pengaruh hormon tumbuh terhadap fisiologi …
TRANSCRIPT
PENGARUH HORMON TUMBUH TERHADAP FISIOLOGI TANAMAN
(SUATU KAJIAN PUSTAKA)
OLEH:
Ir. UTAMI, MS
NIP: 195405271983032001
PRODI: AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan ke Hadapan Ida Sang
Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul : Pengaruh Hormon
Tumbuh terhadap Fisiologi Tanaman. Karya ilmiah ini diambil dari beberapa
buku tentang fisiologi tumbuhan dan sejenisnya yang sudah diterbitkan.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada
penyempurnaan karya ilmiah ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga karya
ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Denpasar, 6 Januari 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
II. PEMBAHASAN................................................................................................ 4
2.1 AUKSIN ........................................................................................................ 4
2.1.1 Pendahuluan ............................................................................................ 4
2.1.2 Pusat Pembentukan Auksin .................................................................... 6
2.1.3 Distribusi Auksin .................................................................................... 6
2.1.4 Konsentrasi Auksin dan Penggunaannya sebagai Sudut Ukuran Baku . 7
2.1.5 Auksin dan Pengembangan Sel .............................................................. 8
2.1.6 Pengaruh Cahaya terhadap Auksin ......................................................... 8
2.1.7 Pengaruh Gaya Berat terhadap Auksin ................................................. 10
2.1.8 Peranan Auksin bagi Fisiologi Tumbuhan ........................................... 12
2.1.9 Auksin sebagai Herbisida ..................................................................... 15
2.2 GIBBERELLIN ........................................................................................... 16
2.2.1 Pendahuluan .......................................................................................... 16
2.2.2 Metabolisme Gibberellin ...................................................................... 18
2.2.3 Peranan Gibberellin bagi Fisiologi Tanaman ....................................... 19
2.3 CYTOKYNIN ............................................................................................. 23
2.3.1 Pendahuluan .......................................................................................... 23
2.3.2 Peranan Cytokinin bagi Fisiologi Tanaman ......................................... 24
2.3.3 Interaksi Cytokinin, Gibberellin, dan Auksin terhadap Perkembangan
Tanaman ........................................................................................................ 25
2.4 ETHYLEN ................................................................................................... 26
2.4.1 Pendahuluan .......................................................................................... 26
2.4.2 Faktor factor yang Mempengaruhi Produksi Ethylen ........................... 27
2.4.3 Peranan Ethylen bagi Fisiologi Tumbuhan........................................... 28
2.4.4 Interaksi Ethylen dengan Auksin dan Kinetin ...................................... 29
2.5 INHIBITOR ................................................................................................. 30
2.5.1 Pendahuluan .......................................................................................... 30
iv
2.5.2 Peranan Inhibitor .................................................................................. 30
2.6 Distribusi Hormon pada Tumbuhan ............................................................ 31
III. KESIMPULAN .............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34
1
I. PENDAHULUAN
Hormon tumbuhan ( dari kata Yunani hormaein yang berarti menggiatkan)
pada khususnya dibentuk di suatu tempat, akan tetapimenunaikan fungsi
fisiologisnya di tempat lain. Pada tumbuhan tidak diketahui diketahui adanyan
berjenis-jenis hormone seperti yang terdapat pada hewan dan manusia. Seperti
halnya dengan vitamin, maka susunan kimia hormone-hormon itupun sangat
beraneka ragam.
Adapun yang kita sebut fitohormon itu adalah sekumpelan zat-zat yang
membantu proses pertumbuhan tanaman, dan seringkali disebut juga zat-
penumbuh atau hormone pertumbuhan. Jadi vitaminpun termasuk fitohormon, bila
dilihat dari fungsinya
Seperti yang dikatakan oleh Went, bahwa peranan zat pengatur tumbuh
dalam dunia tumbuhan adalah sangat besar sekali. “Ohne wuchstoff , kein
wachstum”, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak ada pertumbuhan.
Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung
senyawa-senyawa pembentuk organ yang bersifat spesifik, seperti senyawa
pembentuk daun, pembentuk bunga dan lain-lain. Senyawa-senyawa tersebut
dapat mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan pembentukan organ tanaman dan aspek-aspek pertumbuhan
lainnya.
Selanjutnya secara termonologi, para ahli fisiologi membedakan
pengertian antara zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator) dengan
hormone tumbuh (plant hormone). Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant
regulator), adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan dapat merubah proses-proses
2
fisiologis tumbuhan. Hormon tumbuh (plant hormone) , adalah zat organik yang
dihasilkan oleh tanaman , yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses
fisiologis tanaman
Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu :
auksin, gibberellin, cytokinin, ethylene, dan inhibitor; dengan ciri-ciri khas dan
pengaruh yang berlainan terhadap proses fosiologis tanaman. Senyawa-senyawa
tersebut secara keseluruhan disebut phytohormon, yang dapat mendorong inisiasi
reaksi-reaksi biokimia dan perubahan-perubahan komposisi kimia dalam
tumbuhan. Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola
pertumbuhan , sehingga pada akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, dan bunga
serta bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor lingkungan seperti suhu,cahaya,
berinteraksi dengan fitohormon dan beberapa proses biokimia selama tumbuh dan
proses-proses diferensiasi selanjutnya berlangsung dalam tubuh tanaman.
Sebagai hasil selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman , maka
tanaman akan menghasilkan senyawa organik/biokimia sebagai hasil selama
proses fotosintesis antara lain dalam bentuk karbohidrat, protein , dan lemak yang
apabila ini pada tanaman diolah lebih lanjut akan menghasilkan produk-produk
sekunder dari tanaman.
Produk sekunder tanaman (metabolit sekunder), adalah senyawa biokimia
sebagai hasil rombakan/kelanjutan proses dari produk primer tanaman seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Produk sekunder dibagi dalam beberapa
kelompok yaitu : 1)terpen/terpenoid/isoprenoid, terdiri dari minyak essensiil,resin,
carotenoid dan getah karet, 2) alkaloid, 3)flafonoid, 4)glicosida, dan 5) hormone
3
zat tumbuh, yang terdiri dari : auksin, gibberellin, sitokinin, etylen, inhibitor, dan
ABA.
Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam
mendukung terjadinya pemanjangan sel pada pucuk, dengan struktur kimia yang
dicirikan oleh adanya cincin indole.
Gibberellin adalah senyawa yang mengandung gibban skeleton, yang
dapat menstimulasi pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduanya. Zat pengatur
cytokinin adalah senyawa yang mempunyai bentuk dasar adenine, yang
mendukung terjadinya pembelahan sel. Etylen adalah senyawa yang sangat
sederhana sekali, terdiri dari dua atom karbon dan empat atom hydrogen. Dalam
keadaan normal ethylene berbentuk gas, mempunyai peranan dalam proses
pematangan buah dalam fase climaterik. Dan zat tumbuh yang terakhir yaitu
inhibitor, adalah zat pengatur tumbuh yang menghambat dalamproses biokimia
dan fisiologis bagi aktivitas ke empat zat pengatur tumbuh sebelumnya.
Dari ke lima jenis zat pengatur tumbuh tersebut diatas telah dibuat secara
sintetis untuk keperluan pertanian dan research, yang memungkinkannya akan
bermanfaat bagi pengetahuan dan pengembangan pertanian.
4
II. PEMBAHASAN
2.1 AUKSIN
2.1.1 Pendahuluan
Berkat penyelidikan F.W. Went (1928) dapat diketahui adanya zat yang
dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin. Semula Went
mendapatkan zat tersebut pada ujung koleoptil kecambah sejenis gandum Avana
sativa . Kemudian ternyata, bahwa ujung-ujung yang lain speciespun mempunyai
zat yang fungsinya sama dengan auksin tersebut, zat itu lalu diberi nama auksin-b.
Auksin-b ini tidak mempengaruhi pertumbuhan species lain.Auksin-a (C18 H12 O5)
mempengaruhi pertumbuhan Avena dan species-species lain. Kogl cs dapat
memperoleh auksin-b dari minyak jagung, auksin-b ini ternyata serupa dengan
auksin-a bedanya ialah auksin-a ada molekul air lebih banyak daripada auksin-b
(C 18 H30 O4 ).
Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan, bahwa urine manusia maupun
hewan yang terutama habis makan zat-zat makanan yang berasal dari
tumbuhanpun mengandung auksin, bahkan tiga macam yaitu auksin-a, auksin-b,
dan suatu zat yang disebut hetero auksin. Hetero auksin ini ternyata tidak lain dan
tidak bukan ialah asam indole asetat (IAA). IAA ini pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman agak kurang daripada auksin-a maupun auksin-b, akan
tetapi ke dua auksin tersebut belakangan ini sukar diperoleh, sedang IAA mudah
dibuat. Apakah IAA itu zat yang asli dibentuk di dalam jaringan yang sedang
tumbuh? Orang cenderung akan menjawab “ya”, karena ternyata bahwa dari
jaringan-jaringan tanaman tinggi dan juga dari medium yang habis ditumbuhi
rhizopus atau mikroorganisme lain, dapat diperoleh IAA dalam jumlah yang
5
lumayan. Melihat rumus bangunnya, maka IAA sangatlah berlainan dengan
auksin-a maupun auksin-b, namun ke tiga zat itu mempunyai efek yang sama
terhadap pertumbuhan tanaman.
Asam indol asetat berasal dari asam amno triptofan, dengan pertolongan
berbagai enzim, maka triptofan berubah menjadi asam indol asetat dengan melalui
zat antara indol asetaldehida. Diantara enzim yang berperan dalam perubahan
triptofan tersebut adalah protolitik. Iindol asetaldehid sendiri dapat kejadian dari
asam indol pirufat atau dari triptamin, sedang ke dua zat tersebut terakhir ini
berasal dari triptofan.
Telah diketahui, bahwa pembentukan triptofan itu memerlukan Zn. Oleh
karena itu tanaman kekurangan unsur Zn tidak dapat membentuk triptofan, dank
arena tak dapat membentuk triptofan maka penyusunan auksin menjadi terhalang.
Dimana tempat penyusunan auksin?. Didalam penyelidikan lebih lanjut
diketahui, bahwa ujung-ujung koleoptil maupun ujung-ujung tunas lain-lain
species ada mempunyai enzim-enzim yang diperlukan untuk pengubahantriptofan
menjadi IAA. Maka auksin banyak disusun di jaringan-jaringan merestem
didalam ujung=ujung tanaman seperti tunas, kuncup bunga,pucuk daun, dan lain-
lain. Juga di ujung akar dapat membentuk auksin. Maka auksin yang dibuat di
beberapa tempat tertentu itu didistribusikan ke seluruh bagian tanaman, akan
tetapi tidak semua bagian mendapatkan bagian yang sama. Hal ini dapat diketahui
bahwa kandungan auksin tertinggi pada ujung batang, kemudian akar dan terkecil
pada biji. Bagian-bagian yang jauh dari ujung adalah kurang kandungan
auksinnya, maka dekat ujung koleoptil ada lebih banyak auksinnya daripada di
6
bagian-bagian di bawahnya. Dekat ujung-ujung akar , konsentrasi auksin nampak
naik.
Bahwa konsentrasi auksin itu makin jauh dari ujung makin menyusut, hal
ini tidak saja benar pada avena, akan tetapi juga pada spesies lain Selanjutnya di
dalam experiment-experimen selanjutnya, maka koleoptil avena lah yang
dijadikan ukuran.
2.1.2 Pusat Pembentukan Auksin
Pusat pembentukan auksin ialah ujung koleoptil. Jika ujung itu di buang,
terhambatlah pertumbuhan koleoptil. Jika ujung yang dibuang dikembalikan lagi
pada ujung yang terpangkas, maka pertumbuhan berlangsung seperti biasa lagi.
2.1.3 Distribusi Auksin
Auksin yang terbentuk di pucuk koleoptil beredar ke bagian-bagian yang
ada dibawahnya, jadi auksin mengalir dari pucuk ke dasr. Jika pada bagian pucuk
sepotong koleoptil diberikan suatu blok agar-agar yang mengandung auksin
sedang pada bagian dasar diberikan suatu blok agar-agar yang kosong, maka
terjadilah pemindahan auksin dari blok agar-agar yang diatas ke blok agar-agar
yang ada dibawah dengan melewati potongan koleoptil. Sebaliknya, jika potongan
koleoptil tersebut dibalik, maka blok agar-agar yang melekat pada dasar akan
tetap kosong saja. Kesimpulannya ialah bahwa peredaran auksin itu basipetal,
artinya menuju ke basis.
7
2.1.4 Konsentrasi Auksin dan Penggunaannya sebagai Sudut Ukuran Baku
Suatu konsentrasi auksin dapat diselidiki (di ukur) kekuatannya dengan
mengadakan percobaan sampai berapa derajadkah dia mampu membengkokkan
pertumbuhan koleoptil. Percobaan ini dijalankan sebagai berikut : suatu koleoptil
avena yang telah 2, 5 sampai 4 cm panjangnya dipangkas ujungnya, kemudian
setelah tiga jam lagi, ujung koleoptil dipotong kira-kira 4 mm. Pada luka ini
diletakkan suatu blok agar-agar yang mengandung konsentrasi auksin tertentu.
Cara meletakkan blok agar-agar itu tidak tepat di atas koleoptil yang terpangkas,
akan tetapi menyebelah, sehingga tidak semua luka tertutup oleh agar-agar. Suhu,
intensitas sinar (biasanya dilakukan di dalam gelap), kelembaban udara, semua
diatur sedemikian rupa, sehingga factor-faktor luar itu konstan. Setelah beberapa
lama, missal setelah 1,5 jam, maka sudah tampaklah ujung koleoptil itu
membengkok.Sudut itu kemudian diukur, biasanya penyimpangan dari garis
vertical ialah antara 0 sampai 20 0.
Dengan jalan demikian, kita dapat menyelidiki sampai berapa derajatkah
suatu konsentrasi auksin dapat membelokkan ujung koleoptil avena.
Untuk memberikan mengenai kesatuan baku auksin,dapatlah diberitahukan
disini bahwa 1 mg auksin dapat membengkokkan 50.000.000 koleoptil avena,
masing-masing sebesar 100, sedang 1 mg asam indol asetat dapat
membengkokkan 25.000.000 koleoptil avena masing-masing juga 100. Dengan
lain perkataan 1 mg auksin-a itu mengandung 50 juta kesatuan avena (KA),
sedang 1 mg IAA mengandung 25 juta KA
8
2.1.5 Auksin dan Pengembangan Sel
Dari hasil experiment-experimen yang telah dilakukan seperti tersebut
diatas ini dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa auksin bukan pertama-tama
menambah kegiatan pembelahan sel di jaringan merestem, melainkan berupa
pengembangan sel=sel yang ada di daerah belakang merestem. Sel-sel tersebut
menjadi panjang dan banyak berisi air.
Rupa-rupanya auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel, hal mana
mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplasma. Maka,
karena tekanan dinding sel berkurang, protoplasma mendapat kesempatan untuk
meresap air dari sel-sel yang ada di bawahnya, , karena sel-sel yang terdekat pada
titik tumbuh yang mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian kita
peroleh sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang
titik tumbuh.
Bahwa auksin memudahkan pengembangan dinding sel, hal ini dibuktikan
oleh Heyn (1913) dengan percobaan-percobaan yang cukup menyakinkan. Yang
belum kita ketahui adalah proses kimia apakah yang terjadi antara auksin dan
dinding sel, sehingga yang terakhir ini lalu mudah mengembang.
2.1.6 Pengaruh Cahaya terhadap Auksin
Kita ketahui bahwa ujung batang itu tumbuhnya menuju cahaya, dan
kejadian ini kita sebut fototropisma. Jika penyinaran ujung itu dari satu fihak saja,
maka ujung batang itu akan membengkok kea rah datangnya sinar. Selanjutnya
Went menghubungkan peristiwa ini dengan aktivitas auksim. Olehnya dibuktikan,
bahwa sinar dapat merusak auksin dan dapat pula menyebabkan pemindahan
9
auksin ke jurusan yang menjauhi sinar. Pernyataan ini dibuktikan sebagai berikut.
Ujung koleoptil avena dipangkas dan pangkasan itu kemudian diletakkan di atas
suatu blok agar-agar yang tengahnya disekat dengan suatu papan dari mika
(plastik). Sekat itu masuk sedikit ke dalam dasar pangkasan koleoptil serta benar-
bnar mencegah hubungan antara ke dua bagian agar-gar yang diperantarainya.
Kemudian pangkasan koleoptil itu disinari dari satu jurusan saja. Beberapa jam
kemudian , ke dua blok agar-agar diselidiki konsentrasi auksinnya. Maka ternyata,
bahwa agar-agar dari bagian koleoptil yang tersinari hanya mengandung 35% dari
jumlah auksin, sedang sisanya 65% ada di agar-agar dari koleoptil yang tak
tersinari.
Kalau berbagai bagai macam sinar satu per satu diu arahkan kepada ujung
kecambah avena, maka ternyata, bahwa sinar nilalh yang paling banyak
pengaruhnya terhadap fototropisma, sedang sinar merah boleh dikatakan sama
sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap pembengkokan ujung kecambah
tersebut H mencari keterangannya. Hal ini menyebabkan orang menduga, bahwa
sinar nila pasti merusak auksin atau mencegah terjadinya auksin. Hipotesis ini
mendorong orang untuk mencari keterangannya. Memang kejadian tersebut di
atas ada hubungan erat sekali dengan absorbs sinar. Ada dua macam pigmen yang
suka benar meresab sinar nika, ke dua pigmen itu ialah karotin dan riboflavin.
Riboflavin lazim terdapat di dalam ujung-ujung batang. Lagipula telah diketahui,
bahwa ujung batang itu meskipun tanpa betakarotenoid, akan tetapi pengaruh
fototropisma tetap ada padanya. Jadi satu-satunya kesimpulan ialah, bahwa
riboflavin adalah pigmen yang meresap sinar nila, dan sinar yang diresap itu
ternyata merusak enzim-enzim yang membantu pembentukan IAA dari triptofan.
10
Maka sisi yang terkena sinar (sebenarnya sinar nila) itu terganggu di dalam
pembentukan auksin. Dengan demikian sel-sel sisi yang gelap dapat
mengembang, sedang sel-sel yang ada di sebelah yang kena sinar tidak dapat
mengembang.
2.1.7 Pengaruh Gaya Berat terhadap Auksin
Dari percobaan-percobaan yang telah dibicarakan di atas, dapat
disimpulkan, bahwa peredaran auksin itu dari puncak menuju ke dasar (bagian
akar). Maka timbullah pertanyaan, sampai dimana, gerakan ke bawah itu di
pengaruhi oleh gaya berat?
Bahwa pengaruh gaya berat itu benar-banar ada, dapatlah dibuktikan
sebagai berikut. Kalau pangkasan ujung koleoptil di letakkan di atas agar-agar,
sedang blok agar-agar itu8 di sekat di tengah oleh suatu papan plastic maka agar-
agar pada ke dua belah fihak sekat itu akan mengandung auksin yang sama
banyak, jadi masing-masing fihak akan meresap 50% dari auksin yang merembes
dari ujung koleoptil.
Akan tetapi, kalau ujung koleoptil itu diletakkan mendatar pada agar-agar,
maka agar-agar yang ada dibawah sekat itu kemudian mengandung 67% dari
auksin yang merembes dari uujung kolroptil, sedang agar-agar yang ada di atas
sekat hanya mengandung 33% saja. Jelaslah kiranya betapa besar pengaruh gaya
berat terhdap peredaran auksin.
Jika kita letakkan suatu pot berisi kecambah dalam posisi mendatar, maka
ujung akar akan membelok ke pusat bumi (geotropi positif), sedang ujung
batangakan membengkok ke atas (geotropi negative). Kejadian ini ada
11
hubungannya dengan distribusi auksin juga. Kesimpulan kita adalah kadar auksin
yang tinggi menggiatkan pengembangan sel-sel batang, akan tetapi menghambat
sel-sel akar.
Sisi bawah dari ujung batang menerima lebih banyak auksin daripada sisi
sebelah atas sebagai akibat dari pengaruh gaya berat. Jadi selsel pada sisi bawah
itu lebih giat mengadakan pengembangan daripada sel-sel sebelah atas. Maka
sebagai hasil akhir adalah pembelokan ujung batang ujung batang ke arah atas
(lari/menjauhi pusat bumi).
Akan tetapi bagaimana dengan ujung akar? Bukankah sisi yang di bawah
mendapatkan lebih banyak auksin daripada sisi yang atas?. Lalu apa sebab, maka
ujung akar malahan membelok ke bawah? Mengapa tidak membelok ke atas
seperti halnya dengan ujung batang tersebut diatas.
Sebagian dari pertanyaan ini dapat dijawab dengan suatu hasil penelitian,
bahwa konsentrasi auksin yang efektif bagi pertumbuhan ujung batang itu justru
menghambat pertumbuhan ujungakar, dengan kata lain, dosis auksin yang terlalu
banyak di sisi bawah malah menghambat pertumbuhan sel-sel di bagian itu.
Jika kita tengok grafik tentang distribusi auksin dalam tubuh kecambah,
maka kita lihat disitu adanya kadar auksin yang tinggi di daerah akar, kadar itu
lebih tinggi daripada kadar auksin di bagian batang. Maka timbullah pertanyaan,
itukah yang menyebabkan batang selalu lebih panjang daripada akar. Pertanyaan
itu juga dapat diubah bentuknya menjadi apakah kegunaan auksin yang
berlebihan di akar itu, jika dilihat dari sudut efisiensi fisiologi.
12
2.1.8 Peranan Auksin bagi Fisiologi Tumbuhan
a) Auksin dan pembentukan akar
Dari pengalaman sehari-hari orang dapat mengetahui adanya tanaman
yang sudah dibiakkan dengan stek, adapula yang sama sekali tidak dapat
dibiakkan dengan stek. Orang tahu pula, bahwa stek yang akan di tanamnya itu
harus mempunyai tunas, agar stek terebut dapat menghasilkan akar. Segera dapat
ditarik kesimpulan, bahwa haruslah ada sesuatu yang dihasikanoleh tunas dan
yang diedarkan ke daerah di bawahnya, yaitu ke dasar pemotongan stek terebut.
Zat itu disebut juga auksin, sebagian ada yang menyebutnya dengan rhizokalin.
Ternyata IAA dan beberapa zat lain yang dibuat diluar tubuh tanaman dapat
menggantikan rhisokalin tersebut.
Thimann dan Went di tahun tigapuluhan dapat membuktikan, bahwa
sekalipun suatu stek itu tidak mempunyai tunas pada ujungnya, namun
pembentukan akar dapat juga terjadi, asal kepadanya diberikan IAA atau zat yang
segolongan dengan itu
Stek beberapa jenis tanaman ternyata belum juga menghasilkan akar,
meskipun sudah diberikan IAA kepadanya, maka tumbuhlah akar dengan baiknya.
Setelah ditambahkan tiamin atau atau piridoksin kepadanya, maka timbuhlah akar
dengan baiknya. Menurut percobaan, belum semua stek segala species dapat
diperlakukan seperti tersebut diatas
b) Auksin dan perkembangan Tunas
Kalau pada suatu tanaman, misalkan jeruk, tunas yang ada di pucuk batang
kita pangkas, maka mulailah tunas-tunas yang ada di ketiak daun berkembang.
13
Semula pertumbuhan tunas-tunas lateral itu agaknya terhalang oleh tunas yang
ada di puncak, keadaan ini disebut dominansi puncak/ pucuk.
Telah diketahui, bahwa tunas yang di puncak itu merupakan pusat
pembentukan auksin,auksin ini kemudian diedarkan ke bagian-bagian yang ada di
bawahnya, termasuk juga daerah-daerah tempat kedudukan tunas lateral. Akan
tetapi mengapa tunas-tunas yang ada di ketiak itu tidak menunjukkan aktifitas
pertumbuhan yang jelas yang? Mungkinkah tunas di ujung itu mengirimkan suatu
zat yang menghambat pertumbuhan tunas di ketiak dan apakah zat itu.
Hingga kini masih dicari keterangan tentang kejadian tersebut. Percobaan-
percobaan yang dilakukan oleh Thimann et al. mengenai kejadian itu sangatlah
menarik perhatian. Pertama, jika ujung tunas puncak sebangsa kacang(vacia faba)
dipangkas, maka tumbuhlah tunas-tunas ketiak dengan suburnya. Sebaliknya,
kalau pada luka ujung tunas puncak itu diberikan agar-agar yang mengandung
auksin, maka tunas-tunas lateral tidak mau tumbuh. Tunas-tunas lateral itu baru
menunjukkan pertumbuhan, setelah agar-agar yang berisi auksintersebut diganti
dengan agar-agar yang kosong. Mungkinkah pengurangan jumlah auksiniut
menybabkan bangunnya tunas-tunas ketiak? Jika prasangka ini benar, apa sebab
tunas puncak sendiri tidak terhambat pertumbuhannya, sedang ia sendiri banyak
menghasilkan auksin. Hal ini masih menjadi bahan penyelidikan.
c) Pengaruh Auksin terhadap Sel-sel Merestem
Jika ujung tanaman dipangkas, kemudian luka itu diberi agar-agar yang
mengandung IAA dalam konsentrasi tinggi, maka terjadilah pembelahan dan
pengembangan sel-sel merestem yang luar biasa, sehingga terjadilah suatu kutil
14
(tumor). Auksin juga mempercepat terjadinya diferensiasi di daerah merestem dan
menggiatkan kambium untuk membentuk sel-sel baru.
d) Auksin dan Pembentukan Bunga
Tumbuhnya bunga pada suatu tanaman itu bergantung pada factor-faktor
dalam maupun factor luar. Lebih dahulu tanaman harus mencapai kedewasaannya,
untuk dapat menghasilkan bunga. Disamping itu, factor luar sepertin temperature,
panjang pendeknya penyinaran/hari mempunyai pengaruh yang besar. Apakah
auksin juga mempunyai sangkut paut langsung dengan pertumbuhan bunga, hal
ini masih dalam taraf penyelidikan, orang menduga ada suatu hormone juga yang
memegang pernan dalam hal ini. Zat yang diduga itu sementara waktu
diberinama florigen.
e) Auksin dan Pembentukan Buah
Gustafson (1936) menemukan suatu kejadian yang sangat mengasyikkan
para pengasuh kebun buah-buahan. Untuk menimbulkan buah pada beberapa
species tanaman tak perlu adanya penyerbukan. Cukuplah kepala putik disemprot
dengan larutan IAA atau tempel dengan pasta yang berisi IAA. Bakal buah
tumbuh dengan baik menjadi buah yang tidak berbiji. Dengan jalan demikian
diperoleh buah tomat,apel,dan lain-lainnya yang tidak mengandung biji.
f) Pengaruh Auksin terhadap Gugurnya Daun dan Buah
Laibach et al. (1933) menemukan khasiat auksin yang berupa kemampuan
mencegah gugurnya daun dan buah. Maklumlah,bahwa pada dasar tangkai daun
atau dasar tangkai buah terdapat suatu lapis sel-sel yang pada suatu waktu merana,
dinding-dindingnya menjadi lembek, sehingga daun atau buah menjadi terlepas
dari induk batang. Kejadian ini dapat dicegah, kalau tanaman itu disemprot
15
dengan larutan IAA. Pengetahuan ini berguna sekali bagi orang yang berkebun
pohon buah-buahan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa gugurnya daun
dipengaruhi oleh suatu hormone yang diberi nama asam absisat atau dormin.
Asam absisat terdapat pada banyak tumbuhan semak maupun tumbuhan berkayu.
Fungsinya ialah menghambat pertumbuhan, jadi berlawanan dengan fungsi
auksin.
Addicot(1955 mengatakan, bahwa abscission akan terjadi bila jumlah
auksin di daerah proksimal>distal.
g) Auksin dengan parthenocarpy dan Pertumbuhan Buah
Parthenocarpy adalah peristiwa dimana buah tidak mengandung biji tapi
biji tidak bisa tumbuh karena tidak mengalami pembuahan. Muir (1942)
mengatakan, bahwa kandungan auksin lebih tinggi pada bakal buah/ovary yang
mengalami pembuahan daripada yang tidak mengalami pembuahan.
Hasil penyelidikan Muller dan Thurgou (1808) menyebutkan, bahwa
endosperma dan embrio pada biji menghasilkan auksin yang akan menstimulir
pertumbuhan endosperm biji. Jadi produksi auksin berkorelasi dengan
perkembangan endosperm.
2.1.9 Auksin sebagai Herbisida
Lazimnya, khasiat obat-obatan itu begantung kepada dosisnya. Jika
kurang, khasiatnya nol, dan jika dosisnya tepat, menolong dan jika berlebihan,
membunuh. Demikianlah halnya dengan auksin terhadap tanaman.
Auksin sintetis yang berfungsi sebagai herbisida adalah 2.4. diklorofenoksi
acetic acid, yang mempunyai khasiat seperti IAA. Dalam konsentrasi yang agak
16
tinggi, 2.4.D itu dapat meracuni beberapa species. Pengetahuan ini digunakan
dalam pemberantasan tanaman pengganggu.Beberapa tanaman penting yang peka
terhadap 2.4.D ialah bangsa kacang, tomat, sayuran, dan pohon buah-buahan.
Beberapa auksin sintetis lainnya adalah Indol 3 propione acid (IPA), Indol
3 butiric acid (IBA), Naphthalene acetic acid (NAA).
2.2 GIBBERELLIN
2.2.1 Pendahuluan
Dalam Kurosawa(1926) ,menemukan suatu zat yang mempunyai sifat-sifat
auksin. Dunia barat baru mengetahui penemuan ini setelah perang dunia II.
Gibberellin itu suatu zat yang diperoleh dari jenis jamur yang hidup sebagai
parasite pada tanaman padi. Jamur itu didalam fase sempurna dikenal sebagai
Gibberella fujikuroi dan di dalam fase tidak sempurna dikenal sebagai Fusarium
moniliforme.
Tanaman yang kena gibberellin itu menunjukkan gejala-gejala yang aneh,
sehingga orang Jepang menyebutnya “Bakanae” yang artinya sinting. Kurosawa
melakukan penelitian terhadap penyakit bakanae yang menyerang tanaman padi
Suatu gejala khas dari penyakit ini ialah apabila tanaman padi terserang, maka
tanaman tersebut memperlihatkan batang dan daun yang memanjang secara tidak
normal. Kurosawa berhasil mengisolasi Gibberella fujikuroi ini dan
menginfeksikan pada tanaman yang sehat. Jika cendawan ini dikulturkan ternyata
mengeluarkan suatu zat medium yang disebut gibberellin A, yang dapat
mendorong pemanjangan batang pada sejumlah jenis tanaman lain. Pada tahun
1936 kristal gibberellin A dapat diisolasi dari filtrate kultur cendawan ini.
Penelitian yang intensif yang dilakukan di Negara-negara barat memungkinkan,
17
bahwa gibberellin A sebenarnya adalah campuran dari sekurang-kurangnya 6
gibberellin yang disebut : GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, dan GA9.
Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Mereka
dapat mengisolasi .crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan
pada akar kecambah. Dalam Stodola et al.(1951) melakukan penelitian terhadap
substansi ini, dan menghasilkan gibberellin A dan gibberellin X. Adapun hasil
penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan GA3.
Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di laboratorium of the
imperial chemical industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3. Nama
gibberellic acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu
sehingga popular sampai sekarang.
Di dalam alam telah ditemukan lebih dari 10 buah jenis gibberellin Millan
dan Takahashi (1968), gibberellin ada yang ditemukan pada tanaman jamur
gibberella fujikuroi, ada yang ditemukan pada tanaman tinggi dan ada juga yang
ditemukan pada ke duanya.
Jenis gibberellin yang ditemukan dalam jamur yaitu : GA1, GA2, GA3,
GA4, GA7, GA8 sampai dengan GA16, GA24, GA25, GA36. Sedangkan jenis
gibberellin yang ditemukan pada tanaman tinggi yaitu : GA1 s/d GA9, GA13,
GA17 s/d GA23, GA26 s/d GA35. Dan yang terakhir yaitu gibberellin yang
ditemukan pada jamur dan pada keduanya yaitu : GA1 s/d GA4, GA7, GA9, dan
GA13.
Adapun fungsi atau khasiat gibberellin:
1. Menyebabkan tanaman menghasilkan bunga s3ebelum waktunya.
18
2. Menyebabkan terjadinya buah dengan tidak usah diserbuki. Buah menjadi
tidak berbiji dan besar.
3. Menyebabkan tanaman yang kerdil menjadi tanamanraksasa dalam waktu
yang singkat sekali.
4. Menyebabkan lekas tumbuhnya biji dan tunas.
5. menyebabkan tinggi tanaman menjadi 3 sampai 5 kali tinggi yang normal.
Suatu kol yang biasanya hanya 3 dm tingginya, setelah diberi gibberellin,
maka kol tersebut mencapai tinggi 3,5 m. Percobaan ini dilakukan di
University of Michigan.
6. Mempercepat tumbuhnya sayur-sayuran, dapat meyingkat waktu panenan
sampai 50%, Sayur-sayuran yang biasanya baru dapat dipetik setelah 3 atau 5
minggu, maka dengan penggunaan gibberellin, sayur-sayuran tersebut. Sudah
dapat dipetik sehabis 2 atau 3 minggu.
7. Demikianlah khasiat gibberellin yang sekarang menjadi zat kesanyangan
peneliti.
2.2.2 Metabolisme Gibberellin
Gibberellin adalah zat yang dikelompokkan ke dalam terpenoit. Semua
kelompok terpenoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom carbon.
Unit-unit isoprene dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30).
Biosynthesis gibberellin yang terdapat dalam jamur gibberella berproses
dari mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di dalam biosynthesa telah
ditemukan zat penghambat (growth retardant) didalam aktivitas ini. Beberapa
19
growth retardant yang menghambat biosintesis gibberellin pada tanaman antara
lain amo 1618, menghambat biosintesis gibberellin pada tanaman mentimun liar
(Exhmocytis marocarpa). Amo 1618 menghambat dalam proses perubahan dari
geranylgeranyl pyrophosphate ke kaurane. Begitu pula growth retardant CCC,
memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo1618 (Wareing dan
Phillips,1970).
2.2.3 Peranan Gibberellin bagi Fisiologi Tanaman
Gibberellin sebagai hormone tumbuh pada tanaman, sangat berpengaruh
terhadap sifat genetic (genetic dwarfism), pembungaan, pematangan/pemasakan
buah, parthenocarpy dan fruit set, mobilisasi bahan makanan selama fase
perkecambahan, menstimulasi aktivitas cambium dan perkembangan xylem,
mencegah dormansi biji dan tunas dan aspek fisiologi lainnya. Gibberellin
jugaberperan dalam pemanjangan sel, mendukung pembentukan RNA baru serta
sintesis protein.
a) Genetic dwarfism
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oieh adanya
mutasi. Gejala ini terlibat dengan memendeknya internode. Dalam hal ini
Dalam hal ini gibberellin dapat merubah tanaman kerdil menjadi tinggi. Brian
dan Hemming (1955), dalam experimennya, telah bemberikan perlakuan
penyemprotan gibberellin acid pada berbagai varietas kacang (pea). Hasil
percobaan ini menunjukkan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap
tanaman kacang yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini disebabkan karena
gibberellin mendukung pengembangan diding sel. Disamping itu gibberellin,
20
akan mendukung pembentukan enzim protolitik yang akan membebaskan
tryptophan sebagai asal bentuk dari auksin, ini berarti bahwa kehadiran
gibberellin akan meningkatkan kandungan auksin.
b) Pembungaan
Penelitian peranan gibberellin terhadap pembungaan telah banyak dilakukan
orang antara lain oleh Henry (1981) pada bunga spothiphyllum mauna loa,
dengan memberikn GA3 pada beberapa konsentrasi. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa GA3 mendukung terjadinya pembungaan. Tetapi
pegaruh pembungaan ini biasanya terjadi khusus pada tanaman tertentu, yaitu
tanaman yang dapat berbunga pada suhu rendah. Karena peranan GA disini
adalah mengganti peranan/perlakuan suhu rendah.
c) Pematangan atau Pemasakan Buah
Pematangan adalah suatu proses fisiologis yang terjadi pada buah, yaitu
terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke suatu kondisi
yang menguntungkan yang ditandai dengan beberapa perubahan antara lain
terhadap tekstur, rasa, warna,dan aroma.
Disini gibberellin mempunyai peranan yang penting yaitu mempunyai
kemampuan untuk mengundurkan pematangan (repening) dan pemasakan
(maturing) suatu jenis buah.
Dostol dan Leopold(1967) dalam Dilley (1969) menunjukkan, bahwa aplikasi
gibberellin pada buah tomat memperlambat pematangan buah.
Russo, Dostol dan Leopold(1969 dalam Dilley (1969) menunjukkan, bahwa
gibberelic acid yang diterapkan pada buah pisang yang matang, ternyata
pemasakannya dapat ditunda. Penguraian chlorophyll dan pelembekan daging
21
buah sebagai akibat dari aplikasi gibberellic acid, menunjukkan adanya
indikasi kehadiran ethylene sebagai akibat pengaruh aplikasi gibberellin.
d) Parthenocarpy dan fruit set
Barker dan Collin (1965) dalam Crame (1969) menunjukkan, bahwa GA3
lebih efektif dalam terjadinya parthenocarpy dibandingkan dengan auksin
yang dilakukan pada buah bluberry.
Clore (1965) dalam crane (1969) menunjukkan, bahwa pencelupan cluster
ungu jenis Delaware pada saat sebelum berbunga dan sesudahberbunga dalam
larutan GA3 dapat menghasilkan 88- 96% berry yang tak berbiji. GA3
dapat meningkatkan tandan buah dan hasil dibuktikan oleh Delvin dan
Demoranville (1967) dalam Crane (1969), terhadap buah cranberry.
e) Mobilisasi Bahan Makanan Selama Fase Perkecambahan
Pertumbuhan embryo selama perkecambahan, bergantung pada persiapan
bahan makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan
kelangsungan hidup embryo, maka terjadilah penguraian secara enzymatic
yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan
ke embryio sebagai sumber energy untuk pertumbuhannya.
Yomo (1958), dalam penelitiannya yang memisahkan endosperm dari embyo
dengan menggunakan material biji barey. Hasil pemisahan diinkubasikan
pada cultur flaks yang sama. Dari hasil pemisahan ini ternyata bahwa material
tersebut masih mampu memperlihatkan aktivitas amylase. Hal ini berarti
bahwa ada sesuatu zat yang berperanan dalam aktivitas amylase yang
dihsilkan oleh embryo. Ternyata zat yang berperanan dalam aktivitas amylase
ini adalah gibberellin (Yamo dan Paleg,1960)
22
f) Stimulasi Aktivitas Kambium dan Perkembangan Xylam
Gibberellin mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangan
xylem. Badr et al. 1970 dalam Weaver (1972) menunjukkan bahwa aplikasi
GA3 dengan konsentrasi 100, 250, dan 500 ppm mendukung terjadinya
diferensiasi xylem pada pucuk olive. Begitu pula dengan mengadakan
aplikasi GA3 + auksin/IAA dengan konsentrasi masing-masing 250,dan 500
ppm, maka terjadi pengaruh synergistic pada xylem. Sedangkan aplikasi
auksin saja, tidak memberikan pengaruh pada tanaman. Wareing dan Phillips
(1970), bahwa gibberellin mempunyai penaruh pada aktivitas cambium. Hal
ini terbukti dari aplikasi GA3 yang disemprotkan pada pucuk apricot, yang
menunjukkan peningkatan aktivitas cambium dan pegembangan xylem.
g) Dormansi
Dormansi atau kuisen, yaitu suatu kondisi dimana tumbuhan/ organ tumbuhan
tetap hidup, tetapi aktivitas metaboliknya rendah. Daun dan tunas tumbuhan
tetap hijau menurun aktivitasnya selama musim dingin. Biji sebagian besar
species di daerah dingin mengalami dorman atau kuisen selama musim
dingin. Perubahan tertentu terjadi di dalam sel biji tersebut yang
memungkinkannya bertahan pada suhu di bawah titik beku. Secara umum
dormansi disebabkan oleh factor luar dan factor dalam. Salah satu factor
dalam biji adalah adanya ketidak dewasaan embryo karena benih dipanen
sebelum mencapai masak fisiologis, dank arena adanya hambatan
perkembangan embryo. Pada proses dormansi ini dapat diberikan perlakuan
yang sesuai sebelum benih-benih tersebut dikecambahkan, jika telah
diketahui factor penyebab adanya dormansi tersebut.
23
Peranan hormone tumbuh didalam biji yang mengalami dormansi telah
dibahas oleh Warner (1967 dalam Weaver 1972), yang menyatakan bahwa
GA3 dapat menstimulir ribonuclease, amylase dan protease di dalam
endosperm biji barly .
2.3 CYTOKYNIN
2.3.1 Pendahuluan
Cytokinin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang ditemukan pada
tanaman. Cytokinin efektif didalam memacu perkecambahan biji berhubung
dengan peranannya dalam memacu pembelahan sel. Diantara cytokinin, kinetin
diketahui dengan baik berperan didalam perkecambahan biji, dimana pengaruhnya
berbeda dengan gibberellin karena : a) kinetin hanya efektif bila bersama dengan
cahaya, sedang gibberellin dapat berpengaruh baik dalam keadaan terang maupun
gelap, b) pengaruh cahaya merah dilawan oleh cahaya kelewat merah/far red,
dengan adanya kinetin, tetapi akan tidak apabila ada gibberellin, c) kinetin
memacu perkecambahan hanya apabila bekerjasama dengan cahaya yang sama,
dengan gelombang panjang gibberellin berkisar 400 – 700nM, dan d) kinetin dan
gibberellin mempunyai kisaran temperature aktif yang berbeda.
Adapun orang yang pertamakali menemukannya zat tumbuh uni adalah
Haberlandt (1913). Seperti halnya dengan auksin, maka kinin juga merupakan
suatu nama sekumpulan zat-zat yang bersamaan fungsinya. Zat ini dapat
mempergiat pembelahan sel (cytokinesis), yang pengaruhnya juga dapat dilihat
pada pertumbuhan tunas-tunas serta akar-akar. Penelitian lebih lanjut
menyatakan,bahwa didalam air kelapa muda dan didalam ragi terdapat juga
24
sejumlah kinetin. Menurut susunan kimiawinya, maka kinetin itu suatu 6-
furfurilaminopurin.
Van overbeek et al. 1942 dalam Weaver (1972) mengemukaan, bahwa
pertumbuhan embryo dalam kultur jaringan distimulasi oleh santan kelapa.
Cytokinin diketemukan pertamakalinya dalam kultur jaringan di
Laboratories ofF Skoog University of Winconsin. Material yang digunakan pada
penelitian ini adalah batang tembakau yang ditumbuhkan pada medium synthesis.
Menurut Miller et al. 1955 dalam Weaver 1972) maka senyawa yang aktif adalah
kinetin.
2.3.2 Peranan Cytokinin bagi Fisiologi Tanaman
Weier et al. 1974, mengadakan penelitian pertumbuhan pith tissue culture
dengan menggunakan cytokinin dan auksin. Aplikasi auksin dan cytokinin dalam
berbagai perbandingan, menghasilkan pertumbuhan yang berbeda seperti berikut :
Apabila dalam perbandingan konsentasi cytokinin yang lebih besar dari auksin,
maka memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sebaliknya apabila
cytokinin lebih rendah dati auksin, maka memperlihatkan stimulasi pertumbuhan
akar. Sedangkan apabila perbandingan cytokinin dan auksin berimbang, maka
pertumbuhan tunas, akar dan daun berimbang pula. Tetapi apabila konsentrasi
auksin rendah dan cytokinin sedang, maka pertumbuhan tobacco pith culture akan
berbentuk kallus.
Beberapa peranan cytokinin :
1. Pengaruh terhadap pertumbuhan Umumnya menghambat perpanjangan
batang dan merangsang perluasan daun. Umumnya menghambat
25
pertumbuhan akar. Pada akar lobak terjadi penggelembungan/pembesaran.
Penaruh terhadap differensiasi mata tunas. Maka dapat diindikasi kea rah
kallus, daun, akar, keeping biji atau potongan batang.
2. Pengaruh terhadap macam stadia perkembangan tanaman. Merangsang
perkecambahan dan mematahkan dormansi, efektif bila ada
cahaya.Merangsang pembungaan. Mencegah rusaknya klorofil.
Merangsang tumbuhnya tunas lateral. Meningkatkan kandungan auksin.
2.3.3 Interaksi Cytokinin, Gibberellin, dan Auksin terhadap Perkembangan
Tanaman
Pada tanaman, zat pengatur tumbuh auksin, gibberellin dan cytokinin
bekerja tidak sendiri-sendiri, tetapi saling berinteraksi yang dicirikan dalam
perkembangan tanaman.
Banyak sudah para ahli yang membicarakan interaksi ke tiga hormone
tumbuh ini. Wareing dan Phillips, mengemukakan bahwa zat pengatur tumbuh itu
bekerja secara berinteraksi.
Wareing dan Phillips (1970) menadakan penelitian dengan menggunakan
kentang liar. Solanum andigena untuk membuktikan interaksi dari ke tiga
hormone tersebut. Perlakuan dilakukan dengan memotong pucuk-pucuk daun,
selanjutnya batang yang terpotong masing-masing diberi: IAA, GA, GA + IAA,
GA + IAA pada batang yang dipotong dan pada pucuk yang tumbuh di ketiak
daun diberi kinetin.
Pada perlakuan yang diberi IAA, tampak pertumbuhan tunas mengalami
hambatan. Tetapi pada perlakuan GA, pertumbuhan tunas memperlihatkan
26
pemanjangan internode pada tunas yang tumbuh di ketiak daun. Sedangkan pada
perlakuan pemberian GA + IAA, memperlihatkan pertumbuhan stolon secara
horizontal. Dan pada perlakuan IAA + GA pada batang yang terpotong kemudian
diberi perlakuan kinetin pada pucuk yang tumbuh di ketiak daun, menunjukkan
pertumbuhan yang normal.
2.4 ETHYLEN
2.4.1 Pendahuluan
Ethylen adalah hormone tumbuh yang secara umum berlainan dengan
auksin, gibberellin, dan cytokinin. Dalam keadaan normal, ethylene akan
berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam, ethylene
akn berperanan bila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.
Hormon ini akan berperanan pada proses pematangan buah dalam fase
climacteric.
Neljubow (1901 dalam Leopolddan Kredermann 1975) meneliti ethylene
pertama kali, menunjukkan bahwa gas rthylen dapat membuat perubahan pada akr
tanaman.
Pada percobaan selanjutnya diperoleh bahwa ethylene dapat mendukung
terjadinya absision pada daun, peran ehylen yang lain adalah dapat mendukung
proses pembungaan pada tanaman nenas.
Minchener, 1938, telah membuktikan tentang adanya kerjasama antara
auksin dan ethylene dalam pembengkakan dan perakaran dengancara
mengaplikasikan auksin pada jaringan setelah ethylene berperan. Hal ini
menunjukkan bahwa kehadiran auksin dapat menstimulasi produksi ethylene.
27
Went dan Thimann (1937), telah mendifinisikan bahwa ethylene
merupakan suatu hormone dan juga sebagai substansi yang dapat ditransfer ke
bagian-bagian lain. Hal ini akan berpengaruh pada proses fisiologis.
Strutur kimia ethylene sangat sederhana sekali yaitu terdiri dari dua atom
karbon dan empat atom hydrogen.. Biosynthesis ethylene terjadi di dalam jaringan
tanaman yaitu terjadinya perubahan dari asam amino methionine atas bantuan
cahaya dan FMN menjadi methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas
bantuan cahaya dan FMN menjadi ethylene, methyl disulphide, formic acid.
2.4.2 Faktor factor yang Mempengaruhi Produksi Ethylen
Beberapa factor yang mempengaruhi produksi ethylene antara lain :
1. Temperaturproduksi ethylene akan menurun.
Apabila suhu terlalu tinggi/rendah, maka produksi ethylene akan menurun
2 Oksigen ( O2 )
Apaqbila O2 kurang dari 2%, maka produksi ethylene akan menurun. Berdasarkan
hal te3rsebut, maka untuk memperpanjang masa simpan buah, disimpan pada
suhu rendah dan konsentrasi O2 2%
3 Cahaya
Cahaya merah mencegah terbentuknya ethylene, sedangkan cahayainfra merah
merangsang terbentuknya ethylene.
4 Pembengkokan batang/cabang
Dengan melakukan pembengkokan batang/cabang, maka produksi ethylene
(khususnya pada kayu) akan meningkat.
28
Pada tanaman yang direbahkan/horizontal, maka terjadi pengumpulan auksin pada
batang. Seperti diketahui konsentrasi auksin yang tinggi akan merangsang
produksi ethylene.
2.4.3 Peranan Ethylen bagi Fisiologi Tumbuhan
Wareing dan Phillips (1970) , telah mengelompokkan pengaruh ethylene
terhadap fisiologi tanaman sebagai berikut :
1 Mendukung respirasi klimaterik dan pematangan buah. Respirasi
klimaterik adalah peningkatan laju respirasi yang terjadi selama
pemasakan buah.
2 Menstimulir perkecambahan
3 Mendukung terbentuknya bulu akar
4 Mendukung terjadinya absision pada daun
5 Mendukung pembungaan pada nanas
6 Menghambat transportasi auksin
Basipetal = dari bawah ke atas Lateral = ke samping/horizontal
7 Menghambat pemanjangan batang dan akar pada beberapa species
tanaman, kecuali padi
8 Menstimulir pemanjangan batang, coleoptile.
9 Mendukung epinasti (pembengkokan daun)
10 Dormansi mata tunas/biji dihapus
11 Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auksin yaitu
konsentrasi auksin yang tinggi menyebabkan terbentuknya ethylene
29
Tetapi kehadiran ethylene menyebabkan rendahnya konsentrasi auksin di
dalam jaringan.
Hubungan ethylene dengan konsentrasi auksin, ethylene menentukan
pembentukan protein yang diperlukan dalam aktivitas pertumbuhan sedangkan
rendahnya konsentrasi auksin, akan mendukung protein yang akan
mengkatalisasi sintesis ethylene dan precursor.
2.4.4 Interaksi Ethylen dengan Auksin dan Kinetin
Burg danburg (1969) dalam Delvin (1975), mengadakan penelitian
mengenai hubungan antara ethylene, auksin, dan kinetin, dengan menggunakan
tanaman kacang (pea). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan
ethylene lebih Nampak pada jaringan merestematik tempat auksin dihasilkan.
Disini IAAmengontrol pembentukan ethylene dalam pemanjangan batang kacang.
Kehadiran kinetin dalam pertumbuhan tunas lateral dapat mengatasi hambatan
yang diakibatkan oleh IAA. Menurut Burg dan Burg, penghambatan pertumbuhan
tunas lateral oleh IAA dan ethylene dapat diatasi oleh kinetin. Hal nin berarti
pengaruh kinetin terhadap ethylene yang menghambat pertumbuhan tunas lateral
adalah sama dengan IAA.
Beyer dan Morgan (1971 dalam Audus 1976), menunjukkan bahwa adanya
penghambatan transportasi auksin oleh endogenous ethylene yang menyebabkan
terjadinya abcision pada daun. sebelum absicion terjadi, kapasitas tranportasi
auksin menurun sedangkan sintesis ethylene meningkat.
30
2.5 INHIBITOR
2.5.1 Pendahuluan
Inhibitor adalah zat yang menghambat pertumbuhan pada tanaman, sering
didapat pada proses perkecambahan, pertumbuhan pucuk atau dalam dormansi.
Sejak tahun 1949, inhibitor telah dimasukkan ke dalam zat pengatur tumbuh, oleh
para ahli fisiologi.
Macam dan jenis inhibitor:
1 Di alam
ABA atau abscicic acid.
Terdapat pada daun, tunas, batang, , ubi, buah, embrio, endosperm, kulit biji
seperti kentang, kacang, apel, dan kelapa.
2 Buatan
MH = maleic hydraside .
Fungsi : mencegah pertunasan pada umbi kentang, bawang,dan tembakau.
Di dalam tubuh tanaman, inhibitor menyebar di setiap organ tubuh tanaman
tergantung dari jenis inhibitor itu endiri.
2.5.2 Peranan Inhibitor
1 ABA
Fungsi : berlawanan dengan auksin , gibberellin, dan sitokinin.
Jadi fungsi ABA adalah mendukung , abscicion, dan senescence/penuaan, yaitu
penurunana kemampuan tumbuh dari suatu tanaman yang diikuti oleh kepekaan
terhadap lingkungan, hama, dan penyakit yang biasanya diikuti dengan kematian
terlihat pada kurve sigmoid. Chrispeels dan Varner (1967 dalam Weaver, 1972)
31
membuktikan, bahwa aktivitas GA3 dihambat oleh ABA. Begitu pula aktivitas
cytokinin juga dihambat.
2 Plant Groth Retardant
Adalah inhibitor jang menghambat aktivitas merestem apical/pemanjangan
batang. Jadi fungsinya
Fungsinya berlawanan dengan fungsi gibberellin.
Yang termasuk di dalamnya adalah :
SADH
CCC
Phosfon D
Amo 1618
MH, dan Morpphactin
Semuanya menghambat pemanjangan batang. Enzym diamine oxidase akan
merubah triptamine menjadi IAA. MH dan morphctin dapat digunakan sebagai
herbisida pada konsentrasi rendah.
2.6 Distribusi Hormon pada Tumbuhan
Distribusi hormone tumbuh tidak merata pada tumbuhan, hal ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
32
Keterangan :
Auxin Gibberellin Cytokenin Abscisicaced
a.Ujung batang +++ +++ +++ -
b. Daun muda +++ +++ - -
c. Batang yang
sedang mengalami
pemanjangan
++ ++ - -
d. Kuncup lateral + ++ + -
e. Daun tua + + - +++
f. Batau tua + + - -
g. Akar + - - -
h. Ujung akar ++ ++ - -
Sumber: Nogle dan Frits (1977 dalam Suastika 1987),hal 506.
33
III. KESIMPULAN
Di dalam dunia tumbuhan, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk kelangsungan hidupnya.
Walaupun konsentrasinya hanya kecil, tetapi peranannya sangat besar sekali
didalam mengatur proses-proses fisiologi tumbuhan. Went seorang ahli fisiologi
dari Jerman, mengemukakan, bahwa ohne wuchstuff, kein wachstum yang artinya
tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak ada pertumbuhan.
Penelitian terakhir pada binatang dan tumbuhan menunjukkan bahwa
peranan hormone mungkin lebih penting daripada kenyataan bahwa senyawa itu
dapat ditransfor dalam tubuh organisme.
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi
metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk didalam organisme dengan
proses metabolik dan tidak berfungsi dalam nutrisi.
Auksin, gibberellin, cytokinin, dan ethylene secara keseluruhan disebut
fitohormon, yang dapat mendorong inisiasi reaksi-reaksi biokimia dan perubahan-
perubahan komposisi kimia dalam tumbuhan. Bersamaan dengan itu terjadi pula
perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan, sehingga pada akhirnya
terbentuklah akar, batang,daun, bunga, dan bagin-bagian lain dari tumbuhan.
Tetapi aktivitas ke empat hormone tersebut adakalanya dihambat oleh aktivitas
hormone yang lain yaitu inhibitor.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh Penerbit
Angkasa Bandung.
Dwijoseputro,D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT Gramedia
Jakarta
Heddy, S. 1987. Hormon Tumbuhan. Penerbit Sinar Baru Bandung.
Salisbury, F. B.: Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Perkembangan
Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Jilid Tiga, Edisi Ke Empat. Penerbit
I T B Bandung.
Suastika, K., 1987. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Bagian Fisiologi TumSbuhan
Fakultas Pertanian UNUD Denpasar.
Wattimena. 1998. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Penerbit ITB Bandung