pengaruh ekstender kombinasi larutan sari ...repository.ub.ac.id/8291/1/mifta fatmalawati.pdf2017...
TRANSCRIPT
i ii
PENGARUH EKSTENDER KOMBINASI LARUTAN SARI KURMA (Phoenix dactilyfera) DAN RINGER LAKTAT TERHADAP PERSENTASE FERTILITAS
SPERMATOZOA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)
SKRIPSI
Oleh :
MIFTA FATMALAWATI
NIM. 135080501111100
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
i ii
PENGARUH EKSTENDER KOMBINASI LARUTAN SARI KURMA (Phoenix dactilyfera) DAN RINGER LAKTAT TERHADAP PERSENTASE FERTILITAS
SPERMATOZOA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
MIFTA FATMALAWATI NIM. 135080501111100
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Desember, 2017
iv
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : PENGARUH EKSTENDER KOMBINASI LARUTAN SARI KURMA
(Phoenix dactylifera) DAN RINGER LAKTAT TERHADAP
PERSENTASE FERTILITAS SPERMATOZOA IKAN PATIN SIAM
(Pangasianodon hypophthalmus)
Nama : Mifta Fatmalawati
NIM : 135080501111100
Program Studi : Budidaya Perairan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS
Pembimbing 2 : Dr. Ir. M. Fadjar, M.Sc.
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Penguji 1 : Wahyu Endra K., S.Pi, MP, D.Sc.
Penguji 2 : Soko Nuswantoro, S.Pi, M.Si.
Tanggal Ujian : 19 Desember 2017
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, Desember 2017
Penulis,
(Mifta Fatmalawati)
RIWAYAT HIDUP
Mifta Fatmalawati adalah nama penulis skripsi
ini. Penulis lahir dari orang tua Yunus Harianto
dan Suwarnik sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis dilahirkan di Sooko,
Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur pada tanggal 21 Oktober 1994. Penulis
menempuh pendidikan dimulai dari SD Negeri
Miji III Kota Mojokerto (lulus tahun 2007),
melanjutkan ke SMP Negeri 2 Kota Mojokerto
(lulus tahun 2010) kemudian ke SMA Negeri 3 Kota Mojokerto (lulus tahun
2013) dan Universitas Brawijaya, Malang (on going), hingga akhirnya bisa
menempuh masa kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program
Studi Budidaya Perairan.
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis
telah berhasil menyelesaikan skripsi ini. Semoga dengan penulisan skripsi ini
mampu memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar – besarnya atas
terselesaikannya skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstender Kombinasi
Larutan Sari Kurma (Phoenix dactylifera) dan Ringer Laktat terhadap
Persentase Fertilitas Spermatozoa Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus)”.
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Rasa syukur yang amat sangat kepada Allah S.W.T., laporan penelitian
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Sujud dan terima kasih dalam penulisan laporan ini, saya persembahkan
kepada Bapak dan Ibu tercinta, atas dorongan, kesabaran, kebijaksanaan
dan doanya. Kemudian kepada seluruh keluarga (tante, bude, om,
pakdhe dll) yang selalu memberi dukungan dan doa
3. Bapak Maheno Sri Widodo, MS selaku Dosen Pembimbing 1.
4. Bapak Dr. Ir.M. Fadjar., M.Sc selaku Ketua Program Studi BP dan selaku
Dosen Pembimbing 2.
5. Ibu Dr. Arning Wilujeng Ekawati, M.S selaku Ketua Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan
6. Laboran reproduksi dan pemuliaan ikan (Pak Udin dan Bu Dian) yang
banyak membantu demi terselesainya penelitian ini
7. Teman/sahabat (Alfi, Wiwit, Mega, Dewi, Lisa, Verta, Tika, Lintang,
Nanda, Wafi dan Vina) yang telah banyak memberikan bantuan sehingga
turut berperan dalam memperlancar penelitian dan penulisan ini
8. Teman-teman tim penelitian (Edo dan Hafiz) yang berperan dalam
membantu dan memperlancar terselesainya penelitian serta penulisan ini.
9. Teman - teman Aqua GT tercinta atas semangat dan dukungan yang
telah diberikan.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Usulan Skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Malang, Desember 2017
(Penulis)
7
RINGKASAN
Mifta Fatmalawati. Pengaruh Ekstender Kombinasi Larutan Sari Kurma (Phoenix dactilyfera) dan Ringer Laktat terhadap Persentase Fertilitasi Spermatozoa Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS.dan Dr. Ir. M. Fadjar, M.Sc.
Budidaya ikan merupakan salah satu kegiatan yang bisa diandalkan
dimasa yang akan datang. Selain untuk kepentingan konsumsi kebutuhan masyarakat, saat ini ikan juga banyak diperlukan untuk kegiatan penelitian bagi golongan akademisi. Salah satu jenis ikan konsumsi yang memiliki tingkat permintaan konsumsi dan penelitian cukup tinggi di Indonesia adalah ikan Patin (Pangasius pangasius). Ikan Patin merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Sehingga banyak dimintai oleh masyarakat. Untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi tersebut diperlukan teknik pemijahan buatan yang efektif dan murah dengan menggunakan bahan alami yang
sudah tersedia di alam. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan cara menambahkan sari kurma dan ringer laktat sebagai bahan pengencer sperma dan kemudian menyimpan sperma pada suhu rendah selama beberapa hari.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi, Pembenihan dan Pemuliaan Ikan, dan di Laboratorium Ilmu Teknologi Hasil Perairan, Divisi Keamanan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan RAL dengan 5 perlakuan serta masing-masing perlakuan 3 kali ulangan. Perlakuan konsentrasi penambahan sari kurma dalam larutan ringer laktat dalam penelitian ini adalah perlakuan kontrol tanpa penambahan sari kurma, perlakuan A yaitu 0,5 ml sari kurma dengan 99,5 ml ringer laktat, perlakuan B yaitu 1 ml sari kurma dengan 99 ml ringer laktat, perlakuan C yaitu 1,5 ml sari kurma dengan 98,5 ml ringer laktat, dan perlakuan D yaitu 2 ml sari kurma dengan 98 ml ringer laktat. Data hasil yang diperoleh dianalisa sidik ragam (ANOVA), kemudian dilanjutkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menggunakan software IBM SPSS versi 21. Parameter utama yang diukur adalah motilitas, viabilitas, fertilitas, daya tetas dan kelulushidupan serta parameter penunjang berupa kualitas air yang meliputi suhu, pH, dan kandungan oksigen terlarut (DO).
Hasil yang diperoleh dari pemberian ekstender kombinasi sari kurma dan ringer laktat berpengaruh pada motilitas sperma dengan nilai tertinggi pada perlakuan B dengan penambahan 1% sari kurma sebesar 58,67%, viabilitas sperma sebesar 67,67%, fertilitas sebesar 96,52% dan hatching rate sebesar 64,71%. Perlakuan tidak berpengaruh pada survival rate. Parameter penunjang yaitu kualitas air masih memberikan kisaran yang optimal untuk kelangsungan hidup larva ikan dan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu pemberian ekstender kombinasi sari kurma dan ringer laktat berpengaruh terhadap motilitas, viabilitas sperma, fertilisasi telur dan hatching rate dan tidak berpengaruh pada survival rate. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan menggunakan bahan ekstender lain untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengawetan sperma.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan Laporan Skripsi yang berjudul
Pengaruh Ekstender Kombinasi Larutan Sari Kurma (Phoenix dacylifera) Dan
Ringer Laktat Terhadap Persentase Fertilitas Spermatozoa Ikan Patin
(Pangasianodon hyphopthalmus).
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi
pada program Strata-1 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang. Diharapkan skripsi ini berguna bagi pihak yang
membutuhkan sebagai suatu referensi terutama pada pemanfaatan limbah
bandeng sebagai bahan pakan untuk udang ataupun pemanfaatan lainnya.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangan dalam penulisan laporan skripsi ini, oleh
karen itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, Desember 2017
Penulis
RINGKASAN ........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vii
viii
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xii
1. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4 1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4 1.5 Hipotesis ........................................................................................... 5 1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ...................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
6
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin (P. hypophthalmus) ................... 6
2.2 Biologi Reproduksi Ikan Patin (P. hypophthalmus) ............................ 7 2.3 Pemijahan Buatan ............................................................................. 8 2.4 Karakteristik Ikan Patin Siam (P. hypopthalmus) Matang Gonad ....... 9 2.5 Spermatozoa Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)... ......................... 10 2.6 Pengawetan Sperma ......................................................................... 11 2.7 Motilitas Spermatozoa ....................................................................... 12 2.8 Viabilitas Spermatozoa ....................................................................... 13 2.9 Fertilisasi ............................................................................................ 13 2.10 Penetasan (Hatching Rate) ................................................................ 14 2.11 Kandungan Sari Kurma ...................................................................... 14 2.12 Struktur Kimia Glukosa ....................................................................... 15 2.13 Struktur Kimia Fruktosa ...................................................................... 16 2.14 Mekanisme Pemanfaatan Sari Kurma oleh Spermatozoa................... 18
3. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................
20
3.1 Materi Penelitian................................................................................. 20
3.1.1 Alat-alat Penelitian ..................................................................... 20 3.1.2 Bahan-bahan Penelitian............................................................. 20
3.2 Metode Penelitian............................................................................... 21 3.3 Pengambilan Data .............................................................................. 21 3.4 Rancangan Penelitian ........................................................................ 22 3.5 Prosedur Penelitian ............................................................................ 24
3.5.1 Persiapan Induk ......................................................................... 24 3.5.2 Sterilisasi Wadah Percobaan (Tabung Appendorf 2 ml) ............. 24 3.5.3 Striping Indukan ......................................................................... 24 3.5.4 Pengamatan Spermatozoa Sebelum Perlakuan ......................... 25 3.5.5 Perlakuan Kontrol....................................................................... 25
DAFTAR ISI
Halaman
9
3.5.6 Perlakuan Penambahan Konsentrasi Sari Kurma....................... 27 3.5.7 Penyimpanan Sampel Pada Lemari Pendingin (5˚C).................. 27 3.5.8 Pengamatan Fertilisasi ............................................................... 28
3.6 Parameter Uji ..................................................................................... 29 3.6.1 Parameter Utama ....................................................................... 29 3.6.2 Parameter Penunjang ................................................................ 32
3.7 Analisa Data ....................................................................................... 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
33
4.1 Kualitas Sperma Segar Ikan Patin ..................................................... 33 4.2 Viabilitas Spermatozoa Ikan Patin ...................................................... 34 4.3 Motilitas Spermatozoa Ikan Patin ....................................................... 39 4.4 Fertilisasi Spermatozoa Ikan Patin ..................................................... 44 4.5 Tingkat Penetasan (Hatching Rate) Telur Ikan Patin .......................... 48 4.6 Kelulushidupan (Survival Rate) Larva Ikan Patin ................................ 53 4.7 Kualitas Air ......................................................................................... 56
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
57
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 57 5.2 Saran ................................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
58
LAMPIRAN ....................................................................................................
62
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan Patin (P. hypophthalmus) ...................................................................... 6
2. Morfometri Spermatozoa Ikan Patin (P. hypophthalmus) ..............................11
3. Rumus Struktur Glukosa ...............................................................................16
4. Rumus Struktur Fruktosa ...............................................................................17
5. Denah Penelitian Hasil Pengacakan .............................................................23
6. Diagram Persentase Motilitas Spermatozoa Ikan Patin (P. hypophthalmus) 35
7. Grafik Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma dan Ringer Laktat Terhadap Viabilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus) ........................37
8. Perbedaan Sperma Hidup dan Mati ...............................................................38
9. Diagram Batang Motilitas Spermatozoa Ikan Patin (P. hypophthalmus)........40
10. Grafik Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma dan Ringer Laktat Terhadap Motilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus) ..........................42
11. Diagram Persentase Fertilitas Ikan Patin (P. hypophthalmus).....................45
12. Grafik Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma dan Ringer Laktat Terhadap Fertilitas Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus) ..............................47
13. Diagram Batang Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus) .49
14. Grafik Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma dan Ringer Laktat Terhadap Fertilitas Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus) ..............................51
15. Diagram Persentase Kelulushidupan Larva Ikan Patin (P. hypophthalmus) 54
11
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kualitas Sperma Segar Ikan Patin (P. hypophthalmus) ............................. 33
2. Viabilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus)....................................... 34
3. Perhitungan Sidik Ragam Motilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus).................................................................................... 35
4. Uji BNT Viabilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus) ......................... 36
5. Motilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus)........................................ 39
6. Perhitungan Sidik Ragam Motilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus).................................................................................... 41
7. Uji BNT Motilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus) .......................... 41
8. Tingkat Fertilitas Ikan Patin (P. hypophthalmus) ....................................... 44
9. Perhitungan Sidik Ragam Tingkat Fertilitas Ikan Patin (P. hypophthalmus) ................................................................................... 46
10. Uji BNT Fertilitas Ikan Patin (P. hypophthalmus)....................................... 46
11. Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus)........................... 49
12. Perhitungan Sidik Ragam Tingkat Penetasan Ikan Patin (P. hypophthalmus)................................................................................... 50
13. Uji BNT Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus) ............ 50
14. Kelulushidupan Larva Ikan Patin (P. hypophthalmus) .............................. 53
15. Perhitungan Sidik Ragam Kelulusanhidupan Larva Patin (P. hypophthalmus)................................................................................... 55
16. Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Selama Penelitian ................ 56
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Glosarium .................................................................................................... 62
2. Dokumentasi Alat dan Bahan ...................................................................... 65
3. Hasil Pengamatan Spermatozoa Viabilitas Ikan Patin (P. hypophthalmus) . 70
4. Data Pengamatan Parameter Kualitas Air Larva Ikan Patin (P. hypophthalmus)..................................................................................... 71
5. Data Motilitas Sperma dan Analisa Perhitungan .......................................... 77
6. Data Viabilitas Sperma dan Analisa Perhitungan ......................................... 83
7. Data Fertilitas dan Analisa Perhitungan ....................................................... 89
8. Data Daya Tetas dan Analisa Perhitungan .................................................. 95
9. Data Kelulushidupan dan Analisa Perhitungan ............................................ 101
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya ikan merupakan salah satu kegiatan yang bisa diandalkan
dimasa yang akan datang. Hal ini dikarenakan ikan merupakan salah satu jenis
bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia yang mempunyai harga jual
yang relatif murah dan mempunyai kandungan gizi yang lengkap. Oleh karena
itu, kemampuan sumberdaya manusia untuk memproduksi ikan hasil budidaya
sangat dibutuhkan (Gusrina, 2008). Selain untuk kepentingan konsumsi
kebutuhan masyarakat, saat ini ikan juga banyak diperlukan untuk kegiatan
penelitian bagi golongan akademisi. Salah satu jenis ikan konsumsi yang
memiliki tingkat permintaan konsumsi dan penelitian cukup tinggi di Indonesia
adalah ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus).
Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) adalah salah satu jenis ikan air
tawar yang cukup ekonomis. Harga jualnya cukup menjanjikan, umumnya di atas
harga jual rata-rata ikan konsumsi jenis lain. Banyak masyarakat yang berminat
untuk membudidayakan ikan ini karena ikan Patin cukup responsif terhadap
pemberian makanan tambahan sehingga dapat menjadikan keuntungan untuk
petani karena mengurangi pengeluaran untuk biaya pakan. Namun demikian di
Indonesia ikan jenis ini masih belum bisa dipijahkan secara alami. Sedangkan
dalam pemijahan buatan dengan teknik suntik telah banyak dilakukan baik oleh
praktisi di lapangan maupun kalangan akademis. Faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan pemijahan adalah kualitas telur dan kualitas sperma
ikan Patin. Hingga saat ini informasi tentang keragaman kualitas sperma ikan
Patin dalam membuahi telur ikan Patin yang berasal dari induk betina melalui
pemijahan buatan belum terdokumentasi dengan sempurna (Sutrisna, 2002).
2
Sehingga untuk memenuhi permintaan ikan Patin Siam yang terus meningkat,
maka dilakukan pengelolaan induk. Salah satu tujuan dari pengelolaan induk
adalah untuk mendapatkan benih yang berkualitas dalam kuantitas yang
memadai (Susanti dan Mayudin, 2012).
Usaha peningkatan produksi benih ikan Patin Siam baik jumlah maupun
kualitasnya perlu dijaga secara berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan mengingat
beberapa hambatan saat pemijahan ikan Patin Sari secara alami yaitu pemijahan
yang terjadi hanya satu kali dalam setahun, gonad jantan dan betina ikan Patin
Siam juga tidak matang pada waktu yang sama di kolam budidaya, selain itu
hambatan lain yang muncul menurut Rustidja (2000), adalah kualitas sperma
(persentase hidup, motilitas dan lama hidup) akan terus menurun setelah
dikeluarkan dari tubuh ikan.
Sperma merupakan gamet jantan yang berperan sangat penting pada
proses fertilisasi yaitu membuahi sel telur dan menyumbangkan materi genetik
zigot sehingga perlu dilakukan penyimpanan atau kriopeservasi dengan teknik
dan bahan yang tepat agar daya fertilisasi tetap terjaga. Menurut Rahardianto et
al. (2012), penyimpanan sperma bertujuan untuk mengoptimalkan jangka waktu
penggunaan sperma induk jantan unggul untuk membuahi sel telur betina sejenis
secara buatan serta memudahkan transportasi semen untuk keperluan
reproduksi lainnya.
Teknik penyimpanan sperma membutuhkan suatu bahan yang dapat
berfungsi untuk meminimalisir aktifitas dan mempertahankan kehidupan
spermatozoa. Larutan yang sering digunakan untuk penyimpanan sperma yaitu
larutan Ringer Laktat. Menurut Yumte et al. (2013), ringer laktat merupakan
cairan fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah
besar. Ringer laktat banyak digunakan sebagai replacement therapy. Pada
pergerakannya spermatozoa di pengaruhi oleh beberapa sumber energi seperti
3
fruktosa, sorbitol, GPC (Gyceril phorporycholin), kalsium dan plasmogen serta
beberapa cairan elektrolit seperti Na+, Ca+, Cl-, dan laktat. Sumber energi dan
cairan elektrolit ini sering ditemukan komposisinya dalam cairan krisataloid ringer
laktat yang dipakai untuk menggantikan cairan yang hilang.
Kebutuhan energi spermatozoa untuk mempertahankan daya fertilisas
disediakan oleh gula sederhana (monosakarida) seperti glukosa dan fruktosa.
Menurut Salisbury dan Van Denmark (1985), energi yang dibutuhkan oleh
spermatozoa disediakan oleh gula sederhana (monosakarida) seperti fruktosa
dan glukosa. Penambahan fruktosa atau glukosa dalam pengencer berguna
untuk mendukung proses pembentukan Adenosine Triphosphat (ATP) dan
Adenosine Diphosphate (ADP) yang harus terus berlangsung. Sehingga,
diperlukan adanya bahan yang bisa mempertahankan hidup sperma lebih lama.
Salah satu bahan yang memenuhi kriteria sebagai bahan tambahan dalam
larutan pengencer sperma adalah sari kurma (Phoenix dactylifera). Menurut
Retnowati dan Kusnadi (2014), buah kurma (P. dactylifera) mengandung
komponen penyusun buah yang sebagian besar merupakan gula pereduksi, yaitu
glukosa dan fruktosa 20-70% (bobot kering) sehingga buah kurma mudah
dicerna dan cepat mengganti energi tubuh yang hilang. Selain mudah dicerna
dan berenergi tinggi kurma mengandung antioksidan yang tinggi, bersifat anti
kanker dan anti tumor sehingga dapat mencegah kerusakan spermatozoa akibat
patogen maupun gangguan internal.
1.2 Rumusan Masalah
Ringer laktat sebagai bahan pengencer dalam peyimpanan sperma memiliki
kekurangan yaitu dalam hal penyediaan energi sebab ringer laktat hanya dapat
melakukan penghematan energi melalui proses transport elektron tanpa
membentuk ATP yang dibutuhkan spermatozoa sebagai energi biokima dan fisik.
4
Hal tersebut menyebabkan ringer laktat hanya bisa mempertahankan kehidupan
sperma dalam jangka waktu yang singkat. Minimnya ketersedian nutrisi yang
termanfaatkan oleh sperma dari ringer laktat selama masa penyimpanan
menyebabkan daya hidup dan pergerakan sperma menjadi sangat terbatas
sehingga banyak sperma mati sebelum proses fertilisasi. Tidak tercapainya
proses fertilisasi sperma pada telur ikan Patin tentunya menyebabkan produksi
pembenihan tidak optimal.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam mengatasi kelemahan ringer
laktat yaitu dengan menerapkan penggunaan ekstender kombinatif yang terdiri
dari ringer laktat dan bahan alami berkadar glukosa dan fruktosa yang tinggi.
Fruktosa dan glukosa dalam ekstender dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai
energi dalam bentuk ATP melalui proses glikolisis dan fruktolisis sehingga
keberadaan senyawa tersebut dapat membentuk reaksi metabolisme
spermatozoa secara berkelanjutan. Salah satu bahan yang dapat digunakan
untuk menambah nutrisi pada pengencer yaitu sari buah kurma (P. dactylifera)
dengan kadar gula (glukosa+fruktosa) sebesar 20-70%. Penambahan energi dari
sari buah kurma tersebut diharapkan dapat meningkatkan persentase fertilitas
sperma ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) selama masa penyimpanan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh perbedaan dan nilai terbaik dari konsentrasi sari kurma (P. dactylifera)
dalam larutan pengencer ringer laktat selama masa penyimpanan terhadap
persentase fertilitas sperma ikan Patin Siam (P. hypopthalmus).
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai manfaat dari sari kurma pada konsentrasi terbaik dalam
5
larutan pengencer ringer Laktat terhadap daya fertilitas sperma ikan Patin
Siam (P. hypopthalmus) sesudah masa penyimpanan, sehingga dapat
bermanfaat bagi bidang perikanan khususnya dalam usaha budidaya ikan Patin
Siam (P. hypopthalmus).
1.5 Hipotesis
H0 : Diduga perbedaan konsentrasi sari kurma (P. dactylifera) dalam larutan
pengencer ringer laktat tidak memberikan pengaruh terhadap daya
fertilisas sperma ikan Patin Siam (P. hypopthalmus).
H1 : Diduga perbedaan konsentrasi sari kurma (P. dactylifera) dalam larutan
pengencer Ringer Laktat memberikan pengaruh terhadap daya fertilisas
sperma ikan Patin Siam (P. hypopthalmus).
1.6 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret sampai Agustus 2017 di
Laboratorium Budidaya Ikan (Divisi Reproduksi Ikan) dan Laboratorium Ilmu
Teknologi Hasil Perairan (Divisi Keamanan Hasil Perikanan) , Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam (P. hypopthalmus)
Menurut Kahiruman dan Amri (2011), klasifikasi dari ikan patin siam
(Gambar 1) adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Siluriformes
Sub Ordo : Silluroidae
Family : Pangasiidae
Genus : Periopthalmus
Spesies : Pangasianodon hypophthalmus
Gambar 1. Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) (Ish dan Katy, 2007)
Ikan Patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan tidak
bersisik. Panjang tubuhnya mencapai 150 cm untuk Patin siam (P.
hypophthalmus). Warna tubuh Patin pada bagian punggung keabu-abuan atau
kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-perakan. Kepala Patin relatif kecil
dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri golongan
ikan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut (kumis) pendek
yang berfungsi sebagai peraba (Kordi, 2010).
7
Ikan Patin Siam memiliki bentuk tubuh memanjang dengan warna dominan
putih berkilauan sperti perak dan punggung berwarna kebiru-biruan. Seperti
halnya keluarga ikan lele-lelean, ikan Patin tidak bersisik alias bertubuh licin.
Sirip punggung ikan Patin memiliki jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang
bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggungnya
ada 6 atau 7 buah. Kepalanya relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala
sebelah bawah. Jari-jari lunak sirip punggungnya ada 6 atau 7 buah. Sirip
duburnya panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perut memiliki
6 jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dengan sebuah jari-jari
keras yang berubah menjadi patil. Di sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis,
sebagaimana halnya dengan ikan lele. Kumis tersebut berfungsi sebagai alat
peraba saat berenang ataupun mencari makan (Khairuman dan Dodi, 2009).
2.2 Biologi Reproduksi Ikan Patin Siam (P. hypopthalmus)
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunannya
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Kegiatan
reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi
lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap
tahunnya. Untuk kegiatan reproduksi Ikan Patin (P. hypophthalmus) menurut
Kordi (2010), di habitat aslinya, ikan Patin Siam memijah pada musim penghujan
sehingga benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret-Mei. Ikan Patin Siam
matang kelamin pada usia 2-3 tahun dengan berat di atas 1,5 kg. Induk Patin
Siam yang berukuran 5-6 kg dapat menghasilkan telur 1,5 juta butir. Ikan Patin
Siam (P. hypophthalmus) jantan mencapai dewasa lebih cepat daripada Patin
Siam betina. Proses kematangan kelamin relatif lama. Perkembangan gametnya
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Ikan Patin Siam yang hidup di daerah tropis,
perkembangan telur dan spermanya lebih cepat daripada ikan Patin Siam yang
8
hidup di daerah subtropis. Kemudian Patin Siam yang hidup di alam biasanya
beruaya secara bergerombol saat musim pemijahan. Patin Siam yang matang
kelamin mudah memijah saat terjadi turbulensi akibat pengadukan air dari
permukaan dasar yang bersamaan dengan banjir atau meluapnya air sungai.
Sebaliknya, Patin Siam sulit memijah secara alami di kolam-kolam pemeliharaan.
Patin hanya memijah setelah diberi rangsangan (induced spawning).
Sistem reproduksi ikan Patin siam terdiri atas kelamin, gonad, kelenjar
hipofisa dan syaraf yang berhubungan dengan perkembangan alat repoduksi.
Secara alami sistem kerja reproduksi ikan yakni disebabkan oleh lingkungan
perairan, seperti suhu, cahaya dan cuaca yang merangsang hypothalamus
sehingga menghasilkan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone). Selanjutnya,
GnRH bekerja merangsang pituitary untuk melepaskan GnH (Gonadotropin
Hormone) yang berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad hingga
terjadi pemijahan (Peranginangin, 2003).
2.3 Pemijahan Buatan
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan
sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan.
Penambahan populasi ikan tergantung dari kondisi tempat telur dan larva ikan
kelak akan berkembang. Oleh karena itu, pemijahan menuntut keamanan bagi
kelangsungan hidup larva atau benih ikan, tempat yang cocok, waktu yang tepat,
dan kondisi yang lebih menguntungkan (Sutisna dan Ratno, 1995).
Menurut Abdullah (2007), hipofisasi adalah teknik penyuntikan ekstrak
kelenjar hipofisa ikan donor kepada ikan resipien yang bertujuan untuk
merangsang ovulasi dan pemijahan pada ikan resipien. Di dalam hipofisa
terdapat hormon LHRH-a bekerja merangsang sekresi hormon gonadotropin dari
kelenjar hipofisa ikan resipien yang dapat merangsang terjadinya ovulasi.
9
Penggunaan hormon LHRH-a melalui ovaprim juga dapat digunakan dalam
proses pemijahan buatan. Ovaprim mengandung antidopamine (Domperidone)
yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas LHRH (Luitenizing Hormon-
Releasing Hormon) dan sekresi gonadotropin pada ikan yang berada dibawah
kontrol ganda antara LHRH dan dopamine.
2.4 Karakteristik Ikan Patin Siam (P. hypopthalmus) Matang Gonad
Menurut Lesmana (2007), calon induk ikan yang digunakan dalam
pembenihan sebaiknya memenuhi persyaratan seperti cukup umur maupun
ukurannya. Sebaiknya mungkin juga dengan kejelasan asal-usul keturunan
genetisnya. Perawatan dan pengelolaan induk-induk tersebut juga harus
diperhatikan agar dihasilkan induk yang matang gonad atau siap pijah yang
bermutu dan dalam kondisi yang sehat.
Induk betina matang kelamin ditandai dengan gerakan yang lamban, perut
membesar atau buncit ke arah belakang, jika diraba terasa lunak, lubang anus
agak membengkak atau menonjol, dan bila perut diurut (stripping) perlahan ke
arah anus akan keluar cairan kuning kemerahan. Untuk induk jantan gerakannya
lincah, badan langsing, dan jika perut diurut akan keluar cairan sperma berwarna
putih seperti susu dari lubang kelamin (Mantau et al. 2004).
Menurut Taufik (2006), ciri-ciri induk Patin yang sudah matang gonad dan
siap dipijahkan adalah sebagai berikut:
a. Induk betina
Umur tiga tahun
Ukuran berat 1,5-2 kg
Perut membesar ke arah anus
Perut terasa empuk dan halus bila di raba
Lubang urogenital membengkak dan berwarna merah tua
10
Kulit pada bagian perut lembek dan tipis
Kalau di sekitar lubang urogenital ditekan akan keluar beberapa butir
telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
Umur dua tahun
Ukuran berat 1,5-2 kg
Kulit perut lembek dan tipis
Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
Bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih
2.6 Spermatozoa Ikan Patin Siam (P. hypopthalmus)
Keberhasilan pembuahan (fertilisasi) dapat didukung oleh kualitas
spermatozoa yang baik, dilihat dari viabilitas maupun motilitasnya. Bentuk
spermatozoa berbeda pada tiap spesies dan mengandung bahan pembawa sifat
yang berbeda pula. Menurut Stoss dan Donalson (1982), Bagian kepala
berbentuk bulat (Spherical) dan bagian leher mengalami reduksi. Ekornya
memiliki panjang 10 sampai 20 kali dari panjang kepala dan susunan
mitokondrianya 9 ± 2 µm. Panjang total spermatozoa ikan teleostei adalah 40-60
µm. Spermatozoa golongan ikan masih tergolong primitif karena pada bagian
kepala spermatozoa tidak mempunyai akrosom. Bentuk tersebut memungkinkan
spermatozoa untuk dapat bergerak. Pergerakan spermatozoa juga diatur oleh
aktivitas asetilkolin yang terdapat pada bagian kepala spermatozoa dan energi
untuk bergerak diperoleh mitokondria berupa ATP.
Menurut Billard (1978), komposisi organik milt (seminal plasma) dari
golongan ikan karper mempunyai energi substrat seperti glukosa dan fruktosa,
laktase, piruvat, malat, dan bahan organik lainnya dalam jumlah yang kecil pada
spermatozoa. Kualitas spermatozoa ikan dapat dilihat dari tingkat kematangan
11
gonad dan kandungan nutrisi pakan yang diberikan. Semakin matang gonad
ikan, semakin baik juga kulitas spermatozoa. Tiap ikan memiliki bentuk dan
ukuran spermatozoa yang berbeda tergantung dari jenisnya. Berdasarkan tipe
spermatozoa tersebut menyebabkan adanya beberapa perbedaan susunan kimia
yang terkandung di dalamnya. Bila dibandingkan dengan golongan catfish, ikan
karper mempunyai beberapa perbedaan pada susunan kimianya. Pada ikan
karper milt lebih mudah dikeluarkan dengan cara di stripping. Kualitas sperma
untuk ikan yang distriping.
Gambar 2. Morfologi Spermatozoa Ikan Patin Siam (Japet, 2011)
2.7 Pengawetan Sperma
Pengawetan atau penyimpanan sperma adalah suatu proses menunjang
daya hidup spermatozoa dalam media penyimpanan untuk mempertahankan
kualitasnya. Media penyimpanan sperma harus dapat berfungsi melindungi
spermatozoa dari coldshock, menyediakan nutrisi dan menjaga tekanan osmotik
agar tetap stabil dan sperma bisa tetap hidup. Menurut Linayati et al., (2015).,
penyimpanan sperma merupakan satu metode yang dapat digunakan sehingga
saat reproduksi, sperma yang berasal dari jantan unggulan dapat disimpan dan
dipergunakan sesuai kebutuhan tanpa harus menunggu ikan matang gonad
12
kembali. Penyimpanan sperma diperlukan karena daya hidup sperma di luar
tubuh ikan hanya berlangsung singkat.
Penyimpanan sperma dapat dilakukan dengan menggunakan temperatur
rendah. Pengawetan sperma pada dasarnya adalah penyimpanan dan
pengenceran sperma. Hasil penyimpanan sangat bergantung pada kualitas
sperma yang diamati. Kualitas sperma yang diamati antara lain konsentrasi,
motilitas dan daya hidup (viabilitas) sperma. Selain itu, penyimpanan sperma
juga dipengaruhi olah faktor lingkungan antara lain suhu, pH dan bahan kimia
yang terkandung dalam media (Sartoyo, 2005). Selama penyimpanan sperma
dilakukan pengamatan motilitas dan viabilitas secara periodik untuk didapatkan
hasil presentase kehidupan sperma yang diawetkan pada semen.
2.7 Motilitas Spermatozoa
Menurut Julianuari (2014), pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan
dengan mengamati pergerakan sperma dengan mengambil satu tetes sperma
(±0,01 ml) yang telah disimpan dan diletakkan pada obyek glass, selanjutnya
ditutup dengan cover glass kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan
pembesaran 400x, untuk dihitung jumlah spermatozoa yang hidup dan berapa
jumlah spermatozoa yang mati agar dapat diperoleh motilitas dari spermatozoa.
Pengamatan sperma dilakukan selama 160 menit dengan interval waktu
pengamatan 30 menit sekali.
Menurut Sularto et al. (2013)., parameter yang biasa digunakan untuk
mengetahui kualitas sperma ikan adalah motilitas spermatozoa. Spermatozoa
ikan Patin Siam (P. hypopthalmus) diketahui dapat bertahan hidup pada suhu
biasa/ruangan (26-28oC) hanya dapat bertahan hidup selama 15 jam, sedangkan
pada suhu 4-6oC dapat bertahan 60 jam. Motilitas spermatozoa dipengaruhi
beberapa faktor antara lain konsentrasi unsur yang terkandung didalam sperma,
13
suhu, pH, dan metabolisme sel serta konsentrasi spermatozoa dalam cairan
sperma. Spermatozoa yang sudah mulai berkurang motilitasnya hanya
mempunyai waktu singkat untuk membuahi telur.
2.8 Viabilitas Spermatozoa
Viabilitas spermatozoa ikan dapat diamati dengan metode pewarnaan eosin
0,2%. Menurut Maulana et al. (2014), satu tetes sperma diteteskan dengan
menggunakan mikropipet di atas gelas obyek dan ditambahkan pewarna eosin
0,2% dengan perbandingan sperma : eosin adalah 1:1, kemudian kedua larutan
tersebut dicampurkan secara merata. Viabilitas sperma didasarkan pada
perbedaan kriteria kepala sperma yang bewarna transparan (hidup), sedangkan
sperma yang mati akan bewarna merah muda buram serta mengembang.
Menurut Susilowati (2010) dalam Novianto (2014), viabilitas spermatozoa
dihitung dari jumlah spermatozoa hidup dan mati dalam suatu lapang pandang
dengan jumlah total spermatozoa yang dihitung sebanyak 100 sel spermatozoa.
Pengamatan viabilitas dilakukan dua kali pada saat segar dan pada saat setelah
dibekukan (post thawing). Spermatozoa hidup dapat dilihat melalui bentuk dan
warna spermatozoa yang berbeda. Hasil pengamatan viabilitas spermatozoa
saat post thawing menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi gliserol 13%
dapat meningkatkan viabilitas spermatozoa.
2.9 Fertilisasi
Fertilisasi pada hewan air khususnya ikan ada dua macam cara yaitu
fertilisasi internal dan eksternal (alami). Untuk ikan secara umum melalui
pembuahan eksternal, sedangkan untuk hewan air lainnya misalnya ikan paus
dengan cara pembuahan internal (Subowo, 1995).
Pembuahan atau disebut juga dengan fertilisasi adalah proses
bergabungnya inti sperma dengan inti sel telur dalam sitoplasma sehingga
14
membentuk zigot. Pada dasarnya fertilisasi merupakan penyatuan atau fusi sel
gamet jantan dan sel gamet betina untuk membentuk satu sel (zygote) (Tang dan
Affandi, 2000).
Menurut Lesmana (2007), masuknya spermatozoa ke dalam sel telur
melalui micropyle dan bergabung dengan inti sel telur merupakan proses
pembuahan atau fertilisasi. Bersatu atau fusi dari inti sel jantan yang haploid (n)
dan berada dalam sperma dengan inti sel telur yang juga haploid (n) ini akan
menjadikan sel pertama somatic yang diploid (2n) dan disebut zygote. Proses ini
akan memacu proses-proses selanjutnya yaitu tumbuhnya badan-badan atau
kutub-kutub polar sel yang nantinya akan berkembang menjadi embrio.
2.10 Penetasan (Hatching Rate)
Penetasan telur merupakan persentase telur yang menetas setelah
melewati beberapa tahap embriogenesis. Kekerasan chorion akan semakin
menurun yang disebabkan oleh adanya substansi enzim chorionase yang
bekerja dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan kelenjar endodermal (Effendie,
2002).
Menurut Oyen et al. (1991) dalam Ayer et al. (2015), faktor internal yang
berpengaruh terhadap daya tetas telur adalah perkembangan embrio yang
terhambat karena kualitas spermatozoa dan telur kurang baik. Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap penetasan telur adalah lingkungan yang di
dalamnya terdapat temperatur air, oksigen terlarut, pH dan amoniak.
2.11 Kandungan Sari Buah Kurma (P. dactilyfera)
Buah kurma kaya akan zat besi yang meningkatkan kadar
hemoglobin. Selain itu, kurma juga mengandung protein, serat, glukosa, vitamin,
biotin, niasin, dan asam folat. Kurma juga mengandung mineral seperti, kalsium,
sodium dan potasium. Kadar protein pada buah kurma sekitar 1,8-2 %, kadar
15
glukosa sekitar 50-57%, dan kadar serat 2-4% (Jahromi et al. 2007 dalam Zen et
al. 2013).
Buah kurma mengandung komponen penyusun buah yang sebagian besar
merupakan gula pereduksi, yaitu glukosa dan fruktosa sekitar 20-70% (bobot
kering). Sehingga buah kurma mudah dicerna dan cepat mengganti energi tubuh
yang hilang. Buah ini mengandung 0.10-0.73% lemak, dan 2.12-5.60% protein.
Jumlah asupan kalori rata-rata untuk satu buah kurma (8.32 g) adalah 23 kalori
atau 1.33-1.78 kali lebih banyak dibandingkan gula tebu dengan bobot yang
sama. Selain itu buah kurma juga mengandung serat pangan (dietary fiber),
yaitu sebesar 2.49-12.31% (Retnowati dan Joni, 2013).
2.12 Struktur Kimia Glukosa
Menurut Mayes (2003), glukosa merupakan bahan bakar utama bagi
jaringan mamalia (kecuali hewan pemamahbiak) dan bahan bakar universal bagi
janin. Unsur ini diubah menjadi jenis karbohidrat lain yang mempunyai fungsi
sangat spesifik, missal, glikogen untuk simpanan; ribosa dalam asam nukleat;
galaktosa dalam laktosa susu, dalam senyawa lipid kompleks tertentu, dan dalam
bentuk gabungan dengan protein, yaitu dalam glikoprotein serta proteoglikan.
Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk membantu
kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan tubuh.
Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk seluruh sistem jaringan otot.
Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis oleh
tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk monosakarida
yang mempunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai dekstrosa
ataugula anggur. Tumbuh-tumbuhan menyimpan glukosa sebagai karbohidrat
yang dinamai kanji dalam biji-bijian seperti beras, jagung, barli dan sebagainya
(Endahwati, 2010).
16
Glukosa (C6H12O6) adalah monosakarida yang paling banyak terdapat di
alam. Sedang, sirup glukosa didefinisikan sebagai cairan jernih dan kental yang
komponen utamanya adalah glukosa. Sirup glukosa banyak digunakan sebagai
pemanis dalam industri makanan dan minuman (Rahmayanti, 2010).
Gambar 3. Rumus Bangunan Glukosa (Ibrahim et al., 2006).
2.13 Struktur Kimia Fruktosa
Fruktosa adalah gula yang terkandung dalam buah-buahan, madu serta
beberapa jenis sayuran seperti jagung, wortel, dan bawang, yang banyak
digunakan untuk proses campuran rasa manis pada makanan (biasanya
kombinasi sukrosa dan glukosa). Fruktosa merupakan monosakarida dari
golonganketoheksosa (polihidroksiketon). Senyawa monosakarida ini merupakan
gula yang paling manis (diperkirakan dua kali lebih manis dari sukrosa), dan
merupakan salah satu dari tiga gula darah penting bersama dengan glukosa dan
galaktosa. Fruktosa juga dapat dibentuk dari hasil pemecahan sukrosa
(disakarida yang tersusun atas glukosa dan fruktosa). Pada proses pemecahan
sukrosa dipecah oleh enzim glikosida hidrolase (Fitrianti, 2008)
17
Fruktosa adalah jenis monosakrida yang terdapat dalam buah – buahan,
madu dan gula. Fruktosa disebut sebagai levulosa karena memutar cahaya
terpolarisasi ke arah kiri. Fruktosa bertindak sebagai penurun bahan uji Tollen
dan Benedict (Sugiyarmi, 2010).
Gambar 4. Rumus Struktur Fruktosa (Ibrahim et al., 2006).
Menurut Prahastuti (2011), fruktosa adalah gula sederhana yang
memberikan rasa manis, terdapat pada makanan alami seperti buah-buahan,
madu, sayuran dan biji-bijian. Sumber utama fruktosa adalah sukrosa, yang
merupakan derivat gula tebu dan gula bit.
Menurut Maulida (2006), metabolisme fruktosa merupakan sumber energi
yang utama sebagai penyedia oksigen dalam keadaan anaerobik. Sehingga
pada penyimpanan fruktosa akan berkurang dan asam laktatnya bertambah
Pada keadaan aerobik, sumber energi diperoleh dengan mengadakan oksidasi
asam laktat menjadi CO2 dan H2O pada keadaan anaerobik. Hasil proses
fruktolisis berupa asam laktat tidak dioksidasi lebih lanjut. Untuk itulah perlu
dilakukan penambahan: fruktosa, glukosa, manosa, asam laktat, piruvat, asetat,
sorbitol.
18
2.14 Mekanisme Pemanfaatan Sari Kurma oleh Spermatozoa
Menurut Adipu et al. (2011), di luar testis spermatozoa mampu memakai
sumber energi dari luar untuk melanjutkan hidupnya. Bahan utama yang dipakai
sebagai sumber energi dari luar adalah fruktosa yang akan diubah menjadi asam
laktat dan energi dengan bantuan enzim fruktosilin. Pemberian larutan fruktosa
sebagai pengencer untuk spermatozoa ikan dimaksudkan untuk memberikan
energi dan nutrisi untuk spermatozoa ikan agar dengan energi yang berupa ATP
tersebut dapat meningkatkan atau memperpanjang waktu motillitas dan viabilitas
spermatozoa.
Menurut Rahardianto et al. (2012), nutrisi yang disumbangkan terutama
berupa glukosa dan fruktosa yang dipakai sebagai sumber energi untuk
kelangsungan hidup dan motilitas spermatozoa. Dalam keadaan normal energi
yang dilepaskan dapat dipakai sebagai energi mekanik (pergerakan) atau
sebagai energi kimiawi (biosintesa), jika tidak dipergunakan akan menghilang
sebagai panas. Apabila persediaan energi habis, maka gerakan spermatozoa
akan terhenti dan spermatozoa tidak bergerak. Untuk melangsungkan
pergerakan kembali, ATP dan ADP harus dibangun kembali dengan
penambahan gugusan phosphoril yang membutukan sumber energi dari luar.
Metabolisme gula sederhana ini melalui respirasi sel spermatozoa menghasilkan
ATP.
Menurut Campble et al. (2002)., glikolisis dapat terbagi menjadi dua fase:
investasi energi dan pembayaran energi. Selama fase investasi energi, sel
sebenarnya menggunakan ATP. Investasi ini terbayar kembali disertai bunga
pada fase pembayaran energi, ketika ATP dihasilkan oleh fosforilisasi tingkat-
substrat dan NAD+ direduksi menjadi NADH oleh elektron yang dilepaskan dari
oksidasi glukosa. Hasil netto dari glikolisis , permolekul glukosa , adalah 2 ATP
plus 2 NADH. Pada akhirnya, semua karbon yang awalnya terdapat dalam
19
glukosa menjadi berada dalam dua molekul piruvat: tidak ada CO2 yang
dilepaskan selama glikolisis. Terjadinya glikolisis tidak bergantung dari ada atau
tidaknya O2.
20
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Alat Penelitian
Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Mikroskop Binokuler
Gelas objek (Objek glass)
Gelas penutup (Cover glass)
Tabung Eppendorf 2 ml
Thermometer Hg
Beaker glass 250 ml
Spuit 1 ml dan 5ml
Spuit tanpa jarum 1 ml dan 5 ml
Handtally counter
Timbangan OZ
Gelas ukur
Pipet Erytrocyt
Lap basah
Pipet tetes
Haemocytometer
Alumunium foil
Heater
Lemari pendingin (suhu 5oC)
Mikropipet
Inkubator
Bak Kolam
Aerator Set
Mangkok
Bulu ayam
3.1.2 Bahan-bahan penelitian
Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
Induk jantan dan betina ikan
Patin
Ovaprim
Ringer Laktat
Sari buah kurma
Nacl- Fisiologis
Larutan eosin
Akuades
Tisue
Kertas Label
Air
Alkohol 70%
21
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode eksperiman yaitu dengan melakukan percobaan,
perlakuan dan pengamatan objek penelitian untuk mengetahui antar variable
yang diselidiki. Menurut Wibisono (2013), eksperimen pada dasarnya merupakan
rangkaian aktivitas untuk manipulasi variabel–variabel dalam sebuah penelitian
dengan menjaga agar beberapa variabel yang lain tetap bernilai konstan.
Eksperimen berbeda dari metode-metode riset lainnya dalam hal kontrol atas
situasi riset. Dalam sebuah eksperimen, variabel bebas dimanipulasi dan efeknya
terhadap variabel lainnya (variabel tak bebas) diukur. Semua variabel lainnya
yang mengganggu hubungan ini dibuang atau dikendalikan. Dalam penelitian,
peneliti tidak boleh berada dalam salah satu objek yang diamati, sehingga
didapatkan hasil penelitian yang akurat. Metode ini biasanya membandingkan
hasil penambahan perlakuan dengan yang tanpa perlakuan. Kegunaan dari
perlakuan eksperimen adalah melakukan sesuatu terhadap seseorang atau objek
dan mengobservasi reaksinya dalam kondisi di mana kinerjanya dapat diukur
menggunakan sebuah standar/ukuran yang sudah dikenal.
3.3 Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan observasi langsung. Pengamatan (observasi) adalah metode
pengumpulan data di mana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi
sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap
peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan yang
kemudian diacatat seobyektif mungkin (Gulo, 2000). Sedangkan menurut
Wibisono (2013), Observasi langsung dapat memberikan suatu rekaman yang
sangat mendetail tentang kejadian atau apa yang dilakukan oleh seseorang pada
22
saat itu juga. Dengan observasi langsung ini, tidak akan ada usaha untuk
mengawasi atau memanipulasi situasi. Pengamatan merekam apa yang tengah
terjadi pada saat itu juga.
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Menurut Sastrosupadi (2000), Rancangan Acak Lengakap (RAL)
digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan
yang seragam atau homogeny, sehingga RAL banyak digunakan untuk
percobaan laboraturium, rumah kaca, dan peternakan.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Syahri (2011), tentang Pengaruh
Ekstender Kombinasi Larutan Sari Kurma dalam Nacl Fisiologi terhadap
Persentase Fertilitas Spermatozoa Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii
Valenciennes). Penelitian ini berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan
untuk penentuan dosis penambahan sari kurma yang tepat sebagai bahan yang
digunakan yang bersifat nutritif sebagai sumber energi spermatozoa untuk
bertahan hidup dengan jangka waktu yang lebih lama.
Perlakuan konsentrasi penambahan sari kurma dalam larutan ringer laktat
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini :
K : Tanpa ada penambahan sari kurma hanya larutan ringer laktat murni
A : Konsentrasi 0,5% (sperma + 0,5 ml sari kurma dalam 99,5 ml ringer laktat)
B : Konsentrasi 1% (sperma + 1 ml sari kurma dalam 99 ml ringer laktat)
C : Konsentrasi 1,5% (sperma + 1,5 ml sari kurma 98,5 ml ringer laktat)
D : Konsentrasi 2% (sperma + 2 ml sari kurma 98 ml ringer laktat)
Penetapan perlakuan konsentrasi larutan sari kurma pada penelitian ini
juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rahardhianto et al. (2012),
yaitu pada perlakuan penambahan madu dalam NaCl Fisiologi sebesar 0,2%,
23
0,4%, 0,6% dan 0,8% didapatkan hasil yang paling baik pada perlakuan 0,6%.
Pada penelitian tersebut penggunaan sumber energi (gula dan fruktosa) yang
kurang dari 1% didapatkan konsentrasi yang optimal untuk motilitas dan viabilitas
spermatozoa ikan. Dan penetapan perlakuan ini juga mengacu pada penelitian
pendahuluan dengan hasil yang didapat yaitu konsentrasi 1% adalah perlakuan
yang terbaik dan perlakuan dengan konsentrasi 2,5% didapatkan hasil yang
kurang baik sehingga batas penetapan perlakuan konsentrasi larutan sari kurma
pada penelitian ini ditetapkan mulai dari kisaran 0,5%-2% yang bedanya tidak
terlalu jauh dengan kisaran pada penelitian yang telah dilakukan yaitu 0,2% -
0,8%. Kisaran ini ditetapkan karena perbedaan nilai kandungan gula antara
madu dan larutan sari kurma. Sari Kurma yang digunakan adalah sari kurma
dengan merek An-Najma yang bisa dibeli ditoko atau apotik. Penelitian ini
menggunakan Sari Kurma An-Najma mengacu dari penelitian sebelumnya yang
juga menggunakan Sari Kurma An-Najma.
Dalam penelitian ini menggunakan 4 perlakuan konsentrasi dan 1
perlakuan kontrol dengan 3 kali pengulangan, sehingga total percobaan yang
dilakukan ada 15 unit. Berikut ini (Gambar 6.) merupakan denah percobaan yang
dilakukan:
K2 B3 C1 A1 D3
K3 A3 D2 B1 C2
B2 D1 A2 K1 C3
Gambar 5. Denah Penelitian Hasil Pengacakan
24
Keterangan Gambar:
K : Kontrol
A, B, C, D : Perlakuan penambahan sari konsentrasi dengan dosis berbeda
1,2,3 : Pengulangan perlakuan
Tempat yang digunakan untuk wadah pengawetan sperma dalam penelitian
ini adalah tabung appendrof dengan kapasitas 2 ml yang telah disterilisaikan
dengan akohol 70%. Kemudian tabung eppendrof diisi dengan sperma dan sari
kurma dalam larutan Ringer Laktat dengan perandingan 1:9 dan selanjutnya
dilakukan penyimpanan di lemari pendingin dengan suhu 5°C selama 5 hari.
Pengamatan motilitas dan viabilitas dilakukan 1 kali sehari selama masa
penyimpanan.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Persiapan Induk
Kolam yang akan digunakan sebagai wadah untuk pemeliharaan
indukan disiapkan dan dibersihkan kemudian dikeringkan.
Kolam yang telah siap pakai untuk pemeliharaan diisi air bersih dengan
ketinggian ¾ dari tinggi kolam.
Penyeleksian induk ikan Patin jantan dilakukan dengan cara mengurut
bagian perut menuju ke bagian lubang urogenital dilihat apakah keluar
cairan kental berwarna putih dan kental. Untuk induk betina dilakukan
cara yang sama, dilihat apakah keluar telur yang matang.
3.5.2 Sterilisasi Wadah Percobaan (Eppendrof)
Tabung eppendorf dengan kapasitas 2 ml disiapkan sebagai wadah
media percobaan.
Tabung eppendorf disterilisasikan dengan menggunakan alkohol 70%
kemudian dikeringkan.
25
Tabung disusun di rak tabung didasarkan denah percobaan yang telah
dilakukan pengacakan.
3.5.3 Stripping Indukan Ikan Patin Jantan (P. hypophthalmus)
Setelah pemilihan induk ikan jantan matang gonad, kemudian ikan
distripping
Ikan dipegang punggung menghadap bawah dan perut menghadap atas
dengan dilapisi lap basah
Lubang urogenital dibersihkan dengan tissue
Perut ikan kemudian diurut dari bagian perut menuju ke bagian lubang
urogenital hingga cairan sperma keluar
Sperma ditampung dengan menggunakan spuit ukuran 1 ml
3.5.4 Pengamatan Parameter Spermatozoa Sebelum Perlakuan
Warna sperma:
1. Sperma pada gelas ukur diamati secara langsung
2. Sperma yang normal memiliki warna putih kekuningan atau putih susu
3. Warna yang diamati dicatat hasilnya sebagai warna sperma.
pH sperma:
1. Sperma segar diambil sedikit menggunakan spuit 1 ml
2. Sperma diletakkan pada pH paper
3. Nilai yang muncul pada pH paper atau nilai perbandingan yang cocok
dengan tabel pH paper dicatat sebagai nilai pH sperma.
4. Kemudian dicatat hasil pH sperma yang didapat
Perhitungan Konsentrasi Sperma:
1. Pipet erythrocyt diisi semen murni sampai tanda 0,5
2. Pipet erythrocyt ditambah larutan 3% NaCl sampai tanda 1,01
3. Larutan pada pipet dihomogenkan selama 2-3 menit
26
4. Sebagian larutan tersebut dibuang kemudian dikocok lagi
5. 1 tetes larutan deteteskan dan diamati pada haemocytometer
6. Diamati sel pada 5 kotak haemocytometer untuk mendapatkan nilai N
7. Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan rumus perhitungan sel darah
yang didapatkan pada konsentrasi sperma
8. Kemudian didapatkan hasil konsentrasi sperma
Motilitas Sperma
1. Diambil 0,01 ml atau 1 tetes sperma menggunakan spuit tanpa jarum 1
ml kemudian diletakkan pada obyek glass
2. Obyek glass dengan 0,01 ml atau 1 tetes sperma diletakkan pada meja
preparat mikroskop Binokuler
3. Kemudian sperma pada obyek glass ditetesi 0,045 ml atau 1 tetes
aquades
4. Diamati motilitas spermatozoa dengan perbesaran 400x dengan kondisi
tanpa ditutup cover glass
5. Diamati motilitas dengan cara melihat dan menghitung spermatozoa
yang bergerak (motil) dan yang tidak bergerak (imotil)
6. Dihitung dan dinilai persentase motilitas spermatozoa secara masa dan
individu
Viabilitas Sperma
1. Diambil 0,1 ml sperma menggunakan spuit tanpa jarum 1 ml kemudian
diletakkan pada obyek glass
2. Obyek glass dengan 0,1 ml sperma ditetesi dan dihomogenkan dengan
0,1 ml eosin
3. Dihomogenkan antara sperma dan eosin dengan cara mengaduk
campuran keduanya
27
4. Dibuat sampel tipis dengan cara menekan dan mendorong
menggunakan Cover glass membentuk 45
5. Diletakan sampel pada meja preparat mikroskop Binokuler
6. Diamati viabilitas dengan cara melihat dan menghitung spermatozoa
yang hidup (berwarna transparan) sedangkan untuk spermatozoa yang
mati (berwarna merah) kemudian dicatat hasilnya dalam bentuk
persentase.
3.5.5 Perlakuan Kontrol
Tabung eppendorf 2 ml diisi dengan sperma ikan sebanyak 0,1 ml dan 0
ml sari kurma + Ringer Laktat (Larutan Ringer Laktat tanpa ada
penambahan konsentrasi sari kurma) dengan perbandingan sperma dan
larutan 1:9.
Tabung disusun pada rak sesuai dengan denah rancangan percobaan
Perlakuan kontrol kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan
suhu penyimpanan 5°C.
3.5.6 Perlakuan Penambahan Konsentrasi Sari Kurma
Ekstender Ringer Laktat dan sari kurma An-Najma disiapkan terlebih
dahulu dalam pembuatan larutan Ringer Laktat + sari kurma An-Najma
Pembuatan larutan Ringer Laktat dan sari kurma An-Najma disesuaikan
berdasarkan perlakuan yang telah ditetapkan
Konsentrasi perlakuan Ringer Laktat dan sari kurma An-Najma adalah
0,5%, 1%, 1,5% dan 2%
Sampel kemudian dimasukan kedalam tabung dengan perbandingan
sperma dan sari kurma An-Najma dalam Ringer Laktat yaitu 1:9
Tabung disusun pada rak sesuai dengan rancangan percobaan yang
telah ditetapkan sebelumnya
28
Tabung dengan perlakuan K,A,B,C,D dengan 3 ulangan, kemudian
disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 5°C
3.5.7 Penyimpanan Sampel Pada Lemari Pendingin (Suhu 5°C)
Lemari pendingin yang akan digunakan menyimpan sampel sebelumnya
dibersihkan dan dikondisikan terlebih dahulu pada suhu 5°C
Sampel yang telah dibuat dan ditata pada rak disimpan pada lemari
pendingin
Pengamatan sampel secara mikroskopis motilitas dan viabilitas
dilakukan satu kali dalam sehari selama penyimpanan.
3.5.8 Fertilisasi
A. Penyuntikan Hormon Ovaprim Pada Induk Betina Ikan Patin Siam (P.
hypophthalmus)
Indukan betina ikan Patin (P. hypophthalmus) yang telah dipilih dan
disiapkan diambil dari akuarium penampungan
Ditimbang berat tubuhnya, kemudian didapatkan hasil untuk
penyuntikan ovaprim
Disuntik dengan menggunakan ovaprim dengan dosis 0,6 ml/ kg pada
bagian intramuscular. Perbandingan pengenceran hormon ovaprim
dengan NaCl Fisiologi adalah 1 : 1
Ditunggu hingga waktu untuk dilakukan striping (Latency time) untuk
distriping kurang lebih 7-12 jam
Kondisi suhu kualitas air dikolam diatur sesuai dengan suhu pemijahan
ikan patin siam yaitu, 28–30°C.
B. Striping Indukan
Setelah masa latency time (kurang lebih 7-12 jam), induk betina ikan
patin siam yang telah disuntik hormon distriping.
29
Ikan dipegang punggung menghadap bawah dan perut menghadap atas
dengan dilapisi lap basah
Lubang urogenital ikan patin siam dibersihkan dengan tisu
Perut ikan kemudian diurut dari bagian perut menuju ke bagian lubang
urogenital hingga keluar telur
Telur sebanyak satu sendok teh ditempatkan pada cawan arloji untuk
dilakukan fertilisasi tiap perlakuan
C. Pengamatan Fertilitas (FR)
Telur pada masing-masing wadah diamati dengan ketentuan : putih
bening (fertil), warna putih keruh (infertil).
Dihitung telur fertil dan infertil.
3.6 Parameter Uji
3.6.1 Parameter Utama
A. Viabilitas
Perhitungan persentase viabilitas spermatozoa dilakukan dengan cara
menghitung dan membandingkan jumlah spermatozoa hidup (berwarna
transparan atau hijau) dengan spermatozoa yang mati (berwarna merah atau
merah hijau). Hasil perbandingan jumlah spermatozoa hidup dengan yang mati
diubah nilainya dalam bentuk persentas dengan dikali 100%. Menurut Sukendi
(2012), viabilitas spermatozoa dihitung dengan cara pewarnaan menggunakan
eosin 2%. Pengamatan dengan cara menghitung perbandingan spermatozoa
yang tidak terwarnai (hidup) dengan yang terwarnai (mati) oleh eosin dan
dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan viabilitas, diamati sebanyak 100 sel
spermatozoa dari masing-masing perlakuan sehingga diperoleh nilai viabilitas
spermatozoa sebagai berikut:
30
B. Motilitas
Perhitungan motilitas spermatozoa dilakukan dengan dua cara yaitu secara
massa atau kelompok dan individu. Perhitungan motilitas spermatozoa secara
massa dilakukan dengan mengacu pada kategori penilaian Salmah (2014),
sebagai berikut :
Sangat baik (+++), terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap,
tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam saat akan turun hujan yang
bergerak cepat berpindah-pindah tempat.
Baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jatang, kurang
jelas dan bergerak lamban.
Cukup (+), jika terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan
individual aktif progresif
Buruk (N, necrospermia atau 0), bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan-
gerakan individual
Menurut Sukendi (2012), motilitas spermatozoa diukur bersamaan dengan
penentuan konsentrasi spermatozoa. Setelah diketahui jumlah total spermatozoa
dalam kamar (80 ruang kecil) pada objek glass kemudian dihitung jumlahh
spermatozoa yang immotile (pergerakan tidak progresif seperti melingkar,
mundur atau diam), sehingga didapatkan jumlah spermatozoa yang motil
(pergerakan progresif atau aktif maju kedepan). Pengamatan spermatozoa motil
membutuhkan waktu 5-10 menit. Jumlah spermatozoa motil = total spermatozoa
– spermatozoa immotile, sehingga diperoleh nilai motilitas spermatozoa sebagai
berikut:
31
C. Fertilitas
Parameter utama dalam penelitian ini adalah fertilitas. Fertilisasi
(pembuahan) adalah proses persatuan sperma dengan sel telur. Pada saat
proses fertilisasi terjadi penggabungan inti spermatozoa dengan inti telur dalam
sitoplasma sehingga membentuk zigot (Faqih, 2011). Untuk menentukan nilai
presentase fertilitas dengan rumus :
atau
Keterangan:
Tf : telur fertile
Tnf : telur tidak fertilr
Nt : total telur ditebar
D. Daya Tetas (Hatching Rate)
Parameter utama dalam penelitian ini adalah keberhasilan penetasan telur
(Hatching rate). Untuk perhitungan tingkat penetasan telur pada masing-masing
perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
Rustidja (1997), yaitu:
Keterangan:
HR = Hatching rate (derajat penetasan)
a = jumlah telur yang menetas normal (larva normal)
32
b = jumlah telur yang menetas cacat (larva cacat)
c = jumlah telur yang tidak menetas
E. Survival Rate
Survival rate atau kelulushidupan larva ikan patin siam dihitung setelah
telur menetas dan dipelihara selama 14 hari. Kelulushidupan larva dihitung pada
akhir pemeliharaan larva dengan rumus :
SR =
x 100%
Keterangan :
SR = Kelulushidupan larva
3.6.2 Parameter Penunjang
Kualitas air
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu, oksigen
terlarut (DO), dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan pada pukul 05.00 (pagi),
dan 14.00 (siang) WIB.
3.7 Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan 5 perlakuan konsentrasi, 1 perlakuan kontrol yang dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan konsentrasi maupun
perlakuan kontrol. Untuk dapat mengetahui pengaruh perlakuan yang timbul
maka perlu dilakukannya analisis dengan melakukan uji keragaman atau uji F.
Apabila uji F memiliki nilai yang berbeda nyata atau sangat nyata, maka
dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) agar dapat menentukan perlakuan yang
k k g k y 95 (α , 5)
99 (α , ). D k g g lakuan dengan
33
respon parameter yang diukur maka harus dilakukan analisa regresi untuk
memberikan keterangan jelas antara pengaruh perlakuan yang paling baik pada
respon.
34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Sperma Segar Ikan Patin (P. hypophthalmus)
Pada penelitian sperma segar ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
dilakukan pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis yang diambil dari
3 ekor induk yang sudah matang gonad. Hasil pemeriksaan makroskopis sperma
ikan Patin Siam, meliputi pH, volume, warna, bau, dan kekentalan, sedangkan
pemeriksaan mikroskopis sperma ikan Patin Siam, meliputi kosentrasi
spermatozoa, persentase motilitas, dan persentase viabilitas selama penelitian
yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemeriksaaan sperma segar ikan Patin (P. hypophthalmus)
Parameter Induk 1 Induk 2 Induk 3 Gabungan
Warna Putih susu Putih Susu Putih Susu Putih Susu
pH 8 8 8 8
Volume 1 ml 0,45 ml 1ml 2,45 ml
Bau Sperma Khas Sperma Khas Sperma Khas Sperma Khas Sperma
Konsistensi Kental Kental Kental Kental
Konsentrasi - - - 9,12 x 109
Motilitas - - - +++
Viabilitas - - - 94
Berdasarkan data hasil Tabel 1, mengenai pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis sperma segar ikan Patin Siam, menunjukkan sperma segar ikan
Patin Siam memiliki kualitas yang baik dan sesuai untuk dijadikan sampel
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Arfah et al. (2015), bahwa sperma
yang memiliki volume dengan kisaran 2-16 ml, dengan konsentrasi spermatozoa
lebih dari 9,4x109 sel sperma/mL dan kisaran motilitas 70-99% dinyatakan masih
layak dijadikan sampel penyimpanan sperma dan ditambahkan oleh pendapat
Fujaya (2004), bahwa warna cairan sperma ikan keputih-putihan, berbau khas
sperma dengan kekentalan yang tinggi.
35
4.2 Viabilitas Sperma
Persentase viabilitas merupakan salah satu indikator untuk menentukan
kualitas spermatozoa dan mengetahui banyaknya spermatozoa yang hidup atau
mati. Pengamatan viabilitas sperma ikan Patin Siam dengan penambahan
ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat selama
proses penyimpanan, didapatkan hasil persentase rata-rata viabilitas sperma
ikan Patin Siam yang berbeda. Hasil perhitungan persentase rata-rata viabilitas
sperma ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Viabilitas Sperma Ikan Patin (P. hypophthalmus) (%)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-Rata ± Std 1 2 3
K 48 50 49 147,00 49,00 ± 1,00
A 58 57 60 175,00 58,33 ± 1,53
B 68 69 66 203,00 67,67 ± 1,53
C 62 64 63 189,00 63,00 ± 1,00
D 53 57 54 164,00 54,67 ± 2,08
Total 878,00
Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dapat dibentuk grafik untuk
mengetahui hasil presentase viabilitas ikan Patin Siam yang dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Batang Viabilitas Sperma Patin (P. hypophthalmus). K = 0 ml sari kurma + 100 ml ringer laktat, A = 0,5 ml sari kurma + 99,5 ml ringer laktat, B = 1 ml sari kurma + 99 ml ringer laktat, C = 1,5 ml sari kurma + 98,5 ml ringer laktat, D = 2 ml sari kurma + 98 ml ringer laktat.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
K A B C D
Rat
a-ra
ta (
%)
Perlakuan
36
Pada gambar diagram batang viabilitas sperma ikan Patin Siam di atas,
terlihat bahwa masing-masing perlakuan menghasilkan nilai persentase viabilitas
sperma ikan Patin Siam yang berbeda, maka dengan penambahan ekstender
sari kurma yang dikombinasi ringer laktat dapat digunakan sebagai media
penyimpanan sperma ikan Patin Siam. Hal ini, dikarenakan terdapat
kandungan fruktosa dan glukosa dalam sari kurma. Pernyataan tersebut
didukung Rahmadi (2010), komponen penyusun buah kurma sebagian besar
merupakan gula pereduksi glukosa dan fruktosa yang mencapai sekitar 20-70%
(bobot kering) diikuti gula non-pereduksi sukrosa yang berkisar 0-40%.
Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Zen et al. (2013) menambahkan,
kandungan glukosa pada buah kurma berkisar 50-57%. Sehingga dengan
adanya penambahan sari kurma pada pengencer ringer laktat akan
menyumbangkan sejumlah energi berupa ATP untuk mempertahankan
kehidupan spermatozoa.
Berdasarkan nilai persentase viabilitas sperma ikan Patin Siam pada
diagram batang di atas, untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
viabilitas sperma ikan Patin maka dilakukan analisa sidik ragam seperti disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabel Analisa Sidik Ragam Viabilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Sumber Keragaman
db JK KT F Hitung F5% F1%
Perlakuan 4 627,73 156,93 71,33** 3,11 5,03
Acak 10 22,00 2,20
Total 14
Keterangan ** : Berbeda Sangat Nyata
Hasil perhitungan sidik ragam di atas, terlihat bahwa F hitung lebih besar
dari F 1%, sehingga perlakuan dengan penambahan ekstender sari kurma yang
diberikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap viabilitas
37
sperma ikan Patin Siam. Setelah hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan
pengaruh yang berbeda sangat nyata, dilanjutkan perhitungan uji beda nyata
terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan pengaruh antar perlakuan yang disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji BNT viabilitas sperma ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Perlakuan Rerata K D A C B
Notasi 49,00 54,67 58,33 63,00 67,67
K 49,00 _ a
D 54,67 5,67** _ b
A 58,33 9,33** 3,67** _ c
C 63,00 14,00** 8,33** 4,67** _ d
B 67,67 18,67** 13,00** 9,33** 4,67** _ e
Keterangan: (ns) non significant = tidak berbeda nyata (*) = berbeda nyata; (**) = berbeda sangat nyata.
Berdasarkan hasil uji BNT di atas mengenai viabilitas sperma ikan Patin Siam
diketahui perlakuan D sebesar 54,67% tidak berbeda nyata dibandingkan
perlakuan K sebesar 49,00%. Selanjutnya perlakuan C sebesar 63,00% berbeda
nyata dibandingkan perlakuan D sebesar 54,67% dan perlakuan A sebesar
58,33%. Sedangkan perlakuan B sebesar 67,67% berbeda sangat nyata
dibandingkan perlakuan lainnya. Sehingga hasil uji BNT pada Tabel 4,
menunjukkan bahwa antar perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap tingkat viabilitas sperma ikan Patin Siam. Untuk
mengetahui hasil uji BNT terhadap tingkat viabilitas sperma ikan Patin dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Hasil uji BNT, dilanjutkan dengan analisis polynomial orthogonal yang
menunjukkan grafik hubungan antara penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dalam larutan ringer laktat selama masa penyimpanan sperma,
sehingga diperoleh nilai viabilitas sperma ikan Patin Siam dengan persamaan
kuadratik yaitu y = 48,288 + 31,39x – 14,092x2 dan nilai R2 = 0,9530. Nilai
persamaan kuadratik yang ditunjukkan pada gambar grafik hubungan
38
penambahan sari kurma yang dikombinasi dalam larutan pengencer ringer laktat
terhadap viabilitas sperma ikan Patin Siam dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Hubungan Penambahan Sari Kurma dengan Larutan Pengencer Ringer Laktat Terhadap Viabilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus).
Gambar grafik di atas menunjukkan bahwa penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat didapatkan tingkat
persentase viabilitas sperma ikan Patin Siam pada perlakuan K (0 ml sari
kurma dalam 100 ml ringer laktat) sebesar 49,00%, lalu mengalami peningkatan
pada perlakuan A (0,5 ml sari kurma dalam 99,5 ml ringer laktat) sebesar
58,33% dan diikuti peningkatan pada perlakuan B (1 ml sari kurma dalam 99 ml
ringer laktat) yang menunjukkan nilai tertinggi sebesar 67,67%. Kemudian
mengalami penurunan pada perlakuan C (1,5 ml sari kurma dalam 98,5 ml
ringer laktat) sebesar 63,00%, lalu diikuti penurunan pada perlakuan D (2 ml
sari kurma dalam 98 ml ringer laktat) sebesar 54,67%. Sehingga dari grafik
diatas, nilai titik puncak yang terbaik dari penambahan ekstender sari kurma
yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat menunjukkan pada perlakuan B
yaitu nilai viabiltas sperma ikan Patin Siam sebesar 67,67%.
Pada hasil analisa gambar grafik viabilitas sperma ikan Patin Siam, terlihat
kenaikan pada perlakuan K, A, dan B seiring dengan kenaikan dosis ekstender
y = 48,288 + 31,39x -14,092x2 R² = 0,9530
35,00
40,00
45,00
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Via
bili
tas
(%)
Perlakuan
39
sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat. Hal ini, dikarenakan
dosis ekstender sari kurma yang diberikan pada penyimpanan spermatozoa
dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber energi. Pernyataan
tersebut, diperkuat oleh Sulmartiwi et al. (2011), bahan utama yang
dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi dari luar testis adalah
fruktosa yang mampu mengurangi kecepatan rusaknya permeabilitas
spermatozoa, sehingga kebutuhan akan nutrisi dan energi yang berupa ATP
tidak terhambat dan spermatozoa dapat bertahan lama.
Penurunan nilai viabilitas yang terjadi pada grafik diatas, yaitu perlakuan C
dan perlakuan D yang pemberian dosis ekstender sari kurma pada media hidup
sperma lebih tinggi dari pada perlakuan A dan B. Hal ini, dikarenakan
metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerob selama masa penyimpanan
sperma dan mengakibatkan sperma kekurangan kandungan oksigen pada
media penyimpanan. Metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerob
menghasilkan asam laktat yang mengakibatkan penurunan pH pada media
penyimpanan. Hal tersebut sesuai pernyataan Rahardhianto et al. (2012),
bahwa penurunan persentase hidup dalam proses penyimpanan dapat juga
disebabkan oleh metabolisme spermatozoa yang menghasilkan produk samping
berupa asam laktat dan CO2. Asam laktat dapat menghambat aktifitas
metabolisme spermatozoa. Media hidup sperma yang bersifat asam akan
menurunkan metabolismenya. Pada gambar 7 di bawah, menunjukkan
perbedaan spermatozoa yang hidup dan mati. Spermatozoa yang hidup
ditentukan berdasarkan penyerapan zat warna eosin yang dicampurkan pada
sperma sedangkan, spermatozoa matiakan menyerap zat warna yang ada
disekitarnya. Spesifikasi perbedaan sperma yang hidup dan mati dapat dilihat
pada gambar 8.
40
Gambar 8. Perbedaan Sperma Hidup dan Mati dengan Pengamatan Mikroskop Perbesaran 400x
4.3 Motilitas Sperma
Motilitas adalah pergerakan spermatozoa. Pada pengamatan motilitas
sperma ikan Patin Siam, dilihat dari gerakan massa dan gerakan individu
sperma ikan Patin Siam yang dikombinasi ekstender dari Sari kurma dengan
larutan ringer laktat, didapatkan hasil persentase rata-rata motilitas sperma ikan
Patin Siam yang berbeda. Pergerakan spermatozoa diatur oleh aktivitas
asetilkolin yang terdapat pada kepala spermatozoa dan energi untuk
bergerak diperoleh dari mitokondria berupa ATP (Stoss dan Donalson, 1982).
Hasil perhitungan persentase motilitas sperma ikan Patin Siam dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Motilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) (%)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-Rata ±
Std 1 2 3
K 39 42 41 122,00 40,67 ± 1,53
A 50 48 51 149,00 49,67 ± 1,53
B 59 60 57 176,00 58,67 ± 1,53
C 53 55 54 162,00 54,00 ± 1,00
D 44 48 45 137,00 45,67 ± 2,08
Total 746,00
41
Berdasarkan Tabel 5, maka dapat dibentuk grafik untuk mengetahui hasil persentase motilitas ikan Patin Siam yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram Batang Motilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus), (K = 0 ml sari kurma + 100 ml ringer laktat, A = 0,5 ml sari kurma + 99,5 ml ringer laktat, B = 1 ml sari kurma + 99 ml ringer laktat, C = 1,5 ml sari kurma + 98,5 ml ringer laktat, D = 2 ml sari kurma + 98 ml ringer laktat)
Pada gambar diagram batang motilitas sperma ikan Patin Siam diatas,
terlihat bahwa masing-masing perlakuan menghasilkan nilai persentase motilitas
ikan patin siam yang berbeda, maka dengan penambahan ekstender sari kurma
yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat dapat digunakan sebagai media
penyimpanan sperma ikan Patin Siam. Hal ini, dikarenakan dengan
menggunakan ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer
laktat, nilai motilitas sperma ikan Patin Siam masih memenuhi syarat dalam
proses fertilisasi telur. Pernyataan tersebut didukung Sularto et al. (2010).
Sperma yang memenuhi syarat untuk proses pembuahan telur harus
mengandung spermatozoa yang hidup dan bergerak aktif ke depan (progresif).
Persentase sperma yang motil tidak harus lebih dari 75%.
Berdasarkan nilai persentase motilitas sperma ikan Patin Siam pada
diagram batang di atas, untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
K A B C D
Mo
tilit
as (
%)
Perlakuan
42
motilitas sperma ikan Patin Siam maka dilakukan analisa sidik ragam seperti
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Sidik Ragam Motilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Sumber
Keragaman Db JK KT F Hitung F5% F1%
Perlakuan 4 590,27 147,47 59,82** 3,11 5,03
Acak 10 24,67 2,47
Total 14
Keterangan ** : Berbeda Sangat Nyata
Hasil perhitungan sidik ragam di atas, terlihat bahwa F hitung lebih besar
dari F 1%, sehingga perlakuan dengan penambahan ekstender Sari kurma yang
diberikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap motilitas
sperma ikan Patin Siam. Setelah hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan
pengaruh yang berbeda sangat nyata, dilanjutkan perhitungan uji beda nyata
terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan pengaruh antar perlakuan yang disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji BNT motilitas sperma ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Perlakuan Rerata K D A C B Notasi
40,67 45,67 49,67 54,00 58,67
K 40,67 _ a
D 45,67 5,00** _ b
A 49,67 9,00** 4,00** _ c
C 54,00 13,33** 8,33** 4,33** _ d
B 58,67 18,00** 13,00** 9,00** 4,67** _ e
Keterangan: (ns) non significant = tidak berbeda nyata (*) = berbeda nyata; (**) = berbeda sangat nyata.
Berdasarkan hasil uji BNT di atas mengenai motilitas sperma ikan Patin
Siam, diketahui perlakuan D sebesar 45,67% berbeda sangat nyata
dibandingkan perlakuan K sebesar 40,67%. Selanjutnya perlakuan C sebesar
54,00% berbeda sangat nyata dibandingkan perlakuan D sebesar 45,67% dan
43
perlakuan A sebesar 49,67%. Sedangkan perlakuan B sebesar 58,67% berbeda
sangat nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Sehingga hasil uji BNT pada Tabel
7, menunjukkan bahwa antar perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap tingkat motilitas sperma ikan Patin. Untuk mengetahui
hasil uji BNT terhadap tingkat motilitas sperma ikan Patin dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Hasil uji BNT, dilanjutkan dengan analisis polynomial orthogonal yang
menunjukkan grafik hubungan antara penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dalam larutan ringer laktat selama masa penyimpanan sperma,
sehingga diperoleh nilai motilitas sperma ikan Patin dengan persamaan kuadratik
yaitu y = 39,964 + 30,482x – 13,808x2 dan nilai R2 = 0,9530. Nilai persamaan
kuadratik yang ditunjukkan pada gambar grafik hubungan penambahan
ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat
terhadap motilitas sperma ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) dapat dilihat
pada gambar 10.
Gambar 10. Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma yang dikombinasi dengan Larutan Ringer Laktat terhadap Motilitas Sperma Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus).
Gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat didapatkan tingkat
y = 39,964 + 30,482x -13,808x2 R² = 0,9530
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
55,00
60,00
65,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Mo
tilit
as (
%)
Perlakuan
44
persentase motilitas sperma ikan Patin Siam pada perlakuan K (0 ml sari kurma
dalam 100 ml ringer laktat) sebesar 40,67%, lalu mengalami peningkatan pada
perlakuan A (0,5 ml sari kurma dalam 99,5 ml ringer laktat) sebesar 49,67% dan
diikuti peningkatan pada perlakuan B (1 ml sari kurma dalam 99 ml ringer laktat)
yang menunjukkan nilai tertinggi sebesar 58,67%. Kemudian mengalami
penurunan pada perlakuan C (1,5 ml sari kurma dalam 98,5 ml ringer laktat)
sebesar 54,00%, lalu diikuti penurunan pada perlakuan D (2 ml sari kurma
dalam 98 ml ringer laktat) sebesar 45,67%. Sehingga dari grafik diatas,
diketahui nilai titik puncak yang terbaik dari penambahan sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat menunjukkan pada perlakuan B yaitu
nilai motilitas sperma ikan Patin Siam sebesar 58,67%.
Pada perlakuan K, A dan B yang mengalami kenaikan seiring dengan
kenaikan dosis ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer
laktat. Hal ini, dikarenakan sari kurma mengandung karbohidrat dalam bentuk
gula sederhana yang tersusun atas glukosa, fruktosa dan sukrosa yang dapat
mempertahankan daya hidup dan daya gerak pada penyimpanan spermatozoa.
Pernyataan tersebut didukung oleh Sulmartiwi et al. (2011), bahan utama yang
dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi dari luar testis adalah
fruktosa yang mampu mengurangi kecepatan rusaknya permeabilitas
spermatozoa, sehingga kebutuhan akan nutrisi dan energi yang berupa ATP
tidak terhambat dan spermatozoa dapat bertahan lama.
Penurunan nilai motilitas sperma ikan Patin yang terjadi pada grafik
di atas, yaitu perlakuan C dan D yang dosis ekstender sari kurma yang
diikombinasi dengan larutan ringer laktat tidak sesuai dengan media hidup
sperma, sehingga kebutuhan metabolisme spermatozoa tidak terpenuhi.
Hal ini didukung pendapat Nainggolan et al., (2015), menyatakan bahwa
45
konsentrasi cairan sperma yang tinggi dapat menghambat aktivitas sperma yaitu
berkurangnya daya gerak. Cairan sperma sangat kental dan mengandung kadar
potassium yang tinggi dapat menghambat pergerakan dalam menembus dinding
sel telur. Energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa ini disediakan oleh gula
sederhana seperti fruktosa. Penambahan fruktosa dalam pengencer berguna
untuk mendukung daya hidup spermatozoa pasca pengenceran. Karena proses
pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP) dan Adenosin Difosfat (ADP) harus terus
dilakukan agar motilitas dapat terus berlangsung.
4.4 Tingkat Fertilisasi Telur Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Pada data hasil pengamatan penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat selama proses penyimpanan sperma
terhadap fertilisasi ikan Patin Siam, didapatkan hasil persentase rata-rata yang
berbeda. Hasil persentase rata-rata fertilisasi sperma ikan Patin Siam yang
berbeda didapatkan dari pengamatan dan perhitungan spermatozoa setelah
dilakukan penyimpanan selama 5 hari dan difertilisasi dengan telur ikan Patin
Siam. Hasil perhitungan persentase rata-rata penambahan ekstender sari kurma
yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat pada sperma ikan Patin Siam
terhadap tingkat fertilisasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Fertilisasi Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) (%)
Perlakuan Ulangan
Rata-Rata ± Std 1 2 3
K 79,27 80,95 78,57 79,60 ± 1,22
A 87,50 83,75 86,52 85,92 ± 1,94
B 95,45 96,47 97,65 96,52 ± 1,10
C 90,36 87,95 89,66 89,32 ± 1,24
D 84,27 81,82 82,56 82,88 ± 1,26
Berdasarkan Tabel 8, maka dapat dibentuk grafik untuk mengetahui hasil
persentase fertilitasi ikan Patin Siam yang dapat dilihat pada Gambar 11.
46
Gambar 11. Diagram Batang Tingkat Fertilisasi Ikan Patin (P. hypophthalmus). K = 0 ml sari kurma + 100 ml ringer laktat, A = 0,5 ml sari kurma + 99,5 ml ringer laktat, B = 1 ml sari kurma + 99 ml ringer laktat, C = 1,5 ml sari kurma + 98,5 ml ringer laktat, D = 2 ml sari kurma + 98 ml ringer laktat.
Pada diagram batang tingkat fertilisasi ikan Patin Siam di atas, terlihat
bahwa perlakuan penambahan ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan
larutan ringer laktat menghasilkan nilai tingkat fertilisasi telur ikan Patin Siam
yang berbeda. Perbedaan nilai rata-rata tingkat fertilisasi ikan Patin Siam yang
tertinggi, yaitu perlakuan B dengan konsentrasi penambahan ekstender sari
kurma 1 ml, diikuti dengan perlakukan A, C, dan D dengan konsentrasi
penambahan sari kurma yang masing-masing sebesar 0,5 ml, 1,5 ml, dan 2 ml.
Hal ini, menunjukkan bahwa penambahan ekstender sari kurma dapat
menyediakan penambahan energi selama masa penyimpanan sperma, sehingga
dapat mempertahankan tingkat fertilisasi sperma ikan Patin Siam.
Berdasarkan penambahan ekstender sari kurma dengan konsentrasi yang
berbeda yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat yang dilakukan
penyimpanan selama 5 hari, untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
tingkat fertilisasi ikan Patin Siam maka dilanjutkan analisa sidik ragam. Hasil sidik
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
K A B C D
Fert
ilita
s (%
)
Perlakuam
47
ragam tingkat fertilisasi telur ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) terlihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil perhitungan sidik ragam fertilisasi ikan Patin Siam
(P. hypophthalmus)
Sumber Keragaman
db JK KT F.Hit F 5% F 1%
Perlakuan 4 506,73 126,68 65,99** 3,11 5,56
Acak 10 19,20
Total 14
Keterangan ** : Berbeda Sangat Nyata
Hasil perhitungan sidik ragam di atas, terlihat bahwa F hitung lebih besar
dari F 1%, sehingga perlakuan dengan penambahan ekstender sari kurma yang
diberikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap tingkat
fertilisasi ikan Patin Siam. Setelah hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan
pengaruh yang berbeda sangat nyata, dilanjutkan perhitungan uji beda nyata
terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan pengaruh antar perlakuan yang disajikan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji BNT tingkat fertilisasi ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Perlakuan Rerata K D A C B Notasi
79,60 82,88 85,92 89,32 96,52
K 79,60 _ a
D 82,88 3,28* _ ab
A 85,92 6,32** 3,04* _ b
C 89,32 9,73** 6,44** 3,40* _ bc
B 96,52 16,93** 13,64** 10,60** 7,20** _ cd
Keterangan: (ns) non significant = tidak berbeda nyata (*) = berbeda nyata; (**) = berbeda sangat nyata.
Berdasarkan hasil uji BNT di atas mengenai keberhasilan tingkat fertilisasi
ikan Patin Siam diketahui perlakuan D sebesar 82,88% tidak berbeda nyata
dibandingkan perlakuan K sebesar 79,60%. Selanjutnya perlakuan C sebesar
89,32% berbeda nyata dibandingkan perlakuan D sebesar 82,88% dan perlakuan
A sebesar 85,92%. Sedangkan perlakuan B sebesar 96,52% berbeda sangat
nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Sehingga hasil uji BNT pada Tabel 10,
48
menunjukkan bahwa antar perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap tingkat fertilitasi sperma ikan Patin Siam. Untuk
mengetahui hasil uji BNT terhadap tingkat fertilitasi sperma ikan Patin Siam
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hasil uji BNT, dilanjutkan dengan analisis polynomial orthogonal yang
menunjukkan grafik hubungan antara penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat selama penyimpanan 5 hari
terhadap tingkat pembuahan ikan Patin Siam dengan persamaan kuadratik yaitu
y = 78,665 + 26,757x – 12,381x2 dan nilai R2 = 0,9545. Nilai persamaan kuadratik
yang ditunjukkan pada gambar grafik hubungan penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat terhadap Tingkat
pembuahan sperma ikan Patin Siam dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Hubungan Penambahan Sari Kurma dengan Larutan Pengencer Ringer Laktat Terhadap Fertilisasi Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Gambar grafik di atas menunjukkan bahwa penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat terhadap tingkat
pembuahan sperma ikan Patin Siam pada perlakuan K (0 ml sari kurma dalam
100 ml ringer laktat) sebesar 79,60%, lalu mengalami peningkatan pada
perlakuan A (0,5 ml sari kurma dalam 99,5 ml ringer laktat) sebesar 85,92% dan
y =78,665 + 26,757x -12,381x2 R² = 0,9545
65,00
70,00
75,00
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Fert
ilita
s (%
)
Perlakuan
49
diikuti peningkatan pada perlakuan B (1 ml sari kurma dalam 99 ml ringer laktat)
yang menunjukkan nilai tertinggi sebesar 96,52%. Kemudian mengalami
penurunan pada perlakuan C (1,5 ml sari kurma dalam 98,5 ml ringer laktat)
sebesar 89,32%, lalu diikuti penurunan pada perlakuan D (2 ml sari kurma
dalam 98 ml ringer laktat) sebesar 82,88%. Sehingga dari grafik diatas, diketahui
nilai titik puncak yang terbaik dari penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dalam larutan ringer laktat terhadap tingkat fertilisasi ikan Patin
Siam yaitu pada perlakuan B sebesar 96,52%.
Pada hasil analisa gambar grafik hubungan penambahan ekstender sari
kurma dengan larutan ringer laktat terhadap tingkat fertilisasi ikan Patin Siam
menunjukkan, hampir semua telur terbuahi. Diduga kualitas spermatozoa selama
5 hari penyimpanan masih dalam kondisi yang baik dan masih terdapat
pergerakan (motilitas) sehingga sperma masih mampu membuahi sel telur. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Ardias (2008), yang menyatakan bahwa
keberhasilan pembuahan sangat bergantung pada kualitas sperma dan telur.
Pernyataan tersebut didukung oleh Nainggolan (2015), tingkat fertilisasi
nampaknya mengikuti apa yang terjadi pada tingkat kualitas sperma, dimana
motilitas yang tinggi memberikan fertilisasi yang tinggi pula.
4.5 Tingkat Penetasan (Hatching Rate) Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Pada data hasil pengamatan penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat selama proses penyimpanan sperma
terhadap tingkat penetasan ikan Patin Siam, didapatkan hasil persentase rata-
rata yang berbeda. Hasil persentase rata-rata tingkat penetasan sperma ikan
Patin Siam yang berbeda didapatkan dari pengamatan dan perhitungan
spermatozoa setelah dilakukan penyimpanan selama 5 hari dan difertilisasi
dengan telur ikan Patin Siam. Hasil perhitungan persentase rata-rata
50
penambahan ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer
laktat pada sperma ikan Patin Siam terhadap tingkat penetasan dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat Penetasan Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) (%)
Perlakuan Ulangan Total Rata-Rata ± Std 1 2 3
K 37,80 39,29 40,48 117,57 39,19 ± 1,34
A 52,27 50,00 51,69 153,96 51,32 ± 1,18
B 65,91 63,53 64,71 194,14 64,71 ± 1,19
C 55,42 57,83 56,32 169,57 56,52 ± 1,22
D 46,07 45,45 43,02 134,55 44,85 ± 1,61
Total 769,79
Berdasarkan Tabel 11, maka dapat dibentuk grafik untuk mengetahui
hasil persentase tingkat penetasan (hatching rate) ikan Patin Siam yang dapat
dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram Batang Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus), K = 0 ml sari kurma + 100 ml ringer laktat, A = 0,5 ml sari kurma + 99,5 ml ringer laktat, B = 1 ml sari kurma + 99 ml ringer laktat, C = 1,5 ml sari kurma + 98,5 ml ringer laktat, D = 2 ml sari kurma + 98 ml ringer laktat.
Berdasarkan gambar diagram batang di atas menunjukkan bahwa hasil
nilai tingkat penetasan berhubungan erat dengan motilitas massa sperma,
viabilitas sperma dan kemampuan fertilisasi telur. Dari hasil tersebut terlihat
bahwa persentase penetasan telur ikan Patin Siam rendah, dikarenakan kualitas
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
K A B C D
Day
a Te
tas
(%)
Perlakuan
51
telur ikan dan kematangan gonad yang kurang bagus pada induk ikan Patin
Siam. Kematangan gonad pada Patin Siam yang kurang bagus pada penelitian
ini, disebabkan pemijahan yang dilakukan ikan Patin Siam pada bulan Agustus
diduga menjadi pemicu rendahnya persentase tingkat penetasan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Novianto et al. (2014), perkembangan dan aktivitas gonad
ikan Patin menurun pada bulan Maret sampai Juni dan optimal selama bulan
November sampai Januari.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap daya tetas ikan Patin
maka dilakukan analisa sidik ragam seperti disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil perhitungan sidik ragam fertilisas ikan Patin (P. hypophthalmus)
Sumber Keragaman
db JK KT F.Hit F 5% F 1%
Perlakuan 4 1186,67 296,67 171,02** 3,11 5,56
Acak 10 17,3468 1,73
Total 14
Keterangan ** : Berbeda Sangat Nyata
Hasil perhitungan sidik ragam di atas dapat disimpulkan bahwa F hitung
lebih besar dari F 1% dan F 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan
yang diberikan memberikan pengaruh yang sangat nyata, sehingga dilanjutkan
dengan perhitungan uji beda nyata terkecil (BNT) dan hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Uji BNT tingkat penetasan telur ikan Patin (P. hypophthalmus)
Perlakuan Rerata K D A C B Notasi
39,19 44,85 5 51,32 56,52 64,71
K 39,19 _ a
D 44,85 5,66** _ b
A 51,32 12,13** 6,47** _ c
C 56,52 17,34** 11,68** 5,21** _ d
B 64,71 25,53** 19,87** 13,40** 8,19** _ e
Keterangan: (ns) non significant = tidak berbeda nyata (*) = berbeda nyata; (**) = berbeda sangat nyata.
Berdasarkan hasil uji BNT di atas mengenai keberhasilan penetasan telur
ikan Patin siam diketahui perlakuan D sebesar 44,85% tidak berbeda nyata
52
dibandingkan perlakuan K sebesar 39,19%. Selanjutnya perlakuan C sebesar
56,52% berbeda nyata dibandingkan perlakuan A sebesar 51,32%. Sedangkan
perlakuan B sebesar 64,71% berbeda sangat nyata dibandingkan perlakuan
lainnya.
Sehingga hasil uji BNT pada Tabel 13 menunjukkan bahwa antar perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap tingkat viabilitas
sperma ikan Patin. Untuk mengetahui hasil uji BNT terhadap tingkat viabilitas
sperma ikan Patin dapat dilihat pada Lampiran 8. Kemudian hasil uji BNT,
dilanjutkan dengan analisis polynomial orthogonal yang menunjukkan grafik
hubungan antara penambahan ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan
larutan ringer laktat selama masa penyimpanan sperma diperoleh nilai daya tetas
ikan Patin Siam dengan persamaan kuadratik yaitu y = 38,129 + 42,847x –
19,771x2 dengan R2 = 0,9833 maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang
diberikan berpengaruh sangat nyata. Hubungan penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat terhadap daya tetas telur
ikan Patin Siam dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Hubungan Penambahan Ekstender Sari Kurma yang dikombinasi dengan Larutan Pengencer Ringer Laktat Terhadap Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin (P. hypophthalmus)
y = + 38,129 + 42,847x -19,771x2 R² = 0,9833
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Hat
chin
g R
ate
(%
)
Perlakuan
53
Gambar grafik di atas menunjukkan bahwa penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat terhadap daya tetas telur
ikan Patin Siam pada perlakuan K (0 ml sari kurma dalam 100 ml ringer laktat)
sebesar 39,19%, lalu mengalami peningkatan pada perlakuan A (0,5 ml sari
kurma dalam 99,5 ml ringer laktat) sebesar 51,32% dan diikuti peningkatan pada
perlakuan B (1 ml sari kurma dalam 99 ml ringer laktat) yang menunjukkan nilai
tertinggi sebesar 64,71%. Kemudian mengalami penurunan pada perlakuan C
(1,5 ml sari kurma dalam 98,5 ml ringer laktat) sebesar 56,52%, lalu diikuti
penurunan pada perlakuan D (2 ml sari kurma dalam 98 ml ringer laktat)
sebesar 44,85%. Sehingga dari grafik diatas diketahui, nilai titik puncak yang
terbaik dari penambahan ekstender sari kurma yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat terhadap tingkat penetasan ikan Patin Siam menunjukkan pada
perlakuan B sebesar 64,71%.
Tingkat penetasan telur pada perlakuan K, A dan B terjadi kenaikan
seiring dengan kenaikan dosis sari kurma yang ditambahkan. Hal tersebut
diduga karena daya tetas berkaitan dengan persentase pembuahan telur.
Meskipun tingkat pembuahan telur pada penelitian ini sangat tinggi, tidak semua
telur mampu menetas, karena banyak faktor lain yang mempengaruhi. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Masrizal dan Efrizal (1997), bahwa daya tetas telur ikan
selalu ditentukan oleh pembuahan telur, kecuali bila ada faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Faktor internal yang akan mempengaruhi tingkat penetasan
telur adalah kurangnya energi pada spermatozoa pada saat dilakukan
pembuahan, sehingga pada proses penetasan perkembangan embrio menjadi
terlambat.
Pada perlakuan C dan D mengalami penurunan tingkat penetasan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena kurangnya energi spermatozoa saat dilakukan
pembuahan, sehingga terjadi keterlambatan perkembangan embriogenesis yang
54
menyebabkan telur tidak menetas. Pada penelitian ini, dengan penambahan
ekstender sari kurma pada penyimpanan spermatozoa memberikan pengaruh
terhadap tingkat penetasan telur ikan Patin Siam. Hal tersebut berhubungan
dengan persentase motilitas spermatozoa yang diberikan perlakuan. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh pendapat Masrizal dan Efrizal (1997), bahwa daya tetas
telur ikan selalu ditentukan oleh pembuahan telur, kecuali bila ada faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor internal yang akan mempengaruhi
tingkat penetasan telur adalah kurangnya energi pada spermatozoa pada saat
dilakukan pembuahan, sehingga pada proses penetasan perkembangan embrio
menjadi terlambat.
4.6 Kelulushidupan Larva
Pada data hasil pengamatan, yaitu penambahan ekstender sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat selama proses penyimpanan sperma,
didapatkan hasil persentase rata-rata yang berbeda terhadap tingkat
kelulushidupan larva ikan Patin Siam. Hasil persentase rata-rata tingkat
kelulushidupan larva ikan Patin Siam yang berbeda didapatkan dari perhitungan
larva yang hidup selama 14 hari. Hasil perhitungan rata-rata kelulushidupan
larva dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Kelulushidupan Larva Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) (%)
Perlakuan Ulangan Rata-Rata ± Std
1 2 3
K 70,97 75,76 85,29 77,34 ± 7,29
A 89,13 85,00 86,96 87,03 ± 2,07
B 87,93 85,19 90,91 90,48 ± 2,36
C 86,96 91,67 81,63 88,11 ± 3,14
D 87,80 90,00 83,78 87,20 ± 3,15
Berdasarkan Tabel 14, maka dapat dibentuk grafik untuk mengetahui
hasil persentase kelulushidupan (survival rate) ikan Patin Siam yang dapat dilihat
pada Gambar 15.
55
Gambar 15. Diagram Batang Tingkat Kelulushidupan Ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) Ket : (K = 0 ml sari kurma + 100 ml ringer laktat, A = 0,5 ml sari kurma + 99,5 ml ringer laktat, B = 1 ml sari kurma + 99 ml ringer laktat, C = 1,5 ml sari kurma + 98,5 ml ringer laktat, D = 2 ml sari kurma + 98 ml ringer laktat.
Hasil yang diperoleh dari diagram di atas menunjukkan bahwa
kelulushidupan larva ikan Patin Siam dengan penambahan ekstender sari
kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat diperroleh hasil persentase
tingkat Kelulushidupan larva ikan Patin Siam pada perlakuan K (0 ml sari kurma
dalam 100 ml ringer laktat) sebesar 77,34 %, lalu mengalami kenaikan pada
perlakuan A (0,5 ml sari kurma dalam 99,5 ml ringer laktat) sebesar 87,03 %
dan perlakuan B (1 ml sari kurma dalam 99 ml ringer laktat) sebesar 90,48 %.
Kemudian mengalami penurunan pada perlakuan C (1,5 ml sari kurma dalam
98,5 ml ringer laktat) sebesar 88,11 % dan perlakuan D (2 ml sari kurma dalam
98 ml ringer laktat) didapatkan hasil sebesar 87,20 %. Sehingga diketahui
perlakuan yang terbaik pada perlakuan B yaitu dengan penambahan ekstender
sari kurma yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sebesar 90,48 %,
sedangkan perlakuan yang paling rendah yaitu K (kontrol) sebesar 77,34 %.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kelulushidupan larva
ikan Patin maka dilakukan analisa sidik ragam seperti disajikan pada Tabel 15.
72,00
74,00
76,00
78,00
80,00
82,00
84,00
86,00
88,00
90,00
K A B C D
Ke
lulu
shid
up
an (
%)
Perlakuan
56
Tabel 15. Hasil perhitungan sidik ragam kelulushidupan larva ikan Patin Siam (P. hypophthalmus)
Sumber Keragaman
db JK KT F Hitung F5% F1%
Perlakuan 4 238,16 59,54 2,95ns 3,11 5,56
Acak 10 201,59 20,16
Total 14
Keterangan ns : non significant = tidak berbeda nyata
Hasil perhitungan sidik ragam di atas menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil dari F 5% dan F 1%, sehingga diketahui perlakuan yang diberikan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelulushidupan larva ikan
Patin Siam setelah pemeliharaan selama 2 minggu. Hal ini, disebabkan pada
tingkat kelulushidupan larva ikan patin siam dipengaruhi oleh faktor eksternal
dan internal selama masa pemeliharaan. Faktor eksternal seperti, kualitas air
pakan, dan lingkungan pemeliharaan, sedangkan faktor internal seperti
ketersediaan hormon steroid dan habisnya kuning telur pada fase kritis larva.
Pernyataan tersebut sesuai pendapat Mariska (2013), fase larva merupakan
fase kritis karena pada fase tersebut banyak terjadi kematian yang terjadi pada
saat habisnya kuning telur sebagai endogenous feeding sedangakan ikan belum
menemukan makanan yang sesuai dan didukung oleh pendapat Effendie
(1997), menyatakan bahwa masa kritis dari awal daur hudup larva ikan adalah
pada saat sebelum dan sesudah penyerapan kuning telur dan masa transisi di
mulai pada saat mengambil makanan dari luar. Pergerakan larva atau tingkah
laku larva untuk mendapatkan makanan serta persediaan makanan yang baik
merupakan faktor yang mempengaruhi kelulushidupan larva. Selain itu, faktor
yang turut mempengaruhi kelulushidupan larva ikan adalah kualitas air yang
baik, juga kualitas pakan yang baik pula. Selama 2 minggu pemeliharaan, larva
Ikan Patin Siam diberi pakan alami berupa Artemia salina.
57
4.5 Kualitas Air
Pada penelitian mengenai pengaruh ekstender sari kurma yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat diketahui data kualitas air selama proses
kelulushidupan larva ikan Patin Siam. Selama penelitian berlangsung,
pengukuran kualitas air yang dilakukan meliputi suhu, oksigen terlarut (DO) dan
pH pada setiap wadah media pemeliharaan. Faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup ikan itu sendiri. Menurut Adipu et al. ( 2011),
faktor eksternal yang berpengaruh terhadap daya tetas telur adalah lingkungan
diantaranya temperatur air, oksigen terlarut, dan pH. Data kualitas air selama
pemeliharaan larva ikan Patin Siam dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Parameter Kualitas Air pada Media Pemeliharaan Selama Penelitian
No. Parameter Kualitas Air
Parameter Kualitas Air pada Perlakuan
Literatur
1. 2. 3.
Suhu pH Oksigen Terlarut
26-27 oC 5,12 – 6,97 5,04 – 6,90 ppm
29-30 oC (Slembrouck et al., 2005) 6,0-8,5 (Rustidja, 2000) 3-6 ppm (Khairuman dan Amri, 2011)
Berdasarkan Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa parameter kualitas air
media pemeliharaan larva ikan Patin masih memenuhi syarat sehingga tidak
berpengaruh terhadap penurunan kondisi fisiologisnya. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Susanti dan Mayudin (2012), bahwa kualitas air pemeliharaan
ikan Patin yang baik adalah suhu berkisar antara 25-30 oC, pH sebasar 6,0-8,0
dan oksigen terlarut >4.
58
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Pengaruh pemberian ekstender kombinasi larutan sari kurma
(P. dactilyfera) dengan ringer laktat memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap keberhasilan motilitas, viabilitas, tingkat fertilisasi dan
tingkat penetasan telur ikan Patin Siam (P. hypophthalmus) sedangkan,
untuk tingkat kelulushidupan ikan Patin (P. hypophthalmus) Siam tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Hasil perlakuan penyimpanan spermatozoa ikan patin siam selama 5 hari
dengan pemberian ekstender kombinasi larutan sari kurma ( P. dactilyfera)
dengan ringer laktat terhadap keberhasilan tingkat fertilitasi yang terbaik
yaitu perlakuan B dengan dosis 1 ml sari buah kurma dan 99 ml ringer
laktat.
Hasil yang didapatkan untuk paramater uji motilitas sebesar 56,79%, uji
viabilitas sebesar 65,77%, uji fertilitas (FR) sebesar 93,12%, uji tingkat
penetasan 61,34% dan uji kelulushidupan sebesar 90,48%.
5.2 Saran
Berdasarkan data hasil penelitian, maka disarankan dalam melakukan
teknik penyimpanan sperma ikan Patin (P. hypophthalmus) dapat menggunakan
ekstender kombinasi sari kurma dan ringer laktat dengan dosis 1% sari kurma.
Selain itu perlu adanya penelitian pengawetan sperma lebih lanjut dengan
menggunakan ekstender dengan bahan lain yang harganya relatif lebih murah.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N. 2007. Efektifitas Pemberian Ovaprim Secara Topikal pada Proses Ovulasi dan Pemijahan Induk Ikan Mas Koki (Carasius auratus). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Adipu, Y., Hengky, S. dan Juliaan, W. 2011. Ratio Pengenceran Sperma dan Daya Tetas Ikan Lele (Clarias sp.). Jurnal Perikanan dam Kelautan Tropis. 7 (1): 48 – 55.
Ardias, N. 2008. Peranan NaCl Terhadap Derajat Pembuahan, Penetasan Telur dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Koi Cyprinus carpio. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.48 hlm
Arfah, H., Fahmi, H dan Mia, S. 2015. Pemberian Berbagai Jenis Madu dengan
Rasio Pengenceran Berbeda Terhadap Kualitas Sperma Pangasianodon
hypopthalmus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 14 (2):164–170.
Ayer, Y., M. Joppy., dan S. Hengky. 2015. Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Budidaya Perairan. 3 (1): 149-153.
Billard, R. 1978. Changes in Structure and Fertilizing Ability of Marine and Freswater Fish Spermatozoa Diluted in Media of Various Salinities. Aquaculture. 14: 187-198.
Campble, N. A., Jane, B. R dan Lawrence, G. M. 2002. Biologi Jilid 1. Erlangga: Jakarta. 187 hlm.
Effendi, M. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Dwi Sri: Bogor. 186 Hlm.
. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Utama. Yogyakarta.
Endahwati, L. 2010. Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa Dari Buah Kersen Dengan Proses Hidrolisis.Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 10 (1): 1-5 .
Faqih, A,R. 2011. Penurunan Motilitas dan Daya Fertilitas Sperma Ikan Lele Dumbo (Clarias spp) Pasca Perlakuan Stress Kejutan Listrik. Life Sci. 2 (1) : 56-110.
Fitrianti, E. 2010. Sintesis Ester Fruktovanilat Dari Fruktosa dan Asam Vanilat Menggunakan Metdode Gelombang Mikro Sejati Aktivitas Antioksidan. Skripsi. FMIPA. Universitas Indonesia: Depok. 6 hlm.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Drektorat Jendaral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Grasindo Anggota IKAPI
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1 Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta. 212 hlm.
60
Hasyim, 2010. Proses Pembentukan ATP Melalui Proses Aerobik. Jurnal ILARA. 1(2): 17-26.
Ibrahim, M., Mousa, A., Hanan, E., Abraham, F. J and Aned, de L. 2006. Analysis of the structure and vibrational spectra of glucose and fructose. Ecletica Quimica. 31(3): 15-21.
Ish, T. and D. Katy. 2007. Farmed Pangasius. Seafood Watch and Seafood Reports. 1-27 hlm.
Japet, N. 2011. Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 20 hlm.
Julianuari, F. 2014. Pengaruh Penambahan Madu dengan Dosis Berbeda terhadap Motilitas Spermatozoa dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Proses Preservasi. Jurnal Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 8 hlm.
Khairuman, H. dan Amri. 2011. Budi Daya dan Bisnis 15 Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. 268 hlm.
Khairuman dan Dodi, S. 2009. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kordi,. M. Ghufran H. 2010. Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis di Keramba Jaring Apung. Lily Publisher: Yogyakarta.
Lesmana. 2007. Reproduksi dan Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Depok. 121 hlm.
Linayati., F. Basuki dan Pinandoyo. 2015. Efektivitas Penambahan Glyersol Dalam Susu Pengencer Terhadap Prosentase Sperma Hidup Dan Penetasan Telur Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn). PENA Akuatika. 12 (1):43-57.
Mantau, Z., J. B. M. Rawung, dan Sudarty. 2004. Pembenihan ikan mas yang efektif dan efisien. Jurnal Litbang Pertanian. 23 (2): 68-73.
Mariska, A., Muslim dan M. Fitriani. 2013. Laju Penyerapan Kuning Telur Tambakan (Helostoma temminckii C.V) Dengan Suhu Inkubasi Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1) :34-45
Masrizal, F dan Efrizal.1997. Pengaruh Rasio Pengenceran Sperma Terhadap Fertilisasi dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. 1 (7) : 1-9
Maulana, F., Alimuddin dan M. Z. Junior. 2014. Morfologi, Fisiologi, Preservasi Sel Sperma Ikan Betok, Anabas testudineus Bloch 1792 Dan Ketahanannya Terhadap Kejut Listrik. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 14 (3) : 211-223.
Mayes, P,A. 2003. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 123 hlm.
Nainggolan.R., R. D. Monijung dan W. Mingkid. 2015. Penambahan Madu Dalam Pengenceran Sperma Untuk Motilitas Spermatozoa, Fertilisasi dan Daya Tetas Telur Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Budidaya Perairan. 3 (1): 131-140.
61
Novianto, B. R., Sudarno dan Endang, D. M. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gliserol Dalam Susu Skim Kuning Telur untuk Proses Penyimpanan Sperma Beku Terhadap Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 6 (1):1-6.
Peranginangin, K. 2003. Benih Ikan Jambal Siam. Kanisius. Yogyakarta. 67 hlm.
Prahastuti, S. 2011. Konsumsi Fruktosa Berlebihan dapat Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Manusia. Kesehatan Manusia. 10 (2): 173-189.
Rahardhianto, Arsetyo., Nurlita, A dan Ninis, T. 2012. Pengaruh Konsentrasi
Larutan Madu dalam NaCl Fisiologi Terhadap Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Ikan Patin (Pangasius pangasius) Selama Masa Penyimpanan. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1 (1): 58 – 63.
Rahmadi, A. 2010. Kurma. Food Technologist, Neuro-biologist and Pharmacologist. University of Mulawarman, Samarinda, INDONESIA.
Rahmayanti, D. 2010. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati Menjadi Gula Dengan Metode Artificial Neural Network – Genetic Alogarithm (ANN – GA). Skripsi. Jurusan Teknik Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro : Semarang.
Retnowati, P. A. dan Joni, K. 2014. Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Kurma (Phoenix dactylifera) Dengan Isolat Lactobacillus casei dan Lactobacillus plantarum. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2): 70-81.
Rustidja. 1997. Kromosom Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Polyploid. Universitas Brawijaya. Malang. 112 hlm.
Salisbury, G. W. dan N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan pada sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakrta.
Sartoyo. 2005. Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Sperma Ikan Mas Koki. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR. 58 hal
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius: Yogyakarta. 276 hlm.
Stoss, J., .W.S. Hoar., D.J. Randal and E.M Donaldson.1982. Fish Gametes Preservation and Spermatozzon Physiology In Fish IX B. Academic Press. New York.305-350
Subowo. 1995. Biologi Sel. Penerbit Angkasa. Bandung. 55 hlm.
Sugiyarmi, A. 2010. Penentuan Konsentrasi Glukosa dalam Gula Pasir Menggunakan Metode Efek Faraday. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Sukendi. 2012. Biologi Reproduksi dan Pengembangan Budidaya Ikan Motan. UR Press. Pekanbaru.
Sularto., Evi, T., Watono, H dan Ika, N. 2013. Penggunaan Kuning Telur Bebek sebagai Ekstender pada Proses Kriopreservasi Sperma Ikan Patin Jambal. Konferensi Akuakultur Indonesia. 220-225.
62
Sulmartiwi, L., Eka, A dan A. S, Mubarak. 2011. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa Muda dan Madu dalam NaCl Fisiologis terhadap Motilitas dan Lama Hidup Spermatozoa Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (1): 67-71.
Susanti R., dan A. Mayudin. 2012. Respons Kematangan Gonad dan Sintasan Induk Ikan Patin Siam (Pangasius Hypopthalmus) terhadap Pakan dengan Kandungan Tepung Cacing Tanah Berbeda. Jurnal Vokasi. 8 (2): 110-120.
Susilawati, T. 2011. Spermatology. UB Press: Malang.92 hlm.
Sutoyo, A. 2000. Peranan Bahan Pengencer Terhadap Penyimpanan Spermatozoa Sampai Penetasan pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Testis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya. 85 hal.
Sutisna, D.H. dan Ratno S. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. 137 hlm.
Sutrisna. 2002. Keragaman Kualitas Sperma Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus Sauvage) pada Bulan Oktober 2000 – Februari 2001. Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hlm.
Tang dan Affandi. 2000. Biologi Reproduksi Ikan. UNRI Press. Riau.
Taufik. 2006. Lowongan Usaha Perikanan. Pustaka Petronomika. Jakarta. 120 hlm.
Wibisono, D. 2013. Panduan Penyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi. Penerbit Andi: Yogyakarta. 98 hlm.
Yumte, K., Benny, W dan Edwin de Queljoe. 2013. Perbedaan Motilitas
Spermatozoa Sapi Janta (Frisian Holstein) Setelah Pemberian Cairan Kristaloid-Ringer Laktat. Jurnal e-Biomedik (eBM). 1 (1): 184-189.
Zen, Ady Try., Himawan, Danis Pertiwi dan Chodidjah.2013. Pengaruh
Pemberian Sari Kurma (Phoenix dactylifera) Terhadap Kadar Hemoglobin. Sains Medika. 5 (1): 17 – 19.