pengaruh merokok terhadap penurunan arus … fileinternasional yang mengandung sekitar 300 bahan...

13
PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN BARABAI BARAT Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: Aisya Nur Meiliyani J 120 151 016 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

Upload: lamtruc

Post on 17-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK

EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

Aisya Nur Meiliyani

J 120 151 016

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK

EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

AISYA NUR MEILIYANI

J120151016

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing

Utama

Umi Budi Rahayu, S.Fis., M.Kes

ii

HALAMAN PENGESAHAN

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK

EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

OLEH:

AISYA NUR MEILIYANI

J120 151 016

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari Sabtu, 25 Maret 2017

Dewan Penguji

1. Umi Budi Rahayu, S.Fis., M.Kes (..............................)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Yulisna Mutia Sari, SSt.FT., MSc (GRS) (..............................)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Isnaini Herawati, S.Fis., S.Pd., M.Sc (...............................)

(Anggota II Dewan Penguji)

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. Suwaji, M. Kes

NIK. 19531123 198303 1002

iii

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, yang tertulis dalam

naskah ini kecuali disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan penulis di atas,

maka akan penulis pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 31 Maret 2017

Penulis

Aisya Nur Meiliyani

J 120 151 016

1

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK

EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

Abstrak

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm

dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah

dicacah. Rokok dapat menimbulkan penyakit seperti jantung koroner, stroke dan

kanker. Dan asap rokok yang mengandung ribuan bahan kimia beracun dapat

menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, menstimulasi kambuhnya

penyakit asma, kanker paru dan gangguan pernafasan lainnya. Kebiasaan merokok

akan merusak sistem ketahanan paru-paru, bulu getar yang normal ada dan

berfungsi menyerang benda asing yang masuk dan membuangnya keluar akan

terganggu dalam proses ekspirasi terutama pada APE. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap penurunan arus puncak ekspirasi

pada perokok aktif dan pasif. Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk

survey yang bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain

penelitian cross-sectional. Besar sampel yang diteliti adalah 80 sampel. Data

diperoleh melalui wawancara dan observasi secara langsung oleh peneliti. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi

pada perokok aktif & pasif dengan nilai p 0,001< 0,05 menggunakan uji Mann

Whitney. Terdapat pengaruh merokok terhadap penurunan arus puncak ekspirasi

pada perokok aktif & pasif di Kelurahan Barabai Barat.

Kata kunci : Rokok, arus puncak ekspirasi, perokok aktif & pasif.

ABSTRACT

Smoking is a cylinder of paper a length between 70 and 120 mm with a diameter

of about 10 mm containing tobacco leaves that have been shredded. Smoking can

cause diseases such as coronary heart disease, stroke and cancer. And cigarette

smoke contains thousands of toxic chemicals may cause irritation to the eyes,

nose, throat, stimulates the recurrence of asthma, lung cancer and other

respiratory disorders. Habit will damage the immune system of the lungs,

vibrating bristles that exists and functions normally attack foreign substances that

enter and throw it out to be disturbed in the process of expiration especially on

peak expiratory flow. The aim of this research is to determine the effect of

smoking on the long decline in peak expiratory flow in active and passive

smokers. This research is an analytical observational survey using cross-sectional

design. This research requires 80 subjects. Data were obtained through

interviews and direct observation by researchers. The results of this study showed

that the difference in peak expiratory flow values in active smokers and passive

2

with p value 0.001 <0.05 using the Mann Whitney test. There is a long effect of

smoking on peak expiratory flow decrease in active smokers and passive.

Keyword : Cigarette, peak expiratory flow, active & passive smoker

. mkeyoking

1. PENDAHULUAN

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm

dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah

dicacah (Jaya, 2009). Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi

internasional yang mengandung sekitar 300 bahan kimiawi. Unsur – unsur yang

penting antara lain tar, nikotin, benzovrin, metal-kloride, aseton, amonia, dan

karbon monoksida. Selain itu sebatang rokok mengandung 4000 jenis senyawa

kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43 diantaranya bersifat

karsinogenik. Dengan komponen utama adalah nikotin suatu jenis zat berbahaya

penyebab kecanduan, tar yang bersifat karsinogenik, dan CO yang dapat

menurunkan kandungan oksigen dalam darah (Jaya, 2009).

Prevalensi perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Jumlah perokok pria meningkat 14%, sedangkan perokok wanita

meningkat sebanyak 2,8% dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Pada tahun 1995

jumlah perokok pria di Indonesia sebanyak 53,4% sedangkan pada tahun 2011

menjadi 67,4%. Untuk perokok wanita meningkat dari 1,7% pada tahun 1995

menjadi 4,5% pada tahun 2011. Data dari GATS tahun 2011 menyebutkan bahwa

Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia

setelah Cina dan India dengan prevalensi perokok sebanyak 36,1% (Ambarwati,

2014).

WHO memperkirakan separuh kematian di Asia dikarenakan tingginya

peningkatan penggunaan tembakau. Angka kematian akibat rokok di negara

berkembang meningkat hampir 4 kali lipat. Pada tahun 2000 jumlah kematian

akibat rokok sebesat 2,1 juta dan pada tahun 2030 diperkirakan menjadi 6,4 juta

jiwa. Sedangkan di negara maju kematian akibat rokok justru mengalami

penurunan, yaitu dari 2,8 juta pada tahun 2000 menjadi 1,6 juta jiwa pada tahun

2030 (Ambarwati, 2014).

3

Rokok dapat menimbulkan penyakit seperti jantung koroner, stroke dan

kanker. Dan asap rokok yang mengandung ribuan bahan kimia beracun dapat

menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, menstimulasi kambuhnya

penyakit asma, kanker paru dan gangguan pernapasan lainnya (Sukendro, 2007).

Dampak yang ditimbulkan akibat merokok dapat menyebabkan perubahan

struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar,

sel mukosa membesar (hipertropi) dan kelenjar mukus bertambah banyak

(hiperplasia). Penyempitan akibat bertambahnya sel penumpukan lendir, pada

jaringan paru-paru dapat mengakibatkan peningkatan jumlah sel radang dan

kerusakan alveoli. Kebiasaan merokok akan merusak sistem ketahanan paru-paru,

bulu getar yang normal ada dan berfungsi menyerang benda asing yang masuk

dan membuangnya keluar akan terganggu dalam proses ekspirasi terutama pada

APE (Abdulrahman, 2011). Arus puncak ekspirasi adalah kecepatan aliran udara

maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru

pada keadaan inspirasi maksimal. Arus puncak ekspirasi merupakan salah satu

parameter faal paru yang dapat digunakan untuk menentukan adanya kelainan

paru obstruktif (Neuspiel, 2015). Dan untuk mengetahui besarnya kapasitas fungsi

paru terutama arus puncak ekspirasi pada perokok digunakan alat spirometer dan

peak flow meter.

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survei yang bersifat

observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Barabai Barat pada bulan Desember 2016

dengan populasi sasaran perokok aktif dan pasif yang bertempat tinggal di

Kelurahan Barabai Barat, berusia 20-35 tahun berjenis kelamin laki-laki maupun

perempuan. Responden diambil dengan menggunakan teknik quota sampling,

dengan jumlah responden 80 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan

wawancara langsung terhadap responden.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah merokok yang terdiri

dari perokok aktif & pasif sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya

4

adalah nilai arus puncak ekspirasinya. Data yang diperoleh dari penelitian akan

diuji dengan Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi

pada perokok aktif & pasif di Kelurahan Barabai Barat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan Desember 2016 di

Kelurahan Barabai Barat, didapatkan hasil sebagai berikut:

3.1 Hasil Analisis Perbandingan nilai APE perokok aktif & pasif

Tabel 1. Perbandingan rerata nilai APE pada perokok aktif dan perokok

pasif

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat

dari penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap 80 orang responden

terdiri dari 40 orang perokok aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan

adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari

hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value

0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus

puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai

Barat.

3.2 Pembahasan perbedaan rerata nilai APE pada perokok aktif & pasif

Dari hasil analisis diatas didapatkan hasil perbedaan yang berpengaruh pada

pada rerata nilai APE perokok aktif & pasif sebanyak 80 responden dengan

kelompok perokok aktif sebanyak 40 orang dan kelompok perokok pasif 40

orang. Hasil yang didapat menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak

Perokok

Aktif

Perokok

Pasif Nilai p

n=40 n=40

Nilai APE

liter/menit

0,001

Mean 20,5 60,5

Minimum 190 510

Maksimum 440 650

Rentang 250 140

5

ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh

hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka

artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif

& pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Di Indonesia sendiri penelitian tentang perbandingan nilai APE pada

mahasiswa yang merokok dan tidak merokok telah dilakukan oleh Santosa

(2004). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu, kelompok orang yang

merokok memiliki nilai APE lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok

orang yang tidak merokok. Alasannya pada orang dengan kebiasaan merokok

maka akan terjadi perubahan inflamasi pada saluran nafas mereka.

Gambaran secara umum bagaimana rokok dapat menyebabkan kerusakan

saluran nafas sehingga menurunnya nilai APE adalah bahwa di dalam asap

rokok terdapat ribuan radikal bebas dan bahan-bahan iritan yang merugikan

kesehatan. Bahan iritan tersebut masuk ke dalam saluran nafas selanjutnya

menempel pada silia (rambut getar) yang selalu berlendir. Di samping itu

bahan iritan tersebut mampu membakar silia sehingga lambat laun terjadi

penumpukan bahan iritan yang dapat mengakibatkan infeksi. Sementara itu

produksi mukus makin bertambah banyak dan kondisi ini sangat kondusif

untuk tumbuh kuman. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka akan terjadi

radang dan penyempitan saluran nafas serta berkurangnya elastisitas. Hasil

dari perubahan patologis tersebut yang terjadi pada saluran nafas akibat rokok

mengakibatkan terjadinya penyempitan pada saluran nafas dan obstruksi pada

saluran nafas besar maupun kecil. Jika sudah terjadinya penyempitan saluran

nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan berkurang, sehingga

menyebabkan penurunan nilai APE (Deveruex, 2006).

Secara histopatologi akan ditemukan adanya peningkatan abnormalitas

sel-sel epitel, infiltrasi sel-sel peradangan, hiperplasia vaskular, hiperplasia

dan metaplasia sel goblet, edema submukosa, destruksi alveolus, serta fibrosis

pada saluran nafas perokok tersebut.

Hasil dari seluruh perubahan patologis yang terjadi pada saluran nafas

oleh efek rokok akan mengakibatkan terjadinya penyempitan. Jika sudah

6

terjadi penyempitan saluran nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan

berkurang, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai APE. Ini

mungkin juga bisa diakibatkan dari faktor umur yang kebanyakan umurnya

sudah diatas 30 tahun sehingga fungsi parunya pun sudah menurun. Faktor

sudah berapa lama merokok pun berpengaruh pada terjadinya penurunan

fungsi paru. Pada saat tahun awal merokok maka penurunan fungsi paru

yang terjadi tidak akan terlalu besar. Efeknya mungkin akan terasa setelah >2

tahun merokok baru mulai terjadi perubahan histopatologi pada saluran nafas.

Seiring semakin lamanya merokok maka akan terjadi perubahan yang lebih

jauh, termasuk perubahan pada fisiologi paru sehingga menyebabkan

terjadinya penurunan nilai APE (Abdulrahman, 2011).

Begitu pula yang terjadi pada perokok pasif atau yang dikenal dengan

nama Involuntary Smoking adalah isitilah bagi mereka yang tidak merokok,

namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif

yang berada disekitar mereka. Asap rokok yang mengandung campuran

kompleks antar 4700 bahan kimia, termasuk radikal bebas dan oksidan dalam

konsentrasi tinggi. Beban oksidan bertambah dalam paru akibat pelepasan

Reactive Oxygen Species dari makrofag dan neutrofil. Asap rokok tersebut

mengurangi kapasitas antioksidan diplasma berkaitan dengan penurunan

protein sulfhydryl di plasma atau glutathione. Penurunan ini menyebabkan

peningkatan lipid peroksidase dan transkripsi sitoin yang berperan pada

obstruksi paru (Deveruex, 2006). Dan ini menyebabkan menurunnya nilai

arus puncak ekspirasi pada perokok pasif.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah susahnya untuk mengarahkan

responden untuk mengikuti aba-aba yang benar menggunakan peak flow

meter.

4. PENUTUP

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil yang didapat dari penelitian dengan

melakukan penelitian terhadap 80 orang responden terdiri dari 40 orang perokok

7

aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan adanya perbedaan nilai arus

puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh

hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya

ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif

pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Saran dari penelitian ini:

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek rokok terhadap fungsi

paru dengan menggunakan alat pengukur fungsi paru yang lebih sensitif,

seperti spirometri.

2. Perlu diadakan penelitian setiap tahunnya mengenai efek rokok terhadap

fungsi paru pada warga Kelurahan Barabai Barat.

3. Untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi paru lebih lanjut, perlu

diadakan program edukasi kepada warga yang memiliki kebiasaan merokok

agar mengurangi atau berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, WF. 2011. Effect of smoking on peak expiratory flow rate in Tukrit

University. Tikrit Medical Journal, 17 (1): 11-18.

Action on Smoking and Health (ASH). 2006. Tobacco Additives: Cigarette

Enginering and Nicotine Addiction. USA : Imperial Cancer Research

Fund.

Aditama T.Y. 2001. Penyakit Akibat Merokok dalam Masalah Perokok dan

Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia

(YPIDI).

Alsagaff H. 2008. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Paru

Naskah Lengkap “Chronis Obtruktive Pulmonary Disease”. Jakarta:

Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia (YPIDI), pp. 1 – 6.

Ambarwati. 2014. Media leafleat dan Pengetahuan tentang Bahaya Merokok.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1): 7-15.

Amin, M. 2004. Faktor Risiko PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Padang: Pp. 233 – 234.

8

Bangun, A. P. 2003. Panduan Untuk Perokok: Solusi Tuntas Untuk

Mengurangi Rokok dan Berhenti Merokok. Jakarta: Milenia Populer.

Carson JW, Hoey H, Taylor MR. 2001. Growth and other factors affecting peak

expiratory flow rate. Arch Dis Child:64:96-102.

CDC 2004. Tobacco information and Prevention Source. The health consequence

on the human body, (www.cdc.gov/tobacco/html, diakses tanggal 3

November 2016).

Chowgule RV, Shetye VM, Parmar JR. 2000. Lung function tests in normal

Indian children. Indian Pediatri;32:185-91.

Devereux G. 2006. ABC of chronic obstructive pulmonary disease. Definition,

epidemiology, and risk factors. BMJ 332:1142–4.

Eriksen M, 2002. The Tobacco Atlas. Switzerland: World Health Organization.

GOLD (Global Initiative For Cronic Obtructive Lung Dease). 2007. Pocket Guide

To COPD Diagnosis Management And Prevention.

Husaini. 2006. Tobat Merokok Rahasia dan cara Empatik Berhenti Merokok.

Jakarta: Pustaka Iman.

Jain P, Mani S.K, Charles L.E, Muzaffar A. 2000. Utility of Peak

Expiratory Flow Monitoring. CHEST The Cardiopulmonary and

Critical Care Journal.No. 114, pp : 861-876.

Jaya, Muh. 2009. Pembunuh Berbahaya itu bernama Rokok. Sleman: Rizma.

Mini-Wright white (standard range) Wright-McKerrow scale [Internet]. 2004.

Available from: http://www.peakflow.com/ op_nav/meter/index.html).

Nasution. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Neas LM, Dockery DW, Burge H, Koutrakis P, Speizer FE. 2002. Fungus

spores, air pollutants, and other determinants of peak expiratory flow rate

in children. Am J Epidemiol 143:797-807.

Neuspiel M, MPH, FAAP. 2015. Peak flow rate

measurement,(http://emedicine.medscape.com/article/1413347-

overview,diakses tanggal 3 November 2016).

Notoadmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan

Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Kanker Paru Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

9

Pradjnaparamita, 2001. Persiapan Pemeriksaan APE dalam Pelangi Asma.

Dalam : Kumpulan Makalah Workshop on Respiratory Physiologi and its

Clinical Aplication. Jakarta: PDPI.

Primhak R, Coates FS. 2000. Malnutrition and peak expiratory flow rate.

Eur Respir J 1:801-3.

Santosa, S, Purwijo J, Widjaja JT. 2004. Perbandingan Nilai Arus Puncak

Ekspirasi antara Perokok dan bukan perokok. JKM, Volume 3: No. 2.

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Sukendro, S. 2007. Filosofi Merokok. Sleman: Pinus book publisher.

Sukmana, T. 2011. Mengenal Rokok dan Bahayanya. Jakarta: Yudishtira.

Syahdrajad, T. 2007. Merokok dan masalahnya. Dexa Media. Jurnal Kedokteran

dan Farmasi, (20):184-7.

Teramoto, S. 2007. COPD Phatogenesis from the viewpoint of risk factors, Tokyo.

Internal Medicine.

Ukoli, C. 2002. Peak expiratory flow rate in cigarette smokers. Highland Medical

Research Journal, 1(2): 36-37.