biodiesel nyamplung
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam terbarui
dan tidak terbarui. Di Indonesia bahan bakar minyak yang berasal dari sumber
daya alam tak terbarui menjadi sumber energi utama. Penggunaan sumber daya
alam tidak terbarui secara terus menerus akan mengakibatkan menipisnya
cadangan minyak bumi yang sudah diketahui, kenaikan atau ketidakstabilan harga
akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak dan polusi gas
rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Persentase konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia merupakan yang
terbesar dan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1990 konsumsi bahan
bakar minyak (BBM) sebesar 169.168 Setara Barel Minyak (SBM), angka ini
adalah 40, 2% dari total konsumsi energi final. Sepuluh tahun kemudian pada
tahun 2000, konsumsi BBM di Indonesia meningkat menjadi 304.142 SBM,
angka ini adalah 47, 4 % dari total energi final. Dengan demikian terjadi
peningkatan yang cukup signifikan dalam konsumsi BBM di Indonesia. Jika hal
ini dibiarkan berlangsung secara terus menerus krisis energi di Indonesia tidak
dapat dihindari lagi.
Menurut Agus Syarif Hidayat (2005:2), selain angka konsumsi BBM yang
tinggi, kecenderungan impor bahan bakar minyak di Indonesia juga terus
meningkat. Pada tahun 1992 pemakaian BBM sebagai energi final sebesar
201.577 SBM sedangkan kilang minyak dalam negeri hanya mampu memasok
sekitar 167.944 SBM, sehingga harus mengimpor sekitar 33.633 SBM. Angka
impor BBM ini terus meningkat hingga mencapai 107.935 SBM pada tahun 2003
atau sekitar 32,75% dari total konsumsi BBM dalam negeri. Jika hal ini tetap
berlangsung, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi negara pengimpor minyak
sepenuhnya.
Sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memproduksi
energi alternatif sebagai pengganti BBM. Indonesia memiliki bahan baku yang
melimpah untuk membuat sumber energi alternatif yang berasal dari sumber daya
alam terbarukan berupa tumbuh-tumbuhan.
Selama ini tumbuhan yang dinilai dapat menghasilkan sumber energi
alternatif adalah kelapa sawit. Namun kelapa sawit tergolong tumbuhan pangan,
sehingga harga kelapa sawit akan terpengaruh permintaan di sektor pangan. Oleh
karena itu, bahan baku sumber energi alternatif sebaiknya berasal dari sektor
nonpangan misalnya nyamplung.
Nyamplung merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepenjang pantai
di seluruh Indonesia. Tanaman nyamplung atau nama latinnya Calophyllum
inophyllum L. merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dan Pantai
India tetapi banyak tumbuh di daerah tropis khususnya di negara kepulauan
sekitar Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Tanaman nyamplung termasuk ke
dalam famili mangosteen seperti halnya tanaman manggis.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui manfaat nyamplung
sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk
mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam
lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung,
biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak
bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar
diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan
bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan
bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang
ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan
kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) termasuk dalam marga
Callophylum. Nyamplung berbuah sepanjang tahun dan mempunyai sebaran yang
cukup luas di dunia mulai dari Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan
Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, hingga Amerika Selatan. Di
Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi,
Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua. Nyamplung sudah dikenal
masyarakat sejak dahulu karena kayunya dapat bermanfaat sebagai bahan
bangunan dan bahan baku meubelair. Banyak masyarakat tahu jika buah dari
nyamplung dapat bermanfaat bagi kesehatan tetapi tidak banyak yang tahu jika
buah nyamplung dapat menghasilkan minyak (Biofuel) yang kadar oktannya
cukup tinggi. Minyak nyamplung dapat digunakan sebagai bahan bakar sehingga
saat ini marak dilakukan penelitian mengenai minyak dari biji nyamplung.
Keunggulan biodiesel dari nyamplung adalah rendemen minyak nyamplung
tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain yaitu 40-73% sedangkan jarak
pagar 40-60% dan sawit 46-54 %. Adanya penelitian mengenai biji nyamplung
sebagai bahan baku biodiesel dapat meningkatkan nilai jual dari jenis ini.
III. PEMBAHASAN
Nyamplung merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepenjang pantai
di seluruh Indonesia. Tanaman nyamplung atau nama latinnya Calophyllum
inophyllum L. merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dan Pantai
India tetapi banyak tumbuh di daerah tropis khususnya di negara kepulauan
sekitar Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Tanaman nyamplung termasuk ke
dalam famili mangosteen seperti halnya tanaman manggis.
Beberapa nama daerah dari tanaman nyamplung adalah Sumatrera : Eyobe
(Enggano), Punaga (Minangkabau), Penago (Lampung), Nyamplung (Melayu),
Jawa: Nyamplung (Jawa Tengah), Nyamplung (Sunda), Camplong (Madura),
Bali: Camplong (Bali), Nusa Tenggara: Mantan )Bima), Camplong (Timor),
Sulawesi: Dingkalreng (Sangir), Dongkalan (Mongondow), Dunggala
(Gorontalo), Ilambe (Buol), Punaga (Makassar), Pude (Bugis), Maluku: Hatan
(Ambon), Fitako (Ternate). Nama di Negara lain adalah Alexandrian laurel,
Borneo mahagony (Inggris), Palomaria dela Playa, Pamitaogen, bintaog
(Philipina), Kathing (Thailand), Mu-u, cong (Vietnam), Penaga (Sabah), Penaga
Laut (Malaysia). Mentangor, bakokol (Serawak).
Pohon nyamplung adalah tumbuhan berukuran medium dengan tinggi
pohon bisa mencapai 8-20 meter bahkan ada yang mencapai 30-35 meter. Tinggi
batang bebas cabang mencapai 21 meter dengan diameter mencapai 0.8 meter.
Batang pohon berwarna abu-abu hingga putih dengan percabangan mendatar.
Akar tunggang, bulat dan coklat (Martawijaya et al, 2005)
Daun nyamplung merupakan daun tunggal, berbentuk oval dengan ujung
meruncing, tebal dan berwarna hijau tua mengkilap serta tidak berbulu. Bunga
nyamplung biasanya muncul diketiak, umumnya tidak bercabang tetapi kadang-
kadang bercabang yang terdiri dari 3 bunga pada setiap cabangnya, Bunga
nyamplung berwarna putih dengan diameter 2 cm, jumlah kelopak empat buah,
memiliki benang sari banyak, tangkai putik membengkok, kepala putik bentuk
perisai (Friday and Okano, 2006).
Buah nyamplung berbentuk seperti peluru dengan ujung berbentuk lancip
dengan panjang 25-50 mm. Kulit luar buah berwarna hijau selama masih
bergantung di pohon dan berubah menjadi kekuningan atau kecoklatan setelah
matang. Daging buah tipis dan lambat laun akan menjadi keriput, rapuh dan
mengelupas dimana di dalamnya terdapat sebuah inti berwarna kuning terutama
jika sudah dijemur (Heyne, 1987). Biji nyamplung berukuran cukup besar
dengan ukuran diameter 2-4 cm. Biji nyamplung dapat diperoleh dengan
membersihkan kulit dan sabut dari biji nyamplung. Dalam setiap 1 kg terdapat
100-200 biji nyamplung (Friday and Okano, 2006). Morfologi tanaman
nyamplung (pohon, kulit, bunga, buah dan biji) dapat di lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Tanaman Nyamplung
Tanaman nyamplung umumnya tumbuh di daerah pantai ataupun hutan
dataran rendah. Namun demikian tanaman ini juga dapat tumbuh dengan baik di
daerah dengan ketinggian sedang. Tanaman ini memiliki toleransi yang tinggi
terhadap berbagai jenis tanah, pasir, lumpur maupun tanah yang telah mengalami
degradasi. Sedangkan menurut Martawijaya et al. (1981), tanaman nyamplung
tumbuh di hutan tropis dengan curah hujan A dan B pada tanah berawa dekat
pantai sampai pada tanah kering berbukit-bukit pada ketinggian 800 m dari
permukaan laut. Kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman nyamplung dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Lingkungan untuk Pertumbuhan Nyamplung
No Parameter Kondisi yang sesuai
1 Iklim Suhu sedang sampai basah dan tidak cocok
pada kondisi sangat dingin
- Ketinggian 0-800 m dpl
- Curah hujan 1000-5000 mm
- Lama musim kering 5 bulan
- Suhu maksimum 370 C
- Suhu minimum 120 C
- Suhu rata-rata 330 C
2 Tanah Tumbuh baik pada tanah berpasir dengan
hujan yang cukup tetapi toleran terhadap
tanah lempung (clay), tanah berbatu (rocky
soil), tanah yang dangkal (shallow) dan
tanah asin (saline soil)
- Tekstur tanah Toleran pada tanah berpasir, sandy loams
dan sandy clay loams
- Drainase tanah Toleran pada drainase buruk
- Keasaman pH 4,0-7,4
3 Toleransi kondisi ekstrim Merupakan pohon keras yang tumbuh di
daerah pantai, toleran terhadap air garam,
angin dan kekeringan
- Kekeringan Toleran terhadap kemarau selama 5 bulan
- Sinar matahari Lebih cocok pada daerah dengan sinar
matahari penuh dan dapat tumbuh baik
pada daerah teduh
- Pembekuan Tidak toleran terhadap kondisi beku
- Waterlogging Toleran terhadap kondisi dikelilingi air
Sumber : Friday and Okano( 2006)
Tanaman nyamplung dapat diperbanyak secara alami dengan
menggunakan biji. Biji yang akan digunakan untuk perbanyakan tanaman harus
disiapkan 6 bulan sebelum penanaman. Biji yang berjatuhan dikumpulkan dari
sekitar pohon nyamplung yang berbuah dua kali dalam setahun. Selanjutnya
buah tersebut disimpan dan dibuang sabutnya. Proses germinasi dapat dipercepat
dengan merendam biji nyamplung selama 24 jam untuk menghilangkan kulit biji
kemudian kulit biji dipecahkan dengan bantuan palu agar proses germinasi lebih
cepat. Proses germinasi umumnya berlangsung selama 57 hari bila biji tidak
dipecahkan dan selama 38 hari bila sudah dipecahkan lebih dahulu. Proses
germinasi harus berada di tempat yang diberi naungan . Setelah 20-24 minggu
setelah germinasi, tanaman nyamplung siap dipindahkan dan ditanam di lapang.
Media yang digunakan untuk proses pembibitan (Gambar 2) adalah media apa
saja yang memiliki kemampuan drainase yang baik.
Gambar 2. Bibit nyamplung pada berbagai tingkat umur
Pohon nyamplung yang sudah besar dapat di potong dahan dan rantingnya
dan akan tumbuh kembali. Pada awal pertumbuhannya, pohon nyamplung akan
tumbuh dengan cepat mencapai satu meter per tahunnya, namun setelah berbunga
pertumbuhannya akan melambat.
Pola Penyebaran Tanaman Nyamplung di Indonesia dan Potensinya
Tanaman nyamplung mempunyai sebaran yang cukup luas di Indonesia,
mulai dari Sumatra (Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung),
Jawa (sepanjang pantai selatan terutama di Kabupaten Cilacap, Purworejo dan
Kebumen), Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), Sulawesi,
Maluku, Nusa Tenggara Timur sampai Papua. Menurut Dephut (2008) hasil
penafsiran dari Citra Satelit Landsat7 ETM+tahun 2003 tegakan alami tanaman
Nyamplung mencapai luas 480.000 ha (60 % berada dalam kawasan hutan).
Tanaman nyamplung saat ini masih merupakan tanaman alami dan bukan
hasil budidaya. Satu-satunya hutan nyamplung yang dikelola dengan profesional
ada di Perum Perhutani Unit I KPH Kedua Selatan Jawa Tengah yang luas
pertanaman nyamplung mencapai 196 hektare. Pada tahun 2009 ini, luas hutan
nyamplung akan ditingkatkan menjadi 600 hektar. Menteri Kehutanan juga
menyebutkan akan menanam 3 juta pohon nyamplung di luasan 3000 hektar
sepanjang pesisir pantai diantaranya di Banten dan Cilacap.
Tanaman nyamplung tumbuh pada tanah berawa dekat pantai sampai pada
tanah kering dan regosol di bukit-bukit dengan ketinggian tempat 100-150 m di
atas permukaan laut, topografi datar sampai bergelombang dengan tipe curah
hujan A dan B dengan curah hujan 2,959 mm. Jenis tanah Podsolik Merah kuning
dengan bahan induk sedimen tersier, asam kresik dan batuan basah (Martawijaya
et al. 2005, Rostiwati, 2007). Gambar 3. Memperlihatkan peta penyebaran tegakan
nyamplung di Indonesia.
Gambar 3. Peta sebaran tegakan nyamplung di Indonesia.
Menurut Mahfudz, (2008) bila tanaman nyamplung umur 3 tahun sudah
dapat berbuah dan apabila dalam satu tangkai nyamplung menghasilkan 1 kg buah
maka dalam satu pohon yang diasumsikan rata-rata ada 100 tangkai maka satu
pohon tanaman nyamplung menghasilkan 100 kg buah nyamplung atau akan
menghasilkan 100 ton buah nyamplung pada lahan seluas satu ha dengan jarak
tanam 3 m x 3 m. Bila rendemen buah nyamplung untuk biodiesel 2 %, maka 1
ha tanaman nyamplung akan menghasilkan 2200 liter minyak untuk biodiesel
yang setara dengan 4400 liter minyak tanah.
Biji nyamplung mempunyai kadar minyak 71,4 % sampai 75 %. Menurut
Heyne (1987), inti biji mengandung air 3,3 % dan minyak 71,4 % bila biji segar
mengandung 55 % minyak sedangkan biji yang benar-benar kering mengandung
70,5 % minyak.
Pemanfaatan Saat Ini
Tanaman nyamplung saat ini dimanfaatkan mulai dari batang sebagai
penghasil kayu komersial, getahnya sebagai bahan baku minyak bahkan hasil
penelitian terakhir getah dari kulit kayunya menekan pertumbuhan virus HIV.
Daunnya dapat berkasiat sebagai obat sakit encok, bahan kosmetik dan
menyembuhkan luka bakar karena kandungan senyawa costatolide-A, saponin dan
acid hydrocyanic. Bunganya sebagai pencampur untuk mengharumkan minyak
rambut. Minyak yang berasal dari bijinya dapat dipakai sebagai penerangan,
pembuatan sabun, pelitur, minyak rambut, minyak urut dan obat. Tanaman
nyamplung disamping sebagai pohon hias dan peneduh, juga digunakan pada
reforestasi dan afforestasi (Dephut, 2008).
Tanaman nyamplung selain digunakan sebagai tanaman pelindung di
pinggir pantai karena tajuknya yang rimbun juga dimanfaatkan batang kayunya
yang kuat dan keras sebagai bahan bangunan atau bahan pembuat kapal, dayung,
tiang listrik, tong dan pemukul golf (Martawijaya et al., 1981). Bijinya
menghasilkan minyak yang kental dan berwarna kehitaman digunakan sebagai
obat untuk menumbuhkan rambut. Bahan aktif yang ada pada minyak tersebut
dipercaya dapat meregenerasi jaringan tubuh sehingga digunakan sebagai bahan
kosmetik ataupun untuk kesehatan karena memiliki kemampuan anti bakteri, anti
kanker dan anti pembengkakan serta anti virus (Heyne, 1987).
Tanaman nyamplung memiliki banyak manfaat terutama yang
berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Menurut Friday and Okano (2006),
nyamplung dapat dimanfaatkan sebagai penstabil tanah daerah pantai, pemecah
angin. Tanaman pelindung atau peneduh, Tanaman pembatas pada kuil atau
tempay suci di Pasific, serta tanaman penghias taman.
Pemanfaat lain dari biji nyamplung saat ini, oleh gudang kreasi yogya
membuat gantungan kunci yang dikombinasikan dengan berbagai macam bahan-
bahan natural dan daur ulang lainnya. Di darah Pasific, kayu nyamplung juga
banyak dijadikan kerajinan tangan atau cendera mata.
Prospek Pemanfaatan sebagai Bahan Baku Bioenergi
Pemanfaatan tanaman Nyamplung sebagai biodiesel pertama kali
diperkenalkan oleh Fathur Rahman dan Aditya Prabhaswara dari SMAN 6
Yogyakarta pada Lomba Karya Tulis SMA Wisata Iptek 2007 yang diadakan oleh
Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Hasil penelitian mereka menunjukkan
kandungan minyak tanaman Nyamplung 50-70 % dan mempunyai daya bakar
selama 11,3 menit, dua kali lebih besar dari m. tanah yang hanya 5,6 menit
(Suprapto, 2008). Kebutuhan minyak nyamplung untuk mendidihkan air hanya
0,4 ml sementara minyak tanah 0,9 ml (Dephut, 2008), hal ini sangat menjanjikan
di masa yang akan datang sebagai bahan subsitusi minyak yang berasal dari fosil.
Jika diasumsikan 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak
nyamplung dibandingkan dengan jarak butuh 4 kg untuk menghasilkan 1 liter
minyak jarak maka untuk memenuhi kebutuhan biodiesel tahun 2025 sebanyak
720.000 kilo liter (5,1 juta ton biji nyamplung) dibutuhkan paling kurang 254.000
ha tanaman nyamplung, jumlah ini hampir setengah dari luasan yang ada sekarang
sehingga harapan menjadikan bahan biodiesel terbuka lebar. Pengolahan biji
nyamplung sebagai bahan baku biodiesel selain hemat dalam proses pembakaran,
sumbernya dapat diperbaharui sehingga tidak mengganggu ekologi.
Inti (kernel) nyamplung memiliki kandungan minyak yang sangat tinggi
yaitu sebesar 75% (Dweek and Meadows, 2002); 71,4% pada inti yang kering
dengan kadar air 3,3%(Heyne, 1987); 40-73% (Soerawidjaja et al., 2005); 55,5%
pada inti yang segar dan 70,5% pada inti yang kering (Greshoff dalam Heyne,
1987). Produksi biji nyamplung dapat mencapai 100 kg per pohon (Dweek and
Meadows, 2002; Friday and Okano, 2006). Ekstraksi minyak dari biji nyamplung
dapat dilakukan dengan pengepresan atau menggunakan pelarut. Pada proses
pengepresan dari 100 kg buah dihasilkan 17,5 kg minyak atau sekitar 17,5% dari
bobot biji atau 48,6% dari bobot inti kering (Sahirman, 2009) Rendemen ini
relatif masih rendah dibandingkan menggunakan pelarut hexan dengan metode
soxhlet yang mencapai 61,2 %.
Minyak nyamplung yang dihasilkan dari proses pengepresan umumnya
berwarna kehijauan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi mencapai 30%
sehingga untuk dijadikan biodiesel harus diberi perlakuan pendahuluan terlebih
dahulu seperti proses degumming dan esterifikasi.
Secara umum pembuatan biodiesel dari nyamplung adalah penghilangan
buah dan tempurung, pengukusan, pemisahan getah (degumming) dengan as.
Fosfat 1 % dan esterifikasi dengan methanol 20 : 1 (perbandingan mol methanol
dengan as. Lemak bebas) serta transesterifikasi (perbandingan methanol dengan
minyak 6:1). Jika hasil yang diperoleh tidak memenuhi SNI (nilai viskositas,
densitas dan keasaman) maka dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan
NaOH sesuai dengan molar asam lemak bebas tersisa
Beberapa penelitian pembuatan biodiesel dari tanaman nyamplung telah
dilakukan diantaranya adalah Yudistira (2008) membuat biodiesel dari minyak
nyamplung dan methanol dengan proses transesterifikasi menggunakan katalis
basa (NaOH) dengan perbandingan antara minyak nyamplung dengan methanol
perbandingan 1 : 4, 1 : 6 dan 1 : 8 serta dengan dan tanpa reaksi netralisasi. Proses
pengukusan membutuhkan waktu yang lama dan pemisahan getah dilakukan
dengan konsentrasi yang tinggi karena biji nyamplung mengandung banyak zat
ekstraktif.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sudrajat et al. (2007) membuat
biodiesel dari biji nyamplung dengan perlakuan pendahuluan proses degumming,
proses esterifikasi dan proses transesterifikasi. Kondisi optimum dicari pada
penggunaan rasio mol methanol-FFA, persen asam klorida sebagai katalis dan
suhu esterifikasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan proses esterifikasi minyak
nyamplung yang optimum diperoleh pada suhu 600C dan rasio mol methanol-FFA
20:1 dengan lama reaksi 1 jam dengan kecepatan pengadukan 400 rpm. Pada
kondisi tersebut mampu menurunkan bilangan asam dari 28,7 % menjadi 4,7 %.
Biodiesel yang dihasilkan mempunyai kualitas yang belum stabil dengan bilangan
asam berkisar 0,6172-1,8403 mg KOH/gram dan viskositas pada suhu 400C
adalah 8,1-8,4 cp (8,67-8,99 cSt). Komposisi metal ester biodiesel tersebut adalah
metal palmitat 17,29 %, metal stearat 23,55 %, metal oleat 36,67 % dan metal
linoleat 22,49%.
Sahirman (2009) juga melakukan perancangan proses produksi biodiesel
dari biji nyamplung dimana proses degumming sangat menentukan kualitas dari
minyak nyamplung Poses degumming dilakukan pada suhu 800C selama 15 menit
dan dilanjutkan dengan pencucian mengunakan air hangat pada suhu 600C sampai
jernih. Warna minyak yang semula kehijauan berubah menjadi kuning
kemerahan.
Karakteristik, komposisi asam lemak minyak nyamplung dibandingkan
minyak nabati lainnya dan karakteristik biodiesel nyamplung dibandingkan
Standar ASTM D 6751-3 dan SNI 04-7182-2006 dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan
5.
Tabel 2. Karakteristik Minyak Nyamplung
Jenis Analisis Satuan Hasil
1. Air % 0,25
2. Densitas G/ml 0,944
3. Kekentalan Cp 21,97
4. Bilangan Asam mg KOH/g 59,94
5. As. Lemak Bebas % 29,53
6. Bilangan Penyabunan mg KOH/g 198,1
7. Bilangan Iod Mg/g 86,42
Hasil pengujiaan biodiesel nyamplung yang dilakukan oleh Badan Litbang
Kehutanan menghasilkan : (1) seluruh parameter kualitas telah sesuai dengan
kualifikasi biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 dengan rendemen konversi as.
Lemak bebas (FFA) menjadi metal ester 97,8 %. (2) uji kelayakan atas kinerja
permesinan, biodiesel nyamplung dapat digunakan untuk kendaraan bermotor
sebesar 100 %, tanpa campuran solar (B 100), (3) dari segi lingkungan, biodiesel
nyamplung bebas dari polutan (Sumutcyber.com, 2008).
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Nyamplung Dibandingkan Minyak
Nabati Lainnya
KomponenMinyak
Nyamplung
Minyak Jarak
PagarCPO Minyak Kedele
Asam miristat 0,09 - 0,7 0,1
Asam palmitat 15,89 11,9 39,2 10,2
Asam stearat 12,30 5,2 4,6 3,8
Asam oleat 48,49 29,9 41,4 22,8
Asam linoleat 20,70 46,1 10,5 51,0
Asam lonolenat 0,27 4,7 0,3 6,8
Asam arachidat 0,94 - 0,28
Asam erukat 0,72 - 0,2
Sumber Sudrajat, 2007.
Tabel 4. Karakteristik Biodiesel Nyamplung Dibandingkan Standar ASTM D
6751-3 dan SNI 04-7182-2006
No Parameter Satuan Metode Uji NilaiBiodiesel
Nyamplung
1Massa jenis pada
400CKg/m3 ASTM D 1298 850-890 888,6
2
Viskositas
kinematik pada
400C
mm2/s ASTM D445 2,3-6,0 7,724
3 Bilangan setana - ASTM D 613 Min 51 51,9
4Titik nyala
(mangkuk tertutup)0C ASTM D 93 Min 100 151
5 Titik kabut 0C ASTM D 2500 Maks 18 38
6
Korosi kepingan
tembaga (3 jam
pada 500C)
- ASTM D 130 Maks 3 1 b
7
Residu karbon
- Dalam contoh asli
- Dalam 10% ampas
destilasi
% massaASTM D 4530 - Maks 0,05
- Maks 0,3- 0,434
8 Air dan sedimen % volume ASTM D 1796 Maks 0,05 0
9 Suhu distilasi 90 % 0 C ASTM D 1160 Maks 360 340
10 Abu tersulfatkan % massa ASTM D 874 Maks 0,02 0,026
11 Belerang ppm-m ASTM D 1266 Maks 100 16
12 Fosfor ppm-m ASTM D 1091 Maks 10 0,223
13 Bilangan asam
mg-
KOH/
gram
AOCS Cd 3d-
63Maks 0,8 0,96
14 Gliserol total % massaAOCS Ca 14-
56Maks 0,24 0,232
15 Kadar ester alkil % massaSNI 04-7182-
2006Min 96,5 96,99
16 Bilangan Iodium % massa AOCS Cd 1-25 Maks 115 85
Sumber : Sahirman (2009).