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Seminar Nasional 20 Oktober 2001. Diselenggarakan Oleh HIMASEPA IPB. Jakarta
Devers K dan Richard M. 2000. Study Design in Qualitative Research-2:
Sampling and Data Collection Strategies.Education for Health. Vol. 13 (2). USA.
Faturrochman, 2002, Keadilan Perspektif Psikologi, Unit Penerbitan Fakultas
Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Field, John. 2003. Social Capital. Routledge. London. Terjemahan Nurhadi. 2016.
Modal Sosial. Kreasi Wacana. Bantul.
Hasbullah, J. 2006. Social Capital (menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia), Penerbit MR-United Press Jakarta.
Herdiansyah, haris. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Salemba
Humanika. http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/65/Kelautan-dan-Perikanan-Dalam-
Angka 2013/ Diunduh pada tanggal 12 April 2015 Isham, Jonathan, Thomas Kelly, Sunder Ramaswamy. 2002. Social Capital and
economic Development : Well-being in Developing Countries. Edward Elgar Publishing. Northampton.
Koentjaraningrat, 1990, Sejarah Teori Antropologi, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta. Maulana, M. 2009. Pemanfaatan Modal Sosial Pada Program Pembangunan
Gempong (PPG) Kecamatan Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan
98
Mubyarto. 2003. Pengantar Ekonomi Pertanian Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta Nopianti, Heni dan Nia Elvina. 2011. Modal Sosial Pada Komunitas Nelayan Di
Pulau BAAI (Studi pada Nelayan di Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu). Jurusan Sosiologi Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Variabel - variabel Penelitian. Alfabeta:
Bandung. Rokhani. 2012. Penguatan Modal Sosial dalam Penanganan Produk Olahan Kopi
Pada Komunitas Petani Kopi di Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol.6 No.1. [diunduh pada 15 Oktober 2014]. Dapat diunduh di: http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/viewFile/800/616.
Ruddle, K., E. Hviding & R. E. Johannes. 1992. Marine resources management
in the context of customary tenur. Marine Resource Economics 7: 249-273
Sastrawidjaya dan Manadiyanto. 2002. Nelayan Nusantara. Pusat Riset
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta.
Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi: Suatu Pengantar. CV. Rajawali. Jakarta.
. 1996. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Usman Husaini dan Akbar Purnomo Setyadi, 2009. Metode Penelitian Sosial.
Bumi Aksara. Jakarta. Vipriyanti, Nyoman Utari. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah. UB
Press. Malang. Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian). Graha Ilmu: Yogyakarta.
Yuliarmi, Ni Nyoman. Peran Pemerintah, Lembaga Adat Dan Modal Sosial Dalam
Pemberdayaan Industri Kecil Dan Menengah (Studi Pada Industri Kerajinan Di Provinsi Bali). Disertasi. Program Doktor Ilmu Ekonomi Pascasarjana, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang