biodiesel from mahoni seed

61
PENGOLAHAN BIJI MAHONI (Swietenia macrophylla King.) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ADYTIA KUSUMO PUTRA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: adytia-kusumo-putra

Post on 19-Jun-2015

3.695 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biodiesel from Mahoni Seed

PENGOLAHAN BIJI MAHONI (Swietenia macrophylla King.)

SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ADYTIA KUSUMO PUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: Biodiesel from Mahoni Seed

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengolahan Biji

Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sebagai Bahan Baku Alternatif Biodiesel”

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing

dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau

lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

Adytia Kusumo Putra

NIM. E24050243

Page 3: Biodiesel from Mahoni Seed

ABSTRAK

ADYTIA KUSUMO PUTRA. Pengolahan Biji Mahoni (Swietenia macrophylla

King.) Sebagai Bahan Baku Alternatif Biodiesel. Dibimbing oleh WASRIN

SYAFII dan DWI SETYANINGSIH Bahan bakar fosil adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar

untuk saat ini diseluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya.

Biodiesel merupakan salah satu produk teknologi pemanfaatan energi biomassa

yang menggunakan minyak dari tanaman untuk dikonversikan menjadi ester yang

diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar mesin diesel. Sekarang

ini pemanfaatan bahan baku terbesar untuk bidoesel adalah minyak kelapa sawit

yang juga merupakan bahan baku pangan. Oleh karena itu diperlukan alternatif

bahan baku seperti minyak dari biji mahoni yang merupakan tanaman kehutanan.

Pembuatan minyak mahoni melalui pengepresan biji yang telah dijemur selama 2

dan 4 hari dengan perlakuan pencacahan dan tanpa pencacahan. Pada penjemuran

selama 2 hari dihasilkan rendemen rata-rata minyak dari biji yang tidak dicacah

dan dicacah masing-masing sebesar 363,42 g dan 401,79 g, rendemen rata-rata

kedua perlakuan selama 2 hari sebesar 382,605 g (38,26%). Sementara pada

penjemuran selama 4 hari dihasilkan rendemen rata-rata minyak dari biji yang

tidak dicacah dan dicacah masing-masing sebesar 430,79 g dan 344,07 g,

rendemen rata-rata kedua perlakuan selama 4 hari sebesar 387,435 g (38,74%).

Setelah itu dilakukan proses transesterifikasi untuk mengkonversi minyak nabati

(trigliserida) menjadi biodiesel (metil ester) melalui reaksi dengan metanol dan

KOH sebagai katalis. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari minyak mahoni

berkisar antara 73,51-95,34%. Pengujian kualitas biodiesel menunjukkan bilangan

asam, gliserol total dan kadar ester telah sesuai dengan SNI-04-7182-2006.

Kualitas biodiesel yang terbaik diperoleh dari penjemuran selama 4 hari dengan

perlakuan pencacahan.

Kata kunci: bahan bakar fosil , biodiesel, transesterifikasi.

Page 4: Biodiesel from Mahoni Seed

ABSTRACT

ADYTIA KUSUMO PUTRA. Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Seeds

Processing as Alternative Biodiesel Raw Material. Under the direction of

WASRIN SYAFII and DWI SETYANINGSIH.

Fossil fuel is the largest energy source consumed compare to the other

energy sources in the world. Now a days, the largest biodiesel feed stock is palm

oil which also as food resource. Therefore, alternative raw material is needs, one

of non edible seed is swietenia seeds which come from forest plants. Growing

issues on green house gas effect and depletion of fossil fuel also support the

development of biodiesel from plant oil to substitute diesel foil. Swietenia oil is

made by hydrolic pressing of seeds after drying process (2 and 4 days) with and

without chopping treatment. Seeds that dried in two days and chopped produced

363,42 g of oil and 401,79 g for chopped seeds, average oil for both treatment is

382,605 g (38,26%). While seeds that dried in four days produce average oil

430,79 g for not cutting and 344,07 g for cutting treat, average oil for both

treatment in four days is 387,435 g (38,74%). Then transesterification was done

to convert degummed oil (triglycerida) to biodiesel (methyl ester) with chemical

reaction using methanol and KOH as a catalyst. The yield of biodiesel from

swietenia oil is 73,51-95,34%. Biodiesel quality testing showed that acid value,

total glycerol and ester content match to SNI-04-7182-2006. The best biodiesel

quality is produce from seeds with drying in four days with chopping treatment.

Key words : fossil fuel, biodiesel, transesterification.

Page 5: Biodiesel from Mahoni Seed

PENGOLAHAN BIJI MAHONI (Swietenia macrophylla King.)

SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ADYTIA KUSUMO PUTRA

E24050243

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 6: Biodiesel from Mahoni Seed

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengolahan Biji Mahoni (Swietenia macrophylla

King.) Sebagai Bahan Baku Alternatif

Biodiesel

Nama Mahasiswa : Adytia Kusumo Putra

NRP : E24050243

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si

NIP. 19541017 198003 1004 NIP. 19700103 199412 2002

Diketahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc

NIP. 19630711 199103 1002

Page 7: Biodiesel from Mahoni Seed

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir

yang berjudul “Pengolahan Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sebagai

Bahan Baku Alternatif Biodiesel”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang

dilakukan di laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan serta Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Institut Pertanian Bogor

dari bulan Juli hingga November 2009.

Biodiesel merupakan salah satu produk teknologi pemanfaatan energi

biomassa yang menggunakan minyak dari tanaman untuk dikonversikan menjadi

ester yang diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar mesin diesel.

Sekarang ini pemanfaatan bahan baku terbesar untuk bidoesel adalah minyak

kelapa sawit yang juga merupakan bahan baku pangan. Oleh karena itu diperlukan

alternatif bahan baku seperti minyak dari biji mahoni yang merupakan tanaman

kehutanan.

Namun penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.

Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini

bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2010

Adytia Kusumo Putra

Page 8: Biodiesel from Mahoni Seed

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 9 Oktober 1987

sebagai anak kedua dan seorang kakak Andikha Febrianto dari pasangan Dwi

Prijanto Kusumo dan Joula Palilingan. Penulis memulai pendidikan pada tahun

1993 di SD Xaverius 4 Bandar Lampung dan pada tahun 1999 melanjutkan di

SMP Xaverius 4 Bandar Lampung. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU

Negeri 9 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB

melalui jalur Seleksi Penerimaan Masuk Bersama (SPMB). Penulis diterima di

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di berbagai kegiatan seperti

Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai Ketua Pelaksana

KOMPAK 2007 dan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Ketua

Pelaksana Forester Cup 2008. Selama periode 2008/2009 pula penulis menjadi

Ketua Divisi Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas

Kehutanan IPB. Disamping kuliah, penulis juga aktif di bidang Unit kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bola Basket IPB.

Penulis juga pernah melakukan kegiatan magang di Taman Nasional Gede

Pangrango, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Linggarjati-

Indramayu, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW), Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Bali Toncity

Denpasar, Bali.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul ”Pengolahan Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King.)

Sebagai Bahan Baku Alternatif Biodiesel” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.

Wasrin Syafii, M.Agr dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si.

Page 9: Biodiesel from Mahoni Seed

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengolahan Biji Mahoni

(Swietenia macrophylla King.) Sebagai Bahan Baku Alternatif Biodiesel”.

Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir jaman.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,

terutama kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yaitu Dwi Prijanto Kusumo dan Joula Palilingan, dan

kakak tersayang Andikha Febrianto atas semua dukungan dan kasih sayang

yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir

tanpa henti kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si selaku

dosen pembimbing, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan

pengarahan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc, Ir. Andi Sukendro, M.Si dan Dr. Efi Yuliati Yovi,

S.Hut, M.Life, Env.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan

saran terhadap perbaikan skripsi penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS atas

bantuan dan dukungannya kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Irni Atma Juwita atas doa, kasih sayang, dukungan serta semangat yang

diberikan kepada penulis.

6. Keluarga besar Jeanne Palilingan, Vonny Palilingan, Herry Winarno dan

Liberty Situmorang atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

kuliahnya.

7. Teman-teman Fakultas Kehutanan IPB Angkatan 42 yaitu Acong, Nedi, Icang,

Yudo, Riva, Peppy, Berry dan semua mahasiswa DHH serta seluruh tenaga

kependidikan di Departemen Hasil Hutan yang tidak bisa disebutkan satu per

satu yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada

penulis.

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas

kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan

maupun yang tidak tersebutkan.

Bogor, Februari 2010

Adytia Kusumo Putra

Page 10: Biodiesel from Mahoni Seed

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................ i

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

1.3 Manfaat ...................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3

2.1 Tumbuhan Penghasil Biodiesel .................................................. 3

2.2 Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla) ............................... 4

2.3 Minyak Nabati ............................................................................. 5

2.4 Proses Pembuatan Biodiesel ...................................................... 9

2.4.1 Proses Pemisahan Gum (Deguming) ........................... 9

2.4.2 Esterifikasi ................................................................... 9

2.4.3 Transesterifikasi .......................................................... 10

2.5 Syarat Mutu Biodiesel ................................................................ 11

BAB III. METODOLOGI ............................................................................ 12

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 12

3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................... 12

3.2.1 Bahan .......................................................................... 12

3.2.2 Alat .............................................................................. 12

3.2.3 Peralatan Uji Karakteristik .......................................... 13

3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 13

3.3.1 Pengulitan Biji ............................................................. 13

3.3.2 Pengeringan Biji .......................................................... 13

3.3.3 Produksi Minyak ......................................................... 13

3.3.4 Proses Deguming ........................................................ 14

3.3.5 Pengujian Free Faty Acid (FFA) Minyak ................... 15

3.3.6 Proses Transesterifikasi ............................................... 15

3.4 Metode Pengujian ....................................................................... 17

3.4.1 Uji Angka Asam Biodiesel .......................................... 17

3.4.2 Uji Kandungan Gliserol Biodiesel ............................... 17

3.4.3 Uji Angka Penyabunan Biodiesel ............................... 17

3.4.4 Perhitungan Kadar Ester Biodiesel .............................. 17

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Rencana Analisis .............. 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 19

4.1 Rendemen Minyak Mahoni ........................................................ 19

4.1.1 Pengaruh Penjemuran .................................................. 19

4.1.2 Pengaruh Pencacahan Biji Terhadap Rendemen Minyak 20

4.1.3 Kandungan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid )

Minyak Mahoni ............................................................ 22

Page 11: Biodiesel from Mahoni Seed

4.2 Biodiesel Mahoni ....................................................................... 23

4.2.1 Deguming .................................................................... 23

4.2.2 Transesterifikasi .......................................................... 24

4.3 Kualitas Biodiesel Mahoni ......................................................... 25

4.3.1 Bilangan Asam ............................................................ 25

4.3.2 Bilangan Penyabunan .................................................. 26

4.3.3 Gliserol Total .............................................................. 27

4.3.4 Kadar Ester Alkil ......................................................... 27

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 29

5.1 Kesimpulan ................................................................................ 29

5.2 Saran ........................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 31

LAMPIRAN ................................................................................................. 32

Page 12: Biodiesel from Mahoni Seed

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak ...................................... 3

2 Komposisi asam lemak mahoni ............................................................... 8

3 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. ................... 11

4 Proses Deguming ...................................................................................... 23

5 Proses Transesterifikasi ............................................................................ 24

Page 13: Biodiesel from Mahoni Seed

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) ............................................ 4

2 Buah mahoni ........................................................................................... 5

3 Buah mahoni yang telah pecah ............................................................... 5

4 Bji mahoni ............................................................................................... 5

5 Berbagai jenis asam-asam lemak ............................................................. 8

6 Biji mahoni dengan kulit ......................................................................... 14

7 Biji mahoni utuh ...................................................................................... 14

8 Biji mahoni yang dicacah ........................................................................ 14

9 Minyak mahoni ....................................................................................... 16

10 Proses transesterifikasi ............................................................................ 16

11 Pemisahan biodiesel ................................................................................ 16

12 Fase pemisahan metil ester dengan gliserol ............................................ 16

13 Rendemen minyak mahoni dari penjemuran biji selama 2 dan 4 hari .... 19

14 Jumlah minyak yang dihasilkan dari perlakuan ukuran biji .................... 21

15 Kadar FFA minyak mahoni ..................................................................... 22

16 Rendemen biodiesel ................................................................................ 24

17 Bilangan asam biodiesel .......................................................................... 25

18 Bilangan penyabunan biodiesel ............................................................... 26

19 Gliserol total biodiesel ............................................................................ 27

20 Kadar ester alkil biodesel ........................................................................ 28

Page 14: Biodiesel from Mahoni Seed

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar

untuk saat ini diseluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya.

Hampir 90% kebutuhan energi dunia dipasok dari bahan bakar fosil. Oil & Gas

Journal memperkirakan pada awal tahun 2004 cadangan minyak dunia hanya

tersisa 1,27 triliun barrel yang diasumsikan dapat bertahan selama 44,6 tahun.

Sementara data dari Departemen Energi AS tahun 2002, minyak akan habis dalam

kurun waktu 36,5 tahun terhitung sejak tahun 2002 dan khususnya di Indonesia

jika tidak ada penemuan ladang minyak dan kegiatan eksplorasi baru, cadangan

minyak di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi konsumsi selama

18 tahun mendatang. Sangat disayangkan karena energi fosil yang terbentuk

selama 200 juta tahun ternyata dapat dihabiskan hanya selama 200 tahun saja

(Prihandana & Hendroko 2008). Untuk mengatasi masalah krisis energi ini perlu

dilakukan langkah-langkah diversifikasi energi yaitu dengan mulai mengubah

arah yang semula hanya memburu energi (energy-hunting) dari energi fosil ke

upaya membudidayakan energi (energy-farming) dengan tanaman. Indonesia

sebagai negara yang dikenal Mega Biodiversity karena memiliki kekayaan yang

melimpah akan keanekaragaman fauna dan floranya memiliki potensi untuk

mengolah kekayaannya itu menjadi energi terbarukan khususnya berbasis bahan

nabati.

Biodiesel merupakan salah satu produk teknologi pemanfaatan energi

biomassa yang menggunakan minyak dari tanaman untuk dikonversikan menjadi

metil ester (biodiesel) yang diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan

dasar mesin diesel. Indonesia juga telah mengembangkan biodiesel dari bahan

baku seperti biji jarak pagar, kelapa sawit, biji nyamplung dan juga minyak

jelantah. Pemanfaatan minyak dari biji-bijian tanaman kehutanan seperti biji

mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai bahan biodiesel merupakan

alternatif baru yang ideal karena merupakan sumber minyak terbarukan

(renewable fuels) yang tidak bersaing dengan bahan baku pangan sebagai

kebutuhan konsumsi manusia dan kebutuhan lahan untuk tanaman pangan.

Page 15: Biodiesel from Mahoni Seed

Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian tentang biji mahoni (Swietenia

macrophylla King.) untuk dijadikan biodiesel. Diharapkan penelitian ini

bermanfaat dalam pengembangan biodiesel di Indonesia sehingga dapat

mengurangi dampak krisis energi dan mampu menghasilkan sendiri sumber energi

dari kekayaan alam yang beraneka ragam.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh waktu penjemuran terhadap jumlah minyak yang

dihasilkan dari biji mahoni (Swietenia macrophylla King.).

2. Mengetahui pengaruh pencacahan biji mahoni pada proses

pengepresan biji dalam menghasilkan minyak mahoni (Swietenia

macrophylla King.).

3. Mengetahui kualitas biodiesel yang dihasilkan dari minyak biji mahoni

(Swietenia macrophylla King.).

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi dan rujukan bagi para akademisi dalam

melakukan penelitian lebih lanjut tentang potensi yang terdapat dalam

biji mahoni sebagai bahan baku alternatif biodiesel.

2. Memberikan informasi kepada khalayak umum bahwa biji mahoni

merupakan bahan baku yang potensial untuk dikembangkan sebagai

biodiesel.

Page 16: Biodiesel from Mahoni Seed

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Penghasil Biodiesel

Pengertian ilmiah paling umum dari istilah „biodiesel‟ yaitu bahan bakar

mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Biodiesel adalah

alternatif bahan bakar solar yang terbuat dari sumberdaya alam yang dapat

diperbarui seperti dari minyak tumbuhan dan minyak binatang. Biodiesel bersifat

biodegradable dan tidak mengandung senyawa beracun (toxic) dan beremisi

rendah serta ramah lingkungan (Fangrui et.al 1999).

Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester,

bersifat sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat

lewat reaksi antara SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste Vegetable

Oil) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda-api (caustic-soda

atau NaOH) atau KOH. Hasilnya adalah metil ester (biodiesel) dengan produk

sampingan yaitu gliserin (Prihandana & Hendroko 2008). Banyak jenis sumber

bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang bisa diolah menjadi biodiesel

yang dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak

No. Nama Latin Nama Lokal Sumber Kadar %-b-kr P/NP

1 Ricinus communis Jarak Kaliki Biji 45 - 50 NP

2 Jatropa curcas Jarak Pagar Inti Biji 40 - 60 NP

3 Ceiba pentandra Kapuk / Randu Biji 24 - 50 NP

4 Hevea brasiliensis Karet Biji 40 - 50 NP

5 Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15 - 20 P

6 Moringa oleifera Kelor Biji 30 - 49 P

7 Aleurites mohiccana Kemiri Inti Biji 57 - 69 NP

8 Aleurites trisperma Kemiri Cina Inti Biji - NP

9 Sleichera trijuga Kusambi

Daging

Biji 55 - 70 NP

10 Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45 - 55 NP

11 Callophyllum inophyllum Nyamplung Inti Biji 40 - 73 NP

12 Bombax malabaricum Randu Alas / Agung Biji 18 - 26 NP

13 Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49 - 61 NP

14 Cerbera odollam Bintaro Biji 43 - 64 NP

15 Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP

16 Croton tiglium Cerakin / Kroton Inti Biji 50 - 60 NP

17 Hernandia peltata Kampis Biji - NP

18 Hibiscus cannabinus Kenaf Biji 18 - 20 NP

Keterangan :

Kr = kering ; P = minyak/lemak pangan ; NP = minyak/lemak non pangan.

Sumber : Tatang H. Soerawidjaja, Tirto P. Brodjonegoro dan Iman K. Reksowardojo, Prospek Status dan

Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia, Kelompok Riset Biodiesel, ITB, 25 Juli 2005. (dalam

buku Energi Hijau)

Page 17: Biodiesel from Mahoni Seed

2.2 Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King.)

Penyebaran tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King.) awalnya

mulai dari Meksiko menuju ke selatan sampai dengan Brazil, sementara di

Indonesia tanaman ini ditanam di Jawa, Sumatra (2500 ha) dan Sulawesi mulai

dari tahun 1987 oleh Perum Perhutani yang total areal penanamannya mencapai

116.282 ha. Morfologi tanaman mahoni dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King.)

Mahoni diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dikotiledonae

Ordo : Rutales

Family : Meliaceae

Sub Family : Swietenidae

Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia macrophylla King.

Swietenia terdiri dari tiga jenis yaitu Swietenia macrophylla King.,

Swietenia humilis Zucc. dan Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Pengenalan taksonomi

dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari ketiga jenis tersebut

(Mayhew & Newton 1998). Pohon mahoni ketika dewasa mencapai tinggi antara

30-35 m dan diameter mencapai lebih dari 1,5 m dbh. Kulit bewarna abu-abu dan

halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan

mengelupas setelah tua. Daun majemuk dengan tata daun alternate dan menyirip.

Buahnya umumnya berbentuk kapsul, kalau masih muda bewarna hijau

kemudian kemerahan dan setelah tua menjadi bewarna cokelat abu-abu. Buahnya

Page 18: Biodiesel from Mahoni Seed

bercuping lima, panjangnya mencapai 22 cm (Gambar 2). Bagian luar buah

mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju

ujung. Jika buah sudah tua kulit buahnya akan pecah sendiri mulai dari pangkal.

Biji-bijinya akan terbang tertiup angin dengan bantuan sayap. Umumnya setiap

buah terdapat 35-45 biji (Gambar 3).

Gambar 2 Buah mahoni Gambar 3 Buah mahoni yang telah pecah

Biji mahoni terbungkus oleh kulit luarnya yang berbentuk pipih bewarna

hitam atau kecokelatan di bagian atasnya yang memanjang berbentuk sayap,

panjangnya mencapai 7,5-15 cm. Jumlah bijinya 1.800-2.500 butir per kg

sementara persentase kecambah benih segar mencapai 60-90%. Bentuk morfologi

biji mahoni dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Bji mahoni

Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 9-12 bulan.

Masa berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun mulai umur 10-15 tahun.

Pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daunnya atau pada saat daun

baru mulai muncul sesaat sebelum musim hujan. Di Indonesia musim bunga

terjadi pada bulan September-Oktober dan berbuah antara Juni-Agustus (Joker

2001).

2.3 Minyak Nabati

Minyak mengandung trigliserida sebagai komponen utama penyusunnya,

namun trigliserida dapat berwujud padat dan cair tergantung dari komposisi asam

lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena

Page 19: Biodiesel from Mahoni Seed

mengandung sejumlah asam tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan linolenat

dengan titik cair yang rendah. Minyak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya

mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu: 1) lipid kompleks,

2) sterol, 3) asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut dalam lemak dan 6)

hidrokarbon (Ketaren 1986).

Minyak mengandung zat warna yang terdiri alpha dan beta karoten,

xanthofil, klorofil dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak bewarna

kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen

bewarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut

dalam minyak. Karotenoid ini bersifat tidak stabil pada suhu tinggi dan jika

minyak dialiri uap panas maka warna kuning akan menghilang (Ketaren 1986).

Minyak terdapat dalam kantung-kantung minyak berbentuk oval, balon

dalam kelenjar atau gelembung dengan ukuran diameter bervariasi. Kantung atau

kelenjar minyak tersebut tidak memiliki saluran dan tidak berhubungan dengan sel

sekitarnya atau dengan dinding luar sel, tidak memiliki dinding tetapi dibatasi

oleh runtuhan jaringan yang terdegradasi. Menurut Denovan (dalam Guenther

1987) dinding sel minyak tidak mudah pecah. Sebagai contoh jika kulit diberi

tekanan rendah atau direndam oleh air mendidih atau dalam larutan garam dan

disuling dengan penyulingan pada tekanan 1 atm atau kurang maka hanya

sebagian kecil minyak yang keluar dari kantung. Agar minyak lebih banyak yang

keluar maka tindakan awal yang harus dilakukan adalah merusak jaringan dengan

cara mencacah atau merajang. Apabila dinding kelenjar minyak itu tersobek maka

minyak akan terdorong keluar dengan bantuan tekanan (Guenther 1990).

Minyak dalam tanaman dapat ditemukan pada daun, biji, buah dan kulit

buah. Dalam mengeluarkan minyak dari sumbernya dapat dilakukan cara sebagai

berikut:

1. Metode Penyulingan (Destillation)

Menurut Guenther (1987), dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu:

a. Penyulingan dengan air (water destillation)

Bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih atau

biasa disebut metode perebusan. Bahan tersebut mengapung di atas air

Page 20: Biodiesel from Mahoni Seed

atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah

bahan yang disuling.

b. Penyulingan dengan air dan uap air (Water and Steam destillation)

Bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel

suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah

saringan. Ciri khas dari metode ini bahwa bahan yang disuling hanya

behubungan dengan uap dan tidak berhubungan dengan air panas.

c. Penyulingan dengan uap (Steam destillation)

Metode ketiga ini disebut penyulingan dengan uap atau penyulingan

uap langsung dan prinsipnya hampir sama dengan penyulingan

menggunakan air dan uap, kecuali bahwa air dan bahan olah sudah tidak

dicampur lagi melainkan dipisah pada ketel lain.

2. Metode enfleurasi

Menurut Guenther (1987), metode enfleurasi atau biasa pula disebut

dengan ekstraksi lemak dingin adalah metode yang dilakukan karena

bahan olah yang akan digunakan bila menggunakan metode penyulingan

menghasilkan minyak atsiri dengan rendemen yang sangat rendah dengan

kualitas yang buruk. Metode ini digunakan untuk bunga melati, sedap

malam, gardenia dan lain–lain.

3. Metode maserasi

Menurut Hesse dan Zeitchel (dalam Guenther 1987), maserasi adalah

ekstraksi dengan lemak panas yang digunakan untuk bahan olah seperti

bunga mawar, akasia dan mimosa. Hal ini disebabkan karena pada jenis

bunga ini, setelah dipetik kegiatan fisiologinya sudah terhenti sehingga

digunakan suatu medium yang dapat menembus jaringan bunga dan

melarutkan semua minyak bunga yang ada dalam kelenjar minyak.

4. Metode dengan pelarut menguap (Solvent extraction)

Metode ini menggunakan pelarut menguap seperti petroleum eter dan

benzena. Metode ini dapat diterapkan pada semua jenis bahan.

5. Pengempaan (Pressing)

Ekstraksi minyak dengan cara pengempaan umunya dilakukan

terhadap bahan berupa biji, buah dan kulit buah. Adanya tekanan

Page 21: Biodiesel from Mahoni Seed

pengempaan memungkinkan sel-sel yang mengandung minyak akan pecah

dan minyak akan mengalir ke permukaan bahan. Cara ini dibagi 2 yaitu:

a. Hydrolic pressing

Pada tipe ini minyak diperoleh dengan cara memberikan tekanan pada

bahan yang mengandung minyak yang dibungkus dengan kain.

Kelemahan cara ini terbatas hanya pada bahan yang minyaknya dapat

diekstrak dengan tekanan rendah

b. Expeller pressing

Alat pengempaan ini dilengkapi dengan porps berbentuk spiral yang

berputar secara kontinyu dalam wadah yang berbentuk silinder Kelebihan

pressing ini terletak pada kekontinuitas proses pengempaan dan tidak

memerlukan kain pengepresan.

Komposisi asam-asam lemak minyak nabati berbeda-beda tergantung dari

jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani)

adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8-C24). Pada

Tabel 2 dapat dilihat komposisi asam lemak penyusun minyak mahoni dan

gambar berbagai jenis asam-asam lemak dan struktur molekulnya.

Tabel 2 Komposisi asam lemak mahoni

Asam Lemak Rumus Molekul Berat Molekul Komposisi (%

b/b)

Asam Palmitat C15H31COOH C16:0, BM = 256 12,50

Asam Stearat C17H35COOH C18:0, BM = 284 16,42

Asam Oleat C17H33COOH C18:1, BM = 282 25,30

Asam Linoleat C17H31COOH C18:2, BM = 280 33,87

Asam Linolenat C17H29COOH C18:3, BM = 278 11,32 Sumber : Ketaren (1986), Chakrabarty dan Chowdhuri (2007)

Gambar 5 Berbagai jenis asam-asam lemak

Page 22: Biodiesel from Mahoni Seed

2.4 Proses Pembuatan Biodiesel

2.4.1 Proses Pemisahan Gum (Deguming)

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang

teridiri dari fosfatida, protein, residu, karbihidrat, air dan resin tanpa mengurangi

jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan cara

penambahan asam fosfat ke dalam minyak lalu dipanaskan sehingga akan

membentuk senyawa fosfolipid yang lebih mudah terpisah dari minyak (Hambali

2007).

2.4.2 Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.

Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang

cocok adalah zat berkarakter asam kuat. Asam sulfat, asam sulfonat organik atau

resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih

dalam praktek industri.

Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang

sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan

metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih

besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus

disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi

yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi

sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1

sampai beberapa jam (Zandy et.al 2007). Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada

RCOOH + CH3OH RCOOCH

3 + H

2O

Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak

berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap

ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi

biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi

diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang

dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

Page 23: Biodiesel from Mahoni Seed

2.4.3 Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi

dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan

alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-

alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol

adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya

paling tinggi selain itu lebih mudah untuk direcoveri walaupun tidak menutup

kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol

(Fangrui et.al 1999).

Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3

mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol

gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang

digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada

rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan

pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat

memberikan konversi yang maksimum (Freedman 1984).

Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk

mendorong reaksi agar bergerak kekanan sehingga dihasilkan metil ester

(biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu

produk yang harus dipisahkan (Hambali 2007). Berikut ini disajikan reaksi

transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester

(biodiesel).

O

R1 C OCH2 HOCH2

O O

R2 C OCH + 3CH3OH HOCH + 3R C OCH3

O

R3 C OCH2 HOCH2

Trigliserida Metanol Gliserol Biodiesel

Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam-asam lemak

Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada

reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis

katalis

KOH / NaOH

Page 24: Biodiesel from Mahoni Seed

katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air dan kandungan

asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain

yang mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel diantaranya kandungan

gliserol, jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transterifikasi, jumlah katalis

sisa dan kandungan sabun. Pada proses transesterifikasi selain menghasilkan

biodiesel hasil sampingannya yaitu gliserin (gliserol) yang dapat dimanfaatkan

dalam pembuatan sabun (Hambali 2007).

2.5 Syarat Mutu Biodiesel

Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk

yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan

dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di

Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan

diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006

yang tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.

Parameter dan

satuannya

Batas nilai Metode uji Metode setara

Massa jenis pada 40 o

C,

kg/m3

850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada

40 o

C, mm2

/s (cSt)

2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTMD 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok

tertutup), o

C

min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut, o

C maks. 18 ASTM D 2500 -

Korosi bilah tembaga ( 3

jam, 50 o

C)

maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160

Residu karbon, %-berat,

- dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas

distilasi

Maks. 0,05

(maks 0,03)

ASTM D 4530 ISO 10370

Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 -

Temperatur distilasi 90 %, o

C

maks. 360 ASTM D 1160 -

Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884

Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03

Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03

Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 dihitung

*)

FBI-A03-03

Angka iodium, g-I2/(100

g)

maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03

Uji Halphen Negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03

Page 25: Biodiesel from Mahoni Seed

BAB III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Proses pembuatan dan pengujian contoh uji dilakukan di Labotarium Kimia

Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan Labotarium Pusat Penelitian Surfaktan dan

Bioenergi (SBRC) IPB. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan

November 2009.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi:

a. Biji Mahoni (Swietenia macrophylla King.)

Penelitian ini menggunakan biji mahoni sebagai bahan baku

pembuatan biodiesel.

b. Senyawa Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah adalah asam fosfat 20% untuk

proses deguming. Untuk proses transesterifikasi digunakan metanol

(CH3OH) dan katalis KOH sementara untuk keperluan analisis digunakan

penolphtalein, Na2SO4,, alumunium foil, dietil eter, asam periodat, natrium

tiosulfat, kalium iodida, asam asetat glasial, asam sulfat (H2SO4), natrium

hipokhlorit, khloroform, kalium dikhromat, aquades dan larutan pati.

3.2.2 Alat

Peralatan yang dipakai untuk percobaan ini dapat dibagi atas beberapa bagian:

a. Peralatan Pengeluaran Minyak dari Biji

1. Mesin pres hidrolik

b. Peralatan Pengolahan Minyak menjadi Biodiesel

1. Erlenmeyer

2. Gelas piala

3. Gelas ukur

4. Magnetic stirrer

5. Hot plate

6. Labu leher tiga

Page 26: Biodiesel from Mahoni Seed

7. Labu pemisah

8. Pipet volumetrik

9. Timbangan

3.2.3 Peralatan Uji Karakteristik

1. Uji Kandungan Gliserol

Terdiri dari buret, erlenmeyer, batang pengaduk, labu dengan alat

reflux.

2. Uji Angka Penyabunan

Terdiri labu-labu erlenmeyer tahan alkali (basa), kondensor

berpendingin udara dengan panjang minimum 65 cm, hot plate untuk

pemanas, serta peralatan titrasi yaitu buret.

3. Uji Angka Asam

Terdiri dari buret serta erlenmeyer.

4. Uji Statistik

Program komputer SAS 6.12

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengulitan Biji

Biji mahoni awalnya dikupas terlebih dahulu dari kulitnya. Biji yang dijemur

2 hari dilambangkan dengan A1 dan A2 sebanyak 2 ulangan. Kemudian biji yang

dijemur 4 hari dilambangkan dengan B1 dan B2 sebanyak 2 ulangan. Masing-

masing perlakuan dari A1-B2 memiliki biji seberat 1 kg.

3.3.2 Pengeringan Biji

Biji yang telah dipisahkan dari kulitnya kemudian dijemur dibawah sinar

matahari dengan perlakuan yang berbeda. A1 dan A2 dijemur selama 2 hari

sedangkan B1 dan B2 dijemur selama 4 hari. Setelah itu diukur kadar airnya.

Pengeringan dilakukan dengan tujuan menghilangkan kandungan air didalam biji

sehingga meningkatkan rendemen minyak yang dihasilkan.

3.3.3 Produksi Minyak

Biji yang telah dikeringkan disiapkan untuk kemudian dipres dengan

menggunakan mesin pres hidrolik setelah itu dihitung rendemen minyak yang

dihasilkan. Untuk pengepresan juga dilakukan perlakuan yang berbeda, A1 dan

Page 27: Biodiesel from Mahoni Seed

B1 merupakan biji yang utuh (Gambar 7) sementara A2 dan B2 merupakan biji

yang dicacah (Gambar 8).

Gambar 7 Biji mahoni utuh

Gambar 6 Biji mahoni dengan kulit

Gambar 8 Biji mahoni yang dicacah

3.3.4 Proses Deguming

Deguming bertujuan untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor

seperti getah/lendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas.

Proses deguming dilakukan dengan penambahan asam fosfat 20% sebesar 0,5%

(b//b) terhadap minyak, proses ini dilakukan dengan pada suhu 800

C selama 15

menit sampai terjadi endapan. Hasil dari proses deguming terdiri dari 2 fase, fase

atas merupakan minyak nabati yang berwarna jernih sedangkan fase bawah adalah

endapan. Pemisahan endapan dengan minyak nabati menggunakan labu pemisah

setelah itu minyak yang dihasilkan ditimbang.

Selanjutnya dilakukan pencucian terhadap minyak menggunakan air dengan

tujuan membersihkan minyak dari komponen pengotor yang masih tersisa dalam

minyak. Pencucian dilakukan dengan penambahan air hangat bersuhu 600

C

sebanyak 30% (b/b) minyak kemudian diaduk diatas hot plate pada kecepatan 300

rpm, setelah itu dilakukan pemisahan air dengan minyak. Proses pencucian

dilakukan berulang kali (3-4 kali) hingga air pencucian bewarna jernih. Setelah itu

ditimbang minyak hasil pencucian. Minyak kemudian dipanaskan pada suhu

1050

C sampai air yang masih terperangkap dalam minyak menguap dan tidak

Page 28: Biodiesel from Mahoni Seed

terlihat gelembung-gelembung air. Setelah itu ditimbang berat minyak yang

diperoleh.

3.3.5 Pengujian Free Fatty Acid (FFA) Minyak

FFA (asam lemak bebas) merupakan parameter yang penting dalam proses

pembuatan biodiesel untuk pemurnian minyak sehingga perlu diketahui kadar

FFA dalam minyak untuk menentukan tahap proses pembuatan biodiesel yang

digunakan. Jika kandungan FFA kurang dari 2% maka proses pembuatan

biodiesel hanya melalui tahap transesterifikasi, namun jika kandungan FFA lebih

dari 2% maka pembuatan biodiesel melalui 2 tahap yaitu esterifikasi dan

transesterifikasi.

Dalam pengujian kadar FFA dilakukan pembuatan bahan uji terlebih dahulu

seperti:

a. Pembuatan Indikator Phenolphtalein (PP)

Timbang 0,5 gram Phenolphtalein kemudian larutkan dalam 100 ml etanol 95%.

b. Pembuatan Alkohol Netral

Masukkan alkohol 95% ke dalam erlenmeyer, setelah itu diteteskan 2-3 tetes

indikator Phenolphtalein (PP). Titrasi dengan KOH 0,1 N hingga netral / pH 7

(terbentuk sedikit warna merah).

c. Pembuatan Larutan KOH 0,1 N

Timbang 2,805 g padatan KOH kemudian larutkan dalam aquades di dalam labu

ukur 500 ml setelah itu tera hingga batas dengan aquades.

Setelah bahan uji siap pertama timbang 2-5 gram contoh minyak ke dalam

erlenmeyer 250 ml kemudian tambahkan 50 ml alkohol netral 95%. Panaskan di

atas hot plate dengan suhu 700

C selama 10 menit kemudian dinginkan. Setelah itu

tambahkan indikator PP sebanyak 3-5 tetes kemudian titrasi dengan KOH 0,1 N

hingga berubah warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 15 detik

setelah itu dilakukan penetapan duplo.

Bilangan FFA = 280 x Volume KOH x Normalitas KOH

10 x Bobot Sampel Minyak

3.3.6 Proses Transesterifikasi

Proses transesterifikasi bertujuan mengkonversi trigliserida (minyak nabati)

menjadi metil ester dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Proses

Page 29: Biodiesel from Mahoni Seed

transesterifikasi melalui reaksi minyak dengan alkohol (metanol) dengan bantuan

katalis yang berkarakter basa.

Dari ke delapan sampel minyak yang dihasilkan hanya empat sampel yang

dijadikan biodiesel yaitu A1 ulangan 2, A2 ulangan 1, B1 ulangan 2 dan B2

ulangan 1. Sampel minyak yang dijadikan biodiesel dipilih berdasarkan kualitas

minyak yang terbaik. Kualitas sampel dapat dilihat dari nilai FFA terbaik dari

setiap perlakuan. Kemudian setelah itu minyak dikonversikan menjadi biodiesel

melalui proses transesterifikasi dengan perbandingan molar metanol terhadap

minyak yang digunakan adalah 6:1 dan jumlah katalis yang digunakan adalah 1%

dari bobot minyak.

Gambar 9 Minyak mahoni Gambar 10 Proses transesterifikasi Gambar 11 Pemisahan biodiesel

Proses transesterifikasi dilakukan pada suhu 600

C selama 60 menit pada

pengadukan 300 rpm. Setelah proses transesterifikasi selesai kemudian

dipindahkan ke labu pemisah kemudian didiamkan. Akan jelas terlihat pemisahan

2 fase antara metil ester dan gliserol.

Gambar 12 Fase pemisahan metil ester dengan gliserol

Hasil dari proses transesterifikasi terdiri dari 2 fase, fase atas merupakan metil

ester yang berwarna jernih sedangkan fase bawah adalah gliserol. Pemisahan metil

Metil Ester

Gliserol

Page 30: Biodiesel from Mahoni Seed

ester dengan gliserol menggunakan labu pemisah setelah itu ditimbang biodiesel

yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan pencucian biodiesel dengan penambahan

air hangat bersuhu 600

C sebanyak 30% (b/b) biodiesel, kemudian diaduk diatas

hot plate pada kecepatan 300 rpm. Setelah itu dilakukan pemisahan air dengan

biodiesel. Proses pencucian dilakukan berulang kali (3-4 kali) hingga air

pencucian bewarna jernih. Kemudian biodiesel dipanaskan pada suhu 1050

C

selama 2 jam untuk menghilangkan air yang masih terperangkap dalam biodiesel,

setelah itu ditimbang biodiesel hasil pengovenan.

3.4 Metode Pengujian

3.4.1 Uji Angka Asam Biodiesel

Untuk uji angka asam digunakan peralatan yang terdiri dari buret serta

erlenmeyer. Metode disajikan pada Lampiran 1.

3.4.2 Uji Kandungan Gliserol Biodiesel

Metode yang dipakai untuk uji kandungan gliserol adalah metode iodometri.

Untuk keperluan tersebut digunakan rangkaian alat yang terdiri dari buret,

erlenmeyer dan batang pengaduk. Titrasi dilakukan menggunakan larutan etanol-

KOH. Metode disajikan pada Lampiran 2.

3.4.3 Uji Angka Penyabunan Biodiesel

Untuk uji angka penyabunan digunakan rangkaian peralatan yang terdiri dari

labu-labu erlenmeyer tahan alkali (basa), kondensor berpendingin udara, hot plate

untuk pemanas, serta peralatan titrasi yaitu buret. Titrasi dilakukan menggunakan

larutan HCl 0,5 N. Metode disajikan pada Lampiran 3.

3.4.4 Perhitungan Kadar Ester Biodiesel

Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dihitung dengan rumus berikut :

Kadar ester (%-b) = 100 x (As – Aa – 18,29Gttl)

As

dengan : As = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel.

Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel.

Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b.

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Rencana Analisis

Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis

faktorial dalam pola acak lengkap (RAL). Model yang digunakan tersusun atas 2

faktor perlakuan, yakni:

Page 31: Biodiesel from Mahoni Seed

a. Faktor A adalah perlakuan penjemuran terhadap biji mahoni yang terdiri

atas 2 faktor, yaitu penjemuran 2 hari dan 4 hari.

b. Faktor B adalah perlakuan mekanis terhadap biji mahoni yang terdiri atas

2 taraf, yaitu perlakuan tanpa pencacahan dan dengan pencacahan.

Ulangan pada masing-masing taraf sebanyak 2 kali sehingga jumlah

total minyak yang akan dibuat adalah 8 sampel minyak mahoni.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ijk

Keterangan:

Yijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor penjemuran biji mahoni dan taraf

ke-j faktor perlakuan mekanis terhadap biji mahoni.

µ = nilai rata-rata pengamatan.

Ai = pengaruh sebenarnya faktor penjemuran biji mahoni pada taraf ke-i.

Bj = pengaruh sebenarnya faktor perlakuan mekanis terhadap biji mahoni

pada taraf ke-j.

i = 2 hari dan 4 hari.

j = perlakuan tanpa pencacahan dan dengan pencacahan.

k = ulangan (1, 2).

(AB)ij = pengaruh interaksi faktor penjemuran biji mahoni pada taraf ke-i dan

faktor perlakuan mekanis terhadap biji mahoni pada taraf ke-j.

εijk = kesalahan (galat) percobaan pada faktor penjemuran biji mahoni pada

taraf ke-i dan faktor perlakuan mekanis terhadap biji mahoni pada taraf

ke-j.

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan-perlakuan, maka akan dilakukan

analisis keragaman (Analysis of Variance) dengan menggunakan uji F pada

tingkat kepercayaan 95%. Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap

respon dalam analisis ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan

Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan

program komputer SAS 6.12.

Page 32: Biodiesel from Mahoni Seed

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Minyak Mahoni

4.1.1 Pengaruh Penjemuran

Keterangan ;

A : Jemur 2 hari

B : Jemur 4 hari

Gambar 13 Rendemen minyak mahoni dari penjemuran biji selama 2 dan 4 hari

Hasil rata-rata rendemen minyak dari pengepresan biji yang dijemur

selama 2 hari didapatkan hasil 38,26% (382,61 g) sedangkan hasil rata-rata

rendemen minyak dari pengepresan biji yang dijemur selama 4 hari yaitu 43,19%

(431,89 g). Penjemuran selama 4 hari menghasilkan rendemen minyak lebih

tinggi dapat diakibatkan karena lamanya cahaya matahari yang diterima biji

menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga minyak lebih banyak yang keluar

dibandingkan dengan penjemuran selama 2 hari. Dari nilai kadar air yang didapat

dari penjemuran selama 2 dan 4 hari adalah masing-masing 2,5% dan 1,2%, Nilai

kadar air hasil penjemuran selama 2 dan 4 hari yang cenderung turun memiliki

hubungan yang terbalik dengan rendemen minyak yang semakin meningkat. Hasil

ini menunjukkan semakin rendah kadar air biji akan semakin meningkatkan

rendemen minyak yang dihasilkan.

Kandungan air dalam biji mempunyai pengaruh terhadap kualitas minyak

yang dihasilkan seperti bau, flavor dan sifat kimia minyak itu sendiri. Dengan

adanya air akan menyebabkan reaksi hidrolisis yang menyebabkan minyak akan

dirubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini mengakibatkan

ketengikan (rancidity) hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada

minyak. Asam lemak bebas juga akan terus meningkat sehingga akan mengurangi

Page 33: Biodiesel from Mahoni Seed

rendemen biodiesel ketika akan dikonversikan dari minyak (Ketaren 1986). Maka

perlakuan pendahuluan seperti penjemuran sangat penting untuk dilakukan.

Minyak di dalam biji tersimpan dalam kantung-kantung yang berada di

dalam biji. Dengan adanya suhu yang tinggi akan menyebabkan kantung-kantung

itu pecah dan melepaskan minyak. Lamanya suhu yang diberikan akan membuat

minyak semakin banyak yang keluar (Guenther 1990). Hasil rendemen minyak

yang didapat menunjukkan perlakuan penjemuran selama 4 hari memberikan

jumlah rendemen minyak yang lebih banyak dibandingkan perlakuan penjemuran

selama 2 hari dengan nilai masing-masing 43,19% dan 38,26%. Hal ini

dikarenakan penjemuran selama 4 hari memberikan intensitas panas yang lebih

lama yaitu sekitar 32 jam (penjemuran dari pukul 08.00-16.00) dengan suhu

berkisar 30-320

C dibandingkan dengan penjemuran selama 2 hari yang hanya

mendapat intensitas panas selama 16 jam. Intensitas panas ini mempunyai

pengaruh perusakan terhadap jaringan sel dalam dinding kantung minyak dan

kandungan air dalam biji yang membuat minyak lebih banyak yang keluar.

Namun tingginya suhu dapat mengakibatkan minyak berwarna gelap karena

kandungan pigmen karotenoid di dalam minyak yang bersifat tidak stabil pada

suhu tinggi (Ketaren 1986). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama waktu

penjemuran mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap rendemen minyak

yang dihasilkan. Dengan demikian untuk aplikasinya disarankan untuk menjemur

biji minimal selama 2 hari, namun penjemuran selama 4 hari akan meningkatkan

rendemen dan kualitas minyak.

4.1.2 Pengaruh Pencacahan Biji Terhadap Rendemen Minyak

Ukuran biji yang semakin kecil diharapkan menghasilkan rendemen

minyak yang semakin besar. Hal ini dikarenakan saat pengepresan semakin kecil

ukuran biji, minyak yang terkandung di dalamnya akan semakin mudah keluar

sewaktu pengepresan sehingga rendemen minyak meningkat. Biji yang dijemur

selama 2 dan 4 hari dibedakan dalam dua bentuk ukuran ketika pengepresan yaitu

dicacah dan tidak dicacah. Hasil minyak yang dihasilkan dapat dilihat pada

Gambar 14.

Page 34: Biodiesel from Mahoni Seed

Gambar 14 Jumlah minyak yang dihasilkan dari perlakuan ukuran biji Keterangan: A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Pada penjemuran selama 2 hari dihasilkan jumlah rata-rata minyak dari

biji yang tidak dicacah (A1) sebesar 363,42 g (36,3%) sedangkan jumlah rata-rata

minyak dari biji yang dicacah (A2) sebesar 401,79 g (40,2%). Sementara pada

penjemuran selama 4 hari dihasilkan jumlah rata-rata minyak dari biji yang tidak

dicacah (B1) sebesar 430,79 g (43,1%) sedangkan jumlah rata-rata minyak dari

biji yang dicacah (B2) sebesar 432,99 g (43,3%).

Denovan (dalam Guenther 1990) menyatakan dinding sel minyak tidak

mudah pecah sehingga perlu adanya perlakuan khusus untuk merusak dinding sel

minyak agar menghasikan minyak dengan jumlah yang lebih banyak. Perlakuan

itu dapat berupa pencacahan atau perajangan yang bertujuan merusak jaringan sel

dalam dinding kantung minyak yang dibantu oleh tekanan sewaktu pengepresan

sehingga akan menghasilkan minyak yang lebih banyak (Guenther 1990). Hasil

rendemen minyak selama penjemuran 2 hari menunjukkan perlakuan pencacahan

memberikan rendemen minyak yang lebih banyak dibandingkan tanpa perlakuan

pencacahan dengan nilai masing-masing 40,2% dan 36,3%. Hasil serupa juga

didapat dari penjemuran selama 4 hari yang menunjukkan perlakuan pencacahan

memberikan rendemen minyak yang lebih banyak dibandingkan tanpa perlakuan

pencacahan dengan nilai masing-masing 43,3% dan 43,1%. Hal ini dapat

disebabkan karena pada proses penjemuran selama 2 hari memberikan

Page 35: Biodiesel from Mahoni Seed

pengeringan yang belum maksimal terhadap biji mahoni sehingga dengan adanya

perlakuan pencacahan membantu keluarnya minyak. Sementara penjemuran

selama 4 hari memberikan pengeringan yang telah maksimal sehingga perlakuan

pencacahan memberikan pengaruh yang tidak terlalu banyak terhadap rendemen

minyak yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama waktu

penjemuran dan perlakuan pencacahan biji mempunyai pengaruh yang tidak nyata

terhadap jumlah minyak yang dihasilkan

Bentuk alat pengepresan juga memberikan pengaruh terhadap rendemen

minyak yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan tempat penampungan biji yang

berbentuk tabung silindris dengan setengah bagian tabung yang dilubangi kecil-

kecil sebagai jalur minyak keluar ketika dipres, mengharuskan ukuran biji yang

semakin kecil sehingga ketika pengepresan minyak tidak terhalang keluar oleh

ukuran biji yang besar sehingga dapat keluar dengan maksimal. Hasil ini

menunjukkan bahwa perlakuan pencacahan memberikan pengaruh terhadap

rendemen minyak yang dihasilkan.

4.1.3 Kandungan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) Minyak Mahoni

FFA (asam lemak bebas) merupakan parameter yang penting dalam proses

pembuatan biodiesel untuk pemurnian minyak sehingga perlu diketahui kadar

FFA dalam minyak untuk menentukan tahap proses pembuatan biodiesel. Jika

kandungan FFA kurang dari 2% maka proses pembuatan biodiesel hanya melalui

tahap transesterifikasi, namun jika kandungan FFA lebih dari 2% maka

pembuatan biodiesel melalui 2 tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Hasil

pengujian kadar FFA terhadap sampel minyak mahoni didapatkan hasil seperti

yang tercantum pada Gambar 15.

Keterangan:

A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Gambar 15 Kadar FFA minyak mahoni

Page 36: Biodiesel from Mahoni Seed

Hasil pengujian kadar FFA menunjukkan bahwa semua sampel minyak

mahoni yaitu A1, A2, B1 dan B2 memiliki nilai asam lemak bebas (FFA) kurang

dari 2% maka minyak mahoni dapat langsung diteruskan ke proses

transesterifikasi tanpa melewati proses esterifikasi. Namun dapat dilihat hasil FFA

pada perlakuan pencacahan (A2 dan B2) lebih kecil dibandingkan dengan

perlakuan tanpa pencacahan (A1 dan B1). Hal ini dapat diakibatkan karena

perlakuan pencacahan biji akan membuat air yang terkandung dalam biji akan

semakin banyak yang menguap sehingga kadar air A2 dan B2 menjadi lebih

rendah. Kadar air yang rendah akan menyebabkan reaksi hidrolisis berjalan

lambat sehingga nilai FFA yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Uji lanjut

Duncan menunjukkan bahwa lama waktu penjemuran dan perlakuan pencacahan

biji mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai FFA yang dihasilkan.

4.2 Biodiesel Mahoni

4.2.1 Deguming

Setelah minyak didapatkan dari proses pengepresan biji kemudian

dilakukan proses deguming untuk memisahkan senyawa pengotor dalam minyak

yang berupa getah atau lendir maupun sisa-sisa ampas biji. Proses ini dilakukan

dengan cara penambahan asam fosfat ke dalam minyak lalu dipanaskan sehingga

akan membentuk senyawa fosfolipid yang lebih mudah terpisah dari minyak

setelah itu dilakukan pencucian terhadap minyak (Hambali 2007). Tabel 4

menunjukkan penurunan berat minyak setelah proses deguming.

Tabel 4 Proses Deguming

Sampel

Minyak

Minyak Deguming Persentase

Berat (g) Berat (g) Penurunan Berat (%)

A1 363.4 289.2 20.42

A2 401.8 320.4 20.26

B1 430.8 340.2 21.03

B2 433 368.5 14.90

Minyak mahoni setelah proses deguming mengalami kehilangan berat

berkisar antara 14,9-21,03%. Hal ini dapat disebabkan karena 2 faktor, yaitu

senyawa pengotor dan proses pencucian minyak. Senyawa pengotor yang terdapat

Page 37: Biodiesel from Mahoni Seed

dalam minyak sebenarnya memberikan kehilangan berat yang sedikit namun

proses pencucian merupakan faktor utama dalam kehilangan berat. Hal ini

dikarenakan banyaknya minyak yang teremulsi dengan air sehingga ketika proses

pemisahan banyak minyak yang ikut terbuang bersama air.

4.2.2 Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi

dari trigliserida (minyak nabati) menjadi metil ester, melalui reaksi dengan

alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Alkohol yang

digunakan adalah metanol sementara katalis yang digunakan adalah KOH.

Menurut Freedman (1984) nilai perbandingan yang terbaik atau rasio molar yang

digunakan antara metanol dan minyak adalah 6:1 karena dapat memberikan

konversi yang maksimum yaitu sebesar 98-99%. Minyak yang dikonversikan

menjadi biodiesel dipilih berdasarkan kriteria asam lamak bebas yang terbaik dari

masing-masing perlakuan yaitu A1 ulangan 2, A2 ulangan 1, B1 ulangan 2 dan B2

ulangan 1. Biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Proses Transesterifikasi

Gambar 16 Rendemen biodiesel

Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari minyak mahoni berkisar antara

73,51-95,34%, hasil ini masih belum memenuhi hasil dari Freedman (1984) yang

menyatakan dengan penggunaan rasio molar 6:1 akan memberikan konversi

yang maksimum yaitu sebesar 98-99%. Hal ini dapat diakibatkan dari kondisi

Sampel Minyak Mahoni Kadar FFA Biodiesel Rendemen

Berat Minyak (g) (%) (g) (%)

A1 275.19 0,36 262.37 95.34

A2 266.74 0,21 214.67 80.48

B1 307.58 0,38 226.11 73.51

B2 333.45 0,26 271.38 81.38

Page 38: Biodiesel from Mahoni Seed

minyak seperti kandungan air, kandungan asam lemak bebas dan kandungan zat

yang terlarut maupun tidak terlarut yang dapat mempengaruhi reaksi. Sementara

faktor eksternal yang mempengaruhi reaksi adalah suhu, waktu, rasio molar dan

konsentrasi katalis.

4.3 Kualitas Biodiesel Mahoni

4.3.1 Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang

terkandung dalam biodiesel. Ini ditunjukkan dalam mg KOH yang dibutuhkan

untuk menetralisasi 1 g asam lemak metil ester (Mittlebach & Remschmidt 2006).

Asam lemak bebas dapat dijadikan indikator kerusakan metil ester akibat oksidasi.

SNI-04-7182-2006 menyatakan bahwa batas standar nasional untuk nilai

maksimal bilangan asam adalah 0,8 mg KOH/g. Bilangan asam yang lebih besar

dari 0,8 mg KOH/g akan menyebabkan terbentuknya abu saat pembakaran,

deposit bahan bakar dan mengurangi umur pompa bahan bakar dan filter. Nilai

bilangan asam dari sampel biodiesel dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Bilangan asam biodiesel Keterangan: A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai dari bilangan asam semua

sampel biodiesel berada dibawah standar maksimal SNI-04-7182-2006 yaitu 0,8

mg KOH/g sehingga nilai bilangan asam dari biodiesel mahoni sesuai dengan

kriteria SNI-04-7182-2006. Hasil pengujian menunjukkan sampel biodiesel B1

dan B2 memberikan nilai bilangan asam yang terbaik yaitu masing-masing 0,25

mg KOH/g. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa hanya lama waktu

Page 39: Biodiesel from Mahoni Seed

penjemuran saja yang mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai bilangan

asam yang dihasilkan. Artinya penjemuran selama 4 hari memberikan nilai

bilangan asam yang lebih baik sesuai dengan nilai kadar FFA yang juga rendah

(Gambar 15).

4.3.2 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya KOH yang dibutuhkan

untuk menyabunkan minyak dan dinyatakan dalam mg KOH/g minyak. Bilangan

penyabunan ini berkaitan dengan besarnya massa molekul rata-rata minyak,

semakin besar molekul minyak maka nilai bilangan penyabunan semakin kecil.

Melalui kombinasi dengan analisa bilangan asam dan kandungan gliserol total,

maka bilangan penyabunan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menentukan

kadar ester di dalam biodiesel.

Gambar 18 Bilangan penyabunan biodiesel Keterangan: A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa nilai dari bilangan penyabunan

sampel biodiesel berkisar antara 187,79-199,09 mg KOH/g. Hasil pengujian

menunjukkan sampel biodiesel B2 memberikan hasil bilangan penyabunan yang

terbaik yaitu 199,09 mg KOH/g. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama

waktu penjemuran dan perlakuan pencacahan biji mempunyai pengaruh yang

tidak nyata terhadap nilai bilangan penyabunan yang dihasilkan.

Page 40: Biodiesel from Mahoni Seed

4.3.3 Gliserol Total

Kadar gliserol total menunjukkan banyaknya gliserol yang terkandung

dalam biodiesel baik berupa gliserol bebas, maupun terikat dalam bentuk mono-,

di-, dan trigliserida. Kandungan gliserol ini mempunyai kaitan yang erat dengan

viskositas dari biodiesel tersebut, semakin tinggi kadar gliserol totalnya maka

akan semakin tinggi pula viskositasnya (Mittlebach & Remschmidt 2006).

SNI-04-7182-2006 menyatakan bahwa batas standar nasional untuk nilai

maksimal gliserol total adalah 0,24%. Nilai gliserol total dari sampel biodiesel

dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Gliserol total biodiesel Keterangan: A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa nilai dari gliserol total semua sampel

biodiesel berada dibawah standar maksimal SNI-04-7182-2006 yaitu 0,24%

sehingga nilai gliserol total dari biodiesel mahoni sesuai dengan kriteria SNI-04-

7182-2006. Hasil pengujian menunjukkan sampel biodiesel A1 memberikan hasil

gliserol total yang terbaik yaitu 0,10%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

lama waktu penjemuran dan perlakuan pencacahan bji mempunyai pengaruh yang

nyata terhadap nilai gliserol total yang dihasilkan.

4.3.4 Kadar Ester Alkil

SNI-04-7182-2006 menyatakan bahwa batas standar nasional untuk nilai

minimal kadar ester alkil adalah 96,5%. Nilai kadar ester alkil dari sampel

biodiesel dapat dilihat pada Gambar 20.

Page 41: Biodiesel from Mahoni Seed

Gambar 20 Kadar ester alkil biodiesel Keterangan: A1 : Jemur 2 hari tanpa pencacahan.

A2 : Jemur 2 hari dengan pencacahan.

B1 : Jemur 4 hari tanpa pencacahan.

B2 : Jemur 4 hari dengan pencacahan.

Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai dari kadar ester alkil semua sampel

biodiesel berada diatas standar SNI-04-7182-2006 yaitu 96,5% sehingga nilai

kadar ester alkil dari biodiesel mahoni sesuai dengan kriteria SNI-04-7182-2006.

Hasil pengujian menunjukkan sampel biodiesel B2 memberikan hasil kadar ester

alkil yang terbaik yaitu sebesar 99,62%.

Page 42: Biodiesel from Mahoni Seed

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian menyatakan bahwa lama waktu penjemuran selama 2 dan 4

hari tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rendemen minyak

yang dihasilkan. Rata-rata rendemen minyak dari pengepresan biji yang

dijemur selama 2 hari didapatkan hasil 38,26% (382,61 g) sedangkan hasil

rata-rata rendemen minyak dari pengepresan biji yang dijemur selama 4 hari

yaitu 43,19% (431,89 g).

2. Perlakuan pencacahan biji juga mempunyai pengaruh yang tidak signifikan

terhadap rendemen minyak. Pada penjemuran selama 2 hari dihasilkan

rendemen rata-rata minyak dari biji yang tidak dicacah (A1) sebesar 36,34%

(363,42 g) sedangkan rendemen rata-rata minyak dari biji yang dicacah (A2)

sebesar 40,18% (401,79 g). Sementara pada penjemuran selama 4 hari

dihasilkan rendemen rata-rata minyak dari biji yang tidak dicacah (B1) sebesar

43,08% (430,79 g) sedangkan rendemen rata-rata minyak dari biji yang

dicacah (B2) sebesar 43,30% (432,99 g).

3. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari minyak mahoni berkisar antara

73,51-95,34%. Nilai bilangan asam dari biodiesel mahoni berkisar antara

0,25-0,33 mg KOH/g. Nilai dari bilangan penyabunan sampel biodiesel

berkisar antara 187,79-199,09 mg KOH/g. Nilai dari gliserol total semua

sampel biodiesel berkisar antara 0,10-0,12%. Nilai dari kadar ester alkil semua

sampel biodiesel berkisar antara 99,56-99,62%. Semua pengujian kualitas

biodiesel mahoni yaitu bilangan asam, gliserol total dan kadar ester

menunjukkan bahwa biodiesel mahoni telah sesuai dengan kriteria SNI-04-

7182-2006.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian terhadap bahan baku yang sudah tidak segar

dan tidak dikuliti.

Page 43: Biodiesel from Mahoni Seed

2. Perlu modifikasi proses transesterifikasi mengenai perbandingan molar,

katalis, suhu dan waktu reaksi yang digunakan sehingga rendemen

biodiesel yang dihasilkan lebih meningkat.

3. Perlu dilakukan uji parameter lain menurut SNI-04-7182-2006.

Page 44: Biodiesel from Mahoni Seed

DAFTAR PUSTAKA

Chakrabarty, M. M., Chowdhuri, D. K. 2007. The fatty acid composition of the

seed fat from Swietenia macrophylla. Journal of the American Oil Chemists'

Society 489-490, Volume 34, Number 10, October, 1957. Springer Berlin,

Heidelberg.

Fangrui, Ma., Milford, A., Hanna. 1999. Biodiesel Production : review. Jurnal

Bioresource Technology 70 1 – 5.

Freedman, B., Pryde.E.H., Mounts. T.L. 1984. Variables Affecting the Yields of

Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils. JAOCS, 61 : 1638-1643.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Diterjemahkan oleh Ketaren, S. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

.1990. Minyak Atsiri Jilid IV B. Diterjemahkan oleh

Ketaren, S. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hambali, Erliza. 2007. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta.

Joker, D. 2001. Informasi Singkat Benih Swietenia macrophylla King. Bandung:

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Mayhew, J.E. dan Newton, A.C. 1998. The Silviculture of Mahogany. Walling

Ford: CABI Publishing.

Mittelbach, M., Remschmidt, C. 2006. Biodiesel The Comprehensive Handbook.

Austria

Prihandana, R. dan Hendroko, R. 2008. Energi Hijau. Penebar Swadaya, Jakarta.

Zandy, A., Destianna, M., Nazef, Puspasari, S. ”Intensifikasi Proses Produksi

Biodiesel”, Karya Ilmiah, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam,

ITB, Bandung, 2007.

Page 45: Biodiesel from Mahoni Seed

Lampiran

Page 46: Biodiesel from Mahoni Seed

LAMPIRAN 1

METODE ANALISIS STANDAR

UNTUK ANGKA ASAM BIODIESEL ESTER AKIL

(FBI-A01-03)

Definisi

Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan angka asam biodiesel dengan proses

titrimetri. Angka asam adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-

asam bebas di dalam satu (1) gram contoh biodiesel; sekalipun terutama terdiri dari asam-asam

lemak bebas, sisa-sisa asam mineral, jika ada, juga akan tercakup di dalam angka asam yang

ditentukan dengan prosedur ini.

Lingkup

Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari

asam-asam lemak serta berwarna pucat.

Peralatan

01. Labu-labu Erlenmeyer - 250 atau 300 ml.

02. Buret mikro, 10 ml, dengan skala 0,02 atau 0,05 ml.

03. Neraca analitik dengan ketelitian ukur ± 0,05 gram atau lebih baik.

Larutan-larutan

1. Larutan 0,1 N kalium hidroksida di dalam etanol 95 %-v (atau jika tak tersedia etanol 95 %-v,

isopropanol kering/absolut). Refluks campuran 1,2 liter etanol 95 %-v (lihat Catatan

peringatan) dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet aluminium (atau aluminum foil) selama 1

jam dan kemudian langsung distilasikan; buang 50 ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1

liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. Larutkan 7 gram KOH

mutu reagen atau pro analisis ke dalam 1 liter alkohol distilat tersebut; biarkan selama 5 hari

untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke

dalam botol gelas coklat bertutup karet. Normalitas larutan ini harus diperiksa/distandarkan

setiap akan digunakan (lihat Catatan no.1).

2. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v.

3. Campuran pelarut yang terdiri atas 50 %-v dietil eter – 50 %-v etanol 95 %-v, atau 50 %-v

toluen – 50 %-v etanol 95 %-v atau 50 %-v toluen – 50 %-v isopropanol. (lihat Catatan

peringatan). Campuran pelarut ini harus dinetralkan dengan larutan KOH (larutan no. 1) dan

indikator fenolftalein (larutan no. 2, 0,3 ml per 100 ml campuran pelarut), sesaat sebelum

digunakan.

Page 47: Biodiesel from Mahoni Seed

Prosedur analisis

01. Timbang 19 – 21 ± 0,05 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer

250 ml.

02. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu Erlenmeyer

tersebut.

03. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu Erlenmeyer dengan larutan KOH dalam

alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada

campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan

paling sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan (V ml).

Perhitungan

Angka asam (Aa) = 56,1 x V x N mg KOH/g biodiesel

m

dengan :

V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi, ml.

N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol.

m = berat contoh biodiesel ester alkil, g.

Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang

koma).

Catatan peringatan

Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut

ini di dalam lemari asam.

Kalium hidroksida (KOH), seperti alkali-alkali lainnya, dapat membakar parah kulit, mata

dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk

menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng

gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja

dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet

basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur

dengan air; persiapkan sarana untuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur

sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan.

Dietil eter sangat mudah menguap dan terbakar serta dapat membentuk peroksida yang

eksplosif. Tangani dengan hati-hati.

Toluen sangat mudah terbakar dan merupakan sumber risiko kebakaran. Batas

eksplosifnya dalam udara adalah 1,27 – 7 %-v. Zat ini juga toksik jika termakan, terhisap

atau terabsorpsi oleh kulit. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 100

ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. Isopropanol

(atau isopropil alkohol atau propanol-2) adalah zat mudah terbakar. Batas eksplosifnya di

Page 48: Biodiesel from Mahoni Seed

dalam udara adalah 2 – 12 %-v. Zat ini toksik jika termakan dan terhisap. Angka ambang

kehadirannya di udara tempat kerja adalah 400 ppm-v.

Catatan bernomor

1. Standarisasi (penentuan normalitas) larutan KOH dalam alkohol (≈ 0,1 N).

Prosedur A : dengan kalium hidrogen ftalat.

Timbang seksama kira-kira 100 mg kalium hidrogen ftalat kering (KHC8H

4O

4) dan

larutkan dalam sebuah gelas piala ke dalam 100 ml akuades.

Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein.

Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan.

Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan

permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas

piala tersebut.

Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik

akhir berjangkitnya warna merah jambu.

Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH

, ml) dan hitung

normalitasnya (N) dengan formula

N = WKHF

( VKOH

x 204,21)

Dengan WKHF

= berat kalium hidrogen ftalat yang ditimbang di atas, mg,

204,21 = berat molekul kalium hidrogen ftalat.

Prosedur B : dengan HCl.

Pipet persis 5 ml larutan HCl 0,1 ± 0,0005 N ke dalam sebuah gelas piala yang berisi 100 ml

akuades. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein. Isi buret dengan larutan KOH dalam

alkohol yang akan distandarkan. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung

buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam

cairan dalam gelas piala tersebut. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH

beralkohol sampai ke titik akhir berjangkitnya warna merah jambu. Catat volume larutan KOH

dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH

ml) dan hitung normalitasnya (N) dengan formula

N = 5 x NHCl

VKOH

dengan NHCl

= normalitas eksak (sampai 4 angka di belakang koma) larutan HCl.

Page 49: Biodiesel from Mahoni Seed

LAMPIRAN 2

METODE ANALISIS STANDAR

UNTUK KADAR GLISEROL TOTAL, BEBAS, DAN TERIKAT DI DALAM BIODIESEL

ESTER ALKIL : METODE IODOMETRI – ASAM PERIODAT

(FBI-A02-03)

Definisi

Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total, gliserol bebas,

dan gliserol terikat di dalam biodiesel ester alkil. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh

yang dianalisis, gliserol total setelah contoh-nya disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih

antara gliserol total dengan gliserol bebas.

Lingkup

Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari asam-

asam lemak.

Peralatan

01. Buret – 50 ml, telah dikalibrasi dengan baik.

02. Pembesar meniskus yang memungkinkan pembacaan buret sampai skala 0,01 ml.

03. Labu takar 1 liter bertutup gelas.

04. Pipet-pipet volumetrik 5, 10 dan 100 ml yang sudah dikalibrasi dengan baik.

05. Gelas-gelas piala 400 ml, masing-masing dengan kaca arloji/masir untuk penutupnya.

06. Motor listrik berputaran variabel untuk pengadukan, dengan batang pengaduk gelas.

07. Gelas-gelas ukur 100 dan 1000 ml.

08. Labu-labu Erlenmeyer 250 dan 300 ml, serta kondensor berpendingin udara dengan panjang 65

cm. Labu-labu dan kondensor harus memiliki sambungan asah N/S 24/40.

Reagen-reagen

1. Asam periodat (HIO4.2H

2O) mutu reagen atau p. a. (lihat Catatan peringatan).

2. Natrium tiosulfat (Na2S

2O

3.5H

2O) – mutu reagen.

3. Kalium iodida (KI) – mutu reagen.

4. Asam asetat glasial – mutu reagen, 99,5 %-b (lihat Catatan peringatan).

5. Larutan pati – dibuat seperti diuraikan dalam bagian “Larutan-larutan” dan diuji kepekaannya

sebagai berikut : Masukkan 5 ml larutan pati ke dalam 100 ml akuades dan tambahkan 0,05

ml larutan 0,1 N KI yang masih segar (baru dibuat) serta satu tetes larutan khlor (dibuat

dengan mengencerkan 1 ml larutan natrium hipokhlorit [NaOCl] 5 %-b, yang tersedia di

perdagangan, menjadi 1000 ml). Larutan harus menjadi berwarna biru pekat dan bisa

dilunturkan dengan penambahan 0,05 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N.

Page 50: Biodiesel from Mahoni Seed

6. Khloroform (CHCl3) – mutu reagen (lihat Catatan peringatan). Uji blanko dengan asam

periodat dengan dan tanpa khloroform harus tidak berbeda lebih dari 0,5 ml; jika tidak,

khloroform harus diganti dengan pasokan baru.

7. Kalium dikhromat – mutu reagen. Sebelum digunakan harus digerus halus dan dikeringkan

pada 105 – 110 o

C sampai berberat konstan.

8. Asam khlorida (HCl) – mutu reagen, pekat, berat jenis 1,19 (lihat Catatan per-ingatan).

9. Kalium hidroksida (KOH) – pelet-pelet bermutu reagen (lihat Catatan peringatan).

10. Etanol (etil alkohol) 95 %-v – mutu reagen (lihat Catatan peringatan).

Larutan-larutan

1. Larutan asam periodat. Larutkan 5,4 gram asam periodat ke dalam 100 ml akuades dan

kemudian tambahkan 1900 ml asam asetat glasial. Campurkan baik-baik. Simpan larutan di

dalam botol bertutup gelas yang berwarna gelap atau, jika botol berwarna terang, taruh di

tempat gelap. Perhatian – Hanya botol bertutup gelas yang boleh dipakai. Tutup gabus atau

karet sama sekali tak boleh dipergunakan.

2. Larutan natrium tiosulfat 0,01 N. – Dibuat dengan melarutkan 2,48 gram Na2S

2O

3.5H

2O ke

dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter. Larutan ini harus distandarkan sebagai

berikut : Pipet 5 ml larutan kalium dikhromat standar (lihat no. 5 di bawah) ke dalam gelas

piala 400 ml. Tambahkan 1 ml HCl pekat, 2 ml larutan KI (lihat no. 3 di bawah) dan aduk

baik-baik dengan batang pengaduk atau pengaduk magnetik. Kemudian, biarkan tak teraduk

selama 5 menit dan selanjutnya tambahkan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan natrium

tiosulfat sambil terus diaduk, sampai warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1 – 2 ml larutan

pati dan teruskan titrasi pelahan-lahan sampai warna biru persis sirna. Maka :

Normalitas larutan Na2 S2 O3 = V K2 Cr2 O7 x N K2 Cr2 O7

Ml lar. Na2 S2 O3 yang dihabiskan pada titrasi

3. Larutan kalium iodida (KI) – dibuat dengan melarutkan 150 gram KI ke dalam akuades, disusul

dengan pengenceran hingga bervolume 1 liter. Larutan ini tak boleh kena cahaya.

4. Larutan indikator pati – dibuat dengan membuat pasta homogen 10 gram pati larut (lihat Catatan

no. 1) di dalam akuades dingin. Tambahkan pasta ini ke 1 liter akudes yang sedang mendidih

kuat, aduk cepat-cepat selama beberapa detik dan kemudian dinginkan. Asam salisilat (1,25

g/l) boleh dibubuhkan untuk mengawetkan patinya. Jika sedang tak digunakan, larutan ini

harus disimpan di dalam ruang bertemperatur 4 – 10 o

C. Larutan indikator yang baru harus

dibuat jika titik akhir titrasi tidak lagi tajam, atau jika larutan indikator pati gagal dalam uji

kepekaan yang telah diuraikan pada no. 5 dalam bagian “Reagen-reagen”.

Page 51: Biodiesel from Mahoni Seed

5. Larutan standar 0,1 N kalium dikhromat – dibuat dengan melarutkan 4,9035 gram kalium

dikhromat kering dan tergerus halus ke dalam akuades di dalam labu takar 1 liter dan kemudian

mengencerkannya sampai garis batas-takar pada 25 o

C.

6. Larutan KOH alkoholik – dibuat dengan melarutkan 40 gram KOH dalam 1 liter etanol 95 %-v.

Jika ternyata agak keruh, saring larutan sebelum digunakan.

Prosedur analisis kadar gliserol total

01. Timbang 9,9 – 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu

Erlenmeyer.

02. Tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, sambungkan labu dengan kondensor berpendingin

udara dan didihkan isi labu pelahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester.

03. Tambahkan 91 ± 0,2 ml khloroform (lihat Catatan peringatan) dari sebuah buret ke dalam labu

takar 1 liter. Kemudian tambahkan 25 ml asam asetat glasial (lihat Catatan no. 2) dengan

menggunakan gelas ukur.

04. Singkirkan labu saponifikasi dari pelat pemanas atau bak kukus, bilas dinding dalam

kondensor dengan sedikit akuades. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu saponifikasi

secara kuantitatif ke dalam labu takar pada no. 03 dengan menggunakan 500 ml akuades

sebagai pembilas.

05. Tutup rapat labu takar dan kocok isinya kuat-kuat selama 30 – 60 detik.

06. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan

baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim,

biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.

07. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500 ml

dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml akuades (sebagai pengganti

larutan asam periodat).

08. Pipet 100 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah no. 06 ke dalam gelas piala berisi

larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur

baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit

(lihat Catatan no. 2). Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring

dahulu sebelum pemipetan dilakukan.

09. Tambahkan 3 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan

selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan

tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan

langsung sinar matahari.

10. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui

normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini

tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru

kompleks iodium – pati persis sirna.

Page 52: Biodiesel from Mahoni Seed

11. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus.

12. Ulangi langkah 08 s/d 11 untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo.

13. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah 09 s/d 11 pada dua gelas piala berisi

larutan blanko (yaitu akuades) tersebut pada no. 07.

Prosedur analisis kadar gliserol bebas

a. Timbang 9,9 – 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil dalam sebuah botol timbang.

b. Bilas contoh ini ke dalam labu takar 1 liter dengan menggunakan 91 ± 0,2 ml khloroform (lihat

Catatan peringatan) yang diukur dengan buret.

c. Tambahkan kira-kira 500 ml akuades, tutup rapat labu dan kemudian kocok kuat-kuat selama 30

– 60 detik.

d. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan

baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan

tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.

e. Pipet masing-masing 2 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500 ml

dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 100 ml akuades (sebagai pengganti

larutan asam periodat).

f. Pipet 300 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah (d) ke dalam gelas piala berisi

larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur

baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit (lihat

Catatan no. 2). Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu

sebelum pemipetan dilakukan.

g. Tambahkan 2 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan

selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan tempatkan

gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar

matahari.

h. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui

normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini

tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru

kompleks iodium – pati persis sirna.

i. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus.

j. Ulangi langkah (f) s/d (i) untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo.

k. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah (g) s/d (i) pada dua gelas piala berisi

larutan blanko (yaitu akuades) tersebut pada (e).

Page 53: Biodiesel from Mahoni Seed

Perhitungan

1. Hitung kadar gliserol total (Gttl

, %-b) dengan rumus :

Gttl

(%-b) = 2.302 (B − C) x N

W

dengan :

C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.

B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.

N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat.

W = berat sampel a x mL sampel b

900

a Dari prosedur untuk total gliserol, 1

b Dari prosedur untuk total gliserol, 8

2. Kadar gliserol bebas (Gbbs

, %-b) dihitung dengan rumus yang serupa dengan di atas, tetapi

menggunakan nilai-nilai yang diperoleh pada pelaksanaan prosedur analisis kadar gliserol

bebas.

3. Kadar gliserol terikat (Gikt

, %-b) adalah selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol

bebas : Gikt

= Gttl

- Gbbs

Catatan peringatan

Asam periodat adalah oksidator dan berbahaya jika berkontak dengan bahan-bahan

organik. Zat ini menimbulkan iritasi kuat dan terdekomposisi pada 130 o

C. Jangan

gunakan tutup gabus atau karet pada botol-botol penyimpannya.

Khloroform diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap dan memiliki daya

bius. Cegah jangan sampai khloroform bertkontak dengan kulit. Manusia yang sengaja

atau tak sengaja menghisap atau meneguknya secara berkepanjangan dapat mengalami

kerusakan lever dan ginjal yang fatal. Zat ini tidak mudah menyala, tetapi akan terbakar

juga bila terus-terusan terkena nyala api atau berada pada temperatur tinggi, serta

menghasilkan fosgen (bahan kimia berbahaya) jika terpanaskan sampai temperatur

dekomposisinya. Khloroform dapat bereaksi eksplosif dengan aluminium, kalium, litium,

magnesium, natrium, disilan, N2O

4, dan campuran natrium hidroksida dengan metanol.

Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v. Karena ini,

penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam.

Asam khlorida (HCl) pekat adalah asam kuat dan akan menyebabkan kulit terbakar.

Uapnya menyebabkan peracunan jika terhirup dan terhisap serta menimbulkan iritasi kuat

pada mata dan kulit. Jas dan sarung tangan pelindung harus dipakai ketika bekerja dengan

asam ini. Penanganannya disarankan dilakukan dalam lemari asam yang beroperasi

Page 54: Biodiesel from Mahoni Seed

dengan benar. Pada pengenceran, asam harus selalu yang ditambahkan ke air/akuades dan

bukan sebaliknya.

Asam asetat murni (glasial) adalah zat yang cukup toksik jika terhisap atau terminum. Zat

ini menimbulkan iritasi kuat pada kulit dan jaringan tubuh. Angka ambang kehadirannya

di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v.

Kalium hidroksida (KOH), seperti alkali-alkali lainnya, dapat membakar parah kulit, mata

dan saluran pernafasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk

menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng

gas untuk melindungi saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja

dengan bahan-bahan sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet

basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur

dengan air; persiapkan sarana untuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur

sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan.

Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut

ini di dalam lemari asam.

Catatan bernomor

1. Yang disarankan untuk digunakan adalah “pati kentang untuk iodometri”, karena pati ini

menimbulkan warna biru pekat jika berada bersama ion iodonium. “Pati larut” saja tak

disarankan karena bisa tak membangkitkan warna biru pekat yang konsisten ketika berkontak

dengan ion iodonium. Reagen-reagen berikut diketahui cocok : “Soluble starch for iodometry”,

Fisher S516-100; “Soluble potato starch, Sigma S-2630; “Soluble potato starch for iodometry”,

J.T. Baker 4006-04.

2. Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contoh-contoh dan pentitrasiannya

tak boleh lebih dari 1,5 jam.

Page 55: Biodiesel from Mahoni Seed

LAMPIRAN 3

METODE ANALISIS STANDAR

UNTUK ANGKA PENYABUNAN DAN KADAR ESTER BIODIESEL ESTER ALKIL

(FBI-A03-03)

Definisi

Prosedur pengujian ini untuk menentukan angka penyabunan biodiesel ester alkil dengan

proses titrimetri. Angka penyabunan adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk

menyabunkan satu (1) gram contoh biodiesel. Melalui kombinasi dengan hasil-hasil analisis angka

asam (FBI-A01-03) dan gliserol total (FBI-A02-03), angka penyabunan yang diperoleh dengan

metode standar ini dapat dipergunakan untuk menentukan kadar ester di dalam biodiesel ester

alkil.

Lingkup

Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari

asam-asam lemak serta berwarna pucat.

Peralatan

1. Labu-labu Erlenmeyer tahan alkali (basa) - 250 atau 300 ml, masing-masing berleher

sambungan asah N/S 24/40.

2. Kondensor berpendingin udara berpanjang minimum 65 cm dan ujung bawahnya

bersambungan asah N/S 24/40 hingga cocok dengan labu Erlenmeyer.

3. Bak pemanas air atau pelat pemanas yang temperatur atau laju pemanasannya dapat

dikendalikan.

4. Labu distilasi 2 liter yang mulutnya berupa sambungan asah N/S 24/40 dan lengkap dengan

kondensor berpendingin air, untuk merefluks dan mendistilasi etanol 95 %-v seperti

ditunjukkan pada no. 2 dalam bagian “Reagen-reagen” di bawah ini.

Regen-reagen

1. Asam khlorida 0,5 N yang sudah terstandarkan (normalitas eksaknya diketahui).

2. Larutan kalium hidroksida (lihat Catatan peringatan) di dalam etanol 95 %-v. Refluks campuran

1,2 liter etanol 95 %-v (lihat Catatan peringatan) dengan 10 gram KOH dan 6 gram pelet

aluminium (atau aluminium foil) selama 1 jam dan kemudian langsung distilasikan; buang 50

ml distilat awal dan selanjutnya tampung 1 liter alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih

bertutup gelas. Larutkan 40 gram KOH berkarbonat rendah ke dalam 1 liter alkohol distilat

tersebut sambil didinginkan (sebaiknya di bawah 15 o

C); biarkan selama 5 hari untuk

mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasikan larutan jernihnya ke dalam

botol gelas coklat bertutup karet.

3. Larutan indikator fenolftalein. 10 gram fenolftalein dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95 %-v.

Page 56: Biodiesel from Mahoni Seed

Prosedur analisis

01. Timbang 4 – 5 ± 0,005 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer 250

ml. Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan

secara alami.

02. Siapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh biodiesel.

Langkah-langkah analisisnya persis sama dengan yang tertulis untuk di dalam “prosedur

analisis” ini, tetapi tidak mengikut-sertakan contoh biodiesel.

03. Sambungkan labu Erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan pelahan

tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1

jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak,

perpanjang waktu penyabunannya.

04. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli),

bilas dinding-dalam kondensor dengan sejumlah kecil akuades. Lepaskan kondfensor dari

labu, tambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan titrasi isi labu dengan

HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Catat volume asam khlorida 0,5 N yang

dihabiskan dalam titrasi.

Perhitungan

Angka penyabunan (As) = 56,1(B – C) x N mg KOH/g biodiesel

m

dengan :

B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko, ml.

C = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh, ml.

N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N.

m = berat contoh biodiesel ester alkil, g.

Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua

angka di belakang koma).

Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut :

Kadar ester (%-b) = 100 (As - A

a - 4,57 G

ttl)

As

dengan :

As = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel.

Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel.

Gttl

= kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b.

Page 57: Biodiesel from Mahoni Seed

Catatan peringatan

Kalium hidroksida (KOH) dapat membakar parah kulit, mata dan saluran pernafasan.

Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan

alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi

saluran pernafasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan

sangat basa seperti kalium hidroksida, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades

dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air.

Etanol (etil alkohol) adalah mudah terbakar. Lakukan pemanasan atau penguapan pelarut

ini di dalam lemari asam.

Page 58: Biodiesel from Mahoni Seed

Lampiran 8. Uji Statistik Anova dan Lanjut Duncan

PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP BILANGAN ASAM

The SAS System 18:45 Sunday, November 16, 2009 1

Analysis of Variance Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

UL 2 1 2

HARI 2 a b

PRLKN 2 x y

Number of observations in data set = 8

The SAS System 18:45 Sunday, November 16, 2009 2

Analysis of Variance Procedure

Dependent Variable: ASAM

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 0.01059144 0.00353048 23.16 0.0055 Error 4 0.00060971 0.00015243

Corrected Total 7 0.01120115

R-Square C.V. Root MSE ASAM Mean

0.945568 4.370108 0.01234610 0.28251250

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

HARI 1 0.01033203 0.01033203 67.78 0.0012 PRLKN 1 0.00012246 0.00012246 0.80 0.4207

HARI*PRLKN 1 0.00013695 0.00013695 0.90 0.3969

The SAS System 18:45 Sunday, November 16, 2009 3

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: ASAM

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000152

Number of Means 2

Critical Range .02424

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N HARI

A 0.318450 4 a

B 0.246575 4 b

The SAS System 18:45 Sunday, November 16, 2009 7

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: ASAM

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000152

Number of Means 2 3 4 Critical Range .03428 .03503 .03521

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N KOMB

A 0.32650 2 ay

A

A 0.31040 2 ax

Page 59: Biodiesel from Mahoni Seed

B 0.24680 2 bx B

B 0.24635 2 by

PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP GLISEROL TOTAL

The SAS System 18:23 Sunday, November 16, 2009 1

Analysis of Variance Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

UL 2 1 2

HARI 2 a b PRLKN 2 x y

Number of observations in data set = 8

The SAS System 18:23 Sunday, November 16, 2009 2

Analysis of Variance Procedure

Dependent Variable: GTTL

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 0.00045000 0.00015000 6.00 0.0581

Error 4 0.00010000 0.00002500 Corrected Total 7 0.00055000

R-Square C.V. Root MSE GTTL Mean 0.818182 4.444444 0.00500000 0.11250000

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F HARI 1 0.00020000 0.00020000 8.00 0.0474

PRLKN 1 0.00005000 0.00005000 2.00 0.2302

HARI*PRLKN 1 0.00020000 0.00020000 8.00 0.0474

The SAS System 18:23 Sunday, November 16, 2009 3

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: GTTL

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000025

Number of Means 2

Critical Range .009816

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N HARI

A 0.117500 4 b

B 0.107500 4 a

The SAS System 18:23 Sunday, November 16, 2009 7

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: GTTL

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000025

Number of Means 2 3 4

Critical Range .01388 .01419 .01426

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N KOMB

A 0.125000 2 bx

Page 60: Biodiesel from Mahoni Seed

B 0.110000 2 ay B

B 0.110000 2 by

B B 0.105000 2 ax

PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP KADAR ESTER

The SAS System 18:30 Sunday, November 16, 2009 1

Analysis of Variance Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

UL 2 1 2

HARI 2 a b

PRLKN 2 x y

Number of observations in data set = 8

The SAS System 18:30 Sunday, November 16, 2009 2

Analysis of Variance Procedure

Dependent Variable: ESTER

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 0.00517767 0.00172589 11.73 0.0188 Error 4 0.00058841 0.00014710

Corrected Total 7 0.00576608

R-Square C.V. Root MSE ESTER Mean

0.897953 0.012179 0.01212858 99.58267500

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

HARI 1 0.00095048 0.00095048 6.46 0.0639

PRLKN 1 0.00085698 0.00085698 5.83 0.0733 HARI*PRLKN 1 0.00337020 0.00337020 22.91 0.0087

The SAS System 18:30 Sunday, November 16, 2009 3

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: ESTER

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000147

Number of Means 2

Critical Range .02381

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N HARI

A 99.593575 4 b

A A 99.571775 4 a

The SAS System 18:30 Sunday, November 16, 2009 7

Analysis of Variance Procedure

Duncan's Multiple Range Test for variable: ESTER

NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate

Alpha= 0.05 df= 4 MSE= 0.000147

Number of Means 2 3 4 Critical Range .03367 .03441 .03459

Means with the same letter are not significantly different.

Page 61: Biodiesel from Mahoni Seed

Duncan Grouping Mean N KOMB

A 99.62445 2 by

B 99.58195 2 ax

B

B 99.56270 2 bx B

B 99.56160 2 ay