pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas … · production of aspergillus niger and neurospora...

110
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS INOKULUM Aspergillus niger DAN Neurospora sitophila UNTUK HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG SKRIPSI YULIA F34063194 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: haanh

Post on 10-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS

INOKULUM Aspergillus niger DAN Neurospora sitophila

UNTUK HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG

SKRIPSI

YULIA

F34063194

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS

INOKULUM Aspergillus niger DAN Neurospora sitophila

UNTUK HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YULIA

F34063194

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 3: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

“Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Inokulum Aspergillus niger dan

Neurospora sitophila untuk Hidrolisis Tongkol Jagung” adalah hasil karya saya

sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, 15 Oktober 2010

YULIA

F34063194

Page 4: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

Judul Skripsi : Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Inokulum

Aspergillus niger dan Neurospora sitophila untuk Hidrolisis

Tongkol Jagung

Nama : YULIA

NIM : F34063194

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S.) (Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si.)

NIP : 19550904 198003.2.001 NIP : 19661219 199103.2.001

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP : 19621009 198903.2.001

Tanggal Lulus : 15 Oktober 2010

Page 5: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yulia, merupakan anak kedua dari

dua bersaudara dari pasangan Nurhusin dan Icah Nuraisah,

dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1988. Pada tahun

2000 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di

SDN DUREN VIII Bekasi dan melanjutkan ke SLTPN 1

Bekasi sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis

menyelesaikan pendidikan SMA di SMAN 1 Bekasi.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada

tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2007,

penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di

HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) bagian Departemen

Sekretariat (2007-2008). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar

dan workshop. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Penerapan

Komputer (Penkom), Praktikum Analisis Bahan Produk Agroindustri (ABPA),

dan Praktikum Bioproses. Prestasi yang pernah diraih selama masa pendidikan

adalah penerima dana Program Kreatifitas Mahasiswa Teknologi (PKMT) oleh

DIKTI pada tahun 2008 dan anggota penerima dana hibah Program

Pengembangan Kewirausahaan DPKHA IPB pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT.

Indolakto, Sukabumi dengan judul “Mempelajari Aspek Proses Produksi dan

Pengawasan Mutu Susu UHT (Ultra High Temperature) di PT. Indolakto,

Cicurug, Sukabumi”. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan penelitian

dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Lama Penyimpanan

terhadap Kualitas Inokulum Aspergillus niger dan Neurospora sitophila

untuk Hidrolisis Tongkol Jagung”.

Page 6: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

Yulia. F34063194. The Effect of Storage Time on the Quality of Aspergillus

niger and Neurospora sitophila Inoculums for Corncob Hydrolysis. Under

supervisory of Liesbetini Hartoto and Titi Candra Sunarti. 2010.

ABSTRACT

Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums

prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry) enriched with

rice bran powder, defatted peanut, and tofu solid waste substrates, were

investigated the storage time effects to the spore viabilities. The mixed substrates

were formulated to C/N ratio of 5, then fermented in solid-state cultivation

systems (3 days for A. niger; 4 days for N. sitophila). Each dried inoculum was

wrapped in polyethylene plastics and kept on room temperature (25–30°C) for 8

weeks, and evaluated the qualities weekly for spore viability and moisture content.

Each inoculum with high viability was applied in the fermentation of corncob to

prove the cellulolytic hydrolysis capability, that fermented in solid-state

cultivation system for 9 days. Generally, storage of inoculum caused the reduction

(from 100% to 91.84% for A. niger; from 100% to 82.73% for N. sitophila) of

spore viability even the moisture content increased during the storage (from

6.82% to 10.04% for A. niger; from 4,16% to 7,63% for N. sitophila). The results

showed that inoculum of A. niger produced from cassava bagasse and defatted

peanut; and N. sitophila produced from cassava bagasse and rice bran powder

could maintain the spore viabilities after 2 months storage (from 86 x 107 spore/g

to 36 x 107 spore/g for A. niger; from 83 x 10

7 spore/g to 18 x 10

7 spore/g for

N.sitophila). After the application of inoculum in corncob hydrolisis, it showed

that crude fiber was reduced (from 68.13% to 55.82% by using A. niger inoculum;

from 69.05% to 51.03% by using N. sitophila inoculum) as the effect of

cellulolytic breakdown to produce oligosaccharides (DP 3.26–3.29 by using A.

niger inoculum; DP 2.60–2.65 by using N. sitophila inoculum).

Keywords : Aspergillus niger, corncob, inoculum, storage, Neurospora sitophila.

Page 7: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

Yulia. F34063194. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Inokulum

Aspergillus niger dan Neurospora sitophila untuk Hidrolisis Tongkol Jagung. Di bawah

bimbingan Liesbetini Hartoto dan Titi Candra Sunarti. 2010.

RINGKASAN

Bahan lignoselulosik seperti tongkol jagung mempunyai potensi yang besar

untuk diolah menjadi bahan yang bernilai tambah, salah satunya sebagai pakan

ternak. Namun daya cerna ternak ruminansia terhadap tongkol jagung masih

rendah. Hal ini disebabkan tongkol jagung banyak mengandung senyawa anti

nutrisi seperti lignin dan tingginya serat kasar. Upaya pengolahan yang dapat

menurunkan kadar serat kasar sangat diperlukan, salah satunya dengan hidrolisis

oleh kapang selulolitik. Penggunaan galur murni kapang sulit untuk diterapkan

karena membutuhkan keterampilan tertentu. Oleh karena itu, diperlukan kajian

produksi inokulum kapang selulolitik untuk hidrolisis tongkol jagung yang siap

digunakan secara mudah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh inokulum A. niger dan

N.sitophila yang viabilitas sporanya tertinggi pada berbagai campuran substrat.

Selain itu juga untuk mengkaji pengaruh lama penyimpanan terhadap inokulum

spora dan menguji perubahan kualitas tongkol jagung yang dihidrolisis dengan

menggunakan inokulum tersebut.

Pada penelitian ini terdapat dua tahapan penelitian yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan

penanganan tongkol jagung dan substrat untuk produksi inokulum, yaitu

pengeringan dan pengecilan ukuran menjadi 40 mesh, serta dilakukan

karakterisasi terhadap bahan tersebut. Pada tahap ini dilakukan analisis yang

meliputi uji proksimat, yaitu uji kadar air, abu, lemak kasar, protein, serat kasar,

dan karbohidrat (by difference).

Produksi inokulum dilakukan dengan menggunakan substrat onggok dengan

ditambah bahan lainnya, seperti bekatul, bungkil kacang tanah, dan ampas tahu.

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan perbandingan komposisi substrat campuran

dengan nisbah C/N = 5, yaitu onggok dan ampas tahu (3,61 : 4,71), onggok dan

bekatul (1,86 : 7,43), dan onggok dan bungkil kacang tanah (4,02 : 3,50).

Inokulum dibuat dengan menggunakan kapang A.niger dan N.sitophila yang

diinokulasikan ke dalam substrat campuran. Rancangan percobaan yang

digunakan untuk tiap jenis kapang adalah rancangan acak lengkap kelompok

dengan faktor perlakuan komposisi campuran substrat yang terdiri dari 3 taraf

(onggok dan ampas tahu, onggok dan bekatul, onggok dan bungkil kacang tanah)

dan faktor lama penyimpanan yang terdiri dari 9 taraf (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8

minggu). Parameter yang diamati adalah viabilitas spora dan kadar air.

Inokulum yang terbaik yang diperoleh setiap dua minggu, selanjutnya

diinokulasikan ke tongkol jagung untuk mengetahui viabilitas inokulum tersebut

pada hidrolisis tongkol jagung. Inkubasi dilakukan selama 9 hari pada suhu ruang,

yaitu antara 25–37°C. Terhadap hasil kultivasi tongkol jagung dilakukan analisis

yang meliputi uji kadar air, abu, lemak kasar, protein, serat kasar, total gula, gula

pereduksi, dan pengamatan mikroskopis.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan lama penyimpanan dan perbedaan

komposisi substrat inokulum kapang berpengaruh nyata terhadap kadar air dan

Page 8: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

viabilitas spora. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama penyimpanan

dan perbedaan komposisi substrat yang digunakan untuk inokulum kapang

menghasilkan kadar air dan viabilitas spora yang berbeda nyata. Inokulum kapang

mengalami kenaikan kadar air yang cukup besar hingga akhir penyimpanan (2

bulan), namun kadar air masih di bawah 12%. Inokulum tersebut dapat dikatakan

baik karena kapang masih bersifat dorman. Viabilitas spora menurun selama

penyimpanan inokulum, namun penurunan tersebut masih sangat rendah dan

jumlah spora pada kedua inokulum kapang di berbagai komposisi substrat masih

di atas 106koloni/g, sehingga inokulum kapang masih baik untuk digunakan. Pada

inokulum A. niger, viabilitas yang tertinggi diperoleh dengan menggunakan

substrat campuran onggok dan bungkil kacang tanah. Pada inokulum N. sitophila,

viabilitas yang tertinggi diperoleh dengan menggunakan substrat campuran

onggok dan bekatul. Hasil viabilitas tertinggi selanjutnya dikultivasikan dengan

substrat tongkol jagung.

Hasil analisis sidik ragam pada aplikasi inokulum untuk hidrolisis tongkol

jagung menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak berpengaruh

nyata, yaitu penggunaan inokulum dengan umur simpan yang berbeda

menunjukkan nilai yang relatif sama terhadap parameter kualitas tongkol jagung

setelah kultivasi, yang meliputi kadar air setelah kulivasi, kadar abu, protein,

lemak, total gula, dan gula preduksi. Hasil analisis sidik ragam pada kadar serat

menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum berpengaruh nyata terhadap

kadar serat tongkol jagung setelah kultivasi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan

bahwa kadar serat berbeda nyata dengan lama penyimpanan (2, 4, 6, dan 8

minggu). Hal ini disebabkan jumlah spora kapang yang berkurang karena mati,

sehingga mengakibatkan enzim selulase yang dihasilkan berkurang.

Hasil analisis parameter kultivasi menggunakan inokulum kapang selulolitik

menunjukkan bahwa kapang mampu merombak komponen serat tongkol jagung.

Pada akhir kultivasi dihasilkan oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik

yang bermanfaat untuk pencernaan ternak. Secara umum hasil penelitian

menunjukkan bahwa inokulum kapang yang telah disimpan selama 2 bulan

dengan penyimpanan pada suhu ruang (25–30°C) masih layak digunakan untuk

menghidrolisis tongkol jagung walaupun mengalami kenaikan kadar air dan

penurunan viabilitas spora selama penyimpanannya.

Page 9: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan

penelitian dan menyelesaikan skripsinya. Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian

penulis dengan judul “Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Inokulum

Aspergillus niger dan Neurospora sitophila untuk Hidrolisis Tongkol Jagung“.

Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah

mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Papah Nurhusin, Mamah Icah, Aa Fery, Mba Nanda, A Ipul, Nenek, Khayla,

dan seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan perhatian dan kasih

sayang serta dukungan baik secara moril maupun materiil.

2. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S. dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku

dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada

penulis.

3. Ir. Sugiarto, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan saran dan kritiknya

yang menyempurnakan skripsi ini.

4. Keluarga Warjo yang turut mendoakan dan Arief Rakhman Hakim, yang

selalu memberi motivasi dan bantuan selama ini.

5. Adita Dwi Nugraheni, S.Ik, Tina Maretina, S.Hut, Tri Handayani, atas

kebersamaan kita yang penuh dengan keceriaan dan kehedonan.

6. Teman–teman seperjuangan selama ngelab, Mba Cucu, Pange, Bang Ando,

Siska, Nidia, Syelly, Sarfat, dan semua teman yang sama-sama berjuang di

Lab atas dukungan dan kebersamaannya.

7. Bu Ega, Pa Edi, Pa Gun, Bu Sri, Pa Sugi, Bu Rini, dan semua laboran, serta

seluruh staf pengajar dan tata usaha Departemen TIN atas bantuan dan

kebersamaannya.

8. Zuli, Dewi, Nurul, Dina, Kunti, Yos, Wynda, dan seluruh teman–teman TIN

43 atas kekompakkan dan kebersamaannya selama ini.

9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Page 10: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

ii

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun

sangat penulis harapkan demi proses pembelajaran. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua insan pembelajar.

Bogor, 15 Oktober 2010

Yulia

Page 11: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG............................................................................. 1

B. TUJUAN.................................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TONGKOL JAGUNG............................................................................. 3

B. PAKAN TERNAK................................................................................... 3

C. SPORA INOKULUM.............................................................................. 4

D. Aspergillus niger...................................................................................... 5

E. Neurospora sitophila................................................................................ 7

F. SUBSTRAT INOKULUM...................................................................... 10

1. Ampas Tapioka (Onggok).................................................................... 10

2. Ampas Tahu......................................................................................... 11

3. Bekatul................................................................................................. 12

4. Bungkil Kacang Tanah........................................................................ 14

G. NISBAH C/N.......................................................................................... 14

H. HIDROLISIS BAHAN LIGNOSELULOSA.......................................... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT............................................................................. 19

B. METODE PENELITIAN........................................................................ 19

1. Penelitian Pendahuluan........................................................................ 19

a. Penyiapan bahan............................................................................. 19

b. Karakterisasi komposisi proksimat tongkol jagung dan substrat

inokulum......................................................................................... 20

3. Penelitian Utama.................................................................................. 21

a. Penyegaran kultur........................................................................... 21

b. Produksi inokulum.......................................................................... 21

c. Penyimpanan inokulum................................................................... 22

d. Uji viabilitas inokulum pada hidrolisis tongkol jagung.................. 23

Page 12: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI BAHAN................................................................. 26

1. Tongkol Jagung................................................................................... 26

2. Substrat Inokulum untuk Produksi Inokulum..................................... 27

B. PRODUKSI INOKULUM...................................................................... 30

C. PERUBAHAN KUALITAS INOKULUM SELAMA

PENYIMPANAN................................................................................... 32

1. Kadar Air............................................................................................ 32

2. Viabilitas Spora................................................................................... 33

D. VIABILITAS INOKULUM PADA HIDROLISIS TONGKOL

JAGUNG................................................................................................ 39

1. Kadar Air setelah Kultivasi................................................................ 42

2. Kadar Abu........................................................................................... 46

3. Kadar Protein....................................................................................... 47

4. Kadar Lemak....................................................................................... 48

5. Kadar Serat.......................................................................................... 50

6. Total Gula............................................................................................ 52

7. Gula Pereduksi..................................................................................... 53

8. Perubahan Struktur secara Mikroskopis.............................................. 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN....................................................................................... 59

B. SARAN................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 61

LAMPIRAN...................................................................................................... 68

Page 13: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik dan komposisi tongkol jagung........................................ 3

Tabel 2. Komposisi ampas tapioka..................................................................... 10

Tabel 3. Komposisi kimia ampas tahu kering.................................................... 11

Tabel 4. Komposisi kimia bekatul pada kadar air 14%...................................... 13

Tabel 5. Komposisi zat gizi bungkil kacang tanah............................................. 14

Tabel 6. Komposisi elemen-elemen bakteri, khamir, dan fungi.......................... 15

Tabel 7. Komposisi perbandingan bobot substrat inokulum............................... 22

Tabel 8. Komposisi tongkol jagung..................................................................... 26

Tabel 9. Kandungan lignoselulosa tongkol jagung............................................. 27

Tabel 10. Komposisi proksimat pada substrat.................................................... 28

Tabel 11. Hasil perhitungan komposisi campuran substrat inokulum................ 29

Tabel 12. Parameter perubahan setelah kultivasi................................................ 42

Page 14: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi sel Aspergillus.................................................................. 6

Gambar 2. Kurva pertumbuhan Aspergilus niger............................................... 7

Gambar 3. Neurospora sitophila......................................................................... 8

Gambar 4. Kurva pertumbuhan Neurospora sitophila....................................... 9

Gambar 5. Skema proses penggilingan gabah kering......................................... 13

Gambar 6. Diagram proses penelitian................................................................ 20

Gambar 7. Inkubator untuk produksi inokulum spora........................................ 22

Gambar 8. Proses kultivasi tongkol jagung menggunakan inokulum kapang.... 25

Gambar 9. Perubahan kadar air inokulum selama penyimpanan....................... 32

Gambar 10.Perubahan viabilitas spora inokulum selama penyimpanan untuk

(a) A. niger dan (b) N. sitophila........................................................ 50

Gambar 11.Mekanisme hidrolisis selulosa.......................................................... 44

Gambar 12.Mekanisme respirasi seluler............................................................. 45

Gambar 13.Pengaruh umur simpan inokulum terhadap kadar serat tongkol

jagung setelah kultivasi kapang........................................................ 50

Gambar 14. Perubahan mikroskopis tongkol jagung sebelum (a) dan setelah

kultivasi menggunakan inokulum (b dan c)..................................... 56

Page 15: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur pengujian........................................................................ 69

Lampiran 2. Perhitungan perbandingan komposisi substrat inokulum.............. 74

Lampiran 3. Data perubahan parameter penyimpanan inokulum....................... 77

Lampiran 4. Data perubahan parameter viabilitas terhadap hidrolisis tongkol

jagung............................................................................................. 89

Lampiran 5. Perhitungan komposisi awal media kultivasi................................. 95

Page 16: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh

hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetik

terbesar. Di Indonesia, jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah

beras. Selain sebagai bahan makan pokok, jagung juga dapat digunakan

sebagai bahan pakan ternak dan bahan industri serta komoditas ekspor

(Suprapto dan Rasyid, 2002). Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup

tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri yang

berbahan baku jagung, yaitu tongkol jagung yang merupakan sumber bahan

berlignoselulosa. Produksi jagung Indonesia mencapai 17.63 juta ton pipilan

kering pada tahun 2009 (BPS, 2010). Jagung mengandung kurang lebih 30%

tongkol jagung dan sisanya adalah biji dan kulit (Koswara, 1992). Dari data

tersebut dapat diperkirakan bahwa produksi limbah tongkol jagung Indonesia

pada tahun 2009 adalah sebesar 16.53 juta ton.

Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang diketahui banyak

mengandung serat kasar, yaitu tersusun atas senyawa kompleks lignin,

hemiselulosa dan selulosa (lignoselulosa), dan masing-masing merupakan

senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi.

(Aguirar, 2001; Suprapto dan Rasyid, 2002). Komposisi kimia tersebut

membuat tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan

ternak, dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroba untuk

menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun daya

cerna ternak terhadap tongkol jagung masih rendah. Hal ini disebabkan tongkol

jagung banyak mengandung senyawa anti nutrisi seperti lignin dan tingginya

serat kasar.

Upaya pengolahan yang dapat menurunkan kadar serat kasar dan juga

dapat meningkatkan kadar protein sangat diperlukan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan hidrolisis terhadap tongkol jagung, sehingga layak digunakan untuk

pakan ternak. Hidrolisis akan membuat tingkat kecernaan tongkol jagung oleh

ternak menjadi semakin tinggi. Salah satu caranya adalah pengolahan secara

Page 17: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

2

biologis dengan cara kultivasi mikroba, yaitu dengan menggunakan kapang

selulolitik. Selulosa akan dihidrolisis oleh selulase, sehingga dihasilkan

senyawa sederhana yang lebih mudah dicerna oleh ternak. Menurut Chandel et

al. (2007), kapang yang biasa digunakan untuk hidrolisis adalah Neurospora,

Aspergillus, dan kapang lainnya yang menunjukkan adanya kemampuan

aktivitas selulolitik dan hemiselulolitik yang tinggi pada proses fermentasi

untuk menghasilkan gula.

Penyiapan inokulum murni sulit dilakukan dan membutuhkan waktu

lama. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan inokulum untuk hidrolisis

tongkol jagung, yang dapat diproduksi dalam bentuk spora dalam jumlah besar

agar dapat terjadi germinasi dengan cepat (Heseltine, 1972). Untuk

bergerminasi dengan cepat diperlukan spora yang memiliki kemampuan

adaptasi yang cepat pada medium kultivasi, yang juga dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, jenis mikroba, kematangan kultur (spora), dan jenis substrat

(Bilgrami dan Verma, 1978).

Pembuatan inokulum dapat menggunakan substrat yang mengandung

kandungan karbon dan nitrogen yang cukup, diantaranya dapat berasal dari

ampas tepung tapioka (onggok), bekatul, bungkil kacang tanah, dan ampas

tahu. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui komposisi

campuran substrat untuk produksi spora. Selain itu, diperlukan juga kajian

pengaruh lama penyimpanan terhadap produktivitas inokulum, karena

inokulum ini akan didistribusikan ke masyarakat.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh inokulum Aspergillus niger

dan Neurospora sitophila yang viabilitas sporanya tertinggi dengan

menggunakan campuran substrat, seperti onggok, ampas tahu, bekatul, dan

bungkil kacang tanah. Selain itu juga untuk mengkaji pengaruh lama

penyimpanan terhadap viabilitas inokulum spora dan menguji perubahan

kualitas tongkol jagung yang dihidrolisis dengan menggunakan inokulum

tersebut.

Page 18: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TONGKOL JAGUNG

Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang

makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30%

tongkol jagung, sedangkan sisanya adalah kulit dan biji (Koswara, 1991).

Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8–12 cm (Effendi dan Sulistiati,

1991). Karakteristik dan komposisi kimia tongkol jagung dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik dan komposisi tongkol jagung

Kandungan (%) Jumlah Nutrisi (%)

Air 9,4 Protein, N x 6,25 2,5

Selulosa 41 Lemak, ester, dll 0,5

Hemiselulosa 36 Serat Kasar 32

Xilan 30 Abu 1,5

Lignin 6 Ekstrak nitrogen bebas 53,5

Pektin 3 Neutral Detergen Fiber (NDF) 83

Pati 0,014 Total nutrien dapat dicerna 42

Sumber : Johnson (1991)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa komposisi utama tongkol

jagung adalah selulosa dan hemiselulosa. Dengan kandungan selulosa dan

hemiselulosa yang tinggi, tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber

energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan

mikroba (Irawadi, 1990). Oleh karena itu, tongkol jagung dapat dihidrolisis

dengan menggunakan kapang selulolitik.

B. PAKAN TERNAK

Pakan ternak ruminansia dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu

golongan pakan hijauan dan golongan pakan tambahan berupa konsentrat.

Page 19: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

4

Pakan hijauan dapat diperoleh dari jenis rumput, legume (kacang-kacangan),

daun pisang, daun nangka dan hijauan lain. Pakan konsentrat adalah pakan

tambahan yang harganya murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia

serta dapat diperoleh dari limbah pertanian seperti tongkol jagung, ampas bir,

bekatul, pollard, onggok, dan tetes. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak

dikenal istilah complete feed atau pakan lengkap yang merupakan pakan yang

terbuat dari limbah pertanian yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga

semua kebutuhan nutrisi ternak ruminansia dapat terpenuhi (Sutirtoadi, 2009).

Kandungan protein dan serat kasar yang dapat memenuhi kebutuhan ternak

ruminansia masing-masing sebesar lebih besar dari 8% dan 15% (Prihatman,

2000). Bahan pakan ternak yang baik mengandung protein kasar kurang dari

20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18% (Bappenass, 2001).

Kandungan serat tongkol jagung yang cukup tinggi membutuhkan suatu proses

hidrolisis untuk menurunkan kadar serat, salah satunya dihidrolisis dengan

kapang selulolitik.

Menurut Riwantoro (2005), bahan-bahan yang biasa digunakan untuk

pembuatan complete feed antara lain : (1) sumber serat kasar (jerami kedelai,

tongkol jagung, pucuk tebu dan lain-lain), (2) sumber energi (pollard, dedak

padi, bungkil tapioka, tetes dan lain-lain), (3) sumber protein (bungkil kopra,

bungkil sawit, bungkil minyak biji kapok atau klenteng, kulit kopi, kulit kakao,

urea dan lain-lain), (4) sumber mineral (tepung tulang, campuran mineral,

garam dapur dan lain-lain).

C. SPORA INOKULUM

Sejak awal diaplikasikannya kultivasi media padat yang melibatkan

fungi, inokulum spora telah umum digunakan. Kualitas inokulum spora sangat

menentukan keberhasilan kultivasi media padat (Doelle et al., 1991). Bentuk,

umur dan rasio inokulum adalah faktor kritis pada sistem kultivasi media padat

yang mengandalkan pada rasio jumlah inokulum yang besar untuk mengontrol

kontaminasi (Jonsane et al., 1991).

Inokulum yang digunakan dapat berupa spora atau miselium, atau kedua–

duanya. Inokulum spora memberikan keleluasaan yang lebih besar, karena

Page 20: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

5

viabilitas spora dapat dipertahankan untuk periode yang lama dibandingkan

miselia fungi, sehingga dapat disimpan dan digunakan kapan dibutuhkan.

Selain itu, spora bersifat kurang rentan terhadap kesalahan

pemanenan/kultivasi. Spora memudahkan penyebaran yang merata. Namun

kelemahan inokulum spora adalah perlunya waktu yang lebih lama (1–12 jam)

untuk melakukan germinasi, kondisi optimal germinasi spora mungkin berbeda

dengan pertumbuhan vegetatifnya atau perlu stimulasi oleh beberapa zat nutrisi

atau faktor lingkungan. Inokulum dapat diproduksi baik pada media padat atau

media cair. Sporulasi dari fungi umumnya lebih baik pada media padat

daripada media cair (Doelle et al., 1991).

Spora hasil kultivasi dapat langsung digunakan atau langsung dapat

dikeringkan pada 40–50oC sampai mencapai kandungan uap air 8–12%, tanpa

kehilangan viabilitas spora yang besar (Roussos, et al., 1992). Lonsane dan

Ghildyan (1991) telah memproduksi spora kapang yang dikeringkan pada suhu

35–40oC dan disimpan dalam kantong polietilen selama enam bulan pada suhu

ruang tanpa terjadi efek penurunan pada viabilitas spora.

Densitas inokulum penting dipertimbangkan untuk berbagai kebutuhan

kultivasi. Kepadatan spora yang berlebihan dari spora dapat menghambat

germinasi dan perkembangannya (Doelle et al., 1991). Spora kapang

merupakan bagian dorman dalam siklus hidup kapang, tetapi masih

menunjukkan kemungkinan mengandung enzim dalam melakukan aktifitasnya.

Inokulum yang berupa spora adalah starter yang baik dalam kultivasi (Wolf,

1949).

D. Aspergillus niger

Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili

Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-kelas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes,

sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Hardjo et al., 1989).

Aspergillus sangat mudah dikenali, baik dari morfologi selnya maupun dari

morfologi koloninya. Genus Aspergillus mempunyai morfologi sel seperti pada

Gambar 1.

Page 21: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

6

Gambar 1. Morfologi sel Aspergillus : a. Vesikel, b. Metulae, c. Spora

(Malloch,1999).

A. niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, padat, bulat

dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian

yang khas yaitu hifanya bersepta, spora yang bersifat seksual dan tumbuh

memanjang di alas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam

pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup. A. niger termasuk mikroba

mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37°C. Derajat

keasaman untuk pertumbuhannya adalah 2,0-8,5 tetapi pertumbuhan akan lebih

baik pada kondisi keasaman atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989).

A. niger dapat tumbuh dengan cepat, sehingga sering digunakan secara

komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa

enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan selulase. A. niger dapat

tumbuh pada suhu 35-37ºC (optimum), 6-8ºC (minimum), 45-47ºC

(maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik) (Fadli, 2009).

A. niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat

makanan yang terdapat dalam substrat. Molekul sederhana seperti gula dan

komponen lain yang terdapat di sekeliling hifa dapat langsung diserap,

sedangkan molekul yang lebih kompleks seperti selulosa, pati, protein, dan

minyak lemak harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan

menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan organik dari substrat

digunakan oleh A. niger untuk aktivitas transpor molekul, pemeliharaan

struktur sel dan mobilitas sel (Fadli, 2009). A. niger merupakan kapang yang

dapat menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. A. niger merupakan kapang

penghasil enzim selulosa yang banyak mengandung β-glukosidase tetapi

Page 22: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

7

rendah akan ekso dan endoglukanase (Sternberg et al., 1979 dan Mandels,

1982).

Kurva pertumbuhan kapang A. niger ditunjukkan pada Gambar 2.

Pertumbuhan A. niger dimulai pada fase adaptasi pada jam ke 8, dilanjutkan

dengan fase pertumbuhan cepat (eksponensial) pada jam ke 16–24. Fase

pertumbuhan lambat terjadi setelah melewati jam ke 24. Kemudian diteruskan

dengan fase stasioner, dimana jumlah kapang yang tumbuh sama dengan

kapang yang mati pada jam ke 40–100. Pada jam diatas 100 terjadi penurunan

biomassa kapang yang dinamakan fase kematian, dimana biomassa kapang

yang mati lebih banyak dari pada yang tumbuh (Soeprijanto et al., 2009).

Gambar 2. Kurva pertumbuhan Aspergilus niger

(Soeprijanto et al., 2009)

A. niger dalam pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan

senyawa nitrogen, baik nitrogen organik maupun nitrogen anorganik. Sumber

nitrogen organik yang baik adalah pepton, sedangkan sumber nitrogen

anorganik yang sering digunakan untuk pertumbuhan kapang adalah garam–

garam amonium dan nitrat (Enari, 1983).

E. Neurospora sitophila

Neurospora sitophila merupakan kapang yang termasuk dalam subdivisi

Eumycophyta, kelas Ascomycetes, ordo Sphriales dan famili Sordoriaceae.

Kapang ini mudah menyebar dan berkembang biak secara cepat terutama

dengan aseksual, biasanya ditemukan pada tingkat konidia. Spora seksualnya

Page 23: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

8

jarang ditemui karena hanya dalam jumlah sedikit (Alexopoulus dan Mims,

1996).

Kapang ini dikenal sebagai kapang oncom merah (Dwidjoseputro, 1961).

N. sitophila memilki konidia berwarna jingga (oranye) yang tumbuh menyebar

di atas permukaan substrat. Kapang ini dapat tumbuh dengan baik pada

kelembaban yang tinggi dan mempunyai suhu pertumbuhan antara 20–30oC

pada kondisi aerobik (Judoamidjojo et al., 1989). Menurut Amer dan Stephen

(1982), Ascomycetes sebagai “soft rot fungi” dapat mendegradasi lignin dan

bahan lignoselulosik. Gambar morfologi kapang N. sitophila dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Neurospora sitophila (Karmana, 2006)

N. sitophila berkembang dengan cara menyebarkan benang–benang

miselium dan dengan menghasilkan spora (konidia). Jika miselium pecah,

masing–masing hifa akan membentuk miselia. Demikian juga pemisahan

konidia ini akan membentuk miselium yang serupa dengan miselium

parentalnya (Swanson dan McElroy, 1975).

Reproduksi seksual N. sitophila berlangsung dengan cara somatogamy,

yaitu melalui proses fusi dua hifa vegetatif yang kompatibel (Blod et al., 1980)

atau disebut plasmogamy (Alexopoulus dan Mims, 1996). Plasmogamy

(somatogamy) dapat terjadi dalam berbagai cara, suatu konidium atau

mikrokonidium berperan sebagai sel jantan berhubungan dengan hifa vegetatif

atau trikhogen yang berperan sebagai organ penerima betina. Plasmogamy

akan membentuk peritesium (Alexopoulus dan Mims, 1996).

Page 24: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

9

Proses plasmogamy diterangkan juga oleh Blod et al. (1980), yaitu

setelah melalui tahapan miosis dan mitosis akan terbentuk spora seksual yang

disebut askospora di dalam askus. Askus dewasa akan pecah dan mengeluarkan

askospora yang selanjutnya akan dikeluarkan dari peritesium melalui ostiola

dan siap tumbuh menjadi individu baru.

Menurut Griffin (1981), laju pertumbuhan spesifik N. sitophila sebesar

0,4/jam (µmax). Pertumbuhan hifa secara memanjang berlangsung dalam laju

yang linier dan pertambahan massa juga linier. Spora akan mati apabila berada

pada suhu di atas 60oC.

Alberghina dan Sturan (1981), mengemukakan bahwa kultur Neurospora

memiliki waktu penggandaan biomassa bervariasi dari 1 sampai 8 jam.

Sementara Metzenberg (1979) menyebutkan bahwa pertambahan massa dari

kultur bertambah dua kalinya setelah 2,5 jam, dan laju pertambahan panjang

miselia N. sitophila sebesar 0,6 cm/jam. Jadi dalam sehari bertambah panjang

10–14 cm. Konidiumnya melakukan germinasi jika berada pada nutrisi yang

cocok dan setelah 2–5 jam mulai membentuk hifa. Kurva pertumbuhan yang

telah didapat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva pertumbuhan Neurospora sitophila (Metzenberg, 1979)

Saono dan Budiman (1981) menyatakan bahwa kapang oncom merah

bersifat amilolitik kuat, tetapi lemah sifat lipolitik dan proteolitiknya. Jenis

enzim amilolitik yang diproduksi oleh N. sitophila adalah α-amilase dan

Page 25: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

10

glukoamilase. Menurut Chandel et al. (2007), mengatakan bahwa N. sitophila

memiliki kemampuan aktivitas selulolitik dan hemiselulolitik yang tinggi pada

proses fermentasi untuk menghasilkan gula sederhana. Menurut Moat (1979),

N. sitophila tumbuh secara normal pada substrat yang hanya mengandung

sumber karbon, garam organik dan biotin. Sumber karbon tersebut berupa

mono-, di-, atau polisakarida.

F. SUBSTRAT INOKULUM

Substrat digunakan sebagai bahan makanan bagi pertumbuhan mikroba.

Beberapa bahan yang merupakan hasil samping dari industri dapat digunakan

sebagai substrat inokulum. Limbah industri tersebut masih mengandung nutrisi

yang cukup untuk pertumbuhan mikroba. Beberapa bahan yang merupakan

hasil limbah industri yang masih dapat dimanfaatkan, diantaranya adalah :

1. Ampas Tapioka (Onggok)

Pada proses pengolahan ketela pohon menjadi tapioka diperoleh dua

jenis limbah, yaitu limbah padat dan cair. Limbah padat terdiri dari kulit

ketela pohon, sisa potongan yang tidak terparut, ampas tapioka yang

merupakan sisa proses ekstraksi pati, dan lindur (elot) yang berasal dari

proses pengendapan air buangan (Moertinah, 1984). Pada Tabel 2 disajikan

komposisi kimia ampas tapioka.

Tabel 2. Komposisi ampas tapioka

Komponen % b.k

Bahan Kering 86,84

Protein 2,21

Lemak 0,00

Serat Kasar 17,95

Abu 1,88

Karbon 64,80

Sumber : Lahoni (2003)

Page 26: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

11

Pemanfaatan ampas tapioka selama ini diubah menjadi tepung asia.

Pembuatan tepung asia dilakukan dengan cara menjemur singkong

menggunakan panas sinar matahari dan kemudian digiling sampai menjadi

tepung. Kandungan pati pada ampas tapioka sekitar 60–70% dari bobot

keringnya, sehingga ampas tapioka sangat potensial sebagai sumber karbon

dalam proses produksi spora inokulum. Kandungan protein pada ampas

tapioka cukup rendah, sehingga diperlukan penambahan bahan lagi dalam

produksi inokulum spora.

2. Ampas Tahu

Pada pembuatan tahu akan dihasilkan hasil samping, yaitu ampas

tahu. Pada proses pembuatan tahu hanya sebagian protein yang dapat

diekstrak dan diolah menjadi tahu dan sebagian protein masih tertinggal di

ampasnya. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), kandungan protein ampas

tahu masih mengandung 7% dari jumlah protein kedelai. Pada Tabel 3

disajikan komposisi kimia ampas tahu kering.

Tabel 3. Komposisi kimia ampas tahu kering

Komponen % b.k

Bahan Kering 86,79

Protein 21,26

Lemak 5,92

Serat Kasar 24,91

Abu 7,48

Karbon 27,32

Sumber : Lahoni (2003)

Ampas tahu yang baru dihasilkan memiliki tekstur yang kokoh

walaupun mempunyai kadar air yang tinggi. Kandungan protein yang tinggi

disebabkan adanya kandungan serat kasar yang mengikat air secara

hidrofilik dan kompak. Ampas tahu yang berasal dari perasan bubur kedelai

masak mempunyai daya tahan selama 24 jam dalam keadaan terbuka bebas.

Page 27: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

12

Ampas tahu dapat diawetkan dengan mengubahnya menjadi tepung.

Pengawetan dilakukan dengan cara ampas tahu yang segar diperas untuk

mengurangi kandungan airnya, selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari

atau dikeringkan dengan bantuan oven pada suhu 45–50oC. Setelah kering

kemudian ampas tahu digiling sampai menjadi tepung.

Pemanfaatan ampas tahu selama ini masih terbatas sebagai makanan

ternak, bahan baku oncom dan tempe ampas tahu. Melihat kandungan

protein yang cukup tinggi dan jumlah ampas tahu yang tersedia cukup

banyak maka ampas tahu ini dapat berpotensi digunakan sebagai campuran

media untuk memproduksi spora inokulum.

3. Bekatul

Gabah kering merupakan gabungan dari sekam, dedak, dan bekatul.

Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal bekatul sebagai dedak.

Persepsi tersebut kurang tepat karena dedak merupakan hasil penyosohan

pertama, sedangkan bekatul merupakan hasil penyosohan kedua. Dedak

lebih sesuai sebagai pakan ternak karena komponen silikanya tinggi,

sedangkan bekatul berpotensi sebagai bahan pangan. Dedak terdiri atas

lapisan dedak sebelah luar dari butiran padi dengan sejumlah lembaga padi.

Bekatul merupakan lapisan dedak bagian dalam dan sebagian endosperm

(Damardjati, 1983). Proses penggilingan gabah kering ditujukan pada

Gambar 5.

Bekatul merupakan hasil samping penggilingan beras. Bekatul terdiri

atas lapisan perikarp, testa, dan lapisan aleuron. Selama penggilingan gabah

kering dihasilkan sekam 20%, 8% bekatul, lembaga 2% dan beras sosoh

70% (Orthoefer, 2001). Komposisi kimia bekatul disajikan dalam Tabel 4.

Kandungan mineral dan protein yang cukup tinggi pada bekatul berpotensi

digunakan sebagai campuran media inokulum.

Page 28: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

13

Gambar 5. Skema proses penggilingan gabah kering

(modifikasi Damardjati, 1983)

Tabel 4. Komposisi kimia bekatul pada kadar air 14%

Komponen Jumlah

Protein (%) 12,0 – 15,6

Lemak (%) 15,0 – 19,7

Serat Kasar (%) 7,0 – 11,4

Abu (%) 6,6 – 9,9

Karbohidrat (%) 34,1 – 52,3

Magnesium (mg/g) 5,0 – 13,0

Kalsium (mg/g) 0,3 – 1,2

Fosfor (mg/g) 11,0 – 25,0

Silika (mg/g) 5,0 – 11,0

Seng (µg/g) 43,0 – 258,0

Thiamin (µg/g) 12,0 – 24,0

Riboflavin/B2 (µg/g) 1,8 – 4,0

Tokoferol/E (µg/g) 149 – 154

Sumber : Luh (1991)

Beras pecah kulit

Gabah Kering

Penggilingan

Penyosohan

Beras sosoh

Penyosohan

Beras sosoh & menir

Sekam

Dedak

Bekatul

Page 29: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

14

4. Bungkil Kacang Tanah

Bungkil kacang tanah adalah ampas yang berasal dari kacang tanah

yang telah diambil minyaknya dengan proses pemerasan mekanis atau

proses ekstraksi. Bungkil kacang tanah memiliki warna lebih coklat dan

kandungan lemaknya lebih tinggi bila dibanding dengan bungkil kedelai,

sehingga menjadikannya mudah berbau tengik. Kadar proteinnya paling

tinggi diantara bungkil lain yang umum digunakan (Anonima, 2010).

Bungkil kacang tanah digunakan sebagai komposisi dalam ransum

konsentrat untuk sapi, babi dan ayam. Penggunaan bungkil kacang tanah

perlu dibatasi jumlahnya karena kadar lemaknya yang cukup tinggi dan

harganya relatif mahal. Komposisi zat gizi bungkil kacang tanah dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi zat gizi bungkil kacang tanah per 100 g bahan

Komposisi Jumlah

Energi (kkal) 336

Protein (g) 37,4

Lemak (g) 13

Karbohidrat (g) 30,5

Kalsium (mg) 730

Fosfor (mg) 470

Besi (mg) 30,7

Vitamin B1 (mg) 0,0

Air (g) 14

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)

J. NISBAH C/N

Mikroba membutuhkan karbon, nitrogen, ion organik, faktor tumbuh,

energi, dan air untuk metabolisme dan pertumbuhannya yang diperoleh dari

media. Media yang digunakan hendaknya memenuhi kebutuhan minimum

pertumbuhan, kelangsungan hidup dan tidak terkontaminasi racun atau

penghambat lainnya (Fardiaz, 1992).

Penggunaan nisbah C/N sebagai nilai pendekatan sistematis memberikan

kemudahan untuk menganalisis komposisi media yang berhubungan dengan

Page 30: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

15

sifat fisiologis mikroba. Menurut Walker (1999), ada beberapa dasar penting

untuk mempersiapkan media, yaitu :

1. Komposisi bahan, meliputi kemurnian, perbandingan karbon dan nitrogen,

perbedaan variasi tiap bagian, tersedianya kebutuhan tumbuh dan ion–ion.

2. Pengaruh dari perbedaan campuran tiap bahan, pH yang dibutuhkan

sebelum dan sesudah sterilisasi, efek sterilisasi pada mineral dan garam.

3. Perubahan pada media sebelum inokulasi, suhu, aerasi, pengadukan, dan

penggunaan senyawa antibusa.

Komposisi elemen–elemen mikroba dapat digunakan untuk menentukan

kisaran nisbah C/N media. Hal ini karena pembentukan sel–sel mikroba

membutuhkan sejumlah karbon dan nitrogen. Pada pengolahan kompos dengan

menggunakan mikroba aerobik dibutuhkan 15 hingga 30 bagian karbon untuk

setiap bagian nitrogen (Stentiford et al., 1992). Apabila digunakan nisbah C/N

yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penurunan proses biodegradasi

karena keterbatasan nitrogen dan mempengaruhi hasil kultivasi. Pada Tabel 6

disajikan komposisi elemen–elemen bakteri, khamir, dan fungi. Dengan

mengetahui komponen pada kapang maka dapat dibuat media yang sesuai

dengan sifat fisiologis kapang.

Tabel 6. Komponen elemen–elemen bakteri, khamir, dan kapang

Elemen Bakteri (% b.k) Khamir (% b.k) Kapang (% b.k)

Karbon 50 – 53 45 – 50 40 – 63

Hidrogen 7 7 –

Nitrogen 12 – 15 7.5 – 11 7 – 10

Fosfor 2.0 – 3.0 0.8 – 2.6 0.4 – 4.5

Sulfur 0.2 – 1.0 0.01 – 0.24 0.1 – 0.5

Kalium 1.0 – 4.5 1.0 – 4.0 0.2 – 2.5

Natrium 0.5 – 1.0 0.01 – 0.1 0.02 – 0.5

Kalsium 0.01 – 1.1 0.1 – 0.3 0.1 – 1.4

Magnesium 0.1 – 0.5 0.1 – 0.5 0.1 – 0.5

Khlorida 0.50 – –

Besi 0.02 – 0.2 0.01 – 0.05 0.1 – 0.2

(Doelle et al., 1992)

Page 31: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

16

K. HIDROLISIS BAHAN LIGNOSELULOSA

Serat merupakan kelompok polisakarida yang tidak dapat dicerna yang

terdapat dalam tanaman. Kelompok serat yang termasuk ke dalam yang tidak

dapat dicerna adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin dan gum. Pada

umumnya, serat berperan sebagai bahan penyusun dinding sel. Serat ada yang

bersifat larut dan ada yang tidak larut dalam air. Selulosa, lignin dan

hemiselulosa termasuk serat yang tidak dapat larut, sedangkan pektin dan gum

termasuk serat yang dapat larut. Didasarkan pada fungsinya di dalam tanaman,

serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural yang

terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat, (b)

non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin, dan (c)

polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar-agar (Kusnandar, 2010).

Kandungan serat yang tinggi pada tanaman memerlukan suatu proses

untuk mendegradasi komponen serat tersebut agar dapat dimanfaatkan secara

maksimal, salah satunya dengan cara hidrolisis. Hidrolisis meliputi proses

pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan

hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna

selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan

beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat

dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik (Suhandono, 2010). Hidrolisis

ini merupakan proses untuk menghasilkan gula sederhana. Gong (1981)

menyebutkan bahwa hidrolisis bahan–bahan berselulosa ini akan menghasilkan

campuran gula dan xilosa yang merupakan komponen yang utama.

Hidrolisis kimiawi dilakukan dengan asam. Asam adalah katalis yang

non spesifik, karena struktur berkristal yang sangat kuat pada selulosa, maka

hanya asam kuat saja yang dapat menghidrolisis selulosa tingkat konversi yang

tinggi. Kelemahan metode ini adalah kebutuhan bahan kimia tinggi serta energi

yang tinggi. Selain itu, limbah cair dari hidrolisis menggunakan bahan kimia

tergolong limbah yang berbahaya karena bersifat toksik, mutagenik, persisten

dan bioakumulasi (Clemants et al., 1985).

Hidrolisis enzimatis komplek lignoselulosa dapat menggunakan mikroba

yang mampu menghasilkan ligninase dan selulase. Hidrolisis enzimatis

Page 32: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

17

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain tidak

terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu

rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya

pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif

(Taherzadeh & Karimi, 2007). Proses enzimatis merupakan proses ramah

lingkungan berbahan baku terbarukan (renewable raw material).

Enzim merupakan katalis yang spesifik. Dalam hal ini enzim selulase

dapat menghidrolisis selulosa dengan sedikit hasil samping. Enzim selulase

yang berasal dari kapang merupakan suatu campuran yang terdiri atas tiga

enzim yaitu endo β-glukonase, selobiohidrolase dan β-glukosidase yang

bekerja secara sinergi dalam hidrolisis selulosa berkristal menjadi glukosa

(Sasaki, 1982). Selobiohidrolase menyerang struktur berkristal selulosa dan

menghasilkan selobiosa (disakarida). Endo β-glukonase menghidrolisis bagian

amorf selulosa menjadi senyawa–senyawa dengan bobot molekul yang lebih

kecil (β-oligomer menjadi glukosa) (Sasaki, 1982).

Selulosa adalah polimer glukosa yang membentuk rantai linier dan

dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik. Struktur linier ini menyebabkan

selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah

didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa

berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin

membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple, 1993).

Degradasi selulosa merupakan proses pemecahan polimer anhidrogluksa

menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Proses tersebut akan

menghasilkan oligosakarida, disakarida atau trisakarida seperti selobiosa,

glukosa monomer atau produk degradasinya. Produk utama degradasi selulosa

adalah glukosa dan selobiosa (Judoamidjojo et al., 1989).

Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang mengandung berbagai

gula, terutama pentosa. Hemiselulosa umumnya terdiri dari dua atau lebih

residu pentosa yang berbeda. Komposisi polimer hemiselulosa sering

mengandung asam uronat sehingga mempunyai sifat asam. Hemiselulosa

memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah, lebih mudah terhidrolisis

dalam asam, mempuyai suhu bakar yang lebih rendah dibandingkan selulosa

Page 33: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

18

dan tidak berbentuk serat-serat yang panjang. Selain itu, umumnya

hemiselulosa larut dalam alkali dengan konsentrasi rendah, yaitu semakin

banyak cabangnya semakin tinggi kelarutannya. Hemiselulosa dapat

dihidrolisis dengan enzim hemiselulase (xilanase) (Kusnandar, 2010).

Lignin merupakan zat organik polimer yang penting dalam dunia

tumbuhan, karena lignin meningkatkan sifat-sifat kekuatan mekanik

sedemikian rupa, sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya

puluhan meter dapat tetap berdiri. Lignin terdapat dalam jaringan vaskuler

berfungsi sebagai pengangkut cairan. (Fengel dan Wegner, 1995). Mekanisme

degradasi lignin oleh fungi adalah depolimerisasi dengan pemutusan ikatan

molekul. Pemecahan tersebut menghasilkan senyawa fenol dengan bobot

molekul rendah seperti fenol karboksilat (asam sinamat). Degradasi kemudian

dilanjutkan melalui cicin aromatik (Fengel dan Wegner, 1995).

Page 34: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

19

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung

manis yang diperoleh dari daerah Cibanteng, onggok dan bekatul dari

daerah Tapos, ampas tahu dari daerah Cibanteng, dan bungkil kacang tanah

dari Pasar Bogor. Isolat Aspergillus niger dan Neurospora sitophila

diperoleh dari koleksi Laboratorium Biondustri, TIN, FATETA, IPB.

Bahan kimia untuk analisis, diantaranya adalah air destilata, alkohol,

NaOH, H2SO4, H3BO4, kapas, katalis, dinitrosalycilic acid (DNS), fenol

5%, Pb asetat setengah basa, dan bahan-bahan lainnya.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hammer

mills, disc mills, blender, neraca analitik, pengayak 40-60 mesh, autoklaf,

inkubator, jarum ose, oven, tabung reaksi, cawan petri, labu ukur, labu

erlenmeyer, desikator, labu didih, tabung soxhlet, kertas saring, sudip,

penjepit, mini magnet stirrer, gelas kimia, dan pipet.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan penelitian, yaitu

sebagai berikut (diagram proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 7) :

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penyiapan Bahan

Tongkol jagung yang sudah dikeringkan dicacah kasar kemudian

digiling dengan menggunakan hammer mill dan dihaluskan dengan disc

mills. Tongkol jagung hasil penggilingan kemudian diayak dengan

menggunakan ayakan berukuran 40 mesh.

Bahan baku untuk produksi inokulum juga mengalami perlakuan

pendahuluan, berupa perlakuan fisik. Ampas tapioka dan ampas tahu

Page 35: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

20

dikeringkan pada 45–50oC. Setelah kering, digiling dan diayak sampai

menjadi tepung. Pada bekatul hanya dilakukan pengayakan, sedangkan

pada bungkil kacang tanah dilakukan proses pengahancuran terlebih

dahulu dengan blender kemudian diayak hingga menjadi tepung.

Gambar 6. Diagram proses penelitian

b. Karakterisasi Komposisi Proksimat Tongkol Jagung dan Substrat

Inokulum

Pada tahap ini selanjutnya dilakukan analisis proksimat tongkol

jagung dan bahan baku inokulum, yang meliputi kadar air, kadar abu,

kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat kasar. Selain itu pada tongkol

jagung, dilakukan pula analisis kadar lignin, selulosa, dan hemiselulosa.

Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1.

Hasil analisis komponen proksimat onggok, ampas tahu, bekatul,

dan bungkil kacang tanah digunakan untuk menentukan nilai kisaran

nisbah C/N. Nilai kadar karbon dihitung melalui pendekatan nilai kadar

Karakterisasi dan

Penentuan

Perbandingan

Komposisi

Substrat Inokulum

Karakterisasi

Tongkol Jagung

Penyegaran

Kultur

Produksi

Inokulum

Pengamatan setiap 1 minggu

(kadar air dan viabilitas spora)

Kultivasi tongkol jagung setiap 2 minggu

(dengan inokulum viabilitas tertinggi)

Analisis hasil kultivasi tongkol

jagung

Page 36: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

21

karbohidrat, sedangkan nilai kadar nitrogen dihitung melalui pendekatan

nilai kadar protein.

2. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dikaji penggunaan substrat dalam penyiapan

inokulum untuk masing-masing kapang. Sumber karbon yang digunakan

adalah onggok, sedangkan sumber nitrogen yang digunakan meliputi ampas

tahu, bekatul, dan bungkil kacang tanah. Rasio nisbah C/N yang digunakan

adalah 5 dan ditentukan berdasarkan komponen proksimat untuk masing-

masing substrat inokulum yang telah dilakukan pada tahap 1.b. Tahapan

penelitian utama meliputi :

a. Penyegaran Kultur

Penyegaran kultur dilakukan dengan menumbuhkan kapang yang

berasal dari media agar miring Potato Dextrose Agar (PDA). Kapang

A.niger dan N. sitophila masing–masing diinokulasikan pada tabung

reaksi berisi media agar miring PDA steril secara aseptis dengan

menggunakan jarum ose. Tabung reaksi kemudian ditutup dengan kapas

dan diinkubasi selama 6 hari pada suhu 30–32°C.

b. Produksi inokulum

Sebanyak 50 g media inokulum dimasukkan dalam wadah plastik

(baskom) dan ditimbang. Komposisi perbandingan media inokulum

diperoleh pada tahap 1.b disajikan pada Tabel 7. Sebelumnya, media

inokulum disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah dingin

diinokulasi dengan suspensi spora sebanyak 20% (% v/b, bobot kering),

yaitu 10 ml suspensi spora yang berasal dari agar miring PDA

diinokulasikan ke dalam 50 g media. Kemudian diaduk secara aseptis dan

ditutup oleh kertas buram.

Selanjutnya media inokulum diinkubasi pada suhu ruang (26–

35oC). Inkubasi dilakukan selama 3 hari pada inkubator (Gambar 7).

Setelah inkubasi, dikeringkan pada suhu 45–50oC selama 1 hari,

kemudian dikemas dalam kantung plastik polietilen dan disimpan pada

Page 37: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

22

tempat tertutup pada suhu 28–30oC dan kelembapan relatif (RH) sekitar

60–80%.

Tabel 7. Komposisi perbandingan bobot substrat inokulum

Media

Perbandingan Media Inokulum

Onggok Ampas Tahu Bekatul Bungkil

Kacang Tanah

Onggok+

Ampas Tahu 3,61 4,71 - -

Onggok+Bekatul 1,86 - 7,43 -

Onggok+Bungkil

Kacang Tanah 4,02 - - 3,50

Gambar 7. Inkubator untuk produksi inokulum spora

c. Penyimpanan Inokulum

Pada penyimpanan inokulum, selanjutnya dilakukan pengamatan

setiap minggu selama 2 bulan. Pengujian yang dilakukan meliputi

pengujian kadar air dan viabilitas spora (prosedur analisis disajikan pada

Lampiran 1).

Page 38: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

23

Rancangan percobaan yang digunakan pada produksi inokulum

untuk masing-masing kapang adalah rancangan acak kelompok dengan

faktor perlakuan komposisi campuran substrat yang terdiri dari 3 taraf

(onggok dan ampas tahu, onggok dan bekatul, onggok dan bungkil

kacang tanah) dan faktor lama penyimpanan yang terdiri dari 9 taraf (0,

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 minggu). Tiap perlakuan dua kali ulangan. Model

rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik et

al., 2000) :

Yijk =µ + Rk + αi + βi + (αβ)ij +εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan

µ = rata-rata sebenarnya

αi = pengaruh faktor ke-α (komposisi substrat) pada taraf ke-i

(i=onggok+ampas tahu, onggok+bekatul, onggok+bungkil

kacang tanah)

βi = pengaruh faktor ke-β (lama penyimpanan) pada taraf ke-j

(j=0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 minggu)

(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor α taraf ke-i dengan faktor β taraf ke-j

eijk = error

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA)

menggunakan Statistic Analysis Software (SAS) dengan tingkat

kepercayaan 95%. Apabila sidik ragam menunjukkan hasil yang

berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui

perlakuan yang berbeda.

d. Uji Viabilitas pada Hidrolisis Tongkol Jagung

Inokulum dengan viabilitas spora tertinggi selama penyimpanan

dua bulan, selanjutnya diinokulasikan ke tongkol jagung pada minggu

ke–2, 4, 6, 8 untuk diuji kemampuan inokulum pada hidrolisis tongkol

jagung. Media tongkol jagung disiapkan sebanyak 100 g dan dicampur

dengan air sebanyak 150 ml. Media ini disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit. Setelah dingin substrat tongkol jagung diinokulasi

dengan spora yang telah ditumbuhkan pada media inokulum (15% g/g),

kemudian dicampur sampai rata secara aseptis.

Page 39: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

24

Substrat yang telah diinokulasi ini kemudian ditutup dengan kertas

buram, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 9 hari. Setelah diinkubasi

selama 9 hari dilakukan pemanenan dan pengeringan pada suhu 45–50oC

selama 2 hari. Hasil pengeringan dimasukkan ke dalam plastik polietilen.

Selanjutnya dilakukan analisa, meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak, kadar serat kasar, gula pereduksi, total gula, dan

penampakan mikroskopis yang disajikan pada Lampiran 1. Proses

kultivasi tongkol jagung dari inkubasi sampai pengeringan untuk

mendapatkan produk yang dapat dianalisa dapat dilihat pada Gambar 8.

Rancangan percobaan yang digunakan pada uji viabilitas inokulum

pada hidrolisis tongkol jagung adalah rancangan acak lengkap dengan

perlakuan umur simpan inokulum yang terdiri dari 4 taraf (2, 4, 6, dan 8

minggu). Tiap perlakuan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan

yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik et al., 2000):

Yij = µ+ αi + εij

Keterangan :

Yij = variabel respon hasil observasi ke j yang terjadi karena pengaruh

bersama taraf ke i faktor (nilai pengamatan)

µ = rata-rata sebenarnya

αi = pengaruh faktor ke-α (umur simpan inokulum) pada taraf ke-i

(i=2,4,6,8 minggu)

eijk = error (galat perlakuan ke i pada ulangan j)

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA)

menggunakan Statistic Analysis Software (SAS) dengan tingkat

kepercayaan 95%. Apabila sidik ragam menunjukan hasil yang

berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui

perlakuan yang berbeda.

Page 40: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

25

a. Aspergillus niger b. Neurospora sitophila

Keterangan:

1). Keadaan selama proses kultivasi

2). Keadaan ketika pemanenan setelah 9 hari dikultivasi

3). Sampel yang akan dianalisis setelah pengeringan selama 2 hari

Gambar 8. Proses kultivasi tongkol jagung menggunakan inokulum

kapang

Page 41: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI BAHAN

1. Tongkol Jagung

Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi komposisi kimia tongkol

jagung sebagai bahan baku pembuatan pakan, yaitu dengan pendekatan

komponen proksimat. Nilai analisis proksimat tongkol jagung dapat

berbeda–beda tergantung jenis tongkol jagung, waktu pemanenan,

penanganan setelah pemanenan, dan penyimpanan (Suarni, 2005). Hasil

analisis proksimat tongkol jagung yang digunakan pada penelitian ini tersaji

pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi tongkol jagung

Komponen (%b.b) (%b.k)

Air 10,71 -

Abu 1,51 1,69

Protein 0,54 0,60

Lemak 2,09 2,34

Serat Kasar 70,67 79,15

Karbohidrat (by difference) 14,48 16,22

Nilai kandungan protein yang rendah menunjukkan bahwa tongkol

jagung belum memenuhi gizi sebagai pakan ternak. Kandungan protein dan

serat kasar pada pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia

masing-masing sebesar 8% dan 15% dari bobot kering bahan. Rendahnya

nilai protein tongkol jagung dalam sistem kultivasi dapat diatasi dengan

melakukan penambahan inokulum dengan substrat campuran yang

kandungan proteinnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tongkol

jagung.

Kadar protein dan lemak tongkol jagung cukup rendah, namun

memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan

untuk bahan baku pakan ternak. Tongkol jagung mengandung selulosa,

Page 42: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

27

hemiselulosa, dan lignin, sehingga tongkol jagung dapat digunakan sebagai

sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi

pertumbuhan mikroba. Kandungan lignoselulosa pada tongkol jagung dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan lignoselulosa tongkol jagung

Komponen (%b.k)

Lignin 10,97

Hemiselulosa 51,41

Selulosa 34,90

Komponen lignin, hemiselulosa dan selulosa merupakan komponen

dengan struktur yang kompak. Tingginya kandungan lignin pada tongkol

jagung menunjukkan bahwa tongkol jagung relatif sulit untuk dicerna oleh

mikroba. Hal ini diperkuat oleh Sutardi (1980) yang menyatakan bahwa

kandungan lignin pada hijauan erat hubungannya dengan manfaat bahan

makanan ternak. Bila kadar lignin tinggi, maka koefisien cerna bahan

makanan tersebut rendah.

Tingginya kandungan serat kasar pada tongkol jagung mengakibatkan

kecernaan bahan tersebut rendah, karena masih memiliki dinding sel yang

terselimut oleh kristal silika. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan suatu

pengolahan yang sesuai, sehingga bahan pakan lignoselulosik memiliki

kualitas yang cukup baik sebagai pakan ternak. Oleh karena itu, diperlukan

suatu proses untuk mendegradasi komponen tersebut, salah satunya adalah

melalui hirolisis biologis tongkol jagung dengan menggunakan kapang

selulolitik.

2. Substrat untuk Produksi Inokulum

Pemillihan bahan inokulum berdasarkan pada pertimbangan

kemudahan memperoleh bahan baku. Perlakuan pendahuluan diperlukan

terhadap bahan baku yang merupakan hasil samping dari limbah industri.

Perlakuan pendahuluan tersebut, diantaranya adalah mengeringkan bahan

Page 43: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

28

dan memperkecil ukuran bahan sehingga menjadi tepung. Hal ini

berdasarkan pembuatan inokulum tempe (ragi tempe) yang berbentuk

tepung. Selain itu, bahan baku dibuat menjadi tepung agar penyebaran spora

kapang dapat merata.

Pada penelitian ini dilakukan analisis proksimat pada substrat onggok,

ampas tahu, bekatul, dan bungkil kacang tanah. Hasil analisis kadar

karbohidrat dan kadar protein berguna untuk menentukan nilai nisbah

karbon dan protein. Onggok yang memiliki kandungan karbohidrat yang

cukup besar akan dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung

protein yang cukup, sehingga didapat nilai C/N yang seimbang. Nilai nisbah

karbon dan protein (nilai C/N) perbandingan onggok dengan ampas tahu,

bekatul, dan bungkil kacang tanah yang diinginkan sesuai dengan nilai C/N

pertumbuhan kapang. Pada Tabel 6, diketahui bahwa komponen penyusun

kapang terdiri atas karbon sekitar 40–63% (b.k) dan protein sekitar 7–10%

(b.k). Oleh karena itu, nilai C/N untuk komposisi kapang adalah 4–9. Hasil

analisis proksimat onggok beserta ampas tahu, bekatul, dan bungkil kacang

tanah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi proksimat pada substrat

Komponen Onggok

(%b.k)

Ampas Tahu

(%b.k)

Bekatul

(%b.k)

Bungkil Kacang

Tanah (%b.k)

Abu 2,17 3,30 12,59 5,17

Protein 1,94 19,77 12,97 26,36

Lemak 0,33 6,10 16,35 23,06

Serat Kasar 10,18 30,02 12,19 0,58

Karbohidrat

(by difference) 85,39 40,81 45,90 44,83

Rasio C/N 44,04 2,06 3,54 1,70

Berdasarkan hasil analisa tersebut kemudian dihitung agar didapat

perbandingan C/N = 5 berdasarkan modifikasi Doelle et al. (1992).

Pemilihan nisbah C/N = 5 dikarenakan perkiraan kapang tumbuh baik pada

kondisi cukup karbon dan nitrogen. Apabila terlalu banyak nitrogen, kapang

tidak dapat tumbuh maksimal, karena dikhawatirkan kapang tersebut akan

Page 44: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

29

melakukan aktivitas mendegradasi komponen nitrogen tersebut bukan

melakukan pertumbuhan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Fardiaz

(1992), bahwa nitrogen dari hasil pemecahan protein digunakan untuk

membangun protoplasma di dalam sel, sedangkan energi yang dibutuhkan

untuk sintesis tersebut terutama diperoleh dari pemecahan karbohidrat. Oleh

karena itu, dibutuhkan jumlah karbohidrat yang cukup besar dibandingkan

dengan jumlah protein, karena mikroba membutuhkan energi yang besar di

dalam pertumbuhannya.

Setelah dilakukan perhitungan, didapat perbandingan onggok dan

ampas tahu (3,61 : 4,71), onggok dan bekatul (1,86 : 7,43), serta onggok dan

bungkil kacang tanah (4,02: 3,50). Perhitungan ini menggunakan

perbandingan karbohidrat dan protein pada komposisi bahan campuran

tersebut. Hasil dari perbandingan ini yang dijadikan komposisi bahan

inokulum. Perhitungan perbandingan dan komposisi substrat inokulum

dicantumkan pada Lampiran 2. Hasil perhitungan komposisi campuran

substrat inokulum dapat dilihat pada Tabel 11. Secara teoritis, substrat

campuran akan menghasilkan nilai komposisi proksimat yang berbeda tetapi

perbandingan C/N tetap 5.

Tabel 11. Hasil perhitungan komposisi campuran substrat inokulum

Komponen Onggok+Ampas

Tahu (%b.k)

Onggok+Bekatul

(%b.k)

Onggok+Bungkil

Kacang Tanah

(%b.k)

Abu 2,81 10,50 3,56

Protein 12,03 10,76 13,31

Lemak 3,60 13,14 10,91

Serat Kasar 21,41 11,78 5,71

Karbohidrat

(by difference) 60,16 53,81 66,51

Page 45: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

30

B. PRODUKSI INOKULUM

Setelah dilakukan perhitungan perbandingan substrat, maka dibuat

substrat inokulum berdasarkan perbandingan substrat tersebut. Tujuan

pembuatan inokulum adalah untuk mempermudah penggunaan inokulum oleh

masyarakat, serta dapat digunakan dan didistribusikan kapan saja.

Sebelum diinokulasikan dengan kapang yang berasal dari agar miring

PDA, substrat terlebih dahulu diberi air kemudian disterilisasi. Hal ini

bertujuan meningkatkan kandungan air bahan, sehingga mampu memenuhi

kebutuhan air kapang yang digunakan untuk tumbuh dan melakukan

metabolisme selama proses kultivasi. Selanjutnya bahan tersebut disterilisasi

agar kontaminan yang berada dalam bahan mati.

Media dimasukkan dalam wadah plastik polistirena (baskom) dan setelah

dingin dilakukan inokulasi oleh suspensi spora kapang yang berasal dari agar

miring PDA. Pengadukan secara aseptis dilakukan agar suspensi spora merata

dalam media. Wadah ditutup dengan kertas buram untuk meminilisasi

kontaminan. Kertas buram digunakan karena pori–pori dalam kertas tersebut

tidak terlalu rapat, sehingga kapang dapat melakukan aktivitas metabolik-nya.

Inokulum kemudian diinkubasikan selama 3 hari untuk inokulum kapang

Aspergillus niger dan 4 hari untuk inokulum kapang Neurospora sitophila.

Menurut Supriyati et al. (1999), laju pertumbuhan A .niger dalam substrat

ampas tahu cukup cepat terlihat dari waktu inkubasi satu hari, pada permukaan

substrat telah tampak miselium putih, berarti kapang telah memasuki fase

eksponensial. Hari kedua inkubasi seluruh kapang telah tertutup miselium putih

keabu-abuan serta mulai nampak adanya spora, dan pada hari ketiga spora

berwarna hitam telah menutupi hampir seluruh permukaan sebstra. Hal ini

menunjukkan pertumbuhan maksimal dari A. niger. Sebaliknya dengan

N.sitophila, pertumbuhan lebih lambat karena pada hari kedua setelah inokulasi

baru terlihat adanya miselium putih tipis, dan hari keempat mulai tumbuh spora

yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna oranye pada permukaan substrat.

Hari ketiga inkubasi pada kapang A. niger dan empat hari pada

N.sitophila mungkin telah berada pada fase stasioner pertumbuhan.

Kemungkinan tersebut didasarkan pada pertumbuhan spora yang telah

Page 46: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

31

menutupi permukaan substrat. Fase stasioner merupakan fase dimana jumlah

kapang tidak bertambah akibat jumlah kapang yang tumbuh sama dengan

jumlah yang mati. Menurut Fardiaz (1989) bahwa fase stasioner terjadi karena

nutrien dalam medium sudah sangat berkurang juga terjadi akumulasi

metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan.

Alexopolous et al. (1997) menyatakan bahwa awal pembentukan spora

mengisyaratkan proses metabolisme kapang menjadi minimal serta produksi

enzim juga mulai berhenti. Sporulasi merupakan respon kapang terhadap

kondisi lingkungan tumbuh yang kurang menguntungkan yang dapat

disebabkan oleh kekurangan nutrien, perubahan suhu, pH, dan faktor lainnya.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa waktu inkubasi tiga hari

merupakan waktu yang optimum bagi pembentukan spora pada A. niger dan

empat hari pada N. sitophila. Pemilihan pertumbuhan kapang pada waktu

optimum, dikarenakan inokulum tersebut akan disimpan dalam bentuk spora

inokulum kering, sehingga dibutuhkan kebutuhan spora yang cukup pada

inokulum tersebut.

Pemanenan inokulum dilakukan dengan pengeringan pada suhu 45–50oC

selama satu hari. Pengeringan ini dilakukan agar kapang menjadi dorman,

sehingga berhenti aktivitas pertumbuhannya. Pengeringan mengakibatkan

penurunan kadar air yang mengakibatkan aktivitas kapang terhambat.

Selanjutnya inokulum tersebut dikemas dalam kantung plastik polietilen

dan disimpan pada suhu ruangan (28–30oC). Polietilen merupakan film yang

lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan

sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada

suhu 110oC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat

mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01

inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya

yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan

yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Selain itu, pemilihan kemasan ini

berdasarkan kemudahan mendapatkannya dan agar masyarakat mudah

menggunakan serta mendistribusikannya. Penyimpanan dilakukan di tempat

tertutup agar meminimilisasi dari kontaminan.

Page 47: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

32

C. PERUBAHAN KUALITAS INOKULUM SELAMA PENYIMPANAN

Inokulum spora yang telah dibuat kemudian disimpan dan diamati

perubahannya selama dua bulan. Perubahan tersebut akan menentukan spora

tersebut masih cukup baik atau tidak digunakan untuk menghidrolisis tongkol

jagung. Parameter–parameter yang diamati, meliputi perubahan kadar air dan

viabilitas spora.

1. Kadar Air

Hasil analisis sidik ragam kadar air (Lampiran 3.A) menunjukkan

bahwa komposisi substrat serta interaksi antar faktor komposisi substrat dan

lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata pada kadar air. Uji lanjut

Duncan terhadap komposisi bahan menunjukkan kadar air berbeda nyata

dengan semua perlakuan komposisi substrat (onggok+ampas tahu,

onggok+bekatul, dan onggok+bungkil kacang tanah).

Selama penyimpanan inokulum terjadi proses penetrasi uap air dari

ruang penyimpanan ke dalam kemasan inokulum yang memiliki kadar air

yang relatif rendah. Oleh karena itu, inokulum akan menyerap air dari

sekelilingnya sehingga semakin lama penyimpanan inokulum makan kadar

air akan meningkat. Perubahan kadar air pada inokulum dapat dilihat pada

Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 9. Perubahan kadar air inokulum selama penyimpanan

untuk (a) A. niger dan (b) N. sitophila

Selama penyimpanan pada suhu ruang (28-30°C) inokulum kapang

mengalami kenaikan kadar air, baik pada inokulum A. niger maupun

Page 48: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

33

inokulum N. sitophila. Peningkatan kadar air ini terjadi karena metabolisme

mikroba yang diikuti oleh pelepasan air, selain itu terjadi juga penetrasi uap

air melalui kemasan (Buckle, et al., 1985).

Peningkatan kadar air selain terjadi akibat akumulasi air hasil

mekanisme respirassi seluler pada mikroba, juga terjadi akibat minimnya

transfer panas pada substrat sehingga tingkat evaporasi cenderung rendah

dan mengakibatkan air, baik yang terkandung di dalam substrat maupun air

hasil metabolit, terakumulasi di dalam sistem dan meningkatkan kadar air

bahan. Selain itu, menurut Sacharow dan Griffin (1970), plastik polietilen

mempunyai daya proteksi terhadap uap air yang cukup baik, akan tetapi

kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Hal ini yang

menyebabkan terjadinya proses masuknya air ke dalam kemasan walaupun

cukup kecil dan mengakibatkan kadar air meningkat.

Penyimpanan inokulum N. sitophila dengan kadar air awal yang lebih

rendah daripada inokulum A. niger, menunjukkan kenaikan kadar air yang

lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena bahan yang berbentuk bubuk

umumnya bersifat higroskopis. Bahan yang kadar airnya lebih rendah, lebih

mudah menyerap air karena menyesuaikan dengan kelembaban

lingkungannya.

Menurut Hesseltine dan Wang (1982), kapang dapat tumbuh dengan

baik pada kadar air 12-35%. Kedua inokulum kapang tersebut mengalami

kenaikan kadar air yang cukup besar, namun kadar air masih dibawah 12%

sehingga inokulum tersebut dapat dikatakan baik karena kapang dalam

keadaan dorman.

2. Viabilitas Spora

Hasil analisis sidik ragam untuk viabilitas spora (Lampiran 3.B)

menunjukkan bahwa komposisi substrat serta interaksi antar faktor

komposisi substrat dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata

pada viabilitas spora. Berdasarkan uji lanjut Duncan terdapat perbedaan

media penghasil spora, yaitu komposisi campuran onggok dan ampas tahu,

Page 49: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

34

onggok dan bekatul, serta onggok dan bungkil kacang memberi pengaruh

nyata terhadap viabilitas spora.

Berdasarkan hasil tersebut terlihat adanya perbedaan kemampuan

untuk tumbuh dari spora yang berasal dari substrat yang berbeda–beda.

Perbedaan ini diduga bukan semata–mata karena perbedaan komposisi

substrat yang berpengaruh pada kemampuan germinasi spora, tetapi diduga

karena adanya perbedaan kematangan spora saat dipanen dan perbedaan

masa fase dorman dari spora tersebut.

Tingkat kematangan yang berbeda–beda akan menyebabkan berbeda

pula masa dorman spora dalam hal ini constitutive dorman, dimana spora

yang dorman dengan kematangan yang cukup (siap germinasi) ketika

ditempatkan pada lingkungan yang cocok misalnya pada PDA lebih cepat

untuk terjadinya germinasi. Sementara spora yang belum cukup matang

ketika ditumbuhkan pada PDA tidak mampu langsung untuk melakukan

germinasi, tetapi melakukan aktifitas metabolik untuk menyempurnakan

kematangannya.

Hal ini seperti yang disebutkan Bilgrami dan Verma (1978) bahwa

spora fungi selama periode dorman menyempurnakan proses pematangan,

atau jika telah siap matang digunakan sebagai periode menjalani istirahat

sebelum bergerminasi. Jadi faktor kematangan spora diduga penyebab

berbedanya jumlah spora tumbuh. Spora yang cukup matang akan

bergerminasi lebih cepat, sementara yang belum cukup matang

menggunakan waktu dorman untuk penyempurnaan kematangannya.

Perbedaan komposisi media produksi spora kaitannya dengan kematangan

spora adalah tersedianya sejumlah nutrisi untuk pembentukan spora, karena

kapang dalam pembentukan dan pematangan sporanya sangat dipengaruhi

oleh ketersediaan nutrisi di lingkungannya. Ilyas (2007) menambahkan

bahwa secara morfologis dan fisiologis, spora yang telah matang sempurna

memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan,

sehingga secara alamiah dapat melakukan proses dormansi tanpa kehilangan

kemampuan viabilitasnya. Sebaliknya, penggunaan kultur yang sporanya

Page 50: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

35

belum matang secara sempurna akan menyebabkan spora lebih rentan

terhadap perubahan lingkungan sehingga mudah kehilangan viabilitasnya.

Menurut Frazier (1992), spora mikroba berkurang kemampuan untuk

bergerminasi, antara lain disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak

sesuai. Parameter-parameter kondisi lingkungan yang dimaksud adalah

suhu, kelembaban, inhibitor biologis (bakteri, kutu, binatang kecil, dll.) dan

berkurangnya nutrisi esensial, seperti asam amino di dalam media

pertumbuhannya. Dalam hal ini, penurunan viabilitas spora diduga juga

diakibatkan karena berkurangnya nutrisi pada substrat dan meningkatnya

inhibitor biologis yang seiring dengan meningkatnya kadar air.

Pada jenis inokulum dengan kadar air lebih tinggi, jumlah spora

kapang lebih tinggi dibandingkan dengan inokulum dengan kadar air

rendah. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan kadar air inokulum A. niger

yang lebih tinggi dari inokulum N. sitophila, mengakibatkan jumlah spora

inokulum A. niger lebih banyak. Selain itu, hal ini diduga dari kemampuan

A. niger yang mudah tumbuh dan beradaptasi jika lingkungan tumbuhnya

terpenuhi, sehingga mengakibatkan jumlah spora A. niger lebih banyak

dibandingkan N. sitophila.

Semakin lama penyimpanan, baik inokulum N. sitophila maupun

inokulum A. niger, jumlah koloni kapangnya akan menurun. Faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut antara lain nutrien yang

tersedia, air, oksigen, suhu, pH, serta ada tidaknya komponen anti mikroba

(Fardiaz, 1989). Semakin lama penyimpanan inokulum maka nutrisi yang

dibutuhkan bagi pertumbuhannya semakin berkurang, sehingga jumlah

koloni kedua jenis kapang yang tumbuh akan berkurang. Dengan demikian

zat gizi akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan yang menyebabkan

penurunan jumlah mikroba dalam fase menuju kematian.

Perbedaan kemampuan germinasi dan sporulasi dipengaruhi oleh

perbedaan komposisi media yang memberikan ketersediaan nutrien yang

berbeda. Karena menurut Perlman (1968), sporulasi, baik fenotip, kualitatif

dan kuantitatif lebih besar tergantung pada faktor lingkungan antara lain

(sumber C, N, nisbah C/N, dan mineral) dan kandungan air dalam medium

Page 51: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

36

dan kelembapan relatif. Perbedaan substrat bahan pada inokulum akan

memberikan perbedaan konsentrasi nutrisi, terutama perbedaan kandungan

selulosanya sebagai sumber C. Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan satu minggu sekali dapat diketahui penurunan jumlah spora

kering pada tiap bahan inokulum.

Hasil pengamatan viabilitas spora selama dua bulan untuk kapang

A.niger menunjukkan penurunan jumlah spora dalam berbagai substrat.

Pada substrat onggok+ampas tahu menurun dari 73,51 x 107 menjadi

13,89x107 atau mengalami penurunan sebesar 8,16%, onggok+bekatul

menurun dari 82,91 x 107 menjadi 24,95 x 10

7 atau mengalami penurunan

sebesar 5,86% dan onggok+bungkil kacang tanah menurun dari 91,24 x 107

menjadi 37,50 x 107

(spora/g bobot kering) atau mengalami penurunan

sebesar 4,30%. Grafik viabilitas spora inokulum A. niger disajikan pada

Gambar 10(a). Pada inokulum A. niger penurunan viabilitas spora sangat

rendah hingga akhir pengamatan selama 2 bulan. Hal ini dapat disebabkan

daya tahan hidup A. niger yang tinggi.

Pada inokulum A. niger, viabilitas yang tertinggi terdapat pada

campuran onggok dan bungkil kacang tanah. Hal ini dikarenakan bungkil

kacang tanah mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan

bahan–bahan yang lainnya. Berdasarkan perhitungan teoritis kadar protein

onggok+bungkil kacang tanah (pada Tabel 2) memiliki kandungan

mencapai 13,31%.

Menurut Muchtadi et al. (1992), Aspergillus merupakan salah satu

mikroba penghasil protease yang cukup potensial. Protease adalah enzim

proteolitik yang merupakan biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein.

Lebih lanjut Fardiaz (1992) menyatakan bahwa mikroba melalui sistem

enzim yang kompleks memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang

lebih sederhana dengan pola sebagai berikut :

Protein Proteosa Pepton Polipeptida Peptida

Asam amino NH3 dan elemen N

Page 52: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

37

(a)

(b)

Gambar 10. Perubahan viabilitas spora inokulum selama penyimpanan

untuk (a) A. niger dan (b) N. sitophila

Menurut Enari (1983), A. niger dalam pertumbuhannya sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan senyawa nitrogen, baik nitrogen organik

maupun nitrogen anorganik. Hal ini yang menyebabkan A. niger lebih

mudah tumbuh dan dapat bertahan pada campuran onggok dan bungkil

kacang tanah dibandingkan dengan campuran onggok+bekatul dan

onggok+ampas tahu. Walaupun pada kandungan kadar air yang cukup

rendah, enzim tersebut dapat dikeluarkan, karena menurut Meyrath dan

Volavsek (1975), protease dari Aspergillus tergolong enzim ekstraseluler

yang dapat menghidrolisa substrat di sekitarnya. Enzim ini bersifat

Page 53: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

38

terinduksi, artinya pada substrat yang sesuai produksinya akan meningkat.

Tanpa diinduksi, enzim tetap diproduksi, tetapi dalam jumlah yang lebih

kecil.

Berdasarkan hasil penelitian Ilyas (2007), inokulum spora A. niger

yang disimpan pada suhu 5oC, menunjukkan penurunan viabilitas yang

sangat rendah. Jumlah spora yang terhitung sebanyak 4 x 107 cfu/ml. Jumlah

tersebut masih cukup baik untuk digunakan sebagai spora inokulum. Oleh

karena itu, dapat dikatakan penurunan viabilitas pada inokulum A.niger di

semua campuran media yang disimpan pada suhu ruang masih cukup

rendah, sehingga spora inokulum tersebut masih baik digunakan hingga

akhir pengamatan (selama dua bulan).

Hasil pengamatan menunjukkan viabilitas spora selama dua bulan

untuk kapang N. sitophila juga mengalami penurunan jumlah spora dalam

berbagai media. Pada media onggok+ampas tahu menurun dari 63,13 x 107

menjadi 4,33 x 107 atau mengalami penurunan sebesar 13,38%,

onggok+bekatul menurun dari 83,43 x 107 menjadi 19,20 x 10

7 atau

mengalami penurunan sebesar 7,16%, dan onggok+bungkil kacang tanah

menurun dari 61,19 x 107 menjadi 2,15 x 10

7 (spora/g bobot kering) atau

mengalami penurunan sebesar 17,26%. Grafik viabilitas spora inokulum

N.sitophila disajikan pada Gambar 10(b).

Pada inokulum N. sitophila, viabilitas yang cukup tinggi terdapat pada

campuran onggok dan bekatul. Hal ini dikarenakan kandungan vitamin dan

mineral pada onggok+bekatul yang cukup tinggi dilihat dari nilai kadar abu

yang cukup tinggi, yaitu 10,50%. Menurut Luh (1991), bekatul mengandung

magnesium 5,0–13,0 (mg/g), kalsium 0,3–1,2 (mg/g), fosfor 11,0–25,0

(mg/g), silika 5,0–11,0 (mg/g), seng 43,0–58,0 (µg/g), thiamin 12,0–24,0

(µg/g), riboflavin/B2 1,8–4,0 (µg/g), dan tokoferol/vitamin E 149–154

(µg/g). Nutrien yang terkandung di dalam bekatul menjadi faktor yang

sangat penting dalam penyimpanan inokulum spora karena ketersediaan

nutrien merupakan syarat agar mikroba tetap bertahan, selain kondisi

lingkungan yang sesuai. Menurut Moat (1979), Neurospora tumbuh secara

normal pada substrat yang hanya mengandung sumber karbon, garam

Page 54: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

39

organik dan biotin. Sumber karbon tersebut berupa mono-, di-, atau

polisakarida. Hal ini yang menyebabkan N. sitophila lebih mudah tumbuh

dan dapat bertahan pada campuran onggok dan bekatul dibandingkan

dengan campuran onggok+bungkil kacang tanah dan onggok+ampas tahu.

Penelitian terhadap daya tahan simpan inokulum oncom dengan kapang

Neurospora yang menggunakan substrat bungkil kacang tanah menunjukkan

jumlah spora yang masih baik untuk digunakan sebesar 3,8 x 106 per gram

inokulum (Anonimb, 2009).

Semua inokulum, baik inokulum A. niger maupun inokulum

N.sitophila di semua campuran media, masih dalam kondisi yang baik

selama penyimpanan dua bulan dilihat dari jumlah sporanya yang masih

baik untuk digunakan sebagai spora inokulum dan penurunan viabilitas

sporanya yang sangat rendah. Jika dibandingkan dengan penelitian Rahman

(1992) tentang inokulum tempe, didapatkan bahwa untuk menghasilkan

tempe yang baik, jumlah sel hidup yang terdapat dalam inokulum harus

berkisar antara 106-10

9 koloni/gram. Oleh karena itu, jumlah spora kedua

inokulum masih dianggap baik karena masih berada di atas 106 koloni/gram.

Substrat inokulum terbaik untuk kapang A. niger adalah onggok dan bungkil

kacang tanah, sedangkan untuk inokulum N. sitophila adalah onggok dan

bekatul. Selanjutnya, inokulum terbaik ini diaplikasikan pada kultivasi

tongkol jagung.

D. VIABILITAS INOKULUM PADA HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG

Kultivasi tongkol jagung dilakukan dengan menggunakan inokulum

kapang yang memiliki viabilitas tertinggi. Pada kapang A. niger digunakan

inokulum yang substratnya adalah campuran onggok dan bungkil kacang tanah,

sedangkan pada N. sitophila digunakan inokulum yang substratnya adalah

campuran onggok dan bekatul. Kultivasi tongkol jagung dilakukan setiap dua

minggu sekali dimulai pada minggu kedua. Kultivasi ini dilakukan untuk

mengetahui viabilitas inokulum pada hidrolisis tongkol jagung.

Kultivasi yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap.

Tahap pertama adalah persiapan media yaitu tongkol jagung diberi perlakuan

Page 55: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

40

fisik yang bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel tongkol jagung.

Perlakuan fisik dilakukan melalui dua tahap yakni pencincangan kasar yang

dilanjutkan dengan penggilingan menggunakan hammer mill dan disc mills.

Hasil penggilingan dengan menggunakan disc mill kemudian diayak dengan

menggunakan ayakan berukuran 40 mesh. Pengecilan ukuran ini dilakukan

untuk memperluas permukaan substrat kultivasi serta memotong rantai amorf

pada struktur selulosa pada bahan sehingga memudahkan penguraian oleh

kapang selulolitik.

Pengecilan ukuran tongkol jagung dapat mengakibatkan pengurangan

fase kristalin fraksi selulosik tongkol jagung dan meningkatkan permukaan

reaktif bahan (Ghose dan Kostick, 1970). Pengecilan ukuran memotong rantai

amorf struktur selulosa dan memperluas permukaan substrat, sehingga

penguraian oleh kapang menjadi mudah.

Pada kultivasi tongkol jagung yang dilakukan, air pada sistem

diakomodasi melalui proses penambahan air pada substrat tongkol jagung

dengan perbandingan substrat : air (2 : 3) sehingga mencapai kadar air sekitar

60–68%. Penambahan air ini bertujuan untuk mempermudah proses

homogenisasi campuran substrat-inokulum, dan juga bertujuan untuk

meningkatkan jumlah air pada sistem kultivasi. Tanpa adanya air yang cukup

di dalam sistem pertumbuhan kapang yang digunakan akan terhambat dan akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan biomassa.

Tahap selanjutnya adalah proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan

baik terhadap inkubator maupun terhadap tongkol jagung. Sterilisasi oleh

Reddish (1957) didefinisikan sebagai segala proses, baik fisik maupun kimia,

yang dapat merusak organisme hidup, diaplikasikan terutama pada mikroba

termasuk bakteri, spora kapang, dan inaktivasi virus. Sebuah sistem yang steril

merupakan sebuah sistem yang di dalamnya tidak terdapat organisme hidup

baik yang bersifat mikroskopik maupun yang bersifat makroskopik. Proses

sterilisasi dilakukan terutama dengan tujuan agar sistem kultivasi padat yang

akan dilakukan terbebas dari kontaminasi. Proses ini menjadi salah satu faktor

penentu keberhasilan suatu sistem kultivasi, sehingga segala aspek yang

berkaitan dengan proses ini harus dilakukan dengan baik.

Page 56: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

41

Aktivitas biologis kapang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

fisik seperti kadar air media, ketersediaan nutrien, konsentrasi inokulum, suhu

dan kelembaban relatif ruang inkubasi serta bentuk dan ukuran partikel substrat

(Moo-Young et al., 1983). Substrat tongkol jagung diinokulasikan dengan

inokulum kapang sebanyak 15% dari bobot tongkol jagung. Konsentrasi ini

berdasarkan penelitian Fakhruddin (1995) yang menggunakan inokulum spora

untuk produksi selulase menggunakan substrat padat campuran tandan kosong

dan sabut kelapa sawit. Selanjutnya ditutup dengan kertas buram untuk

meminimalisasi media dari kontaminan.

Suhu yang digunakan pada saat kultivasi adalah suhu ruang, yaitu sekitar

25–37oC. Suhu ruang dipilih agar mudah diaplikasilkan. Selain itu, berdasarkan

Fardiaz (1989), bahwa A. niger termasuk mikroba mesofilik dengan

pertumbuhan maksimum pada suhu 35°C-37°C dan N. sitophila mempunyai

suhu pertumbuhan antara 20–30oC pada kondisi aerobik (Judoamidjojo et al.,

1989), sehingga suhu ruang tersebut masih termasuk pada rentang suhu

optimum untuk pertumbuhan kapang.

Kultivasi substrat padat didefinisikan sebagai pertumbuhan mikrobial

pada partikel tanpa adanya air bebas di dalam sistem (Moo-Young et al.,

1983). Adanya air pada sistem kultivasi substrat padat biasanya terdapat pada

ikatan kompleks di dalam matriks padat atau sebagai lapisan tipis yang

terabsorbsi pada permukaan partikel atau terikat secara lemah pada daerah

kapiler substrat padat. Adapun tingkat kelembaban relatif pada kultivasi

substrat padat umumnya bervariasi antara 30% sampai dengan 85 % (Prior et

al., 1992). Kultivasi pada tongkol jagung menggunakan kedua inokulum

kapang dilakukan selama 9 hari. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya

bahwa kedua kapang tersebut dapat menurunkan kadar serat tertinggi pada

umur 9 hari.

Pada penelitian ini pengadukan tongkol jagung dan inokulum spora

hanya diberikan di awal kultivasi, sehingga menyebabkan spora tidak merata

pada seluruh bagian substrat inokulum dan media tongkol jagung semakin

memadat pada akhir kultivasi. Gambar hasil kultivasi tongol jagung

Page 57: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

42

menggunakan kedua jenis inokulum kapang dapat dilihat kembali pada

Gambar 8.

Setelah dilakukan kultivasi selama 9 hari, hasil kultivasi tersebut

kemudian dipanen dan dilakukan pengeringan selama 2 hari pada suhu 50oC

untuk mematikan spora. Selanjutnya, diukur beberapa parameter perubahan

setelah kultivasi tongkol jagung. Hasil analisis parameter perubahan setelah

kultivasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Parameter perubahan setelah kultivasi

Komponen

Aspergillus niger

(Umur Simpan Inokulum (Minggu))

Neurospora sitophila

(Umur Simpan Inokulum (Minggu))

2 4 6 8 2 4 6 8

Kadar Air

(%b.b) 23,08

a 24,60

a 24,89

a 25,87

a 40,62

a 41,79

a 42,16

a 41,91

a

Kadar Abu

(%b.k) 2,44

a 2,40

a 2,44

a 2,40

a 3,71

a 3,67

a 3,57

a 3,41

a

Kadar Protein

(%b.k) 2,46

a 2,53

a 2,54

a 2,50

a 5,59

a 5,42

a 5,60

a 5,55

a

Kadar Lemak

(%b.k) 2,03

a 2,01

a 2,01

a 2,01

a 2,90

a 2,83

a 2,89

a 2,85

a

Kadar Serat

(%b.k) 54,67

a 55,82

b 56,34

c 56,66

d 46,92

a 51,03

b 52,62

c 53,39

d

Total Gula

(ppm) 39,20

a 39,25

a 38,63

a 38,60

a 37,92

a 37,86

a 37,85

a 37,93

a

Gula Pereduksi

(ppm) 11,98

a 11,90

a 11,78

a 11,84

a 14,32

a 14,54

a 14,44

a 14,34

a

Derajat

Polimerisasi 3,27

a 3,30

a 3,28

a 3,26

a 2,65

a 2,60

a 2,62

a 2,62

a

Keterangan:

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak

berpengaruh nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Jenis inokulum kapang

tidak dibandingkan.

1. Kadar Air setelah Kultivasi

Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam kadar air (Lampiran 4.A)

menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak berpengaruh nyata

terhadap perubahan kadar air tongkol jagung setelah kultivasi. Dengan

demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada inokulum tidak

mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika dilihat dari

parameter kadar air.

Page 58: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

43

Kadar air tongkol jagung sebelum kultivasi sebesar 10,24% dan terjadi

peningkatan kadar air pada substrat awal sekitar 60–68% setelah

penambahan air. Peningkatan kadar air ini disebabkan untuk pelaksanaan

proses kultivasi, substrat harus cukup mengandung air untuk keperluan

pertumbuhan kapang, sedangkan kandungan air tongkol jagung rendah,

sehingga air harus ditambahkan agar terpenuhi kebutuhan air untuk

pertumbuhan kapang. Menurut Chalal (1985), pada kultivasi substrat padat,

substrat yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk

keperluan mikroba. Kebutuhan air untuk pertumbuhan kapang sekitar 60–

68%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air menurun setelah

dilakukan kultivasi selama 9 hari. Penggunaan inokulum A. niger

menyebabkan kadar air tongkol jagung menurun menjadi sekitar 24%,

sedangkan penggunaan inokulum N. sitophila menyebabkan kadar air

menurun menjadi sekitar 41%.

Secara umum terjadi penurunan kadar air tongkol jagung setelah

dikultivasi dibandingkan dengan substrat awal (kadar air substrat 60–68%).

Penurunan ini disebabkan selama kultivasi dihasilkan energi, C02 air, dan

umumnya sebagian air akan menguap dan sebagian lainnya akan tertinggal

dalam produk (Fardiaz, 1989). Penurunan kadar air dapat disebabkan karena

terbentuknya panas akibat proses kultivasi. Sofyan (2003) menyatakan

bahwa pada kultivasi lebih dari 24 jam terjadi penguraian senyawa-senyawa

organik oleh adanya aktivitas enzim yang menghasilkan senyawa sederhana,

juga hasil lain dari proses metabolisme yaitu H2O dan energi dalam bentuk

panas. Terbentuknya panas selama proses kultivasi akan menyebabkan suhu

bahan meningkat dan air yang dihasilkan selama proses kultivasi akan

menguap, sehingga terjadi penurunan kadar air. Dengan demikian semakin

lama kultivasi, maka panas dari hasil metabolisme meningkat dan

menyebabkan kadar air semakin menurun.

Penurunan kadar air bahan juga menunjukan bahwa air pada substrat

digunakan pada proses pertumbuhan kapang. Proses hidrolisis komponen

selulosa substrat oleh enzim selulase ini membutuhkan air dalam jumlah

yang besar (Pelczar, 1986). Air yang dihasilkan sebagai hasil samping dari

Page 59: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

44

proses metabolisme lebih kecil dibandingkan dengan air yang dibutuhkan

untuk mendegradasi serat pada substrat, sehingga mengakibatkan kadar air

menurun selama kultivasi. Selain aktivitas selulase, penurunan kadar air

juga terjadi akibat perubahan panas katabolik pada permukaan substrat yang

mengakibatkan evaporasi air dari dalam ke luar sistem. Mekanisme

hidrolisis selulosa secara lebih jelas disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Mekanisme hidrolisis selulosa (Campbell et al., 2006)

Adanya selulase memungkinkan terjadinya hidrolisis polisakarida

menjadi glukosa. Selanjutnya penguraian polisakarida menjadi glukosa

diikuti oleh proses pembentukan asam piruvat melalui lintasan glikolisis.

Asam piruvat kemudian teroksidasi menjadi satu molekul karbondioksida

dan satu kelompok asetil. Kelompok asetil ini kemudian yang berikatan

dengan koenzim A membentuk asetil KoA. Koenzim A ini merupakan

senyawa gabungan hasil katabolisme lipid dan protein. Selanjutnya, Asetil

KoA akan memasuki siklus asam sitrat. Siklus asam sitrat merupakan

sumber biosintesis berbagai biomolekul (Campbell dan Farrell, 2006). Pada

akhir siklus asam sitrat akan terbentuk asam oksaloasetat. Asam

oksaloasetat ini kemudian akan kembali mengikat asetil ko-A dan kembali

menjalani siklus Krebs. Siklus asam sitrat kemudian akan diikuti oleh rantai

transpor elektron. Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari

reaksi respirasi aerob. Mekanisme respirasi seluler ini secara lebih jelas

dapat dilihat pada Gambar 12.

Page 60: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

45

a. Siklus Asam Sitrat

b. Rantai Transpor Elektron

Gambar 12. Mekanisme respirasi seluler (Campbell et al., 2006)

Pada akhir proses respirasi akan dihasilkan CO2 dan air sebagai hasil

akhir (Campbell dan Farrel, 2006; Ningsih, 2010). Air yang terbentuk inilah

yang terakumulasi pada substrat dan dapat mengakibatkan peningkatan

kadar air pada substrat. Namun air yang dihasilkan tersebut lebih kecil

Page 61: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

46

dibandingkan dengan air yang dibutuhkan untuk mendegradasi serat pada

substrat, sehingga mengakibatkan kadar air menurun selama kultivasi.

2. Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada suatu bahan. Nilai

kadar abu suatu bahan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang

terkandung dalam bahan tersebut. Bahan-bahan yang menguap selama

proses pembakaran berupa air dan bahan volatil lainnya akan mengalami

oksidasi dengan menghasilkan CO2. Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik

ragam kadar abu (Lampiran 4.B) menunjukan bahwa lama penyimpanan

inokulum tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar abu tongkol

jagung setelah kultivasi. Dengan demikian, penurunan kuantitas spora

kapang pada inokulum tidak mempengaruhi aktivitas kapang selama proses

kultivasi jika dilihat dari parameter kadar abu.

Hasil perhitungan secara teoritis menunjukkan kadar abu awal tongkol

jagung dan inokulum A. niger (onggok+bungkil kacang tanah) adalah

1,97%, sedangkan tongkol jagung dan inokulum N. sitophila

(onggok+bekatul) adalah 3,01%. Jika dibandingkan dengan kadar abu

sebelum kultivasi, maka kadar abu setelah kultivasi dengan inokulum

A.niger naik menjadi sekitar 2,3%, sedangkan dengan inokulum N. sitophila

naik menjadi sekitar 3,5% dari kadar abu awal. Kenaikan kadar abu ini

dikarenakan substrat tongkol jagung telah ditambahkan inokulum yang telah

menggunakan campuran media lainnya. A. niger menggunakan campuran

onggok dan bungkil kacang tanah sebagai substrat inokulum dan N.sitophila

menggunakan substrat campuran onggok dan bekatul sebagai bahan dasar

inokulum.

Kadar abu yang meningkat disebabkan juga oleh perubahan komposisi

substrat secara relatif. Peningkatan kadar abu pada kultivasi dengan

menggunakan inokulum kapang berkaitan dengan terjadinya peningkatan

susut bobot. Menurut Artika (2010), peningkatan susut bobot salah satunya

disebabkan oleh adanya pemanfaatan komponen non-serat oleh kapang yang

mengakibatkan perubahan komposisi substrat. Perubahan komposisi substrat

Page 62: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

47

menyebabkan perbedaan dalam perhitungaan kadar abu, sehingga seolah-

olah pada substrat terjadi kenaikan kadar abu. Padahal, jumlah kadar abu

relatif tetap. Peningkatan susut bobot yang terjadi pada masing-masing

substrat mampu mengindikasikan bahwa pada kondisi selama proses terjadi

pembentukan enzim ekstraseluler yang berlangsung dengan baik, sehingga

mampu mendegradasi substrat dalam jumlah yang cukup banyak.

3. Kadar Protein

Kadar protein sering digunakan sebagai indikator pertumbuhan

biomassa kapang pada kultivasi. Kadar protein pada akhir kultivasi

merupakan kombinasi dari protein yang terdapat pada substrat dan protein

yang terkandung dalam biomassa kapang yang terbentuk. Griifin (1981)

menyatakan bahwa pada umumnya fungi mengandung sebanyak 14–44%

protein pada biomassa selnya, tergantung spesiesnya.

Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam kadar protein (pada

Lampiran 4.C) menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak

berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar protein tongkol jagung setelah

kultivasi. Dengan demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada

inokulum tidak mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika

dilihat dari parameter kadar protein.

Hasil perhitungan secara teoritis menunjukkan bahwa kadar protein

awal tongkol jagung dan inokulum A. niger sebelum kultivasi adalah 2,45%,

sedangkan tongkol jagung dan inokulum N. sitophila adalah 2,12%.

Kultivasi tongkol jagung dengan kedua jenis kapang menyebabkan

terjadinya kenaikan protein kasar. Kadar protein setelah kultivasi dengan

inokulum A. niger naik menjadi sekitar 2,50%, sedangkan dengan inokulum

N. sitophila naik menjadi sekitar 5,50%.

Menurut Stanton dan Walbridge (1969), kultivasi dapat dikatakan

sebagai proses protein enrichment yang berarti proses pengayaan protein

bahan dengan menggunakan mikroba tertentu. Proses ini identik dengan

pembuatan Single Cell Protein atau Protein Sel Tunggal, hanya saja pada

Page 63: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

48

proses protein enrichment tidak dilakukan pemisahan sel mikroba yang

tumbuh dengan sisa substratnya.

Peningkatan kadar protein setelah kultivasi sejalan dengan

bertambahnya miselium kapang, yakni semakin banyak miselium kapang

yang terbentuk maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini disebabkan

adanya aktivitas proteolitik kapang yang menguraikan protein menjadi

asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami

peningkatan (Sumanti, 2005).

Selain itu peningkatan kadar protein setelah kultivasi diduga

disebabkan karena adanya peningkatan jumlah sel kapang (Mihiddin, 2000).

Komposisi elemen kapang mengandung nitrogen sebesar 7-10% berat

kering (Stanbury dan Whitaker, 1984). Selain itu penambahan inokulum

yang mengandung campuran onggok dan bungkil kacang tanah untuk

inokulum A. niger serta campuran onggok dan bekatul untuk inokulum

N.sitophila, yang mengandung kandungan nitrogen juga diduga turut andil

dalam peningkatan kadar protein.

Kenaikan kadar protein setelah kultivasi pada kedua kapang masih

rendah, karena menurut Prihatman (2000) kandungan protein yang bisa

memenuhi kebutuhan ternak ruminansia lebih besar dari 8%. Rendahnya

kadar protein yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan karena kadar

protein yang terkandung pada bahan rendah. Selain itu juga tidak ada

penambahan nitrogen anorganik pada substrat, sehingga satu-satunya

sumber protein yang didapatkan oleh mikroba hanya berasal dari sumber

protein organik yang terkandung di dalam substrat dan inokulum yang

digunakan. Oleh karena itu, agar nilai kandungan protein meningkat, perlu

adanya penambahan sumber nitrogen anorganik yang oleh mikroba akan

diubah menjadi protein organik dan dapat menyebabkan peningkatan kadar

protein pada tongkol jagung yang dikultivasi.

4. Kadar Lemak

Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam kadar lemak (pada

Lampiran 4.D) menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak

Page 64: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

49

berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar lemak tongkol jagung setelah

kultivasi. Dengan demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada

inokulum tidak mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika

dilihat dari parameter kadar lemak.

Hasil perhitungan secara teoritis menunjukkan bahwa kadar lemak

awal tongkol jagung dan inokulum A. niger sebelum kultivasi adalah 3,63%,

sedangkan tongkol jagung dan inokulum N. sitophila adalah 3,96%. Kadar

lemak setelah kultivasi dengan inokulum A. niger turun menjadi sekitar

2,0%, sedangkan dengan inokulum N. sitophila turun menjadi sekitar 2,8%.

Aktifitas lipolitik setiap kapang berbeda-beda. Semakin tinggi aktifitas

lipolitik maka semakin banyak lemak yang diubah menjadi lemak yang

diubah dari gliserol. Asam lemak ini sebagian digunakan oleh kapang untuk

keperluan hidupnya (Shurtleff dan Ayogi, 1979). Pendapat ini juga

didukung oleh Winarto (1980) bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

maka mikroba dengan bantuan enzim lipase akan menghidrolisis lemak

menjadi senyawa sederhana berupa asam lemak, dan energi yang dihasilkan

akan digunakan untuk hidup dan pertumbuhannya. Rusdi (1992)

menambahkan bahwa perombakan lemak oleh kapang diperlukan untuk

mendapatkan energi dan lemak yang telah berubah menjadi senyawa–

senyawa sederhana digunakan oleh kapang untuk keperluan hidupnya. Hal

ini yang menyebabkan kadar lemak setelah kultivasi mengalami penurunan.

Pada dasarnya hasil kultivasi dengan menggunakan inokulum kapang

N. sitophila juga mengalami penurunan yang cukup besar. Namun dalam

pengujian kadar lemak dengan menggunakan pelarut heksan untuk

mengekstraksi lemak, kandungan karotenoid ikut terlarut, sehingga

menyebabkan seolah-olah kadar lemak hasil kultivasi menurun hanya

sedikit.

Inokulum N. sitophila yang berwarna oranye kemerahan merupakan

kapang karotenogenik (penghasil karoten) (Nuraini, 2005). Senyawa -

karoten adalah senyawa karotenoid yang berfungsi sebagai provitamin A,

sebagai pemberi warna kuning pada kuning telur dan dapat menurunkan

kolesterol (Kohlmeier dan Hastings, 1995).

Page 65: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

50

5. Kadar Serat

Hasil analisis sidik ragam kadar serat (Lampiran 4.E) menunjukkan

bahwa lama penyimpanan inokulum berpengaruh nyata terhadap kadar serat

tongkol jagung setelah kultivasi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan

bahwa kadar serat berbeda nyata dengan lama penyimpanan (2, 4, 6, dan 8

minggu). Gambar 13 menunjukkan bahwa kadar serat semakin meningkat

dengan bertambahnya lama penyimpanan inokulum. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin lama umur simpan inokulum kapang, kandungan serat yang

didegradasi semakin berkurang, sehingga penurunan kandungan serat dari

tongkol jagung semakin berkurang. Hal ini dikarenakan jumlah spora

kapang yang berkurang karena mati. Jumlah spora yang berkurang

mengakibatkan enzim selulase yang dihasilkan berkurang. Dengan

demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada inokulum mempengaruhi

aktivitas kapang selama proses kultivasi jika dilihat dari parameter kadar

serat.

Gambar 13. Pengaruh umur simpan inokulum terhadap kadar

serat tongkol jagung setelah kultivasi kapang

Hasil perhitungan secara teoritis menunjukkan bahwa kadar serat awal

tongkol jagung dan inokulum A. niger sebelum kultivasi adalah 68,13%,

sedangkan tongkol jagung dan inokulum N. sitophila adalah 69,05%. Kadar

serat hasil kultivasi dengan inokulum A. niger turun menjadi sekitar 55%,

sedangkan dengan inokulum N. sitophila turun menjadi sekitar 51%.

(b) N. sitophila (a) A. niger

Page 66: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

51

Hasil analisis menunjukkan bahwa tongkol jagung yang dikultivasi

dengan inokulum A. niger dan inokulum N. sithopila mengalami penurunan.

N. sithopila sebagai “soft rot fungi” dapat mendegradasi lignin dan bahan

lignoselulosik, sedangkan menurut Mandels (1982) A.niger merupakan

kapang penghasil enzim selulase yang banyak mengandung β-glukosidase

tetapi kandungan ekso dan endoglukanase rendah. Oleh karena itu, kedua

kapang tersebut dapat mendegradasi komponen selulosa pada tongkol

jagung, karena menghasilkan enzim selulase.

Penurunan kadar serat yang terjadi menandakan bahwa kemampuan

kapang dalam menghasilkan selulase. Enzim ini yang mendegradasi

komponen selulosa yang terdapat pada substrat tongkol jagung. Kapang

memanfaatkan nutrien dalam bentuk yang sederhana terlebih dahulu dalam

pertumbuhannya. Setelah nutrien dalam bentuk yang lebih sederhana

tersebut habis, kapang mulai memecah serat dengan cara menghasilkan

enzim ekstraseluler menjadi bentuk yang lebih sederhana, sehingga

menyebabkan penurunan kadar serat substrat.

Hasil penurunan kadar serat pada kultivasi tongkol jagung tidak

terlalu besar. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kapang ikut

menyumbangkan serat kasar yang berasal dari miselia, sehingga semakin

tinggi biomassa sel yang dihasilkan maka kandungan serat kasar pada

substrat akan bertambah. Kapang merupakan organisme eukariotik yang

tumbuh dengan perpanjangan hifa (Fardiaz, 1989). Kandungan serat kasar

dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, kemampuan

kapang memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi, dan

kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan miselia kapang

dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding gel

yang mengandung selulosa, disamping terjadinya kehilangan dari sejumlah

padatan (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding gel secara kimia terdiri dari

bagian karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non

karbohidrat (Winarno, 1980). Komponen tersebut terhitung sebagai serat

kasar pada analisis proksimat. Hal ini yang mengakibatkan kandungan serat

hasil kultivasi masih cukup tinggi.

Page 67: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

52

6. Total Gula

Pengukuran total gula dalam penelitian ini menggunakan metode

Fenol H2SO4. Prinsip pengukuran total gula adalah semua gula sederhana,

oligosakarida, polisakarida dan turunannya dapat bereaksi dengan phenol

dalam asam sulfat pekat sehingga menghasilkan warna oranye kekuningan

yang stabil.

Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam total gula (Lampiran 4.F)

menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak berpengaruh nyata

terhadap perubahan total gula tongkol jagung setelah kultivasi. Dengan

demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada inokulum tidak

mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika dilihat dari

parameter total gula.

Selama proses kultivasi terjadi penurunan total gula dari total gula

tongkol jagung awal, yaitu sebesar 145 ppm. Kadar total gula setelah

kultivasi dengan inokulum A. niger turun menjadi sekitar 39 ppm,

sedangkan dengan inokulum N. sitophila turun menjadi sekitar 37 ppm.

Penurunan total gula pada proses kultivasi disebabkan pemanfaatan gula

pereduksi untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba mengkonsumsi gula dari

substrat untuk pertumbuhan dan aktivitas metaboliknya. Sampai pada

tingkat tertentu, mikroba akan terus mengkonsumsi gula yang diperoleh dari

hasil penguraian substrat. Hal ini yang menyebabkan akumulasi gula pada

substrat menurun.

Jika dibandingan nilai total gula kedua kapang kultivasi dengan

menggunakan A. niger cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan

N.sitophila. Hal ini disebabkan karena dalam pengukuran total gula semua

gula sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya dapat bereaksi

dengan fenol dalam asam sulfat pekat, sehingga hemiselulosa, selulosa dan

turunannya ikut bereaksi dengan fenol, sehingga menghasilkan total gula

yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kandungan serat A. niger yang

lebih tinggi.

A. niger merupakan kapang penghasil enzim selulosa yang banyak

mengandung β-glukosidase tetapi kandungan ekso dan endoglukanase

Page 68: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

53

rendah. Endoglukanase merupakan enzim yang menyerang bagian amorf

serat kasar, sedangkan β-glukosidase adalah enzim yang mengubah

selobiosa dan oligosakarida menjadi glukosa (Enari, 1983). Bagian amorf

serat selulosa yang diserang oleh endoglukanase akan membuka jalan bagi

selobiohidrolase, namun aktivitas endoglukanase ini akan terhambat apabila

terjadi akumulasi selobiosa pada substrat (Hilakore, 2008). Oleh karena itu,

diduga pada substrat dengan A. niger dari keseluruhan gula yang dihasilkan,

sebagian besar gula yang dihasilkan adalah dalam bentuk selobiosa, dan

oleh karena kandungan lignin masih tinggi, enzim yang telah dihasilkan

sulit mengkonversi bentuk selobiosa menjadi glukosa dan gula yang lebih

sederhana.

7. Gula Pereduksi

Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat

mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa

dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang

mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida

(glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali

sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya

gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim,

yaitu semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula

pereduksi yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan,

semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.

Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam gula pereduksi (pada

Lampiran 4.G) menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak

berpengaruh nyata terhadap perubahan gula pereduksi tongkol jagung

setelah kultivasi. Dengan demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada

inokulum tidak mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika

dilihat dari parameter gula pereduksi.

Selama proses kultivasi terjadi penurunan gula pereduksi dari gula

pereduksi tongkol jagung awal, yaitu sebesar 70 ppm. Kadar gula pereduksi

setelah kultivasi dengan inokulum A. niger turun menjadi sekitar 11 ppm,

Page 69: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

54

sedangkan dengan inokulum N. sitophila turun menjadi sekitar 14 ppm.

Glukosa maupun gula sederhana dimanfaatkan sebagai sumber karbon bagi

kapang N. sitophila dan A. niger. Glukosa maupun gula–gula sederhana

tersebut berasal dari hasil hidrolisis.

Dari hasil analisis kadar gula pereduksi ini diketahui bahwa gula

sederhana yang terdapat dalam media, baik yang merupakan produk enzim

ekstraseluler, maupun yang sudah terdapat pada substrat sejak awal proses

kultivasi dimanfaatkan oleh kapang sebagai sumber karbon. Gula

merupakan nutrien yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan

organisme. Reaksi reduksi dan oksidasi gula memegang peranan penting di

dalam biokimia. Oksidasi gula akan menyediakan energi bagi organisme

dalam melaksanakan proses hidupnya. Energi tertinggi dihasilkan dari

karbohidrat apabila gula teroksidasi sempurna menjadi CO2 dan air dalam

proses aerobik.

Derajat polimerisasi (DP) menyatakan jumlah unit monomer dalam

suatu molekul. Hasil analisis pada Tabel 12 dan sidik ragam DP (pada

Lampiran 4.H) menunjukan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak

berpengaruh nyata terhadap perubahan DP tongkol jagung setelah kultivasi.

Dengan demikian, penurunan kuantitas spora kapang pada inokulum tidak

mempengaruhi aktivitas kapang selama proses kultivasi jika dilihat dari

parameter DP.

Selama proses kultivasi terjadi penurunan nilai DP, nilai DP produk

karbohidrat tongkol jagung awal, yaitu sebesar 20,71. Nilai DP setelah

kultivasi dengan inokulum A. niger turun menjadi sekitar 3,27, sedangkan

dengan inokulum N. sitophila turun menjadi sekitar 2,65. Hasil kultivasi

tongkol jagung menunjukkan penurunan DP produk karbohidrat tongkol

jagung. Penurunan yang terjadi menghasilkan gula dalam bentuk

oligosakarida. Oligosakarida yang terbentuk memperlihatkan terjadinya

peningkatan nilai nutrisional tongkol jagung yang dikultivasi dengan

menggunakan kedua jenis kapang sebagai bahan baku pakan ternak.

Oligosakarida digunakan sebagai alternatif pengganti antibiotik dalam usaha

Page 70: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

55

peningkatan produksi ternak karena berfungsi sebagai senyawa prebiotik

(Van Der Kamp et al., 2004).

Prebiotik didefinisikan sebagai komponen zat makan yang

menyebabkan kesehatan pada inangnya dengan cara secara selektif

menstimulasi pertumbuhan atau aktivitas satu atau beberapa bakteri

menguntungkan di dalam saluran cerna (Roberfoird, 1997). Prebiotik

berbasis oligosakarida merupakan salah satu tipe serat pakan yang

terfermentasi di dalam saluran pencernaan hewan. Serat pakan ini

membantu pertumbuhan populasi bakteri yang mampu mengakomodasi

kondisi saluran cerna yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik (Fahey et

al., 2004). Pada beberapa penelitian juga disebutkan bahwa prebiotik

mampu meningkatkan kecernaan nutrien dan mineral, dan dalam jangka

waktu panjang, mampu mempengaruhi morfologi saluran cerna.

7. Perubahan Struktur secara Mikroskopis

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan mikroskopis dengan

menggunakan cahaya terpolarisasi perbesaran 200x. Pengamatan ini

dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur tongkol jagung sebelum

dan sesudah kultivasi.

Hasil analisis mikroskopis tongkol jagung yang dikultivasi dengan

A.niger dapat dilihat pada Gambar 25.b dan tongkol jagung yang dikultivasi

dengan N. sitophila dapat dilihat pada Gambar 25.c. Pada struktur tongkol

jagung awal (Gambar 25.a) terlihat bahwa kristal selulosa masih berupa

struktur yang kompleks. Pada akhir kultivasi terlihat perubahan struktur

selulosa dari struktur yang kompleks menjadi struktur yang lebih longgar.

Hal ini terjadi pada kedua kapang. A. niger merupakan kapang penghasil

enzim selulose yang banyak mengandung β-glukosidase (Sternberg et al.,

1979). Pada A. niger agak sulit mengamati struktur seratnya. Ini

dikarenakan spora A. niger yang berwarna hitam menutupi serat tongkol

jagung dan menempel pada serat tongkol jagung tersebut.

Page 71: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

56

(a)

(b) A. niger (c) N. sitophila

Gambar 25. Perubahan mikroskopis tongkol jagung sebelum (a) dan setelah

kultivasi menggunakan inokulum (b dan c)

Neurospora sitophila memiliki kemampuan aktivitas selulolitik dan

hemiselulolitik yang tinggi pada proses fermentasi untuk menghasilkan

gula-gula sederhana (Chandel et al., 2007). N. sithopila dapat mendegradasi

lignin dan bahan lignoselulosik, seperti terlihat pada Gambar 25 yang

membuktikan hilangnya komponen lignin yang menyisakan komponen serat

yang homogen. Berkurangnya komponen lignin dapat meningkatkan daya

cerna pada ternak. Serat kasar tersebut akan diubah menjadi komponen yang

lebih sederhana yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber karbon

untuk pertumbuhan kapang. Pengujian mikroskopis ini membuktikan bahwa

terjadi perubahan struktur pada tongkol jagung yang telah dikultivasi.

Hasil parameter kultivasi jagung menunjukkan bahwa inokulum

kapang yang telah diproduksi masih layak digunakan untuk menghidrolisis

tongkol jagung. Hal ini dilihat dari parameter kultivasi yang telah dibahas

sebelumnya, yaitu kultivasi menyebabkan perbaikan nilai nutrisi pada

tongkol jagung, meskipun peningkatan nutrisi yang terjadi pada produk

akhir kultivasi masih sangat kecil. Pada akhir kultivasi dihasilkan pula

Page 72: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

57

oligosakarida yang bermanfaat untuk sistem pencernaan ternak walaupun

dalam jumlah yang relatif kecil. Oleh karena itu, diperlukan adanya

penelitian lanjutan dengan perlakuan-perlakuan yang mampu

mengakomodasi kondisi proses yang lebih baik pada kultivasi tongkol

jagung, agar didapatkan peningkatan nilai nutrisi yang lebih besar.

Penambahan zat-zat suplementasi diharapkan mampu merangsang

mikroba untuk melakukan metabolisme dan sintesis yang lebih baik. Selain

itu dapat pula dicobakan kultivasi dengan menggunakan kapang lain, atau

bakteri atau jenis kultur campuran kapang dan bakteri untuk melihat

perbandingan peningkatan kecernaan dan nilai nutrisi pada produk akhir

kultivasi. Jika dibandingkan dengan penelitian Artika (2010) yang

menggunakan kapang Trichoderma viride dan Rhizopus oryzae untuk

hidrolisis tongkol jagung, penurunan kadar serat hasil kultivasi selama 9

hari, pada kultivasi dengan Aspergillus niger dan Neurospora sitophila

hampir sama dengan hasil menggunakan kapang Rhizopus oryzae, yaitu

sekitar 50%.

Selulosa memiliki struktur molekul yang kuat dan bobot molekul yang

tinggi. Hal ini menyebabkan selulosa memiliki kelarutan yang rendah

sehingga sulit diserap oleh mikroba selulotik melalui dinding selnya.

Mikroba selulotik baru dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon

apabila selulosa telah dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Mikroba akan memproduksi selulase untuk mengkatalisis hidrolisis

selulosa. Selulase terus diproduksi oleh mikroba selama kebutuhannya akan

sumber karbon terpenuhi. Mekanisme pemecahan molekul selulosa

dihambat oleh kristalisasi molekul selulosa serta kandungan lignin yang

membungkus molekul selulosa. Hidrolisis selulosa sulit terjadi selama

kristalinitas dan kandungan lignin belum dikurangi. Pada kondisi demikian

produktivitas mikroba dalam menghasilkan selulase akan rendah (Irawadi,

1990). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu juga dilakukan penelitian

mengenai pengaruh proses delignifikasi sebelum kultivasi menggunakan

mikroba lain atau asam, karena pada kultivasi tongkol jagung yang

dilakukan pada penelitian ini kandungan lignin substrat yang tinggi menjadi

Page 73: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

58

salah satu faktor pembatas peningkatan parameter hasil kultivasi. Selain itu,

kontrol yang lebih baik terhadap kondisi proses juga diperlukan, sehingga

diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan parameter kultivasi.

Page 74: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

59

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Perbedaan komposisi substrat yang digunakan untuk inokulum kapang

menghasilkan viabilitas spora yang berbeda. Lama penyimpanan berpengaruh

terhadap kinerja inokulum kapang. Semakin lama penyimpanan maka kadar air

inokulum kapang mengalami peningkatan, sedangkan viabilitas spora

mengalami penurunan yang berpengaruh pada kemampuan spora pada saat

dikultivasikan dengan substrat tongkol jagung.

Inokulum kapang mengalami kenaikan kadar air yang cukup besar

hingga akhir penyimpanan (2 bulan), namun kadar air masih di bawah 12%,

sehingga inokulum tersebut dapat dikatakan baik karena kapang masih dalam

keadaan dorman. Viabilitas spora menurun selama penyimpanan inokulum,

namun penurunan tersebut masih sangat rendah dan jumlah spora pada kedua

inokulum kapang di berbagai komposisi substrat masih di atas 106koloni/g.

Pada inokulum A. niger, viabilitas yang tertinggi berasal dari campuran onggok

dan bungkil kacang tanah, sedangkan untuk N. sitophila berasal dari campuran

onggok dan bekatul.

Aplikasi inokulum kapang yang dikultivasi pada substrat tongkol

jagung mengalami pertumbuhan, yang diperlihatkan oleh adanya perubahan

komposisi substrat tongkol jagung sebelum dan setelah kultivasi. Hasil analisis

menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum tidak berpengaruh terhadap

parameter kualitas tongkol jagung setelah kultivasi, kecuali pada kadar serat.

Hasil analisis pada kadar serat menunjukkan bahwa lama penyimpanan

inokulum berpengaruh terhadap kadar serat tongkol jagung setelah kultivasi.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama umur simpan inokulum kapang (2,

4, 6, 8 minggu), kandungan serat yang didegradasi semakin berkurang,

sehingga penurunan kandungan serat dari tongkol jagung semakin berkurang.

Kadar serat tongkol jagung hasil kultivasi mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan tongkol jagung sebelum kultivasi, yaitu dengan

menggunakan inokulum A.niger menjadi sekitar 55% dan dengan inokulum

N.sitophila menjadi sekitar 51%.

Page 75: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

60

Hasil analisis parameter kultivasi menggunakan inokulum kapang

selulolitik menunjukkan bahwa kapang mampu merombak komponen serat

tongkol jagung. Pada akhir kultivasi dihasilkan oligosakarida yang berfungsi

sebagai prebiotik yang bermanfaat untuk pencernaan ternak. Secara umum

hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulum kapang yang telah disimpan

selama 2 bulan dengan penyimpanan pada suhu ruang (25–30°C) masih layak

digunakan untuk menghidrolisis tongkol jagung walaupun mengalami kenaikan

kadar air dan penurunan viabilitas spora selama penyimpanannya.

B. SARAN

Hasil hidrolisis masih perlu ditingkatkan, sehingga diperlukan

penelitian lebih lanjut dengan melakukan proses delignifikasi sebelum

dikultivasi dengan inokulum kapang selulolitik agar hidrolisis serat tongkol

jagung semakin mudah dan cepat. Selain itu, perlu dilakukan penelitian

terhadap bahan lignoselulotik yang lain untuk mengetahui kemampuan

inokulum kapang selulolitik dalam menghidrolisis bahan tersebut.

Page 76: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

61

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2010. Terminologi Bahan Pakan dari Hasil Ikutan Industri Pangan.

http:// manglayang.blogsome.com/2006/04/21/terminologi-bahan-pakan

-dari-hasil-ikutan-industri-pangan/ [23 Juli 2010].

Anonimb, 2009. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Penelitian dan Statistik. http://

h0404055.wordpress.com/2010/04/02/ilmu-pengetahuan-teknologi-

penelitian-dan-statistik/ [23 Juli 2010].

Alberghina dan Sturan. 1981. Protein Engineering in Industrial Biotechnology.

Delhi : Vikas Publishing House Pvt. Ltd.

Aguirar, C.L. 2001. Biodegradation of Cellulose from Sugar Cane Bagasse by

Fungal Cellulose. Science Technology Alignment, 3(2), 117-121.

Alexopoulos, C. J. dan C. W. Mims. 1996. Introductory Mycology. New York :

John Wiley & Sons.

Amer, G. I. Dan Stephen W.D. 1982. Microbiology of Lignin Degradation. In :

D.Perlman (ed.). Annual Report on Fermentation Processes. New York :

Vol 4. Academic Press.

AOAC, 1995. Official Methods Analysis The Association of Official Analytical

Chemist 14th

ed. Virginia : AOAC, Inc. Arlinton.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.

1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : Penerbit Institut

Pertanian Bogor.

Artika, A.Y.R. 2010. Kajian Hidrolisis Tongkol Jagung oleh Kapang Selulolitik

menggunakan Kultivasi Media Padat untuk Produksi Pakan [skripsi].

Bogor : Departemen teknologi Industri Pertanian, IPB.

Bappenas. 2001. Pakan Ternak. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/mnu=

6&ttg=4&doc=4b4. [17 Agustus 2010].

Bilgrami, K.S. dan Verma, R.N. 1978. Physiology of Fungi. Delhi : Vikas

Publishing House Pvt. Ltd.

Blod, H.C., C.J. Alexopoulus dan T. Delevoryas. 1980. Morphology of Plant and

Fungi. New York : Harper and Row Publishers.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan.

Penerjemah Hari Purnomo. Jakarta : UI Press.

Campbell, M.K. dan Farrell, S.O. 2006. Biochemistry. Belmont : Thomson

Learning Inc.

Campbell, Reece, Mitchell. 2006. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Page 77: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

62

Champagne, E.T. 1994. Rice Chemistry and Technology. American Association

of Cereal Chemists. Inc, St. Paul.

Chandel, A. K., E.S. Chan., R. Rudravaram, M. L. Narasu, L. V. Rao, and P.

Ravindra. 2007. Economics and Environmental Impact of Bioethanol

Production Technologies : An Appraisal. Biotechnology and Molecular

Biology Review Vol. 2 (1), 14-32.

Clemants, L. D. Dan Beek, S. R. 1985. Best Available Technology Plant for

Conversion of Cotton Gin Residues (Celulose Waste) to Etanol.

Biotechnol. Bioeng. Symp. 15 : 579–598.

Chalal, D.S. 1985. Solid State Fermentation with Trichoderma reseei. Appl.

Environt. Microbiol. 49(1):205-210.

Damardjati, D.S. 1983. Physical and Chemical Properties and Protein

Characteristic of Some Indonesia Rice Varieties. Bogor : Bogor

Agricultural University.

Doelle, H.W. Mittchell, D.A. dan Rolz, C.E. 1991. Solid Substrate Cultivation.

London : Elsevier Applied Science.

Dubois, M., K.A. Gills, J.K. Hamilton, P.A. Robers and E.Smith. 1956. Methods

in Microbiology (eds). J.K. Norris and D.W. Ribbons. Acad. Press

London, N.Y. pp. 272.

Dwidjoseputro, D. 1961. Dasar-dasar Mikrobiologi, Edisi IV, Djambatan Malang,

86-107.

Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta : C.V.

Yasaguna.

Enari, T. M. 1983. Microbial Cellulase. In : W. M. Fogarty. 1985. Microbial

Enzymes and Biotechnology. New York : Appl. Sci. Publ.

Fadli, 2009. Aspergillus niger. http://linkfadliblog.blogspot.com. [25 Desember

2009].

Fahey, G.C. Jr, E.A. Flickinger, A.M. Grieshop, K.W. Swanson. 2004. The Role

of Dietary Fibre in Companion Animal Nutrition. In : Van der Kamp,

J.W., Jones, J.M., dan G. Schaafsma. 2004. Dietary Fibre: Bioactive

Carbohydrates for Food and Feed. Wageningen : Wageningen Academic

Publishers.

Fakhruddin, S. 1995. Produksi Spora dari Neurospora sitophila untuk Produksi

Selulase menggunakan Substrat Padat Campuran Tandan dan Sabut

Kelapa Sawit [skripsi]. Bogor : FATETA, IPB.

Fardiaz, S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor : Lembaga

Sumberdaya Informasi-IPB.

________._____. Fisiologi Fermentasi. Bogor : PAU IPB.

Page 78: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

63

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PAU Pangan dan Gizi IPB.

Bogor bekerja sama dengan P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Fengel, D& G. Wegener. 1995. Kimia Kayu, Reaksi Ultrastruktur: Terjemahan

Sastrohamidjojo, H. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Frazier, W.C. 1992. Food Microbiology. New York : McGraw-Hill Book

Company, Inc.

Gong, C. S., Li, F. C., Michael, C. F., dan George, T. S. 1981. Conversion of

Hemicellulose Carbohydrates. In : A. Fiechter (ed.). Advances in

Biochemical Engineering Vol. 20. Berlin : Springer-Verlag, Berlin

Heidelberg.

Ghose, T. K. and J.A. Kostick. 1970. A Mode for Continuous Enzymatic

Saccharification of Cellulose with Simultaneous Removal of Glucose

Syrup. Biotechnol. Bioeng. 12:1.

Griffin, D.H. 1981. Fungal Physiology. New York : John Willey and Sons

Publication.

Hardjo, S., N.S. Indrasi, dan T. Bantacut, 1989, Biokonversi : Pemanfaatan

Limbah Industri Pertanian. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB.

Heseltine, C. W. 1982. Investigation of Tempeh, an Indonesian Food Develop.

Indus. Microbial. 4.

Hilakore, M.A. 2008. Peningkatan Kualitas Nutritif Putak melalui Fermentasi

Campuran Thricoderma reesei dan Aspergillus niger sebagai Pakan

Ruminansia [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

Holzapple M.T. 1993. Cellulose. In: Encyclopedia of Food Science., Food

Technology and Nutrition, 2: 2731-2738. London : Academic Press.

Ilyas, Muhammad. 2007. Uji Viabilitas Koleksi Kapang LIPI-MC dalam Ampul

Penyimpanan Kering-beku L-drying setelah Satu Tahun Penyimpanan

pada Suhu 5º C. Jurnal Biodiversitas Vol.8 No.1. Hal: 20-22. LIPI,

Cibinong, Bogor.

Irawadi, T. T. 1990. Selulase. Bogor : PAU-Biotek, Institut Pertanian Bogor.

Johnson, L.A. 1991. Corn : Production, Processing, and Utilization. In : K.J.

Lorentz and K. Pulp (ed). Handbook of Cereal Science and Tecnology.

New York : Marcell Dekker, Inc.

Josson L.M, Coronel LM, Mercado BB, De Leon ED, Mesina OG,Lozano

AM,dan Bigol MB, 1992. Strain Improvement of Aspergillus oryzae for

Glucoamylase Production. Asean Journal on Science and Technology for

Development. 9(1): 101–116

Page 79: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

64

Judoamidjojo, M., E. Gumbira Sa’id, dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor :

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas

Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Karmana, Oman. 2006. Biologi 1A. Bandung : PT. Garfindo Media Pratama.

Kohlmeier,L. and S.B. Hastings. 1995. Epidemiologic Evidence of A Role

Carotenoids in Cardiovascular Disease Prevention. The American Jurnal

of Clinical Nutrition 62 (6): 120 -125.

Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor :

Fakultas Pertanian, IPB.

Kusnandar, Feri. 2010. Mengenal Serat Pangan. http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/

index.php.option=com_content&task=view&id=110&Itemid=94

[17 Agustus 2010]

Lahoni, E. 2003. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Bogor : Fakultas

Peternakan, IPB.

Lidiasari, E. 2006. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu Kajian Awal

Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum dengan

Menggunakan Ragi Tempe. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol.8,

No.2, Hal. 141-146. Palembang: Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Luh, B.S. 1991. Rice: Production and Utilization. AVI Publishing Company, Inc.

Westport. Connecticut.

Malloch, D.1999. Moulds, Isolation, Cultivation and Identivication Methods.

Departement of Biology University of Toronto. www.botany.utoronto.ca.

[23 juli 2010].

Mandels, M., R. 1982. Cellulase. In : D. Pearlman (ed.). Annual Reports on

Fermentation Process. 5, 39–44.

Marniza dan Samsul R. 2004. Teknologi Fermentasi. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Mattjik A. A, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor : IPB.

Maynard, L. A. dan J. K. Loosli. 1993. Animal Nutrition. Seventh Edition. New

Delhi : Hill Publishing Company Limited.

Meyrath, J dan Volavsek, U. 1975. Production of Microbial Enzyme. In : Food

Processing edited by Reed G. New York : Academic Press.

Metzenberg, R.L. 1979. Implication of Some Genetik Control Mechanisms in

Neurospora. Microbial Review 43:361-367.

Page 80: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

65

Muhiddin, Nurhayati H; Nuryati Juli, dan I Nyoman P. Aryantha. 2000.

Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses

Fermentasi. JMS Vol.6 No. 1 Hal 1-12 April 2001.

Miller, S.R. 1959. Germination Variation and Tolerances. Proceedings of the

Association of Official Seed Analysis, 51: 86-91.

Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. A Wiley-Interscience Publication John

Wiley & Sons New York.

Moertinah, S.1984. Limbah Tapioka di Indonesia dan Kemungkinan-

kemungkinan Penanganannya. Makalah pada Lokakarya Pemanfaatan

Limbah Padat Industri Tapioka. Bogor, 4-5 September 1984. Pusat Studi

Pengolahan Sumberdaya dan Lingkungan IPB, Bogor.

Moo-Young, M., Moereira, A.R., dan Tengerdy, R.P. 1983. Principle of Solid

Substrate Fermentation. In The Filamentous Fungi, vol. 4, ed. J.E. Smith,

D.R. Berry and B.Kristiansen. Edward Arnold, London, pp. 117-144.

Muchtadi D, Palupi N. S., Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan.

Bogor : PAU, IPB.

Ningsih, N. A. Siklus Krebs dan Transpor Elektron. http://nurnaauraningsih.

blogspot.com/2009/12/siklus-krebs-dan-transpor-lektron.html [17 Agustus

2010].

Nuraini, S. 2005. Isolasi kapang karotenogenik untuk memproduksi pakan kaya

karoten dan aplikasinya terhadap ayam ras pedaging dan petelur.

[disertasi]. Padang : Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Orthoefer, F.T. 2001. Rice bran oil. In : Champagne, E. T. (Ed). Rice Chemistry

and Technology 3th

edition. American Association of Cereal Chemists. Inc,

St. Paul.

Parajo, J. G., Garotte, J. M. Cruz dan H. Dominguez. 2003. Production of

Xyloligosaccharides by Autohdrolysis of Lignocellulosic Materials.

Trends in Food Science and Technology Vol. 15 : 115–120.

Pelczar M. J, Chan E. C. S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Ratna Siri

Hadioetomo, editor. Terjemahan dari: Element of Microbiology. Bogor :

Bagian Mikrobiologi, Fakultas Pertanian IPB.

Perlman, D. 1968. Annual reports on Fermentation Process vol. II. London :

Academic Press.

Prihatman, Kemal. 2000. Pakan Ternak. Jakarta : Proyek Pengembangan

Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas.

Prior, B.A., Du Preez, J.C dan P.W. Rein. 1992. Enviromental Parameters. In :

H.W. Doelle, D.A. Mittchell, dan C.E. Rolz, editor. Solid Substrate

Cultivation. London: Elsevier Applied Science. Hal : 65-68.

Page 81: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

66

Rahman, Ansori. 1992. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor : PAU IPB.

Reddish, G.F. 1957. Antiseptics, Disinfectants, Fungicides, and Chemical and

Physical Sterilization; 2nd

edition. Philadelphia : Lea and Febiger.

Riwantoro. 2005. Konservasi Plasma Nutfah Domba Garut dan Strategi

Pengembangannya Secara Berkelanjutan [disertasi]. Bogor : Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Roberfoird, M. 1997. Health Benefits of Non-Digestible Oligosaccharides,

Dietary Fibre in Health and Desease edited by Kritchevsky dan Bonfield.

New York : Plenum Press.

Roussos J.B, Connor J.D.O, Fox D.G. Van Soest P.J, Sniffen C.J. 1992. A Net

Carbohydrate and Protein System for Evaluating Cattle Diets: I. Ruminal

Fermentation. J Anim Sci 70:3351-3561.

Sacharow. S. and R.C. Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. The AVI

Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut.

Sasaki, T. 1982. Enzymatic Saccharification of Rice Hull Cellulose. Trop. J.

Agric. Res. Japan 16 (2) : 144–150.

Saono, S. dan W. Budiman. 1981. Penggunaan Beberapa Jenis Kacang untuk

Pembuatan Oncom. Bogor.

Shurtleff, W dan Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. New York : Haper and

Row Publ.

Soeprijanto, Tianika Ratnaningsih, dan Ira Prasetyaningrum. 2009. Biokonversi

Selulose dari Limbah Tongkol Jagung menjadi Glukosa menggunakan

Jamur Aspergilus Niger. Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Sofyan, H.M.I. 2003. Pengaruh Suhu Inkubasi dan Konsentrasi Inokulum

Rhizopus oligosporus terhadap Mutu Oncom Bungkil Kacang Tanah.

Infomatek 5 (2). http://www.unpas.ac.id/pmb/home/images/ articles/

infomatek/Jurnal_V_2-2.pdf. [23 Juli 2010].

Stanburry, P.F dan Whittaker, A. 1984. Principles of Fermentation Technology.

Pergamon Press. Oxford. 255 p.

Stentiford, E.I dan C.M. Doods. 1992. In : Doelle et al. (ed). Solid Substrate

Cultivation. London : Elsevier Sci. Publ.

Sternberg, D. 1975. β-Glucosidase of Trichoderma: Its biosynthesis and role in

saccharification of cellulose. J. Am. O. Microbiology. Soc. 31: 648-654.

Suarni dan Widowati S. 2005. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. In :

Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor : Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Page 82: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

67

Suhandono, Septian. 2010. Produksi Bioetanol Satu Tahap Menggunakan Bakteri

Clostridium thermocellum dari Limbah Produksi Agar-agar Gracillaria

sp. http://septiansuhandono.blogspot.com/2010/05/produksi-bioetanol-

satu-tahap.html. [17 Agustus 2010].

Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S. (2002). Bertanam Jagung. Jakarta : Penebar

Swadaya.

Supriyati, Pasaribu T, Hamid H, Sinurat A. 1999. Fermentasi Bungkil Inti Sawit

secara Substrat Padat menggunakan Aspergillus niger. JTIV 3:165-170.

Sutardi, T. 1980. Ketahanan Protein Bahan Makanan terhadap Degradasi oleh

Mikroba Rumen dan Manfaatnya bagi Peningkatan Produktivitas Ternak.

Pros. Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor : LPP IPB.

Sutirtoadi, Anang. 2009. Evaluasi Pakan Bagi Ternak Monogastrik.

http://www.scribd.com/doc/18674730/EVPAKAN. [25 Desember 2009].

Swanson, C.P. dan W.D. McElroy. 1975. Modern Cell Biology 2th

. Ed. New

Jersey : Prentice Hall. Inc.

Taherzadeh, M.J. and Karimi, K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for

Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review. Bioresources 2(3), pp.

472-499.

Van der Kamp, J.W., Jones, J.M., dan G. Schaafsma. 2004. Dietary Fibre:

Bioactive Carbohydrates for Food and Feed. Wageningen : Wageningen

Academic Publishers.

Walker, G. M. 1999. Media for Industrial Fermentations. In : Robinson. K dan

Carl A. Batt (ed) Encyclopedia of Food Microbiology. New York :

Academic Press.

Wang, H.L., E.W. Swain dan C.W. Hesseltine. 1975. Mass Production of

Rhizopus oligosporus Spores and Their Application in Tempeh

Fermentation. J. Food Sci.

Wasserman, R. A. 1984. Thermostable Enzyme Production. Food Technol 2 : 78–

89.

White, P. J. dan L. A. Johnson. 2003. Corn : Chemistry and Technology. 2th

edition. New York : American Association of Cereal Chemistry.

Winarto, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Jakarta : PT. Gramedia.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan. Bogor : PAU, IPB.

Wolf, I. F. Dan A. F. Wolf. 1949. The Fungi. Vol 2. New York : John Willey and

Son Inc.

Page 83: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

68

Page 84: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

69

Lampiran 1. Prosedur pengujian

1. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989)

Cawan kosong di oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam

desikator dan ditimbang sebanyak 5 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan

dalam cawan. Sampel dalam cawan dioven selama 2 jam pada suhu 105oC.

Setelah itu cawan dimasukkan ke desikator dan ditimbang. Pengovenan

dilakukan berulang–ulang untuk mendapatkan berat konstan.

Ka = W1 – W2 x 100%

W1

Ket :

Ka = Kadar Air (bobot basah)

W1 = bobot sampel sebelum dikeringkan (g)

W2 = bobot sampel setelah dikeringkan (g)

2. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh ditimbang dalam cawan porselin yang telah

diketahui bobotnya (A), kemudian diarangkan dengan menggunakan pemanas

bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselin berisi contoh (B)

yang sudah diarangkan kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600oC

selama 2 jam untuk mengubah arang menjadi abu (C). Cawan porselin berisi

abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai bobot tetap.

Kadar Abu (%) = C – A x 100%

B

3. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Contoh seberat 0,1-1 g didekstruksi dengan 2,5 ml H2SO4 pekat dengan

katalisator CuSO4 dan Na2SO4 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi

dilakuakn setelah menambahkan 5 ml air suling dan 10-15 ml NaOH 50%

sebagai penampung digunakan 25 ml H2SO4 0,02N dan 2-3 tetes indikator

mengsel hingga cairan dalam penampungan kurang lebih 50 ml. Hasil destilasi

dititrasi dengan larutan NaOH 0,02N. Prosedur analisis blanko ditentukan

Page 85: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

70

seperti diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisa. Kadar protein dihitung

dengan rumus sebagai berikut.

Kadar Protein = a x N x 0,014 x 6,25 x 100%

Bobot Contoh (g)

Keterangan :

a = selisih ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi blanko dan

contoh (blanko–sampel)

N = normalitas larutan NaOH

4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik

heksan dalam alat soxlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan dengan

cara diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC. Contoh

didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar Lemak = Bobot Lemak x 100%

Bobot Contoh

5. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)

Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml

kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang

lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama

30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No. 40

setelah diketahui bobot kringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci

berturut–turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kemudian

dikeringkan di dalam oven bersuhu 100–110oC sampai bobotnya konstan.

Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Serat Kasar (%) = Bobot endapan kering x 100%

Bobot contoh

Page 86: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

71

6. Kadar Lignin (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam labu erlenmeyer 250 ml

kemudian ditambahkan H2SO4 20 ml. Selanjutnya didiamkan selama 2 jam dan

dikocok perlahan–lahan. Sampel kemudian ditambahkan aquades sebanyak 250

ml, dipanaskan dalam waterbath pada suhu 100oC selama 3 jam. Selanjutnya

dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui

bobotnya (A). Erlenmeyer dan corong dibilas dengan aquades sebanyak 3 kali.

Kertas saring beserta residu dioven pada suhu 105oC selama 1–2 jam atau pada

suhu 50oC selama 24 jam. Kertas saring didinginkan dan ditimbang bobotnya

(B). Kertas saring dengan residu diabukan dengan muffle furnace pada suhu

600oC selama 3–4 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang (C).

Kadar Lignin (%) = B – A – C x 100%

Bobot contoh

Ket :

B = bobot kertas saring dan residu setelah di oven (g)

A = bobot kertas saring (g)

C = bobot abu (g)

7. Kadar Hemiselulosa Metode Van Soest (Apriyantono et al., 1989)

Sampel sebanyak a g dan b g masing-masing dimasukkan ke dalam

gelas piala berukuran 500 ml. Sampel a g ditambahkan dengan larutan NDS

dan sampel b g ditambahkan dengan larutan ADS lalu dipanaskan selama 1 jam

di atas penangas listrik. Selanjutnya masing-masing sampel tersebut dicuci

menggunakan aseton dan air panas serta disaring menggunakan pompa vakum

dan gelas G-3 (c g dan d g). Sampel dalam gelas G-3 dikeringkan dengan

menggunakan oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai e g

dan f g.

Kadar NDF = e – c x 100%

a

Kadar ADF = f – d x 100%

b

Kadar Hemiselulosa = kadar NDF – kadar ADF

Page 87: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

72

8. Kadar Selulosa Metode Van Soest (Apriyantono et al., 1989)

Residu ADF (f g) yang berada pada gelas piala G-3 diletakkan di atas

nampan yang berisi air setinggi 1 cm kemudian ditambahkan H2SO4 72%

setinggi ¾ bagian gelas G-3 dan dibiarkan selama 3 jam sambil diaduk-aduk.

Selanjutnya sampel tersebut dicuci mengggunakan aseton dan air panas serta

disaring menggunakan pompa vakum dan gelas G-3. Sampel dalam gelas G-3

dikeringkan dengan menggunakan oven, didinginkan dalam desikator dan

ditimbang sebagai h g.

Kadar Selulosa = h – f x 100%

b

9. Penentuan Total Gula, Metode Phenol H2SO4 (Dubois et al., 1956).

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan. Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai

berikut :

2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40, dan 60 µg

masing–masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5% dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat. biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan pada penangas air

selama 15 menit. Absorbansinya diukur pada 490 nm. Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel.

10. Penentuan Gula Pereduksi Metode DNS (Miller, 1959)

Perekasi DNS disiapkan, yaitu dengan mencampurkan larutan NaOH

1% dengan DNS 1%, fenol 0,2% dan natrium sulfit 0,05%. Contoh yang

mengandung gula pereduksi ditambahkan dengan pereaksi tersebut, dipanaskan

dengan penangas air selama 15 menit, kemudian ditambahkan larutan garam

Rochelle 40% dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin dibaca OD nya

dengan menggunakan spektrofotometer pada panajang gelombang 550 nm.

Hasilnya dibandingkan dengan kurva baku.

Page 88: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

73

11. Total Viabilitas Spora (Modifikasi Wang et al., 1975)

Satu gram inokulum ditimbang dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi

yang berisi 9 ml air suling steril. Setelah diaduk selama dua menit, dilakukan

pengenceran 1:10 hingga 7 kali pengenceran.

Satu milimeter suspensi hasil pengenceran dituangkan ke dalam cawan

petri, kemudian 10 ml PDA suhu 30oC dituangkan juga (metode tuang).

Inkubasi dilakukan pada suhu 32oC selama 20–24 jam. Dihitung jumlah koloni

yang tumbuh dengan menggunakan alat penghitung Quebec.

Page 89: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

74

Lampiran 2. Perhitungan perbandingan komposisi substrat inokulum

Komponen Onggok

(%bk)

Ampas Tahu

(%bk)

Bekatul

(%bk)

Bungkil Kacang

Tanah (%bk)

Protein 1,94 19,77 12,97 26,36

Karbohidrat

by difference 85,39 40,81 45,90 44,83

C/N 44,04 2,06 3,54 1,70

Selanjutnya dilakukan perhitungan perbandingan :

Diketahui :

G = Onggok

A = Ampas Tahu

B = Bekatul

K = Bungkil Kacang Tanah

1. Perbandingan Onggok dan Ampas Tahu (C/N = 5/1)

C = 85,39 G + 40,81 A = 500 dikali 1,00

N = 1,94 G + 19,77 A = 100 dikali 2,06

Dengan metode subtitusi, didapat :

85,39 G + 40,81 A = 500,00

4,00 G + 40,81 A = 206,46 -

81,39 G + 0 A = 293,54

G = 3,61

A = 4,71

Jadi, perbandingan onggok dan ampas tahu sebagai berikut :

Komponen Onggok (%b.k) Ampas Tahu (%b.k)

Abu 2,17 3,30

Protein 1,94 19,77

Lemak 0,33 6,10

Serat Kasar 10,18 30,02

Karbohidrat by difference 85,39 40,81

Page 90: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

75

Sehingga pada perbandingan onggok : ampas tahu (3,61 : 4,71) diperoleh

komposisi sebagai berikut :

Abu 0,94 1,87 2,81

Protein 0,84 11,18 12,03

Lemak 0,14 3,45 3,60

Serat Kasar 4,42 16,99 21,41

Karbohidrat by difference 37,07 23,09 60,16

Onggok+Ampas Tahu (%b.k)Komponen Onggok (%b.k) Ampas Tahu (%b.k)

2. Perbandingan Onggok dan Bekatul (C/N = 5)

C = 85,39 G + 45,90 B = 500 dikali 1,00

N = 1,94 G + 12,97 B = 100 dikali 3,54

Dengan metode subtitusi, didapat :

85,39 G + 45,90 B = 500,00

6,86 G + 45,90 B = 353,88 -

78,53 G + 0 B = 146,12

G = 1,86

B = 7,43

Jadi, perbandingan onggok dan bekatul sebagai berikut :

Komponen Onggok (%b.k) Bekatul (%b.k)

Abu 2,17 12,59

Protein 1,94 12,97

Lemak 0,33 16,35

Serat Kasar 10,18 12,19

Karbohidrat by difference 85,39 45,90

Sehingga pada perbandingan onggok : bekatul (1,86 : 7,43) diperoleh

komposisi sebagai berikut :

Abu 0,43 10,07 10,50

Protein 0,39 10,37 10,76

Lemak 0,07 13,08 13,14

Serat Kasar 2,04 9,75 11,78

Karbohidrat by difference 17,10 36,71 53,81

Komponen Onggok (%b.k) Bekatul (%b.k) Onggok+Bekatul (%b.k)

Page 91: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

76

3. Perbandingan Onggok dan Bungkil Kacang Tanah (C/N = 5)

C = 85,39 G + 44,83 K = 500 dikali 1,00

N = 1,94 G + 26,36 K = 100 dikali 1,70

Dengan metode subtitusi, didapat :

85,39 G + 44,83 K = 500,00

3,30 G + 44,83 K = 170,07 -

82,0924 G + 0 K = 329,93

G = 4,02

K = 3,50

Jadi, perbandingan onggok dan bungkil kacang tanah sebagai berikut :

Komponen Onggok (%b.k) Bungkil Kacang

Tanah (%b.k)

Abu 2,17 5,17

Protein 1,94 26,36

Lemak 0,33 23,06

Serat Kasar 10,18 0,58

Karbohidrat by difference 85,39 44,83

Sehingga pada perbandingan onggok : bungkil kacang tanah (4,02 : 3,50)

diperoleh komposisi sebagai berikut :

Komponen Onggok

(%b.k)

Bungkil Kacang

Tanah (%b.k)

Onggok+Bungkil

Kacang Tanah (%b.k)

Abu 1,16 2,41 3,56

Protein 1,04 12,27 13,31

Lemak 0,18 10,73 10,91

Serat Kasar 5,44 0,27 5,71

Karbohidrat by difference 45,65 20,87 66,51

Page 92: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

77

Lampiran 3. Data Perubahan Parameter Penyimpanan Inokulum

A. Perubahan Kadar Air selama Penyimpanan

1. Inokulum Aspergillus niger

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

0 6,88 6,76 6,82 0,09

1 8,05 7,81 7,93 0,17

2 8,18 8,17 8,17 0,01

3 8,31 8,22 8,27 0,06

4 9,67 9,61 9,64 0,05

5 9,71 9,71 9,71 0,00

6 9,81 9,82 9,82 0,00

7 9,91 9,82 9,87 0,07

8 10,11 9,97 10,04 0,09

0 7,19 7,06 7,13 0,09

1 7,48 7,45 7,46 0,02

2 7,82 7,74 7,78 0,06

3 8,10 8,01 8,06 0,06

4 9,34 9,28 9,31 0,04

5 9,35 9,48 9,42 0,09

6 9,46 9,49 9,47 0,02

7 9,56 9,49 9,52 0,05

8 9,83 9,78 9,80 0,03

0 6,88 6,80 6,84 0,06

1 7,51 7,49 7,50 0,02

2 8,04 8,01 8,02 0,02

3 8,55 8,52 8,54 0,02

4 8,68 8,66 8,67 0,02

5 8,78 8,87 8,83 0,06

6 8,89 8,90 8,89 0,00

7 8,99 8,90 8,94 0,07

8 9,24 9,44 9,34 0,15

Onggok + Bungkil Kacang Tanah

Onggok + Ampas Tahu

Onggok + Bekatul

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) Mean Square (MS) F. Hitung Pr > F

Ulangan 1 0,02199 0,02199 5,8 0,0234

Bahan 2 2,44684 1,22342 322,68 <,0001*

Minggu 8 46,06428 5,75804 1518,69 <,0001*

Bahan*Minggu 16 2,36729 0,14796 39,02 <,0001* *berpengaruh nyata

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor bahan :

Bahan Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

Onggok dan Ampas Tahu 18 8,92 A

Onggok dan Bekatul 18 8,66 B

Onggok dan Bungkil Kacang Tanah 18 8,40 C *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 93: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

78

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor umur

inokulum :

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

8 6 9,73 A

7 6 9,45 B

6 6 9,40 B

5 6 9,32 C

4 6 9,21 D

3 6 8,29 E

2 6 7,99 F

1 6 7,63 G

0 6 6,93 H *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 94: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

79

2. Inokulum Neurospora sitophila

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

0 4,24 4,09 4,16 0,10

1 4,74 4,62 4,68 0,08

2 5,91 5,87 5,89 0,03

3 5,98 5,98 5,98 0,00

4 6,51 6,27 6,39 0,17

5 6,61 6,27 6,44 0,24

6 6,81 6,27 6,54 0,38

7 7,47 7,46 7,46 0,01

8 7,58 7,58 7,58 0,00

0 4,74 4,68 4,71 0,04

1 4,99 4,96 4,97 0,02

2 5,38 5,35 5,37 0,02

3 5,91 5,63 5,77 0,20

4 6,09 6,06 6,08 0,02

5 6,18 6,06 6,12 0,08

6 6,48 6,06 6,27 0,30

7 7,48 7,26 7,37 0,16

8 7,68 7,57 7,63 0,08

0 4,55 4,26 4,40 0,21

1 4,98 4,78 4,88 0,14

2 5,02 4,87 4,94 0,11

3 5,81 5,73 5,77 0,06

4 5,93 5,76 5,84 0,12

5 5,93 5,86 5,89 0,05

6 6,03 6,06 6,04 0,02

7 6,75 6,93 6,84 0,13

8 6,85 6,95 6,90 0,07

Onggok + Bungkil Kacang Tanah

Onggok + Ampas Tahu

Onggok + Bekatul

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung Pr > F

Ulangan 1 0,21391 0,21391 17,22 0,0003

Bahan 2 1,59553 0,79777 64,22 <,0001*

Minggu 8 46,03103 5,75388 463,16 <,0001*

Bahan*Minggu 16 1,73675 0,10855 8,74 <,0001* *berpengaruh nyata

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor bahan :

Bahan Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

Onggok dan Ampas Tahu 18 6,13 A

Onggok dan Bekatul 18 6,03 B

Onggok dan Bungkil Kacang Tanah 18 5,72 C *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 95: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

80

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor umur

inokulum :

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

8 6 7,37 A

7 6 7,23 B

6 6 6,29 C

5 6 6,15 D

4 6 6,10 D

3 6 5,84 E

2 6 5,40 F

1 6 4,84 G

0 6 4,43 H *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 96: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

81

B. Perubahan viabillitas spora selama penyimpanan

1. Inokulum Aspergillus niger

Perlakuan Pengamatan

(Minggu)

Ulangan 1 (Jumlah

spora.107/g bobot

kering)

Ulangan 2 (Jumlah

spora.107/g bobot

kering)

Rata-Rata

Onggok +

Ampas

Tahu

0 74,05 72,97 73,51

1 63,00 54,31 58,65

2 51,18 50,09 50,64

3 49,05 44,69 46,87

4 47,59 44,27 45,93

5 44,30 43,20 43,75

6 36,59 35,48 36,04

7 27,74 28,85 28,29

8 14,45 13,34 13,90

Onggok +

Bekatul

0 82,91 82,91 82,91

1 68,08 67,00 67,54

2 62,90 61,81 62,35

3 60,91 58,73 59,82

4 58,44 57,34 57,89

5 55,20 54,09 54,65

6 47,50 46,40 46,95

7 37,58 38,68 38,13

8 23,28 26,61 24,94

Onggok +

Bungkil

Kacang

Tanah

0 96,61 85,87 91,24

1 88,65 75,68 82,16

2 83,72 65,23 74,47

3 83,09 64,51 73,80

4 76,65 66,79 71,72

5 71,29 66,90 69,10

6 60,37 58,17 59,27

7 52,72 49,42 51,07

8 38,61 36,40 37,50

Page 97: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

82

Jumlah spora setelah dilogaritmikkan :

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata

Onggok + Ampas

Tahu

0 8,87 8,86 8,87

1 8,80 8,73 8,77

2 8,71 8,70 8,70

3 8,69 8,65 8,67

4 8,68 8,65 8,66

5 8,65 8,64 8,64

6 8,56 8,55 8,56

7 8,44 8,46 8,45

8 8,16 8,13 8,14

Onggok +

Bekatul

0 8,92 8,92 8,92

1 8,83 8,83 8,83

2 8,80 8,79 8,79

3 8,78 8,77 8,78

4 8,77 8,76 8,76

5 8,74 8,73 8,74

6 8,68 8,67 8,67

7 8,57 8,59 8,58

8 8,37 8,43 8,40

Onggok +

Bungkil Kacang

Tanah

0 8,99 8,93 8,96

1 8,95 8,88 8,91

2 8,92 8,81 8,87

3 8,92 8,81 8,86

4 8,88 8,82 8,85

5 8,85 8,83 8,84

6 8,78 8,76 8,77

7 8,72 8,69 8,71

8 8,59 8,56 8,57

Page 98: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

83

Viabilitas inokulum spora Aspergillus niger dalam persen :

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1(%) Ulangan 2(%) Rata-Rata (%) Std

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 99,21 98,55 98,88 0,46

2 98,19 98,16 98,17 0,02

3 97,98 97,60 97,79 0,27

4 97,84 97,55 97,69 0,20

5 97,48 97,43 97,46 0,04

6 96,55 96,47 96,51 0,06

7 95,19 95,45 95,32 0,18

8 92,00 91,67 91,84 0,23

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 99,04 98,96 99,00 0,06

2 98,65 98,57 98,61 0,06

3 98,50 98,32 98,41 0,13

4 98,30 98,20 98,25 0,07

5 98,02 97,92 97,97 0,07

6 97,29 97,17 97,23 0,08

7 96,15 96,29 96,22 0,10

8 93,82 94,47 94,14 0,46

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 99,58 99,39 99,49 0,14

2 99,31 98,66 98,99 0,46

3 99,27 98,61 98,94 0,47

4 98,88 98,78 98,83 0,07

5 98,53 98,79 98,66 0,18

6 97,73 98,11 97,92 0,27

7 97,07 97,31 97,19 0,17

8 95,57 95,83 95,70 0,18

Onggok + Bungkil Kacang Tanah

Onggok + Ampas Tahu

Onggok + Bekatul

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) Mean Square (MS) F. Hitung Pr > F

Ulangan 1 0,06604 0,06604 1,39 0,2493

Bahan 2 16,12574 8,06287 169,58 <,0001*

Minggu 8 154,95348 19,36919 407,38 <,0001*

Bahan*Minggu 16 9,59750 0,59984 12,62 <,0001* *berpengaruh nyata

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor bahan :

Bahan Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

Onggok dan Bungkil Kacang Tanah 18 98,41 A

Onggok dan Bekatul 18 97,76 B

Onggok dan Ampas Tahu 18 97,07 C *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 99: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

84

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor umur

inokulum :

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

0 6 100,00 A

1 6 99,12 B

2 6 98,59 C

3 6 98,38 D

4 6 98,26 D

5 6 98,03 E

6 6 97,22 F

7 6 96,24 G

8 6 93,89 H *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 100: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

85

2. Inokulum Neurospora sitophila

Perlakuan Pengamatan

(Minggu)

Ulangan 1 (jumlah

spora.107/g bobot

kering)

Ulangan 2 (jumlah

spora.107/g bobot

kering)

Rata-Rata

Onggok +

Ampas

Tahu

0 62,61 63,65 63,13

1 51,41 50,36 50,88

2 43,57 42,50 43,03

3 38,29 37,23 37,76

4 29,91 27,78 28,84

5 24,58 25,65 25,12

6 19,26 18,19 18,73

7 11,89 10,81 11,35

8 5,41 3,25 4,33

Onggok +

Bekatul

0 83,96 82,91 83,43

1 71,56 71,36 71,46

2 63,40 62,97 63,18

3 58,37 47,23 52,80

4 47,91 41,98 44,94

5 42,61 41,98 42,29

6 37,34 31,48 34,41

7 26,99 23,09 25,04

8 20,57 17,84 19,20

Onggok +

Bungkil

Kacang

Tanah

0 61,72 60,67 61,19

1 49,41 48,36 48,89

2 42,08 39,98 41,03

3 35,02 31,84 33,43

4 28,68 26,55 27,61

5 24,44 21,25 22,85

6 15,96 13,84 14,90

7 9,66 7,51 8,59

8 3,22 1,07 2,15

Page 101: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

86

Jumlah spora setelah dilogaritmikkan :

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata

Onggok +

Ampas Tahu

0 8,80 8,80 8,80

1 8,71 8,70 8,71

2 8,64 8,63 8,63

3 8,58 8,57 8,58

4 8,48 8,44 8,46

5 8,39 8,41 8,40

6 8,28 8,26 8,27

7 8,08 8,03 8,05

8 7,73 7,51 7,62

Onggok +

Bekatul

0 8,92 8,92 8,92

1 8,85 8,85 8,85

2 8,80 8,80 8,80

3 8,77 8,67 8,72

4 8,68 8,62 8,65

5 8,63 8,62 8,63

6 8,57 8,50 8,54

7 8,43 8,36 8,40

8 8,31 8,25 8,28

Onggok +

Bungkil Kacang

Tanah

0 8,79 8,78 8,79

1 8,69 8,68 8,69

2 8,62 8,60 8,61

3 8,54 8,50 8,52

4 8,46 8,42 8,44

5 8,39 8,33 8,36

6 8,20 8,14 8,17

7 7,99 7,88 7,93

8 7,51 7,03 7,27

Page 102: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

87

Viabilitas inokulum spora Neurospora sitophila dalam persen :

Perlakuan Pengamatan (Minggu) Ulangan 1(%) Ulangan 2(%) Rata-Rata (%) Std

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 99,03 98,84 98,94 0,13

2 98,21 98,01 98,11 0,14

3 97,57 97,35 97,46 0,15

4 96,35 95,91 96,13 0,31

5 95,38 95,52 95,45 0,09

6 94,18 93,82 94,00 0,25

7 91,80 91,25 91,52 0,39

8 87,91 85,32 86,62 1,83

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 99,22 99,27 99,25 0,03

2 98,63 98,66 98,65 0,02

3 98,23 97,26 97,75 0,69

4 97,27 96,69 96,98 0,41

5 96,70 96,69 96,69 0,01

6 96,06 95,29 95,67 0,55

7 94,48 93,77 94,13 0,50

8 93,16 92,52 92,84 0,45

0 100,00 100,00 100,00 0,00

1 98,90 98,88 98,89 0,02

2 98,11 97,94 98,02 0,12

3 97,20 96,81 97,01 0,28

4 96,21 95,91 96,06 0,21

5 95,42 94,81 95,12 0,43

6 93,32 92,69 93,01 0,44

7 90,84 89,67 90,25 0,82

8 85,41 80,05 82,73 3,79

Onggok + Ampas Tahu

Onggok + Bekatul

Onggok + Bungkil Kacang Tanah

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) Mean Square (MS) F. Hitung Pr > F

Ulangan 1 5,14128 5,14128 8,59 0,0069

Bahan 2 49,90689 24,95345 41,71 <,0001*

Minggu 8 746,74895 93,34362 156,04 <,0001*

Bahan*Minggu 16 81,80796 5,11300 8,55 <,0001* *berpengaruh nyata

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor bahan :

Bahan Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

Onggok dan Bekatul 18 96,88 A

Onggok dan Ampas Tahu 18 95,36 B

Onggok dan Bungkil Kacang Tanah 18 94,57 C *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 103: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

88

Terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan faktor umur

inokulum :

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Jumlah Rata-Rata Grup Duncan*

0 6 100,00 A

1 6 99,12 B

2 6 98,59 B

3 6 98,38 C

4 6 98,26 D

5 6 98,03 D

6 6 97,22 E

7 6 96,24 F

8 6 93,89 G *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

Page 104: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

89

Lampiran 4. Data perubahan parameter viabilitas terhadap hidrolisis tongkol

jagung (setelah kultivasi tongkol jagung)

A. Perubahan kadar air setelah kultivasi

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 23,19 22,97 23,08 0,16

4 25,02 24,18 24,60 0,59

6 24,35 25,44 24,89 0,77

8 25,22 26,53 25,87 0,92

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 8,0516 2,6839 5,9000 6,59

Error (Galat) 4 1,8188 0,4547

Total 7 9,8704

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 40,56 40,68 40,62 0,09

4 41,52 42,07 41,79 0,39

6 42,91 41,40 42,16 1,07

8 41,94 41,87 41,91 0,05

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 2,7942 0,9314 2,85 6,59

Error (Galat) 4 1,3051 0,3263

Total 7 4,0993

B. Perubahan kadar abu

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 2,46 2,43 2,44 0,02

4 2,28 2,52 2,40 0,16

6 2,45 2,42 2,44 0,02

8 2,44 2,36 2,40 0,06

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0032 0,0011 0,13 6,59

Error (Galat) 4 0,0317 0,0079

Total 7 0,0348

Page 105: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

90

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 3,76 3,67 3,71 0,07

4 3,54 3,81 3,67 0,19

6 3,59 3,54 3,57 0,03

8 3,31 3,51 3,41 0,14

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,1098 0,0366 2,39 6,59

Error (Galat) 4 0,0612 0,0153

Total 7 0,1710

C. Perubahan kadar protein

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 2,47 2,45 2,46 0,01

4 2,49 2,56 2,53 0,05

6 2,57 2,51 2,54 0,04

8 2,50 2,51 2,50 0,01

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0072 0,0024 2,45 6,59

Error (Galat) 4 0,0039 0,0010

Total 7 0,0112

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 5,50 5,68 5,59 0,12

4 5,34 5,50 5,42 0,11

6 5,67 5,53 5,60 0,10

8 5,57 5,54 5,55 0,02

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0409 0,0136 1,45 6,59

Error (Galat) 4 0,0377 0,0094

Total 7 0,0786

Page 106: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

91

D. Perubahan kadar lemak

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 2,05 2,02 2,03 0,02

4 2,07 1,95 2,01 0,09

6 2,08 1,94 2,01 0,10

8 1,96 2,06 2,01 0,07

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0008 0,0003 0,04 6,59

Error (Galat) 4 0,0237 0,0059

Total 7 0,0245

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 2,88 2,93 2,90 0,03

4 2,86 2,80 2,83 0,04

6 2,90 2,87 2,89 0,02

8 2,84 2,87 2,85 0,02

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0063 0,0021 2,43 6,59

Error (Galat) 4 0,0035 0,0009

Total 7 0,0098

E. Perubahan kadar serat

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 54,76 54,59 54,67 0,12

4 55,81 55,82 55,82 0,00

6 56,38 56,30 56,34 0,06

8 56,56 56,77 56,66 0,15

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 4,5658 1,5219 152,72 6,59

Error (Galat) 4 0,0399 0,0100

Total 7 4,6057

Page 107: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

92

karena F.Tabel < F.Hitung, maka dilakukan uji lanjut Duncan :

Umur Inokulum Jumlah Ulangan Rata-rata Grup Duncan*

8 2 56,66 A

6 2 56,34 B

4 2 55,82 C

2 2 54,67 D *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-Rata (%) Std

2 47,00 46,83 46,92 0,12

4 51,29 50,76 51,03 0,38

6 52,27 52,98 52,62 0,50

8 53,10 53,68 53,39 0,41

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 50,0351 16,6784 114,88 6,59

Error (Galat) 4 0,5807 0,1452

Total 7 50,6158

karena F.Tabel < F.Hitung, maka dilakukan uji lanjut Duncan :

Umur Inokulum Jumlah Ulangan Rata-rata Grup Duncan*

8 2 53,39 A

6 2 52,62 A

4 2 51,03 B

2 2 46,92 C *Huruf yang sama menyatakan perbedaan yang tidak signifikan

F. Perubahan total gula

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (ppm) Ulangan 2 (ppm) Rata-Rata (ppm) Std

2 39,727 38,683 39,205 0,738

4 39,774 38,735 39,255 0,735

6 38,576 38,683 38,629 0,076

8 38,566 38,644 38,605 0,055

Page 108: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

93

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,7534 0,2511 0,92 6,59

Error (Galat) 4 1,0935 0,2734

Total 7 1,8469

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (ppm) Ulangan 2 (ppm) Rata-Rata (ppm) Std

2 37,900 37,930 37,915 0,022

4 37,865 37,854 37,860 0,008

6 37,904 37,787 37,846 0,083

8 37,927 37,943 37,935 0,012

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0111 0,0037 1.98 6,59

Error (Galat) 4 0,0075 0,0019

Total 7 0,0186

G. Perubahan gula pereduksi

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (ppm) Ulangan 2 (ppm) Rata-Rata (ppm) Std

2 12,004 11,949 11,977 0,039

4 11,940 11,858 11,899 0,058

6 11,794 11,776 11,785 0,013

8 11,857 11,821 11,839 0,026

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0405 0,0135 6,51 6,59

Error (Galat) 4 0,0057 0,0014

Total 7 0,0462

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 (ppm) Ulangan 2 (ppm) Rata-Rata (ppm) Std

2 14,290 14,344 14,317 0,039

4 14,536 14,537 14,536 0,001

6 14,426 14,454 14,440 0,019

8 14,317 14,372 14,344 0,039

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0597 0,0199 6,56 6,59

Error (Galat) 4 0,0034 0,0008

Total 7 0,0630

Page 109: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

94

H. Derajat polimerisasi

1. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Aspergillus niger

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata Std

2 3,310 3,237 3,273 0,051

4 3,331 3,267 3,299 0,046

6 3,271 3,285 3,278 0,010

8 3,253 3,269 3,261 0,012

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,0015 0,0005 0,41 6,59

Error (Galat) 4 0,0049 0,0012

Total 7 0,0064

2. Kultivasi dengan menggunakan inokulum Neurospora sitophila

Umur Simpan Inokulum (Minggu) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata Std

2 2,652 2,644 2,648 0,006

4 2,605 2,604 2,604 0,001

6 2,627 2,614 2,621 0,009

8 2,649 2,640 2,645 0,006

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Keragaman (JK) MS (Mean Square) F.Hitung F.Tabel 5%

Umur Inokulum 3 0,00255 0,00085 6,56 6,59

Error (Galat) 4 0,00016 0,00004

Total 7 0,00270

Page 110: PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS … · Production of Aspergillus niger and Neurospora sitophila inoculums prepared from cassava bagasse (solid waste from tapioca industry)

95

Lampiran 5. Perhitungan komposisi awal media kultivasi

1. Menggunakan inokulum Aspergillus niger (onggok+bungkil kacang tanah)

Perbandingan jagung dan inokulm A.niger sebagai berikut :

Komponen Jagung

(%b.k)

Inokulum Onggok+Bungkil

Kacang Tanah (%b.k)

Abu 1,69 3,56

Protein 0,6 13,31

Lemak 2,34 10,91

Serat Kasar 79,15 5,71

Sehingga pada perbandingan jagung : inokulum A. niger (85 : 15) diperoleh

komposisi sebagai berikut :

Komponen Media Awal Kultivasi (%b.k)

Abu 1,97

Protein 2,51

Lemak 3,63

Serat Kasar 68,13

2. Menggunakan inokulum Neurospora sitophila (onggok+bekatul)

Perbandingan jagung dan inokulm N. sitophila sebagai berikut :

Komponen Jagung

(%b.k)

Inoukulum Onggok+Bekatul

(%b.k)

Abu 1,69 10,50

Protein 0,6 10,76

Lemak 2,34 13,14

Serat Kasar 79,15 11,78

Sehingga pada perbandingan jagung : inokulum N. sitophila (85 : 15) diperoleh

komposisi sebagai berikut :

Komponen Media Awal Kultivasi (%b.k)

Abu 3,01

Protein 2,12

Lemak 3,96

Serat Kasar 69,05