tumbuhan racun mahoni

36
BAB I PENDAHULUAN Salah satu tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah biji mahoni. Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat orang-orang mengkonsumsi biji mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih. Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, anti jamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam, masuk angin, ekzema, dan rematik. Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan kadar glukosa darah pada binatang percobaan (untuk mengobati kencing manis). Ada juga laporan bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV AID dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik yang ada. Namun demikian telah dibuktikan juga bahwa mahoni mengandung

Upload: emil-fitrah-az

Post on 29-Nov-2015

202 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah biji mahoni.

Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat orang-orang mengkonsumsi biji

mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih. Biji mahoni

memiliki efek farmakologis antipiretik, anti jamur, menurunkan tekanan darah tinggi

(hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam, masuk angin,

ekzema, dan rematik.

Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan

kadar glukosa darah pada binatang percobaan (untuk mengobati kencing manis). Ada juga

laporan bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat

pertumbuhan HIV AID dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga

telah dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial

untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik

yang ada. Namun demikian telah dibuktikan juga bahwa mahoni mengandung bahan yang toksik

pada kadar tertentu dalam air, sehingga dapat menyebabkan ikan kejang, tenggelam dan akhirnya

mati. Belum diketahui berapa dosis maksimum yang bisa diterima oleh tikus percobaan agar bisa

tetap hidup. Hasil penelitian sebelumnya juga mengatakan bahwa biji mahoni dapat merusak

ginjal mencit.

Ginjal merupakan organ vital yang sangat penting bagi tubuh, dimana ia menjalankan

berbagai fungsi antara lain fungsi ekskresi hasil metabolisme dan zat asing yang tidak

dibutuhkan tubuh, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi

osmolaritas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa,

pengaturan tekanan arteri, sekresi hormon dan glukoneogenesis. Oleh sebab itu penelitian ilmiah

yang berkaitan dengan efek toksik dari pemakaian tanaman obat yang akan digunakan untuk obat

tradisional sangat penting dilakukan agar berguna bagi masyarakat.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui efek nefrotoksik ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq)

pada tikus putih jantan galur wistar

2. Untuk mengetahui dosis optimal efek nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia

mahagoni Jacq) pada tikus putih jantan galur wistar

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi

tentang efek nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) pada tikus

putih jantan galur wistar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Biji Mahoni

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

   Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

   Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

   Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

   Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

   Sub Kelas : Rosidae

   Ordo : Sapindales

   Famili : Meliaceae

   Genus : Swietenia

   Spesies : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

b. Morfologi dan Penyebaran

Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan

diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit

luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang

berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur

dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota

bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari

putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya

cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar

di hutan jati dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi

jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat

tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.

c. Kandungan Kimia

Biji Mahoni mengandung Triterpenoid, Alkaloid, Flavonoid dan Saponin.

d. Khasiat Pengobatan

Biji Mahoni memiliki efek farmakologis analgetik, antipiretik, anti jamur,

menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus),

kurang nafsu makan, demam, masuk angin, eczema dan rematik. Bagian biji dari

tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat sebagai obat dengan hanya menelan bijinya

setelah membuang bagian yang pipih.

II.2 Nefrotoksik

Nefrotoksik adalah salah satu efek samping yang paling penting dalam

keterbatasan terapi. Meskipun pasien dipantau dengan ketat, ne f ro toks i s i t a s

muncu l da l am 10 -25% da r i p rog ram t e r ap i . Da r i dahu lu ,

ne f ro toks i s i t a s telah dianggap akibat dari kerusakan tubulus. Hal ini menyebabkan

ketoksikan yang be r s i f a t l e t a l dan sub - l e t a l pada pe rubahan r eabso rbs i

da l am se l t ubu lu s dan dapa t m e n y e b a b k a n o b s t r u k s i t u b u l a r y a n g

s i g n i f i k a n . G e j a l a - g e j a l a p e n y a k i t p a d a k e j a d i a n nefrotoksik sering

dikaitkan dengan berkurangnya filtrasi glomerulus. Pengurangan filtrasi

glomerulus dapat disebabkan oleh adanya obstruksitubular dan kerusakan

tubulus, yang berumpan balik menyebabkan aktivasi

tubuloglomerular :vasokonstriksi ginjal dan kontraksi mesangial.(Lopez dkk, 2011).

Nefrotoksisitas adalah suatu efek racun dari beberapa bahan, bisa berupa bahan

kimia beracun dan obat keras, terhadap ginjal. Ada beragam bentuk dari

toksisitas. Nefrotoksisitas hendaknya tidak dikacaukan dengan fakta bahwa beberapa jenis

obat lebih mempengaruhi ekskresi ginjal dan dosis penggunaannya hendaknya diatur agar

tidak memberatkan kerja ginjal (misalnya heparin).

Nefrotoksin adalah senyawa kimia yang menunjukkan efek nefrotoksisitas.  Efek

nefrotoksik akan lebih besar pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal. Selain

senyawa kimia dari beberapa obat-obatan, komponen nefrotoksin lainnya adalah logam

berat yang bisa mengganggu kerja enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme energi

dan asam aristolokat (aristolochic acid) yang ditemukan dalam beberapa tanaman

(termasuk obat herbal dengan bahan baku tanaman ini).

Nefrotoksisitas biasanya dimonitor dengan uji darah. Penurunan fungsi ginjal

ditandai dengan meningkatnya kandungan kreatinin darah. Kadar kreatinin normal sekitar

80 – 120 mm/l. 

II.3 Hewan Coba

Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji nefrotoksik

yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan tetap yang

mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan pada uji nefrotoksik adalah

tikus putih. Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan

avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman

tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga

ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah tikus putih dengan

mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan

relevan.

II.4 Perlakuan Hewan Coba

Telah dilakukan penelitian uji nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni

(Swietenia mahagoni Jacq) selama 40 hari, satu kali sehari secara oral dengan hewan

percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dewasa galur wistar, umur 2-3 minggu

dengan berat 180-200 gram sebanyak 24 ekor dikelompokkan menjadi 4 kelompok dosis @

6 ekor, masing-masing kelompok dengan 1 waktu pengamatan yaitu 40 hari pengambilan

darah dilakukan pada hari ke-41.

II.5 Ekstrak

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman, hewan, dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif yang terdapat

pada bagian tanaman, hewan, dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung

senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik. Pelarut organik yang sering digunakan

dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman adalah methanol, etanol, kloroform, heksan,

eter, benzene, dan etil asetat.

Proses ekstraksi zat aktif dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat

aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan pekat akan

berdifusi ke luar sel, dan proses ini berlangsung secara berulang terus sampai terjadi

keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.

1. Tujuan Ekstraksi

a. Senyawa kimia diketahui untuk ekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini prosedur

yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dimodifikasi yang sesuai untuk

mengembangkan proses atau di sesuaikan dengan kebutuhan pemakai.

b. Bahan yang diperiksa untuk menemukan kelompok kimia tertentu misalnya alkaloid,

flavonoid, atau saponin. Meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan

keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini metode umum yang

digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka.

Kemudian diikuti dengan uji kimia atau kromatografi yang sesuai untuk kelompok

senyawa kimia tersebut.

c. Organisme dan atau hewan yang digunakan dalam pengobatan tradisional yang biasa

dibuat dengan berbagai cara, misalnya TCM (Trsaditional Chinese Medicine),

seringkali herba yang dididihkan dalam air dan diberikan sebagai obat.

d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun.

2. Jenis Ekstraksi

a. Ekstraksi Secara Dingin

Ekstraksi ini diperuntukan untuk bahan alam yang mengandung komponen

kima yang tidak tahan pemerasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang

lunak. Yang termasuk dalam ekstrkasi secara dingin, diantaranya :

1) Metode Maserasi

Prinsip kerja dari metode maserasi, yaitu simplisia atau bahan yang

diekstraksi telebih dahulu ditimbang dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi

pada suhu kamar terlindung dari cahaya selama 5 hari, lalu disaring dan

ampasnya ditambahkan cairan penyari lagi seperti semula dan dilakukan 3 kali 5

hari. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan, lalu dilakukan

pekerjaan selanjutnya.

Ada beberapa modifikasi metode maserasi, antara lain :

a) Modifikasi digesti, yaitu maserasi yang dilakukan dengan menggunakan

pemanasan lemah, dengan suhu antara 40 – 50 C.

b) Modifikasi dengan menggunakan mesin pengaduk yang diperuntukan untuk

mempercepat proses penyarian.

c) Remeserasi adalah penyarian yang dilakukan setelah penyarian pertama

selesai diperas.

d) Maserasi melingkar adalah penyari yang dilakukan dengan cairan penyari

yang selalu bergerak dan menyebar sehingga kejenuhan cairan penyari dapat

merata.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara :

Memasukkan simplisia yang sudah diserbuk dengan derajat halus tertentu

sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk

mekanik, kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan

selama 5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-

ulang diaduk. Setelah lima hari, disaring ke dalam bejana wadah penampung

kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan

diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang

diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama

2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtratnya lalu diendapkan.

Kelebihan metode maserasi antara lain :

1) Proses maserasi tidak memerlukan keterampilan operator yang lebih

banyak.

2) Lebih murah dalam pelaksanaannya karena tidak memerlukan peralatan

khusus

3) Metode ini cocok untuk obat-obatan yang mengandung sedikit atau tidak

sama sekali stirak, benzoe, aloe, dan tolu, yang hampir seluruhnya larut

dalam menstrum.

4) Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari.

Kekurangan metode maserasi :

1) Metode maserasi tidak cocok untuk mengekstraksi komponen kimia yang

tidak tahan terhadap pemanasan.

2) Maserasi tidak dapat digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari.

3) Pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

4) Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama beberapa

waktu.

2) Metode Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Prinsip kerja metode ini adalah : serbuk simplisia ditempatkan pada suatu

bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel simplisia yang dilalui sampai dalam keadaan

jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh gaya beratnya sendiri dan tekanan

penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung

untuk menahan gerakan ke bawah.

Alat yang digunakan dalam metode perkolasi disebut perkolator. Bentuk

perkolator ada tiga macam, yaitu :

a) Perkolator bentuk tabung

b) Perkolator bentuk corong

c) Perkolator bentuk paruh

Tiap tipe mempunyai kegunaan khusus dalam ekstraksi obat. Bentuk

tabung terutama untuk ekstraksi obat sampai sempurna dengan paling sedikit

pengeluaran biaya dari menstrumnya (energi listrik).

Perkolator bentuk corong dipakai untuk perkolasi obat yang sangat

mengembang selama dilakukan proses maserasi dan karena permukaan bagian

atasnya melebar sehingga memungkinkan meluasnya bahan dalam kolom

dengan sedikit resiko yaitu kolom terlalu padat atau pecahnya gelas perkolator.

Proses pengerjaan perkolasi :

Simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara perkolasi diserbuk

dengan derajat halus sesuai dan ditimbang kemudian dimaserasi selama 3 jam,

kemudian massa dipindahkan ke dalam perkolator dan cairan penyari

ditambahkan hinggga selapis di atas permukaan bahan, didiamkan selama 24

jam. Setelah itu kran perkolator dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per

menit. Cairan penyari ditambahkan secara kontinyu hingga penyarian sempurna.

Perkolat diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan pengujian

selanjutnya.

Kelebihan metode perkolasi, antara lain :

1) Metode perkolasi diperuntukkan untuk mengekstraksi bahan alam yang

tidak tahan terhadap pemanasan dan untuk bahan alam yang bertekstur

lunak.

2) Hasil ekstraksi bahan aktif yang tinggi, ekstrak yang kaya dan juga

pemanfaatan simplisia secara optimal serta waktu pembuatan.

3) Aliran penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan

larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan perbedaan

konsentrasi.

4) Ruang diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairfan penyari karena kecilnya cairan kapiler tersebut ,maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Kekurangan metode perkolasi, antara lain :

1) Proses perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih banyak dari

pada proses maserasi.

2) Metode perkolasi lebih mahal dalam pelaksanaanya, karena memerlukan

peralatan yang khusus dan waktu yang lebih banyak diperlukan oleh

operator.

3) Pengisian perkolator yang sangat kompak dapat menghambat aliran

menstrum atau dapat menghambatnya.

4) Larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat yang tidak tahan

pemanasan kurang cocok.

3) Metode Soxhletasi

Metode soxhletasi adalah proses penyairan simplisia secara

berkesinambungan. Prinsip kerja dari metode ini adalah : cairan penyari

dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-

molekul cairan oleh pendingin dan turun menyari simplisia di dalam klonsong

dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa

siphon, proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna dan ditandai

dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon atau jika

diidentifikasi dengan TLC tidak menampakkan noda lagi.

Proses pengerjaan soxhletasi :

Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisis kertas

saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi

dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang

sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantle dan diklem

dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu

alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditmbahkan untuk

membasahi sampel yang ada dalam klonsong. Ekstrak yang diperoleh

selanjutnya dipersiapkan untuk pengerjaan lebih lanjut.

Kelebihan metode soxhletasi :

Metode soxhletasi diperuntukkan untuk mengekstraksi bahan alam yang

tidak tahan terhadap pemanasan, dan bertekstur lunak.

Kekurangan metode soxhletasi :

1) Waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi cukup lama, sehingga

kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas.

2) Pemanasan tergantung dari bahan pelarut yang berpengaruh negatif terhadap

bahan tumbuhan yang peka suhu (niosida alkoloid).

3) Bahan ekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas

dalam waktu lama.

4) Alat yang digunakan untuk metode ini sangat mahal.

b. Ekstraksi Secara Panas.

Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia yang

tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin, dan minyak-minyak menguap

yang memepunyai titik didih tinggi. Selain itu, pemanasan juga diperuntukkan untuk

membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel

untuk melarutkan zat aktif.

Ekstraksi secara panas terdiri dari beberapa metode, diantaranya adalah :

1. Metode Refluks

Prinsip kerja dari metode refluks adalah : cairan dipanaskan sehingga

menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga

mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke

dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara

berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali selama 4 jam.

Simplisia yang biasa diekstraksi dengan metode refluks adalah simplisia

yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan

mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah atau biji, dan herba.

Kelebihan metode refluks :

Metode refluks cocol untuk mengekstraksi simplisia yang mempunyai

komponen kimia yang tahan terhadap pemansan dan mempunyai tekstur yang

keras seperti akar, batang, buah/biji, dan herba.

Kekurangan metode refluks :

1) Alat yang digunakan dalam metode refluks sangat mahal.

2) Bahan alam yang diekstraksi hanya khusus untuk sampel yang bertekstur

keras saja.

Proses pengerjaan metode refluks :

Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat kemudian

ditambahkan pelarut organik sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2

cm di atas permukaan sampel atau 2/3 dari volume labu, kemudian labu alas

bulat dipasang kuat pada statif water bath atau heating mantle, kemudian

kondensor di pasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif.

Aliran air dan water bath dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.

Setelah 4 jam dilakukan penyarian, filtratnya ditampung dalam wadah

penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula.

Ekstraksi dilakukan 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan

dengan alat rotavapor kemudian dilakukan pengujian selanjutnya.

2. Destilasi Uap Air

Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang

mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang

mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada metode ini uap air

digunakan untuk menyari simplisia dan dengan adanya pemanasan kecil uap air

tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh

kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul cairan yang menetes ke dalam

corong pisah penampung yang telah diisi air.

Kelebihan metode destilasi uap air :

Destilasi uap air dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan alam yang tahan

terhadap pemanasan untuk memperoleh minyak menguap dari simplisia

tanaman.

Kekurangan metode destilasi uap air :

1) Pada penyairan dalam skala besar, perlu dipikirkan dalam hal alat, waktu,

serta jenis pelarut, ruangan dan lain sebagainya.

2) Alat destilasi uap air yaitu proses hidrolik tidak untuk mengekstraksi bahan

yang cukup besar, karena untuk memindahkan ampas dari bejana penyari ke

dalam alat destilasi memerlukan banyak proses atau pekerjaan.

Proses pengerjaan destilasi uap air :

Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam

setelah itu dimasukkan ke dalam bejana (B), bejana (A) diisi air dan pipa-pipa

penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan

kuat. Api bunsen pada bejana (A) dinyalakan sehingga airnya mendidih dan

diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana (B) melalui pipa

penghubung untuk menyari simplisia dengan adanya bantuan api kecil pada

bejana (B), minyak menguap yang telah diisi selanjutnya menguap menuju

kondensor karena adanya pendingin balik, uap dari minyak menguap mengalami

kondensasi menjadi molekul-molekul minyak menguap yang menetes ke dalam

corong pisah penampung yang telah diisi air. Lapisan minyak menguap dan air

dipisahkan dan dilakukan pengujian selanjutnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai Juli 2011 bertempat di

Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang dan

Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Selatan

III. 3 Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Biosystem A15, mikrofoto

kamera merk Sony, Sentrifugal IEC made in USA, timbangan analitik, tabung efendrof,

jarum suntik untuk oral (sonde), labu ukur, Alat destilasi vakum, botol maserasi, rotary

evaporator, kapas, tisue, sarung tangan, masker kain panel, erlemeyer, beacker glass, spatel,

aluminium voil, Perlengkapan pemeliharaan tikus (kandang, tempat makan dan minum),

dll.

b. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ekstrak biji mahoni, 24 ekor

tikus putih jantan galur wistar, pakan pellet hewan, aquadest, tween 80, dan etanol 96%.

Hewan percobaan. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dewasa

galur wistar, umur 2-3 minggu dengan berat 180-200 gram sebanyak 24 ekor

dikelompokkan menjadi 4 kelompok dosis @ 6 ekor, masing-masing kelompok dengan 1

waktu pengamatan yaitu 40 hari pengambilan darah dilakukan pada hari ke-41.

III.4 Prosedur Kerja

a. Pengambilan sampel.

Tanaman mahoni diambil di daerah kawasan PT. Pusri Palembang Sumatera Selatan.

b. Uji kandungan fitokimia.

Dilakukan pemeriksaan Alkaloid, flavonoid, Terfenoid, Steroid, Fenolik dan Saponin.

c. Pembuatan ekstrak.

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol

96%, cara kerjanya adalah sebagai berikut: Tanaman Biji Mahoni dirajang kemudian

masukkan dalam bejana maserasi tambahkan etanol 96% hingga sampel terendam

semuanya. Wadah ditutup simpan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari

sambil diaduk-aduk biarkan selama 5 hari. kemudian ekstrak disaring, diulangi

perendaman dengan etanol 96% sebanyak 3 kali sehingga zat yang berkhasiat didalam

tanaman biji mahoni tidak ada yang tersisa atau tersaring dengan sempurna. Selanjutnya

pelarut di uapkan dengan bantuan alat destilasi pada suhu tertentu sehingga di peroleh

ekstrak yang kental.

d. Penentuan dosis.

Hewan percobaan dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok dosis (6 ekor

tikus/kelompok dosis). Masing-masing hewan dari tiap kelompok dosis diberikan

perlakuan dengan ekstrak biji Swietenia mahagoni Jacq sebanyak 2,5 ml secara oral

dengan dosis sebagai berikut: 25,48 mg/200 gBB tikus, 50,96 mg/200 gBB tikus, 76,44

mg /200 gBB dan kelompok kontrol yang hanya diberi aquadest.

e. Pembuatan larutan sediaan uji.

Pembuatan larutan ekstrak biji mahoni pada berbagai dosis dilakukan dengan cara

mendispersikan ekstrak biji mahoni dalam air dengan tambahan tween 80 1%.

f. Pengelompokkan perlakuan pada tikus dan lama pemberian.

Sebelum diberikan perlakuan, tikus dipuasakan selama 18 jam, dan dikelompokkan

secara acak menjadi 4 Kelompok, yaitu kelompok dosis 25,48 mg/200 gBB tikus, 50,96

mg/200 gBB tikus, 76,44 mg /200 gBB dan kelompok kontrol, yang diberikan secara oral

selama 40 hari.

g. Pengambilan darah.

Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-41. Sampel darah diambil melalui

bagian ekor tikus, sampel darah ditampung kedalam tabung efendorf kemudian didiamkan

beberapa saat sebelum disentrifus, setelah disentrifus dipisahkan bagian atas yang jernih

kemudian dilakukan pemeriksaan kreatinin dan ureum dengan menggunakan alat

Biosystem A15 di Balai Besar Kesehatan Palembang.

h. Parameter pengukuran.

Penetapan kadar tes fungsi ginjal tikus setelah diberi larutan uji (pada masing-

masing kelompok) selama 40 hari, akan diukur dengan menggunakan alat Biosystem A15

yang dilakukan pada hari ke-41. Parameter tes fungsi ginjal meliputi tes kadar kreatinin

dan kadar ureum darah dari tikus putih jantan dewasa galur wistar.

i. Analisis data.

Analisa data dikumpulkan dari hasil percobaan dengan mengamati kadar

kreatinin dan ureum darah pada tikus putih jantan yang telah diberi larutan uji. Kemudian

dianalisa dengan Anova dilanjutkan dengan uji Duncan dan Independent test.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Dari proses ekstraksi biji mahoni diperoleh rendemen sebanyak 11,20%.

Hasil Uji Pendahuluan Kandungan Metabolit Sekunder (Swietenia mahagoni) ditunjukkan

pada Tabel 1.

Hasil Uji Nefrotoksik Ekstrak Etanol Biji Mahoni Terhadap Tikus Putih Jantan

Dewasa Galur Wistar. Efek nefrotoksik pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia

mahagoni Jacq. dengan pemberian tiga dosis yaitu 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB,

dan 76,44 mg/200 gBB, dan kontrol diperoleh data pada uji fungsi ginjal (pemeriksaan

ureum dan kreatinin serum) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.

Nilai ureum darah tikus setelah pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia

mahagoni Jacq dengan dosis 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB,

Tabel 1: Hasil Uji Pendahuluan Kandungan Metabolit Sekunder (Swietenia mahagoni)No Kandungan Kimia Pereaksi Hasil1. Alkaloid Mayer (+)2. Flavonoid Logam Mg/HCL (+)3. Terpenoid/ steroid Liebermann- Buchard (+)4. Saponin Air/ ocok (+)5. Fenol FeCl3 (−)

Tabel 2: Nilai Rata-rata Ureum dan KreatininKelompok Perlakuan Nilai Rata-rata Kadar Ureum Nilai Rata-rata Kadar Kreatinin

Kontrol 55,64 ± 8,80 0,87 ± 0,0425,48 mg 45,90 ± 6,02 0,80 ± 0,1250,96 mg 65,84 ± 9,21 1,00 ± 0,0576,44 mg 68,11 ± 13,03 1,05 ± 0,12

dan dosis 76,44 mg/200 gBB. Didapat rata-rata kadar ureum kontrol sebesar 55,64 ± 8,80,

dosis 25,48 mg/200 gBB sebesar 45,90 ± 6,02, dosis 50,96 mg/200 gBB sebesar 65,84 ±

9,21, dan dosis 76,44 mg/200 gBB sebesar 68,11 ± 13,03 (Tabel 2). Sedangkan nilai

kreatinin darah tikus setelah pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia mahagoni

Jacq dengan dosis 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB, dan dosis 76,44 mg/200 gBB.

Didapat rata-rata kadar kreatinin kontrol sebesar 0,87 ± 0,04, dosis 25,48 mg/200 gBB

sebesar 0,80 ± 0,12, dosis 50,96 mg/200 gBB sebesar 1,00 ± 0,05, dan dosis 76,44 mg/200

gBB sebesar 1,05 ± 0,12 (Tabel 2).

Dari data statistik ANOVA satu arah tersebut pada tiap kolom kadar ureum berbeda

sangat signifikan (P < 0,01). Dilanjutkan dengan uji Duncan, diperoleh pada dosis 50,96

dan 76,44 mg/200 gBB juga tidak berbeda secara bermakna. Sedangkan pada kreatinin dari

data statistik T-test independent juga terdapat perbedaan sangat signifikan (P < 0,01). Dari

data tersebut diduga pada dosis 50,96 mg/200 gBB sudah menyebabkan nefrotoksik.

IV.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia mahagoni Jacq

yang diperoleh dari kawasan PT Pusri dengan dosis pemberian 25,48 mg/200 gBB, 50,96

mg/200 gBB, dan 76,44 mg/200 gBB selama 40 hari (satu kali sehari). Penentuan dosis

berdasarkan pada konversi dari dosis mencit ke tikus berdasarkan pada penelitian

sebelumnya yang telah diujikan pada mencit. Penggunaan hewan uji dengan galur, umur,

jumlah dan berat yang sama dapat meminimalkan variasi biologi sehingga data layak untuk

dibandingkan. Hewan coba diberikan perlakuan selama 40 hari secara terus menerus satu

kali sehari dengan maksud mengetahui fungsi ginjal ditinjau dari parameter ureum dan

kreatinin darah.

Setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni selama 40 hari pada hari ke-41 darah

tikus diambil ke-mudian dilakukan pemeriksaan pada Balai Besar Laboratorium Kesehatan

Palembang, yang merupakan laboratorium pemerintah yang sudah terakreditasi sehingga

diharapkan mendapat data yang akurat. Dari pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada

dosis 25,48 mg/200 gBB didapat kadar ureum darah tikus yaitu: 45,90 mg/dL lebih kecil bila

dibandingkan dengan kontrol: 55,64 mg/dL, akan tetapi masih dalam kadar normal ureum

darah 41,64-62,67 mg/dL. Sedangkan pada dosis 50,96 mg/200 gBB dan dosis 76,44

mg/200 gBB, kadar ureum yaitu 65,84 mg/dL dan 68,11 mg/dL. lebih besar bila

dibandingkan dengan kontrol 55,64 mg/dL dan kadar normal ureum. Nilai kreatinin darah

tikus pada dosis 25,48 mg/200 gBB yaitu 0,80 mg/dL lebih kecil bila dibandingkan dengan

kontrol 0,87 mg/dL, maupun kadar normal kreatinin: 0,578-1,128 mg/dL. Sedangkan pada

dosis 50,96 mg/200 gBB dan dosis 76,44 mg/200 gBB, kadar kreatinin darah tikus sebesar

1,00 mg/dL dan 1,05 mg/dL lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, namun masih

dalam kadar normal kreatinin.

Terjadinya peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada dosis 50,96 mg/200 gBB dan

dosis 76,44 mg/200 gBB kemungkinan disebabkan oleh kandungan triterpenoid dari biji

mahoni, diperkirakan senyawa ini dapat mengubah membran sel dengan cara berinteraksi

dengan lapisan lemak dan dengan kekuatan anti ATPasenya dapat mengahambat transport

Natrium. Apabila transport oleh Na+ / K+ ATPase pada membran sel dihambat, lebih sedikit

Ca2+ intra sel dikelu-arkan dan Ca2+ intra sel meningkat. Meningkatnya Ca2+ intra sel seperti

Phospolipase, Protease, Endonuklease, dan Triphosphatase adenosin yang dapat

menyebabkan kerusakan sel. Terjadinya kerusakan sel pada ginjal dapat menyebabkan

fungsi sel ginjal terganggu sehingga kemampuan ginjal untuk menyaring kreatinin dan

ureum berkurang dan mengakibatkan serum ureum dan kreatinin meningkat.

Korelasi antara perbedaan dosis pemberian dengan peningkatan kadar ureum setelah

diuji dengan uji statistik Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji statistik duncan

memperlihatkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (P < 0,01). Sedangkan kreatinin

pada dosis 50,96 mg/200 gBB setelah diuji dengan uji statistik T-test juga terdapat

perbedaan yang sangat signifikan (P < 0,01). Dengan demikian semakin besar dosis

pemberian ekstrak Swietenia mahagoni Jacq semakin mempengaruhi peningkatan kadar

ureum dan kreatinin darah.

Dari Analisa ini diperoleh bahwa pemberian ekstrak biji mahoni selama 40 hari pada

dosis 50,96 mg/200 gBB, sudah menyebabkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Pada

ureum lebih besar dibandingkan dengan kontrol maupun kadar normal, sedangkan pada

kreatinin juga lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, akan tetapi masih dalam

keadaan kadar normal.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni selama 40 hari dengan dosis 25,48 mg/200 gBB

mengalami penurunan kadar ureum dan kreatinin darah tikus bila dibandingkan dengan

control tetapi masih dalam kadar normal ureum yaitu 41,64 - 62,67 mg/dL dan kadar

normal kreatinin yaitu 0,578 - 1,128 mg/ dL.

2. Pada dosis 50,96 dan 76,44 mg/200 gBB didapat kadar ureum 65,84 mg/dL dan 68,11

mg/dL, lebih besar bila dibandingkan dengan control 55,64 mg/dL dan kadar normal

ureum 41,64 - 62,67 mg/dL. Sedangkan kadar kreatinin pada dosis 50,96 mg/200 gBB

dan dosis 76,44 mg/200 gBB juga lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, akan

tetapi masih dalam kadar normal kreatinin darah.

V.2. Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan uji nefrotoksik dengan memeriksa histopatologi tikus putih

jantan dewasa galur wistar.

2. Dilakukan penelitian yang sama dengan memfraksinasi ekstrak etanol biji mahoni dan

dilihat efek nefrotoksik dari masing-masing fraksi.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S. 2006. Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Vol 2, 131-134, Trubus Agriwidya. Jakarta.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Gorshkova I.A., Gorshkov B.A, and Stonik V.A. 1989. Inhibition of Rat Brain Na+ K+ ATPase by Triterpene Glycusides from Holothurians (psolus fabricii). J.Toxican 27 (8) : 927-936.

Guyton, A.C., J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke-9). Terjemahan oleh : Irawati Setiawan. Jakarta. EGC.

Lu, Frank.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penelitian Resiko (Edisi ke-2). Terjemahan oleh: Nugroho, Edi Bustami, Zunilda S. Darmansyah. Iwan. UI press. Jakarta Indonesia.

Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2008. ”Biology of Microorganisme” 12 edition. San Francisco.

Robbin - Kumar. 2007. Basic pathology., edisi 8., Sauders Elselvier., Philadelpia.

Wulandari, 2008. Efek Toksisitas Subkronis Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq) Terhadap Gambaran Hispatologi Ginjal Mencit (Mus musculus) Jantan, thesis, Universitas Airlangga.