pengaruh kecerdasan emosi dan faktor demografis...
TRANSCRIPT
PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP AGRESIVITAS
PENGGUNA KERETA COMMUTER LINE
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh: Dwi Retno Wulansari
11140700000152
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440 H / 2018 M
MOTTO
“To injure an opponent is to injure yourself. To control aggression
without inflicting injury is the Art of Peace.”
-Morihei Ueshiba-
“Therefore, endure with grateful and patience.”
-Al-Ma’arij (70:5)-
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) November 2018 (C) Dwi Retno Wulansari (D) Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Faktor Demografis terhadap
Agresivitas Pengguna Kereta Commuter Line (E) xi + 76 halaman + lampiran (F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi
dan faktor demografis terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line. Agresivitas merupakan kecenderungan perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk mengekspresikan perasaan negatif sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Peneliti memiliki dugaan bahwa agresivitas dapat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi (memahami emosi, mengontrolemosi, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan) dan faktor demografis (usia dan jenis kelamin). Populasi pada penelitian ini adalah pengguna kereta Commuter Line. Sampel yang diambil berjumlah 210 orang dengan teknik accidental sampling. Penulis memodifikasi intsrumen menggunakan skala agresivitas Webster dkk (2014) dan mengadaptasi instrumen menggunakan skala kecerdasan emosi Rahim dkk (2002). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kecerdasan emosi dan faktor demografis terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa domain mengontrol emosi dari kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Sementara untuk domain lainnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan proporsi varians mengontrol emosi oleh seluruh variabel independen sebesar 7,4 %. Sedangkan 92,6 % sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan melibatkan variabel lain seperti kepribadian, provokasi, penderitaan, dan lainnya. Disarankan juga kepada pengguna kereta untuk dapat mengendalikan emosi lebih baik, sehingga dampak dari emosi negatif tidak diekspresikan dengan tindakan agresif.
(G) Bahan bacaan : 53 ; 14 buku + 28 jurnal + 1 tesis + 1 skripsi + 9 artikel
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology (B) November, 2018 (C) Dwi Retno Wulansari (D) The Influence of Emotional Intelligence and Demographic Factors on
Aggressivity of Commuter Line Passengers (E) xi + 76 pages + attachments (F) This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence
and demographic factors on aggressivity. Aggressivity is behavioral tendencies which intend to hurt or caused pain to others, both physically or mentally, to express bad feelings so people who are doing it can get what they want in return. The author assumed that emotional intelligence (self-awareness, self-regulation, motivation, empathy, and social skills) and demographic factors (age and gender) could affect aggressivity. The population of this research are passengers of Commuter Line, with total 210 as the samples. The samples were taken with accidental sampling technique. The author modified an instrument using a scale of aggression by Webster et. al (2014) and adapted an instrument using scale of emotional intelligence by Rahim et. al (2002). The result showed that emotional intelligence and demographic factors influenced the aggressivity of Commuter Line passengers. Hyphotesis test result showed that self-regulation significantly influenced aggressivity. As for self-awareness, motivation, empathy, social skills, age, and gender did not significantly affect it. The result also showed proportion of variance of self-regulation described by all independent variables which is 7,4 %, while the remaining 92,6 % influenced by other variables outside this research. Studies in the future are expected to develop this research with involvement of other variables such as personality, provocation, pain, etc. It is also recommended to the passengers to manage their negative emotion that caused bad feelings as to not expressed it in offensive behavior, in this case aggression. The Commuter Line company is also expected to revise their service, for example, adding securities in every railway coach to discipline and handle situation in the train, as for limit the capacity of passengers in it. That act could avoid the train as not be too crowded.
(G) Reading materials : 53 ; 14 books + 28 journals + 2 thesis + 9 articles
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Ta’la yang tak henti-hentinya menurunkan nikmat dan
berkah yang senantiasa dirasakan oleh penulis. Salah satu berkah yang penulis
rasakan adalah dapat menempuh perkuliahan dengan baik dan lancar tanpa ada
suatu kendala yang berarti, dan diberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas
akhir berupa skripsi ini. Tercurah shalawat serta salam untuk manusia terbaik
sepanjang zaman dan berakhlak sempurna, Baginda Nabi Muhammad Salallahu
‘alaihi wa salam, juga keluarga serta sahabatnya. Semoga kelak penulis dapat
berkumpul bersama di surga kelak.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik dalam dukungan moril, materiil dan do’a. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis berterima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019, beserta jajarannya.
2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing
skripsi. Terima kasih atas bimbingan dan motivasi untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Netty Hartati, M.Si, Bapak Miftahuddin, M.Si, dan Bapak Dr. Gazi,
M.Si yang telah memberikan banyak saran serta bimbingan untuk perbaikan
skripsi ini.
4. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima
kasih atas saran dan dukungan untuk dapat menyelesaikan perkuliahan
dengan baik.
5. Seluruh pengguna kereta Commuter Line yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini.
6. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan banggakan, Bapak Djoko
Seno Adji dan Ibu Maret Utami. Terima kasih telah merawat dan
memberikan kasih sayang yang luar biasa besar kepada penulis sejak dalam
kandungan sampai saat ini. Tak pernah lelah memberikan semangat, motivasi,
dan nasihat yang membangun dalam setiap langkah penulis. Selalu
membekali penulis dengan do’a dimanapun penulis berada.
7. Kakak yang sangat penulis cintai dan banggakan, Retno Utari Dewi. Terima
kasih atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Darimu lah penulis belajar menjadi orang yang kuat.
8. Teman-teman terbaik yang mengiringi langkah penulis, Ami, Agnes, Della.
Semoga tetap bersama sampai hari tua.
9. Pejuang S.Psi yang mewarnai perkuliahan penulis setiap harinya. Shafira,
Icha, Novia, Salsa, Inay, Indri, Ziah, Vero, Sahida, Nia, Gio, Desri, dan
seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2014. Terima kasih atas segalanya.
10. Dan, seluruh pihak yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, atas semua
bantuan dan do’anya. Semoga segala kebaikan dibalas dengan sebaik-baiknya
balasan oleh Allah SWT.
Jakarta, 30 November 2018
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iii MOTTO .................................................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................................ v KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................. x DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1-8
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................................ 7
1.2.1 Pembatasan masalah .................................................................... 7 1.2.2 Perumusan masalah ...................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 8 1.3.1 Tujuan penelitian ......................................................................... 8 1.3.2 Manfaat penelitian ....................................................................... 8
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................... 9-29
2.1 Agresivitas ............................................................................................... 9 2.1.1 Pengertian Agresivitas ................................................................. 9 2.1.2 Dimensi-dimensi agresivitas ........................................................ 11 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi agresivitas ............................ 13 2.1.4 Pengukuran Agresivitas ............................................................... 15
2.2 Kecerdasan Emosi .................................................................................... 16 2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ..................................................... 16 2.2.2 Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosi ........................................... 18 2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi ................................................... 20
2.3 Faktor Demografis .................................................................................... 21 2.3.1 Usia .............................................................................................. 21 2.3.2 Jenis Kelamin ............................................................................... 22
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................................... 23 2.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 28
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................................ 30-46
3.1 Populasi dan Sampel ................................................................................ 30 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................... 31 3.3 Instrumen Pengumpulan Data .................................................................. 32 3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................. 36
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Agresivitas .............................................. 38 3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan emosi ................................... 39
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 42
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................................. 47-57 4.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................................... 47 4.2 Analisis Deskriptif ................................................................................... 48 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ..................................................... 49 4.4 Uji Hipotesis Penelitian............................................................................ 51
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ........................................... 51 4.5 Pengujian Proporsi Varians pada Setiap Variabel Independen ................ 56
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ................................................ 58-64 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 58 5.2 Diskusi ..................................................................................................... 58 5.3 Saran ......................................................................................................... 62
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................ 63 5.3.2 Saran praktis ................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65 LAMPIRAN .............................................................................................................. 76
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian Item Favorable dan Unfavorable ............................................... 33 Tabel 3.2 Blueprint Skala Agresivitas ....................................................................... 34 Tabel 3.3 Blueprint Skala Kecerdasan emosi ............................................................ 35 Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Agresivitas ................................................................ 38 Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Memahami Emosi Diri .............................................. 39 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Mengontrol Emosi Diri ............................................. 40 Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Motivasi Diri ............................................................. 40 Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Mengenali Emosi Orang Lain ................................... 41 Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Membina Hubungan .................................................. 42 Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek ........................................................................... 47 Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ..................................................................................... 48 Tabel 4.3 Norma Skor Variabel ................................................................................. 49 Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ........................................................................ 49 Tabel 4.5 R Square ..................................................................................................... 52 Tabel 4.6 ANOVA ..................................................................................................... 52 Tabel 4.7 Koefisien Regresi ....................................................................................... 53 Tabel 4.8 Proporsi Varians pada Setiap Independent Variable ................................. 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ....................................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................................... 71 Lampiran 2 Syntax dan Path Diagram ....................................................................... 78 Lampiran 3 Output Regresi ........................................................................................ 84 Lampiran 4 Tabel Validitas Agresivitas .................................................................... 86
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kereta Commuter Line merupakan sarana transportasi umum yang angka
penggunanya sangat tinggi. Tingginya jumlah pengguna menyebabkan kepadatan
yang luar biasa yang mengakibatkan keadaan yang sesak dan hiruk pikuk di dalam
lingkungan. Menurut penelitian Evans & Wener (2006), keadaan padat, penuh, dan
sesak dapat mempengaruhi tekanan pada psikologis seseorang dan keadaan itulah
yang terjadi di Commuter Line terutama ketika pagi dan sore hari. Selain itu Sarwono
(1995) juga mengatakan bahwa dampak psikologis akibat kepadatan dapat
menimbulkan beberapa reaksi seperti reaksi emosi, fisiologi, dan sosial.
Hal tersebut dibuktikan dengan berita yang dilaporkan oleh berbagai media
mengenai pengalaman-pengalaman pengguna Commuter Line, salah satunya yang
dilaporkan oleh Rahmawati (2014). Ia mengatakan bahwa pengguna yang hendak
naik kereta seringkali tidak menghiraukan teriakan pengguna yang akan turun
sehingga menyebabkan pengguna yang ingin turun harus menerobos barikade
manusia yang berdiri padat didepan pintu kereta jika tak ingin terbawa kembali ke
stasiun lain. Hal ini dibuktikan dengan laporannya mengenai pengguna yang
terdorong balik ke dalam kereta oleh para pengguna yang akan naik, serta pengguna
yang hampir jatuh di peron kereta ketika hendak turun.
Pada peristiwa lain, seorang pengguna yang menaiki gerbong khusus wanita
mengaku pernah didorong saat hendak duduk sehingga pendorongnya lah yang pada
2
akhirnya mendapatkan tempat duduk. Selain itu, seorang wanita yang tengah
mengandung lima bulan juga mengungkapkan bahwa ia seringkali tidak diberi tempat
duduk oleh sesama wanita. Padahal, di dalam kereta terdapat peraturan yang
mengharuskan pengguna untuk mengutamakan orang-orang yang diprioritaskan
seperti ibu hamil, ibu membawa balita, lansia, dan orang dengan disabilitas. Seakan-
akan mengacuhkan peraturan tersebut, banyak pengguna yang sering berpura-pura
tidur, memalingkan wajah, dan bermain gadget demi mempertahankan tempat
duduknya (Rahmawati, 2014).
Toriq (2017) juga melaporkan masalah terkait pengguna Commuter Line.
Seorang pengguna yang menempati gerbong wanita mengaku pernah bertengkar
dengan pengguna lainnya ketika ingin duduk, dan juga tidak jarang pengguna
meminta tempat duduk dengan nada bicara yang tinggi sehingga memicu kekesalan
pengguna lain. Tidak hanya itu, diketahui dari laporan Nailufar (2017) pada April
2017 terdapat video amatir yang viral di media sosial yang membuktikan “ganas”nya
pengguna Commuter Line. Video tersebut merekam aksi dua orang pengguna yang
menjambak rambut satu sama lain di mana perkelahian itu merupakan buntut dari
perebutan tempat duduk di gerbong kereta khusus wanita.
Bahkan, aksi saling dorong yang selalu terjadi di Commuter Line sampai
menyebabkan kematian. Seorang pengguna bernama Syafwardi diduga terjatuh dari
pintu kereta saat hendak turun. Mateta selaku Humas PT KAI saat itu mengatakan
bahwa korban mengalami luka pada bagian kepala dan tidak dapat diselamatkan
karena pendarahan yang dialaminya (news.detik.com, 2017). Perilaku-perilaku
3
agresif ini sudah menjadi masalah yang menyebabkan terenggutnya nyawa seseorang.
Penjabaran fenome-fenomena di atas merupakan bukti adanya kecenderungan
agresivitas yang tinggi pada kalangan pengguna kereta Commuter Line.
Agresivitas adalah kecenderungan perilaku yang berniat untuk menyakiti
orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk mengekspresikan perasaan
negatif sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan (Buss & Perry, 1992). Pada
dasarnya perilaku agresif merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh setiap orang,
hanya kadarnya saja yang berbeda-beda (Aziz & Mangestuti, 2006). Menurut
Berkowitz (dalam Matulessy, 2012), agresi merupakan bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Ia juga
mengungkapkan bahwa tindak kekerasan atau perilaku agresif ini dapat terjadi di
seluruh lapisan masyarakat dengan bentuk yang kompleks dan beragam.
Lazarus (2001) mengemukakan asumsi dasarnya bahwa agresi dapat
ditimbulkan karena beberapa emosi. Hal ini dapat dipahami ketika seseorang
mempertimbangkan respon emosional yang akan mereka tampilkan dalam menilai
sebuah peritiwa yang mereka dialami. Emosi tersebut akan mengekspresikan makna
dari peristiwa yang mereka alami (Steffgen & Gollwitzer, 2007).
Selain itu, Berkowitz (dalam Steffgen & Gollwitzer, 2007) mengemukakan
bahwa pengaruh negatif (keadaan emosional yang tidak menyenangkan) merupakan
mediator antara peristiwa yang tidak menyenangkan dan agresi. Maka dari itu,
peristiwa yang tidak menyenangkan menyebabkan munculnya pengaruh negatif ini,
dimana pengaruh negatif dapat meningkatkan agresi. Teori dari Berkowitz ini
4
merupakan pernyataan yang paling menjelaskan hubungan antara emosi dan
agresivitas. Dari sudut pandangnya, perasaan buruk apa pun yang dirasakan individu
akan meningkatkan kecenderungan perilaku agresif. Aziz (2006) mengatakan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
agresivitas, salah satunya adalah rendahnya tingkat kecerdasan. Pendapat tersebut ia
ambil setelah memperdalam konsep Daniel Goleman mengenai Emotional
Intelligence. Goleman mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bila tidak disertai
dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan menghasilkan seseorang sukses
dalam hidupnya dan pengelolaan emosi juga berperan penting dalam dan
pengambilan keputusan untuk bertindak. Sehingga, Aziz (2006) meyakini bahwa jika
tindakan yang dilakukan oleh seseorang bergantung pada kecerdasan yang mereka
miliki.
Penelitian dari Ciarrochi et al. (dalam Das &Tripathy, 2015) dan Kaya et al.
(2017) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan
emosi dan agresivitas. Hal ini semakin memperkuat gagasan yang telah dikemukakan
di atas serta dapat peneliti jadikan sebagai acuan. Namun, subjek pada penelitian
sebelumnya berbeda dengan subjek pada penelitian ini. Maka dari itu peneliti juga
ingin melihat apakah ada perbedaan pada pengaruh yang akan dihasilkan.
Tidak hanya kecerdasan emosi, peneliti juga mengambil usia sebagai variabel
bebas yang akan diteliti pengaruhnya terhadap agresivitas. Peneliti melakukan
pengamatan sederhana, dan dari hasil pengamatan ini peneliti melihat anak muda
cenderung bersikap acuh saat ada orang tua atau pengguna prioritas yang
5
membutuhkan tempat duduk. Meskipun beberapa orang dewasa juga melakukannya,
fakta tersebut lebih banyak peneliti jumpai.
Menguatkan hasil pengamatan peneliti, hasil penelitian Khan (2006) pun
membuktikan bahwa benar terdapat perbedaan agresivitas dilihat dari sudut pandang
usia. Ia mengatakan bahwa remaja sedang berada pada fase proses membentuk
identitas pribadi, sehingga identitas pribadi mereka belum matang. Maka dari itu,
remaja cenderung belum bisa menahan ekspresi dari perasaan negatif mereka yang
merupakan perilaku agresif.
Berbeda dengan remaja, orang dewasa sadar sepenuhnya akan status sosial
mereka, serta paham akan moral dan aturan di masyarakat yang membuat mereka
dapat menahan agresi. Orang dewasa juga paham akan efek yang dapat ditimbulkan
akibat perilaku mereka. Maka dari itu, peneliti ingin melihat lebih dalam apakah
penelitian ini dapat menguatkan hasil pengamatan peneliti dan apakah bisa
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan terdapat perbedaan
agresivitas dilihat dari usia pada pengguna kereta Commuter Line.
Selain itu, terdapat penelitian terdahulu yang membuktikan adanya perbedaan
pada agresivitas dilihat dari jenis kelamin. Bhateri dan Singh (2015) dalam
penelitiannya menegaskan fakta bahwa laki-laki memiliki agresivitas yang lebih
tinggi daripada perempuan. Namun dilihat dari fenomena yang ada, berbeda dengan
gerbong umum, gerbong khusus wanita seringkali disebut sebagai gerbong yang
“ganas”. Wanita pada gerbong tersebut tidak segan untuk saling sikut dan adu mulut
demi bisa duduk atau sekedar masuk kereta (Putera, 2017).
6
Hasil penelitian lain dari Archer (2004) bahkan membuktikan hal yang
berbeda dari keduanya. Archer menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang paling
besar pada dimensi agresi fisik, agresi verbal, dan agresi tidak langsung dalam jenis
kelamin. Laki-laki dikatakan memegang persentase lebih besar pada dimensi agresi
fisik dan agresi verbal, dan keduanya dilakukan secara langsung (ada kontak dengan
korban). Sementara perempuan memegang persentase lebih besar pada dimensi agresi
tidak langsung (tidak ada kontak dengan korban). Maka dari itu peneliti merasa perlu
mengkaji lebih dalam lagi mengenai hal ini sehingga dapat menemukan jawaban atas
perbedaan di atas.
Berdasarkan penyajian di atas , terlihat bahwa penelitian mengenai agresivitas
pengguna kereta Commuter Line penting untuk dilakukan. Tujuannya agar individu
dapat menentukan sejauh mana sebuah faktor mempengaruhi agresivitas sehingga
individu tersebut dapat mengantisipasinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
karya tulis ini berjudul Pengaruh Kecerdasan emosi dan Faktor Demografis terhadap
Agresivitas Pengguna Kereta Commuter Line.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar pemaparan variabel yang diteliti tidak meluas batasan permasalahan dalam
penelitian ini akan dibatasi, yaitu hanya meliputi pengaruh kecerdasan emosi dan
faktor demografis terhadap agresivitas. Adapun pengertian tentang konsep variabel
yang digunakan adalah sebagai berikut:
7
1. Agresivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang berniat
untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk
mengekspresikan perasaan negatif sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Meliputi physical aggression, verbal aggression, anger aggression,
dan hostility aggression (Buss & Perry, 1992).
2. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada kemampuan
untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Terdiri
dari lima dimensi yaitu memahami emosi, mengontrol emosi, motivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. (Goleman, 2016).
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini difokuskan
pada:
1. Apakah kecerdasan emosi, usia, dan jenis kelamin secara signifikan
mempengaruhi agresivitas?
2. Apakah memahami emosi diri dari variabel kecerdasan emosi secara signifikan
mempengaruhi agresivitas?
3. Apakah mengontrol emosi dari variabel kecerdasan emosi secara signifikan
mempengaruhi agresivitas?
4. Apakah motivasi diri dari variabel kecerdasan emosi secara signifikan
mempengaruhi agresivitas?
5. Apakah mengenali emosi orang lain dari variabel kecerdasan emosi secara
signifikan mempengaruhi agresivitas?
8
6. Apakah usia secara signifikan mempengaruhi agresivitas?
7. Apakah jenis kelamin secara signifikan mempengaruhi agresivitas?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel kecerdasan emosi
dan faktor demografis terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line, serta
seberapa besar pengaruh tersebut.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh kecerdasan emosi faktor demografis
terhadap agresivitas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian
terdahulu dan dapat dijadikan rujukan dan pembanding untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran tentang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas, khususnya masyarakat yang setiap hari
berkendara dengan transportasi umum agar dapat menjaga kenyamanan, ketertiban,
dan kesejahteraan bersama.
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Agresivitas
2.1.1 Pengertian Agresivitas
Sears (1991) juga beranggapan bahwa agresi merupakan setiap perilaku
yang bertujuan menyakiti orang lain, atau adanya perasaan ingin menyakiti orang
lain yang ada dalam diri seseorang. Scheneiders (dalam Susantyo, 2011) juga
menyatakan bahwa perilaku agresif adalah luapan emosi atas reaksi terhadap
kegagalan individu yang ditunjukkan dalam bentuk perusakan terhadap orang atau
benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal)
dan perilaku non-verbal.
Murry (dalam Hall & Lindsey, 1993) menyatakan bahwa agresi
didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, melalui
berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Secara
singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain
atau merusak milik orang lain. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya
adalah perilaku agresif dari seorang individu atau kelompok (Susantyo, 2011).
Baron (2005) mengatakan agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada
tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan tersebut.
Menurut Buss dan Perry (1992) agresivitas adalah kecenderungan perilaku
yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis
untuk mengekspresikan perasaan negatif sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Selain itu, Berkowitz (dalam Matulessy et al., 2012) juga
10
mendefinisikan agresivitas sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan
untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Perilaku dikategorikan
sebagai agresivitas apabila bertujuan untuk melukai orang lain dan berusaha untuk
melakukan tindakan agresi walaupun usahanya tidak berhasil.
Freud mengatakan bahwa perilaku agresif merupakan cara pertama yang
dikenal manusia untuk mengungkapkan kemarahannya, yang dituangkan melalui
serangan fisik secara membabi-buta terhadap obyek, benda hidup maupun benda
mati yang membangkitkan emosi itu (Bailey, 1989). Menurut Bjorkqvist (dalam
Fronzei, 2003) agresi merupakan perilaku yang bertujuan untuk membahayakan
atau melukai beberapa orang, seseorang, atau suatu obyek.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan adalah definisi dari
Buss dan Perry (1992) yang mengatakan bahwa agresivitas merupakan
kecenderungan perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik
maupun psikologis untuk mengekspresikan perasaan negatif sehingga dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
2.1.2 Dimensi-dimensi Agresivitas
Dilihat dari bentuk perilaku yang ditampilkan, Buss dan Perry (1992)
beranggapan bahwa agresivitas dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1. Physical Aggression
Agresi yang dilakukan untuk melukai dan menyakiti seseorang secara fisik,
seperti memukul, menyerang, berkelahi, dan sebagainya.
11
2. Verbal Aggression
Agresi yang dilakukan dalam bentuk ucapan yang dapat menyakiti atau melukai
orang lain. Misalnya menghina, mengumpat, memaki, mengolok, dan membentak.
3. Anger
Perasaan tidak senang yang dirasakan oleh seseorang akibat dari reaksi fisik
ataupun cedera fisik yang dialami orang tersebut. Misalnya dapat terlihat dari
ekspresi wajah marah, tidak membalas sapaan, sulit menahan amarah dan
sebagainya.
4. Hostility
Sikap dan perasaan negatif terhadap orang lain yang muncul karena penilaian
negatif dari diri sendiri sebagai hasil dari proses kognitif. Misalnya iri, memfitnah,
dan sebagainya.
Pendapat lain mengenai jenis-jenis agresi dilontarkan oleh Fronzei (2003)
yang membaginya ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Instrumental aggression
Dilakukan hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan
korbannya, dan pada umumnya tidak disertai emosi. Myers (dalam Sarwono,
2002) mengatakan bahwa agresi ini mencakup perkelahian untuk membela diri,
penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk
membuktikan kekuasaan atau dominasi seseorang.
2. Hostile aggression
Dilakukan dengan tujuan menyakiti orang lain atau sebagai ungkapan
kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis
12
pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri, yaitu menimbulkan cedera atau
bahkan kematian bagi korban.
Berdasarkan dimensi-dimensi agresivitas di atas, peneliti menggunakan
dimensi yang diungkapkan oleh Buss dan Perry (1992), yaitu physical aggression,
verbal aggression, anger aggression, dan hostility aggression.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas
Berikut ini merupakan elemen-elemen yang diidentifikasi sebagai faktor-faktor
yang memengaruhi agresivitas:
1. Kecerdasan emosi
Penelitian dari Kaya (2017) dan Ciarrochi (dalam Das &Tripathy, 2015)
menunjukkan bahwa kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas mereka.
2. Gen
Peningkatan hormon testosterone menyebabkan pria lebih mudah untuk
berperilaku agresi dibandingkan dengan wanita, karena hormon tersebut
mempengaruhi kognisi (Campbell & Muncer, 1994).
3. Jenis kelamin
Bhateri dan Singh (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa laki-laki lebih
agresif daripada perempuan. Namun, Archer (2004) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang paling besar pada aspek agresi fisik, agresi verbal, dan agresi
tidak langsung dalam jenis kelamin. Laki-laki dikatakan memegang persentase
lebih besar daripada perempuan pada aspek agresi fisik dan agresi verbal , dan
keduanya dilakukan secara langsung (ada kontak dengan korban). Sementara
13
perempuan memegang persentase lebih besar daripada laki-laki pada aspek agresi
tidak langsung (tidak ada kontak dengan korban).
4. Kepribadian
Setiap kepribadian memiliki karakteristik yang berbeda-beda, contoh salah satu
tipe kepribadian adalah narcissism yang memiliki karakteristik temperamen.
Individu dengan kepribadian narsistik yang merasa pandangan baik tentang
dirinya ditantang oleh orang lain akan merasa tersinggung atau marah di mana hal
tersebut dapat memicu agresi.
5. Provokasi
Provokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif
untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu. Bentuk provokasi
dapat berupa verbal maupun fisik.
6. Frustrasi
Frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai
suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Sebagai
akibat dari frustrasi itu mungkin timbul perasaan jengkel atau perasaan negatif
lainnya yang dapat disalurkan ke dalam bentuk perilaku agresif (DeLisi & Beaver,
2011).
7. Penderitaan
Kondisi yang dapat membuat individu merasa menderita antara lain dapat berupa
suhu udara yang panas, suara nyaring, bau tak sedap, dan lain-lain. Hal-hal
tersebut dapat memicu perilaku agresif yang diawali dengan pemikiran agresif
14
yang muncul sebagai akibat dari emosi negatif yang disebabkan oleh penderitaan
(DeLisi & Beaver , 2011).
8. Isyarat pemicu agresivitas
Hadirnya hal-hal yang dapat memicu perilaku agresif seperti kehadiran senjata
dalam situasi tertentu dan kekerasan dalam media seperti tayangan televisi, film,
permainan video yan menunjukkan perilaku agresif sehingga mampu
memunculkan pikiran-pikiran agresif (DeLisi & Beaver, 2011).
9. Obat-obatan
Mengonsumsi obat-obatan seperti alkohol dan kafein dapat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku (DeLisi & Beaver, 2011).
10. Usia
Khan (2006) dalam penelitiannya membuktikan perbeda an agresivitas dilihat dari
segi usia. Remaja cenderung memiliki agresivitas yang lebih besar daripada orang
dewasa, karena identitas pribadinya yang belum matang, dan mereka merasa
agresivitas merupakan bagian dari kepribadian mereka. Sementara orang dewasa
yang sudah matang identitas pribadi serta status sosialnya di masyarakat
cenderung lebih bisa menahan agresinya.
2.1.4 Pengukuran Agresivitas
Terdapat sejumlah skala pengukuran agresivitas, diantaranya adalah:
1. Aggression Questionnaire dari Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini terdiri dari
29 item yang terbagi dari 4 dimensi yaitu, physical aggression, verbal
aggression, anger, dan hostility. Alat ukur ini memiliki nilai reliabilitas
konsistensi internal (cronbach’s alpha) sebesar 0,89 yang jika dijabarkan
15
setiap dimensi: aggression, 0.85; verbal aggression, 0.72; anger, 0.83; dan
hostility, 0.77. Aggression Questionnaire terdiri dari empat pilihan jawaban
yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, sangat tidak sesuai.
2. The Short-Form Buss-Perry Aggression Questionnaire (BPAQ-SF),
dikembangkan oleh Bryant dan Smith (2001) dan modifikasi oleh Diamond et
al. (2005), serta merupakan versi pendek dari Aggression Questionnare yang
disusun oleh Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini memiliki 12 item yang
diambil dari 29 item, dan tetap meliputi dimensi agresi fisik, agresi verbal,
kemarahan, dan permusuhan. Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,62
sampai 0,77.
3. Brief Aggression Questionnaire (BAQ), dikembangkan oleh Webster et al.
(2015) serta merupakan versi pendek dari Aggression Questionnare yang
disusun oleh Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini memiliki 12 item, meliputi
dimensi agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Reliabilitas
alat ukur ini berkisar antara 0,67 sampai 0,82.
4. Adult Scale of Hostility and Aggression Reactive-Proactive, dikembangkan
oleh Matlock dan Aman (2011). Alat ukut ini memiliki 58 item, dengan
dimensi verbal aggression, physical aggression, hostile affect, covert
aggression, dan bullying. Alat ukur ini juga memiliki reliabilitas yang tinggi.
5. The Aggression Scale: A Self-Report Measure of Aggressive Behavior for
Young Adolescents, dikembangkan oleh Orpinas dan Frankowski (2001) hanya
diperuntukan remaja tingkat sekolah menengah pertama.Terdiri dari 11 item
16
dengan dimensi verbal aggression dan physical aggression. Reliabilitas alat
ukur ini adalah sebesar 0,87.
Dalam penelitian ini, peneliti memodifikasi alat ukur Brief Aggression
Questionnaire (BAQ), karena alat ukur dikembangkan berdasarkan teori Buss dan
Perry (1992) sehingga dimensi-dimensi yang terdapat pada alat ukur sesuai
dengan dimensi-dimensi yang peneliti gunakan. Alat ukur ini juga memiliki
validitas dan reliabilitas yang baik.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual
manusia. Secara umum, intelegensi dapat dikatakan sebagai kecerdasan. Wechsler
(dalam Kaufman, 2016) memberikan definisi intelegensi sebagai kemampuan
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan
menguasai lingkungan secara efektif. Kemampuan itu adalah untuk mengolah
lebih jauh lagi hal-hal yang kita amati.
Menurut Chaplin (2008) keadaan emosional merupakan suatu reaksi
kompleksnya yang mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan
secara mendalam, serta dibarengi dengan perasaan yang kuat atau disertai keadaan
afektif. Emosi juga dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang terangsang dari
organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya, dan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Goleman (2016) emosi
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
17
Goleman (2016) mengatakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada
kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang
lain. Gardner (dalam Jorfi et al., 2014) menyatakan bahwa kecerdasan pribadi
(Goleman menyebutnya kecerdasan emosi) terdiri dari kecerdasan antarpribadi
dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan intrapribadi ialah kemampuan untuk
memahami orang lain seperti apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka
berkerja, bagaimana berkerja bahu-membahu dengan mereka. Dalam rumusan
lain, Gardner mencatat bahwa inti dari kecerdasan antarpribadi itu mencakup
kemampuan membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati,
temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.
Salovey dan Mayer (dalam Salovey & Grewal, 2005) mendefinisikan
kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengamati perasaan serta emosi
seseorang dan orang lain, untuk membedakan keduanya, dan menggunakan
informasi ini untuk mengarahkan pemikiran dan tindakan seseorang.
Selain itu, Davies et al. (1998) menyatakan bahwa kecerdasan emosi
merupakan kemampuan untuk mengendalikan keinginan seseorang dan menunda
pemenuhannya, mengatur suasana hati orang lain, memisahkan perasaan dari
pikiran. Selain itu, kecerdasan emosi juga mencakup berbagai keterampilan
seperti pengendalian diri, ketekunan, semangat dan kemampuan untuk memotivasi
orang lain.
Dari penjelasan di atas, peneliti menggunakan definisi kecerdasan emosi
dari Goleman (2016). Ia menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang lain.
18
2.2.2 Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2016) kecerdasan emosi memiliki 5 area kunci, yaitu:
1. Memahami emosi diri
Kemampuan untuk senantiasa memperhatikan dan memahami keadaan emosi diri,
yang merupakan kunci untuk melihat diri secara psikologis lebih dalam.
Kemampuan ini meliputi mengenali perasaan sesuai dengan apa yang terjadi,
mampu memantau perasaan dari waktu ke waktu, merasa selaras terhadap apa
yang dirasakan. Menurut Sembiring et al. (2015) termasuk meliputi waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran, peka terhadap perasaan, mendengarkan
suara hati, dan memahami alam bawah sadar.
2. Mengontrol emosi diri
Kemampuan untuk menangani perasaan sehingga perasaan dapat ditangkap
dengan tepat, menenangkan diri, melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan
dan kemarahan yang menjadi-jadi. Seorang dengan kemampuan ini dapat
mengatasi tekanan dan emosi negatif dengan baik, dan emosi negatif itu
cenderung tidak akan mempengaruhi tindakannya.
3. Motivasi diri
Kemampuan individu untuk memanfaatkan kapasitas diri seperti antusiasme,
keyakinan diri untuk mendorong semangat guna mencapai tujuan, mengatur
emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau juga sebaliknya yaitu
untuk menunda kepuasan dan merenggangkan dorongan hati.
4. Mengenali emosi orang lain
19
Kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain sehingga menimbulkan
kesadaran empatik. Seorang yang empati lebih bisa mengindikasikan sinyal-sinyal
sosial seperti ketika orang lain membutuhkan atau menginginkan sesuatu
membantu mereka untuk menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang
lain.
5. Membina hubungan
Kemampuan ini mengarah pada bagaimana mengelola emosi orang lain dan
berinteraksi secara baik dengan orang lain. Selain itu, keterampilan ini mengarah
pada popularitas, kecerdasan kepemimpinan, penyelesaian masalah, serta
kesuksesan interpersonal.
Selain itu, Mayer et al. (2011) juga membagi kecerdasan emosi ke dalam empat
dimensi, yaitu:
1. Persepsi dan ekspresi dari emosi
Kemampuan mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi yang ada dalam
pikiran, perasaan, dan diri seseorang.
2. Asimilasi emosi dalam pikiran
Kemampuan menggunakan emosi untuk berpikir secara produktif.
3. Memahami dan menganalisis emosi
Kemampuan memberi label pada emosi, mengenali perasaan orang lain, dan
memahami hubungan yang terkait dengan perubahan emosi
4. Regulasi emosi
20
Kemampuan untuk tetap terbuka akan emosi yang dirasakan, mampu
memantau dan mengatur emosi untuk mengembangkan pertumbuhan tidak
hanya kecerdasan emosi itu sendiri tetapi juga kecerdasan intelektual
Dari beberapa dimensi diatas, penelit menggunakan dimensi yang dikembangkan
oleh Goleman (2016) yang meliputi kemampuan memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan.
2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi
Terdapat sejumlah skala pengukuran kecerdasan emosi, diantaranya adalah:
1. The Emotional Competence Inventory dari Richard E. Boyatzis dan Daniel
Goleman (2002). Konsistensi reliabilitas internal (cronbach’s alpha) ECI
secara keseluruhan tergolong bagus, reliabilitas berkisar dari 0,68
(Transparency) hingga 0,87 (Emotional Self Awareness) dengan rata-rata
reliabilitas 0,78, dan reliabilitas “self” berkisar dari 0,47 (Conflict
Management) hingga 0,76 (Inspirational Leadership) dengan rata-rata
reliabilitas sebesar 0,63.
2. Mayer-Salovey-Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) disusun oleh
Peter Salovey, Jack Mayer, dan David Caruso. Alat ukur ini meliputi empat
dimensi, yaitu percieving emotions (memahami emosi), use of emotions to
facilitate thoughts (menggunakan emosi untuk memfasilitasi pikiran),
understanding emotions (memahami emosi), managing emotions (mengelola
emosi). Terdiri dari 141 item dengan reliabilitas alat ukur ini adalah antara
0,76 sampai 0,91 (Salovey & Brackett, 2006).
21
3. Schutte Self-Report Emotional Intellignece Test (SSEIT), dikembangkan oleh
Nicola Schutte (1998) berdasarkan teori Salovey dan Mayer (1990). Alat ukur
ini terdiri dari dimensi emotion perception (persepsi emosi), utilizing
emotions (memanfaatkan emosi), managing self-relevant emotions
(mengelola emosi diri), dan managing others’ emotions (mengelola emosi
orang lain). Terdiri dari 33 item, dengan realibilitas 0,90 (Jonker & Vosloo,
2008).
4. Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS), dikembangkan oleh
Wong dan Law (2002) mengadopsi alat ukur dari Salovey dan Mayer (1990).
Alat ukur ini terdiri dari 16 item, meliputi dimensi self-emotion appraisal
(penilaian emosi diri), others’ emotion appraisal (penilaian emosi orang lain),
use of emotion (penggunaan emosi), dan regulation of emotion (pengaturan
emosi). Reliabilitas skala ini adalah 0,91.
5. Emotional Quotient Index (EQI), dikembangkan oleh Rahim et al. (2002)
berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Goleman (2000). Alat ukur ini pada
awalnya terdiri dari 40 item, namun setelah dua kali direvisi 22 item terpilih.
Item-item tersebut meliputii dimensi memahami emosi, mengontrol emosi
diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan
(keterampilan sosial). Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,58 sampai
0,95.
Dalam penelitian ini, peneliti memodifikasi alat ukur Emotional Quotient Index
(EQI) yang dikembangkan oleh Rahim et al. (2002), karena alat ukur ini
dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Goleman (2016) sehingga
22
dimensi-dimensi yang terdapat pada alat ukur sesuai dengan dimensi-dimensi
yang peneliti gunakan. Alat ukur ini juga memiliki validitas dan reliabilitas yang
baik.
2.3 Faktor Demografis
2.3.1 Usia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Khan (2006) usia terbukti memiliki pengaruh
terhadap agresivitas. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan
tingkat agresivitas yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda usia. Remaja
cenderung memiliki agresivitas yang lebih besar daripada orang dewasa, karena
identitas pribadinya yang belum matang, dan mereka merasa agresivitas
merupakan bagian dari kepribadian mereka. Sementara orang dewasa yang sudah
matang identitas pribadi serta status sosialnya di masyarakat cenderung lebih bisa
menahan agresinya.
Thomas (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan usia yang signifikan dalam hal kemarahan yang dialami di rumah,
namun memiliki skor yang tinggi di tempat kerja khususnya wanita di usia 40-an.
Selain itu, skor mereka hampir dua kali lebih tinggi dari skor pria di usia 40-an.
Kemudian, wanitadi usia 20-an dan 30-an juga dikatakan cenderung lebih
mengekspresikan kemarahannya secara terbuka dibandingkan wanita di usia 50-
an.
2.3.2 Jenis Kelamin
Bhateri dan Singh (2015) dalam penelitiannya menegaskan fakta bahwa laki-laki
memiliki agresivitas yang lebih tinggi daripada perempuan. Namun, berbeda
23
dengan mereka, hasil penelitian lain dari Archer (2004) bahkan membuktikan hal
yang berbeda dari keduanya.
Archer (2004) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang paling besar
pada dimensi agresi fisik, agresi verbal, dan agresi tidak langsung dalam jenis
kelamin. Laki-laki dikatakan memegang persentase lebih besar pada dimensi
agresi fisik dan agresi verbal, dan keduanya dilakukan secara langsung (ada
kontak dengan korban). Sementara perempuan memegang persentase lebih besar
pada dimensi agresi tidak langsung (tidak ada kontak dengan korban).
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Scheithauer (2008) ternyata
juga mendapatkan hasil yang sama dengan hasil penelitian Archer (2004).
Menurut hasil penelitian meta-analisisnya tentang agresi tidak langsung,
perempuan yang lebih tua menggunakan lebih sering menggunakan agresi tidak
langsung daripada laki-laki.
2.4 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji apakah agresivitas dapat dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi dan faktor demografis. Kecerdasan emosi terdiri dari
kemampuan memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, memunculkan
motivasi diri, paham pada perasaan orang lain atau berempati, serta menjaga
jalinan hubungan dengan orang lain (Goleman, 2016).
Kesadaran diri merupakan salah satu kemampuan seseorang dalam
mengenali serta memahami emosi dan bagaimana emosi tersebut dapat
memberikan pengaruh pada perilaku (Goleman, 2017). Ketika kesadaran diri
individu mulai tumbuh, mereka akan memahami dengan lebih baik mengapa
24
mereka merasakan apa yang mereka rasakan, dan mengapa mereka melakukan apa
yang mereka lakukan (Sherdianti, 2014). Seseorang yang dapat mengenali serta
memahami emosinya dengan baik akan menunjukkan perilaku yang baik pula,
karena mereka mudah mengambil keputusan dalam melakukan suatu tindakan
berdasarkan perasaan yang dialami. Misalnya, seorang pengguna yang merasa
jengkel akibat berdesak-desakan di kereta akan sadar bahwa ia tidak seharusnya
merasa seperti ini karena memang seperti inilah keadaan yang harus dihadapi jika
menggunakan transportasi kereta.
Menurut Goleman (2017) kontrol diri merupakan kemampuan untuk
mengelola emosi negatif dan tetap bersikap efektif, bahkan dalam situasi yang
penuh tekanan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa rendahnya kemampuan
untuk mengontrol diri serta emosinya dapat menyebabkan emosi negatif lepas
kendali. Sama halnya dengan pengguna kereta ketika merasa tertekan, lelah, kesal
dengan lingkungan kereta yang tidak nyaman dan penumpang yang tidak tertib,
jika mereka dapat mengontrol emosinya dengan baik akan dapat mengalihkan
perasaan-perasaan tidak enak tersebut sehingga tidak menimbulkan perilaku
negatif yang dapat mengakibatkan pertikaian.
Selanjutnya, aspek lain yang termasuk dalam cerdasnya emosi seseorang
kemampuan motivasi diri. Handoko (dalam Maulana, 2015) mengartikan motivasi
sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal tertentu
untuk mencapai suatu tujuan. Namun, dijelaskan juga oleh Goleman (2016)
kemampuan dalam motivasi diri ini juga berguna untuk menunda kepuasan dan
merenggangkan dorongan hati. Telah dijelaskan sebelumnya, perilaku agresi
25
dapat dilakukan ketika seseorang ingin mempertahankan dirinya dari sesuatu atau
serangan, hal tersebut menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki motivasi
untuk melindungi dirinya. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang pengguna
menginginkan tempat duduk, maka ia akan melakukan cara agar ia bisa
mendapatkan atau mempertahankan keinginannya itu. Termasuk salah satunya
bersikap acuh saat ada orang lain yang juga menginginkan atau membutuhkan
tempat duduk.
Namun orang dengan kemampuan motivasi diri yang baik juga dapat
mengendalikan serta menunda keinginannya. Misalnya, ketika seseorang ingin
sampai di tempat tujuan lebih awal namun kondisi kereta sangat padat, orang
tersebut dapat menunggu kereta selanjutnya agar pengguna ada di dalam kereta
tidak semakin terdesak. Dengan begitu, tindakan agresif yang bisa terjadi kepada
dirinya atau bisa saja ia lakukan jika berada dalam kereta terhindarkan.
Selain kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang
lain juga merupakan syarat dalam cerdasnya emosi seseorang. Mengenali serta
membayangkan emosi orang lain dapat memunculkan rasa empati terhadap orang
lain (Batson & Hoffman dalam Stanger, 2015). Ketika seseorang mampu
membayangkan kondisi dan memahami perspektif orang lain, mereka cenderung
tidak akan terlibat dalam perilaku agresif yang dapat menimbulkan kesusahan
pada orang tersebut.
Pengguna yang memiliki empati tidak akan berbuat yang merugikan
kepada pengguna lain dan akan saling membantu. Misalnya, ketika ada orang
sepuh atau wanita hamil yang membutuhkan tempat duduk orang yang empati
26
akan memberikan tempat duduknya kepada mereka sebagai wujud kepedulian,
sementara orang yang tidak berempati akan memilih untuk mengabaikan.
Hal sederhana seperti peduli kepada orang lain dapat menjadi salah satu
akar dari terjalinnya hubungan pertemanan yang baik. Membina suatu hubungan
mengarah pada bagaimana kemampuan mengelola emosi orang lain dan
berinteraksi secara baik dengan orang lain. Seorang yang pandai bersosialisasi
akan menimbulkan kenyamanan sosial pada orang sekitar. Seorang yang pandai
dalam berinteraksi dengan orang lain menunjukkan bahwa orang tersebut dapat
dengan baik mengelola emosi lawan bicaranya.
Hal itu dapat dianalogikan seperti ini: dua orang pengguna pada akhirnya
berteman karena sering berjumpa di kereta, ini menandakan bahwa sudah terjalin
hubungan yang baik diantara mereka. Dari pertemanan tersebut mereka dapat
terhindarkan dari perilaku-perilaku negatif yang mungkin saja terjadi jika
keduanya tidak berteman. Dengan hubungan yang baik tentunya rasa kepedulian
serta keinginan untuk saling membantu akan lebih kuat.
Kecerdasan emosi memegang peranan yang sangat penting dalam
pengendalian diri, karena tanpa kecerdasan emosi yang baik seseorang akan sulit
memiliki kontrol akan perilakunya sehari-hari. Orang tidak akan melakukan
tindakan yang menyakitkan ketika ia bisa memahami perasaan orang lain yang
ada disekitarnya. Bahkan ketika seseorang dapat mengontrol emosi diri sendiri
pun tanpa disadari akan membuat mereka terhindar dari perilaku negatif. Selain
itu, dengan menanamkan empati dari dalam diri juga akan membuat seseorang
27
lebih peka dan peduli terhadap orang lain, sehingga pikiran-pikiran negatif yang
hadir dapat tertutupi.
Selain kecerdasan emosi, terdapat faktor demografis usia yang juga dapat
mempengaruhi agresivitas. Khan (2006) membuktikan bahwa individu berusia
muda cenderung belum pandai mengendalikan perasaan negatifnya, sehingga
diekspresikan salah satunya dengan perilaku agresif. Sementara orang dewasa
lebih mampu menahan dan mengendalikan perilakunya. Dikaitkan dengan
fenomena, terkadang beberapa remaja cenderung mengabaikan pengguna prioritas
yang membutuhkan tempat duduk.
Bhateri & Singh (2015) mengatakan bahwa laki-laki memiliki agresivitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sedangkan menurut Archer (2004)
tidak ada perbedaan yang signifikan antara agresivitas edua jenis kelamin.
Berbeda dengan situasi pada gerbong umum, gerbong khusus wanita lebih
“mengerikan” di mata para pengguna. Maka dari itu, peneliti ingin melihat apakah
hasil penelitian ini akan mendukung salah satu dari tiga pernyataan tersebut.
28
2.3.5 Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Mayor
Ha : Ada pengaruh yang signifikan variabel kecerdasan emosi (memahami
emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang
lain, membina hubungan) dan faktor demografis (usia, jenis kelamin)
terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
2. Hipotesis Minor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi memahami emosi diri pada
kecerdasan emosi terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengontrol emosi diri pada
kecerdasan emosi terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
Gambar 2.1 Bagan Kerangka
29
H3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi motivasi diri pada kecerdasan
emosi terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
H4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengenali emosi orang lain pada
kecerdasan emosi terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
H5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi membina hubungan pada
kecerdasan emosi terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line
H6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi usia terhadap agresivitas
pengguna kereta Commuter Line
H7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi jenis kelamin terhadap
agresivitas pengguna kereta Commuter Line
30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna aktif kereta Commuter Line. Rata-
rata jumlah pengguna kereta Commuter Line per-hari mencapai 993.804
pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah terbanyak yang dilayani dalam
satu hari adalah 1.065.522 pengguna (www.krl.co.id, 2017). Subjek dalam
penelitian ini adalah pengguna kereta Commuter Line di wilayah Jabodetabek.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik non-probability sampling. Menurut Suryadi et al. (2014),
non-probability sampling atau pengambilan sampel secara tidak acak (non-
random sampling) adalah teknik pengambilan sampel di mana setiap elemen
populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Adapun
cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling, di mana
sampel diambil dengan memilih secara spontan sehingga mempermudah proses
pengumpulan data.
Peneliti melakukan pengambilan data dengan cara menyebarkan kuesioner
kepada pengguna kereta Commuter Line yang dimulai pada tanggal 30 Juni 2018
sampai 31 Juli 2018. Penyebaran kuesioner dilakukan menggunakan dua cara,
yaitu offline (lembar kuesioner disebar langsung) dan online (melalui google
form). Peneliti menyebar sebanyak 180 kuesioner secara offline dengan bantuan
keluarga dan kerabat terdekat pada untuk menyebarkannya ke setiap pengguna
kereta Commuter Line yang mereka kenal seperti teman di kantor, sekolah, dan
31
lain-lain. Dari 180 kuesioner yang disebar terdapat 50 kuesioner yang tidak
kembali, sehingga total jumlah kuesioner yang didapat secara offline adalah 130.
Namun, peneliti hanya mengambil 78 kuesioner karena pada kuesioner lainnya
terdapat ketidaklengkapan data pada informed consent serta terdapat beberapa
pilihan jawaban pada skala yang tidak terisi.
Untuk pengambilan data secara online, peneliti menyebarkan kuesioner
melalui tiga platform yaitu Whats App, Line, dan Instagram. Peneliti mulai
menyebar link kuesioner (https://goo.gl/forms/MXYgrz7aljGCHfi12) pada
tanggal 19 Juli 2018 dan menutup link pada tanggal 31 Juli 2018. Jumlah total
responden yang didapat dari kurun waktu tersebut adalah 132. Maka dari itu, total
keseluruhan responden yang peneliti dapat dari pengambilan data secara offline
dan online adalah 210.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah agresivitas
pengguna aktif kereta Commuter Line. Dan, variabel bebas (independent variable)
dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi dan faktor demografis. Adapun
definisi operasional dari variabel pada penelitian ini adalah:
1. Agresivitas
Agresivitas adalah perilaku yang mengandung unsur kekerasan secara fisik
maupun verbal untuk menyakiti orang lain atau benda, sebagai bentuk
pengekspresian perasaan negatif, secara fisik maupun psikologis di mana orang
yang disakiti tidak mengharapkan perilaku tersebut. Agresivitas memiliki dimensi
32
physical aggression, verbal aggression, anger aggression, dan hostility
aggression (Buss & Perry, 1992).
2. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan individu yang berhubungan dengan
kemampuan pengenalan serta pengelolaan emosi diri sendiri dan juga orang lain,
serta kemampuan untuk merubah emosi negatif menjadi positif. Kecerdasan ini
memiliki dimensi memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan (Goleman, 2016).
3. Faktor Demografis
Faktor demografis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Kategori usia dalam penelitian ini
mengacu pada teori Hurlock (2001) yaitu di bawah 21 tahun, 21 sampai 40 tahun,
dan 41 sampai 60 tahun.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan
perempuan yang menentukan perbedaan peran masing-masing individu.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data dalam bentuk
berupa kuisioner, yang menggunakan alat ukur berrmodel Skala Likert yang sudah
baku dan diadaptasi oleh peneliti ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini memiliki
33
empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
dan sangat tidak setuju (STS).
Penyusunan item pada skala ini dibuat dalam empat alternatif jawaban
yang dikelompokkan menjadi item favorable dan item unfavorable. Subjek
diminta untuk memilih satu dari empat pilihan jawaban, dan masing-masing
jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan
yang dirasakan oleh subjek. Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Penilaian Item Favorable dan Unfavorable
Pilihan Favorable Unfavorable SS (Sangat Sesuai) 4 1 S (Sesuai) 3 2 TS (Tidak Sesuai) 2 3 STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
Instrumen penelitian yang diberikan pada pengguna kereta Commuter Line adalah
sebagai berikut:
1. Isian biodata subjek penelitian, terdiri dari pertanyaan mengenai nama atau
inisial responden, usia, dan jenis kelamin.
2. Skala agresivitas dan skala kecerdasan emosi.
1). Skala Agresivitas
Peneliti menggunakan skala agresivitas Brief Aggression Questionnaire (BAQ)
yang dikembangkan oleh Webster et al. (2015) yang juga merupakan versi singkat
dari skala agresivitas yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992). Skala ini
terdiri dari 12 item dan meliputi lima dimensi, yaitu physical aggression, verbal
34
aggression, anger aggression, dan hostility aggression. Peneliti mengadaptasi
skala ini ke dalam bahasa Indonesia dan melakukan modifikasi pada beberapa
item terkait dengan kepentingan penelitian.
Tabel 3.2
Blueprint Skala Agresivitas
Keterangan : tanda (*) untuk item unfavorable
2). Skala Kecerdasan Emosi
Peneliti menggunakan skala kecerdasan emosi Emotional Quotient Index (EQ
Index) yang disusun oleh Rahim et al. (2002). Alat ukur ini dikembangkan oleh
Rahim et al. (2002) berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Goleman (2016).
Skala ini meliputi lima dimensi yang akan diteliti yaitu memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan. Skala ini terdiri dari 22 item dan telah peneliti adaptasi ke dalam
bahasa Indonesia.
No Dimensi Indikator No Item Jumlah
1. Physical aggression
Menyerang orang lain, 2,7 2
Berkelahi 5 1
2. Verbal aggression
Memberikan teguran 4,11 2 Beradu argument 8 1
3. Anger aggression
Sulit mengendalikan emosi 1,9 2
Menunjukkan emosi negative 3 1
4. Hostility aggression
Berburuk sangka terhadap orang lain 6,10,12 3
Jumlah 12 12
35
Tabel 3.3
Blueprint Skala Kecerdasan emosi
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Memahami emosi diri
Mampu menyadari emosi diri, 1
4
Mampu menyadari efek dari emosi diri terhadap orang lain,
11
Mampu menyadari suasana hati, 7
Mampu menyadari keinginan dalam diri 9
2. Mengontrol emosi diri
Mampu menjaga emosi tetap dalam kendali 3,4,14,6*
5 Mampu menjaga impuls tetap dalam kendali 18
3. Motivasi diri Mampu menerima perubahan dalam mencapai tujuan
10
5
Mampu untuk tetap fokus pada tujuan 2,5
Mampu berharap untuk sukses daripada takut gagal akan suatu hal
12
Mampu berkorban untuk mencapai tujuan 22
4. Mengenali emosi orang lain
Mampu memahami perasaan yang disampaikan melalui pesan non-verbal dan verbal
8,20
4 Mampu memahami hubungan emosi antar individu lain
21
Mampu memberikan dukungan secara emosional kepada orang yang membutuhkan
17
5. Membina hubungan Mampu menghadapi masalah tanpa memandang dengan siapa bekerja
19
5
Mampu untuk tidak membiarkan emosi negatif menjadi halangan
15,16
Mampu menangani konflik dengan bijaksana 13
Jumlah 22
22
Keterangan : tanda (*) untuk item unfavorable
36
3.4 Uji Validitas Konstruk
Peneliti menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk pengujian
validitas instrumen dengan 34 item dari 2 skala, yaitu agresivitas dan kecerdasan
emosi. Teknik CFA ini memiliki beberapa prosedur menurut Umar (dalam
Suryadi et al., 2014), yaitu:
1. Menyusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang hendak
diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item (stimulus)
sebagai indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis)
bahwa hanya ada satu faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan
(model unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori atau model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya
mengukur satu faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji, di mana hal
tersebut terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan pengukuran
(residual)
37
b. Setelah nilai parameter diperoleh, kemudian diestimasi (dihitung) korelasi
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item berdasarkan
hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S = Ʃ atau
dapat dituliskan HO : S – Ʃ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi-square, di mana jika chi-square tidak signifikan (p>0,05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) tidak ditolak. Artinya, teori
yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan dalam mengukur apa yang
hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan
maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diiukur,
bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya. Melihat signifikan atau
tidaknya item tersebut mengukur satu faktor dengan melihat nilai t bagi
koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t>1,96 maka item
tersebut signifikan dan sebaliknya.
8. Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab, hal ini tidak sesuai
dengan sifat item, di mana item tersebut bersifat positif (favorable)
9. Langkah terakhir adalah apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak
yang berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Karena, item tersebut, selain
mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal lain. adapun, pengujian
38
analisis CFA seperti yang dipaparkan di atas dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan software LISREL 8.70.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Agresivitas
Penulis menguji apakah 12 item dari agresivitas bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur agresivitas saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square=244.91
df=54, P-Value=0.000, RMSEA=0.130. Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan
berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 9 kali,
diperoleh model fit dengan Chi-Square=74.40, df=45, P-Value=0.00380,
RMSEA=0.056.
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Agresivitas
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.65 0.06 10.36 √ ITEM 2 0.50 0.07 7.62 √ ITEM 3 0.51 0.07 7.67 √ ITEM 4 -0.02 0.07 -0.28 × ITEM 5 0.66 0.06 10.19 √ ITEM 6 0.74 0.06 11.38 √ ITEM 7 0.59 0.06 9.21 √ ITEM 8 0.46 0.07 6.37 √ ITEM 9 0.78 0.06 12.56 √ ITEM 10 0.48 0.07 7.07 √ ITEM 11 0.61 0.07 8.77 √ ITEM 12 0.48 0.07 7.18 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu digugurkan atau
tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.5
39
terlihat bahwa terdapat 11 item yang bermuatan positif dan signifikan, sementara
1 item lainnya memiliki nilai t<1,96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut
harus digugurkan.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
3.4.2.1 Muatan Faktor Item Memahami Emosi
Pada variabel memahami emosi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang fit dengan Chi-Square=1,78, df=2, P-Value=0.41115,
RMSEA=0.000.
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Memahami Emosi
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.56 0.07 8.37 √ ITEM 2 0.85 0.06 14.14 √ ITEM 3 0.89 0.06 14.94 √ ITEM 4 0.63 0.07 9.63 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.5
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur memahami emosi, semua item
signifikan (t>1,96) sehingga tidak ada item yang digugurkan.
3.4.2.2 Muatan Faktor Item Mengontrol emosi diri
Pada variabel mengontrol emosi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang fit dengan Chi-Square=8.55, df=5, P-Value=0.12844,
RMSEA=0.058.
40
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Mengontrol Emosi Diri
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.70 0.07 10.34 √ ITEM 2 0.72 0.07 10.62 √ ITEM 3 0.39 0.07 5.27 √ ITEM 4 0.78 0.07 11.72 √ ITEM 5 0.52 0.07 7.31 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.6
terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur mengontrol emosi diri, semua item
signifikan (t>1,96) sehingga tidak ada item yang digugurkan.
3.4.2.3 Muatan Faktor Item Motivasi Diri
Pada variabel motivasi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=22.62, df=5, P-Value=
0.00040, RMSEA=0.130. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square=5.73, df=4, P-Value=0.21997, RMSEA=0.046.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Motivasi Diri
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.79 0.07 10.53 √ ITEM 2 0.57 0.07 7.69 √ ITEM 3 0.45 0.08 5.90 √ ITEM 4 0.34 0.08 4.29 √ ITEM 5 0.66 0.07 8.94 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
41
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.7
terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur motivasi diri, semua item signifikan
(t>1,96) sehingga tidak ada item yang digugurkan.
3.4.2.4 Muatan Faktor Item Mengenali Emosi Orang Lain
Pada variabel mengenali emosi orang lain yang dilakukan dengan model fit, satu
faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=9.42, df=2, P-
Value= 0.00903, RMSEA=0.133. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square=0.05, df=1, P-Value=0.82973, RMSEA=0.000.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Mengenali Emosi Orang Lain
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.92 0.06 15.42 √ ITEM 2 0.62 0.06 9.56 √ ITEM 3 0.90 0.06 14.99 √ ITEM 4 0.57 0.07 8.16 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.8
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur mengenali emosi orang lain, semua
item signifikan (t>1,96) sehingga tidak ada item yang digugurkan.
42
3.4.2.5 Muatan Faktor Item Membina Hubungan
Pada variabel membina hubungan yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang fit dengan Chi-Square=0.27, df=2, P-Value=0.87507,
RMSEA=0.000.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Membina Hubungan
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.92 0.06 15.42 √ ITEM 2 0.62 0.06 9.56 √ ITEM 3 0.90 0.06 14.99 √ ITEM 4 0.57 0.07 8.16 √
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.8
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur membina hubungan, semua item
signifikan (t>1,96) sehingga tidak ada item yang digugurkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Metode analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh lebih dari satu variabel bebas (IV) dalam penelitian ini yaitu kepribadian
kecerdasan emosi dan faktor demografis terhadap variabel terikat (DV) yaitu
agresivitas. Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory
Factor Analysis), akan didapatkan data variabel berupa true score di mana
selanjutnya data tersebut akan dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi
berganda. Karena penelitian ini akan diuji hipotesis dengan menggunakan analisis
43
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada kemudian diubah menjadi hipotesis
nihil. Hipotesis ilmiah inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya.
Pada penelitian ini, digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat
lebih dari satu variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian
ini terdapat tujuh independent variable (variabel bebas) dan satu dependent
variable (variabel terikat). Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
Keterangan :
Y = Nilai prediksi Y (agresivitas)
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = memahami emosi
X2 = mengontrol emosi diri
X3 = motivasi diri
X4 = mengenali emosi orang lain
X5 = membina hubungan
X6 = usia
X7 = jenis kelamin
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (persentase) varians dari
dependent variable yang dapat dijelaskan oleh bervariasinya independent variable
secara keseluruhan.
44
Adapun untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
𝑅2 =𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔𝑆𝑆𝑦
Di mana:
R2 = Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan
independent variable.
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi
telah diperoleh.
SSy = Jumlah kuadrat dari dependent variabel (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansi dengan uji F. Adapun rumus untuk uji F.
Adapun rumus untuk uji F terhadap R2 adalah :
𝐹 = 𝑅2/𝑘(1−𝑅2)/(𝑁−𝑘−1)
dengan df=K dan (N – k – 1)
Di mana K adalah banyaknya independent variable dan N adalah besarnya
sampel. Apabila nilai F itu signifikan (p<0,05), maka berarti seluruh independent
variable secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependent variable.
Adapun langkah berikutnya adalah menguji signifikansi pengaruh masing-
masing independent variable terhadap dependent variable. Hal ini dilakukan
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t>1,96 maka
berarti independent variable yang bersangkutan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap dependent variable, dan sebaliknya.
Adapun rumus t-test yang digunakan adalah:
𝑡 =𝑏𝑖𝑆𝑏1
45
Di mana bi adalah koefisien regresi untuk IV(i) dan Sbi adalah standar deviasi
sampling dari bi.
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian
yang disumbangkan oleh masing-masing independent variable dalam
mempengaruhi dependent variable. Setiap kali dilakukan analisis regresi akan
diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan independent variable baru diharapkan
terjadi peningkatan R2 secara signifikan.
Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik maka berarti
independent variable baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara
statistic maupun dalam upaya memprediksi independent variable serta untuk
menguji hipotesis apakah independent variable bersangkutan signifikan
pengaruhnya. Setiap pertambahan R2 ketika satu independent variable baru
ditambahkan adalah menunjukan besarnya sumbangan unik independent variable
tersebut terhadap bervariasinya dependent variable setelah pengaruh dari
beberapa independent variable terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh sebab
itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
Adapun rumus yang digunakan untuk menguji signifikan tidaknya pertambahan
proporsi varian (R2 change) adalah sebagai berikut :
𝐹 = (𝑅𝑇2− 𝑅𝑠2)/(𝑇−𝑆)
(1−𝑅𝑇2)/(𝑁−𝑇−1)
dengan df = (T – S) dan (N – T – 1)
Disini, 𝑅𝑇2 adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah independent variable baru
ditambahkan ke dalam persamaan, dan 𝑅𝑆2 adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum
independent variable baru ditambahkan. Sedangkan T adalah banyaknya
46
independent variable pada 𝑅𝑇2 dan S adalah banyak independent variable pada 𝑅𝑆2.
N adalah besarnya sampel penelitian.
Rumus ini bersifat generik, artinya bisa digunakan untuk menguji
signifikan tidaknya pertambahan R2 baik untuk pertambahan satu IV maupun
untuk pertambahan beberapa IV. Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti
proporsi varian yang dapat dijelaskan dan merupakan sumbangan dari IV yang
ditambahkan adalah signifikan secara statistik.
Maka dari itu rumus ini bisa diuji signifikan tidaknya pertambahan
independent variable baik hanya dengan menambahkan satu independent variable
maupun dengan menambahkan beberapa independent variable sekaligus. Teknik
analisis data multiple regression seperti yang telah dijelaskan di atas akan
menggunakan bantuan software statistika SPSS 16.0.
47
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 210 pengguna kereta Commuter Line di
Jabodetabek. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran sujek berdasarkan usia dan
jenis kelamin pada table 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Tabel Gambaran Umum Subjek (N=210)
Sampel Penelitian Frekuensi (%) Usia < 21 tahun 20 9.5% 21 – 40 tahun 175 83.3% 41 – 60 tahun 15 7.1% Jenis Kelamin Laki-laki 63 30% Perempuan 147 70%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
penelitian ini berusia 21 – 40 tahun dengan persentase sebesar 85.7%, sebagian
lainnya berusia dibawah 21 tahun dengan persentase sebesar 9.5%, dan 41 – 60
tahun dengan persentase sebesar 7.1%.
Berikutnya dijelaskan gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin. dapat
diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini memiliki jenis
kelamin perempuan dengan persentase sebesar 70% dan laki-laki dengan
persentase sebesar 30%.
4.2 Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini, peneliti mengklasifikasikan agresivitas, memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
48
hubungan menjadi dua skor, yaitu rendah dan tinggi. Berikut analisis deskriptif
yang peneliti lakukan yang disajikan dalam tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif (N=210)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Agresivitas 210 30.72 83.19 50.0000 9.05042 Memahami emosi diri
210 14.76 71.38 50.0000 8.62361
Mengontrol emosi diri
210 25.90 72.23 50.0000 8.40366
Motivasi diri 210 20.83 70.19 50.0000 8.23459 Mengenali emosi orang lain
210 26.66 72.82 50.0000 8.88923
Membina hubungan
210 24.65 68.23 50.0000 7.87388
Valid N (listwise)
210
Dari tabel 4.2 dapat diketahui deskriptif statistik pada setiap variabel. Kolom N
menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel berjumlah 210. Kolom minimum
dan maksimum menjelaskan nilai minimum dan minimum pada setiap variabel.
Dilihat bahwa pertama, variabel agresivitas memiliki nilai minimum 30.72 dan
nilai maksimum 83.19. Kedua, variabel memahami emosi diri memiliki nilai
minimum 14.76 dan nilai maksimum 71.38. Ketiga, variabel mengontrol emosi
diri memiliki nilai minimum 25.90 dan nilai maksimum 72.23. Keempat, variabel
motivasi diri memiliki nilai minimum 20.83 dan nilai maksimum 70.19. Kelima,
variabel mengenal emosi orang lain memiliki nilai minimum 26.66 dan nilai
maksimum 72.82. Keenam, variabel membina hubungan memiliki nilai minimum
24.65 dan nilai maksimum 68.23.
49
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi, maka dapat ditetapkan
norma kategorisasi variabel penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Norma Skor Variabel
Kategori Rumus Rendah X < (M – 1SD) Sedang (M – 1SD) < X ≤ (M + 1SD) Tinggi X > (M – 1SD)
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorisasikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi. penjelasannya dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)
Agresivitas 30 (14.3) 153 (72.9) 26 (12.4) Memahami emosi diri 17 (8.1) 166 (79) 27 (12.9) Mengontrol emosi diri 15 (7.1) 169 (80.5) 26 (12.4) Motivasi diri 11 (5.2) 173 (82.4) 26 (12.4) Mengenali emosi orang lain 16 (7.6) 172 (81.9) 22 (10.5) Membina hubungan 7 (3.3) 176 (83.8) 27 (12.9)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa:
1. Responden dengan tingkat agresivitas rendah berjumlah 30 orang (14.3%),
responden dengan tingkat agresivitas sedang berjumlah 153 orang (72.9%),
dan responden dengan tingkat agresivitas tinggi berjumlah 26 orang (12.4%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas agresivitas pengguna kereta
berada pada tingkat sedang (72.9%). Namun, pengguna kereta dengan tingkat
50
agresivitas rendah (30%) lebih dominan daripada pengguna kereta dengan
tingkat agresivitas tinggi (12.4%).
2. Responden dengan tingkat memahami emosi diri rendah berjumlah 17 orang
(8.1%), responden dengan tingkat memahami emosi diri sedang berjumlah
166 orang (79%), dan responden dengan tingkat memahami emosi diri tinggi
berjumlah 27 orang (12.9%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas
memahami emosi diri pengguna kereta berada pada tingkat sedang (79%).
Namun, pengguna kereta dengan tingkat memahami emosi diri yang tinggi
(12.9%) lebih dominan daripada pengguna kereta dengan tingkat memahami
emosi diri yang rendah (8.1%).
3. Responden dengan tingkat mengontrol emosi diri rendah berjumlah 15 orang
(7.1%), responden dengan tingkat mengontrol emosi diri sedang berjumlah
169 orang (80.5%), dan responden dengan tingkat mengontrol emosi diri
tinggi berjumlah 26 orang (12.4%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
mayoritas mengontrol emosi diri pengguna kereta berada pada tingkat sedang
(80.5%). Namun, pengguna kereta dengan tingkat mengontrol emosi diri
tinggi (12.4%%) lebih dominan daripada pengguna kereta dengan tingkat
mengontrol emosi diri rendah (7.1%).
4. Responden dengan tingkat motivasi diri rendah berjumlah 11 orang (5.2%),
responden dengan tingkat motivasi diri sedang berjumlah 173 orang (82.4%),
dan responden dengan tingkat motivasi diri tinggi berjumlah 26 orang
(12.4%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas motivasi diri
pengguna kereta berada pada tingkat sedang (82.4%). Namun, pengguna
51
kereta dengan tingkat motivasi diri rendah (12.4%) lebih dominan daripada
pengguna kereta dengan tingkat motivasi diri tinggi (5.2%).
5. Responden dengan tingkat mengenali emosi orang lain rendah berjumlah 16
orang (7.6%), responden dengan tingkat mengenali emosi orang lain sedang
berjumlah 172 orang (81.9%), dan responden dengan tingkat mengenali
emosi orang lain tinggi berjumlah 22 orang (10.5%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mayoritas mengenali emosi orang lain pengguna kereta
berada pada tingkat sedang (81.9%). Namun, pengguna kereta dengan tingkat
mengenali emosi orang lain tinggi (10.5%) lebih dominan daripada pengguna
kereta dengan tingkat mengenali emosi orang lain rendah (7.6%).
6. Responden dengan tingkat membina hubungan rendah berjumlah 7 orang
(3.3%), responden dengan tingkat membina hubungan sedang berjumlah 176
orang (83.8%), dan responden dengan tingkat membina hubungan tinggi
berjumlah 27 orang (12.9%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas
membina hubungan pengguna kereta berada pada tingkat sedang (83.8%).
Namun, pengguna kereta dengan tingkat membina hubungan tinggi (12.9%)
lebih dominan daripada pengguna kereta dengan tingkat membina hubungan
rendah (3.3%).
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, teknik analisis regresi dilakukan regresi
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16.0 seperti yang sudah
dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama
52
melihat R Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable
yang dijelaskan oleh independent variable, yang kedua apakah keseluruhan
independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian
terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
independent variable. Selanjutnya untuk tabel R Square, dapat dilihat pada tabel
4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
R square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Sig F. Change
1 .271a .074 .041 8.86103 .029 a. Predictors: (Constant), JK, Memahami emosi diri, Usia, Mengontrol emosi diri, Motivasi diri,
Mengenali emosi orang lain, Membina hubungan Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-Square sebesar 7,4%. Artinya
proporsi dari agresivitas yang dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosi
(memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan) dan faktor demografi (usia dan jenis kelamin)
adalah sebesar 7,4% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
Langkah kedua adalah menganalisis dampak independent variable
terhadap agresivitas. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
ANOVAa Model Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1258.628 7 179.804 2.290 .029 Residual 15860.600 202 78.518 Total 17119.227 209
a. Predictors: (Constant), JK, Memahami emosi diri, Usia, Mengontrol emosi diri, Motivasi diri, Mengenali emosi orang lain, Membina hubungan
b. Dependent variable: Agresivitas
53
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Sig. adalah
sebesar 0.029, dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig<0.05, maka hipotesis
nol yang menyatakan tidak ada pengaruh kecerdasan emosi dan faktor demografis
terhadap agresivitas, ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan antara
dimensi-dimensi kecerdasan emosi (memahami emosi diri, mengontrol emosi diri,
motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan) dan faktor
demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap agresivitas.
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi setiap independent
variable. Jika nilai Sig <0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang
berarti bahwa independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresivitas. Adapun penyajiannya pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 61.852 5.793 10.676 .000 Memahami emosi diri -.176 .101 -.168 -1.744 .083 Mengontrol emosi diri -.238 .089 -.221 -2.664 .008* Motivasi diri .125 .095 .114 1.315 .190 Mengenali emosi orang lain
.077 .093 .076 .832 .406
Membina hubungan .073 .113 .064 .648 .517 Usia -2.600 1.562 -.117 -1.665 .097 JK .572 1.417 .029 .404 .687
Berdasarkan tabel 4.7, maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
(*signifikan)
Agresivitas = 61.852 – 0.176 kecerdasan emosi (memahami emosi diri) – 0.238*
kecerdasan emosi (mengontrol emosi diri) + 0.125 kecerdasan emosi (motivasi
54
diri) + 0.077 kecerdasan emosi (mengenali emosi orang lain) + 0.073 kecerdasan
emosi (membina hubungan) – 2.600 usia + 0.572 jenis kelamin.
Dari persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa koefisien regresi
semua variabel (memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri,
mengenali emosi orang lain, membina hubungan, usia, dan jenis kelamin) hanya
variabel mengontrol emosi yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak
signifikan. Hal ini menyatakan bahwa dari tujuh independent variable hanya satu
variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas. Penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variabel adalah
sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi pada variabel memahami emosi diri sebesar -0.176
dengan nilai signifikansi sebesar 0.083, dalam hal ini nilai probability > 0.05,
dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa
memahami emosi diri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
agresivitas.
2. Nilai koefisien regresi pada variabel mengontrol emosi diri sebesar -0.238
dengan nilai signifikansi sebesar 0.008, dalam hal ini nilai probability < 0.05,
dengan demikian hipotesisi nihil ditolak. Hal ini mengandung berarti bahwa
mengontrol emosi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
agresivitas. Arah negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan
mengontrol emosi diri, semakin rendah agresivitas.
3. Nilai koefisien regresi pada variabel motivasi diri sebesar 0.125 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.190, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
55
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi
diri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas.
4. Nilai koefisien regresi pada variabel mengenali emosi orang lain sebesar
0.077 dengan nilai signifikansi sebesar 0.406, dalam hal ini nilai probability >
0.05, dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti
bahwa mengenali emosi orang lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresivitas.
5. Nilai koefisien regresi pada variabel membina hubungan sebesar 0.073
dengan nilai signifikansi sebesar 0.517, dalam hal ini nilai probability > 0.05,
dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa
membina hubungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
agresivitas.
6. Nilai koefisien regresi pada variabel usia sebesar -2.600 dengan nilai
probability sebesar 0.097, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa tidak ada
perbedaan dalam hal tinggi dan rendahnya agresivitas antara usia < 21 tahun,
21 – 40 tahun, dan 41 – 60 tahun.
7. Nilai koefisien regresi pada variabel jenis kelamin sebesar 0.572 dengan nilai
probability sebesar 0.687, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa tidak ada
perbedaan dalam hal tinggi dan rendahnya agresivitas antara jenis kelamin
perempuan dengan laki-laki.
56
4.6 Pengujian Proporsi Varians pada Setiap Variabel Independen
Untuk mengetahui proporsi varians dari masing-masing variabel bebas, maka
dilakukan perhitungan nilai R-Square Change dengan cara melakukan analisis
regresi satu persatu. Langkah ini dilakukan untuk melihat besarnya R-Square
Change setiap kali menambahkan variabel bebas ke dalam analisis regresi.
Adapun besar R-Square Change untuk masing-masing variabel bebas pada tabel
4.8 berikut ini:
Tabel 4.8
Proporsi Varians pada Setiap Independent Variable
Model Summary
Model R R Square
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .127a .016 .016 3.401 1 208 .067 2 .193b .037 .021 4.564 1 207 .034 3 .230c .053 .015 3.344 1 206 .069 4 .240d .058 .005 1.095 1 205 .297 5 .247e .061 .003 .670 1 204 .414 6 .261f .073 .012 2.620 1 203 .107 7 .262g .074 .001 .163 1 202 .687
Berdasarkan tabel 4.8, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Sumbangan variabel memahami emosi diri terhadap agresivitas adalah sebesar
1,6%, namun tidak signifkan (Sig F>0.05).
2. Sumbangan variabel mengontrol emosi diri terhadap agresivitas sebesar adalah
2,1%, dan signifikan (Sig F<0.05).
3. Sumbangan variabel motivasi diri terhadap agresivitas sebesar adalah 1,5%,
namun tidak signifkan (Sig F>0.05).
4. Sumbangan variabel mengenali emosi orang lain terhadap agresivitas sebesar
adalah 0,5%, namun tidak signifkan (Sig F>0.05).
5. Sumbangan variabel membina hubungan terhadap agresivitas adalah sebesar
0.3%, namun tidak signifkan (Sig F>0.05).
57
6. Sumbangan variabel usia terhadap agresivitas adalah sebesar 1,2%, namun
tidak signifkan (Sig F>0.05).
7. Sumbangan variabel jenis kelamin terhadap agresivitas adalah sebesar 0,1%,
namun tidak signifkan (Sig F>0.05).
58
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifkan dari kecerdasan emosi (memahami emosi
diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan) dan faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap agresivitas
pengguna kereta Commuter Line. Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa
hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang signifikan variabel
kecerdasan emosi dan faktor demografis terhadap agresivitas” ditolak. Artinya,
terdapat pengaruh yang signifikan pada kecerdasan emosi (memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan) dan faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap agresivitas.
5.2 Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
agresivitas pengguna kereta Commuter Line. Dari hasil koefisien regresi
menunjukkan bahwa mengontrol emosi diri secara negatif memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap agresivitas. Artinya, semakin baik kemampuan pengguna
kereta Commuter Line dalam mengontrol emosi dirinya maka semakin rendah
agresivitas mereka. Apabila individu mampu mengendalikan emosinya, dapat
menenangkan diri dari kecemasan, kemurungan, serta kemarahan yang menjadi-jadi
maka individu tersebut cenderung akan menghindari berperilaku negatif yang dapat
59
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, seperti melampiaskan amarahnya
dengan tindakan agresif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kaya et al. (2017) dan Masum &
Khan (2014) yang membuktikan bahwa dimensi mengontrol emosi diri dalam
kecedasan emosional secara signifikan memberikan pengaruh terhadap agresivitas,
yang artinya individu dengan kemampuan mengontrol emosi diri yang baik memiliki
agresivitas yang rendah. Penelitian dari Masoumeh et al. (2014) juga membuktikan
bahwa dari lima dimensi kecerdasan emosi, mengontrol emosi diri merupakan salah
satu dimensi yang secara signifikan mempengaruhi agresivitas. Selain itu, hasil ini
juga membuktikan pernyataan dari Goleman (2016) bahwa individu yang dapat
mengontrol emosi dirinya dengan baik dapat menangani rasa frustrasinya. Karena
individu yang sulit menangani rasa frustrasinya dengan baik cenderung akan
mengekspresikan emosi mereka dengan perilaku-perilaku negatif.
Di dalam penelitian ini pun terdapat beberapa variabel yang tidak terbukti
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Variabel tersebut antara lain
memahami emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina
hubungan, usia, dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan, dari lima dimensi
kecerdasan emosi, hanya dimensi mengontrol emosi diri yang secara signifkan
memiliki pengaruh terhadap agresivitas, sedangkan empat dimensi lainnya tidak
memiliki pengaruh yang signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Kaya et
al. (2017) dan Masoumeh et al. (2014), meskipun keseluruhan variabel kecerdasan
60
emosi secara signifikan berpengaruh terhadap agresivitas secara spesifik tidak semua
dimensi memberikan pengaruh yang signifikan.
Variabel kecerdasan emosi pertama yang memiliki pengaruh sedikit terhadap
agresivitas adalah memahami emosi diri. Memahami emosi diri merupakan
kemampuan untuk memperhatikan dan memahami keadaan emosi diri yang
dirasakan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kaya et al. (2017) yang
membuktikan adanya pengaruh yang signifkan antara dimensi ini dengan agresivitas.
Hal ini mungkin dapat disebabkan karena memahami emosi diri saja tidak cukup
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku agresif.
Variabel kedua yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan adalah motivasi
diri, hasil ini sejalan dengan penelitian dari Masum & Khan (2014). Hal ini dapat
dikarenakan agresivitas pengguna tidak disebabkan oleh kemampuan memotivasi diri,
namun oleh kemampuan lain.Selain itu, pengaruh yang disumbangkan oleh dimensi
ini positif, yang artinya semakin tinggi kemampuan motivasi diri individu semakin
tinggi pula agresivitas yang dimilikinya. Hal ini mungkin dapat dikarenakan motivasi
yang ada pada diri pengguna adalah keinginan untuk sampai di tempat tujuan tepat
waktu sehingga pengguna akan melakukan segala cara agar bisa memenuhinya,
termasuk jika harus dilakukan dengan agresi.
Variabel ketiga yang tidak memberikan pengaruh yang signifikan adalah
mengenali emosi orang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kaya et al. (2017) yang membuktikan bahwa kemampuan mengenali emosi orang
lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Hal ini dapat
61
dikarenakan ketika berada di dalam kereta, pengguna lebih mengutamakan
kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang lain.
Variabel keempat yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
agresivitas adalah membina hubungan. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
dari Kaya et al. (2017). Hal ini mungkin dapat dikarenakan mayoritas pengguna tidak
mengenal satu sama lain sehingga dimensi ini tidak bisa menyumbang pengaruh
karena memang tidak adanya hubungan yang terjalin.
Variabel kelima yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
agresivitas adalah usia. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Khan (2006)
yang menyatakan bahwa usia merupakan variabel yang dapat mempengaruhi
agresivitas, dimana individu pada usia muda memiliki agresivitas yang lebih tinggi
daripada individu usia dewasa. Penyebab dari hasil ini dapat dikarenakan jumlah
responden yang tidak seimbang, mayoritas responden berusia 21 sampai 40 tahun
sedangkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dibutuhkan jumlah responden
yang merata.
Variabel terakhir pada penelitian ini yang tidak memberi pengaruh yang
signifikan adalah jenis kelamin. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Archer (2004) yang menyatakan tidak ada perbedaan pada tingkat
agresivitas yang dimiliki laki-laki maupun perempuan. Secara garis besar, hasil
penelitian ini menguatkan penelitian-penelitan sebelumnya meskipun subjek yang
diambil yang berbeda.
62
Tentunya, penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Beberapa
diantaranya yang dapat peneliti simpulkan adalah:
1. Jumlah responden tidak merata dilihat dari jenis kelamin dan usia, sehingga hasil
yang didapat mungkin tidak menggambarkan dengan maksimal apa yang terjadi di
lapangan.
2. Item-item pada skala variabel kecerdasan emosi bersifat umum atau tidak
disesuaikan dengan fenomena yang diambil.
Selain itu, terdapat beberapa hal yang mungkin dapat menjadi penyebab kecilnya
sumbangan kecerdasan emosi dan faktor demografis terhadap agresivitas,
diantaranya:
1. Terdapat faktor eksternal yang memiliki pengaruh lebih besar.
2. Agresivitas bersifat situasional yang artinya responden bersikap agresif hanya saat
berada di lingkungan kereta, hal tersebut dikarenakan situasi yang membuat
tertekan dan mengaharuskan mereka untuk “survive” sehingga perilaku yang
muncul bukan perilaku sehari-hari.
3. Tingginya korelasi antar independent variable menyebabkan kecilnya besar
sumbangan yang diperoleh. Maka dari itu, alangkah baiknya jika pada penelitian
selanjutnya menambahkan independent variable yang memiliki korelasi rendah
antar satu sama lain.
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu saran teoritis dan
saran praktis. Penulis memberikan saran secara teoritis dengan harapan dapat
63
memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga
menguraikan saran secara praktis dengan harapan dapat memberikan informasi
tambahan terutama bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian.
5.3.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang dapat diajukan
sebagai pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Pada penelitian ini, salah satu dimensi dari kecerdasan emosi yaitu mengontrol
emosi diri merupakan satu-satunya yang mempengaruhi agresivitas secara
signifikan. Sehingga untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan
variabel-variabel besar lain diluar variabel kecerdasan emosi dan faktor
demografis yang terkait dengan agresivitas diantaranya seperti kepribadian,
provokasi, dan penderitaan.
2. Pada penelitian selanjutnya juga disarankan untuk memperbanyak responden dan
meratakan sampel penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin agar lebih
merepresentasikan populasi.
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran praktis yang dapat diajukan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian adalah:
Hasil penelitian membuktikan bahwa agresivitas dipengaruhi secara signifikan oleh
salah satu domain kecerdasan emosi yaitu mengelola emosi diri. Fakta tersebut
sejalan dengan penelitian Kaya (2013) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosi
64
terhadap agresivitas dimana dimensi mengelola emosi diri merupakan salah satu
domain yang berpengaruh secara signifikan.
Maka, dapat dikatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi tingkat
agresivitas atau meminimalisir agresi pada pengguna kereta Commuter Line adalah
dengan mengendalikan emosi lebih baik, sehingga dampak dari emosi negatif yang
dirasakan tidak diekspresikan dengan tindakan agresif. Selain itu, pihak KRL (Kereta
Rel Listrik) Commuter Line pun alangkah baiknya ikut memperbaiki pada segi
pelayanan, misalnya dengan menghadirkan penjaga pada setiap pintu gerbong kereta
sehingga lebih mudah menertibkan situasi di masing-masing gerbong dan membatasi
pengguna yang masuk agar tidak melebihi kapasitas, dengan begitu kepadatan yang
berlebihan dapat terhindarkan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Agung, D. B., & Matulessy, A. (2012). Kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan agresivitas pada remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 99-104
Archer, J. (2004). Sex differences in aggression in real-world settings: a meta-analytic review. Review of General Psychology, 8(4), 291–322. doi: 10.1037/1089-2680.8.4.291
Aziz, R., & Mangestuti, R. (2006). Pengaruh kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap agresivitas pada mahasiswa UIN Malang. Jurnal Penelitian dan Pengembangan, 1(1), 1-23
Aziz, R., & Mangestuti, R. (2006). Tiga Jenis Kecerdasan dan Agresivitas Mahasiswa. Psikologika, (21), 64-77
Bhateri & Singh, R. (2015). A comparative study of aggression between males and females. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 20(8), 43-51. doi: 10.9790/0837-20844351
Bailey, R. H. (1989). Peranan Otak. Jakarta: Tira Pustaka
Baron, R., & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial: Jilid Kedua Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Brackett, M. A., & Salovey, P. (2006). Measuring emotional intelligence with the Mayer-Salovey-Caruso emotional intelligence test (MSCEIT). Psicothema, 18, 34-41
Brown, C. (2006). Social Psychology. London: SAGE Publications Ltd
Bryant, F. B., & Smith, B. D. (2001). Refining the achitecture of aggression: a measurement model for the Buss–Perry aggression questionnaire. Journal of Research in Personality, 35, 138–167. doi: 10.1006/jrpe.2000.2302
Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63(3), 452-459
Campbell, A., & Muncer, S. (1994). Sex differences in aggression: social representation and social roles. British Journal of Social Psychology, 33(2), 233-240. doi: 10.1111/j.2044-8309.1994.tb01021.x
Consoelu, S. G. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
66
DeLisi, M., & Beaver, K. M. (2011). Criminological Theory: A Life-Course Approach. Sudburry, Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers
Dini, F. O., & Indrijati, H. (2014). Hubungan antara kesepian dengan perilaku agresif pada anak didik di lembaga pemasyarakatan anak blitar. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3(3), 30-36
Das, P. P. P., & Tripathy, S. (2015). Role of emotional intelligence on aggression: a comparison between adolescent boys and girls. Psychology and Behavioral Sciences, 4(1), 29-35. doi: 10.11648/j.pbs.20150401.15
Davies, M., Stankov, L., & Roberts, R. D. (1998). Emotional intelligence:In search of an elusive construct. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 989–1015
Evans, G. W., & Wener, R. E. (2006). Rail commuting duration and passenger stress. Health Psychology, 25(3), 408–412. doi: 10.1037/0278-6133.25.3.408
Franzoi, S. L. (2003). Social Psychology, 3rd Edition. New York: McGraw Hill
Goleman, D. (2016). Emotional Intelligence (Kecerdasan emosi): Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia
Goleman, D. (2017). Why Emotional Self-Control Matters? https://www.mindful.org/ emotional-self-control-matters/ (dikunjungi pada 10 Januari 2018)
Goleman, D. (2017). How Emotionally Self-Aware Are You? https://www.mindful.org/emotionally-self-aware/ (dikunjungi pada 10 Januari 2018)
Handono, O. T., & Bashori, K. (2013). Hubungan antara penyesuaian diri dan dukungan sosial terhadap stres lingkungan pada santri baru. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 1(2), 79-89
Helmi, A. F., & Soedardjo. (1998). Beberapa perspektif perilaku agresif. Buletin Psikologi, 5(2), 9-15
Hurlock, E. B. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Ioannidou, F., & Konstantikaki, V. (2008). Empathy and emotional intelligence: what is it really about. International Journal of Caring Sciences, 1(3), 118-123
67
Jonker, C. S., & Vosloo, C. (2008). The psychometric properties of the schutte emotional intelligence scale. Journal of Industrial Psychology, 24(2), 21-30
Jorfi, H., Jorfi, S., Yaccob, H. F. B., & Nor, K. M. (2014). The impact of emotional intelligence on communication effectiveness: focus on strategic alignment. African Journal of Marketing Management, 6(5), 82-87. doi: 10.1037/1089-2680.8.4.291
Joseph, D. L., & Newman, D. A. (2010). Emotional intelligence: an integrative meta-analysis and cascading model. American Psychological Association, 95(1), 54–78. doi: 10.1037/a0017286
Kaya, H. B., Hazar, M., Beyleroglu, M, & Sari, I. (2017). Relationship between emotional intelligence and aggression on boxers. Future Human Image, 8, 55-65
Khan, F. N. (2006). Age differences in expression of aggression in men and women. Journal of Independent Studies and Research, 4(1), 29-32
Madani, M. A. (2018). Pengguna KRL Commuter Line Meningkat 22,6 Persen. http://www.republika.co.id/berita/inpicture/jabotabek-inpicture/18/01/08/ p28los283-pengguna-krl-commuter-line-meningkat-226-persen(dikunjungi pada 24 Januari 2018)
Matlock, S. T., & Aman, M. G. (2011). Development of the adult scale of hostility and aggression: reactive–proactive (A-SHARP). American Association on Intellectual and Developmental Disabilities,116(2), 130-141. doi: 10.1352/1944-7558-116.2.130
Maulana, F. H., Hamid, D., & Mayoan, Y. (2015). Pengaruh motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada bank BTN kantor cabang Malang. Jurnal Administrasi Bisnis, 22(1), 1-8
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R., & Cherkasskiy, L. (2011). Emotional Intelligence. The Cambridge handbook of intelligence. New York, NY: Cambridge University Press
Masoumeh, H., Mansor, M. B., Yaacob, S. N, Talib, M. A., & Sara, G. (2014). Emotional intelligence and aggression among adolescents in Tehran, Iran. Life Science Journal, 11(5), 506-511
Masum, R., & Khan, I. (2014). Examining the relationship between emotional intelligence and aggression among undergraduate students of Karachi. Educational Research International, 3(3), 36-41
68
Nailufar, N. N. (2017). Berebut Tempat Duduk di KRL, Dua Perempuan Jambak-jambakan https://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/16/10121011/
berebut. duduk.di.krl.dua.perempuan.jambak-jambakan. (dikunjungi pada 20 Juli 2018)
Orpinas, P., & Frankowski, R. (2001). The aggression scale: a self-report measure of aggressive behavior for young adolescents. Journal of Early Adolescence, 21(1), 50-67. doi: 10.1177/0272431601021001003
Putera, D. A. (2017). “Ganasnya” Gerbong Khusus Wanita di KRL Jadi Keprihatinan PT KCJ. https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/21 /08104311/.ganasnya. gerbong.khusus.wanita.di.krl.jadi.keprihatinan.pt.kcj (dikunjungi pada 20 Oktober 2018)
Rahim, M. A, & Psenicka, C. (2002). A model of emotional intelligence and conflict management strategies: a study in seven countries. The International Journal of Organizational Analysis, 10(4), 302-326. doi: 10.1108/eb028955
Rahmawati, L. (2014). Naik dan Turun KRL Pun Pengguna Harus Bersaing http://ekonomi.kompas.com/read/2014/08/08/14104581/Naik.dan.Turun.KRL.Pun.Pengguna.Harus.Bersaing (dikunjungi pada 20 Januari 2018)
Rahmawati, L. (2014). Egoisnya Pengguna Perempuan di Gerbong Wanita Commuter Line. http://ekonomi.kompas.com/read/2014/08/08/1636444/ Egoisnya.Pengguna.Perempuan.di.Gerbong.Wanita.Commuter.Line(dikunjungi pada 20 Januari 2018)
Salovey, P., & Grewal, D. (2005). The science of emotional intelligence. American Psychological Society,14(6), 281-285. doi: 10.1111/j.0963-7214.2005.00381.x
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Scheithauer, H., Haag, N., Mahlke, J., & Ittel, A. (2018). Gender and age differences in the development of relational/indirect aggression: first results of a meta-analysis. European Journal of Developmental Science, 2(1/2), 176-189. doi: 10.3233/DEV-2008-21211
Sears, D.O., Freedman, J.L, & Peplau, L.A. (1991). Psikologi Sosial, Jilid 1 & 2. Jakarta: Erlangga
Sekaran, U. (2003). Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Fourth Edition. Cambridge: Southern Illionis University
69
Sembiring, M., Milfayetty, S., & Siregar, N. I. (2015). Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Calon Katekis. Tesis. Program Studi Magister Psikologi, Program Pascasarjana, Universitas Medan Area dan Universitas Negeri Medan
Sherdianti, I. (2014). Self Awareness that Leads to Edna Pontellier’s Egoistic Suicide in Kate Chopin’s The Awakening Novel. Skripsi. English Department Faculty of Humanities Diponegoro University, Semarang
Siregar, S. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Situs Berita Detik https://news.detik.com/berita/2015055/dorong-dorongan-saat-turun-dari-krl-syafwardi-tewas-terjatuh (dikunjungi pada 13 Oktober 2018)
Situs Resmi Kereta Commuter Line http://www.krl.co.id/ (dikunjungi pada 20 Januari 2018)
Stanger, N., Kavussanu, M., McIntyre, D., & Ring, C. (2015). Empathy inhibits aggression in competition: the role of provocation, emotion, and gender. Journal of Sport & Exercise Psychology, 38(1), 4-14. doi: 10.1123/jsep.2014-0332
Steffgen G., & Gollwitzer, M. (2007). Emotions and Aggressive Behavior. Ashland, OH, US. Hogrefe & Huber Publisher
Suryadi, B., Mutiah, D., Miftahuddin, Dewi, M.S., Muchtar, Y.D., & Tresniasari, N. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku Agresif: Sebuah Tinjauan Konseptual. Jurnal Informasi, 6(3), 189-202
Thomas, S. P. (2002). Age differences in anger frequency, intensity, and expression. Journal of the American Psychiatric Nurses Association, 8(2). 255-275. doi: 10.1067/mpn.2002.124412
Toriq, A. (2017). Pengguna Commuter Line Wanita: Mending di Gerbong Umum! https://news.detik.com/berita/d-3503790/pengguna-commuter-line-wanita- mending-di-gerbong-umum (dikunjungi pada 20 Januari 2018)
Tucker-Ladd, C. E. (2004). Psychological Self-Help. Retrieved from psychologicalhelp.org
Webster, G. D., DeWall, C.N., Junior, R. S. P., Deckman, T., Jonason, P. K., Le, B. M., Nichols, A. L., Schember, T. O., Crysel, L. C., Crosier, B. S., Smith,
70
C. V., Paddock, E. L., Nezlek, J. B., Kirkpatrick, L. A., Bryan, A. D., & Bator, R. J. (2015). The brief aggression questionnaire: structure, validity, reliability, and generalizability. Journal of Personality Assessment, 0(0), 1-12
71
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum wr, wb.
Selamat pagi/siang/sore,
Saya mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat
ini saya sedang melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir
(skripsi) sebagai syarat kelulusan. Saya mengharapkan kesediaan Anda untuk
mengisi form kuesioner mengenai agresivitas pengguna kereta Commuter
Line.
Dalam pengisian kuesioner tidak ada jawaban yang benar atau salah, maka
dari itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda apa adanya.
Perlu diketahui bahwa segala informasi serta jawaban yang Anda berikan bersifat
RAHASIA dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitan.
Atas perhatian dan partisipasi Anda saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr, wb.
Hormat saya,
Dwi Retno Wulansari
72
INFORMED CONSENT
Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya setuju untuk
secara sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Retno
Wulansari mengenai agresivitas pengguna kereta Commuter Line. Data yang saya
berikan adalah data yang sebenar-benarnya dan saya menyetujui bahwa data saya
akan digunakan dalam keperluan penelitian.
Nama / Inisial :
Jenis Kelamin :
Usia :
Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Dwi Retno Wulansari, dan data saya dijamin kerahasiaannya serta hanya
digunakan untuk penelitian semata.
Jakarta, Juni 2018
Partisipan
73
Beri tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan Anda!
1. Apakah Anda merupakan pengguna aktif kereta Commuter Line? Ya Tidak
2. Apakah Anda menggunakan kereta Commuter Line sebagai media
transportasi sehari-hari? Ya Tidak
3. Berapa kali Anda menggunakan kereta Commuter Line dalam kurun
waktu seminggu (7 hari)? *ket: 1 kali perjalanan = tap in – naik kereta ke stasiun tujuan – tap out 1 – 3 kali 4 – 6 kali 7 – 9 kali ≥ 10 kali
4. Pada hari apa Anda aktif menggunakan kereta Commuter Line?
Senin – Jumat Sabtu dan Minggu Senin – Minggu Lainnya,silahkan isi:……………………………………………….
5. Kapan waktu aktif Anda menggunakan kereta Commuter Line? (Jawaban
boleh lebih dari satu) Pagi Siang Sore Malam
74
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami dengan baik setiap
pernyataannya. Anda diminta untuk menentukan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda ( √ ) pada salah satu
dari empat pilihan yang tersedia.
Keterangan:
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS 1 Saya percaya dengan kemampuan yang
saya miliki √
Seluruh pernyataan dibagi ke dalam 2 skala berbeda.
SKALA I
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya kesulitan mengendalikan amarah ketika kondisi di dalam kereta tidak nyaman.
2 Jika saya harus menggunakan kekerasan untuk melindungi hak saya, saya akan melakukannya.
3 Ketika frustrasi, saya memperlihatkannya lewat ekspresi wajah saya.
4 Saya mengingatkan penumpang yang tidak memberikan tempat duduk kepada penumpang prioritas.
5 Ada penumpang yang menantang saya sehingga mengakibatkan kami berkelahi.
6 Saya merasa penumpang lain meremehkan saya dari belakang.
7 Jika saya didorong oleh penumpang lain, saya akan membalasnya.
75
8 Ketika penumpang memaksa masuk ke dalam kereta yang sudah penuh, saya melarangnya.
9 Terkadang saya kehilangan kendali diri tanpa alasan yang jelas.
10 Saya merasa penumpang lain tidak peduli dengan keadaan di dalam kereta.
11
Ketika penumpang lain ada yang mengganggu kenyamanan, saya memberitahu mereka bahwa saya merasa terganggu.
12 Saya curiga dengan penumpang lain yang bersikap terlalu baik.
SKALA II
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya sadar akan emosi yang sedang saya rasakan dan tahu penyebabnya.
2 Saya memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan yang menantang.
3 Saya mampu mempertahankan diri agar tetap tenang, terlepas dari emosi yang saya rasakan.
4 Saya dapat menangani stres dengan baik.
5 Saya tetap fokus pada tujuan meskipun banyak rintangan yang saya hadapi.
6 Ketika situasi yang tidak terduga terjadi, saya akan panik.
7 Saya sadar akan suasana hati yang sedang saya alami.
8 Saya dapat memahami perasaan yang disampaikan melalui pesan verbal atau lisan.
9 Saya sadar akan keinginan yang ada dalam diri saya.
10 Saya mampu menerima perubahan yang cepat untuk mencapai suatu tujuan.
11 Saya sadar akan efek dari perasaan yang sedang saya alami terhadap orang lain.
12 Ketika menjalani suatu hal, saya selalu berharap untuk sukses daripada takut gagal.
13 Saya mampu menangani konflik emosi dengan bijaksana.
76
14 Saya mampu menjaga emosi negatif agar tetap dalam kendali.
15 Saya mampu mengesampingkan perasaan yang sedang dialami ketika menyelesaikan suatu hal.
16 Saya tidak membiarkan emosi negatif menjadi hambatan dalam bekerjasama dengan orang lain.
17 Saya dapat memberikan saran atau nasihat yang berguna ketika dibutuhkan.
18 Saya mampu menjaga keinginan-keinginan buruk saya tetap dalam kendali.
19 Saya mampu menghadapi masalah tanpa memandang dengan siapa saya bekerja.
20 Saya dapat memahami perasaan yang disampaikan melalui pesan non-verbal atau tulisan.
21 Saya memahami hubungan emosi antar individu yang berbeda, serta apa yang mereka lakukan.
22 Saya tidak ragu berkorban demi mencapai tujuan yang penting.
Terima kasih atas partisipasi Anda dalam pengisian kuesioner ini.
77
Lampiran 2
Gambar 2.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Agresivitas 1. Syntax Agresivitas UJI VALIDITAS KONSTRUK AGRESIVITAS DA NI=12 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 PM SY FI=CODINGDV.COR MO NX=12 NK=1 LX=FR TD=SY LK AGRESIVITAS PD FR TD 11 8 TD 10 6 TD 12 2 TD 11 6 TD 11 9 TD 7 3 TD 8 9 TD 11 4 TD 6 5 OU TV SS MI
78
Gambar 2.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Memahami emosi diri 2. Syntax Memahami emosi diri
UJI VALIDITAS KONSTRUK MEMAHAMI EMOSI DIRI DA NI=4 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 PM SY FI=CODINGIVD1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR LK MEMAHAMI EMOSI DIRI PD OU TV SS MI
79
Gambar 2.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Mengontrol emosi diri 3. Syntax Mengontrol emosi diri
UJI VALIDITAS KONSTRUK MENGONTROL EMOSI DIRI DA NI=5 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 PM SY FI=CODINGIVD2.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR LK MENGONTROL EMOSI DIRI PD OU TV SS MI
80
Gambar 2.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Motivasi Diri 4. Syntax Motivasi Diri UJI VALIDITAS KONSTRUK MOTIVASI DIRI DA NI=5 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 PM SY FI=CODINGIVD3.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK MOTIVASI DIRI PD FR TD 5 4 OU TV SS MI
81
Gambar 2.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Mengenali Emosi Orang Lain 5. Syntax Mengenali Emosi Orang Lain UJI VALIDITAS KONSTRUK MENGENALI EMOSI ORANG LAIN DA NI=4 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 PM SY FI=CODINGIVD4.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK MENGENALI EMOSI ORANG LAIN PD FR TD 4 3 OU TV SS MI
82
Gambar 2.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Membina Hubungan 6. Syntax Membina Hubungan
UJI VALIDITAS KONSTRUK MEMBINA HUBUNGAN DA NI=4 NO=210 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 PM SY FI=CODINGIVD5.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK MEMBINA HUBUNGAN PD OU TV SS MI
83
Lampiran 3
Hasil Uji Hipotesis
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
AGRESIVITAS 210 30.72 83.19 50.0000 9.05042
MEMAHAMI_EMOSI 210 14.76 71.38 50.0000 8.62361
MENGONTROL_EMOSI 210 25.90 72.23 50.0000 8.40366
MOTIVASI_DIRI 210 20.83 70.19 50.0000 8.23459
MENGENALI_EMOSI_ORA
NG_LAIN 210 26.66 72.82 50.0000 8.88923
MEMBINA_HUBUNGAN 210 24.65 68.23 50.0000 7.87388
USIA 210 1.00 3.00 2.0000 .37887
JK 210 .00 1.00 .3000 .45935
Valid N (listwise) 210
ANOVAb
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Sig. F Change
1 .271a .074 .041 8.86103 .029
a. Predictors: (Constant), JK, MEMAHAMI_EMOSI, USIA,
MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI,
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN, MEMBINA_HUBUNGAN
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1258.628 7 179.804 2.290 .029a
Residual 15860.600 202 78.518
Total 17119.227 209
a. Predictors: (Constant), JK, MEMAHAMI_EMOSI, USIA, MENGONTROL_EMOSI,
MOTIVASI_DIRI, MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN, MEMBINA_HUBUNGAN
b. Dependent Variable: AGRESIVITAS
84
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 61.852 5.793 10.676 .000
MEMAHAMI_EMOSI -.176 .101 -.168 -1.744 .083
MENGONTROL_EMOSI -.238 .089 -.221 -2.664 .008
MOTIVASI_DIRI .125 .095 .114 1.315 .190
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN .077 .093 .076 .832 .406
MEMBINA_HUBUNGAN .073 .113 .064 .648 .517
USIA -2.600 1.562 -.117 -1.665 .097
JK .572 1.417 .029 .404 .687
a. Dependent Variable: AGRESIVITAS
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .127a .016 .011 8.99888 .016 3.401 1 208 .067
2 .193b .037 .028 8.92277 .021 4.564 1 207 .034
3 .230c .053 .039 8.87267 .015 3.344 1 206 .069
4 .240d .058 .039 8.87063 .005 1.095 1 205 .297
5 .247e .061 .038 8.87777 .003 .670 1 204 .414
6 .261f .073 .041 8.86404 .012 2.620 1 203 .107
7 .262g .074 .036 8.88418 .001 .163 1 202 .687
a. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI
b. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI,
MENGONTROL_EMOSI
c. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI,
MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI
d. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI, MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI,
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN
85
e. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI, MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI,
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN, MEMBINA_HUBUNGAN
f. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI, MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI,
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN, MEMBINA_HUBUNGAN, USIA
g. Predictors: (Constant), MEMAHAMI_EMOSI, MENGONTROL_EMOSI, MOTIVASI_DIRI,
MENGENALI_EMOSI_ORANG_LAIN, MEMBINA_HUBUNGAN, USIA, JK
86
Lampiran 4
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Agresivitas
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan ITEM 1 0.65 0.06 10.36 √ ITEM 2 0.50 0.07 7.62 √ ITEM 3 0.51 0.07 7.67 √ ITEM 4 -0.02 0.07 -0.28 × ITEM 5 0.66 0.06 10.19 √ ITEM 6 0.74 0.06 11.38 √ ITEM 7 0.59 0.06 9.21 √ ITEM 8 0.46 0.07 6.37 √ ITEM 9 0.78 0.06 12.56 √ ITEM 10 0.48 0.07 7.07 √ ITEM 11 0.61 0.07 8.77 √ ITEM 12 0.48 0.07 7.18 √